Asmara Pedang dan Golok Bab 05

Bab 05

Pertanyaan ini sampai Sui Bu-seng pun ingin tahu, makanya dia juga memasang telinganya.

Li Poh-hoan mengayun-ayunkan pedangnya, menangkis setiap serangan cambuk emas lawan, sambil tersenyum menjawab:

"Sebab kau pasti tidak tahu jurus pedangku, maka aku mengambil kesempatan ini supaya kau bisa melihat sendiri."

"Kenapa aku harus tahu?" Hoyan Tiang-souw masih tidak mengerti.

"Hay, aku khawatir cepat atau lambat kau akan bertarung denganku, maka lebih baik aku memberi tahukan lebih dulu!"

'Tapi kenapa kita pasti akan bertarung?' pertanyaan ini hanya berkumandang di dalam hati Hoyan Tiang-souw, dia tidak mengucapkannya, takut orang salah paham mengira dia takut akan pertarungan itu.

Mendadak Li Poh-hoan membalikan tubuh menghadap pada Sui Bu-seng, tangan kanan masih tetap menekan pegangan pedang.

Sepasang mata di bawah alis tebalnya berkilat-kilat seperti mata macan, padahal di saat dia t membelakangi Sui Bu-seng, dia pun mampu setiap saat menyerangnya. Sekarang setelah saling berhadapan, tekanan-nya tampak semakin kuat dari tadi.

Hampir saja Sui Bu-seng tertekan mundur oleh pembawaan dia, tapi akhirnya masih bisa berdiri tegak, malah masih bisa berteriak:

"HwanLo-jit (saudara ketujuh), aku segera datang membantumu."

Biasanya suara Hoyan Tiang-souw lebih keras beberapa kali lipat dari orang biasa, sekarang dia berbicara sengaja memperkeras lagi, tentu saja suara-nya jadi lebih menggetarkan telinga orang:

"Kau tidak boleh membantu, kecuali kau bisa mengalahkan Mo-to ku. Jika tidak kau harus tunggu sampai diantara mereka ada yang menang atau kalah."

Sui Bu-seng berteriak, wajahnya berubah jadi bengis.

Hoyan Tiang-souw mengira dia pasti akan mengayunkan kapaknya menyerang membabi buta.

Tapi hal itu ternyata tidak terjadi, Sui Bu-seng masih tetap berdiri di tempatnya.

Walaupun Sui Bu-seng tidak waras, tapi di saat penentuan hidvip mati, dia tetap bisa memperhitung-kan untung ruginya.

Jika dia selalu membunuh orang secara mem-babi buta, mungkin dia sudah mati sejak dulu.

Dia sadar tidak mudah menghadapi Mo-to nya Hoyan Tiang-souw. Apa lagi jika memperhitungkan tugasnya kali ini, Li Poh-hoan lah sasaran utamanya.

Selain itu Hoyan Tiang-souw tidak membunuh orang- orang mereka, tapi Li Poh-hoan sudah, di samping punya permusuhan, di lain pihak dia sudah melihat jurus pedangnya Li Poh-hoan, sedangkan jurus Mo-to Hoyan Tiang-souw, dia belum melihatnya.

Makanya setelah dihitung-hitung, lebih baik dia mengumpulkan seluruh tenaga untuk menghadapi Li Poh- hoan.

Dia tidak bisa lolos dari Hoyan Tiang-souw untuk mengeroyok Li Poh-hoan, jadi Hwan Tong-cing seorang diri yang kerepotan.

Paling sedikit ada tiga kerepotan bagi Hwan Tong-cing.

Pertama, sia-sia saja cambuknya menyerang secara bergelombang, dia hanya bisa menggunakan satu jurus Lie- hwee-cui-hun (Bara api mengejar roh) dari tiga jurus cambuknya.

Dua jurus cambuk lainnya tidak ada kesempatan digunakan.

Kedua, dia hanya bisa berteriak-teriak seperti orang gila.

Sebab setiap pedang Li Poh-hoan menangkis serangan cambuknya, selalu mengenai bagian kedua dari sembilan bagian Cui-hun-pian nya, malah selalu dititik yang sama, satu mili pun tidak salah.

Hwan Tong-cing sendiri sadar itu adalah titik terlemah dari seluruh cambuknya, dia sungguh tidak mengerti kenapa lawan bisa tahu satu-satunya titik kelemahan cambuknya.

Tapi tidak peduli dia mengerti atau tidak, pokoknya dia harus menggunakan seluruh tenaga dalamnya untuk menutupi titik kelemahan ini, dia hanya bisa berteriak- teriak di dalam hati.

Dia tidak bisa berteriak untuk menambah semangat, dia malah menjadi kesal. Ketiga, masalah tubuhnya, ternyata pedang Li Poh-hoan walaupun mumi untuk bertahan, tapi tetap ada kilatan pedang yang menyambar tubuhnya, mula mula masih tidak terasa apa-apa, tapi semakin lama semakin

Kilatan pedang yang tanpa bentuk tanpa su.ir.i tanpa warna dan tanpa rasa itu, seperti jarum panjang menusuk ke dalam tulang, maka rasa sakitnya juga tidak seperti jarum yang ditusukan ke dalam daging.

Sekarang dia sudah bisa menemukan sumber kilatan pedang yang tidak berbentuk itu ternyata bukan dari pedang yang ada di tangannya Li Poh-hoan.

Tapi datang dari batang panjang di tangan kirinya, tapi setelah mengetahui satu hal, timbul rasa sakit pada hal lainnya lagi.

Jika sudah mengetahui tapi tetap tidak bisa melepaskan diri dari kesakitan, lalu apa gunanya mengetahui?

Untungnya segala sesuatu di dunia ini selama-nya berubah-rubah tidak menentu, fenomena yang terjadi dari berbagai unsur berkumpul menjadi satu.

Misalnya tubuh manusia, terbentuk dari ber-bagai unsur, di tambah ruang dan waktu. Jika kurang satu saja dari berbagai unsur ini maka tidak akan bisa hidup, atau disebut akan menghilang.

Dan jika segala sesuatu di alam ini semuanya abadi dan tidak berubah, maka masalahnya akan jadi besar.

Seorang bayi karena bersifat tidak berubah, maka selamanya jadi seorang bayi, besi juga selamanya tidak bisa ditempa jadi baja. Pokoknya segala benda jika selamanya tidak berubah, tidak akan bisa lahir benda-benda baru, coba bayangkan bukankah dunia akan membosankan?

Jujur saja di alam ini sama sekali tidak ada satu benda pun yang abadi, tidak berubah, karena tidak ada satu benda pun bisa ada tanpa syarat-syarat tertentu.

Sampai disini lebih baik jangan membicarakan hal itu lagi.

Akhirnya Hwan Tong-cing mendapatkesempatan merubah keadaan.

Pada saat ini Hoyan Tiang-souw berkata pada Li Poh- hoan:

"Lebih baik cepat selesaikan pertarunganmu, aku sudah tidak sabar lagi!"

"Benar juga!" setelah berbicara mendadak jurus pedangnya menjadi lambat.

Hwan Tong-cing mengerahkan seluruh tenaganya, menggetarkan cambuk emas nya sampai menjadi tegang lurus, laksana sebuah tongkat panjang.

Terlihat dia sudah memegang cambuknya dengan kedua tangannya, jurusnya juga menjadi jurus tongkat.

Inilah salah satu jurus hebat dari tiga jurus Cui-hun-pian yang disebut Ji-ciang-se-kun (Tongkat laksana tombak).

Tampak cambuk emas yang lurus itu menancap mendongkel memukul melontar, dengan empat macam gerakan menyerang sebanyak dua belas jurus.

Bersamaan waktu itu dia pun berteriak sangat keras, akhirnya bisa juga mengeluarkan kekesalan di dalam hatinya. Serangan dia mendadak menjadi kuat, dan \ berhasil mendesak mundur Li Poh-hoan tiga langkah, tampaknya tinggal menambah sedikit serangan lagi dia akan melumpuhkan lawan.

Tapi dia malah menyatukan sepasang tangan-nya, dan cambuk emasnya mengerut satu kaki lebih.

Baju putih Li Poh-hoan berkibar-kibar, begitu memutar tubuh, dia sudah berada sebelah kiri lawan-ny.i, lalu ujung pedangnya menusuk, membelah angin mengeluarkan suara "Ssst!"

Saat ini, Hwan Tong-cing baru benar-benar mengerti, dirinya telah melakukan satu kesalahan fatal, tapi dia sudah tidak keburu membetulkan juga tidak keburu menambalnya.

Dia hanya melihat ujung pedang yang tajam sudah berada disisi tenggorokan, kecepatannya sampai untuk berpikir pun sudah tidak keburu. Lalu hanya merasa titik kematian di tenggorokannya telah ditusuk pedang, hanya itu saja.

Kali ini Li Poh-hoan tidak memasukan pedangnya ke dalam sarung, pedang dipegang di tangannya.

Menunggu tubuh Hwan Tong-cing jatuh ke tanah baru dia berkata:

"Jika kau tidak berniat menggunakan senjata gelap di dalam Cui-hun-pian untuk membunuh aku, kau paling sedikit masih bisa hidup beberapa saat. "

Serangan pedang dia laksana kilat, orangnya sangat tampan, dan tingkahnya tenang anggun, walau pun telah membunuh dua orang pembunuh bayaran ternama, kelihatannya seperti bukan dia yang membunuhnya. Hoyan Tiang-souw memalingkan kepala, dalam hatinya terkesan satu bayangan aneh.

Tapi dia tidak mengucapkan apa-apa, dia mundur beberapa langkah, lalu berkata pada Sui Bu-seng:

"Lawanlah, walaupun Li Poh-hoan kalah dan mati, aku pun tidak akan membantu dia."

Sui Bu-seng berteriak, lalu meloncat melewati Hoyan Tiang-souw, langsung menerjang Li Poh-hoan, terjangannya dahsyat seperti kerbau gila, sangat menakutkan.

Hanya sekejap mata dia sudah membacokan kapaknya pada Li Poh-hoan.

Tapi dalam waktu singkat ini Li Poh-hoan tetap dengan tenang mengangkat pedangnya, sikapnya anggun penuh percaya diri, dia seperti tidak melihat terjangan lawan yang begitu dahsyat.

Di dalam layangan baju putihnya Li Poh-hoan berputar ke kanan, pertama kali menggunakan tebasan pedang ke belakang.

Sikap dia kelihatannya tenang, tapi gerakannya sangat cepat, cepatnya sampai Ciat-hu Sui Bu-seng terdesak mundur ke belakang dua langkah besar, baru mendapatkan kesempatan balas menyerang.

Tapi ayunan kapak Sui Bu-seng sampai dua belas jurus, itu hanya menangkis serangan susulan pedang Li Poh-hoan.

Li Poh-hoan berputar ke belakang tubuh dia, sinar pedangnya berkelebat secepat kilat, satu sabetan pedang datang lagi menyerang.

Sui Bu-seng merasa ada hawa pedang tajam menyerang tenggorokannya, tajamnya laksana pedang yang sebenarnya, saat itu tidak tahan warna wajahnya jadi berubah besar.

Dia tahu hanya pedang yang benar-benar yang bisa datang membunuh, maka sifat gilanya keluar, tanpa mempedulikan pedang lawan, dengan meng-gunakan seluruh tenaga dalamnya dia melemparkan kapaknya pada lawan.

Jarak mereka berdua tidak jauh, maka pedang Li Poh- hoan bisa menusuk Sui Bu-seng, tapi kapak Sui Bu-seng juga bisa mengenai Li Poh-hoan.

Berdasarkan keadaan ini, sebenarnya Sui Bu-seng tidak perlu melemparkan kapaknya menyerang lawan.

Tapi pengalaman bertarung Sui Bu-seng sudah banyak sekali, sudah membunuh entah berapa banyak pesilat tinggi dunia persilatan, tentu saja gerakan dia punya alasan tersendiri.

Ternyata pengalaman memberi tahu dia, pedang cepat dan kapak lambat.

Artinya dia pasti mati lebih dulu tertusuk oleh pedang.

Dan setelah mati, kekuatan kapak akan kehilangan dorongan tenaga, bukan saja kekuatannya jauh berkurang, malah akan tertahan oleh lima jarinya sendiri.

Jika dia tidak mati pun tetap akan kalah, maka sekalian saja dia melemparkan kapak, berharap bisa mengembalikan modal sedikit.

Serangan pedang Li Poh-hoan ternyata jadi terdesak dan sedikit berubah.

Pedang bergetar, kapak terpental melayang ke udara, luka Sui Bu-seng jadi bukan di tenggorokan, tapi di mata kirinya. Mata kiri Sui Bu-seng tertusuk pedang, tidak perlu dijelaskan tentu saja mata ini segera menjadi buta, tapi dia tidak sampai mati.

Dia pun tidak sampai roboh, hanya mundur dua langkah, menggunakan tangan kirinya menutup luka mata kiri yang bercucuran darah segar.

Li Poh-hoan berdiri tegak sambil mengangkat pedang, sikapnya anggun, sambil tersenyum berkata:

"Sui Bu-seng, kau sudah mati setengah, apakah kau tahu siapa yang harus disalahkan?"

Siapa pun orangnya, setelah matanya buta sebelah, tentu saja bisa di anggap mati setengah, aturan asuransi jaman sekarang juga begitu.

Diam-diam Sui Bu-seng mengerahkan tenaga dalamnya, berturut-turut menghirup nafas tiga kali.

Sekejab sakitnya sudah berkurang banyak, dan kesadarannya pun sudah kembali.

Dia tertawa gila juga kesal, katanya:

"Aku tidak tahu, aku hanya bisa salahkan kau, selain kau, siapa lagi yang bisa aku salahkan?" Kata Li Poh-hoan:

"Salah, Kau datang untuk membunuh aku tapi tidak berhasil, ini disebut kalah kemampuan, bagai-mana boleh menyalahkan aku?"

"Harus kah aku menyalahkan diri sendiri?"

"Salah, kau kalah kemampuan, itu hal yang tidak bisa dibantah, misalkan kau mungkin tidak bisa mengalahkan ketuamu, tapi apakah kau bisa menyalahkan dirimu sendiri? apakah kau akan bunuh diri karenanya?" Sui Bu-seng jadi bingung dan berkata: "Tentu saja aku tidak akan bunuh diri, tapi aku harus menyalahkan siapa?"

"Kau harus menyalahkan orang yang mengutus mu kesini, yang tidak tahu kemampuanmu kalah oleh lawanmu. Dengan kata lain, orang yang mengutus kalian untuk membunuh aku, seharusnya menyelidiki dulu kemampuanku. Jika tidak menyelidiki terlebih dulu, itu sama dengan sia-sia saja mengantarkan nyawa kalian, menurutmu orang ini harus disalahkan, tidak?" Sui Bu-seng dengan keras teriak: "Angap saja menyalahkan dia, lalu mau apa?" "Biar aku membalaskan untuk kalian, kau sendiri tidak mampu, tapi aku mampu!"

Tawa Sui Bu-seng sangat bengis dan menakut-kan, mungkin karena wajahnya penuh dengan darah.

"Usulan ini cukup bagus, tapi aku tidak akan masuk perangkapmu, aku juga tidak akan meng-khianati saudara dan teman sendiri!"

"Kau salah. Aku bukan menanyakan masalah internal kalian, karena orang yang memerintah kalian pasti adalah ketua kalian Tok-kah-kong-liong (Kaki tunggal naga gila) Pui-suhu. Tidak perlu diragukan lagi, buat apa kau menghabiskan waktu sia-sia?" Sui Bu-seng keheranan:

"Kau sungguh lihay, tidak heran kekuatan Thi-pian-tan- pang (Perkumpulan Pikulan besi) di Han-sui sangat besar, bahkan menurut kabar kau bertekad menguasai seluruh dunia persilatan."

"Jangan bicarakan ini, coba kau pikir-pikir, jika kau menganggap jurus pedangku cukup hebat, merasa aku bisa membalaskan kekesalanmu. Maka kau beri tahukan padaku, siapa yang mengancam perkumpulan Tong-hai- kong-jin?" Sui Bu-seng berpikir sejenak, walaupun mata dia sudah buta darah memenuhi wajahnya, tapi bagaimana pun dia adalah orang pesilat tinggi kelas satu, maka dia masih bisa bertahan. Setelah dia berpikir sebantar baru berkata:

"Kau bunuhlah aku!"

Kali ini giliran Li Poh-hoan keheranan: "Kenapa? Kau sudah bosan hidup?"

"Bukan, soalnya aku tidak tahu ketua diancam oleh siapa. Mungkin setelah aku jadi setan baru bisa menyelidikinya, saat itu aku pasti akan memberitahu kan padamu!"

Dia mengucapkan kata-katanya tidak dengan nada kelakar, bisa dilihat dia memang punya pikiran demikian.

Li Poh-hoan jadi tertawa salah, menangis pun salah, dia memalingkan kepala melihat pada Hoyan Tiang-souw.

Hoyan Tiang-souw sangat tegas, memberi isyarat untuk 'menbunuh' nya.

Membunuh orang walaupun menyenangkan, tapi bukan cara bagus untuk menyelesaikan masalah.

Maka Li Poh-hoan tertawa pahit, memalingkan kepala berkata pada Sui Bu-seng:

"Kau pasti punya sedikit informasi, hanya kau sendiri tidak tahu bahwa itu merupakan informasi penting! Jika kau ingin aku membantumu membalas-kan kekesalanmu, membantu perkumpulan kalian melepaskan diri dari ancaman, sekarang coba jawab beberapa pertanyaanku!"

Sui Bu-seng berpikir sebentar baru menjawab: "Baik, tanyalah." "Perkumpulan kalian dalam satu dua tahun ini apakah ada pemasukan yang khusus?"

"Jika kami ada bisnis ada tugas, maka ada pemasukan, tapi tidak bisa dikatakan khusus."

"Di markas lama kalian apakah akhir-akhir ini ada gerakan khusus? Misalnya di bidang pertahanan?"

Sui Bu-seng menggelengkan kepala. "Ada tidak pesilat tinggi yang baru bergabung? Yang ilmu silatnya kurang lebih sama dengan kalian?" "Tidak ada!"

"Kalau begitu apakah ketua kalian mempunyai orang yang paling disayang? Laki-laki atau perempuan sama saja, ada tidak?"

Saat ini, Sui Bu-seng baru bereaksi, tubuhnya tergetar dan berkata:

"Ada, ada seorang wanita." "Siapa dia?"

"Tidak tahu," Sui Bu-seng menjawab, "aku hanya tahu dia bermarga Lu, kami memanggil dia Lu-hujin." "Berapa usia dia? Apakah dia cantik sekali?" "Dia memang terlalu cantik. Tidak ada orang yang tidak berpikiran demikian. Aku sendiri juga begitu, tapi biasa aku tidak mendekati wanita, aku tidak suka wanita, sebab wanita adalah sumber keruwetan, kesedihan, pusing, dan mala petaka, maka wanita selain kejelekannya, masih ada keuntungan apa lagi?"

Kata-kata Sui Bu-seng tentu saja terlalu ekstrim. Jika diganti dengan orang yang menyukai wanita, mungkin dia bisa mengutarakan seribu macam kebaikan wanita.

Tapi jika Sui Bu-seng membenci wanita, itu juga tidak bisa dilarang dia berpikiran demikian.

Li Poh-hoan menggoyangkan tangannya dan berkata: "Kau pergilah!"

Sui Bu-seng sampai Hoyan Tiang-souw yang berdiri agak jauh jadi sangatterkejut.

"Pergi? Kau menyuruh aku pergi?" "Telingamu tidak sakit bukan?"

"Tidak mungkin, kau pasti ada siasat busuk lainnya. "

Guman Sui Bu-seng.

"Tidak ada." Li Poh-hoan berkata, "janjiku selalu ditepati, sedikit sekali orang yang tidak percaya kata- kataku."

Sui Bu-seng merasa masih tidak percaya, dengan gagap berkata:

"Tapi kalian sudah kehilangan banyak orang?"

"Tidak apa-apa." Li Poh-hoan masih tampak sangat yakin dan berkata, "aku berharap racun yang kalian gunakan kelihayannya tidak sampai tidak bisa dikendalikan."

Sui Bu-seng terkejut dan berkata:

"Kau tahu kami menggunakan racun?"

"Itu hal yang sangat wajar." Li Poh-hoan tersenyum dan berkata, "selain menggunakan racun, kalian punya cara apa lagi mampu melumpuhkan semua orangku tanpa menimbulkan suara?"

Akhirnya Sui Bu-seng merasa tidak tahan lagi.

Walaupun dia adalah pesilat tinggi kelas satu, tapi setelah sebelah matanya ditusuk menjadi buta, dan tidak ^ diobati untuk menghentikan darah dan mereda-kan rasa sakit, walaupun seorang pesilat tinggi kelas satu pun tidak akanbertahan lama. Makanya dia bertanya lagi:

"Benar aku boleh pergi?"

"Setelah kau pergi maka kau akan tahu."

Hoyan Tiang-souw melihat bayangan pung-gung Sui Bu- seng menghilang baru berkata:

"Kau bukan tidak berani membunuh orang, kenapa melepaskan pembunuh bayaran yang seperti orang gila ini? Walaupun dia tidak mampu melawanmu, tapi keluargamu, teman-temanmu bagai-mana? Mmm, aku dengar dia menyebut perkumpulan Thi-pian-tan, dan kau adalah ketuanya bukan? Lalu bagaimana dengan nyawa anak buahmu? Orang semacam Sui Bu-seng mungkin tidak akan membalas budi!"

"Sebelumnya aku sudah memberikan obat penangkal racun pada seluruh anak buahku yang ikut dalam pertarungan ini, semua sudah kupikirkan, misalnya melepaskan Sui Bu-seng, ini juga sudah kupikirkan sebelumnya."

"Sebelumnya kau sudah tahu Tong-hai-kong-jin akan menyerangmu?"

"Hanya perkiraan saja, aku sudah mengetahui mereka sudah datang, tentu saja juga tahu kau sudah datang kesini, aku hanya memperhatikan orang-orang yang pantas bertarung denganku, bukan semua orang harus aku perhatikan."

"Tampaknya kau sangatmemandangku!" Li Poh-hoan sambil menghela nafas: "Maaf, kenyataannya aku salah perhitungan. Maka pembantu penting yang aku tinggalkan di sampingku sudah dibunuh olehmu. Seharusnya dia membantu aku menghadapi orang-orang Tong-hai-kong-jin itu." "Untungnya kau mendadak membantu aku." Li Poh- hoan melanjutkan lagi, "membuat tiga orang pembunuh bayaran kelas satu Tong-hai-kong-jin hanya bisa satu persatu bertarung denganku."

Hoyan Tiang-souw tertawa, dia tahu Li Poh-hoan menyembunyikan kekuatannya, kenyataannya tiga pembunuh bayaran kelas satu Tong-hai-kong-jin sekalipun bersama-sama mengeroyok dia, juga belum tentu mereka bisa menang.

Tapi karena dia ingin menyembunyikan, maka tidak perlu membongkarnya.

Li Poh-hoan berkata lagi:

"Kupikir para pembantuku yang cukup penting diam- diam telah aku sebarkan di sekeliling, sudah menangkap orang-orang yang menebar racun itu, dan mulai melakukan pertolongan, maka aku tidak tergesa-gesa dan masih ada waktu bicara denganmu."

Hoyan Tiang-souw mengerutkan alis tebalnya:

"Hanya bicara? Bukan bertarung untuk menentukan siapa yang lebih unggul?"

Di wajah tampan Li Poh-hoan tampak tawa pahit, dia berkata:

"Apa gunanya bertarung denganmu? urusanku sudah cukup banyak, dan kau adalah orang dengan jurus golok yang paling menakutkan sepanjang pengalamanku, apa lagi kau masih sangat muda." ,

"Masalah ini apa hubungannya dengan usia muda l atau tua?"

"Tentu saja ada hubungannya, jurus golok dan tenaga dalammu sekarang sudah hebat begini, di kemudian hari pasti akan meningkat, kau mungkin menjadi ahli golok besar yang tiada tandingnya di dunia persilatan, buat apa aku membuat permusuhan dengan orang semacam kau?"

"Kau juga masih sangat muda, paling banter juga kau hanya beberapa tahun lebih tua dariku, maka aku pun tidak berani memandang remeh dirimu, semakin cepat kita bertarung menentukan siapa yang lebih unggul semakin bagus."

Dia sedikit pun tidak tergiur oleh kata-kata lawan, ini kejadian yang sangat aneh.

Umumnya, kecuali ada permusuhan atau dendam kesumat, kenapa harus bertarung menentukan pemenangnya?

Li Poh-hoan mengerutkan alis, berpikir sejenak dan berkata:

"Baik, kita segera bertarung menentukan siapa pemenangnya juga bagus."

Bagaimana pun dia adalah seorang Pangcu, dan Thi- pian-tan-pang menguasai perairan Han-sui, malah dua tahun ini kekuasaannya sudah berkembang lagi, sampai Huang-ho dan Tiang-kang ada sebagian dikuasai atau di bawah pengaruhnya.

Maka dia tidak boleh tampak lemah. Tapi Hoyan Tiang- souw malah mengeluarkan kata-kata yang sangat diluar dugaannya, dia berkata:

"Tapi tidak sekarang aku sudah melihat kau berturut- turut membunuh Cia San dan Hwan Tong-cing berdua, juga mengalahkan Sui Bu-seng, ke tiga orang pesilat tinggi kelas satu ini telah menguras kekuatanmu. Kau sudah tidak mampu mengerahkan tenaga dalam di saat tadi kau menusukan pedang kepadaku, jika kau tidak mau mengakuinya, kau boleh mencoba jurus itu biar aku melihatnya!"

Li Poh-hoan mengeluh dalam-dalam:

"Kau sungguh musuh yang sangat menakut-kan." Tampang dia tidak seperti berpura-pura.

"Tapi aku masih tidak tahu asal-usul jurus pedangmu, pengetahuanku sangat sedikit, sebenarnya kau ini dari perguruan mana?"

Li Poh-hoan berkata:

"Aku pernah belajar jurus pedang dari empat perguruan besar, tapi bertemu dengan pesilat tinggi kelas satu semacam Sui Bu-seng, aku terpaksa meng-gunakan jurus pedang keluargaku, maka boleh dibilang aku tidak ada perguruan!"

Hoyan Tiang-souw tahu lawan tidak mau berterus terang.

Sebenarnya dia adalah orang yang sangat pintar, hanya saja sejak lahir mudah marah (Mengenai hal ini menurut kabar ada hubungannya dengan disaat dia berusia lima enam belas tahun, pernah makan seekor kalajengking darah yang sangat jarang ditemui di dunia).

Dan wajah dia terlihat kasar pemberani, maka sering orang salah menduga dia adalah seorang yang kaki dan tangan kuat, tapi otaknya sederhana.

Sambil tertawa dingin dia berkata:

"Siapa yang paling ternama di keluargamu? Siapa yang menciptakan jurus pedang itu dan mewaris-kan ke generasi berikutnya?" ^ Li Poh-hoan berpikir sejenak lalu berkata:

"Kakekku, kudengar dulu dia adalah seorang pembunuh bayaran yang paling ditakuti, paling lihay. Dia tidak punya nama, semua orang memanggil dia Leng-hiat (Berdarah dingin) Li Cap-pwee (Li ke

Delapan belas), jurus pedang yang dia wariskan sangat hebat, aku pun berpikir demikian!"

Nama Leng-hiat Li Cap-pwee, Hoyan Tiang-souw tidak pernah mendengarnya, sebab kejadian ini terjadi lima, enam puluh tahun malah mungkin tujuh, delapan puluh tahun yang lalu.

Di dunia persilatan generasi baru selamanya menggantikan generasi lama.

Beberapa puluh tahun adalah waktu yang cukup panjang.

Tapi dia tidak bisa tidak harus mengakui jurus pedang yang diturunkan oleh Leng-hiat Li Cap-pwee sungguh bagus sekali, apa lagi serangannya, itu adalah jurus pedang sakti buat pembunuh bayaran.

Tidak ada variasi juga tidak ada gejala, tapi kecepatannya laksana kilat.

"Aku merasa sangat menyesal." Li Poh-hoan berkata lagi, "kelihatannya kita mungkin tidak bisa berteman!" berkata demikian, tentu saja dia ada alasan dan jalan pikiran lain.

Hoyan Tiang-souw pun punya jalan pikiran sendiri, sambil mengangguk kepala berkata:

"Betul! Betul!" saat ini di dalam hati dia terbayang dengan jelas satu wajah yang sangat cantik, dialah Cui Lian-hoa. "Maka setelah lewat hari ini, setiap saat, dimana saja aku bisa mencarimu untuk bertarung, tentu saja kau juga boleh melakukan hal yang sama, dan aku sudah mempersiapkan dengan baik kau bisa muncul kapan saja."

o-o-o

Li Poh-hoan dengan baju putihnya yang berkibar-kibar berjalan keluar dari Ho-ciu, wajahnya yang tampan tampak sedikit warna gelisah.

Dia bukan mengkhawatirkan anak buahnya, karena para anak buahnya yang telah dilumpuhkan oleh racun itu.

Pertama sebelumnya telah memakan obat penangkal racun.

Kedua sudah mendapatkan pengobatan, selanjutnya dan perlindungan, seharusnya tidak akan mengkhawatirkan.

Ketiga, para anak buah ini hanyalah orang orang kelas tiga, para pembantu kelas satu dan kelas dua di dalam perkumpulan semuanya tidak ada apa-apa.

Anak buahnya mula-mula masih keheranan kenapa tidak membiarkan mereka mengawal Pangcu-nya, malah membiarkan para pesilat kelas tiga yang bertanggungjawab?

Sekarang semua orang sudah mengerti, sebab menghadapi ahli racun, siapa pun tidak akan yakin sanggup, hanya bisa melawan dengan reaktif saja.

Misalnya minum obat anti racun terlebih dulu, tindakan seperti ini walaupun bisa menghindar dari kematian, tapi memerlukan waktu, dan setelahnya akan membuang waktu untuk berobat.

Maka di samping Pangcu tidak ada orang yang bisa ditugaskan. Li Poh-hoan juga bukan risau karena telah membuat janji pertarungan dengan Hoyan Tiang-souw, karena itu pasti pertarungan ilmu silat murni yang terbuka dan adil, walaupun sampai kalah dan mati, di* juga akan merasa puas.

Yang dia khawatirkan adalah nona Cui yang berada di luar kuil Han-san.

Gadis yang wajahnya secantik bunga, setiap orang akan mencintainya, sebenarnya tidak harus ditakuti, tapi Li Poh- hoan justru takut dia seorang diri.

Sebab Thi-pian-tan-pang yang berada di perairan Han- sui, setelah beberapa tahun sukses mengembangkan kekuasaan dan daerahnya, akhir akhir ini mendadak mendapat gangguan.

Mendapat halangan adalah hal yang tidak bisa dihindarkan dalam pengembangan daerah dan kekuasa an, siapa yang rela memberikan daerah dan kekuasaannya pada orang lain? Tapi halangan itu muncul bersamaan di beberapa daerah.

Belum lama ini dia juga menerima peringatan rahasia, supaya Thi-pian-tan-pang tunduk dan mene-rima perintah dari pihak lawan, tidak boleh melawan.

Dengan demikian masalahnya jadi semakin ruwet dan berbahaya, sulit diduga.

Li Poh-hoan tahu lawan menggunakan cara menaklukan berbagai daerah untuk menundukan kekuatannya, dia juga tahu lawan pasti mengerti orang seperti dia ini tidak mudah ditaklukan.

Maka pasti ada cara lainnya lagi yang lebih lihay dan menakutkan menunggu menghadapi dia. Setelah dia berpikir lama, dia keluar dari markasnya berusaha menyerang.

Dengan kata lain, dia ingin membalikan keadaan dari reaksi menjadi aksi.

Tentu saja dia pun sudah menghabiskan tidak sedikit uang, menggerakan entah berapa banyak mata mata, berusaha mengumpulkan informasi lengkap.

Dalam hal ini, tidak bisa dikatakan dia telah berhasil mendapat beberapa kesuksesan, karena dia sudah tahu di seluruh dunia persilatan entah sudah berapa banyak perkumpulan atau organisasi yang menyerah dan dikuasai.

Dia juga tahu organisasi rahasia ini diperintah bukan oleh seorang laki-laki tapi seorang perempuan.

Seperti perkumpulan pembunuh bayaran Tong-hai-kong- jin walaupun menyeramkan, tapi malah sedikit lebih sederhana.

Sebenarnya perkumpulan ini bisa saja dikuasai oleh siapapun, dan syarat untuk menguasainya cukup dengan uang.

Tidak tahu apakah Lu-hujin kesayangan ketua perkumpulan Tong-hai-kong-jin, Pui-suhu ada hubungannya dengan organisasi misterius itu?

Nama Lu-hujin baru saja diketahui tadi, dan sebelum ini, dia selalu waspada terhadap setiap wanita yang berilmu tinggi dan jati dirinya tidak diketahui.

Nona Cui pun wanita semacam ini.

Tidak ada yang tahu dia datang dari mana, tiba-tiba saja muncul dalam lingkaran yang dia perhatikan. j

Bisa juga dikatakan seperti ini, langkah pertama Li Poh- hoan keluar adalah memimpin sendiri para pesilat tinggi di perkumpulannya pergi ke Kang-lam, dan dia kebetulan muncul dalam perjalanan ini.

Sebenarnya di sepanjang perjalanan Li Poh-hoan, wanita yang ditemuinya bukan hanya dia seorang.

Tapi karena dia mendapatkan informasi yang sangat dipercaya menunjukan, wanita penguasa dalam organisasi misterius itu ada di Kang-lam, karena dia baru saja menaklukan Jit-teng-hwee (Perkumpulan tujuh lampu) di Ho-hui.

Itu hanyalah organisasi sederhana yang hanya terdiri dari tujuh orang, ke tujuh orang ini adalah pesilat tinggi yang amat lihay, tapi ambisinya tidak terlalu besar, kekuasaannya paling banter hanya sampai Bu-ouw (danau Bu) saja.

Ketika Li Poh-hoan sedang memperluas kekuasaannya, pernah berhubungan dengan mereka, mereka sedikit pun tidak mau mengalah, maka Li Poh-hoan diam-diam mengutus orang untuk mengawasi Jit-teng-hwee.

Ingin mengawasi para pesilat tinggi seperti ini tentu saja tidak mudah, juga tidak mungkin mengutus puluhan pesilat tinggi yang setara dengan mereka untuk mengawasinya.

Dengan kata lain, cara pengawasannya menggunakan cara lain.

Yang diperlukan oleh penanggung jawabnya bukan hanya ilmu silat saja, otak dan caranya lebih penting, misalnya menyuap orang-orang terdekat salah satu dari tujuh orang Jit-teng-hwee ini dan lain-lainnya.

Buktinya sudah ada tiga keluarga di rumahnya yang berhasil disuap, makanya pergerakan Jit-teng-hwee, Li Poh- hoan sedikit banyak bisa tahu. Karena itulah, perihal mereka mendapatkan ancaman dari luar tapi tidak mau menyerah, Li Poh-hoan juga sudah tahu.

Keadaannya berkembang lagi, saat lima dari tujuh orang penting Jit-teng-hwee dibunuh, maka Li Poh-hoan segera datang ke Kang-lam.

Menceritakan nona Cui.

Li Poh-hoan bukanlah orang yang suka wanita, dan walaupun kecantikannya Nona Cui bisa membuat orang jadi mengila-gila, dia juga tidak mungkin bisa membuntutinya dari Bu-ouw sampai Soh-ciu.

Sebab utamanya bukan nona Cui, tapi nyonya cantik setengah baya itu, dua orang pelayan cantik, malah nona Cui juga memanggil dia To Sam-nio.

To Sam-nio pernah muncul di Ho-hui, malah telah membunuh seorang anak buah Li Poh-hoan.

Ilmu silat anak buahnya cukup lumayan, sengaja diutus oleh penanggung jawab Ho-hui malam-malam mendatangi kamarnya To Sam-nio, dan sengaja bentrok dia, supaya bisa mengetahui kekuatan dia.

Kekuatan To Sam-nio yang sudah dicoba, ternyata ilmu silatnya sangat tinggi, kehebatannya bisa menandingi siapa saja dari tujuh orang terpenting Jit-teng-hwee.

Li Poh-hoan segera memutuskan rencananya.

Mulai dari Bu-ouw dia secara terbuka membuntuti rombongan nona Cui, dan seluruh pembunuh bayaran sudah mengetahui dia telah mengatur sebuah rencana,, berharap memancing musuh besarnya ke Ho-ciu untuk bertarung. Bagaimana dan kenapa rencananya bisa bocor, Li Poh- hoan tidak menyelidikinya.

Jika kebocorannya sampai terputus, suatu saat jika dia ingin sengaja membocorkan rahasia tentu tidak bisa lagi.

Tidak terhitung banyaknya siasat licik yang ada di dunia persilatan untuk memenangkan pertarungan, dan orang yang berambisi ingin menguasai dunia sangat besar, kepintaran dan caranya tentu saja sangat ruwet dan aneh.

© ® ®

Di atas jembatan kuno di luar kuil Han-san. Angin musim semi meniup dengan lembut.

Pohon-pohon Hong dan Liu yang terjuntai ke bawah, hijau lembut seperti sajak seperti lukisan.

Li Poh-hoan menyandar ke pagar batu di sisi jembatan, dari jauh melihat ke arah gerbang kuil Han-san.

Untuk apa nona Cui dan To Sam-nio datang ke kuil Han-san?

Apakah mereka sedang melakukan gerakan besar yang bisa menggemparkan dunia, membuat sejarah di dunia persilatan, atau ingin melancong menikmati keadaan tempat itu, datang ke kuil kuno yang ternama ini membakar hio sembahyang? atau apakah mereka kenal dengan ketua kuil Han-san, Ji-hong hweesio itu?

Tidak mengherankan jika mereka kenal, masalahnya adalah apakah Ji-hong hweesio kenal mereka tidak?

Sejauh apa hubungan mereka?

Li Poh-hoan pasti tidak lupa Hoyan Tiang-souw dengan hanya satu gerakan golok bisa mendesak mundur Ciat-hu Sui Bu-seng. Jurus goloknya sungguh hebat, sulit dilukiskan. Persis laksana gempa dahsyat di dalam tiupan angin lembut musim semi, sebaliknya juga bisa dikatakan di dalam hawa membunuh yang amat sadis, bergelombang satu aura kasih sayang yang tidak terbatas.

Maka keganasannya serangan Ciat-hu Sui Bu-seng jadi terdesak, malah tidak ada jalan lain selain segera mundur ke belakang.

Selain itu, Li Poh-hoan yang ingin maju membantu juga tidak bisa memikirkan bagaimana cara membantunya.

Sebenarnya bukan hanya Li Poh-hoan saja yang merasa hormat dan keheranan pada Ji-hong hweesio, Hoyan Tiang- souw pun sama merasakannya.

Sorot mata Li Poh-hoan sementara meninggal-kan gerbang kuil Han-san, beralih ke jembatan kuno di seberangnya.

Benar saja, selain Hoyan Tiang-souw siapa lagi yang langkahnya mantap dan auranya tegap?

Mo-to Hoyan Tiang-souw masih dikepit di dalam keteknya, dengan langkah tegap naik ke atas jembatan, sampai berjarak kurang lebih tujuh langkah dari Li Poh- hoan baru berhenti.

Sepasang matanya yang besar di bawah alis tebalnya berkilat-kilat, kedua orang itu saling pandang sejenak. 'i

Dengan suaranya yang menggelegar Hoyan Tiang-souw berkata:

"Kenapa kau berdiri disini lagi?"

Li Poh-hoan tidak menjawab juga tidak membantah, sambil tertawa pahit berkata:

"Kau sendiri tahu, sudah cukup!" Hoyan Tiang-souw mengerutkan alis tebalnya dan berkata:

"Kau bukan seorang pembohong, aku terpaksa percaya padamu."

"Untuk membalas kepercayaanmu padaku, aku beritahukan satu kabar, perihal kau telah membunuh tuan muda Kie Hong-in dari Hong-lai sudah menyebar di dunia persilatan, keluarga Kie akan mengetahuinya dalam satu dua hari ini."

"Apa kau mengkhawatirkan aku?" "Tidak peduli apa pikiranmu, ada satu kata yang tetap akan kuberitahukan padamu." Li Poh-hoan mengibaskan lengan bajunya yang seputih salju itu, baju ditubuhnya tampaknya semakin putih bersih, "Di keluarga Kie ada tiga orang pesilat tinggi, diantaranya hanya nama Kie Ting-hoan yang diketahui oleh orang luar, menurut yang aku tahu mereka punya pesilat tinggi yang telah benar-benar terlatih."

"Nama tidak penting, aku sudah banyak membunuh pesilat tinggi yang tidak tahu namanya."

Kata-kata ini sangat takabur sekali, suaranya juga nyaring, beberapa laki-laki di atas jembatan dan di darat juga mendengarnya.

Seorang laki-laki besar berbaju hijau mendadak melangkah naik ke atas jembatan batu. Langkah dan sikapnya sangat tegap dan pemberani.

Dia berjalan di belakang tubuh Li Poh-hoan, karena kata-katanya Hoyan Tiang-souw dia menghentikan langkahnya.

Kata Li Poh-hoan: "Tan Lo-hen, rupanya kau tidak bisa menahan diri?

Maukah kau mendengar nasihatku"

Saat dia bicara, tidak memalingkan kepalanya kebelakang, tapi bisa menyebutkan nama orang yang datang ini, tampak ini salah satu kelebihannya dari pada orang lain.

Sebenarnya kehebatannya tidak hanya sampai disini.

Laki-laki besar berbaju hijau berkulit hitam itu menghentikan langkahnya dan berkata:

"Bagaimana kau bisa tahu yang naik ke atas jembatan adalah aku? Apakah ada orang yang memberi tahu padamu?"

Li Poh-hoan berkata tawar:

"Selain pesilat tinggi ilmu golok, siapa lagi yang bisa sekali melihat Hoyan Tiang-souw langsung tidak tahan dan menampilkan diri? Walaupun selama ini kau belum pernah memperagakan keahlian golokmu yang sebenarnya, tapi aku tetap bisa melihat kau adalah pesilat tinggi kelas saru.

Aku selalu ingin menyelidiki kenapa orang pandai sepertimu, malah sengaja mau merendahkan diri berada di barisan kelas dua di perkumpulan, aku masih belum berhasil menyelidikinya, tapi sekarang kelihatannya sudah tidak pentinglagi!"

Sambil menekan pegangan golok dan dengan suara dalam TanLo-hen berkata: \

"Li-pangcu, kau boleh mencurigai aku, tapi tidak perlu berpikir ke arah yang jelek, aku sama sekali tidak berniat buruk padamu. Ini hanya alasan pribadi sehingga tinggal di Siang-yang." "Kalau aku tidak berpikir baik, kau sudah mati sejak dulu, mungkin kau percaya aku mampu melakukannya." Kata Li Poh-hoan tawar.

"Aku percaya," angguk Tan Lo-hen setelah berpikir sejenak.

"Tapi aku sudah ada janji pertarungan dengan Hoyan Tiang-souw, kau adalah orang dari Thi-pian-tan-pang, jika kau melakukan ini, pikiran apa yang akan dipikirkan dia?"

Tan Lo-hen membandel dan berkata: "Apa yang dipikirkannya aku tidak peduli, dengan susah payah aku menemukan seorang yang benar-benar pantas menjadi lawanku, maka walaupun akan membuatmu marah, tetap akan kulakukan!"

Hoyan Tiang-souw tidak marah juga tidak tertawa, sorot matanya melihat ke arah kuil Han-san.

Dalam hatinya muncul bayangan Cui Lian-hoa. Sedang apa dia? Sedang berdiskusi dengan Ji-hong hweesio? Lalu siapa Ji-hong hweesio itu?

Sebenarnya dia bukan tidak memperhatikan Tan Lo-hen, tapi karena telah banyak mengalami hal ini, maka menjadi biasa.

Orang-orang dunia persilatan selalu begitu.

Orang yang semakin percaya diri, saat bertemu dengan lawan tangguh semakin ingin mencobanya tidak boleh tidak.

Li Poh-hoan tertawa pahit dan sedikit menghela nafas, bergumam

"Semoga Hoyan Tiang-souw jangan salah paham padaku!" Dia melangkah mundur ke belakang dan Tan Lo-hen melangkah maju ke depan.

Maka sekarangTan Lo-hen berhadapan dengan Hoyan Tiang-souw.

Tan Lo-hen berkata:

"Aku berada di jembatan sana, tapi sudah merasakan hawa golokmu yang amat kuat, maka aku tidak bisa menahan diri ingin bertanding golok dengan mu"

Hoyan Tiang-souw berkata:

"Beberapa orang juga sering berkata demikian, tapi bertanding sering ada yang terluka atau mati, diantara kita tidak ada permusuhan atau dendam, buat apa bertanding?"

Di dalam mata Tan Lo-hen menyorot sinar ganas yang membara:

"Kalau kau takut, bersujudlah tiga kali di depan umum padaku, jika tidak takut, gunakanlah golokmu."

Di ujung kedua alis tebal Hoyan Tiang-souw menyorot amarah yang seperti bisa dilihat dan diraba.

Ini adalah ciri tunggal Hoyan Tiang-souw yang berbeda dengan orang di seluruh dunia. Walaupun Pek-mo-ci-to sebilah golok pusaka di dunia, tapi tidak bisa dianggap cirinya. Karena Mo-to bisa saja pindah tangan kepada orang lain, dan setiap orang bisa mengepitnya di bawah ketek.

Hanya amarah yang berbentuk dan berisi ini, tidak ada orang kedua yang memilikinya.

Mo-to bergulir ke telapak tangannya. Begitu dia marah maka dia akan menyerang, mengenai mencabuf keluar atau tidak Mo-tonya, itu tidak ada syarat tertentu. Jika lawannya terlalu lemah, tidak perlu mengeluarkan golok, maka dia menggunakan tinju telapak tangan atau kaki, juga sama bisa merobohkan lawan.

% % %
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar