Raja Gunung Jilid 8 (Tamat)

Jilid 08 (Tamat)

"Eh," Nie Wie Kong buka suara. "Menekan cucu murid dengan kekerasan?"

"Ya!" Teriak Lee Tiong Hu. "Tidak tahu malu. Kau bersedia mati, tapi kami tidak, mengapa harus melarang orang?"

"Betul. Empat lawan tiga. Kita menang. Ie Lip Tiong, katakan lekas Su-hay-tong sim-beng akan membenarkan tindakanmu.

"Tidak tahu malu, apa kau kira Su-hay-tong sim-beng itu sudah menjadi hak milikmu?"

"Kita menggunakan suara terbanyak. Empat lawan tiga.

Mau apa?"

"Eh? Ngajak berantem?"

"Kau tidak menggunakan aturan." "Kau yang tidak tahu aturan."

"Siapa bilang? Anggaran dasar Su-hay-tong sim-beng tercatat: Setiap anggota harus patuh kepada suara terbanyak. Inilah aturan."

"Bohong! Tidak ada yang membenarkan sipemberi usul dianggap sebagai satu suara"

"Apa cucu muridmu sendiri tidak mempunyai hak bicara?" "Didalam persoalan ini. Yang menjadikan persoalan. Ia harus menanti putusan."

"Menunggu putusan sesudah kau mati?"

"Eh! Gunakanlah kata kata yang halus. Tidak mempunyai etiket baik?"

"Kukira kau sendiri yang tidak mempunyai etiket baik!" "Hajar saja dahulu!"

"Betul, kekerasan yang menentukan."

Entah siapa yang mulai, keenam orang itu sudah mulai bertempur.

"Stop...! Stop...!" Lo-san-cu berteriak teriak. Tidak ada yang menghiraukannya.

Merasa kalau dirinya seperti sedang diakali, Lo-san-cu menggunakan meriam blower apinya, Sijagur dikasih bekerja.

Huuuttt... Blegur... Huuuttt... Blegur...

Dua puluh batang meriam blower berapi yang terpasang diempat besi tebal itu menyemburkan lahar api.

Ie Lip Tiong dengan kawan kawan berusaha mengelakkan sambaran sambaran api itu, tapi mereka tidak berhasil, pesawat blower berapi dipasang demikian rupa berengsel pada pegangan yang hidup sehingga memberi kebebasan bergerak kedelapan belas penjuru Ditambah bahan dinding yang terbuat dari besi, sebentar kemudian tempat itu sudah menjadi panas, panas suhu meningkat pada permukaan titik bakar.

Tujuh orang yang melakukan perdebatan itu menghentikan kegaduhannya. Semua berpusat ditengah ruangan. Termasuk Lo-san-cu jibaku, karena sudah sifatnya dijibakukan, karena dirinya berada di dalam totokan totokan, didalam keadaan panas itu, ia sudah jatuh pingsan.

"Hentikan perdebatan!" Suara Lo-san-cu tidak bisa dibantah. "Ie Lip Tiong, katakan rahasia tentang ilmu Cui li Pit hiat. Kuhitung sampai angka sepuluh, sesudah itu, nasib kalian segera kuserahkan kepada si jagur berapi."

Suasana hening, hawa pekat udara sudah begitu panas, keringat bertetel tetelan dari tubuh semua orang yang terkurung itu.

"Satu..." Lo-san-cu mulai mengadakan latihan berhitung. Tidak ada penyahutan.

Apa yang harus Ie Lip Tiong jawab, yang ingat cerita tentang ilmu yang bernama ilmu Cui li Pit hiat itu hanya berupa cerita isapan jempol.

"Dua..." Lo-san-cu menerus ancamannya. Tidak ada jawaban !

"Tiga... Empat... Lima..."

"Ie Lip Tiong." Berkata Nie Wie Kong. "Biasanya kau banyak akal. Mengapa hari ini kehabisan daya ?"

Ie Lip Tiong hanya bisa menyengir, sesudah menggunakan siasat mengulur waktu sampai saat itu, Su- hay-tong sim-beng bisa memberi pertolongan Mengingat keadaan planet Kram Tung yang dilengkapi oleh pesawat pesawat otomatis termodern itu. Daya apa lagi yang harus digunakan ?

Mereka mengharap-harapkan bantuan pertolongan. Dan Lo-san-cu masih berhitung terus !

"Enam... Tujuh... Delapan... Sembilan... Sepuluh !" Maka api-api bersemburan dari moncong moncong meriam kecil yang diberi nama meriam si jagur.

Hong Hian Leng cs berhimpit himpitan dipusat ruangan.

Sebentar lagi, akan terkabullah kerelaan hati mereka yang sudah siap untuk dikorbankan.

Demi keadilan dan kebenaran. Mereka siap menyumbangkan benda seorang manusia yang paling berharga. Itulah jiwa dan raga !

Bagaimana keadaan diatas Planet Kram Tung ? Mari kita saksikan bagian berikutnya.

Delapan kesatria Su-hay-tong sim-beng sedang berkeliaran didaerah Planet Kram Tung, mereka sedang berusaha, untuk memasuki tempat yang digambarkan oleh Ie Lip Tiong.

Kedelapan orang itu adalah :

Satu. Ketua Su-hay-tong sim-beng Hong-lay Sian-ong. Dua. Duta pertama. Pendekar gembira Oe Pie seng.

Tiga. Duta nomor dua, dengan gelar kependekaran si Bocah tua Koo Sam Ko.

Empat. Duta Nomor tiga, dengan gelar kependekarannya Windu Kencana Toan In Peng.

Lima. Duta nomor Lima, dengan gelar kependekarannya Raja Laut Selatan Tong yang cinjin.

Enam. Duta Nomor tujuh, dengan gelar pendekar Pedang Dua Siang Koan Wie.

Tujuh. Duta Nomor sepuluh, Pendekar Laut Selatan Lam-hay sanjin. Delapan. Duta Nomor delapan, Pendekar pengembara Lu Ie Lam.

Mencampurkan diri mereka didalam suasana keramaian planet Kram Tung, jago jago Su-hay-tong sim-beng itu bercampur gaul dengan para laki laki pencari "bunga malam".

Putusan mereka memecah kekuatan menjadi empat kelompok masing masing terdiri dari dua orang. Kini kelompok pertama, Siang koan Wie dan Lu Ie Lam memasuki tempat dimana Lo-san-cu menetap. Ibu rumah yang bernama Kui Bo menyongsong mereka. "Mau yang baru?" tawaran basa basi biasa.

"Kami minta ditemani ratu Kram Tung." Jawab Lu Ie Lam.

"Ratu Kram Tung yang mana? Kami memiliki dua ratu Kram Tung."

"Ratu Kram Tung Yo Kui Hui yang berumur tiga-puluh delapan tahun.

"Oh! Kawan seperjuangan. Maaf. bisakah saudara saudara memberi tahu, dari cabang manakah jiWie datang?"

"Kami utusan dari kota Kun beng, khusus untuk memberi laporan kepada Lo-san-cu." Berkata Lu Ie Lam perlahan.

"Silahkan masuk." Kui Bo membuka pintu sebuah kamar. "Lo-san-cu berada didalam."

Siang koan Wie dan Lu Ie Lam menganggap penyamaran mereka berjalan dengan baik, dengan langsung memasuki kamar tersebut.

Planet Kram Tung tidak pernah kosong. Tidak lama, datang lagi dua tamu istimewa, mereka adalah Toan In Peng dan Tong yang cinjin, sesudah melakukan tanya jawab yang sepenuhnya, mereka juga memasuki kamar yang dimasuki oleh Siang koan Wie dan Lu Ie Lam.

Sangkanya, mereka segera bisa bergabung dengan Siang koan Wie dan Lu Ie Lam. Karena itu kurang waspada.

Tiba tiba lantay yang mereka pijak bergerak, merosot turun dan menggulingkan kedua jago itu, mereka bisa menancap kaki, sesudah mendapatkan dirinya berada disebuah kurungan berkerangkeng besi.

Dari atas terdengar suara Kui Bo !

"To To Cu, dua ekor lagi masuk jala! Yang besar kemungkinannya ditambah beberapa ekor lagi. Lekas lekas bereskan."

"Jangan kuatir." Inilah suara laki laki yang dipanggil To To Cu. "Selesaikan tugasmu sendiri. Disini sudah kuatur."

Ternyata penyamaran Siang koan Wie, Lu Ie Lam Toan In Peng dan Tong yang cinjin sudah diketahui orang, maka mereka masuk jaring yang sudah dipasang.

Rombongan kedua Toan In Leng dan terjerambab masuk ke dalam kurungan besi, mereka berusaha menggoyahkan kurungan itu. Dan di saat ini mereka dikejutkan oleh lain kejadian, nampak rombongan pertama: Siang koan Wie dan Lu Ie Lam sudah bebas dari kurungan.

Tong yang cinjin membuka mulut dan siap mengajukan pertanyaan, ia keburu dicegah oleh Lu Ie Lam. "Jangan membuka suara," katanya berbisik.

"Apa artinya permainan ini?" bertanya Tong yang cinjin dengan saluran gelombang tinggi frekwensi tertentu. Lu Ie Lam tidak menjawab pertanyaan itu ia melakukan rangkaian gerakan, maka kotak besi yang menyalurkan mereka sehingga ketempat itu meluncur naik kembali, seperti lift jaman sekarang. Peti kotak besi itu naik keatas.

"Saudara Lu Ie Lam, katakan kepadaku." kata Toan In Peng. "Bagaimana keadaan kita?"

"Entahlah," berkata Lu Ie Lam. "Aku sendiripun masih bingung. Di kala aku dan saudara Siang koan Wie masuk kerangkeng. Seperti keadaan kalian berdua. Tiba tiba terdengar satu suara yang disalurkan via gelombang tekanan tinggi. dia memberitahu, cara cara membuka jari jari besi itu. Dan diperintahkan pula, agar mengirim kereta kotak seperti keadaan semula. Kuturuti petunjuknya, seperti apa yang kalian lihat. Kita bebas."

"Siapakah orang yang membantu di tempat gelap itu?" "Mana kutahu! Dia belum menampilkan muka."

"Kudengar si ibu pelacuran menyebut nyebut To To Cu, kenalkah kepada seorang yang bernama To To Cu?"

"Tidak. Mungkin orang ini yang membantu usaha kita." Dugaan mereka tidak salah, laki laki yang bernama To

To Cu itulah yang menolong mereka, dahulu ia anggota

penting Su-hay-tong sim-beng, karena ada salah ia mengasingkan diri disini ia bekerja kepada Lo-san-cu dengan maksud mengetahui rahasia-rahasia yang lebih banyak, suatu waktu siap membela kepentingan Su-hay- tong sim-beng. Dan niatannya itu baru terkabul pada hari ini.

Meneruskan cerita pada rombongan ketiga yang terdiri dari Koo Sam Ko dan Lam-hay Sanjin, seperti rombongan pertama dan rombongan kedua, mereka mendapat pertanyaan Kui bo masuk kedalam kamar rahasia dan terjebak di dalam lantay bergerak yang berupa kereta jalan.

To To Cu menolongnya pula.

Siapakah orang yang bernama To To Cu?

Dia hanya mau memperkenalkan diri kepada Hong-lay Sian-ong, dan untuk sementara kita rahasiakan.

Tidak lama, rombongan keempat adalah Hong-lay Sian- ong Oe tie Pit seng, seperti tiga rombongan didepan, mereka diusung oleh kereta berjalan dan terkurung kedalam kerangkeng, kerangkeng dibuka.

"Bengcu," berkata Sian koan Wie dengan gelombang tekanan tinggi, "Kau sudah bicara dengan orang yang bernama To To Cu itu?"

Hong-lay Sian-ong menganggukkan kepala. "Siapakah dia?"

"Nanti saja kuberi tahu."

"Orang kita?"

"Ya! Ex anggota penting Su-hay-tong sim-beng. Menurut keterangannya Hong Hian Leng berlima terkurung disebuah kamar meriam blower api. Mereka sedang berada didalam bahaya besar. Dari pintu ini, kalian lekas memberi pertolongan."

"Bengcu tidak turut serta?"

"Aku harus menangkap Lo-san-cu. Lekas!"

Atas petunjuk-petunjuk berharga dari ex anggota Su-hay- tong sim-beng yang dipanggil To To Cu itu, mereka tidak banyak mengalami kesulitan, Hong-lay Sian-ong menuju ketempat bercokolnya Lo-san-cu, para duta berbaju kuning menuju ketempat dinding besi yang mengurung raja raja silat dan Ie Lip Tiong.

Oe tie Pit seng bertujuh tiba disebuah ruangan besar, ditengah-tengah ruangan itu terdapat sebuah kotak besi tebal, itulah ruangan yang mengurung Nie Wie Kong dan kawan kawannya! Dan dikelilingi dinding dinding besi itu sudah terpasang meriam blower berapi, sepuluh orang sedang meniupkan api kedalam.

Lu Ie Lam tidak banyak bicara, tubuhnya melayang dan menggerakkan kedua tangan, masing masing memukul ke arah dua orang yang sedang meniupkan api itu ke dalam.

Terdengar jerit lengkingan panjang dua lelaki itu sudah mengelak di tanah tanpa napas.

Koo Sam Ko, Toan In Peng dan Tong yang cinjin juga sudah bekerja, di bawah tangan maut mereka, lima jiwa orang orang Lo-san-cu melayang.

Tempat berdinding besi tebal yang mengurung raja silat kesatria itu adalah sebagian kecil dari ruangan besar yang berada di tempat itu. Maka tidak mudah untuk mencapai di bagian yang agak jauh.

Kematian tujuh orang itu menarik perhatian kawan kawannya serentak kejadian menjadi kalut.

Sesudah berhasil menghancurkan barisan barisan pemegang meriam blower api itu, Lu Ie Lam cs mencari jalan, bagaimana harus mengangkat bagian yang tertutup.

Tentu saja mereka tak berhasil karena kunci untuk membuka ruang tahanan besi itu berada dilain bagian.

Hong-lay Sian-ong tiba dilain bagian, maka nampak seorang berkerudung sedang diapit oleh Sie It Hu dan Bak Liang, siapa lagi jika bukan Lo-san-cu? Mengetahui kalau dugaannya tak meleset, Hong-lay Sian-ong melayangkan diri, menerkam orang berkerudung yang diapit oleh kedua raja silat dari golongan sesat itu.

Sie It Hu dan Bak Liang segera melihat kedatangan Hong-lay Sian-ong, mereka berteriak:

"Lo-san-cu! Awas! Hong-lay Sian-ong yang datang!"

Masing masing menggunakan dua tangan, memukul kearah bayangan Hong-lay Sian-ong.

Terdengar suara benturan dari angin pukulan, karena tiada pegangan diudara, keadaan Hong-lay Sian-ong agak menderita kerugian, untungnya ia mempunyai latiHan-yang melebihi orang, dengan menggunakan benturan kedua raja silat sesat itu, tubuhnya balik kembali.

Dari dua belas raja silat golongan putih dan dua belas raja silat golongan hitam, ilmu kepandaian Ngo kiat Sin mo Auw yang Hui dan Hong-lay Sian-ong menduduki urutan tertinggi, keadaan kedua orang ini jauh berada diatas raja raja silat lainnya. Dari laporan To To Cu, tidak perlu disangsikan lagi, kalau ditempat itu hanya ada dua raja silat sesat dan Lo-san-cu, maka Hong-lay Sian-ong berani menerjang sendiri.

Sesudah menjatuhkan kakinya, lagi lagi Hong-lay Sian- ong merangsek maju, mendesak dan hendak menyingkirkan kedua penghalangnya didalam upacara penangkapan Lo- san-cu.

Sie It Hu dan Bak Liang bertahan mati matian, demi membiarkan Lo-san-cu membuka pintu rahasia.

Dan dari jalan terowongan ini, siorang berkerudung melenyapkan diri. Hong-lay Sian-ong semakin bengis, ia menambah dan memperkeras pukulan, menggencar dengan hebat.

Sie It Hu dan Bak Lian bukan merupakan lawan biasa, didalam waktu yang sependek itu, mereka masih cukup kuat bertahan.

Dan disaat ini, Lo-san-cu sudah menghilangkan jejak. Bak Liang dan Sie It Hu saling pandang sebentar,

sesudah menggencet Hong-lay Sian-ong, tiba tiba mereka

memisahkan diri kekiri dan kekanan, mundur jauh kebelakang.

Hong-lay Sian-ong belum bisa mengambil putusan, mengejar Sie It Hu Bak Liang atau mencari jejak Lo-san-cu, karena adanya keragu raguan itu melalui pintu pintu rahasia yang terdapat di berbagai tempat, kedua raja silat pengawal Lo-san-cu pun melarikan diri.

Kejadian berlangsung terlalu cepat, dikala itu, para duta berbaju kuning sudah selesai membersihkan kroco kroco yang memegangi meriam blower berapi.

Hong-lay Sian-ong sadar sesudah mendapat teguran Oe tie Pit seng.

"Bengcu tidak berhasil menemukan jejak Lo-san-cu ?" "Sudah. Sayang tidak berhasil membekuknya. Dia

lepas."

"Terlepas ?!"

"Dia mendapat pengawal Sie It Hu dan Bak Liang. Pertempuran tidak bisa dielakkan, dan menggunakan kesempatan itu, si Lo-san-cu melarikan diri."

"Dan kedua raja silat sesat itu?" "Juga melarikan diri." "Mari kita kejar."

"Lebih baik menolong orang kita yang jatuh kedalam perangkap mereka itu. Sesudah selesai, baru kita berusaha membuat pengejaran

Hong-lay Sian-ong menuju ketempat Ie Lip Tiong dkk terkurung, menyingkirkan salah satu meriam blower berapi dan melongok kedalam tampak tujuh orang yang berhimpit- himpitan menjadi satu.

"Nie tocu," ia memanggil Nie Wie Kong. "Apa kalian tidak apa apa?"

"Puji kepada Tuhan. Kita masih selamat. Walau keadaan disini sudah terlalu panas sekali. Tapi, kalau saja kalian tidak lekas-lekas menyingkirkan dinding dinding besi ini, sebentar lagi, maka segera "apa-apa"."

"Tunggu sebentar," Hong-lay Sian-ong menarik diri dan berusaha menyingkirkan dinding dinding besi yang mengurung Hong Hian Leng sekalian itu.

Bagaimana Hong-lay Sian-ong dan tujuh Duta Istimewa berbaju kuning yang berubek-ubekan mencari pintu tabung besi yang mengurung Nie Wie Kong cs, tak urung usaha itu sia sia saja.

Seorang laki laki yang berwajah mengsong memasuki ruangan tersebut, menarik sesuatu dan mulai dinding besi tebal bergerak keatas, itulah pesawat untuk melepaskan kurungan.

Semua orang menoleh kearah orang itu. Duta Tiga Siang koan Wie segera menduga kepada penolong mereka yang dipanggil To To Cu itu.

"Tuan yang bernama To To Cu?" Ia bertanya. Terangkatnya dinding besi segera membebaskan tawanan tawanan Lo-san-cu yang hendak dimeriam blower api, satu persatu mereka mengeluarkan eluhan napas lega diantaranya tampak Hong Hian Leng yang berteriak :

"Dimana Lo-san-cu?" Hatinya masih panas. Sama panasnya dengan suasana ruangan yang terkurung dinding besi tebal tadi.

"Sabar," Hong-lay Sian-ong berkata. "Kukira hanya muridmu yang tahu, kemana larinya Lo-san-cu."

"Muridku?" Bertanya raja silat Hong Hian Leng terheran-heran.

"Kau tidak mengenalnya." berkata Hong-lay Sian-ong sambil menunjuk kearah laki laki asing ditempat itu.

Orang tersebut sudah mencopot selembar baju kumuh menyelonong sehingga kepala, maka tampak selembar wajah hitam seperti arang, itulah Ex Duta empat Can Ceng Lun.

"Suhu!" Can Ceng Lun memberi hormat, To To Cu adalah samaran Can Ceng Lun, dan inilah alasannya, mengapa dia menolong orang orang Su-hay-tong sim-beng.

"Kau?" Sungguh diluar dugaan Hong Hian Leng. "Bagaimana bisa berada ditempat ini?"

Can Ceng Lun memberi keterangan:

"Secara tak disengaja, teecu mengetahui kalau Planet Kram Tung ini berupa salah satu cabang usaha Lo-san-cu, dan mengetahui juga kalau orang yang bernama To To Cu menggunakan selubung kulit manusia, teecu menyingkirkan To To Cu, mengambil dan menggunakan kulit penyamarannya." "Ha ha..." Raja silat Hong Hian Leng tertawa. Anak buah Lo-san-cu itu paling hoby menguliti dan mengeringkan daging manusia, dengan anggapan seperti kedok. Kini dengan cara ini pula, mereka dikalahkan olehmu."

Ie Lip Tiong segera memberi hormat kepada Can Ceng Lun, tanpa bantuan guru tersebut bagaimana ia bisa hidup sampai saat ini?"

Sesudah itu, Ie Lip Tiong memandang raja silat Hong-lay Sian-ong. "Bengcu." katanya. "Tidak berhasil menangkap Lo-san-cu?"

"Dibantu oleh Bak Liang dan Sie It Hu. Dia sudah melarikan diri." Hong-lay Sian-ong memberi keterangan.

"Itulah salah teecu." berkata Can Ceng Lun. "Kejadian pada hari ini terlalu mendadak sekali."

"Menurut dugaanmu," bertanya Hong Hian Leng. "Kemana mereka melarikan diri?"

"Agak sulit," jawab Can Ceng Lun. "Menurut yang teecu ketahui, mereka mempunyai tujuh cabang perusahaan yang bersifat dwifungsi, menghasilkan uang dan mengumpulkan kekuatan.

"Kau tahu tempat tempat itu?" "Tidak semua tahu."

"Coba kau sebutkan satu persatu."

"Kesatu, adalah cabang Lo kun san yang bersifat penghasilan perairan.

"Itulah markas pusat yang sudah mereka tinggalkan." "Kedua. perkebunan teh Sang leng teh chung yang

musnah dibakar Ie Lip Tiong." "Ketiga, cabang Ka pin Kek ciam yang berupa perhotelan. Yang sudah ditinggalkan"

"Keempat, cabang Bu sit yang berupa usaha pertambangan."

"Kelima, cabang Po teng yu yang berupa Casino perjudian."

"Keenam, dan Ketujuh, cabang Tin kang dan cabang Lam hu yang berupa pertokoan. Rahasia-rahasia ini belum lama teecu dapat dari keterangan Kui Bo."

Hong-lay Sian-ong mulai mengatur siasat baru. Untuk menumpas biang kekacauan Lo-san-cu mereka harus mengadakan pengejaran.

Inilah tugas pertama.

Demi membantu para partay rimba persilatan yang sedang terancam oleh intimidasi dan serangan raja raja silat sesat, Su-hay-tong sim-beng harus mengulurkan tangan. Inipun termasuk tugas yang tidak bisa diabaikan.

Tugas meringkus Lo-san-cu jatuh kepada raja silat Hong Hian Leng, Duta Empat Can Ceng Lun, Duta Tiga Belas Ie Lip Tiong dan dibantu oleh Duta Delapan Belas Lu Ie Lam dan Duta Sebelas Tok-gan Sin-kay.

Yang lain lainnya, sesudah membagi-bagikan tugas, Hong-lay Sian-ong harus memegat pasukan Partay Raja Gunung yang hendak memusnahkan partay partay rimba persilatan.

Mengikuti rombongan Hong Hian Leng, itu Can Ceng Lun mendapat berita tentang berlayarnya kapal Partay Raja Gunung menduga pelarian Lo-san-cu yang menggunakan jalan air, mereka segera mengadakan pengejaran.

Can Ceng Lun mengutarakan pendapat: "Kapal itu menuju kearah hilir sungai, akhirnya akan menuju kelaut bebas."

"Itulah jalan yang sulit diuber, kalau mereka menggunakan kapal yang berkecepatan baik. Kita tidak bisa mengejar dengan perjalanan darat." Berkata Ie Lip Tiong.

"Kendaraan yang digunakan memang berkecepatan baik." Berkata Can Ceng Lun.

"Mari kita gunakan perahu, mengejar mereka." inilah putusan Hong Hian Leng.

"Mungkinkah bisa mengejar?..." bertanya Tok-gan Sin- kay.

"Dimisalkan mereka terus menerus melakukan perjalanan tanpa berlabuh untuk menambah perbekalan, tentu saja tak bisa dikejar." berkata Ie Lip Tiong. "Kukira tidak menyangka akan adanya pengejaran. Dan asal kita mengejar terus besar kemungkinan bisa tercapai."

"Tepat. Inilah jalan satu-satunya."

Pengejaran dilakukan, mereka tiba di tepi bengawan dalam keadaan sepi dan sunyi, malam gelap pekat, tidak sebuah perahupun yang berada di pelabuhan itu.

Hong Hian Leng, Can Ceng Lun, Ie Lip Tiong guru dan murid tiga generasi saling pandang. Bagaimana mereka bisa mengejar orang, kalau tidak disertay kendaraan air yang bagus?

Lu Ie Lam dan Tok-gan Sin-kay juga tak bisa memberikan komentar.

"Bagaimana?" Hong Hian Leng memandang Ie Lip Tiong. "Kita susuri pantay bengawan sambil mengadakan pengejaran. Sehingga kita berhasil menemukan perahu yang bisa mengejar."

Usul bagus!

Menyusuri bengawan Oey ho mereka mengadakan pengejaran. Puluhan lie kemudian, mereka bisa melihat sebuah perahu yang sedang berlabuh.

Ie Lip Tiong melejitkan kaki, lompat dan menaiki perahu itu, ia berkoar.

"Pak perahu! Pak perahu!"

Sesudah dipanggil berulang kali, seorang kakek tukang perahu membuka pintu, menongolkan kepala dan bertanya tak puas:

"Siapa?"

"Aku!"   jawab   Ie Lip Tiong. "Orang yang hendak menyewa perahu."

"Tengah malam buta, tuan hendak mengadakan penyebrangan?"

"Tidak. Kami mau berlayar kearah laut."

"Aku masih mengantuk. Perahu juga tidak disewakan untuk perjalanan jauh." berkata tukang perahu penyebrangan itu.

"Akan kami bayar upah sewa dua kali lipat," berkata Ie Lip Tiong.

"Tidak. Tidak mau!"

"Eh!" Wajah Ie Lip Tiong berubah. "Tak kenal padaku?" "Kau siapa?" Tukang perahu itu tertegun.

"Aku adalah opas tentara negara kota Kay hong.” "Oh!" kakek itu terkejut, ia tidak boleh berkeras. Ada dua orang yang ditakuti, yaitu tentara negeri dan hamba negeri. Tidak boleh lengah dalam beri pelayanan pada mereka.

"Malam ini ada beberapa orang pelarian negara yang kabur kearah sini." bentak Ie Lip Tiong. "Tentunya sudah sekongkol denganmu, he?... Maka sengaja kau menyewakan perahu? Berapa banyak uang sogok yang kau dapat dari mereka?"

"Tu... Tuan..." Tukang perahu itu menjadi gugup. "Hamba tak pernah menerima uang dan hamba tak pernah jumpa mereka."

"Hayo! Bawa kami mengejar orang orang pelarian itu." "Tapi..."

"Tidak mau? Baik ikut kami ke kantor!"

"Tuan... Hamba bekerja untuk menyebrangkan mereka yang hendak melakukan penyebrangan. Hari ini hawa udara dingin, tidak ada orang yang menyebrang. Dan sungguh-sungguh hamba tidak terima uang."

"Nah! Lekas buka ikatan tali. Bantu kami menguber orang orang pelarian itu."

"Baik... Baik..."

Hong Hian Leng dan lain-lainnya sudah lompat menaiki perahu itu, "Pak perahu," berkata si raja silat. "Tidak semua pembesar negeri bersifat jahat. Kami hendak mengejar orang. Jangan takut uang sewa tidak dikurangi."

Mendengar kelima orang itu adalah pembesar pembesar negeri yang akan menangkap orang, situkang perahu tidak berani banyak bicara, tapi pengikat dilepas, meluncurkan kendaraan airnya. Air bengawan Oey ho mengalir dengan deras, apa lagi mengikuti arah air, karena perjalanan diarahkan kehilir bengawan, perahu itu meluncur dengan cepat. Dikala fajar menyingsing, mereka sudah memasuki perbatasan Lu keng.

Mendadak jauh kedepan, mereka belum menemukan bayangan perahu yang akan dikejar.

Tentu saja pengejaran seperti itu tidak bisa disamakan dengan cara pengejaran didarat, tiada jalan kedua untuk mempersingkat jarak atau memotong jalan. Kecuali menunggu dan menambah kecepatan kendaraan air mereka.

Hari itu, mereka bantu mengdayuh untuk mempercepat lajunya perahu.

Satu hari dilewatkan, tanpa ada tanda-tanda bisa mengejar perahu yang didepan.

Tapi mereka yakin, kalau perahu itu masih berlayar, karena mereka belum menemukan perahu yang ditinggalkan.

Menjelang sore harinya, tiba tiba Hong Hian Leng bersorak :

"Lihat !"

Jauh didepan mereka, tampak sebuah titik hitam yang bergerak, samar samar terpeta bayangan perahu besar.

Perahu hitam itu yang dipakai oleh Co Khu Liong untuk menculik Yan jie, dan kini dengan perahu itu pula, Lo-san- cu melarikan diri.

"Lekas, Lekas!" Kecepatan ditambah. Kalau perahu Ie Lip Tiong bergerak maju, perahu didepan merekapun tidak tinggal diam. jarak bisa diperdekat, tapi belum berhasil menangkapnya.

Hari menjadi gelap.

Pengejaran diwaktu malam masih dianjurkan. Keadaan seperti orang buta yang merayap. Masing masing tidak bisa melihat, apa gerakan pihak lawan mereka.

"Nah! Kapal itu berhenti disana," berkata Hong Hian Leng sambil menunjuk kearah depan.

Seperti apa yang dikatakan oleh siraja silat, perahu besar Lo-san-cu sudah berlalu. sebentar kemudian mereka berhasil mendekati perahu besar itu.

"Lip Tiong," panggil Hong Hian Leng. "Coba kau tengok, betulkah rombongan Lo-san-cu?"

"Tidak salah lagi," berkata Can Ceng Lun. "Itulah perahu yang sering digunakan mereka."

Tapi alangkah kecewanya mereka, disaat memeriksa isi perahu, kendaraan air itu sudah dikosongkan, Lo-san-cu betul betul lihay, mengajak rombongannya melarikan diri !"

Perahu Lo-san-cu ditinggalkan, karena membentur karang.

Pengejaran masih dilanjutkan.

Sesudah membayar uang sewa perahu rombongan pengejar ini dipecah menjadi dua rombongan, Hong Hian Leng dan Can Ceng Lun mengambil garis barat daya, Ie Lip Tiong, Lu Ie Lam dan Tok-gan Sin-kay menjelajahi kebagian tenggara.

Syarat perjanjian ditentukan, mereka akan berkumpul kembali, sesudah menemukan jejak Lo-san-cu untuk menghadapi musuh, mereka harus berkumpul bersatu padu. Menceritakan perjalanan rombongan Ie Lip Tiong disepanjang jalan, ia bertanya tanya tentang orang yang dikejar. Dari seorang tukang buah buahan, mereka mendapat gambaran yang tepat, arah mereka itu tidak salah. Menurut cerita keterangan tukang buah itu, tiga orang kakek tua, masing masing mengenakan hitam biru dan putih beserta belasan orang pernah membeli buah buahannya, dan menuju ke deretan rumah penginapan."

Semangat ketiga orang itu terbangun lagi, mendatangi deretan rumah rumah penginapan, mereka meneruskan pencarian.

Ie Lip Tiong sudah mendatangi rumah penginapan, tanpa hasil sama sekali, dan ia tidak putus asa, dimisalkan tidak menemukan jejak Lo-san-cu, Tok-gan Sin-kay atau Lu Ie Lam bisa menemukannya dilain jurusan. Pencarian itu masih diteruskan.

Terakhir, Ie Lip Tiong mendatangi rumah penginapan Tong Kun, inilah tugasnya yang terakhir, penginapan terakhir dari barisan rumah rumah penginapan yang hendak diselidiki. Kalau saja tidak berhasil menemukan orang yang dicari, ia harus segera menemukan Lu Ie Lam atau Tok-gan Sin-kay, penemuan rejeki itu pasti direbut oleh salah satu dari mereka.

Pemuda kita memasuki rumah makan Tong Kun itu. Kedatangannya disambut oleh seorang pelayan "Tuan hendak bermalam?" Tanyanya sambil tersungging senyuman.

"Numpang tanya," berkata Ie Lip Tiong. "Adakah tiga orang tua yang berpakaian biru, hitam dan putih beserta rombongan yang bermalam ditempat ini?"

"Oh! Mereka baru datang pada hari tadi." Jawab sipelayan. "Tuan hendak menemukan mereka?" "Aku adalah kawannya."

"Mereka telah memborong sebagian besar dari kamar kamar kita. Mari hamba antar tuan kesana." Berkata pelayan itu menawarkan jasa baiknya.

"Tunggu dulu," cegah Ie Lip Tiong. "Aku hendak berbelanja sebentar. Tidak lama, aku akan balik lagi."

Cepat cepat sipemuda meninggalkan rumah makan itu. Ia harus buru-buru memberi tahu kepada kawan kawannya, suhu dan sucounya, mereka harus menggabungkan kekuatan, untuk mengalahkan rombongan Lo-san-cu.

Pelayan rumah makan Tok Kun memandang bayangan punggung sipemuda yang lenyap di balik tikungan.

Bergegas-gegas Ie Lip Tiong menemukan Tok-gan Sin- kay dan Lu Ie Lam, kepada siapa diberi tahu tentang berita yang didapati dari rumah penginapan Tong Kun, rombongan Lo-san-cu berada ditempat itu, mengingat adanya raja raja silat sesat yang seperti Sie It Hu dan Bak Liang didalam rombongan Lo-san-cu, mereka harus meninggalkan Hong Hian Leng dan Can Ceng Lun.

Ie Lip Tiong mendapat tugas lagi, mengawasi gerak gerik rombongan Lo-san-cu dimisalkan dedengkot pengacau itu melarikan diri atau ganti tempat persembunyiannya, ia harus membuntutinya. Agar yang lain lain tidak menubruk tempat kosong.

Lu Ie Lam dan Tok-gan Sin-kay meninggalkannya dan memanggil Hong Hian Leng dan Can Ceng Lun.

Ie Lip Tiong menunggu didepan rumah penginapan Tong Kun. Tidak lama, tampak Hong Hian Leng Can Ceng Lun, Lu Ie Lam dan Tok-gan Sin-kay berlari datang dengan napas sengal sengal.

Hong Hian Leng segera bertanya:

"Dimana adanya mereka?"

Menyaksikan keadaan sang sucou dengan kawan kawan yang seperti itu, Ie Lip Tiong meragukan kekuatan tempur mereka yang tidak bisa kurang prestasi, ia mengajukan usul:

"Apa tidak lebih baik, kalau kita istirahat sebentar?" "Apa lagi yang hendak ditunggu?" Bentak Hong Hian

Leng "Hendak menunggu sampai mereka kabur lagi? Setiap gerakan harus cepat dan gesit nah, ajak kita kesana."

Malam gelap, lima orang memasuki rumah penginapan Tong Kun, langsung menuju kearah deretan kamar kamar yang diborong oleh Lo-san-cu.

Kecuali beberapa orang dan beberapa bunga berjiwa kesayangan Lo-san-cu, mereka tidak menemukan biang kerok itu.

Ie Lip Tiong dan kawan kawan menotok-notoki orang itu, dan dikamar Lo-san-cu terdapat sepucuk surat.

Bunyi surat sebagai berikut :

Ie Lip Tiong.

Sungguh menyesal, aku harus mengecewakan kedatanganmu. Tidak kusangka, kalian mempunyai mata mata yang lihay. Sungguh berbahaya! Entah bagaimana kalian bisa mencium jejakku. aku tahu kedatanganmu dari laporan pelayan. Salahmu sendiri, mengapa menyebut sebagai kawanku? Pelayan itu hendak mendapat tip yang lebih besar, maka ia memberitahu, kalau ada seseorang yang segera datang. Rasa kagetku tidak kepalang, dugaan segera jatuh kepadamu. Menurut sipelayan, kau segera balik kembali, sesudah membeli sesuatu. Tentu mencari bala bantuan, bukan? Ha ha. Bantuanmu datang sesudah aku pergi. Selamat bertemu dilain kesempatan.

Dari: Lo-san-cu.

Hong Hian Leng, Can Ceng Lun, Ie Lip Tiong, Lu Ie Lam dan Tok-gan Sin-kay banting banting kaki. Buruan yang sudah didepan mata lepas kembali. Mereka meninggalkan rumah makan Tong Kun dengan rasa kemendongkolan dan kekecewaan yang tidak terkira.

Bayangan kelima orang itu bergerak lambat lambat, gagalnya usaha membuat mereka kehilangan pegangan.

Kemana pula hendak mengejar Lo-san-cu?

Pikiran kusut inilah yang berkecamuk di dalam pikiran orang orang itu.

Tidak berapa lama dari kepergian Ie Lip Tiong cs, tiga kepala keluar dari tempat persembunyiannya. Mereka adalah Lo-san-cu, raja silat Sie It Hu dan raja silat Bak Liang.

"Ha ! Ha...!" Lo-san-cu tertawa.

"Tipu luar biasa!" Puji Bak Liang. "Mana mereka sangka, kalau kau masih berada ditempat ini?"

"Sepandai pandainya Ie Lip Tiong mana mungkin menyamakan pikirannya dengan pikiran Lo-san-cu kita ?" Sie It Hu juga mengeluarkan suara pujian.

"Nah! Mulai saat ini, kita tidak perlu takut dibuntuti mereka lagi."

"Tentunya mengejar ketempat lain." "Lebih baik kalian bebaskan totokan totokan orang kita itu." Lo-san-cu memberi perintah.

Dan Lo-san-cu sudah bersiap siap untuk memecah rombongan menjadi bagian bagian yang lebih kecil, jumlah orang yang banyak terlalu mudah diawasi orang.

Sesudah orang orang Lo-san-cu yang ditotok bebas, mereka meneruskan tidurnya yang terganggu.

Lo-san-cu, Sie It Hu dan Bak Liang menyelubungkan dirinya didalam selimut sesudah mengalami kejadian kejadian itu, istirahat banyak diperlukan mereka. Mengetahui kalau bahaya telah lewat, merasa baru bisa tidur nyenyak.

Betulkah bahaya sudah lewat ?

Kita balik mengikuti perjalanan Ie Lip Tiong berlima.

Mereka berjalan tanpa tujuan. Kenapa Lo-san-cu melarikan diri? Mereka tidak tahu. Sebelum menemukan pegangan dan tujuan, mereka berjalan sekenanya, sambil menghilangkan rasa kesal yang tidak terhingga.

Can Ceng Lun memandang Ie Lip Tiong. "Mengapa kau tidak mengawasi dari jarak yang terlebih dekat?" Ia menyesalkan sang murid.

"Sudahlah," Hong Hian Leng mengetahui sang murid dan cucu murid. "Dia bukan dewa. bagaimana tahu kalau Lo-san-cu memiliki otak kuya ?"

Tiba tiba saja Ie Lip Tiong merasakan denyut nadinya yang berontak, tiba tiba ia menghentikan langkah kaki. "Tunggu!" ia berteriak.

Keempat orang lainnya memandang pemuda kita dengan sorot mata yang penuh tanda tanya, mereka mengharap Ie Lip Tiong bisa memecahkan teka teki arah tujuan yang harus ditempuh.

Lama sekali Ie Lip Tiong memaku diri.

"Ie Lip Tiong," tegur Hong Hian Leng. "Apa yang sedang kau pikirkan?"

"Teecu kira, ada baiknya juga mengulang pemeriksaan. Kita balik kepenginapan Tong Kun itu." Jawab yang ditanya.

Daripada pergi tanpa tujuan, balik kembali kepenginapan Tong Kun itupun boleh dijadikan sasaran pertama, siapa tahu kalau mereka bisa menemukan info info baru?

Mereka berjalan balik kembali.

Di malam itu juga, Hong Hian Leng, Can Ceng Lun, Ie Lip Tiong, Tok-gan Sin-kay dan Lu Ie Lam kembali kearah rumah penginapan Tong Kun.

"Teecu seperti melihat bayangan Lo-san-cu itu masih berada di dalam rumah penginapan Tong Kun," berkata Ie Lip Tiong di tengah jalan.

"Mungkinkah ada panca indera yang keenam?" kata Tok- gan Sin-kay tertawa.

"Itulah semacam perasaan." kata Lu Ie Lam.

"Mungkinkah kau menemukan sesuatu?" tanya Hong Hian Leng.

"Tidak."

"Siapa tahu, kalau nasib kita bagus." berkata Can Ceng Lun.

Hong Hian Leng mengangguk kepala: "Ya! Siapa tahu? Mari kita lihat..." Diwaktu dan saat yang bersamaan, di atas gunung Ceng shia san juga terjadi pertempuran yang menentukan.

Sesudah menundukkan Siauw-lim pay dan beberapa partay lainnya, pasukan Lo-san-cu sedang menuju kearah partay Ceng shia pay.

Ketua Su-hay-tong sim-beng Hong-lay Sian-ong juga menempatkan orang orangnya di tempat itu. Karena dari laporan laporan tertentu, mereka sudah mengetahui kedatangan pasukan partay Raja Gunung.

Kekuatan Partay Raja Gunung sudah mendatangi kelenteng Sang ceng kiong, tempat markas Ceng shia pay.

Mereka hanya berjumlah tiga belas orang, terdiri dari jago jago silat kelas satu. Seperti raja silat sesat Bu Bee Beng, raja silat Co Khu Liong, raja silat Su to In kho, To It Beng, Kiong Pek, In Tay Hie, Lauw Lit Su, Ai-tong-cun, Ai See Cun, Ai-lam-cun dan Ai-pek-cun.

Si raja silat dan empat murid Lo-san-cu itu bergabung menjadi satu, siapakah yang bisa menandingi mereka?

Sesudah menundukkan Siauw-lim pay, Bu-tong-pay dan Hoa-san-pay secara paksa kini mereka mendatangi Ceng shia pay.

Seperti biasa mereka anggap mudah menundukkan Ceng shia pay!

Karena mereka tidak tahu, kalau pemimpin besar mereka, seorang misterius yang berkerudung hitam Lo-san- cu sudah menjadi orang tawanan Su-hay-tong sim-beng.

Tertangkapnya Lo-san-cu dan hancurnya raja raja silat sesat ini mempunyai waktu yang bersamaan.

Hanya letak tempat yang sama. Raja raja silat sesat mendatangi Sam ceng kiong dan langsung meminta bertemu dengan ketua partay Ceng shia pay.

Ketua Ceng shia pay Ye kho cin in menyambut kedatangan orang orang itu.

"Selamat datang" ia membuka kata kata sambutannya. "Maafkan pinto yang kurang hormat sehingga tak bisa menyambut dari jauh."

Menyaksikan ketua partay Ceng shia pay yang berani menyambut, raja raja silat sesat itu bertanya tanya dihati: "Mungkinkah mendapat bantuan dari pihak Su-hay-tong sim-beng?"

Sebagai tokoh tokoh silat teragung dimasa silam, sebagai jago jago silat yang boleh dikatakan tiada tandingan, sembilan raja silat sesat tiada gentar, walau harus menghadapi jago jago Su-hay-tong sim-beng, karena mereka sudah memperhitungkan, berapa kekuatan Su-hay-tong sim- beng, dan mereka tak melihat adanya bantuan raja raja silat kesatria atau duta duta berbaju kuning.

Tanggapan mereka Hong-lay Sian-ong telah mati.

Dalam tanggapan mereka, raja raja silat kesatria dan duta berbaju kuning Su-hay-tong sim-beng berada di gunung Lo kun san.

Karena itu, cukuplah rasanya, jika mereka bisa kalahkan ketua partay Ceng shia pay.

"Ciang bun jin," berkata raja silat Bu Bee Beng. "Kami tidak mengganggu Ceng shia pay, dimisalkan ciang bun jin bisa mengalahkan mereka berempat. Tidak peduli pertempuran berkelompok atau pertempuran secara perorangan. Sebaliknya, kami mengharapkan kesediaan Ceng shia pay untuk menyatukan diri bersama sama Partay Raja Gunung, kalau ciang bun jin tak berhasil memenangkan pertandingan. Setuju?"

Sambil bicara, tangan Bu Bee Beng menunjuk ke arah empat saudara ai.

Ai-lam-cun, Ai-pek-cun, Ai-tong-cun dan Ai See Cun sudah menampilkan diri mereka.

Ketua Ceng shia pay, Ye kho cinjin tersenyum, "Siapa yang tidak tahu, kalau empat saudara Ai telah mewarisi semua ilmu kepandaian Lo-san-cu?" katanya tenang. Masing masing sudah menduduki urutan yang sederajat dengan para ketua partay rimba persilatan. Untuk memenangkan seorang, belum tentu pinto bisa. Apa lagi harus memenangkan empat orang?"

"Kalau begitu." berkata Bu Bee Beng. "Ciang bun jin sudah bersedia menyerah?"

"Ah ! Terlalu pagi untuk membuat pernyataan yang seperti itu." berkata Yo khu cinjin. "Didalam keadaan yang seperti ini, apapun yang terjadi harus kucoba dahulu, bukan?"

"Baiklah," berkata Bu Bee Beng. "Ai See Cun coba mau main main beberapa gebrak dengannya !"

Ai See Cun lompat kedepan Yo kho cinjin. "Ciang bunjin sudah siap?" Ia tidak sungkan sungkan lagi.

"Ya! Sicu boleh mulai." berkata Yo kho cinjin.

Wuuuttt! Ai See Cun menyodorkan tangan, dengan dua buah jari yang diluruskan, ia menyodok kearah sepasang mata Ye kho cinjin. Suatu cara yang mempunyai arti memandang rendah kepada lawannya.

Ketua partay Ceng shia pay Ye kho cinjin memiringkan kepala, ia mengayun tangan mengirim satu pukulan. Cara Ye kho cinjin memukul Ai See Cun tidak mengandung perubahan yang luar biasa. juga tidak menimbulkan desiran angin, suatu tanda kalau pukulan itu kurang tenaga. Kalau mau diceploskan, itulah ilmu silat kampungan!

Hampir Ai See Cun bersorak girang, sesudah memperhitungkan berapa pukulan yang akan diterima berapa tenaga dalam yang harus dikerahkan untuk mengimbangi kekuatan itu, ia megelembungkan dada, sengaja memapaki datangnya pukulan Ye kho cinjin. Dan dengan cara seperti ini, ia hendak menyelesaikan pertempuran di dalam waktu singkat, dengan ilmu pukulan pula dan dengan cara yang sama pula, ia memukul kearah dada si ketua partay.

Didalam hal ini, mereka akan mengadu latihan tenaga dalam, siapa kuat, itulah yang akan memenangkan pertandingan.

Sebelum mendaki gunung Ceng shia san sembilan raja silat sesat dan saudara ai sudah memperkirakan, sampai dimana ilmu kepandaian Ye kho cinjin, maka ai See Cun berani mengambil resiko itu.

Terdengar suara ngebleduk yang keras dari beradunya pukulan, tubuh Ai See Cun jatuh terjungkal. Dari mulutnya mengeluarkan darah, ia jatuh untuk tidak bangun lagi napasnya sudah berhenti tersendat.

Ai-tong-cun lompat maju, membangunkan tubuh saudara itu dan berteriak:

"Sutee, bagaimana keadaanmu?"

Tidak ada jawaban, karena arwah Ai See Cun sudah melayang layang berada didalam perjalanan kealam baka. Bersamaan dengan jerit Ai-tong-cun tadi, Ai-pek-cun sudah menghadapi Ye kho cinjin. "Mari kita bermain ilmu senjata." Ia mengajukan usul.

"Boleh juga."

"Gunakan pedang ini." Berkata Ai-pek-cun sambil melemparkan pedangnya kearah Ye kho cinjin yang segera disambuti oleh yang bersangkutan, kemudian ia sendiri mengambil pedang lagi.

Dengan pedang ditangan, Ye kho cinjin mengirim satu serangan.

Ai-pek-cun bergerak cepat, tampak bayangannya bertambah banyak, mengelilingi ketua partay Ceng shia pay dan berputar ditempat itu. Kadang kadang terdengar benturan pedang, mereka saling serang dan saling tangkis.

Beberapa jurus sudah dilewatkan. Suatu waktu, pedang itu beradu pula, plek! Terjadi benturan lengket, kedua pedang nempel. Kini mereka harus mengadu tenaga dalam.

Terdengar suara desisan pedang, kedua orang yang bertempur itu terpisah.

Semua orang bisa merasakan ketegangan itu, kemenangan berada ditangan siapa? Kini segera bisa diketahui.

Wajah Ai-pek-cun pucat pasi, dadanya terdapat goresan bekas pedang, disana tampak tanda darah.

Yang mengherankan, lagi lagi kemenangan untuk Ye kho cinjin.

"Raja raja silat sesat hampir tidak percaya Siauw-lim pay, Bu-tong-pay dan Hoa-san-pay berhasil ditundukkan tanpa turun tangan mereka selama itu, keempat saudara ai belum pernah mengecewakan. Ketua partay Ceng shia pay Yo kho cinjin yang tiada nama ini bisa memenangkan pertandingan?

Giliran Ai-lam-cun menempur Ye kho cinjin, mereka juga menggunakan pedang. Belasan jurus kemudian, Ai- lam-cun menarik diri, menutup serangannya, merangkapkan pedang di dada dan memberi hormat.

"Aku menyerah kalah," ia menyatakan kenyataan itu.

Ye kho cinjin menyudahi pertarungan dan tidak meneruskan randekannya Ia masih menunggu satu pertempuran lagi. Sesudah mengalahkan Ai-tong-cun, bisa diharapkan para raja raja silat sesat itu bisa meninggalkan kelenteng Sam ceng kiong.

Ai-lam-cun membalikkan badan dan mengundurkan diri. Tapi sebelum itu, secara mendadak, ia melempar pedang, menyerang Ye kho cinjin secara menggelap!

Terdengar suara jeritan yang menyayatkan hati. seseorang roboh bermandikan darah dengan badan ditancep pedang.

Yang aneh, Ye kho cinjin masih berdiri di tempatnya, dan orang yang menggeletak itu adalah Ai-lam-cun sendiri dia kena tendangan balik dari pedang yang dilempar secara menggelap, itulah arti sebenarnya dari senjata makan tuan.

Bu Bee Beng menampilkan dirinya kedepan, menghampiri Ye kho cinjin.

"Ciang bun jin memiliki ilmu silat yang hebat." Ia memuji.

"Eh, sicu mau menelan ludah yang sudah disepah?" Bertanya Ye kho cinjin heran. Bagaimana tidak? Sesudah membuat pernyataan upacara pertandingan tanda dia tidak turun tangan, sang raja silat hendak terjun di dalam arena itu?

Sesudah memanfaatkan fasilitas yang didalam Ye kho cinjin mengalahkan tiga dari empat saudara ai, dan dua diantaranya sudah binasa. Mungkinkah Ai-tong-cun bisa memenangkan pertandingan itu ?

Sesudah kekalahan Ai-tong-cun nanti menurut perjanjian raja raja silat itu tidak akan mengganggu Ceng shia pay.

Betul betul pertempuran terhebat untuk masa itu, sesudah mengalahkan tiga saudara ai, Ye kho cinjin mempromosikan ilmu silatnya berlipat ganda. Kini teruskan pertempuran, melawan seorang raja silat yang terkenal.

Pukulan pukulan Bu Bee Beng mulai ngawur karena tidak bisa menahan emosi kemarahannya, apa kata orang kalau seorang raja silat tidak bisa mengalahkan Ye kho cinjin?

Begitulah keadaan seseorang, di masa pikiran kusut, sulit untuk membeda bedakan kebenaran dan kesalahan. Bu Bee Beng masih tidak sadar, kalau orang yang dihadapinya itu bukan Ye kho cinjin yang dikehendaki. Ia belum mempunyai kesempatan waktu berpikir, siapa dan bagaimana orang ini bisa memiliki ilmu silat yang seimbang dengan dirinya?

Di antara penonton tiba tiba raja silat In Tay Hie berteriak:

"Saudara Bu Bee Beng, awas! Dia bukan Ye kho cinjin yang asli!"

Bu Bee Beng meletik mundur, dengan geram dia membentak: "Hei! Siapa yang berani memalsukan Ye Kho cinjin?"

"Ha! Ha!" Ye kho cinjin tertawa besar "Siapa lagi, kalau bukan tandingan lamamu?"

Maka ia membuka penyamarannya. Bu Bee Beng berteriak :

"Kau?! Hong poh Kie?"

"Ya!" Orang itu menganggukkan kepalanya. Dia adalah salah satu dari dua belas raja silat kesatria.

Para raja silat sesat saling pandang, menurut perhitungan mereka: raja raja silat kesatria berada digunung Lo kun san. Bagaimana Hong poh Kie sudah berada ditempat ini? Kemana pula raja raja silat kesatria?

Kesalahan ini membuat mereka harus menelan pengorbanan Ai-lam-cun dan Ai See Cun

"Hei!" Teriak raja silat Hong poh Kie. "Mengapa kalian saling pandang?"

Bu Bee Beng berusaha menenangkan gejolak hatinya.

Bertanya :

"Kalau dugaanku tidak salah, raja raja silat lainnya sudah berada disekitar ini, bukan?"

"Tepat!" Dan itu waktu sudah bertambah banyak orang. Mereka berada dibawah pimpinan ketua Su-hay-tong sim- beng Hong-lay Sian-ong.

Raja silat kesatria menampilkan diri!

Sebagian besar dari raja raja silat sudah berada ditempat itu, dari golongan sesat terdapat Bu Bee Beng, In Tay Hie dan lain lainnya. Dari golongan putih terdapat Hong-lay Sian-ong, Hong poh Kie dan lain lainnya. Dan apa yang terjadi kalau dua kelompok dari dua macam idiologi yang tidak sama berkumpul menjadi satu?

Pertempuran tidak bisa dielakkan !

Itulah pertempuran terbesar didalam sejarah rimba persilatan.

Bu Bee Beng dan raja raja silat hitam berjumlah sebelas orang. Diantaranya ai-pek-cun hanya bisa menyumbangkan setengah tenaga, karena ia berada didalam keadaan luka.

Dipihak Hong-lay Sian-ong dan Hong poh Kie, karena mendapat bantuan dari duta duta berbaju kuning yang hampir mencapai tingkat golongan raja raja silat kekuatan mereka jauh lebih besar dari kekuatan Bu Bee Beng.

Pertempuran didepan kelenteng Sam ceng kiong itu menentukan roda rimba persilatan dan titik permulaan keamanan.

Setengah bulan kemudian. Didalam persidangan Su-hay- tong sim-beng, mereka memperbincangkan persoalan Lo- san-cu.

Hong-lay Sian-ong: "Kau berhasil meringkus Lo-san-cu

?"

Ie Lip Tiong: "Dengan mudah kita menggiring Lo-san-cu

ilmunya tidak bisa digunakan lagi."

"Ilmu Lo-san-cu tidak bisa digunakan?"

"Ya! Ilmu silatnya termasuk calon utama yang terhebat. Tapi tenaganya kosong, Bengcu bisa menduga, siapa orang berkerudung Lo-san-cu ?"

"Dahulunya, dia pernah menduduki urutan ternama?" "Namanya pernah menggemparkan rimba persilatan, kedudukannya hampir dikata merendengi kedudukan bengcu sendiri."

"Seorang yang pernah menggemparkan rimba persilatan dan mempunyai kedudukan sederajat dengan kedudukanku??"

"Ya! Mungkinkah tidak pernah ada orang yang seperti itu?"

"Tapi... Tapi..." Hong-lay Sian-ong menggaruk garuk kepala.

"Tapi dia sudah mati," Sambung Ie Lip Tiong.

"Dia adalah tokoh utama dari dua belas raja silat sesat, Ngo kiat Sin mo Auw yang Hui!"

"Ya! Ngo kiat Sin mo Auw yang Hui sudah mati dibawah tangan ayah teecu."

"Tidak! aku yakin, orang yang membunuh Ngo kiat Sin mo Auw yang Hui bukanlah Ie Im Yang.”

"Karena kenyataan memberi bukti, kalau Ngo kiat Sin mo Auw yang Hui belum mati. Sekarang ia menjelma menjadi Lo-san-cu."

"Aaa..."

"Ya! Orang misterius berkerudung hitam Lo-san-cu adalah isi badan Ngo kiat Sin mo Auw yang Hui.”

Ngo kiat Sin mo Auw yang Hui menaruh dendam besar kepada Ie Im Yang, karena didalam penangkapan yang terjadi atas dirinya ayah Ie Lip Tiong itu memegang peran utama. Sesudah Ngo kiat Sin mo Auw yang Hui dipenjarakan didalam Hian kong San chung dendam itu tidak pernah padam.

Menggunakan sedikit tipu muslihat, dia mengundang ketua partay besar, sengaja memancing pergi ke Ie Im Yang. Menyuruh salah satu orangnya yang disamarkan, Ngo kiat Sin mo Auw yang hui memberi bukti, kalau Ngo kiat Sin mo Auw yang Hui itu terbunuh mati dibawah senjata rahasia khas milik Ie Im Yang.

Itulah fitnah !

Ie Im Yang menjadi sasaran utama, terakhir dengan hasil kematiannya.

Ie Lip Tiong melarikan diri.

Dan orang yang mati dibawah tangannya itu Ngo kiat Sin mo Auw yang Hui masih hidup segar bugar.

Ie Lip Tiong meneteskan air mata, mana kala teringat kematian sang ayah yang penasaran.

Putusan Su-hay-tong sim-beng, sebagai berikut :

Satu. Menghukum mati Ngo kiat Sin mo Auw yang Hui yang menjadi biang kejahatan.

Dua. Menjatuhkan hukuman mati kepada Su-khong Eng pembantu utama si Pembunuh Gelap.

Tiga. Mempenjarakan raja raja silat sesat dalam Ceng sim lauw Su hai tong sim-beng.

Ie Lip Tiong kembali ke kamarnya dengan mata basah, jerih payahnya selama menekunkan ilmu silat itu tidak percuma, ia berhasil menemukan jejak orang yang memfitnah sang ayah dan kini Lo-san-cu sudah menjalankan hukuman mati. Dia membuka pintu kamar dan merandek, panca inderanya yang liehay bisa menemukan sesuatu di dalam kamar itu.

"Siapa yang berada di belakang kelambu?" Ia membentak. "Lekas keluar!"

Dari tempat yang ditunjuk itu tampak bayangan bergerak, seorang gadis cantik keluar dari tempat persembunyiannya, dan itulah Ai Ceng.

Ie Lip Tiong lompat girang. "Kenapa harus menyembunyikan diri" Ia bertanya dan menyongsong ulurkan tangan siap merangkul sang gadis itu.

Ai Ceng mengelakkan pelukan, ia berkata dengan sikap acuh tak acuh.

"Tunggu dulu. Lebih baik kita membicarakan soal penting itu."

"Oh! Ya! aku harus mengucapkan terima kasih kepadamu. Duduklah."

"Terima kasih kepada anaknya dan mempenjarakan ayahnya?" Ai Ceng bercemooh.

Persoalan segera disangkutkan kepada hubungan keluarga, Ai Ceng menuntut kebebasan sang ayah yang dipenjarakan Ceng sim lauw.

Apa yang hendak dielakkan Ie Lip Tiong itu betul betul kunjung tiba, membebaskan Ai-pek-cun berarti memisahkan diri dengan pendapat umum dia akan dicaci maki orang.

Sebaliknya, membiarkan Ai-pek-cun meringkuk didalam penjara berarti retaknya hubungan baik dengan gadis itu. Sangat disayangkan, kalau kasih cinta pertama mengalami kegagalan. "Bagaimana?" Desak Ai Ceng. "Tidak bisakah mengusahakannya bebas?"

"Ai Ceng," berkata Ie Lip Tiong. "Kukira..." "Kau sudah tidak cinta?"

"Cinta tidak bisa dihubungkan dengan apa yang sudah digariskan oleh orang banyak."

"Oh! Kau kejam! Bagaimana aku hidup seorang diri?" "Kau akan hidup bersama samaku."

"Tolonglah... Tolonglah bebaskan ayah" "Aku tidak mempunyai itu kekuasaan."

"Kau kejam!" Jerit Ai Ceng, ia membuka pintu dan berlari, meninggalkan Ie Lip Tiong seorang diri.

Ie Lip Tiong menjublek, tiada guna mengejar gadis itu, mengingat permintaannya yang menghendaki kebebasan Ai-pek-cun Sepandai pandainya pemuda kita, tidak mungkin bisa merangkul kedua pilihan yang bertentangan.

Berpikir beberapa waktu, ia mengambil putusan, memisahkan diri dari Su-hay-tong sim-beng, ia meninggalkan gunung Lu-san. Dia hendak membebaskan diri dari keruwetan keruwetan yang menimpa dirinya.

Sesudah berada dibawah kaki puncak Ngo lauw hong, Ie Lip Tiong tidak berlambat lambat lagi, ia mempercepat langkahnya.

Tiba tiba terdengar satu teriakan merdu: "Hei!"

Dari balik semak semak muncul seorang gadis berbaju merah, itulah Ang Siauw Peng! membawa sebuah buntelan.

"Mau kemana?" Alis sigadis menjengkit naik. "Turun gunung," tanya Ie Lip Tiong. "Apa yang kau bawa? Kau mau kemana?"

"Aku juga mau turun gunung." Berkata ang Siauw Peng. "Kakak kakakmu sudah tahu ?"

"Tentu saja sudah. Tidak seperti kau, selundup selundup melarikan diri darimu." berkata Ie Lip Tiong.

"Bohong !" "Sungguh !"

"Mengapa kau tidak memberi tahu kepadaku terlebih dahulu ?"

"Kukira kau sudah tahu. Terbukti kau sudah menunggu ditempat ini, bukan ?"

"Ceriwis." "Ha ! Ha...!"

"Kemana tujuanmu?" bertanya ang Siauw Peng. "Kemana pula tujuanmu?" balik bertanya Ie Lip Tiong.

"Di   mana kau   pergi,   itulah   tempat   yang menjadi tujuanku." berkata ang Siauw Peng menundukkan kepala.

"Aku hendak pulang kekota Tiang-an, meneruskan usaha Boan chiu piauw kiok."

Ie Lip Tiong menganggukkan kepala.

Kedua bayangan itu merapat, merapat semakin dekat, akhirnya lengket menjadi satu.

TAMAT

Serial Raja Silat SELESAI :)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar