Jilid 04
Co Khu Liong segera berteriak:
"Oey Wie Kong, kau tidak berani menjawab pertanyaanku?"
Kata-kata ini adalah muslihat yang sangat hebat. Kalau saja Oey Wie Kong melewatkan baca surat dan berdebat dengan Co Khu Liong, akibatnya bisa runyam. Segera Ie Lip Tiong terkejut ia berteriak :
"Co Khu Liong, jangan mengganggu ketenangan orang. Oey Wie Kong cianpwe sedang membaca surat. Kalau kau tahu aturan, tutuplah mulutmu itu dahulu."
Sebetulnya, Oey Wie Kong hendak menjawab tantangan Co Khu Liong, tapi Ie Lip Tiong sudah menalanginya, maka ia menutup kembali mulut bibirnya yang sudah digerakkan meneruskan bacaan suratnya.
Wajah Co Khu Liong berubah-ubah, sepasang sinar matanya menjadi beringas. Sebentar-bentar melirik kearah Ie Lip Tiong, sebentar-bentar lagi melirik Oey Wie Kong.
"Hua, ha..." tiba-tiba Co Khu Liong tertawa. "Kudengar Oey Wie Kong pernah kalah dibawah tangannya Hong-lay Sian-ong, ternyata dendam itu sudah mendapat balasan? Kini sudah mulai surat menyurat?"
Cepat cepat Ie Lip Tiong menalanginya berkata : "Co Khu Liong, jangan kau samakan kedudukan orang dengan kedudukanmu."
Oey Wie Kong sedang membaca surat, tapi perdebatan diantara Co Khu Liong dan Ie Lip Tiong bisa memasuki telinganya, mendapat jawaban Ie Lip Tiong, ia memuji kecerdikan pemuda itu.
"Huh!" Co KHu Liong mengeluarkan suara dengusan. "Oey Wie Kong, Lo-sancu kami adalah tokoh super sakti tanpa tandingan, dia pernah berkata, dengan kekuatan dan kecerdikan otaknya, ditambah tenaga bantuan dua belas raja silat, cukup kuat untuk menaklukkan rimba persilatan. Dengan kami ketempat ini mengundang tocu, dengan maksud tujuan urusan lain."
Sebagai seorang yang sangat licik, Co Khu Liong takut, kalau Ie Lip Tiong itu mendebatnya, sengaja mengalihkan bahan pembicaraan yang agak lebih lunak.
Betul saja, karena Ie Lip Tiong tidak tahu, urusan penting lain apakah itu? Dia diam dan dia tidak mendebat.
Disaat ini, Oey Wie Kong sudah selesai membaca surat Hong-lay Sian-ong, dilipatnya baik-baik surat itu, memandang kearah Co Khu Liong dan bertanya :
"Urusan lain yang bagaimanakah yang dimaksudkan?" Co Khu Liong berkata :
"Kalau saja keluar dari mulutku, mungkin bisa dikatakan ada-ada saja"
"Katakan." berkata Oey Wie Kong. Co Khu Liong berkata :
"Menurut dugaan orang, tocu menyepi di pulau Bola api untuk melatih ilmu silat luar biasa..." "Tidak salah," berkata Oey Wie Kong. "Bagaimana ?"
Co Khu Liong berkata: "Tapi, Hong-lay Sian-ong mengatakan, kalau tocu tidak berani menginjak daerah Tionggoan, mengeram diri di dalam pulau Bola api, hal itu disebabkan karena bukan tandingannya."
Dengan dingin Oey Wie Kong berkata : "betul betul kau hendak mengada-ada saja."
"Mengapa mengatakan lohu yang membuat urusan ?" bertanya Co Khu Liong.
Oey Wie Kong membalik-balikkan surat kiriman Hong- lay Sian-ong, dia berkata: "Menurut isi dari surat ini, Hong- lay Sian-ong sangat merendahkan diri, kalau saja dia meremehkan diriku, mana mau membuat surat yang seperti ini ?"
Tiba-tiba Co Khu Liong tertawa berkakakan, dia berkata: "Penghuni pulau Bola api adalah seorang cerdik pandai, cendekiawan yang kenamaan, tidak kusangka, kau, kau begitu mudah diakali orang."
Wajah Oey Wie Kong berubah, ia membentak: "Siapa yang berani mengakali aku ?!"
Co Khu Liong berkata: "Karena sancu kami mendengar desas desus berita Hong-lay Sian-ong, mengingat pentingnya kedudukan tocu, lohu diutus ketempat ini. Segera dan penting ! Memberi tahu kepada tocu. Agar tidak masuk kedalam perangkap haluan Hong-lay Sian-ong. Sudah tentu, Hong-lay Sian-ong juga mengutus orang, mengirim surat kepada tocu, meminta bantuan tocu, itulah untuk menutupi kesalahannya. Dengan harapan bisa menarik kekuatan tocu memperkuat kekuatan Su-hay-tong sim-beng. Dugaan ini terbukti, sesudah kedatangan Ie Lip Tiong." Ilmu silat penghuni pulau Bola api Oey Wie Kong, boleh dikata tiada tandingannya, toh dia pernah menderita kekalahan ditangan Hong-lay Sian-ong, rasa sakit hati itu masih terasa, mendengar olok-olok Co Khu Liong, dia bisa menyelami isi hatinya, karena itu menoleh kearah Ie Lip Tiong, dengan wajah masam dan kecut membentak: "Hei, apa betul ada kejadian yang seperti ini ?"
Ie Lip Tiong tertawa, tanpa gentar sedikitpun, dihadapinya Oey Wie Kong, menuding jari kearah Co Khu Liong dan bertanya: "Numpang tanya Oey Wie Kong cianpwe tentunya kenal kepada orang ini, bukan ? Siapakah dia ?"
Oey Wie Kong tertegun sebentar dengan heran berkata : "Kau tidak kenal padanya ?"
Menggeleng-gelengkan kepala, Ie Lip Tiong berkata: "Boanpwe kenal, yang tidak kenal tentunya Oey tocu."
Oey Wie Kong semakin tidak puas, dia membentak: "Bah! Jangan keterlaluan, yeh! Namanya Co Khu Liong! Julukannya Raja Silat Bajingan!"
"Hei, hei..." Ie Lip Tiong tertawa. "Karena itulah, bagaimana sifat-sifat seorang bajingan ? Mungkinkah Oey tocu tidak mendapat sedikit gambaran ?"
Oey Wie Kong sadar kepada kesalahannya memandang kepada Co Khu Liong, dengan sinar mata kebencian, dia membentak : "Co Khu Liong, lekas enyah dari tempat ini! Agar tidak menimbulkan kemarahanku."
Rasa kagetnya Co Khu Liong tidak kepalang, usahanya lagi-lagi gagal dibawah tangan Ie Lip Tiong. Kejadian ini bukan kejadian yang pertama kali, berulang kali Ie Lip Tiong mengganggu usahanya. Berulang kali pula dia harus menerima kekalahan itu. Dendam bertumpuk-tumpuk, dendam kesumat yang tidak dapat diimpaskan.
Betapa sakitnyapun hati Co Khu Liong kepada Ie Lip Tiong, di depan Oey Wie Kong yang ternama, dia tidak berani mengutarakan sikap yang keras. Dengan dingin berkata : "Baiklah, Oey tocu tidak mau percaya keteranganku. Dan lebih yakin kepada obrolannya. Selamat jalan ! Sebelumnya, lohu hendak mengetahui sesuatu."
Lohu berarti kata ganti orang pertama tunggal, sama juga artinya dengan aku, lebih lazim menyebut nama sendiri sebagai seorang yang sudah tua lebih terhormat dan lebih tahu diri, bisa menggunakan santun bahasa dengan baik.
Dengan sikapnya yang angkuh, Oey Wie Kong berkata : "Katakan !"
"Hem... hem..." Sebelum Co Khu Liong berdiplomasi, dia membasahi kerongkongannya, "Kalau tidak salah. Oey tocu pernah menyebut, kalau Oey tocu itu tidak bersudi mengikat tali persahabatan kepada siapapun. Apa di dalam hal ini, termasuk juga kepada ketua Su-hay-tong sim-beng Hong-lay Sian-ong ?"
"Tentu saja," kata Oey Wie Kong singkat.
Nah! Si penghuni bola api masuk perangkap. Rasa girangnya Co Khu Liong tidak kepalang. Misi tugasnya ketempat ini adalah menarik kekuatan Oey Wie Kong kedalam partay Raja Gunung, tapi tidak berhasil, walau begitu, setidak-tidaknya dia bisa mencegah Oey Wie Kong membantu usaha Su-hay-tong sim-beng, itu penting bagi pergerakan partay Raja Gunung, mengingat ilmu kepandaian Oey Wie Kong yang sangat tinggi luar biasa. "Baik," berkata Co Khu Liong. "Terima kasih, lohu harap Oey tocu bisa ingat baik-baik hal ini, sampai disini saja, lohu meminta diri."
Sesudah memberi hormat, Co Khu Liong membalikkan badan dan berangkat pergi.
Begitu sajakah Co Khu Liong meninggalkan pulau Bola api ? Tidak !
Disaat Co Khu Liong hendak meninggalkan istana Bola api, dia tertegun oleh sesuatu pemandangan, didepannya berdiri seorang gadis cilik berkepang dua, sangat menarik, matanya bercahaya, jelalatan kesana kemari.
Si gadis berkepang dua itu, sebentar memandang Ie Lip Tiong, sebentar memandang Co Khu Liong.
Tapi saat ini dia memandang pula kepala Oey Wie Kong dan bertanya: "Yeye, dua orang ini hendak meminta bantuanmu untuk berperang ?"
Yeye berarti kakek. Ternyata si gadis berkepang dua adalah cucu dari penghuni bola api Oey Wie Kong.
Melihat hadirnya sang cucu kesayangan ditempat itu, sepasang alis Oey Wie Kong berkerut, cepat-cepat memperlihatkan senyumannya yang manis dia berkata : "Tidak, Yan ji, lekas kau masuk kedalam."
Si gadis berkepang dua yang dipanggil Yan jie menjebikan mulut, dia berkata : "Yeye jangan membohongi Yan-jie. Sudah kudengar baik-baik, kalau mereka itu meminta bantuan tenagamu. Jangan menyangkal, meminta bantuan tenagamu untuk menempur orang. Begitu bukan ?"
"Bukan... bukan..." Oey Wie kOng masih menyangkal. "Kau salah paham, kau salah dengar." Yan ji sangat kolokan, karena dimanjakan, dia membanting-banting kaki dan berkata :
"Yaya bohong...! Huh...! Yaya membohongi Yan jie...
Yaya membohongi Yan ji..."
Sesudah itu, ia menangis menggerung gerung, sakit hati karena dibohongi kakeknya yang sangat menyinta.
Penghuni Bola api Oey Wie Kong belum pernah takut kepada siapapun juga, termasuk ketua Su-hay-tong sim- beng Hong-lay Sian-ong.
Betul! Pada suatu ketika, Oey Wie Kong pernah dikalahkan Hong-lay Sian-ong. Itu kejadian lama, sebelum dia mengasingkan diri di dalam istana Bola api, sesudah ia menjauhi keramaian, menetap di pulau Bola api, dengan tekun Oey Wie Kong mempelajari ilmu silat, kemajuan memang luar biasa, dia yakin kalau siasat ini dia sudah bisa mengalahkan Hong-lay Sian-ong, karena itulah kecongkakan dan keangkuhannya Oey Wie Kong bertambah, ia tidak pernah takut kepada siapapun juga, kecuali kepada sang cucu tunggal Yan jie.
Kini Yan jie yang sangat disayang, dikasihi dan dimanja menangis sedih. Tentu saja membingungkan dirinya, cepat cepat dia berkata:
"Yan jie, nenek Ong Ma sedang membikin kueh, khusus untuk dirimu, kukira sudah masak. Lekas kau lihat."
Seolah-olah tidak mendengar suara sang kakek, Yan jie tidak mau mengerti, ia bertanya:
"Yaya, kau hendak membantu pihak yang mana?"
Terjadi perubahan wajah Oey Wie Kong, tiba-tiba ia bersedih, menghela napas dan berkata : "Yan jie, yayamu tidak bisa berpisah denganmu.
Siapapun tidak mau kubantu."
"Ah...!" Yan jie mengeluarkan keluhan kecewa. "Yaya, kau harus bantu pihaknya. Yaya harus membantu dia, Ya?"
Yang diartikan dia oleh Yan jie adalah Ie Lip Tiong! Karena tangan Yan ji yang ditudingkan kearah Ie Lip Tiong.
Wajah Ie Lip Tiong menjadi merah, dia lebih berpengalaman didalam asmara.
Hanya dalam waktu yang singkat, ia bisa menjejaki isi hati sigadis yang menaruh cinta kepadanya.
Oey Wie Kong juga pernah menelan asam garam dunia, tentu saja bisa melihat situasi keadaan Yan jie yang terpikat kepada kecakapan Ie Lip Tiong, tentu hal ini sangat mengejutkan dirinya, maka segera ia berkata :
"Eh, Yan jie, jangan kau berkata seperti itu dia bukan orang baik. Yayamu tidak bisa membantu orang yang tidak baik. Yayamu tidak mau membantu orang jahat. Siapapun tidak mau kubantu."
Belum pernah ada permintaan Yan jie yang tidak dilulusi oleh kakeknya, tapi di hari ini. Sifatnya yang manja sudah dibiasakan. Tentu saja dia tidak mau mengerti. Tiba-tiba ia menjatuhkan diri, berguling-gulingan dengan manja. kakinya menendang kesana-kesini, dengan tetap masih menangis berteriak:
"Oh... Yan ji mau Yaya membantu dia... Yan jie ingin Yaya bisa membantu usahanya..."
Disini terselip juga rahasia rumah tangga, ternyata Oey Wie Kong hanya mempunyai seorang putra, dan putra itu sudah meninggal mendahuluinya, disusul pula kematian mantunya, kedua almarhum hanya meninggalkan seorang anak gadis kecil itulah gadis berkepang dua yang bernama Yan jie.
Betapa sedih seseorang yang sudah berambut putih ditinggalkan oleh generasi berambut hitam yang lebih muda! Putra dan mantu yang masih gagah terbaring di peti mati, berkalang tanah, rasa sakit itu tidak kepalang. Cintanya kepada sang putra teralih kepada cucu itu, apa pun kemauan Yan jie, belum pernah ditolak oleh Oey Wie kong.
Karena cinta Oey Wie Kong yang berlebih-lebihan, hal ini membuat Yan jie kolokan dan manja, Yan jie tidak mau mempelajari ilmu silat kakeknya, sedang ilmu silat itu adalah ilmu silat kelas tinggi. Maka, ilmu kepandaian silat Yan jie bukan ilmu kepandaian silat biasa saja.
Keahlian Yan jie adalah membawakan sikap manja, dan kolokan, hari ini tidak terkecuali, dia terpikat oleh kecakapan wajah Ie Lip Tiong, karena itu memaksa sang kakek membantu Ie Lip Tiong.
Oey Wie Kong menghela napas panjang. Apa boleh buat ia berkata :
"Baiklah, aku meluluskan kemauanmu, akan kubantu dirinya."
Baru sekarang Yan jie berhenti menangis. meletik bangun dari tanah, berlompat-lompatan dan tertawa.
Dia menoleh kearah Ie Lip Tiong dan berkata:
"Hei, Yayaku sudah mau membantu. Lekas kau mengucapkan terima kasih kepadanya."
Ie Lip Tiong menyengir, hal ini sungguh berada diluar dugaannya. Tapi cukup menggirangkan hatinya, lekas-lekas ia menghampiri ke arah pemilik pulau Bola api Oey Wie Kong, berkata mengucapkan terima kasih : "Sebelumnya, atas nama seluruh anggota Su-hay-tong sim-beng, atas nama para Duta Istimewa berbaju kuning, Ie Lip Tiong mengucapkan banyak terima kasih."
Oey Wie Kong menghela napas panjang-panjang dan berkata : "Sudahlah !"
Hal ini juga berada diluar dugaan Co Khu Liong, munculnya si kepang dua membuat perubahan situasi politik baru, dari keadaan yang satu-satu, goal kemenangan terakhir jatuh kedalam pelukan Ie Lip Tiong, menjadikan dia berada dibawah angin, dia harus menyerah kalah. Kebenciannya tiada terhingga.
Memandang kearah Oey Wie Kong, dia bertanya: "Oey Wie Kong, betul betul kau bersedia mengabdikan diri bersedia membantu usaha Su-hay-tong sim-beng ?"
"Ya." Oey Wie Kong menganggukkan kepala. Dia tersenyum. "Perintah raja boleh tidak kutaati. Tapi kemauan cucuku tidak dapat dibantah."
"Ehm hm, hm..." Co Khu Liong berdehem. "Langkah kebijaksanaan tocu ini adalah cara-cara yang menyimpang dari janji sendiri. Lebih baik pikir kembali."
Adanya Oey Wie Kong angin-anginan, angkuh dan congkak, mau menang sendiri, tidak mau tunduk dibawah orang, kecuali sang cucu, siapapun tidak pernah dipandang mata, apalagi hanya seorang raja silat biasa, mendapat teguran Co Khu Liong yang bersifat memberi tekanan, tentu saja dia naik darah. Segera dia membentak: "Co Khu Liong ! Berani kau berkurang ajar di hadapanku ?"
Co Khu Liong tertawa dingin, tiba-tiba ia meluncur kearah Yan jie, tangannya dipanjangkan, menotok jalan darah gadis itu, kemudian meneruskannya dan mengait tubuh Yan jie, meletik muncul tinggi, meluncur dan melarikan diri.
Kecepatan dan gerakan Co Khu Liong bagaikan angin dan kilat, Raja Bajingan itu sudah meluncur jauh.
Disaat Oey Wie Kong dan Ie Lip Tiong sadar akan kesalahannya, situasi sudah lain. Terlambat! Itu waktu Co Khu Liong sudah menjinjing Yan jie, melarikan diri dari depan mereka.
Terlebih-lebih Oey Wie Kong tidak menyangka kalau Co Khu Liong itu berani mengorek kumis kemarahannya, dadanya dirasakan mau meledak, meluap-luap melebihi uap dia meraung keras, melesat membuat pengejaran.
Kecepatan Oey Wie Kong tidak berada di bawah Co Khu Liong, sayang dia lambat start, sebentar kemudian bayangan-bayangan itu sudah lenyap tanpa jejak.
Ie Lip Tiong membangunkan Ang Siao Peng dan berkata: "Mari kita lihat mereka."
Ie Lip Tiong dan Ang Siao Peng mengintil dibelakang orang orang tadi.
Pulau itu adalah pulau kecil, dari jauh, Ie Lip Tiong bisa melihat bintik-bintik hitam yang saling kejar, Co Khu Liong menuju kearah tepi laut.
Sebentar kemudian, Co Khu Liong sudah berada di tebing tepi laut, tubuhnya melesat, lompat ke perahu.
Oey Wie Kong berdiri ditebing itu dengan tolak pinggang, dibawah mereka bergelombang air laut, tapi dia tidak berdaya, karena Co Khu Liong sudah lompat kesebuah perahu, tangannya diletakkan pada ubun-ubun Yan jie. Kalau Oey Wie Kong berani lompat turun, pasti jiwa Yan jie direnggut maut.
Perlahan-lahan kapal Co Khu Liong yang berwarna hitam itu mulai bergerak. Itulah kapal hantu bagi penduduk daerah.
Ie Lip Tiong juga berada dipuncak tebing itu, dan dapat menyaksikan kejadian yang berlangsung.
Co Khu Liong berdiri diburitan kapal, dengan tangan masih tidak lepas dari ubun-ubun Yan jie.
Oey Wie Kong betul-betul tidak berdaya, dia dengan menyalurkan tenaga dalamnya, dia berteriak keras: "Co Khu Liong, apa yang kau mau ?"
Co Khu Liong tertawa berkakakan dan berkata : "Tidak mau apa-apa. Tapi, ingat baik baik. Kalau saja kau turun dan mengejar, akan kuremukkan batok kepala cucu kesayanganmu ini."
Tentu saja Oey Wie Kong tidak berani membuat pengejaran. Semakin lama, kapal hitam itu semakin jauh, hatinya sibuk luar biasa, cepat-cepat dia berteriak lagi. "Co Khu Liong! Tunggu dulu ! Katakan apa yang kau mau ?"
Co Khu Liong tertawa panjang dan berkata : "Hanya ada dua syarat, yang pertama: Kau tidak boleh membantu usaha Su-hay-tong sim-beng. Dan yang kedua, kau harus membantu usaha partay Raja Gunung. Menerima perintah perintah Lo-san-cu kami."
"Baik... baik..." berulang kali Oey Wie Kong memberikan janjinya. "Lekas kembali!"
"Tidak." berkata Co Khu Liong. "Kau jago silat ternama Oey Wie Kong hanya menjadi boneka cucu sendiri, kau hanya menurut perintah cucumu. aku harus membawa cucumu ini ke markas besar, kau boleh datang membikin laporan di markas besar. Baru kuserahkan kembali."
Oey Wie Kong berteriak:
"Aku tidak tahu, dimana markas besar kalian, dimana aku harus melapor diri?"
Co Khu Liong berkata :
"Setengah bulan kemudian, datanglah di kota Su shia.
Disana akan ada orang yang membikin penjemputan."
"Lebih baik kita pergi bersama-sama." Oey Wie Kong mengajukan usul.
"Jangan." Co Khu Liong menolak. "Bersama-sama akan membuat banyak perubahan situasi, sama-sama tidak tenang, diperjalanan bisa gaduh terus-menerus...
Kapal hitam itu sudah berlayar jauh.
Akhirnya Oey Wie Kong harus mengalah dan berkata : "Baiklah. Setengah bulan kemudian, aku akan
mengunjungi kota Su shia. Tetapi, didalam waktu-waktu ini, aku melarang kau mengganggu selembar rambutnya."
"Tentu," berkata Co Khu Liong. "Tapi kalau kau berani mengingkari janji, jangan katakan hatiku yang kejam."
Rasa sedih hati Oey Wie Kong tidak bisa dilukiskan, dia berdiri mematung diatas tebing tinggi itu, menyaksikan berlayarnya perahu hitam partay Raja Gunung. Semakin lama semakin kecil, akhirnya hanya bintik hitam dipermukaan air laut.
Ie Lip Tiong bisa turut merasakan, betapa sedihnya orang tua itu, ia maju menghampiri dan berkata :
"Oey tocu..." Begitu Ie Lip Tiong membuka mulut, tangan Oey Wie Kong bergerak dan menempel di batok kepala Ie Lip Tiong, dedengkot silat ini membentak :
"Huah ! Kalau bukan gara-gara kedatanganmu, tidak mungkin bisa terjadi hal ini."
Sifat-sifatnya Oey Wie Kong mau menang sendiri, ia sakit hati karena kehilangan cucunya, tidak peduli siapa, sehebat-hebatnya seperti ketua Su-hay-tong sim-beng Hong- lay Sian-ong, toh dia berani menempurnya. Kini dia kehilangan sang cucu, karena kedatangan Ie Lip Tiong, kemarahannya meluap luap, dia bermaksud memukul Ie Lip Tiong, untuk melampiaskan rasa kedongkolannya.
Hati Ie Lip Tiong tercekat, tapi ia tidak memperlihatkan rasa takut itu pada wajahnya. Diusahakannya setenang mungkin, ia berkata:
"Apa Oey tocu hendak membunuh?" Dengan gagah Oey Wie Kong berkata :
"Ya. Orang yang mati dibawah tanganku bukan kau seorang. Tidak peduli Duta Istimewa berbaju kuning atau berbaju emas aku tidak gentar kepada siapapun juga."
Ie Lip Tiong berusaha menenangkan dirinya, menatap sinar mata Oey Wie Kong dengan penuh tantangan, dia berkata :
"Oey tocu, kecuali membunuh aku, apa tidak ada jalan keluar?"
Dengan geram Oey Wie Kong berkata :
"Sesudah kuhancurkan batok kepalamu, aku masih bisa berusaha menolong Yan jie."
Ie Lip Tong berkata : "Menurut pikiranku, tocu tidak berpikir seperti itu.” Oey Wie Kong mendelikkan mata.
Ie Lip Tiong berkata :
“Maksud Oey tocu tidak lepas dari penilaian boanpwe, Oey tocu hendak membunuh kami berdua, sesudah itu Oey tocu hendak mengabdikan diri kepada partay Raja Gunung. Maka publik tidak tahu, kalau Ong tocu itu mengabdikan diri dan bernaung dibawah kebesaran partay Raja Gunung karena tekanan. Oey tocu malu mendapat tekanan- tekanan."
"Bohong!" berteriak Oey Wie Kong. "Apa alasannya, Oey tocu?"
Beberapa saat Oey Wie Kong kalah berdebat, wajahnya yang begitu beringas dan penuh kemarahan tertegun, tiba tiba dia mengeluarkan satu lengkingan panjang, melampiaskan hawa kemarahannya yang menyesakkan dada. tangannya diayun keatas, wuutt, melepas pegangan Ie Lip Tiong, dan dia berjalan pergi.
Tidak lama kemudian, diatas udara jatuh menggeletak tiga ekor burung, buk, buk, buk...!"
Tiga ekor burung itu jatuh dan menggeletak, tidak bisa terbang lagi, binatang-binatang itu kena angin pukulan Oey Wie Kong, mati menjadi korban rasa penasaran si dedengkot silat hebat.
Ie Lip Tiong membelalakkan mata, ternyata percikan tangan Oey Wie Kong itu mempunyai kehebatan luar biasa, hanya sekali dorong, tiga ekor burung yang sudah terbang terkapar mati, betul betul menciutkan hati.
Oey Wie Kong mendemonstrasikan kekuatan yang luar biasa. Ie Lip Tiong tidak gentar, melirik kearah Ang Siao Peng, mengajak gadis itu mengikuti di belakangnya.
Oey Wie Kong adalah seorang jago silat sakti mandra guna, pendengarannya tajam luar biasa, gesekan-gesekan kaki Ie Lip Tiong dan Ang Siao Peng membuat dia tidak puas, menghentikan langkah, berbalik menghadapi mereka dan membentak : "Hei, mau apa lagi ?"
Ie Lip Tiong berhenti, dengan tersenyum kecil dia berkata : "Oey tocu sudah berjanji bersedia membantu Su- hay-tong sim-beng, inilah janji Oey tocu."
Oey Wie Kong membentak : "Sekarang aku mau menolong cucu perempuanku, aku tidak mau bertemu dengan Hong-lay Sian-ong !"
Ie Lip Tiong berkata : "Sebagai tokoh silat sakti mandra guna, janji tocu harus bisa dipegang, sesudah bersedia membantu Su-hay-tong sim-beng, mengapa kau mau mengingkari janji ?"
Sepasang mata Oey Wie Kong menjadi liar berangasan dan seperti mau menyemburkan api, bentaknya geram : "Aku mau mengingkari janji. Kau mau apa ?"
"Baiklah," berkata Ie Lip Tiong. "Boanpwe akan balik dan memberitahu kepada Hong-lay Sian-ong, tentang sebab musabab yang menjadikan Oey tocu seperti ini."
"Itu urusanmu. Tidak ada hubungannya denganku."
Ie Lip Tiong berkata: "Tapi Oey tocu tahu, kedatangan boanpwe disini, terdampar oleh ombak laut. Perahu boanpwe berdua telah tenggelam. Bisakah Oey tocu memberikan sedikit pertolongan." Atas keberanian Ie Lip Tiong, Oey Wie Kong juga memberi salut pujian didalam hati. Berpikir sebentar, dia berkata: "Tunggu ditepian laut sebelah kanan."
Sesudah itu Oey Wie Kong berjalan pergi.
Ie Lip Tiong bisa menduga isi hati Oey Wie Kong, tentunya mengurus sesuatu tentang istana Bola apinya. Hendak mempernahkan lorong lorongnya, membikin pemberangkatan dan tentunya Oey Wie Kong bersedia menolong mereka, karena itu mengajak Ang Siao Peng, mereka menuju ketepi pantay yang sudah ditentukan.
Disaat mereka mendatangi tepi pantay itu, disana tampak dua orang yang saling rangkul sambil menangis, itulah si kakek nelayan dan anaknya.
Dengan girang, Ie Lip Tiong bersorak : "Oho ! Kalian juga terdampar di pulau ini ?"
Si kakek nelayan ayah dan anak terkejut, mereka terlompat dan memandang Ie Lip Tiong. Mengenali kalau penumpang yang menyewa perahu mereka, mereka menyusut air matanya, sangkanya, Ie Lip Tiong dan Ang Siao Peng sudah tenggelam didasar laut. Ternyata tidak, berita ini juga menggirangkan, mereka menghampiri dan bertanya : "Aha, kalian tidak mati ?"
Ie Lip Tiong menepuk-nepuk pundak orang itu dan berkata: "Kami dengan bantuan selembar kayu perahu terdampar kepulau ini, aya..., syukurlah kalau kalian juga masih hidup."
Rasa sedihnya si kakek nelayan timbul kembali dua tetes air mata jatuh dipasir, dia berkata: "Tapi, perahuku sudah tenggelam, bagaimana kami bisa melewatkan hari-hari kemudian?"
Ie Lip Tiong berkata: "Berapa harga nilai perahumu itu?" "Kubeli dengan harga sepuluh tayl."
Ie Lip Tiong memegang saku, ketika diombang ambingkan ombak, ternyata uangnya utuh, dikeluarkannya dua-puluh tayl diserahkan kepada si kakek nelayan dan berkata: "Inilah ongkos ongkos dan ganti uang perahu. Ambillah."
Sikakek nelayan itu bukanlah seorang yang serakah, penggantian uang yang begitu besar, tentu saja membuat dia bingung, dia tidak mau menerima, terengah-engah berkata: "Tidak... tidak perlu begini banyak..."
Ie Lip Tiong menjejal uang-uang itu ke dalam saku si kakek nelayan, dia berkata: "Terima sajalah, jangan malu- malu."
Si kakek nelayan menjadi girang hati, dengan adanya penggantian yang berlebih-lebihan ini. Dia bisa membeli dua buah perahu, tetapi wajah cerah itu hanya sekejap mata, kini teringat kedudukan mereka yang terjepit.
Anaknya yang bernama Tan Ceng tiba-tiba berkata kepada sang ayah: "Ayah, kita mempunyai banyak uang bisa membeli perahu. Tetapi tidak bisa pulang. Sama juga artinya dengan tidak ada uang."
Si kakek nelayan terkejut, pikiran anaknya ini ternyata lebih panjang, memandang kepada Ie Lip Tiong dan berkata: "Ya ! Apa kongcu bisa mengajak kami kembali kedaratan ?"
Ie Lip Tiong menunjuk kearah belakang kakek nelayan, disana tampak sebuah perahu besar datang. "Lihat! Disana ada perahu besar!" dia berkata.
Si kakek nelayan menoleh, betul saja tampak olehnya sebuah perahu besar berlayar datang, rasa girangnya tidak kepalang, membuka baju dan mengibar ibarkannya, dia berteriak :
"Tolong... tolong...!"
Ang Siao Peng tidak tahan geli, ia tertawa kecil dan berkata : "Sudahlah ! Jangan berteriak-teriak lagi. Perahu itu adalah perahu pulau Bola api. Perahu yang akan membawa kita ke daratan lagi."
Betul saja, tidak lama kemudian tampak kepala Oey Wie Kong nongol keluar dan berteriak : "Hayo ! Naik !"
Ie Lip Tiong dan Ang Siao Peng mengajak si kakek nelayan dan anaknya menaiki perahu besar itu.
Oey Wie Kong menoleh kearah si kakek nelayan. dengan sinar mata penuh pertanyaan bertanya : "Dari mana lagi munculnya dua orang ini ?"
Ie Lip Tiong menceritakan, kalau perahu yang disewa itu adalah punya si kakek nelayan itu, sedang perahunya sudah terdampar dan hancur.
Oey Wie Kong memberi perintah agar perahunya segera berangkat.
Maka, perahu Bola api menerjang ombak, berlayar meninggalkan pulau Bola api. Menuju kearah daratan.
Perahu itu tidak sehebat perahu hitam yang dimiliki oleh Co Khu Liong, perahu partay Raja Gunung adalah perahu besar yang istimewa.
Tapi perahu bola api itu juga cukup megah cukup menjamin keamanan mereka.
Oey Wie Kong berdiri digeladak perahu, matanya memandang jauh kedepan sikap yang seperti itu dipertahankan cukup lama, beberapa saat kemudian, tiba- tiba dia memanggil : "Ie Lip Tiong !" Ie Lip Tiong mengiyakan panggilan itu, berdiri dibelakang Oey Wie Kong dan bertanya: "Ada sesuatu yang hendak tocu tanyakan ?"
Tanpa menoleh kebelakang, dengan sikapnya yang dingin, Oey Wie Kong bertanya: "Dari mana asal usulnya Lo-san-cu itu ?"
Ie Lip Tiong menjawab: "Menurut apa yang boanpwe ketahui, dia mengenakan tutup kerudung muka berwarna hitam, ilmu kepandaiannya sukar dijajaki, dia menjadi pemimpin dari sebelas raja silat, maksud tujuan utamanya, adalah menguasai seluruh rimba persilatan. Gerakan yang pertama dimulai oleh cucu muridnya yang bernama Su- khong Eng, membunuhi anak murid dua belas partay besar, terakhir, cara-caranya semakin ganas, mengadakan pembesetan kulit manusia. Kulit-kulit itu dikeringkan, dan dapat diperjual belikan. Ia mempunyai banyak usaha usaha yang resmi dan juga yang tidak resmi. Cara-cara menyimpang dari dalih-dalih kemanusiaan, karena itu, bertentangan dengan motto semboyan Su-hay-tong sim- beng."
"Apa Su-hay-tong sim-beng tidak mempunyai kekuatan untuk menumpas mereka ?" tanya lagi Oey Wie Kong.
"Belum! Dengan kekuatan yang ada pada Su-hay-tong sim-beng disaat ini. Raja-raja Silat berjiwa ksatria hanya terdiri lima orang. Ditambah dengan sebelas Duta Istimewa berbaju kuning, kekuatan masih seimbang tidak mungkin berada dibawah kekuatannya, apalagi kita masih gelap dengan perkumpulan itu, demikianlah boanpwe diutus kemari hendak meminta bantuan Oey tocu."
Oey Wie Kong masih mengajukan pertanyaan lain, katanya :
"Dimanakah markas besar partay Raja Gunung?" Pertanyaan ini harus mendapat pemikiran yang masak- masak, adanya cucu Oey Wie Kong yang sudah jatuh kedalam tangan musuh membuat kekuatan penghuni pulau Bola api itu diombang ambingkan, demi menolong keselamatan dan jiwa Yan jie, mungkin juga Oey Wie Kong tertekuk lutut dibawah kaki Lo-san-cu, nah? Kalau sampai kejadian itu, adalah satu hal yang tidak menguntungkan Su- hay-tong sim-beng.
Bertolak belakang dari dalih yang diatas, kalau Oey Wie Kong menganggap dirinya berkekuatan hebat, menyelonong dan menyelinap masuk kedalam markas besar partay Raja Gunung, tentu saja tidak mudah berhasil itu waktu, rencana Su-hay-tong sim-beng akan digagalkan.
Menjaga rahasia golongan dan partay, Ie Lip Tiong menggelengkan kepala berkata:
"Gerak gerik partay Raja Gunung masih sangat misterius, sehingga disaat ini, Su-hay-tong sim-beng belum berhasil menemukan jejaknya."
“Nggg..." Oey Wie Kong berdehem. "Cukup! Terima kasih."
Ie Lip Tiong berkata :
"Kalau saja Oey tocu tidak bersedia bekerja sama dengan golongan pembeset kulit manusia itu, boanpwe mempunyai cara lain untuk menolong Yan jie.”
"Apa cara lain yang kau maksudkan ?" bertanya Oey Wie Kong.
Ie Lip Tiong berkata:
"Didalam perjalanan ketempat ini, boanpwe pernah menangkap salah satu anak buah partay Raja Gunung, orang itu membawa burung merpati, pelapor yang hendak memberitahu jejak perjalanan boanpwe, beruntung boanpwe bernasib bagus, boanpwe berhasil meringkusnya. Memaksa orang itu membuat laporan palsu diceritakan, kalau boanpwe sedang berada dalam perjalanan menuju kegunung Kiu lian, mencari jejak Pek-kut Sin-kun, mengambil bom Kiu ju Pek-kut lui. Bom Kiu ju Pek-kut lui adalah bahan peledak yang paling dahsyat, kalau saja bom peledak itu didapatkan oleh Su-hay-tong sim-beng, tentu tidak menguntungkan bagi partay Raja Gunung. Demikian laporan palsu itu, Hari dan waktu yang dijanjikan untuk bertemu digunung Kiu lian adalah tanggal satu bulan satu ditahun depan, menurut perkiraan boanpwe, kalau Lo-san- cu menerima laporan tersebut, pasti mengutus cucu muridnya yang bernama Su-khong Eng mengubah diri memalsukan boanpwe, mendahului perjalanan menuju kepuncak gunung Kiu lan, mengambil bom Kiu ju Pek-kut lui yang tidak ada. Maka boanpwe bisa berharap mencomot Su-khong Eng, memaksa Lo-san-cu menyerahkan Yan jie, membikin pertukaran tawanan perang. Mereka menawan Yan ji, kita menawan cucu murid ketua partay Raja Gunung itu, menurut apa yang boanpwe ketahui, Su-khong Eng adalah salah satu kekuatan inti partay Raja Gunung. Pasti Lo-san-cu bisa mengabulkan tuntutan kita."
Pemilik pulau bola api Oey Wie Kong bertanya : "Apa betul dipuncak gunung Kiu lian ada seorang tokoh silat yang bernama Pek-kut Sin-kun ?"
"Tidak ada." berkata Ie Lip Tiong. "Cerita itu hanya berupa isapan jempol belaka."
"Nah ! Mungkinkah Lo-san-cu mudah ditipu ? Mana dia mau sembarangan mengutus cucu muridnya pergi kesana ?"
Ie Lip Tiong berkata : "Tokoh-tokoh silat mandra guna tersebar diseluruh pelosok, bukan berarti semua harus diketahui orang. Mendapat laporan palsu itu, tentu saja Lo- san-cu ragu-ragu, lebih baik dia membikin penyelidikan yang pasti, daripada menyerahkan bom Kiu ju kut lui kepada Su-hay-tong sim-beng."
Oey Wie Kong mengeluarkan suara dengusan dari hidung, tidak menjawab dan meneruskan pembicaraan itu.
Menunggu lagi beberapa waktu, akhirnya Ie Lip Tiong bertanya: "Bagaimana pendapat Oey tocu ?"
"Rencanamu memang tidak buruk," berkata oey Wie Kong. "Tapi aku minta kepastian, bisakah kau meringkus Su-khong Eng ?"
"Mungkin bisa."
"Pasti ?" bertanya Oey Wie Kong.
"Walaupun tidak mempunyai pegangan kuat seratus persen, lolosnya rencana ini kecil sekali."
Oey Wie Kong berkata :
"Aku hendak meminta jaminan seratus persen atas keselamatan Yan jie. Terus terang, aku tidak mau membuat jiwa Yan jie dipermainkan."
Mengetahui tidak bisa mengajak Oey Wie Kong bekerja sama, Ie Lip Tiong mengundurkan diri.
Sesudah Oey Wie Kong mengantarkan Ie Lip Tiong dan Ang Siao Peng, dedengkot silat hebat itu melanjutkan perjalanannya seorang diri, menyelidiki jejak partay Raja Gunung.
Ie Lip Tiong membiarkan Oey Wie Kong bekerja sendiri, mengajak Ang Siao Peng, ia berjalan pergi.
"Siao Peng." berkata Ie Lip Tiong. "Sekarang sudah tanggal tujuh belas, tiga belas hari lagi akan berganti tahun." "Nggg..." berkata ang Siao Peng, "Kau hendak menuju kepuncak gunung Kiu Lian-san?"
"Tentu." berkata Ie Lip Tiong. "Menurut dugaanku, kalau Lo-san-cu hendak mengecek kebenaran dari laporan anak buahnya, pasti mengutus Su-khong Eng, kalau Su- khong Eng yang diberangkatkan, pasti tiba di puncak gunung Kiau Lian-san, satu hari dimuka dari waktu yang sudah ditetapkan. karena itulah, kita harus sudah bersiap sedia, menunggu kehadirannya di sana."
Demikianlah, Ie Lip Tiong mengajak Ang Siao Peng ke puncak gunung Kiu Lian-san.
Tanggal dua puluh sembilan menjelang akhir tahun. Kabut putih di puncak Kiu Lian-san masih belum buyar,
di saat matahari belum menongolkan kepala, di puncak
gunung Kiu Lian-san itu telah terpeta bayangan seorang kakek aneh berambut panjang.
Kakek aneh berambut panjang mempunyai dedak perawakan yang jangkung, memiliki wajah yang menakutkan dan seram, pucat pasi seperti mayat hidup, alisnya terjulur panjang, hidungnya mendongak keatas, sehingga memperlihatkan kedua lubangnya, kepada orang yang berdiri didepannya, tentu saja menyeramkan!
Begitu ia menggerakkan langkah kaki, jarak itu tiga kali jauh dari langkah manusia biasa.
Dia mengenakan jubah besar yang gedombrengan, berkibar-kibar, menaiki kepuncak gunung Kiu Lian-san.
Sesudah tiba dipuncak gunung Kiu Lian-san sikakek berambut panjang duduk bersila. Dari dalam kantong bajunya, ia mengeluarkan dua belas batang tulang-tulang, dibuatnya barisan, dan terakhir memeramkan mata. Tingkah laku yang seperti itu menyatakan dirinya sebagai seorang pertapa sakti sedang mengheningkan cipta, seolah-olah seorang dedemit luar biasa yang hendak membersihkan noda-noda.
Akhirnya, matahari muncul bergeleser dan berada di tengah awang-awang.
Dari pagi, sehingga siang, siang sehingga malam.
Hari berganti, tapi keadaan kakek aneh berambut panjang itu tiada bergeser setapak pun, satu harian penuh duduk di sana.
Di saat malam tiba, sesuatu bayangan meluncur kearah puncak gunung Kiu Lian-san, menuju kearah kakek aneh berambut panjang itu.
Dengan derap langkahnya yang ringan, ia sudah berdiri didepan sikakek aneh berambut panjang.
Siapakah bayangan yang baru datang ?
Wajah ini tidak asing bagi kita inilah wajah Duta Istimewa Berbaju Kuning nomor tiga belas dari Su-hay-tong sim-beng, wajah Ie Lip Tiong yang gagah perkasa.
Menampak keadaan sikakek aneh berambut panjang itu, melihat wajah sikakek berambut panjang yang menyeramkan, Ie Lip Tiong tertegun sebentar. Diperhatikannya beberapa saat, akhirnya maju setapak, memberi hormat dan berkata :
"Cianpwe, selamat bertemu !"
Si kakek aneh berambut panjang yang menakutkan itu membuka sedikit matanya, tapi dia tidak membuka mulut.
Ie Lip Tiong membuka suara lagi: "Cianpwe, bisakah numpang tanya? Bagaimana nama cianpwe yang mulia ?" "Sa Eng," jawab si kakek dipuncak gunung Kiu lian dengan singkat.
Ie Lip Tiong bertanya lagi: "Bisakah boanpwe mengetahui, bagaimana kependekaran cianpwe yang mulia?"
Dengan suaranya yang masih dingin dan kaku, kakek aneh berambut panjang itu menjawab: "Pek-kut Sin-kun."
"Ouw !" Ie Lip Tiong berteriak girang. "Pek-kut Sin-kun cianpwe, tentunya Pek-kut Sin-kun cianpwe sudah mengetahui, maksud tujuan dan nama boanpwe, bukan ?"
Pek-kut Sin-kun berkata : "Kau yang bernama Ie Lip Tiong ?"
"Betul," berkata Ie Lip Tiong. "Boanpwe mendapat tugas untuk mengambil sesuatu.
Pek-kut Sin-kun berkata : "Kehadiranmu lebih cepat satu hari dari waktu yang ditetapkan, menurut perjanjianku dengan Hong-lay Sian-ong, barang ini bisa diserahkan pada tanggal satu bulan satu."
Ie Lip Tiong berkata dengan suara patuh: "Demikianlah bengcu kami berpesan, tapi karena adanya sesuatu, agar tidak salah janji, boanpwe tiba lebih cepat satu hari. Mungkinkah cianpwe tidak bisa menyerahkannya ?"
"Tentu saja tidak." berkata Pek-kut Sin-kun. "Mengapa ?" bertanya Ie Lip Tiong.
"Aku belum pernah melihat dirimu. Mana aku tahu, kau Ie Lip Tiong palsu atau asli !" jawab Pek-kut Sin-kun.
"Aha, mengapa cianpwe berkata seperti itu ?"
"Karena, kau tidak menepati janji seperti yang ditentukan." "Boanpwe bersedia menunggu satu hari." Pek-kut Sin-kun diam.
Menunjuk kearah tulang-tulang didepan Pek-kut Sin-
kun, Ie Lip Tiong mengajukan pertanyaan: "Numpang tanya, benda inikah yang bernama bom Kiu ju Pek-kut lui?"
Pek-kut Sin-kun menganggukkan kepala dan berkata: "Tepat. Bom Kiu ju Pek-kut lui memiliki kedahsyatan yang luar biasa, melempar satu sudah cukup untuk menghancurkan sebuah kota."
"Begitu hebat ?" tanya Ie Lip Tiong.
"Tidak percaya ?" Pek-kut Sin-kun memperlihatkan sikapnya yang marah.
"Bisakah boanpwe menyaksikan kehebatan bom itu ?" Dengan lebih uring uringan Pek-kut Sin-kun berkata :
"Bom Kiu ju Pek-kut liu mempunyai nilai harga seribu tayl uang perak. Kau hendak menyaksikan kehebatannya,
serahkan dulu seribu tayl uang perak."
Ie Lip Tiong terkejut, cepat-cepat dia tertawa dan berkata: "Maaf! Boanpwe tidak berpikir sampai kesitu."
Dengan suara geram Pek-kut Sin-kun berkata: "Apa Hong-lay Sian-ong belum pernah bercerita kepadamu ?"
"Boanpwe hanya mendapat tugas untuk mengambil benda tersebut." jawab Ie Lip Tiong.
"Menurut perjanjian dengan Hong-lay Sian-ong, sudah ditetapkan harga bom Kiu ju Pek-kut liu, setiap buah seharga seribu tayl perak, apakah kau sudah membawa jumlah uang itu?"
Menganggukkan kepala, Ie Lip Tiong berkata: "Sudah.
Boanpwe ada membawa seratus tayl uang emas." Sambil berkata, Ie Lip Tiong mengeluarkan bungkusannya, menyodorkan uang emas yang dikatakan.
Pek-kut Sin-kun menerima bungkusan itu, dibuka dan diperiksa dengan teliti, betul-betul kepingan uang emas yang berharga. Hatinya menjadi girang, ia berkata: "Ambillah !"
Rasa girang Ie Lip Tiong tidak kepalang segera ia bisa mendapatkan sesuatu jasa besar. Bukan saja mengurangi kesempatan lawan sekaligus menambah kekuatan golongannya. Karena itu ia agak lengah.
Tiba-tiba saja, Pek-kut Sin-kun menjulurkan tangannya, memegang pergelangan tangan Ie Lip Tiong, pegangan itu keras bagaikan cakar setan. Dia telah berhasil menguasai keadaan. Singkatnya cerita, dia menangkap Ie Lip Tiong.
Ie Lip Tiong menjadi sangat kaget dia hendak lompat mundur. Tapi tidak keburu, karena dirinya sudah berada dibawah kekuasaan Pek-kut Sin-kun.
"Pek-kut Sin-kun cianpwe," Ie Lip Tiong berteriak curiga, "Apa maksud seperti ini?"
Pek-kut Sin-kun tertawa dan berkata :
"Apa maksudnya? Harus tanya kepada dirimu sendiri." Kekuatan Pek-kut Sin-kun memang hebat luar biasa,
menyalurkan kekuatan tenaga pada pergelangan tangan
sang lawan, dia berhasil menguasai seluruh situasi keadaan.
Sekujur tubuh Ie Lip Tiong menjadi lemas, lenyaplah inti kekuatan tenaganya. Segera dia mengajukan pertanyaan :
"Mengapa cianpwe hendak mempermainkan orang ?" Pek-kut Sin-kun tertawa dan berkata : "Siapa yang mempermainkan orang ? aku atau kamu ? Karena itulah aku menangkapmu, masih belum tahu sebabnya ?"
"Boanpwe masih belum tahu."
"Kalau kulepaskan pegangan ini, kau segera bisa melarikan diri, bukan ?"
"Mengapa boanpwe harus melarikan diri?" "Karena kau bukan Ie Lip Tiong."
Wajah Ie Lip Tiong berubah, tapi berusaha menahan situasi keadaan, ia berkata :
"Boanpwe Ie Lip Tiong utusan Su-hay-tong sim-beng." "Kukira bukan," berkata Pek-kut Sin-kun.
"Boanpwe Ie Lip Tiong." menjelaskan Ie Lip Tiong.
"Bukan." lagi-lagi Pek-kut Sin-kun membantah. "Kukatakan, Bukan! Sudah tentu bukan."
"Ah..." Ie Lip Tiong mengeluh.
Dengan dingin Pek-kut Sin-kun berkata: "Aku bisa membuktikan, kalau kau bukanlah Ie Lip Tiong."
"Tidak mungkin." berkata si pemuda. "Boanpwe betul- betul adalah Ie Lip Tiong."
Pek-kut Sin-kun melepaskan pergelangan tangan Ie Lip Tiong, tapi sebelumnya, dia sudah menotok jalan darah Ie Lip Tiong. Si pemuda jatuh ngusruk, numpra di depan dirinya.
Sesudah itu, dengan sikap yang tenang, Pek-kut Sin-kun mengusap wajah sendiri, maka lenyaplah wajah yang seram itu berganti dengan sebuah wajah yang tampan dan ramah. Itulah wajah Ie Lip Tiong juga. Ie Lip Tiong kembar ?
Perkembangan cerita sampai disini, mungkin para pembaca bisa menduga, yang mana Ie Lip Tiong asli. Dan yang mana Ie Lip Tiong palsu.
Pek-kut Sin-kun adalah samaran Ie Lip Tiong.
Sedangkan Ie Lip Tiong yang hendak meminta bom Kiu ju Pek-kut lui dari tangan Pek-kut Sin-kun, tentu saja Su- khong Eng.
"Aaa...!" Su-khong Eng mengeluarkan suara jeritan tertahan.
"Ha ha...!" Ie Lip Tiong tertawa. "Masih berani menyangkal lagi ?"
Bertemu dengan musuh bebuyutan, Su-khong Eng menghela napas, apa daya, dia sudah jatuh kedalam tangan Ie Lip Tiong, jiwanya pasrah.
Sedari munculnya si pemuda misterius berbaju hitam Su- khong Eng, Ie Lip Tiong sudah dikambing hitamkan.
Hampir saja Ie Lip Tiong mendapat hukuman penggal, kalau tidak ada Can Ceng Lun yang membantu.
Ie Lip Tiong menaruh dendam yang besar kepada Su- khong Eng.
Lebih daripada itu, untuk memperebutkan Ai Ceng, Ie Lip Tiong juga menaruh dendam yang besar.
Dikala Ie Lip Tiong dipenjarakan didalam markas besar partay Raja Gunung, Ie Lip Tiong telah mendapat hinaan- hinaan dan pukulan-pukulan Su-khong Eng. Dendam ditambah !
Dunia sudah berputar, kini Su-khong Eng jatuh kedalam tangan Ie Lip Tiong. Mengingat adanya dendam lama itu, kemarahan Ie Lip Tiong tidak bisa dibendung, dia menjenggut rambut sang seteru, dilemparkannya keatas batu.
Buk... Su-khong Eng berjungkir balik.
Ie Lip Tiong masih belum puas diangkatnya pula, digebuknya, dan dilempar jauh.
Buk... bak... buk... bak.
Tangan dan kaki Ie Lip Tiong berpacu, memukul musuh yang dibenci.
Didalam keadaan tidak berdaya, Su-khong Eng menerima bogem mentah.
Jatuh jungkir balik beberapa kali, Su-khong Eng telah bermandikan darah.
Disaat ini muncul Ang Siao Peng, melihat keadaan Su- khong Eng yang begitu mengenaskan, diapun tidak tega, menghadang di depan Ie Lip Tiong dan berkata: "Daripada kau menyiksa orang seperti ini, lebih baik bunuh sajalah dia."
Ie Lip Tiong berkata: "Dia adalah buronan Su-hay-tong sim-beng, harus mendapat hukuman dari Su-hay-tong sim- beng, itu waktu akulah yang akan membunuhnya."
Ang Siao Peng berkata: "Dengan cara-cara kamu yang memukul orang seperti ini, kukira dia bisa terpukul mati."
Ie Lip Tiong bisa merasakan, kalau langkah dan cara- caranya itu lebih dari keterlaluan, wajah Su-khong Eng sudah matang biru, bengap bibirnya bercucuran darah, bekas terguling-guling terdapat goresan darah, napasnya sudah hampir putus, karena itulah Ie Lip Tiong menghentikan gerakan tangannya, memandang Ang Siao Peng dan berkata : "Didalam penilaianmu, kau anggap aku sebagai seorang manusia kejam ?"
"Agak kejam," berkata ang Siao Peng terus terang. "Ini bukan berarti aku berdiri di pihaknya. Demi prikemanusian, kukira sudah waktunya kau menghentikan tangan."
Ie Lip Tiong berkata : "Dia membunuh anak murid lima partay besar, kesalahan dijatuhkan kepadaku, kemudian membunuh ketua partay Hoa-san-pay dan Bu-tong-pay, menggunakan wajah samaranku. terlebih-lebih jahat lagi, oleh karena ini hampir aku mati karena fitnah jahatnya..."
Ang Siao Peng memotong pembicaraan itu, dia berkata: "Mengapa kau tidak membawanya ke markas besar Su-hay- tong sim-beng saja ?"
"Hanya Su-hay-tong sim-beng yang berhak menentukan mati hidupnya Su-khong Eng, maka kita bawa kesana." berkata Ie Lip Tiong.
"Nah ! Lebih baik kita berangkat segera berangkat."
Ie Lip Tiong dan Ang Siao Peng membawa Su-khong Eng turun dari puncak gunung Kiu lian, sesudah menyembunyikan orang tawanan itu di dalam semak- semak. Ie Lip Tiong mencari kereta.
Sungguh kebetulan, dari jauh lari mendatang sebuah kereta. Segera Ie Lip Tiong menghadangnya.
Kusir kereta adalah seorang kakek berumur sekitar lima puluhan, mengetahui ada orang yang melintang di jalan dia menghentikan keretanya. Dan berkata: "Apakah kau hendak menyewa keretaku ?"
"Kami hendak melakukan perjalanan jauh. Mungkin memakan waktu yang berbulan-bulan. Bagaimana kalau kubeli saja keretamu ini ?" "Oo..." tukang kereta bungkam.
"Lotiang." panggil lagi Ie Lip Tiong. "Tentunya suka kepada kereta baru, dari kereta bekas, bukan? Bagaimana kalau kubeli dengan harga kereta baru ?"
"Harga kereta baru ?"
"Ya. Berapa harga sebuah kereta yang baru gres ?" "Harga sebuah kereta yang paling baru berkisar di antara
dua tayl perak, ditambah seekor kuda, kukira bernilai tiga- puluh tayl. Tuan berani menggantikan uang ini ?" Seolah- olah si tukang kereta merasa dipermainkan.
Ie Lip Tiong tidak banyak bicara dikeluarkan tiga puluh tayl uang perak, dilempar kepada sang kusir. "Nah! Beli lagilah kereta yang paling baru," Katanya sungguh- sungguh.
Tukang kereta itu memeriksanya beberapa saat, sikapnya masih kurang yakin akan menemukan kejadian seperti itu. Tapi sesudah mengetahui pasti, kalau itu adalah kenyataan, tanpa mengucapkan perkataan lagi, ia lompat dari kereta lari kearah kota. Agaknya ia takut kalau Ie Lip Tiong menyesal, karena membeli sebuah kereta butut dengan nilai harga kereta baru yang sudah dibesar-besarkan.
Lain pikiran situkang kereta, lain lagi yang dipikirkan jago kita. Ie Lip Tiong berani membeli sebuah kereta butut dengan harga tinggi, demi penilaian dan kepentingan Su- hay-tong sim-beng, tertangkapnya Su-khong Eng harus dirahasiakan. Sebagai Ie Lip Tiong asli, dia hendak mengubah diri menjadi Ie Lip Tiong samaran Su-khong Eng, dengan lain arti dia hendak mendatangi markas besar Partay Raja Gunung. Berulang kali Su-khong Eng menyamarkan diri sebagai dirinya. Apa salahnya kalau ia menggunakan tipu yang sama untuk menghadapi balik ?
Tanpa samaran sama sekali, Ie Lip Tiong boleh bertepuk dada didepan klik Partay Raja Gunung dan berkata : "Nah! aku adalah Ie Lip Tiong samaran Su-khong Eng !
Tipu muslihat lihay, bukan ?
Hal ini segera dirundingkan baik dengan Ang Siao Peng. Mereka mengadakan perpisahan. Kalau Ie Lip Tiong meneruskan perjalanan menuju kedaerah Wan Shia, maka sigadis membawa Su-khong Eng menuju kearah markas besar Su-hay-tong sim-beng.
Tiga hari kemudian, Ie Lip Tiong tiba disebuah kota yang bernama Tek-hian.
Kota Tek-hian adalah kota strategis, menurut dugaan Ie Lip Tiong. Ia bisa mengadakan kontak hubungan dengan kesatuan gerakannya di kota ini. Maka mencari rumah penginapan.
Siapa yang bisa dijumpai dikota ini ? Mungkin Hong-lay Sian-ong, atau duta-duta besar berbaju kuning lainnya. Dimisalkan ia bisa menjumpai Hong-lay Sian-ong, maka ia bisa memberi tahu akan hasil penangkapan Su-khong Eng dan sekalian memberi tahu rencana berikutnya
Ie Lip Tiong berjalan melamun sambil menundukkan kepalanya, memandang tanah jalanan.
Disaat yang bersamaan, dari arah depan Ie Lip Tiong berjalan seseorang, orang itu mengenakan pakaian pelayan rumah makan, jalan dengan tergesa-gesa, seolah-olah hendak ngejar waktu. Tanpa bisa dielakkan, kedua manusia yang sedang kekurangan konsentrasi berjalan itu saling tumbuk menjadi satu.
"Aaa..."
"Hei..."
Kedua duanya terkejut dan sadar dari lamunan mereka. Ie Lip Tiong merentangkan kedua matanya lebar-lebar,
memperhatikan orang yang menubruk dirinya itu.
Demikianpun sang pelayan rumah makan ia mendelikkan mata seraya membentak :
"Hai! Mengapa berjalan di tengah-tengah keramaian kota seperti ini ? Tidak membawa mata ?"
Tidak mudah menemukan pelayan yang berani berlaku galak, kecuali pelayan dari orang orang bangsa gedean.
Ie Lip Tiong menyamar dan berpakaian seperti orang kampung, tapi orang kampung yang berisi dan berkepandaian tinggi. "Siapa yang tidak punya mata ?" Ia balik membentak.
Seseorang yang berani berlaku galak lebih galak kepada orang galak menandakan kedudukannya yang lebih tinggi setidak-tidaknya berkepandaian silat tinggi. Tidak peduli kedudukan tinggi atau berkepandaian silat tinggi, hal itu bukan suatu hal yang wajar. Inilah suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal.
Si pelayan sudah membawakan sikapnya yang ganas, pun masih belum kuat untuk menjadi dirinya sebagai wakil yang ditakuti. Sebagai orang yang pandai membawa diri dan bisa cepat membedakan situasi, melihat gelagat yang kurang baik, diapun ciut nyali. Segera mengubah wajahnya yang garang, wajah dengan hati yang masih penasaran, dia tidak berani meneruskan persengketaannya. Dengan mengeluarkan suara dengusan dihidung, dia membalikkan badan dan ngeloyor.
Tanpa disadari, sebuah bungkusan jatuh dari bawaan orang itu.
"Hei !" Ie Lip Tiong meneriakinya. "Barang beracunmu itu jatuh ketinggalan."
Wajah sang pelayan berubah, cepat-cepat mengambil bungkusannya yang jatuh, tanpa mengucapkan terima kasih, dia ngiprit pergi. Menikung kekiri dan memasuki sebuah rumah penginapan.
Rumah penginapan dan rumah makan Ka pin. Demikian bunyi merek rumah penginapan itu.
Kebetulan Ie Lip Tiong sedang membayangkan sebuah rumah penginapan yang merangkap usaha rumah makan, langkah kakinya diayun kerumah penginapan yang sama.
Seorang pelayan datang menghampirinya. "Tuan hendak menyewa kamar ?" sapanya dengan sikap hormat.
"Masih ada kamar keluarga yang bersih?" Ie Lip Tiong hendak mempemudah diirnya, maka meminta kamar keluarga, agar tidak perlu keluar masuk kamar untuk membersihkan diri. Biasanya, rumah penginapan yang seperti itu menyediakan kamar mandi dan WC yang jauh. Kecuali kamar keluarga yang dikompliti dengan kamar mandi langsung.
"Hari ini rumah penginapan kami banyak kedatangan tamu," kata sang pelayan tersungging senyuman. "Kamar- kamar keluarga sudah terisi semua."
"Baiklah," Ie Lip Tiong mengalah. "Sediakan saja kamar biasa. Tapi yang bersih ya." Sang pelayan membawanya ke salah satu kamar, mendorong pintu dan berkata: "Bagaimana keadaan kamar ini ? Apa tuan setuju ?"
"Agak kurang penerangan." Setelah memeriksa sebentar, Ie Lip Tiong menolak. "Aku menghendaki kamar yang tembus sinar matahari."
Pelayan mengajaknya pindah tempat, membuka pintu lain kamar dan menyilahkan tamunya masuk lebih dahulu. "Kamar ini berjendela kaca," dia memberi keterangan. "Sangat cocok dengan selera tuan, bukan ?"
"Sayang kurang bersih." Lagi-lagi Ie Lip Tiong menolak.
Demikian Ie Lip Tiong menjelajahi seluruh kamar dari rumah penginapan itu, akhirnya dia memilih kamar yang tidak jauh dari kamar mandi, letak kamar satu deret dengan kamar-kamar keluarga.
"Rumah penginapan kaLian-sangat laris, he ?" berkata jago kita sambil membaringkan diri di bangku panjang.
od—wo