Raja Gunung Jilid 3

Jilid 03

Disaat perkenalan Ie Lip Tiong dengan Ang Siao Peng, kedudukan sebagai Duta Istimewa nomor tiga belas belum kokoh, karena itu, ia menggunakan nama Sian koan Wie.

Tampak Ang Siao Peng melancipkan bibirnya, dengan tertawa ia berkata :

"Sudah tidak kenal?"

Tangan Ie Lip Tiong dimajukan, dengan maksud menjambret cabikan baju duta istimewa berbaju kuning, ia berteriak:

"Kembalikan kepadaku!" Cepat-cepat Ang Siao Peng menyembunyikan sobekan kain itu, ia mundur dua langkah, dan bergoyang tangan, katanya:

"Dilarang keras!"

Dengan tertawa Ie Lip Tiong berkata:

"Tanda sobekan duta berbaju kuning itu sudah kehilangan harganya, apa guna kau simpan terus menerus?"

Dengan berhati-hati, seolah-olah menyimpan benda pusaka, Ang Siao Peng mengantongi sobekan baju duta istimewa berbaju kuning, dengan bangga ia berkata:

"Inilah tanda mata dari seorang tokoh silat maha sakti, akan kusimpan."

Ie Lip Tiong juga tertarik pada gadis cilik ini, ia bertanya:

"Hei, kau mengikuti toaci dan jiecimu disini?"

"Ya," berkata ang Siao Peng, "Dengan maksud bisa melihat wajah aslinya tokoh silat yang berani mencemarkan nama pendekar pedang duta Siang koan Wie."

Ie Lip Tiong memberi penjelasan:

"Dahulu, kedudukanku belum kuat, kalau kuberi tahu nama asliku, kau pasti tak percaya, kalau aku adalah diantara satu dari duta berbaju kuning. Karena itu, aku memalsukan Siang koan Wie, kuharap saja kau tidak marah."

Ang Siao Peng tertawa-tawa, tentu saja dia tidak marah.

Ie Lip Tiong duduk kembali, ditepuk-tepuknya tempat di sebelah dan berkata:

"Mari duduk! Mau bercakap-cakap." "Kau hendak menggunakan muslihat?" berkata ang Siao Peng. “Mau merebut kembali sobekan baju emasmu? Hua! Kalau betul-betul kau mempunyai niat jahat yang seperti itu, aku bisa berteriak minta tolong."

"Jangan mempunyai pikiran yang sejauh itu," berkata Ie Lip Tiong. "Duduklah dengan tenang tenang. Pasti tidak kurebut kembali."

Dengan senang, Ang Siao Peng duduk di sebelah Ie Lip Tiong. Tapi tidak berani terlalu dekat. Wajahnya menjadi agak kikuk, agak malu sikapnya terasa tegang. Berulang kali dia memainkan rambutnya yang terurai, membuat alisnya yang lentik itu berjengkit-jengkit.

"Tentunya kau tidak senang," ia berkata. "Aku sangat senang, karena bisa berjumpa kembali."

"Bohong." Ang Siao Peng menjebikan mulut "Kalau betul-betul kau punya pikiran seperti itu seharusnya kau selalu terkenang padaku. Tapi kenyataan tidak. Bayanganku sudah dilupakan."

"Siapa yang bisa melupakan?" berkata Ie Lip Tiong. "Sulit melupakan wajahmu."

"Bohong! Di saat kau sedang makan-makan tadi, mengapa tidak pernah menanyakan soal diriku?"

"Ingin sekali aku bertanya kepada kedua ciehumu itu, tetapi takut ditertawakan oleh mereka."

"Aha? Sebagai pendekar muda yang romantis, Ie Lip Tiong juga masih bisa malu?"

"Oh! Kalau seorang romantis yang tidak tahu malu, apa pula jadinya?"

"Hei!" berkata ang Siao Peng. "Beritahu padaku, berapakah jumlah gadis yang kau suka?" "Dua!" Ie Lip Tiong menjulurkan dua jari. Wajah Ang Siao Peng berubah.

Tubuhnya yang sudah digeser dekat itu, menjauh lagi.

Dengan tertawa paksa, katanya:

"Romantis! Hebat! Kukira kedua kekasihmu itu sangat cantik bukan?"

Ie Lip Tiong senang menggoda gadis yang seperti Ang Siao Peng, menganggukkan kepala dan berkata:

"Tentu saja, kalau tidak cantik, mana mungkin menjadi gadis idamanku."

Tiba tiba, Ang Siao Peng bangkit dari tempat duduknya, ia berkata:

"Aku harus membantu kedua ciciku lagi, maafkan mereka sedang membutuhkan tenagaku."

Secepat itu pula, Ie Lip Tiong sudah menarik tangan Ang Siao Peng, ia berkata:

"Jangan terburu-buru. Duduklah."

"Tidak!" Ang Siao Peng berontak. Tetapi tidak berhasil. "Duduklah!" Ie Lip Tiong mendudukkan Ang Siao Peng

ditempatnya semula.

"Tidak!" berteriak Ang Siao Peng.

"Bisa berontak dari peganganku?" berkata Ie Lip Tiong tertawa.

Ang Siao Peng membanting-banting kaki, katanya: "Aku akan berteriak nih!"

"Teriak sih boleh. Tapi sesudah aku menceritakan tentang kedua gadis idamanku itu, maukah kau mendengarnya?" "Tidak mau!" berkata ang Siao Peng sedih.

Ie Lip Tiong masih tidak mau melepaskan pegangan orang, ia berkata:

"Jangan kau cepat marah. Maksudku dua gadis idaman itu nyatanya bohong! Satupun tak ada yang kumiliki."

"Obrolan kosong!"

Ie Lip Tiong berkata lagi:

"Gadis idamanku yang pertama bernama Ai Ceng, dia adalah putri Ai-pek-cun. Kau tahu? Ai-pek-cun adalah murid Lo-san-cu. Kedudukan mereka tidak segaris dengan haluan jalan kita. Maka mereka sedang berusaha mencari jejakku dan membunuhku. Kukira jodohku dengan Ai Ceng tidak mungkin bisa terlaksana."

"Tapi kau masih mempunyai jodoh kedua."

"Perjodohanku yang kedua ini juga bisa mengalami kegagalan."

"Mengapa?"

"Gadis idamanku yang kedua bernama ang Siao Peng, kukenal dia dipuncak gunung Kiu ko leng. Cantiknya seperti bidadari kayangan. aku sedang mengidam idamkan dirinya, tapi ia tidak mau, ia sedang berusaha lari jauh. Hei, hei... bisakah perjodohan ini diteruskan?"

Deburan jantung Ang Siao Peng bergerak dengan lebih cepat, kedua pipinya menjadi merah, semakin botoh, berita ini adalah menggirangkan dirinya, juga mengejutkan dirinya.

"Bohong!" ia berteriak. "Aku bukanlah gadis idamanku."

Ie Lip Tiong menghela napas, dan dengan perlahan ia berkata: "Seperti apa yang kuduga, kau tidak bersedia menjadi kawan hidupku. Baiklah. Kini kau boleh membantu kedua cicimu lagi"

Ang Siao Peng bangkit hendak meminta diri, sesudah mendapat proses penjelasan Ie Lip Tiong ia malu, berangkat atau tidak? Itulah keputusan yang menyulitkan.

Sigadis lincah tidak kehabisan akal, dia memencet hidungnya sendiri, membalikkan badan dan berangkat pergi

Ie Lip Tiong tertawa perlahan, membalikkan diri kearah pohon impian lagi, mengatupkan sepasang mata, mengenang masa-masa yang lalu.

Tidak berapa lama, semacam bau yang merangsang hidung, terdengar kembali suara ang Siao Peng yang tertawa cekikikan:

"Hei, kedua ciciku, sudah membenah benahi perabot, tidak membutuhkan pertolonganku lagi"

Ie Lip Tiong masih mengatupkan sepasang matanya, ia bertanya tertawa:

"Oh, begitu."

Ang Siao Peng menggunakan tangannya, menggoyang- goyangkan tubuh Ie Lip Tiong yang sedang bermalas- malasan, sigadis berkata:

"Bangun! Akan kuajak kesuatu tempat yang bagus." "Dimana?" Ie Lip Tiong bangun dari tempatnya.

Seolah olah membawa sikapnya yang serius, Ang Siao Peng berkata:

"Ikut sajalah, segera kau tahu."

Sesudah itu, Ang Siao Peng mengajak Ie Lip Tiong memasuki pohon pohon, menyelusupi daun-daun yang rimbun. sebentar kemudian, mereka sudah berada disebelah tebing, jauh didepan mereka, awan awan bergelombang, itulah pemandangan yang sangat indah.

Tiba-tiba,   Ang Siao Peng menyeret Ie Lip Tiong menerjunkan diri kebawah tebing itu!

Ie Lip Tiong berteriak kaget:

"Hei..."

Secepat itu pula kakinya menginjak batu, ternyata dibawah tebing itu terdapat batu pelataran, bentuknya seperti tempat strategis untuk mereka berkasih kasihan.

"Tempat ini yang kau maksudkan?" berseru Ie Lip Tiong.

"Bagaimana penilaianmu?" bertanya ang Siao Peng. Dia menuju kedepan menunjukkan jari kearah awan dan berkata:

"Lihat! Kadang kala kau bisa menemukan seekor naga, atau seekor burung, atau macan, atau kuda dengan alat jokinya. Itulah perubahan awan ditebing puncak gunung Lu-san."

"Lebih daripada itu”, berkata Ie Lip Tiong. "Yang penting, ditempat ini sulit orang menemukan kita."

Kata kata Ie Lip Tiong memasuki lubuk hati Ang Siao Peng, wajahnya merah lagi. Membanting banting kaki ia berkata:

"Genit!"

Ie Lip Tiong semakin berani merangkul pinggang Ang Siao Peng yang ramping, perlahan lahan mendekatkan bibirnya kepada bibir gadis itu.

Ang Siao Peng berusaha untuk mengelakkan ciuman, menengadah kebelakang, dengan sengal sengal ia berkata: "Jangan... jangan..."

Tapi bibir Ie Lip Tiong sudah menutup pembicaraannya.

Gelombang awan awan berjalur, seperti saling kejar mengejar.

Angin berhembus melewati mereka.

Sepasang kekasih itu sedang bercumbu rayu, merasa kesenangan dunia.

Didalam pertempuran keras Ie Lip Tiong pandai menggunakan senjata. Dalam pertempuran otak Ie Lip Tiong pandai mengilmiah pikirannya. Dan didalam pertandingan asmara Ie Lip Tiong juga pandai menggunakan lidah bibirnya. Didalam keadaan yang seperti itu, berapa cepat perputaran dunia tidak mungkin dirasakan oleh kedua insan tersebut.

Terlalu lama kedua bibir bersentuhan akhirnya terpisah juga. Hanya kedua tubuh mereka yang masih saling rangkul.

Tangan Ie Lip Tiong yang romantis memainkan rambut Ang Siao Peng, perlahan-lahan menjuluri tengkuknya, mengelus elus mata dan wajahnya, membopong tubuh gadis tersebut.

Ang Siao Peng menerima cinta pertama menundukkan kepala dileher Ie Lip Tiong, tidak berani menentang sepasang sinar mata si pemuda.

"Siao Peng." Ie Lip Tiong berbisik. "Tahukah kau, betapa cintaku?"

"Huh!" berkata ang Siao Peng. "Kepada setiap wanita, kau katakan ucapan ucapan ini?"

"Hei... aku mana mempunyai itu peluang waktu? Seperti apa yang kau tahu, aku repot sekali." "Sudahlah! Siapa yang tidak tahu pendekar romantis Ie Lip Tiong?"

"Itulah cerita sebelum kematian ayahku." berkata Ie Lip Tiong. "Sebagai putra seorang ketua partay, aku terlalu dimanja-manjakan."

"Eh, bagaimana dengan nona Ai Cengmu itu?" "Sebetulnya,   sifatku   hanya   bermain-main   saja.   aku

hendak menggunakan kedudukannya menyelidiki keadaan

musuh. Tidak kusangka, pergaulan itu melekat, dan terjadi saling cinta. Dalam keadaan itu, sesudah kita mengetahui kedudukan masing masing, sulit membikin penyesalan."

"Ha, kalau Ai-pek-cun bersedia menikahkan putrinya kepadamu, apa putusanmu?"

"Sudah jamak kalau seorang pria mempunyai istri lebih dari satu. aku tidak ingin sampai tiga atau empat orang, tapi kalau beristri dua, aku masih bersedia."

"Pui"

"Maksudmu, sekaligus, aku hendak memperistrimu dan Ai Ceng."

"Pui! aku tidak mau menikah denganmu." "Kau tidak mau? aku bisa merampas." "Merampas? aku bisa lari."

"Mau lari? kukejar!"

Mengetahui tidak mungkin Ang Siao Peng bisa mengelakkan kejaran Ie Lip Tiong, ia memukul-mukul dada pemuda itu dengan kolokan ia berkata:

"Kau berani? Kupukul!" Ie Lip Tiong sedang mencicipi serangan asmara. Dibawah puncak gunung Lu-san, jauh darinya terdengar satu teriakan:

"Ie Lip Tiong tatsu, dimana kau berada?" Itulah suara Lu Ie Lam.

Ie Lip Tiong tersentak kaget, tapi tidak menyahut atas panggilan itu. Dia masih senang mengecupi bibir Ang Siao Peng.

"Ie Lip Tiong Tatsu." terdengar lagi suara panggilan Lu Ie Lam. "Dimana kau berada?"

Ie Lip Tiong tidak menggubris panggilan panggilan itu, kesenangannya merasa terganggu, dia masih meneruskan indehoy.

Ang Siao Peng merasa terganggu, karena adanya panggilan-panggilan itu, mendorong Ie Lip Tiong dan berkata:

"Hei, kau dipanggil oleh Chiehu."

Berkali-kali Ie Lip Tiong mengecupi muka tersebut, sesudah betul betul merasa puas, menarik tangan Ang Siao Peng, dia berkata:

"Mari kita temukan."

Di rumah bambu itu sudah berkumpul banyak orang, mereka adalah ketua Su-hay-tong sim-beng, Hong-lay Sian- ong, raja silat Bu Eng Raja silat Bu Kiat, raja silat Bu Hiap, raja silat Bun Kun, dan raja silat Ong Hiam Leng.

Ie Lip Tiong terkejut, cepat cepat melepaskan tangan yang memegang Ang Siao Peng, memberi hormat kepada raja raja silat tersebut. Di antara raja silat yang berada di tempat itu, kedudukan Hong-lay Sian-ong menduduki tempat teratas, segera ia membuka suara:

"Kau kembali karena mendengar panggilan Lu Ie Lam tatsu dan Siang koan Wie tatsu?"

"Ya." Ie Lip Tiong menganggukkan kepala "Tentunya bengcu ada perintah baru?"

Hong-lay Sian-ong tidak menjawab pertanyaan Ie Lip Tiong, dia balik bertanya:

"Mengapa kedua orang itu tidak turut?"

Wajah Ie Lip Tiong menjadi merah, tertawa cengar cengir dan berkata:

"Hanya terdengar suara panggilan Lu Ie Lam tatsu, di saat kita naik keatas tebing kita sudah kehilangan jejaknya. Entah ke mana mereka pergi."

Hong-lay Sian-ong bisa mengerti akan adanya sesuatu, ia tertawa dan tidak menyalahkan Ie Lip Tiong.

Di saat ini, Raja Silat Hong Siang Leng segera berkata: "Bah! Sesudah mendengar panggilan Lu Ie Lam tatsu,

mengapa   kau   tidak   memberi   jawaban?   Tentu sedang

berkasih-kasihan, dengan anak gadis orang?" Raja Silat ini adalah kakek guru Ie Lip Tiong.

"Bukan... bukan..." cepat cepat Ie Lip Tiong

menyangkal, "Teecu hanya melihat, melihat gulungan awan bersama sama nona ang Siao Peng."

"Bohong" bentak Hong Siang Leng. "Apa bagusnya awan itu dilihat?"

Ie Lip Tiong berkata : "Teecu jarang mendapat kesempatan yang seperti itu, hari ini betul menakjubkan! Tidak sedikit perobahan- perobahan awan, terkadang bagai macan galak hendak menerkam, dan sesudah itu..."

"Cukup!" bentak sang kakek guru.

Ie Lip Tiong menutup ocehannya, ia tidak berani banyak bicara.

Hong-lay Sian-ong menyipitkan kedua matanya dan berkata:

"Ie Lip Tiong tatsu, kita telah mendapat kesepakatan, Su- hay-tong sim-beng mengeluarkan perintah Pang ceng lin, menginstruksikan kepada semua golongan golongan dan partay partay yang bernaung dibawah panji kebesaran kita diharap kehadiran mereka digunung Kiu Hoa-san. Yang ditetapkan pada tanggal satu bulan dua. Bagaimana pandanganmu tentang putusan ini ?"

Ie Lip Tiong berkata:

"Tanggal satu bulan dua ditahun depan? waktu tinggal dua setengah bulan lagi..."

"Ya" berkata Hong-lay Sian-ong "Jumlah partay partay itu tidak sedikit, tersebar diseluruh pelosok, dan kita harapkan turut hadirnya empat belas ketua partay dan golongan, inilah pekerjaan yang sulit, hanya, waktu dua bulan setengah, mungkin tidak cukup, menurut perhitunganku, ditambah dengan para ketua partay, kekuatan kita masih belum cukup untuk mengimbangi kekuatan partay Raja Gunung. Maksudku, menggunakan kesempatan ini hendak menambah tenaga-tenaga tertentu."

Ie Lip Tiong memandang ketua perkumpulan itu, ia bertanya: "Bengcu hendak memberi tugas untuk mencari jejak raja silat Bu Hiong, Raja Silat Bu Houw, Raja Silat Bu Su, dan dua raja silat lainnya lagi?"

Hong-lay Sian-ong menggoyangkan kepala dan berkata : "Keenam orang itu tidak perlu kita ragukan, dimisalkan

mereka tidak membantu Su-hay-tong sim-beng, tidak mungkin mereka membantu partay Raja Gunung. Yang kukawatirkan, adalah tokoh-tokoh silat yang menjalankan politik netral, kekuatan kekuatan ini harus kita tarik. Dimisalkan tidak, kalau sampai terbetot oleh partay Raja Gunung, kedudukan kita lebih sulit."

Ie Lip Tiong memiliki catatan catatan yang komplit dan tokoh tokoh silat yang ada dirimba persilatan, segera ia berkata:

"Rimba persilatan dimasa ini, untuk tokoh tokoh silat yang merendengi kedudukan raja raja silat hanya dua orang, yang kesatu adalah Oey Wie Kong dari pulau Bola api. Dan satu lagi adalah Ban lian hiong Sie Bun To."

"Ya!" membenarkan Hong-lay Sian-ong. "Bian lian hiong Sie Bun To tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap. Untuk sementara tidak mudah menemukan jejaknya, untuk Oey Wie Kong dari pulau Bola api, mengasingkan diri, kalau saja mengutus seseorang, sangat mudah membujuknya."

Ie Lip Tiong berkata :

"Oey Wie Kong dari pulau Bola api telah kalah mengukur kekuatan di daerah Tiong lam, pada tiga puluh tahun yang lalu, dia memiliki ambisi besar, maksudnya hendak berkuasa di daerah Tiong goan, karena itu pernah bertempur dengan Bengcu sehingga tiga hari tiga malam, akhirnya bengcu berhasil mengalahkan. Karena itu, pernah dia berjanji, dia hendak mengalahkan Bengcu kembali. Kini bengcu ada niatan untuk meminta bantuannya, kukira agak sulit."

Dari dalam saku bajunya, Hong-lay Sian-ong mengeluarkan sepucuk surat, diserahkan kepada Ie Lip Tiong dan berkata:

Didalam surat ini telah menyatakan permintaan maafku. Kukira dia masih bisa dibujuk. Dimisalkan menolak membantu usaha-usaha partay Raja Gunung.

Ie Lip Tiong menerima surat itu dan bertanya:

"Cengcu hendak menyerahkan surat ini kepada Oey Wie Kong dipulau Bola api? Bila boleh berangkat?"

"Kalau kau masih ada urusan lain, boleh juga istirahat untuk beberapa hari. Kalau tidak ada urusan penting, lebih berangkat pada besok pagi."

Ie Lip Tiong memberikan janjinya, bersedia melaksanakan tugas tersebut.

Hong-lay Sian-ong berkata lagi:

"Oh, ya. Kau juga bisa meminta bantuannya seseorang, untuk melewatkan waktu-waktu sepi ditengah perjalanan. Berhasil atau tidak, harus kembali, digunung Kiu Hoa-san pada tanggal satu bulan dua."

Inilah anjuran agar Ie Lip Tiong bisa mengajak Ang Siao Peng, tentu saja menggirangkan pemuda kita, dengan melowekan mulut ia berkata :

"Aku tidak mempunyai urusan yang sangat penting, lebih baik berangkat sekarang saja."

Hong-lay Sian-ong tertawa, inilah yang diharapkan. Dia berkata : "Kalau kau tidak takut capai, tentu saja aku setuju."

Sesudah itu, dia menoleh dan memandang kepada raja- raja silat yang mengelilingi dirinya, kepada mereka dia berkata:

"Na, kepada kawan kawan lamaku, selama tiga bulan terakhir ini, dengan adanya kalian membantu usaha Su-hay- tong sim-beng. aku mengucapkan banyak terima kasih. Dan demi kepentingan rimba persilatan, untuk menjamin kemenangan golongan kita, kuharap kehadiran kalian pada tanggal satu bulan dua, bantuan itu sangat penting. Atas kerelaan kalian, dengan ini aku mengucapkan banyak terima kasih.

Raja silat Hong Sian Leng tertawa, ia berkata:

"Ha ha orang-orang mengatakan, bahwa Hong-lay Sian- ong lebih licik, apalagi sesudah menduduki kedudukan ketua bengcu rimba persilatan. Desas desus ini memang betul, kita orang belum bersedia membantu, tapi kau sudah mengucapkan terima kasih lebih dahulu."

Para raja raja silat tertawa.

Sesudah itu para raja-raja silat itu berangkat kembali.

Tidak lama kemudian, Siang koan Wie dan Duta nomor enam Lu Ie Lam kembali kebangunan tersebut, melihat adanya Ie Lip Tiong di tempat itu, mereka berteriak:

"Hei, kita cari ubek-ubekan kemana saja kau berada? Mengapa harus bersembunyi? Tidak mudah memanggilmu."

Dengan tertawa Ie Lip Tiong berkata:

"Jangan berkata seperti itu, istilah sembunyi itu agak kurang tepat, belum lama, bersama-sama dengan ipar kecilmu itu, kita sedang menyaksikan keindahan awan terbang."

Lu Ie Lam bisa menduga sesuatu, tapi ia tidak menceploskannya, ia berkata:

"Belum lama, kita telah bertemu dengan bengcu sekalian, dikatakan kau sudah mendapatkan tugas baru, betulkah?"

"Ya" membenarkan Ie Lip Tiong. "Aku mendapat tugas untuk mengundang Oey Wie Kong dari pulau Bola api. aku hendak berangkat sekarang"

"Jangan kau lupa kepada pesan bengcu." "Pesan apa?" Ie Lip Tiong terkejut

"Mengajak kawan untuk melakukan perjalanan bersama," berkata Siang koan Wie.

Wajah Ie Lip Tiong menjadi merah jengah ia berkata: "Siapa yang mau ikut bersama aku?"

Lu Ie Lam berkata:

"Adik istri kita itu tidak betah tinggal diam, dia tinggal disini hanya satu bulan, tapi selalu ribut sepi dan sunyi, kalau kau mendapat tugas berjalan jauh, mengapa tidak mau mengajaknya?"

Ie Lip Tiong berkata:

"Aku sangat nakal berani dia ikut padaku ?"

Horden pintu tersingkap, dari sana lompat keluar Ang Siao Peng dengan bertolak pinggang, seolah-olah membawakan sikap yang galak, ia berteriak:

"Mengapa tidak? Lihat dahulu dan resepsi orang yang bernama ang Siao Peng ini orang apa? Kau kira aku takut ditelan olehmu?" Ie Lip Tiong tertawa bergelak, ia berkata: "Baiklah. Kalau kau tidak takut, lekas berbenah."

Ang Siao Peng bergirang, dia melayang pergi lagi, untuk

membuat perbekalan, melakukan perjalanan jauh bersama- sama Ie Lip Tiong.

Ie Lip Tiong bercakap cakap dengan Lu Ie Lam dan Siang koan Wie.

Tidak lama, Ang Siao Peng sudah balik kembali, tangannya menenteng bungkusan kecil, turut dibelakang Ang Siao Peng adalah kedua nyonya Lu Ie Lam dan Siang koan Wie, mereka adalah kakak kakak dari Ang SIao Peng yang bernama ang Yang Bwee dan Ang Siok lan.

Mengetahui kalau sang adik hendak melakukan perjalanan bersama sama dengan Ie Lip Tiong, Ang Siok Lan dan Ang Yang Bwee memberikan beberapa pesan kata- kata, dengan maksud meminta bantuan sipemuda untuk menjaga adik mereka.

Demikian perjalanan dilanjutkan, dengan menunggang dua ekor kuda, Ie Lip Tiong dan Ang Siao Peng meninggalkan puncak Bu san.

Perjalanan tidak berapa lama Ie Lip Tiong berkata : "Siao Peng, sebentar lagi hari akan menjadi gelap." Ang Siao Peng berkata:

"Didepan kita adalah kota Seng cu hian."

"Ya" jawab Ie Lip Tiong. "Seharusnya kita bermalam dikota Seng cu hian. Tetapi kukira tidak, lebih baik melanjutkan perjalanan malam."

"Kalau ditengah jalan tidak ada tempat penginapan, bagaimana?" bertanya ang Siao Peng. "Kita cari saja kelenteng bobrok tidur bersama sama." "Phui..."

"Mengapa harus terburu buru?" bertanya ang Siao Peng.

Ie Lip Tiong berkata:

"Kukira lebih enak tidur dikelenteng daripada dirumah penginapan?"

"Mengapa?"

"Dirumah penginapan banyak orang dan kamar, kau bisa memilih lain kamar. Tapi dikelenteng tidak bisa."

Wajah Ang Siao Peng berubah, mendelikkan matanya, ia membentak :

"Hei, jangan mengharap sesuatu yang bukan bukan, ya!" "Kau tidak takut ditelaah olehku,  bukan?" bertanya Ie

Lip Tiong.

"Berani kau memiliki pikiran jahat, terpaksa aku tidak mau pergi bersama-sama."

"Lihat ini?" berkata Ie Lip Tiong. Dia mengeluarkan sebuah kaca tembaga. "Lihat di belakang kita, maka kau bisa tahu maksud tujuanku."

Hati Ang Siao Peng bergerak, dia menyambuti pemberian kaca itu, disodorkannya kebelakang, tanpa menoleh, dia bisa melihat adanya seseorang celangak celunguk, orang itu mengintil dibelakang mereka.

"Kau kira dia mata mata musuh?" Ang Siao Peng bertanya.

Ie Lip Tiong mengulurkan tangan meminta kembali kaca tembaga itu. Menganggukkan kepala dan berkata: "Kukira tidak salah. Sesudah berjalan kita dari gunung Bu san, ia mengintil kita dibelakang terus menerus."

"Mengapa harus mengikuti kita?" bertanya ang Siao Peng.

"Dia hendak mengetahui arah tujuan kita." berkata Ie Lip Tiong. "Kalau perkiraanku tidak salah didalam perkumpulan Su-hay-tong sim-beng telah kemasukan banyak mata mata musuh. Setiap ada orang yang turun gunung, orang itu mendapat penguntitan. Sesudah mengetahui arah tujuannya orang tersebut, mata mata itu memberi laporan kepada partay Raja Gunung. Sehingga mereka dapat mengkordinir sesuatu dengan cepat."

Hari mulai gelap, seperti apa yang Ie Lip Tiong katakan, didepan mereka terdapat sebuah kelenteng bobrok, mereka memasuki kelenteng itu.

Ie Lip Tiong mempernakkan Ang Siao Peng, secepat itu pula ia keluar dari kelenteng mengitari bangunan tersebut. Ie Lip Tiong naik keatas bangunan, disana ia berhasil menemukan sepasang kaki yang sedang bergelantung, lebih enteng dari gerakan capung, ia menangkap kaki tersebut.

"Aduh..." orang itu berteriak.

Ie Lip Tiong tidak membiarkan korbannya berontak, bagaikan memutar gasing, ia memutar tubuh orang itu. Dibawanya turun.

Orang yang Ie Lip Tiong tangkap, adalah lelaki berpakaian petani yang menguntit perjalanan mereka.

Hanya sekali gebrakan, Ie Lip Tiong bisa mengukur, sampai dimana ilmu kepandaian orang ini, terlalu rendah, maka ia tidak menotok peredaran jalan darahnya hanya diputar-putar seperti itu, sehingga mabok dan dilemparnya kelantay. Seluruh otot laki-laki tersebut dirasakan seperti mau rontok, dia menggeletak ditanah dengan napas terengah- engah.

Ie Lip Tiong mengeluarkan pedang dari kerangkanya, dia memberi ancaman:

"Berani kau bergerak sedikit, pedang ini akan memapas batang lehermu menjadi dua bagian."

Wajah laki-laki itu pucat pasi, tubuhnya gemetaran, tiba- tiba ia bertekuk lutut, memohon:

"Mohon pengampunan kongcu, agar kongcu bisa memaafkan kesalahan hamba."

Dengan dingin Ie Lip Tiong membentak : "Apa yang kau bawa didalam tabung itu?" "Hanya... hanya seekor burung biasa."

"Burung biasa? Hem..." Ie Lip Tiong berdengus. "Serahkan kepadaku."

Orang itu tidak berani membantah menyerahkan tabung bambu yang ditunjuk. Ie Lip Tiong menyambuti tabung bambu itu, didalam tabung terdapat burung merpati tiba tiba satu rencana baik muncul dalam benak pikirannya, dia tertawa dan berkata:

"Keluarkan juga kertas dan alat tulis yang kau bawa." Wajah lelaki itu berubah. Badannya semakin gemetaran.

"Lekas!" Ie Lip Tiong membentak. "Keluarkan kertas dan alat tulis yang kau bawa."

Didalam keadaan yang seperti itu, tidak memberi kemungkinan untuk lelaki tersebut membantah perintah Ie Lip Tiong, ia mengeluarkan apa yang diminta oleh jago muda kita. Dengan dingin, Ie Lip Tiong berkata lagi: "Paparkan kertas itu, dan tulis apa yang kukata." Lelaki tersebut membuka kertas yang dibawanya.

Ie Lip Tiong bangkit didepan orang itu, dengan pedangnya diayun ayunkan, satu tanda pengancaman besar, setiap saat ia bisa membunuh orang, bila orang itu berani membantah perintahnya. Sesudah memberi tekanan kuat, ia bertanya:

"Bagaimana panggilanmu kepada Lo-san-cu" Orang itu menjawab:

"Kami juga menyebutnya dengan panggilan Lo-san-cu." "Bagus. Mulai kau tulis. Lo-san-cu yang terhormat." Lelaki tersebut segera mengikuti perintah itu, ia menulis: Lo-san-cu yang terhormat.

Ie Lip Tiong meneruskan perintahnya, ia berkata:

"Su-hay-tong sim-beng telah menunjuk Ie Lip Tiong untuk menuju kegunung Kiu Lian-san untuk mengambil bom Kiu-yu-tok kut-leng kepada Pek-kut Sin-kun. Menurut berita yang bisa dipercaya, bom Kiu-yu-tok kut-leng adalah bahan peledak yang terhebat, bahan kesayangan Pek-kut Sin-kun yang ternama. Bisa menghancurkan sebuah bangunan megah. Kalau saja bahan peledak itu didapat oleh Ie Lip Tiong, maka kekuatan tidak mengijinkan partay Raja Gunung. Sekian."

Lelaki itu tidak berani membantah, menulis seperti apa yang ditunjukkan oleh Ie Lip Tiong.

Ie Lip Tiong membaca tulisan tersebut ia menjadi puas.

Sesudah itu menimbang nimbang pedangnya dan berkata: "Nah! Kini sudah waktunya untuk menentukan mati hidupmu."

Lelaki itu adalah seorang penakut, dia semakin gemetaran, katanya:

"Tolong hamba minta pengampunan. Nasib keluarga hamba berada ditangan hamba..."

"Jangan takut." berkata Ie Lip Tiong. "Kalau kau masih mau hidup, tulis tanda tanganmu yang asli dibawah kertas itu. Tapi kalau kau sudah bosan hidup, boleh saja membuat tanda tangan palsu. Pedang ini segera mengirim jiwamu kedunia akherat."

Laki-laki itu tidak berani membantah, pada akhir surat ia menulis:

"Dari hamba Liu San Kong."

Ie Lip Tiong bisa menduga kalau laki-laki ini menulis nama aslinya, dan diserahkan kembali tabung bambu yang berisi burung merpati itu, dia berkata:

"Nah kirimlah berita ini."

Laki-laki yang bernama Liu Sam Kong itu melipat surat, dilipat-lipatnya sehingga kecil, mengeluarkan burung merpati, melepaskan burung tersebut, dan membiarkan terbang keangkasa bebas.

Ie Lip Tiong mengirim anggukan kepala, ia bertanya:

"Berapa lama burung itu bisa sampai kemarkas besar kalian."

"Mungkin harus membutuhkan waktu dua atau tiga hari." Jawab Liu Sam Kong.

Ie Lip Tiong berkata lagi:

"Hei, siapa nama asli Lo-san-cu kalian itu?" Laki-laki yang bernama Liu Sam Kong itu berkata. "Betul-betul hamba tidak tahu."

"Siapa yang memberi perintah kepadamu?"

"Toa Chung cu Ai-pek-cun."

"Cukup! Untuk malam ini, kau boleh tidur disini. Pagi pagi kau bisa bebas kembali."

Sesudah itu Ie Lip Tiong menotok jalan darah Liu Sam Kong.

Ang Siao Peng memandang kepada Ie Lip Tiong, ia bertanya:

"Apa maksudmu mengirim surat yang seperti tadi?" "Tidak mempunyai maksud tujuan tertentu," jawab Ie

Lip Tiong. "Aku hendak berkelakar dengan Lo-san-cu. Tapi, kalau betul-betul Lo-san-cu mengutus Su-khong Eng kegunung Kiu Lian-san hendak memalsukan diriku, inilah pengharapan yang terbesar"

Ang Siao Peng bertanya:

"Kau hendak menunggu kedatangan Su-khong Eng digunung Kiu Lian-san?"

Ie Lip Tiong menganggukkan kepala dan berkata :

"Ya, kita menuju kepulau Bola api, sesudah itu baru menunggu kedatangannya digunung Kiu Lian-san.

"Rencana bagus." Ang Siao Peng mengeluarkan pujian. "Tapi mengapa kau bebaskan orang ini? Apa kau tidak takut kalau dia pulang memberi laporan?"

"Kukira tidak mungkin," berkata Ie Lip Tiong. "Empat keluarga Ai itu, tidak mempunyai kebijaksanaan kepada orang-orang bawahannya. Sesudah melanggar peraturan partay Raja Gunung siapa yang berani melapor, berarti mencari kematian, mana dia berani?"

Dan mereka melanjutkan perjalanan.

Singkatnya cerita, setengah bulan sesudah kejadian tadi, Ie Lip Tiong dan Ang Siao Peng sudah berada dipantay Lam-hay. Tidak jauh menuju kepulau Bola api.

Ie Lip Tiong menghampiri rombongan nelayan-nelayan yang berada ditempat itu, menghampiri seorang kakek dan berkata :

"Kita berdua hendak menuju kepulau Bola api, bisakah kalian membantuku?"

"Wah!" berkata orang itu. "Akhir akhir ini sering terjadi kejadian aneh disekitar pulau tersebut."

"Kejadian aneh?" Ie Lip Tiong mengkerutkan alis. Orang tua itu memberi keterangan.

"Tidak ada yang berani menuju ketempat itu. Kukira

sedang didiami siluman-siluman."

Ie Lip Tiong terkejut, ia bertanya :

"Ada siluman? Pernahkah orang melihat siluman itu?" "Menurut cerita orang, ada sesuatu nelayan yang menuju

kepulau Bola api. Disaat ia hendak menepi, tiba tiba saja ada satu siluman keluar dari balik rimba, siluman itu mempunyai kepala bengkak, sebesar kepala kerbau, matanya sebesar bola, dikala mencelangapkan mulutnya, lebar bisa memakan kepala orang. Orang itu menjadi takut, berlari balik. Saat itulah jarang yang berani pergi ke Pulau Bola api."

Ie Lip Tiong tidak percaya kepada ucapan orang itu tentunya Oey Wie Kong tidak senang diganggu orang maka membuat jadi jadian, mengarang cerita yang bukan bukan, menakut-nakuti para nelayan.

"Kita tidak takut kepada siluman. Siapa yang berani mengajak kita kepulau Bola api, orang itu akan mendapat hadiah sepuluh tayl uang perak."

Betul betul Ie Lip Ting mengeluarkan uang perak didepan orang orang itu.

Untuk para nelayan, jumlah uang tersebut merupakan angka terbesar, tentu saja membelalakkan mata. Girang dan kaget.

"Bagaimana?" bertanya Ie Lip Tiong. "Siapa berani?" Seorang nelayan menyelak masuk dan berkata :

"Hey, Tan Yu Hok apa kau tidak berani? Berikan tugas itu kepadaku."

Sinelayan yang bernama Tan Yu Hok menepuk nepuk dada, ia berkata :

“Siapa tidak berani. Umurku sudah hampir enam puluh dua tahun, matiku sudah sewajarnya."

Sesudah itu, ia mengambil uang Ie Lip Tiong, dan berkata:

"Nah, kau ikut kepadaku."

Nelayan yang bernama Tan Yu Hok mengajak Ie Lip Tiong dan Ang Siao Peng ke tempat perahunya, didalam perahu itu sudah ada seorang pemuda, itulah putra Tan Yu Hok, namanya Tan Ceng.

Disaat mana, waktu sudah menjelang musim dingin, didaerah utara, hujan es seperti batu batu, tapi mereka berada didaerah Selatan, daerah yang dekat dengan tropis, hawanya panas. kecuali angin yang bertiup santar, tidak terasa saja.

Angin laut bertiup, deru menderu, perahu itu menerjang ombak, menuju kearah pulau Bola api.

Ie Lip Tiong bertanya:

"Berapa lama bisa sampai ditempat tujuan kita?"

Si kakek nelayan Tan Yu Hok menjawab

"Paling cepat harus memakan waktu satu setengah jam." "Oh, sesudah tiba disana, kalau kalian tidak berani

menepi, boleh menunggu saja."

Kakek nelayan Tan Yu Hok menoleh ke arah Ang Siao Peng dan bertanya :

"JiWie berdua naik ke pulau, jika tidak ada halangan, berapa lama kembali ke perahu?"

"Tunggu saja satu jam. Kalau kita tidak kembali, kalian boleh berangkat pergi."

Ang Siao Peng pernah menjadi kepala berandal, mengepalai ratusan anak buah. Tapi kejadian itu hanya berlaku untuk daratan, menghadapi ombak yang menggelegar, iapun merasa agak takut. Tidak hentinya berteriak.

Pulau demi pulau dilewati, ini waktu si nelayan Tan Yu Hok berkata kepada Ie Lip Tiong.

"Setengah jam lagi, kita tiba dipulau Bola api."

Disaat ini, putranya Tan Yu Hok yang bernama Tan Ceng tiba tiba berteriak:

"Ayah lihat! Kapal hitam itu muncul kembali." Mengikuti arah yang ditunjuk oleh Tan Ceng, Tan Yu Hok menengok kesana, jauh di depan mereka, sebuah perahu besar berlayar, dengan cepat meluncur ke arah selatan.

"Heran!" berkata Tan Yu Hok. "Selama satu bulan terakhir ini kapal hitam itu tidak hentinya hilir mudik, entah apa yang sedang dikerjakan ?"

Ie Lip Tiong juga bisa melihat adanya perahu besar yang berwarna hitam itu, ia bertanya :

"Mungkin kapal bajak laut ?"

"Tidak ada yang tahu ?" berkata Tan Yu Hok. "Ada yang bercerita, kapal itu memasang bendera bintang dua belas, mungkin seperti kapal bajak laut. Tapi mereka belum pernah mengadakan pembajakan."

Mengenal tanda-tanda bendera berbintang dua belas, hati Ie Lip Tiong tergerak, tapi ia mendebatnya kembali, mana mungkin dua belas raja silat sesat berada didaerah selatan?

"Mungkin perahu pesiar." berkata Ie Lip Tiong. "Atau pedagang besar yang mengajak anak istrinya berlayar didaerah ini."

Kakek nelayan Tan Yu Hok mengangguk-anggukkan kepalanya berkata :

"Mungkin juga. Tapi sebuah perahu pesiar yang berwarna hitam sangat tidak sedap dipandang. Membuat orang yang melihatnya merasa agak seram."

Disaat mereka bercakap cakap, kapal berwarna hitam itu sudah meluncur jauh, menjadi satu titik kecil.

Ie Lip Tiong berteriak :

"Hei, kecepatannya kapal itu hebat sekali." "Ya." berkata Tan Yu Hok. "Ia datang mendadak hilangnyapun cepat. Kita orang menyebutnya sebagai kapal misterius."

Perjalanan masih menuju kearah pulau Bola api.

Tiba-tiba Tan Ceng yang berada dibelakang buritan perahu berteriak:

"Ayah, lihat awan itu. Mungkinkah terjadi ombak pasang ?"

Tan Yu Hok mendongakkan kepala, menyaksikan langit, gerakan gerakan awan berjalan dengan lebih cepat, wajahnya berubah. Segera ia berkata :

"Celaka! Akan terjadi hujan dan angin puyuh." Ie Lip Tiong juga menjadi kaget ia bertanya : "Hebatkah ?"

Tan Yu Hok menjawab :

"Kalau hujannya terlalu besar, atau anginnya sangat deras, perahu kita ini bisa dijungkir balikkan."

"Bagaimana bagaimana baiknya ?"

"Disekitar daerah ini tidak ada pulau lagi kuharap saja datangnya hujan tidak terlalu cepat mudah-mudahan sesudah tiba dipulau Bola api."

Tapi apa yang diharapkan dari mereka itu menyeleweng dari kenyataan. hiung... angin bertiup lebih kuat, mengombang ambingkan perahu kecil itu.

Ombak juga meninggi, menaik turunkan perahu.

Ang Siao Peng menggeleot ditubuh Ie Lip Tiong, ia berteriak:

"Celaka! Angin keras." Si kakek nelayan Tan Yu Hok berkata:

"Lebih baik jiWie berdua masuk kedalam. Tidak mungkin bisa mengelakkan turunnya hujan dan angin."

Ie Lip Tiong tidak mempunyai pengalaman dalam perahu, segera menarik Ang Siao Peng, memasuki dalam perahu.

Ang Siao Peng memandang Ie Lip Tiong dan bertanya : "Kau pandai berenang?"

"Bisa," jawab Ie Lip Tiong. "Tapi dilaut luas seperti ini, betapa hebatnya ilmu kepandaian air seseorang sulit diduga."

"Aku tidak bisa berenang," berkata ang Siao Peng. "Kalau sampai terjadi perahu terbalik wah..."

Cepat-cepat Ie Lip Tiong menutup mulut Ang Siao Peng dan berkata:

"Jangan berkata seperti itu. Pamali. Yang punya perahu bisa marah."

Datangnya angin semakin keras, ombak semakin kencang.

Kadang kala, perahu mereka itu bagaikan dijunjung oleh air, berada di tepian yang tertinggi, dan secepat itu pula, ombak turun, meluncur kembali.

Si kakek nelayan sangat repot, cepat-cepat menurunkan layar mereka, dia berteriak :

"Tan Ceng, bagaimana keadaan?"

Pemuda nelayan menjawab dengan suara keras : "Masih baik, asal saja angin tidak bertambah lagi..." Kini bukan angin saja yang datang, hujan pun meluap- luap.

Kilat dan guntur saling sahut menyahut, memekakkan telinga.

Didalam keadaan yang seperti itu, tidak guna menguasai perahu, seperti selembar daun yang diombang ambingkan, terdampar kesana sini.

Ie Lip Tiong mendongakkan kepala kearah luar dan berteriak :

"Lotiang, perlu bantuan?"

Kakek nelayan Tan Yu Hok masih memegangi tiang perahu, menggoyangkan kepala dan berkata:

"Tidak. JiWie berdua harus berhati-hati"

Disaat ini, datang lagi ombak besar, brak... tiba-tiba tiang perahu patah menjadi dua, membawa si kakek nelayan, terdampar ke arah laut bebas.

"Tolong..." terdengar teriakan Tan Yu Hok.

Tan Ceng yang melihat ayahnya terdampar oleh ombak, rasa kagetnya tidak kepalang, ia berteriak dengan sedih :

"Ayah... ayah..."

Tan Ceng berusaha mengayuh perahu, mendekati kearah ayahnya itu.

Gerakan Ie Lip Tiong lebih cepat lagi, ia memekik panjang, lompat keluar. Tanpa mempedulikan akibatnya, sudah berada dipermukaan air, tangannya ditarik dan berhasil menyeret Tan Yu Hok, sesudah itu, menendang tiang perahu, dia kembali keatas geladak.

Disaat kaki Ie Lip Tiong hampir mengenai papan perahu, tiba-tiba datang ombak yang baru, mendapat perahu itu ke tempat lain maka jatuhlah mereka ketempat air laut.

Dan begitu kebetulan, lain ombak pun menyusul tiba mengapungkan Ie Lip Tiong dan Tan Yu Hok, sehingga berada dipuncak permukaan ombak.

Inilah kesempatan baik, menilik meluncurnya perahu, Ie Lip Tiong melejit ketempat itu, dengan menggendong si kakek nelayan, Ie Lip Tiong berhasil kembali ketempat perahu mereka.

Sedari Ie Lip Tiong meninggalkan dirinya, Ang Siao Peng berteriak, ia menguatirkan keselamatannya kekasih itu, baru sekarang ia menjadi tenang. Merangkul Ie Lip Tiong dan berkata :

"Oh... kau hendak membuat aku mati kaget?"

Ie Lip Tiong menggibrik-gibrikkan pakaiannya membentak :

"Lekas masuk."

Disaat ini, mendampar lagi lain ombak, menyapu seluruh perahu, termasuk Ie Lip Tiong, Ang Siao Peng, Tan Yu Hok dan Tan Ceng.

"Ouw..."

"Tolong..."

"Tolong..."

Keempat orang itu tersapu ke air laut, diombang ambingkan ombak yang besar.

Ie Lip Tiong mempunyai ketenangan melebihi orang, dia memilih tangkai perahu yang terputus, menyeret Ang Siao Peng, dan menginjakkan kakinya ketangkai itu, dia berhasil kembali ke perahu. Setelah itu, cepat menyeret Ang Siao Peng kedalam perahu.

Baru sekarang mereka mencari jejak Tan Yu Hok dan Tan Ceng. Tidak berhasil, kakek dan pemuda nelayan itu sudah ditelan ombak.

"Lotiang..." terdengar suara teriakan Ie Lip Tiong. "Dimana kalian berada?"

Teriakan-teriakan ini diulang sehingga beberapa kali, tapi tidak mendapat jawaban.

Ie Lip Tiong menghela napas panjang ia berkata :

"Oh, kita telah mencelakakan mereka." Ang Siao Peng menangis, ia berkata :

"Langit yang begitu cerah, bagaimana bisa berubah mendadak ?"

Dengan sedih Ie Lip Tiong berkata :

"Mungkin Tuhan tidak suka melihat kita pergi kepulau Bola api, sengaja memasang ombak pasang ini."

Ang Siao Peng berkata :

"Mungkin diatas pulau Bola api ada siluman Angin tadi sengaja didatangkan oleh mereka."

Datang lagi sebuah ombak besar, memasuki perahu itu.

Ie Lip Tiong dan Ang Siao Peng menongolkan kepala mereka dari tekanan angin.

"Ie Lip Tiong koko," meratap Ang Siao Peng, "Bagaimana nasib kita ?"

"Tunggu saja sebentar lagi." berkata Ie Lip Tiong.

"Menurut hematmu, berapa lama lagi hujan angin yang seperti ini?" "Tidak perlu kita pikirkan, kalau saja kita bisa bertahan diatas perahu, tidak takut mereka.

"Berapa lama kita hidup diatas perahu?"

"Kuharap saja dia bisa tiba diatas pulau bola api, bukankah kebetulan ?"

"Pulau didaerah laut begitu banyak, mana bisa menanti dipulau bola api ?"

Satu jam kemudian, angin mulai mereda, ombak pun tidak segalak tadi.

Satu jam lagi dilewatkan, hujan terhenti tampak daerah yang cerah, kini suasana tenang kembali.

Perobahan diatas permukaan laut memang terlalu mendadak, datangnya ombak cepat, lenyapnyapun lebih cepat.

Ang Siao Peng berdiri diatas geladak perahu, memandang keindahan alam itu dan berkata:

"Eh, bagaimana bisa perobahan terjadi seperti ini ?"

Ie Lip Tiong memperhatikan daerah sekitar mereka, tampak tidak jauh dari sana terdapat sebuah pulau, ia berkata girang :

"Lihat! Disana ada sebuah pulau."

"Oh..." Ang Siao Peng juga berteriak girang.

Ie Lip Tiong tidak bisa mengayuh perahu itu ia lompat turun, menyeret perahu kearah tepi pulau.

Datangnya ombak juga menglempar mereka kepulau tersebut, hal ini meringankan beban Ie Lip Tiong. Semakin cepat perahu itu meluncur kearah pulau. Dan disaat ini, Ie Lip Tiong sudah menyeret perahu kesebuah tebing dipulau itu, ia bisa melihat adanya lain perahu yang besar, itulah perahu berwarna hitam.

Perahu yang dikatakan sebagai perahu yang misterius. "Lihat !" berkata Ie Lip Tiong perlahan.

"Perahu itu ada disitu."

"Lekas kau minta pertolongan mereka, mengantar kita kepulau Bola api, atau antar kita pulang kedaratan saja."

"Tunggu dulu. Kita periksa daerah pulau ini, mungkin juga kita sudah berada dipulau ditempat tujuan."

"Tanya saja kepada orang yang berada di atas perahu hitam itu, mereka bisa memberi jawaban. Pulau apa pulau ini?"

"Yang kutakuti, kalau perahu itu miliki orang jahat." "Oh..."

"Nah!! Disebelah sana kita bisa menepi"

Ie Lip Tiong menyeret perahu, menjauhi perahu hitam.

Mereka mulai merayap diatas pulau tersebut.

Menyelusupi daerah-daerah yang tidak mudah dijelajahi, Ie Lip Tiong dan Ang Siao Peng berada disebuah bangunan rumah.

Bangunan rumah itu sangat megah, pintunya terbuat dari mas, didepan pintu sedang berduduk seorang berbaju merah, dia duduk bersila, orang itu menarik perhatian.

Orang itu berambut putih, menggunakan pakaian berwarna merah, sangat gagah.

Dia sedang menghadapi pintu bangunan rumah, maka Ie Lip Tiong tidak bisa melihat wajah orang berbaju merah itu. Tapi dugaannya tidak mungkin salah, orang itu adalah jago silat kelas berat.

Tentu saja, orang tua berbaju merah itu bukanlah si penghuni pulau bola api Oey Wie Kong. Kalau saja Oey Wie Kong, mana mungkin duduk bersila didepan pintu sendiri?

Menurut keadaan, orang tua berbaju merah datang dari luar pulau Bola api, mungkin hendak bertemu dengan Oey Wie Kong, ditolak mentah. Maka ia menyabarkan diri, menunggui didepan pintu orang.

Perlahan-lahan, Ie Lip Tiong menyeret Ang Siao Peng dan berkata perlahan:

"Orang tua berbaju merah ini pasti adalah salah satu dari orang yang berada diperahu hitam tadi."

Ang Siao Peng menganggukkan kepala, menyetujui pendapat Ie Lip Tiong, dengan suara perlahan dia berkata:

"Mengapa ia duduk disana? Tentunya Oey Wie Kong tidak mau menemuinya. Tapi bangunan tembok itu tidak terlalu tinggi, mengapa ia tidak melompati tembok masuk kedalam?"

"Bukan bangunan tembok yang tinggi tapi, ilmu kepandaian silat Oey Wie Kong yang terhebat. Orang yang tidak mau diketemukan olehnya, siapa yang berani memaksa? Dimisalkan Hong-lay Sian-ong datang kemari, ditolak oleh Oey Wie Kong, kukira Hong-lay Sian-ong juga tidak berani menerjang masuk."

"Bagaimana keadaan kita?"

"Sabar sebentar. Lihat saja bagaimana cara caranya orang tua berbaju merah itu..." Tiba-tiba pintu terbuka, disana muncul seorang tua yang mengenakan pakaian pelayan, ia berjalan keluar dari gedung Bola api, tanpa menoleh kearah orang tua berbaju merah, langsung menghampiri Ie Lip Tiong dan Ang Siao Peng, ia berteriak girang:

"Engko kecil dan nona itu dipersilahkan meninggalkan pulau Bola api, agar tidak mengalami cedera."

Hati Ie Lip Tiong terkejut, tidak disangka bagaimana Oey Wie Kong bisa mengetahui kedatangannya?

Kalau saja dia tidak segera memberi penjelasan yang tepat, pasti terjadi salah paham, karena itulah, ia menghampiri si hamba pelayan dan berkata :

"Kami adalah Ie Lip Tiong duta nomor tiga belas dari Su-hay-tong sim-beng. Atas perintah bengcu kami, mendapat surat yang harus disampaikan kepada Oey Wie Kong cianpwe."

"Ouw..." jawaban ini diluar dugaan si hamba. “Kemari."

Ie Lip Tiong dan Ang Siao Peng berjalan maju. Disaat ini, orang tua berbaju merah yang sedang menghadapi pintu Oey Wie Kong berbalik, melowekan mulut dan berkata kepada Ie Lip Tiong.

"Ha ha... serahkan saja surat itu kepadaku. Biar aku yang menyampaikan kepada Oey Wie Kong."

Melihat wajah orang tua berbaju merah hati Ie Lip Tiong tercekat, hampir ia lompat melejit, itulah siraja silat bajingan Co Khu Liong.

Didalam cerita raja silat, Co Khu Liong pernah mendapat tugas untuk mengambil uang dari rumah makan Cian kiok lauw dan Oie kiok lauw. ditengah perjalanan, uang uang itu dirampas oleh Ie Lip Tiong. Rasa sakit hati Co Khu Liong kepada Ie Lip Tiong tidak bisa dilukiskan.

Betul betul Co Khu Liong sudah menghampiri Ie Lip Tiong. Dia siap sedia untuk menghancurkan jago muda itu.

Ie Lip Tiong mendorong Ang Siao Peng ke samping, dan berkata perlahan:

"Siao Peng, berdirilah ditempat jauh jauh."

Mengetahui tidak mungkin bisa membantu Ie Lip Tiong Ang Siao Peng menjauhi tempat itu.

Ie Lip Tiong mengeluarkan pedangnya menghadapi Co Khu Liong dan berkata:

"Eh, apa maksud kedatanganmu ini?"

"Hendak membikin perhitungan lama," berkata Co Khu Liong.

Secepat itu pula tubuhnya melejit, kedatangannya bagaikan cakar naga, mencengkeram kearah Ie Lip Tiong.

Co Khu Liong bisa menduga maksud kedatangan Ie Lip Tiong, maka dengan harapan bisa memampuskan Ie Lip Tiong sebelum bisa bertemu dengan Oey Wie Kong, mengambil surat itu tidak mendapatkan hasil yang sempurna.

Ie Lip Tiong juga bisa menduga maksud kedatangan Co Khu Liong, segera ia melesat ke samping, mengelakkan terkaman itu.

"Hei, pulau Bola api bukan menjadi pulaumu. Disini masih ada tuan rumah, mengapa berani berlaku kurang ajar."

Co Khu Liong tidak membuka mulut, menyerang terus menerus. Ie Lip Tiong bukan tandingan Co Khu Liong, tapi ia harus bertahan sampai seratus jurus, sesudah jurus mana mungkin Oey Wie Kong mendiamkan orang kalang kabut didepan rumahnya? Nah! Itu waktu dia bisa membebaskan diri.

Melihat datangnya serangan Co Khu Liong, Ie Lip Tiong membabat pedang itu, dengan maksud merampas putus lengan si raja silat bajingan.

Co Khu Liong memperhitungkan sesuatu secara masak masak, tangan itu ditekuk kebelakang, berganti arah, kini menerkam punggung Ie Lip Tiong.

Ie Lip Tiong berbalik, dengan jurus tipu Sie bu liang goat yang berarti badak memandang bulan, menyapu ke arah Co Khu Liong.

Jarak mereka terlalu dekat, seharusnya pedang Ie Lip Tiong bisa mengenai Co Khu Liong. Tapi ilmu silat Co Khu Liong memang hebat, ia mendorong kedua tangannya, dengan hanya menggunakan pukulan kosong, menekan datangnya pedang.

Ie Lip Tiong terpukul mundur kebelakang, dan disaat ini Co Khu Liong menerkam maju pula.

Tiba-tiba terdengar suara ledakan yang hebat. Bang...

Tempat yang Ie Lip Tiong tadi berpijak telah berlubang besar, terkena serangan Co Khu Liong.

Lagi-lagi terdengar kembali suara dentuman keras, itulah akibat dari beradunya pukulan-pukulan.

Ie Lip Tiong terlempar jauh, Co Khu Liong sudah terpukul oleh sesuatu bayangan. Disana telah bertambah seorang tua berbaju kuning, dengan jenggot dan kumis berwarna putih.

Inilah penghuni pulau bola api Oey Wie Kong yang ternama!

Oey Wie Kong menghadapi Co Khu Liong, dengan geram ia membentak :

"Co Khu Liong, berani kau kurang ajar ditempatku.?” Co Khu Liong melirik kearah Ie Lip Tiong, itu waktu Ie

Lip   Tiong sudah dibangunkan oleh Ang Siao Peng. Datangnya Oey Wie Kong telah berhasil menolong Ie Lip

Tiong dari tangan mautnya.

Mendapat teguran tadi, cepat-cepat Co Khu Liong berkata.

"Jangan marah, ada orang yang hendak mengacau pulaumu. Maka aku hendak memberi sedikit pelajaran kepada bocah itu."

"Sebelumnya, aku mengucapkan banyak terima kasih atas perhatianmu," berkata Oey Wie Kong dingin. "Tapi didalam gedung bola api tersedia hamba-hambaku yang setia, untuk memberi hukuman kepada para pelanggar, tidak membutuhkan orang lain. Inilah urusan hamba- hamba. kau Co Khu Liong tidak perlu menyusahkan diri."

Wajah Co Khu Liong berubah, dia sangat marah, kalau saja bukan berhadap-hadapan dengan Oey Wie Kong, tangannya bisa dilayangkan untuk menampar orang itu. Tapi Oey Wie Kong bukan jago biasa, tugasnya untuk meminta bantuan Oey Wie Kong, bukan menempur Oey Wie Kong. Karena itu, dengan tertawa batuk batuk ia berkata: "Kau tidak mempunyai permusuhan dengan dua belas raja silat sesat, kedatanganku ketempat ini bukan berjarak dekat, mengapa kau menampik?"

"Betul. aku tidak mempunyai hubungan karena itu aku tidak mempunyai dendam permusuhan dengan dua belas raja silat, dan juga aku tidak mempunyai hubungan baik."

"Hubungan baik bisa dijalin dari pertama, bukan?" berkata Co Khu Liong.

Penghuni pulau bola api Oey Wie Kong menggeleng- gelengkan kepala berkata:

"Aku tidak mempunyai rencana untuk mempunyai hubungan baik."

Inilah kesempatan baik, cepat cepat Co Khu Liong berkata :

"Termasuk Hong-lay Sian-ong dari Su-hay-tong sim- beng?"

Ie Lip Tiong terkejut, sifat-sifatnya si penghuni pulau bola api Oey Wie Kong aneh dan aseran, dalam keadaan yang seperti ini kalau saja ia sudah mengiyakan pertanyaan Co Khu Liong, maka kedatangannya kesini akan percuma, cepat-cepat ia berkata:

"Oey Wie Kong cianpwe, boanpwe mendapat tugas untuk mengantarkan surat dari Hong-lay Sian-ong."

Surat itu terbungkus oleh kain kulit, maka sesudah menyelami damparan-damparan ombak, surat itu tidak basah-basah.

Penghuni pulau bola api Oey Wie Kong mengasingkan diri dipulau ini untuk menghindari diri dari kerewelan- kerewelan dunia, tapi adanya surat Hong-lay Sian-ong tentu ada sesuatu yang luar biasa, tentu saja ia menyambuti surat dari Ie Lip Tiong dan membaca.

dw
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar