Persekutuan Pedang Sakti Jilid 07

Jilid 07

MELANGKAH masuk kedalam ruang Wi Tiong hong merasa betapa bersih dan terawatnya ruang kamar itu, empat jendela berderet didepan berhadapan dengan sebuah serambi yang penuh bunga, aneka warna bunga menyiarkan bau semerbak yang memabukkan orang.

Ditengah ruangan dekat dinding terdapat sebuah pembaringan, seprei dan bantal semuanya teratur sangat rapi. Disudut kiri ruangan terdapat sebuah meja kaca, diatas meja terletak sebuah harpa musik serta sebuah hiolo kecil yang terbuat dari tembaga, bau dupa yang harum memancar keluar dari hiolo itu.

Disisi kanan pembaringan terletak sebuah kursi goyang seosang sastrawan setengah umur berbaju putih sedang duduk disana,

Orang itu berusia empat puluh tahunan wajahnya persegi dan berwarna putih kemerah merahan, ia sangat tampan dengan hidung yang mancung dan mata yang besar hanya

sayang kurang bergerak agaknya diam sehari hari biasa sehingga tubuhnya agak kegemukan.

Waktu itu dia memegang sebilah pedang kayu berwarna perak, mengikuti goyangi kursi goyangnya dia memutar pedang kayu tersebut kian kemari, seperti seorang bocah yang sedang bermain dengan asyik, begitu asyiknya sampai kehadiran dua orang didalam kamarnya pun tidak terlihat sama sekali olehnya.

Jelas sudah manusia berbaju putih ini sang ayah yang dimaksudkan nyonya setengah umur itu.

Sejak kecil Wi Tiong hong sudah kehilangan ayah, bayangan sang ayah baginya sudah buram dan tidak jelas, apalagi dia memang tidak mau percaya dengan begitu saja terhadap perkataan dari nyonya setengah umur itu kendatipun raut muka orang tersebut memang berapa bagian mirip dengan wajahnya. Diam diam ia mendengus dingin sembari berpikir:

"Entah darimana dia peroleh seorang yang berwajah hampir mirip dengan wajahku untuk menyaru sebagai ayahku? Hmmm, bila aku Wi Tiong hong begini gampang ditipu orang, percuma saja aku berkelana didalam dunia persilatan."

Sementara ia berpikir demikian nyonya setengah umur itu sudah berjalan mendekati lelaki tadi dengan langkah yang lemah gemulai, dengan tangan sebelah berpegangan pada kursi goyang dia menunduk dan berbisik kepada lelaki berbaju putih dengan suara lembut: "Kekasih Pui, mengapa kau tidak beristirahat lebih lama? Mau apa kau bangun? “

Berhubung kursi goyangan dipegangi nyonya itu sehingga tubuhnya tak bisa goyang, tanpa terasa lelaki berbaju putih itu mendongakkan kepalanya dan mengawasi

nyonya setengah umur itu dengan wajah tertegun. namun pedang kayu ditangannya sama sekali tidak berhenti, dia masih melanjutkan gerakannya menyambar kesana kemari.

Jangan dilihat gerakan pedangnya itu ngawur tanpa aturan, namun Wi Tiong hong bisa melihat, diantara ayunan tangannys itu terselip pula lingkaran lingkaran cahaya yang mirip sekali dengan jurus jurus serangan dalam ilmu pedang Ji gi kiam hoat

"Permainan pedangmu sungguh bagus." puji nyonya setengah umur itu sambil tersenyum. "cuma jangan kelewat capai. sekarang kau mesti beristirahat dulu."

Seperti menghadapi anak anak saja, selain memuji muji juga membujuknya agar mau beristirahat,

Paras muka lelaki berbaju putih itu segera berseri, benar juga, dia lantas menghentikan permainannya.

Dengan gerak gerik yang sangat halus dan lembut, nyonya setengah umur nerima pedang kayu tersebut dari tangannya, kemudian bertanya lagi:

"Bukankah kau sangat merindukan sanak keluargamu?"

Tampaknya persoalan itu sangat menyentuh

perasaannya, air muka lelaki berbaju putih itu segera berubah menjadi murung dan sedih, pandangannya ditujukan kelangit langit ruangan dan duduk mendelong tanpa bergerak barang sedikitpun juga. Sepasang mata nyonya setengah umur itu segera berkaca kaca. dia menghampiri kembali lelaki tadi dan berbisik sambil tertawa paksa:

"Sudahlah, jangan kelewat bersedih hati, dia sanak keluargamu telah datang."

Tiba tiba lelaki berbaju putih itu mendongakkan kepalanya lalu mengawasi nyonya setengah umur itu lekat lekat.

Buru buru nyonya setengah umur itu berkata sambil tertawa:

“Kau ingin tahu siapa yang telah datang? yang datang adalah anakmu yang tak pernah kau jumpai selama lima belas tahun gembirakah kau?"

Lelaki berbaju putih itu sudah itu masih saja mengawasi nyonya setengah umur tersebut tanpa berkedip, dia seakan akan tidak percaya. Dengan suara yang lembut kembali nyonya setengah umur itu berkata: "Kapan sih aku pernah membohongimu? Sungguh.

anakmu telah datang menengokmu, gembirakah kau? Kalau gembira ayo tertawa."

Manusia berbaju putih itu benar-benar tertawa, dia cuma tertawa kepada nyonya setengah umur itu dan sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap Wi Tiong hong.

Diam diam Wi Tiong Hong berkerut kening setelah menyaksikan kejadian ini pikirnya:

"Orang ini mah seorang bloon. kalau toh kepingin menyamar sebagai ayahku. mestinya jangan berlagak seperti begitu. Aaah jangan jangan ayahku terkena racun yang sangat jahat sehingga dia betul betul jadi bloon?"

Teringat akan hal ini, tiba tiba saja hatinya menjadi kecut dan hampir saja air matanya bercucuran.

Sementara itu sang nyonya setengah umur tadi telah menggapai sembari berseru.

"Pui kongcu. kemarilah"

Wi Tiong hong menurut dan beranjak maju kemuka.

Seraya berpaling kembali nyonya setengah umur itu berkata

"mungkin kau masih belum percaya kalau dia adalah ayah kandungmu, hingga kini akupun masih belum tahu siapa namamu, tak ada salahnya kau sebutkan dua haruf namamu, coba kau lihat apakah dia mengerti apa tidak"

Wi Tiong hong segera berpikir:

"Kau sengaja mengundang kedatanganku kemari, sudah barang tentu kaupun sudah menyelidiki segala hal ikhwal tentang diriku secara jelas, apa anehnya kesemuanya”

Berpikir sampai disitu, tanpa terasa dia dongakkan kepalanya sambil bertanya: "Apakah dia tak bisa berbicara?"

Nyonya setengah umur itu manggut manggut.

“Bukankah aku pernah berbicara denganmu, setelah keracunan dia mendapat pengobatan yang kelewat terlambat sehingga racun jahat itu keburu merasuk kedalam tulangnya, ini berakibat urat syarafnya terganggu, mendingan sekarang, kalau tujuh delapan tahun berselang kau datang kesini ia masih berbaring terus diatas pembaringan tak tahu apa apa. Berapa tahun belakangan ini keadaannya sudah agak mendingan, dia dapat memahami apa yang kubicarakan dengannya diapun sudah belajar tertawa dan mengangguk, sewaktu lagi senang, diapun bisa memberi pelajaran ilmu pedang kepada orang lain."

"Sudah sekian lama aku datang kemari. tapi dia seperti tidak melihatnya saja"

"Dia tentu dapat melihat kehadiran cuma enggan berbincang bincang dengan orang asing." Sementara pembicaraan berlangsung mendadak kursi goyang lelaki berbaju putih itu bergoyang pelan.

Ccpat cepat nyonya setengah umur itu berpaling seraya bisiknya lembut: 'Kekasih Pui, ada urusan apa?"

Lelaki berbaju patih itu mengalihkan sorot matanya kewajah Wi Tiong hong, kemudian menengok kembali nyonya setengah umur itu,

Sambil berpaling nyonya setengah umur itu lantas berkata. "Dia bertanya siapakah kau? Cepat katakan, siapa namamu?" "Kau benar-benar tidak mengetahui namaku?"

"Aku hanya tahu nama samaranmu adalah Wi Tiong hong, sedang siapa nama sesungguhnya sama sekali tidak kuketahui."

“Wi Tiong hong adalah nama pemberian pamanku, cukup kau sebut saja namaku secara terbalik"

Dia sengaja enggan menyebutkan namanya guna melihat bagaimanakah reaksi si manusia berbaju putih itu.

Nyonya setengah umur itu mengiakan benar benar berbisik disisi telinga manusia berbaju putih itu:

"Dia adalah Tiong wi, coba lihat bukankah dia sudah menanjak jadi dewasa?"

Manusia berbaju putih itu hanya menengok sekejap kearah Wi Tiong hong lalu berpaling kembali ke arah nyonya setengah umur itu, hal tersebut bisa dilihat oleh Wi

Tiong hong secara jelas, agaknya dibalik sorot mata tersebut terselip suatu kecurigaan yang besar.

Nyonya setengah umur itu segera mendengus dingin, kemudian menegur. 'Kongcu, namamu tidak benar rasanya”

"Aku sama sekali tidak berbohong, cuma kata Tiong merupakan urutan dalam dengan nama keturunan, waktu kecil mungkin ayah cuma memanggil Wi ji kepadaku, dalam hal ini aku sendiripun kurang begitu jelas Perkataan ini sudah dipikirkan jauh sebelumnya. sudah barang tentu sewaktu utarakan kedengarannya sangat lancar leluasanya.”

"Ooooh, rupanya begitu" nyonya setengah umur itu manggut manggut. Menyusul kemudian diapun berbisik :

"Dia adalah Wi ji, mengapa kau lupa? Coba lihatlah, bukankah dia memiliki raut wajah yang mirip sekali denganmu?"

Sementara berbicara, dia menarik tangan Wi Tiong hong dan dihantarkan kehadapan lelaki berbaju putih itu sambil bisiknya:

"Sekarang kau sudah dapat mengingatnya kembali bukan, cepat kau genggam tangan anak Wi."

Berada didalam keadaan seperti ini, kendatipun Wi Tiong hong merasa tidak percaya seratus persen namun diapun merasa kurang baik untuk menampik, dia membiarkan tangannya dihantar kehadapan manusia baju putih itu oleh nyonya setengah umur tersebut. Ia merasakan telapak tangan lelaki berbaju putih yang tebal itu menarik tangannya lalu secara tiba tiba terasa sedikit getaran yang sangat aneh.

Inilah suatu pertanyaan tanpa suara pancaran rasa sedih dan gembira yang tumbuh lubuk hatinya.

Wi Tiong hong sendiri ikut merasakan semacam gejolak perasaan yang sangat aneh walaupun dia belum percaya secara penuh bahwa lelaki berbaju putih yang berada di hadapannya adalah ayahnya.

Dalam pada itu, nyonya setengah umur tadi sudah berbisik lagi disisi telinga lelaki berbaju putih itu dengan lembut:

"Ayah dan anak bisa berkumpul kembali akupun turut bergembira untukmu, mengapa kau tidak tertawa?"

Sekulum senyuman segera menghiasi wajah lelaki berbaju putih itu, naman dibalik senyuman tadi tiba tiba dua baris air mata jatuh berlinang.

000OdewiO000

WI TIONG HONG jadi termangu mangu tiba tiba saja diapun merasakan suatu kesedihan hati yang belum pernah di rasakan sebelumnya.

Dalam perasaan hati kecilnya, tiba2 saja dia seperti menaruh perasaan rapat hangat terhadap lelaki berbaju putih hampir saja ia hendak msnubruk kedalam pelukannya serta memanggil ayah.

Betapa besarnya dia mengharapkan kasih sayang seorang ayah. Betapa rindunya selama ini terhadap ayahnya.

Namun dia harus berusaha keras untuk menahan diri, dia tidak boleh membiarkan perasaan tersebut terpancar keluar, sebab ia belum dapat memastikan bahwa lelaki berbaju putih yang berada dihadapan mukanya sekarang adalah ayah kandungnya atau bukan.

Dia percaya dengan perkataan dari Raja langit bertangan keji Liong Cay thian, diapun tahu bahwa dalam selat Tok seh sia pasti terdapat pula seorang manusia berbaju putih, diantara kedua orang tersebut, satu diantaranya sudah pasti ayah kandungnya. maka dia mengambil keoutusan didalam hati kecilnya, tiga bulan kemudian, bagaimanapun juga dia tetap akan mengunjungi selat Tok seh sia,

Sementara itu nyonya setengah umur tadi berbisik lagi kepada lelaki berbaju putih itu:

"Kekasih Pui, sekarang kalian ayah dan anak telah berjumpa kembali, kejadian tersebut merupakan suatu peristiwa yang patut digembirakan, coba kau mainkan jurus jarus pedangmu untuk diperlihatkan kepada anak Wi. "

Leiaki berbaju putih itu mengangguk pelan pelan diapun melepaskan tangan Wi Tiong hong.

Nyonya setengah umur itu mengangsurkan kembali pedang kayu tadi ketangan laki berbaju putih, kemudian katanya dengan suara lembut: "Bukankah belakangan ini kau sudah ingat kembali beberapa jurus ilmu pedang Nah, mainkan beberapa jurus serangan itu.”

Lelaki berbaju putih itu mengawasi wajah nyonya setengah umur tersebut lekat lekat, wajahnya menunjukkan rasa kebingungan, pedang kayu yang digenggam tetap tidak bergerak barang sedikitpun.

Sambil tertawa nycnya setengah itu segera berkata lagi:

"Apa sudah lupa? Bukankah beberapa hari yang lalu kau mengajarkan ilmu yang kau sebut kepada Pek bwee dan Pek lan.”

Tiba tiba air muka lelaki berbaju putih itu berubah, pergelangan tangan kanannya bergetar, pedang kayunya melakukan beberapa gerakan ditengah udara. setelah itu menengok kembali kewajah nyonya setengah umur tersebut.

Nyonya setengah umur itu manggut manggut, katanya lagi sambil tertawa ringan:

"Yaa, betul beberapa jurus serangan inilah yang kumaksudkan, ayo cepat perlihatkan kepada anak Wi?"

Sementara itu paras muka Wi Tiong Hong telah berubah hebat, sekarang ia dapat melihat beberapa gerakan itu dengan jelas,

Ternyata didalam melakuksn gerakan pedangnya tadi, lelaki berbaju patih itu telah menggunakan ilmu Kan sam ceng yang pernah menggemparkan dunia persilatan dimasa lalu, suatu ilmu pedang andalan suhunya Sian soat kiam kek dimasa lampau. biarpun gerakan yang dilakukan oleh lelaki berbaju putih itu dilakukan dengan sederhana, namun dapat terlihat betapa halus dan matangnya gerakan pedang tadi.

Dengan perasaan tersebut bercampur keheranan dia lantas berpikir:

"Ilmu pedang ini merupakan ilmu pedang andalan sucou dimasa lampau, tidak mungkin orang luar bisa mempelajarinya, jangan jangan orang ini memang ayahku?”

Tapi ingatan lain segera melintas didalam benaknya:

"Aaaah, tidak mungkin, bila ayah memang tidak mati dan terjatuh ke tangan mereka apa anehnya bila merekapun ada yang bisa memainkan ketiga jurus serangan tersebut?"

Berpikir sampai disini, tiba-tiba dia mendongakkan kepalanya sambil menukas:

"Cukup, tak usah berlatih lagi, aku sudah mengganggu kelewat lama, kini harus mohon diri lebih dulu"

"Apakah kougcu menganggap dia bukan ayahmu ?" tanya nyonya setengah umur tertegun.

Wi Tiong hong menggelengkan kepalanya berulang kali sambil tertawa getir, kemudian jawabnya:

"Terus terang saja kukatakan. semenjak kecil aku dipelihara dan dibesarkan oleh paman, kesanku terhadap ayahku hampir tak ada sama sekali. bagaimana caraku untuk membedakan antara yang palsu dan sungguhan?

Sekali pun dia benar benar ayahku, sekarang akupun tak dapat mengenalinya?"

"Apakah kau tak ingin duduk sebentar lagi sambil mengawasi gerak geriknya? Siapa tahu hal tersebut akan bermanfaat bagimu?"

Rupanya dia masih belum tahu kalau jurus pedang yang dipergunakan manusia berbaju putih itu adalah ilmu Kan sam ceng, Wi Tiong hong berhasil mengenalinya. Paras muka Wi Tiong hong menjadi amat murung dan sedih, air mata mengembang dalam matanya, dia menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak usah. coba bayangkan sendiri bila seorang anak melihat ayahnya dalam keadaan begini. terlepas apakah dia tulen atau palsu, siapa yang bisa tega dan tahan?" melihat pemuda itu berbicara dengan bersungguh hati tanpa terasa nyonya setengah umur itu mengangguk.

"Yaa, perkataanmu memang benar. bila kongcu ingin pergi, akupun merasa kurang leluasa untuk menahanmu lebih lama"

Berbicara sampai disini dia lantas membalikan badan dan berbisik kepada lelaki berbaju putih itu:

"Wi ji baru datang dari jauh dan belum bersantap sekarang aku akan mengajaknya bersantap dulu. kau beristirahatlah sebentar."

Kali ini lelaki berbaju putih itu mengalihkan sorot matanya kewajah Wi Tiong hong serta menatap wajahnya lekat lekat seolah-olah dia berharap Wi Tiong hong bisa memberikan sedikit kesan yang mendalam baginya.

Ketika sorot mata Wi Tiong hong saling bertemu dengan sorot matanya, entah mengapa tiba tiba saja hatinya menjadi kecut sehingga tak tahan lagi air matanya jatuh bercucuran.

Buru-buru nyonya setengah umur itu berkata sambil tertawa ringan:

"Setelah bersantap nanti dia akan datang menengokmu lagi, duduklah yang baik sambil beristirahat."

Wi Tiong hong dapat melihat bagaimana cara

perempuan itu membujuknya seperti sedang membujuk seorang anak kecil saja, seandainya lelaki berbaju putih itu benar benar adalah ayahnya, lima belas tahun belakangan ini kehidupan ayahnya sudah jelas bergantung pada perawatan dan perhatiannya yang seksama

Setelah mengajak Wi Tiong hong turun loteng dengan penuh perhatian nyonya setengah umur itu bertanya lagi:

"Benarkah kongcu tidak lapar? Apakah perlu kusuruh mereka untuk persiapkun hidangan bagimu?"

"Tidak usah aku hendak mobon diri dulu"

Nyonya setengah umur itu menghela nafas panjang:

"Aaai, apa yang hendak kongcu lakukan untuk membuktikan bahwa dia benar benar adalah ayahmu?"

"Aku pun tidak tahu, tapi aku pikir bila ibuku berhasil ditemukan. sudah pasti dia orang tua dapat mengenalinya kembali."

"Sekarang ibumu berada dimana?"

"Aaai, lima belas tahun belakangan ini akupun tak pernah bersua dengan ibuku" sahut Wi Tiong hong sedih

"Jadi kaupun tidak tahu dimanakah dia berada?"

"Menurut keterangan pamanku. ibu baru bersedia menjumpaiku bila aku telah genap berusia dua puluh tahun."

"Sekarang berapa usiamu?"

"Sembilan belas. bulan tiong ciu tahun depan adalah saatku bersua kembali dengan ibu."

"Itu berarti masih ada satu tabun lagi, Ehmm baiklah, bila kongcu dapat menjumpai ibumu, ajaklah ibumu kemari, memang satu masa yang bahagia bila kalian sekeluarga bisa berkumpul kembali. "

Sewaktu berbicara sampai disitu, tanpa terasa air matanya jatuh bercucuran. Setelah berhenti sejenak, diapun berkata lebih jauh.

"Pui kongcu, kau sudah datang setengah harian, tentunya kau dapat merasakan bukan. bahwa aku tidak menaruh maksud jahat kepadamu."

"Soal ini aku tahu." Wi Tiong hong segera menjura. Sambil tersenyum nyonya setengah umur itu berkata lagi:

“Selain daripada itu, tahukah kau bahwa maksudku mengundang kedatanganmu masih dikarenakan suatu masalah lain?"

'Entah urusan apakah nyonya."

Wi Tiong bong tertegun dan segera menghentikan kata katanya. karena dia lupa dan sudah menggunakan istilah

'nyonya' lagi, namun buru buru sambungnya lebih jauh. "Entah urusan apakah kau mencariku?"

Nyonya setengah umur itu tertawa "Sebelum kuundang kehadiranmu disini, sudah kuduga kalau kau tak akan percaya bahwa dia adalah ayahmu, tapi bagaimanapun juga aku telah berbuat sebisaku untuk mempertemukan kalian berdua, tahukah kau semenjak ayahmu memperoleh kembali sedikit perasaannya berapa tahun berselang. dia begitu merindukan keluarganya."

Ketika berbicara sampai disitu, suaranya kedengaran sedikit agak sesenggukan, tapi segera menyambung lebih jauh:

"Tapi yang terpenting adalah berhasilnya aku mendapat kabar bahwa di dunia persilatan dewasa ini muncul seorang, pendekar muda yang bernama Wi Tiong hong dan dia memiliki sebutir mutiara penolak pedang." "Oleh sebab itu aku lantas menduga besar kemungkinannya kau adalah ahli waris dari pendekar berbaju putih, oleh sebab aku kuatir kau percaya begitu saja dengan ucapan orang sehingga mengalami nasib yang sama seperti ayahmu mau tak mau aku rnesti menerangkan hal yang sesungguhnya kepadamu"

Wi Tiong hong yang mendengar perkataan tersebut, dimana seolah olah perempuan itu sudah tahu kalau pihak

selat Tok sia telah mempersiapkan seseorang yang menyaru sebagai ayahnya, tergerak hatinya dengan segera.

Sementara itu si nyonya setengah umur itu sudah melanjutkan kembali kata katanya "Selain itu, orang orang Tok seh sia sudah mulai munculkan diri dalam dunia persilatan, ini membuktikan kalau kekuatan mereka sudah tumbuh, padahal aku mempunyai ikatan dendam kesumat sedalam lautan dengan bajingan tua she Liong itu dan bertekad hendak mencarinya untuk membalas dendam dengan kepergianku ini, nasibmu menjadi tanda tanya besar, malah bisa jadi aku akan mati bersama dengan bajingan she Liong itu. bila aku tewas, maka ayahmu. "

Tiba tiba ia berhenti berbicara sambil menghela napas sedih, terusnya kemudian.

“Baiklah, sebelum kau dan ibumu datang kemari, terpaksa aku harus menunggu satu tahun lagi, aaai...

berbicara yang sejujurnya ayahmu memang tak mungkin bisa hidup tanpa perawatan seseorang. ”

Hingga saat ini meski Wi Tiong hong belum yakin kalau lelaki berbaju putih itu adalah ayahnya, namun setelah mendengar perkataannya yang bersungguh sungguh dan tandas, tanpa terasa hatinya jadi tergerak.

Sementara pembicaraan berlangsung, kedua orang itu sudah tiba kembali di ruangan tengah, Wi Tiong hong segera membalikkan seraya menjura, katanya:

"Harap nyonya berhenti menghantar sampai disini saja aku hendak mohon diri lebih dulu" Nyonya setengah umur itu benar benar menghentikan langkahnya, katanya kemudian:

“Untuk menghindarkan diri diri pengintaian lawan, selama lima belas tahun ini aku selalu hidup ditempat yang

terpencil ini maaf bila aku tidak akan menghantarmu lebih jauh, semoga tahun depan kau bisa datang kemari bersama ibumu, tempat kediamanku ini berada dibukit Tay bun san."

"Akan kuingat selalu"

Habis berkata pemuda itu membalik badan dan beranjak keluar dari ruangan itu, dari belakang tubuhnya berkumandang suara helaan napas panjang dari nyonya setengah umur itu,

Setelah melalu pelataran, seorang manusia berbaju hitam membukakan pintu gerbang baginya dan berkata sambil memberi hormat.

"Didepan pintu telah disiapkan seekor kuda untuk kongcu, silahkan kongcu, mempergunakannya!"

Wi Tiong hong manggut manggut seraya mengucapkan terima kasih, begitu dia melangkah keluar dari pintu, manusia berbaju hitam itu menutup pintu gerbang rapat rapat.

Melihat hal ini, Wi Tiong hong segera berpikir:

"Mereka bersikap begitu rahasia, agaknya benar benar sedang menghindarkan diri dari intaian orang orang Tok seh sia, kalau begitu apa yang dikatakan nyonya setengah umur itu kepadaku ada beberapa bagian yang dapat dipercaya."

Ketika menengok kedepan, betul juga, didekat pintu tertambat seekor kuda jempolan yang jelas dipersiapkan untuk dirinya, maka tanpa sungkan sungkan dia menuntun kuda melompat naik keatas punggungnya dan setelah mengawasi pemandangan disekeliling tempat itu, dia larikan kudanya menyusuri jalan kecil didepan situ, Dengan menelusuri jalan setapak yang itu, Wi Tiong hong harus

menempuh perjalanan sejauh ratusan li sebelum tiba di Lan ki ceng pada senjanya.

Waktu itu Wi Tiong hong sudah seharian penuh tidak bersantap, dia mengisi perut lebih dulu disebuah rumah makan sebelum mencari rumah penginapan untuk beristirahat.

Keesokan harinya selesai membereskan rekening, dia mencari tahu jalan menuju kebukit Thian bok san. Setelah diperoleh keterangan. pemuda itu baru tahu kalau kemarin sudah menempuh perjalanan jauh yang tak ada gunanya, maka setelah keluar dari pintu rumah penginapan, dia larikan kudanya menuju keutara.

Sebelum hari menjadi gelap, dia telah tiba dikota Leng an, tempat ini sudah berjarak hanya beberapa puluh li saja dari bukit Thian bok san sebelah timur,

Rencananya dia akan menginap semalam disitu baru keesokan harinya pergi ke perkumpulan Thi pit pang Maka diapun melompat turun dari kudanya didepan rumah penginapan Tong he dan minta kamar disitu.

Setelah menghidangkan air teh, sambil tertawa mendadak pelayan itu menyapa: "Tuan. apakah kaupun hendak berpesiar ke bukit Thian bok san sebelah timur?" Pertanyaan tersebut membuat Wi Tiong Hong tertegun.

markas besar perkumpulan Thi pit pang memang terletak disebelah timur bukit Thian bok san, sudah barang tentu tujuannya sekarang adalah Thian bok san sebelah timur

"Darimana kau bisa tahu?" ia lantas bertanya Pelayan itu segera tertawa.

"Biasanya para pesiar sebagian besar pergi ke Thian bok san sebelah barat dan jarang sekali berkunjung ke Thian bok san sebelah timur, tapi beberapa hari belakangan ini hampir semua tamu yang datang bertujuan untuk pasang hio dikuil Tay ong bio bukit Thian bok san sebelah timur, itulah sebabnya hambapun bertanya kepada Tuan."

Perlu diketahui, wilayah seputar Ci say adalah merupakan wilayah kekuasaan perkumpulan Thi pit pang, bila ada orang yang mencurigakan memasuki daerah seluas puluhan li di seputar Thian bok san. pihak besar Thi pit pang tentu akan mendapatkan laporannya.

Mimpipun Wi Thian hong tidak menyangka kalau pelayan tersebut sesungguhnya sedang berbicara dengan kata kata sandi, dia masih menganggap Tay ong bio adalah nama suatu tempat.

Karena perasaan ingin tahunya, tanpa terasa pemuda itu bertanya lagi.

"Bagaimana cara kita menuju Tay ong bio? Aku pun ingin menonton keramaian disitu"

Yang disebut "Tay ong bio" tentu saja bukan nama sebuah kuil, melainkan kata sandi untuk mengartikan markas besar perkumpulan Thi pit pang.

Tiba tiba saja air muka pelayan itu berubah hebat, sambil tertawa paksa katanya kemudian

"Tuan bisa masuk lewat dusun bagian hilir, tidak sampai tiga li akan tiba di kuil Tay ong bio, setibanya disitu tentu ada orang yang akan menyambut kedatanganmu."

Selesai berkata dia lantas mengundurkan diri dari situ Wi Tiong hong juga tidak memperhatikan terlalu serius atas kejadian itu, selesai bersantap malam diapun memadamkan lampu dan tidur.

Keesokan barinya, setelah membayar rekening dia meneruskan perjalanannya menuju kebukit Thian bok san sebelah timur.

Kuda jempolan yang dinaikinya berlari sangat cepat, puluhan li dilewatkan dalam waktu singkat, tak lama kemudian ia sudah tiba diluar kota. Baru saja dia hentikan lari kudanya dan bermaksud untuk mencari tahu letak markas besar perkumpulan Thi pit pang.

Mendadak dari depan sana muncul tiga orang lelaki berbaju biru yang menyoreng golok, dengan langkah tegap mereka datang mendekat lalu berhenti ditengah jalan dan menghalangi jalan perginya. Kemudian terdengar lelaki yang berada disebelah kiri membentak dengan suara nyaring:

"Barang siapa tiba disekitar wilayah ini harap turun dari kudanya sobat, mengerti kau akan peraturan ini?"

Wi Tiong hong yang duduk diatas kuda dapat mengenali ketiga manusia berbaju biru itu sebagai anggota perkumpulan Thi pit pang maka setelah mendengar Kalau ada peraturan harus turun dari kudanya diapun merasa berkewajiban untuk menaatinya.

Dengan cepat pemuda itu melompat turun dari kudanya,. kemudian sambil menjura katanya:

"Aku rasa kalian bsrtiga tentunya saudara saudara dan perkumpulan Thi pit pang. aku. ”

Sebelum dia menyelesaikan kata katanya ielaki yang berdiri ditengah sudah menarik mukanya secara tiba tiba sambil membentak "Sobat berasal darimana? Apakah kau tidak pernah mendengar tentang Tay ong bio?"

Mendadak saja Wi Tiong hong jadi ingat kembali dengan pakaian ringkas berwarna biru yang dikenakan olehnya

karang, rupanya mereka telah salah sangka dengan menganggap dia sebagai anggota perkumpulan pula. Cepat cepat dia berkata kemudian.

"Aku bukan anggota perkumpulan kalian."

"Oooh, kalau begitu sobat memang ada maksud untuk menyelundup kedalam tubuh organisasi kami." tukas lelaki yang berada ditengah sambil tertawa dingin, "Heeeh...

heeeh.... bukankah semalam kau menginap dirumah penginapan Tong heng? Sejak pagi tadi kami sudah menantikan kedatanganmu." Begitu selesai berkata tiba tiba saja dia mengulapkan tangannya berulang kali.

000OdewiO000

DENGAN Diulapkan tangannya itu, dari balik dusun segera bermunculan enam tujuh orang lelaki kekar bersamaan waktunya dari belakang tubuh Wi Tiong hong juga muncul empat lima orang manusia.

Dalam waktu singkat mereka sudah mengepung Wi Tiong hong ditengah arena. Ketika mendengar orang itu menyinggung soal rumah penginapan Tong heng dimana ia menginap semalam, dengan cepat Tiong hong menjadi paham kembali apa gerangan yang telah terjadi, rupanya pelayan itulah si pembawa berita.

Ini menunjukkan pula kalau perkumpulan Thi pit pang benar benar merupakan suatu organisasi yang amat ketat penjagaannya, jangan harap orang luar bisa menyelundup masuk kedalamnya.

Maka sambil tersenyum diapun berkata:

"Saudara sekalian, apa yang terjadi hanya merupakan suatu kesalahan paham belaka."

"Tak usah banyak bicara lagi." tukas laki2 ditengah sembari membentak keras

"Lebih baik kau menyerahkan diri saja atau memang bendak memaksa kami untuk turun tangan?"

Agaknya orang yang berada ditengah merupakan pimpinan dari rombongan tersebut.

Sudah tiga kali Wi Tiong hong berusaha menjelaskan duduknya persoalan, namun tiap kali selalu ditukas oleh orang tersebut lama kelamaan dia menjadi naik pitam sendiri, dengan kening berkerut segera bentaknya keras:

"Aku datang untuk menengok Ting pangcu, bila kalian bersedia masuk dan memberi laporan, segera akan kalian ketahui siapa gerangan diriku."

sLelaki yang berada ditengah itu tertawa dingin:

"Dalam pandangan mata seorang lelaki sejati tak akan kemasukan secuil pasir. kau ingin mencatut nama orang lain untuk berlagak sok dihadapan kami?"

Berbicara sampai disitu dia lantas berpaling seraya membentak: "Saudara sekalian, mengapa tidak kalian bekuk cecunguk tersebut?"

Belasan orang Ielaki kekar itu serentak menggulung ujung lengan masing masing sambil mendesak maju kemuka menghampiri Wi Tiong hong. Salah seorang diantara mereka segera berteriak dengan suara yang parau seperti hampir retak

"Bocah keparat, lebih baik menyerah saja untuk kami belenggu!"

Saat ini amarah Wi Tiong hong sudah memuncak.

namun mengingat dia adalah wakil pangcu, apalagi mesti memberi muka kepada Ting toakonya, sudah barang tentu anak muda tersebut tak ingin beribut ribut dengan mereka.

Berpikir akan hal ini, tanpa terasa dia mendongakkan kepalanya, tiba tiba dia saksikan sederet pohon siong yang tumbuh tiga kaki dihadapannya sana, satu ingatan segera melintas didalam benaknya mendadak ia mendongakkan kepalanya dan tertawa nyaring.

Dengan sorot mata memancarkan cahaya tajam tiba tiba ia membentak nyaring:

"Berhenti semua ! Bila kalian berani maju selangkah lagi kedepan, pohon tersebut adalah contohnya!"

Ditengah bentakan keras, telapak tangan kanannya segera diayunkan kemuka membacok sebatang pohon siong yang tumbuh tiga kaki dihadapannya sana.

Bentakan tersebut keras bagaikan suara guntur yang membelah bumi, sedemikian kerasnya sampai belasan lelaki kekar merasakan telinganya mendengung keras.

Sementara semua orang dibuat terperanjat oleh bentakan itu, mendadak....

"Kraaaakkk!"

Sebatang pohon siong besar yang tumbuh tiga kaki dihadapan mereka telah tersambar hingga patah menjadi dua bagian dan roboh keatas tanah dengan menimbulkan suara keras.

Padahal batang pohon itu besar sekali, tapi sekarang tumbang keatas tanah bagaikan dipapas dengan golok tajam.

Peristiwa tersebut segera membuat beberapa orang lelaki kekar itu mati kutunya. Semua orang saling berpandangan tanpa mengucapkan sepatah katapun, sebab setiap orang sadar bahwa tubuh mereka tidak sekekar dan sekeras batang pohon tersebut. Sementara semua orang diliputi suasana tegang bercampur panik mendadak dari kejauhan sana bergema datang suara derap kaki kuda yang amat ramai berapa saat kemudian terdengar ada orang bersorak gembira.

"Hooree.... Tam huhuat telah datang."

Wi Tiong hong segera berpaling kedepan, mmuncul juga, yang muncul adalah si telapak tangan baja Tam See hoa!

Dari atas kudanya Tam See hoa sudah membawa belasan orang anggota perkumpulannya sedang berkumpul menjadi satu, sementara disisi jalan tergeletak sebatang pohon siong yang tumbang, dia sadar bahwa suatu peristiwa telah terjadi disitu.

Dengan cepat dia menarik tali les kudanya lalu menegur: "Hei, apa yang tefah terjadi disini?" Waktu itu Wi Tiong hong mengenakan pakaian ringkas berwarna biru, wajahnya juga telah diubah dengan obat penyaru, tak heran kalau Tam See hoa tak mengenalinya Belasan orang lelaki itu serentak memberi hormat.

kemudian pemimpin mereka menjawab:

"Hamba mendapat laporan semalam bahwa ada seorang manusia yang mencurigakan menginap dirumah

penginapan Tong heng, konon orang itu sedang berusaha mencari alamat markas besar kita, maka tadi hamba lakukan pemeriksaan yang ke dimulut bukit, betul juga, hamba segera menjumpai orang yang dimaksud..."

Sesudah mendengar laporan tersebut Tam See hoa baru berpaling dan mengamati wajah Wi Tiong hong Buru buru Wi Tiong hong memberi hormat sambil menyora:

"Selamat bersua saudara Tam,"

Tam See hoa tertegun lalu menegur

"Siapa anda? Maaf bila aku orang she Tam tidak mengenal dirimu. "

Tatkala mendengar Wi Tiong bong menyebut Tam See hoa sebagai saudara Tam tadi, lelaki pemimpin rombongan tersebut tampak terperanjat, tapi setelah mengetahui kalau Tam See hoa tidak kenal dengan ia keberaniannnya muncul kembali. Tiba tiba saja dia menimbrung:

"Sobat ini berkata hendak datang menjumpai pangcu?" Wi Tiong hong segera tertawa terbahak bahak:

"Haaah.... haaah... haaah... saudara Tam, akupun sudah tidak kau kenali lagi."

Kali ini Tam See hoa dapat mengenali suara tersebut sebagai suara Wi Tiong hong, tiba2 saja dia melompat turun dari kudanya, kemudian dengan perasaan terkejut bercampur gembira serunya:

"Kau adalah Wi tayhiap!"

Wi Tiong hong tersenyurn "Benar, aku adalah Wi Tiong hong."

Ketika nama "Wi Tiong hong" masuk ke dalam telinga lelaki pemimpin rombongan itu. seketika itu juga ia berdiri bodoh.

Mimpipun dia tak menyangka kalau lelaki bermuka merah yang berada dihadapannya sekarang tak lain adalah

sahabat karib Ting pangcu mereka dimana hingga saat ini merupakan pejabat pangcu mereka.

Seketika paras mukanya berubah menjadi merah padam, dengan gugup dan ketakutan ia membungkukkan diri memberi hormat kemudian serunya dengan suara memelas

"Hamba memang benar benar pantas mati, sungguh mati hamba tak tahu kalau pejabat pangcu Wi tayhiap yang telah berkunjung tiba, bilamana hamba telah melakukan kesalahan tadi mohon Wi tayhiap sudi maafkan."

Saat itu Si telapak tangan baja Tam See hoa lebih banyak gembiranya daripada kejut, sambil berpaling ia membentak:

"Manusia yang tak punya mata, mengapa kalian menyalahi Wi tayhiap? Sekembalinya nanti tunggu hukuman diruang belakang."

Buru buru Wi Tiong hong menggoyangkan tangannya berulang kali, cegahnya:

"Mereka tidak kenal diriku, siapa tidak tahu dia tak bersalah. biar urusan disudahi sampai disini saja, Asal lain kali mereka tahu diri dan bertanyalah sampai jelas jika ada sahabat kangouw yang berkunjung kebukit Thian bok san sebelum bertindak, sehingga kesalahan paham dapat dihindari."

"Kalian sudah mendengar?" Tam See hoa segera membentak "Bila kalian berani bertindak sembrono sebelum duduk persoalan menjadi jelas, hukuman akan menanti kalian semua."

Lelaki pemimpin rombongan itu segera mengiakan berulang kali Tam See hoa tidak menggubris orang itu lagi kepada Wi Tiong hong katanya kemudian seraya menjura:

"Wi Tayhiap, silahkan naik keatas kuda."

Wi Tiong hong melompat naik ke punggung kuda disusul oleh Tam See hoa, dengan jalan bersanding kedua orang itu melanjutkan perjalananrya naik gunung Kurang lebih beberapa puluh kaki kemudian Tam See hoa baru berbicara setelah menengok kesekitar situ dan yakin tiada manusia disekitarnya.

"Kedatangan Wi tayhiap sangat kebetulan sekali, sepuluh hari berselang siaute telah mengutus lima orang kepercayaanku untuk mencari jejak Wi tayhiap dimana mana namun hingga kini tak ada kabarnya, sementara siaute sedang gugup dan panik, untung sekali Wi tayhiap muncul tepat pada saatnya."

Berbicara sampai disini, tanpa terasa ia mendongakkan kepalanya sambil menghembuskan napas lega.

Wi Tiong hong tidak berhasil menangkap kejanggalan didalam nada suara Tam see hoa tersebut, katanya kemudian;

"Berapa hari berselang, secara tidak sengaja aku berhasil mendapat kabar mengatakan Ting toako berhasil pulang dengan selamat, itulah sebabnya aku khusus meluangkan waktu untuk menengoknya."

Selapis Kabut gelap dengan cepat menyelimuti wajah Tam See Hoa katanya sambil menghela napas!

"Aaaai rupanya Wi Tayhiap juga telah mengetahui peristiwa tersebut?"

"Aku mendengar hal ini dari saudara saudara kita yang berada dikantor pusat yang sedang mengadakan pertemuan disebuah rumah makan."

Sekali lagi Tam See Hoa menghela napas panjang. Wi Tiong hong berkata lebih lanjut: "Sesungguhnya kedatanganku kali ini kemari karena sudah lama tak pernah bersua dengan Ting Toako, maka mumpung ada kesempatan aku ingin berkumpul

dengannya, kedua akupun hendak mengembalikan lencana pena baja yang sementara kusimpankan itu kepada perkumpulan kalian. Cuma sungguh patut disesalkan gara gara aku bersikap kurang hati hati mengakibatkan lencana Thi Pit Leng itu menderita sedikit cedera.”

Dengan wajah yang sedih Tam see hoa manggut manggut.

“Tempo dulu lo pangcu pernah meninggalkan ramalan dia bilang saat lencana Thi Pit leng menderita cedera, disaat itulah hari kiamat perkumpulan kami tiba agaknya ramalan tersebut memang cocok sekali dengan kenyataan yang sesungguhnya.”

Ucapan mana segera menimbulkan perasaan menyesal dalam hati Wi Tiong Hong dia berkata kemudian:

"Siaute tak pernah mendengar orang membicarakan soal ini, benda apa sih yang tersimpan didalamnya?"

"Lou Bun Si"

"Lou Bun Si?" Sekujur badan Tam See Hoa bergetar keras, ia berseru keheranan.

"Tata lencana Thi Pit leng hanya dilapisi kulit besi bagian luarnya saja, sedang didalamnya terbungkus sebatang Lou Bun si."

"Lou bun si yang tulen atau yang palsu?" tanya Tam See Hoa sambil membelalakan matanya. "Tentu saja yang asli." Wi Tiong hong tertawa.

Tam see hoa manggut manggut.

"Tak heran kalau dalam dunia persilatan tersiar berita yang mengatakan bahwa dua macam benda mustika dunia yaitu lou bun si dan mutiara penolak pedang sudah terjatuh ketangan Wi Tayhiap..."

Mendadak dia berpaling kemudian tanyanya.

"Apakah kedatangan Wi Tayhiap kali ini bertujuan hendak mengembalikan lou bun si tersebut kepada perkumpulan kami?"

"Benda itu merupakan hak perkumpulan kalian tentu saja aku menyerahkannya agar disimpan sendiri oleh Ting toako."

Tam see Hoa menundukkan kepalanya tidak berbicara, lewat beberapa saat kemudian dia baru berkata kembali.

"Siaute mempunyai suatu permintaan yang kurang lazim untuk diutarakan, entah Wi tayhiap bersedia untuk menyetujui atau tidak?"

Wi Tiong Hong menjadi keheranan setelah menyaksikan rekannya berbicara dengan wajah yang sangat ragu cepat dia berkata

"Silahkan saudara Tam utarakan" Setelah ragu sejenak Tam see hoa baru berkata

"Siaute tahu kalau Wi Tayhiap mempunyai hubungan persahabatan yang sangat akrab dengan Ting pangcu, tapi demi perkumpulan kami siaute minta Wi Tayhiap jangan menyinggung dulu persoalan tersebut untuk sementara waktu disaat kau berjumpa dengan Ting Pangcu nanti."

"Mengapa harus demikian?" tanya Wi Tiong Hong tertegun. Tam see Hoa tertawa getir.

"Siaute pernah mendengar dari cerita umat persilatan yang mengatakan bahwa Lou bun si dapat dipakai untuk menawarkan berbagai macam racun keji, oleh sebab itu untuk sementara waktu kuharap Wi Tayhiap sudi menyimpannya dulu. Siapa tahu bisa membantu beribu orang saudara dari perkumpulan kami sehingga lolos dari bencana besar kali ini."

"Apa? semua anggota perkumpulan telah keracunan? “ tanya Wi Tiong Hong terkejut.

"Hingga sekarang keadaannya masih belum jelas, siaute hanya berharap agar sementara waktu ini jangan tayhiap serahkan benda tersebut kepada Ting Pangcu."

Berbicara sampai disitu tiba tiba dia tutup mulut dan tidak berbicara lebih jauh,

Wi Tiong Hong sangat terkejut disamping curiga, dia cukup tahu sitapak tangan baja Tam see hoa sebagai pelindung hukum dalam perkumpulan Thi Pit pang yang mempunyai kedudukan sangat tinggi dalam

perkumpulannya.

Diapun tahu kalau orang itu setia jujur dan berpribadi luhur selama ini sikapnya terhadap Ting Toako sangat menaruh hormat dan menjunjungnya mati matian.

Tapi hari ini mengapa dia justeru mengucapkan kata kata macam ini kepadanya?

Ketika menengok kembali kedepan tak jauh disana terlihat sepasukan peronda berbaju ketat warna biru sedang berdiri sejajar ditepi jalan agaknya mereka melihat kemunculan kedua orang itu sehingga sama sama memberi jalan sambil menjura:

Tam See hoa segera menuding kedepan sana sambil berhasil berkata lagi:

"Markas besar perkumpulan kami berada didepan sana, mari Wi Tayhiap kita kesana?" Mereka berdua segera mempercepat lari kudanya dan berangkat menuju kedepan sana.

Menanti kedua orang itu sudah lewat pasukan peronda tadi baru berdiri tegak dan melanjutkan tugasnya.

Kuda berlari amat kencang, tak selang beberapa saat kemudian sampailah kedua orang itu didepan sebuah perkampungan yang berdiri di kaki bukit.

Didepan pintu gerbang yang berwarna hitam berdiri empat orang lelaki berbaju biru tampak dua tiga orang lelaki berbaju biru hilir mudik, dilihat dari gerak mereka nampaknya sedang sibuk sekali sewaktu keempat penjaga dan saudara saudara lain yang sedang hilir mudik itu melihat kemunculan Tam See Hoa, serentak mereka membungkukkan badan memberi hormat.

Menggunakan kesempatan melompat turun dari

kudanya, tiba tiba Tam See Hoa berbisik kepada Wi Tiong Hong dengan ilmu menyampaikan suara.

"Ingat baik baik perkataanku tadi Wi tayhiap, keadaan yang sejelasnya akan aku ceritakan malam nanti."

Selesai berkata dia serahkan tali les kudanya ketangan seorang centeng yang berdiri disisinya sambil berpesan:

"Cepat masuk memberi laporan kepada pangcu, katakan Wi Tayhiap telah datang."

Seorang centeng yang lain mengiakan dan segera lari masuk kedalam gedung untuk memberi laporan Tam See Hoa menunggu sampai Wi Tiong Hong datang turun dari kudanya. Kemudian baru berkata dengan hormat:

"Silahkan masuk Wi Tayhiap!"

Diiringi Tam see hooa akhirnya Wi Tiong Hong melangkah masuk kedalam gedung.

Belum jauh mereka masuk dari kejauhan sana Ting ci kang sudah berlari mendekat dengan langkah terburu buru, sambil berjalan mendekat dia berseru sambil tertawa terbahak bahak.

"Haah... Haaah... Haaah... Saudara Wi angin apa yang telah..."

Tapi setelah mengetahui bahwa orang yang masuk bersama Tam See hoa adalah seorang lelaki berwajah merah yang belum pernah dikenalnya Ting Ci kang tertegun dan tiba tiba membungkam.

Dengan cepat Wi Tiong Hong maju menyambut kedatanganna seraya berseru:

"Ting toako, siaute adalah Wi Tiong Hong."

Setelah mendengar seruan itu, Ting Ci kang baru menggengam tangan Wi Tiong Hong sambil serunya dengan gembira:

"Saudara Wi penyaruanmu hampir membuat aku tidak mengenalimu lagi. kita masuk keruangan."

Kemudian sambil berpaling ia bertanya pula:

"Saudara Tam kau berhasil menjumpai saudara Wi dimana?"

"Setiap pagi hamba selalu melakukan perondaan disekitar wilayah bukit ini. Didepan dusunlah aku berjumpa dengan Wi Tayhiap, waktu itu hambapun hampir tidak mengenalinya untuk Wi Tayhiap menyapa hamba lebih dahulu." Ting ci kang tidak menunggu sampai Tam see Hoa menyelesaikan kata katanya sambil tersenyum dia lantas berkata kepada Wi Tiong Hong.

"Sejak kembali ke perkumpulan, aku sudah banyak mendengar kabar berita tentang saudara, haah.. haah..

hanya beberapa bulan kita tak bersua, tak nyana kalau nama besar saudara Wi sudah menggetarkan dunia persilatan sekarang."

Sementara pembicaraan berlangsung, mereka sudah menelusuri beranda disisi ruangan tamu menuju ke ruang dalam.

Setelah semua orang mengambil tempat duduk, dengan senyuman dikulum Ting Ci Kang baru berkata:

"Dari laporan saudara Tam dapat kuketahui bahwa perkumpulan kita bisa bertahan terus sampai sekembalinya diriku tak lain berkan bimbingan dan perlindunganmu, budi kebaikan ini benar benar sangat mengharukan siauheng.

terimalah hormatku ini sebagai pertanda rasa terima kasih segenap anggota kami kepadamu."

Selesai berkata ia lantas menjura dalam dalam.

Buru buru Wi Tiong Hong balas memberi hormat sambil ujarnya:

"Ting Toako mengapa kau berkata demikian? kita adalah sesama saudara sendiri sudah sewajarnya bila kubantu usahamu selama Ting toako tidak berada dirumah apalagi kebesaran perkumpulan Thi Pit Pang tak lebih berkat perjuangan keras saudara Tam sedang siaute cuma menyandang nama belaka, bicara soal pekerjaan aku tak pernah menyumbangkan sedikit tenagapun."

Berbicara sampai disini dia lantas mendongakkan kepalanya dan berkata kembali:

"Setelah Toako lenyap dari dunia persilatan, siaute mengira kau masih tetap berada ditangan orang orang ban kiam hwee, kemudian berjumpa dengan ban kiam hweecu dan seh tootiang dari tok seh sia siaute pun gagal menemukan suatu berita tentang toako, untung sekali toako berhasil lolos dari marabahaya. dengan begitu siaute pun bisa merasa berlega hati. Ting toako, sebenarnya kau telah diculik oleh siapa?"

Ting ci kang menggelengkan kepalanya berulang kali:

"Pengalamanku tak akan habis untuk diceritakan.

Ringkasnya saja waktu itu siautee jatuh ketangan congkoan pasukan pedang berpita hitam Chin Tay Seng dari Ban Kiam Hwee, Chin tay seng bersikeras mengatakan bahwa Lou bun si sudah terjatuh ketangan orang orang Thi Pit pang Terhadao siau heng, diapun melakukan penyiksaan berat untuk memaksa aku mengaku, ketika itu siaute mengira jiwaku pasti melayang maka dibalik pakaianku kutinggalkan pesan surat berdarah yang menetapkan saudara Wi sebagai penerus kedudukan ketua perkumpulan Thi Pit Pang....

Mendengar hal mana Wi Tiong Hong segera berseru dengan marah:

"Bajingan tua she Chin ini telah menghianati perkumpulan Ban Kiam Hwee, untung dia berhasil dibekuk oleh Ban kiam Hweecu. Aku yakin dia tentu tak bisa mati secara baik baik?"

"Apa? Chin Tay seng telah menghianati Ban Kiam hwee?" Tanya Ting Ci Kang keheranan. Perlu diketahui masalah berhianatnya Chin tay senga dari perkumpulan Ban Kiam Hwee tak pernah disebar luaskan oleh pihak Ban Kiam Hwee sedang pihak Tok seh sia yang terlibat sudah barang tentu enggan

mengumumkannya pula, Itulah sebabnya tiada orang persilatan yang mengetahui akan kejadian tersebut.

Sementara itu Ting Ci kang telah berkata lebih jauh. "Kemudian aku dengar saudara Wi telah

mempergunakan lencana siu lo ci leng minta orang kepada Chin Tay Seng, dimana akhirnya dia perintahkan wakilnya Pak Bun si untuk menyamar sebagai siauheng dan merampas Lou bun su dari tanganmu, waktu itu sebenarnya mereka berniat membunuh siauheng guna menghilangkan jejak bila hal tersebut terjadi tentunya kejadian ini tak bakal diketahui orang.

Pada saat itu siauheng menderita luka parah, keadaanku kritis sekali, mereka sudang mengirimku ke sik jin tian guna menggantung aku telah memperolah pertolongan dari seorang loocianpwee, dimana beliau telah membunuh Pak bun hwi dan menolong siauheng sampai lukaku sembuh kembali, setelah sehat kembali siauheng langsung kembali kesini!"

Cerita tersebut sama sekali tidak terperinci, baru datang sehingga dia hanya menceritakan garis besarnya saja.

Tam See Hoa yang duduk disampingnya tanpa terasa menengok sekejap kearah Wi Tiong Hong.

Sementara itu Wi Tiong Hong mendengarkan dengan seksama, sampai Ting Ci Kang selesai berkisah, dia baru menghembuskan napas panjang seraya bertanya:

"Entah siapakan locianpwee yang telah menyelamatkan toako itu?" Ting ci kang segera tertawa.

"Atas undangan siauheng kini cianpwee tersebut telah berdiam dibukit thian bok san maka jarang sekali bertemu

dengan orang. Sekarang saudaraku baru datang, berdiamlah beberapa hari dulu. tentunya siauheng akan mengajakmu menjumpainya."

Sekali lagi Tam See Hoa melirik sekejap kearah Wi Tiong Hong, namun sayang Wi Tiong Hong tidak memperhatikan akan hal tersebut.

Sambil bersantap siang, Tam See Hoa bangkit untuk mohon diri sebentar selang beberapa saat kemudian dia muncul kembali dalam ruanga.

Ting ci kang segera bertanya:

"Saudara Tam disini tak ada kejadian apa apa bukan?"

"Saudara saudara kita dari kantor cabang Thian Heng dan Go Heng datang memberi laporan, hamba telah mengaturkan tempat beristirahat bagi mereka." "Bagus sekali !" Ting ci kang sambil manggut manggut.

Setelah Tam See Hoa duduk kembali dibangkunya sambil tersenyum Ting Ci kang baru berkata lagi kepada Wi Tiong Hong.

"Setelah berpisah beberapa bulan, namamu sudah tak asing lagi bagi dunia persilatan, disamping aku bergirang untuk keberhasilanmu maka akupun cuma mendengar sepotong sepotong, bagaimanakah keadaan yang sebenarnya? harap Saudara Wi suka bercerita."

Wi Tiong Hong bercerita secara garis besarnya.

Selesai mendengar penuturan itu, dengan girang Ting Ci Kang segera berseru:

"Rupanya saudara Wi adalah keturunan dari pek ih Tayhiap tak heran kalau wibawamu luar biasa serta melebihi orang lain haah... haaahh... sekarang asal usulmu sudah menjadi jelas asal empek masih hidup dalam dunia

ini suatu ketika duduknya persoalan tentu akan menjadi jelas dengan sendirinya.

"Soal kepergianmu ke selat Tok seh sia aku rasa kurang baik jika kau pergi seorang diri kebetulan siauheng tak ada urusan apalagi soal perkumpulan bisa diselesaikan saudara tam, bagaiman kalau aku menemani perjalananmu nanti?"

Dengan perasaan berterima kasih sekali buru buru Wi Tiong Hong berseru: "Maksud baik toako, siaute terima dengan senang hati."

Ia sama sekali tidak menerangkan kepada Ting Ci Kang kalau Ban Kiam Hweecu telah meminjamkan kitab pusakanya setelah berhenti sejenak katanya kembali:

"Sebelum berpisah dengan paman siaute telah mewarisi serangkaian ilmu pedang, paman minta siaute pulang ke bukit Hwee Giok san untuk melatih diri, sedang sekarang siaute belum tahu dimanakah letak tok seh sia yang sesungguhnya.

"Ditambah lagi tiga bulan mendatang siaute masih punya janji dengan Ban Kiam Hweecu siapa tahu mereka mengetahui letak selat pasir beracun itu. Maka siaute pikir hendak memenuhi janji dengan Ban Kiam Hwee cu lebih dulu sebelum berangkat ke selat pasir beracun."

Ting Ci Kang segera termenung tanpa berbicara.

Wi Tiong Hong mengangkat kepalanya lalu berkata lebih jauh:

"kedatangan siaute kali ini, kesatu karena mendengar toako lolos dari bahaya dan berhasil pulang dengan selamat sehingga buru buru ingin bertemu dengan toako..."

Rupanya tanpa disadari hari telah menjadi gelap, pelayan muncul secara tiba tiba untuk memasang lentera serta mempersiapkan kembali hidangan malam.

Menggunakan kesempatan itu, Tam See Hoa segera mengerling sekejap kearah Wi Tiong Hong sambil memberi tanda, kemudian berkata:

"Wi Tayhiap baru saja datang dari tempat yang jauh, santapan siang tadi diselenggarakan terburu buru maka malam ini khusus dipersiapkan hidangan yang lebih baik untuk menyambut kedatangan tayhiap, mari kita bersantap dulu."

Sebagai orang yang berjiwa terbuka Ting Ci kang segera bangkit berdiri seraya tergelak. "Betul, betul saudara Wi baru datang dari jauh mari kita minum arak sampai puas" 000000dw00000

Sesudah perkataannya ditukas ditengah jalan oleh Tam See Hoa tadi, kecurigaan yang muncul dihati Wi Tiong Hong semakin bertambah, apalagi diapun menyadari sesuatu gejala yang aneh, dia seolah olah merasakan hubungan yang aneh dengan Ting Ci Kang,

Tanpa terasa segera pikirnya:

"Bagaimanapun juga aku toh baru datang baiklah, biar Lou Bun Si kukembalikan kepada Ting toako dalam kesempatan mendatang.”

Maka diapun bangkit berdiri seraya berkata:

"Siaute kan bukan orang luar, buat apa toako mesti bersikap sungkan sungkan?" Kembali Ting Ci Kang tertawa bergelak.

"Haah... Haaah.. Haah... siaute baru saja datang sudah sepantasnya bila aku sebagai toako menjadi tuan rumah yang baik, mari mari jangan biarkan hidangan menjadi dingin."

Dia menarik Wi Tiong Hong untuk mengambil tempat duduk, sedangkan Tam See Hoa mendampingi

disampingnya.

Hidangan kali ini memang lezat dan mewah, mereka bertiga bersantap sampai betul2 kenyang sebelum bubar.

Selesai bersantap, hidangan air teh wangi lalu disuguhkan,

Mereka bertiga berbincang lagi beberapa saat, Ting Ci kang baru melihat cuaca sambil berkata:

"Saudara Wi, kau tentu merasa letih sesudah menempuh perjalanan jauh, lebih baik beristirahatlah dahulu, mari tidur dikamarku saja, dengan begini kita dua bersaudara bisa berbincang bincang lagi lebih mendalam."

Tam See Hoa segera menimbrung:

"Hambe telah menyiapkan sebuah kamar tamu yang tenang dan bersih untuk Wi Tayhiap, Hamba rasa Wi Tayhiap menempuh perjalanan jauh, maka entah sedang beristirahat ataukah bersemedi, seorang diri didalam kamar yang tersendiri rasanya jauh lebih leluasa, entah bagaimanakah pendapat pangcu?"

Sambil tertawa Ting Ci Kang segera manggut manggut.

"Benar aku memang lupa memikirkan tentang persoalan ini, kalau begitu harap saudara Tam suka mengantar saudara Wi untuk pergi beristirahat?"

Tam See Hoa segera mengiakan, kemudian sambil tersenyum katanya kepada sianak muda: "Wi Tayhiap harap ikut siaute?"

Wi Tiong Hong mengikuti Tam See Hoa keluar dari ruang tengah melalui serambi depan dan membelok kekiri menikung ke kanan dan akhirnya tiba di sebuah bangunan mungil yang berdiri menyendiri.

Sekeliling bangunan tersebut penuh tumbuh anekan bungan dan pepohonan sehingga terasa rindang dan nyaman setitik cahaya lentera nampak menyorot keluar dari balik kertas jendela,

Sambil mendorong pintu kamarnya Tam see hoa berkata kemudian sambil tersenyum:

"Kamar tamu ini khusus disediakan untuk Wi Tayhiap maaf kalau aku tidak masuk kedalam berhubung masih ada urusan lain"

"Oh silahkan saudara Tam," buru buru Wi Tiong Hong berseru.

Setelah memberi hormat Tam See Hoa membalikkan badan dan mengundurkan diri tapi sebelum membalikkan badan itulah mendadak bisiknya lagi kepada Wi Tiong Hong dengan ilmu menyampaikan suara:

"Aku akan datang selewatnya kentongan pertama nanti, akan kujelaskan semua masalah kepadamu."

Sementara Wi Tiong Hong masih tertegun oleh bisikan tersebut, Tam See Hoa telah beranjak keluar dari halaman rumah dengan langkah lebar....

Melihat hal tersebut, iapun segera berpikir:

"Agaknya Tam See hoa memang ada maksud untuk mengatur aku tinggal disini, sikapnya luar biasa serta usahanya mencegah aku berbicara soal Lou Bun si dengan Ting Toako sungguh mencurigakan hatiku... entah apa saja

yang hendak ia bicarakan setelah kentongan pertama malam nanti?"

Berpikir sampai disitu, dia lantas melangkah masuk kedalam ruangan, ternyata gedung itu semuanya diatur dengan indahnya, lengkap dengan perabotan dan dekorasi yang mewah.

-oo0dw0ooo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar