Persekutuan Pedang Sakti Jilid 03

Jilid 03

Tindakanmu ini memang suatu tindakan yang tepat!

suara yang menyeramkan itu kembali bergema, sayang sekali orang yang akan menyiarkan berita besar keseluruh dunia persilatan besok bukanlah Ban kiam hweecu!

Ternyata suara pembicaraannya kali ini berkumandang sepuluh kaki dari tempat semula, padahal sepuluh kaki diluar sana merupakan jurang yang amat dalam, mustahil

tentunya orang itu bisa berbicara sambil berdiri ditengah awan.

Wi Tiong-hong maupun Thio lohan Khong-beng

hweesio benar benar dibikin terkejut bercampur keheranan oleh kepandaian berbicara lawan yang sebentar dari timur, sebentar lagi beralih kebarat tersebut....

Ban kiam hweecu tetap berdiri tak berkutik di tempat semula, tiba tiba serunya sambil tertawa dingin,

“Siaute masih mengira kau sudah pandai menguasai ilmu Bok sak tun heng batu dan kayu berwujud satu dari Mo bau. rupanya hanya mencuri belajar ilmu Pek poh hui siu seratus langkah pantulan suara dari Lam-hay-bun belaka, hmm..! Buat apa kau pamerkan kepandaian semacam itu dihadapanku?”

“Haaah.. haah.. haah .." suara yang menyeramkan itu tertawa tergelak, Ban kia-hweecu memang benar benar sangat hebat!

Gelak tertawanya kali ini kembali berasal dari tempat suara tersebut dipancarkan untuk pertama kalinya tadi.

Dengan cepat Wi Tiong-hong berpaling. ia saksikan dari helakang batu karang berapa kaki dihadapan Ban kiam hweecu muncul seseorang dengan langkah pelan.

Tanpa terasa Wi Tiong hong mengagumi. sesudah mengetahui keadaan yang sebenarnya, hingga sama sekali tak bergerak dari posisi semula.

Ketika diamati lebih seksama, tampak orang itu memakai bsju hitam, wajahnya tertutup pula oleh topeng berwarna hitam hingga cuma kelihatan dua matanya yang berkilauan saja.

Ban kiam-hweecu memandang sekejap ke arahnya, lalu ujarnya dengan suara tenang dan dalam, “Mungkin kau yg bernama Tok seh siaucu?”

“Heeee...heee.. ilmu silat Siaucu tidak ada taranya, terutama ilmu beracunnya yang tiada bandingannya, aku tak berani dibandingkan dengannya" kembali manusia berjubah hitam itu tertawa seram. “Lantas siapakah saudara? Kalau toh sudah

menampakkan diri. mengapa tidak perlihatkan tampang aslimu?”

"Aku tak lebih cuma seorang prajurit tak bernama dari Tok seh sia sekalipun ku copot topeng ini, belum tentu hweecu mengenali diriku”

Mendengar perkataan tersebut, Ban kia hweecu segera terpikir didalam hati.

“ Orang ini menyebut diri sebagai seorang prajurit tak bernama, tampaknya dia adalah manusia penting dari Tok seh sia, siapa tahu orang kepercayaan Tok seh siacu sendiri?”

Berpikir demikian, katanya kemudian sambil tertawa nyaring

“Kalau toh kau bukan Tok seh siacu, mau apa datang menjumpai diriku?”

Biarpun perkataan tersebut amat sederhana dan biasa, namun jelas mencerminkan kewibawaan seorang ketua perguruan.

Manusia berjubah hitam itu tertawa kering.

“Aku ingin mengajak hweecu untuk rundingkan suatu persoalan”. “Merundingkan apa?”

Sambil menunjuk kearah Cho Kiu moay sekalian berlima yang roboh tak sadarkan diri, manusia berbaju hitam itu berkata:

“Kelima anak buah hweecu telah dilukai oleh Thian tok ci, tak sampai setengah jam kemudian ia bakal mati keracunan. bila saat seperti itu tiba, maka tiada kemungkinan lagi untuk menyelamatkan jiwanya”.

“Maksudmu, sekarang mereka masih ada kemungkinan untuk ditolong?” “Perkataan dari Hweecu memang benar”.

“Mana obat penawarnya? Bawa kemari!” sambil berkata Ban kiam hweecu menjulurkan tangannya kemuka.

Manusia berjubah hitam itu segera tertawa seram.

“Obat penawarnya berada disaku ku, cuma setelah kupersembahkan obat penawarnya nanti, harap hweecu pun bersedia membebaskan dia”

Sembari berkata, dia menunjuk kearah perempuan yang menyaru sebagai Tok seh siacu tadi. Tergerak hati Ban kiam hweecu setelah menyaksikan keadaan itu. pikirnya dengan cepat: “Jangan jangan perempuan ini adalah Tok seh siacu yang sesungguhnya...?”

Maka sambil menatap tajam wajah manusia berjubah hitam itu, tanyanya; “Betulkah obat penawar racunnya berada disakumu?”

“Aku datang dengan tujuan menukarkan orang dengan obat, tentu saja obat penawar racunnya kubawa serta” “Bagus sekali” seru Ban kiam hweecu dingin, “namun aku tak ingin menukar orang dengan obat”

“Dengan enam lembar jiwa anggota perkumpulan kalian untuk ditukar dengan selembar jiwa orang kami, masa hweecu masih tidak puas?”

“Apa kedudukan perempuan ini dalam selat kalian?”

Agaknya manusia berjubah hitam itu tak menduga duga kalau Ban kiam hweecu bakal mengajukan pertanyaan ini, setelah tertegun sejenak katanya kemudian:

“Dia tak lebih hanya seorang dayang dari Siacu kami” “Hmm..., aku pikir bukan cuma begini saja bukan?” jengek Ban kiam hweecu sambil tertawa dingin.

Manusia berjubah hitam itu tertawa.

“Hweecu telah menganggap dayang ini sebagai manusia apa? Haa haaa haaa..., bila hweecu lebih mementingkan seorang dayang dari pada lima lembar jiwa anggotamu, bila racun mulai kambuh nanti, harap kau jangan menyesal!

“Bukankah obat penawar racunnya berada disakumu?

Aku tak merasakan hal tersebut bisa berakibatkan terlambat”

“Aku tidak memahami maksud hweecu” manusia berjubah hitam itu tertawa seram.

“Pernahkah kau dengar istilah tentang membunuh ayam ‘tak mengambil telurnya?”

“Membunuh ayam untuk mengambil telurnya hanya perbuatan dan pikiran orang bodoh, bagi yang pintar tak bakal sudi melakukan perbuatan semacam ini”

“Tapi bila kau tidak bersedia menyerahkan obat penawarnya, terpaksa aku harus melakukan tindakan, membunuh ayam tuk pengambil telur...”

“Hweecu maksudkan obat penawar itu sebagai telur ayam?”

Mencorong sinar tajam dari balik mata ban kiam hweecu, “Criing!” pedangnya tahu tahu sudah diloloskan dari sarung dan ditudingkan kearah manusia berjubah hitam itu.

Serunya kemudian sambil tertawa nyaring “Aku justru menganggap dirimu sebagai ayam”. Manusia berjubah hitam itu kontan saja mendongakkan kepalanya sambil tertawa melengking:

“Haaa...haaaa...banyak orang pintar didunia ini, tapi justru banyak yang suka melakukan perbuatan bodoh!”

“Aku tidak sempat untuk banyak berbicara lagi denganmu, cepat loloskan senjata mu! hardik Ban kiam hweecu

“Hweecu termahsur dalam dunia persilatan karena ilmu pedangnya yang sangat lihay, aku sih tak berani menggunakan senjata tajam”

Selesai berkata, ia mengebaskan ujung bajunya dan tahu tahu dalam genggamannya telah bertambah dengan sebuah senjata penggaris liang thian ci, katanya sambil membungkukkan badan dan tertawa:

“Bila Hweecu bermaksud akan membunuh ayam, silahkan saja memberi pelajaran!"

Ban kiam hweecu segera tertawa dingin:

"Heee ...heeee....kau anggap aku bersedia mengadu kepandaian dengan seorang prajurit tak bernama dari Tok seh sia? Betul, tujuanku adalah mengambil telurnya, sebelum telur diambil, ayamnya mesti dibunuh pula, mari kita menggunakan jarak empat kaki sebagai batasan, asal

kau berkemampuan untuk menghindari tiga jurus serangan pedangku, perempuan itu boleh kau bawa pergi”

Mendengar ucapan itu, manusia berjubah hitam itu segera tertawa Terbahak-bahak

“Haaa....haaa..., sudah lama kudengar orang berkata, Ban kiam hweecu sangat mahir dalam permainan ilmu pedang terbang, aku yang diberi kesempatan untuk mencoba, benar-benar merasa amat bangga!”

Ban kiam hweecu segera mengangkat pedangnya, kemudian sambil mengamati manusia berjubah hitam itu lekat-lekat, serunya:

"Nah, berhati-hatilah,"

Serentetan pelangi berwarna perak tibs tiba meluncur dari tangannya langsung menyambar kepala manusia berjubah hitam tersebut.

Menghadapi ancaman seperti ini, manusia berjubah hitam itu tak berani bertindak gegabah, sorot matanya yang tajam bagaikan sembilu mengawasi ujung pedang Ban kiam hweecu lekat-lekat.

Mendadak ia menarik napas panjang, tangan kanannya diangkat keatas dan senjata Liang thian ci nya berubah menjadi serentetan cahaya hitam cepat menyambut datangnya cahaya pedang tersebut.

Akibatnya sungguh luar biasa, baru saja cahaya pedang dari Ban kiam hweecu mencapai setengah jalan, tahu tahu serangan tersebut berhasil dihadang oleh Liang thian ci manusia berjubah hitam itu. Serentetan cahaya putih dan cahaya hitam dengan cepatnya saling menumbuk satu sama lainnya.

“Traang ..!”

Suatu benturan yang amat nyaring bergema

memecahkan kehenirgan, kedua macam senjata tersebut bersama-sama rontok ke tanah. Ban-kiam-hweecu amat mahir dalam permainan pedang.

Senjata yang ditimpuk kedepan tersebut bukan dilakukan seperti melepaskan senjata rahasia yang setelah ditimpuk tak akan kembali lagi.

Inilah ilmu pedang terbang yang merupakan ilmu pedang tingkat tinggi, boleh dibilang segenap penuh tenaga murni seseorang telah disalurkan dalam tubuh pedang tersebut dengan dikendalikan oleh perasaan.

Andaikata serangan tersebut gagal, maka dalam suatu gapaian tangan saja pedang yang sudah ditimpuk keluar itu akan balik kembali, tentu saja bukan lantas rontok ke tanah.

Setelah melepaskan pedangnya tadi, terutama setelah senjatanya saling membentur dengan senjata Liang-Thian-ci lawan, ia segera merasakan betapa cahaya pedangnya itu berhadapan dengan suatu kekuatan besar yang menghisapnya kuat-kuat.

Tatkala senjata Liang-thian-ci itu rontok ke tanah, ternyata pedang tersebut turut rontok pula ke tanah dan tak mampu dihisap kembali.

Dalam terperanjatnya tanpa terasa dia menengok ke atas tanah.

Biarpun pedang dan senjata penggaris itu sudah rontok ke tanah, namun kedua macam senjata tersebut masih tetap melengket satu sama lainnya dan tak terpisahkan.

Dengan cepat Ban-kiam-hweecu menyadari apa gerangan yang telah terjadi, rupanya senjata yang

dipergunakan lawan adalah sejenis besi sembrani yang dapat menghisap aneka logam. Ini menunjukkan kalau orang-orang Tok-the-sia memang sudah mempersiapkan diri sebaik-

baiknya dalam menhadapi orang-orang ban-kiam-hwee, hingga pada senjata mereka pun telah dipasangi besi sembrani yang sesungguhnya merupakan tandingan dari senjata pedang.

Berpikir demikian, tanpa terasa ia mendengus gusar. “Criiing!"

Ditengah dentingan nyaring, dalam genggamannya tahu-tahu sudah bertambah pula dengan sebilah pedang mestika yang siap di pakai untuk melancarkan serangan.

Kali ini, sewaktu pedang tersebut sedang meluncur tidak sampai satu kaki, mendadak ban- kiam-hweecu mengayunkan telapak tangannya dan menepuk ke bawah.

Ayunan dan tepukan tersebut semuanya dilakukan dari tempat kejauhan, tapi cahaya pedang yang sudah meluncur ke depan sejauh satu kaki itu tahu-tahu berjumpalitan ditengah udara dan berganti menyambar kesamping.

Cahaya tajam berputar, hawa pedang memancarkan ke empat penjuru, benar Benar suatu serangan yang sangat mengerikan.

Manusia berjubah hitam itu segera berputar kencang, sorot matanya yang tajam mengawasi cahaya pedang tersebut lekat lekat sementara tangan kanannya merogoh kedalam saku dan mencabut keluar sebilah senjata penggaris lain.

Kali ini dia tidak menyambit keluar senjata penggarisnya, melainkan hanya disilangkan di depan dada, menanti cahaya pedang telah meluncur tiba, ia baru

menghimpun hawa murninya dan menyongsong datangnya ancaman tersebut. “Traaang!”

Suatu bentrokan nyaring yang memekikan telinga segera berkumandang memecah keheningan, begitu pedang dan penggaris saling bertemu, kedua macam senjata tersebut kembali satu sama lainnya.

Dalam detik inilah sekuat tenaga manusia berjubah hitam itu mendorong senjata penggaris besinya ke depan, memanfaatkan kesempatan pada dorongan tersebut, tiba-tiba ia kendorkan cengkeramannya dan secepat kilat meluncur mundur ke belakang.

Tindakan semacam ini boleh dibilang amat berbahaya, andaikata tenaga dalamnya tidak sempurna, lagi pula penggunaan waktunya tepat, biarpun berhasil lolos dari sapuan cahaya pedang lawan, paling tidak juga berakibat menderita luka parah.

Gerakan tubuh manusia berjubah hitam itu benar-benar amat cepat dan tak terlukiskan dengan kata-kata, setelah ia menghindar sejauh delapan depa lebih, barulah terdengar suara dentingan nyaring, pedang dan penggaris itu lagi-lagi rontak ke tanah.

Baik dua kali gerak serangan dari Ban-kiam-hweecu dengan pedang terbangnya, maupun gerak pertahanan dari manusia berjubah hitam yang menahan cahaya pedang lawan. Semuanya dilakukan dengan ilmu tingkat tinggi.

Ini semua segera menimbulkan perasaan jeri dan seram bagi Wi-Tiong-hong serta thi lohan berdua.

Ban-kiam-hweecu sendiripun amat terperanjat. Ia sudah merasakan sekarang bahwa ilmu silat yang dimiliki manusia berjubah hitam itu bukan terbatas sampai disitu saja,

agaknya pihak lawan memang berani untuk menyembunyikan kemampuan sendiri. “Heran, siapakah orang ini?"

Berbagai ingatan melintas di dalam benaknya, namun paras mukanya tetap tenang dan sama sekali tidak menunjukkan perubahan apapun.

Setelah tertawa nyaring, sambil mengulapkan tangannya ia berkata: "Saudara memang benar-benar hebat, bawalah dia pergi!*

Manusia berjubah hitam itu tertawa seram "Hweecu masih punya satu kesempatan lagi yang belum kau lakukan.."

"Tidak usah, berdasarkan daya kemampuan yang saudara perlihatkan tadi, aku sudah menduga siapa gerangan dirimu itu"

Bergetar Keras sekujur badan manusia berjubah hitam itu. Tiba-tiba dia menjura dan berkata sembil tertawa terbahak-bahak:

"Haaaah. . haaaah. . haaah… , hweecu terlalu memuji, aku tak lebih hanya seorang prajurit tak bernama dari selat Tok-she-sia!”

Ban-kiam-hweecu tersenyum. sambil berpaling kearah wi-Tiong-hong, ujarnya kemudian: "Saudara Wi, harap kau tepuk bebas jalan darahnya dan lepaskan dia pergi!”

Wi-Tiong-hong menurut dan segera membebaskan perempuan itu dari pengaruh totokan.

Begitu ja1an darahnya bebas, meendadak gadis itu mendengus dan mengayunkan telapak tangannya menampar wajah Wi-tiong-hong.

Mimpi pun Wi Tiong-hong tak pernah menduga sampai ke situ, sudah barang tentu tak sempat lagi baginya untuk menghindarkan diri

“plak" tahu-tahu pipinya sudab telah kena ditampar keras-keras.

Sementara Wi Tiong-hong masih berdiri tertegun. gadis itu sudab menundukkan kepalanya dan lari menuruni bukit tersebut.

Manusia berjubah hitam itu segera menjura seraya berkata:

"Harap Wi sauhiap jangan marah, biar aku yang memohonkan maaf kepadamu!”

Wi Tiong-hong hanya blsa meraba pipinya dengan wajah termenung, kalau sudab bertemu dengan perempuan liar seperti ini, terpaksa dia memang harus mengaku lagi sial.

Selesai berkata tadi, pelan pelan manusia berjubah hitam itu merogoh ke dalam sakunya, dia mengeluarkan sebuah botol kristal, kemudian ujarnya lagi dengan suara menyeramkan:

"Hweecu telah berbelas kasihan, tiga jurus belum penuh anggota kami telah dibebaskan. Nah terimalah obat penawar racun dari Thian-tok-ci ini. Bila diminumkan bagi penderita, mereka akan segera sadar asalkan dalam satu jam pertama tidak menggunakan tenaga dalam, jiwa mereka tidak terancam. Dalam pertarungan kali ini, anggap saja kita berdua sama- sama tidak rugi"

“Nama jahat silat kalian sudah termashur dalan dunia persilatan, apakah obat penawar racunmu itu dapat dipercaya?", Ban-kiam-hweecu kelihatan sangsi. Manusia berjabah hitam itu tertawa terbahak-bahak,

"Haaah .. . haaahh . . haaahh .... sudah lama kudengar akan kegagahan hweecu, mengapa kau malah bersikap banyak curiga? Obat penawar racunku ini di persembahkan secara Cuma- cuma bagi Ban-kiam- hwee, bila obat penawar racun setelah ini siapa yang bakal menaruh kepercayaan lagi terhadap nama besar Tok-seh-sia kami ?”

Ban-kiam-hweecu segera manggat manggut, "Baik, siaute percaya dengan perkataanmu!"

Selesai berkata dia menerima botol kristal tersebut dan segera diserahkaa kepada Thi lohan.

Setelah menerima botol berisikan obat penawar tersebut, Thi lohan bersama Wi Tiong-hong berdua segera membagikan obat-obat tersebut untuk Ya Seng, To Sam-seng serta ke empat dayang Bau-kiam-hweecu.

Nyatanya obat penawar tersebut memang manjur dan asli, tidak sampai sepeminum the kemudian, ke enam orang yang tak sadarkan diri itu benar- benar telah mendusin.

Bagitu membuka matanya Cho Kiu-moay segera melompat bangun sambil meraba gagang pedangnya.

Kepada manusia berjubah hitam itu bentaknya keras-keras, "Kau kah yang telah menyergap ku dengan pil beracun tadi?”

Baru-buru Ban-kiam-hweecu mengulapkan tangannya sambil mencegah,

“kalian baru saja sembuh dari keracunan, dalam satu jam mendatang janganlah menggunakan tenaga murni lebih dulu"

Manusia berjubah hitam itu tertawa melengking, serunya pula dengan lantang, “Mereka telah mendusin semua, sekarang tentunya hweecu sadah percaya bukan?”

"Bila aku tidak mempercayai dirimu, tak akan kusuruh mereka telan obat penawar itu. kau boleh pergi sekarang!”

"Eeeeh.. kenapa Hweecu mengusir tamu?" kembali manusia berjubah hitam itu tertawa kering.

Ban-kiam-hweecu mendongakkan kepalanya melihat orang itu belum pergi juga. dengan perasaan curiga dia lantas menegur,

"Masih ada urusan lain?"

Manusia berjubah hitam itu mengangkat bahunya sambil menyahut, "Yaa, aku masih ada satu masalah yang memohon bantuan dari bweecu…" "Urusan apa?"

Sambil menunjuk ke bawah bukit, manusia berjubah bitam itu berkata lagi dengan suara menyeramkan, “Ratusan orang jago lihay dari selat kami telah terkurung didalam barisan khi-bun-toa- tin perkumpulan anda, sekeliling barisan pun telah dijaga ketat oleh para jago pedang perkumpulan kalian yang dipimpin congkoan masing-masing, jangan lagi saat ini mereka tak bertenaga lagi untuk meloloskan diri dari kepungan, sekalipun ada yang beruntung bisa lolos dari kurungan pun tak akan bisa lotos dengan keadaan hidup. oleh sebab itu ku mohon

kebesaran jiwa hweecu untuk melepaskan mereka dari pada kita dua pihak mesti saling bentrok sendiri”

Wi Tiong-hong, Thi lohan, To Sam-seng maupun Yu Seng sekalian hanya tahu kalau ban- kiam-hweecu mengutus congkoan istana huan-Kong-phu menuju Peng- ciu.

Congkoan 10 pedang berpita putih Lok-Im-lim pergi ke Pan-kiau- phu, congkoan jago pedang bermata hijau Buyung Siu menuju ke Ciang-siu-im dan cuma congkoan jago pedang berpita hitam yang baru diangkat. Ma koan-tojin tetap berjaga di bukit pit-bu-san

Lantas dari manakah datangnya barisan Khi-bun toa-tin seperti yang dimaksudkan manusia berjabah hitam itu?

Semua orang merasa keheranan dan tidak habis mengerti, sehingga tanpa terasa mereka serentak berpaling ke bawah.

Tapi begitu menengok kebawah seketika itu juga mereka semua dibikin terkejut bercampur keheranan.

Rupanya setengah li sekitar kuil Tee-kong-bio dibawah bukit pit-bu-san saat itu sudah diliputi oleh selapis kabut yang berwarna abu-abu, di tengah lapisan kabut tersebut lamat-lamat terlihat bayargan manusia yang tak sedikit jumlahnya sedang menerjang ke kiri menerkam ke kanan dengan ganasnya.

Apa yang terjadi diluar kabut tersebut ternyata tak dapat terlihat jelas.

Sekelompok orang yang berada dimulut jalan sebelah kiri semuanya mengenakan pakaian berwarna abu-abu, semua menggembol pedang dengan pita berwarna putih, dalam sekilas pandangan saja sudah diketabui kalau mereka adalab para jago pedang berpita putih pimpinan Liok Im-lim.

Di mulut jalan sebelah kanan berdiri pula sekelompok manusia berbaju bijau dengan pita pedang berwarna hijau.

Mereka adalah para jago pedang pimpinan dari Buyung siu.

Jalan bukit diarah selatan agak sempit dan jumlah manusia yang berada disitu pun paling sedikit, rupanya yang bertugas menjaga tempat itu adalah Huan Kong-phu.

Di muka kuil too-tee-kong-hio berderet puluhan jago pedang berpita hitam, yang menjadi pimpinannya berdandan tosu, dia adalah Ma koan-tojin.

Tak diragukan lagi daerah seluas setengah persegi yang dilapisi kabut tebal itu tentulah ilmu barisan Khi-bun-toa-tin yang dimaksudkan.

Dengan hadirnya empat congkoan yang memimpin pasukan masing-masing menyumbat setiap mulut jalan menuju keluar.

Hakikatnya tempat tersebut benar-benar sudah tersumbat sama sekali atau dengan perkataan lain, orang-orang dari Tok-she-sia tersebut sudah terjebak dalam kepungan dan ibaratnya ikan dalam jaring.

Tapi semenjak kapan barisan Khi-bun-toa-tin itu dipersiapkan? Tak seorangpun yang tahu dengan pasti.

Sementara itu Ban-kiam-hweecu telah tertawa nyaring setelah mendengar perkataan dari manusia berjubah hitam itu,

“Saudara mesti mengerti dalam peristiwa yang terjadi malam ini, adalah jago-jago lihay dari selat kalian yang datang menyerbu perkumpulan kami lebih dulu?"

“Aku bersedia memberikan janji, bila hweecu bersedia melepaskan mereka semua kamipun akan segera

mengundurkan diri dan masing-masing pihak tidak akan saling mengganggu lagi." Ban-kiam-hweecu hanya mendengus dingin dan sama sekali tidak menjawab.

"Hweecu sedang mentertawakan aku?” kembali manusia berjubah hitam itu bertanya. "Betul, aku sedang mentertawakan sikap kalian yang menggelikan itu”

“Jadi hweecu tidak bersedia melepaskan mereka?”

“Kini segenap jago lihay dari Tok-seh-sia sudah masuk perangkap, sudah sepantasnya bila siacu kalian yang datang sendiri untuk merundingkan pembebasan ini”

“Kalau begitu hweecu menganggap kedudukanku masih belum cukup untuk duduk dalam kursi perundingan?”

"Mungkin kedudukanmu cukup”, kata Ban-kiam-hweecu dingin, "tapi masalah ini menyangkut permusuhan ataupun persahabatan dari partai kita berdua, sedikit banyak menyangkut juga keselamatan jiwa dari sejumlah orang, jadi jelas sudah masalahnya tidak kecil. Tadi kaupun hanya menyebut diri sebagai prajurit tanpa nama dalam partaimu, coba bayangkan saja bagaimana mungkin bisa mengambil keputusan dalam masalah sedemikian besarnya ini?”

“Sayang sekali dari sejumlah orang yang turut datang malam ini, selain aku beserta ke empat pembantu dan delapan pengiringku, semuanya telah terjebak dalam barisan perkumpulan kalian. Jadi hanya aku seorang yang bisa berunding denganmu, bila hweecu ngotot hendak bertemu dengan siaucu kami sebelum perundingan bisa diselenggarakan, terpaksa hweecu harus turut aku pulang ke selat Tok-seh-sia kami lebih duhulu”

Tergerak hati Ban-kiam-hweecu setelah mendengar parkataan itu. katanya kemudian "Ooh, apakah kau sanggup memaksa aku untuk kesana?”

“TIDAK BERANI", manusia berjubah hitam itu tertawa seram, "bila hweecu tidak bersedia melepaskan mereka, terpaksa kau harus mengikuti aku pulang ke selat Tok-She-sia kami lebih dahulu" "Tak usah berlarut-larut lagi", tukas Ban-kiam-hweecu sambil mendongakkan kepalanya, "barisan apa yang kau punyai? apa salahnya kalau segera perlihatkan kepadaku?"

"Tadi aku toh sudah bilang, dari sekian orang yang turut kemari, kecuali aku beserta empat pembantu dan delapan pengiring lainnya sudah terperangkap kedalam barisan Khi- bun-toa-tin kalian, jadi sesungguhnya kami tak punya barisan apa apa.

“Namun ke empat pembantu dan delapan pengiringku itu memang sudah hadir semua disini dan dalam genggaman mereka membawa sejenis senjata senjata yang paling ganas, hal ini pun merupakan kenyataan.

Ban-kiam-hweecu tertawa dingin, pelan-pelan dia mengalihkan sorot matanya memandang sekejap sekeliling tempat itu.

Tapi apa yang kemudian terlihat kontan saja membuat Ban-kiam-hweecu terperanjat.

Rupanya dalam sekejap mata itulah dari belakang batu karang di sekeliling tempat itu telah bermunculan empat orang kakek berjubah hijau yang berjenggot putih.

Wajah ke empat orang itu sama sama menyeramkan, bibirnya mendower dan wajahnya mengerikan.

Didalam genggaman orang-orang tersebut masing-masing menggenggam sebutir benda bulat telur yang berwarna hitam berkilat.

Bersamaan dengan munculnya ke empat kakek

berjenggot putih berjubah hijau tadi, dibelakang setiap orang kembali muncul dua orang kakek berjubah abu-abu.

Kedelapan kakek berbaju abu-abu itupun berwajah dingin menyeramkan, hanya saja didalam genggaman mereka membawa sebuah busur kecil berwarna emas, anak panah sudah disiapkan dan tertuju kearah mereka beberapa orang.

Tampaknya benda bulat telur berwarna hitam berkilat di keempat kakek berjengot putih berjubah hijau itu adalah senjata jenis rahasia yang amat dahsyat daya pengaruhya.

Tapi apa pula kegunaan dari busur kecil berwarna emas yang berada ditangan kedelapan kakek berjubah abu-abu itu?

Apakah busur kecil dengan anak panah kecil seperti permainan anak anak itupun bisa dipakai untuk melukai orang?

Tidak, setelah mereka berani muncul dalam saat dan keadaan seperti ini dengan membawa benda tersebut, sudah jelas benda itu merupakan senjata pembunuh yang maha dahsyat.

Sambil tertawa dingin Ban-kiam-hweecu berseru:

“Kau hanya akan mengandalkan barisan seperti ini?"

"Ooh, apakah tidak cukup?" manusia berjubah hitam itu percaya dengan jawaban lawan, Ban-kiam-hweecu memang masih muda dan mungkin saja tidak pernah mengenali benda-benda tersebut. Maka setelah mendengar perkataan tersebut, ujarnya sambil tertawa geram, “Sekalipun hweecu belum pernah menjumpainya, tapi bila kusebut nama seorang locianpwe, mungkin saja Hweecu akan mengetahuinya. Enam puluh tahun berselang, sembilan partai besar berkumpul di bukit Hong-san, locianpwee cukup kebaskan ujung bajunya, sebuah barisan lou-han-tin kecil yang sengaja dipersernbahkan pihak Siau-lim-pay di kaki bukit untuk menghadang penyerbuan orang luar menjadi terbakar hangus dan punah"

"Tok-hwee-sin-kun (Malaikat sakti api beracun) yang kau maksudkan?” tanya Ban-kiam- hweecu.

Si naga tua berekor botak To Sam-seng paling luas pengetahuannya dalam hal ini, mendadak ia jadi teringat akan sesuatu kejadian, dengan tubuh bergetar keras serunya tertahan;

"Bisa jadi benda yang dibawa oleh ke empat pembantunya Itu adalah Kiu- thiat-sip-tee- tok-hwee-sin-tan (peluru sakti api beracun yang membakar sembilan langit sepuluh bumi) dari Tok-hwee-sinkun ?"

Manusia berjubah hitam itu segera tertawa seram.

"Benar, benda yang berada ditangan mereka adalah mestika dari Tok-hwee- sin-kun, hanya cukup dengan sembilan butir telur bebeknya, sembilan partai besar telah dibikin hangus seperti arang.

Ban-kiam-hweecu seketika itu juga membungkam diri dalam seribu bahasa. "Mengenai kedelapan lembar busur emas tersebut…..”

manusia berjubah hitam itu melanjutkan.

Belum habis dia berkata, Thi lohan telah menyambung;

"Apakah busur beracun cairan emas milik Kim ciangkun yang pernah menjagoi wilayah Biau dimasa lalu?"

Konon sewaktu Kim ciangkun merajai wilayah Biauw tempo hari, dengan senjata busur beracun cairan emasnya dia tak pernah menemui tandingan.

Bila anak panah sudah dilepaskan ke udara, maka bubuk beracun berwarna emas yg tersimpan didalamnya akan menyerbu keluar, bila terhembus angin maka racun akan mencair kemana-mana.

Entah manusia ataupun hewan, asal terkena penyebaran racun itu maka kulit tubuh hanya membusuk dan hancur, dan akhirnya berubah jadi cairan kuning, boleh dibilang senjata semacam ini amat ganas dan bahaya.

Tapi berhubung dia berdiam di wilayah Biau yang jauh sekali letaknya dan belum pernah menginjakkan kakinya di daratan Tionggoan, jarang ada umat persilatan yang mengetahuinya.

Dengan perasaan bangga manusia berjubah hitam itu berkata lagi; "Toa suhu memang amat hebat, perkataan mu memang tepat sekali...”

"Omintohud" Tio lohan segera merangkap tangannya di depan dada, dari manakah kalian bisa memperoleh barang barang tersebut?" Manusia berjubah itu tertawa terbahak

"Haa hua haaa. .. siacu memang kami pengumpul barang-barang beracun yang ada di dunia ini, sudah barang tentu barang-barang tersebut diperoleh dengan membayar imbalan yang besar”

Berbicara sampai disitu, kembali ia perdengarkan suara tertawanya yang menyeramkan, terusnya...'

“ Hweecu. .."

Sementara itu Ban-kiam-hweecu telah memperhatikan keadaan disekeliling tempat itu, pikirnya kemudian;

“Orang-orang itu telah dilengkapi dengan senjata rahasia yang amat beracun, tapi bila manusia berjubah hitam ini berhasil diringkus, niscaya mereka akan mati kutunya dan bisa kurobah keadaan yang berbahaya menjadi menguntungkan"

Berpikir demikian, tanpa menunggu sampai manusia berbaju hitam itu berbicara lagi, mendadak ia menggerakan bahunya dan secepat kilat menerjang ke arah manusia berbaju hitam itu.

Sejak permulaan tadi si manusia berjubah hitam itu telah mempersiapkan diri dengan sebaik baiknya, begitu menyaksikan Ban-kiam-hweecu menggerakkan tubuhnya, cepat-cepat dia menarik napas panjang dan serentak tubuhnya mundur sejauh lima depa lebih.

Tindakannya yang dilakukan oleh Ban-kiam-hweecu ini boleh dibilang sudah dipersiapkan sedari tadi, tentu saja ia tidak memperkenankan manusia berjubah hitam itu mundur dengan begitu saja.

Dengan melayang agak datar, secepat petir dia menyusul pula dari belakang.

Menurut perkiraannya semula, dalam sekali kelebatan saja sudah akan mencapai depan manusia berjubah hitam itu. Tapi manusia berjubah hitam itu cukup cekatan dan mundur dengan segera. maka yang satu mundur yang lain maju, selisih jarak mereka masih tetap sejauh lima depa lebih.

Sembari bergerak mundur, berulang kali manusia berjubah hitam itu mengegos ke kiri menghindar ke kanan, dengan harapan bisa melepaskan diri dari kejaran Bankiam-hweecu, siapa sangka Ban-kiam-hweecu masih menguntil terus bagaikan bayangan saja, sedikitpun tak pernah mengendor.

Maka kedua orang itupun masing-masing mengerahkan ilmu meringankan tubuh. masing-masing berputar diatas puncak bukit itu, satu mundur satu maju namun selisih jarak mereka masih tetap sejauh lima depa

Begitu menyaksikan Ban-kiam-hweecu turun tangan, Wi Tiong-hong segera memberi kerlingan mata kepada Thi lohan, kemudian dengan pedang terhunus pelan-pelan dia bergeser kearah belakang tubuh manusia berjubah hitam itu.

Thio lohan Khong beng hweesio meloloskan pula dua bilah goloknya, kemudian,. tanpa

mengucapkan sepatah katapun mengikuti dibelakangnya.

Yu Seng si naga tua berekor botak maupun Cho-Kiu-moay sekalian berenam yang melihat keadaan sangat mendesak, masing masing meloloskan senjatanya dan maju ke depan.

Mendadak Ban-kiam-hweecu berseru; “Kalian cukup berjaga-jaga di empat penjuru dan jangan biarkan dia kabur, malam ini juga aku harus menangkapnya!"

Mendengar perintah tersebut, terpaksa delapan orang itu menghentikan gerakan tubuhnya serta manusia berjubah hitam itu dari jarak satu kaki.

Dengan demikian maka kurunganpun kian lama kian bertambah menyempit.

Diluar lingkaran sempit yang di bentuk Wi Tiong-hong sekalian berdelapan adalah lingkaran besar yang terdiri dari

empat kakek berbaju hijau dan delapan kakek berbaju abu abu.

Ban kiam hweecu dan manusia berjubah hitam itu saling berkejar kejaran didalam lingkaran kecil itu.

Sambil bergerak mundur, manusia berjubah hitam itu berseru kembali dengan suara lantang;

"Hweecu jangan lupa, asal kuturunkan perintah maka daerah seluas sepuluh kaki persegi akan rata menjadi tanah"

Ban kiam hweecu segera tertawa dingin "Heeeh, heeeh.

heeeh, aku belum pernah menerima ancaman orang dengan serius, b la kau tak menginginkan pula nyawamu tak ada salahnya untuk menurunkan perintah tersebut !” jawab Ban kiam hweecu

"Sekalipun aku sudah terkurung dalan lingkaran seluas satu kaki, namun bukan urusan yang gampang bagi hweecu untuk berhasil membekukku."

“Kau anggap aku tak mampu membunuh mu?"

Tiba tiba tubahnya menerkam kedepan, pada perputaran pergelangan tangan kanannya mendadak terdengar bunyi gemerincing nyaring, sebilah pedang tahu-tahu sudah diloloskan pula.

Dengan terkamannya sekarang, ditambah pula dengan ayunan pedangnya maka seketika itu juga selisih jarak mereka semakin diperpendek dan ujung pedangpun persis menusuk dada manusia berjubah hitam itu.

Manusia berjubah hitam itu tertawa terbahak-bahak, tangan kanannya segera dikebutkan kedepan, bersamaan waktunya melayang keluar sebuah ruyung panjang kembali

saling membentur, tanpa terasa langkah kaki merekapun semakin berkurang.

Biarpun pedang dan ruyung saling membentur, kenyataannya sama sekali tidak terdengar suara bentrokan apapun. Sementara Ban kiam hweecu masih terheran-heran, tahu tahu dia saksikan ruyung lemasnya sudah melilit ke arah tubuh pedang sendiri.

Tidak, bukan hanya begitu, ruyung lemas tersebut setelah melilit sang pedang kemudian kepala ruyung tersebut dengan menelusuri tubuh pedang langsung memagut tangan kanannya yang memegang pedang.

Bukan cuma memagut bahkan menggigit sebab ruyung lemas itu ternyata adalah seekor ular beracun yang tubuhnya hitam dan berkilat.

Tindakan yang sama sekali tak terduga ini kontan mengagetkan Ban-kiam-hweecu, dengan bermandikan keringat dingin dia menjerit kaget, buru-buru dia mengundurkan diri ke belakang.

Wi Tiong-hong mengira Ban-kiam-hwecu mundur dengan membawa luka, tanpa terasa melompat ke depan dan menghadang di depan tubuh Ban-kiam-hweecu.

Buru-buru Ban kiam hweecu berseru; “Hati hati saudara Wi, ular beracun yang berada ditangannya adalah ular benang besi!”

Sambil melintangkan pedangnya di depan dada dan sepasang mata memancarkan cahaya berkilat, Wi Tionghong mengawasi ular belang besi ditangan manusia berjubah hitam itu lekat lekat, serunya kemudian sambil tertawa nyaring;

“Hmmm.., kalau cuma seekor ular belang besi masih belum bisa menakutkan diri ku”

Manusia berjubah hitam itu berdiri tak berkutik, sorot matanya yang tajam menatap pula pedang karat Wi Tionghong tanpa berkedip. Kemudian sambil pelan pelan menarik ular beracunnya, ia berkata;

“Aku sama sekali tidak berniat untuk memusuhi dirimu" Wi Tiong hosg tertawa dingin.

“Heeehh . . . heeehh . . heeehh . .. sejak tadi sudah kukenal dirimu, kau adalah orang yang mengundangku untuk bertemu tempo hari”

“Asal saudara cilik sudah tahu yaa sudah lah, dalam peristiwa malam ini, hanya saudara cilik seorang yang merupakan orang di luar garis"

"Bagaimana kalau orang diluar garis ?"

“Sebagai orang diluar garis kau seharusnya menjadi penengah untuk menghentikan pertumpahan darah yaag akan berlangsung diatas bukit maupun bawah bukit, bahkan kemungkinan terjidinya pertumpaban darah yang lebih mengerikan"

"Bukankah Ban-kiam-hweecu telah berkata tadi, selamanya dia tak sudi di ancam orang”

"Sesungguhnya kedudukanku sekarang sudah amat terdesak. masa saudara cilik tidak melihat kalau banyak anggota silat kami yang sudah terkurung didalam barisan Khi-bun- toa-tin tersebut? Asalkan Ban-kiam-hweecu bersedia melepaskan orang, aku pun akan segera menarik diri dan selanjutnya kedua belah pihak tak akan saling mengusik lagi”

Sebetulnya Wi Tiong-hong sendiripun dapat merasakan bahwa tindakan saling mengepung secara begini ini bukan

suatu penyelesaian yang betul, tentu saja cara yang terbaik pada malam ini adalah menarik pasukan masing-masing Tapi dia dan Ban-kiam-hweecu belum lama berkenalan, bersediakah ia untuk mengabulkan permintaan tersebut? Tanpa terasa dengan perasaan sangsi dia berkata; "Aku sendiri pun tak bisa mengambil keputusan" "Silahkan saudara Wi mengambilkan keputusan bagiku"

Ban-kiam-hweecu menyela, "cuma saja seperti yaag siaute katakan, kami tak sudi diancam orang. suruh ia buyarkan orang-orangnya lebih dulu dari puncak bukit ini, aku baru akan turunkan perintah untuk melepaskau orang"

Manusia berjubah hitam itu segera tertawa terbahak-bahak;

"haaahh...haaahh. .haaaahh... harap hweecu melepaskan orang lebih dulu, aku pasti akan mengundurkan diri pula dari sini”

Ban kiam hwecu menjadi gusar sekali, “Kau saja tidak mempercayai aku, bagaimana mungkin aku dapat mempercayai dirimu?"

Wi Tiong-hong yang menyaksikan kejadian itu, diam dan lantas berpikir;

"Masalah ini benar-benar merupakan suatu masalah yang sangat pelik. kedua belah pihak saling menuntut agar lawannya menarik mundur pasukannya lebih dulu, ini berarti kedua belah pibak sama sama tidak saling mempercayai lawannya. bagaimana mungkin aku bisa menjadi penengahnya?"

Sementara itu dia masih termenung, terdengar seruan seseorang dengan suara yaag rendah dan berat bergema dari kejauhan sana;

“wahai orang she Liong ku nasehati kepadamu, lebih baik perintahkan dulu kepada anak buahmu untuk mengundurkan diri!”

Ketika semua orang memasang telinga baik-baik, ternyata suara itu berasal dari bawah bukit sana.

"Siapa kau?" manusia berjubah hitam itu menegur dengan wajah agak emosi.

"Kau tak usah bertanya siapa aku, menuruti saja perkataan dari Ban-kiam-hweecu dengan menarik mundur pasukanmu lebih dulu, dia pasti akan menarik mundur juga orang-orangnya"

“Ooh, rupanya sobat adalah anggota Ban-kiam-hweecu?"

"Aku tak lebih hanya memperingatkan dirimu saja, orang-orang yang terkurung didalam barisan Khi-bun-toa-tin, kini sudah lelah dan kehabisan tenaga, kepalanya pusing dan hampir roboh. padahal Ban-kiam-hwee sudah menetapkan akan membekuk orang tengah malam nanti, berarti mereka sudah ibarat ikan didalam jala. tak seorangpun yang bakal lolos, padahal tengah malam sudah hampir tiba, kini…..”

Manusia berjubah hitam itu tertawa seram: "Heeehh . . .

heeehh . . heeehh . .. selama Ban-kiam-hweecu masih berada disini, apa yg mesti kita takuti .. "

Tidak sampai perkataan itu diselesaikan, kembali orang itu sudah menukas,

"Tapi siacu dari selat kalianpun sudah ikut terjatuh ke dalam barisan Khi-bun-toa-tin tersebut"

Seketika itu juga manusia berjubah hitam tertawa terbahak-bahak.

"Haah……..haah…..haah…. mana mungkin Siacu."

“Kau tidak percaya?" sekali lagi orang itu menukas "aku sendiri yang telah mengantar Siacu kalian kedalam barisan tersebut”

"Omong kosong" bentak manusia berjubah hitam itu amat gusar.

"Aku tidak berbohong dan akupun tidak mengaco belo, aku kenal dengannya karena salah satu dari huruf namanya persis seperti namamu, bukankah demikian?”

Bergetar keras sekujur badan manusia berjubah hitam itu selesai mendengar perkataan tersebut, kembali bentaknya;

"Kau….. “

Tidak sampai perkataan itu dilanjutkan kembali orang itu mcnyela,

“tidak usah kau aku lagi, aku sama sekali tiada sangkut pautnya dengan persengketaan kalian berdua. aku pun tak bakal menyusahkan engkoh tua. aku tak lebih hanya seseorang yang kebetulan lewat disini dan tak ingin melihat banyak korban berjatuban dikedua belah pihak, hanya itu saja.”

"Nah, sudah cukup bukan ? Engkoh tua boleh membawa Su leng dan Pat kong untut mengundurkan diri lebih dulu, kujamin Ban-kiam-hweecu tentu akan membebaskan pula orang-orang yang terkurung dalam barisan tersebut"

“Sobat, bagaimana caramu menjamin? “

Ban-kiam-hweecu segera menyela, “Kukabulkan permintaan itu dan semua yang kusetujui tak akan ku ingkari kembali"

Pelan-pelan manusia berjubah hitam itu mengalihkan sorot matanya ke wajah Wi Tiong- hong, lalu katanya pula,

"Baiklah, tak ada salahnya kutarik diri terlebih dulu tapi Wi siauhiap sebagai penengah harus turut aku berlalu dari sini"

"Heeehh ... heeehh...heeehh….., kau hendak menjadikan saudara WI sebagai sandera?” jengek Ban-kiam-hweecu sambil tertawa dingin.

Manusia berjubah hitam itu tertawa seram. “Apakah hweecu tidak setuju?"

"Betul, saudara Wi adalah tamu terhormat dari partai kami, dia datang bersamaku, sudah sewajarnya bila turun gunung bersamaku pula, masa akan kubiarkan dia menjadi sandera”

"Hweecu tak usah menguatirkan keselamatanku" buru buru Wi Tiong-hong berseru, "biar aku turut dengannya" Ban-kiam-hweecu seperti masih ingin mengucapkan sesuatu lagi, namun suara yang rendah dan berat tadi sudah menyela dengan nada tak sabar,

"Begini saja, orang she Wi itupun bukan seorang bocah yang ber usia tiga tahun, masa kuatir dia bakal diculik orang? Biar kutunggunya dikaki bukit, sudah tak usah membuang banyak waktu lagi"

Setelah mendengar perkataan tersebut, Ban-kiam-hweecu jadi rikuh sendiri untuk bersikap teguh dengan pendiriannya.

Manusia berjubah hitam itu segera mengulapkan tangannya kepada ke empat kakek baju hijau itu, ke empat kakek berbaju hijau dan kedelapan kakek berbaju abu-abu itu serentak mengundurkan diri dari bukit itu.

Ditengah jalan manusia berjubah hitam itu berkata kepada Wi Tiong-hong,

"Saudara cilik, kau boleh ikut aku turun sampai ke kaki bukit sebelah sana" Sambil berkata dia berjaian menuju ke kaki bukit.

Wi Tiong-hong menyimpan kembali pedangnya sambil mengikuti dibelakangnya, tapi baru selangkah dia berjalan, terdengar suara dari Ban-kiam-hweecu telah bergema dari kejauhan sana, "Orang itu licik sekali, saudara Wi mesti berhati-hati!"

Ketika Wi Tiong-hong turun dari bukit, tampak manusia berjubah bitam itu sudah menanti dibawah sebatang pohon siong, bahkan ujarnya sambil tertawa seram, "Saudara cilik, ada satu persoalan hendak kusampaikan kepada dirimu"

"Persoalan apa?”

"Bukankah aku pernah menyinggungnya tempo hari? Apakah saudara cilik masih mengingatnya?"

“Apa yang pernah kau bicarakan denganku tempo hari?"

Selesai tertawa seram lagi, manusia berjubah bitam itu berkata, "Seorang sababat karibku sudah lima belas tahun lamanya tak pernah berhubungan dengan putra kandungnya, dia ingin sekali bertemu muka denganmu"

"Bukankah sudah pernah kubilang padamu, ayahku sudah lama meninggal dunia"

“Kalau kutinjau dari berbagai gejala dan kemungkinan kau adalah putra Pui Thiat-jia dan hal ini jelas tak mungkin terbantahkan lagi, apakah saudara cilik tak ingin berjumpa dengannya?”

Oleh perkataan tersebut, Wi Tiong-hong dibuat setengah percaya setengah tidak, segera pikirnya, “Terlepas kejadian ini benar atau tidak yang penting aku harus secepatnya menjumpai paman yang tak kuketahui namanya itu"

Berpikir demikian dia balas bertanya, ”Sekarang dimanakah orangnya?"

“Lima beias tahun berselang, dia terluka di ujung senjata ruyung ular sehingga menderita luka keracunan. . ." Berbicara sampai disini, mendadak ia menutup mulutnya rapat-rapat.

Wi Tiong-hong segera teringat kembali dengan senjata ular benang besi yang dipakai manusia berjubah hitam itu untuk bertarung melawan

Ban-kiam-hweecu tadi, dengan amarah yang meluap ia berrseru, "Jadi dia terluka ditanganmu?”

Manusia berjubah hitam itu tertawa kering

"Andaikata Pui Thian-jin terluka oleh ruyung ularku, masa aku bakal memberitahukan rahasia tersebut kepada putra kandungnya?"

Ucapan tersebut memang benar, mana ada orang yang begitu bodoh sehingga memberitahukan kepada putranya kalau ayahnya telah terluka ditangannya.

“Kalau bukan kau, lantas siapa?” , tegur Wi Tionghong.

“Untuk beberapa saat tak mungkin bagi diriku untuk menjelaskan masalah ini sampai jelas, pokoknya sebelum racun itu mulai kambuh kebetulan aku bertemu dengannya.

Saudara cilik boleh percaya boleh tidak, tapi yang pasti bukan suatu hal yang menyulitkan bagiku untuk menolong seseorang yang keracunan"

"Jadi kau yang telah menolongnya?”

"Benar, akupun menyembuhkan luka racun ularnya juga, padahal tindakan demikian merupakan suatu tindakan yaag berbahaya sekali”

Makin didengar Wi Tiong-hong menjadi semakin bingung dan tidak habis mengerti, kembali dia berranya,

"Apa bahayanya?"

Manusia berjubah hitam itu mengehela napas panjang.

“Aaai, bila saudara cilik telah bersua dengan ayahmu nanti kau akan mengetahui dengan sendirinya"

"Kau belum menjawab pertanyaanku tadi, dimanakah dia sekarang?"

“Tok-seh-sia!” jawaban ini diberikan manusia berjubah hitam tersebut dengaa suara setengah berbisik.

“Tok-she-sia?” bergetar keras sekujur badan Wi Tionghong. Manusia berjubah hitam itu manggut-manggut.

"Seandainya saudara cilik berniat menjenguk ayahmu, aku dapat membantumu secara diam- diam"

Baru berbicara sampai disitu tampak dua sosok bayangan manusia telah meluncur mendekat dengan kecepatan tinggi, dalam waktu singkat, mereka sudah berada dua kaki dihadapan mereka.

Wi Tiong-hong dapat melihat dengan jelas, bahwa kedua orang itu adalah Hek-bun-kun Cho Kiu-moay serta Jin Kiam-moay. Terdengar Cho Kiu-moay berteriak keras, "Wi sauhiap, kiamcu telah menurunkan perintah untuk melepaskan orang-orang Tok-she-sia yang terkurung, kini budak berdua diperintahkan untuk datang menyambutmu"

Manusia berjubah hitam itu segera tertawa terbahak babak,

"Haaahh. . haaahh.. haaahh .. saudara cilik jangan melupakan perkataanku, kita sampai sampai berjumpa lagi lain kesempatan!”

Habis berkata, sambil menengok kearah Cho Kiu-moay berdua, katanya pula sambil tertawa seram, “Nona berdua baru sembuh dari racun jahat, dalam satu jam janganlah menggunakan tenaga murni, nona berdua mesti berhati-hati!”

“Hmmm, tak usah kau kuatirkan” dengus Cho Kiu-moay dingin, "apakah kau berminat untuk mencoba ilmu pedang kami?”

Manusia berjubah hitam itu segera mengebaskan ujung bajunya sambil melejit ke udara, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dibalik kegelapan sana.

Wi Tiong-hong mengawasi manusia berjubah hitam itu sehingga lenyap dari pandangan, sementara dalam hatinya berpikir kembali atas perkataan yang baru saja disampaikan kepadanya, dia tidak tahu apakah perkataan tersebut bisa dipercaya atau tidak?

Dengan pedang terhunus Cho Kiu-moy berjalan menghampirinya, lalu menegur, "Wi sauhiap kenapa kau?”

“Ooooh, tidak apa apa", buru-buru Wi Tiong-hong berseru, "aku hanya memikirkan kembali perkataannya barusan”

“Apa saja yang dia katakana kepadamu”, tanya Cho Kiu-moay.

Sedangkan Jin kiam-moay menambahkan, “Dunia persilatan penuh tipu daya, hati manusia sukar diukur dengan kata kata, apakah kau mempercayai perkataan dari bajingan tua tersebut dengan begitu saja?”

Wi Tiong-hong tidak menanggapi perkataan tersebut, sebaliknya ujarnya,

“Nona berdua baru sembuh dari luka berat dan dalam satu jam mendatang tidak boleh mengerahkan tenaga dengan sembarangan, kalian berdua tidak apa-apa bukan?”

Cho Kiu-moay tertawa ringan.

“Mungkin disebabkan kami sudah menelan cairan pemunah racun dari Lou-bun-si, maka setelah diberi obat penawar tadi kesehatan kami telah pulih kembali seperti sedia kala”

Seraya berkata dia mengayunkan tangannya dan

……..”Blaaam…!” bunga api meluncur ke angkasa dan meledak.

Sesudah itu dia baru berkata lagi, “Kiamcu takut bajingan tua itu masih mempunyai rencana busuk yang lain, ia telah perintahkan buyung congkoan dan Lok congkoan membawa pasukan masing-masing melakukan pengepungan dari dua arah, kini Wi sauhiap tidak terganggu apa pun, mari kita selekasnya kembali" Dengan kecepatan gerak mereka bertiga, tak selang berapa saat kemudian mereka sudah sampai didalam ruang batu markas besar pasukan pedang berpita hitam.

Ban-kiam-hweecu sedang duduk di kursi kebesarannya sambil bertopang dagu, tampaknya seperti lagi memikirkan suatu persoalan.

Ketika melihat Wi Tiong-hong melangkah masuk ke dalam, ia segera bangkit berdiri sambil berseru, “Oooh, Saudara Wi sudah kembali"

Buru-buru Wi Tiong-hong menjura, "Oooh, rupanya keselamatan ku telah telah merisaukan kiamcu saja, yaa…, aku telah pulang”

Ban-Kiam-hweecu segera menghela napas panjang.

“Aaaai. . . siaute mengira dalam pertarungan malam ini kemenangan total berada dipihak kita, siapa tahu karena salah perhitungan berakibat kegagalan total. coba kalau pamanmu tidak membantu secara diam-diam, entah bagaimana jadinya peristiwa pada malam tadi”

Wi Tiong-hong tersentak kaget mendengar perkataan itu, buru buru tanyanya, "Pamanku yang membantu? Dari mana Kiamcu bisa tahu kalau pamanku telah datang? Dan dia orang tua berada dimana sekarang?"

Melihat kegelisahan dan kegugupan orang, Ban-kiam-hweecu menjadi kegelian sendiri, “duduklah dahulu”, katanya kemudian, "Mari kuberitahukan kepadamu pelan-pelan"

Biarpun Wi Tiong-hong merasa gelisah sekali, namun dia menurut juga dan duduk dihadapannya.

“Tadi sudah jelas kita berhasil menawan Tok-seh-siacu, namun kita telah melepaskannya dengan begitu saja…”

“Jadi si nona tadi adalah Tok-seh-siacu?”

“Pamanku kah yang mengatakannya demikian?” seru Wi Tiong-hong terperanjat. Ban kiam hweece kembali tertawa geli.

“Apa yang mesti diragukan lagi? Kita telah melepaskan dirinya dengan begitu saja. Masih untung pamanmu segera menghadangnya dan menghantar dia masuk ke dalam barisan khi-bun- thoa-tin, dengan kejadian itu pula manusia berjubah hitam baru menuruti permintaan kita”

“Kiamcu dapat mengenali orang yang berbicara dari bawah bukit itu adalah pamanku?”

"Pada mulanya aku sendiripun tak bisa menduga siapa gerangan orang tersebut. Tadi setelah ada seorang jago pedang berpita hijau menghantar secarik surat dari pamanmu, aku baru tahu kalau dia adalah pamanmu”

Sambil berkata, dia menuju ke meja kecil dan mengambil secarik surat dan langsung disodorkan kepada Wi Tionghong.

Belum lagi membaca surat tersebut, Wi Tiong-hong telah bertanya kembali dengan gelisah, “Dimanakah pamanku sekarang?” “Dia sudah pergi!”

“Aaaaahh, dia orang tua sndah pergi?” Wi Tiong-hong berseru agak kecewa. Ban-kiam-hweecu segera tertawa ringan.

“Bacalah isi surat itu lebih dulu, kau akan segera tahu dengan sendirinya”

Setelah mendengar perkataan tersebut Wi Tiong-hong baru menyadari kalau dia sendiri telah kelewat terburu napsu. Cepat-cepat dibacanya isi surat tersebut,

“Hweecu telah berhasll menawan Tok-seh-siacu mengapa kau melepaskannya dengan begitu saja? Tolong sampaikan kepada keponakan Hong, tiga hari kemudian kunantikan kedatangannya ditepi sungai Phu-kang-heng-si.

Tertanda: Tanpa nama"

Dengan susah payah dia berusaha mencari pamannya tanpa hasil. sekarang pamannya yang mengundang dia bertemu di tepi sungai Phu-kang-heng-si tiga hari mendatang. tampaknya bakal bertemu dengan pamannya,

teka-teki seputar asal-usulnya serta nama dari pembunuh ayahnya akan segera diketahui dengan jelas.

Membayangkan kesemuanya itu merasakan hatinya bergetar keras dan dipengaruhi emosi, mendadak sambil bangkit berdiri dan menjura kepada Ban-kiam-hweecu serunnya, “harap kiamcu baik-baik menjaga diri, aku akan memohon diri lebih dulu”

"Saudara Wi tahu, sekarang jam berapa?”

“Mungkin tengah malam baru lewat, tapi tak menjadi soal, tak lama toh fajar akan menyingsing juga”

"Pamanmu mengundangmu untuk bersua tiga hari kemudian, walaupun kau datang lebih awal pun percuma saja, toh pamanmu tidak akan muncul sebelum waktu yang dijanjikan. Apalagi dari sini menuju ke Phu-kang Cuma berjarak tiga ratus li, dengan kecepatan langkahmu dalam seharipun sudah sampai"

'Perkataan kiamcu memang benar, Cuma asal-usulku belum jelas, dendam sakit hati ayahku belum terbalas.

Begitu mendapat kabar dari pamanku, aku jadi tak nanti untuk menunggu lama lagi” Ban-Kiam-Hweecu menghela napas panjang.

"Ya, memang begitulah watak manusia. Kalau toh saudara Wi terburu-buru berangkat, akupun tak akan menahanmu lebih lama lagi, cuma sekarang waktu sudah malam, semalaman suntuk kaupun belum tidur dengan baik, bagaimana kalau beristirahat dulu semalam dan berangkat besok saja?"

Melihat perkataan orang yang begitu bersungguh hati, mau tak mau Wi Tiong-hong harus mengangguk, "Cinta kasih dari kiamcu sungguh membuat aku merasa berterima-kasih” Ban-kiam-hweecu memandang sekejap ke arahnya. lalu berkata lirih,

"Sejak berjampa kita merasa sudah cocok satu dengan lainnya, hubungan kitapun selama ini bagaikan saudara sendiri, dengan perkataanmu itu apakah kau tidak menganggap asing?”

Wi Tiong-hong merasakan betapa lembutnya sorot mata Ban-kiam-hweecu. bahkan terpancar pula perasaan berat untuk saling berpisah.

Hal tersebut segera menimbulkan suatu perasaan yang sukar untuk dilukiskan dengan kata- kata.

Kedengaren Ban-kiam-hweecu berkata lagi dengan lembut, “waktu sudah tidak pagi, silahkan saudara Wi berangkat untuk beristirahat"

000dw000

MATAHARI lambat laun bergerak makin tinggi, dedaunan dan rerumputan tampak hijau segar dibawah pancaran sinar yang terang benderang.

semuanya nampak begitu indah sehingga

mempesonakan hati orang pada saat itulah disebelah timur bukit Pit-bu-san, di punggung tebing yang berhubungan dengan keresidenan Giok-san-sian tampak dua sosok bayangan manusia sedang menempuh perjalanan bersama.

Yang seorang adalah lelaki berbaju hijau yang mengenakan jubah lebar dan berwajah keemas-emasan. Sedang yang lain adalah seorang pemuda berbaju hijau yang berwajah tampan.

Kedua orang itu tak lain adalah Wi Tiong-hong yang hendak berangkat ke Pau-kang, serta Ban-kiam-hweecu yang merasa berat untuk berpisah.

Setelah menempuh perjalanan beberapa saat lamanya, Wi Tiong-hong menghentikan langkahnya seraya berkata,

"Silahkan Kiamcu kembali. orang kuno bilang, menghantar suami seribu li, akhirnya toh harus berpisah juga. Biar kumohon diri disini saja"

Ban-kiam-hweecu mendehem pelan, lalu berkata lirih,

"Sudah banyak hari kita bergaul dan berkumpul bersama, perpisahan ini sungguh membuat hatiku terasa sedih ... "

Nada suaranya kedengaran agak parau, sementara kepalanya pelan pelan ditundukkan.

Wi Tiong-hong yang mengbadapi kejadian ini menjadi tertegun. dia tidak mengira sama sekali kalau Ban-kiam-hweecu yang begitu mashur namanya dalam dunia persilaten ternyata begitu menaruh perasaan terhadapnya.

Terdorong oleh perasaan terharu, segera ujarnya,

“Kiamcu dan aku memang terasa cocok sekali satu sama lainnya. hubungan kita selama ini melebihi saudara sendiri, aku pun selalu menganggap Kiamcu sebagai kakakku sendiri, . . "

Belum selesai perkataan itu diutarakan, mendadak Bankiam-hweecu mendongakkan kepala nya sambil menimbrung,

"Tidak, kau lebih tua daripada aku, kau wajib menjadi kakak, engkoh Wi, kau . . kau tak akan melupakan aku bukan?”

Ketika sepasang mata Wi Tiong-hong bertemu dengan sorot matanya, ia saksikan air mata telah berkaca-kaca dimatanya, tanpa terasa ia genggam tangan Ban-kiam-hweecu erat erat seraya berkata dengan emosi,

"Manusia bukan rumput atau tetumbuhan perasaan kasih Kiamcu terbadapku, tak nanti akan kulupakan"

-oo-dw-oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar