Jilid 26
SELAIN ITU, SOAT-JI JUGA berdiri disamping meja, diatas meja jelas terlihat ada lima bilah pedang pendek, siapakah yang tak akan meningkatkan kewaspadaannya setelah melihat senjata tersedia dimeja.
Jangan lagi Ma koan tojin yang akan muncul disitu, sekalipun orang tersebut hanya seorang jago biasa pun tidak sulit rasanya untuk meloloskan diri dari ancaman.
Bukankah Soat ji hanya seorang gadis dusun yang sama sekali tak pandai bersilat? Apalah gunanya ilmu menyambit pedang yang diajarkan Cho Kiu moay sebelum pergi tadi?
Naga tua berekor botak memandang sekejap kearah pedang pendek tersebut, kemudian tanya dengan suara menyeramkan.
"Nona, apakah kau hendak mengandalkan keenam bilah pedang ini untuk melukai Ma koan toyu ?"
"Siapa bilang aku hendak melukainya ?" bantah Soat ji sambil berpaling ke samping, "aku hanya bermaksud untuk menakut- nakuti."
Mendengar perkataan itu, si Naga tua berekor botak segera tertawa dingin. "Nona, kau anggap dengan keenam bilah pedang tersebut, kau sudah dapat menakut-nakuti orang ? Aku rasa cuma anak yang berusia tiga tahun yang bisa kau takut-takuti !"
Perkataan ini memang benar, sudah cukup lama Ma koan tojin malang melintang di dalam dunia persilatan, sudah cukup banyak pertarungan besar yang pernah dialami olehnya, dengan mengandalkan ke enam bilah pedang pendek tersebut, bagaimana mungkin dia bisa menakut-nakuti dirinya ?
Soat Soat ji segera cemberut, ujarnya: "Bisa menakut-nakuti orang atau tldak, kau tak usah mencampurinya, yang penting adalah tugasmu memancing dia datang kemari, suruh dia berdiri depan pintu rumah, asal pekerjaan tersebut sudah selesai kamu kerjakan, berarti urusanmu sudah beres."
Perkataan ini memang benar, bagaimanapun juga si Naga tua berekor botak memang tidak bersungguh hati hendak membantunya, dia terpaksa melakukan pekerjaan tersebut karena sudah dicekoki pil beracun, masalah bisa menggertak Ma koan tojin dari bukit Hong san atau tidak, pada hakekatnya sama sekali tiada sangkut pautnya dengan dia.
Naga tua berekor botak tertawa dingin lalu berjalan keluar dari rumah, dia segera mendongakkan kepalanya sambil, berpekik nyaring.
Dia memang tak malu disebut sebagai naga tua, pekikan panjangnya itu sangat nyaring dan membumbung ke angkasa, persis seperti seekor naga yang sedang berpekik.
Tak selang lama setelah dia berpekik, nyata dari arah selatan sana, dari arah jalan kecil yang membentang lurus kemuka, mendadak muncul empat lima sosok bayangan manusia.
Empat orang yang berjalan di depan adalah jago-jago pedang berpita hitam yang mengenakan seragam berwarna hitam pula. Di belakang ke empat orang itu, mengikuti seorang tosu tua yang berbaju kuning, dengan membawa sebuah Hud-tim (senjata kebutan) dia bergerak mendekat dengan gerakan enteng.
Sepasang mata tosu tua itu tajam bagaikan kilat, keningnya tinggi dengan mulut lebar, wajahnya amat seram dan menampilkan kelicikan, dia tak lain adalah wakil congkoan terbaru dari pasukan pendekar pedang berpita hitam perkumpulan Ban-kiam hwee, Ma koan tojin dari bukit hong-san.
Dari kejauhan sana dia sudah menyaksikan si Naga tua berekor botak To Sam-seng berdiri dibawah atap rumah gubuk, menanti ia sudah mendekat barulah memberi hormat sambil menegur.
"Saudara To, apakah kau berhasil menemukan sesuatu ?"
"Nona Cho berada didalam sana" kata naga tua berekor botak dengan cepat.
Dia sudah dicekoki obat beracun, tentu saja ia tak berani berbicara terus terang, karenanya terpaksa dia harus mengikuti perintah dari Soat ji dengan memancing Ma koan tojin memasuki rumah tersebut.
Begitu selesai berkata, tak sampai Ma-koan tojin mengajukan pertanyaan, ia telah membalikkan badan menuju kedalam ruangan.
Sesungguhnya kedatangan Mu-koan tojin sekalian ke situ adalah untuk melaksanakan perintah guna menemukan Cho Kiu moay, maka begitu mendengar orang yang dicari berada di sana, sepasang matanya kontan membelalak lebar, serunya tanpa terasa:
"Dimanakah orangnya ?"
Menyaksikan si Naga tua berekor botak tidak menjawab pertanyaannya malahan beranjak masuk kedalam ruangan, tanpa terasa dia pun mengikuti dibelakangnya masuk pula kedalan pintu terdengar seorang perempuan berseru lantang:
"Bagus sekali, suruh dia berhenti disana dan jangan sembarangan bergerak !" Sebenarnya Ma-koan tojin adalah seorang yang banyak curiga, ketika dia mengikuti si Naga tua berekor botak masuk ke dalam rumah gubuk tadi, ia sudah merasa curiga sekali karena secara tiba- tiba Naga tua berekor botak itu menyelinap ke samping.
Tapi setelah mendengar bentakan suara, dia toh berhenti juga sambil menengok ke arah mana datangnya seruan itu.
Perlu diketahui waktu itu sudah mendekati tengah hari, cahaya matahari diluar sana sedang bersinar dengan teriknya, sementara ruangan dalam rumah gubuk gelap gulita
Ma-koan tojin yang masuk dari luar, tentu saja harus berhenti sebentar sebelum bisa melihat keadaan dalam ruangan tersebut dengan lebih jelas lagi.
Begitu sinar matanya dialihkan ke samping, segera terlihat olehnya seorang gadis berikat kepala hijau sedang duduk dibelakang meja di sisi kiri dari ruangan.
Di atas meja, berderet enam bilah pedang pendek dengan gagang pedangnya tertinggal di luarnya, waktu itu sepasang tangan si nona telah menggenggam dua bilah pedang pendek sambil melakukan gerakan hendak menyerang ke arahnya.
Sebagai seorang jagoan yang berilmu tinggi, tentu saja Ma koan tojiu tidak memandang sebelah matapun terhadap kedua belah pedang pendek di tangan Soat-ji tersebut, tapi dia toh merasa tercengang juga oleh sikap maupun gerak-gerik dari Naga tua berekor botak tersebut, dengan kening berkerut segera tegurnya.
"Saudara To, sebenarnya apa yang terjadi?" Naga tua berekor botak tertawa getir.
"Khong beng taysu telah ditotok jalan darahnya, ehm, ehm sedang siaute pun kena... kena... dicekoki pil beracun oleh. oleh
nona ini." Harnpir saja dia akan menyebut kata budak, untung dia segera teringat akan keadaan sendiri dan buru-buru mengganti sebutan tersebut menjadi sebutan nona.
Hampir saja Ma koan tojin tak percaya dengan apa yang dilihatnya, dia tak menyangka kalau Thi lohan Khong beng taysu dan Naga tua berekor botak yang sudah berpuluh tahun lamanya malang melintang dalam dunia persilatan ternyata dipecundangi oleh seorang nona cilik yang baru berusia delapan sembilan belas tahun.
Dengan sorot mata yang menyeramkan dia menengok kearah Soat ji, kemudian tanyanya.
"Diakah orangnya..."
"Tosu tua!" tiba-tiba Soat ji berteriak keras, "aku akan memantek kau diatas papan pintu, lihat pedang !"
Dua bilah pedang pendek yang berada di tangannya itu mendadak diayunkan kearah Ma koan tojin.
Wi Tiong hong yang mengintip dari balik celah pintu kamar, dapat menyaksikan adegan tersebut dengan jelas, dia pun dapat menyaksikan gerak serangan dari Soat ji yang sama sekali tak berbentuk sama sekali itu tanpa terasa dia berpekik dihati: "Aduuh celaka!"
Daya serangan dari kedua bilah pedang pendek itu meski cukup gencar, namun arah sasarannya tak tepat, pedang pendek yang semula dilemparkan dengan posisi lurus, setibanya di tengah jalan mendadak yang satu miring ke-kiri sedangkan yang lain miring ke kanan, lalu terbang kemuka secara menyilang.
Ma koan tojin sama sekali tak memandang sekejap mata pun terhadap datangnya serangan tersebut, malah sambil menjengek sinis, ujung baju sebelah kirinya dikibaskan kedepan mengarah kedua bilah pedang pendek itu.
Tapi begitu kebasan itu dilakukan Ma koan tojin yang berpengalaman segera merasakan sesuatu yang tak beres. Tatkala sepasang pedang pendek yang menyilang datang dan hampir mendekati tubuhnya itu, mendadak dari tubuh senjata mana menimbulkan suara dengungan yang teramat nyaring, cahaya pedang pun menjadi bertambah kuat secara tiba-tiba.
Tampaknya nona kecil itu sudah merupakan-seorang jagoan lihay yang menguasai ilmu pedang dari seluruh dunia saja, ternyata kedua bilah pedang pendek itu bisa dikendalikan olehnya mengikuti suara hati kecilnya.
Bahkan pada mula melancarkan serangan, dia telah memperhitungkan segala sesuatunya dengan jelas, disaat pedang pendek hampir mendekati tubuh lawan inilah, tenaga dalam yang dipancarkan ke dalam tubuh senjata tersebut baru benar-benar menyebar keluar.
Pada hakekatnya kejadian ini merupakan sesuatu yang mustahil bisa terjadi.
Dalam waktu yang amat singkat itulah, Ma koan tojin merasakan datangnya ancaman bahaya maut tersebut, tapi sayang keadaan sudah terlambat.
Hawa murni yang dikebaskan keluar melalui kebutan ujung bajunya begitu dahsyat, namun nyatanya kebasan mana tidak berhasil menggeserkan sepasang pedang Soat-ji yang sedang meluncur datang.
"Criit . ." dengan cepat ujung pedang tersebut menembusi ujung baju itu dan mata pedangnya melukai pula pergelangan tangan Ma koan tojin.
Tak terlukiskan rasa kaget Ma koan tojin dalam menghadapi keadaan seperti ini, dalam gugupnya buru-buru dia mengayunkan tangan kirinya, sedangkan sang tubuh sama sekali tak sempat menghindarkan diri.
"Took" Tookk" diiringi dua kali benturan nyaring, cahaya tajam berkilauan didepan mata, tahu-tahu dua bilah pedang pendek yang meluncur tiba dalam gerak menyilang itu satu dari kiri yang satu dan kanan telah menancap di atas dinding pintu.
Tidak ! Yang lebih tepat lagi adalah menancap di kedua belah sisi batok kepala Ma koan tojin, jaraknya tak lebih hanya beberapa hun dari tenggorokannya.
Dalam keadaan seperti ini, pada hakekatnya Ma koan tojin sama sekali tak bisa menggerakkan tengkuknya lagi, sebab apabila dia menggerakkan kepalanya, niscaya lehernya bakal tersayat oleh mata pedang itu.
Kejadian tersebut kontan saja membuat Wi Tiong hong maupun si naga tua berekor botak menjadi tertegun dan berdiri dengan mata terbelalak besar, hatinya bergidik dan jantung nya berdebar keras.
Mereka sama sekali tak menyangka kalau Ma koan tojin dari bukit Hong-san yang berilmu tinggi bisa terpantek diatas pintu rumah dengan begitu mudah.
Sudah puluhan tahun lamanya Ma koan tojin termashur dalam dunia persilatan tapi kali ini dia telah terpantek di atas pintu oleh lemparan dua bilah pedang lawan, kejadian semacam ini pada hakekatnya baru dialaminya untuk pertama kali ini, dia benar-benar tak berani menggerakkan kepalanya lagi.
Namun dia tidak menyerah sampai di sini saja, secepat kilat tangannya digerakkan siap mencabut keluar pedang pendek tersebut.
Sambll tertawa cekikikan Soat-ji segera berseru:
"Tosu tua lebih baik begini saja, jangan mencoba untuk bergerak dari posisi itu !"
Sementara dia mengancam, sepasang tangannya telah menyambar pula kedua bilah pedang pendek yang ada dimeja secepat kilat, kemudian kedua bilah senjata itupun di lontarkan ke depan dengan cepatnya, menyusul kemudian dia menyambar lagi dua bilah pedang yang lain dan dilontarkan pula ke udara. Empat bilah pedang pendek dengan dua batang membentuk satu kelompok segera meluncur kedepan dalam bentuk menyilang.
"Tok tok" "Tok tok" empat kali benturan nyaring bergema di udara, tahu-tahu sepasang tangan Ma koan tojin yang hendak dipakai untuk mencabut pedang tersebut telah terpantek pula diatas pintu oleh keempat bilah pedang tadi.
Semua peristiwa ini berlangsung dalam waktu sekejap, pergelangan tangan Ma koan tojin yang tersayat oleh mata pedangpun sekarang baru mulai mengucur darah kental.
Waktu itu si Naga tua berekor botak sudah dibikin terkesiap dan ketakutan oleh kelihayan nona tersebut.
Mimpi pun dia tak menyangka kalau si nona kecil yang berdandan sebagai gadis dusun ini memiliki kepandaian silat yang begini dahsyat, untuk beberapa saat dia hanya berdiri tertegun disamping tanpa bergerak sedikitpun juga.
Soat-ji menghembuskan napas panjang, kemudian setelah bertepuk tangan dan tertawa ringan, katanya:
"Bagus sekali kepandaian ini, ternyata aku benar-benar mampu untuk memantek sitosu tua itu diatas pintu sehingga sama sekali tak mampu untuk berkutik lagi !"
Setelah lehernya dipantek dengan dua bilah pedang, lalu sepasang tangannya juga dipantek diatas pintu, Ma-koan tojin benar-benar tak mampu untuk berkutik lagi.
Sebagai seorang manusia yang pada dasarnya memang berotak licik dan banyak tipu muslihatnya, bukan marah oleh ulah si nona, dia malahan tertawa terbahak-bahak, serunya kemudian dengan suara yang bernada dalam.
"Saudara To bagus amat perangkap yang kalian persiapkan ini sungguh tak nyana kalau pinto bakal tertipu oleh akal muslihatmu ini..." "To heng, persoalan ini tiada sangkut pautnya dengan siaute." buru-buru si Naga tua berekor botak menyangkal.
"Akulah yang suruh dia memancing kedatanganmu kemari." sela Soat-ji dengan cepat, "dia telah menelan sebutir pil beracunku, tentu saja semua perkataanku harus dituruti olehnya.”
"Nona licik" seru Ma koan tojin dengan seramnya, "hanya mengandalkan enam bilah pedang terbang, ternyata kau mampu menguasai pinto, kepandaianmu ini benar-benar luar biasa sekali"
Soat-ji segera berseru setelah mendengar pujian itu dengan senyum manis dikulum ujarnya, "lnilah kepandaian yang diajarkan nona Cho kepadaku!"
"Mana nona Cho? Pinto datang kemari untuk mencari dia" "Bersabarlah menunggu sebentar dia segera akan kembali
kesini."
"Apa yang hendak kau lakukan terhadap pinto?"
"Menanti sampai kembalinya nona Cno, dia tentu akan membebaskan dirimu."
Sementara itu. ke empat jago pedang berpita hitam yang bertugas menjaga diluar ruangan mulai curiga, karena sejak Ma koan tojin masuk kedalam ruangan tersebut, hingga kini belum juga ada suara maupun kedengaran teriakannya, tak tahan meraka lantas melongok ke dalam ruangan itu.
Begitu melongok, mereka baru mengetahui kalau wakil congkoan nya telah dipantek hidup-hidup diatas pintu rumah.
Dalam terkejutnya ke empat orang itu segera saling memberi tanda, kemudian.. Cring ! Criing ! Criing ! serentak mereka meloloskan senjatanya dan siap menerjang masuk ke dalam ruangan rumah.
Sambil bertolak pinggang Soat ji segera membentak nyaring: "Berhenti, tiada urusan dengan kalian ditempat ini, mau apa kamu berempat ?"
Ke empat orang jago pedang berpita hitam itu merasakan pancaran sinar tajam mencorong keluar dari balik sepasang matanya yang bulat besar, kewibawaan yang besar membuat orang- orang tak berani beradu pandangan lebih jauh, tanpa sadar mereka menghentikan langkah perjalanannya.
"Nona, apa maksudmu berbuat demikian ?" akhirnya salah seorang diantara ke empat jago pedang pita hitam itu menegur.
"Apa maksudmu ?"
"Nona, tahukah kau siapa orang yang kau pantek di atas pintu rumah itu ?"
"Siapakah dia ?"
"Dia adalah wakil congkoan pasukan pedang berpita hitam dari perkumpulan Ban kiam hwee !"
"Apakah kalian pun anggota Ban-kiam hwe?" Soat ji bertanya kurang percaya.
"Tentu saja kami adalah anggota Ban-kiam hwee"
"Masa kalian masih merupakan anggota Ban kiam hwee ?" "Siapa bilang tidak ?" sahut jsso pedang itu dengan gusarnya.
"Kalian telah menghianati perkumpulan Ban kiam hwee, secara diam-diam meracuni Kiamcu sendiri hmmm . .. sudah berbuat demikian masih tak malunya mengakui dirinya sebagai anggora Ban kiam hwee..?"
Ke empat orang jago pedang itu saling berpandangan dengan wajah tertegun, kemudian terdengar orang itu berkata lagi.
"Hei, apa yang sedang kau igaukan ?"
"Hmmm, kalian tidak keracunan ?" Soat ji mendengus. "Tidak" "Anggota jago pedang berpita hitam yang ada tidak keracunan semua bukan ?"
"Tentu saja tidak"
"Nah, itulah dia, kalau toh kalian jago pedang berpita hitam tidak keracunan, bagaimana mungkin para jago pita hijau dibawah pimpinan congkoan pita hijau bisa keracunan semua ? Mengapa pula Kiamcu serta ke empat dayangnya bisa keracunan pula ?"
"Siapa yang berkata demikian ?" seru jago pedang tersebut dengan tubuh bergetar keras.
"Bukankah dalam perkumpulan kalian terdapat seorang nona yang bernama Hek bun kun Cho-Kiu moay? Semalam dia tinggal dirumah kami, dialah yang menyampaikan hal tersebut kepadaku, aku rasa tak bakal salah lagi"
Jago pedang itu dibikin setengah percaya setengah tidak, kembali ia bertanya.
"Dimana nona Cho sekarang ?"
"Dia sedang keluar, tapi sebenbtar lagi akan kembali ke sini."
Kembali ke embpat jago pedang berpita hitam itu saling berpandangan sekejap, kemudian diwakili oleh orang tadi, dia berkata lagi:
"Apa lagi yang dikatakan nona Cho?" Soat-ji segera tertawa.
"Nona Cho bilang "
Dia sengaja menarik perkataan yang terakhir panjang-panjang sementara biji matanya yang jeli melirik sekejap ke arah Ma koan tojin yang terpantek diatas pintu, kemudian baru lanjutnya:
"Dalam peristiwa kali ini, dimana Kiam Cu kalian beserta para jago pedang berpita hijau diracuni orang, terdapat hal-hal yang luar biasa, bisa jadi di dalam tubuh perkumpulan Ban kiam hwee memang terdapat penghianatnya, tapi kalian jago pedang berpita hitam sudah sepuIuh tahun lebih berbakti kepada Ban kiam hwee..."
"Di hari-hari biasa kalian begitu setia dan berbakti untuk partai, mustahil kalau ada orang yang berhianat atau sengaja bersekongkol dengan orang-orang luar, oleh sebab jtu hanya Ma-koan tojin dari bukit Hong san, Thi lo han dan Naga tua berekor botak bertiga saja sebagai anggota baru yang pantas dicurigai..."
Meski tubuhnya terpantek diatas pintu sehingga tak mampu berkutik, namun Ma koan tojin bisa mendengarkan pembicaraan tersebut dengan jelas sekali.
Selesai mendengar ucapan mana, kontan saja dia melotot besar dan berteriak dengan gusar.
"Berani amat Cho Kiu-moay menuduh aku dengan kata-kata yang bukan-bukan ?"
Soat-ji segera mencibir.
"Memangnya aku salah berkata ? Hmmm, menurut enci Cho. kalian bertiga semuanya orang jahat, terutama sekali kau, jahatnya bukan kepalang dan ahli sekali dalam mencelakai orang secara licik. Dan kalian bertiga pula yang telah meracuni Kiam-cu kali ini."
Dari ketiga orang tersebut hanya si Naga tua berekor botak seorang yang telah menelan pil beracun, dengan cemas dia lantas berseru.
"Tuduhan ini benar-benar membuat hatiku penasaran, karena siaute sama sekali tidak mengetahui akan peristiwa tersebut."
"Hmm, masa kau tidak tahu ? Diantara kalian bertiga, hanya kau seorang yang pandai menggunakan obat pemabuk, bukan demikian?"
"Meskipun siaute pandai menggunakan obat pemabuk, namun racun yang mengeram adalah racun yang bekerjanya lambat selama hidup siaute tak pernah menggunakan racun." bantah naga tua berekor botak cemas. Soat ji tertawa cekikikan.
"Nah, sudah kalian dengar belum ? Racun berdaya kerja lambat yang mengeram dalam tubuh Kiamcu kalian pun diketahui olehnya, heeh... hee... heeh... setan baru percaya kalau kau tidak turut serta didalam menyusun rencana busuk itu, makanya encie Cho suruh aku mencekoki pil beracun yang paling jahat di dunia ini untukmu seorang."
Kini ke empat jago pedang berpita hitam baru agak percaya dengan perkataan mana, namun semuanya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Sambil menyeka keringat naga tua berekor botak kembali berseru:
"Bukankah kau mengatakan nona Cho hendak menyuruh aku melaksanakan persoalan ? Bila persoalan telah selesai kulakukan maka kau akan memberi obat penawarnya ?"
"Benar, mungkin persoalan kedua yang harus kau lakukan adalah membuat pahala untuk menebus dosa."
Naga tua berekor botak menghembuskan napas panjang.
"Siaute pasti akan berusaha dengan segala kemampuan yang kumiliki untuk menyelesaikan tugas itu, biar harus terjun ke lautan api, aku. aku tak akan menampik."
"Setelah nona Cho mencekoki pil beracun untukmu, tentu saja dia tak akan menghendaki nyawamu, dan dia suruh aku memantek tosu tua tersebut di atas pintu, mungkin hal ini dikarenakan dialah biang keladinya sehingga harus diselesaikan sendiri."
"Hei, kau mengatakan siapa biang keladinya ?" mendadak Ma koam tojin berteriak.
"Tentu saja kau, hei naga tua berekor botak bukankah dia biang keladinya ?" "Soal ini. .. siaute benar-benar tidak tahu" cepat-cepat naga tua berekor botak menjawab sambil menggaruk-garuk kepadanya yang tidak gatal.
"Kau bilang tidak tahu, kalau begitu pun dialah orangnya..."
Mendadak Ma-koan lojin mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, tapi baru saja dia bergelak, lehernya yang bergetar segera menyentuh mata pedang menancap silang diatas lehernya, kontan saja lehernya tergores sehingga terluka, darah segar segera bercucuran dengan derasnya.
Mengetahui akan hal itu, buru-buru ia segera hentikan gelak tertawanya sampai ditengah jalan.
"Apa yang kau tertawakan?" Soat ji segera menegur.
"Pinto mentertawakan Cho Kiu moay karena dia sudah salah taksir" kata Ma koan tojin sambil tertawa seram, "Ban kiam hwecu masih muda dan tak mampu bekerja."
"Apakah maksud perkataanmu itu?" Soat ji membelalakkan matanya lebar-lebar.
Ma koan tojin mendengus dingin, "Sudah sepuluh tahun lebih para jago pedang berpita hitam berbakti kepada Ban kiam bwee, tapi sayang sekali orang-orang yang sudah berbakti sepuluh tahun keatas itu hampir seluruhnya telah diancam dan disandera orang pada dua puluh tahun sebelumnya, sehingga keadaan mereka pada hakekatnya tak bebas lagi."
Salah seorang diantara ke empat jago pedang berpita hitam itu segera melompat kedepan, kemudian bentaknya:
"Hidung kerbau tua, kau jangan memfitnah orang semaunya sendiri..!"
Bersama dengan terjangan tersebut, sekilas cahaya tajam segera menyambar kedepan langsung menusuk kedada Ma koan tojin.
Hampir setiap jago pedang berpita hitam memiliki ilmu pedang yang sangat lihay, bila berada dihari-hari biasa, mungkin Ma koan- tojin masih mampu untuk menghadapi mereka tapi sekarang, tubuhnya masib terpantek diatas pintu dan sama sekali tak berkutik.
Serargan dari jago pedang berpita hitam itu dilancarkan dengan kecepatan luar biasa, cahaya pedang menyambar lewat, tampaknya Ma koan tojin dari bukit Hong san bakal tewas di ujung pedangnya.
Namun baru saja jago pedang itu melompat bangun, mendadak ia mendengus tertahan kemudian ...
"Blaam..." jatuh terduduk diatas tanah dan tak mampu merangkak bangun lagi.
Seperti terserang penyakit menular saja, tahu-tahu tiga orang jago pedang berpita hitam lainnya yang berada diluar pintu ikut bertumbangan pula keatas tanah, setelah itu tak seorangpun diantara mereka yang mampu merangkak bangun lagi.
Soat ji hanya berdiri disisi meja sambil membelalakkan matanya lebar-lebar lalu serunya:
"Aah. dia hendak membunuhmu untuk melenyapkan saksi, hai! Naga tua berekor botak, kaukah yang telah menyelamatkan tosu tua tersebut..."
Dengan cepat Naga tua berekor botak menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Sungguh aneh, pada hakekatnya siaute tak sempat untuk turun tangan !"
Sementara itu Ma koan tojin masih tetap memicingkan matanya, namun sorot mata yang terpancar kemudian setelah ia membuka matanya setajam sembilu, dengan suara menyeramkan dia menegur:
"Saudara To, dia telah dihajar jalan darahnya, coba kau bebaskan totokannya dan tanya kepadanya telah mendapat perintah dari siapa?"
Naga tua berekor botak mengiakan dan segera maju mendekat, setelah di periksanya dengan seksama, segera ditemukan sebutir batu kecil di atas jalan darah Hian-ki-hiat pada dada jago pedang itu.
Diam-diam ia menjadi amat terkejut, serunya tanpa terasa: "Aaaah, Mi-lik-tih-hiat atau memukul jalan darah dengan butiran
beras..."
Cepat dia menepuk bebas jalan darahnya sembari membentak keras:
"Ayo cepat bilang, kau mendapat perintah siapa?"
Baru saja tangannya yang menepuk bebas jalan darah orang itu digeserkan tempatnya mendadak sekujur tubuh jago pedang tersebut mengejang keras, lalu meleleh darah hitam dari mulutnya, setelah itu terkulailah dia dan tewas.
"Aaah, dia telah bunuh diri dengan menelan racun!" seru Naga tua berekor botak kemudian.
ooooO^dw^Ooooo
"Kalau begitu dalam mulut orang-orang itu tentu sudah dipersiapkan obat beracun." ucap Ma koan tojin dengan suara menyeramkan.
"Yaa, dia takut membocorkan rahasianya maka ia baru bermaksud membunuhmu untuk menghilangkan saksi" kata Soat ji. "tapi kini dia sudah menelan racun dan mati, tentunya kau tak usah kuatir untuk berbicara sepuasnya bukan?"
Ma koan lojin tertawa seram.
"Setelah mereka siap turun tangan terhadap pinto, tentu saja pinto akan membeberkan pula rahasianya, tapi Ma koan dari bukit Hong san tak sudi berbicara selama ada di bawah ancaman orang, sekalipun akan kubeberkan juga mesti menunggu sampai kau mencabuti semua pedang pendek itu"
Kembali Soat ji mencibirkan bibirnya. "Dengan diriku, masalah mana tiada sangkut pautnya sama sekali, aku toh tidak menyuruh kau mengatakannya ? Lebih baik tunggu saja sampai kedatangan enci Cho, hmm ! Apa yang dikatakan enci Cho memang benar kau bukan otaknya, sudah pasti pelakunya, kalau tidak, mengapa orang lain tidak bermaksud membunuh naga tua berekor botak melainkan hendak turun tangan terhadap dirimu ?"
KembaIi Ma koan tojin tertawa seram.
"Sayang sekali pinto tidak doyan dengan cara mengumpakan seperti ini, bila nona ingin bertanya, lebih baik tanyakan saja secara langsung kepada orang yang telah menelan racun ini, apa yang dia ketahui tak bakal lebih sedikit daripada apa yang pinto ketahui."
Soat ji segera berpaling dan bertanya kepada Naga tua berekor botak.
"Kau benar benar tidak tahu ?"
Naga tua berekor botak menggaruk-garukkan kepalanya yang gatal, kemudian menyahut:
"Bila nona bersikeras ingin tahu, baiklah lohu akan mengutarakannya keluar, sesungguhnya semua persoalan ini adalah hasil kerja Chin Toa seng seorang."
"Bukankah Chin Tay seng adalah congkoan pasukan pita hitam?
Mengapa dia dapat berkhianat?"
”Dia seperti memahami semua seluk beluk dari perkumpulan Ban kiam hwee.."
"Di hadapan umum Chin Tayseng telah mengutungi lengan kanan sendiri, terhadap Ban-kian hweecu dia merasa tak berkenan dihati.”
"Apa sangkut pautnya hal ini dengan Ban-kiam hweecu?" tanya Soat ji keheranan.
"Dengan nama serta kedudukan Ban kiam-hwee dalam dunia persilatan, dia merasa mengapa harus tunduk pula dibawah perintah Siu lo ci leng? Dia menganggap hal semacam ini merupakan ketidak becusan Ban kiam hweecu!"
"Ooh .,.. jadi dia bersekongkol dengan orang-orang Tok seh sia lantaran membenci Ban kiam bweecu!"
"Bukan begitu, orang orang Tok seh sia lah yang bersekongkol dengannya, konon pihak Tok seh sia mempunyai semacam rumput beracun yang dapat membantunya untuk memulihkan kembali lengan kanannya yang lumpuh."
"Jadi dia bersedia menggabungkan diri dengan pihak Tok seh sia, sehingga Kiamcu sendiripun diracuni?"
"Bukan begitu, dia meracuni jago-jago berpita hitam lebih dulu" naga tua berekor botak menerangkan.
"Tapi, bukankah kawanan jago berpita hitam tiada yang keracunan...?" Soat ji kembali keheranan.
"Racun yang di cekokkan ketubuh kawanan jago berpita hitam itu konon tiada obat yang bisa memusnahkannya, tetapi setiap setengah bulan sekali harus mengambil sebutir obat penawar darinya, dengan begitu racun mana tak akan bekerja."
"Cara ini memang sangat liehay, kalau tidak, sulit memang baginya untuk mengendalikan segenap jago pedang berpita hitam."
Berbicara sampai disitu, dia lantas manggut-manggut dan berkata kembali.
"Obat beracun semacam ini tentu saja atas pemberian dari orang-orang Tok Seh sia, tapi apa sebabnya dia tidak mempergunakan tersebut terhadap Ban kiam hweecu dan para jago berpita hijau? Sebaliknya menggunakan racun yang lambat daya kerjanya?"
"Soal ini lohu kurang begitu tahu"
Ma koan tojin segera tertawa seram sambil menimbrung: "Soal itu mah gampang sekali, racun itu hanya digunakan terhadap para jago berpita hitam karena tujuannya yang terutama adalah mengendalikan mereka, tentu saja dia tidak akan mampu untuk mengendalikan Ban kiam-hweecu serta para jago berpita hijau."
"Benar juga perkataan ini, lantas mengapa pula dia melepaskan racun yang lamban daya kerjanya kedalam tubuh Ban kiam hweecu sekalian...?"
"Racun itu baru akan bekerja selewatnya tiga hari." kata Ma koan tojin sambil tertawa dingin, "dia berharap Ban kiam hweecu bisa mengetahui kalau semua orang telah keracunan, dalam situasi yang kritis ini, dia pasti akan meminta bantuan ke Liong bun sia."
"Aku tidak mengerti dengan perkataan ini, bila dia membiarkan Ban kiam hweecu mengundang datang jago-jago lihaynya dari Liong bun sia sehingga kawanan jago itu berdatangan semua, bukankah hal ini justru tidak menguntungkan bagi posisinya..."
Ma-koan lojin mendengus dingin.
"Kekuatan inti dari Ban kiam-hwee, selain terdiri dari jago berpita hijau, masih ada jago-jago berpita merah dan putih, jumlah orang maupun ilmu silatnya masih jauh diatas kemampuan jago-jago berpita hitam, apabila mereka bisa berdatangan semua kesana, bukankah dia dapat bertindak dengan meringkus mereka sekaligus
?"
Tergetar keras tubuh Soat-ji setelah mendengar perkataan itu dengan wajah berubah serunya:
"Aaah, inilah siasat racun dari Chin Tay seng ? sungguh berbahaya dan keji !"
"Siapa tidak keji dia bukan lelaki sejati" kata Ma-koan lojin sinis "dalam dunia persilatan mamang berlaku tradisi siapa kuat dia menang, terhitung seberapa hal tersebut ?" "Tak heran kalau enci Cho menahan kalian bertiga disini, rupanya kalian memang benar-benar mengetahui latar belakang dari siasat busuk tersebut..." ucap Soat-ji.
Kemudian setelah mendongakkan kepala dan memandang cuaca, mendadak serunya lagi dengan gelisah.
"Aaaah, tengah hari sudah lewat, dan enci Cho sudah hampir pulang, aku belum menanak nasi untuknya."
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan lari menuju ke dalam dapur.
Wi Tiong hong dapat mendengar semua pembicaraan tersebut dengan jelas, segera pikirnya:
"Tampaknya semua pertanyaan yang diajukan Soat ji merupakan ajaran dari Cho Kiu moay, ini berarti Cho Kiu moay yang selalu berada di sekitar tempat ini, tak heran tahu ke empat jago pedang berpita hitam itu berhasil di bekuk dalam waktu singkat!"
Terbayang kalau Cho Kiu moay berada disekitar sana, apa lagi Ma koan tojin bertiga serta ke tiga orang jago pedang berpita hitam telah di kuasai semua, dia pun kembali ke pembaringan dengan perasaan lega, kemudian bersemedi lagi untuk secepatnya memulihkan kondisi tubuhnya.
Soat ji yang berada dalam dapur nampaknya repot sekali, terdengar suara merajang, suara memasak bergema tiada hentinya.
Tak selang berapa saat kemudian pintu kamar dibuka orang dan Soat ji muncul dengan membawa sebuah baki kayu, ucapnya sambil tersenyum manis:
"Siangkong, perutmu tentu sangat lapar, cepatlah bersantap dulu..."
"Terima kasih nona" kata Wi Tiong hong sambil melompat turun dari pembaringan.
Merah selembar wajah Soat ji karena jengah, ucapnya lagi dengan suara lirih. "Mungkin masakanku kurang enak dan tidak mencocoki seleramu..."
"Bagaimana dengan nona sendiri ? Tentunya kau belum bersantap bukan ?"
"Aah tidak mengapa, aku harus mengantar nasi untuk ke dua orang kakakku dulu, terpaksa siangkong harus mengurusi diri sendiri"
"Silahkan nona, aku bisa membereskan diriku sendiri"
"Kalau begitu aku akan pergi dulu !" ucap Soat-ji sambil tersenyum manis.
Selesai berkata, dia membalikkan badan dan berjalan keluar.
Kali ini dia tidak merapatkan pintu kamarnya, sehingga Wi Tiong hong dapat menyaksikan keadaan diluar.
Gadis itu kembali ke dapur dan mengambil sebuah keranjang bambu, kemudian setelah mengenakan topi lebir, selangkah demi selangkah dia meninggalkan ruangan.
"Nona, kau hendak ke mana ?" Naga tua berekor botak segera menegur cemas.
Oleh karena didalam perut bersarang sebutir pil beracn, mau tak mau dia pun harus menaruh perhatian khusus terhadap setiap gerak-gerik Soat-ji.
Sambil tertawa Soat ji segera menyahut.
"Aku hendak mengirim nasi untuk kakakku yang berada disawah, sebentar lagi nona Cho juga akan datang, tunggu saja disini dengan perasaan lega !"
Sembari berkata, dia lantas melangkah keluar dari pintu rumah. "Hmmm . . . pandai amat bersandiwara." gumam Ma koan tojin
dengan suara menyeramkan sepeninggal gadis itu "padahal ilmu
silat yang dimiliki dayang tersebut sama sekali tidak berada dibawah kepandaian kita semua !" "Maksud toheng, dia adalah penyaruan diri anggota Ban kiam hwee...?" seru Naga tua berekor botak dengan perasaan terkesiap.
"Benar, pinto tidak bisa menduga siapa gerangan orang tersebut..."
"Mungkinkah Hek bun kun ?"
"Tidak mirip, wajahnya sama sekalai tidak memakai bahan obat- obatan untuk menyamar dari, usianya masih begitu muda, namun kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliknya luar biasa, sungguh membuat hati orang tidak habis mengerti... ehmm, saudara To ! Sekarang tentunya kau bisa membebaskan pinto bukan?"
"Maksud toheng, kau hendak menyuruh siau te untuk mencabut pedang tersebut ?"
"Bagi kemampuan yang dimiliki To heng, semestinya hal ini hanya merupakan suatu pekerjaan yang gampang sekali."
Naga tua berekor botak tertawa kering: "Memang, bagi siaute mencabut ke enam bilah pedang tersebut merupakan pekerjaan yang gampang, tapi siapa pula yang akan memunahkan racun yang mengeram didalam perut siaute."
Baru selesai dia berkata, mendadak terdengar serentetan suara merdu bergema memecahkan keheningan:
"Tidak sulit bila kau menginginkan obat penawar racun itu, cuma hal ini tergantung bagaimanakah penampilanmu sendiri !"
Menyusul suara tertawa itu tampak sesosok bayangan manusia melangkah masuk ke dalam rumah.
Bagaikan berjumpa dengan bintang penolongnya, dengan girang Naga tua berekor botak berseru:
"Bagus, bagus sekali, akhirnya nona Cho muncul juga !"
Berbicara sampai disitu, mendadak dia teringat akan perkataan nona tersebut, maka sambil berseru tertahan, buru-buru dia membungkukkan badannya sembari berkata: "Apa yang dipesankan nona, hamba telah melaksanakan dengan sebaik-baiknya, sekarang harap nona menyampaikan perintah yang kedua."
Cho Kiu moay tertawa terkekeh-kekeh, "Bagus, sekarang lepaskan dulu orang itu !"
Tentu saja nona itu tidak ragu Ma koan tojin dari bukit Hong san itu bakal melarikan diri dari hadapannya.
Ketika Naga tua berekor botak saling bertatapan pandangan dengan nona tersebut, diam-diam ia merasa amat terperanjat segera pikirnya didalam hati:
"Bukankah dia pun sudah terkena racun bersifat lamban dari Chin Tayseng sehingga tenaga dalamnya telah punah? justru karena itu Chin Tay seng baru mengutus kami bertiga untuk datang membekuknya, tapi heran, mengapa dia tidak menunjukkan gejala keracunan?"
Kini, didalam perutnya telah bersarang sebutir pil beracun padahal tanpa ancaman yang bisa merenggut jiwa itu, asal kepandaian silat Cho Kiu moay belum punah saja, mustahil mereka bertiga mampu menandingi kelihayan-nya.
Mendengar perkataan tersebut, si Naga tua berekor botak segera mengiakan berulang kali, ia segera mendekati pintu rumah, dan mencabut ke enam bilah padang pendek itu, Ialu dengan hormat sekali meletakkannya keatas meja.
Sementara itu, Cho Kiu moay telah mengambil tempat duduk dibelakang meja, sembari mendongakkan kepalanya kembali dia berkata.
"Sekarang, bebaskan pula totokan jalan darah Thi lohan!"
"Tadi hamba telah mencoba untuk membebaskan totokan jalan darahnya, namun tak berhasil membebaskan totokan Khong beng taysu." "Tepuk dulu Leng tay hiatnya, kemudian baru menotok jalan darah Hian ki hiat." perintah Cho Kiu moay dingin.
Naga tua berekor botak menurut, dia menepuk dahulu jalan darah Leng tay hiat ditubuh Thi lohan Khong beng hwesio kemudian baru menotok jalan darah Hian ki hiat pada dadanya.
Benar juga, baru saja jari tangannya menyodok, Thi lohan Khong beng hwesio telah memuntahkan segumpal riak kental, kemudian memutar biji matanya dan bangkit berdiri.
Cho Kiu moay sama sekali tidak memandang sekejap matapun kearahnya, dengan suara dingin ia berseru kemudian.
"Ma-koan tojin, kau tahu akan kesalahanmu?"
Mao koan tojin sudah malang melintang di dataran Tionggoan banyak tahun, dia pun termashur karena kekejiannya, namun setelah berhadapan muka dengan nona berwajah cantik tapi berhati kejam ini, ia seolah-olah mati kutunya, pada hakekatnya dia seperti tak berani menyalahi nona tersebut.
Bukan hanya begitu, dilihat dari sikap Cho Kiu moay yang bebas dari pengaruh racun saja sudah membuatnya tak berani bertindak sembroro, dengan wajah serius dia lantas berkata hambar:
"Entah dosa apakah yang telah hamba lakukan?"
Cho Kiu moiu merndengus dingin, "Kalian telah menggabungkan driri dengan Ban kiam hwee, berkat perhatian dan menghargai dari Kiamcu, kau bahkan diberi jabatan sebagai wakil congkoan, seharusnya atas kebaikan tersebut kau berbakti dan setia kepada partai, ketika Chin Tay seng meracuni Kiamcu, seharusnya kau yang tahu akan rahasia ini melaporkan jalannya peristiwa kepada pemimpinmu, mengapa kau tidak melaporkan hal mana kepada Kiamcu ?"
Thi lo han Khong beng hwesio segera merangkap sepasang lengannya didepan dada, "Omiotohud ! Hamba sekalianpun telah diracuni pula oleh Chin congkoan, sesungguhnya kami sudah tidak bebas lagi" "Semua persoalan yang kalian lakukan telah kuketahui." kata Cho Kiu moay dingin, "Chin Tay seng berani mengkhianati perkumpulan hmm ! Tak nanti ia bisa meloloskan diri dari cengkeraman kami."
Berbicara sampai disitu, dia lantas bangun berdiri, pedang berpita kuningnya diloloskan dari sarung dan diantara getaran tangannya, "Criing !" diiringi suara nyaring, selapis cahaya bianglala berwarna perak telah muncul dihadapan mukanya.
Setajam sembilu sorot mata Cho Kiu moay, mendadak dia merentangkan tangannya ke depan, terdengar angin pedang menderu-deru, sekilas cahaya perak telah meluncur dari genggamannya.
Tatkala cahaya pedang itu hampir sampai didepan pintu, tampak tangannya membuat gerakan ditengah udara, pedang yang sudah meluncur sejauh tujuh depa tadi mendadak memutar arahnya dan meluncur kembali ketangannya dengan kecepatan luar biasa.
Cho Kiu-moay menyambut kembali pedangnya dan menancapkan ke atas tanah, lalu dari sakunya dia mengeluarkan dua butir pil berwarna hitam dan diletakkan di atas meja, serunya kemudian sambil tertawa dingin:
"Kalau toh kalian telah menelan pil beracun dari Chin Tay-seng, maka sekarang aku mendapat perintah dari Kiam-cu, di sini terdapat dua butir pil beracun yang kalian telan, tentu saja kalian boleh menolak untuk menelan pil tersebut, cuma kamu harus mampu menerima sembilan buah seranganku, asal berhasil maka kalian boleh meninggalkan ruangan ini dalam keadaan hidup."
Walaupun ilmu melepaskan pedang terbang tadi belum mencapai titik kesempurnaan tapi bagaimanapun juga kepandaian tersebut merupakan ilmu pedang terbang yang jarang dijumpai dalam dunia persilatan.
Ma koan tojin dan Thio lohan Khong beng hwesio sama sekali tak menyangka kalau seorang dayang dari Ban kiam hwecu pun bisa mempelajari ilmu pedang yang sempurna. Dia bilang, asal dia mampu bertahan sebanyak sembilan gebrakan maka mereka boleh meninggalkan tempat tersebut, tentu saja ucapan mana bukan kosong belaka, akan tetapi merekapun tahu kalau tenaga gabungan mereka bertiga pun belum tentu akan berhasil memenangkan pertarungan itu.
Ma koan tojin memang pada dasarnya seorang manusia licik yang banyak tipu muslihatnya, setelah menyaksikan situasi di sana, pelan-pelan dia maju mendekati meja dan mengambil pil itu sambil diletakkan pada telapak tangannya, kemudian sambil mendongakkan kepalanya dia bertanya:
"Nona, dapatkah kau memberitahu kepadaku, bagaimanakah sifat dari racun ini?"
"Dua belas jam kemudian racun itu baru akan mulai bekerja, sang korban akan merasakan tubuhnya membusuk sebelum akhirnya hancur dan meleleh menjadi air."
Mendengar ucapan mana, berubah hebat paras muka Thi-lo han Khong-beng hwesio.
Berkilat sinar tajam dari balik mata Ma-koan tojin yang sipit itu, tiba-tiba dia mengambil pil tersebut dan dimasukkan ke dalam mulutnya kemudian, "kluuk !" ditelan ke dalam perut.
"Hamba siap menantikan perintah dari nona." katanya kemudian sambil membungkukkan badan.
Thi lo han Khong-beng hwesio tidak percaya kalau Ma-koan tojin yang dihari-hari biasa banyak curiga itu benar-benar akan menelan pil beracun itu, namun kalau dilihat dari mimik wajahnya kelihatan seakan-akan berbuat sungguhan, hatinya menjadi gelisah sekali.
Selembar wajahnya yang putih dan gemuk itu mulai dibasahi dengan peluh sebesar kacang kedelai.
Cho Kiu-moay pun tidak menyangka kalau Ma-koan tojin akan menelan pil tersebut sedemikian cepatnya, tapi ia sama sekali tidak memandang ke wajah Ma-koan tojin barang sekejap pun, sepasang matanya yang tajam bagai kan sembilu segera dialihkan ke wajah Thi lo han, setelah itu serunya sambil tertawa dingin.
"Taysu kau enggan menelan pil beracun ini berarti kau ada maksud untuk meminta pelajaran ?"
Saking gelisahnya, Thi-lo han membungkukkan badannya berulang kali.
"Hemm, hamba tidak berani."
"Kecuali menelan pil beracun itu, kau harus menyambut sembilan buah seranganku, hanya ada dua jalan ini yang bisa kau tempuh."
"Apakah saudara To juga telah menelan ?" tanya Thi lohan sambil berpaling.
"Siaute telah menelan pil tersebut sedari tadi, aaai, bila dua belas jam kemudian racun itu akan bekerja, maka siaute bakal mampus satu jam lebih awal daripada kalian berdua"
"Saudara, kau... kau benar-benar telah menelan pil itu?" kembali Thi-lo han bertanya.
Ma koan tojin tertawa seram. "Apakah taysu tidak melihat jelas ?"
Cho Kiu moay segera tertawa terkekeh-kekeh.
"Heeh, heeeh, heeeh, dari dulu hingga sekarang, tiada manusia yang dapat lolos dari kematian, taysu, sudahkah kau mengambil keputusan ?"
Sambil bermuram durja Thi-lo han segera mengulurkan tangan, jari tangannya waktu itu sudah gemetar hampir kaku, sahutnya berulang kali:
"Kalau memang kalian berdua telah menelannya, berarti tinggal pinto, pinto seorang tentu saja aku aku pun harus menelannya juga." Dengan memberanikan diri dia mengambil pil beracun itu dari atas meja, lalu sambil memejamkan matanya memasukkan pil itu kedalam mulut, Setelah itu ditelannya kedalam perut secara paksa.
Pada hakekatnya kejadian seperti ini jauh lebih menegangkan daripada suatu pertempuran, selain harus memeras otak, juga banyak mengeluarkan tenaga.
Begitu pil tadi masuk ke mulut, paras mukanya telah berubah menjadi pucat keabu-abuan, sepasang kakinya menjadi lemah dan gemetar keras.
Akhirnya sambil terkulai lemas diatas tanah, Thi lohan berkata dengan lemah.
"Omintohud, habis... habis sudah riwayat pinto . . .?
oooOdwOooo
MENANTI Thi lohan telah menelan pil beracun tersebut, Ma koan tajin baru menjura kepada Cho Kiu moay sembari berkata:
"Hamba berdua telah menurut perintah dengan menelan pil beracun itu, entah apakah yang hendak nona berikan sekarang ?"
Orang ini benar-benar berotak licik dan banyak sekali akal musIihatnya, sebelum Thi-lohan menelan pil tersebut, ia selalu menahan diri dan tidak mengucapkan sepatah katapun.
Setelah mendengar perkataan tersebut, tanpa terasa Tni lohan merasakan semangatnya berkobar kembali, buru-buru dia merangkak bangun dari atas tanah.
"Bila kalian bersedia mendengarkan perintahku, tentu saja ada persoalan yang harus kalian lakukan, cuma sebelum hal ini dilakukan aku hendak menerangkan dulu, sesungguhnya pil beracun itu tiada obat penawarnya"
Kontan tubuh Thi lohan yang gemuk itu lunglai dan roboh ke tanah dengan lemas, serunya sambil bermuram durja: "Kalau memang begitu, mengapa kau tidak membiarkan kami mati keracunan saja?"
Naga tua berekor botak pun merasa sangat gelisah, serunya dengan suara parau:
"Nona, kau telah berjanji kepada hamba, mengapa kau hendak mengingkari janji?"
Sedangkan Ma-koan tojin segera menegur dengan kening berkerut:
"Taysu, saudara To, kagaimana sih kalian ini ? Bagaimanapun juga kita toh sudah diracuni oleh Chin Tay-seng, cepat atau lambat bakal mati juga akibat keracunan, kini kita sudah berbakti dengan Ban kiam hwee, dan nona Cho pun ada tugas yang harus kita kerjakan, sekalipun dia memberi pil beracun lebih dulu, hal ini tidak menjadi masalah buat kita. Nah, nona Cho ada perintah apa ? silahkan saja di utarakan !"
Sembari berkata, diam-diam dia mengerlingkan matanya berulang kali kearah mereka berdua.
Naga tua berekor botak segera menyadari akan hal itu, buru- buru katanya pula sambil mengangguk:
"Perkataan saudara To memang benar, kecuali mati tiada urusan besar lainnya, silahkan nona memberi perintah"
"Kalau toh kalian berdua telah berkata demikian, apa lagi yang bisa pinto pinto ucapkan?" sambung Thi lohan.
Cho Kiu moay segera mendengus, "Sudah kukatakan kalau tiada obat penawarnya, hal ini benar-benar memang tiada obat penawarnya, tapi asal kalian bisa melaksanakan tugas tersebut dengan baik, setelah kucekoki kalian dengan racun tentu saja mempunyai cara pula untuk memunahkan racun itu, coba kalian lihat benda apakah ini?" Pelan-pelan dia mengeluarkan sebatang pena kemala berwarna hijau dari sakunya, kemudian diperlihatkan dihadapan ketiga orang itu.
Mencorong sinar terang dari balik mata si Naga tua berekor botak, serunya tertahan:
"Aaah, Lou bun si!"
Thio lohan melompat bangun pula dari atas tanah, sambil merangkap tangannya di depan tiada ia berseru:
"Buddha maha pengasih, pinceng tertolong sudah dari ancaman maut. ..!"
Cho Kiu moay menyimpan kembali pena kemala tersebut kemudian katanya lagi:
"Lou bun si dapat memunahkan segala macam racun keji yang ada di dunia ini, bila tugas kalian sudah selesai dikerjakan, bukan saja racun yang kalian telan akan segera punah, sekalipun racun yang mengeram dalam tubuh kalian akibat ulah dari Chin Tay sengpun dapat dipunahkan sama sekali"
Ma koan tojin segera manggut-manggut.
"Hamba toh sudah bilang, setelah menggabungkan diri dengan Ban kiam hwe, tentu saja selama hidup tak akan berubah pendirian lagi, bila nona ada urusan silahkan saja disampaikan."
Dari sakunya Cho Kiu moay mengeluarkan sepucuk surat rahasia, kemudian dengan wajah serius katanya:
"Surat ini menyangkut masalah gagal atau berhasilnya perkumpulan kita, karena itu harap Hu congkoan melaksanakan semua tugas sesuai dengan apa yang kutulis dalam surat rahasia ini, bila ada kesalahan maka akibatnya cukup luar biasa."
Ma koan tojin menerima surat rahasia itu sembari berjanji:
"Bila hamba melakukan suatu kesalahan, Ma koan tojin dari Hong san akan mempersembahkan batok kepalanya!" Cho Kiu moay tertawa.
"Jika Ban kiam hwee bisa membebaskan diri dari mara bahaya dan menjadi selamat, maka pahala Hu congkoan lah yang terutama, aku dapat mengajukan kepada kiam cu agar menaikkan pangkatmu, sudah barang tentu pada saat itu kedudukan congkoan pedang pita hitam akan menjadi milik Hu congkoan."
"Terima kasih atas perhatiannya dari nona." buru-buru Ma koan tojin berseru.
"Biar harus terjun ke lautan api pun pinceng tak akan menampik" sambung Thi lo han Khong beng hwesio pula "nona, tugas apa yang hendak kau berikan kepada pinceng?"
"Taysu dan Hu congkoan serombongan dalam surat itu sudah kujelaskan semua persoalan secara terperinci. nah, kalian boleh berangkat lebih dulu."
Ma-koan tojin menyimpan surat itu kemudian bersama Thi Lo han berangkat meninggalkan ruangan.
Baru tiba di depan pintu, dia saksikan di depan pintu telah berdiri menunggu empat orang jago pedang berpita hitam.
Tidak, disamping mereka berdiri pula seorang kakek berkepala botak, berwajah merah dan memelihara jenggot kambing.
Ketika menyaksikan Ma koan tojin dan Thi lohan telah berjalan keluar dari ruangan gubuk, orang itu segera maju menyongsong lalu sambil tersenyum dan menjura katanya:
"To-heng, taysu, rupanya kalian bersembunyi dirumah ini, bikin siaute kebingungan saja."
Menjumpai orang ini, Ma koan tojin serta Thi lohan Khong Beng hwesio menjadi terperanjat sekali.
Di dalam rumah gubuk itu terdapat seorang Naga tua berekor botak To Sam-seng yang telah menelan pil beracun, sedang dari luar rumah gubuk muncul kembali seorang Naga tua berekor botak To Sam-seng. Kejadian tersebut kontan saja membuat dua orang jago kawakan yang sudah berpengalaman ini dibikin kebingungan setengah mati.
Sesungguhnya dari dua orang Naga tua berekor botak yang berada di luar ramah dan di dalam rumah, manakah yang asli dan mana pula yang gadungan ?
Soal asli gadungannya bisa tak usah diurus, tapi yang terpenting sekarang adalah orang ini seorang teman atau musuh ?
Sementara kedua orang itu masih berdiri tertegun, Naga tua berekor botak itu sudah maju ke muka sambil tertawa misterius, kemudian ujarnya:
"Bukankah kalian berdua mendapat perintah dari nona Cho untuk melaksanakan pekerjaan? Untuk sementara waktu siaute akan ditugaskan di bawah komando Hu-congkoan dan menuruti perkataan kalian berdua..."
Ma koan tojin adalah seseorang yang banyak menaruh curiga baru saja dia akan kembali kerumah untuk minta petunjuk dari Cho Kiu moay.
Mendadak terdengar suara dari Cho Kiu moay telah berkumandang dari dalam rumah.
"Hu conkoan tak usah banyak curiga, bawa saja mereka pergi bersamamu."
Sepeninggalan Ma koan tojin sekalian, si-Naga tua berekor botak To Sam seng baru tak sanggup menahan sabarnya, dia segera menegur:
"Nona, hamba..."
"Tak usah bertanya..." tukas Cho Kiu moay sambil tertawa, "tugasmu tidak kalah pentingnya dari mereka, aku akan serahkan pula sepucuk surat rahasia kepadamu, laksanakan saja menurut apa yang kutulis didalam surat tersebut."
Selesai berkata benar juga, dia mengeluarkan sepucuk surat rahasia dari sakunya dan di angsurkan kedepan. Setelah menerima surat rahasia itu, Naga tua berekor botak baru membungkukkan badan sembari berkata:
"Kalau begitu hamba akan memohon diri lebih dulu"
"Tidak, kau tak boleh berangkat sekarang, kini masuk dulu ke kamar sebelah kanan dan baca isi surat rahasia tersebut hingga selesai, kemudian bakarlah surat mana dengan api"
Naga tua berekor botak To Sam seng tidak mengetahui obat apa yang dijual dalam cupu-cupunya, terpaksa menurut perintah dan menuju ke kamar sebelah kanan.
Oleh karena pintu kamar Wi Tiong-bong terbentang lebar, maka si anak muda tersebut dapat menyaksikan semua kejadian dengan jelas, diam-diam ia merasa kagum sekali. Nona Cho selain pandai ilmu siasat perang, juga pandai mengatur persiapan, tampaknya dia seperti mempunyai rencana yang matang sekali.
Begitulah, selesai memberikan perintahnya, Cho Kiu moay membenahi rambutnya dan menuju kedalam kamar, sambil mendongabkan kepala dia bertanya:
"Wi siauhiap, bagaimanakah perasaanmu sekarang?" "Aku sudah merasa sembuh kembali"
Cho Kiu-moay tertawa.
"Bagus sekali kalau begitu." katanya, "mungkin malam nanti masih ada persoalan Iagi, sauhiap, pedangmu kusembunyikan dibawah pembaringan, mumpung masih ada waktu setengah hari. baik-baiklah beristirahat dulu, sekarang aku harus pergi karena masih ada urusan lain."
"Nona. silahkan saja pergi" ucap Wi Tiong hong,
Cho Kiu-moay berpaling sambil tertawa, kemudian membalikkan badan dan berlalu dari situ. Pada saat inilah, dari kejauhan sana berkumandang suara derap kaki kuda yang amat ramai, suara tersebut makin lama semakin mendekati rumah gubuk ini.
Tak lama kemudian, suara tadi telah sampai d depan pintu, kemudian tampak seorang kakek kurus kecil berjubah hijau dengan mengempit sebuah kotak emas berjalan masuk ke dalam.
Kepada Cho Kiu moay dia memberi hormat lalu katanya: "Sesudah memperoleh perintah, hamba segera menyusul kemari,
dibandingkan dengan Kiam..."
"Thia sianseng bisa sampai di sini pada saatnya, hal ini memang paling baik..." tukas Cho Kiu moay cepat.
Kakek kurus kecil itu berseru tertahan, lalu sahutnya sambil tertawa:
"Yaa, kalau dihitung hitung masih lebih awal setengah jam dari pada waktu yang ditentukan nona, sebenarnya ada urusan penting apa?"
"Bukankah kau pernah berjumpa dengan Hek sat seng Sah Thian yu..?"
"Hamba bukan cuma sekali saja bertemu dengannya." sahut kakek kurus kecil itu tertawa.
"Masih ingat?"
Kakek kurus kecil itu mengangkat bahu:
"Asal hamba pernah bersua sekali saja, maka selamanya tak akan melupakan kembali."
"Bagus sekali, kalau begitu ikutilah aku."
Selesai berkata dia membalikkan badan dan menuju ke kamar sebelah kanan.
Buru-buru kakek kurus kecil itu masuk pula ke dalam ruangan tersebut, kurang lebih seperminum teh kemudian Cho Kiu moay baru keluar dari kamar sebelah kanan dan buru-buru menuju ke luar pintu.
Matahari hampir tenggelam di ujung langit, Soat-ji dengan membawa keranjang bambu pulang dari sawah, kembali dia sibuk di dapur untuk menanak nasi dan membuat sayur.
-Ooo@DW@ooO-