Pedang Karat Pena Beraksara Jilid 25

Jilid 25

"SAAT INI SEHARUSNYA Chin Kiu-moay sudah kembali, mungkin diapun memenuhi musibah ?"

"Kiam cu, ke mana perginya nona Cho?" menggunakan kesempatan itu Chin Tay seng segera bertanya.

Sengaja tak sengaja Ban kiam Hwee cu melirik sekejap kearahnya, kemudian menyahut.

"Berhubung Wi sauhiap membawa barang mestika, dan berita itu sudah tersiar kemana-mana, maka untuk mencegah orang banyak mengincar benda mestika itu, setelah Buyung congkoan berangkat aku telah menitahkan Cho Kiu moay untuk secara diam-diam menguntit orang-orang Lam hay bun itu serta menyaksikan tindak tanduk mereka."

Mendengar perkataan itu, Chin Tay seng segera tertawa seram: "Tampaknya budak dari Lam hay bun itu sudah menaruh

perasaan cinta terhadap Wi sauhiap, aku pikir tak mungkin dia akan turun tangan terhadap Wi sauhiap, cuma seandainya nona Cho sampai ketahuan jejaknya oleh kakek she Oh itu. sulitlah untuk dikatakan."

"Yang aku kuatirkan sekarang bukan masalah tersebut." kata Ban kiam hwe cu lagi, "berbicara dari kepandaian silat yang dimiliki Cho Kiu moay, sekalipun dia bukan tandingan dari orang she Oh tersebut namun untuk mundur secara selamat bukanlah masalah yang sulit." Setelah berhenti sejenak kembali dia melanjutkan.

"Bayangkan saja Buyung congkoan dengan orang-orang dari Tok seh shia telah terjadi pertarungan dan dipecundangi orang, hal ini mungkin dapat terjadi, tapi kenyataannya aku dan seluruh orang yang hadir disini ternyata telah diracuni orang pula, hal ini sudah jelas menunjukkan kalau Cho Kiu moay pun tidak terkecuali"

Rupanya Ban kiam hweecu bersama segenap anggota Ban-kiam- hwee yang hadir disana telah keracunan semua.

"Kejadian ini sangat mencurigakan" Buyung Siu segera berseru. "kalau sampai kita yang berada dibukit Pit bu san pun keracunan semua, hamba pikir hanya ada dua kemungkinan saja, pertama ada orang yang berhasil menyusup kemari dan meracuni hidangan yang kita makan, atau ke dua, ditempat ini memang terdapat penghianatnya. "

Salah seorang diantara tiga dayang yang berdiri dibelakang Bankiam hwee cu, yakni gadis yang berada disebelah kiri segera menimbrung:

"BetuI, sudah pasti disini terdapat penghianat Chin congkoan, diantara jago-jago pedang di bawah pimpinanmu, mungkinkah terdapat orang yang tidak jelas asal usulnya?.

Congkoan pasukan pedang berpita hitam Chin Tay seng menyeka keringat yang membasahi tubuhnya. kemudian menyahut:

"Pertanyaan dari nona Jin itu sulit untuk siaute jawab, sebab dari ke tujuh puluh dua orang jago pedang pimpinanku harnpir semua nya telah berbakti kepada Ban kiam hwee semenjak sepuluh tahun berselang, sekali pun siaute tak berani mengatakan kalau tiada persoalan dengan mereka, namun untuk menyelidiki dalam waktu singkat pun rasanya sulit."

"Sekalipun ada penghianatnya kita juga tak usah kuatir kalau dia bisa terbang ke langit." kata Ban Kiam hweecu dingin.

Chin Tay-Seng segera menundukkan kepalanya rendah-rendah katanya kembali:

"Hamba benar-benar pantas untuk mati, masa peristiwa diluar dugaan ini bisa terjadi di daerah kekuasaan hamba, aaai... termasuk hamba sendiri pun tidak tahu sejak kapan telah keracunan..."

Buyung Siu yang mendengar perkataan itu segera mendengus, pikirnya dengan cepat:

"Tampangmu seperti itu, mana mungkin mirip orang yang lagi keracunan..?"

"Menurut pendapat hamba." Chin Tay seng kembali berkata, "soal Kiamcu yang keracunan lebih baik jangan sampai tersebar luaskan ke tempat luaran"

Ban kiam Hwee cu kembali mendengus.

"Hmmm, seandainya ditempat ini terdapat penghianatnya, kendatipun kabar ini tak sampai kita sebarkan, kalau toh dia bisa meracuni makanan kita, memangnya tak bisa menyiarkan berita ini keluar ?"

"Bukan begitu maksud hamba..." buru-buru Chin Tay seng berseru agak gelagapan.

Ban kiam hwee cu mengalihkan sorot matanya ke wajah orang itu, kemudian ujarnya dingin:

"Aku ingin mendengar pendapat dari Chin congkoan."

"Maksud hamba, dari kita yang hadir disini sekarang termasuk Kiamcu sendiri hanya enam orang, tentu saja tak mungkin bisa terdapat penghianat." "Sulit untuk dikatakan." tukas salah seorang dayang dibelakang Ban kiam Hweecu dengan suara dingin.

Merah padam selembar wajah Chin Tay seng karena jengah, serunya kemudian agak tersipu-sipu:

"Kita semua sudah keracunan, sedang bukit Pit bun san merupakan maskas besar pasukan pedang pita hitam, bila nona Kho berkata demikian, bukankah hal tersebut sama artinya dengan kau menuduh siaute sebagai penghianat-nya ?"

"Memangnya aku salah berbicara ?" jengek nona Kho.

"Adik Hui jangan sembarangan berbicara, dengarkan penjelasan Chin cengkoang lebih jauh" ucap Ban kiam hweecu.

Rupanya dari empat orang dayang yang mengiringi Ban kiam hweecu, selain Hek bun kun Cho Kiu moay, tiga orang yang berdiri dibelakang Ban kiam hweecu sekarang adalah Jin Kiam moay, Cho Hut moay dan Lim Thian moay.

Ke empat orang ini sangat menguasai ilmu Hui liong kiu si (sembilan jurus naga terbang) sedangkan nama tengah mereka pun diambil dari kata "Kiu kiam bui thian" atau sembilan pedang terbang dilangit.

Sesungguhnya mereka merupakan jago-jago lihay yang berkepandaian sedikit di bawah Ban-kiam hweecu sendiri, hanya di dalam sebutan mereka adalah dayang Ban-kiam hweecu.

Sesudah mendengar ucapan dari Ban kiam hweecu tadi, buru- buru congkoan berpita hitam Chin Tay seng membungkukkan badannya seraya berkata lagi:

"Maksud hamba, tadi Buyung congkoan telah mendapat peringatan dari Sah Thian yu agar dalam tiga hari mendatang jangan mengerahkan tenaga, asal tidak mengerahkan hawa murninya maka orang keracunan tidak akan sampai terancam jiwanya." "Menurut pendapat hamba, tugas terpenting yang harus kita laksanakan sekarang adalah Kiam cu segera mengirim surat lewat merpati pos untuk menitahkan Huan, Kiong dan Lok congkoan agar segera datang kemari memberi bantuan, mereka harus tiba disini didalam tiga hari."

Ban kiam Hwee cu tidak memberi komentar apa-apa, dia hanya mengiakan belaka.

Kembali Chin Tay seng berkata:

"Sedangkan mengenai kita yang berada di-sini, asalkan kita tutup pintu Iembah kendati pun ada musuh tangguh yang menggempur kita dalam satu dua hari mendatang, mustahil mereka bisa menjebolkan pertahanan kita ini."

Kembali Ban kiam Hwe cu hanya manggut-manggut tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Chin Tay seng memutar biji matanya kesana kemarin kemudian berkata lebih jauh:

"Asal kita tidak menguarkan berita ini keluar, sudah pasti tiada orang yang bakal tahu kalau Kiam cu telah keracunan, apalagi Kiamcu mengenakan topeng, mustahil orang lain bisa mengetahui akan keadaan yang sebenarnya."

Rupanya Ban kiam hweecu benar-benar mengenakan topeng, tak heran kalau wajahnya berwarna semu emas.

Melihat Ban kiam hwecu hanya membungkam diri dalam seribu bahasa, setelah berhenti sebentar Chin Tay seng berkata lebih jauh:

"Hamba rasa, bila Kiam cu dapat berjumpa lagi dengan beberapa orang pendekar pedang sehingga mereka dapat menyiarkan kabar yang mengatakan bahwa Kiam cu sama sekali tidak terluka, bukan saja kita dapat menenteramkan hati orang bila didalam markas ini benar-benar terdapat mata-matanya, kitapun bisa membuat musuh kita menjadi bingung dan tak bisa mengetahui, entah bagaimanakah pendapat Kiam-cu tentang usul hamba ini? Apakah dapat di laksanakan?" "Menurut Chin congkoan, siapakah yang harus ku undang untuk berjumpa denganku?" tanya Ban kiam hwecu hambar.

"Menurut pendapat hamba, Ma koan tojin dari bukit Hong san. Thi lo han Kwong beng taysu dan si Naga berekor botak To Sam seng dari kota Huan-yang merupakan manusia-manusia yang sudah lama ternama di dalam dunia persilatan, semenjak bergabung dengan perkumpulan kita, hingga sekarang mereka belum pernah berjumpa dengan Kiam cu."

"Kau menginginkan aku untuk mengundang mereka bertiga?" "Hamba masih ada persoalan yang hendak dilaporkan."

”Chin congkoan, masih ada urusan apa?"

"Semenjak Hu congkoan kami Pak Bun siu-meninggal dalam bagian pita hitam kami masih belum menemukan penggantinya yang tepat, sedang dari ke tiga orang tersebut baik dalam soal ilmu silat. kecerdasan maupun kedudukannya dalam dunia persilatan, hamba pikir serasi sekali dengan kedudukan tersebut, hamba ingin Kiam cu memilih salah seorang diantara mereka bertiga setelah perjumpaan nanti untuk mengisi kekosongan kedudukan wakil congkoan tersebut"

Ban kiam Hwee cu manggut-manggut.

"Ehmm, aku setuju dengan usulmu itu Chin congkoan, sekarang juga kau turunkan perintah dan perintahkan kepada Huan congkoan sekalian agar didalam tiga hari mendatang segera muncul disini memberi bantuan, sedangkan mengenai Ma koan tojin bertiga, kau boleh membawa mereka menghadap besok pagi saja"

"Hamba terima perintah" buru-buru Chin Tay seng berseru sambil bangkit berdiri.

"Kini, aku hendak beristirahat dulu, congkoan berdua boleh pergi meninggalkan tempat ini."

Buyung Siu ikut bangkit berdiri, kemudian bersama Chin Tay seng mengundurkan diri dari ruangan tersebut. OOO^dw^OOO

Ketika sadar kembali, Wi Tionghong tak tahu ia sedang berada dimana ?

Tempat itu merupakan sebuah kamar yang amat jelek, ia sedang berbaring disebuah pembaringan kayu dengan tubuhnya ditutup sebuah selimut, diujung pembaringan tersebut terletak sebuah meja dengan sebuah lentera.

Segulung bunga api meletik diujung sumbu lentera yang kecil, cahaya yang dihasilkan sedikitpun tidak cerah.

Inilah sebuah rumah gubuk dengan jendela papa, bunyi katak bergema dari sekeliling sana, bahkan Iamat-lamat masih kedengaran pula suara gonggongan anjing dikejauhan sana.

Tapi kesemuanya itu sudah cukup jelas, tampak Wi Tiong hong sudah dapat menduga kalau dia sedang berada di dalam kamar tidur seorang petani miskin.

Tapi... mengapa dia dapat tertidur disini?

Wi Tiong hong mencoba untuk memutar otak dan mengingat kembali semua kejadian yang telah dialaminya, namun tidak berhasil ia tak dapat mengingat kembali apa gerangan yang telah terjadi.

Akhirnya Wi Tiong hong menghembuskan napas panjang dan mencoba untuk bangkit berdiri, siapa tahu baru saja dia menggerakkan tubuhnya, kepala terasa pening sekali, ke empat anggota badannya lemah tak bertenaga, ternyata dia tak sanggup untuk bangkit berdiri.

Mendadak ia tertegun, lalu segera menjadi sadar bahwa pusing dan lemasnya badan bukan dikarenakan kebetulan melainkan karena sesuatu kejadian tertentu.

Semuanya ini diketahui olehnya dari pengalamannya berkelana dalam dunia persilatan selama ini. Pengalaman memberitahukan kepadanya bahwa pusingnya kepala karena ia telah dibius orang dengan obat tidur, sebab hanya orang yang mendusin dari pengaruh obat tidur baru akan menunjukkan gejala demikian, sedangkan mengenai ke empat anggota badannya yang ia masih tak bertenaga, hal ini dikarenakan jalan darahnya tertotok, sehingga ke empat anggota badannya itu tak mampu berkutik Iagi.

Semua kejadian tersebut dia menjadi teringat kembali dengan kakek berjubah hijau yang telah dijumpai ditengah jalan dan mengaku sebagai teman ayahnya itu, kemudian ia teringat pula kalau Kam Liu cu dan Su Siau hui sekalian datang menyusul, kemudian kakek berjubah hijau pergi dan dia berpamitan dengan semua orang karena harus menemukan paman tak di ketahui namanya itu.

Didalam menempuh perjalanan itulah.... dia merasa seperti pusing sekaii, kemudian... dia tak dapat mengingat kembali, itu menunjukkan kalau dia berbaring disini karena telah dipecundangi orang, kalau toh dia disergap orang, mengapa dirinya tidak merasakan sama sekali..

Sementara dia masih termenung, mendadak pintu kamar dibuka orang dan seorang gadis bertubuh ramping yang memakai baju hitam pelan-pelan berjalan masuk ke dalam ruangan lalu mendekati pembarringan.

Wi Tiong hong membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar, ketika dia berpaling dijumpainya gadis tersebut bergaun hitam dengan usia dua puluh tiga empat tahunan wajahnya potongan kwaci dengan alis mata yang melentik matanya bulat indah dan bibirnya kecil mungil...

Selain itu pinggangnya tergantung sebilah pedang panjang berpita kuning, dia sedang memandang ke arahnya dengan biji mata yang jeli dan senyuman manis dikulum. Wi Tioang hong kenal dengan gadis tersebut, karena orang itu bukan lain adalah salah seorang pelayan Ban-kiam hweecu, yakni Hek bun kun Cho Kiu moay.

Maka dengan cepat Wi Tiong hong menjadi sadar kembali, rupanya dia sudah terjatuh ke tangan orang-orang Ban kiam-hwee.

Tak heran kalau dia terkena obat tidur tanpa disadari, rupanya mereka telah mencampurkan obat tersebut di dalam air teh yang di minumnya.

Tak heran pula kalau jalan darah pada ke empat anggota badannya tertotok, rupanya mereka telah berjaga-jaga disepanjang jalan dan menunggu sampai dia jatuh pingsan sebelum membekuknya kemari.

Orang kuno bilang: Siapa membawa mestika dia ibaratnya mengundang bencana.

Baik mutiara Ing-kiam-cu maupun pena mestika Lou-bun si. kedua-duanya merupakan benda mestika yang diincar setiap orang, sebuah saja sudah cukup menarik perhatian orang apalagi kedua- duanya berada didalam sakunya.

Ditambah pula kedua macam mestika itu merupakan benda untuk menaklukan pihak Ban kiam hwee, tak heran kalau mereka enggan melepaskannya dengan begitu saja.

Dengan lemah gemulai Cho Kiu moay berjalan mendekati pembaringan kemudian sambil menatap wajah Wi Tiong hong, tanyanya lembut.

"Kau telah mendusin ?"

Suaranya amat lembut dan hangat, sama sekali berbeda dengan suara dingin dan kaku di hari-hari biasa, dari suara yang begitu lembut dapat diketahui kalau dia sangat memperhatikan keadaan Wi Tiong-hong.

Diam-diam si anak muda itu mendengus, kemudian sahutnya dengan suara dingin: "Yaa. aku baru saja sadar" jawaban tersebut diutarakan dengan nada amat mendongkol.

Kemudian setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh: "Nona Cho melaksanakan tugas atas perintah atasanmu, pahala

yang bakal kau peroleh kali ini tentu besar sekali !"

Cho Kiu moay membelalakkan matanya lebar-lebar, lalu bertanya dengan keheranan:

"Kau kenal denganku ? Aaah apa yang kau katakan ?"

"Bukankah kau sedang melaksanakan perintah dari Ban-kiam hwecu untuk menangkapku?"

Cho Kiu moay segera tertawa. "Tentu saja bukan."

"Nona Cho berhasil menangkapku hidup-hidup, sudah jelas hal ini merupakan sebuah jasa yang amat besar, masa aku salah berbicara?"

Cho Kiu-moay tertawa cekikikan,

"Aku yang menangkap dirimu ?" serunya. "Memangnya bukan ?"

"Mengapa aku harus menangkapmu ?"

"Hmmm mengapa ? Memangnya aku harus menerangkan kepadamu satu per satu." dengus -Wi Tiong hong.

Cho Kiu moay mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian berkata:

"Tentu saja kau harus berkata, kalau tidak, bagaimana mungkin aku bisa tahu?"

"Lantas mau apa kau datang kemari ?" Sekali lagi Cho Kiu moay tertawa cekikikan "Aku kemari untuk mendengarkan ucapanmu, menurut kau apa maksudku datang kemari?"

Tiba-tiba saja Wi Tiong hong naik pitam, sambil tertawa dingin serunya lantang:

"Setelah sadar tadi, aku merasa kepalaku pusing sekali, ke empat anggota badanku tak mampu bergerak, sudah pasti kalian menggunakan siasat licik dengan menggunakan obat tidur untuk merobohkanku, kemudian baru menotok jalan darahku dan membekukku kemari, adapun tujuannya...heeehh... heeeh... tentu saja untuk memperoleh mutiara Ing kiam cu serta Lo bun si tersebut.

Cho Kiu moay segera tertawa merdu:

"Kau memang cerdik sekali, dugaanmu memang tepat semuanya!"

"Membekukku dengan menggunakan siasat licik bukan perbuatan seorang enghiong..." teriak Wi Tiong hong sambil melotot gusar.

Cho Kiu moay memutar biji matanya kian kemari, lalu berkata. "Jadi kau menuduh aku mencelakaimu secara diam-diam atas

perintah dari Kiam cu?" "Memangnya bukan?"

"Tepat sekali, ehmm... Wi sauhiap! Bagaimanakah pandanganmu terhadap Kiam-cu kami."

"Hweecu kalian tampan, gagah dan agung, jadi orang supel dan berlapang dada, sesungguhnya dia merupakan seorang sobat yang boleh dibina, sayang sekali..."

Mencorong sinar tajam dari balik mata Cho Kiu moay, ditatapnya wajah Wi Tiong hong lekat-lekat kemudian tanyanya:

"Sayang kenapa?"

"Sayang dia telah menjadi Ban-kiam Hwee-cu" "Bersediakah kau menerangkan lebih jelas lagi?" kata Cho Kiu moay dengan suara lembut.

"Sebagai seorang ketua dari Ban-kiam hwee, sudah barang tentu dia harus menomor satu kan kepentingan perkumpulannya lebih dulu daripada persahabatan."

"Maksudmu, sebenarnya kalian bisa menjadi sahabat yang amat karib, tapi berhubung Kiamcu adalah Ban kiam hwee cu, dan lagi dia merampas mutiara Ing kiam cu serta Lou bun si milikmu demi kepentingan perkumpulan, maka kau tak dapat mengikat tali hubungan dengannya."

"Benar"

OooodwoooO

"Kau benar-benar sahabat karib yang paling mengetahui perasaan Kiamcu kami..." seru Cho Kiu-moay kemudian

"Tapi sayang, kami harus berhadapan sebagai musuh kini."

Cho Kiu-moay segera menepuk bebas jalan darah di lengan kiri Wi Tiong hong, kemudian ujarnya sambil tertawa:

"Wi sauhiap, coba kau periksa dulu apakah mutiara lng kiam cu tersebut masih berada di jari tanganmu ?"

Sejak ia membebaskan jalan darah pada lengan kiri Wi Tiong hong yang tertotok, si anak muia tersebut sudah dapat melihat kalau cincin berisi mutiara lng kiam cu tersebut masih melingkar di jari tangannya.

Sebelum ia sempat memberikan jawabannya Cho Kiu moay telah mengambil Lou bun si dari atas meja dan diperlihatkan dihadapan Wi Tiong hong kemudian katanya pula:

"Lou bun si berada disini, sudahkah Wi sauhiap lihat dengan jelas? Hal ini membuktikan kalau kami sama sekali tidak berniat untuk merampas barang mestika milikmu." Wi Tiong hong mendengus dingin.

"Sekarang, aku sudah terjatuh ketangan kalian, sekalipun sesaat ini kalian belum mangambilnya, cepat atau lambat benda tersebut toh sudah merupakan benda yang berada dalam saku kalian?"

"Aaah, kau ini mengapa sih selalu berpikir yang jeleknya saja? Hmm, benar-benar tak tahu berterima kasih, tahukah kau untuk menolong kau seorang, kiam cu kami telah mengirim banyak orang untuk melindungimu sehingga berhasil menyelamatkan selembar jiwamu.?"

"Kau selalu menuduh kami hendak mengincar barang mestika milikmu, coba kalau tidak tahu kau masih mempunyai Iiangsim, dan mengatakan kiam cu kalian sebagai "orang yang pantas dijadikan sahabat" tentu aku tak akan sudi menggubris dirimu lagi!"

Wi Tiong hong menjadi tertegun sesudah mendengar perkataan tersebut, dengan nada setengah percaya setengah tidak katanya kemudian.

"Nona, kalau memang kau telah menyelamatkan jiwaku, mengapa pula harus menotok jalan darah pada ke empat buah anggota badanku?"

Cho Kiu moay memandang sekejap kearah nya lalu tertawa. "Sekarang, aku belum dapat membebaskan totokanmu itu."

katanya.

"Mengapa?"

"Sebab dengan begitu kau akan lebih jujur!" sahut sinona sambil tertawa ringan.

Dengan ucapan tersebut, maka bisa diartikan bila totokan jalan darah pada ke empat anggota badan Wi Tiong hong dibebaskan, maka si anak muda itu akan menjadi tak jujur.

Setelah ucapan tersebut diutarakan Cho Kiu moay baru merasa kalau    dibalik    ucapan    tersebut    sesungguhnya    mengandung penyakitnya, merah padam selembar wajahnya karena jengah, buru-buru dia berkata lagi:

"Sebab racun yang bersarang di dalam tubuhmu sudah terlalu mendalam, kau harus berbaring secara baik-baik dan tidak boleh bergerak secara sembarangan, itulah sebabnya jalan, darahmu terpaksa harus kutotok."

Merah padam selembar wajah Wi Tiong hong, buru-buru dia minta maaf:

"Nona, mengapa tidak kau ucapkan sedari tadi ? Coba kalau kau terangkan, aku pasti tak akan melakukan kesalahan."

Cho Kiu moay mengerling sekejap ke arahnya, lalu serunya sambil mencibirkan bibir:

"Sekarang kau sudah mengerti tentunya ?"

"Terus terang saja, masih banyak persoalan yang tidak kupahami apakah nona bersedia memberi keterangan ?"

"Tak usah ditanyakan lagi, lebih baik aku saja yang memberitahukan kepadamu," kata Cho Kiu moay sambil membereskan rambutnya yang kusut.

"Tak lama setelah kau pergi, Kiam-cu menduga orang-orang dari selat Tok-seh sia pasti tak akan melepaskan kau dengan begitu saja maka Buyung congkoan diperintahkan dengan membawa enam belas orang jago pedang pita hijaunya mengikutimu secara diam- diam."

Wi Tiong hong yang mendengar perkataan tersebut, diam-diam merasa menyesal, dia tak menyangka maksud baik orang lain telah di tanggapi secara negatif olehnya, bahkan dia telah menuduh mereka hendak mengincar benda mestika tersebut.

Terdengar Cho Kiumoay berkata lebih jauh.

"Tapi orang yang menguntit dibelakangmu secara diam-diam masih ada orang-orang dari Lam hay bun serta Thian sat bun. Oleh sebab Buyung congkoan merasa tidak bermaksud jahat terhadap dirimu maka diapun tidak menampakkan diri.

"Kemudian, kau berpisah dengan mereka dan melanjutkan perjalanan seorang diri, sebetulnya orang-orang dari Lam hay bun dan Thian sat bun menguntit dibelakangmu sampai sejauh berapa puluh li, mungkin karena dianggapnya sudah tak ada urusan lagi, maka mereka pun berlalu sendiri-sendiri."

"Siapa sangka, baru saja kau berjalan sejauh belasan li lagi, tiba- tiba keracunan hebat dan roboh tak sadarkan diri."

"Apakah Buyung congkoan yang telah menyelamatkan aku ?" tak tahan Wi Tiong hong menimbrung.

"Padahal Buyung congkoan sudah mengetahui kalau Sah Thian yu mengikutinya sepanjang jalan, dia lantas menyuruh seorang jago pedangnya yang berperawakan mirip dengan kau untuk memancing meraka ke arah lain, tapi disaat Sah Thian-yu berhasil dipancing pergi itulah kau ditemukan jatuh pingsan ditepi jalan.

"Buyung congkoan segera memerintahkan dua orang jago pedangnya untuk menghantarmu secara diam diam kemari, kemudian dia pun memerintahkan kepada jago pedang yang berperawakan seperti kau uatuk berperan menjadi dirimu, dan pura- pura tergeletak tak sadar disana, orang itulah yang kemudian dibawa pergi oleh orang-orang Tok seh-sia."

(Paukiam suseng Buyung Siu sesungguhnya membawa enam belas orang jago pedang, setelah berlangsungnya pertarungan sengit dan sewaktu jumlahnya dihitung ia mengatakan tiada yang berkorban, namun jumlah anggotanya telah berobah menjadi tiga belas orang, rupanya satu telah menyaru sebagai Wi Tiong hong dan dua yang lain melindungi Wi Tiong hong asli menyingkir ke situ dengan begitu sekarang telah menjadi jelas duduk persoalan nya).

Sementara itu, Wi Tiong hong telah berkata.

"Kalau toh Buyung congkoan hendak menolongku, mengapa dia harus menyuruh orang lain untuk menyaru sebagai diriku ? Bila rahasia penyaruannya sampai ketahuan, bukankah orang itu akan mengorbankan selembar jiwa nya dengan percuma ?"

Cho Kiu moay tertawa.

"Orang itu bisa menyaru sebagai dirimu, sudah barang tentu dibalik kesemuanya itu masih ada alasan lain, tindakan ini merupakan usul dari kiamcu kami, kau akan mengetahui dengan sendirinya dikemudian hari. Sedang mengenai orang yang dikirim itu, bukan saja perawakannya mirip sekali dengan dirimu, ilmu menyaru mukanya juga lihay sekali."

"Kendatipun Sah Thian-yu adalah orang licik yang banyak tipu muslihatnya, belum tentu dia bisa membedakan mana yang asli dan mana yang palsu, terutama sekali kelihayan ilmu silatnya, dalam kelompok pendekar pedang berpita hijau, dia boleh dihitung sebagai jagoan kelas satu, aku yakin tugas yang dilakukan olehnya saat ini pasti dapat dilaksanakan dengan sukses."

"Aku telah terkena racun jahat yang amat hebat, nonakah yang telah menyembuhkan racun tersebut?"

Cho Kiu moay tertawa rendah.

"Kalau dibicarakan yang sebenarnya, seharus nya kaulah yang telah menyelamatkan jiwaku!"

"Aaah nona suka bergurau."

"Sama sekali tidak bermaksud untuk bergurau, bukan saja kau telah menyelamatkan diriku, bahkan menolong pula dua orang jago pedang berpita hijau lainnya, malah banyak sekali anggota Ban kiam hwee yang menantikan pertolonganmu!"

Semakin mendengar penjelasan tersebut Wi Tiong hong semakin keheranan dibuatnya, ia segera bertanya:

"Nona apa maksudmu berkata begitu?"

"Racun jahat yang bersarang dalam tubuh mu disembuhkan oleh Lou bun si tersebut, hanya saja berhubung kau keracunan kelewat dalam hingga sampai sekarang baru mendusin. "Aku bersama dua orang jago pedang berpita hijau yang menghantarmu kesinipun telah dicelakai orang tanpa kami sadari, kami telah terkena racun yang bersifat agak lamban cara kerjanya, untung ada Lou bun si tersebut sehingga racun mana berhasil kami punahkan."

"Barusan kamipun mendapat berita lewat burung merpati dikabarkan kalau orang-orang yang berada di bukit Plt bu san pun sudah terkena racun jahat, racun tersebut hanya bisa dipunahkan dengan Lou bun si tersebut."

"Masa Hwecu kalian juga kena racun tersebut?"

Cho Kiu moay melirik sekejap kearahnya, kemudian tersenyum. "Tampaknya Wi sbauhiap kalian sangat menguatirkan

keselamatan dari Kiam cu kami?"

"Walaupun aku baru pertama kail ini berjumpa dengan Hwecu kalian, namun tindak tanduk hwecu kalian maupun cara berbicaranya yang begitu halus dan menarik telah menanamkan suatu kesan yang mendalam bagiku."

Berkilat tajam sepasang mata Cho Kiu moay setelah mendengar perkataan itu, bisiknya lirih:

"Mungkinkah ini yang dinamakan saling tertarik dan mengagumi? sesungguhnya kiamcu kami menaruh kesan yang mendalam sekali terhadap Wi sauhiap"

"Kalau memang banyak dari anggota perkumpulan kalian keracunan, sedangkan aku pun telah sembuh kembali, mari sekarang juga kita kembali ke bukit Pit bu-san, persoalan seperti ini tak boleh ditunda-tunda lagi..."

"Tidak bisa" Cho Kiu moay menggelengkan kepalanya berulang kali, "paling tidak kita harus berdiam selama dua hari lagi disini, lusa kita baru bisa berangkat."

"Mengapa demikian ?"

"Sebab aku harus menunggu beberapa orang lagi di tempat ini." "Bukankah banyak dari anggota perkumpulan kalian yang keracunan dan menunggu pengobatan ?"

"Tidak menjadi soal, racun yang bersarang di tubuh mereka hanya racun bersifat lambat, dalam tiga hari mendatang tak akan sampai bekerja, jadi kalau pun kita berangkat sekarang juga, ini pun tidak akan mendatangkan manfaat apa-apa..."

Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh: "Setelah keracunan hebat, hingga sekarang kondisi badanmu

masih belum pulih kembali seperti sedia kala, lebih baik tidurlah dulu sambil memulihkan kekuatan!"

Selesai berkata, dia lantas menepuk bebas jalan darah di ke empat buah anggota badan Wi Tiong hong, kemudian membalikkan badan dan berlalu dari sana.

Wi Tiong hong berpaling kembali diatas pembaringan, betul juga kaki dan tangannya masih terasa berat, benaknya terasa kosong dan pening, tanpa sadar ia tertidur nyenyak.

Entah berapa saat kemudian, pelan-pelan Wi Tiong hong sadar kembali dari tidurnya, ia mendengar ada orang sedang berbicara dengan suara rendah diluar pintu sana.

"Nona, jawaban dari Huan congkoan telah datang, dalam dua hari mendatang ia sudah akan datang disini."

"Aku mengerti." suara dari Cho Kiu-moay terdengar. Kemudian terdengar pula orang itu berkata lagi:

"Barusan hamba berhasil menemukan ada orang yang sedang berjalan bolak-balik disekitar tempat ini, gerak-gerik orang tersebut sangat mencurigakan."

"Sekarang kita sudah berganti dandanan semua dan tidak akan memancing perhatian orang lain tak usah menggubris mereka, biarkan saja orang-orang itu berlalu lalang"

"Baik!" orang itu mengiakan. Kemudian suasana disekitar tempat itupun berubah menjadi hening kembali.

Tak selang beberapa saat kemudian, terdengar lagi suara langkah kaki yang ramai berkumandang mendekati tempat tersebut.

Kemudian pintu dibuka orang dan muncul seorang gadis berbaju kembang dengan ikat kepala kain hijau yang membawa sebuah baki kayu.

sekalipun gadis itu memakai pakaian sederhana dengan dandanan seorang nona dusun, namun wajahnya amat bersih dan cantik, kulit mukanya yang putih nampak bersemu merah, benar- benar raut wajah seorang gadis dusun yang menggiurkan hati.

Semula Wi Tiong-bong mengira Hek-bun kun Cho Kiu-moay yang masuk kedalam, setelah menyaksikan kemunculan gadis dusun tersebut, dia malah tertegun dibuatnya, buru-buru dia bangun akan duduk.

Gadis dusun itu membelalakkan sepasang matanya yang bulat bcsar, kemudian agak ter sipu dia berkata:

"Rupanya aku telah mengusik ketenangan tidur siangkong !"

Suara yang merdu merayu bagaikan burung nuri yang sedang berkicau, sangat menarik hati.

Wi Tiong-hong melompat turun dari pembaringan, lalu menjawab sambil tersenyum:

"Nona jangan berkata begitu, aku sudah mendusin sedari tadi, memang sudah waktu ku untuk bangun."

"Tempat ini hanya merupakan sebuah dusun kecil, segalanya jelek dan sederhana, mungkin siangkong tidak bisa tidur nyenyak ? Nona Cho berpesan, siangkong baru sembuh dari sakit, sudah seharusnya beristirahat lebih banyak !"

Dari nada pembicaraan nona dusun itu, Wi Tiong-hong menduga kalau dia adalah putri dari tuan rumah, maka katanya sembari menjura: "Terima kasih banyak nona, aku telah sembuh sama sekali"

Nona dusun itu meletakkan baki tersebut ke meja, kemudian katanya lagi sambil tersenyum:

"Bubur ini disiapkan nona Cho sebelum pergi meninggalkan tempat ini, katanya setelah siangkong mendusin, dipersilahkan untuk menghabiskan bubur tersebut !"

"Apakah nona Cho telah pergi ?"

Nona dusun itu menutupi bibirnya sambil tertawa cekikikan

"Nona Cho dan ke dua orang paman itu sudah pergi berapa lama, dia bilang masih ada urusan yang hendak diselesaikan siangkong diharapkan beristirahat dengan tenang sambil menunggu kedatangannya di sini "

"Dia masih berkata apa lagi ?"

Gadis dusun itu miringkan kepalanya sambil berpikir sebentar, kemudian baru berkata.

"Nona Cho berkata pula, tempat ini berjarak hanya berapa puluh li dari bukit Pit-bu-san, di dalam satu-dua hari ini siangkong tak usah menggunakan hawa murni kalau tidak terpaksa sekalipun ada orang yang datang, kau disuruh beristirahat saja dikamar dan tak usah keluar"

Berbicara sampai disitu sambil tertawa kembali dia menambahkan:

"Padahal asal siangkong tinggal disini, tentu saja kau tak usah mengeluarkan tenaga, justeru karena aku takut ke dua orang engkohku terlalu kasar bila ditugaskan melayanimu, maka aku sengaja turun tangan untuk melayani siangkong sendiri, tentunya siangkong tak akan sampai marah-marah kepadaku bukan?"

Diam-diam Wi Tiong hong merasa kegelian apabila setelah mendengar nona dusun itu salah mengartikan Cing khi atau hawa murni menjadi hawa amarah. Tentu saja rasa geli tersebut tak sampai di utarakan keluar, buru- buru serunya:

"Perkataan nona terlalu serius, aku sudah cukup merepotkan kalian, masa berani marah kepadamu ?"

"Asal siangkong tidak suka marah-marah, akupun merasa lebih lega." kata nona dusun itu lembut. "oya, buburnya hampir menjadi dingin, mumpung masih hangat silahkan siang-kong santap dulu, aku masih ada urusan yang harus diselesaikan."

"Silahkan nona !"

Tiba-tiba sepasang pipi nona dusun itu berubah menjadi merah, katanya dengan lirih:

"Panggil saja aku Soat-ji, siangkong jangan menyebut nona-nona terus, kurang enak didengar."

Selesai berkata, dengan kepala tertunduk buru-buru dia meninggalkan ruangan.

Wi Tiong-hong melirik sekejap ke arah meja, diatas baki terlihat semangkuk bubur, di tambah empat macam sayur.

Sudah semalaman suntuk dia tak mengisi perut, dan perutnya memang sudah lapar, maka tanpa sungkan sungkan lagi dia melahap hidangan tersebut hingga Iudas.

Selesai makan, diapun mulai membayangkan kembali ucapan dari Cho Kiu-moay semalam, katanya gadis itu masih akan menunggu beberapa orang lagi disana.

Kemudian dia pun teringat kalau segenap anggota Ban-kiam hwee telah terkena racun jahat yang bersifat lamban, tapi nona itu harus menunggu samnai besok baru berangkat, apa sebenarnya yang terjadi ? Sudah pasti di balik kesemuanya itu ada hal-hal yang serius.

Kini, dia meninggalkan pesan agar dirinya menetap disitu sambil menunggu kedatangannya, dalam keadaan demikian tampaknya dia pun harus menunggu sampai kedatangannya Berpikir demikian dia lantas duduk bersila diatas pembaringan dan mulai mengatur pernapasan.

Siapa tahu begitu hawa murninya dicoba, Wi Tiong hong segera merasakan meski seluruh bagian tubuhnya sudah dapat ditembusi namun hawa murninya belum pulih kembali keseluruhannya, hal ini membuat hatinya menjadi amat terkejut.

"Heran, racun keji apakah yang bersarang didalam tubuhku?

Mengapa bisa begitu hebat?"

Dia mana tahu kalau dirinya tanpa disadari telah terkena racun keji yang paling lihay dari lawannya.

Perlu diketahui pihak lawan melepaskan racun secara diam-diam, sesungguhnya mempunyai dua macam perhitungan

Pertama, bertujuan untuk membekuknya sehingga bila racun itu mulai bekerja, dia telah sampai disitu dan memberi obat penawarnya.

Ke dua. seandainya sampaai ditolong oranbg lain, tanpa obat pemunah darinya, sekalipun tertolong juga percuma karena racun itu tak akan bisa dipunahkan dengan obat lain kecuali obat penawarnya yang dibuat secara khusus.

Siapa tahu, ketika Wi Tiong hong keracunan dan jatuh tak sadarkan diri, secara kebetulan ia telah bertemu dengan Buyung Siu, kemudian oleh dua orang jago pedang berpita hijau dia dikirim ke sebuah dusun yang terletak hanya kira-kira jaraknya dua tiga puluh li saja.

Itulah sebabnya dia menjadi keracunan bila karena tidak segera memperoleh penolongan.

Kendatipun akhirnya dia ditolong oleh Lou bun si yang dapat memunahkan berbagai macam racun di dunia ini, namun racun tersebut sudah terlanjur menyusup ke dalam isi perutnya hingga amat mengitari hawa murninya, hal inilah yang menjadi penyebab utama mengapa tenaga dalamnya tak bisa segera menjadi sembuh. Sementara itu, Wi Tiong hong yang sedang mengatur napas, mendadak mendengar suara seruan nyaring dari luar rumah sana:

"Omintohud !"

Suara tersebut amat keras dan menggetarkan telinga, suaranya juja berat dan dalam, tanpa terasa Wi Tiong hong menjadi tertegun, karena suara itu amat dikenal olehnya.

Pada saat itulah, terdengar suara Soat- ji sedang menegur. "Lo suhu, mau apa kau ?"

"Omintohud, pinceng datang untuk mencari derma."

Mendadak Wi Tiong hong teringat akan seseorang, dia segera berseru tertahan dihati:

"Aaaah. hweesio itu adalah Lohan baja Khong-Seng taysu !" "Sekalipun kau hanya bermaksud mencari derma, toh tidak sopan

memasuki rumah orang dengan semaunya sendiri ?" kembali Soat-ji

berseru keras.

oooOooodOwoooOooo

"LI-SlCU, apakah kau berada dirumah seorang diri ?"

"Siapa bilang kalau cuma aku seorang ? Bukankah engkoh ku berdua masih berada di sawah menanam sayur ?"

"Li sicu, apakah ruangan masih ada orang lain?" tanya Thi Lo-han lagi.

Tampaknya sembari berkata hwesio itu masih saja celingukan ke sana kemari.

"Hei, apa-apaan sih kau hwesio tua ? Apa yang sedang kau lihat

? Ayo cepat keluar." suara Soat-ji kembali berkumandang. "Li sicu tak usah takut, pinceng pasti akan pergi dari sini." "Hmmm, siapa sih yang takut kepadamu ? Kalau cuma seorang hwesio tua yang sedang mencari derma mah tak akan kutakuti !"

"Apakah didalam rumah masih ada orang ?"

"Tentu saja ada" suara Soat-ji masih tetap nyaring, "dia adalah engkohku, karena badannya kurang enak maka dia sedang tidur, kau jangan mengganggu ketenangannya."

Mendengar sampai disitu, Wi Tiong-hong kembali berpikir: "Mungkinkah yang ditanyakan Thi Lo han adalah kamar yang

sedang kutempati ini?"

Sementara itu Thi Lohan sudah bertanya lagi: "Bukan perempuan bukan ?"

Soat ji segera tertawa cekikikan lagi:

"Masa kau masih pakai tanya lagi ? Lantas menurut pendapatmu engkoh itu laki atau perempuan ?"

"Li sicu, bolehkah pinceng menengok kakak mu yang sedang tak enak badan itu?" kembali Thi Lohan berkata.

"Hei, tampaknya kau sedang mencari orang?"

"Perkataan dari li-sicu memang tepat sekali Pinceng memang sedang datang mencari orang!"

"Apakah kau sedang mencari engkoh ku ?"

"Mana mungkin pinceng akan mencari kakak li-sicu?" "Kalau memang begitu tak usah kau lihat lagi."

"Bila orang yang berada didalam kamar benar-benar adalah kakakmu, pinceng segera akan angkat kaki dan tak bakal mengusik li sicu lagi."

"Baiklah, kalau begitu lihatlah sendiri dan kemudian segera pergi dari sini."

"Ooo, tentu saja." Wi Tiong-hong yang mendengarkan pembicaraan tersebut menjadi amat panik, pikirnya:

"Kepandaian silat yang dimiliki Thi lohan Khong Beng hwesio sudah mencapai tingkatan yang luar biasa, seandainya berada di hari-hari biasa tentu saja aku tak usah jerih terhadapnya, tapi sekarang.... tenaga dalamku belum pulih kembali, bisa jadi bukan tandingannnya."

Tiba-tiba terdengar Soat ji berteriak dari luar pintu:

"Koko, hwesio tua ini hendak menengokmu kau tak usah bangun, tiduran saja disana."

Karena nona dusun itu telah berkata demikian, terpaksa Wi Tiong-hong harus berbaringan, dia mencoba untuk meraba pinggangnya untuk mencari pedang tersebut, namun tak ada disana, rupanya sudah diambil Cho Kiu-moay dan disimpan ditempat lain.

Pada saat itulah pintu kamar terbuka. Thi-lohan Khong beng hwesio dengan sepasang tangannya merangkap di depan dada telah berdiri di depan pintu.

Tapi dia hanya memandang sekejap kearahnya, seakan-akan tidak kenal, sorot matanya memandang sekejap ke seluruh ruangan lalu mengundurkan diri dari situ.

"Omintohud, pinceng telah mengganggu ketenanganmu." ujarnya pelan.

Wi Tiong hong yang menyaksikan kejadian tersebut tnetjadi sangat keheranan, sudah jelas hwesio itu kenal dengannya, tapi mengapa pula dia berlagak seakan-akan tidak kenaI?

Ditutup kembali pintu kamarnya, kemudian bertanya: "Lo siansu, sebenarnya siapa sih yang kau cari?"

"Pinceng sedang mencari seorang nona yang bergaun hitam.” Mendengar itu Wi Tiong hong segera berpikir: "Ooh, rupanya Thi lohan sedang mencari Cho Kiu moay."

Baru saja dia berpikir sampai disitu, terdengar Soat ji telah berseru tertahan.

Sebenarnya Thi lohan sudah siap akan pergi, tapi seruan tertahan Soat ji segera menghentikan kembali langkahnya.

"Apakah li sicu pernah berjumpa dengan nona berbaju hitam itu?" tanyanya cepat.

Seandainya Soat ji mengatakan tidak tahu, urusan tentu akan menjadi beres, apa mau di kata ia justru malah balik bertanya.

"Lo suhu, ada urusan apa kau mencari nona berbaju hitam itu?" "Yang bermaksud mencarinya bukan pinceng seorang, bila li sicu

melihat kemanakah dia pergi, harap kau suka memberi keterangan yang sejelasnya kepadaku."

"Lo suhu, apakah nona berbaju hitam yang hendak kau cari itu membawa sebilah pedang yang berpita berwarna kuning..."

"Perkataan dari li sicu memang tepat sekali yang hendak pinceng cari adalah perempuan tersebut."

Soat ji segera tertawa cekikikkan.

"Ooh, kalau begitu nona Cho yang kau cari." serunya kemudian. "Yaa, betul, betul sekali! Dia adalah nona-Cho apakah li sicu

kenal dengannya?" Soat ji tertawa ringan.

"Nona Cho justru tinggal dirumah kami ini." serunya cepat.

Tak terlukiskan rasa gembira Thi lohan Khong beng hweesio setelah mendengar perkataan itu. dengan cepat dia berseru.

"Dimanakah orangnya sekarang?"

"Dia sedang pergi, tapi tak lama akan balik kembali kemari, silahkan duduk dulu Io suhu, sebentar dia akan kembali".

Thi-lohan Khong beng hwesio mendengus berat, betul juga dia menurut dan segera duduk. "Lo suhu, kau tak usah sungkan-sungkan" kata Soat ji lagi, "silahkan duduk diatas kursi saja, tanah disini amat lembab, bila kelamaan duduk disitu, kau bisa terserang penyakit"

Sebenarnya gadis itu bermaksud baik, siapa tahu Thi lohan Khong beng hwesio hanya duduk bersila ditanah tanpa berkutik, menggubris pun tidak.

Melihat hal ini, Soat ji segera bergumam:

"Aneh betul si hwesio gemuk ini, ada kursi dia tak mau. malahan sukanya duduk disudut pintu yang berlumpur? Betul-betul manusia yang berwatak sangat aneh"

Rupanya Thi lohan Khong beng hwesio tidak bermaksud baik, dia hanya duduk disudut pintu sambil tidak berkutik, asal Cho Kiu moay melangkah masuk agaknya dia berniat untuk melancarkan sergapan secara tiba-tiba.

Sementara itu Wi Tiong hong terpaksa hanya duduk diatas pembaringan sambil mengatur napas karena ia temukan tenaga dalamnya belum pulih kembali seperti sedia kala.

Untuk beberapa saat lamanya suasana dalam rumah gubuk itu menjadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.

Dari arah dapur terdengar suara Soat-ji mencuci beras, mencuci sayur lalu terdengar kuah dinaikkan ke anglo, dan seperminum teh kemudian, baru kedengaran suara langkah kaki bergema lagi diluar pintu rumah.

Menyusul kemudian terdengar seseorang menegur dengan suara yang parau tapi penuh tenaga:

"Adakah orang di dalam ?"

Wi Tiong-hong merasakan hatinya tergerak, ia dapat mengenali suara tersebut sebagai suara si Naga tua berekor botak To Sam- seng. Soat-ji segera meletakkan tempat berasnya ke tanah, lalu tak sempit mengeringkan sepasang tangannya lagi, buru-buru dia lari menuju keluar dan bertanya:

"Empek tua, ada urusan apa kau?"

"Kau seorang diri di rumah ini ?" kedengaran si Naga tua berekor botak menegur.

"Heran." Soat-ji segera agak tercengang. "mengapa sih pertanyaan semacam itu yang kalian selalu tanyakan ? Hei empek tua lebih baik aku saja yang bertanya kepadamu, apa kah kau pun sedang mencari seorang nona yang memakai baju hitam ?"

Naga tua oerekor botak nampak agak tertegun, kemudian serunya:

"Nona cilik darimana kau bisa tahu ?"

"Aku mendengar hal ini dari mulut seorang hwesio gendut." seru Soat-ji sambil tertawa.

"Aaah, dia adalah Khong-beng taysu, dimana ia sekarang ?"

"Dia hendak mencari nona Cho, aku pun memberitahu kepadanya kalau nona Cho tinggal dirumah kami ini tapi sekarang lagi keluar karena ada urusan, dia bilang mau menunggu kedatangannya disini."

"Lantas dimanakah orangnya ?" katanya.

Soat ji tertawa cekikikan, sambil menuding ke depan serunya: "Coba kau lihat, bukankah suhu gemuk itu sedang duduk di situ

?"

Naga tua berekor botak maju selangkah ke depan lalu berpaling,

dia jumpai Thi Lohan sedang memejamkan matarnya sambil duduk bersila disudut ruangan sana meski sudah mendengar suara pembicaraannya, namun ia sama sekali tidak bergerak, seakan-akan semedinya sedang mencapai pada puncaknya. Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya, dia segera menghampiri Thi-lohan itu dan bertanya:

"Taysu, bagaimana keadaanmu ?"

Thi lohan masih tetap membungkam dalam seribu bahasa, seakan-akan sama sekali tidak mendengar teguran tersebut, bahkan kelopak matanya pun sama sekali tidak bergerak.

Naga tua berekor botak To Sam-seng adalah seorang jago kawakan yang berpengalaman luas didalam dunia persilatan sekilas pandangan saja dia sudah tahu kalau jalan darah hwesio tersebut sudah ditotok orang, maka sambil menghampiri pendeta tersebut dia lantas menepuk tubuhnya dua kali.

"Aaaah, empek tua, jangan kau tepuk tubuhnya" cegah Soat ji dengan cepat, "tampaknya si suhu gendut itu sedang tertidur nyenyak !"

Secara beruntun si Naga tua berekor botak sudah menepuk tubuh Thi lohan dua kali, namun masih belum berkutik juga, kenyataan tersebut membuat dia sangat keheranan.

Dengan perasaan penasaran dia mengayunkan kembali telapak tangannya sambil menepuk beberapa buah jalan darah pentingnya.

Siapa tahu usahanya inipun sama sekali tidak mendatangkan hasil apa-apa...

Sekarang dia baru sadar kalau Thi lohan telah bertemu dengan seorang jago yang amat lihay, rupanya jalan darahnya sudah kena di totok orang dengan suatu ilmu menotok yang khusus.

Berpendapat demikian, tanpa terasa dia tertawa seram, tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya, lalu menatap wajah Soat ji tajam-tajam, tegurnya dengan suara dalam.

"Siapa yang telah menotok jalan darah Khong beng taysu? Ayo lekas menjawab!"

Wi Tiong hong yang berada di dalam kamar segera menangkap nada suara naga tua ber ekor botak yang kurang beres, dia tahu Soat ji tidak pandai ilmu silat, jangan jangan gadis itu akan menderita kerugian yg amat besar.

Berpikir demikian, dia segera melompat turun dari pembaringan, mendekati pintu ruangan lalu mengintip keluar.

Tampak si naga tua berekor botak telah mengayunkan telapak tangannya sambil menghampiri si nona dusun tersebut.

Dengan ketakutan Soat ji mundur selangkah ke belakang, kemudian berpaling dan menengok sekejap ke arah kamar sendiri, setelah itu baru ujarnya:

"Empek tua, mengapa sih kau begitu galak? Ssttt, . . jangan kelewat berisik, kakakku sedang tak enak badan perlu beristirahat dengan tenang, kau jangan mengganggunya"

"Lohu ingin bertanya kepadamu, siapakah yang telah menotok jalan darah Khong beng taysu??

Soat ji segera membelalakkan matanya lebar-lebar seraya menggelengkan kepalanya berulang kali:

"Tidak ada, bukankah dia duduk tenang di situ? Dia sendiri yang duduk disitu, aku tidak melihat ada orang yang mengusiknya."

"Hmm, sudah banyak tahun lohu berkelana di dunia persilatan, kau anggap aku bisa dibohongi oleh seorang bocah perempuan macam dirimu itu?" jengek si Naga tua berekor botak dingin. "apakah Cho Kiu-moay sedang bersembunyi didalam ruangan dan menotok jalan darahnya secara diam-diam ?"

Sembari berkata, dengan wajah menyeringai seram dia mendesak maju selangkah lebih ke depan.

Kali ini Soat ji tidak mundur lagi, jarak kedua orang itu hanya selisih satu depa saja.

Dengan suara yang gagah perkasa ia berseru.

"Benar-benar tak ada orang disini, tadi aku pun telah memberitahu kepadanya, nona Cho sebentar akan kembali, apakah dia hendak menunggunya di sini, malah kuambilkan sebuah kursi untuknya."

"Tapi si hwesio gendut itu cuma mendengus dan sama sekali tidak menggubris perkataanku bahkan duduk bersila dlatas tanah, padahal tanah ditempat kami ini lembab sekali, bila kelewat lama duduk di tanah bisa terserang penyakit."

Belum habis nona dusun itu berbicara, Naga tua berekor botak telah mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.

Tapi, disaat dia membuka mulutnya lebar-lebar sambil tertawa tergelak itulah, mendadak Soat-ji mengayunkan tangannya dan sebutir pil kecil berwarna hitam segera meluncur masuk ke dalam mulutnya.

"Lohu sungguh... uuuhh... . aaah . .."

Baru berbicara sepatah kata, mendadak dia merasa ada sebuah pil meluncur masuk ke dalam mulutnya kemudian menggelinding lewat tenggorokkannya, maka diapun "Uuh" dan menelan pil tadi ke dalam perut.

Setelah itu dia baru berseru tertahan, mencorong sinar tajam dari balik matanya telapak tangan kanannya diayunkan ke udara dan tampaknya siap dibacokkan ke atas tubuh Soat ji yang berdiri di hadapannya.

Tapi dia memang seorang manusia licik yang banyak tipu muslihatnya, dia belum tahu pil racun apakah yang telah tertelan olehnya, sudah barang tentu dia pun enggan turun tangan secara sembarangan.

Telapak tangan kanannya hanya membuat suatu gerakan untuk menakut-nakuti saja, kemudian bentaknya nyaring:

"Budak licik, kau telah melemparkan benda apa ke dalam mulut lohu..."

Soat ji bertepuk tangan sambil tertawa cekikikan. "Horeee, . . . ternyata kau betul-betul tertawa tergelak, dugaan nona Cho memang tepat sekali!"

Gadis dusun itu seperti tak menyadari kalau bahaya maut sedang mengancamnya, seandainya cakar maut dari Naga tua berekor botak itu benar-benar diayunkan ke bawah, niscaya batok kepala Soat ji itu sudah akan muncul lima buah lubang besar.

Paras muka Naga tua berekor botak berubah menjadi seram sekali, kembali ia membentak:

"Sudah kau dengar belum pertanyaan yang lohu ajukan ?" "Dengarnya sih sudah dengar, tentu saja pil beracun yang telah

kulemparkan kedalam mulutmu tadi ?"

Naga tua berekor botak sungguh merasa gusar sekali, serunya sambil menahan geram:

"Budak cilik tahukah kau bahwa selembar nyawamu berada ditangan lohu ?" gertaknya.

Soat-ji sedikitpun tidak merasa takut, malahan dia sempat tertawa amat manisnya.

"Sekalipun kau bacok aku sampai mati juga percuma toh obat penawarnya tidak berada disakuku. Oyaaa, empek tua, tahukah kau kalau selembar jiwa tuamu itu sudah berada di tangan nona Cho ?" kata perempuan itu.

Kalau menuruti adatnya, si Naga tua berekor botak ingin sekali bacok mampus nona tersebut, tapi apa yang dikatakan lawan memang benar, selembar jiwa tuanya sekarang memang sudah berada didalam cengkeraman orang lain.

Oleh sebab itu terpaksa tanyanya sambil menahan sabar: "Budak cilik, pil beracun apakah itu ?"

Tiba-tiba Soat-ji mencibirkan bibirnya sambil mengomel.

"Kau memanggil aku sebagai budak cilik terus menerus, kau anggap aku bersedia memberitahukan kepadamu ?" "Lantas lohu mesti memanggil apa padamu?" Soat-ji tertawa cekikikan.

"Aku toh tidak menyuruh kau memanggilku sebagai nenek, tapi caramu memanggil harus Iebih sopan sedikit, panggillah aku sebagai nona, toh bukan sesuatu yang sulit bukan ?"

Wi Tiong hong yang mendengarkan pembicaraan tersebut, diam- diam merasa kegelian, pikirnya.

"Untuk menyelamatkan selembar jiwanya, walaupun harus memanggil si nona sebagai nenek pun, sudah pasti si Naga tua berekor botak itu akan melakukannya !"

Sementara itu, Naga tua berekor botak telah berkata. "Baiklah, lohu akan memanggil nona kepadamu"

"Kalau dilihat tampangmu yang begitu mengenaskan, baiklah, akan kuberitahukan kepadamu, obat beracun itu milik nona Cho yang sengaja ditinggalkan kepadaku, dia sudah menduga kalau ada seorang hwesio gendut, seorang naga tua berekor botak dan seorang tosu tua yang kebanci-bancian bakal datang kemari untuk mencarinya, dia berpesan kepadaku, bila kau sedang membuka mulutnya lebar-lebar sambil tertawa nanti, pil tersebut harus ku lemparkan ke dalam mulutmu..."

"Lohu tidak pingin tahu soal tersebut, aku hanya ingin tahu pil beracun apakah itu ?"

"Eeeeh, buat apa sih mesti panik ? Toh kau tak bakal segera mampus seketika ?"

Walaupun amarah yang membara didalam dada Naga tua berekor botak itu sudah mencapai pada puncaknya, namun sekilas senyuman licik masih sempat menghiasi ujung bibirnya, dia berkata kemudian:

"Apakah nona Cho meninggalkan suatu pesan kepadaku ?" Orang ini benar-benar licik dan pintar, dari nada pembicaraan Soat-ji barusan dia sudah tahu kalau kesehatan badannya tak akan terganggu sekalipun telah menelan pil beracun:

"Dugaanmu memang benar sekali" kata Soat ji sambil tertawa, "nona Cho berkata, pil beracun miliknya itu baru akan bekerja dan mencabut nyawa korbannya setelah lewat dua belas jam."

"Waktu itu seluruh daging dan tulangmu akan membusuk dan hancur, kemudian l,rut menjadi segumpal darah kental . . . hiiih, kalau dibicarakan sungguh membuat perut orang terasa mual, lebih baik jangan dibicarakan lagi."

Tanpa terasa berubah hebat selembar wajah Naga tua berekor botak itu katanya kemudian:

"Nona masih belum menyampaikan kepada ku, pekerjaan apakah yang dipesankan nona Cho untuk kulaksanakan?"

"Aaah, benar. Hampir saja aku melupakan hal ini, Nona Cho berkata, dia suruh kau melakukan dua pekerjaan, pertama kau diharuskan memancing datang si tosu tua yang ke banci-bancian itu..."

"Ke dua?"

"Persoalan ke dua tidak kuketahui, dia bilang kau harus menunggunya disini"

"Baik, lohu akan segera melaksanakannya."

"Eeeh, tunggu dulu," seru Soat-ji tiba-tiba dengan paras muka berubah, "aku harus mengambil sesuatu barang lebih dulu."

Sesuai berkata, buru-buru dia berlari masuk kedalam ruangan belakang...

Wi Tiong-hong yg selama ini mengikuti jalannya peristiwa tersebut sungguh merasa keheranan setengah mati, dia tak habis mengerti, mengapa si nona dusun yang sama sekali tak pandai berilmu silat itu dapat menundukkan Naga tua berekor botak sehingga takluk seratus persen? Tak selang beberapa saat kemudian, tampak Soat ji masuk kembali kedalam ruangan sambil membawa enam buah pedang pendek yang amat tajam, dia letakkan pedang pendek itu berjajar diatas meja dengan gagang pedangnya di biarkan tertinggal diluar meja.

Kemudian dia membalikan badan sambil membuat gerakan mengukur arah dengan pintu depan rumah tersebut, akhirnya dia berjalan ke depan dengan lemah gemulai sambil menghitung jaraknya.

Selesai dengan pekerjaan tersebut, dia baru berpaling dan ujarnya sambil tertawa:

"lnilah kepandaian yang diajarkan nona Cho kepadaku sebelum berangkat tadi, aku benar-benar kuatir sekali apakah cara ini bisa kulakukan atau tidak?"

Naga tua berekor botak tidak mengetahui apa yang sedang dikatakan nona tersebut, terpaksa dia hanya membungkam diri dalam seribu bahasa, sementara sepasang matanya mengawasi gerak-gerik gadis itu dengan pandangan yang licik.

Setetah kembali ke sisi meja Soat-ji berkata.

"Nah, aku sudah siap sekarang, kini kau boleh memanggil si tosu tua tersebut, cuma kau harus ingat, tosu tua tersebut harus kau pancing untuk mendekati pintu rumah tersebut.”

Sekarang Wi Tiong hong mengerti apa gerangan yang akan terjadi.

Naga tua berekor botak juga mengerti jelas.

Dilihat dari gerakan tersebut, jelaslah sudah kalau si Naga tua berekor botak diwajibkan memancing Ma koan lojin dari Hong sau untuk mendekati pintu gerbang rumah, kemudian si nona pun akan melemparkan pedang pendek tersebut ke arah tubuh Ma koan tojin.

Pada hakekatnya rencana yang sedang di atur nona dusun itu seperti gurauan belaka, bayangkan saja betapa lihaynya kepandaian silat yang dimiliki Ma koan tojin, sekalipun seorang jago senjata rahasia yang ternamapun tak akan mampu melukainya dengan bidikan enam bilah pedang pendek, apalagi seorang nona dusun yang sama sekali tak pandai bersilat?

-@oo-dw-oo-@-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar