Pedang Karat Pena Beraksara Jilid 13

Jilid 13

PELAN-PELAN LOK KHI BERJALAN mendekat, lalu katanya dengan lembut: "Tampaknya kita benar-benar akan mati kelaparan disini "

"Tidak" sela Wi Tiong bong bersungguh sungguh, "pintu ini harus dijebol dan kita harus keluar dari sini, aku tak ingin mati kelaparan ditempat ini". "Tentunya kau masih mempunyai urusan lain yang lebih penting bukan? " kata Lok Khi dengan mata melotot besar.

Wi Tiong hong mendongakkan kepalanya memandang langit- langit ruangan itu, ternyata semuanya terdiri dari besi berwarna keemas-emasan. Dia mengangguk dan gumamnya:

"Benar, lima belas tahun berselang ayahku telah tewas ditangan musuh besarnya, hingga kini dendam sakit hatiku belum terbalas, meski ibuku masih hidup tapi aku tak berhasil menemukan dia orang tua, bahkan hingga sekarangpun aku masih belum mengetahui nama margaku yang sebenarnya"

Lok Khi menghela napas pelan, terpancar sinar kelembutan dari balik matanya, pelan-pelan dia mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Wi Tiong hong, lalu katanya dengan gelisah:

"Lintas bagaimana baiknya? Aku tidak berhasil menemukan cara yang tepat untuk menjebol pintu dan meloloskan diri dari sini." Kemudian sambil mengerdipkan matanya dia bertanya lagi:

"ooooh... engkoh Wi, entah seorang manusia bisa menahan lapar selama berapa hari sebelum mati? "

"Mungkin dua tiga hari juga belum mati kelaparan, tapi waktu itu pasti badan kita sudah lemas dan tak bertenaga lagi"

Mendadak Lok Khi melepaskan topeng kulit manusia serta rambut palsunya, kemudian membuangnya ke atas tanah, setelah itu sambil menyandarkan tubuhnya ke atas tubuh wi Tiong hong, ia berkata sambil mendongakkan kepalanya.

"Engkoh Hong, seandainya dua tiga hari lagi kita masih belum bisa keluar dari sini, makanlah tubuhku ini "

Meskipun ucapan mana diutarakan dengan bersungguh-sungguh, namun penuh dengan nada cinta.

Wi Tiong hong agak tertegun sesudah mendengar perkataan itu, sebenarnya dia hendak mendorong tubuh si nona yang bersandar perkataan itu, sebenarnya telah menyaksikan wajahnya yang tersipu-sipu malu dan sepasang matanya yang melotot besar memandang kearah nya, ia menjadi tak tega untuk mendorong tubuhnya tersebut. Satu ingatan segera melintas didalam benaknya, diam-diam ia berpikir.

"Nona ini masih polos dan sangat lincah, dalam benaknya masih belum terlintas pikiran jahat, seandainya kudorong tubuhnya itu, mungkin saja tindakanku ini akan melukai perasaan hatinya " Berpikir sampai disitu, terpaksa dia membentangkan tangannya dan balas memeluk tubuh sinona yang menyandar ditubuhnya itu, katanya sambil tersenyum: "Aaaah, kau ini ada ada saja, masa ada manusia makan daging manusia didunia ini". Kembali Lok Khi mendongakkan kepalanya dan tertawa.

"Daripada kita berdua sama-sama mati kelaparan, kan lebih baik tubuhku untuk isi perutmu, mungkin dua tiga hari lagi penjahat gUndul tersebut akan datang lagi untuk menengok kita, nah pada saat itulah kau bisa menerjang keluar dari sini."

Wi Tiong hong dibuat terharu sekali oleh perkataan tersebut, tanpa terasa dia memeluk gadis itu lebih kencang lagi.

"Sudahlah, kau tak usah membicarakan soal semacam itu lagi" bisiknya, "Bagaimanapun juga kita toh masih punya kesempatan untuk memikirkan akal lain.”

“Tapi semua akal sudah kita pikirkan..." kata Lok Khi sedih.

Sewaktu berpaling, dia menyaksikan patung Buddha baja diatas meja altar seakan-akan sedang memandang kearahnya sambil tersenyum.

Pada mulanya dia masih tidak menaruh perhatian khusus, apa lagi ruangan besar itu di bangun dalam dinding bukit, dan pintu gerbangnya tertutup rapat, seharusnya dalam keadaan demikian suasananya gelap gulita, tapi sekarang terang benderang bagaikan disiang hari saja, darimana datangnya cahaya tersebut?

Ternyata diatas atap ruangan tersebut terdapat beberapa biji mutiara yang berserakan memancarkan cahaya tajam, dibawah sorot sinar mutiara inilah lambung bukit yang seharusnya gelap lagi lembab itu menjadi terang benderang dan Sedikitpun tidak mengerikan.

Diam-diam dia keheranan, kalau ruangan ini saja digunakan mutiara yang tak ternilai harganya sebagai bahan penerangan, itu berarti pemiliknya pasti kaya raya, namun mungkinkah kejadian seperti ini terjadi dalam kuil hwesio?

Tanpa terasa gadis itu membereskan rambutnya yang kusut dan berbisik lirih: "Engkoh Hong, tempat ini agak aneh tampaknya"

"Apakah kau telah menemukan sesuatu? " tanya Wi Tiong hong sambil mengendorkan pelukannya.

"Aku pikir, dihari hari biasa Gho tong penjahat gundul itu pasti jarang sekali masuk ke mari, coba kau lihat, cukup mutiara-mutiara yang berada di langit-langit ruangan, nilainya sudah luar biasa sekali, masa dalam kuil hwesio bisa terdapat kemewahan dan kemegahan seperti ini? "

Wi Tiong hong mendongakkan kepalanya memandang langit- langit itu sekejap. kemudian mengangguk.

"Benar, ruangan ini dibangun sangat megah dan mewah, jauh berbeda dengan bangunan kuil Iainnya, sepertinya ruangan ini baru belakangan dirubah namanya menjadi ruangan cousu tong."

"Itulah dia, andaikata sewaktu dibangun tempat ini sudah bernama ruangan Cousu tong maka alat rahasia yang mengatur buka tutupnya pintu pun seharusnya dipasang diluar, tapi buktinya tombol rahasia itu berada didalam ruangan-Hal ini membuktikan kalau semula tempat ini didiami seseorang dan dihari-hari biasa melarang siapapun untuk masuk kemari, kemudian walaupun sudah dirubah menjadi ruangan cousu-tian, namun pintu ruangannya masih tetap terkunci terus, itulah sebabnya Ghotong si keledai gundul bajingan itupun kurang jelas".

Wi Tiong hong manggut-manggut. "Ehmmm, masuk diakal juga perkataan ini, tapi tidak diketahui siapakah orang itu? "

"Kuil Pau-in-si sudah berdiri sejak beberapa ratus tahun berselang, orang ini bisamembangun ruangan istana yang begini indah di lambung bukit belakang kuil, sudah barang tentu orang itu adalah orang yang paling berkuasa didalam kuil ini, selain hongtiangnya, siapa pula orang itu? "

"oooh" mendadak gadis itu seperti teringat akan sesuatu, kembali ujarnya, "engkoh Hong, sering kali kudengar toako bilang, banyak kuil hwesio dalam dunia persilatan yang sepintas lalu tampaknya seperti biara kaum pendeta, padahal yang sesungguhnya mereka adalah perampok-perampok ganas."

"Konon, sering kali mereka membangun ruang rahasia didalam kuil lalu pergi ke luar untuk menculik kaum wanita dan anak gadis orang, kemudian memperkosa dalam ruangan rahasia nya, malah kadangkala bila ada perempuan cantik yang bersembahyang dalam kuil sering pula lenyap tanpa sebab... aku lihat kuil yang dibangun ditempat ini pun bukan sebuah kuil baik-baik."

Seperti dimaklumi, gadis ini hanya setengah mengetahui urusan tentang muda-mud i, maka apa yang diucapkanpun diutarakan tanpa rikuh atau ragu-ragu.

Bagaimana pun juga Wi Tiong hong lebih besar satu, dua tahun dibandingkan dengan gadis itu berbicara secara blak blakan tentu saja ia segan untuk menegur atau untuk menghalanginya .

Menanti dia sudah selesai berkata, pemuda itu baru menggelengkan kepalanya berulang kali sambil berkata:

"Tentu saja kuil semacam itu terdapat pula dalam dunia persilatan, tapi kuil Pau in si adalah kuil cabang dari Siau lim si, peraturan perguruan dari siau lim si selamanya dilaksanakan dengan ketat, mustahil bisa terjadi peristiwa semacam ini."

"Jadi menurut kau, dalam kuil Siau-lim si tak ada orang jahatnya? " seru Lok Khi sambil mencibir, "bagaimana dengan Gho tong si bajingan gundul itu? Apakah dia bukan orang jahat? Kalau orang baik, meng apa kita disekap disini? " Wi Tiong hong termenung dan berpikir sebentar, lalu katanya:

"Aku pikir, Gho tong hwesio sebetulnya sudah bersekongkol dengan pihak TokSeh shia, membunuh lo hongtiang tak lebih cuma suatu intrik belaka."

"oalah, siapa yang perdulikan soal-soal seperti itu? Ehmmm, engkoh Hong, coba kau tebak siapa yang membangun kuil ini? ”

“Menurut pendapatmu siapa? "

"itu dia, Buddha baja tersebut." kata Lok Khi sambil menuding patung pemuja tersebut.

Wi Tiong hong berpaling dan memandang sekejap kearah patung Buddha baja yang angker itu, kemudian katanya:

"Itteng taysu maksudmu? Dulu aku pernah mendengar pamanku bercerita, katanya It teng taysu adalah pendeta yang saleh dari Siau limsi."

"Konon, puluhan tahun berselang, ketua Siau lim pay yang lalu telah mewariskan segenap kepandaian silatnya kepada orang ini dan menitahkan kepadanya untuk melanjutkan jabatannya sebagai ketua Siau lim pay, namun dia menolak tawaran tersebut dan rela menyerahkan jabatan ciangbunjin itu kepada sutenya, dan kemudian dia pun menjadi ketua di kuil sini."

"Kemudian diapun membangun ruangan rahasia yang megah dan mewah dalam lambung bukit ini." sambung Lok Khi.

"Darimana kau bisa tahu? "

"Apa susahnya untuk mengetahui hal ini, bukankah semasa hidupnya ia tinggal disini? Kalau tidak. mengapa dia membuat sebuah patung baja ditempat ini? " Wi Tiong hong segera tertawa.

"Itteng taysu adalah seorang yang menjadi Buddha berikut daging dan tubuhnya, maka dari itu orang harus mengguyur tubuhnya dengan cairan baja sehingga tubuhnya tetap utuh selama beribu-ribu tahun."

"Apa yang dimaksudkan dengan Menjadi Buddha berikut daging tubuhnya? "

"Dia adalah seorang pendeta yang saleh, setelah mati mayatnya tidak membusuk, keadaannya persis dia selagi bersedi, maka murid muridnya pun menempakan selapis baja yang disusupkan ke atas tubuh kasarnya."

Lok Khi menjadi keheranan sesudah mendengar perkataan itu. dia berseru tertahan.

"Tak heran kalau patungnya persis seperti manusia hidup, engkoh Hong, mari kita tengok yang lebih jelas."

Selesai berkata, dia lantas membalikkan badan dan berjalan menghampiri patung itu.

Menyaksikan tingkah laku gadis tersebut, agaknya Wi Tiong-hong pun dibuat lupa oleh peristiwa yang menimpa dirinya, dia seperti lupa kalau dirinya sudah tersekap dalam ruangan rahasia.

Meskipun tidak tertarik, diapun tak tega menampik permintaan gadis itu, terpaksa dia mengikuti dibelakangnya.

Sifat kekanak-kanakan pada Lok Khi sama sekali belum hilang, ia merasa tertarik sekali oleh cerita Itteng taysu yang "menjadi Buddha bersama tubuh kasarnya", terdorong oleh rasa ingin tahunya. tanpa terasa dia menowel patung itu lalu memperhatikannya dengan seksama.

Mendadak dia mengalihkan pandangan matanya, dia menemukan patung besi itu berwarna serba hitam, hanya tangan kanannya yang menggenggam sebuah tasbeh yang terdiri dari tujuh belas biji mutiara, besarnya seperti buah kelengkeng dan berwarna keperak- perakan.

oooDWooo MENYAKSIKAN kesemuanya itu, tanpa terasa dia berteriak: "Engkoh Hong, coba kau lihat, biji tasbeh itu semuanya masih

putih dan bersih? Ah, semestinya tasbeh ini ada delapan belas biji, tapi disini hanya terdapat tujuh belas biji Engkoh Hong, coba kau tebak. mengapa bisa kurang sebiji? "

"Mungkin bendaitu merupakan senjata rahasia andalan It teng taysu dimasa lampau, karena salah satu diantaranya tak bisa ditemukan lagi setelah dipakai umuk menyerang, maka biji tasbeh itu tinggal tujuh belas biji.”

“Ya betul, akupun berpendapat demikian."

Ternyata biji tasbeh itu masih bisa digerakkan, begitu ditarik, sebiji tasbeh tersebut terjatuh ketelapak tangan patung besi itu dan

. . "Pluk" seakan akan sebiji batu terjatuh dari perut patung dan terjatuh diatas teratainya.

"Engkoh Hong, mungkin disinilah terletak tombol rahasia yang mengendalikan pintu gerbang tersebut." seru Lok Khi amat terkejut.

Buru-buru ia berpaling, namun pintu tersebut masih tetap tertutup rapat, sama sekali tidak bergerak. "Masa bukan? "

"Di mulut Lok Khi bergumam demikian-sementara tangannya kembali menarik pelan. "Pluuk..." kembali terdengar biji tasbeh yang terjatuh kedalam perut patung besi itu.

Semakin di dengar Lok Khi merasa semakin keheranan, tanpa terasa satu demi satu dia menarik terus tali biji tasbeh tersebut, sementara biji tasbeh berwarna putih keemas-emasan itupun satu demi satu terjatuh ke bawah...

Secara beruntun dia menarik tujuh belas kali dan tujuh belas biji tasbeh terjatuh ke bawah dengan menerbitkan suara nyaring.

Menanti dia menarik untuk ke delapan belas kalinya, suara "pluk" dalam perut Buddha itu sudah tak kedengaran lagi, namun kedua belah pintu gerbang tersebut masih tertutup rapat. Dia mencoba untuk menarik beberapa kali lagi, tapi tidak terdengar suara lain, tanpa terasa ujarnya dengan kecewa.

"Adikku, tak usah ditarik lagi" kata Wi Tiong hong kemudian, "apa yang kau ucapkan benar, sekalipun kita berhasil menemukan tombol rahasianya, bila pintu ini digembok dari luar, toh tak akan bisa terbuka juga pintunya."

Dengan marah dan mendongkol Lok Khi menarik lagi berapa kali sebelum dilepaskan.

sementara itu tangan yang lain telah meraba sebuah tongkat baja sebesar telur itik yang berada disisi patung itu, sambil dipegang dia berkata lembut:

"Engkoh Hong, mungkin toya ini adalah senjata tajam yang dipakai Itteng taysu dimasa lampau, coba kau lihat toya tersebut, wouw. . sungguh besar sekali, dari sini dapat diketahui kalau tenaganya paling tidak diatas ratusan kati? "

Tangannya yang telah meraba toya tersebut segera mencobanya untuk mengangkat, siapa siapa tahu toya mana seperti berakar saja, ternyata sama sekali tak berkutik.

Pada dasarnya Lok Khi adalah seorang gadis yang beradat keras, apalagi berada dihadapan "engkoh Hong" nya, kalau cuma sebatang toya, saja tak sanggup diangkat, kejadian ini benar-benar memalukan sekali.

Dengan wajah merah karena jengah, dia berseru dengan gemas: "Kalau aku tak mampu mengangkatnya, baru aneh namanya"

Sebenarnya Wi Tiong hong ingin mencegah perbuatannya itu, tapi gadis itu sudah keburu menarik napas panjang panjang dan mengerahkan tenaga dalamnya ke dalam pergelangan tangan kanan, lalu terdengar ia membentak keras. "Naik "

Seluruh tenaganya dikerahkan untuk mengangkat toya tersebut.

Betul juga, kali ini toya tersebut memang berhasil terangkat olehnya, tapi baru terangkat satu depa lebih, dari bawah tanah seolah-olah muncul suatu daya hisap yang besar sekali, menyusul kemudian .. . "Blaamm" terdengar suara benturan nyaring.

Suara ledakan mana ternyata sempat menggetarkan seluruh ruangan, tersebut sehingga goncang amat dahsyat, bahkan secara lamat-lamat disertai pula dengan suara gemuruh. Suara gemuruh itu amat dahsyat sekali Lok Khi menjadi sangat terperanjat.

Kendatipun begitu, dia masih belum puas bila toya mana hanya terangkat satu depa belaka lalu tidak mampu di angkat lebih jauh sambil tertawa dingin dia siap mengerahkan tenaga untuk mengangkatnya kembali.

Siapa tahu, di tengah suara gemuruh yang amat keras itulah, tiba tiba patung baja dari It teng taysu itu pelan pelan bergeser kesamping kiri ....

Lok Khi sama sekali tak menyangka kalau patung besi itu bakal membalikkan tubuhnya dia amat terkejut sambil berseru tertahan, cepat-cepat gadis itu mundur ke belakang dan menubruk ke dalam pelukan Wi Tiong hong.

Wi Tiong hong sendiri pun amat terperanjat buru buru dia memeluk tubuh Lok Khi yang menerjang tiba, lalu setelah mundur beberapa jangsah serunya kaget: "Ke. kenapa kau? "

Berada dalam pelukan anak muda itu, Lok Khi berkata kemalu maluan: "ooooh .. hampir mati aku saking kagetnya."

Kali ini Wi Tiong hong telah memeluk tubuhnya kencang- kencang, dia merasa sepasang payudara gadis itu amat empuk, hangat dan lembut, dua hati dibalik dada pun berdenyut sangat cepat,

Pemuda itu merasa agak terpesona, begitu pula dengan sinona, maka kedua orang itupun, saling berpelukan dengan mesra dan hangatnya siapapun enggan memisahkan diri. Lambat laun, suara gemuruh ampir lirih dan akhirnya sama sekali terhenti.

Sambil berpelukan, kedua orang itu berpaling kesamping, ternyata patung  besi itu  sudah bergeser  kesebelah kiri,  sedang dinding batu tepat dihadapannya terbuka sebuah pintu berbentuk bulat, melongok kedalam tampak di situpun merupakan sebuah ruangan istana yang gemerlapan.

Pelan pelan Lok Khi melepaskan diri dari pelukan Wi Tiong hong, kemudian dengan cepat merogoh kedalam sakunya dan mengeluarkan sebuah bulatan bola berwarna perak.

"criiing.." sekilas cahaya perak memancar bulat tersebut tahu tahu sudah menjadi lurus, seperti sebilah golok panjang. "Engkoh Hong, mari kita masuk" katanya.

Sekarang dia sudah tidak canggung lagi memanggil pemuda itu sebagai "engkoh Hong" bahkan tidak malu lagi.

Sebaliknya Wi Tiong hong juga telah terbiasa dengan panggilan itu, dia tidak aneh pula.

Begitu mendengar seruan tersebut, diapun turut berjalan masuk kedalam liang rahasia itu, Ternyata tempat itu merupakan sebuah lorong rahasia, kedua belah dindingnya licin seperti cermin, setiap jarak satu kaki, terlihat sebutir mutiara sebesar buah kelengkeng memancarkan sinar lembut.

Lorong tersebut tidak terlalu panjang, dua orang berjalan bersamapun cukup,

Belum berapa jauh, sebuah ruangan istana telah muncul didepan mata, dari balik ruangan itu terpancar keluar cahaya terang yang amat menyilaukan mata.

Tempat itu merupakan sebuah ruangan batu bergaya istana, luasnya beberapa kaki dan mirip sekali dengan sebuah ruangan tamu, namun dekorasi maupun perabotnya sangat megah dan indah, tak kalah dengan kemewahan rumah seorang raja muda. Suasana disitu amat sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun Wi Tiong hong maupun Lok Khi belum pernah menyaksikan dekorasi yang begini indah dan mewah, untuk sesaat mereka berdiri tertegun. Ketika menengok ke sisi kiri dan kanan ruangan tamu, masing masing terdapat sebuah pintu berbentuk bulat, ternyata batu kepala putih dipakai sebagai pintunya. Diatas pintu terukir banyak sekali gambar Buddha, ukirannya hidup dan sangat indah. Dengan perasaan terkejut bercampur curiga Wi Tiong hong segera berseru: "Aneh, sebenarnya siapa kah yang berdiam disini? "

Lok Khi menyimpan kembali golok tipisnya lalu sambil tertawa berkata:

"Tentu saja tempat tinggal kaum hweeslo, Hhmm... aku rasa Gho-tong bajingan gundul itu pasti belum pernah masuk ke mari, kalau tidak. mungkin sedari dulu dia sudah berdiam ditempat ini."

Wi Tiong hong manggut-manggut, setelah termenung sebentar dia berkata lagi:

"Aku rasa dia pasti mengetahui sedikit tentang tempat ini, ah, betul, lo hongtiang juga pasti tahu, kalau tidak. Gho tong hwesio tak akan bersekongkel dengan orang luar untuk mencelakai kakak seperguruannya."

"Tak usah berpikir yang bukan bukan, mari kita periksa ruangan lebih dalam, entah apa yang bisa kutemukan dalam kedua ruangan lainnya? "

Dia lantas berjalan lebih dulu menuju ke pintu gua sebelah kiri, mendorong pintu kemala putih itu dan masuk.

Ruangan batu itu tidak begitu besar, tampaknya sebagai tempat tidur, namun dekorasi maupun perabotnya sangat indah, mewah dan megah, ditengah tengah ruangan diletakkan sebuah pembaringan berukir yang sangat mempersonakan-Disisi kiri pembaringan dekat dinding terdapat pula sebuah lemari kayu, lemari itu di kunci dengan kunci emas kecil, tapi tidak berada dalam keadaan tergembok.

Dengan rasa ingin tahu Lok Khi melepaskan gembokan itu dan membuka almari tersebut. Begitu di buka. ke dua orang muda mudi itu segera berdiri tertegun. Ternyata almari tersebut terdiri dari empat lapis, setiap lapis tersimpan dua puluh macam lebih intan permata serta mutu menikam yang tak ternilai harganya.

Pokoknya setiap benda berharga yang ada disitu, hampir semua bernilai sangat tinggi, Lok Khi yang menyaksikan kesemuanya itu, dengan kejut bercampur girang segera berseru:

"Engkoh Hong, entah darimana It-teng tay su berhasil mendapatkan mutiara dan intan permata yang tak ternilai harganya itu? "

"Mungkin dia mempunyai suatu kegemaran menyimpan benda benda berharga..."

"Mempunyai kegemaran menyimpan benda benda berharga? " Lok Khi tertawa cekikikan "enak benar kalau bicara, sudah pasti benda benda itu berasal dari sumber yang tak jelas."

sementara dia berbicara, matanya telah memandang keatas sebuah kotak kecil dalam almari tersebut, dalam kotak tadi terdapat sepasang mainan terbuat dari batu kemala hijau.

Sepasang mainan tersebut bukan cuma berwarna hijau aneh dan bercahaya tajam, lagi-pula yang satu berukirkan naga yang lain berukirkan burung hong, namun ke dua duanya tertera empat huruf yang berbunyi: "lng liong ho beng",

Mendadak Lok Khi mengambil benda itu sambil berkata.

"Setelah kita sampai disini, sudah sepantasnya kalau pulang tidak dengan tangan hampa, mari kita ambil sebuah sebagai tanda mata." Dia mengambil satu dan memberikan yang lain kepada Wi Tiong hong. sebenarnya Wi Tiong hong hendak mengatakan-"Kalau toh kau menyukainya, ambil dan simpanlah untukmu"

Tapi setelah berpaling, ia baru menemukan wajah Lok Khi merah padam dan kepalanya tertunduk rendah-rendah, nampak sekali kalau dia merasa amat jengah. Dengan cepat pemuda itu menyadari akan sesuatu, kontan paras mukanya turut pula berubah menjadi merah padam sementara itu Lok Khi sudah membalikkan badan berjalan keluar, sembari beranjak. dia berkata:

"Disini sudah tak ada apa-apa lagi, mari kita periksa isi kamar diseberang sana"

Wi Tiong hong menundukkan kepalanya dan memandang mainan itu sekejap. kemudian disimpan dalam sakunya, setelah itu mengikuti Lok Khi mengundurkan diri dari ruangan batu dan menuju ke gua sebelah kanan-Ruangan batu disanapun sama besarnya dengan ruangan disebelah kiri, tampaknya tempat ini digunakan sebagai kamar baca,

Dalam rak buku banyak terdapat kitab-kitab Buddha dimeja tersedia alat alat tulis, sedangkan ditengahnya nampak sebuah kotak gepeng dari kayu merah.

Lok Khi memandang sekitarsana lalu meng hampiri meja tulis, dibukanya kotak kayu itu sambil berseru. "Engkoh Hong, cepat kau lihat"

Wi Tiong hong tak tahu apa yang telah di temukan gadis tersebut, dengan cepat dia memburu ke sana.

Ternyata isi kotak itu adalah kertas surat yang penuh dengan tulisan, hanya kertasnya sudah berwarna kuning, mungkin sudah di makan jaman. "Mungkin inilah tulisan tangan dari It teng taysu? " bisik Lok Khi kemudian-Wi Tiong hong mengangguk mereka berdua bersama sama membaca isi surat tersebut yang isinya antara lain berkata begini.

"Sejak kecil aku sudah menjadi pendeta di kuil Siau lim si, karena amat disayang oleh guruku, selama dua puluh tahun aku melatih diri terus dengan tekun dan tak pernah meninggalkan barang selangkahpun." "oleh karena aku adalah murid pertama dari angkatan "it" dalam Siau lim si, maka akulah yang berhak mendapatkan warisan kedudukan ciangbunjin perguruan-"

"Tapi menurut peraturan aku harus turun gunung dan mencari pengalaman selama tigatahun sebelum kembali ke kuil."

Ketika berbicara sampai disini, Lok Khi lantas berkata:

"Kalau dilihat dari tulisan tersebut, tampaknya dia memang it teng taysu yang kau duga? "

Wi Tiong hong tak menjawab, dia hanya manggut manggut dan membaca isi surat itu lebih jauh.

"Setelah turun gunung, tampaknya dia belum tahu akan kelicikan dan bahayanya dunia persilatan, karena salah dalam pergaulan akhirnya dia terpancing untuk menggabungkan diri dengan suatu organisasi rahasia yakni perkumpulan Ban kiam hwee."

Membaca sampai disitu, Wi Tiong hong ganti berseru tertahan, serunya keheranan. "Ban-kiam hwee? Ternyata pada waktu itupun sudah terdapat perkumpulan Ban kiam hwee? "

"Aku dengar dari suhu, konon Ban kiam hwe sudah berdiri sejak seratus tahun berselang, katanya kiam cu mereka yang lampau memiIiki ilmu silat yang sangat lihay, terutama sekali dalam ilmu pedang, tiada tandingannya di kolong langit waktu itu." Sambil berbicara, kedua orang itu membaca isi surat itu lebih jauh.

"sampai pada akhirnya, It teng taysu baru tahu kalau orang- orang Ban kiam hwee sudah lama mengincarnya, mendekatinya, memancing dan akhirnya menjebak, tujuan mereka adalah agar pengaruh Siau lim si turun temurun bisa berada ditangan mereka, disamping mengincar pula ilmu pedang Tat mo hui kiam yang hanya diwariskan kepada murid pertama calon ketua partai Siaulim.

Ketua Ban kiam bwee memang pandai dalam ilmu pedang, dia sudah mengumpulkan hampir segenap ilmu pedang dari pelbagai perguruan, Tat mo hui kiam dari Siau lim si yang diciptakan oleh Tat mo cousu merupakan kepandaian paling top diantara tujuh puluh dua macam ilmu silat Siau lim pay, tak heran kalau dia selalu mengincarnya.

Dalam gertakan, ancaman dan pancingan lawan, akhirnya dia persembahkan ilmu pedang Siau lim-pay itu dan memperoleh kedudukan salah seorang dari delapan pelindung hukum perkumpulan Ban kiam hwee.

Tapi sejak dia terjerumus kedalam perkumpulan Ban kiam hwee, hatinya mulai menyesal, selain itu dia pun kuatir bila jabatan ketua Siau lim pay sampai terjatuh ketangannya, hal ini justeru akan membahayakan perguruannya, maka diputuskan dia enggan menjadi ketua Siau lim dan rela menjadi ketua dari kuil Pau in si ini.

Sedang mestika yang tersimpan diruangan ini, tak lain adalah benda berharga yang dikumpulkan selama puluhan tahun.

Dan secara beruntun ketua dari Kun lunpay, Bu tong pay, Go bipay dan Ho sanpay kena dlkalahkan oleh seorang jago pedang berkerudung.

Siapa orang itu? Dia adalah Kiamcu atau ketua dari perkumpulan Ban kiam hwee.

Kendatipun demikian, tak seorang manusia pun yang pernah berjumpa dengan raut wajah ketua Ban kiam hwee yang sebenarnya, termasuk juga kedelapan orang pelindungnya.

Membaca sampai disini, tanpa terasa Lok Khi berpaling seraya berkata:

"Engkoh Hong, menurut dugaanmu, siapa saja yang dia maksudkan sebagai kedelapan orang pelindung tersebut? ”

“Entahlah" Wi Tiong hong menggeleng. Lok Khi tertawa ringan. "Aku pikir kedelapan orang itu sudah pasti adalah manusia

manusia ternama pada waktu itu." kata nya, "kalau tidak, dengan

mengandalkan ilmu silat Ban-kiam hwee cu, mana mungkin mereka diundang sebagai delapan pelindungnya? " Wi Tiong hong segera manggut-manggut, "Ucapan adik memang benar, aku pikir, kemungkinan besar kedelapan orang itu adalah jago-jago lihay dari pelbagai perguruan besar."

"itulah dia, akupun berpendapat demikian" kata si nona seraya berpaling kesamping.

Pada dasarnya kedua orang itu memang berdiri sangat dekat, begitu si nona berbicara sambil berpaling maka terenduslah bahu harum semerbak yang sangat aneh dari mulut gadis itu.

Wi Tiong-hong jadi tercengang, buru-buru dia menundukkan kepalanya rendah rendah. Selang berapa saat kemudian, merekapun membaca isi surat itu lebih lanjut.

"Ban kiam hwee cu dengan mengandalkan ilmu pedangnya malang melintang dalam dunia persilatan tanpa tandingan, entah dari mana memperoleh kabar, konon diperguruan Lamhay terdapat sebutir mutiara mestika yang di nama kau Ing kiam cu (mutiara pemancing pedang) benda tersebut merupakan satu-satunya benda yang sanggup menghadapi dirinya."

"Mutiara ing kiam cu? " tanyanya, "engkoh Hong, apa sih yang dimaksudkan dengan ing kiam cu tersebut? "

"Sudah, jangan menukas dulu, asal kau baca isi surat itu lebih jauh, segala sesuatunya kan bakal diketahui."

Ing-kiam-cu dihasilkan di pulau Tong ya-to di lautan Selatan, batu gunung dari bulan itu memiliki daya magnet yang kuat, konon batu magnit tercebur ke laut dan ditelan tiram raksasa, dimana akhirnya batu itu berubah menjadi mutiara yang dapat dipakai untuk menahan senjata tajam.

"Waah. masa ada kejadian seperti ini? " gumam Lok Khi kemudian, "ehm, jika aku berhasil mendapatkan ing kiam cu tersebut, mutiara itu pasti akan kubikin menjadi cincin yang dikenakan diatas jari, dengan begitu pelbagai macam senjata rahasia tak bakal bisa melukai aku, bukankah hal mana bagus sekali." Sementara berbicara dia lantas mengulurkan tangannya sambil menggoyang goyangkannya didepan-Tiba-tiba sorot matanya membentur dengan cincin berwarna hitam diatas jari manis pemuda itu, lalu tanyanya dengan keheranan.

"Engkoh Hong, cincin apa sih yang kau kenakan itu? "

"oooh, cincin ini disebut Ji gi huan, dipakai untuk menghadapi senjata rahasia."

Berbicara sampai disini, mendadak dia teringat kembali dengan pesan wanti-wanti paman tak dikenalnya.

Waktu itu pamannya berpesan agar ke dua batang cincin Ji gi huan tersebut jangan digunakan bilamana keadaan tidak mendesak, selain itu hanya cincin ditangan kanannya saja yang boleh digunakan, sedang cincin yang berada ditangan kirinya tak boleh dilepaskan setelah dikenakan olehnya. Terdengar Lok Khi berseru dengan gembira.

"Ah, benar, cincin dipakai untuk menangkis senjata rahasia, suatu cara yang unik tapi jitu, bila ada, waktu akupun akan membuat beberapa batang untuk dikenakan, Ah, betul, engkoh Hong, aku teringat sekarang kau adalah murid Thian Goan cu dari Bu tong pay, dari suhuku aku pernah mendengar konon Thian Goan cu berasal dari Siu lo bun, apakah ia pernah mengajarkan ilmu silat alira n Siu lo bun kepadamu? "

Wi Tiong hong belum pernah bersua dengan Thian Goan cu, untuk itu menjadi terbungkam dan tak sanggup menjawab barang sepatah katapun jua.

-oodwoo-

SETELAH hening untuk berapa saat lama nya, Wi Tiong hong mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, katanya:

"Mari kita cepat lihat, bagaimana dengan It-teng taysu selanjutnya .. .? " Lok Khi tidak berani berbicara lagi, selesai membaca halaman pertama, mereka membaca halaman kedua . . .

Selama ini perguruan Lam hay bun termashur karena ilmu silatnya yang sangat aneh, anggota perguruan mereka pun jarang sekali melakukan perjalanan di dunia persilatan, sebab itu kebanyakan jago persilatan hanya pernah mendengar nama tak pernah berkunjung ke Lam hay.

Setelah Ban kiam hwee- mengetahui kalau Ing kiam cu merupakan satu-satunya benda yang bisa menandinginya, sudah barang tentu tak akan melepaskan mestika tersebut dengan begitu saja.

Tak lama kemudian dia memilih ratusan orang jago pedang dan membawa ke delapan orang orang pelindungnya berangkat ke Lam hay.

Dalam pertarungan tersebut, kedua belah pihak sama-sama jatuh korban, segenap jago yang dibawa Ban kiam hwee cu telah punah tak berbekas, cuma ada tiga orang yang pulang dengan membawa luka.

Ban kiam hwee cu sendiri pun terkena pukulan Thian hui ciang lawan, tak lama kemudian dia mati karena lukanya.

Yang betul-betul beruntung bisa pulang dengan selamat hanya aku, Tau Pek li dan ciang Lam san bertiga, tapi akupun menjadi CaCad karena kaki kiriku terluka parah dalam pertarungan mana . . .

Membaca sampai disitu tanpa terasa Lok Khi mendongakkan kepalanya seraya berkata:

"Engkoh Hong, bukankah Tau Pek li adalah Thi pit teng kan kun (Pena baja yang memenangkan jagad) pendiri dari perkumpulan Thi pit pang? Dia adalah ayah angkat Ting ci kang, ternyata orang itu adalah pelindung hukum dari Ban Kiam hwee... lantas siapa pula yang disebut ciang Lam san tersebut? "

Anak muda tersebut tidak berbicara, dia membaca lebih jauh: "Setelah terjadinya peristiwa itu, ia lantas bertobat dan memahami semua kesalahan yang pernah dilakukannya dahulu, setelah pikiran kemaruk hilang, pikiran menjadi terang dan gua batu itupun segera ditutup.

Ia sengaja meninggalkan surat yang bertuliskan pengalamannya karena dia berharap generasi yang akan datang bisa turut mengetahui, kendatipun bisa mengumpulkan banyak harta kekayaan, toh sewaktu pulang kealam baka tak bisa membawa apa apa, inilah contoh yang paling baik bagi anggota perguruannya yang kemaruk akan harta. Dibawah surat tertulis tanda tugasnya, "Di tulis oleh: It teng"

Sambil menutup kembali kotak surat itu. Lok Khi berpaling seraya berkata.

"Dalam dunia persilatan, It teng taysu mempunyai reputasi yang cukup baik, semua orang mengatakan dia adalah pendeta agung dari Siau lim si, tapi tiada seorangpun yang tahu bahwa sesungguhnya dia adalah anggota perkumpulan Ban kiam hwee, dan anehnya meng apa dia harus menulis pengalamannya itu agar semua orang mengetahui rahasianya itu? "

Wi Tiong hong berpikir sejenak, kemudian menjawab:

"Mungkin sebelum dia menulis riwayat hidupnya, pendeta itu merasa malu pada sendiri dan amat menyesal, siapa tahu dia beranggapan jika riwayat hidupnya tidak ditulis, hal mana kurang menunjukkan rasa sesalnya? "

"oooh engkoh Hong, kalau begitu tak salah lagi." tiba-tiba Lok Khi berseru, "sudah pasti hongtiang tua mengetahui rahasia ditempat ini sedang Gho tong sibajingan gundul itu merebut kedudukkan hongtiang, karena diapun sedang mengincar harta kekayaan tersebut."

"Benar" sahut Wi Tiong hong dengan kening berkerut "Gho tong sikeledai gundul itu sudah bersekongkol dengan pihak selat pasir beracun sudah pasti Hongtiang tua terbunuh oleh nya." "coba lihat tampangmu itu." Lok Khi tertawa ringan, "mereka sama-sama saudara seperguruan saling bunuh membunuhi apa sih urusannya dengan kau? Mengapa kau turut marah marah? "

Kemudian dengan kening berkerut dia berbisik lagi:

"Engkoh Hong, mungkin saat ini hari sudah malam, perutku lapar sekali, kau merasa lapar tidak? "

Kalau gadis itu tidak menyinggung Wi Tiong hong masih melupakan soal itu, tapi begitu disinggung kembali, betul juga , dia merasakan perutnya lapar sekali. Tanpa terasa ia memandang sekejap kearah sinona, lalu katanya dengan nada minta maaf: "Lebih baik kita keluar dari sini lebih dahulu, baru kemudian mencari akal."

Pelan-pelan Lok Khi menjatuhkan diri ke dalam pelukan pemuda itu, kemudian sambil mendongakkan kepalanya dia berkata dengan manja:

"Engkoh Hong, sejak kecil sampai besar, baru kuketahui bahwa menahan lapar adalah suatu peristiwa yang paling menyiksa badan, aku pikir, bila kita harus menahan lapar sampai besok, Sudah pasti esok lebih menderita daripada hari ini, daripada kita berdua sama Sama Sengsara, lebih baik bunuhlah aku dengan pedangmu, kemudian makanlah dagingku, kita berdua akan Selalu bersatu untuk Selamanya, aku tak akan membencimu..."

"Haaaahh... haaahh... haaahh..." tiba-tiba Wi Tiong hong mendorong tubuh Lok Khi dan tertawa terbahak bahak, "aku benar benar berotak bebal dan lamban untuk berpikir..."

Lok Khi tidak menduga sampai kesitu, ia kena didorong sampai mundur beberapa langkah dengan sempoyongan, serunya dengan wajah tertegun:

"Engkoh Hong, kau tidak menyukai diriku? "

Sewaktu mendorong sinona tadi, Wi Tiong hong sama sekali tak berperasaan apa apa, dia baru sadar akan kesilafannya itu, tanpa terasa merah padam selembar pipinya, buru buru dia berseru: "Maaf adikku, aku kelewat gembira sehingga hampir saja membuatmu terjerambab"

"Engkoh Hong, persoalan apakah yang membuatmu kelewat gembira? " tegur Lok Khi dengan mata terbelalak lebar-lebar.

Kembali Wi Tiong hong tertawa terbahak-bahak.

"Haahh,, haah. haah.,..bila kau tidak menyinggung soal pedang,

hampir saja aku melupakan pedang mestika milikku ini "

"criiing.." ia segera mencabut keluar pedang berkaratnya yang sama sekali tak sedap dipandang itu, kemudian ditusukkan diatas tanah. Betul juga, permukaan tanah yang terdiri dari batu gunung keras dan kuat itu segera tertusuk tembus tanpa meninggalkan sedikit suara pun.

"Sudah kaulihat," kata Wi Tiong hong sambil menengok kearah si nona, "meski pedang ku ini nampaknya berkarat dan tumpul, sesungguhnya tajam sekali, bayangkan sendiri walaupun pintu batu itu amat tebal, apakah pintu itu sanggup menahan pedang mestikaku ini? "

Wajah Lok Khi segera berseru, "Betul, akupun hampir melupakan hal ini, tempo hari kaupun pernah menggunakan pedang ini untuk mematahkan pisau terbang Hwee hong to milik gu... guu. "

Tanpa sengaja gadis itu telah salah berbicara dengan mengucapkan kata "Gu" sebetulnya ia hendak bilang "pisau terbang Hwee hong to milik guruku", tapi untung saja ia segera sadar akan kesilafannya dan cepat-cepat memperbaiki kesalahan tersebut.

Ternyata Lok Khi adalah murid Thian Sat-hio, namun hingga kini si nona masih tak ingin Wi Tiong hong mengetahui riwayatnya.

Padahal saat itu Wi Tiong hong sedang bergembira, bagaimana mungkin ia bisa memperhatikan nada pembicaraan orang? Sambil meloloskan pedangnya, pemuda itu lantas berseru. "Mari kita segera keluar, adikku" Mereka berdua segera meninggalkan ruang belakang, baru saja berjalan keluar dari lorong, mendadak terdengar suara gemerincing nyaring patung besi dari It teng taysu itu secara otomatis telah bergerak kembali dan bergeser keposisi yang semula.

Tampaknya alat rahasia tersebut benar-benar amat hebat pembuatannya, asal orang yang masuk ke lorong rahasia sudah mengundurkan diri dari tempat itu, secara otomatis patung besi mana bergeser kembali ke tempatnya semula.

Wi Tiong hong dengan pedang terhunus langsung menerjang kepintu gerbang ruangan.

Buru-buru Lok Khi mengambil kembali rambut palsu dan topeng kulit manusia miliknya dari tanah, kemudian serunya:

"Engkoh Hong, tunggu dulu, aku akan mengenakan ini lebih dulu baru kita sama sama mendobrak pintu"

Sambil berkata dengan cepat dia mengenakan kembali topeng kulit manusia serta rambut palsunya, kemudian langsung berjalan menghampiri Wi Tiong-hong.

Tapi pada saat itulah dari luar pintu gerbang secara lamat-lamat kedengaran suara gemerincing nyaring, tampaknya ada orang sedang membuka pintu tersebut.

"Engkoh Hong, tunggu sebentar" buru buru Lok Khi berseru, "tampaknya ada orang membuka pintu? "

Suara tersebut tentu saja didengar juga oleh Wi Tiong hong, pelan-pelan dia mundur ke belakang lalu mengangguk.

"Benar, suara tersebut memang suara orang melepaskan gembokan dimuka pintu"

"Aku rasa Gho-tong- si keledai bangsat itu tak mungkin datang menghantar makanan buat kita bukan? " kata Lok Khi lagi sambil berpaling dan tertawa.

"Blaaammm ..." tiba-tiba pintu terbuka lebar, seorang lelaki berbaju biru telah berdiri tegak di depan pintu. Terdengar orang itu mendengus dingin, kemudian berkata: "Kukira disini telah dipasangi alat rahasia yang amat lihay, tak

tahunya cuma dua belah pintu batu yang berat saja..."

Mendadak sorot matanya membentur wajah Wi Tiong hong, ia nampak seperti tertegun kemudian dengan suara dingin serunya lagi: "Jadi kau belum mampus? "

Dalam pada itu, Wi Tiong hong juga sudah melihat jelas wajah pendatang itu, ternyata dia tak lain adalah pemuda berbaju biru yang pernah dijumpai diluar kota Seng siau tempo hari, dan mengaku sebagai Lan-san-gin-san (kipas perak baju biru) tersebut. Kontan rasa mendongkolnya muncul kembali, setelah mendengus dingin, serunya: “Hmmm, jarum beracun dari keluarga Lan." sebetulnya dia hendak bilang begini:

"Jarum beracun dari keluarga Lan masih belum mampu berbuat apa-apa terhadap diriku, nyatanya aku toh tetap sehat wal'afiat? "

Tapi baru saja berbicara sampai disetengah jalan, mendadak ia menyaksikan pula seseorang berdiri tak jauh dibelakang pemuda berbaju biru itu. orang itu tak lain adalah sinona berbaju hijau yang menghantar obat penawar racun baginya itu.

Tanpa terasa ia menjadi tertegun, andaikata tiada obat penawar pemberian gadis tersebut, niscaya dia sudah mati keracunan. Itulah sebabnya kata-kata selanjutnya rikuh dilanjutkan-Setelah terhenti sesaat, diapun berkata lagi: "Aku tak sampai tewas oleh perbuatan kejimu itu apakah kau merasa diluar dugaan? "

"Tempo hari kau tak sampai mampus, bila hari ini kutambahi dengan sebuah tusukan jarum lagi, bukankah urusan akan beres? "

Tiba-tiba Lok Khi menyelinap kedepan sambil bertanya:

"Jadi kau yang telah mencelakai engkoh Hong dengan jarum beracun keluarga Lan tempo hari? " Agak tertegun juga pemuda berbaju biru itu tatkala dihadapannya mendadak muncul seorang gadis yang bertampang Sangat jelek. segera tegurnya keheranan: "Siapa kau? "

"Hmmm, jangan perduli siapakah aku? Aku adalah adik misannya".

Tiba-tiba pemuda berbaju biru itu mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak bahak.

“Hei, apa yang kau tertawa kan? " Lok Khi segera menegur sambil mendengus marah.

Pemuda berbaju biru itu berhenti tertawa, ditatapnya si nona berbaju hijau yang berdiri dibelakangnya, lalu menjengek. "Adik misan-.."

Gadis berbaju hijau itu bersikap dingin, ia berdiri disana tanpa ambil perduli terhadap ucapan pemuda tersebur, hanya sepasang matanya yang jeli mengawasi wajah Lok Khi berapa kejap. lalu melirik pula kearah Wi Tiong hong, kemudian dia membalikkan badan dan pergi meninggalkan tempat itu.

Buru-buru pemuda berbaju biru itu membalikkan badannya pula sambil berseru tertahan-"Piau moay, kau..."

“Hei, berhenti kau? " bentak Lok Khi keras-keras. "Mau apa kau?

"

"Barusan, apa yang kau tertawakan? sebelum kau jelaskan,

jangan harap bisa pergi meninggalkan tempat ini"

“Haaah, haaah, haaah, apa yang kutertawakan, apa urusannya dengan diri mu? " Kembali Lok Khi mendengus.

“Hm, kau mempunyai adik misan yang cantik, lantas mentertawakan tampangku yang jelek? Hmm Sudah pasti kau adalah lelaki hidung bangor yang tak tahu malu, bila nona tidak memberi pelajaran kepadamu hari ini, tentu kau anggap orang persilatan semuanya jeri terhadap keluarga Lan kalian " Begitu selesai berkata, tiba-tiba dia mengayunkan tangannya kedepan menghadiahkan sebuah tamparan ke wajah pemuda berbaju biru itu.

Sebetulnya si nona berbaju hijau itu sudah pergi meninggalkan tempat itu, akan tetapi setelah mendengar perkataan terakhir dari Lok Khi begitu berkata turun tangan lantas turun tangan, bahkan serangan tersebut datangnya begini cepat.

Buru dia mengegos kesamping meloloskan diri dari serangan Lok Khi, kemudian dengan kening berkerut serunya petuh kegusaran: "Budak, kau..."

Belum sempat kata "pingin mampus" diutarakan serangan berikutnya telah meluncur datang.

Lok Khi membalikkan badannya secepat kilat, telapak tangannya kembali diayunkan ke muka menamparpipi anak muda tersebut, serunya sambil tertawa ringan: "Kau tak akan bisa menghindar "

"Plook "sebuah tamparan bersarang telak diatas wajah lawan- Mimpipun pemuda berbaju biru itu tak mengira kalau gadis bertampang jelek yang berada dihadapannya ini memiliki gerakan tubuh sedemikian cepatnya, tanpa terasa dia bergeser setengah langkah ke kiri.

Apa yang terjadi dengan cepat mengobarkan hawa pembunuhan diwajah anak muda tersebut, sambil membentak. ia mencabut ke luar kipas peraknya dari saku, kemudian bersiap siaga melancarkan tubrukan.

"Piauko, tunggu sebentar? " tiba-tiba gadis berbaju hijau itu berseru keras.

Dengan wajah tertegun pemuda berbaju biru itu menghentikan langkahnya, lalu bertanya seraya berpaling : "Ada apa? ”

“Aku hendak bertanya kepadanya."

"Lebih baik kubekuk orang itu lebih dulu, kemudian baru kau tanyai." Sementara itu Lok Khi sudah kembali ke samping wi Tiong hong, mendengar ucapan mana, ia segera tertawa dingin.

“Hehehehehehe... dengan mengandalkan sedikit kepandaianmu itu, kau hendak membekuk aku? "

Dipihak lain, gadis berbaju hijau itupun sedang berseru dengan gemas:

"Aku hendak bertanya kepadanya atau tidak, tak usah kau campuri, mengerti? "

Sambil berkata, dengan langkah lemah gemulai dia berjalan menghampiri Lok Khi.

"Sebenamya ada persoalan apa yang hendak kau bicarakan dengan diriku? " tanya Lok Khi kemudian sambil mengerdipkan matanya.

Nona berbaju hijau itu menatap wajah Lok Khi tajam-tajam, kemudian tanyanya: "Bukankah kau menggunakan topeng kulit manusia? "

"Sejak dilahirkan aku sudah bertampang demikian, buat apa meski mengenakan topeng? " sahut Lok Khi seraya berpaling.

Gadis berbaju hijau itu menatap sejenak ke  wajah Wi Tiong hong, lalu menatap pula wajah Lok Khi, dia tak percaya kalau seorang pemuda tampan bisa mempunyai adik misan yang berwajah begitu jelek.

Tanpa terasa ia mendengus dingin: “Hmmm, aku tidak percaya ". “Hmmm, siapa yang suruh kau percaya? " Lok Khi mendengus

pula.

"Aku ingin menyaksikan raut wajah aslimu".

"Sekalipun kupakai topeng kulit manusia, apa urusannya dengan dirimu? ”

“Sudah kubilang aku hendak melihatnya, aku tetap akan melihatnya.” “Dengan cara apa kau hendak melihatnya? " Nona berbaju hijau itu menjengek sinis:

"Kau anggap aku tak bisa mencopot topeng kulit manusia yang kau kenakan itu? "

Lok Khi segera mencibirkan bibirnya yang tebal dan menuding ke wajah sendiri, serunya.

“Hmm, kalau memang begitu, ayo cobal h” “Kau anggap aku tak berani? "

Tiba-tiba ia bertekuk pinggang, menyusul ucapan mana tubuhnya segera menubruk kearah Lok Khi, gerakannya aneh, cepat dan enteng, hanya tampak bayangan hijau berkelebat lewat, tahu tahu orangnya sudah melayang tiba sementara tangannya menyambar wajah Lok Lhi dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.

“Hmmm, kau benar-benar sudah sudah bosan hidup " dengus Lok Khi.

Telapak tangan kanannya setajam golok langsung dibacokkan ketubuh gadis berbaju hijau itu.

Sungguh cepat gerakan tangan kedua nona itu, baru saja jari tangan nona berbaju hijau itu menyentuh kulit wajah Lok Khi, tangan kanan Lok Khi telah menyambar pula dada si nona berbaju hijau itu dengan sangat cepat.

Peristiwa ini membuat Wi Tionghong merasa amat terperanjat buru-buru ia menarik tangan Lok Khi seraya berseru cemas: "Adikku, jangan kau lukai dia "

Padahal sekalipun tidak ditarik, si nona berbaju hijau yang sedang menerjang ke hadapan Lok Khi itu tetap tidak merubah gerakan tangan kanannya, sementara tangan kirinya secepat sudah menangkis tangan kanan Lok Khi.

Berbareng itu pula tangan kiri Lok Khi telah membalik mencengkeram pergelangan tangan kanan si nona berbaju hijau yang menyambar tiba, tapi berhubung wi Tiong-hong menarik tangan Lok Khi, akibatnya sama-sama kedua belah pihak sama- sama mengenai sasaran kosong.

Begitu cengkeramannya mengenai sasaran kosong, tanpa terasa sepasang mata si nona berbaju hijau yang jeli itu mengerling sekejap kearah Wi Tiong hong, menyusul kemudian tubuhnya menerjang maju lagi kedepan, tangan kanannya diayunkan kedepan menciptakan selapis bayangan jari tangan dan mengancam jalan darah penting di tubuh Lok Khi.

Diam-diam Wi Tiong hong berkerut kening sesudah menyaksikan kejadian tersebut, tanpa terasa pujinya didalam hati:

"Kepandaian silat yang dimiliki nona ini benar-benar luar biasa hebatnya..."

Lok Khi tidak melancarkan serangan balasan kali ini, dia hanya melompat dan menyingkir kesamping.

Agaknya gadis berbaju hijau itu merasa amat mendongkol, sambil tertawa dingin sepasang tangannya melancarkan serangan bersama, bayangan tangan membumbung berlapis-lapis di angkasa, seperti bidadari yang sedang menyebar bunga saja.

Tampak Lok Khi menggerakkan sepasang bahunya sambil berkelit beberapa kali, ternyata ia berhasil menghindarkan diri dari kepungan angin pukulan sinona berbaju hijau yang berlapis-lapis.

Dalam sekejap mata gadis berbaju hijau itu sudah melancarkan tiga buah serangan berantai, jurus serangan yang satu lebih hebat daripada serangan, berikutnya, namun semuanya berhasil dihindari lawan

Sadar kalau menghadapi musuh yang tangguh tanpa terasa ia menghentikan gerakan serangannya, lalu menegur dingin: "Mengapa kau tidak membalas? "

"Tidakkah kau dengar, piauko ku melarang aku melukai dirimu? " "Hm, penurut amat kau dengan perkataannya? " dengus gadis

berbaju hijau itu. "Apakah kau tidak menuruti perkataan piaukomu?" Lok Khi balas menggoda sambil tertawa.

Merah padam selembar wajah nona berbaju hijau itu karena jengah, dari balik matanya yang jeli terpancar keluar sinar cahaya kegusaran dan sambil mendepak kakinya berulang kali, dia berseru dingin:

"Aku bersumpah hendak mencopot kulit wajahmu itu."

Sambil melompat ke depan, ia lepaskan sebuah pukulan dahsyat. ooodXwooo

"MANUSIA yang tak tahu diri" Lok Khi berseru pula dengan gusar, "kau anggap aku takut kepadamu? "

Tangan kanannya diayunkan pula ke depan menyongsong datangnya ancaman tersebut.

"Blaaam " ketika sepasang telapak tangan saling beradu, segera terjadilah suara benturan keras yang memekikkan telinga, pusaran angin berpusing memancar ke empat penjuru, kedua belah pihak sama-sama tergetar mundur selangkah.

Tatkala Wi Tiong hong menyaksikan kedua orang gadis itu sama sama mengumbar nafsu dan kedua belah pihak sama-sama tak mau mengalah, ia merasa salah, mendadak sorot matanya menangkap sesuatu, buru-buru teriaknya: "Piau moay, cepat tahan, ada orang datang"

Begitu mendengar "ada orang datang", Lok Khi maupun gadis berbaju hijau itu sama-sama berpaling ke arah luar pintu.

Pemuda berbaju biru yang semula memperhatikan pertarungan antara dua orang gadis itu dengan kipas perak terganggam di tangan pun, kini turut berpaling pula dengan cepat. Dari luar ruangan tampak ada dua orang manusia sedang berjalan mendekat... Orang yang berjalan di depan adalah seorang sastrawan setengah umur yang mengenakan baju hijau, usianya antara tiga puluh tahunan, berwajah tampan, bersih tanpa kumis dan kelihatannya lemah lembut macam orang terpelajar.

Mengikuti di belakangnya berwajah licik, penuh senyuman tengik dan bersikap amat menghormati dia tak lain adalah Gho tong hwesio, hongtiang baru dari kuil tersebut.

Begitu melihat kemunculan Gho tong hwesio, Lok Khi kembali mendongkol segera teriaknya:

"Bagus sekali, keledai bangsat itu datang menghantar kematiannya, akan kubekuk batang lehernya."

Selesai berkata, dia siap menerjang ke mUka.

"Adikku, tunggu dulu" buru buru wi Tiong hong mencegah. "Kenapa? "

"Tunggu saja sampai mereka masuk kemari." bisik Wi Tiong hong lirih.

Sementara pembicaraan masih beriangsung, ke dua orang diluar ruangan itu sudah melewati pelataran dan melangkah masuk ke dalam pintu. Sastrawan berbaju hijau yang berjalan di depan itu segera memandang sekejap seputar ruangan, kemudian tanyanya sambi berpaling: “Hanya ke empat orang ini? "

Buru-buru Gho tong hwesio membungkukkan badannya memberi hormat, lalu sambil menuding pemuda berbaju biru dan ncna berbaju hijau itu, bisiknya lirih: "Ke dua orang itu"

"Benar, kamilah yang datang mencari gara-gara, apa kalian? " pemuda berbaju biru itu segera menjawab dengan lantang.

Sastrawan berbaju hijau itu hanya memandang sekejap ke arahnya tanpa menggUbris, kembali tanyanya kepada Gho tong hwesio:

"Dan kedua orang yang lain? " Tentu saja yang dimaksudkan adalah Wi Tiong hong dan Lok Khi Gho tong hwesio segera berkata: "Mereka datang mencari suhengku, tapi siau ceng telah menyekap mereka di dalam. "

Belum sampai Gho tong hwesio menyelesaikan perkataannya, sastrawan berbaju hijau itu telah mengalihkan sorot matanya ke wajah pemuda berbaju biru, tanyanya kemudian: "Secara beruntun kau telah melukai banyak anggota kuil kami, dari mana kau datang? "

“Hmm... kebetulan akupun ingin bertanya kepadamu, saudara datang dari mana? " balas pemuda berbaju biru itu sambil tertawa dingin.

Sastrawan berbaju hijau itu tersenyum.

"oooh... kau datang mencari tempat kuburan It-teng taysu, tentu saja kedatanganmu bertujuan..."

Diam-diam Wi Tiong hong mengangguk, tanpa terasa dia mengalihkan sinar matanya kewajah Lok Khi, seakan-akan sedang berkata begini:

"Betul tidak? Ternyata mereka datang karena suatu tujuan dan sama sekali tak ada hubungannya dengan kita."

Sementara itu, pemuda berbaju biru tersebut telah mendengus: “Hmmm, datang karena suatu tujuan atau tidak. rasanya kau

belum berhak untuk mencampurinya "

Perkataan ini ada benarnya juga, apa kedudukan orang itu dalam kuil Pau in si?

Sastrawan berbaju hijau itu tetap tersenyum sahutnya: "Padahal akupun tak usah bertanya kepada mu.”

“Apa maksud dari perkataan itu? "

Lok Khi tak sabar dibuatnya, sambil berpaling dia segera berseru. "Piau ko, biarlah mereka membicarakan soal mereka, sedang kita hajar dulu keledai gundul ini kemudian pergi mencari makanan."

Wi Tiong hong ingin mencegah tapi tak sempat lagi, tampak gadis itu melompat kedepan langsung menerjang kearah Gho tong hweesio.

Gerakan Lok Khi sewaktu melompat dan menerjang kedepan ini dilakukan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, tahu-tahu ia sudah muncul dihadapan Gho tong hweesio, belum lagi kakinya menempel tanah, tangannya sudah mencengkeram bahu lawan.

Sastrawan berbaju hijau itu sama sekali tidak memandang ke arahnya, dia hanya mengebaskan ujung bajunya sambil berseru dengan suara dalam. "Bocah perempuan, tenang saja, jangan gelisah "

Ilmu silat yang dimiliki Lok Khi berasal dari ajaran Thian Sat nio, tentu saja dia sangat tangguh dan bukan manusia sembarangan tatkala tubuhnya menerjang kemuka tadi, kendatipun dia sudah mengetahui kalau sastrawan berbaju hijau itu mengebaskan ujung bajunya, tapi lantaran gerakannya lamban, tentu saja dia enggan menghindarkan diri dengan begitu saja.

Siapa tahu, pada saat itulah tiba-tiba ia merasakan munculnya segulung tenaga pukulan tak berwujud yang menumbuk keatas tubuhnya tanpa menimbulkan sedikit suarapun.

Bukan begitu saja, bahkan tenaga tak berwujud itu sempat menggulUng badannya, melemparkannya kebelakang sehingga terjatuh kembali keposisi semula.

Tindakannya ini sungguh lihay dan luar biasa, orang luar yang tak tahu kejadian sebenarnya tentu mengira Lok Khi lah yang mengurungkan gerakannya ditengah jalan dan melompat balik.

Padahal Lok Khi merasa terperanjatnya bukan kepalang, begitu berdiri tegak buru-buru ia menghimpun tenaganya melakukan pemeriksaan yang seksama, masih untung ia tak terluka, namun perasaan terkesiap betul sudah mencekam dadanya. "Siapakah orang ini?" demikian ia berpikir, "mengapa kepandaian silat yang dimilikinya begitu lihay? Tampaknya tidak berada di bawah kepandaian Toa suko"

Kendatipun dihati kecilnya ia terkesiap. namUn diluar ia segan tundUk dengan begitu saja setelah mendengus serunya:

"Aku datang mencari balas dengan bajingan gundul ini, apa sangkut pautnya dengan kau? Kau ingin menghalangi niatku? Hmm, tak ada salahnya kalau ncna mencoba lebih dulu kepandaian silatmu. "

"Kalian berdua lebih baik berdiri dulu disitu" kata sastrawan berbaju hijau itu dengan suara dalam, "sehabis berbicara dengan mereka, tentu saja aku pun akan menanyai kalian-"

Meski usianya belum tua, namun cara berbicara serta gayanya benar-benar besar tingkahnya.

Pemuda berbaju biru itu menjengek sinis, dia menyentilkan jari tangannya kemuka, tiga gulung cahaya biru selembut rambut segera meluncur kedepan dan menghantam dada sastrawan berbaju hijau itu dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.

Sastrawan berbaju hijau itu seolah olah tidak merasakan apa apa, tiga batang jarum terbang berwarna biru itu dengan posisi segitiga langsung menerjang jalan darah Sian ki niat didepan dada dan ciang tay hiat dikiri kanan dada.

Tapi anehnya ternyata pakaian yang dikenakan sastrawan itu sudah menggelembung besar, tatkala ia menggetarkan badannya, ke tiga batang jarum beracun itu sudah rontok ke tanah.

-ooodowooo-

SASTRAWAN berbaju hijau itu mencibir sinis, dia memandang sekejap seputar arena lalu katanya setelah tertawa dingin.

"Apa hubungan kalian berdua dengan Lan Sim hu? Dengan mengandalkan berapa batang jarum beracun keluarga Lan, kau anggap sanggup melukai-aku...? ”

Gadis berbaju hijau itu mendengus dingin.

"Hmm, kau tak lebih hanya mengandalkan pakaian terbuat dari kulit, apanya yang aneh? "

Sementara itu, pemuda berbaju biru tersebut sudah menegangkan kipas peraknya, lalu sambil tertawa nyaring berkata:

"Aku adalah Lan Kunpit dari Im lam, kalau didengar dari lagakmu tampaknya hebat, entah bagaimana dengan kepandaian silatnya? "

Mencorong sinar tajam dari balik mata sastrawan berbaju hijau itu, sambil menuding ke dua orang itu, katanya sambil tersenyum,

"Seandainya kalian bisa menyambut tiga jurus seranganku, malam ini juga aku akan melepaskan kalian."

"Sambut dulu tiga jurus seranganku ini " tukas si ncna berbaju hijau itu cepat.

Tubuhnya melejit sambil menerjang kemuka, tangan kirinya diayunkan cepat ke depan belum lagi tubuhnya tiba disasaran, jari tangannya sudah melentik melepaskan serangan mengancam tiga buah jalan darah penting ditubuh sastrawan berbaju hijau itu.

Berubah hebat paras muka sastrawan berbaju hijau itu, bahu kanannya bergerak mengigos ke samping, langkahnya tetap ditempat sementara lututnya tanpa membengkok, tahu-tahu dia sudah meloloskan diri dari sergapan kilat dari gadis berbaju hijau itu.

Kemudian sambil menatap gadis lekat-lekat, bentaknya dengan suara dalam. "ilmu naga sakti pemotong nadi, ehm....kau adalah murid Lam hay bun. ? " Lok Khi turut tertegun setelah mendengar orang itu mengatakan kalau nona berbaju hijau itu murid Lam hay bun, diam-diam pikirnya.

"Tak heran kalau gerakan tubuhnya begitu aneh sewaktu bertarung melawan diriku tadi, seandainya aku tidak mengandalkan ilmu Hiat im kiu coan sin hoat dari perguruanku niscaya sulit untuk menghindarkan diri "

Berpikir sampai disitu, tanpa terasa ia berpaling dan menengok ke arah Wi Tiong hong.

Tampak Wi Tiong hong sedang menatap ke arah gadis berbaju hijau itu dengan terpesona, kontan hatinya menjadi mendongkol setelah mendengus pikirnya: "Kau menganggap dia cantik bukan? Huuh... dasar siluman rase.."

Sementara itu, gagal dengan serangannya nona berbaju hijau itu maju dan menerjang ke depan, serunya dingin "PerduIi amat aku murid siapa?" sepasang tangannya kembali diputar menciptakan selapis bayangan jari tangan yang luar biasa, bagaikan gelombang samudra saja langsung mengurung ke muka.

Gerakan serangannya begitu aneh dan mengerikan, diantara perputaran jari tangannya dia sudah mengancam jalan darah penting di tubuh sastrawan berbaju hijau itu, selain enteng dan lincah, juga jarang dijumpai dikolong langit.

Sastrawan berbaju hijau itu segera memutar lengan kanannya melancarkan sebuah pukulan yang memaksa gadis berbaju hijau itu mundur selangkah ke belakang, kemudian sambil tertawa terbahak- bahak katanya:

"Haaahh haaahhh-.-haaahhh , .. bila kalian berdua benar benar adalah murid Lam hay bun, malam ini kamu berdua tak bisa di lepaskan dengan begitu saja "

Sejak kecil gadis berbaju hijau itu sudah terbiasa dimanja, belum pernah ia dipermainkan orang atau dipandang rendah orang lain, dipukul mundur orang dalam satu gebrakanpun baru pertama kali ini dialaminya, tanpa terasa merah sepasang matanya, air mata hampir jatuh berlinang.

Mendadak tanpa mengucap sepatah katapun dia menerjang ke muka, sepasang tangannya digunakan bersama melancarkan serangkaian serangan dahsyat.

Lan Kun-pit atau pemuda berbaju biru itu cukup menyadari betapa lihaynya ilmu silat yang dimiliki sastrawan berbaju hijau, dia kuatir adik misannya menderita kerugian ditangan lawan, buru-buru serunya sambil tertawanya ringan: "sekalipun kau bersedia melepas kami, belum tentu kami akan melepaskan dirimu"

Kipas peraknya segera dituding ke depan diiringi tubuhnya menerjang ke muka, tangan kanannya diputar amat kencang melepaskan sebuah pukulan yang amat dahsyat ke depan-Ketika gadis berbaju hijau itu menyaksikan kakak misannya turut terjun pula ke arena pertarungan, semangatnya segera bangkit kembali jari tangannya diayunkan kedepan berulang kali melancarkan serangkaian serangan dengan, jurus-jurus yang aneh dan tangguh, ilmu membabat jalan darahpun dilancarkan secara beruntun.

Sastrawan berbaju hijau itu sendiri justru tetap bertarung sambil tertawa dingin tiada hentinya, serangan yang dilancarkan tetap sederhana tanpa keistimewaan apa-apa, namun sekalipun ayunan tangan yang sederhana justru terkandungan pula jurus serangan yang hebat.

Dalam permainannya, terasa kekuatannya mengerikan sekali, bagaimanapun kedua orang lawannya mengerubuti dia, bagaimanapun hebatnya perubahan jurus yang dipergunakan, kesemuanya itu telah dipunahkan olehnya secara gampang dan sederhana.

Dalam waktu singkat, gadis berbaju hijau dan pemuda berbaju biru itu sudah melancarkan serangan sebanyak dua puluh gebrakan lebih, namun sastrawan berbaju hijau itu cuma menggunakan empat lima jurus serangan biasa. Dalam pada itu, Wi Tiong hong sudah dapat menyaksikan pula keadaan pertarungan yang sebenarnya, dia menemukan sastrawan berbaju hijau itu tak pernah melancarkan serangan balasan, tampaknya ia berniat untuk memancing kedua orang itu menggunakan segenap kepandaian yang dimilikinya.

Tanpa terasa bisiknya kepada Lok Khi sambil berpaling: "Nah, sudah kau lihat belum, dia..."

Lok Khi masih mendongkol terhadap pemuda itu karena ia mengawasi nona berbaju hijau itu terus menerus tanpa berkedip. tidak menunggu ia menyelesaikan perkataannya, dengan dingin ia menukas.

"Apanya lagi yang sedap dipandang? Jika kau ingin tinggal disini, lihatlah sampai puas, aku hendak pergi"

Selesai berkata, dia lantas berpaling sambil membalikkan badan, lalu melompat pergi meninggalkan tempat itu.

Wi Tiong-hong menjadi tertegun, sebenarnya ia memperhatikan gadis berbaju hijau itu dengan serius karena ia merasa berhutang budi kepada nona ini, maka dalam hati kecilnya dia mengambil keputusan, jika mereka tak mampu menghadapi sastrawan berbaju hijau nanti, dia bersiap. sedia memberikan bantuan nya.

Dan barusan, dia memanggil Lok Khi karena ingin menerangkan persoalan tersebut, siapa tahu baru saja dia berkata setengah jalan, gadis itu sudah mengambek.

Buru-buru serunya lagi: "Adikku, tunggu sebentar." Dengan cepat dia menyusul pula di belakang Lok Khi.

Lok Khi sama sekali tidak menggubris, dengan kepala tertunduk dia maju terus kedepan dengan langkah cepat.

Baru saja tiba di depan pintu, tiba-tiba terdengar sastrawan berbaju hijau itu berseru sambil tertawa nyaring:

"Aku suruh kau tenang dan tak usah gelisah, buat apa kau mesti terburu nafsu?" Telapak tangan kirinya segera diayunkan ke tengah udara, menyusul gerakkan itu muncul segulung tenaga pukulan langsung menerjang ke tubuh Lok Khi.

Sebetulnya Lok Khi adalah seorang yang cerdas, akan tetapi berhubung sastrawan berbaju hijau itu sedang bertarung melawan dua orang, tentu saja ia tak menyangka kalau orang itu masih sempat melancarkan serangan kearahnya. Baru saja suara bentakan berkumandang, segulung tenaga pukulan telah meluncur tiba.

Tadi ia pernah menderita kerugian, tentu saat ini gadis tersebut tak berani menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.

Cepat dia menyingkir lalu mengigos dari ancaman mana. Kebetulan Wi Tiong hong mengikuti dibelakang Lok Khi, begitu gadis itu berkelit serangan dahsyat yang dilepaskan sastrawan berbaju hijau itu secara otomatis menerjang ke tubuhnya, Lok Khi menjadi amat gelisah, buru-buru teriaknya: "Engkoh Hong, hati-hati..."

Baru saja Wi Tiong-hong melayang turun di atas tanah, tiba-tiba ia merasa ada segulung tenaga pukulan menerjang ke arahnya, tak terlukiskan rasa kagetnya.

Dalam keadaan demikian, tanpa berpikir panjang lagi dia merentangkan lengan kanannya, dengan sebelah telapak tangan ditegakkan, ia gunakan ilmu cay im-jiu atau tangan sakti penghadang awan menangkis kemuka secara keras lawan keras.

la segera merasakan tenaga pukulan lawan yang sangat kuat menghantam diatas telapak tangannya, tanpa terasa tubuhnya terdorong mundur selangkah kebelakang.

Dalam serangannya tadi, meski sastrawan berbaju hijau itu tidak menggunakan seluruh kekuatan yang dimilikinya, namun didalam anggapannya, kedua orang itu tak berani menyambut dengan kekerasan.

Sebab asal pukulan yang dilancarkan itu tidak disambut dengan kekerasan paling banter tubuh mereka hanya akan terpental balik tanpa menderita luka apa-apa, akan tetapi jika disambut dengan kekerasan, niscaya mereka akan tergetar pingsan oleh tenaga pantulannya.

Siapa tahu, sewaktu kekuatan kedua belah pihak terbentur satu sama lainnya, walaupun Wi Tiong hong bergetar mundur sejauh selangkah, akan tetapi ia berhasil menerima serangan mana dengan keras lawan keras.

Kontan saja peristiwa ini menimbulkan perasaan terkesiap bagi sastrawan berbaju hijau itu, diam-diam pikirnya:

"Tak nyana kepandaian silat yang dimiliki beberapa orang lelaki perempuan itu yang satu lebih tangguh daripada yang yang lain, serangan yang dipakai barusan mirip sekali dengan ilmu cay-im jiu dari Bu tong pay, tapi seperti juga Siu lo to..."

Tergerak hatinya setelah berpikir sampai disitu, tanpa terasa serunya sambil tertawa nyaring:

"Sungguh tak disangka usiamu masih begitu muda, namun tenaga dalam yang kau miliki tidak lemah, coba sambutlah sekali lagi seranganku ini..?

Dibawah serangan gabungan dari pemuda berbaju biru dan nona berbaju hijau itu, tangan kirinya segera menggunakan jurus Pay hong-tong im (menyapu angin mengusir angin) untuk mendesak mundur serangan gabungan musuh, kemudian tangan kanannya dari jarak satu kaki-melepaskan sebuah pukulan udara kosong ke- arah Wi Tiong hong.

Wi Tiong hong menyaksikan serangan yang dilancarkan lawan sama sekali tidak membawa deruan angin, hanya ada segulung tenaga pukulan tak berwujud yang menekan tiba, sebagai pemuda yang berdarah panas, ia segera mendengus dingin. “Hm, kau anggap aku tak berani menghadapinya? "

Lengan kanannya berputar membuat satu lingkaran, kemudian menyongsong datangnya ancaman tersebut.

Lok Khi tahu kalau kepandaian silat yang dimiliki sastrawan berbaju hijau itu amat lihay, buru buru teriaknya. "Engkoh Hong, jangan kau hadapi serangannya dengan kekerasan"

Serangan yang digunakan Wi Tiong hong masih tetap merupakan pukulan cay imjiu, begitu terbentur dengan kekuatan lawar, mendadak ia merasa tenaga pukulan tak berwujud dari sastrawan berbaju hijau itu jadi kuat sekali.

Sedemikian dahsyatnya serangan tersebut ibarat gunung karang yang jatuh dan menindih diatas kepala, kontan hawa darah dalam dadanya tergetar keras, membuatnya hampir saja tak sanggup menahan diri.

Tapi pada saat itulah, tenaga pukulan yang terpencar keluar dari tangannya segera melesat ke muka, bagaikan "membelah awan" saja segera menembusi tenaga pukulan lawan yang kuat dan membelahnya dari tangan hingga terbagi menjadi aliran yang berbeda dan satu dari kiri lain dari kanan meluncurkan lewat dari ke dua belah sisi tubuh.

Sastrawan berbaju hijau itu berseru tertahan lalu mundur setengah langkah dari posisi semula, setelah itu dia menarik kembali tenaga pukulannya dan memandang ke arah lawan dengan pandangan terkejut bercampur keheranan, serunya. "oooh .. ternyata benar-benar adalah ilmu Siu lo to"

Menyambut serangan lawan, Wi Tiong hong merasakan tubuhnya bergoncang keras. kemudian mundur beberapa langkah dan muntah darah segar.

Dalam sekejap itulah, si gadis berbaju hijau serta pemuda berbaju biru itu sudah menghentikan pula gerakannya . Terdengar gadis berbaju hijau menjerit kaget: "Dia. . dia . . . telah terluka"

Lok Khi lebih terperanjat lagi, tanpa memperdulikan perbedaan antara lelaki dan perempuan, dia segera berteriak. "Engkoh Hong..."

Tubuhnya segera menubruk ke depan, tangannya berkelebat menyanggah tubuh Wi Tiong hong agar jangan jatuh, kemudian bisiknya: "Kau terluka? " Wi Tiong hong menghembuskan napas panjang dan tersenyum. "Aaah, tidak menjadi soal, aku hanya menyambut serangannya

dengan kekerasan, karena menggunakan tenaga kelewat batas, beginilah akibatnya, tapi jangan kuatir, sebentarpun akan sembuh dengan sendirinya."

Dari cara dan nada pembicaraan orang, Lok Khi tahu kalau anak muda tersebut memang benar-benar tidak mengapa, lega juga hatinya, maka segera omelnya:

"Aku toh menyuruh kau jangan beradu tenaga dengannya, siapa suruh kau bertindak nekad? "

Berbicara sampai disitu, tiba-tiba tangan kanannya berputar dan.

. . "criiingg " ia telah meloloskan sebilah golok tipis yang panjang dan memancarkan cahaya tajam. Sambil mengayunkan senjata mana ke depan serunya dengan gemas:

"Kau tunggu saja disini, akan kuhadapi orang itu..." ia siap menerjang kembali ke arah sastrawan berbaju hijau itu.

Pada saat itulah mendadak berkumandang suara pekikan aneh yang membelah angkasa, lalu tampak sesosok bayangan manusia meluncur masuk lewat pintu gerbang dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, dengan cepatnya orang itu melayang turun dihadapan sastrawan berbaju hijau itu.

Tanpa terasa si nona berbatu hijau dan pemuda berbaju biru itu sama-sama mundur dua langkah.

Lok Khi pun tanpa terasa menghentikan gerakan tubuhnya, golok tipisnya disilangkan di depan dada menghadang di muka Wi Tiong hong.

Semua orang tidak tahu pendatang tersebut seorang kawan atau lawan, maka setiap orang bersiap siaga penuh, sorot mata mereka pun bersama-sama dialihkan ke depan-Tampak orang itu berbaju hitam bermuka buas, kecuali sepasang matanya yang tajam, wajahnya kaku tanpa emosi, dia berdiri kaku ditempat tanpa mengucapkan sepatah katapun. Bukan saja dandanan dan sikapnya sangat aneh, gerak geriknyapun aneh sekali, lagi pula kedatangannya cepat bagaikan sambaran kilat.

Sesudah tertegun berapa saat, akhirnya ia berhasil tenangkan kembali hatinya, setelah menjura, ujarnya sambil tertawanya ring: "Sobat, kau jagoan dari mana? selamat berjumpa."

Manusia aneh itu berdiri dihadapannya bersikap seakan-akan tidak mendengar perkataan itu, bibirnya tertutup rapat tanpa berbicara namun dilihat dari posisinya berdiri, tersisa sebuah tanah kosong cukup luas di belakang tubuhnya, jelas dia ada maksud menghadang dimuka sastrawan berbaju hijau itu agar semua orang dapat mengundurkan diri dari ruangan-Akan tetapi ke empat orang muda mudi yang berada diruangan itu boleh di bilang merupakan anak harimau yang belum takut menghadapi apa-apa. Walaupun mereka tak tahu siapakah orang tersebut, namun mengerti kalau manusia aneh tersebut bermaksud membantu mereka, atau paling tidak dia merupakan musuh paling tangguh bagi sastrawan berbaju hijau itu.

Maka hampir bersamaan waktu pula ke empat orang itu sama- sama berpendapat ingin mengetahui keadaan lebih jauh, tak heran kalau tak seorangpun diantara mereka yang mengundurkan diri.

Sewaktu sastrawan berbaju hijau itu menyaksikan pihak lawan hanya berdiri kaku dan tidak menggubris tegurannya, tanpa terasa dia mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak:

“Haaah, haaah, haaah, selama berkelana dalam dunia persilatan, pelbagai ragam manusia sudah pernah kujumpai, tampaknya saudarapun tak usah berperan sebagai setan atau manusia aneh lagi dihadapanku."

Manusia aneh itu masih tetap berdiri tenang ditempat semula, tidak berbicara tidak pula bergerak.

Berkerut sepasang kening sastrawan berbaju hijau itu, kembali ia menegur sambil tertawa dingin: "Sobat, jika kau tetap membungkam, jangan salahkan siaute akan bertindak kurang sopan."

Tangan kanannya diayunkan ke depan, sebuah pukulan dahsyat langsung menghantam ke dada orang itu.

Selisih jarak kedua belah pihak tak sampai lima depa, serangan yang dilepaskan sastrawan berbaju hijau pun cepat bagaikan sambaran kilat, tampaknya pukulan itu segera akan mencapai depan dada manusia aneh tersebut.

Akan tetapi manuia aneh itu masih tetap berdiri tak berkutik, tidak mencoba berkelit, tidak berusaha menghindar, bahkan sikapnya seolah-olah tidak memandang kejadian tersebut.

Sikap semacam ini kontan membuat sastrawan berbaju hijau itu tertegun, tanpa sadar ia pun menjadi ragu untuk bertindak lebih lanjut.

Namun satu ingatan segera melintas dalam benaknya, tiba-tiba saja serangannya dipercepat, telapak tangannya diputar lalu menyodok keperut lawan dengan kecepatan tinggi.

Empat orang muda-mudi yang berada di arena sama-sama dibikin terkesiap oleh peristiwa ini, semua orang tahu kalau tenaga dalam yang dimiliki sastrawan berbaju hijau itu lihay, seandainya serangan mana bersarang telak, sekalipun orang yang berilmu tinggi juga pasti akan terluka parah.

Diam-diam pemuda berbaju biru itu menggenggam tiga batang jarum beracun dan siap dilepaskan kedepan-Lok Khi juga menggenggam kencang-kencang golok tipisnya, golok tersebut tanpa terasa bergoncang pelan.

Tapi disaat yang amat kritis inilah, tiba-tiba terdengar manusia aneh itu berpekik nyaring, tangan kanannya diangkat dan tahu-tahu sudah menyambut serangan dari sasterawan berbaju hijau itu dengan keras lawan keras.

Serangan orang itu cepat bukan kepalang pada hakekatnya sukar dilihat jelas oleh orang lain-"Plaaak " terdengar suara bentrokan nyaring menggema, sepasang telapak kedua belah pihak sudah saling membentur satu sama lainnya, akibat dari bentrokan itu tubuh masing-masing pihak bergoncang pelan-ternyata tenaga dalam mereka seimbang.

Baik sastrawan berbaju hijau maupun manusia aneh itu sama- sama sadar kalau mereka telah berjumpa dengan musuh paling tangguh yang pernah dijumpainya selama ini, tanpa terasa masing- masing mundur dua langkah dengan penuh tanda tanya. "Sebenarnya siapakah kau? " tegurnya dengan kening berkerut.

Sesudah terjadi benturan kekerasan, ternyata manusia aneh tersebut masih tetap berdiri kaku, tidak menjawab, tidak pula turun tangan ia masih tetap berdiri kaku tanpa berkutik.

Karena tidak digubris lawannya, lama kelamaan meledak pula hawa amarah sasterawan berbaju hijau itu, sambil tertawa nyaring, serunya:

"Buyung Siu sudah banyak menjumpai jagoan lihay, tapi belum tentu memandang sebelah matapun terhadap kau"

Tiba-tiba ia maju selangkah, sepasang tangannya diayunkan bersama kedepan melancarkan tiga buah serangan berantai.

Serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar ini benar-benar luar biasa sekali, selain serangannya cepat, lagi pula setiap pukulan mengandung tenaga penghancur yang menggeledek hebatnya bukan kepalang.

Dari empat orang muda mudi yang hadir diarena sekarang, tak seorangpun diantara mereka pernah mendengar nama "Buyung Siu" diam-diam semua orang merasakan keheranan Kalau berbicara menurut kepandaian silat yang dimiliki, seharusnya dia adalah seorang tokoh persilatan yang amat termashur, tapi anehnya mengapa nama orang ini justru tak pernah terdengar?

Meski masing-masing memikirkan persoalan itu dihati, namun sorot mata mereka tak pernah lepas menatap kedua orang tersebut lekat-lekat... Tiga buah serangan yaag dilancarkan sastrawan berbaju hijau itu dahsyat dan mengerikan sekali, namun manusia aneh itu tidak mundur ataupun menghindar malah sambil menjengek dingin, tiba- tiba ia maju menyongsong, sepasang telapak tangannya melancarkan serangan bersama menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.

"Blaaammm Blaaammm... Blaaammm..." secara beruntun terjadi tiga kali benturan keras yang memekikkan telinga.

Ternyata ketiga buah serangan yang dilancarkan sastrawan berbaju hijau itu berhasil di sambut semua oleh manusia aneh tersebut.

Tenaga dalam yang dimiliki ke dua orang ini seimbang, begitu turun tangan secara beruntun mereka lakukan berapa kali bentrokan kekerasan, kejadian mana segera menggetarkan hati empat muda-mudi yang berada didalam ruangan.

Jarang sekali mereka jumpai pertarungan adu kekerasan macam begini dalam dunia persilatan

-ooodowooo-

SELAMA ITU, Gho tong hweesio selalu berdiri di belakang sastrawan berbaju hijau itu, sesungguhnya dia memang menggunakan sastrawan berbaju hijau itu sebagai tulang punggungnya, ia selalu berdiri dengan wajah berseri karena dalam anggapannya kemenangan sudah pasti berada dipihaknya.

Akan tetapi, setelah kemunculan manusia aneh tersebut secara tiba-tiba, dan kenyataan menunjukkan kalau ilmu silatnya tidak berada dibawah kepandaian sastrawan berbaju hijau itu, perubahan situasi yang mendadak ini membuat wajahnya segera diliputi perasaan tidak tenang.

Tiga kali bentrokan secara kekerasan membuat sastrawan berbaju hijau dan manusia aneh tersebut sama-sama merasakan hawa murninya tergoncang hebat, ujung baju berkibar kencang dan masing-masing mundur tiga langkah ke belakang.

Pada saat itu, tiba-tiba manusia aneh itu berpaling sambil membentak deigan mata melotot.

"Apa yang hendak kalian saksikan?" jelas maksud dari perkataan itu adalah menyuruh mereka cepat pergi, kalau tidak pergi lagi maka dia tak akan mengurusi keselamatan mereka lagi . . .

Sementara itu sastrawan berbaju hijau tersebut sudah mundur sejauh tiga langkah, waktu itu dia sedang menghimpun tenaganya mengatur napas. Mendengar ucapan mana, dengan mata melotot dan tertawa tergelak tegurnya: "Sobat, kau jago lihay dari Lamhay? Atau mungkin kau adalah Siulo Khisu? "

Dari permainan si nona berbaju hijau dalam menggunakan ilmu memotong nadi, dia kenali kepandaian tersebut sebagai Soh liongjiu (tangan sakti pengunci naga)

Kemudian ia menemukan juga kalau Wi Tiong hong yang mainkan ilmu cay im jiu terselip pula ilmu Siu lo to, dia lantas menduga kalau manusia aneh tersebut tentu mempunyai hubungan dengan ke dua perguruan mana.

Sedang dia tahu kalau pemuda berbaju biru itu sebagai keturunan keluarga Lan di Im lan, satu-satunya yang tidak ia ketahui adalah Lok Khi sebagai murid Thian sat bun.

“Hmm, kau tak bisa melihatnya? " jengek manusia aneh itu.

Mendadak ia menyerang kemuka, tangan kirinya menyambar secepat kilat mencengkram bahu kiri sastrwan berbaju hijau itu.

Menghadapi ilmu Kimna jiu hoat yang penuh dengan perubahan aneh ini, diam-diam sastrawan berbaju hijau itu terkesiap. ia segera berkelit ke samping sambil membentak:

"Aaa.... ilmu Tay sui pit jiu dari Siau limpay" cepat-cepat dia mengeluarkan jurus Keng to paan (ombak dahsyat menghantam pantai) untuk balas menghantam datang itu. cengkeraman manusia aneh itu amat Cepat dengan perubahan yang luar biasa hebatnya.

Begitu sastrawan berbaju hijau itu melepaskan pukulan, ia telah merobah ilmu cengkramannya menjadi sebuah kebasan, setelah membentuk satu gerakan lingkaran, ia menolak telapak tangannya kedepan.

Mendadak tangan kirinya ditegangkan bagaikan sebuah tombak. lalu disodokkan kejalan darah Thian tu hiat ditubuh sastrawan berbaju hijau itu.

Buru-buru sastrawan berbaju hijau itu miring kan badan sambil mundur tiga langkah, bentaknya.

"Tay kek kun dari Bu tong pay, cuan im Ci dari Gobipay, haaahh... haaahh.... haaahh... tampaknya kau benar-benar amat berhasil menguasahi pelbagai ilmu silat dari dunia"

Begitu suara bentakan dikumandangkan, tangan kananya segera menggenggam gagang pedang dan mencabut sebilah pedang berbulu hijau, dengan sorot mata yang tajam pelan-pelan dia menatap manusia aneh itu, lalu ujarnya sambil tersenyum:

"Tak nyana Buyung siu dapat berjumpa dengan jago lihay seperti anda, ingin sekali ku coba kelihayanmu diujung permainan senjata."

Gerak geriknya amat halus dan santai, kendati pedangnya sudah di cabut keluar namun caranya berbicara masih tetap lemah lembut danamat tenang...

Melihat orang itu meloloskan pedangnya, manusia aneh tersebut segera mundur selangkah tangan kanannya segera merogoh kedalam saku dan mengeluarkan sebilah pedang pendek sepanjang dua depa, setelah melintangkannya didepan dada, seraya bentaknya: “Harap kalian keluar dari sini, jangan merepotkan aku saja"

Wi Tiong hong dapat melihat kalau pedang yang berada ditangan kedua orang itu merupakan pedang mestika, kalau pedang yang berada ditangan sastrawan berbaju hijau itu berwarna kehijau- hijauan dan bening seperti air, maka pedang pendek dari manusia aneh itu gemerlapan cahaya tajam, tujuh butir mutiara bersinar tajam memancar keluar dari tubuh pedang tersebut.

Walaupun selama ini sastrawan itu tetap tersenyum, namun sinar mata yang di pancarkan ke tubuh manusia aneh itu kian lama kian bertambah tajam, sementara tangan kirinya membuat gerakan dan pelan-pelan di angkat keatas.

Begitu manusia aneh tadi selesai membentak pedang pendeknya yang terangkat sejajar dada pelan-pelan ditudingkan kearah lawan. Diam-diam Wi Tiong bong merasa terperanjat setelah menyaksikan kejadian itu, pikirnya.

"Tampaknya kedua orang ini sama-sama lagi menghimpun tenaga dalamnya, kalau serangan pedang tingkat tinggi yang mereka lancarkan sudah mulai bergerak. niscaya mengerikan sekali akibatnya. Aku lihat, apa yang diucapkan manusia itu memang benar, kehadiran kami semua disini hanya akan mengganggu mereka saja"

Sementara ingatan mana masih melintas dalam benaknya, Lok Khi telah menarik ujung bajunya sambil berkata: "Engkoh Hong, mari kita pergi"

Wi Tiong hong manggut-manggut, mereka berdua segera berjalan meninggalkan pintu ruangan.

Pemuda berbaju biru dan gadis berbaju hijau itu tidak berdiam lebih lama pula disana, mereka turut mengundurkan diri pula dari situ.

Dikala keempat orang itu hendak pergi meninggalkan ruang cou- su-tian, tiba-tiba dari belakang mereka berkumandang suara pekikan nyaring seperti pekikan naga, menyusul kemudian terjadi suatu bentrokan nyaring yang amat memekikkan telinga. "Traaang Traaaang " Tanpa sadar Wi Tiong liong menghentikan langkahnya, dia hendak membalikkan badan untuk mengetahui siapa yang berhasil menangkan pertarungan tersebut.

Tapi sebelum niat tersebut dapat dilakukan Lok Khi sudah menarik ujung bajunya seraya berkata dengan gelisah:

"Engkoh Hong, tak usah dilihat lagi, mari kita segera pergi "

Tanpa menghentikan langkahnya, gadis itu melanjutkan perjalanannya menuju ke depan.

Wi Tiong hong sudah berkumpul beberapa dengan gadis itu, dia cukup mengetahui bahwa kepandaian silat dari adiknya ini jauh lebih tinggi dari kepandaian sendiri, lagi pula dia berjiwa tak sudi mengaku kalah, tapi kali ini, mengapa dia justru merecoki dirinya agar cepat-cepat pergi dari situ?

Walaupun di dalam hatinya merasa heran, namun langkahnya tetap di percepat untuk menyusul Lok Khi.

Terdengar suara dari sastrawan berbaju hijau itu bergema dari kejauhan sana: “Haaa . . .. haaa .., haaa ternyata kau adalah Siu lo si ci . . ."

Setelah melompati dinding pagar, ketika Wi Tiong hong berpaling, ia tidak melihat si-pemuda berbaju biru dan nona berbaju hijau lagi diam-diam segera pikirnya:

"Mungkin mereka tak sejalan denganku."

Lok Khi juga tidak berbicara, dia hanya melanjutkan perjalanan dengan kepala tertunduk.

Tatkala Wi Tiong hong melihat gadis itu tetap melakukan perjalanan menuju ke kota Sang siau, tanpa terasa tanyanya:

"Adikku, apakah kita akan kembali lagi kota Sang siau? " "Sekarang sudah begini malam, kalau tidak pulang ke kota,

darimana mungkin kita bisa mendapat makanan dan tempat kediaman? " sahut Lok Khi sambil berpaling. Ucapan tersebut ada benarnya juga, tempat disekitar sana gersang dan sepi, sebuah rumah pun takada, tentu saja sulit untuk menemukan tempat pemondokan, apalagi setelah seharian penuh tidak bersantap. tak heran kalau perutnya amat lapar.

Seteleh melompati dinding kota, kedua orang itu balik kembali ke rumah penginapan Ko seng.

Waktu itu sudah mendekati kentongan pertama. Ketika pelayan menyaksikan dua orang tamunya yang sudah membereskan rekening di pagi harinya, sekarang datang kembali, buru buru dia menyambut sambil tertawa lebar.

"Wi ya, sampai sekarang baru kembali? Hamba mengira kalian berdua sudah pergi."

"Masih ada kamar? " tanya Wi Tiong hong, "Kamar sih masih ada, cuma kamar yang dipakai Wi ya semalam sudah dipakai orang lain, di halaman belakang sana masih tersedia sederet kamar, apakah. .

."

"cepat bawa kami ke sana, tak usah cerewet" tukas Lok Khi tak sabaran, Pelayan itu mengiyakan berulang kali, cepat-cepat dia mengajak kedua orang itu menuju ke kamar di halaman belakang, ruangan tersebut terdiri dari dua kamar tidur dengan sebuah ruang tamu ditengah.

Sambil melangkah masuk ke dalam ruangan Wi Tiong hong segera memerintahkan:

"Pelayan, cepat siapkan makanan untuk kami, lebih cepat lebih baik."

"Kalian berdua menginginkan apa? Hamba akan segera siapkan-" "Apa saja boleh, tapi harus cepat." seru Lok Khi sambil

mengulapkan tangan.

Pelayan itu mengiyakan dan mengundurkan diri, tak selang beberapa saat kemudian ia sudah muncul dengan membawa dua mangkuk bakmi dan sejumlah bakpao. Setelah mengisi cawan dengan air teh, dia baru mengundurkan diri dari situ. sepeninggal pelayan itu. Lok Khi baru berbisik sambil tertawa:

"Engkoh Hong, coba kalau lapar sebentar lagi, tentu aku tak bertenaga lagi untuk berjalan"

Wi Tiong-hong bangkit berdiri dan menutup pintu, kemudian seraya berpaling katanya. "Kalau begitu Cepatlah bersantap"

Selesai bersantap. kedua orang itu baru mencuci muka dan membersihkan badan. selesai semuanya, Wi Tiong-hong baru tak tahan berkata:

"Adikku, mengapa kau menyuruh aku cepat-cepat pergi tadi?

Apakah kau berhasil menemukan sesuatu? " Sambil tertawa rendah, Lok Khi menyahut.

"Sekalipun tidak kau tanyakan aku pun akan memberitahukan hal ini kepadamu, tahukah kau siapakah Buyung siu tersebut? ”

“Siapakah dia? "

"Dia adalah Pau-kiam-suseng (sastrawan pemeluk pedang), ketua dari pita hijau dalam perkumpulan Ban-kiam-hwee, dahulu aku pernah dengar toako berkata, konon tidak banyak manusia dalam dunia persilatan dewasa ini yang mampu bertahan gebrakan diujung pedangnya."

"Pau kiam suseng? Tampaknya aku seperti pernah mendengar juga nama orang ini disebut paman."

”Sewaktu dia menyebutkan namanya tadi, aku masih belum tahu kalau dia adalah Pau-kiam suseng, coba tebaklah kemudian bagaimana aku bisa mengetahui akan hal ini? ”

“Tak bisa kutebak." Wi Tiong-hong menggeleng.

“Huuuh, belum lagi menebak tentu saja tak bisa menebaknya, ayo cobalah ditebak dulu.”

“Apakah kau baru mengingat kemudian? " "Tidak benar, aku hanya pernah mendengar toako menyebut tentang Pau kiam suseng, namun tidak mengetahui namanya, bagaimana dengan kau? Bukankah kau pernah mendengarnya dari pamanmu? Mengapa kau pun tidak tahu? "

"Yaa, betul . Aku pun pernah mendengar paman membicarakan tentang nama Pau kiam suseng."

"Dari manusia aneh itulah aku baru mengetahui siapa orang itu" kata Lok Khi kemudian sambil tertawa.

Tampak Wi Tiong hong agak tertegun oleh ucapan tersebut, serunya dengan matanya terbelalak:

"Kau maksudkan manusia aneh yang mengajak Pau-kiam suseng bertarung tadi? ”

“Kalau bukan dia, masa ada manusia aneh ke dua? ” “Apa yang dia katakan? " Wi Tiong-hong keheranan.

"Sewaktu ia menampakkan diri untuk pertama kalinya tadi, aku masih menyangka dia adalah toako ku, waktu itu perutku sudah amat lapar, karena kuanggap dia adalah toakoku, maka aku baru tinggal disitu."

"Apa lagi setelah dia bentrok beberapa kali dengan Pau kiam suseng, aku makin percaya selain toakoku, tiada orang lain yang memiliki tenaga dalam sedemikian sempurnanya."

"Apakah dia adalah toakomu? "

Lok Khi mengerling sekejap ke arahnya, lalu tertawa cekikikan. "Hei, bagaimana sih kamu ini? Masa arti perkataankupun tidak

bisa kau tangkap? Kalau dia adalah toako ku, masa aku pergi dari

situ meninggalkannya? ” “Lantas siapakah dia? "

"Menanti dia meloloskan pedang pendek tujuh bintangnya dan menyuruh kami pergi agar jangan mengganggu konsentrasinya, aku baru tahu kalau dia bukan toako ku, dan pada saat itu juga ia menggunakan ilmu menyampaikan suara menyuruh aku mengajakmu cepat-cepat pergi dari sini, kalau dipikir kembali sekarang, kemungkinan besar dia datang karena hendak membantumu..."

"Membantu aku? " Wi Tiong hong keheranan, "apa yang telah ia bicarakan dengan diri mu? "

"la bilang begini: "Nona, mengapa tidak segera mengajaknya pergi? Kepandaian silat yang dimiliki cing sui congkoan (pengurus ruang pita hijau) dari perkumpulan Bankiam hwee, Pau kiam suseng lihaynya bukan kepalang, bila pertarungan mulai berkorbar nanti, aku tak mampu mengurusi kalian lagi, bayangkan saja kalau bukan lantaran kau, apa lantaran aku? Aku toh tidak kenal dengannya? ”

“Tapi aku juga tidak kenal dengannya." seru Wi Tiong hong. "oooh..." mendadak seperti teringat akan sesuatu, Lok Khi

berseru tertahan lalu sambil menatap Wi Tiong hong lekat-lekat,

tanya nya: "Engkoh Hong, agaknya kau seperti kenal dengan gadis berbaju hijau itu...? "

Wi Tiong hong tidak menyangka dia akan mengajukan pertanyaan tersebut, sesudah tertegun baru jawabnya:

"Dia pernah menyelamatkan selembar jiwaku, sewaktu aku terkena jarum beracun dari keluarga Lan, dialah yang menghadiahkan obat penawar tersebut untukku."

Lok Khi mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian tanyanya lagi: "Mengapa dia menghadiahkan obat penawar kepadamu? "

Sekali lagi Wi Tiong hong dibikin tertegun oleh pertanyaan tersebut, untuk sesaat dia menjadi gelagapan dan tak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan itu sebaik-baiknya.

"Soal ini.. . aku kurang begitu tahu . . . " sahutnya kemudian agak gugup, "Kau tidak tahu, aku tahu " Tidak menanti Wi Tiong hong buka suara, gadis itu menyambung lebih lanjut:

"Dia tidak menyukai kakak misannya " Wi Tiong hong lantas teringat kembali dengan sikap si nona berbaju hijau itu disaat menghadiahkan obat penawar itu kepadanya. waktu itu diapun pernah berkata kalau merasa tidak leluasa menyaksikan keangkuhan dan kesombongan pemuda berbaju biru itu.

Diam-diam diapun merasa kagum sekali atas ketelitian adik misannya ini dalam menganalisa setiap persoalan.

Ketika Lok Khi menyaksikan pemudaitu hanya menunduk belaka tanpa berbicara, mendadak sambil tertawa ia mengerling sekejap kearah Wi Tiong hong, kemudian ujarnya lagi:

"Tahukah kau? Yang dia sukai sebenarnya adalah kakak misanku?"

Merah padam selembar wajah Wi Tiong-hong karena jengah, buru-buru serunya agak tersipu:

“Huuus, kau jangan sembarangan berbicara."

“Hm, apakah aku salah berbicara? Tadi, aku dapat melihat kalau dia sedang memandang ke arahmu dengan pandangan yang begitu hangat dan mesra."

Wi Tiong hong tidak menjawab, dia hanya membungkam terus dalam seribu bahasa.

Melihat itu, Lok Khi makin marah, sambil berpaling serunya, "Lebih baik kau jangan berlagak bodoh, hmm tentu saja kaupun mempunyai maksud kepadanya kalau tidak. mengapa kau melarang aku untuk melukai dirinya? "

Sepatah demi sepatah kata gadis itu mendesak terus sang pemuda dan berusaha memojokkan dia.

Dasar perempuan, kalau sudah terlibat didalam persoalan tersebut, biasanya dia memang enggan mengendorkan sikapnya barang sedikitpun jua, paras muka Wi Tiong hong berubah semakin memerah, akhirnya dia berkata dengan serius:

"Mungkin hal ini dikarenakan dia pernah melepaskan budi pertolongan kepadaku."

Mendadak Lok Khi mengerdipkan mata, dua titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya, sambil cemberut ia berseru:

"Sewaktu dia melancarkan serangan dengan gencar dan dahsyat kepadaku, mengapa kau tidak melarangnya untuk menghentikan serangan tersebut? Hm, sudah jelas kalau kau berat sebelah dan lebih condong untuk membelai dia."

"Eeeh, eeeh, adikku, harap kau jangan banyak curiga" dengan gugup Wi Tiong hong berseru. "aku tidak begitu kenal dengan dirinya, bagaimana mungkin aku bisa menyuruhnya untuk menghentikan serangan? "

Mendadak Lok Khi membalikan badannya sambil mengomel. "Sekali berjumpa masih asing, dua kali bertemu sudah akrab,

apakah kau anggap belum akrab dengannya? "

Selesai berkata dia lantas beranjak meninggalkan ruangan itu, kemudian-... "Blaamm" dia menutup pintu kamar itu keras-keras.

Pada hakekatnya tuduhan tersebut merupakan sebuah tuduhan tanpa dasar, tak heran kalau Wi Tiong hong dibikin gelagapan setengah mati, dengan gugup dia berseru: "Adikku adikku..."

Lok Khi sama sekali tidak menggubris, dia lari terus dan kembali kedalam kamarnya.

Wi Tiong hong berdiri beberapa saat lamanya didepan kamar tidurnya, setelah tidak mendengar suara apa apa lagi, mungkin gadis itu tertidur karena mangkel, terpaksa sambil menggelengkan kepalanya berulang kali ia kembali ke kamar sendiri untuk beristirahat.

-oooDowooo- DENGAN terburu buru Lok Khi menerjang masuk kedalam kamarnya, waktu itu dia hanya merasa mangkel dan terdorong oleh sifat kewanitaannya yang suka cemburu saja, padahal keadaan seperti ini sesungguhnya sudah lumrah dan seringkali dijumpai.

Biasanya setelah terjadi suatu kesalahan paham maka hubungan kedua belah pihak akan semakin bertambah akrab dan mesra, asal Wi Tiong hong bersedia minta maaf saja kepada sinona, maka urusan pasti akan beres denpan sendirinya, dan si nona pun tetap akan membukakan pintu baginya.

Tapi dikala Lok Khi menerjang masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu kamarnya dengan sekuat tenaga itulah, mendadak dia menyaksikan ada seseorang sedang duduk ditepi pembaringannya.

Itulah seorang gadis berbaju hitam yang mengenakan kain kerudung berwarna hitam pula, waktu itu dia sedang bangkit berdiri.

Setelah berdiri terperanjat, dengan perasaan terkejut bercampur girang Lok Khi segera menubruk kedepan, serunya manja: "oooo . .

. . ji-suci."

Pelan-pelan gadis berbaju hitam itu melepaskan kain kerudung hitam yang menutupi wajahnya hingga tampaklah raut wajahnya yang cantik jelita itu, kemudian bisiknya: "Sam moy, jangan keras keras "

"Ji suci, kapan kau datang? Hampir saja membuatku amat terperanjat ..."

Gadis berbaju hitam itu tersenyum. "Toako bilang sam moy sudah mempunyai kekasih hati, aku agak tidak percaya, tak tahunya apa yang dia katakan memang merupakan kenyataan, kalau begitu cici harus mengucapkan selamat kepadamu "

Merah jengah selembar wajah Lok Khi, agak tersipu-sipu katanya: "Aah, ji suci jahat, kau hanya suka menggoda aku saja . .

." "Apa sih yang kau malukan lagi?" tukas gadis berbaju hitam itu sambil tertawa rendah "bukan cuma cici saja yang merasa gembira, bahkan suhu dia orang tuapun ikut bergembira bagimu, Toa-suko memuji wataknya yang baik, ternyata apa yang dia katakan memang benar."

Lok Khi cepat-cepat menutupi telinga sendiri sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Ji-suci, harap kau jangan membicarakan tentang soal seperti itu, aku tak mau mendengarkan, aku tak mau mendengarkan lagi." Padahal secara diam-diam ia merasa girangnya bukan main.

Sambil tertawa ringan kembali gadis berbaju hitam itu berkata: "Hubungan kita sebagai sesama saudara seperguruan lebih akrab

daripada saudara kandung sendiri, apa gunanya kau merahasiakan persoalan itu dihadapanku? Baik, kalau tak mau dibicarakan yaaa sudahlah."

"Ji suci, secara tiba-tiba saja kau menampakkan diri sini, sebenarnya ada urusan apa?" tanya Lok Khi kemudian sambil mengangkat kepala.

"Tentu saja ada urusan, ketika suhu mendengar Lou-bun si tersebut berhasil dirampas oleh orang orang Ban kiam hwee, dia lantas mendamprat toa suko habis-habisan, kata suhu sekalipun kita sudah lepas tangan, tapi takkan rela kalau benda itu terjatuh ke tangan pihak Ban kiam hwee oleh sebab itu dia menitahkan kepadamu untuk merampasnya kembali."

Sekujur badan Lok Khi bergetar keras karena terkejut, serunya agak tertahan: "Beliau menyuruh siaumoay merebutnya kembali? "

"Benar." gadis berbaju hitam itu tertawa hambar "dewasa ini hanya kau seorang yang sanggup merampasnya kembali."

Lok Khi segera ternganga dengan penuh keheranan, dia seperti tak tahu apa yang mesti dilakukan.

Sambil tertawa gadis berbaju hitam itu berkata lagi: "Sam-sumoay, kaupun nampaknya tolol amat bukankah dalam sakunya terdapat lencana Siu lo cin leng? "

"Jadi maksud suhu . . ." Lok Khi agak ragu-ragu. Dengan suara lembut gadis berbaju hitam itu berkata.

"Jangan takut, suhu telah menitahkan kepada Toa suko dan kepadaku untuk melindungi kalian secara diam-diam, entah benda itu berhasil diminta kembali atau tidak. semuanya tak menjadi soal, yang penting adalah kau harus berkunjung ke situ.”

“Mengapa harus begini?"

Gadis berbaju hitam itu segera tersenyum.

"Tentang soal ini, kau akan mengetahui dengan sendirinya di kemudian hari...." Berbicara sampai disitu, sambil tertawa cekikikan dia melanjutkan "Nah, cukup sudah, sekarang aku hendak pergi dulu, paling baik kalau besok pagi kalian segera berangkat. oya, suhu juga bilang, tentang urusanmu, dia orang tua merasa setuju sekali..."

Belum selesai berkata, gadis itu sudah melompat keluar lewat jendela, dan bagaikan segulung asap. tahu-tahu ia sudah berlalu dari situ dan lenyap dari pandangan mata.

Keesokan harinya, sementara Wi Tiong hong masih tertidur nyenyak. ketukan pintu yang sangat ramai telah membangunkannya dari tidur.

Dengan cepat dia melompat bangun dan siap menegur, tapi sebelum ia sempat membuka suara, Lok Khi sudah berteriak dari luarpintu: "Engkoh Hong, cepat bangun "

oooooDxWooooo

WI TIONG-HONG segera melompat turun dari pembaringannya. "Adikku, apakah telah terjadi sesuatu? " serunya. "Tidak, tidak ada sesuatu yang terjadi, kira harus segera melanjutkan perjalanan sekarang"

"Kita hendak ke mana? " tanya Wi Tiong tertegun: "Bukit Kiam-bun san "

Wi Tiong hong semakin keheranan lagi, kembali dia bertanya: "Ada urusan apa pergi ke Kiam bun san? "

"Kalau kau tak mau pergi yaa sudahlah, biar aku pergi kesitu seorang diri..." seru Lok Khi tak sabar.

Selesai berkata, dia lantas membalikkan badan dan siap berlalu dari situ...

Buru-buru wi Tiong hong berseri "Adikku, apakah kau masih marah kepadaku? Kalau kau menyuruh aku pergi, tentu saja aku akan pergi bersamamu, masa cuma bertanya saja tidak boleh..? "

Lok Khi mencibirkan bibirnya yang tebal hingga nampak dua baris giginya yang putih bersih, kemudian ujarnya sambil tertawa

"Aku masih mengira kau hendak pergi mencari si nona yang datang dari Lam hay itu, sehingga tidak bersedia melanjutkan perjalanan bersamaku "

Merah jengah selembar wajah Wi Tiong hong, buru-buru serunya lagi dengan serius.

"Adikku, kita sedang membicarakan soal penting, mengapa kau selalu melantur kesoal yang tak karuan? cepat beritahu kepadaku, ada urusan apa kau hendak pergi ke Kiam bua san? "

"Mencari orang orang dari Ban kiam hwe"

"Mengapa harus begitu" tanya Wi Tiong hong lagi dengan nada amat terperanjat.

"Ting ci kang telah menggabungkan diri dengan pihak Ban kiam hwee, tahukah kau akan hal ini? "

"Tidak" pemuda itu menggeleng. Lok Khi segera mendengus.

“Hmm, kau dan Ting ci kang bersama-sama dibekuk oleh orang- orang Ban kiam hwee, kemudian toako lah yang telah menanggungmu keluar, sedangkan kau menggunakan lencana Lo Cin leng meminta kepada pihak Ban kiam hwee untuk membebaskan Ting ci kang bukankah begitu? "

Ketika Wi Tiong hong mendengar gadis itu berkata. "Toako telah menanggungmu keluar," tanpa terasa hatinya menjadiamat terperanjat segera teriaknya tertahan-

"Jadi Kam heng adalah toakomu? Mengapa tidak kau beritahukan kepadaku sejak dulu? "

Lok Khi tertawa.

"Mengapa pada saat ini pun belum terlambat, mengapa mesti bingung. Dia adalah toa-suko ku, eh mm, pertanyaanku tadi belum kau jawab, ayo jawab dulu..."

Ketika Wi Tiong hong mendengar kalau gadis itu adalah anak murid Thian Sat nio, dalam hati kecilnya segera timbul suatu perasaan yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.

Kam Liu cu telah melepaskan budi kepadanya, Lok Khi juga pernah menyelamatkan jiwanya, kalau dibilang semestinya Thian Sat nio adalah seorang gembong iblis yang membunuh orang itu bersikap sangat baik kepadanya.

Pemuda itu hanya melamunkan persoalan yang memenuhi benaknya saja, sambil melamun dia pun manggut-manggut. Terdengar Lok Khi berkata lebih jauh.

"Padahal sewaktu Ting ci kang mengadakan pembicaraan dengan Chin Tay seng, congkoan pita hitam dari Ban kiam hwee tempo hari, dia sudah menggabungkan diri dengan pihak Ban kiam hwee, kemudian kau menanggungnya keluar dengan mempergunakan lencana Siulo Cin keng, tindakanmu itu justru telah terjebak oleh siasat mereka.” “Hal ini tak mungkin terjadi." seru Wi Tiong liong tertegun. “Hmmm, hal ini hanya tidak diketahui oleh mu saja, padahal

segala sesuatunya sudah mereka atur dengan serapinya, setelah Ting ci kang dibebaskan waktu itu, bukankah kalian bersantap di rumah makan Hwee pia loo? Aku dan toako berada tak jauh dari kalian berdua."

"Mengapa aku tidak menyaksikan kalian? " tanya Wi Tiong-hong dengan perasaan keheranan.

Lok Khi tidak menjawab pertanyaan itu, melainkan melanjutkan kembali kata-katanya: "Kemudian bukankah kau pergi dahulu untuk menyampaikan pesan dari Tok Hayjl? "

Dikala Ting ci kang bangkit berdiri untuk membayar rekening, secara diam-diam dia telah menyampaikan kabar berita keluar, orang yang menyaru sebagai seorang saudagar itu Sesungguhnya adalah penyaruan dari orang orang Ban kiam hwee."

"Kabar apa Sih yang dia Sampaikan kepada pihak Ban kiam hwee? " tanya Wi Tiong-hong lagi keheranan.

"Yakni pesan dari Tok Hay ji yang telah di sampaikan kepadamu itu, dari beberapa patah kata tersebut, terutama pada kalimat yang terakhir justru menyangkut tentang jejak Lou bun si tersebut, oleh karena itu di kala Ting ci kang merampas Lou bun si tersebut dari tanganmu, kesemuanya ini adalah atas perintah dari Ban kiam hwee...”

“Apa mungkin untuk memintanya kembali? "

"Bukankah kau mempunyai lencana siu lo-cin keng? sekali pun Ban kiam hwee sangat lihay, aku rasa mereka pun tidak akan berani membangkang perintah dari lencana milik Siu lo cinkun tersebut..."

Wi Tiong hong tak mengetahui sampai dimanakah daya pengaruh lencana Siu lo cin keng tersebut terhadap umat persilatan?

Tapi kalau dilihat dari sikap Thian Sat nlo yang segera mengundurkan diri setelah menyaksikan lencana tersebut tempo hari, kemudian sikap Kam Liu cu yang menyuruhnya menggunakan lencana itu untuk minta orang dari Chin congkoan, bisa ditarik kesimpulan kalau lencana mana memang benar-benar memiliki kekuasaan yang luar biasa sekali. Namun pemuda itu menggelengkan kepalanya lagi seraya berkata.

"Sudah kukatakan sejak dulu, Lou bun si hanyalah benda yang kutemukan tanpa sengaja, sekalipun berhasil diminta kembali, sesungguhnya benda tersebut tak ada manfaatnya sama sekali terhadap diriku, sudahlah, biarkan saja benda itu diperoleh mereka."

"Tidak bisa" seru Lok Khi mendongkol, "sekalipun Lou bun si sama sekali tak berguna bagimu, kita harus memintanya juga , kalau dibilang hal ini hanya dikarenakan Ting ci kang yang kemaruk harta dan kemudian merampasnya dari tanganmu maka anggap saja hal sebagai kesalahanmu sendiri didalam pergaulan sehingga mengenali manusia semacam ini."

Tapi orang yang merampas Lou bun si dari tanganmu itu jelas adalah orang-orang dari Ban kiam hwee, mereka sudah mempunyai rencana busuk untuk merampas benda itu, bahkan sudah jelas mengetahui kalau dalam sakumu terdapat Lencana Siu lo cin keng, jelas tahu kalau kau adalah sahabat toakoku, mereka masih bersikap begitu keji terhadap dirimu, bukankah hal ini sama artinya dengan tidak memandang sebelah matapun terhadap kita? sekalipun kita tidak membutuhkan benda itu, namun sudah sewajarnya kalau benda itu kita tuntut kembali, paling tidak kita akan menghancur lumatkan benda tersebut dihadapan mereka, agar pihak Ban kiam bwee tidak memungut keuntungun tersebut dengan seenaknya."

Wi Tiong hong Cukup memahami watak dari gadis tersebut dia termenung dan berpikir sebentar, kemudian serunya: "Tentang soal ini..."

"Tak usah ini itu lagi, orang lain telah merampas barangmu, sudah sewajarnya kalau kau pun menuntutnya kembali, tapi kalau kau memang takut terhadap kelihayan orang-orang Ban kiam hwee, ya... sudahlah. " Dibakar hatinya oleh gadis tersebut, wi-Tiong hong segera merasakan semangatnya berkobar kembali, ia segera tertawa-tawa.

“Haaa haaa haaa siapa sih yang takut dengan pihak Ban kiam hwee? ”

“Kalau tidak takut, itu mah lebih bagus lagi" seru Lok Khi sambil tertawa geli. Kemudian sambil mendorong Wi Tiong-hong, serunya lagi: "cepat bersihkan muka, kita berangkat sekarang juga "

Wi Tiong hong tak bisa menangkan gadis itu maka setelah membersihkan muka dan bersarapan pagi, buru-buru mereka membayar rekening lalu berangkat.

Ketika pelayan itu menyaksikan ke dua orang tamunya hendak keluar pintu lagi, cepat menyusul dari belakang, kemudian katanya sambil tertawa paksa. "Wi-ya berdua, apakah kamar kalian akan dipergunakan lagi? "

"Tidak usah, kami masih ada urusan penting yang harus segera diselesaikan." sahut pemuda itu sambil tertawa.

Mereka berdua berangkat meninggalkan rumah penginapan dan menelusuri jalan raya.

Baru melewati dua buah jalan raya, mendadak dari arah belakang terdengar seseorang berseru memanggil: " Wi sauhiap..."

Dengan perasaan tertegun Wi Tiong hong berpaling, tampak dua orang lelaki berbaju biru sedang memburu datang.

Wi Tiong-hong tidak kenal dengan mereka berdua, akan tetapi melihat mereka berlarian mendekat dengan keringat bercucuran seakan-akan ada sesuatu urusan penting yang hendak disampaikan saja, dia lantas tahu kalau mereka ada urusan dengannya.

Kejadian ini kontan saja membuat hatinya merasa keheranan, pelan-pelan ia bertanya, "Ada urusan apakah kalian berdua mencariku? "

Dua orang lelaki berbaju biru itu bersama-sama membungkukkan badan memberi hormat, lalu katanya. "Hamba adalah anggota perguruan Thi pit pang, sewaktu berada diperusahaan An wan piaukiok tempo hari pernah bersua dengan Wi sau hiap. telah pergi buru-buru kami menyusul ke mari, untung saja kami berhasil menyusul Wi sauhiap"

"Engkoh Hong, kau kenal dengan mereka?" tiba-tiba Lok Khi bertanya, Wi Tiong-hong menggelengkan kepalanya berulang kali, kepada kedua orang itu ia lantas bertanya. "Ada urusan apakah kalian mencari aku?" Lelaki yang berada disebelah kiri itu segera menjawab. "Hamba mendapat perintah untuk mengundang Wi sauhiap”

“Kalian mendapat perintah dari siapa? "

"Dari Tam dan Ku huhoat, katanya ada urusan yang penting sekali hendak di bicarakan dengan Wi sauhiap."

Mendengar perkataan itu Wi Tiong hong kembali berpikir. "Aku tidak kenal dengan Tam huhoat dan Ku huhoat kalian."

Lelaki yang berada disebelah kanan-buru buru menerangkan- "Tam huhoat kami disebut orang persilatan sebagai Thipoan (pena baja) Tam Si hoa, sedangkan Ku huhoat kami disebut orang To ciok- siu (Mahluk bertanduk tunggal) Ku Tiang sun, mereka selalu berada didalam markas besar dan jarang sekali melakukan perjalanan didalam dunia persilatan."

"Ada urusan apa mereka mencari aku? "

Lelaki yang berada disebelah kiri segera menjura dalam-dalam, sahutnya.

“Hamba tak begitu tahu, tapi menurut Tam hu hoat, urusan itu sangat penting sekali artinya, harap Wi sauhiap bersedia untuk berkunjung sebentar ke sana."

"Sekalipun amat penting, itu kan urusan kalian sendiri, apa sangkut pautnya dengan kami? " timbrung Lok Khi mendadak, "engkoh Hong, mari kita pergi saja " Lelaki yang berada disebelah kiri itu menjadi gelisah sekali, "harap sudilah kiranya..."

Lok Khi segera mendengus dingin, tukasnya:

“Hmmm, kalau teman semacam Ting ci kang mah.." sebenarnya ia hendak bilang "Kalau teman semacam Ting ci-kang mah tak bisa dianggap seorang teman lagi", namun sebelum ia menyelesaikan kata-kata tersebut, mendadak gadis itu berhenti ditengah jalan-Dari mimik wajah ke dua orang lelaki berbaju biru itu, wi Tiong-hong dapat merasakan kegelisahan orang, dia mengerti hal ini pasti disebabkan oleh sesuatu alasan, maka katanya kemudian:

"Adikku, mungkin mereka benar-benar mempunyai urusan yang amat penting, biar ku tanyai dahulu sampai jelas." Lalu sambil mengangkat kepala tanya nya: "Kini, ke dua orang huhoat kalian berada di mana? "

"Ku huhoat masih berada di istana Sik jia tian, sedang kan Tam huhoat telah kemari, sekarang ia berada di rumah penginapan Ko cian menantikan kedatangan Wi sauhiap."

"Adikku, bagaimana kalau kita kembali dan melihat-lihat dulu? " ujar Wi Tiong hong kemudian-

Lok Khi segera mencibirkan bibirnya dengan cemberut “Huuuuh, kau memang sukanya mencampuri urusan orang..."

Tapi setelah mengucapkan perkataan itu, mendadak satu ingatan melintas dalam benak nya. ia lantas berpikir:

”Jangan-jangan urusan ini ada hubungannya dengan Lou-bun-si? " Berpikir sampai disitu dia lantas berbisik: "Engkoh Hong, mari kita berangkat."

Mereka berdua segera berjalan mengikuti di belakang kedua orang lelaki berbaju biru itu kembali kerumah penginapan Ko clan- Tatkala sang pelayan menyaksikan wi Tiong hong dan Lok Khi yang baru keluar rumah muncul kembali disitu, tanpa terasa ia menyambut kedatangan mereka dengan senyum dikulum, serunya. "Wi ya, baru saja kalian keluar rumah, sudah ada orang yang datang mencari, kini dia sedang menunggu diruang belakang.”

“Aku sudah tahu" Wi Tiong hong manggut-manggut.

-ooodowooo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar