Nagabumi Eps 187: Ch'i

Eps 187: Ch'i

DEMIKIANLAH lima ratus bhiksu ini mendengung dan dalam dengungannya kupelajari tenaga dalam seperti yang mereka pelajari, yakni yang disebut ch'i. Jika para pendekar bisa mengukur tinggi rendahnya ilmu silat seseorang hanya dari caranya melangkah, dan hanya karena itu bisa langsung berkelebat dan bertarung, melalui ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang dapat kujejaki olah pernapasan semacam apa yang selama ini dilakukan para bhiksu Shaolin.

Banyak aliran di Negeri Atap Langit mengajarkan bentuk lembut ilmu silat. Semuanya dimulai dan ditutup dengan ch'i atau tenaga dari dalam. Cara menguasai tenaga ini seperti menembus ketidaktahuan, dan mencapai keadaan saat hidup dan mati melepaskan bobot ketakutannya. Apabila keadaan ini tercapai, suatu ancaman tidak akan mengganggu dan pancingan apapun tidak akan menarik perhatian. Seseorang akan menjadi tuan atas dirinya sendiri.

Terdapat dua sisi ch'i. Pertama seseorang mesti mengolah, kemudian melatihnya. Ketika tenaga diolah berlangsung keseimbangan dalam tubuh, sehingga jiwa terheningkan dan setiap gerak menjadi anggun dan sesuai. Apabila ini tercapai, barulah seseorang bisa bicara tentang menghadapi lawan. Kong Fuzi menekankan pentingnya ch'i, ketika tiada lain selain mengalahkan lawan yang dapat dilakukan ilmu silat.

Ch'i diolah tanpa usaha yang sadar. Dengan kesadaran, pernapasan dilatih dalam penghirupan dan pelepasan. Semula akan berlangsung dari lembut ke keras, tetapi kemudian harus dibalik dari keras ke lembut. Ilmu silat yang berhasil dengan pendekatan ini menggabungkan yang lembut dan yang keras. Sangat penting untuk menjadi lembut bersama yang lemah dan menjadi keras bersama yang kuat. Ketika lembut di sisi kanan haruslah menjadi keras di s isi kiri.

Pernah disampaikan oleh Yan Zi kepadaku.

''Kekuatan berbalik dari lembut menuju keras dan ch'i menjadi kuat karena pengolahan. Kekuatan berasal dari chii dan bertindak begitu ch'i tenggelam. Tanpa ch'i tiada kekuatan. Seorang pesilat tukang jual obat gerakannya tampak ganas, tetapi tanpa kekuatan yang benar dalam pukulannya. Pesilat sejati tidak terlalu cemerlang gerakannya, tetapi sentuhan seberat gunung. Melalui pembelajaran yang panjang segenap ch'i dapat terpusatkan pada titik serangan. Kehendak memerintahkan ch'i yang bisa dipusatkan ke titik manapun dengan seketika,'' katanya.

Dalam melatih ch'i, sebelumnya seseorang harus lebih dulu memantapkan kuda-kudanya. Ia harus berdiri dengan kaki seperti menunggang kuda, yang akan memungkinkannya naik atau turun dengan cepat, sehingga pinggang dan kakinya bertahan lama, serta seluruh tubuhnya kukuh. Dengan begini siapa pun akan tetap berdiri teguh meski berada di tepi jurang yang curam.

Setelah mencapai kedudukan seperti ini, ia harus mengarahkan chii ke bawah batang tubuh, dan menjaganya agar tidak mengalir ke dada, karena jika terjadi maka bagian atas akan menjadi lebih berat dan ia tak akan bisa mengakarkan kakinya ke bumi. Banyak yang jatuh meski hanya didorong tanpa pengerahan tenaga, karena tidak pernah berlatih bagaimana harus berdiri.

Yan Zi pun saat itu mengutip sebuah pepatah Negeri Atap Langit.

sebelum kamu belajar mengalahkan yang lain kamu harus lebih dulu belajar berdiri

Hanya dengan menahan ch'i berada di bawah pusar, maka seseorang akan kukuh kuda-kudanya pada saat apapun dan di mana pun ia berada.

''Setelah itu barulah seseorang dianggap siap belajar ilmu silat,'' ujar Yan Zi, lagi. Ia berkisah bagaimana di Perguruan Shaolin ini masalah kuda-kuda dianggap sangat penting, karena seorang murid dari hari ke hari diwajibkan berdiri dengan kuda-kuda yang telah diajarkan, dengan waktu yang setiap kali harus bertambah lama.

MESKIPUN semula dirasakan berat, karena kaki menjadi sakit sekali, mereka harus tetap berdiri set iap hari sampai kesakitan itu hilang dengan sendirinya, yang berarti ch'i telah membenam ke bawah pusar dan menguatkan kaki.

Saat itulah di tepi tebing, di puncak gunung, maupun di bawah air terjun, tangan akan bergerak, setelah ch'i diarahkan turun dari ketiak ke ujung jari. Lantas seluruh kekuatan tubuh diarahkan menuju dan melalui tangan. Maka tubuh, kaki, dan tangan akan menari dengan seras i. Urat dan otot akan terhidupkan dan aliran darah menjadi lebih lancar. Tubuh akan menanggapi dengan sempurna bahkan atas permintaan yang paling ringan.

Dengung lebah yang berasal dari gumam doa para bhiksu naik turun seperti gelombang tenang mengarungi lautan. Dari suara itulah, melalui ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang, bisa kujejaki bagaimana paru-paru menjadi tempat penyimpanan udara, sedangkan udara merupakan tuan dari kekuatan. Siapapun yang bicara tentang kekuatan harus mengenal udara, ini merupakan kebenaran semesta. Paru- paru yang baik sama dengan kekuatan berdaya, lemah paru- paru tak berdaya pula kekuatannya. Seorang pesilat belajar bernapas dengan pantas.

Yan Zi sempat bercerita dalam perjalanan, bahwa dalam dunia persilatan Negeri Atap Langit di bagian utara pernapasan merupakan prasyarat pertama untuk menimba daya raga. Terbukti betapa para bhiksu yang tampaknya kurus kering mampu mengangkat batu gunung sebesar kerbau. Pernapasan membawa kekuatan bagi tangan. Sementara itu, dunia persilatan Negeri Atap Langit di bagian se latan, terbiasa melatih kuda-kuda sebagai prasyarat pertama daripada melatih pernapasan. Ini disebabkan oleh pemahaman bahwa anggota tubuh bagian bisa rusak karena kesalahan pernapasan. Namun Perguruan Shaolin di tepi hutan ini, yang juga berada di bagian selatan, tentu merupakan perkecualian.

Kudengar langsung cara mereka bernapas dalam doa berdengung lebah itu, yang terjejaki menghindari empat tabu. Pertama, tidak melakukan perputaran menghirup dan mengeluarkan napas lebih dari seratus kali, bahkan kudengar banyak yang cukup 49 kali. Kedua, bahwa jika mereka melatih pernapasan mereka pagi hari, itu dilakukan di tempat yang terlindungi dengan baik, agar tak bernapas dalam debu, dan seperti sekarang, latihan malam berlangsung di luar. Ketiga, mulut tidak digunakan untuk bernapas, kecuali ketika mengawalinya, menghirup dan menghembuskan napas sampai tiga kali, karena akan membersihkan perut dari udara basi, selebihnya pernapasan harus melalui hidung. Keempat, sekali memberlangsungkan perputaran ch'i dan darah, tidaklah dibenarkan pikiran sendiri mengganggu, pikiran mesti terpusatkan dalam latihan, karena jika tidak maka tidak akan pernah sampai pada kemajuan.

''Empat tabu itu harus dihindari,'' kata Yan Zi, ''karena dengan kemajuan yang dicapai urat dan otot, akan didapat kelenturan dan seluruh tubuh akan menjadi lebih kuat. Ch'i dan darah akan mengalir dalam keserasian sempurna bersama pernapasan. Lantas ch'i akan bisa diarahkan ke bagian tubuh manapun dalam waktu yang nyaris seketika. Kehendak mengarahkan ch'i bersama dengan kekuatan. Lantas, hanya sebuah sentuhan kepada lawan akan berakibat gawat. Ch'i memang tak terjelaskan dan dahsyat takterduga!''

Betapapun, bahkan diriku yang mampu menepuk batu menjadi abu, tidak pernah mendapat penjelasan tentang tenaga dalam yang di Negeri Atap Langit disebut ch'i sebaik itu. Seorang suhu disebutkan pernah berkata, bahwa ch'i dapat menjadi pelindung di sekujur bagian tubuh manapun. Seorang pesilat dapat mengarahkan chii ke kepala, dada, perut, bahkan pukulan gada besi ke bagian-bagian tubuh itu tidak akan menyakitkan sama sekali.

Yan Zi telah memberitahu bahwa di Negeri Atap Langit bagian utara terdapart dua aliran pernapasan, yakni aliran Hsichiang dan Honan. Rahasia dasar mereka terletak pada penerapan yang menekankan hembusan napas panjang dan penghirupan napas pendek. Intinya dimulai dari berdiri tegak lurus dan menghembuskan napas tiga kali melalui mulut. Lantas sang pesilat menekuk pinggangnya dan memanjangkan lengannya ke bawah, kemudian menepukkan tangannya dan mengangkatnya seperti mengangkat batu gunung sebesar kerbau. Selama bergerak, ia mengarahkan ch'i ke pusar dan ketiaknya dengan menghirup napas. Berdiri tegak lurus, ia memukulkan tangan kiri dan lantas kanan dengan telapak terbuka ke depan, menghentakkan napas keluar melalui mulut, untuk menghindari akibat sampingan. 

AKU masih terus mendengar dan membaca riwayat pernapasan yang tergurat dalam dengungan lebah itu. Jika semua bhiksu ini telah menerapkan semuanya, setiap orang tentu akan memukulkan tangannya ke atas atau ke samping kiri dan kanan, dengan tujuan selalu untuk mendorong peredaran ch'i. Ketika memukul ke atas, ia merasakan ch'i menuju ketiak dan turun ke setiap ujung jari. Ketika menuju ke samping maka pusarnya penuh dengan ch'i. Ketika membawa kembali lengan ke samping kiri dan kanan tubuhnya, ia menutupkan tangan dan menariknya bagai terdapat beban yang berat.

''Ketekunan merupakan kata kunci di sini,'' kata Yan Zi, ''peningkatan datang bersama kesabaran.''

Aku masih membaca guratan jejak napas pada suara, ketika ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang memberitahukan kepadaku, betapa di balik suara dengung ribuan lebah ini, di luar tembok terdengar suara ratusan langkah mengendap-endap!

Kini aku mengerti, kenapa Penjaga Langit meminta aku tetap tinggal, karena betapapun tingginya ilmu silat para bhiksu Shaolin, tenggelamnya perhatian kepada berlangsungnya upacara dalam suasana perkabungan yang mendalam, sedikit banyak juga akan menurunkan tingkat kewaspadaan. Meski hanya sedikit, dan hanya sebentar, seperti kata ibuku, hanya perlu titik kelemahan seujung jarum dan saat kelengahan kurang dari sekejap, untuk membuat seorang pendekar tak terkalahkan sekalipun mendadak pindah dari dunia ini ke dunia lain.

Maka kukirimkan pesan kepada Penjaga Langit melalui dengung lebah yang mengambang di udara itu. Aku menggerak-gerakkan mulut mengucapkan kata-kata tanpa suara, yang menggurat udara dan merayapi dengungan sampai ke telinga Penjaga, yang dengan ketinggian ilmunya tentu mampu menguraikan getaran yang terbentuk gerakan mulut dan lidahku menjadi suara berbahasa.

Sehabis mengirim pesan aku pun berkelebat dan melenting ke balik tembok. Siapapun mereka yang datang ini, selama datangnya dengan cara mengendap-endap, tidak berlebihan kiranya dicurigai sebagai tidak bermaksud baik.

Aku telah berpesan kepada Penjaga Langit agar diteruskannya saja memimpin upacara dan biarlah diriku menyambut kedatangan tamu-tamu yang tidak diundang ini. Aku memang tidak menunggu jawaban Penjaga Langit, karena siapapun yang mengerahkan banyak orang ke Perguruan Shaolin untuk maksud yang kurang berkenan bagi para bhiksu itu, tentu tidak akan begitu bodohnya mengirim orang-orang berilmu rendah. Siapapun yang ingin mencapai keberhasilan dalam tujuannya mengerahkan orang-orang ini, setidaknya akan mengirim orang-orang dari rimba hijau, yang jika tidak setara tentu lebih tinggi ilm unya dibanding para bhiksu Perguruan Shaolin ini.

Itulah yang membuatku tidak menunggu jawaban lagi dan segera melayang ke atas menembus kegelapan. Telah kusebutkan betapa tembok Perguruan Shaolin itu tinggi dan megah bagaikan benteng. Perguruan itu bagai menempel pada tebing gunung batu di belakangnya, menjadikannya sebagai pertahanan yang kuat menghadapi serbuan pasukan sebesar apapun. Namun cerita menjadi lain jika yang menyerbu bukanlah pasukan tentara, melainkan para penyusup yang sangat tinggi ilmu silatnya, mungkin orang- orang golongan hitam, bahkan bisa melibatkan beberapa pendekar yang berganti haluan, dan menjual jiwanya demi bayaran. Dengan mengerahkan orang-orang rimba hijau dan sungai telaga yang sangat tinggi ilmu silatnya di antara barisan para penyusup, penyerbuan malam ini menjadi sangat berbahaya, dan keadaan para bhiksu sebetulnya sangat terancam!

Perkiraan ini terbukti ketika diriku tiba di atas tembok, ketika belum lagi hinggap aku sudah harus melenting jungkir balik, menghindari sambaran sabit-sabit bertali yang bagaikan memiliki mata itu. Dengan mengarahkan ch'i seperti yang biasa kulakukan, tetapi baru kudapat kejelasannya dalam penyelusuran dengung lebah para bhiksu, aku bisa berjungkir balik lagi menghindari sambaran sabit-sabit bertali berikutnya. Begitulah dengan mengarahkan ch'i ke s isi tubuh bagian yang kukehendaki, aku bisa bertahan mengambang di udara, miring ke kanan atau miring ke kiri, berputar balik dan balik berputar lagi, karena serangan memang bertubi-tubi dan bertingkat tinggi.

Sambil berputar balik itulah kulihat se luruh bagian atas tembok sudah dikuasai para penyusup yang berbusana seperti gembel, sehingga kini tiada lagi tempatku berpijak jika masih mau hinggap. ''Partai Pengemis!''

Aku berteriak dalam hati. Ini sangat mengherankan, karena tempat ini sangat jauh dari kota, bahkan kota yang paling terpencil sekalipun, yang membuat mereka bisa menjalankan perannya secara mantap sebagai pengemis, yang bisa muncul dan menghilang di berbagai tempat persembunyian bawah tanah dalam keramaian kota.

BELUM habis sabit-sabit bertali yang lain lagi berusaha menjiratku, jarum-jarum beracun melesat dari segala penjuru, sehingga sambil masih mengambang seperti itu, aku bukan saja mesti miring ke kanan dan ke kiri, tetapi juga membuat tubuhku telentang dan telungkup dengan cepat, untuk segera berputar-putar dengan memeluk lutut dalam Jurus Naga Meringkuk di Dalam Telur, agar segala serangan termentahkan dengan seketika pula.

Dari atas, nyala api lautan lilin tampak indah sekali. Limaratus bhiksu itu tidak mungkin tidak mendengar jarum- jarum beracun yang berjatuhan di belakangnya. Angin memang mendadak bertiup kencang, tetapi jika nyala lilin pun tidak mati, kenapa pula jarum-jarum beracun harus beterbangan entah ke mana. Jarum-jarum yang gagal mencapai sasarannya memang tidak jatuh berdenting-denting, tetapi tetap saja bagi telinga yang tajam karena ch'i yang terolah dengan matang, bunyi-bunyi terhalus dari jarum-jarum beracun yang jatuh baginya akan terdengar berdentang sangat jelas.

Mereka tetap mendengung di sana, tetapi sampai berapa lama? Dengan Jurus Naga Meringkuk di Dalam Telur aku masih berputar-putar dan melayang-layang ke sana dan kemari dicecar berbagai macam senjata bagai tiada habis- habisnya. Namun aku merasa harus bergerak lebih cepat, begitu rupa sehingga tidak mungkin sama sekali terlihat, dan tiada lain selain bergerak dalam pikiran dan menyerang pikiranlah yang harus kulakukan. Saat untuk berada di luar gerak dan menentukan keadaan hanya dengan pikiran, yang meskipun belum kuanggap terlalu matang, tetapi sudah dapat kuterapkan. Suatu awal dari Jurus Tanpa Bentuk.

Hanya dengan memikirkannya saja rontoklah dua puluh gelandangan dan pengemis gembel dari atas tembok, melayang kembali ke bawah di luar tembok perguruan, karena kubayangkan perguruan Shaolin yang merupakan kuil suci nan tak boleh dinodai.

Maka aku pun dapat hinggap di atas tembok dan menatap ke bawah, saat ketika berkelebat bayangan kuning nyaris menabrak diriku. Satu bayangan kuning, dan satu lagi, keduanya berturut-turut nyaris menabrakku, dan kutahu jika membenturku kekuatannya sama dengan batu gunung selaksa kati yang jatuh ke jurang dari tebing yang tinggi. Ternyata merekalah Cadas Kembar yang tewas dan dilemparkan dengan tenaga luar biasa, sehingga bahkan mataku hanya menangkapnya sebagai kelebat bayangan kuning yang nyaris menabrakku, dan kini melayang jatuh ke arah para bhiksu yang sebenarnyalah tiada ingin perkabungannya terganggu.

Segalanya berlangsung amat sangat cepat seperti kilatan petir. Tubuh kedua Cadas Kembar yang tampaknya meluncur ke bawah cepat sekali dan akan jatuh di tengah para bhiksu yang sedang mendengungkan suara lebah itu tiba-tiba lenyap disambar kelebat bayangan merah dan bayangan putih, sehingga tidak terjadi kekacauan apa pun di bawah itu, jika memang kekacauan adalah maksud dilemparkan kedua tubuh Cadas Kembar yang sudah tewas tersebut. Nyala api ribuan lilin masih menari-nari mengikuti angin yang berputar dari barat ke utara maupun dari selatan ke timur. Dengung lebah belum terputus, seolah para bhiksu tidak mengetahui apa saja yang telah terjadi.

Sekarang aku berpikir betapa kematian bhiksu kepala Penyangga Langit, sebenarnyalah merupakan bagian dari penyerbuan ini! Apakah urusannya sehingga Partai Pengemis datang dari jauh ke tempat yang tidak memungkinkan mereka mengemis? Namun diriku tidak bisa memikirkan lebih jauh, ketika begitu banyak sabit bertali tiba-tiba saja telah berputar secepat kilat menjeratku, dan langsung menyentakku ke bawah sehingga aku melayang jatuh ke luar tembok dengan begitu banyak tali menjirat tubuhku. Meskipun begitu pikiranku masih jelas ketika aku memutar tubuhku untuk melihat apa yang berlangsung di belakangku, dan ternyata dari puncak tebing batu di belakang perguruan itu beterjunan ratusan sosok berbusana gembel dengan senjata terhunus, langsung ke arah para bhiksu yang sedang tenggelam dalam doa bersama!

Tubuhku masih ditarik ke bawah ketika para pengemis yang terjun dengan senjata terhunus itu menghilang ke balik tembok. Menyadari pembantaian yang akan berlangsung, kugunakan Jurus Naga Meliuk Sambil Berjoged yang membuat tubuhku begitu saja lolos dari jeratan tali-tali itu, tepat pada saat terbanting di bumi. Tubuhku terpantul kembali ke atas tanpa jeratan tali-tali itu lagi. Aku langsung menjejak udara dan meluncur ke atas untuk masuk ke balik tembok perguruan lagi.

(Oo-dwkz-oO)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar