Legenda Pendekar Ulat Sutera Jilid 22 (Tamat)

Jilid 22 (Tamat)

Terakhir, surat Wan Fei-yang mengangkat satu hal yang belum sempat dia lakukan. Dia hidup dengan nasib tidak mujur, seringkah hal yang baik jarang mendekatinya. Maka dia tidak mempunyai harapan yang tinggi-tinggi. Dari samping, dia melihat Su Yan-hong adalah naganya manusia, bila bisa berpasangan dengan Fu Hiong- kun adalah jodoh yang paling bagus. Tapi sangat menyesal dia belum sempat menjodohkan mereka. Itu adalah penyesalan paling besar seumur hidupnya.

Setelah selesai membaca surat, semua orang bengong. Lapang dada Wan Fei-yang, cita-cita dia yang tinggi, benar-benar bukan mereka yang bisa melakukannya.

Su Yan-hong melihat Fu Hiong-kun, dia terharu.

Setelah semua orang tenang kembali, Su Yan-hong seperti sudah menyusun langkah-langkah selan jutnya. Sambil menghubungi Ong-souw-jin, dia dan Siau Cu juga berlatih Thian-liong-kun. Mereka berharap bisa membunuh Hen-lo-sat dengan Jit-sat-kim.

Menurunkan lonceng harus dilakukan oleh orang yang mengikat lonceng. Begitu suara Jit-sat-kim bisa memecahkan Bi-hun-tay- hoat, menghancurkan ancaman Hen-lo-sat, masalah lain akan mudah dihadapi.

Teringat Jit-sat-kim, mereka langsung teringat Lu Tan. Apakah Jit-sat-kim bisa memecahkan Bi-hun-tay-hoat? Lu Tan bisa membuktikannya.

Beng-cu sangat paham musik. Dia bisa mengatur senar-senar kecapi mengikuti buku musik. Tapi begitu dipetik, tenaga dalamnya tidak bisa terkumpul di sepuluh jarinya. Semakin dipetik tenaga dalam di tubuh semakin kacau dan tidak menentu. Nada di buku musik bisa mengganggu jalannya tenaga dalam nya, membuat tenaga dalamnya buyar. Yang pasti tidak bisa dipetik lagi.

Dia mengutarakan perasaannya. Semua orang merasa aneh. Kemudian Fu Hiong-kun, Su Ceng-cau dan Su Yan-hong mencoba, hasilnya sama.

Yang terakhir mencoba adalah Siau Cu. Siau Cu tidak mengerti musik sama sekali. Setelah diberi tahu tentang not-not musik, dia baru bisa memetik mengikuti buku musik. Yang pasti suara petikan Siau Cu tidak sama dengan orang lain, semakin dipetik semakin bersuara keras dan jernih. Tapi dia hanya bisa memetik tiga alinea kemudian melemah lagi. Begitu bertanya pada Siau Cu, ternyata tenaga dalamnya bukan menjadi buyar, malah semakin bergairah, tenaga dalam semakin bertambah. Kadang-kadang tidak sanggup diteruskan.

Sekarang semua orang baru mengerti, buku musik harus menggunakan tenaga dalam aliran Pek-lian-kau baru bisa mengeluarkan kewibawaannya. Lam-touw dan ketua Pek-lian-kau yang dulu, Put-lo-sin-sian bersaudara kandung. Asalnya mereka adalah murid Pek-lian-kau. Maka yang mengajarkan atau yang mempelajari pasti adalah tenaga dalam aliran Pek-lian-kau.

Walaupun hanya memainkan tiga alinea, tapi wajah Lu Tan yang tadinya bengong mulai menunjukkan perubahan. Begitu semua orang melihat perubahan itu, suara kecapi sudah melemah, maka perubahan wajah Lu Tan kembali menghilang.

Menambah tenaga dalam dengan waktu yang singkat bukan hal yang mudah. Dalam surat terakhir nya, Wan Fei-yang menuliskan satu lagi cara untuk meminjam tenaga dalam Ie-kin-keng, dan digabung dengan tenaga dalam perkumpulan sendiri.

Semua cara bergabung ada dalam Siauw-lim-pai. Apalagi Pek- lian-kau berasal dari Siauw-lim-si, ilmu tenaga dalam mereka masih banyak kesamaan.

Ie-kin-keng adalah pemberian Bu-wie Taysu, Wan Fei-yang sudah berjanji bila luka dalamnya sembuh, dia akan mengembalikan Ie-kin-keng ke Siauw-lim-si. Itu sangat masuk akal. Bila ingin membaca lagi, harus mendapatkan ijin dari Siauw-lim- pai, baru bisa membacanya. Tapi karena keadaan sudah mendesak, maka mereka sudah tidak berpikir panjang lagi.

209-209-209

Waktu Siau Cu dan Su Yan-hong berlatih Ie-kin-keng dan Thian- liong-kun dengan giat, Ji.n-kun mulai menjalankan rencana busuknya. Jin-kun menye satkan kaisar dan mengembalikan kedudukan Cu Kun-cau. Kemudian mengumumkan karena kaisar sedang sakit, maka kedudukan akan diberikan pada Cu Kun-cau. Pejabat-pejabat dalam kerajaan merasa aneh dan terkejut, ingin menentang sudah tidak sempat. Kemudian kaisar menurunkan perintah agar memilih waktu yang baik untuk Cu Kun-cau naik tahta dan mendirikan panggung berdoa.

Yang pasti ini adalah ide Jin-kun. Tujuannya mendirikan panggung berdoa adalah menjala semua dengan satu tempat.

Kecurangannya direncanakan di dalam Sam Seng (tiga jenis binatang untuk sembahyang: ayam, babi, ikan) untuk sembahyang kepada Thian. Biasanya Sam.Seng yang digunakan kaisar adalah babi dan kambing, ditambah dengan rusa atau ayam atau bebek. Sekarang San Seng yang akan dipakai adalah babi, kambing, dan sapi. Jin-kun mengambil kesempatan untuk melakukan rencana busuknya pada sapi itu.

Dia berencana mengganti darah sapi itu dengan darah sapi beracun. Pada hari sembahyang, dia akan menyembelih sapi itu di depan umum. Asalkan sapi itu masih hidup, tidak akan ada yang mencurigai dia, maka darah sapi beracun tidak akan ragu diminum oleh mereka. Setelah minum darah beracun, obat penawar sudah berada di tangannya. Mereka terpaksa harus menuruti apa yang akan dia perintahkan.

Demi berjaga-jaga bila terjadi sesuatu, satu barisan pengawal yang beranggotakan murid Pek-lian-kau akan mengawasi di lapangan. Termasuk Sam-cun ditambah dengan Hen-lo-sat, itu sudah cukup aman.

Semua rencana dijalankan secara rahasia. Walaupun Su Yan- hong tahu bahwa mendirikan panggung berdoa adalah ide Jin-kun tapi dia tidak tahu di mana ada yang tidak beres. Dia ingin melarang pejabat-pejabat untuk pergi ke sana, tapi sekali pun ada maksud dia tidak berdaya.

Tujuan mendirikan panggung berdoa adalah agar Thian melindungi kaisar untuk cepat pulih dan kembali sehat. Kecuali orang yang berani terang-terangan menentang kaisar, jika tidak semua orang pasti akan pergi. Ong-souw-jin juga terpaksa harus pergi ke sana. Dia memberikan pelakat perintah pasukan kepada Su Yan-hong agar bisa melihat situasi untuk bertindak.

Kang Pin dan Kao Sen sudah mendapat kabar bahwa murid- murid Pek-lian-kau sudah bergerak, maka Su Yan-hong semakin yakin bahwa mendirikan panggung adalah suatu jebakan. Maka dia mencari bukti agar bisa mencegahnya pada waktu tepat.

210-210-210

Hari pelaksanaan panggung berdoa sudah sampai. Sebelum tiba waktunya, semua pejabat sudah berkumpul di depan panggung. Su Yan-hong berangkat dengan baju lengkap. Fu Hiong-kun mengikuti. Mereka berkumpul dengan Kang Pin dan Kao Sen, lalu berangkat di daerah sana.

Siau Cu dilindungi oleh Beng-cu dan Su Ceng-cau masuk ke istana. Rencananya dengan Jit-sat-kim akan menggetarkan kaisar untuk menyadarkan kaisar, baru berangkat ke panggung berdoa.

Asalkan kaisar bisa sadar dalam waktu yang tepat, keadaan bisa diputar kembali. Siau Cu mempunyai tanggung jawab yang berat. Dia tidak seperti biasanya sering bercanda. Dengan catatan le-kin- keng, dia memancing tenaga dalamnya untuk keluar. Akhir nya bisa menembus dua jalan darah, Jin dan Tok. waktu itu tenaga dalamnya seperti sumber air terus mengalir tidak henti-hentinya.

Setelah tenaga dalamnya berputar tiga kali dan Siau Cu yakin tidak ada kesalahan, jalan darah Jin dan Tok benar-benar sudah lancar dan bukan ilusi. Kegembiraannya sulit dibendung, dia gembira sambil meloncat-loncat.

Dengan le-kin-keng dia seperti sudah ganti otot cuci sumsum. Tenaga dalam penuh di tubuhnya maka sekaligus bisa meloncat ke atas kayu atap. Di atas dia seperti kera terus bersalto beberapa kali, berputar-putar seperti kincir angin, sampai Bi-giok-leng yang tersimpan di dadanya terbang keluar.

Beng-cu dan Su Ceng-cau terkejut melihat tindakan Siau Cu seperti ini. Tapi setelah tahu, mereka jadi senang. Mereka melihat lempengan Bi-giok-leng yang terjatuh itu, mengulurkan tangan untuk menjemput, tapi Siau Cu dengan cepat sudah menjemputnya terlebih dahulu, sambil berteriak:

“Coba kalian lihat, aku sudah berhasil menguasainya!” “Bagaimana dengan tenaga dalammu?” tanya Su Ceng-cau. “Ingin berapa banyak? Ada berapa banyak?”

Su Ceng-cau tertawa:

“Kalau begitu, bisa memetik Jit-sat-kim sampai tuntas?” “Seharusnya bisa!” Siau Cu dengan penuh percaya diri berjalan

ke depan meja. Menaruh Bi-giok-leng di sisi kecapi, kemudian dua

tangan menekan senar kecapi.

Dia tidak mempunyai sepasang tangan yang lincah dan bakat musik seperti Beng-cu, tapi beberapa lama ini dia selalu rajin belajar dan karena hanya memetik satu lagu, maka lama-kelamaan dia sudah bisa menghafalnya. Bila dipetik sangat lancar juga enak didengar, juga terasa misterius.

Semakin memetik, tenaga dalam yang dibutuhkan semakin banyak. Tenaga dalam Siau Cu mengalir semakin deras. Suara kecapi bisa dipetiknya sampai selesai.

Wajah Lu Tan yang tadinya bengong, mulai menunjukkan perubahan. Kadang-kadang tertawa, kadang-kadang marah. Su Ceng-cau melihatdan men dekati Lu Tan.

“Ada apa denganmu?” tanya Su Ceng-cau.

Lu Tan tidak menjawab tapi perubahan ekspresi wajahnya semakin rumit. Su Ceng-cau dan Beng-cu, juga Siau Cu mengira itu adalah proses menjadi sadar. Tapi waktu mereka merasa ada yang tidak beres, itu sudah terlambat.

Beng-cu dan Su Ceng-cau merasa suara kecapi ini aneh juga sesat. Suara datang dari semua penjuru, membuat otak dipenuhi oleh suara kecapi. Selain suara kecapi, tidak ada suara lain yang bisa didengar. Tidak disangka, beberapa jalan darah mulai membesar. Yang mereka lihat adalah warna merah seperti darah. Maka mereka segera konsentrasi. Waktu itu ada seekor tikus terjatuh, tubuh tikus itu penuh darah.

Siau Cu segera sadar. Melihat keadaan Beng-cu dan Su Ceng-cau, dua tangannya segera berhenti. Pada saat bersamaan Lu Tan berteriak, kemudian dia muntah darah dan terjatuh.

Darah masih terus mengalir dari ke tujuh indera Lu Tan, tapi bola matanya masih berputar. Dia melihat Su Ceng-cau, tiba-tiba memanggil:

“Ceng-cau...”

Su Ceng-cau terkejut juga senang. Dia ingin mengatakan sesuatu, Lu Tan sudah melihat Siau Cu dan memanggil:

“Siau Cu...”

“Aku. ” Siau Cu senang juga terkejut.

Waktu dia menyebutkan kata 'Aku', darah yang keluar dari ke tujuh inderanya semakin banyak, kemudian tubuhnya menjadi lurus. Dia menghembus kan nafas terakhir.

Air mata Su Ceng-cau terus mengalir. Beng-cu melihat Su Ceng- cau dan Lu Tan, dia berjalan ke depan Siau Cu:

“Apakah kau salah memetik ”

“Mana mungkin?” Siau Cu terus menggelengkan kepala, “kecuali buku musik ini, yang lain aku tidak bisa. Apalagi aku sudah berlatih lama, mana mungkin salah?”

“Tapi suara yang kau petik membuat orang merasa tidak nyaman.”

“Tapi aku tidak merasa tidak nyaman!”

“Kalau begitu pasti ada yang tidak beres...” Beng-cu sangat cemas:

“Sekarang apa yang harus kita lakukan? Bila kita masuk ke istana menemui kaisar, tapi suara kecapi membuat kaisar mati, bukankah akan menjadi kacau?” “Barang yang tidak berguna!” Siau Cu marah. Dia ingin menghancurkan kecapi ini.

Untung Beng-cu lebih cepat. Dia sudah mengambil kecapinya. Siau Cu mencengkram Bi-giok-leng dan melemparnya karena marah. Dia sama sekali tidak memikirkan kepentingan Bi-giok- leng.' Beng-cu yang ingin menjemputnya sudah tidak sempat.

Bi-giok-leng terjatuh ke bawah dan pecah menjadi dua bagian. Di dalamnya terbang keluar selempengan tipis giok hijau dan mengenai tubuh Beng-cu.

Beng-cu menjemputnya dan melihat. Dia berteriak: “Coba kau lihat...”

Dengan aneh Siau Cu menjemput dan melihat. Terlihat di atas giok hijau tertulis 16 kata.

“To-coan-im-yang (Im-yang dibalik) Co-yu-it-wie (Kiri dan kanan bertukar tempat)” “Ceng-ce-toan-hun (Lurus akan memutuskan roh).”

“Hoan-ce-seng-hun (Arah sebaliknya akan membuat roh sadar).

Apa artinya?”

“Berarti kecapi yang kau petik tadi adalah nada Toan-hun, harus dibalikkan baru bisa jadi nada Seng-hun!” kata Beng-cu. Dia segera memutar kecapi, kiri dan kanan dibalik, lalu menaruhnya di meja Siau Cu.

Dengan penuh curiga Siau Cu berkata:

“Dulu aku juga pernah mencoba posisi begitu, katamu aku sama sekali tidak bisa bermain kecapi, cara menaruh kecapi juga tidak tahu.”

“Tapi menurut petunjuk Bi-giok-leng, harus dengan cara begitu baru bisa memainkan Li-hun!”

“Apakah betul ini adalah petunjuk Bi-giok- leng?”

“Selain ini, masih ada apa lagi? Cepatlah kau petik kecapi ini!” Terpaksa Siau Cu memetik kecapi itu. Dalam bayangan Beng-cu suara kecapi yang keluar akan lebih aneh dan misterius, tapi siapa sangka yang terjadi malah sebaliknya. Suara yang keluar tidak aneh dan misterius, malah terdengar lembut dan enak di dengar. Kadang- kadang membuat dia seperti mendengar musik dewi dan terasa melayang-layang.

Semakin didengar Beng-cu merasa nyaman. Dia berteriak: “Seharusnya lagu yang ini!”

Siau Cu berhenti:

“Kalau betul untuk apa? Lu Tan sudah tidak ada reaksi apapun!”

“Orang yang sudah mati pasti tidak bisa hidup kembali!” Yang menjawab adalah Su Ceng-cau, “kalau sudah mendapat cara memecahkan, mengapa kita masih bengong di sini?”

“Kau...” Siau Cu terpaku.

“Kalau Lu Tan tidak mati maka kita sama sekali tidak tahu kesalahan kita. Maka dia mati bukan tidak ada artinya!” Su Ceng- cau menghapus air mata dan berdiri, “kalau kita tidak cepat-cepat ke sana, lebih banyak orang lagi yang akan mati!”

Beng-cu mengangguk. Dia mengambil kembali Bi-giok-leng yang telah pecah menjadi dua bagian dan menyambungnya kembali. Dia mengembalikannya kepada Siau Cu:

“Ayo, kita pergi...”

“Nenek moyang Pek-lian-kau yang pantas mati, untuk apa bermain dengan cara-cara seperti ini!” Siau Cu sambil marah menyimpan kembali Bi-giok-leng. Dia juga membawa Jit-sat-kim pergi bersama Beng-cu dan Su Ceng-cau.

211-211-211

Siau Cu, Beng-cu dan Su Ceng-cau pernah masuk ke dalam istana, ditambah anak buah setia Kao Sen yang menjemput mereka, maka tidak sulit untuk datang ke kamar kaisar.

Sam-cun sudah keluar. Dari 5 utusan lampion hanya tersisa utusan lampion merah dan anak buahnya yang sekelompok pembunuh perempuan. Mereka sudah berganti baju menjadi pelayan istana. Kiang Hong-sim mengawasi kaisar. Jin-kun bukan tidak terpikir mungkin ada orang diam-diam akan masuk. Dia hanya mengira walaupun masuk mereka tidak akan bisa berbuat apa-apa, dan tahu walaupun kaisar diselamatkan, dia juga akan mati. Dia tidak percaya Su Yan-hong akan melakukan hal bodoh ini!

Semua orang tahu panggung berdoa adalah sebuah jebakan dan Su Yan-hong pasti akan mencari tahu jebakan ini dengan sepenuh hati untuk mencegahnya. Maka Jin-kun dengan sepenuh hati berada di sekitar panggung. Dia juga siap untuk menjala lawan sekali gus.

Seng-hun muncul di luar dugaan dia.

Utusan lampion merah bukan lawan Siau Cu. Siau Cu tahu waktu tidak banyak maka dia masuk dengan penuh aura membunuh. Setelah diberi petunjuk-petunjuk ilmu silat oleh Wan Fei-yang, ditambah Su Yan-hong yang mengajarkan perubahan-perubahan jurus Thian-liong-kun, sekarang Siau Cu mempunyai ilmu silat yang tinggi. Ilmu silat dia tidak di bawah Su Yan-hong. Tiga kali dia ditepis oleh utusan lampion merah, tapi tidak mengenainya. Siau Cu sudah melihat celah utusan lampion merah, dia masuk dan menendang tubuh utusan lampion merah tiga kali berturut-turut. Siau Cu menendang utusan lampion merah sejauh 3 depa, dan muntah darah lalu mati.

Golok direbut, berturut-turut dia menepis tujuh pembunuh perempuan dan meloncat ke depan Kiang Hong-sim.

Kiang Hong-sim segera mengambil golok pendek dan menaruhnya di leher kaisar. Dia tertawa genit:

“Kalau kau mendekat, aku akan membunuh kaisar!”

Pembunuh yang tersisa mendekati Kiang Hong-sim. Beng-cu dan Su Ceng-cau juga anak buah Kao Sen terpaksa berhenti.

Mata Siau Cu berputar. Dia tertawa dingin:

“Aku bukan orang kerajaan, jika kau membunuh kaisar, apa hubungannya denganku?” Setelah itu Siau Cu maju lagi. Kiang Hong-sim mendengar kata- kata Siau Cu, dia membentak:

“Kalau begitu aku bunuh dia!”

Tangannya mengencang. Wajah Beng-cu dan Su Ceng-cau segera berubah. Siau Cu malah terlihat masa bodoh:

“Di depan banyak orang kau membunuh kaisar, kau akan tahu apa akibatnya!”

Saat Kiang Hong-sim terpaku. Lima jari Siau Cu sudah memetik kecapi. Suara kecapi seperti petir, membuat hati orang bergetar. Yang dipetik adalah nada Seng-hun.

Tubuh kaisar bergetar. Kiang Hong-sim terkejut. Beng-cu sudah mengambil kesempatan untuk terbang ke sana dan menotok pergelangan Kiang Hong-sim.

Ini adalah jurus andalan yang diajarkan Siau Cu padanya. Sekarang dipergunakan untuk menyelamatkan orang. Dia dan Siau Cu bekerja sama dengan kompak dan sangat tepat.

Kiang Hong-sim tidak ada persiapan. Golok pendek sudah terlepas. Siau Cu sudah datang dengan langkah-langkah Thian- liong. Tiga kali menendang membuat dia terus mundur.

Beng-cu dan Su Ceng-cau segera datang dari kiri dan kanan melindungi kaisar. Tidak ada yang harus dipikirkan Siau Cu, dia segera menyerang Kiang Hong-sim. Beberapa pembunuh perempuan yang datang menghadang segera dirobohkan oleh Siau Cu.

Tanpa memerlukan sepuluh jurus, Kiang Hong-sim sudah roboh. Dia terkejut dan tahu dia bukan lawan Siau Cu, maka sekalian tidak melawan. Wajahnya tidak ada ekspresi, membuat orang mengasihani dia. Kemudian dengan dada yang bajunya terbuka separuh dia menantang Siau Cu:

“Kalau kau berani, sekarang bunuhlah aku!”

Siau Cu menjadi bengong. Kesempatan ini diambil Kiang Hong- sim untuk mencengkram tenggo rokannya, gerakannya cepat, tapi Siau Cu lebih cepat lagi. Dia mengangkat kaki menendang, Kiang Hong-sim terlempar sejauh 3 depa dan menabrak sebuah tiang. Siau Cu datang dan menambah satu kali lagi tendangan. Kiang Hong-sim muntah darah dan roboh merosot di tiang dan jatuh ke bawah.

Enam orang murid Pek-lian-kau yang tersisa kabur terbirit-birit, tapi segera dicegat oleh anak buah Kao Sen. Mereka mati di bawah serangan golok.

Siau Cu segera menaruh kecapi dengan kiri dan kanan dibalik, di depan kaisar dia mulai memetik kecapi.

Tadinya kaisar seperti orang idiot dan mulutnya terus membaca, “Turunkan tahta pada Cu Kun-cau...” Begitu suara kecapi berbunyi seperti petir, kaisar seperti tersambar. Tubuhnya bergetar kemudian di wajahnya terlihat ada ekspresi aneh.

Satu lagu Seng-hun-ku sudali selesai dipetik. Akal pikiran kaisar sudah sadar kembali. Matanya berputar. Dengan penuh keanehan dia bertanya:

“Mengapa aku seperti ini...”

Anak buah Kao Sen berlutut dan berteriak:

“Kaisar panjang umur!”

Siau Cu berdiri, dia segera berkata:

“Kita pergi ke panggung sana!”

Setelah itu dia meninggalkan kaisar, dengan cepat berlari. Beng- cu dan Su Ceng-cau ikut berlari di kiri dan kanan.

Kaisar memanggil mereka tapi mereka sudah pergi. Dalam sekejap waktu, mereka bertiga sudah menghilang.

“Kalian cepat ikuti aku ke panggung sana...” Kaisar segera berpesan.

Terlihat kaisar sudah kembali sadar. Pola pikirnya juga sudah pulih dan mengetahui apa yang telah terjadi.

***   Upacara sembahyang kepada langit diselenggarakan dengan sederhana tapi penuh dengan kehikmatan. Yang pasti dipimpin oleh Cu Kun-cau. 3 jenis binatang dipersembelihkan tetap tidak terjadi sesuatu.

Su Yan-hong dan Fu Hiong-kun merasa aneh.

“Sampai upacara minum darah sapi tiba, mere ka masih tidak bertindak apa pun, sedang menunggu apa sebenarnya mereka?” Su Yan-hong tidak mengerti.

Tiba-tiba Fu Hiong-kun melepas kata-kata:

“Apakah yang bermasalah adalah darah sapinya?”

Wajah Su Yan-hong segera berubah. Dia melihat ke arah persembahan binatang itu. Terlihat Cu Kun-cau mengangkat cangkir siap bersulang berisi arak bercampur dengan darah sapi. Dia tidak tahan lagi, langsung meloncat keluar dari tempat..persembunyiannya dan berteriak:

“Jangan diminum...”

Melihat keadaan jadi seperti itu, Fu Hiong-kun terpaksa ikut keluar.

Keadaan terjadi tiba-tiba, membuat semua pejabat terkejut, Jin- kun juga merasa semua ini di luar dugaan. Dia sama sekali tidak terpikirkan saat penting seperti ini, Su Yan-hong bisa tiba-tiba masuk ke sana.

Mungkin dalam hati Cu Kun-cau terkejut. Dia lupa menyuruh orang-orangnya mencegat Su Yan-hong. Malah bertanya:

“Mengapa arak ini tidak boleh diminum?”

Jin-kun mendengar pertanyaan ini, dia marah dan membentak: “Pengawal...”

Ong-souw-jin yang berdiri di sana segera mengambil kesempatan untuk bertanya: “Benar! Hou-ya. arak ini ada masalah apa?”

Su Yan-hong melihat reaksi Cu Kun-cau. Dia bertambah yakin dan menjawab:

“Di dalam arak mengandung racun...” “Sembarangan bicara!” Cu Kun-cau membentak. Fu Hiong-kun segera berteriak:

“Apakah ada racun atau tidak, kalian bisa mencobanya menggunakan perak!”

Itulah cara yang paling sederhana. Cu Kun-cau membentak lagi: “Ini adalah arak untuk Kaisar bersembahyang kepada Thian...”

Ucapannya belum selesai, di antara pejabat-pejabat ada yang menaruh benda perak ke dalam cangkir arak tersebut. Semua orang terkejut.

Jin-kun melihat keadaan menjadi seperti itu. Dia berteriak: “Sudahlah...”

Waktu itu terdengar denting suara kecapi. Thian-te-siang-kun mendengarnya. Wajah mereka segera berubah:

“Suara Jit-sat-kim...”

Jin-kun mendengar dan menggelengkan kepala:

“Itu bukan lagu Toan-hun-ku. Jika benar itu Toan-hun-ku, tidak apa-apa bagi kita. Ilmu tenaga dalam yang kita latih adalah ilmu tenaga dalam Pek-lian-kau. Kecuali orang itu memiliki ilmu silat seperti Kaucu, kalau tidak, jangan merasa khawatir. Di dunia ini sekarang mana mungkin ada orang yang berlatih ilmu tenaga dalam Pek-lian-kau dan mempunyai ilmu yang setingkat dengan Kaucu!”

Thian-te-siang-kun mengangguk. Walaupun Jin-kun menjelaskan seperti itu, wajahnya tidak menunjukkan perubahan tapi di dalam hatinya dia merasa tidak enak.

Belum tentu itu adalah lagu Toan-hun-ku tapi yakin itu dipetik dari Jit-sat-kim. Begitu mendengar dentingan kecapi itu seperti ada yang tidak nyaman. Cu Kun-cau mendekat:

“Seng-bo, apa yang harus kami lakukan sekarang?”

“Orang yang tidak berguna!” Jin-kun marah. Dia melayangkan tangan melepaskan kembang api.

Murid-murid Pek-lian-kau yang sedang bersembunyi segera keluar dari tempat persembunyian mereka. Kao Sen dan Kang Pin bersamaan mengatur pasukan dari jauh.

Jin-kun sudah tahu, kemunculan Su Yan-hong pasti sudah melakukan persiapan sebelumnya. Dia tertawa dingin:

“Su Yan-hong, kau sudah merusak rencanaku. Aku tidak akan mengampunimu!”

Peluit di tangannya segera ditiup. Hen-lo-sat datang seperti anak panah yang dilepaskan.

Jin-kun ingin memberi pelajaran. Dia memerintahkan Tokko Hong membunuh pejabat-pejabat yang ada di sana. Ada 5 -6 orang pejabat bersenjata segera datang menyambut serangan. Su Yan- hong terus berteriak:

“Kalian pergi, jangan...”

Tapi Thian-te-siang-kun datang menghadang. Langkah-langkah Thian-liong-kun Su Yan-hong, dia berputar melewati hweesio itu. Belum sampai di depan Hen-lo-sat, 5 pejabat bersenjata itu sudah dibunuh Hen-lo-sat.

Hen-lo-sat berputar. Dia membunuh 2 orang lagi. Su Yan-hong dan Fu Hiong-kun sudah tiba.

Thian-te-siang-kun dongan cepat mundur ke samping Jin-kun. Mereka tahu Hen-lo-sat selain hanya menurut pada Jin-kun, dia tidak tahu mana lawan dan mana kawan. Asalkan tahu di mana ada orang, orang itu akan langsug dibunuh.

Mereka menunggu Su Yan-hong roboh oleh Hen-lo-sat.

Begitu bertemu pesilat tangguh, Hen-lo-sat segera melepaskan orang yang sedang diserangnya dan menyerang Su Yan-hong. Jalan darah Jin dan Tok milik Su Yan-hong sudah ditembus oleh Wan-tianglo. Sekarang tenaga dalamnya terus mengalir tidak ada surutnya. Apalagi Wan Fei-yang juga memberitahukan banyak pengetahuan tentang ilmu silat ditambah dengan perubahan Thian- liong-kun jadi ilmu silatnya terus meningkat. Perubahan yang terjadi sangat aneh. Maka dia bisa menghadapi Hen-lo-sat.

Lama menyerang, Hen-lo-sat tidak memperoleh hasil, dia mulai terlihat seperti sudah gila. Peluit terus ditiup. Gerakannya semakin cepat. Su Yan-hong terus berkelebat dan menghindar. Setelah 17 kali melakukan pukulan, dia tidak bisa menghindar lagi. Terpaksa mengatur nafas, mengeluarkan tenaga penuh untuk menyambut serangan sepasang telapak dari Hen-lo-sat.

Terdengar suara petir. Su Yan-hong mundur selangkah. Hanya selangkah saja.

Tenaga dalam mereka berdua lerus mengalir. Penutup wajah Hen-lo-sat tertiup angin hingga terlepas. Fu Hiong-kun melihat dengan jelas wajah Hen-lo-sat. Dia terpaku.

“Cici Hong...” Dia memanggil dan langsung ingin mendekat. Su Yan-hong segera menghadang.

Tokko Hong menyerang lagi. Su Yan-hong me nyambut lagi. Kali ini dia mundur 3 langkah. Diam-diam dia terkejut dan bertanya kepada Fu Hiong-kun:

“Siapa dia?”

“Adik perempuan Wan Fei-yang!”

“Apa?” Su Yan-hong curiga terhadap pendengaran telinganya sendiri.

Tokko Hong datang menyerang lagi, kali ini Su Yan-hong tidak mau menyambut. Dia terpaksa mundur 10 langkah lebih.

Jin-kun melihat semua ini kesempatan bagus. Dia meniup peluitnya lagi, memberi aba-aba agar Tokko Hong menyerang dengan sekuat tenaganya. Bersamaan waktu Jit-sat-kim datang menutupi suara peluit. Yang pasti Tokko Hong mulai terganggu. Ke dua telapaknya diangkat lalu diturunkan lagi.

Jika kesempatan ini dipakai Su Yan-hong untuk menyerang, pasti bisa berhasil, tapi yang dia tidak melakukannya.

Jin-kun merasa aneh, dia mengikuti suara kecapi itu dan melihat. Terlihat Siau Cu dilindungi oleh Beng-cu dan Su Ceng-cau. Dia sedang duduk bersila di atas atap panggung. Kedua tangannya memetik kecapi. Dia juga tahu suara kecapi ini pasti bermasalah jadi dia membentak Thian-te-siang-kun:

“Bunuh orang yang memainkan kecapi...”

Thian-te-siang-kun berlari keluar. Cu Kun-cau tidak bergerak lamban. Dia merebut golok dari penga wal istana, membentak Su Ceng-cau:

“Ceng-cau, cepat pergi!” Dia melayangkan goloknya.

Jin-kun meniup peluit lagi. Kali ini Tokko Hong sama sekali tidak bereaksi apa pun. Aura membunuh yang biasa keluar dari sorot matanya mulai mengikuti suara kecapi itu menghilang perlahan- lahan. Dia mulai sadar.

Su Yan-hong tahu, suara kecapi itu berkhasiat. Dia segera menyerang Thian-te-siang-kun, bukan Tokko Hong lagi.

Dia bergerak sangat cepat dan lincah. Orangnya berada di tengah-tengah angkasa, sepasang kaki dan sepasang tangannya segera menyerang Thian-te-siang-kun.

Jin-kun melihat semua itu dan bertambah marah. Dia mengumpulkan tenaganya dan meniup peluit lagi, tapi KRAK! Peluit hancur tergetar oleh tenaga dalamnya sendiri.

Bersamaan waktu Tokko Hong tersadar. Sorot matanya terus berputar melihat ke sekeliling, terakhir berhenti di wajah Fu Hiong- kun.

“Hiong-kun?” Nada bicaranya penuh dengan pertanyaan.

Fu Hiong-kun belum menjawab, sorot mata Tokko Hong berputar lagi. Sorot matanya sekarang jatuh di wajah Jin-kun. Bola matanya langsung mengecil. Wajahnya mengeluarkan ekspresi sedih, sepertinya dia teringat pada banyak hal.

“Kau...” seperti banyak hal yang ingin dia tanyakan kepada Jin- kun tapi dia tidak meneruskan ucapannya.

“Akulah yang berada di bawah jurang dan yang menyelamatkanmu!” Jin-kun masih berharap. Diam-diam dia mengeluarkan peluit lainnya.

“Aku telah membunuh kakakku sendiri...” Tokko Hong bicara demikian.

Jin-kun merasa putus asa. Peluit dimasukkan dan siap menyerang.

Fu Hiong-kun mulai melihat sikap Tokko Hong yang menjadi aneh. Dia berteriak:

“Cici Hong...”

Tapi Tokko Hong sudah meloncat dan menyerang Jin-kun.

“Kau sudah sadar dan kau bukan lawanku, apakah kau tahu?” Jin-kun tertawa. Dia mulai mengatur nafas dan siap membunuh Tokko Hong.

Yang pasti dia tahu kalau khasiat obat yang ada di dalam darah Tokko Hong belum hilang semua. Dia tetap percaya masih sanggup melayaninya. Yang paling penting, dia sangat tahu seperti apa ilmu silat Tokko Hong dan juga tahu celah-celahnya ada di mana saja. Dia lupa Tokko Hong sekarang ini penuh dengan kesedihan serta kemarahan, siap bertarung mempertaruhkan nyawanya.

Dalam keadaan seperti itu, Tokko Hong tidak hanya akan menyerang sekuat tenaga, dia juga akan mempertaruhkan nyawanya. Keadaannya seperti sedang dikuasai oleh bunyi peluit.

Penilaian Jin-kun benar-benar tepat. Dengan tangan kanannya dia menutupi serangan Tokko Hong. Tangan kanan menyerang ke jalan darah penting Tokko Hong, secara berturut-turut 7 kali. Tapi Tokko Hong tidak peduli. Dia menahan rasa sakitnya. Kemudian sepasang telapaknya menusuk tubuh Jin-kun, semua tenaga dalam dikerahkan ke dalam tubuh Jin-kun.

Organ dalam Jin-kun hancur oleh tenaga dalam Tokko Hong. Tokko Hong memeluk Jin-kun dengan kuat, wajahnya terlihat sangat sakit.

Hati Fu Hiong-kun hancur.

Thian-te-siang-kun melihat Jin-kun roboh. Mereka terkejut sekaligus kalang kabut. Su Yan-hong tahu titik kematian orang yang berlatih ilmu Pek-kut-mo-kang ditambah ilmu silat yang dia kuasai, membuatnya berada di atas angin. Melihat serangan Thian-te- siang-kun, kelemahannya sudah terlihat dengan jelas. Dia segera menyerang, kedua telapak nya menekan Leng-tai-hiat, Tiong-hu- hiat, dan Tai-vang-hiat di tubuh Thian-kun.

Titik kematian Thian-kun terus bergeser, tapi tetap bisa dilindungi. Bagian Tiong-hu-hiat terkena tepukan, wajahnya segera berubah dan tewas seketika.

Te-kun terus berputar. Sambil menahan dia berkelebat untuk menghindar, setelah Thian-kun tewas, jurus-jurus Pek-kut-mo- kang yang lihai tidak sempurna lagi. Su Yan-hong masih terus menyerang. 7 jurus sudah berlalu, kemudian Leng-tai-hiat nya terkena pukulan. Tapi titik kematian sudah bergeser ke Tai-yang- hiat.

Berdasarkan pengalaman Su Yan-hong, dia segera meloncat ke atas kemudian turun dengan posisi kaki di atas dan memaksa titik kematian Tekun berada di Tai-yang-hiat. Saat titik ini ditekan, Tekun segera muntah darah dan berteriak memilukan.

Su Yan-hong secara berturut-turut membunuh Thian-te-siang- kun. melihat Tokko Hong dan Jin-kun mati bersamaan, dia merasa sangat sedih. Melihatnya berada di sebelah Siau Cu, perasaan ini semakin menjadi-jadi. Cu Kun-cau mengayunkan golok, tujuannya adalah Siau Cu tapi ditahan oleh Su Ceng-cau. Setelah Cu Kun-cau membentak dan tidak mundur, dia segera mengayunkan goloknya.

Sambil menahan dengan pedang, Su Ceng-cau menyuruh Cu Kun-cau meletakkan golok dan menye rahkan diri. Mungkin Kaisar masih bisa mengampuni dia dan tidak akan membunuhnya.

Tapi Cu Kun-cau tidak mau mengerti. Dia hanya berpikir adiknya sudah membantu orang lain dan merusak serta menghancurkan cita-citanya menjadi Kaisar. Dengan marah dia terus menepis.

Su Ceng-cau memang bukan lawannya, dia terus mundur. Beng- cu terlihat cemas. Dengan kekuat an mereka berdua tetap tidak sanggup menahan serangan Cu Kun-cau.

Siau Cu terus memetik kecapi. Sebelum lagu nya selesai dia tidak bisa berhenti. Melihat Su Ceng-cau dan Beng-cu masih bisa melayani, dengan penuh konsentrasi dia memainkan bagian terakhir baru meloncat berdiri.

Cu Kun-cau membacok nadi penting Su Ceng-cau. Tadinya dia ingin membunuh Beng-cu tiba-tiba Su Ceng-cau datang menghadangnya.

Beng-cu tidak sanggup menahan bacokan ini. Su Ceng-cau pun begitu, bacokan tidak bisa ditarik kembali.

Melihat Su Ceng-cau roboh, Cu Kun-cau jadi bengong. Tapi dia berkata:

“Kau pantas mati...” lalu dia mengayunkan golok ke arah Beng- cu lagi.

Siau Cu membentak, dia mengayunkan kecapi, memetik dengan posisi kecapi terbalik. Itulah Toan-hun-ku. Diiringi suara kecapi yang seperti suara petir, hati Beng-cu bergetar. Dia mundur terhuyung-huyung. Cu Kun-cau seperti kebingungan. Kesempatan ini dipakai Siau Cu menendang secara berturut-turut 3 kali. Menendang Cu Kun-cau dan teriem par hingga 3 tombak, lalu terpelanting. Dia langsung mati di tempat. Beng-cu cepat-cepat memapah Su Ceng-cau, tapi nafas Su Ceng- cau terengah-engah. Dia tertawa sedih dan meninggal dalam pelukan Beng-cu.

Su Yan-hong baru tiba. Melihat Su Ceng-cau meninggal, dia hanya bisa menarik nafas panjang.

“Di dunia ini ternyata ada kakak seperti ini...” Siau Cu marah, “dengan cara menendangnya sampai mati, benar-benar kurang pantas untuknya!”

“Sudahlah...” Su Yan-hong menggelengkan kepala. Dia melihat ke arah Tokko Hong dan menarik nafas lagi.

Siau Cu terus bertanya:

“Siapa sebenarnya Hen-lo-sat itu? Mengapa dia malah membantu kita membunuh Jin-kun?”

“Dia adalah adik perempuan Wan Fei-yang!” Sambil memberitahu hal ini, kepala Su Yan-hong menunduk.

“Jin-kun benar-benar pantas mati! Hal seperti ini hanya dia yang bisa melakukannya. Sekarang aku baru mengerti, dengan kemampuan ilmu silat Wan-toako yang tinggi...”

Dia tidak meneruskan ucapannya. Air matanya sudah berlinangan. Su Yan-hong mempunyai perasaan yang sama.

Sam-cun sudah mati. Murid-murid Pek-lian-kau yang tersisa pasti tidak ingin bertarung lagi. Mereka sudah dikepung oleh pasukan dan tidak akan bisa lolos lagi dan ujungnya tetap akan mati.

Di istana suara pertarungan terus terdengar. Kaisar sendiri yang memimpin pengawal istana bertarung.

212-212-212

Semua sudah tenang kembali. Kaisar membuat pesta untuk merayakan kemenangan dan memberi hadiah kepada orang yang telah berjasa. Pejabat-pejabat sangat berterima kasih kepada Su Yan-hong karena dia yang menyelamatkan mereka. Mereka pun tahu seperti apa sifat Su Yan-hong. Pejabat yang berseberangan dengannya, sekarang terlihat sangat akrab. Di depan Kaisar memuji dia dan mengatakan jasa dialah yang paling besar, Sebenarnya pun memang seperti itu, tapi Su Yan-hong tetap terlihat biasa. Dia sangat rendah hati. Tapi karena ucapan terima kasih dan pujian orang, seperti gunung longsor dan sungai yang tumpah, dia mulai merasa melayang-layang juga mulai merasa me mang dia tulang punggung kerajaan Beng.

Semakin mendengar, hati Kaisar semakin tidak enak. Tapi dia sangat mengerti, kali ini dia bisa diselamatkan semua karena Su Yan-hong. Tapi melihat Su Yan-hong yang mendapat banyak kesempatan dan dukungan, dia mulai berencana membunuh Su Yan-hong.

Jasa terlalu tinggi menggetarkan Tuan. Itu bukan hal baik. Kaisar memang masih muda dan bersifat anak muda. Tapi karena mendapat musibah secara berturut-turut, membuat hatinya sangat dalam. Di luar terlihat tidak ada apa-apa. Dia juga memuji-muji dan menyelenggarakan pesta gempita untuk Su Yan-hong sebagai ucapan terima kasih atas jasanya yang telah menyelamatkan nyawanya.

213-213-213

Rumah An-lek-hou memang pernah digeledah dan dirusak, tapi setelah semua pejabat mengeluarkan uang dan tenaga serta hadiah, dengan cepat kembali seperti semula.

Su Yan-hong sibuk melayani. Begitu sepi, terlihat di rumah itu hanya ada Fu Hiong-kun, Siau Cu, dan Beng-cu. Dia merasa sedih dan menarik nafas.

“Tadinya kita mempunyai banyak teman, seka rang hanya tersisa 4 orang saja!” Beng-cu menarik nafas.

Fu Hiong-kun mengerti perasaannya:

“Mereka mati dengan keadaan sangat berjasa. Mereka pasti tenang di atas sana!”

“Semua sudah berlalu, untuk apa diungkit lagi? Sekarang yang kita tatap adalah masa depan, bukankan itu akan lebih baik?” Siau Cu selalu paling rumit pikirannya, matanya berputar. Dia menceng-keram Beng-cu:

“Malam ini adalah malam bulan purnama, kita keluar untuk melihat bulan!”

“Sekarang tanggal berapa, mana ada bulan purnama...” Tapi begitu mengucapkan kata-kata ini, dia segera tersadar dan ikut Siau Cu keluar.

Setelah mereka berdua pergi dari sana, Su Yan-hong tersenyum dan berkata kepada Fu Hiong-kun:

“Mereka mengingatkanku memberi kesempatan untuk bicara.” “Apa yang kau ingin bicarakan?” Fu Hiong-kun menarik nafas. “Kerusuhan yang diciptakan Pek-lian-kau sudah selesai. Aku

mendapatkan nama Hou-ya kembali. Kelak aku akan hidup tenang!”

Matanya berkedip mengeluarkan sorot kecewa. Fu Hiong-kun berkata:

“Memang kerajaan membutuhkan orang seperti dirimu!” Su Yan-hong masih tidak mengerti:

“Kaisar benar-benar membutuhkan seseorang yang bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah untuk membantu beliau!”

Fu Hiong-kun tertawa:

“Setelah melewati banyak masalah dan rintangan, terhadap nama dan keuntungan malah membuatku tidak memandangnya!”

“Nama dan keuntungan, 2 jenis ini sangat aneh. Jika kau sengaja mencarinya belum tentu bisa kau dapatkan. Tapi sewaktu mereka datang, kita tidak bisa menghindar!”

“Aku rasa harus melihat tekad seseorang!”

“Maksudmu, kau ingin saat aku berada dalam arus kencang untuk mundur? Mendapat jasa lalu dengan cepat mundur?” Tanya Su Yan-hong. “Mendapat banyak jasa tapi mundur, bukan hal mudah!” Fu Hiong-kun menarik nafas.

“Harta keluargaku telah terkumpul lama dan tidak bisa hancur di tanganku, apalagi kerajaan sedang membutuhkan orang!”

“Aku mengerti. Orang yang turun dipakai di kerajaan tetap orang kerajaan. Seperti orang dunia persilatan tetap orang dunia persilatan!” Tanggap Fu Hiong-kun.

“Dunia persilatan sangat berbahaya...”

“Sama seperti kerajaan bukan? Aku tidak suka dengan dunia persilatan juga tidak biasa tinggal di ibukota!” Sikap Fu Hiong-kun sangat keras.

“Hiong-kun...” Su Yan-hong menarik nafas.

“Masing-masing mempunyai cita-cita tersendiri!” Fu Hiong-kun merasa sedih. Dia membalikkan tubuh dan pergi dari sana.

Su Yan-hong ingin menghalanginya. Tangan yang sudah terjulur keluar ditariknya kembali. Sambil termenung dia melihat sosok punggung Fu Hiong-kun.

214-214-214

Karena banyak pikiran, ketika berada di pesta perayaan, Su Yan- hong terlihat sedikit berbeda. Dia tidak memperhatikan keadaan kecuali Kaisar. Orang seperti Kang Pin, Kao Sen, dan pengawal lainnya tidak berada di dalam sana.

Pesta dimulai. Kaisar tertawa dan bertanya:

“Yan-hong, kau seperti sedang banyak pikiran?”

Su Yan-hong baru tersadar dan menggelengkan kepala: “Tidak, tidak...”

“Kalau tidak, mari kita bersulang!”

Arak dituang ke dalam cangkir. Kaisar mengambil satu cangkir.

Satu cangkir lagi diantarkan ke depan Su Yan-hong.

“Kata-kata Kaisar terlalu berat, hamba tidak tahan!” Su Yan- hong mengambil arak dan siap bersulang. Cangkir baru mengenai bibirnya isinya belum diteguk, Kao Sen tiba-tiba keluar dan berkata:

“Hou-ya, tunggu!”

Su Yan-hong terpaku. Kao Sen sudah merebut cangkir arak yang ada di tangannya.

“Kao Sen, apa maksudmu melakukan semua ini?” Tanya Su Yan- hong.

“Arak ini biar Kao Sen yang minum, sebagai ucapan terima kasih atas budi Hou-ya mengangkat jabatanku!”

Kaisar marah dan menggebrakk meja:

“Kao Sen, kau sangat berani...”

Kao Sen melempar cangkir arak itu ke bawah. Dia tertawa sedih:

“Baginda, kesetiaan dan keadilan, dua-duanya sulit berdiri dalam waktu bersamaan maka hamba memilih mati untuk menembus ketidaksetiaan hamba kepada Baginda...”

Suaranya belum selesai dan menjadi serak. 7 indranya tiba-tiba mengeluarkan darah. Dia berlutut dan langsung mati di sana.

“Arak beracun ganas...” Su Yan-hong memapah Kao Sen yang roboh dan melihat Kaisar.

Kaisar tertawa:

“Yan-hong, dalam bidang sastra atau ilmu silat serta bakat, kau selalu berada di atasku!”

“Kalau bukan seperti itu mana mungkin aku bisa berkali-kali menyelamatkanmu dari bahaya? Keluarga Su secara turun temurun selalu setia kepada kerajaan, tidak diiming-iming jasa pun rela mengeluarkan tenaga dan rasa lelah. Tapi aku tidak mendapatkan tindakan seperti itu!”

“Tapi ada satu titik di mana kau kau bisa tenang. Kematianmu, aku sudah mengatur itu dengan alasan sangat baik, setelah kau mati aku akan memberimu gelar raja muda agar semua rakyat mengagumi dan menghormatimu.” “Aku benar-benar tidak mengerti!” Su Yan-hong menggelengkan kepala.

“Kelinci licik berusaha. Anjing berjalan untuk dimasak. Burung terbang tidak ada jalan. Busur bagus harus disimpan.

Prinsip ini tidak sulit dimengerti!” Kaisar tertawa dan berkata lagi, “jasamu terlalu besar dan mengejutkan raja, membuat raja menjadi waspada. Sebenarnya kau harus tahu dulu itu!”

Su Yan-hong menundukkan kepala: ., “Sekarang aku hanya bisa merasa sedih!”

“Karena aku ingin membunuhmu bukan?”

“Su Yan-hong bukan orang yang takut akan kematian. Aku hanya merasa sedih karena rakyat!”

“Aku malah tidak mengerti hal ini!” Kaisar tertawa.

“Negara dipimpin Kaisar seperti dirimu, mana mungkin rakyat bisa hidup dengan makmur!” jarinya Su Yan-hong menunjuk kaisar, “sangat dikasihani! Sampai sekarang aku baru melihat dengan jelas, wajahmu yang sebenarnya, aku selalu mengira kau hanya senang minum dan perempuan, malas mengurusi masalah-masalah kerajaan. Tidak disangka kau orang licik dan kerdil! Kau adalah orang dengan pandangan air susu dibalas dengan air tuba, tidak berperasaan dan tidak tahu balas budi!”

“Diam...” Wajah Kaisar cemberut.

“Aku benar-benar menyesal!” Su Yan-hong tiba-tiba teringat pada ucapan Fu Hiong-kun.

“Sekarang baru menyesal sudah terlambat!” “Kau masih ingin melakukan ini?”

“Tuan sudah membuka mulut dan tidak main main, apa yang sudah kuputuskan tidak akan berubah!”

“Apakah kau pernah berpikir masih ada orang sejenis Liu Kun dan Ling-ong, atau Pek-lian-kau yang akan membuat masalah? Apakah kau sendirian sanggup menghadapi masalah ini?” “Sekarang selain kau, memangnya masih ada siapa lagi yang mempunyai kekuatan memberontak?”

“Aku tidak takut mati tapi aku tidak mau cepat mati. Aku ingin terus hidup dan melihat kesulitan saat kau menjadi seorang kaisar yang tidak setia, tidak berbakti, tidak berbelas kasihan!”

“Aku tidak berbakti, tidak setia, tidak berbelas kasihan?” Kaisar menggelengkan kepala.

Su Yan-hong masih marah:

“Kau malas mengurusi kerajaan dan terbeleng kalai karena mesum dan kotor, itu salah satu tanda ketidaksetiaanmu kepada rakyat. Kau memutarbalikkan fakta dan merusak undang-undang kerajaan, itu adalah hal tidak berbakti kepada kaisar-kaisar terdahulu yang sudah meninggal. Kau selalu mencelakakan orang dengan tuduhan palsu dan membunuh teman yang setia padamu, itu adalah tindakan berperikemanusiaan. Kau membalas air susu dengan air tuba, dengan dendam membalas moral dan kebaik an orang lain, itu namanya tidak adil...”

“Diam...” Urat hijau di dahi Kaisar muncul seperti cacing. Su Yan-hong masih marah:

“Kalau kau masih hidup, di dunia ini tidak akan ada ketenangan. Aku ingin melihat, kau dimarahi rakyat banyak, ingin melihat kau digulingkan oleh keadilan...”

“Pengawal...” Kaisar marah dan melempar cangkir ke bawah, berteriak, “penggal dia...”

Kang Pin yang pertama yang keluar. Sorot mata Su Yan-hong berputar:

“Ternyata kau...”

“Budi Hou-ya mengangkatku, selamanya tidak akan kulupakan. Sekarang kita masing-masing mempunyai majikan. Aku terpaksa harus melakukan ini!” Tangan Kang Pin diangkat dan dia membentak. Dua baris pasukan bersenjata api sudah keluar dari tempat persembunyian mereka. Semua mon cong pistol diarahkan pada Su Yan-hong. Ternyata Kaisar sudah melakukan persiapan harus membunuh Su Yan-hong di sana.

Su Yan-hong melihat semua ini, hatinya terasa dingin. Dia memang mempunyai ilmu tinggi tapi tubuhnya tetap terdiri dari darah dan daging. Dalam keadaan seperti itu, ingin menghindar dari tembakan senjata api sangat sulit.

Asal tangan Kang Pin diturunkan, tembakan senjata api akan segera dimulai. Waktu itu, terdengar suara kecapi seperti petir menggelegar. Itulah Toan-hun-ku dari Jit-sat-kim. Tidak hanya prajurit yang memegang senjata api tersuruk, Kaisar, Kang Pin, dan pesilat tangguh lainnya termasuk Su Yan-hong pun merasa bingung. Su Yan-hong tahu apa yang terjadi sebenarnya. Dia segera mengambil keputusan, dia meloncat menabrak genting dan keluar dari sana.

Siau Cu sedang bermain kecapi duduk di atas genting. Melihat Su Yan-hong berhasil keluar, dia menghembuskan nafas:

“Hou-ya pergi dulu! Dengan suara Jit-sat-kim aku akan menghancurkan roh mereka!”

“Sudahlah! jika sekarang mereka mati akan terjadi kekacauan lagi, yang terimbas kena masalah adalah rakyat yang tidak bersalah!”

Siau Cu melihat Su Yan-hong:

“Aku benar-benar tidak mengerti dirimu!” Su Yan-hong menarik nafas:

“Mengapa kau bisa datang kemari?”

“Beng-cu memberitahuku, katanya Nona Fu ingin kembali ke kuil, memotong rambutnya untuk dan seorang nikoh, maka aku datang kemari!” “Apa?” Su Yan-hong merasa sedih. Dia sadar Fu Hiong-kun memilih sekarang ini pergi. Dia juga mengerti mengapa dia memilih menjadi seorang nikoh karena dia putus asa melihat Su Yan-hong.

“Untung aku datang tepat pada waktu!” Kata Siau Cu sambil menggelengkan kepala. “Ucapan Nona Fu 'Bersama kaisar seperti bersama harimau', benar-benar tidak salah!”

Su Yan-hong menepuk pundak Siau Cu:

“Aku akan mengejarnya!” Siau Cu tertawa senang:

“Dari awal aku sudah tahu kau pasti akan melakukan hal seperti ini jadi aku menyuruh Beng-cu menyiapkan kereta kuda, membawa Ih-lan dan menunggumu di luar kota!”

“Baik...” Su Yan-hong tertawa terima kasih. Dia dan Siau Cu sama-sama berlari keluar. Dia merasa kecewa kepada kerajaan.

Begitu Kang Pin tersadar dia ingin membawa barisan bersenjata api mengejar Su Yan-hong, tapi ditahan oleh Kaisar:

“Biarkan dia pergi...”

“Baginda melepaskan harimau kembali ke hutan...”

“Dia mati di sini atau di gunung tidak ada bedanya!” Kaisar tertawa licik.

“Hamba tidak mengerti!”

“Arak di cangkir memang mengandung racun ganas, racun yang dioleskan di bibir cangkir lebih keras lagi, sepasang tangan dan bibirnya sudah terkena racun masuk ke dalam aliran darahnya dan menyebar ke seluruh tubuh. Begitu dia merasakan racun yang sudah menyebar, Hoa-to hidup kembali pun tidak akan bisa menyelamatkan dia.”

Kaisar tertawa terbahak-bahak, tawanya mem buat orang yang mendengar merasa dingin hingga gemetar.

Kang Pin merasa dingin, dia berlutut di depan Kaisar: “Baginda benar-benar sudah mengatur semua nya dengan baik, tidak akan ada yang salah. Hamba sangat kagum jadinya!”

Kaisar tertawa:

“Thian-ho Sangjin benar-benar orang yang mahir membuat obat. Obat apa pun mempunyai khasiat besar. Aku sudah mencobanya, benar-benar bagus dan tidak ada yang gagal!”

“Baginda benar-benar bijak...” Kecuali berkata seperti itu apa yang bisa Kang Pin katakan.

Tapi Kaisar malah menarik nafas:

“Sungguh sayang aku tidak bisa melihat dia roboh di depanku, melihat racun itu kambuh. Yan-hong! Yan-hong! Kau tidak bisa melihat kesudahanku, aku juga tidak bisa melihat kesudahanmu. Kedua-duanya bisa menyebabkan penyesalan!”

Setelah Kang Pin mendengar itu, hatinya sekali lagi terasa dingin.

215-215-215

Setelah berada di luar kota, Siau Cu masih tidak suka dan berkata:

“Bila bertemu lagi dengan Kaisar, awas dia! Aku akan memberinya pelajaran!”

“Sebenarnya dia tidak akan hidup larna lagi!”

“Apakah diam-diam kau melakukan sesuatu padanya?”

Su Yan-hong menggelengkan kepala: “Sebelum ke sini minum arak, aku pernah berjalan-jalan dengan bersama dengannya dan tanpa sengaja mengenai nadinya. Aku merasakan kalau nadinya sudah sangat lemah. Mungkin terlalu sering bermain perempuan dan sering memakan obat. Kematiannya tidak lama lagi!”

“Benar-benar berita gembira!”

“Tadinya aku ingin memberitahu dia agar lebih befhati-hati tapi karena terus teringat pada Fu Hiong-kun aku jadi tidak bersemangat!” “Untung, aku tidak memberitahu dia dan menyuruh dia berhati- hati!”

“Walaupun memberitahu dia pun percuma. Orang seperti dia disuruh melewatkan hari-hari dengan biasa, sepertinya bakal lebih sulit di-banding-kan bila ingin dia mati!”

Mereka sudah tiba di sisi kereta. Beng-cu menjulurkan kepala, dan melihat yang datang adalah Su Yan-hong. Dia segera berteriak:

“Cici Hiong ada surat untuk Hou-ya!”

Su Yan-hong belum menjawab, Siau Cu sudah berteriak: “Mengapa tidak memberitahuku tentang hal ini?”

“Apa gunanya memberitahumu? Surat itu ditujukan kepada Hou-ya!” Beng-cu memberikan surat itu kepada Su Yan-hong.

Waktu itu Ih-lan menjulurkan kepala:

“Ayali, aku mau Bibi Hiong!”

“Baiklah! Dengan cara apa pun Ayah akan merebut Bibi Hiong kembali!”

“Bibi Hiong mau menjadi nikoh, apa yang dia lakukan sebenarnya?” Tanya Ih-lan.

“Berarti dia akan kembali ke rumah gurunya! Tenanglah, sekarang juga kita akan pergi ke sana!”

“Apakah Ayah tidak sedang berbohong pada Lan-lan?”

“Kapan Ayah pernah membohongi Lan-lan?” Su Yan-hong buru- buru membuka surat itu.

“Bu-wie Taysu pernah berkata kepadaku sewaktu di Siauw-lim, ada jodoh atau tidak ada jodoh ditentukan oleh Thian. Kalau tidak ada jodoh, memaksa diri pun tidak akan ada gunanya. Saat itu aku masih curiga. Sekarang aku percaya dan bisa berpikir dengan jelas, kuil adalah tempat tinggalku...”

Setelah membaca surat itu hati Su Yan-hong bertambah sedih. Dia tidak sulit membayangkan bagaimana perasaan Fu Hiong-kun sewaktu menulis surat ini. Apakah ada jodoh atau tidak ada jodoh? Su Yan-hong tidak tahu tapi dia sudah bertekad akan menghalangi Fu Hiong-kun menjadi nikoh dan merebut kembali Fu Hiong-kun.

216-216-216

Malam sudah larut, salju turun menumpuk hampir 2 jam.

Sewaktu salju belum turun, Fu Hiong-kun ber lutut selama 2 jam di depan kuil. Pertama udaranya pun seperti, kali ini dia lebih nekad hatinya lebih sedih dibandingkan saat pertama kali.

Mengetahi dia pulang, Suthay pengurus kuil ini tetap keluar untuk membukakan pintu. Dari surat peninggalan Ku-suthay, dia tahu tentang permasalahan Fu Hiong-kun juga tahu harus bagaimana menyelesaikannya.

Salju masih turun. Fu Hiong-kun dipenuhi salju yang baru saja turun. Melihat Suthay, wajahnya sama sekali tidak memperlihatkan ekspresi apa pun.

Suthay berjalan ke depan Fu Hiong-kun, sambil menarik nafas: “Anak bodoh, mengapa kau kembali lagi?”

“Waktunya untuk pulang pasti aku akan pulang!” Nada bicara Fu Hiong-kun terdengar sangat tenang seperti sudah tidak mempunyai perasaan lagi.

Dari wajah Suthay terlihat dia merasa aneh:

“Kemarin ini kau berlutut selama 3 hari 3 malam, kali ini kau siap berlutut untuk berapa lama?”

“Sampai Suthay setuju!”

“Hujan salju dan udara begitu dingin, apakah kau tidak takut?” Tanya Suthay.

“Tecu tidak takut dingin tapi hati Tecu lebih dingin lagi dibandingkan tubuh Tecu!”

“Terima kasih, Guru!” sembah Fu Hiong-kun. “Baiklah, ikut aku masuk! Besok kita pilih waktu yang tepat. Aku akan melaksanakan upacara pemotongan rambut!” Suthay memapah Fu Hiong-kun masuk.

Wajah Fu Hiong-kun sama sekali tidak mempunyai perasaan senang, sedikit ekspresi pun tidak terlihat. Suthay menatapnya. Teringat ketika dirinya baru masuk kuil ini.

Dia yakin dirinya tidak salah lihat. Jawaban Fu Hiong-kun sebenarnya sudah berada dalam perkiraannya.

Dalam surat peninggalan Ku-suthay dia berkata, jika Fu Hiong- kun kembali dan menjawab dengan jawaban seperti ini, artinya dia kecewa berat dan tidak perlu menyuruh dia berlama-lama berlutut di atas hamparan salju.

Dia tidak tahu apa yang terjadi pada Fu Hiong-kun. dia juga tidak mau bertanya dengan jelas. Orang yang ingin menjadi nikoh pasti mempunyai masalah yang menyedihkan.

217-217-217

Hari kedua siang. Salju masih turun, tanah menjadi warna putih, membuat hati terasa dingin.

Di dalam kuil, lagu-lagu Budha terus terdengar. Setelah melaksanakan upacara, akhirnya Suthay mengangkat pisau cukur, siap memotong segenggam rambut Fu Hiong-kun.

Suara Ih-lan waktu itu terdengar:

“Bibi Hiong, Bibi Hiong...”

Mata Fu Hiong-kun yang tadinya dipejamkan mulai dibuka. Mata yang tadinya tenang bersamaan waktu bergejolak.

Suthay melihat semua itu. Dia menarik nafas: “Sudahlah...” Pisau cukur segera diletakkan kembali.

Sorot mata Fu Hiong-kun berputar. Dia melihat Ih-lan yang sedang berlari masuk ke pekarangan. Sewaktu berada di anak tangga, dia ingin naik tapi terjatuh lagi.

“Lan-lan...” Fu Hiong-kun berdiri dan berlari memapah Ih-lan. “Apakah Bibi Hiong tidak mau Lan-lan lagi?” Ih-lan memeluk erat Fu Hiong-kun, “tapi Lan-lan mau Bibi Hiong...”

Hati Fu Hiong-kun bergejolak. Dia mengelus-elus rambut Ih-lan lalu dia mendengar suara yang sangat dia kenal:

“Hiong-kun...”

Dia melihat Su Yan-hong membawa payung berdiri di tanah penuh salju. Dia sedang termenung melihatnya. Bola matanya berlumur kesedihan.

“Yan-hong...” Hati Fu Hiong-kun mulai bergejolak lagi.

Ih-Ian menuntunnya berjalan ke arah sana sambil berteriak: “Ayah menginginkan Bibi Hiong jadi Bibi Hiong jangan

tinggalkan ayah!”

Ih-lan benar-benar sangat mengerti. Setelah dekat, dia mendorong Fu Hiong-kun ke arah Su Yan-hong dan dia memutar jalan ke arah Siau Cu dan Beng-cu yang sedang berjalan masuk.

Pintu kuil sudah ditutup. Lagu Budha yang sedang dinyanyikan sudah berhenti. Bumi dan langit menjadi sangat sepi dan hening.

“Hiong-kun...” Panggil Su Yan-hong. Nada bicaranya penuh dengan kesedihan. Suaranya juga serak.

Fu Hiong-kun terkejut melihat bibir Su Yan-hong yang pucat. Matanya penuh dengan urat-urat kecil berwarna merah, wajah pucat dan terlihat tidak ada kehidupan. Hati Fu Hiong-kun mulai bergetar.

Dia masuk ke dalam pelukan Su Yan-hong dan memeluknya.

Saat mengenai nadi Su Yan-hong, dia benar-benar terkejut.

Su Yan-hong menarik nafas:

“Aku benar-benar menyesal tidak mendengar kata-katamu. Kelinci licik berusaha. Anjing berjalan untuk dimasak. Burung terbang tidak ada jalan. Busur bagus harus disimpan  ”

“Apakah kaisar. ” Tanya Fu Hiong-kun.

“Bersama Kaisar seperti bersama harimau.” “Mengapa kau tidak berhati-hati?”

“Kalau kau berada di sisiku, pasti kau bisa melihatnya, tidak...” Su Yan-hong menggelengkan kepala, “kalau aku mau mendengar kata-katamu, tidak akan terjadi hal seperti ini!”

“Untung kau bisa mencariku hingga kemari!”

“Untung tepat pada waktunya. Mendengar lagu Budha itu, hatiku hancur!” Nada bicara Su Yan-hong semakin melemah.

“Katakan kepadaku, jangan lakukan hal bodoh itu lagi!”

“Kau sudah datang kemari, aku tidak akan melakukan itu!” Dengan lembut Fu Hiong-kun berkata lagi, “aku tidak akan meninggalkan Ih-lan lagi!”

“Lan-lan bisa ikut Siau Cu dan Beng-cu, kau masih muda, pintar, dan cantik. Kau pasti bisa menemukan laki-laki yang lebih baik!”

Fu Hiong-kun pelan-pelan mengangkat tangannya menutup mulut Su Yan-hong:

“Mengapa kau bicara seperti itu?” “Hiong-kun...”

“Apakah di dunia ini ada laki-laki yang lebih baik darimu?” “Hiong-kun, dengarkan aku...”

“Apakah kau tidak tahu kalau aku sangat menguasai obat- obatan? Racun di dunia ini tidak ada yang tidak bisa kutawarkan, tidak ada penyakit yang tidak bisa kuobati!”

“Oh...” Mata Su Yan-hong bersemangat lagi.

“Kalau racun berhasil ditawarkan, kita segera turun gunung, kita bawa Ih-lan, Siau Cu, dan Beng-cu berkelana di dunia persilatan.

“Baik...” Hati Su Yan-hong terasa hangat dan tidak bisa dilukiskan perasaannya.

“Banyak gunung terkenal dan sungai yang belum kita lewati. Kita jalan-jalan ke sana, coba kau pikir bukankah itu sangat menyenangkan?” “Betul...” Su Yan-hong seperti sudah menikmati keindahan alam itu, “tapi lebih baik kita jangan urusi hal-hal yang terjadi di dunia persilatan!”

“Betul, dunia persilatan penuh dengan bahaya dan kelicikan. Kita jangan menjadi orang dunia persilatan, itu akan lebih baik!”

“Itu sudah pasti! Kita akan hidup lebih senang seperti orang normal biasa!” Wajah Su Yan-hong terlihat senang, dia tertawa.

“Setelah habis bermain di gunung dan sungai terkenal, kita akan memilih tempat yang cocok untuk tempat tinggal, memilih hidup nyaman!” Dengan lembut Fu Hiong-kun bicara. Ekspresi wajahnya terlihat senang.

“Apakah kau tidak bosan hidup seperti itu?”

“Mengapa bosan? Aku memang senang dengan hidup seperti itu, bagaimana denganmu?”

“Ada kau di sisiku, aku sudah merasa puas. Apalagi menjalankan kehidupan seperti dewa?” Tawa Su Yan-hong bertambah keras tapi dari bola matanya terpancar tidak bisa berbuat apa-apa. Sepanjang perjalanan dia merasa terkena racun. Hanya saja ketika sudah merasakannya, racun sudah masuk ke jalan darahnya.

Dengan tenaga dalamnya dia terus menahan serangan racun tapi entah berapa lama dia bisa bertahan. Dia hanya mengandalkan kekuatannya karena ingin bertemu Fu Hiong-kun, ingin melarang Fu Hiong-kun memotong rambut dan menjadi seorang nikoh oleh sebab itu dia bisa bertahan hingga sampai di kuil ini.

Tapi tenaga dalam untuk mencegah racun terus menyebar semakin menipis. Dia juga tahu kalau Fu Hiong-kun menguasai ilmu ketabiban yang tinggi, tidak ada alasan Fu Hiong-kun tidak tahu kalau dia terkena racun ganas dan tidak tertolong lagi. Ucapan tadi hanya menghibur agar dia bisa dengan senang meninggalkan dunia ini.

Dia tidak tahu perasaan Fu Hiong-kun padanya, tapi dia bisa mati di depan Fu Hiong-kun tidak ada penyesalan apa pun lagi. Mengenai Ih-lan, dia percayakan pada Siau Cu dan Beng-cu atau Fu Hiong-kun juga bisa mengatur semuanya dengan baik.

Terakhir dia merasa dia terlalu egois, tidak boleh ingin senang dan gembira meninggalkan dunia ini malah memberikan beban berat kepada Fu Hiong-kun. Tapi ketika dia akan mengatakan hal lain, dia sudah tidak sanggup lagi.

Darah keluar dari tangannya, menetes ke bawah, tangan kanan yang memegang payung sudah tidak bertenaga. Akhirnya payung terjatuh dan terus berguling-guling.

Kepalanya terkulai di pundak Fu Hiong-kun. salju masih turun tapi dia sudah tidak bisa merasakan apa-apa lagi.

Fu Hiong-kun merasakan tenaga tekanan dari pundak dan melihat payung terjatuh, dia ingin melihat Su Yan-hong. Tapi dia sama sekali tidak memiliki keberanian, dia merasa tubuh Su Yan- hong meluncur jatuh dari sisi tubuhnya.

Dia ingin memapah tapi kedua tangannya kaku. Tidak hanya tidak bertenaga, sampai bergeser pun dia tidak sanggup.

Akhirnya matanya bisa melihat, tapi tidak bisa melihat Su Yan- hong. Tidak terlihat apa-apa sebab matanya penuh dengan air mata terus menetes.

Ih-lan, Beng-cu, dan Siau Cu mendengar teriakan Fu Hiong-kun tapi seperti dari jauh, pikirannya pun begitu jauh.

Wan Fei-yang, Tokko Hong... kenang-kenangan begitu banyak, ada suka ada duka tapi pada akhirnya disudahi dengan kesedihan yang banyak!

Apakah ini yang disebut kehidupan? Fu Hiong-kun tidak tahu. Dia ingin berpikir dengan senang tapi pada akhirnya hal-hal menyenangkan berlangsung begitu singkat.

Sampai dia tersadar baru melihat Ih-lan menangis dalam pelukannya. Siau Cu dan Beng-cu menangis sambil berpelukan. Mereka masih bersimbah air mata, tapi air mata Fu Hiong-kun sudah kering, tidak bisa menetes lagi, di bola matanya hanya ada kebingungan.

Jalan mana yang harus dia pilih?

Tamat
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar