Legenda Pendekar Ulat Sutera Jilid 13

Jilid 13

Tidak lama kemudian dia membuka mata dan berkata: “Hiong-kun, kemarilah!”

“Apakah Supek-bo ada pesan?” Fu Hiong-kun sudah melihat Coat-suthay mempunyai satu hal penting untuk disampaikan kepada dia.

Dengan serius Coat-suthay mengambil Ceng-hong-kiam yang tersimpan di meja:

“Ceng-hong-kiam ini diberikan padaku oleh guru 25 tahun yang lalu. Pedang ini sudah mengikuti aku dalam pertarungan besar atau kecil sebanyak 300 kali. Orang dan pedang sangat beruntung, tidak ada yang celaka. Pedang sangat tajam, sanggup menepis besi seperti tahu. Dalam 25 tahun aku sudah membunuh banyak orang. Ceng- hong-kiam beberapa kali sudah dicuci dengan darah. Terhadap tindakan orang dan pedang, aku tidak merasa malu atau bersalah kepada Thian, tapi tetap akan dibicarakan orang-orang. Bila orang hidup di dunia ini tidak merasa malu atas perbuatan sendiri, untuk apa mempe-dulikan apa yang dikatakan orang lain.”

“Tecu mengerti!”

“Beberapa hari ini aku selalu merasa tidak tenang, seperti akan terjadi sesuatu. Apakah hal ini mujur atau malang, sulit ditebak! Ceng-hong-kiam ini akan kuwariskan kepadamu setelah rapat Pek- hoa-couw. Kau harus menjaganya dengan baik!”

“Tecu mana mungkin sanggup menanggung ini?” Fu Hiong-kun terkejut juga berkata dengan jujur.

“Bila aku menyuruh kau mengambilnya, kau harus menerimanyal!”

“Tecu...”

“Aku menurunkan pedang ini bukan berarti aku sangat suka kepadamu. Aku hanya merasa kau bisa mempertahankan dan membesarkan Heng-san-pai.” Coat-suthay mulai terharu, “Sejujurnya, aku dan gurumu memang sama-sama masuk ke Heng- san-pai untuk belajar silat, tapi sampai sekarang aku tidak suka kepadanya dan membenci sifatnya yang ragu-ragu. Walaupun kau tidak seperti dia tapi sifatmu tetap lemah!”

Fu Hiong-kun tidak bersuara. Coat-suthay berkata lagi:

“Kali ini aku membawamu ke keluarga Lam-kiong untuk mengikuti rapat Pek-hoa-couw adalah ingin mengatakan kepadamu tentang ini. Orang dunia persilatan semakin lemah semakin gagal. Kau harus membela Heng-san-pai, maka sebelumnya kau sendiri harus belajar kuat!”

“Tecu bisa kuat menjadi orang, tapi Ceng-hong-kiam ini tidak bisa...”

“Apakah kau kira Ceng-hong-kiam ini sangat luar biasa? Pedang hanyalah semacam alat, yang penting adalah orang yang menggunakannya. Di dalam perguruan, kaulah yang paling berbakat, maka aku menurunkan pedang kepadamu. Apakah kau mau meninggalkan Heng-san-pai?”

“Tecu tidak berani!” Fu Hiong-kun terkejut.

“Kalau begitu jangan bicara lagi!” Kelopak mata Coat-suthay terus bergetar, “dalam beberapa hari ini aku mempunyai firasat yang tidak baik!”

“Apakah ada jebakan pada rapat Pek-hoa-couw kali ini?” Setelah Fu Hiong-kun berkata, dia menggelengkan kepala, “seharusnya tidak!”

“Aku juga berpikir begitu. Mungkin golok pedang tidak bermata, walaupun ada aturan, . tapi sampai titik tertentu akan melukai hubungan antara dua orang. Mungkin juga gurumu merasa kesepian dan ingin aku ke sana menemaninya!”

“Supek-bo!” Fu Hiong-kun merasakan firasat yang tidak enak. “Yang penting kau harus menjaga Ceng-hong-kiam ini dengan baik!” Coat-suthay menarik nafas, dia seperti berubah menjadi orang lain.

142-142-142

Tiong Toa-sianseng juga melihat pedang dan terpaku.

Pedang yang keluar dari sarung di bawah cahaya lampu tampak seperti air. Walaupun kalah dengan Ceng-hong-kiam dari Coat- suthay tapi tetap adalah pedang yang bagus.

Su Yan-hong dan Lu Tan melihat dan merasa aneh. Su Yan-hong menunggu lama dan bertanya:

“Guru, ada apa dengan pedang ini?”

“Kali ini aku menyesal datang ke keluarga Lamkiong!” Tiong Toa-sianseng tiba-tiba berkata.

“Maksud guru...”

“Entah mengapa aku punya perasaan rapat Pek-hoa-couw kali ini penuh aura membunuh dan suasana kurang nyaman!” Pedang dimasukkan lagi oleh Tiong Toa-sianseng.

Lu Tan menyela:

“Boanpwee kurang pengalaman, tidak mempunyai firasat seperti itu. Kepandaianku tidak seperti orang lain, maka tidak seharusnya datang memperlihatkan kejelekanku!”

Sorot mata Tiong Toa-sianseng jatuh pada wajah Lu Tan:

“Bu-tong-pai mempunyai banyak orang berbakat. Thian-can- sin-kang adalah salah satu ilmu andalan. Walaupun orang mengatakan Wan Fei-yang hanya kebetulan menguasainya, tapi karena dia sanggup menguasainya maka akhirnya menjadi terkenal di dunia persilatan. Kau masih muda, masa depanmu sangat cerah. Kali ini mengikuti rapat Pek-hoa-couw anggaplah mencari pengalaman!”

Lu Tan terus mengangguk. Tiong Toa-sianseng menarik nafas: “Jago pedang nomor satu di dunia. Nama ini sering membuat manusia melakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukan demi mendapat nama ini!”

“Guru seperti tidak ada kepercayaan diri.”

“Bukan soal kepercayaan diri tapi aku sudah tua untuk merebut nama kosong ini. Kali ini seharusnya kau yang mewakili Kun-lun- pai!”

“Bukankah guru juga demi Kun-lun..

“Demi Kun-lun juga demi diri sendiri. Berlatih berpuluh-puluh tahun tapi tidak disangka tetap terpancing oleh nama yang tidak ada artinya ini, Mungkin itu namanya Sim-mo (iblis dalam hati)!” Tiong Toa-sianseng tertawa kecut, “sampai aku pun tidak bisa membuang pemikiran ini. apalagi anak muda. Sejujurnya, sekarang ini aku masih merasa tegang!”

Dia tertawa. Su Yan-hong dan Lu Tan terpaksa tertawa. “Ke mana Siau Cu pergi?” tanya Tiong Toa-sianseng.

“Mencari kesempatan untuk mendekati Beng-cu!” kata Lu Tan.

Sepertinya Lu Tan juga menyetujui apa yang dilakukan Siau Cu. “Ini adalah hal yang baik, bisa lebih dekat itu akan lebih baik.

Yang penting tidak ada orang yang menghadang dia lagi!”

Entah mengapa tiba-tiba Tiong Toa-sianseng teringat putrinya Bok-lan.

143-143-143

Tiong Bok-lan sekarang berada di kuil di gunung, sekitar setengah li dari keluarga Lamkiong, Dia berlutut dan sedang bersembahyang di depan patung Budha.

Kuil ini dibangun oleh keluarga Lamkiong. Setiap tanggal 1 atau 15 bulan pasti ada orang yang membersihkan kuil ini. Orang ini dikirim oleh keluarga Lamkiong. Tapi hari ini bukan tanggal 1 atau 15, maka tidak ada orang berada di sana, sehingga Tiong Bok-lan berani mengungkapkan apa yang menjadi isi hatinya. “Aku bernama Tiong Bok-lan berdoa kepada Budha meminta agar Budha memberi petunjuk!” Dia menyembah dan berkata, “aku menikah dengan orang keluarga Lamkiong karena perintah ayah tidak bisa ditolak. Sekarang aku adalah orang keluarga Lamkiong, seharusnya tidak memikirkan hal itu lagi. Tapi dia begitu sayang kepadaku, dan antara Lamkiong Sie dengan aku walaupun adalah suami istri tapi sebenarnya tidak pernah ada hubungan suami istri.”

Tiong Bok-lan menarik nafas:

“Apakah aku harus setuju mengikuti dia pergi ke tempat yang jauh?”

Kemudian dia menyembah, dia tahu dia berdoa kepada sebuah patung, pasti tidak ada reaksi apa-apa. Tapi karena hatinya sedang bimbang, dia ingin mengungkapkan isi hatinya hingga merasa nyaman.

Waktu dia mengangkat kepala, tiba-tiba di depan merasa ada seseorang berdiri.

Dengan ilmu silat yang dia kuasai, ada orang yang datang berdiri di depannya dan dia sama sekali tidak merasakan kehadiran orang itu. Pikirannya yang kacau pasti adalah salah satu penyebabnya, tapi tidak dipungkiri ilmu samurai Cu Kun-cau juga sudah sampai tahap tinggi.

“Kau!” Tiong Bok-lan seperti seekor kelinci yang terkejut dan meloncat pergi.

“Benar-benar cantik!” Cu Kun-cau melihat nya, “tidak rugi juga aku mengikutimu sampai ke sini!” Dia segera memeluk Tiong Bok- lan.

Tiong Bok-lan menghindar:

“Apa yang kau lakukan?”

“Melakukan apa yang ingin kulakukan!” Wajah Cu Kun-cau mulai mengeluarkan tawa cabul, “bulan malam ini begitu indah dan di sini begitu sepi, tidak ada orang yang akan mengganggu. Ini benar-benar Thian yang memberi kesempatan!” “Paling baik Siau-ongya menghormatiku!”

“Satu kali dan dua kali melakukan hubungan apa bedanya. Apa yang kau katakan tadi sudah aku dengar dengan jelas, untuk apa lagi kau berpura-pura di depanku?”

Wajah Tiong Bok-lan berubah. Cu Kun-cau tertawa:

“Apapun yang terjadi, aku adalah Siau-ongya, apakah tidak pantas mendampingimu?”

Dia ingin memeluk lagi, Tiong Bok-lan terus menghindar hingga punggungnya sudah mengenai dinding.

Pada waktu itu ada suara baju terbawa angin. Siau Sam Kongcu sudah masuk.

Cu Kun-cau membentak:

“Siau Sam, ada apa kau datang kemari?”

Waktu Siau Sam Kongcu ingin menjawab, Cu Kun-cau seperti baru mengerti dan tertawa:

“Orang yang dia maksudkan tadi ternyata adalah dirimu?”

Siau Sam Kongcu terpaku. Cu Kun-cau sudah berkata kepada Tiong Bok-lan:

“Dia hanya seorang guru pedang di Ling-ong-hu. Apakah pantas kau begitu cinta kepadanya sampai tidak mempedulikan semua ini?”

Tiong Bok-lan benar-benar tidak tahu apa yang harus dia katakan. Terpaksa Siau Sam Kongcu membela dia:

“Siau-ongya, orang keluarga Lamkiong selalu mempunyai sopan santun, maka kau bicara harus sopan!”

“Sopan santun?” kata Cu Kun-cau tertawa lepas, “coba kau tanya pada dia apa yang dia katakan tadi!”

Wajah Tiong Bok-lan berubah. Cu Kun-cau masih terus berbicara:

“Dia mengatakan kau sangat cinta kepada dia. Dia dan Lamkiong Sie ada nama suami istri, tapi tidak pernah ada hubungan suami istri. Sekarang dia berpikir apakah harus mengikutmu pergi, maka dia meminta Budha memberi petunjuk,”

Daging di wajah Siau Sam Kongcu tergetar. Dia melihat Tiong Bok-lan.

Tiong Bok-lan tidak tahan lagi. Dia menutup muka dan berlari keluar. Cu Kun-cau ingin mengejar tapi dihadang oleh Siau Sam Kongcu.

“Pergi kau!” Cu Kun-cau menyerang dengan telapaknya.

Siau Sam Kongcu menahan dengan tangannya. Cu Kun-cau terpental mundur dua langkah. Dia marah:

“Kau berani menghadangku?”

“Siau Sam sudah bukan guru pedang di Ling-ong-hu, tidak ada yang tidak berani!”

Cu Kun-cau terpaku. Dia melotot:

“Kalau begitu kau pasti tahu apa yang bisa aku lakukan nanti!” Siau Sam Kongcu tertawa:

“Bukankan Siau-ongya dari awal juga tahu dengan cara apa mengganggu Siau Sam?”

Wajah Cu Kun-cau berubah menjadi pucat. Dia menghentakkan kaki, membalikkan tubuh keluar dari kuil. Kali ini Siau Sam Kongcu tidak menghadang dia.

Tidak lama kemudian Siau Sam Kongcu baru keluar dari kuil. Dia melihat langit dan wajahnya tersenyum bahagia.

Dia yakin apa yang dikatakan Cu Kun-cau adalah sebenarnya. Sampai malam ini, akhirnya dia mengerti seperti apa perasaan Tiong Bok-lan kepada nya.

Walaupun Tiong Bok-lan belum mengambil keputusan tapi asal Tiong Bok-lan mempunyai maksud seperti ini, dia masih ada harapan.

Dulu dia hampir putus asa. Cu Kun-cau tidak segera kembali ke keluarga Lamkiong. Dia berjalan ke arah lain. Setelah berjalan sejauh satu li, dia baru berhenti di depan satu pohon besar.

Di bawah pohon ada sebuah patung batu Budha. Sekali melihat sudah tahu patung itu diukir dari batu, diukir asal-asalan. Bukan sembarang orang bisa melakukannya.

Di mata orang biasa, patung ini tidak ada yang istimewa, tapi di mata pesilat tangguh paling sedikit bekas pahatan patung batu itu adalah bekas pahatan seorang pesilat tangguh.

Awalnya Cu Kun-cau mendengar ada suara burung yang aneh kemudian baru memperhatikan patung Budha ini. Wajah yang marah segera mengeluarkan kegembiraan.

Walaupun dia tahu dengan beijalan ke arah sini, dia pasti akan pasti akan bertemu dengan orang yang dia cari tapi dia tidak menyangka bisa begitu cepat menemuinya.

Dia memutar tubuh, melihat di belakang tidak ada orang yang membuntuti baru dia, kemudian melayangkan dua tangan, menepuk dua kali di sebelah kiri, dua kali menepuk di sebelah kanan, dan dua kali di tengah.

La-cai turun dari atas pohon. Tubuhnya menempel di batang pohon seperti menyatu dengan batang pohon, begitu turun baru terpisah.

Sebenarnya dia tetap memakai baju hweesio yang berwarna abu- abu putih. Bila bersama batang pohon akan sulit dibedakan. Cu Kun-cau juga merasa seperti itu.

Ilmu samurainya sudah terlatih sampai tahap ini, boleh dikatakan sudah berada di puncak.

“Ada apa Siau-ongya tergesa-gesa mencariku?” tanya La-cai. “Mengapa Siau Sam Kongcu bisa sampai di keluarga Lamkiong

hidup-hidup?”

La-cai menggelengkan kepala: “Tujuan orang-orang kami adalah mengejar Tiang-lek Kuncu, tapi tiba-tiba dia berpisah dengan Siau Sam Kongcu dan pergi sendiri, maka ada kesalahan.”

“Ceng-cau tidak perlu kalian layani, tapi Siau Sam!” “Apakah harus dibunuh?”

“Harus dibunuh!” Cu Kun-cau dengan marah berkata, “kalau tidak bisa membunuh orang ini, rasa jengkelku tidak habis-habis!”

“Kapan harus dilakukan?”

“Semakin cepat semakin bagus. Dia datang untuk mengikuti rapat Pek-hoa-couw. Pada waktu itu pasti akan terjadi pertarungan besar. Tunggu sampai dia lelah baru dibunuh. Itu akan lebih baik!”

“Ada kemudahan seperti itu, hweesio tidak akan melepaskan kesempatan ini! Hal ini biar hweesio yang melakukan!”

Cu Kun-cau mengangguk:

“Sekarang kau boleh pergi!”

La-cai mengayunkan tangan, asap segera keluar dari tubuh dan dengan cepat membungkus tubuhnya.

Waktu asap menghilang, La-cai sudah menghilang. Cu Kun-cau tidak menunggu sampai asap hilang, dia sudah kembali ke keluarga Lamkiong. Wajahnya sinis, dia seperti sudah mendengar teriak an Siau Sam Kongcu yang memilukan kemudian roboh di depannya.

144-144-144

Malam ini di keluarga Lamkiong terlihat sangat tenang. Beng-cu berada di kamar, tapi hatinya tidak tenang, dia kira karena masalah Siau Cu.

Sebelumnya begitu ada waktu Siau Cu pasti datang menengok dia atau mengetuk-ngetuk jendela di luar, mengajak dia keluar untuk mengobrol. Tapi malam ini, sampai sekarang Siau Cu belum muncul. Maka begitu ada yang mengetuk jendela, Beng-cu segera meloncat bangun. Tapi begitu jendela dibuka, yang berdiri di luar adalah Lamkiong Po.

“Paman keempat ada apa?”

“Aku akan memberitahumu satu hal!” Lamkiong Po segera meloncat masuk dan menutup jendela.

“Hal ini pasti sangat penting!”

“Itu sudah pasti!” Lamkiong Po tertawa kecut, “hal ini menyangkut seumur hidupmu..

“Apakah Siau Cu telah berbuat sesuatu?” “Tidak!” Lamkiong Po menarik nafas duduk. “Apakah aku?”

Lamkiong Po menggelengkan kepala. “Paman keempat cepat beritahu kepadaku!”

“Apakah kau tahu siapa yang membunuh guru Siau Cu?” “Paman keempat sudah menelitinya? Aku akan segera

memberitahu Siau Cu, karena kematian gurunya membuat hatinya

tidak enak!”

“Hal ini jangan diberitahu kepada Siau Cu!” “Mengapa?”

Lamkiong Po tidak menjawab. Tawa Beng-cu tiba-tiba membeku:

“Apakah hal ini berhubungan dengan keluar-ga Lamkiong...” Lamkiong Po menundukkan kepala:

“Dia dibunuh orang keluarga Lamkiong!” “Mengapa bisa seperti itu?”

“Mungkin ada kesalahpahaman. Tapi apapun yang terjadi, orang yang membunuh gurunya adalah orang dari keluarga Lamkiong!”

Beng-cu bengong. Kata Lamkiong Po: “Aku tidak tahu mengapa Lo-taikun bisa menyetujui pernikahan Siau Cu denganmu. Mungkin karena melihat muka Tiong Toa- sianseng dan An-lek-hou. Tapi apapun yang terjadi, aku harus menjelaskan kepadamu. Kalau terus ditutup-tutupi, setelah kau dan dia menikah dan ketahuan apa yang terjadi, aku tidak tahu apa akibatnya!”

“Mengapa bisa seperti itu? Mengapa guru Siau Cu dibunuh oleh keluarga Lamkiong?”

“Apakah kau tidak percaya dengan kata-kata paman keempat?” “Paman keempat, apa yang harus aku lakukan?”

“Setelah berpikir dengan jelas, kau akan tahu apa yang harus kau lakukan!” Lamkiong Po berdiri lalu mendorong jendela dan meloncat keluar.

Beng-cu terpaku. Akhirnya dia menangis sejadi-jadinya.

Pek-hoa-couw berada di tengah-tengah sebuah danau, tempat itu milik keluarga Lamkiong, setelah beberapa tahun diperbaiki, tempat ini jadi benar-benar bagus. Katanya generasi pertama keluarga Lam kiong menciptakan ilmu pedang keluarga Lamkiong di sini, maka bila generasi penerus keluarga Lamkiong mengalami kesulitan dalam ilmu pedang asal datang ke Pek-hoa-couw sering kali dapat mujizat.

Memilih tempat ini untuk rapat ilmu pedang, itu adalah ide keluarga Lamkiong yang pertama. Sebe narnya rapat ini adalah rapat yang besar tapi sampai hari ini dan sekarang ini terlihat sangat sepi. Itu benar-benar tidak terduga.

Di dunia persilatan sulit ditemukan keadaan yang tenang, dunia persilatan selalu dalam guncangan, kecuali keluarga Lamkiong, perkumpulan lain dari satu generasi ke generasi sebelumnya semakin menurun. Apalagi munculnya Bu-ti-bun yang terus membuat pertarungan, membuat semua perkum pulan semakin lemah dan memerlukan waktu lama untuk pulih.

Rapat Pek-hoa-couw akhirnya dimulai. Upacara nya sangat sederhana. Rapat dibuka oleh Cu Kun-cau, karena daerah ini adalah wilayah kekuasaan Ling-ong. Keluarga Lamkiong harus memberi muka kepada Siau-ongya ini.

Hati Cu Kun-cau sedang tidak enak tapi dalam keadaan begitu dia harus bisa menyimpan perasaannya. Apalagi yang mengikuti rapat ini adalah pesilat-pesilat pedang yang tangguh.

Pengundian pertama adalah Lamkiong Po dari keluarga Lamkiong berhadapan dengan Coat-suthay.

Belum bertarung, semua orang sudah tahu ilmu pedang mana yang mungkin bisa mengalahkan Coat-suthay.

Begitu Ceng-hong-kiam milik Coat-suthay dicabut, hati Lamkiong Po jadi dingin. Semua orang bisa melihat pedang itu bukan pedang biasa.

Dari luar terlihat dia tidak bereaksi. Tangan kanan mencabut pedang, tangan kiri menekan ke belakang pedang. Dengan hormat berkata:

“Lamkiong Po dari keluarga Lamkiong siap menerima jurus- jurus Lo-cianpwee!”

Wajah Coat-suthay tidak menunjukan ekspresi apa-apa. Dia mengayunkan tangan. Lamkiong Po juga tidak sungkan. Pedang sudah menyerang.

Coat-suthay segera membalas. Jurus demi jurus datang menyerang seperti air laut.

Lamkiong Po tidak berani beradu pedang dengan Coat-suthay. Apalagi ada jarak yang jauh di antara ilmu silat mereka, maka baru sepuluh jurus dia sudah dipaksa terus mundur.

Su Yan-hong melihatnya:

“Lamkiong Po tidak akan bisa bertahan lebih dari tiga puluh jurus!”

Tiong Toa-sianseng mengangguk:

“Walaupun Coat-suthay tidak memakai Ceng-hong-kiam, Lamkiong Po tetap tidak bisa bertahan tiga puluh jurus!” “Ilmu silat Coat-suthay biasanya sangat bagus, apakah Lamkiong Po belum mengeluarkan semua ilmu silatnya?”

Tiong Toa-sianseng menggelengkan kepala:

“Dia belum mengeluarkan kewibawaan jurus keluarga Lamkiong. Kelihatannya tidak perlu lima jurus Lamkiong Po akan kalah!”

Benar saja, setelah tiga jurus, Lamkiong Po terpaksa harus bertahan atas serangan pedang Coat-suthay. Setelah bertahan, pedang Lamkiong Po patah menjadi dua. Dia tidak mundur, malah maju. Dengan pedang yang patah terus menyerang Coat-suthay.

Coat-suthay tertawa dingin. Dengan jurus 'Tan-hong-cauw- yang' (Burung Hong melihat matahari), pedangnya diayunkan ke pedang Lamkiong Po kemudian diangkat dan diturunkan. Pedang sudah menggaris di kaki Lamkiong Po.

Walaupun digaris hanya setengah kaki juga sangat tipis tapi bertarung sampai tahap sekarang, kalah dan menang sudah sangat jelas.

Simbal segera berbunyi. Coat-suthay segera menurunkan pedang. Dia tertawa sombong.

“Pada Ceng-hong-kiam sama sekali tidak ada setetes darahpun!”

Bwe Au-siang dan Cia Soh-ciu berdua cepat keluar memapah Lamkiong Po dari kiri dan kanan. Cu Kun-cau segera mengumumkan:

“Pertarungan pertama Coat-suthay menang!” Pengumuman baru diucapkan, Siau Cu segera berteriak: “Tidak adil!”

“Apa?” Dengan sorot mata benci, Cu Kun-cau melihat Siau Cu. “Pedang yang digunakan Coat-suthay adalah pedang pusaka,

sedangkan pedang Lamkiong Po ada lah pedang biasa!”

“Di rapat ini tidak ada aturan harus memakai pedang apa. Sebenarnya Lamkiong Po juga bisa meng gunakan pedang pusaka!” “Tapi aturan rapat sudah ditentukan hanya sampai titik tertentu!” kata Siau Cu.

“Betul. Coat-suthay sudah bisa mematahkan pedang, seharusnya sudah menang. Mengapa harus dilanjutkan sampai melukai orang?” kata Cia Soh-ciu.

Cu Kun-cau masih ingin membela. Coat-suthay sudah mengeluarkan suara:

“Salah Lamkiong Po, mengapa pedang sudah patah dan sudah kalah, masih terus menyerang?”

“Dengan ilmu silat Suthay, apakah harus melukai orang baru bisa mencairkan serangan dari Lamkiong Po?” Bwe Au-siang berkata.

Coat-suthay tertawa dingin:

“Terserah mencairkan serangan dengan cara apa. Kata orang, bertarung dengan cepat dan selesai kan dengan cepat, saat seperti sekarang ini siapa yang 5 tertarik main-main?”

“Yang penting pertarugan ini tidak adil!” kata Siau Cu.

“Kalau kau tidak terima, kau boleh maju menyerangku!” Coat- suthay dengan sorot mata seperti kilat melihat Siau Cu.

Dada Siau Cu ditegakkan:

“Baik!” Dia segera maju. Tapi Lo-taikun segera membentak, “kembali ke tempat!”

“Lo-taikun!” teriak Siau Cu.

“Kata-kata Coat-suthay tidak salah. Yang salah adalah Lamkiong Po yang belajar ilmu silat belum sempurna!” Kemudian dengan tongkat kepala naga menunjuk kepada Lamkiong Po, “Cepat mundur!”

Siau Cu menghentakkan kaki. Dia membalikkan tubuh segera pergi.

Coat-suthay melihat Lo-taikun, dia tertawa dingin: “Dulu keluarga Lamkiong dengan ilmu pedangnya terkenal di dunia persilatan. Tidak disangka satu generasi lebih buruk daripada generasi sebelumnya. Sampai generasi sekarang tidak sanggup menerima 20 jurusku!”

Semua orang keluarga Lamkiong terus meli-hat Coat-suthay, tapi Coat-suthay seperti tidak mera-sa apa-apa, dia terus berkata:

“Lo-taikun, mengapa kau tidak bertindak sendiri, malah menyuruh generasi muda yang keluar memalukan keluarga?”

Dua alis Lo-taikun melayang:

“Suthay, kalah menang sudah ada hasilnya, harap kau mundur dulu...”

“Pertarungan tadi bisa tidak dihitung, lebih baik Lo-taikun sendiri yang bertarung agar orang lain tidak berkata aku menghina angkatan muda!” Coat-suthay terus memaksa.”

“Bila Suthay ingin bertarung denganku, bisa memilih waktu yang lain. Lebih baik rapat Pek-hoa-couw tetap mengikuti aturan-aturan yang selalu digunakan!”

“Baik! Kau sudah berjanji!” Coat-suthay menyarungkan pedang dan mundur.

“Silahkan, Siau-ongya!” kata Lo-taikun. Cu Kun-cau segera berteriak:

“Babak kedua adalah Bu-tong-pai, Lu Tan melawan Hoa-san-pai, Siau Sam!”

Tidak ragu lagi ilmu silat Siau Sam Kongcu berada di atas Lu Tan. Terlihat pertarungan ini sangat jelas mana yang menang dan kalah. Tapi tidak ter-duga, hasilnya adalah Siau Sam Kongcu dan Lu Tan dengan pedang pada waktu yang bersamaan meme-cahkan baju lawan. Maka hasil pertarungan adalah sama kuat.

Semua orang bisa melihat Siau Sam Kongcu sengaja mengalah dan Siau Sam Kongcu tidak ingin merebut nama Thian-sia-te-it- kiam. Pertarungan pedang hari pertama sudah sele-sai, dilanjutkan dengan mengundi urutan hari kedua.

Urutan pertama adalah Tiong Toa-sianseng menghadapi Siau Sam Kongcu. Coat-suthay menghadapi Lu Tan.

Cu Kun-cau melihatnya, dalam hati tertawa dingin. Walaupun dia tidak tahu ilmu silat setinggi apa, tapi dia yakin tidak akan di bawah Siau Sam Kongcu. Kecuali seperti Siau Sam Kongcu berha- dapan dengan Lu Tan dengan hasil sama. Kalau tidak, menang atau kalah Siau Sam Kongcu pasti terkuras tenaganya. Asal La-cai bisa memanfaatkan kesem-patan ini, pada waktu Siau Sam Kongcu masih lemah, membunuhnya bukan hal yang sulit. Luka Lamkiong Po tidak begitu berat. Setelah dibalut dengan obat dia bisa bergerak seperti biasa lagi. Hanya saja karena tidak sampai 20 jurus sudah kalah oleh Coat-suthay, hal ini terus terbayang-bayang.

Lo-taikun tidak marah, dia sendiri yang mem balut luka Lamkiong Po. Setelah menghibur dengan beberapa kata, dia menyuruh Lamkiong Po tidur baru pergi dengan orang lain. Bwe Au-siang ingin tinggal, tapi Lo-taikun menyuruh dia keluar.

Sesampainya di ruang tamu, Lo-taikun baru berkata:

“Hari ini Po-ji terluka oleh pedang Coat-suthay. Aku yakin semua sudah melihat dengan jelas keadaan ini.”

“Heng-san-pai adalah perkumpulan besar dan terkenal. Coat- suthay menghadapi angkatan muda dengan pedang pusakanya. Jurus-jurusnya ganas dan kejam. Semua melanggar peraturan di sini, apakah kalian tidak merasa aneh?” kata Lo-taikun menatap semua orang.

“Maksud Lo-taikun, Coat-suthay ingin mencabut nyawa suamiku?” Tanya Bwe Au-siang.

Lo-taikun mengangguk: “Kalau bukan karena Po-ji sangat lincah, mungkin nyawanya sudah hilang. Paling sedikit kaki kanannya akan tertepis!”

“Coat-suthay benar-benar kejam!” Bwe Au-siang marah. “Apalagi ucapannya menusuk hati, kalau di rapat tidak

merundingkan ilmu pedang...”

Beng-cu memotong:

“Orang itu harus diberi pelajaran. Jangan biarkan dia menganggap remeh keluarga Lamkiong!”

“Ilmu silatnya tinggi, Ceng-hong-kiam sangat tajam, ingin mengalahkannya bukan hal yang mudah!” Lo-taikun tertawa.

“Mengapa dia seperti selalu mencari gara-gara dengan keluarga Lamkiong?” Tanya Beng-cu.

“Karena dulu dia pernah kalah total oleh pedangku. Tidak disangka orang itu berjiwa sempit. Sampai saat ini masih berpikir cara membalas dendam kepadaku!” Kata Lo-taikun.

“Walaupun begitu, seharusnya dia tidak melampiaskannya kepada generasi di bawah keluarga Lamkiong!” Seru Cia Soh-ciu.

“Benar! Perkumpulan besar dan terkenal kalau bertarung dan kalah seharusnya menyalahkan diri sendiri tidak cukup tinggi ilmu silatnya. Mana bisa terus dendam!” Kata Tong Goat-go.

Kiang Hong-sim tertawa dingin:

“Apa bedanya perkumpulan terkenal dengan perkumpulan sesat? Bukankah anak laki-laki keluarga Lamkiong satu per satu mati dijebak perkumpulan besar dan terkenal?”

Kalimat ini terucap keluar selain Lamkiong Beng-cu, semua mengeluarkan sikap benci.

Tong Goat-go lebih tergesa-gesa, dia segera berteriak: “Kita ke sana dan bunuh nikoh jahat itu!”

Tentu saja Bwe Au-siang setuju. Dia mendekati Tong Goat-go.

Lo-taikun melihat mereka dan menggelengkan kepala: “Yang salah adalah Coat-suthay. Jika kita pergi mencari Coat- suthay, itu adalah salah keluarga Lamkiong. Masalah kecil tidak ditahan akan menimbulkan masalah besar. Aku hanya mengingatkan kalian seperti apa Coat-suthay dari Heng-san-pai itu menghina keluarga Lamkiong!”

“Bila balas dendam, 3 tahun kemudian pun belum terlambat!” Kata Lo-taikun. Lalu dia berpesan kepada semua agar pulang untuk beristirahat. Hanya tersisa Cia Soh-ciu dan Kiang Hong-sim.

Tadinya Beng-cu ingin terus di sana, tiba-tiba dia merasa ada perasaan aneh. Orang-orang Keluarga Lamkiong seperti berbeda, tidak seperti dulu. Dia mulai percaya apa yang dikatakan Lamkiong Po.

Kalau Guru Siau Cu benar dibunuh oleh orang keluarga Lamkiong, bila diketahui oleh Siau Cu, apa yang bakal terjadi? Dia bingung, dalam sikap bingungnya dia pun meninggalkan tempat.

Setelah semua pergi, Lo-taikim baru bertanya kepada Cia Soh- ciu dan Kiang Hong-sim:

“Pertarungan besok, bagaimana menurut kalian?” Cia Soh-ciu langsung menjawab:

“Dengan gaya yang dimiliki Coat-suthay, Lu Tan pasti akan terbunuh oleh pedangnya. Kalau dia bicaranya masih seperti itu begitu tajam, kelak Heng-san-pai dan Bu-tong-pai akan menjadi musuhnya!”

“Kedatangan Coat-suthay bisa dikatakan yang diatas lah yang telah membantu keluarga Lamkiong. Asalkan sedikit menghasut, mereka akan saling bunuh, kita bisa menghemat banyak waktu!” Lo-taikun bertanya, “apakah pertarungan antara Tiong Toa- sianseng dan Siau Sam Kongcu bisa ditangani dengan mudah?”

“Tetapi karena Tiong Toa-sianseng menikahkan Tiong Bok-lan kepada keluarga Lamkiong menurutku, Bok-lan dan Siau Sam Kongcu seperti ubi bunga teratai, sambung menyambung dan tiada habis nya!” Jelas Kiang Hong-sim. “Baik, bila besok Tiong Toa-sianseng dan Siau Sam Kongcu benar-benar bertarung dan ada yang terluka atau bahkan mati, Hoa-san-pai dan Kun-lun akan menjadi musuh bertahun-tahun!”

“Bok-lan bisa diperalat!” Ide jahat Kiang Hong-sim timbul lagi, “kita atur Tiong Bok-lan bertemu dengan Siau Sam Kongcu, kemudian terlihat oleh Tiong Toa-sianseng. Itu akan membuat mereka benar-benar bertarung!”

Cia Soh-ciu sedikit ragu, tanpa berpikir Lo-taikun setuju. Kiang Hong-sim segera mencari Tiong Bok-lan.

Saat itu Tiong Bok-lan baru tiba di kamarnya, dia mengkhawatirkan pertarungan esok hari dan tidak bisa tidur. Melihat Kiang Hong-sim mencarinya, dia mengira kalau Lo-taikun membawa pesan. Tidak disangka ucapan Kiang Hong-sim yang pertama adalah:

“Apakah kau mengkhawatirkan mengenai per tandingan ilmu pedang besok?”

Tiong Bok-lan menganggguk.

“Kau berharap siapa yang bakal menang?”

“Apakah hasilnya tetap akan sama,” tanya Tiong Bok-lan. “Lebih baik kita berunding dulu. Bisa bertanding dengan imbang

seperti Siau Sam dan Lu Tan, pada akhirnya akan menutup

pertandingan dengan baik!” angguk Kiang hong-sim.

Tiong Bok-lan tertawa kecut. Yang paling ideal adalah seperti itu tapi dia tahu itu tidak mungkin bakal terjadi.

“Aku lihat ini tidak mudah!” Kiang Hong-sim mengawasi perubahan Tiong Bok-lan, “menurutku, ayahmu yang berpengalaman di bidang ilmu silat, tapi Siau Sam Kongcu masih muda, dia lebih bisa bertahan. Aku takut ayahmu kurang tenaga dan posisinya akan berada di bawah ilmu pedang Siau Sam Kongcu!”

Bok-lan menggelengkan kepala: “Bukankah akan sampai di titik tertentu?” “Pedang tidak mempunyai mata. Dia dikuasai oleh manusia. Kau juga lihat paman keempat dan Coat-suthay, walaupun tidak ada dendam tetap seperti itu! Apakah kau mau melihat salah satu dari mereka terluka?”

“Menurutmu, apa yang harus kulakukan?” Tanya Tiong Bok-lan. “Dari pihak ayahmu, kau sulit bicara, lebih baik kau bicara

kepada Siau Sam Kongcu, suruh dia bertahan dulu!”

Tiong Bok-lan terdiam. Kiang Hong-sim tiba-tiba seperti kelepasan bicara:

“Aku tidak sengaja bicara itu, jangan taruh di hati!”

Dia pun keluar, dia sadar betul kata-katanya sampai di sini saja sudah cukup. Dia juga tahu Tiong Bok-lan akan ingat dengan apa yang dia katakan tadi.

Bersamaan waktu Cia Soh-ciu mencari Siau Sam Kongcu. Dia tahu kalau Siau Sam Kongcu sedang bersama Siau Cu, dia segera pergi mencari Beng-cu.

Beng-cu ternyata tidak bisa tidur. Cia Soh-ciu tidak tahu Lamkiong Po sudah memberitahu Beng-cu dan curiga kalau Lam- touw mati di tangan orang-orang keluarga Lamkiong. Melihat Beng- cu bersikap seperti itu, dia masih mengira kalau Beng-cu sedang merindukan Siau Cu. Cia Soh-ciu tidak senang tapi karena harus mengikuti Lo-taikun, dia menyuruh pelayan mengundang Siau Cu.

Beng-cu ingin menolak tapi entah harus meng gunakan alasan apa. Dalam hati saling bertentangan dan kacau.

Siau Cu mencari Siau Sam Kongcu yang tadi bagi Lamkiong Po dengan pedang Coat-suthay. Dia berharap pertarungan yang akan terjadi besok antara Siau Sam Kongcu dan Tiong Toa-sianseng, bisa seperti saat dia bertarung dengan Lu Tan. Hasilnya akan seimbang.

Siau Cu juga melihat Tiong Toa-sianseng dan Siau Sam Kongcu bersikap tidak bersahabat. Dia juga tahu kalau tidak hati-hati bicara akan membuat masalah ini lebih runyam. Dia bicara berbelit-belit baru sampai pada inti pembicaraan. “Besok untuk pertarungan dengan Tiong Toa-sianseng, kau mempunyai berapa persen keyakinan untuk menang?”

“Satu persen pun tidak ada!” Tanpa berpikir Siau Sam Kongcu menjawab seperti itu.

“Sebelum berperang kau sudah takut terlebih dulu, apa pun yang kita kerjakan kita harus mempunyai kepercayaan diri terlebih dulu!” Hibur Siau Cu.

“Thian-liong-kiam-hoat dari Kun-lun sangat lengkap dan perubahan yang terjadi sangat banyak. Walaupun aku berusaha sekuat tenaga belum tentu bisa mengimbanginya!”

“Tapi kau masih muda.

“Tiong-cianpwee pun kuat walaupun beliau sudah tua.” “Untung hanya sampai pada titik tertentu. Aku tidak berharap di

antara kalian ada yang terlukai” Akhirnya Siau Cu mengatakan isi

hatinya.

Siau Sam Kongcu tertawa. Dia tidak mengeluarkan pendapatnya. Waktu itu pelayan datang mengundang Siau Cu ke kamar Beng-cu.

“Sekarang? Apakah harus ke sana?”

“Kau tidak mau ke sana?” Pelayan itu balik bertanya. “Pasti akan ke sana. Entah ada masalah apa?”

Dia menggaruk-garuk kepalanya. Pelayan itu ingin tertawa: “Setelah kau ke sana, kau akan tahu!”

“Betul! Betul!” Siau Cu seperti orang bodoh.

Dia melihat Siau Sam Kongcu. Siau Sam Kongcu tertawa:

“Sulit menepati janji dengan perempuan. Aku tidak akan memaksamu terus di sini!”

Setelah Siau Cu dan pelayan itu pergi, tawa Siau Sam Kongcu segera menghilang. Dia merasa ada perasaan sepi menyerang hatinya.

Dia terpaku, sampai saat Tiong Bok-lan mendorong pintu masuk untuk berkunjung, baru menyadarkan dia dan bertanya: “Siapa?”

Begitu melihat yang datang Tiong Bok-lan, dia terpaku lagi.

Tiong Bok-lan menatapnya, entah harus mulai bicara dari mana. “Kau mancariku?”

Tiong Bok-lan mengangguk.

“Kau sudah berpikir matang dan ingin ikut aku pergi?” Siau Sam Kongcu merasa senang.

Tiong Bok-lan menggelengkan kepala. Siau Sam Kongcu adalah orang pintar. Dia segera coba-coba bertanya:

“Apakah karena pertarungan besok?”

“Benar! Apakah kau bisa tidak harus melukai ayahku?” Siau Sam Kongcu balik bertanya:

“Mengapa kau tidak memohon kepada ayahmu, sampai pada waktunya untuk melepaskanku.”

“Aku rasa itu tidak perlu!”

“Apakah kau kira dengan ilmu silatku ini bisa melukai ayahmu? Kau salah perkiraan, aku belum mencapai pada tahap setinggi itu!”

“Itu karena kerendahan hatimu!” Tiong Bok-lan menarik nafas, “apa pun itu, ayah adalah satu-satunya keluargaku. Dia sudah tua, aku tidak berharap dia akan terluka!”

“Bagaimana kalau aku yang terluka di bawah pedang ayahmu?” Tiong Bok-lan terdiam.

145-145-145

Lo-taikun sekarang muncul di kamar Tiong Toa-sianseng.

Tiong Toa-sianseng tahu kalau Lo-taikun yang tiba-tiba datang itu pasti karena ada masalah penting. Dia tetap dengan sabar mendengar hingga Lo-taikun bicara. Tiong Toa-sianseng mempunyai kesabaran luar biasa.

“Bok-lan menikah dan masuk ke keluarga Lamkiong sudah beberapa tahun.” Akhirnya Lo-taikun membuka suara. “Betul!” Begitu mendengar cerita mengenai Bok-lan, hati Tiong Toa-sianseng merasa tidak enak.

“Keluarga Lamkiong benar-benar tidak beruntung. Bok-lan baru masuk ke keluarga Lamkiong, Sie-ji langsung meninggal...” Lo- taikun menarik nafas dalam.

“Apakah Bok-lan telah melakukan hal yang merusak aturan?” Tanya Tiong Toa-sianseng.

Wajah Lo-taikun tidak berubah. Dia menggelengkan kepala. “Keluarga Lamkiong mempunyai 5 janda, pasti ada yang

mengatakan hal tidak benar. Harap  Tiong Toa-sianseng jangan

mudah percaya begitu saja!”

“Itu sudah pasti dan aku tidak akan mengijin-kan Bok-lan melakukan hal yang memalukan keluarga Lamkiong!”

“Bok-lan selalu menuruti aturan, Tiong Toa-sianseng bisa tenang! Hanya saja Siau Sam...”

“Apa yang terjadi pada Siau Sam?”

“Katanya dulu Siau Sam Kongcu pernah melamar Bok-lan dan ditolak oleh Sianseng?”

“Benar, pernah terjadi seperti itu. Apakah Siau Sam, dia...” “Dia tidak apa-apa, aku hanya merasa khawatir!” “Khawatir?”

“Katanya Tiong Toa-sianseng dan katanya gara-gara ini, Siau Sam Kongcu merasa tidak enak satu sama lain!”

Tiong Toa-sianseng tertawa tapi tidak menjawab:

“Selama ratusan tahun Hoa-san dan Kun-lun tidak bermasalah! Lo-taikun tenanglah, kita bukan anak kecil lagi. Tidak akan hanya karena masalah pribadi jadi merusak hubungan 2 perkumpulan ini.”

“Kalau Siau Sam Kongcu mempunyai pikiran seperti itu, akan lebih baik!” Kata-kata Lo-taikun ini pasti sengaja diucapkan. Tiong Toa-sianseng hanya tertawa. Setelah Lo-taikun mengatakan beberapa kalimat, dia segera pergi dari sana. Dia bisa melihat Tiong Toa-sianseng akan menyimpan kata-katanya tadi di dalam hati dan pasti akan mencari Siau Sam Kongcu.

Tidak jauh di luar dugaannya.

146-146-146

“Pandanglah aku! Berjanjilah padaku!” Sambil bicara, mata Tiong Bok-lan tampak berkaca-kaca.

“Bertarung ilmu pedang secara persahabatan, seharusnya mengeluarkan apa pun yang kita miliki. Kalau masing-masing mengalah, tidak ada artinya!” Siau Sam Kongcu tertawa kecut. Dia tidak lupa tadi pagi pertarungan yang terjadi adalah seimbang.

Tiong Bok-lan tidak terpikir, hanya berkata: “Aku hanya takut kalian akan bertarung sung guhan!”

“Tapi mengapa kau hanya bicara kepadaku?” “Ayahku sudah tua...”

“Kau benar-benar anak berbakti!” Siau Sam Kongcu tertawa kecut, “sebenarnya kau harus berpikir untuk dirimu sendiri juga!”

“Kau benar-benar tidak mau mengalah?” Air mata Tiong Bok-lan menetes lagi.

“Baiklah! Baiklah!”

Siau Sam Kongcu menarik nafas dalam-dalam. Dia menghapus air mata Tiong Bok-lan dengan lengan bajunya.

Tiong Bok-lan tertawa:

“Aku tahu kau pasti akan setuju!”

“Coba lihat dirimu!” Siau Sam Kongcu mengangkat dagu Tiong Bok-lan dan menggelengkan kepala.

Empat mata saling pandang. Bok-lan merasa malu. Dia masuk ke dalam pelukan Siau Sam Kongcu.

Siau Sam Kongcu pelan-pelan memeluk Tiong Bok-lan. “Bok-lan!” ada yang berteriak. Pintu didobrak, Tiong Toa-sianseng masuk. Siau Sam Kongcu dan Tiong Bok-lan berteriak terkejut dan saling melepaskan diri, tapi sudah tidak sempat.

Tiong Toa-sianseng sudah melihat semuanya. Janggutnya terlihat bergetar:

“Bok-lan, mengapa kau di sini?”

Tiong Bok-lan belum sempat menjawab. Tiong Toa-sianseng langsung marah kepada Siau Sam Kongcu:

“Marga Siau, berani sekali kau menggoda putriku? Di Hoa-san- pai ternyata ada orang yang tidak tahu malu!”

“Ayah, semua ini tidak ada hubungan dengan nya!” Tiong Bok- lan cepat-cepat membela.

“Berarti ini semua idemu?” Tiong Toa-sian-seng semakin marah, “ayah sudah beberapa kali mengatakan kepadamu, kau tidak pernah mau mendengarnya dan sekarang kau melakukan hal yang merusak citramu sendiri. Kau benar-benar perempuan jalang!”

“Ayah!” Tiong Bok-lan berteriak sedih.

“Aku tidak punya putri seperti kau! Pergi, pergi kau!” Tiong Toa- sianseng menunjuk pintu.

Tiong Bok-lan menangis, dia berlari keluar. Siau Sam Kongcu ingin mengejarnya tapi dihalangi oleh Tiong Toa-sianseng.

“Tidak disangka biasanya Sianseng sangat bijak dan pintar, sekarang tidak bisa membedakan mana yang hijau dan mana yang putih!” Kata Siau Sam Kongcu.

“Apa katamu? Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri apa yang terjadi!”

“Kami terang-terangan...”

“Satu laki-laki dan satu perempuan berpelukan di dalam kamar. Kau masih mengatakan kalian bersikap terang-terangan!” Tiong Toa-sianseng tertawa dingin.

Siau Sam Kongcu terpaku: “Karena Anda tidak tahu...”

“Aku tahu semuanya dengan jelas!”

“Kalau Anda tahu dengan jelas siapa Bok-lan, Bok-lan tidak akan seperti itu sekarang.”

“Kalau aku menikahkan Bok-lan denganmu, orang yang tidak tahu malu, akibatnya tidak bisa terbayangkan!”

“Marga Tiong, bicara harus sopan, jangan salahkan aku!” “Ada apa denganmu? Malam ini kau harus diberi pelajaran!”

“Ingin memberi pelajaran kepadaku, besok adalah kesempatan yang bagus, tidak perlu sekarang!” Siau Sam Kongcu tertawa dingin.

“Baik! Besok kita lihat!” Tiong Toa-sianseng tertawa dingin.

Su Yan-hong, Fu Hiong-kun, Su Ceng-cau, dan Lu Tan mendengar amarah dan bentakan. Mereka segera keluar.

“Ada apa, Guru?” Tanya Su Yan-hong.

“Tidak ada apa-apa. Aku hanya datang mencarinya dan berdiskusi tentang ilmu silat tapi dia sangat sombong jadi aku ingin malam ini juga memberinya pelajaran!” Kepala Tiong Toa-sianseng mendingin dan terpikir kalau keburukan keluarganya tidak boleh sampai tersebar keluar.

Tapi Su Ceng-cau berteriak:

“Aku tahu tidak seperti itu, pasti guruku yang mulai dulu!”

Kata-kata berikutnya belum berlanjut, mulutnya sudah disumbat oleh Fu Hiong-kun dan berkata:

“Jika kau tidak tahu jangan sembarangan bicara!” Setelah itu dia menarik Su Ceng-cau keluar dari sana.

Su Yan-hong adalah orang pintar. Dengan cepat berkata: “Malam sudah larut, besok masih bisa melaku kan perundingan

ilmu pedang, lebih baik kita pulang ke kamar masing-masing untuk

beristirahat!” Tiong Toa-sianseng tertawa dingin. Setelah berjalan selangkah, dia menoleh dan berkata:

“Marga Siau, besok aku akan mewakili Hoa-san-pai memberimu pelajaran!”

Siau Sam Kongcu hanya tertawa dingin.

147-147-147

Beng-cu dan Siau Cu sama sekali tidak tahu kalau pertemuan ini diperalat. Sekarang mereka sedang berjalan-jalan di belakang taman bunga.

Sepanjang jalan Beng-cu diam saja. Akhirnya Siau Cu tidak tahan lagi:

“Mengapa kau diam saja?”

Beng-cu menggelengkan kepala, dia ingin mengatakan sesuatu tapi tidak bisa keluar. Siau Cu tertawa:

“Aku sudah berpikir lama dan jelas, setelah aku bertemu dengan orang yang membunuh guruku dan berhasil membalaskan dendamnya, aku baru bisa menikah denganmu!” Beng-cu menunduk. Air matanya menetes.

“Bagaimana menurutmu dengan rencanaku?”

Beng-cu terus menggelengkan kepala dia menutup wajahnya dan berlari. Siau Cu mengejarnya dan berteriak:

“Beng-cu!”

Beng-cu terus berlari.

“Apakah itu yang membuatmu tidak bisa menunggu?” Siau Cu malah berpikir yang lain, “kau harus lebih mengerti akan diriku!”

Dia percaya Beng-cu bisa mengerti, dia tidak mengejarnya lagi.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar