Legenda Pendekar Ulat Sutera Jilid 06

Jilid 06

Fu Hiong-kun cemas dan berteriak:

“Tidak! Bila Lu Tan ada di tangan Liu Kun, dia pasti akan mati!” “Itu adalah masalah dia!”

“Sebenarnya apa yang Kuncu ingin Hou-ya lakukan? Lebih baik terus terang saja, kita akan bantu menasehati Hou-ya!” Fu Hiong- kun juga memohon.

“Kalian jangan mengurusi hal ini!”

Fu Hiong-kun memohon kepada Su Yan-hong: “Hou-ya!”

Su Yan-hong mengayunkan tangan ingin mengatakan sesuatu, tapi Su Ceng-cau sudah memotong:

“Besok adalah hari terakhir. Kau sudah tahu siapa aku. Apa yang sudah aku katakan tidak akan ditarik kembali!”

Begitu menyelesaikan kata-katanya, dia sudah membalikkan tubuh berjalan pergi. Sepertinya Su Yan-hong ingin memanggil dia, tapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya.

“Yan-hong, apa yang terjadi?” tanya Tiong Toa-sianseng.

Su Yan-hong menarik nafas. Dengan lembut Fu Hiong-kun berkata:

''Satu orang bisa memikirkan sedikit akal, dua orang yang memikirkannya akan bertambah akal, mungkin ” “Masalah ini...” Su Yan-hong menggelengkan kepala. “Walaupun ini adalah masalah pribadimu, tapi mengapa tidak

memberitahu, sampai guru juga tidak kau percayai?”

“Dia ingin aku memperistrinya!”

Fu Hiong-kun merasa canggung tapi Tiong Toa-sianseng malah tertawa:

“Ini adalah hal yang baru! Bagaimana menurutmu Kuncu ini?

Apakah kau berniat memperistri dia?”

“Sifat murid seperti apa, guru paling tahu!” Su Yan-hong tertawa kecut.

“Apakah kau menyukai dia, tidak ada hubung annya dengan sifatmu yang seperti apa.” Tiong Toa-sianseng tertawa dingin.

“Sampai sekarang guru masih bisa bercanda?” Su Yan-hong melihat Fu Hiong-kun.

Tiong Toa-sianseng juga melihat Fu Hiong- kun:

“Hiong-kun, sepertinya kita memang tidak bisa membantu!”

Fu Hiong-kun mengangguk. Dia diam-diam melihat Su Yan- hong. Tiba-tiba Su Yan-hong seperti teringat sesuatu lalu berkata:

“Kalian tenanglah, aku pasti mencari cara untuk mengatasi masalah ini. Tunggulah kabar baik dariku!”

Tiong Toa-sianseng dan Fu Hiong-kun dengan aneh melihatnya dan merasa aneh. Tapi Su Yan-hong tidak berkata apa-apa. Dari ekspresi wajahnya terlihat dia penuh percaya diri.

65-65-65

Liu Kun tetap tidak mendapat kabar mengenai Lu Tan. Lu Tan yang bersembunyi di Ling-ong benar-benar di luar dugaan Liu Kun. Orang-orang Liu Kun juga tidak terpikir untuk mencari Lu Tan ke Ling-ong-hu. Sebenarnya mereka sudah tidak bersemangat dengan pengejaran Lu Tan. Dalam pikiran mereka, jika Lu Tan bukan sudah pergi jauh, pasti dia bersembunyi di suatu tempat rahasia.

Mereka juga tahu Lu Tan terkena racun. Sekarang pikiran Liu Kun sudah bergeser ke Ling-ong. Setelah perjamuan Tiang-teng, wajah dia menjadi seram seperti akan turun hujan lebat.

In Thian-houw dan Tiang-seng sudah merasakan perubahan wajah Liu Kun. Mereka juga merasa berat tapi tidak berani sembarangan bicara. Mereka sedang menunggu Liu Kun yang mulai berbicara.

“Ling-ong benar-benar licik. Kali ini tiba-tiba dia masuk ke ibukota dan Su-ki-sat-jiu ikut serta. Jika mengatakan Ling-ong tidak ada rencana, siapa yang akan percaya?” akhirnya Liu Kun membuka suara.

Tidak ada orang yang berani berkata tidak, Tiang-seng melihat Hongpo Ih seperti ingin mengatakan sesuatu. Dia tahu Hongpo Ih selalu ingin dipuji dan bicaranya selalu tanpa berpikir dulu. Jika sekarang salah bicara, tidak hanya akan membuat Liu Kun marah, bagi semua otang juga tidak ada kebaikan, maka dia cepat berkata dulu:

“Dia bisa mendapatkan kabar Cin-hai-Iou dengan cepat, berarti sudah menempatkan banyak , mata-mata di daerah ibukota!”

“Itu sudah pasti!” kata Liu Kun.

Hongpo Tiong yang di sisi tiba-tiba menyela:

“Selain dengan Kiu-cian-swe, apakah Ling-ong akan bertemu orang lain di ibukota?”

“Sepertinya tidak aneh. Menurutku orang ini selalu berencana di dalam hati. Mungkin di matanya, aku hanyalah sebuah biji catur yang tidak berguna!” kata Liu Kun.

“Ternyata Kiu-cian-swe sudah bisa membaca orang ini!” kata Hongpo Tiong. Dia menjilat dengan cepat.

“Dan orang itu juga bisa menebak apa yang aku pikirkan. Antara kita pasti akan ada pertarungan sengit!” kata Liu Kun.

“Kiu-cian-swe benar-benar gagah. Ling-ong bukan lawan yang berarti.” kata Hongpo Tiong menjilat. Akhirnya wajah Liu Kun mengeluarkan tawa:

“Yang pasti aku mengharapkan juga bertarung terang-terangan dengan Ling-ong!”

“Baik! Baik!” Hongpo Tiong ingin mengatakan sesuatu tapi di luar terdengar suara ribut.

Liu Kun mengerutkan alis. Tiang-seng sudah berlari keluar, tapi dengan cepat dia kembali lagi dan wajah berseri-seri.

“Ada kabar gembira apa?” tanya Liu Kun.

“Lu Tan sudah ketahuan bersembunyi di mana! Anak buahku sudah memeriksa, pembunuh sangat mungkin bersembunyi di rumah Ling-ong!”

“Apa? Sebenarnya...” Liu Kun tiba-tiba diam. Tiang-seng melapor lagi:

“Setelah peristiwa Cin-hai-lou, Tiang-lek Kun-cu pernah datang ke toko obat membeli banyak obat luar dan keluar masuk ke An-lek- hu sebanyak dua kali!”

“Oh?” Dua alis Liu Kun melayang.

“Masih ada lagi. Hari itu waktu aku mengejar Lu Tan ke hutan di belakang Cin-hai-lou, aku pernah bertemu dengan Tiang-lek Kuncu. Hanya waktu itu tidak menyangka Kuncu yang begitu anggun bisa menyembunyikan pembunuh!”

“Benar-benar tidak disangka. Haj ini pasti ada hubungannya dengan Su Yan-hong!” kata Liu Kun.

“Kita akan mengirim orang untuk terus mengawasi An-lek-hu!” Liu Kun berkata sendiri:

“Ling-ong masuk ke ibukota. Tiang-lek Kuncu menyembunyikan pembunuh. Masalah semakin rumit!”

“Kita sudah mendapat petunjuk, kita bisa masuk ke rumah Ling- ong secara diam-diam!” kata In Thian-houw.

“Sepertinya sangat mudah!” kata Liu Kun. “Kiu-cian-swe tenanglah!” “Di dalam Ling-ong-hu banyak pesilat tang-t guh. Selain Su-ki- sat-jiu, masih ada Siau Sam Kongcu. Bagaimana aku bisa tenang?” kata Liu Kun.

“Tapi bisa masuk mencari tahu, itu sangat baik. Hanya saja kita harus berhati-hati, jangan memperbesar masalah dan mengejutkan Ling-ong!”

“Kami pasti akan hati-hati!”

“Tentang Su Yan-hong dan Ling-ong, aku akan mengaturnya dengan baik!” Liu Kun tertawa.

Melihat tawanya, siapapun bisa mencurigai pembicaraannya.

66-66-66

Sesampainya di Ling-ong-hu, Su Ceng-cau tidak menyapa siapapun. Dia melihat ke atas dan berjalan dengan cepat. Sifat Kuncu seperti apa, semua orang di Ling-ong-hu sudah tahu. Maka jika bisa, menghindarlah jauh-jauh.

Melihat mereka seperti itu, dalam hati Su Ceng-cau berpikir: 'Akhirnya kalian tahu diri juga!' Dia tidak mencari gara-gara.

Mendengar ada suara raungan, dia terkejut dan melihat. Terlihat di

tiang batu terikat seekor beruang hitam. Beruang itu sedang berputar-putar.

Soat Boan-thian duduk di atas tiang batu. Su Ceng-cau marah: “Siapa yang suruh bawa beruang ini masuk?”

Soat Boan-thian belum menjawab, ada suara yang menjawab: “Aku!”

Su Ceng-cau segera memutar tubuh, berteriak: “Ayah!”

Ling-ong sedang duduk di atas tangga. Dia melihat Su Ceng-cau berlari ke arahnya, dia memeluk putrinya dengan erat.

“Mengapa ayah bisa datang ke sini?” “Karena mengkhawatirkan putrinya!” Mata Ling-ong menunjukkan penuh rasa sayang, “kau lebih kurus, apakah tidak betah tinggal di sini?”

“Aku merindukan ayah!” Yang pasti Su Ceng-cau tidak berkata jujur.

Tapi Ling-ong sudah melihatnya, dia tertawa: “Aku melihat kau merindukan orang lain...” Su Ceng-cau berteriak:

“Jangan sebut lagi orang yang bernama Su Yan-hong!”

Waktu tersadar dia sudah membocorkan rahasia dan ingin menarik kembali kata-katanya, Ling-ong tertawa terbahak-bahak:

“Bagaimana dengan Su Yan-hong?” “Dia menghinaku!”

“Benarkah? Mari beritahu kepada ayah bagaimana cara dia menghinamu!” Ling-ong menepuk-nepuk pundak Su Ceng-cau.

Siau Sam Kongcu bertepatan keluar dari dalam:

“Jika Ong-ya ada perlu, aku pamit dulu!” Dia sambil memberi isyarat dengan matanya kepada Su Ceng-cau.

Su Ceng-cau melihatnya. Awalnya terpaku kemudian terkejut.

Ling-ong tidak melihat. Dia tertawa:

“Siau-suhu bukan orang lain, mengapa harus menghindar?” “Kalau Ong-ya berkata begitu, aku terpaksa tinggal di sini

menemani!” Siau Sam Kongcu memberi isyarat mata lagi kepada Su

Ceng-cau.

Su Ceng-cau segera mencari alasan:

“Ayah, aku ganti baju dulu!” “Baik!”

Melihat Ling-ong membalikkan tubuh, Su Ceng-cau segera kabur.

67-67-67 Di dalam rumah. Dari jauh Su Ceng-cau sudah melihat Liu Hui- su, Cia Ceng-hong sedang duduk di pondok dalam kebun. Dia pura- pura tidak melihat, tapi dua orang ini saat melihat Su Ceng-cau berjalan dan mendekat. Mereka sama-sama berdiri dan memberi hormat:

“Apa kabar Kuncu?”

“Kalian juga ikut kemari?” Su Ceng-cau terpaksa menyapa mereka.

“Apakah Kuncu ada pesan?”

“Tidak ada!” Dia segera masuk ke kamar Lu Tan.

68-68-68

“Lu Tan!” Su Ceng-cau masuk memanggil Lu Tan pelan-pelan, tapi tidak ada respon darinya. Kelambu tertutup tapi tidak ada orang. Kemanakah dia? Su Ceng-cau terkejut bukan main.

Dia ingin mencari Siau Sain Kongcu untuk bertanya, tapi begitu membalikkan tubuh, dia segera berteriak:

“Hiang-bwe!”

Hiang-bwe adalah pelayan yang diaturnya untuk mengurus Lu Tan. Hiang-bwe segera keluar menghampiri:

“Ada apa?”

Setelah melihat ti(lak ada orang lain di sekeliling, Su Ceng-cau segera bertanya:

“Bagaimana dengan dia? Apakah orang-orang ayah melihat dia?” Hiang-bwe menggelengkan kepala dan menjelaskan:

“Karena aku melihat mereka kesana-kemari dan selalu berjalan kemana-mana, aku takut mereka tahu, maka mencari kesempatan membawa Kongcu itu ke kamar nona!”

Su Ceng-cau menghembuskan nafas lega. Dia pelan-pelan memukul Hiang-bwe:

“Mengapa tidak dari tadi memberitahu padaku? Hampir-hampir aku mati karena terkejut!” Hiang-bwe tertawa:

“Nona baru pulang, sekarang aku baru ada kesempatan berbicara dengan nona!” Hiang-bwe berkata lagi, “tidak ada tempat yang lebih aman dari pada kamar nona!”

“Celaka! Kalau ayah tahu di kamarku ada seorang laki-laki!” “Aku sangat hati-hati, nona harap tenang. Aku tidak akan

memberitahu kepada orang lain!” Hiang-bwe berkata dengan

serius.

“Kalau kau beritahu kepada orang lain, aku akan memotong lidahmu!” Su Ceng-cau marah sambil tertawa.

Pada hari kedua, Ling-ong masuk ke istana untuk bertemu dengan kaisar. Walaupun kaisar terus berkata jangan sungkan, tapi Ling-ong tetap menemui kaisar dengan penuh rasa hormat.

Kaisar segera mencari alasan agar Siau-te-lu pergi dari sana dan hanya tinggal Thio Gong di sana. Sebenarnya Thio Gong hanya berjaga-jaga bila Siau-te-lu atau orang-orang Liu Kun tiba-tiba masuk.

Setelah Siau-te-lu pergi, kaisar baru berkata: “Sekarang kita bisa berbicara dengan tenang!” “Kasim kecil itu...”

“Dia adalah orang kepercayaan Liu Kun. Liu Kun mengira aku tidak tahu!”

“Baginda memang hebat!”

“Apakah kau tahu tujuanku menyuruhmu ke ibukota?” Ling-ong mengangguk. Kaisar menarik nafas:

“Liu Kun adalah seekor rusa yang licik. Tiong-san-ong-hu sudah berada dalam pengawasan dia. Sampai-sampai aku ingin mencari Su Yan-hong untuk berunding pun menjadi masalah. Maka aku terpaksa menyerahkan hal ini kepadamu!”

“Baginda pasti mempunyai rencana yang sempurna!” Kaisar tanpa terasa sudah berdiri: “Kekuatan Liu Kun semakin besar, jika tidak ditepis sekarang, mungkin kelak tidak ada kesempatan lagi!”

“Maksud baginda?”

“Semua pasukan ibukota sudah di dalam kekuasaan dia. Aku ingin menarik kembali 200 ribu pasukan di San-se-ta-tong!'' “Oh?” Ling-ong seperti merasa terkejut.

“Aku akan mencari alasan untuk memeriksa San-se-ta-tong dan meninggalkan wilayah yang di kuasai Liu Kun, dan akan berkumpul dengan pasukanmu di Lam-kiang, baru kita lakukan sama-sama!”

“Komandan San-se-ta-tong, Wie Ci-sui adalah seorang yang gagah berani tapi tidak mempunyai cara dan taktik...”

“Aku tahu. Maka aku sudah mengirim Ong-souw-jin ke sana untuk mengambil alih pasukan, dan aku akan mencari tahu lebih dalam tentang keadaan di sana!”

“Mengenai masalah ini...”

“Kau khawatir Liu Kun tidak akan dengan mudah mengijinkan Ong-souw-jin dipindah tugaskan ke San-se-ta-tong?”

“Bukankah semua pejabat di kerajaan sudah dikuasai Liu Kun?” “Aku mempunyai rencana yang baik!”

“Kalau begitu aku lebih tenang!”

“Tugas bagian luar aku serahkan kepada kau dan Yan-hong!” “Baginda harap tenang. Pada waktu itu pasukan Lam-kiang akan

membantu baginda menyingkirkan Liu Kun!”

“Baik! Kalau sudah berhasil, aku akan menjadikanmu Cu-ong. Tiang-kang bagian selatan seluas ratusan li akan kuberikan kepadamu sebagai balas budi!”

“Terima kasih baginda!”

“Mengenai hal ini harap jangan kau bicarakan kepada Su Yan- hong! Yan-hong adalah pesilat tangguh di Kun-lun-pai, ada Tiong Toa-sianseng yang membantu di sisinya. Dia pasti bisa menghadapi kaki tangan Liu Kun!” Kaisar juga bertanya, “katanya kau juga membawa pesilat-pesilat tangguh dari Lam-kiang?”

“Itu karena putraku Kun-cau yang menyukai ilmu silat dan mengundang mereka datang mengajari dia, bukan pesilat tangguh di dunia persilatan!”

“Apakah Kun-cau ikut datang kali ini?”

“Tidakl Dia lebih menurut daripada Ceng-cau. Aku tidak ingin Ceng-cau datang, tapi dia malah diam-diam keluar. Terpaksa aku akhirnya mengijin-kan!”

“Aku sudali pernah bertemu dengannya, adat nya hanya sedikit semaunya sendiri, Tapi cukup membuat orang suka kepadanya!” Kaisar teringat Su Ceng-cau dan tertawa.

Ling-ong tidak memperhatikan ada keanehan dalam tawa kaisar.

69-69-69

Su Ceng-cau memang beradat semaunya. Siau Sam Kongcu menyuruhnya berlatih ilmu pedang, tapi dia malah berkata sedang tidak enak hati dan menolak berlatih.

Siau Sam Kongcu tidak memaksa, hanya bertanya:

“Bila hari ini tidak berlatih, berlatihlah besok. Bagaimana rencanamu terhadap Lu Tan yang sekarang tinggal di kamarmu?”

“Belum jelas terpikir!”

Siau Sam Kongcu menarik nafas:

“Adatmu yang semaunya sendiri itu tidak apa-apa, tapi aku harap kau jangan melukai orang lain. Jika ingin terus menyembunyikan dia di sini, kau harus berencana untuk mengatakannya!”

“Bukankah guru mengajarkanku harus menjaga keadilan dan melindungi yang lemah?”

“Itu harus dilakukan dengan melihat situasi. Bila Liu Kun tahu...” “Dia tidak akan tahuf”

“Bagaimana dengan ayahmu?” “Kecuali guru dan Siau-bwe, kalau hal ini tidak kita bicarakan, mana mungkin orang lain bisa tahu. Kalau tidak ada yang tahu, mana mungkin ayah bisa tahu!”

“Aku harap kau berhati-hati! Lebih baik Lu Tan cepat diantar keluar dari sini!”

“Yang itu harus melihat apakah An-lek-hou setuju?” Tapi kata- kata ini tidak dikatakan Su Ceng-cau.

70-70-70

Kemarin Su Yan-hong berkata kalau dia sudah mempunyai rencana yang baik, sebenarnya tidak ada. Bila terpikir Su Ceng-cau, kepalanya selalu terasa akan membesar. Bila ada yang datang berkunjung, dia selalu merasa terkejut dan bergetar.

Yang datang berkunjung bukan Su Ceng-cau tapi Tan Koan. Dia adalah orang kepercayaan Liu Kun, tapi kedatangannya di luar dugaan Su Yan-hong.

Tan Koan datang mengantarkan surat undang .an sehubungan dengan kedatangan Ling-ong ke ibu kota. Liu Kun ingin membuat pesta untuk Ling-ong. Yang pasti Su Yan-hong turut diundang karena dia masih mempunyai hubungan saudara dengan Ling-ong. Tapi Tan Koan menutupi maksud surat undangan ini, entah apa penyebabnya?

Su Yan-hong tidak tahu Ling-ong dan Liu Kun sudah pernah bertemu di Tiang-teng. Walaupun tahu, dia akan mengira tujuan Liu Kun hanyalah untuk menutup mata orang lain. Tapi tidak menyangka Liu Kun mempunyai tujuan yang lain. Ling-ong pun sama sekali tidak menyangka.

71-71-71

Su Yan-hong pergi ke Pek-in-koan. Yang penting dia beritahu Fu Hiong-kun dan lain-lain tentang masalah ini.

Lam-touw tidak segera memberi pendapat. Dia hanya tertawa.

Su Yan-hong juga tertawa. Tapi tawanya adalah tawa kecut.

Fu Hiong-kun tidak melihat. Siau Cu tidak tahu dan bertanya: “Kalian sedang menertawakan apa?”

“Tertawa?” Lam-touw bertanya aneh, “tidak disangka kau bisa menanyakan hal ini.”

“Setelah lama tinggal di sini pasti bisa melihat orang. Bukankah guru biasanya selalu cepat mengatakan sesuatu di dalam hati?”

“Aku kira kau adalah anak pintar, tapi ternyata tidak. Kalau tidak, mengapa kau tidak mengerti?”

“Mengerti apa?”

Su Yan-hong menarik nafas:

“Cianpwee mentertawakan aku, kemarin besar mulut mengatakan aku sudah mempunyai cara yang baik, tapi sebenarnya tidak ada!”

“Tapi sekarang sudah ada!” kata Lam-touw. Fu Hiong-kun juga berkomentar:

_ “Liu Kun membuat perjamuan di rumah Su-ci. Mengundang Ling-ong dan Hou-ya, tidak terkecuali Tiang-lek Kuncu. Pastinya Siau Sam Kongcu juga ikut. Bila kita ingin masuk ke Ling-ong-hu untuk menyelamatkan orang, itu adalah waktu yang paling tepat!”

Siau Cu mengangguk:

“Bila tidak ada Siau Sam Kongcu, masalah akan lebih mudah. Hanya saja Ling-ong-hu begitu besar, bagaimana kita bisa tahu di mana Lu Tan di sembunyikan. Mungkin mencari sampai hari terang pun belum bisa ditemukan!”

“Ternyata kau pintar juga!” kata Lam-touw. Siau Cu bertanya kepada Su Yan-hong:

“Hou-ya biasa keluar masuk Ling-ong-hu, pasti lebih hafal tempat daripada kita!”

“Aku tidak lebih banyak tahu!” Su Yan-hong menggelengkan kepala, “satu-satunya cara adalah aku harus ke sana untuk mencari tahu di mana Lu Tan berada!” “Baik!” Lam-touw setuju, “tapi jangan sampai diketahui oleh Tiang-lek Kuncu. Kalau tidak, dia akan bersiap siaga!”

“Selain itu, juga harus berhati-hati terhadap mata-mata Liu Kun!” kata Su Yan-hong.

“Aku sudah mempunyai cara yang aman!” kata Su Yan-hong. “Kali ini kau tidak mengatakan cara yang jitu!” kata Siau Cu. “Cara yang jitu bukan cara yang baik, sedang kan bukan cara

yang baik kadang-kadang akan menjadi cara yang baik! Kami di sini

menunggu kabar baik darimu!” kata Lam-touw tertawa.

“Aku harap Lu Tan tidak dilukai sampai cacat oleh Tiang-lek Kuncu!” Siau Cu sedih.

“Dia bukan orang jahat seperti itu!” Fu Hiong-kun membela Tiang-lek Kuncu.

“Setelah melihat keadaan Lu Tan, kita akan tahu!” kata Siau Cu. “Mengapa kau tidak percaya kepada Tiang-lek Kuncu?” tanya Su

Yan-hong.

“Entah mengapa aku merasa Tiang-lek Kuncu sangat merepotkan orang, Apapun berani dilakukannya!”

“Tapi menurutku sifat dia tidak jahat!”

“Menurutku orang yang mempunyai sifat seperti dia, bila tidak suka, dia akan melampiaskan kepada orang lain...”

Lam-touw tertawa lagi:

“Kalau menurutku, gadis yang bersifat seperti dia, hanya dia satu-satunya yang pernah kutemui!”

Siau Cu terpaku. Lam-touw tertawa terbahak- bahak.

72-72-72

Sebenarnya Su Ceng-cau tidak melampiaskan kemarahan kepada Lu Tan. Dia hanya khawatir sebelum Su Yan-hong menyetujui syaratnya, Lu Tan sudah sembuh dan ingin meninggalkan Ling-ong-hu. Sebenarnya Lu Tan sudah pernah berkata begitu. Dia tahu, menahan Lu Tan untuk terus tinggal di Ling-ong-hu bukan hal yang mudah. Dia tidak mempunyai alasan yang cukup baik untuk menahannya. Setelah berpikir lama, dia terpikir akan satu cara yang dianggapnya cara yang baik.

Caranya adalah dengan sebungkus obat. Dia membelinya dari toko obat. Setelah dimasak, dia sendiri yang mengantarkannya kepada Lu Tan.

Lu Tan tidak bisa tidak jadi minum.

Obat sangat pahit, juga aneh rasanya. Setelah Lu Tan minum seteguk, kedua alisnya segera berkerut. Dia mencoba bertanya:

“Bolehkah aku tidak meminum obat ini?” “Mengapa tidak mau diminum?”

“Sangat pahit!” jawab Lu Tan hanya begitu.

“Kata pepatah, obat yang pahit pasti adalah obat yang manjur.

Seorang laki-laki masa takut dengan rasa pahit?”

Terpaksa Lu Tan minum seteguk lagi, tapi dia mengerutkan alis lagi:

“Setelah minum, aku menjadi tidak nyaman!”

“Berarti lukamu , belum sembuh sehingga minum obat juga terasa tidak nyaman!”

Lu Tan bukan orang tidak berpengalaman. Tapi entah mengapa dia selalu merasa apa yang dikatakan Su Ceng-cau sangat masuk akal. Su Ceng-cau berkata lagi:

“Obat ini aku sendiri yang memasaknya. Kalau kau tidak habiskan, aku pasti akan marah!” Setelah mendengar kata-kata ini, Lu Tan tidak berani membantah dan minum obat sampai habis.

73-73-73

Hiang-bwe menunggu di luar. Melihat Su Ceng-cau membawa mangkuk keluar, dia terkejut:

“Betulkah dia minum sampai habis?” “Kalau aku yang buka mulut, dia mana berani menolak?” Su Ceng-cau berkata dengan senang.

“Kata tabib di toko obat, bila obat ini diminum, tulang dan syaraf akan merasa pegal dan tidak bertenaga. Anjing yang galak juga akan menjadi penurut! Kongcu ini sudah minum semangkuk besar...” kata Hiang-bwe.

“Tidak peduli dia akan menjadi apa! Aku akan membuat dia mengira dirinya belum sembuh dan tidak ada tenaga untuk meninggalkan tempat ini!”

Hiang-bwe menggelengkan kepala dan menerima mangkuk kosong. Tiba-tiba dia teringat sesuatu:

“Hou-ya datang!”

“Dia ada di mana?” Su Ceng-eau bertanya. “Sedang di perpustakaan dengan Ong-ya...” “Mungkin dia...dia datang melamarku?” Su Ceng-cau segera berlari ke sana.

74-74-74

Memang Su Yan-hong datang karena mempunyai tujuan tertentu. Selam mencari tahu tempat persembunyian Lu Tan, dia juga ingin mendengar ide-ide Ling-ong. Ling-ong sudah bertemu dengan kaisar, itu sudah bukan rahasia lagi. Tapi ada pesan rahasia apa dari kaisar, tidak hanya dia, Liu Kun pun ingin cepat mendapat kabar ini.

Su Yan-hong datang ke Ling-ong-hu dengan alasan yang tepat.

Mendengar kaisar sudah mengatur semua rencana. Dia merasa terkejut mendengarnya, maka masalah Lu Tan untuk sementara ditunda, dengan tenang dia mendengarkan apa yang dikatakan Ling-ong.

“Kalau rencana bisa berjalan lancar, hari kiamat bagi Liu Kun akan segera datang!” Ini adalah pendapatnya.

“Aku hanya khawatir apakah Ong-souw-jin bisa dengan lancar sampai ke San-se-ta-tong?” Ling-ong sedikit khawatir.

“Aku kira tidak ada masalah!” “Setelah sampai di San-se-ta-tong, apakah dia bisa mengambil alih kekuatan pasukan...”

“Tuan In-beng banyak akal dan cara. Asalkan dia bisa sampai di San-se-ta-tong, yang lain akan berjalan dengan lebih mudah!” Su Yan-hong sangat percaya kepada Ong-souw-jin.

Ling-ong mengangguk dan bertanya:

“Katanya rumahmu juga sudah diawasi oleh anak buah Liu Kun dan keluar masuk dari rumah juga bermasalah?”

Su Yan-hong tertawa:

“Apakah Ie-cang (paman) sudah lupa kalau keponakanmu juga bisa sedikit ilmu silat, dan belum tentu anak buah Liu Kun bisa menjaganya dengan ketat?”

“Betul! Kau adalah murid dari Kun-lun-pai, murid Tiong Toa- sianseng!” Akhirnya Ling-ong terpikir juga.

“Apalagi aku yang menjadi keponakan datang mengunjungi Ie- cang, itu adalah hal biasa!”

“Aku takut Liu Kun tidak berpikir begitu...”

“Maka dari itu aku datang diam-diam. Tidak disangka kaisar sudah mengatur semuanya!”

“Hal ini sangat penting, maka kau harus tahu apa yang harus kau lakukan!”

Su Yan-hong mengangguk. Dia baru mau menjawab ketika terdengar suara teriakan Su Ceng-cau di luar:

“Aku mau masuk, siapa yang berani menghadang?”

Begitu mendengar suara Su Ceng-cau, alis Su Yan-hong segera berkerut. Sorot mata Ling-ong berputar, dia segera tertawa:

“Tiang-lek Kuncu memang beradat semaunya, tapi sifatnya tidak jahat, dia juga baik hati!”

“Ini adalah perintah Ong-ya!” terdengar suara Cia Ceng-hong. Tapi segera dipotong oleh Su Ceng-cau:

“Apakah kau berani menghadangku masuk?” “Biarlah dia masuk!” kata Ling-ong.

Begitu masuk dan melihat Su Yan-hong, dia segera tertawa: “Akhirnya kau datang juga!”

“Tidak sopan!” Ling-ong membentak.

Tapi Su Ceng-cau tidak peduli. Dia bertanya:

“Kalian sedang menceritakan apa?” Mengucapkan kata-kata ini, wajahnya bersemu merah karena malu.

Ling-ong membentak:

“Orang dewasa sedang berbicara, anak kecil jangan banyak bertanya!”

“Aku bukan anak kecil lagi!”

“Mengapa tidak tahu sopan santun berlari kesana kemari?” Su Ceng-cau tidak peduli. Dia bertanya pada Su Yan-hong: “Apa yang kalian ceritakan tadi?”

“Masalah negara!” jawab Su Yan-hong.

Terlihat Su Ceng-cau sangat kecewa. Dia masih tidak percaya dan berkata:

“Benarkah hanya masalah negara?” “Sekarang sudah selesai!”

“Kalau begitu...” Su Yan-hong segera berkata lagi, “kalau begitu beban yang terasa seperti sebuah batu besar di hatiku sudah diturunkan untuk sementara waktu!”

Ling-ong tahu sifat Su Ceng-cau. Yang penting pembicaraan mereka sudah selesai, supaya Su Yan-hong bisa menemani Su Ceng- cau, maka dia berkata:

“Su Yan-hong jarang datang, kau bawalah dia jalan-jalan di dalam Ling-ong-hu!”

“Tapi apakah Ceng-cau ada waktu?”

“Ada!” Ling-ong seperti teringat sesuatu dan berkata, “Oh ya betul, beberapa hari yang lalu Tong im memberikan aku 10 lukisan cantik. Ceng-cau menyukainya, maka aku tinggalkan untuk dia. Kau ke sanalah untuk melihat-lihat!”

“Di tempatku?” Su Ceng-cau segera teringat Lu Tan, dia segera berkata, “tidak!”

“Yan-hong bukan orang lain, mengapa tidak boleh?” Ling-ong tertawa.

“Lukisan Tong Im sangat terkenal, sulit mendapatkan kesempatan untuk melihatnya!” kata Su Yan-hong.

“Cepatlah bawa Su Yan-hong ke sana!”

“Betulkah harus membawa dia ke sana untuk melihat lukisan?” “Kalau kau tidak ada waktu, biar ayah yang membawa dia ke

sana!” kata Ling-ong.

Su Ceng-cau cepat-cepat berkata:

“Aku ada waktu!” Setelah itu dengan tergesa-gesa dia berlari keluar. Dia khawatir kalau tinggal lebih lama di sana, Ling-ong yang akan membawa Su Yan-hong ke sana. Kalau begitu kejadiannya, dia akan sulit menolak Ling-ong membawa Su Yan-hong ke dalam kamarnya.

Lu Tan sedang bersembunyi di dalam kamarnya. Kalau Ling-ong dan Su Yan-hong melihat Lu Tan, Ling-ong akan marah besar dan Su Yan-hong akan mencari alasan memindahkan Lu Tan keluar.

Kalau hanya Su Yan-hong, dia lebih mudah menghadapinya. Apalagi Su Yan-hong sama sekali tidak tahu Lu Tan bersembunyi di kamarnya. Asal dia bisa menolak, Su Yan-hong tidak akan bisa masuk!

Yang pasti dia tidak tahu maksud Su Yan-hong berkunjung ke sini adalah untuk mencari tahu keberadaan Lu Tan. Melihat ekspresi wajah Su Ceng-cau, Su Yan-hong sudah tahu Lu Tan bersembunyi di kamarnya, hanya dia sengaja tidak berkata apa-apa dan berpura-pura seakan tidak ada kejadian ini.

75-75-75 Di sepanjang jalan Su Ceng-cau terus menipu Su Yan-hong menuju ke tempat yang salah. Dia tidak tahu Su Yan-hong sangat hafal kediaman Ling-ong. Walaupun mereka sudah berputar-putar, tetap sama sampai di depan kamar Su Ceng-cau.

“Di sini bunga sedang mekar, bagaimana kalau kita pergi melihat bunga?” Su Ceng-cau masih berontak, “bunga adalah makhluk hidup, sedangkan lukisan adalah benda mati. Bunga hidup lebih bagus daripada si cantik yang ada di lukisan. Lebih baik jangan melihat 10 lukisan si cantik!”

Diam-diam Su Yan-hong ingin tertawa, tapi dia tetap tidak menghiraukan:

“Lukisan si cantik sangat bagus dan sangat hidup, jarang ada kesempatan untuk bisa melihatnya. Mana mungkin aku membuang kesempatan ini?”

“Kau juga mempercayai kata-kata ini?”

“Bila hanya satu orang yang berkata lukisan bagus, itu belum tentu. Tapi kalau sudah banyak orang berkata bagus, itu pasti benar-benar lukisan bagus!”

“Berarti kau yakin si cantik lebih baik dari pada bunga hidup?”

Su Yan-hong tertawa; “Bunga hidup dan si cantik yang benda mati adalah dua hal yang berbeda, mana bisa kau samakan? Apalagi bunga ada di mana-mana. Walaupun tahun ini tidak bisa melihatnya, tahun depan masih tumbuh lagi, tetap ada kesempatan. Tapi 10 lukisan si cantik bila tidak dilihat, mungkin tidak ada kesempatan lagi...”

“Apa maksudmu?” Su Ceng-cau berkata deng an galak. Su Yan-hong menggelengkan kepala:

“Kemana jalan pikiranmu? Aku hanya khawatir Ie-cang akan memberikan 10 lukisan ini kepada orang lain!”

“Aku tidak akan mengijinkan ayah memberikannya kepada orang lain!” “Lebih baik dilihat dulu sekarang. Mengapa kau menolak aku melihatnya?” tanya Su Yan-hong.

Mata Su Ceng-cau berputar. Dengan cepat dia mendapatkan akal:

“Aku bukan bermaksud menolak, melainkan ingin kau mengajarkan aku ilmu pedang dulu, baru kemudian melihat lukisan!”

“Mengajarimu ilmu pedang? Kau kan murid Hoa-san-pai!” Su Ceng-cau menarik tangan Su Yan-hong:

“Tidak peduli! Aku ingin belajar ilmu pedang Kun-lun-pai.” Setelah itu dia berlari ke pekarangan.

“Itu harus ditanyakan dulu kepada gurumu!”

Karena tidak bisa lepas dari tarikan Su Ceng-cau, dia terpaksa ikut berlari sambil berteriak:

“Aku bisa menuruti kemauanmu untuk hal yang lain, tapi untuk hal ini harus mendapat persetujuan gurumu!”

Su Ceng-cau segera berkata:

“Maksudmu, kau mau memperistri diriku?” “Itu hal yang berbeda!”

“Tapi waktu yang dijanjikan sudah sampai!” “Hari ini masih belum berakhir!”

“Malam ini Liu Kun akan menjamu di Su-ci-lou, pasti tidak tertinggal kau dan aku. Pada waktu itu aku akan membuktikan apa katamu!”

Su Yan-hong menarik nafas. Mata Su Ceng-cau berputar lagi: “Sampai sekarang kau belum memikirkannya?”

“Apakah kau sudah berpikir?”

“Apa maksudmu? Apakah kau mengira rasa sukaku kepadamu adalah palsu?”

“Aku kira banyak hal harus kau pikirkan dulu!” “Katakan! Hal apa tidak kupikirkan? Mulutmu seperti nenek- nenek, masih mengaku adalah seorang laki-laki sejati?”

Su Yan-hong menutup mulut, saat itu Hiang-bwe datang. Su Ceng-cau segera memanggil dia:

“Kau ke kamarku, gantung 10 lukisan si cantik. Sebentar lagi Hou-ya akan ke sana melihat.”

“Lukisan 10 si cantik?” Hiang-bwe terpaku.

“Betul, harus digantung dengan baik agar An-lek-hou bisa melihat dengan nyaman. Kalau tidak, awas kau!” Ketika berkata, Su Ceng-cau melihat Su Yan-hong sedang memandang ke arah lain, dia mengedipkan mata kepada Hiang-bwe.

Hiang-bwe baru sadar dan mengerti, dengan cepat dia meninggalkan tempat itu.

Su Ceng-cau mendorong Su Yan-hong:

“Jangan terus berbicara, ke sanalah, ajarkan aku ilmu pedang Kun-lun-pai!”

“Tanya dulu kepada gurumu, kalau dia tidak •setuju...”

“Kau benar-benar merepotkan! Sudahlah, aku tidak jadi belajar ilmu silat Kun-lun-pai. Aku hanya akan memperagakan ilmu pedang Hoa-san-pai untuk mu dan kau beritahu mana yang salah!” Su Ceng-cau berlari ke depan.

“Apakah kau tidak takut aku diam-diam mem pelajari ilmu pedangmu?” Su Yan-hong mengejar dari belakang.

“Ilmu pedang Hoa-san-pai sangat luas dan dalam, apakah kau bisa diam-diam mempelajarinya?” Su Ceng-cau seperti kupu-kupu menari dan turun di lapangan pekarangan. Kemudian dengan dua tangan mulai menggurat, itulah permulaan ilmu pedang Hoa-san- pai.

Mata Su Yan-hong melihat gerakan ilmu pedang, tapi hatinya terbang ke kamar Su Ceng-cau. Dia sangat yakin Lu Tan disembunyikan di kamar Su Ceng-cau. Sebaliknya dia malah mengkhawatirkan rahasianya terbongkar dan membuat Su Ceng- cau curiga hingga memindahkan Lu Tan ke tempat lain.

Otaknya terus berputar. Diam-diam dia melihat kamar itu sambil melihat perubahan jurus Su Ceng-cau.

Melihat Hiang-bwe masuk ke kamar Su Ceng-cau. Setelah itu Hiang-bwe tidak keluar dari sana, ini membuat hatinya agak tenang. Setelah Su Ceng-cau selesai memperagakan ilmu pedang Hoa-san-pai, dia segera mendekat. Jurus tadi dia peragakan lagi.

Dengan pengalaman Su Yan-hong, mencari celah-celah ilmu pedang sangat sederhana baginya. Apalagi hati Su Ceng-cau tidak ditaruh di sana, ilmu pedang yang seharusnya tidak bercelah malah terlihat banyak celah. Hanya saja Su Ceng-cau tidak memperhatikan hal ini. Setelah diberitahu, dia segera mengerti, maka dia tidak curiga kepada Su Yan-hong.

ESAMPAINYA mereka di depan kamar Su Ceng-cau, Hiang-bwe sudah menunggu di sana. Begitu bertemu mereka, dia segera bertanya:

“Lukisan si cantik sudah digantung, apakah Ong-ya ingin melihatnya?”

Dari nada suaranya bertambah berat ketika dia menyebutkan kata “Ong-ya” Su Ceng-cau langsung mengerti bahwa Hiang-bwe pasti mengira Ling-ong akan datang, dan menjadikannya sebagai alasan agar Lu Tan setuju untuk bersembunyi. Memang benar alasan ini yang dikatakan Hiang-bwe kepada Lu Tan.

Su Ceng-cau hampir membaka mulut hendak memuji Hiang- bwe. Dia tertawa:

“Di mana lukisan si cantik digantung?”

Su Yan-hong segera berjalan menuju ke tempat lukisan digantung, dan mengamati lukisan dengan teliti seakan benar- benar tertarik dengan 10 lukisan si cantik itu.

Memang lukisan itu sangat bagus dan seperti hidup, jarang ada lukisan seperti itu. Karena khawatir Su Ceng-cau curiga, maka sambil melihat lukisan Su Yan-hong terus memuji lukisan tersebut.

Waktu meninggalkan kamar, dia bersikap seperti masih ingin melihat lukisan lagi. Su Ceng-cau tidak curiga, dia tidak tahu sebenarnya tidak hanya gerak-gerik Su Yan-hong, bahkan cara bicara pun sudah terlihat ada celah. Dia masih mencium bau obat di kamar.

76-76-76

Setelah mengantarkan Su Yan-hong keluar dan kembali ke kamar, hal pertama yang Su Ceng-cau lakukan adalah melepas lukisan dan berpesan kepada Hiang-bwe untuk mengembalikan lukisan kepada ayahnya.

“Bukankah nona sangat suka terhadap lukisan lukisan ini, dan Ong-ya sudah setuju lukisan ini diletakkan di kamar nona!”

“Sekarang aku ingin menyobek lukisan ini. Tadi aku hampir mendapat masalah besar karena lukisan ini!” Dengan marah Su Ceng-cau berkata, lagi, “entah apa bagusnya lukisan ini. Su Yan- hong melihatnya sampai tidak berkedip, dia tidak pernah melihatku seperti itu!”

Hiang-bwe segera mengalihkan topik pembicaraan:

“Untung aku bertindak cepat, maka Hou-ya tidak melihat rahasia besar ini!”

“Betul! Di mana kau sembunyikan Lu Tan?” “Di lemari sana!”

77-77-77

Lu Tan berjongkok di dalam lemari. Melihat Su Ceng-cau, dia masih bisa tertawa dan bertanya:

“Apakah Ong-ya sudah pergi?”

“Sudah!” jawab Su Ceng-cau, “kau harus berterima kasih kepada Hiang-bwe, kalau bukan dia yang menyembunyikanmu dengan cepat, sekarang kau pasti sudah ketahuan dan kepalamu pasti sudah dipenggal!”

“Terima kasih Nona Hiang-bwe!” Lu Tan berusaha ingin berdiri. Su Ceng-cau sudah menekan pundak Lu Tan dan berkata: “Kali ini ayah membawa banyak pesilat tangguh kemari, maka lebih baik kau jangan pergi ke mana-mana. Begitu lukamu sembuh, aku akan berusaha mengantarmu keluar dari sini!”

Lu Tan mengangguk:

“Lukaku sekarang sudah tidak sakit, hanya aneh, tulang dan jalan darah terasa tidak bertenaga!”

Hiang-bwe hampir tertawa, tapi begitu melihat wajah Su Ceng- cau dia segera membalikkan tubuh.

Lu Tan tidak melihat ekspresi Hiang-bwe tadi:

“Karena itu, tenaga dalamku seperti sulit dikeluarkan...” Su Ceng-cau tertawa dingin:

“Maksudmu kau mencurigai ada masalah pada obat yang kuberikan, curiga aku sedang ingin membunuhmu?”

“Kuncu jangan salah paham! Aku tidak bermaksud seperti itu!” “Lalu apa maksudmu?”

“Adakah kemungkingan racun belum bersih dan kambuh lagi?” “Apakah kau meragukan ilmu pengobatan guruku?”

Lu Tan tertawa kecut. Su Ceng-cau berkata:

“Kau boleh curiga hal ini, aku tidak menya-lahkanmu. Memang guru bukan tabib, dia hanya mengerti ilmu pengobatan, tapi dia tidak akan men-celakakanmu!”

“Aku mengerti...”

“Jika kau bisa mengerti, itu sangat baik. Beberapa hari ini dia selalu sibuk. Nanti bila dia ada waktu, aku akan menyuruhnya datang memeriksamu!”

“Kulihat, lebih baik jangan merepotkan gurumu!” Lu Tan merasa malu.

Su Ceng-cau tahu, dia tetap berkata:

“Aku benar-benar tidak tahu apa yang sedang kau pikirkan? “Sebenarnya...” Lu-tan menarik nafas, tidak meneruskan kata- katanya. Terlihat dia seperti sedang memikirkan sesuatu.

“Seorang laki-laki harus terus terang agar lebih enak dilihat orang!”

“Aku hanya khawatir ilmu silatku tidak bisa pulih kembali, dan tidak bisa membunuh musuhku!” Inilah isi hati Lu Tan.

“Kau tenanglah! Terhadap apa yang telah Liu Kun lakukan, Thian juga marah, dan rakyat juga tidak suka. Maka banyak orang yang ingin membunuhnya!” Kata-kata ini entah Su Ceng-cau ambil dari mana, tapi bagus juga, “pasti ada orang yang ingin membunuh dia, tidak harus membunuh dia dengan tangan sendiri!”

Lu Tan terdiam, dia merasa apa yang dikatakan Su Ceng-cau memang benar. Hanya saja sampai sekarang, selain Siau Cu dan dia, belum ada orang lain yang terang-terangan melawan Liu Kun.

78-78-78

Tiba waktunya perjamuan, tandu sudah disiapkan tapi Su Ceng- cau tidak terlihat keluar.

Ling-ong menyuruh orang memanggil Su Ceng-cau. Dia juga berpesan kepada Su-ki-sat-jiu keluar melihat-lihat. Terakhir, dia melihat wajah Siau Sam Kongcu:

“Liu-kongkong mengadakan perjamuan makan di Su-ci-lou, undangan juga menyebutkan nama tuan. Dengan posisi dia di ibukota boleh dikatakan dia sudah hormat kepada kita. Pandanglah wajahku, harap Siau-sianseng jangan marah!”

Mendengar kata-kata Ling-ong, sudah bisa diketahui bahwa Ling-ong sangat menaruh hormat terhadap Siau Sam Kongcu dibandingkan dengan Su-ki-sat-jiu.

“Pesan Ong-ya pasti akan aku turuti!” kata Siau Sam Kongcu sambil tertawa. Beberapa hari ini pikirannya sudah sedikit pulih.

“Apa yang dilakukan Ceng-cau? Sudah beberapa kali dipanggil, kenapa sampai sekarang dia belum muncul!” “Melihat sifatnya, aku kira dia tidak akan pergi!” kata Siau Sam Kongcu, “kalau dia tidak mau pergi juga tidak apa-apa!”

Ling-ong sedang berpikir dan tidak menjawab. Dari sana terdengar suara teriakan Su Ceng-cau:

“Kalau aku tidak mau pergi ya tidak mau pergi! Siapa yang menggangguku lagi, kubuat dia jadi makanan beruang hitam!”

Setelah itu dia meloncat masuk ke dalam ruangan. Ling-ong melihat dia dan tertawa:

“Apakah ayah juga tidak terkecuali?” “Aku tidak mau pergi!”

“Liu-kongkong adalah orang penting di kera-jaan. Dia mengundang kita, mengapa tidak mau pergi?”

“Aku tidak suka orang aneh itu. Tidak suka dia tidak seperti laki- laki juga tidak seperti perempuan. Dia adalah orang Im-yang!”

“Kurang ajar!” kata Ling-ong marah, “untung masih ada di rumah. Kalau tidak, kata-katamu tadi sudah jadi alasan yang cukup untuk membunuhmu!”

“Kau adalah Ong-ya, aku adalah putrimu. Dia masih meminta dukunganmu, mana mungkin dia berani macam-macam terhadapku! Aku harus berkata, kalau aku tetap harus pergi dan bila di jamuan makan aku salah bicara, aku tidak akan bertanggung jawab!”

Ling-ong terpaku. Siau Sam Kongcu tertawa:

“Bila Ceng-cau tidak pergi, Liu-kongkong tidak akan marah!” Ling-ong menggelengkan kepala. Dia mengayunkan tangan. Su

Ceng-cau tidak berkata apa-apa. Dia segera berlari sambil berteriak:

“Aku tidak akan pergi ke Su-ci-lou. Aku ingin tahu apa yang bisa dilakukan oleh Su Yan-hong.”

Dia khawatir bila harus melaksanakan ancaman dia untuk menyerahkan Lu Tan kepada Liu Kun, karena sebenarnya dia berniat seperti itu. Kalau niat ini diketahui oleh Su Yan-hong, semua rencananya akan sia-sia. Daripada begitu, lebih baik Su Yan-hong tidak tahu apa rencananya dan biarlah dia cemas menunggu di Su- ci-lou.

Sebenarnya dia baik kepada Lu Tan, dia tidak akan tega menyerahkan Lu Tan kepada Liu Kun. Walaupun sifatnya semaunya sendiri, tapi dia tetap adalah gadis yang tahu kebenaran, tahu yang jahat dan yang baik, juga tahu arti setia dan berkhianat.

79-79-79

Melihat Ling-ong datang bersama Su-ki-sat-jiu dan Siau Sam Kongcu, Liu Kun sangat senang. Tapi sebaliknya Su Yan-hong merasa berat hati karena dia adalah orang pintar dan dia sudah tahu Liu Kun pasti mempunyai tujuan lain dalam mengadakan pesta per jamuan ini. Saat ini semua pengawal Ling-ong sudah keluar. Yang pasti hal ini mendatangkan kebaikan untuk Siau Cu yang ingin menyelamatkan Lu Tan, tapi sama halnya juga bagi Liu Kun.

“Mengapa Tiang-lek Kuncu tidak terlihat?” Liu Kun tidak lupa bertanya.

“Putriku tidak enak badan maka tidak datang. Harap Liu- kongkong jangan menyalahkan!” Ling-ong sangat sungkan.

“Ong-ya berkata terlalu berat!” Tawa Liu Kun bertambah senang, “kalau tidak enak badan harus beristirahat. Bila Ong-ya pulang nanti jangan lupa kirimkan salamku untuknya!”

“Benar-benar membuat Liu-kongkong khawatir, aku bersulang dulu kepada Liu-kongkong, harap semua rencana Liu-kongkong berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan!” kata Ling-ong.

Setelah minum beberapa cangkir, topik pembicaraan yang mengalir juga menjadi banyak. Ling-ong sangat bebas dan tidak ada pikiran. Karena Liu Kun ingin Ling-ong tinggal lebih lama, maka dia terus membujuk. Su Yan-hong yang melihat melihat hal ini, dalam hati bertambah yakin ada sesuatu yang tidak beres.

Kalau terlalu banyak berbicara pasti akan membosankan maka Liu Kun segera menampilkan penyanyi dan penari untuk para tamu. Ling-ong ditemani Liu Kun jalan-jalan, melihat orang menyanyi dan menari, tidak merasakan waktu sulit dilewati, tapi berbeda dengan Su Yan-hong yang seperti semut dalam kuali panas.

Akhirnya dia bertemu Siau Sam Kongcu dan mengobrol. Sekilas dilihat dari luar mereka sedang melihat pertunjukkan.

Tapi Siau Sam Kongcu segera mengerti. Begitu tidak ada orang lain, dia segera bertanya:

“Ada apa Hou-ya?”

“Siau-heng, kita adalah orang dunia persilatan. Kita tidak akan melihat orang yang diancam kema-tian, tapi tidak berusaha menyelamatkan nyawanya!”

“Hou-ya langsung saja ke inti pembicaraan!” “Harap Siau-heng segera kembali ke Ling-ong-hu!” “Oh?” Siau Sam Kongcu merasa aneh.

“Malam ini beberapa orang temanku akan masuk Ling-ong-hu untuk menyelamatkan orang!”

“Lu Tan?”

“Siau-heng juga tahu hal ini?”

“Muridku memang keterlaluan, tapi niatnya baik. Jika bukan karena dia, Lu Tan sudah jatuh di tangan Liu Kun. Sebenarnya Hou- ya bisa tenang!”

“Siau-heng belum tahu!” Su Yan-hong menarik nafas.

“Sedikit banyak aku tahu. Kadang-kadang ada hal yang tidak bisa dipaksa, maka bila Hou-ya ingin menyelamatkan orang, aku tidak masalah!”

“Siau-heng..

“Mengapa Hou-ya tiba-tiba berubah pikiran, ingin aku menghadang hal ini?”

Su Yan-hong menggelengkan kepala. Kata Siau Sam Kongcu lagi:

“Walaupun Ceng-cau berada di Ling-ong-hu, tapi ilmu silatnya terbatas. Bukan hal mudah baginya untuk menghadang teman Hou- ya yang datang menyelamatkan orang. Apa yang masih Hou-ya khawatirkan?”

“Yang aku khawatirkan adalah Liu Kun juga tahu keberadaan Lu Tan. Perjamuan di Si-cu-lou hanyalah akal-akalan dia!”

Wajah Siau Sam Kongcu berubah. Dia mengangguk: “Itu sangat mungkin!”

“Aku tidak bisa pergi dari sini...” kata Su Yan-hong. Siau Sam Kongcu mengayunkan tangan:

“Serahkan hal ini kepadaku. Orang-orang Liu Kun tidak begitu memperhatikan gerak-gerikku!”

“Tentang Lu Tan...”

“Tidak ada kebaikan bila dia tinggal di Ling-ong-hu!” Setelah itu Siau Sam Kongcu tertawa dan segera pergi. Hati Su Yan-hong baru terasa lega.

80-80-80

Dinding tinggi di Ling-ong-hu tidak bisa menghadang Lam-touw, Siau Cu, dan Fu Hiong-kun. Bagi mereka, menghindari peronda di Ling-ong-hu adalah hal yang mudah. Sebelum ini Siau Cu pernah masuk diam-diam, dan ditambah peta yang digambarkan oleh Su Yan-hong, maka mencari kamar Su Ceng-cau bukan yang sulit.

Fu Hiong-kun berjaga-jaga di pekarangan. Lam-touw dan Siau Cu langsung ke kamar Su Ceng-cau. Melihat ada cahaya lampu di kamar, Siau Cu merasa aneh:

“Bukankah katanya Tiang-lek Kuncu juga akan pergi ke Si-cu- lou? Mengapa masih ada cahaya lampu di kamarnya?”

Lam-touw tertawa:

“Walaupun Tiang-lek Kuncu tidak ada di kamar, bisa saja lampu tetap dipasang. Apakah kediaman Ling-ong-hu perlu menghemat minyak?” Siau Cu merasa penjelasan ini masuk akal, tapi begitu mendekat dia mendengar ada suara tawa Su Ceng-cau. Lam-touw menjadi bengong.

“Kalau tidak salah dengar, suara ini adalah suara Kuncu yang sering mempersulit orang.”

Siau Cu segera terbang ke atas genteng kemudian bergantung untuk melihat. Pada waktu itu juga Latn-touw muncul di sisinya. Mereka melihat ke dalam jendela.

Lu Tan dan Su Ceng-cau berada di dalam. Mereka sedang bermain catur dan tawa Su Ceng-cau sangat lepas.

“Bocah ini benar-benar sedang bersenang-senang, kita malah mengkhawatirkan dia!” Siau Cu marah.

“Kelihatannya bila ingin dia meninggalkan tempat ini bukan hal yang sulit, tapi tidak hanya tidak mau pergi dari sini, dia juga tidak memberi kabar kepada kita. Betulkah dia karena senang di sini jadi tidak mau pulang?” Lam-touw benar-benar ddak mengerti. 

“Kurang ajar...” Tiba-tiba dia memberi isyarat kepada Siau Cu untuk jangan berbicara dan dia segera tengkurap di atas genteng. Reaksi Siau Cu sangat lincah, dia juga segera tengkurap. Terlihat ada bayangan seseorang sedang meloncat masuk dan berlari ke sini.

“Siapa mereka?” tanya Siau Cu.

“Yang pasti bukan orang kita!” kata Lam- touw.

“Apakah tujuan mereka juga untuk mencari Lu Tan? Apakah mereka adalah orang-orang Liu Kun?”

“Perjamuan Si-cu-lou adalah akal-akalan Liu Kun. Hou-ya bisa terpikir dengan kesempatan ini menyelamatkan orang, tidak ada alasan bagi Liu Kun untuk tidak memikirkan hal yang sama.” kata Lam-touw.

“Kalau begitu apa yang harus kita lakukan?”

“Yang pasti kita harus menangkap ikan di air keruh!”

Lam-touw segera mencengkram sekeping gen teng dan melemparkannya ke dalam kamar. Su Ceng-cau dan Lu Tan yang sedang bermain catur menjadi sangat terkejut karena kepingan genteng ini terbang datang dan pecah.

Reaksi Su Ceng-cau sangat cepat. Dia meloncat bangun dan segera mengambil pedang yang tergantung di dinding.

Lu Tan ikut bangun dan ingin bertindak. Su Ceng-cau segera berteriak:

“Tidak perlu kau yang bertindak!” “Sebenarnya ada apa?” tanya Lu Tan aneh.

“Aku melihat ada orang yang ingin menangkapmu! Kau bersembunyi di balik sekat. Kecuali aku memanggilmu, kalau tidak, kau jangan keluar. Jangan mengeluarkan suara!”

“Aku...” Lu Tan baru membuka suara. Su Ceng-cau sudah membentak:

“Apa yang aku suruh, kau ikuti! Jangan membantah kata- kataku!”

Su Ceng-cau membawa pedang berlari ke arah pintu dan marah: “Ingin membawa pergi orang tidak semudah itu. Kalian harus

bertanya apakah pedangku setuju!”

Lu Tan tertawa kecut dan tidak berkata apa-apa, dia kembali ke belakang sekat. Di depan Su Ceng-cau, dia berubah menjadi seperti bukan Lu Tan.

Pada waktu itu Su Ceng-cau menjadi kacau dan terharu. Entah mengapa orang yang pertama dia tuding adalah Su Yan-hong. Dia teringat Su Yan-hong pagi hari ini sudah masuk ke kamar ini untuk melihat 10 lukisan si cantik.

Lukisan si cantik sebenarnya tidak terlalu bagus. Sebenarnya tujuan dia adalah mencari tahu tempat persembunyian Lu Tan.

Ingatan kejadian tadi pagi dengan Su Yan-hong terbayang di kepala Su Ceng-cau. Tadinya dia tidak merasa curiga. Sekarang semakin dipikir, semakin banyak yang dicurigai. Akhirnya dia mendapatkan kesimpulan.

Di dalam pikirannya, Su Yan-hong bukan orang yang licik.

Semakin dipikir dia semakin marah.

Pintu dibuka. Ada dua laki-laki setengah baya kebetulan keluar dari semak. Dia berhadapan dengan mereka.

Yang satu berpenampilan seperti seorang sastrawan yang membawa kipas lipat. Satunya lagi berpenampilan seperti orang yang orang tuanya baru meninggal, tangannya membawa sebuah pentungan kematian. Mereka adalah utusan lampion putih Cui Beng. Karena Su Ceng-cau tiba-tiba membuka pintu, mereka ingin menghindar sudah tidak sempat lagi. Sekalian mereka berdiri di atas tangga.

Selain mereka, masih ada pembunuh lampion biru dan pembunuh lampion putih. Melihat ketua mereka menampakkan diri, mereka juga ikut keluar.

Su Ceng-cau melihat mereka, dengan dingin berkata: “Kalian anggap tempat ini tempat apa?”

Lan Ting-ji mengipas-ngipas dirinya, tertawa berkata: “Bukankah ini Ling-ong-hu?”

Su Ceng-cau tidak terkejut:

“Su Yan-hong yang menyuruh kalian ke mari?”

Lan Ting-ji malah bengong. Su Ceng-cau berkata lagi: “Walaupun dia seorang Hou-ya, bukan berarti dia bisa seenaknya

melakukan sesuatu!”

Lan Ting-ji dan Cui Beng saling memandang. Mereka ingin mengatakan sesuatu tapi Su Ceng-cau sudah berteriak:

“Kembalilah beritahu dia, kecuali dia menyetujui syarat yang aku beri. Kalau tidak, malam ini orang tetap ditahan di sini. Besok pagi akan kuantar ke tempat Liu Kun!”

Lan Ting-ji dan Cui Beng bertambah bingung. Tanya Cui Beng: “Apakah kau tahu apa maksud dia?” “Aku rasa ini adalah kesalahpahaman!”

“Kalau begitu apa yang harus kita lakukan?” “Yang pasti lakukan sesuai rencana!” Lan Ting-ji kembali melihat Su Ceng-cau, “betulkah apa yang dia katakan?”

“Apa rencana kalian semula?” tanya Su Ceng- cau.

“Dengan cara apapun harus membawa orang keluar dari sini!” kata Lan Ting-ji dengan seram. “Apakah ini adalah ide Su Yan- hong?”

“Aku lihat ada kesalahpahaman di antara kita!” Kipas lipat Lan Ting-ji dibuka, “tujuan kita adalah Lu Tan, tapi kita bukan orang Su Yan-hong!” Cui Beng juga berkata:

“Kita tidak mengerti ada apa antara kau dan Su Yan-hong? Tapi Lu Tan adalah orang yang kita inginkan!” Dia segera menyerang.

Kerja sama mereka sangat kompak. Kipas sudah menotok di tengah-tengah alis Su Ceng-cau. Cepat dan tepat!

Su Ceng-cau segera mengeluarkan jurus-jurus pedangnya. Dia seperti kupu-kupu di kebun bunga. Gayanya indah juga berguna. Dia sanggup menerima jurus-jurus dari Lan Ting-ji dan Cui Beng.

Lan Ting-ji tertawa:

“Ilmu pedang Hoa-san-pai memang bagus!”

“Murid Siau Sam lumayan bagus!” Cui Beng menyambung.

Apakah mereka memuji atau menyindir, Su Ceng-cau tidak peduli. Ilmu pedang terus menyerang Lan Ting-ji dan Cui Beng.

Berturut-turut serangan 7 kali membuat Lan Ting-ji dan Cui Beng mundur dua langkah. Bukan karena mereka kalah, melainkan sudah diperintahkan untuk tidak boleh melukai orang-orang Ling- ong-hu, maka mereka tidak mengeluarkan ilmu silat mereka sepenuhnya.

Mereka ingin mencari celah-celah, kemudian menotok Su Ceng- cau. Tapi Su Ceng-cau sudah menu tup dengan ilmu pedangnya dulu, baru menyerang mereka. Itu adalah jurus-jurus yang dibuat Siau Sam Kongcu khusus untuk Su Ceng-cau yang ceroboh.

Su Ceng-cau tidak tahu, juga tidak berpengalaman menghadapi musuh. Ilmu pedang diperagakan persis seperti apa yang diajarkan gurunya.

Lan Ting-ji dan Cui Beng melihat Su Ceng-cau tidak berpengalaman, tapi terhadap ilmu silat yang seperti itu entah harus dengan cara apa melawannya. Yang penting tidak boleh melukai Su Ceng-cau.

Yang pasti mereka tidak lupa memberi isyarat pada pembunuh- pembunuh yang lain untuk masuk ke kamar menangkap orang.

81-81-81

Lu Tan terus mengkhawatirkan bahaya yang dihadapi Su Ceng- cau, mana mungkin dia bisa tinggal diam di balik sekat. Melihat Su Ceng-cau bertarung, dia siap keluar. Tapi Lam-touw dan Siau Cu sudah masuk dari jendela dan turun di depannya.

“Kalian?” Bisa bertemu mereka seperti ini di luar dugaan Lu Tan.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar