Legenda Pendekar Ulat Sutera Jilid 04

Jilid 04

Liu Kun melihat Kao Sen dan Han Tau:

“Hamba juga tahu maksud baginda, hanya mereka...”

“Aku berjanji kepadamu, tidak akan mengusut kesalahan mereka yang menolak perintahku. Bila perkara Gin-long sudah selesai, mereka akan diangkat kembali kemudian akan diberi jasa karena dulu telah memberantas pemberontakan. Apakah cukup begitu?” potong kajsar.

39-39-39

“Kecerdasan baginda tidak aku ragukan, hanya saja orang yang menggantikan mereka belum tentu bisa menangani perkara Gin- long!” Liu Kun melihat Kao Sen dan Han Tau.

Kao Sen dan Han Tau terdiam. Sorot mata baginda melihat ke mereka: “Kalian berdua sementara menggantikan posisi Hongpo bersaudara, kalian harus berusaha melakukan yang terbaik. Jangan mengecewakan Liu-kongkong!”

“Dengan kepercayaan baginda kepada kami, kami akan berusaha bekerja dengan baik!”

Tadinya Liu Kun masih ingin mengangkat dua orang kepercayaannya. Tapi keadaan sudah seperti ini, maka dia tidak bisa berbuat apa-apa, masih ada satu hal yang membuat dia risau, yaitu kemunculan Gin-long. Semua ini diatur oleh Thian-te-siang-kun. Anak-anak yang menghilang semua dikurung di rumahnya, di dalam sebuah ka-mar. Walaupun Han Tau dan Kao Sen pintar, mereka tidak akan mencurigainya. Singkat kata, perkara Gin-long tidak akan bisa selesai. Bagaimana cara agar Hongpo bersaudara bisa mengambil kembali posisi yang direbut Han Tau dan Kao Sen?

Sekarang dia hanya bisa berharap Thian-te-siang-kun bisa cepat menyelesaikan latihannya.

***

Luka Lam-touw segera pulih karena berada di bawah pengawasan Fu Hiong-kun. Dia terus-terusan memuji ilmu pengobatan Fu, dan lebih dari itu sifat Fu Hiong-kun sangat dia kagumi.

Siau Cu sangat hormat kepada gurunya, tapi beberapa hari ini dia terlihat sangat sibuk. Pagi-pagi dia sudah menghilang. Lam- touw tidak peduli, sering kali dia duduk terpaku seperti mempunyai banyak pikiran. Melihat Fu Hiong-kun masuk, dia dengan cepat berubah menjadi ceria dan cuek, benar-benar seperti dua pribadi yang berbeda. Hari ini pagi-pagi Siau Cu sudah menghilang. Lam-touw sendiri sedang bengong, sampai Fu Hiong-kun masuk dan ingin mengganti obatnya, sikapnya baru berubah. Akhirnya dia bertanya:

“Apakah Siau Cu dan Lu Tan keluar mencari tahu hal-hal tentang Liu Kun?”

Fu Hiong-kun mengangguk:

“Cianpwee tenanglah, mereka sudah berjanji akan berhati-hati!” “Begitu mencari berita Liu Kun tidak ada gunanya, aku harus

mencari cara yang lebih bagus untuk mereka!”

“Sebentar lagi aku akan ke An-lek-hu menengok Tiong Toa- sianseng!”

“Kau pergi pasti demi masalahku. Aku benar-benar merepotkanmu!” Lam-touw menggelengkan kepala, “sebenarnya aku tidak takut dengan orang ini, karena kita adalah teman sejalan. Jika bukan, malam itu aku sudah menyiksa dia!”

“Itu adalah kesalahpahaman, maka harus dijelaskan!”

“Kalau tidak dijelaskan, begitu bertemu dengannya, aku akan repot lagi!” kata Lam-touw tertawa, “masalah ini sudah berlalu beberapa hari. Seharusnya kepala dia sudah dingin!”

Sebelum selesai berkata, terdengar ada suara orang di luar berkata:

“Hati-hati Lan-lan, jangan jatuh.”

“Mengapa kebetulan sekali?” kata Fu Hiong- kun.

Lam-touw sudah mendengar itu adalah suara Tiong Toa- sianseng. Dia menarik nafas:

“Jalan orang yang bermusuhan selalu lebih sempit, itu benar- benar terjadi!”

Holou besar ditaruh di belakang. Dia berkedip masuk ke dalam sekat.

“Cianpwee!” Fu Hiong-kun tetap tidak bisa menahan Lam-touw. “Jangan beritahu dia aku berada di sini!” kepa la Lam-touw keluar dari sekat.

Ada yang mengetuk pintu. Lan-lan tertawa:

“Apakah Cici Hiong-kun ada di dalam?” “Apakah itu Lan-lan?”

Lan-lan berlari masuk, dia masuk ke pelukan Fu Hiong-kun. Fu Hiong-kun mempersilakan Tiong Toa-sianseng duduk dan menyuruh Lan-lan bermain di luar.

“Sebenarnya hari ini aku ingin pergi ke An-lek-hu. Tidak disangka Cianpwee sudah membawa Lan-lan kemari. Untung aku belum berangkat!”

“Sudah beberapa hari Lan-lan tidak bertemu denganmu, dia merindukan maka dia ingin kemari!”

“Selain untuk melihat Lan-lan, aku masih mempunyai satu masalah yang ingin kutanyakan kepada Cianpwee!”

“Nona Fu berkata terlalu sungkan, entah apa .yang bisa aku bantu.”

“Kalau ada orang yang karena salah paham telah membuat Cianpwee tersinggung, apa yang akan Cianpwee lakukan?”

“Bukan apa yang harus kumelakukan, tapi dia harus mencari kesempatan menjelaskan padaku!”

Lam-touw yang berada di belakang sekat menjadi bengong. Pada waktu itu, Lan-lan tiba-tiba datang dan melihat Lam-touw. Dia terkejut. Lam-touw segera memberi isyarat untuk jangan berkata apa-apa.

Tapi Lan-lan malah berteriak:

“Di sini ada pencuri!”

Tubuh Tiong Toa;Sianseng segera meloncat dan berlari ke sisi Lan-lan. Dia membentak:

“Siapa?” Lam-touw menarik nafas. Dia menggosok-gosok telinga dan wajah. Dengan malu dia keluar dari sekat. Begitu Tiong Toa- sianseng melihatnya, dia segera tertawa dingin:

“Kali ini apakah kau masih bisa kabur?”

Sebelum Tiong Toa-sianseng bergerak, Lam-touw sudah berlari ke belakang Fu Hiong-kun. Tiong Toa-sianseng ingin menghadang tapi tidak sempat, terpaksa dia berteriak:

“Nona Fu hati-hati!”

Fu Hiong-kun menggelengkan kepala:

“Yang aku bicarakan tadi adalah orang ini!” “Orang ini?”

“Lo-heng, aku sudah tua, untuk apa aku meng olok-olok putrimu? Itu adalah kesalahpahaman!”

“Baik, hitung-hitung itu adalah salah paham. Waktu itu siang bolong di depan banyak orang, kau sudah mengolok-olok dua gadis. Aku melihatnya dengan mata kepala sendiri, apakah itu juga salah paham?”

Lam-touw menarik nafas:

“Pada siang bolong mengolok-olok perempuan di depan umum, orang itu pastilah orang idiot.

Kalau tidak, dia adalah orang cabul yang tidak melihat orang!” “Bukankah kau orang seperti itu?”

“Kalau aku orang seperti itu, apakah Nona Fu mau dekat denganku? Kalaupun kau tidak percaya kepadaku, kau harus percaya kepada Nona Fu!”

Tiong Toa-sianseng melihat Fu Hiong-kun, akhirnya dia mengangguk:

“Baiklah, kau tidak akan bisa kabur. Aku akan mendengar perkataanmu!”

“Sebenarnya malam itu aku ingin mengikuti seorang perempuan yang mempunyai dendam padaku dan tidak sengaja bertemu dengan putrimu. Karena gerakannya yang mengendap-endap maka aku kira dia adalah perempuan itu.”

“Maka kau mengolok-olok dia?”

“Aku hanya menguntitnya. Begitu tahu aku sudah salah alamat, aku hampir terluka oleh pedang Siau Sam Kongcu!”

“Siau Sam Kongcu?” wajah Tiong Toa-sianseng berubah. Lam-touw menggelengkan kepala:

“Putri anda datang menasehati Siau Sam Kongcu agar melupakan masa lalu dan agar lebih bersemangat!”

Tiong Toa-sianseng terdiam. Lam-touw melanjutkan:

“Apakah aku pernah mempermainkan putrimu, hanya perlu kau tanyakan, kau akan mengerti!”

“Aku bisa jamin, dia benar-benar bukan orang jahat!” kata Fu Hiong-kun.

“Tapi ilmu silatnya bukan datang dari perkumpulan yang benar, aku tetap curiga!”

Fu Hiong-kun terdiam, sebenarnya dia juga tidak jelas dengan identitas Lam-touw. Begitu melihat sorot mata mereka berdua, Lam-touw segera mengerti. Dia menarik nafas:

“Sudah sampai seperti sekarang ini, aku kira tidak perlu menutup-nutupi lagi!”

Dia melihat wajah Tiong Toa-sianseng. Fu Hiong-kun yang bisa membaca wajah segera mencari alasan membawa Lan-lan keluar.

Tiong Toa-sianseng dan Lam-touw menutup pintu untuk berbicara. Waktu pintu dibuka kembali, Lam-touw mengantar Tiong Toa-sianseng keluar. Sikap nya lebih santai, sambil memberi hormat dia berkata:

“Dalam masalah ini aku sudah merepotkan Tiong-heng!” “Siaute akan berusaha!” Bukan hanya sikap, panggilan Tiong

Toa-sianseng terhadap Lam-touw juga sudah berubah. Yang pasti Fu Hiong-kun merasa aneh. Walau pun tidak tahu tapi dia mengerti hal itu pasti bukan hal kecil. Mungkin adalah satu rahasia besar yang bisa menggegerkan dunia.

Dia tidak bertanya karena dia mengerti kalau dia perlu tahu mengenai hal itu, dia pasti akan tahu. Mungkin tanpa sengaja dia sudah percaya nasib.

40-40-40

Siau-te-lu tergesa-gesa datang ke rumah Liu Kun. Liu Kun sedang bersama Hongpo bersaudara, In Thian-houw, Tiang-seng dan lain-lain, orang yang dia percaya untuk berunding tentang perkara 'Gin-long'.

Melihat Siau-te-lu datang dengan tergesa-gesa, Liu Kun sudah tahu ada berita baik yang sudah dia 'dapatkan di pihak kaisar. Yang pasti kabar yang Siau-te-lu dengar belum tentu adalah kabar baik. Terkadang baginda sengaja membiarkan dia yang mendengarnya.

Kaisar bukan orang bodoh, kalau dia tidak tahu, yang bodoh adalah dia.

“Selamat Kiu-cian-swe!” kata Siau-te-lu.

“Selamat dari mana?” Liu Kun tersenyum, nadanya sangat biasa.

“Hamba tadi mencuri dengar dari kaisar yang sedang berunding dengart semua pejabat. Kaisar siap mengangkat 15 tempat yang Kiu- eian-swe kuasai, dan dinaikkan 3 tingkat!”

“Betulkah?” nada Liu Kun tidak berubah. Hongpo Ih menyambung:

“Kalau tahu begitu, untuk apa dulu seperti itu!” “Kaisar juga mulai tahu diri!” kata In Thian- houw.

“Dengan cara apa kaisar siap mengangkat mereka?” tanya Liu Kun.

“Kebanyakan posisi mereka ditukar...”

“Apa?” Wajah Liu Kun berubah dan dia membentak, “kalau begitu siapa yang menggantikan pengawas?” “Katanya anak buah Ong-souw-jin!”

“Kurang ajar!” Liu Kun dengan emosi menepuk meja, “sebenarnya ini adalah mencopot hak pasukan dan kemudian mengopernya ke tangan Ong-souw-jin. Kaisar sangat pintar bermain sempoa!” Tiang-seng menebak:

“Itu pasti ide Ong-souw-jin, orang ini terus menerus melawan Kiu-cian-swe. Kaiau tidak cepat di singkirkan, kelak akan menjadi sumber malapetaka!”

“Belum waktunya!” Liu Kun bisa tenang kembali, “bila sekarang bertindak akan membuat Ling-ong merubah rencana awal, maka yang kecil akan menjadi besar!”

“Apakah kita akan membiarkan dia berbuat sewenang-wenang?” “Yang pasti tidak!” kata Liu Kun tertawa dingin, “aku ingin

membalasnya dengan cara yang dia pakai!”

“Maksud Kiu-cian-swe adalah...” “Kita bunuh Kao Sen dulu!”

41-41-41

Setelah melalui sederetan pemeriksaan, akhirnya Kao Sen mendapatkan petunjuk.

Anak-anak yang menghilang berusia sekitar umur 8 tahun. Sebelum menghilang, sama-sama pernah bertemu seorang laki-laki setengah baya yang membuat boneka tanah. Orang ini namanya Li- jin-thio (boneka tanah marga Thio). Boneka tanah yang sudah dibuat diberikan kepada anak-anak, tapi sampai sekarang Li-jin- thio masih sering muncul di ibukota. Tidak ragu lagi dia sangat lincah. Begitu tahu dibuntuti, dia segera bersembunyi, terakhir dia masuk ke sebuah rumah usang.

Rumah itu segera diawasi oleh anak buah Kao Sen.

Setelah mendapat kabar, Kao Sen segera membawa anak buahnya datang.

Mereka mendobrak masuk. Li-jin-thio kabur dengan memecahkan genteng, Tanpa keraguan, Kao Sen segera mengejar. Anak buah mereka yang mempunyai ilmu meringankan tubuh yang tinggi ikut naik ke atas genteng. Yang lain juga mengejar dari jalan besar atau gang kecil.

Tapi mengejar tidak begitu jauh, mereka melihat jalan sudah dihadang sebuah kereta yang penuh kayu dan rumput. Rumput itu terbakar dengan cepat dan memotong jalan mereka. Begitu mereka mengambil jalan memutar, Kao Sen dan Li-jin-thio sudah menghilang.

42-42-42

Ilmu meringankan tubuh Li-jin-thio sangat tinggi. Terkecuali Kao Sen, yang lain sama sekali tidak bisa mengikuti. Kao Sen telah meninggalkan anak buahnya jauh di belakang, boleh dikatakan dia sudah menghilang dari pandangan mereka.

Kao Sen tidak peduli; dia terus mengejar Li-jin-thio. Walaupun dia mempunyai ilmu silat yang tinggi dan dia adalah salah satu dari lima pesilat tangguh di istana, tapi dia sudah terbiasa berada di dalam istana. Dia jarang masuk ke dunia persilatan, maka dia tidak begitu tahu liciknya dunia persilatan.

Kalau dia berpengalaman di dunia persilatan, setidaknya dia akan meninggalkan tanda-tanda untuk anak buahnya, agar mereka bisa saling membantu.

43-43-43

Sesampainya di sebuah tanjakan, Li-jin-thio baru berhenti. Asap dan kabut muncul dari bawah kakinya, dengan cepat membungkus tubuhnya.

Kao Sen melihatnya. Tubuh meloncat beberapa kali, pedang sudah dikeluarkan. Pada pegangan pedang terpasang batu hias. Tidak diragukan lagi itu adalah pedang yang bagus. Pedang yang dikeluarkan dari sarungnya mengeluarkan suara yang keras. Dia menyerang asap dan kabut itu.

Tidak ada reaksi dari dalam asap dan kabut, maka pedang menyerang tempat kosong. Angin datang bertiup, membuat asap kabut itu terpencar. Di dalamnya tidak terlihat Li-jin-thio. Kao Sen melihat sekeliling kemudian membentak: “Kalau berani keluarlah!”

Li-jin-thio tidak muncul. Dari sisi atas dua pohon besar tiba-tiba muncul lampion putih dan biru. Kedua lampion itu perlahan-lahan turun.

Sebelum sampai ke bawah, dua lampion itu meledak. Dari tempat ledakan lampion itu tiba-tiba muncul dua laki-laki setengah baya. Yang satu berpenampilan seperti seorang pelajar, tangannya memegang kipas lipat. Satunya lagi berpenampilan seperti laki-laki yang baru kehilangan orang tua, berbaju putih dan memegang pentungan yang biasa nya harus dipegang pada upacara orang tua meninggal dunia.

Yang berpenampilan seperti pelajar sebenarnya adalah utusan lampion biru dari Pek-lian-kau bernama Lan Ting-ji. Dan yang berdandan seperti orang tuanya meninggal adalah utusan lampion putih Cui Beng.

Kao Sen tidak mengenal mereka tapi mereka mengenal Kao Sen. Mereka sudah berencana untuk menunggu Kao Sen muncul di sini, dan percaya mereka bisa membunuh Kao Sen di sini.

“Apakah kau adalah Hu-kui-kiam, Kao Sen?” tanya Cui Beng dengan nada dingin. (Hu-kui = kaya dan makmur) Kao Sen terpaku tapi segera mengerti:

“Li-jin-thio sebenarnya adalah umpan?”

“Betul, menunggu kau terkail!” Lan Ting-ji menjawab. “Siapa kalian?”

“Kau benar-benar adalah orang kaya, sama sekali asing dengan dunia persilatan!” kata Lan Ting-ji tertawa, “hanya kaisar yang bisa melakukan hal seperti itu, mengutus orang yang sama sekali tidak mengerti dunia persilatan untuk mengurus masalah yang ada di dunia persilatan!”

“Pelajar terlalu banyak bicara yang tidak penting!” Cui Beng menunjuk Kao Sen, tiba-tiba datang. Lan Ting-ji lebili cepat daripada dia. Kipas lipat sudah digerakkan memotong tenggorokan Kao Sen. Kao Sen menahan kipas dengan pedang. Pentungan Cui Beng segera datang menyerang. Pedang juga membalas. Tapi kipas lipat segera menyerang daerah yang kosong. Sementara sebelah tangan menahan pedang dengan pentungan, tangan yang lain sudah menyerang.

Kao Sen terpaksa menyambut serangan telapak. Dia terpental mundur, tapi jurus pedang tetap mantap. Pentungan yang beberapa kali menyerang selalu ditahan oleh pedangnya. Tiba-tiba Lan Ting- ji terbang ke atas, kipas lipat menyerang ke pundaknya.

Kao Sen bisa menghindar, tapi Lan Ting-ji sudah terbang turun di belakangnya untuk menyerang dari belakang.

Cui Beng menyerang dari depan dengan 'gencar. Terlihat mereka berdua bukan pertama kalinya bekerja sama karena serangan mereka sangat pas. Beberapa kali tubuh Kao Sen berganti posisi tapi tidak bisa lepas dari serangan mereka yang berasal dari depan juga belakang.

Karena tidak sempat menghindar, punggung belakang Kao Sen sudah tergores oleh kipas lipat Lan Ting-ji dan mengeluarkan darah.

Luka memang tidak berat tapi sudah membuat Kao Sen tergetar. Dia juga tahu tidak bisa menahan gabungan kedua orang ini. Begitu melihat tidak ada anak buah dia yang datang, dia siap kabur.

Lan Ting-ji seperti bisa menebak niat Kao Sen. Dia segera membentak:

“Ingin kabur? Tidak semudah itu!”

“Apakah di mata kalian masih ada hukum?” Kao Sen membentak.

“Kalau ada hukum, perkara Gin-long tidak akan muncul!” Kipas lipat Lan Ting-ji dibuka-tutup, “malam ini di sini adalah kuburanmu!”

Pada saat yang bersamaan dengan kata-kata ini, Cui Beng menyerang dari depan juga belakang. Kao Sen berturut-turut menjemput tujuh serangan kipas lipat, dan tiga serangan pentungan. Pundak kirinya terluka karena goresan kipas lipat. Kipas lipat masih terus menyerang tenggorokannya. Dia ingin menahan kipas dengan pedangnya tapi pedang di-libat terus oleh pentungan.

Terpaksa dia menghindar ke pinggir, tapi kipas lipat seperti ular beracun terus mengejar, tetap menyerang ke arah tenggorokan. Setelah terus-terusan menghindar dan menghindar, Kao Sen benar- benar tidak sanggup menghindar lagi. Tapi pada waktu itu, muncul sebuah pedang di hadapannya.

Dari sudut mata Kao Sen melihat kilauan pedang ini, hatinya menjadi dingin. Tapi kemudian hangat lagi karena pedang itu ternyata membantunya menahan kipas lipat Lan Ting-ji.

Pedang yang berasal dari orang berbaju hitam dan memakai penutup wajah, gerakannya sangat lincah dan berubah-ubah. Berturut-turut melancarkan 17 jurus, memaksa Lan Ting-ji mundur. Kemudian orang itu membalikkan tubuh menyerang wajah Cui Beng. Gerakannya cepat seperti bintang jatuh.

Cui Beng menahannya dengan pentungan. Kesempatan ini dimanfaatkan Kao Sen untuk menyerang. Cui Beng terpaksa mundur. Pedang orang bertopeng bergabung dengan pedang Kao Sen, berubah menjadi sebuah dinding pedang dan menerjang ke arah Cui Beng!

Lan Ting-ji yang melihatnya berteriak:

“Hati-hati!” Kipas lipat menyerang dari belakang ke arah punggung Kao Sen.

Orang bertopeng menggunakan telapak tangannya memaksa kipas lipat tidak bisa bergerak maju. Pedang di tangan kanannya tetap mempertahankan dinding pedang, dinding pedang tetap maju seperti membelah gunung dan laut!

Cui Beng mundur tujuh langkah. Dia mundur ke sebuah pohon besar, berputar, dan langsung meloncat ke atas pohon. Orang bertutup wajah mengejar. Pedang kembali menyerang Lan Ting-ji. Ilmu pedang Kao Sen terbawa. Dia juga sama-sama menyerang Lan Ting-ji.

Lan Ting-ji mundur, dia meloncat ke atas pohon dan memberi isyarat kepada Cui Beng, baru mereka siap menyerang balik. Mereka sudah melihat barisan lampion terus bergerak menuju ke arah mereka. Ternyata adalah anak buah Kao Sen yang sedang berjalan mendatangi.

“Suseng bagaimana?” tubuh Cui Beng masih terus naik. “Kita pergi!” Lan Ting-ji sudah meloncat ke pohon yang lain.

Ketika Kao Sen ingin mengejar mereka dan sudah maju beberapa langkah, orang bertopeng malah berlari ke arah sebaliknya, maka Kao Sen berteriak:

“Tuan!”

“Orang yang kabur jangan dikejar!” kata orang bertopeng. Beberapa kali meloncat, dia sudah menghilang di dalam kegelapan.

Kao Sen masih berdiri di sana.

“Tidak bisa melihat wajah, dan tidak tahu namanya, siapakah dia? Apa tujuan dia menolongku?” Kao Sen tidak mengerti.

Sesampainya di luar Ci-cu-wan, orang yang menolong Kao Sen baru membuka kain yang menutupi wajahnya. Tampaklah wajah seorang pemuda yang tampan. Sudut mulutnya masih tersenyum. Dia meloncat dan melewati pagar yang tinggi, kemudian masuk ke dalam Ci-cu-wan.

Anak muda ini adalah satu-satunya laki-laki di keluarga Lamkiong, bernama Lamkiong Po.

44-44-44

Dari hasil pembakaran kayu wangi, asap terus berputar-putar.

Patung Buddha terlihat gagah juga misterius.

Lo-taikun memejamkan mata, duduk bersila di depan patung Buddha. Dia sedang menghitung tasbih. Waktu Lamkiong Po tiba di luar pintu, dia sudah tahu, dia membuka mata dan bertanya: “Apakah itu Po-ji?”

Lamkiong Po masuk dan berlutut:

“Putramu memberi salam kepada ibu!” Lo-taikun mengayunkan tangan, katanya:

“Bangunlah!” Lalu katanya lagi, “aku sudah berpesan kau harus tinggal di rumah, mengapa kau datang kemari?”

“Putramu benar-benar tidak tenang, dipikir-pikir...”

“Kalau sudah datang, sudahlah!” Lo-taikun menarik nafas, lalu matanya berputar, “mengapa berpenampilan seperti itu?”

“Di jalan putramu melihat ada murid Pek-lian-kau sedang diam- diam menyerang pesilat keraja-an KaoSen. Aku terpaksa membantu...”

“Kau beraninya...”

“Kao Sen adalah pejabat yang baik, tidak mungkin putra melihat dia terbunuh!”

“Apakah dia baik atau tidak, jangan hanya melihat dari luar!” “Tapi murid-murid Pek-lian-kau!”

“Sudahlah!” Lo-taikun menggelengkan kepala. “Pek-lian-kau sangat kuat, kau sudah merusak rencana mereka...” “Ibu tenanglah, putramu menutup wajah, kemudian baru bertarung”

Lo-taikun tetap menggelengkan kepala:

“Kau sudah tampak lelah, lebih baik beristirahat dulu!”

Nada Lo-taikun begitu lembut, sampai Lam-kiong Po keluar dari kamar, sorot mata Lo-taikun segera berubah, berubah menjadi seram dan jahat.

45-45-45

Lan Ting-ji dan Cui Beng tidak bisa mengenali ilmu silat Lamkiong Po dari aliran mana. Hanya mendengar mereka menjelaskan duduk perkara, Thian-te-siang-kun sulit menebak. Orang yang bisa memukul mundur dua utusan tidak diragukan pasti adalah seorang pesilat tangguh. Dan orang yang berniat merusak rencana mereka pasti adalah orang kerajaan. Hanya ada satu orang yang bisa cocok dengan kedua syarat, dia adalah Su Yan- hong. Itulah tebakan Liu Kun.

Kemudian dia mengambil keputusan untuk mencoba mencari tahu dari kaisar.

46-46-46

Kao Sen kembali ke kerajaan. Kaisar segera memanggil Su Yan- hong. Di antara mereka, hanya Su Yan-hong yang lebih mengenal dunia persilatan dan mengenai kemunculan Pek-lian-kau, Su Yan- hong sudah lama mengetahuinya. Dia juga tahu perkara Gin-long pasti adalah perbuatan Pek-lian-kau. Selain itu, dia juga mendukung kaisar dan Ong-souw-jin dalam menggunakan perkara untuk menepis sebagian kekuatan Liu Kun.

Seorang Liu Kun sudah membuat mereka repot. Bila ditambah lagi dengan Pek-lian-kau datang ke ibukota, hal ini benar-benar membuat Su Yan-hong khawatir.

Terhadap orang bertutup wajah yang menyerang dua utusan lampion, Su Yan-hong tetap tidak 'bisa menebak.

Kao Sen bisa memastikan orang bertutup wajah bukan Su Yan- hong. Yang pasti dia tidak akan mengatakan ini kepada Liu Kun, maka kedatangan Liu Kun tidak akan mendapat kabar apa-apa. Tapi dia menggunakan luka yang didapatkan Kao Sen untuk menyerang Kao Sen dengan menyebutnya tidak berbakat dalam bekerja.

Walaupun sudah mempunyai persiapan untuk menghadapi Liu Kun, tapi kaisar tetap kalah bicara dari Liu Kun. Akhjrnya kaisar terpaksa harus I menyerahkan jabatan komandan 5 pasukan kepada Liu Kun.

Alasan Liu Kun sangat tepat. 5 pasukan merupakan ketentuan dari kakek kaisar. Waktu itu komandannya adalah raja Tiong-san, Su Ta. Dengan identitas Kao Sen, dia tidak bisa menanggung tugas yang begitu berat. Yang pasti Hongpo Ih dan Hongpo Tiong juga tidak memenuhi syarat. Dulu Liu Kun selalu mengangkat-angkat kepandaian mereka. Setelah perkara Gin-iong, dia baru tidak bisa berbuat apa- apa. Sekarang Kao Sen pulang tanpa membawa hasil, apalagi terluka, mana mungkin dia mau melepaskan kesempatan ini?

Setelah Liu Kun pergi, kaisar bingung lagi. Ong-souw-jin, Su Yan-hong juga sama bingungnya. Mereka tahu bahwa anak buah Liu Kun banyak pesilat tangguh. Jika ditentukan oleh ilmu silat, ini benar-benar menjadi masalah bagi mereka.

Sampai asisten Ong-souw-jin, Kang Pin menyela pembicaraan mereka, mereka baru sadar masih ada cara yang lain.

Kang Pin menonton di sisi. Dia dengan tegas mengatakan Liu Kun datang dengan persiapan. Walaupun ada orang yang sanggup mengalahkan pesilat tangguh dari Liu Kun, tapi pada waktu itu dia akan mengeluarkan alasan lain untuk menentang. Kecuali bila ilmu silat atau latar belakang orang itu baik, Liu Kun baru tidak bisa berbuat apa-apa.

Baginda tidak pernah memperhatikan orang yang bernama Kang Pin ini. Sekarang baru memperhatikan, dia sangsi apakah di kerajaan ada orang ideal seperti itu. Kang Pin tidak menjawab. Sorot matanya hanya melihat wajah Su Yan-hong.

Tidak hanya kaisar, sorot mata Ong-souw-jin juga ikut berputar dan sama-sama mengeluarkan suara, “Oh!” Mereka benar-benar tidak pernah terpikir Su Yan-hong juga bisa melakukan hal ini.

Di dalam pikiran mereka, Su Yan-hong selalu tidak suka nama dan jasa, tapi tidak diragukan lagi dia adalah orang yang cinta Negara. Jika tidak, dia tidak akan campur tangan dalam masalah ini dan selalu memberikan ide yang banyak.

Su Yan-hong beradu pandang dengan mereka. Dia hanya tertawa kecut.

Kang Pin berkata lagi:

“Hamba masih harus menambahkan satu hal lagi!” “Katakan!” Kaisar sangat senang, “kerajaan sedang berusaha sekuat tenaga, katakanlah ada apa. Walaupun salah, aku tidak akan marah kepadamu!”

“Terima kasih! Di dalam Cin-hai-lou, semua masalah besar maupun kecil jangan diangkat bicara oleh baginda atau Hou-ya. Hanya dengan begitu baru bisa membuat Liu-congkoan tidak merasa masuk perangkap!”

“Itu baik sekali!” kata kaisar sambil tertawa.

Dia segera menyuruh Su Yan-hong untuk tinggal. Sekarang Su Yan-hong hanya bisa tertawa kecut.

47-47-47

Sekembalinya ke rumah An-lek-hu, yang pertama kali Su Yan- hong lakukan adalah mencari gurunya Tiong Toa-sianseng. Melihat ekspresi wajahnya, Tiong Toa-sianseng tahu sesuatu sudah terjadi, tapi apa yang menjadi permintaan Su Yan-hong di luar dugaannya.

“Besok kaisar akan menggelar perkara. Dia mengundang guru ke sana!”

Tiong Toa-sianseng terpaku kemudian menjawab:

“Kau tahu aku tidak suka pesta orang kaya, apalagi pesta kaisar...”

“Guru hal ini...”

“Kau orang yang seperti apa, guru sudah sangat hafal. Lebih baik kau berkata jujur!”

Terpaksa Su Yan-hong dengan terus terang memberitahu Tiong Toa-sianseng. Kaisar mengundang Tiong Toa-sianseng menjadi wasit untuk pertandingan ilmu silat di Cin-hai-lou dan menceritakan sebab musababnya kepada Tiong Toa-sianseng.

Terlihat Tiong Toa-sianseng mengalami kesulitan, sampai Su Yan-hong mengeluarkan surat raha sia kaisar. Surat itu ditulis oleh kaisar untuk Tiong Toa-sianseng. Setiap kata penuh kehormatan dan kesungguhan. Setelah selesai membaca surat rahasia, Tiong Toa-sianseng terdiam. Su Yan-hong menunggu seben tar baru bertanya:

“Bagaimana pendapat guru?”

“Terhadap seorang kaisar yang begitu meman dang penting dunia persilatan, mana mungkin guru menolak. Terpaksa aku harus melakukannya kali ini!” Tiong Toa-sianseng menarik nafas, “dalam keraja-an sangat berbahaya dan jahat, lebih-lebih dari dunia persilatan. Guru memang tidak takut semua ini. Aku hanya takut setelah itu, tidak bisa hidup tenang!”

“Tenanglah guru!”

“Tenang atau tidak adalah bagian kedua. Tapi bisa melakukan beberapa hal berarti, itu akan lebih baik!” Tiong Toa-sianseng tertawa.

Setelah mendengarnya, hati Su Yan-hong men jadi tenang.

***

Kemunculan Tiong Toa-sianseng memang mengejutkan pihak Liu Kun. Mereka tahu Tiong Toa-sianseng berada di ibukota, tapi tidak menyangka Tiong Toa-sianseng akan muncul di tempat ini.

Begitu mendengar Tiong Toa-sianseng hanya menjadi wasit, Hongpo bersaudara, In Thian-houw, Tiang-seng menarik nafas lega. Liu Kun yang melihat Tiong Toa-sianseng juga bernafas lega. Dia tahu Tiong Toa-sianseng sangat terkenal di dunia persilatan maka tidak mungkin Tiong Toa-sianseng merebut posisi komandan, paling-paling menjadi seorang wasit.

Keadaan membuktikan tebakan dia tidak salah.

“Kalau penentuannya adalah ilmu silat, yang pasti perlu mencari seorang pesilat tangguh sebagai wasit. Itu sangat wajar.” Kata-kata kaisar ini sangat disetujui oleh Liu Kun. Tapi dia juga berpikir kaisar tidak hanya seperti itu menyuruh Tiong Toa- sianseng jadi wasit. Mungkin dia akan diberi petunjuk oleh kaisar tentang cara-cara menghadang pesilat tangguh di pihak Liu Kun.

Memang ide seperti itu sudah dijalankan di pihak kaisar. Karena sudah mendapatkan peringatan Tiong Toa-sianseng sebelumnya, begitu bertarung Han Tau sudah melihat kelemahan Tiang-seng dan deng-an mudah mengalahkannya.

Setelah Tiang-seng, berikutnya adalah In Thian-houw. In Thian- houw tidak ingin bertarung jenis ilmu silat lain. Dia ingin mengadu kekuatan tenaga dalam dengan Han Tau.

Han Tau bisa dengan mudah mengalahkan Tiang-seng. Ini dikarenakan Tiang-seng mempunyai ilmu yang bermacam-macam, sehingga lebih mudah bagi Han Tau menghadapinya dengan diam- diam menyerang. Sekarang bertarung dengan In Thian-houw, harus keras melawan keras. Yang pasti akan lebih melelahkan. Menurut pengetahuannya tentang ilmu silat In Thian-houw, baik ilmu Gwakang atau •pun Lwekang sama-sama bagus. Apalagi Lwekang nya sudah berada di tingkat paling tinggi. Tiong Toa- sianseng sangat berpengalaman, apalagi dia sudah diberitahu Su Yan-hong sebelumnya. Maka kecuali dengan cara keras lawan keras, Han Tau tidak mempunyai cara lain lagi.

Gerakan mereka tidak cepat, malah sebaliknya, bergerak semakin lambat, sampai akhirnya keempat telapak mereka sudah menempel menjadi satu dan tidak bisa bergerak.

Pada waktu itu Tiong Toa-sianseng tiba-tiba keluar dan melayang ke depan mereka berdua.

In Thian-houw terkejut. Han Tau merasa hal ini di luar dugaan.

Uu Kun ingin membentak tapi terakhir tidak dilakukannya.

Kaisar sudah berjanji harus bertarung dengan adil. Bila Tiong Toa-sianseng tiba-tiba bertindak seperti ini, pastilah bukan tanpa sebab. Liu Kun berpikir, sekalian menunggu perubahan keadaan selanjutnya. Kalau Tiong Toa-sianseng benar-benar membantu Han Tau, walaupun Han Tau bisa menang dia bisa ber-alasan lain.

Tubuh Tiong Toa-sianseng baru mendarat. Dia pelan-pelan mengangkat tangan kanan. Lengan baju Tiong Toa-sianseng seperti papan besi memotong di antara keempat telapak yang beradu.

Begitu lengan baju memotong di tengah, keempat telapak yang tadi menempel menjadi satu sekarang bisa terbuka. Tiong Toa- sianseng mengayunkan lengan baju ke kiri juga ke kanan.

Han Tau berada di sisi kiri. Yang terhempas kemudian adalah In Thian-houw. Mereka merasa terkejut. Kekuatan tenaga dalam Tiong Toa-sianseng di luar dugaan mereka. Mereka tidak mengerti mengapa Tiong Toa-sianseng melakukan ini. Setelah saling memandang, mereka diam.

Hanya ada satu orang yang mengerti tindakan Tiong Toa- sianseng di lapangan sana. Dia adalah Su Yan-hong. Dia juga diam menunggu penjelasan dari Tiong Toa-sianseng.

“Pertarungan hari ini sampai di sini saja. Untuk apa kalian berdua begitu serius?” kata Tiong Toa-sianseng sambil menggelengkan kepala.

“Mana mungkin tidak serius?” sela Liu Kun. Tiong Toa-sianseng terus berbicara:

“Kalau kalian berdua beradu tenaga dalam, keras melawan keras. Walaupun bisa tahu yang menang dan kalah tapi kalian akan membayar harga yang tinggi, membuat organ dalam tubuh terluka. Dalam 3 sampai 5 tahun kalian akan menjadi orang cacat. Apa yang bisa kita lakukan dengan itu. Sekarang kerajaan sedang membutuhkan orang, pertarungan seperti itu jangan dilakukan!”

“Tidak boleh dilakukan!” Kaisar menyambung.

“Menurut Tiong Toa-sianseng, tenaga dalam mereka berdua, siapa yang lebih tinggi?” tanya Liu 'Kun.

“Aku tidak bisa melihat!” kata Tiong Toa-sianseng sambil tertawa, “dua pesilat tangguh beradu tenaga dalam, kecuali berada dalam jarak yang sangat dekat, akan sulit melihat siapa yang kalah atau menang. Tapi kadang-kadang terjadinya sesuatu juga bisa mengganggu menang atau kalah!”

“Aku tidak mengerti!” kata Liu Kun.

“Maksud guruku adalah tenaga dalam mereka berdua hampir seimbang, jika diteruskan keduanya akan terluka!” kata Sil Yan- hong.

“Belum tentu!” jawab In Thian-houw.

Baginda melihat dia tidak melanjutkan kata-kata berikutnya lagi, baru bertanya:

“Menurut Tiong Toa-sianseng, dengan cara apa hal ini dapat diselesaikan?”

“Lebih baik mempersilakan mereka beristirahat sejenak, kemudian bertarung lagi dengan cara lain!”

“Baik!” Kaisar setuju.

“Bagaimana kalau dengan cara lain juga tidak bisa menentukan siapa yang menang atau kalah, apakah akhirnya keduanya juga harus terluka?” tanya Liu Kun.

“Pasti ada yang menang atau kalah!” kata Tiong Toa-sianseng. “Apakah Tiong Toa-sianseng pasti akan bersikap adil?” Liu Kun

bertanya lagi.

Tiong Toa-sianseng hanya tertawa. Liu Kun segera tahu dia sudah salah bicara. Kalau Tiong Toa-sianseng tidak yakin, siapa yang bisa yakin?

Lama kemudian Liu Kun baru berkata lagi:

“Sebenarnya setelah ada yang menang dan kalah, apa tujuan dari itu?”

“Apa maksud kata-katamu ini?” tanya kaisar dengan aneh. “Komandan harus gagah berani juga cerdas. Sedikit kurang

dalam   ilmu   silat   tidak   apa-apa,   kecerdasan   bisa   menutupi

kekurangan!” kata Liu Kun. Kaisar mengangguk:

“Maksudnya harus mencari satu soal untuk menguji mereka!” Tanpa menunggu Liu Kun bicara, kaisar segera berkata kepada Tiong Toa-sianseng:

“Pertarungan tadi memang menegangkan, tapi kurang serius. Tiong Toa-sianseng jarang kemari, kalau kita tidak melihat ilmu silat Kun-iun-pai, bukankah sangat disayangkan?”

Liu Kun membutuhkan waktu untuk berpikir. Yang pasti dia tidak akan melepaskan kesempatan ini, maka dia segera berkata:

“Jarang baginda mendapatkan kegemaran yang baik seperti ini!”

Kaisar bertanya kepada Tiong Toa-sianseng. Tiong Toa-sianseng segera memberi hormat:

“Jika baginda mengijinkan, hamba akan mulai .satu pertunjukan dengan ketidakmampuan hamba. Bila hanya aku sendiri yang melakukan pertunjukkan tentulah sangat tidak menarik.”

Han Tau segera maju:

“Biarlah Han Tau yang meminta petunjuk!”

“Baik!” Kaisar berseru. Liu Kun juga berseru dalam hati. Bila tenaga Han Tau terkuras, In Thian-houw akan menang dengan lebih mudah. Tapi kaisar malah berkata lagi, “sedikit orang tidak seru. Lebih baik In Thian-houw, Tiang-seng, Hongpo bersaudara juga sekalian meminta petunjuk kepada Tiong Toa-sianseng!”

Kaisar sudah membuka mulut, Liu Kun terpaksa menganguk. In Thian-houw, Tiang-seng, Hong po bersaudara tidak membantah. Mereka saling melihat dan semuanya mempunyai niat ingin bergabung agar bisa merobohkan Tiong Toa-sianseng.

Hongpo bersaudara memegang Poan-koan-pit. Tiang-seng memperagakan ilmu meringankan tubuh, terbang melewati kepala Tiong Toa-sianseng dan mendarat tepat di belakang Tiong Toa- sianseng. Dua telapak In Thian-houw berputar. Dia berputar ke arah kanan Tiong Toa-sianseng. Han Tau terpaksa berada di kiri Tiong Toa-sianseng. Tiong Toa- sianseng sudah tahu empat pesilat tangguh dari pihak Liu Kun mempunyai rencana busuk, tapi dia tetap seperti tidak tahu dan balik bertanya kepada Tiang-seng, In Thian-houw:

“Mana senjata kalian berdua?”

In Thian-houw tertawa sombong:

“Aku selalu tidak menggunakan senjata!”

“Bila perlu, aku akan memakai senjata!” jawab Tiang-seng.

Tiong Toa-sianseng tidak berkata apa-apa. Dia memberi hormat kepada kaisar. Tangan kirinya memegang pedang, tangan kanan memegang gagang pedang.

Setelah memberi hormat, In Thian-houw dan tiga pesilat lain membentak. Dari arah yang berbeda mereka menyerang Tiong Toa- sianseng. Kecuali Han Tau, yang lain mengerahkan tenaga, berharap bisa menjatuhkan Tiong Toa-sianseng.

Pertunjukkan Tiong Toa-sianseng tentu saja bukan sesuatu yang tiba-tiba. Kaisar merasa senang, karena sebenarnya pertunjukkan ini adalah salah satu rencana kaisar. Reaksi Liu Kun dan keempat pesilat yang siap menyerang, semua sudah dalam perhitungan kaisar, Su Yan-hong dan Tiong Toa-sianseng, maka Han Tau pertama yang datang meminta petunjuk.

Keberadaan Han Tau di sana sebenarnya adalah untuk menjaga agar bagian perut Tiong Toa-sianseng tidak bisa diserang. Kekuatan In Thian-houw dan tiga pesilat lain sudah dalam perhitungan Tiong Toa-sianseng, sampai-sampai dia sudah memperhitungkan cara penyerangan gabungan mereka.

Tiong Toa-sianseng sengaja ingin mengikis 'kekuatan Liu Kun, maka dia mulai dengan jurus Thian-liong-pat-sut diteruskan dengan perubahan-perubahannya. Dia selalu mengambil kesempatan terlebih dulu.

Yang diserang adalah In Thian-houw, Tiang-seng, dan Hongpo bersaudara. Sedangkan Han Tau malah menjadi asisten baginya untuk meminjam tenaga. Bila tenaganya akan habis, dia akan menyerang Han Tau. Ketika telapaknya dan telapak Han Tau saling beradu, tenaga baru muncul. Kemudian dia segera berganti sasaran untuk menyerang kelompok In Thian-houw lagi.

Han Tau mengimbangi dia dengan pas. Sebelum Tiong Toa- sianseng menyerangnya, perubahannya sangat banyak, membentak dan menyerang sangat cepat. Di mata semua orang, dia malah orang yang paling rajin menyerang Tiong Toa-sianseng.

Karena dibantu oleh Han Tau, maka Thian-liong-pat-sut Tiong Toa-sianseng dapat digunakan dengan sangat sempurna. Setelah jurus ketiga, Poan-koan-pit Hongpo bersaudara sudah direbut. Begitu jurus ke empat dikeluarkan Tiong Toa-sianseng untuk menyerang kelemahan Tiang-seng. Walaupun ilmu telapak Tiang- seng berubah-ubah, tapi begitu Tiong Toa-sianseng masuk di tempat lowongnya, telapak sudah tidak bisa berubah lagi. Dia tidak bisa menolak dan memegangnya. Tubuh Tiang-seng segera jatuh terhempas sejauh 1 depa.

Han Tau tetap bertindak. Dia melewati Hongpo bersaudara dan menghadang di sisi Tiang-seng. Dengan sepasang telapaknya, dia menyerang Tiong Toa-sianseng.

Tubuh Tiong Toa-sianseng berguling, jatuhnya pas di tempat itu, sehingga kedua telapak tangan nya beradu dengan telapak Han Tau. Kemudian dia meloncat ke atas. Han Tau berseru pelan-pelan, kemu dian dia bersalto keluar.

In Thian-houw datang, tapi dia lebih lambat dari Han Tau. Sampai Han Tau tergetar mundur, Tiong Toa-sianseng sudah turun kembali. Dua telapak-nya berputar tiga kali. Tenaga yang ter kumpul di kedua tangannya digunakan untuk menyerang seku-at tenaga.

Tiap maju selangkah, tenaga Tiong Toa-sian-seng bertambah kuat, maka dengan 80% kekuatannya, dia menerjang In Thian- houw. 90% tenaga Tiong Toa-sianseng lebih tinggi tiga kali lipat daripada tenaga In Thian-houw, maka ketika menjemput serangan Tiong Toa-sianseng, In Thian-houw tergetar. Dia merasakan darahnya terus bergolak.

Tapi Tiong Toa-sianseng sangat tahu kesopanan. Tenaga dalam yang dikeluarkan langsung ditarik kembali 20%, kemudian sepasang telapak membelah. In Thian-houw tergetar mundur, mundur di antara Hongpo bersaudara dan Tiang-seng, wajahnya menjadi muram.

Sebelum mereka bertindak apa-apa, Han Tau segera mendekat:

“Kepandaian Tiong Toa-sianseng benar-benar tinggi, Boanpwee dan yang lain sudah kalah! Di bawah tangan Tiong Toa-sianseng, kami tidak bisa berbuat apa-apa!”

Tiong Toa-sianseng segera memberi hormat kepada mereka berlima:

“Terima kasih sudah mengalah!”

In Thian-houw masih bengong. Pada waktu itu kaisar sudah bertepuk tangan dan memuji:

“Tiong Toa-sianseng benar-benar adalah guru yang baik. Aku kagum!”

Kaisar sudah memuji, yang lain harus bertepuk tangan berkata: “Baik!”

Liu Kun terpaksa memasang wajah senang.

“Kepandaian yang kecil, malu dilihat oleh baginda!” kata Tiong Toa-sianseng.

Su Ceng-cau yang ikut menonton masih bengong di sana. Dia tidak lupa sudah menantang Tiong Toa-sianseng. Waktu itu memang dia tahu pasti kalah, tapi dia tidak menyang ka ilmu silat Tiong Toa-sianseng begitu kuat.

Kemudian dia berkata:

“Menurutku lebih baik kita jangan bertarung lagi!” “Mengapa Tiang-lek Kuncu berkata begitu?” tanya Liu Kun.

Su Ceng-cau melihat In Thian-houw dan lain-lain, dia menggelengkan kepala:

“Mereka berlima bersatu tetap bukan lawannya Tiong Toa- sianseng. Apa artinya lagi kalau diterus-kan, siapa yang masih percaya pada mereka?”

“Betul juga!” Kaisar mengangguk.

Liu Kun bengong. Dia masih ingin mengatakan sesuatu, tapi Su Ceng-cau berkata lagi:

“Menurutku lebih baik Tiong Toa-sianseng yang menjadi komandan pasukan penjaga ibukota!”

“Ide yang bagus!” kata kaisar, “tapi sayang Tiong Toa-sianseng adalah orang yang tidak suka terhadap urusan kerajaan!”

“Pendapat baginda sangat bagus!” Liu Kun segera menyambung. “Betulkah kau tidak suka menjadi pejabat?” tanya Su Ceng-cau

kepada Tiong Toa-sianseng.

“Bukan tidak tertarik, tapi aku sudah tua tidak pantas menjadi pejabat tinggi!”

“Apakah dengan ilmu silatmu yang tinggi masih ada orang yang tidak terima?”

“Orang dunia persilatan yang tidak mengenal aku bisa dihitung dengan jari, tapi kebanyakan pejabat tidak mengenal aku. Apalagi aku adalah orang kampung, bagaimana bisa membuat orang-orang tunduk kepadaku?” tanya Tiong Toa-sianseng.

“Masuk akal! Kita harus memikirkan reaksi semua pihak.” Su Ceng-cau tiba-tiba berkata:

“Ada seseorang yang sangat cocok!”

Liu Kun segera terpikir siapa. Tapi sebelum dia membuka suara, Su Ceng-cau sudah menunjuk Su Yan-hong:

“An-lek-hou!”

“Dia?” Kaisar merasa di luar dugaan. “An-lek-hou adalah murid Tiong Toa-sianseng, ilmu silatnya tidak akan kalah jauh dari gurunya. Dia adalah putra raja Tiong-san juga seorang Hou-ya. Siapa yang bisa menolak dia menjadi komandan pasukan penjaga ibukota?”

Hati Liu Kun tenggelam, tapi kaisar tertawa.

“Orang ini merepotkan. Tiga tahun yang lalu aku paksa dia menjadi komandan sebuah pasukan, tapi baru tiga bulan dia sudah menggantung jabatannya. Hal ini membuatku sulit menjelaskan kepada pejabat yang lain,” kata kaisar.

“Setahun yang lalu, aku merekomendasikan dia menjadi sekertaris pasukan Pek-kim, dia tetap menolak.”

Su Yan-hong hanya tertawa. Kaisar berkata lagi:

“Bila orang tidak suka menjadi pejabat sebaiknya jangan dipaksa!”

“Karena aku tahu aku bukan orang yang bisa menjadi pejabat, kalau dipaksa tidak akan menghasilkan hal yang baik. Bukankah wajah kaisar nantinya akan terlihat lebih buram?” kata Su Yan- hong.

“Sifatmu memang tidak cocok menjadi koman dan pasukan penjaga ibukota!” dia berkata kepada Liu Kun, “bukankah dia sebenarnya belum cukup berbobot?” tanya kaisar.

Liu Kun melihat Su Yan-hong:

“Tidak juga. Dalam hal bakat dan latar belakang, tidak ada orang yang lebih baik daripada An-lek-hou?”

Su Yan-hong tertawa:

“Congkoan berkata terlalu melebihkan. Aku sudah punya sifat malas, sebenarnya sulit menanggung jabatan ini!”

“Itu benar-benar adalah keinginan negara!” Liu Kun pura-pura menarik nafas.

“Liu-congkoan pintar menggunakan orang. Sekarang dia juga terus memuji, berarti Hou-ya adalah calon yang paling tepat!” kata Ong-souw-jin. “Semua orang berharap, tapi Hou-ya sendiri yang tidak tertarik, dengan begitu akan membuat semua orang kecewa!” Liu Kun hanya berpikir Su Yan-hong tidak ingin menjadi komandan pasukan penjaga ibukota maka kata-katanya sangat manis.

Su Yan-hong tertawa kecut:

“Tidak disangka Liu-congkoan juga berpihak pada kaisar untuk memaksaku!”

“Hahaha! Mana boleh dikatakan memaksa? Hou-ya memang adalah orang berbakat, hanya saja tidak ada waktu. Jika ada, aku akan mengumpulkan semua pejabat di kerajaan untuk menjamin kau naik ke jabatan ini!” kata Liu Kun.

“Congkoan benar-benar memandang penting aku!” Su Yan-hong tetap rendah hati dan tidak siap menerima jabatan ini.

Kala Ong-souw-jin lagi; “Liu-congkoan jarang memuji orang, mengapa Hou-ya tidak memikirkannya dulu?”

“Aku sudah berpikir dengan teliti!” “Sayang! Sayang sekali!” kata Liu Kun. Tapi tiba-tiba Su Yan-hong berkata:

''Demi membalas kebaikan Liu-congkoan, aku setuju menjadi komandan pasukan penjaga ibukota!”

Wajah Liu Kun segera berubah. Sekarang dia baru sadar kalau dia tertipu, tapi mana mungkin Liu Kun bisa menentang lagi?

Su Yan-hong segera bangun. Dia berlutut kepada kaisar:

''Sulit mendapat kesempatan yang bisa direkomendasikan oleh Liu-congkoan, maka aku rela mengisi posisi komandan pasukan penjaga ibukota untuk mengabdi kepada baginda!”

Kaisar tertawa dan berkata:

“Kau sendiri yang setuju, tidak boleh menyesal dan mengembalikan jabatan lagi!”

“Hamba tidak akan menyesal!” Su Yan-hong berkata kepada Liu Kun, “terhadap kebaikan Cong-koan, aku tidak akan habis-habis berterima kasih. Aku akan setia dan melaksanakan tugas dengan baik!”

Wajah Liu Kun terlihat muram sekejap, tapi dengan cepat berubah:

“Baik! Baik! Aku bersulang pada Hou-ya!”

Su Yan-hong mengangkat cangkir dan sekaligus menghabiskan araknya. Liu Kun juga lebih cepat menghabiskan araknya. Tapi kemarahan di dalam hatinya tidak tersiram oleh secangkir arak ini, malah hatinya semakin marah. Tapi dia bisa menahannya.

Su Yan-hong menaruh cangkir, lalu berkata kepada baginda: “Hamba sudah lama meninggalkan jabatan pemerintahan,

apalagi terhadap pengurusan pasukan, harap baginda maklum dan

mengijinkan aku memilih seorang asisten yang cocok!” “Siapa yang ingin kau pilih?”

Su Yan-hong melihat Ong-souw-jin:

“Anak buah pejabat Ong, wakil ketua pasukan Kang Pin gagah berani juga cerdas. Aku merasa dia paling cocok!”

“Bagaimana pendapatmu?” tanya kaisar pada Ong-souw-jin. Ong-souw-jin berpikir sebentar:

“Kang Pin ikut aku sudah beberapa tahun, aku selalu menganggap dia tangan kanan dan kiri aku. Dia lama di Kanglam dan baru datang ke ibukota, belum begitu kenal keadaan di sini maka sulit mengembangkan keahliannya!”

Melihat Ong-souw-jin berkata serius, Su Yan-hong menjadi cemas. Tip Kun segera mengambil keputusan:

I “Kata-kata pejabat Ong masuk akal. Sulit men dapat seorang asisten yang baik, mana mungkin sembarangan memberikannya kepada orang lain, Tidak sepertiku, anak buahku banyak juga berbakat. Hou-ya bisa memilih salah satu dari mereka!”

Ong-souw-jin pura-pura menarik nafas: “Kata-kata Liu-congkoan terlalu berat, tapi Hou-ya sudah memohon, terpaksa aku harus memberi agar tidak ditertawakan sebagai orang pelit!”

Dia segera memanggil:

“Kang Pin!”

Kang Pin keluar. Ong-souw-jin segera berkata:

“Cepat berterima kasih kepada Hou-ya karena sudah mengangkatmu!”

Liu Kun melihat hal itu, tahu dia tertipu lagi. Dia tahu Ong-souw- jin sengaja mempermainkan dia, tapi dia terpaksa harus bertahan untuk tidak marah.

“Masalah pengangkatan komandan pasukan penjaga ibukota sudah diselesaikan dengan sempurna, benar-benar baik. Semua ini karena rekomendasi Liu-congkoan, sehingga An-lek-hou baru setuju. Kita bersulang untuk Liu-congkoan!”

Pertama kaisar mengangkat cangkir bersulang kepada Liu Kun, karena dia terlalu gembira sampai lupa diri.

Sambil minum, hati Liu Kun terasa seperti mau meledak.

Thio Gong segera memesan makanan. Pengurus An-lek-hu, Su Hu datang kepada Su Yan-hong. Dia membisikkan beberapa kalimat.

Walaupun Su Yan-hong berusaha tenang, tapi kedua alisnya terlihat berkerut.

Hal yang pertama Su Hu beritahu adalah Fu Hiong-kun dan Lam- touw berada di luar Cin-hai-lou ingin bertemu dengan dia, tapi dicegat oleh pengawal, sehingga' mereka terpaksa mencari pengurus Su Hu.

Su Yan-hong masih ingat Fu Hiong-kun pernah datang ke An- lek-hu mencari dia, ingin dia membantu Lu Tan menghadapi Liu Kun. Dia mengira Fu Hiong-kun tahu Liu Kun berada di Cin-hai-lou maka datang lagi untuk meminta hal ini. Sampai Su Hu mengatakan padanya pesan dari Fu Hiong-kun, Su Yan-hong baru tahu yang kali ini bukan tentang itu. Dia terkejut, pesan Fu Hiong-kun kali ini benar-benar di luar dugaan dia!

Fu Hiong-kun ingin Su Hu menyampaikan kepada dia bahwa Siau Cu dan Lu Tan sudah masuk ke Cin-hai-lou dan siap membunuh Liu Kun. Kemungkinan keberhasilan mereka sangat kecil, harap dia bisa membantu agar mereka berdua bisa kabur.

Su Yan-hong sudah melihat kesempatannya sangat kecil. Dia sudah pasti tahu Siau Cu dan Lu Tan tidak paham situasi di Cin-hai- lou, juga tidak tahu Liu Kun sudah menempatkan banyak pengawal di sini, sampai pengawal pribadi juga sangat banyak.

Kecuali mereka berhasil membunuh Liu Kun, kalau tidak akan sulit keluar dari Cin-hai-lou, ini benar-benar seperti ingin naik ke langit, Tapi dia tetap percaya Fu Hiong-kun ingin Su Hu menyampaikan hal kedua. Fu Hiong-kun dan Lam-touw sudah mengaturnya, Asal dia mau membantu, bukan hal yang sulit untuk Siau Cu dan Lu Tan jika ingin meninggalkan Cin-hai-lou.

Dia yakin Fu Hiong-kun adalah gadis yang sangat pintar, pasti sudah mengaturnya dengan baik. Dia juga paham Fu Hiong-kun dan Lam-touw sebelumnya tidak tahu mengenai tindakan Siau Cu dan Lu Tan ini, Setelah mengetahuinya, mereka baru tergesa-gesa datang ke Cin-hai-lou, maka baru meminta bantuan dia sekarang.

Bagaimana cara dia membantunya? Su Yan-hong terus berpikir, kemudian dia melihat Kang Pin. Dengan gerakan tangan dia memberi isyarat kepada Kang Pin.

Kang Pin memang pintar, dia bersikap seakan tidak sengaja mendekat kepada Su Yan-hong. Dengan wajah tertawa, Su Yan- hong akhirnya selesai menyampaikan apa yang harus dia sampaikan. Sikap Kang Pin sangat tenang, dengan tertawa dia mencari alasan untuk meninggalkan tempat.

48-48-48

Fu Hiong-kun sebenarnya tahu tentang rencana Siau Cu dan Lu Tan ingin membunuh Liu Kun. Sebenarnya Siau Cu tidak ingin seorang pun tahu akan rencana ini karena dia tidak mau orang lain mengkhawatirkan dia, tapi dia tidak bisa tidak memberitahu Fu Hiong-kun. Mereka membawa dua busur kecil yang bisa disembunyikan dalam konde rambut dan menunggu kesempatan yang tepat untuk membunuh Liu Kun.

Ingin membunuh Liu Kun dengan dua panah kecil, itu sangat tidak mungkin kecuali anak panah diberi racun yang bernama 'Kian-hiat-hong-hou' (Racun paling lihai, begitu orang yang terkena racun mengeluarkan darah dia akan akan langsung mati).

Tapi mereka tidak tahu cara membuat racun, terpaksa mereka mencari Fu Hiong-kun. Fu Hiong-kun mengerti obat. Bagi dia meracik racun ini bukan .hal yang sulit. Setelah mereka terus memohon-mohon dan menilai rencana mereka termasuk sempurna, Fu Hiong-kun baru setuju.

Semua mereka lakukan tanpa sepengetahuan Lam-touw. Setelah panah diberi racun, Siau Cu dan Lu Tan berangkat. Fu Hiong-kun baru terpikir, bila berhasil bagaimana cara mereka pergi.

Hal ini belum pernah dipikirkan olehnya. Yang pasti Siau Cu dan Lu Tan juga tidak terpikir akan hal ini. Akhirnya dia mengerti tindakan mereka berdua adalah tindakan nekat. Kalau tidak berhasil, mereka siap mati.

Maka waktu Lam-touw bertanya, dia segera menceritakannya. Tadinya Lam-touw memang mencurigai gerak-gerik mereKa bertiga, tidak disangka hal ini sudah begitu gawat. Dia terkejut, maka dia segera bersama Fu Hiong-kun pergi ke tanjakan di dekat Cin-hai-lou, berusaha menghubungi Su Yan-hong.

49-49-49

Su Yan-hong baru selesai berpesan kepada Kang Pin, makanan dan arak segera disajikan. Su Yan-hong tahu Siau Cu dan Lu Tan berada di antara orang-orang yang menyajikan makanan. Jantungnya benar-benar berdebar.

Makanan diantar di luar dan diterima oleh kasim. Orang-orang di luar Cin-hai-lou tidak bisa masuk ke dalam. Orang berpengalaman akan tahu mengenai hal ini, tapi karena Siau Cu dan Lu Tan baru pertama kali, mereka mengira makanan langsung diantar masuk ke dalam. Apabila bisa masuk ke dalam berarti bisa membunuh Liu Kun, tapi begitu tahu seperti ini, mereka sudah tidak terpikir cara lain lagi.

Makanan dan arak sudah diterima oleh kasim. Hati Lu Tan sangat kacau. Siau Cu sedikit lebih pintar, dia langsung berteriak:

“Ada pembunuh!”

Karena teriakan Siau Cu, keadaan Cin-hai-lou segera menjadi kacau balau. Tapi yang kacau hanya orang-orang di bagian luar, yang mau masuk ke dalam malah dijaga lebih ketat. Pengawal sudah terlatih bila menemui hal seperti ini mereka tidak terkejut. Yang dipentingkan adalah nyawa kaisar.

Siau Cu melihat pergerakan pengawal, tidak bisa berbuat apa- apa. Tapi dia segera terpikir cara yang lain. Waktu salah satu pengawal membentak dan bertanya kepada Siau Cu:

“Di mana pembunuhnya?”

Tanpa berpikir Siau Cu langsung menunjuk LuTan: “Dia pembunuhnya!”

Lu Tan sama sekali tidak menyangka. Dia bengong. Kedua tangannya sudah dipegang pengawal dan ketua pengawal segera memberi perintah:

“Periksa!”

Sebelum pengawal memeriksa, Siau Cu ribut: “Senjatanya tersimpan di ikat pinggangnya!”

Dua pengawal segera mencengkram tali pinggang Lu Tan. Lu Tan tahu Siau Cu tidak akan meng-khianati teman. Dia melakukan ini pasti ada tujuannya tapi dia tidak mengerti, hanya bisa menunggu apa yang akan terjadi.

Senjata yang tersimpan di tali pinggangnya adalah sebuah pedang lembut. Melihat pedang ini pengawal sudah mengerti.

Dari dalam ada suara Liu Kun keluar: “Apa yang terjadi?”

“Jawab kepada Kiu-cian-swe, ada pembunuh yang menyusup tapi sudah tertangkap!” ketua penga wal dengan senang melapor.

“Bawa dia masuk!” Liu Kun sedang marah dan tidak ada tempat pelampiasan. Begitu pembunuh tertangkap, dia segera terpikir cara untuk melampiaskan kemarahannya. Sebenarnya dia juga tahu orang yang menyusup datang ingin membunuh siapa.

Kecuali dia Liu Kun, masih ada siapa lagi?

Tadinya Su Yan-hong ingin membereskan masalah ini, tapi karena Liu Kun sudah mengeluarkan suara maka dia diam menunggu.

Kaisar juga seperti ini. Dia juga bisa menebak pembunuh ini ingin membunuh Liu Kun.

50-50-50

Melihat orang yang dibawa masuk adalah Siau Cu dan Lu Tan, hati Su Yan-hong tertawa kecut. Dia mengerti tujuan Siau Cu, dia hanya berharap rencananya bisa lancar agar rhereka bisa kabur. Yang pasti dia juga berharap rencana Siau Cu bisa sukses, sekalian Liu Kun dibunuh.

Siau Cu dan Lu Tan melihat Su Yan-hong. Tiong Toa-sianseng juga berada di sana. Mereka berdua merasa tidak enak, tapi panah sudah dipasang di busur, mereka sudah tidak bisa memilih. Hanya takut Liu Kun melihat kelemahannya, maka mereka berdua tidak melihat Tiong Toa-sianseng dan Su Yan-hong.

Tiong Toa-sianseng lebih tenang daripada Su Yan-hong. Dia seperti tidak sengaja melihat Su Yan-hong.

Kaisar terus melihat ekspresi wajah semua orang dan tahu Liu Kun tidak akan melepaskan dua pembunuh ini. Dia seperti dengan nada mengomel berkata:

“Biasanya Cin-hai-lou dijaga ketat, mengapa dua pembunuh bisa menyelinap masuk?” “Ini adalah kesalahanku, dan sudah membuat baginda terkejut. Aku akan memeriksa hal ini sampai tuntas!” Sorot mata Liu Kun terlihat seram.

“Kalau begitu aku serahkan kepadamu!” kata kaisar. Liu Kun segera memarahi ketua pengawal:

“Kurang ajar kau! Kaisar sedang mengadakan pesta di Cin-hai- lou, kau yang bertanggung jawab atas keamanan Cin-hai-lou, tapi kau membiarkan pembunuh masuk. Ini salahmu!”

“Hamba pantas mati!” Ketua pengawal berlutut. “Mana pembunuhnya?”

Ketua pengawal menunjuk kepada Lu Tan, kemudian Liu Kun melihat Siau Cu:

“Siapa dia?”

“Dia adalah orang yang memberitahu ada pembunuh!”

Kepala pengawal kemudian menceritakan garis besar kejadian ini.

“Baik. Jika masalah sudah selesai pasti ada pemberian hadiah!” kata Liu Kun.

Kemudian Liu Kun melihat Lu Tan:

“Kau membawa senjata masuk ke Cin-hai-lou, apa tujuanmu?” “Membunuhmu!” Mata Lu Tan penuh kebencian.

Semua sorot mata tertuju ke Liu Kun. Liu Kun benar-benar malu.

Dia membentak:

“Ada dendam apa antara aku dan kau?” “Penjahat! Semua orang ingin membunuhmu!”

Liu Kun bertambah marah. Walaupun kaisar merasa senang, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa-apa. Kedua alis Su Yan- hong semakin berkerut. Hanya Tiong Toa-sianseng yang berlaku seperti tidak menaruh hal ini dalam hati, tapi dia bersikap seperti sudah tahu apa yang akan terjadi dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Walaupun Liu Kun bukan pertama kali mendengar kata-kata seperti ini, tapi di depan banyak orang dia tetap tidak tahan. Dia memukul meja dengan marah:

“Siapa yang menyuruhmu kemari, cepat beri tahu! Melihatmu masih muda, mungkin aku akan melepaskanmu!”

“Jangan banyak bicara! Hari ini aku sudah jatuh di tanganmu.

Bila ingin bunuh, bunuhlah!”

Liu Kun tertawa dingin. Hongpo bersaudara tiba-tiba mendekat. “Dia adalah putra Lu Kian, bernama Lu Tan!” kata Hongpo Ih.

Kata-kata berikutnya belum selesai, Liu Kun sudah tertawa terbahak-bahak:

“Ternyata adalah kau! Ayahmu tidak terbuat dari besi, apakah kau terbuat dari besi?”

Lu Tan ingin mengatakan sesuatu, tapi Hongpo Tiong duluan berkata:

“Yang satu lagi adalah murid Lam-touw, dia •yang memberitahu...”

Setelah itu Siau Cu dan Lu Tan sama-sama menyembah kepada Liu Kun. Siau Cu masih bisa berteriak:

“Ampun Kiu-cian-swe!” Panah yang tersimpan di rambut mereka sama-sama melesat. Yang satu ke arah wajah Liu Kun, satunya lagi ke arah dada Liu Kun.

Siau Cu memilih untuk melepaskan panah ke dada Liu Kun karena lebih lebar, sehingga sulit untuk menghindar. Walaupun apak ini kadang-kadang cero boh, tapi dalam melakukan sesuatu dia bisa berpikir dengan teliti. Selain mengoleskan panah dengan racun Kian-hiat-hong-hou, juga terpikir oleh mereka asal mengenai sasaran, itu sudah cukup. Mereka juga sudah memikirkan, arah tujuan panah Lu Tan dan Siau Cu tidak boleh pada bagian tubuh yang sama. Bila diarahkan ke tempat yang sama dan tidak mengenai sasaran, itu akan sia-sia. Hongpo bersaudara sangat cepat. Begitu mendengar tembakan senjata rahasia, tangan mereka sudah dikeluarkan menjemput panah beracun yang memanah ke arah wajah Liu Kun. Tapi panah Siau Cu sudah mengenai dada Liu Kun.

Siau Cu dan Lu Tan meloncat bangun. Asal ada satu panah beracun yang mengenai Liu Kun, mereka akan berhasil.

Tapi hanya sebentar, tawa mereka membeku.

Walaupun dada Liu Kun tertembak panah beracun, wajahnya hanya terkejut tapi tidak ada reaksi rasa sakit.

Hongpo bersaudara terkejut:

“Kiu-cian-swe...”

Liu Kun marah dan dadanya terus naik turun. Panah beracun segera terlepas dan terjatuh di meja. Dari belahan baju yang tertembak panah terlihat warna berkilauan.

Siau Cu yang banyak mendengar terlepas berkata:

“Kim-si-ka!” (Pelindung sutra emas) In Thian-houw segera maju:

“Kiu-cian-swe selamat!” Secara bersamaan sepasang telapaknya menyerang Lu Tan. Tiang-seng juga maju menyerang Siau Cu, Bayangan telapak memenuhi ruangan pada waktu itu.

Siau Cu ingin menyerang Liu Kun, tapi Tiang-seng sudah tiba di hadapannya, terpaksa dia harus melayaninya. Keadaan Lu Tan juga sama seperti itu.

Semua pengawal Cin-hai-lou ingin mengepung tapi dibentak oleh Su Yan-hong:

“Lindungi kaisar!”

Maka pengawal baru sadar dan berlari menghadang di depan tempat duduk kaisar. Mereka sudah dilatih dengan keras dan mengerti apa yang harus mereka lakukan. Tapi mereka seperti baru pertama kali menemui hal seperti ini, maka mereka tetap kalang kabut. Tapi mereka tetap bisa meramal keadaan dalam waktu yang singkat. Sebagian pengawal yang setia kepada Liu Kun tetap berlari ke sana untuk melindungi Liu Kun. Golok dikeluarkan membentuk sebuah tembok golok yang berkilau.

Su Yan-hong berjaga-jaga di sisi kaisar. Hanya Tiong Toa- sianseng yang bersikap sangat tenang, dia tetap duduk di tempatnya.

Yang paling senang adalah Tiang-lek Kuncu Su Ceng-cau. Dia tidak hanya tetap di tempat, masih terlihat ingin ikut-ikutan bertindak. Kemudian dia mengenali Siau Cu dan berteriak:

“Kau ini Siau Cu?”

Siau Cu melihat dia sebentar kemudian menerima serangan Tiang-seng berpuluh-puluh kali dan berlari menahan di depan Lu Tan. Dia menendang kaki In Thian-houw dan membentak:

“Cepat pergi!”

“Jangan pergi!” Lu Tan mengambil kesempatan melewati In Thian-houw dan menyerang Liu Kun.

Tapi tiga pengawal menahan di depan dan menendang dia. In Thian-houw menyerang dari belakang.

Liu Kun membentak:

“Ayo! maju!” dua tangannya mendorong Hongpo bersaudara.

Hongpo bersaudara melompat melewati kepala ketua pengawal kemudian berguling ke bawah. Dengan cara begitu mereka menggunakan poan-koan-pit dari kiri dan kanan menyerang ke arah dua ketiak Lu Tan.

Lu Tan menyambut serangan In Thian-houw tiga kali. Golok pengawal sudah datang menyerang. Dia berkedip menghindar. Dua buah Poan-koan-pit dari Hongpo bersaudara sudah datang juga.

Siau Cu melihat Lu Tan dalam bahaya, tapi dia sendiri terus dilibat oleh Tiang-seng. Dia hanya bisa membentak:

“Hati-hati!” Reaksi Lu Tan sangat lincah. Sepasang tangan nya melawan sepasang telapak In Thian-houw. Dia segera meloncat ke atas tapi dua Poan-koan-pit dari Hongpo bersaudara lebih cepat. Poan-koan- pit Hong-po Ih sudah menggores pinggang Lu Tan, Poan-koan-pit Hongpo Tiong menggores dari ketiak kanan Lu Tan terus ke pinggang.

Lu Tan menyemburkan darah. Dia meloncat melewati kepala In Thian-houw, kemudian sambil menahan sakit, menendang bagian belakang kepala In Thian-houw juga.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar