Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Jilid 18 (Tamat)

Jilid 18 (Tamat)

"Cukup," Su Yan-hong menggelengkan kepala. Tiong-ta Sianseng bisa melihatnya, tapi dia hanya diam, terlihat hatinya berat, tapi Su Yan-hong tidak menaruh di hati, sampai Siau Sam Kongcu muncul.

Melihat Tiong-ta Sianseng, Siau Sam Kongcu merasa terkejut, dia melihat Tiong-ta Sianseng, tapi tidak saling menyapa apalagi berbicara. Su Yan-hong merasa aneh, tapi dia tetap memperkenalkan diri:

"Caysia Su Yan-hong, sudah lama mendengar nama Siau Lo-cianpwee!"

"Hou-ya berkata terlalu berat!" dia melihat Tiong-ta Sianseng lagi, "apa kabar, Tiong-lo?"

"Apakah kalian saling kenal?" Su Ceng-cau berteriak. "Kun-lun-pai adalah perkumpulan lurus dan Tiong-ta

Sianseng adalah pesilat terkenal, mana mungkin aku tidak mengenal beliau?" Siau Sam Kongcu tertawa dingin, "kami hanya orang kecil yang tidak bernama, belum tentu Tiong-ta Sianseng mengenal kami!"

"Bukan begitu!" Tiong-ta Sianseng sedikit tersinggung. "Tiong-ta Sianseng adalah orang berbudi luhur dan

berwibawa tinggi, bergaul dengan orang terkenal pasti tidak akan berpendapat seperti aku, orang yang rendah!"

Nada bicara Siau Sam Kongcu sangat dingin. "Aku tidak bermaksud seperti itu!"

"Ada maksud atau tidak, Tiong-ta Sianseng sendiri yang tahu, orang seperti aku mana berani menebak-nebak?"

"Masalah yang terjadi di masa lalu tidak di sangka masih disimpan di dalam hati," Tiong-ta Sianseng menggelengkan kepala.

"Tokoh-tokoh yang berkedudukan tinggi pasti bermurah hati dan berlapang dada, kami hanya orang rendah, mana mungkin bisa sama?" Siau Sam Kongcu tiba-tiba bertanya.

"Apakah keadaan putrimu baik-baik saja?" "Lumayan!"

"Apakah benar!" Siau Sam Kongcu tertawa dingin.

"Bok-lan adalah menantu keluarga Lamkiong, tidak perlu ayahnya menjadi khawatir, merepotkan Tuan."

Wajah Siau Sam Kongcu berubah, dia ingin mengatakan sesuatu tapi tidak jadi, sekarang Su Yan-hong baru mengerti, dia segera menyela.

"Siau-heng jarang datang, mari kita ke dalam makan dulu..."

"Siau Sam terima kebaikan Hou-ya di dalam hati, orang rendah seperti diriku mana pantas duduk bersama-sama dengan Tiong-ta Sianseng!"

Su Yan-hong benar-benar tidak menyangka Siau Sam Kongcu akan berkata demikian, dia tidak tahu apa yang harus dia katakan, Su Ceng-cau sudah berteriak:

"Suhu, mengapa tiba-tiba marah lagi."

"Tidak ada urusannya denganmu!" bentak Siau Sam Kongcu, segera memberi hormat kepada Su Yan-hong, "kami telah mengganggu Anda, kelak bila ada kesempatan kami akan berkunjung lagi!"

Su Ceng-cau ribut lagi:

"Suhu, aku..."

"Kau ikut aku pulang sekarang juga!" Siau Sam Kongcu memotong, dia segera membalikkan tubuh.

"Mari ku antar Siau-heng dulu!" Su Yan-hong mengejar mereka.

"Aku tidak berani merepotkan Hou-ya!" Dia berputar tubuh dan segera pergi.

Su Ceng-cau seperti melihat situasi tidak baik, terpaksa dia ikut di belakang Siau Sam Kongcu. Tiong-ta Sianseng melihat mereka hanya bisa menggelengkan kepala. "Suhu..." Su Yan-hong ingin bertanya dengan jelas. Tiong-ta Sianseng menghela nafas:

"Orang itu mempunyai ilmu tinggi, dia juga orang yang menjaga keadilan, hanya sayang jiwanya terlalu sempit."

Setelah itu dia berjalan kembali, Tubuhnya yang tadinya tegak terlihat sedikit bungkuk.

0-0-0

Keluarga Lamkiong, Loi-tai-kun (nenek tua) adalah pengusaha keluarga, ilmu silatnya sangat dalam. Ke lima putranya sudah menikah, tapi entah mengapa mereka meninggal secara berturut-turut, sehingga hanya tersisa putra ke-4, Lamkiong Po.

... Cia Su-ciu, menantu tertua di keluarga Lamkiong, adalah putri sulung ketua kantor Wie-bu, dijuluki mutiara keluarga Lamkiong, disayangi oleh Lo-tai-kun.

...Kang Hong-seng, menantu kedua, ilmu silatnya sangat tinggi.

... Tong Goat-go, menantu ke tiga keluarga Lamkiong, dia adalah putri tunggal Tong Pau, ilmu senjata rahasianya sangat hebat.

... Bwee Go-siang, menantu keempat, putri kedua pejabat Mei Fang, sedari kecil belajar ilmu silat, menggunakan pisau sebesar daun Yang Liu.

...Tiong Bok-lan, menantu kelima, putri tunggal ketua perkumpulan Kun-lun-pai, Tiong-ta Sianseng.

6 gulung lukisan, masing-masing tertulis data-datanya, 5 menantu dan Lo-tai-kun dari keluarga Lamkiong memang tidak jelas, tapi Pak-to Seng Lo-ji sudah berusaha. Liu Kun cukup puas bukan karena 6 gulung lukisan itu melainkan Seng Lo-ji sangat mengerti sebelum dipanggil, dia sudah mempersiapkan semuanya, dia senang dengan anak buah yang berotak dan berencana.

"Keluarga Lamkiong yang kutahu hanya itu," Seng Lo-ji agak bangga, "teman dunia persilatan yang tahu tentang mereka tidak lebih banyak dariku!"

"Siapa yang tidak tahu kalau Pak-to Seng Lo-ji adalah orang yang paling paham dalam semua bidang!" Liu Kun tertawa, "aneh, mengapa keluarga Lamkiong yang laki-laki sangat sedikit."

"Orang dunia persilatan hanya tahu tentang Lamkiong Po!"

"Empat putra Lo-tai-kun yang lainnya mengapa bisa meninggal, apakah kau tahu sebabnya?"

"Banyak gosip di dunia persilatan yang beredar tapi semua hanya dugaan, tidak ada yang benar, kita tidak perlu membicarakan tentang ini lagi!"

"Apakah kau tahu apa tujuanku menyuruhmu ke sini dan menanyakan tentang keluarga Lamkiong?"

"Karena semua keluarga Lamkiong sudah keluar, kecuali Lamkiong Po, Lo-tai-kun, dan 5 menantu yang sudah berada di ibu kota, biasanya setiap tahun Lo-tai-kun akan ke ibu kota dan tinggal selama beberapa hari di ibu kota. Ci-cu- goan adalah tempat bersembayang agama Budha yang menjadi tujuan kedatangannya, biasanya dia hanya membawa 1-2 orang menantu, kali ini semuanya keluar, benar-benar membuat orang curiga mungkin ada tujuan lain!"

"Seng Lo-ji benar-benar Seng Lo-ji, masalah yang terjadi di dunia persilatan jarang ada yang lolos dari mata dan telingamu!" Liu Kun tertawa, "menurut mu apa tujuan mereka?"

"Masih belum terlihat, tapi kalau ingin tahu bukan hal yang sulit!"

"Oh ya?"

"Setahuku, bila keluarga Lamkiong melakukan sesuatu selalu teratur, apa yang mereka lakukan semua dicatat oleh menantu tertua, lalu diperlihatkan kepada Lo-tai-kun, asal kita mencuri catatan itu apa yang mereka lakukan bisa kita ketahui semua!"

"Aku serahkan hal ini kepadamu!"

"Tenanglah, Kiu-cian-sui!" kata Seng Lo-ji “aku masih punya kabar, Hoa-ten-pai-toan-tiang-kiam Siau Sam juga datang!"

"Dia seorang pelatih pedang di Ling-ong-hu, kali ini dia datang untuk menemui Tiangle Kun-cu, siang tadi mengunjungi An-lek-hou."

Liu Kun tertawa:

"Kau tidak perlu khawatir akan hal ini."

"Baik..." dalam hati Seng Lo-ji tertawa kecut, begitu cepat Liu Kun mendapat kabar, benar-benar di luar dugaannya!

Malam sudah larut. Su Ceng-cau masih menyulam sepatu di bawah sinar lampu, sebentar lagi sulamannya akan selesai.

Gadis seperti dia bisa tertarik menyulam bagian depan sepatu benar-benar sulit dipercaya.

Suara ketukan terdengar, Su Ceng-cau hanya bertanya: "Apakah itu Suhu?"

Yang masuk memang Siau Sam Kongcu: "Telingamu begitu tajam." "Di waktu seperti sekarang ini, kecuali Suhu, siapa yang berani menggangguku," Su Ceng-cau tetap menyulam bagian muka sepatu.

"Aku heran mengapa malam sudah larut tapi kau belum tidur."

Sorot mata Siau Sam Kongcu melihat ke atas sepatu:

"Kau sedang apa?"

Su Ceng-cau seperti baru sadar, dia melihat Siau Sam Kongcu, baru kembali melihat bagian muka sepatu, dia terlihat sangat aneh bisa merasa malu:

"Aku akan memberikan sepatu ini untuk Piau-ko, Suhu, coba tebak, apakah dia akan menyukainya atau tidak?"

Siau Kongcu terpaku, tapi tidak menjawab, Su Ceng-cau pun tidak peduli, dia berkata lagi sendiri:

"Aku yakin dia pasti akan suka, dia akan memakai sepatu ini dan menemaniku bermain!"

Siau Sam Kongcu dengan tenang berkata:

"Kali ini kita datang ke ibu kota bukan untuk bermain!" "Aku tahu, ayah menyuruhku membawa baju yang

disulam gambar naga beserta satu kotak perhiasan ke ibu kota untuk diberikan kepada Kaisar!"

"Bagus, kau tidak lupa pada hal-hal resmi!"

"Kalau ke ibu kota tidak bisa bertemu dengan Piau-ko, aku tidak akan mau kemari!" Su Ceng-cau kembali menyulam.

"Kalau hal yang serius sudah diselesaikan, apa pun yang kau ingin akan kukabulkan!"

"Benarkah?" Siau Sam mengangguk dan keluar dari kamar, Su Ceng- cau tidak melayani dia, dia hanya memeluk sepatu itu, termangu, entah apa yang sedang dia pikir kan.

Siau Sam Kongcu menutup pintu, dia menarik nafas dan meninggalkan tempat itu. Otaknya seperti terasa berat, di bawah sinar bulan yang terlihat dingin dia seperti sebatang kara.

Pedang tergantung di dinding, di bawah cahaya bulan terlihat sangat kuno, melihat pedang itu pandangan Siau Sam Kongcu menjadi buram, seperti tertutup oleh kabut.

Pedang itu adalah pedang yang bagus, tapi tidak sempurna dan tidak indah, karena ujung pedang sudah terpotong sekitar 3 inchi.

Pedang dicabut dan dimasukkan ke dalam sarung kemudian seperti asap dia keluar melalui jendela dengan melayang.

0-0-0

Keluarga Lamkiong sangat kaya, di tiap kota besar selalu ada perusahaan mereka. Di ibu kota Ci-cu-goan adalah salah satunya.

Ci-cu-goan sangat luas dan ditumbuhi pohon bambu, bila angin berhembus akan mengeluarkan gelombang angin dari daun bambu, akan menimbulkan rasa seram dan misterius.

Pak-to Seng Lo-ji pun tidak terkecuali.

Selama beberapa tahun ini dia tidak pernah bertindak berhati-hati, dia melayang di antara pohon bambu, melihat sekeliling juga mendengar suara dari tiap sudut.

Di pundaknya ada seekor kucing hitam dan bergerak seperti apa pun kucing itu tidak pernah terbanting jatuh. Ini adalah teman yang dilatihnya dengan sangat teliti, dia jarang melakukan sesuatu dengan kucing hitam ini, karena dia tidak membutuhkannya.

Malam ini dia membawa kucing hitamnya, walaupun ilmu silatnya tinggi dan dia tidak gentar terhadap apa pun, tapi dia tetap khawatir terhadap keluarga Lamkiong.

Di malam berangin ini terdengar suara Lo-tai-kun: "Keluarga Lamkiong selalu punya banyak anak dan cucu,

tidak disangka sampai di generasiku hanya ada 5 orang laki- laki, sekarang bahkan hanya tinggal Po-ji. Kali ini kita ke ibu kota karena ada hal sangat penting, demi menjaga keturunan keluarga Lamkiong jangan sampai habis, maka Po- ji ku larang ikut, hanya memohon kepada arwah nenek moyang kita agar melindungi kita supaya keluarga Lamkiong bisa kembali berjaya seperti dulu..." begitu kata-katanya keluar, kedua tangan Seng Lo-ji dengan cepat menarik pipa besi yang sangat panjang itu.

Pipa besi itu hanya sepotong, tapi bisa dipasang memanjang, panjangnya ada beberapa depa. Ujung pipa tepat berada di plafon ruangan, suara Lo-tai-kun masuk ke telinga Seng Lo-ji dengan jelas melalui pipa itu.

Tapi Seng Lo-ji tetap merasa menyesal karena terlambat datang, dia mendengar ada suara langkah yang bergerak keluar, cepat-cepat dia menarik pipa itu.

Menantu-menantu keluarga Lamkiong dan Lo-tai-kun keluar dari dalam ruangan, Seng Lo-ji tidak berani bergerak.

Dia ingat arah Cia Su-ciu pergi, sesudah semua orang menjauh, dia baru berlari.

Cia Su-ciu masuk ke dalam perpustakaan, dari tempat rahasia keluar setumpuk tulisan dia mencatat lagi apa yang harus dicatat. Tulisannya rapi dan bagus seperti orangnya Setelah meletakkan pena dan melihat tulisannya di atas kertas, dia mengembalikan lagi catatan itu ke tempat rahasia, seperti tidak sengaja melihat keluar jendela, setelah itu baru keluar dari perpustakaan.

Sewaktu dia menyimpan kembali catatan ke tempat rahasia, Seng Lo-ji sudah menyimpan pipa panjang itu.

Dengan ujung pipa yang lebih kecil dia membuka kertas dan menembakkannya ke jendela. Dengan begitu Seng Lo-ji bisa melihat gerakan Cia Su-ciu.

Dia sangat mengerti kalau telinga dan mata Cia Su-ciu sangat peka, Cia Su-ciu belum keluar dia sudah menarik pipanya. Setelah Cia Su-ciu pergi ke bagian kanan ruangan dan menutup pintu, dia baru turun dari atas pohon bambu dan masuk ke dalam kegelapan, tangan melayang, kucing hitamnya ditinggalkan pundaknya dan meloncat ke atas pagar teras.

Dia mendekati pinggiran jendela, dengan mudah membuka jendela dan masuk ke dalam ruangan tanpa bersuara, kemudian menutup kembali jendela dan berlari ke tempat di mana Cia Su-ciu menyimpan tulisan tadi, lalu dengan penuh perhatian membuka tempat rahasia itu.

Asal ada orang asing yang mendekat, kucing hitam itu akan bersuara memberi isyarat, maka dia bisa dengan leluasa mencuri catatan itu. Sebenarnya saat jendela baru ditutup, bayangan seseorang sudah muncul di belakang kucing itu.

Sewaktu kucing itu melihat ada seseorang dan akan mengeong, sepasang tangan menutupi mulutnya, kucing itu pun menjadi lemas tidak bertenaga lagi. Bayangan hitam itu segera membawa kucing hitam itu pergi. Seng Lo-ji yang berada di dalam perpustakaan tidak merasakannya, dengan cepat dia membuka tempat rahasia, baru saja merasa senang terdengar suara Cia Su-ciu dari ruang sebelah:

"Untuk apa kau mencuri catatan itu? Sia-sia saja."

Ada dinding bambu yang menghalangi tapi suara itu terdengar sangat jelas, rasa terkejut membuat Seng Lo-ji tidak tahu apa yang harus dikatakannya.

"Walaupun kau berhasil mendapatkan catatan itu, tapi kau tidak akan mempunyai nyawa keluar dari sini, demi buku catatan itu kau pikirlah apakah pantas sampai kehilangan nyawamu tidak?"

Seng Lo-ji tidak bodoh, dia tahu kata-kata ini ditujukan kepadanya. Wajahnya berubah dia segera mengambil keputusan, nyawanya lebih penting maka dia tidak jadi mengambil catatan itu, dia keluar melalui jendela, tapi di tengah perjalanan dia mengubah rencana, dia menarik pintu perpustakaan dan berlari keluar!

Dua golok tipis segera menepisnya untung Seng Lo-ji bergerak lincah, Tubuhnya condong ke sisi dan berkelebat lewat.

Bwee Go-siang mengejar dari belakang, dia menghindar ke kiri dan ke kanan, 35 tepisan tidak ada satu pun yang mengenai sasaran. Melihat itu Tiong Bok-lan hanya bengong, dia berteriak:

"Adik ke-5, cepat bertindak!"

"Cepat..." Bwee Go-siang berteriak lagi.

Pak-to berlari ke arah Tiong Bok-lan, dia menarik nafas. Thiat-pi-pa nya segera dikeluarkan, inilah sebuah senjata berbentuk aneh, jurusnya seperti pedang, kekuatannya lebih besar, tapi dia sangat berbaik hati dan tidak ingin menyerang tempat penting, maka Seng Lo-ji bisa lewat di sisinya.

Sewaktu meloncat ke atas dinding, senjata rahasia datang menyerang!

Tong Goat-go juga sudah datang, ilmu senjata rahasianya memang tidak biasa, 3 cara dengan 12 senjata rahasia, masing-masing dilemparkan ke arah Seng Lo-ji.

Seng Lo-ji bergerak seperti kincir terus ber putar melewati senjata rahasia dan bisa meloncat naik ke atas dinding, dia tertawa:

"Keluarga Lamkiong hanya mengandalkan kalian janda- janda kecil, apakah bisa menahanku..."

Kata-katanya belum selesai sudah dipotong oleh Lo-tai- kun.

"Bagaimana kalau kau ditahan oleh nenek tua ini?" dan tongkat berkepala naga sudah menyerang.

Seng Lo-ji terkejut, Tubuhnya terus berubah-rubah, tapi tongkat berkepala naga itu tetap menghantam perutnya, dia terjungkal ke belakang sejauh 10 depa, kemudian terpelanting ke bawah.

Pedang milik Tong Goat-go sudah berada di depan lehernya.

Lo-tai-kun seperti turun dari langit, di kiri dan kanannya ada Cia Su-ciu dan Kang Hong-seng, ada 2 pelayan datang membawa lampion.

Di bawah cahaya lampu terlihat rambut Lo-tai-kun sudah memutih, dia terlihat baik dan penuh wibawa:

"Jangan membuatnya sulit..." Tong Goat-go segera menarik kembali pedangnya.

Dengan tongkat berkepala naganya Lo-tai-kun menunjuk dan tertawa. Seng Lo-ji menciutkan tubuhnya, tadi tongkat itu mengenai perutnya memang tidak terasa sakit, tapi sudah membuat hancur semangat dan tenaga juangnya.

Keadaan seperti itu sering kali terjadi, tapi ini pertama kalinya dia merasa begitu malu, tampak ilmu dalam Lo-tai- kun ini sudah begitu tinggi.

Tentu saja Seng Lo-ji bukan lawannya. Dengan tongkatnya Lo-tai-kun menunjuk:

"Kata orang bila Pek-to ingin mengambil barang orang seperti mengambil barang di dalam tasnya, tampaknya itu kabar bohong!"

Seng Lo-ji terus menarik nafas, Lo-tai-kun tertawa lagi: "Tenanglah, keluarga Lamkiong tidak akan melukaimu

dan akan membiarkanmu pergi dari sini dengan selamat!" "Terlalu baik baginya!" Teriak Tong Goat-go.

"Tentu saja tidak akan sesederhana itu!" kata Lo-tai-kun.

Baru saja hati Seng Lo-ji merasa tenang, sekarang kembali berdebar:

"Dia bisa datang kemari pasti mempunyai ilmu yang lumayan tinggi, kalau membiarkan dia pulang dengan tangan kosong, tuannya pasti akan kecewa, orang yang tahu tentu akan menertawakan keluarga Lamkiong pelit!" kata Lo-tai- kun.

"Apa yang dia ingin dicurinya?" tanya Lo-tai-kun. "Mungkin buku catatan itu!" jawab Cia Su-ciu.

"Bila dia butuh, bawalah dia ke perpustakaan, kalau tidak, dia akan sulit kembali."

Cia Su-ciu segera berkata:

"Ikut aku..." dengan bingung Seng Lo-ji melihat Lo-tai- kun, walaupun pengalamannya sangat banyak, tapi dia tidak tahu apa yang akan mereka lakukan kepadanya. "Pergilah!" kata Lo-tai-kun, menggoyangkan tongkat kepala naganya.

Seng Lo-ji terpaksa mengikuti Cia Su-ciu masuk ke perpustakaan.

Cia Su-ciu dengan tenang membuka tempat rahasia dan berkata:

"Semuanya ada di sini!"

"Aku..." biasanya Seng Lo-ji sangat pintar bicara sekarang dia terlihat bodoh dan tidak tahu apa yang harus dikatakan.

"Ambillah!" Cia Su-ciu berkata sekali lagi.

Akhirnya Seng Lo-ji mengambil catatan itu dan membacanya

"Kau boleh pergi sekarang juga!" kata Cia Su-ciu.

Pak-to menarik nafas, akhirnya dia pergi melalui jendela.

Cia Su-ciu menggelengkan kepala: "Sifat perampok sulit diubah!"

Dia segera keluar dari perpustakaan.

"Mana Seng Lo-ji?" tanya Tong Goat-go tidak sabar.

"Sudah pulang lewat jendela!"

Tong Goat-go bertanya kepada Lo-tai-kun:

"Mengapa tidak menanyakan kepadanya siapa yang menyuruhnya kemari?"

"Aku sudah tahu!" kata Lo-tai-kun, "Si-nio, Liu-yap-to mu memang sangat cepat, tapi tidak membuat Seng Lo-ji terancam."

"Harap Lo-tai-kun memberi petunjuk!"

Seng Lo-ji terkenal dengan ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi, dia sudah mencapai tahap mengikuti bayangan bergeser, "kau hanya tahu menyerang dengan cepat maka dia bisa menghindar, seharusnya diubah dari bertahan jadi menyerang, mundur menjadi maju, seperti asli tapi kenyataannya tidak, cara ini bisa memancing dia masuk!"

"Menantu sekarang sudah mengerti!" Bwee-Go-siang sambil memasukkan golok tipisnya.

Lo-tai-kun melihat Tiong Bok-lan, dia menarik nafas: "Ilmu silat pada tahap tertinggi adalah di mana hati dan

pedang menjadi satu, pedang adalah hati, hati adalah pedang, bila hati tidak ada aura membunuh, seranganmu pasti lemah, jangan sedikit pun merasa kasihan pada musuh!"

"Terima kasih atas petunjuk Lo-tai-kun!"

"Untung Seng Lo-ji tidak berniat jahat, kalau tidak, kau pasti sudah terluka di bawah tangannya!" Lo-tai-kun menoleh kepada Tong Goat-go:

"Senjata rahasiamu sangat kuat dan cepat, karena cepat kau malah tidak melihat perubahan musuh dan salah memutuskan posisi musuh, maka tidak kau tidak berhasil."

Tong Goat-go mengangguk:

"Menantu harus melihat posisinya sudah tetap, tenaga lama habis, tenaga baru belum muncul untuk menyerang!"

"Betul..." Lo-tai-kun memuji dan mengangguk.

"Lain kali kalau bertemu dia harus memperlihatkan kelihaian Tong-bun!"

"Dia tidak akan datang lagi!" Lo-tai-kun berkata dengan yakin.

"Oh ya?" Tong Goat-go tidak percaya.

"Barang yang dicurinya tidak berguna, kau mengira Liu Kun akan menyuruhnya datang lagi?"

"Liu Kun yang menyuruhnya?" "Hari pertama kita di ibu kota, Liu Kun sudah menyuruh orang-orangnya membuntuti kita, dia memang licik dan mempunyai rencana yang jauh!"

Lo-tai-kun berpesan:

"Kelak kalau bertindak harus lebih hati-hati, bila tidak ada hal penting, jangan tinggalkan Ci-cu-goan!"

Mendengar kata-kata ini mereka tahu kalau keluarga Lamkiong kali ini masuk ibu kota karena ada tujuan lain.

Lo-tai-kun tidak berkata apa-apa lagi, dia berpesan agar semua kembali ke kamar untuk istirahat, dia sendiri pun kembali ke tempat istirahat.

Kang Hong-seng dan Tiong Bok-lan berjalan bersama.

Tiong Bok-lan terus menyalahkan Seng Lo-ji yang telah mengganggu tidurnya, tapi Tiong Bok-lan diam saja, tidak memberi komentar apa pun, sifat mereka biasanya seperti itu, yang satu lepas dan suka bicara yang satu lagi sebaliknya.

Kang Hong-seng hafal sifat Tiong Bok-lan, tapi melihat dia diam saja dia tetap bertanya:

"Ada apa denganmu?" "Tidak ada apa-apa!"

"Aku sudah terganggu oleh Seng Lo-ji, aku tidak bisa tidur lagi, bagaimana kalau kita ke kamarmu untuk melihat lukisan yang baru kau selesaikan?"

"Sekarang sudah terlalu malam!"

"Kau menolak aku datang ke kamarmu, apakah di kamarmu ada laki-laki yang sedang bersembunyi?" kebiasaan jeleknya, sembarangan bicara muncul.

"Mana mungkin, jangan sembarangan bicara, bila Lo-tai- kun dengar..." "Aku hanya bercanda, lihat dirimu sampai tegang begitu," Kang Hong-seng tertawa.

Tiong Bok-lan tertawa kecut.

Mereka sampai di depan kamar Tiong Bok-lan, angin berhembus, angin ringan setelah tercium harum nya membuat wajah Tiong Bok-lan segera berubah.

Kang Hong-seng pun melihat perubahan wajah Tiong Bok-lan, jangan-jangan karena mencium harum ini, dia bertanya:

"Apakah di kamarmu sedang dibakar kayu wangi?" "Benar..." dengan tidak tenang Tiong Bok-lan menjawab,

"kamar sudah lama tidak ditinggali terasa tidak nyaman, maka aku membakar kayu wangi."

"Cara yang baik!" Kang Hong-seng masih tidak melihat keanehan Tiong Bok-lan.

"Apakah benar kau tidak ingin aku masuk kamarmu?"

Tiong Bok-lan menggelengkan kepala, Kang Hong-seng tertawa lagi:

"Kulit wajahmu tipis, sulit bercanda denganmu aku sudah lelah, aku harus tidur, mana mungkin bisa melihat lukisanmu?"

Dia tertawa dan masuk ke kamarnya sendiri, Tiong Bok- lan melihatnya menghilang di kegelapan teras setelah itu baru menghembuskan nafas lega, melihat pintu kamarnya sendiri, hatinya tidak tenang, akhirnya dengan terpaksa mendorong pintu lalu masuk.

Setelah masuk pintu kamarnya segera dikunci, dia menyandarkan punggungnya di daun pintu, jantungnya berdebar-debar, dia terlihat tegang dan terkejut. Cahaya lampu terlihat redup, dari cahaya lampu ini terlihat seseorang keluar dari balik sekat, dialah Siau Sam Kongcu.

"Inilah kayu wangi dari India, dulu kau paling suka, aku mendapatkannya dari Nio Ong-hu dan selalu kubawa." Nada bicara Siau Sam Gong lembut dan ringan, sorot matanya sama seperti kebingungan.

Tiong Bok-lan terus menggelengkan kepala, terlihat dia sangat cemas:

"Kau seharusnya jangan kemari!"

"Apakah kau merasa khawatir terlihat orang?"

"Aku khawatir dengan keselamatanmu, ilmu silatmu bukan tandingan Lo-tai-kun, bila dia melihatmu, kau sulit lolos!"

"Kau tetap memperhatikanku!"

Tiong Bok-lan terdiam, lama Siau Sam Kongcu baru berkata:

"Ayahmu ada di ibu kota di rumah An-lek-hou." Tiong Bok-lan tidak terlihat terkejut hanya bertanya: "Apakah kau masih membencinya?"

"Aku tidak berani, dia tidak akan menganggap orang seperti diriku!" Siau Sam Kongcu menertawakan dirinya sendiri.

"Kau mengaku membenci, itu sudah cukup, untuk apa berkata seperti itu lagi?"

"Dia menginginkan kau meninggalkanku!" "Jangan berkata seperti itu!"

"Suamimu Lamkiong Hiat sudah meninggal!" "Saat masih hidup dia sangat baik kepadaku!" "Apakah kau bahagia?"

"Keluarga Lamkiong sangat baik kepadaku!" "Aku hanya bertanya apakah kau bahagia?"

"Yang sudah berlalu biarlah berlalu, untuk apa diungkit kembali?"

"Aku tidak rela..."

"Aku menikah dengan orang dari keluarga Lamkiong, berarti aku adalah keluarga Lamkiong, ini bukti yang tidak bisa diubah!"

"Dia yang menghalangi kebahagiaan mu seumur hidup!" "Ayahku tidak bersalah, hanya saja nasibku tidak baik,

aku tidak akan menyalahkan dia!"

"Salahkan aku yang tidak berguna, karena bukan murid perguruan terkenal," Siau Sam Kongcu tertawa sedih, dia membuka kipas lipatnya.

"Mana pedangmu?"

"Patah! Setelah pertunangan kita putus, Kiu-coan-kiam (Pedang sembilan putaran) pun akan patah!"

"Kau sendiri yang mematahkankannya bukan? Tidak perlu melakukan hal seperti itu!"

"Orang yang patah hati akan menggunakan pedang patah!"

Tiong Bok-lan terkejut:

"Selama beberapa tahun ini ada kabar bahwa di dunia persilatan muncul seorang pesilat yang meng gunakan pedang patah, ternyata itu dirimu!"

"Untuk apa kau melakukan semua ini?"

"Malam ini aku kemari hanya ingin menanyakan sebuah..." kata-kata Siau Sam Kongcu belum habis, suara Lamkiong Beng-cu terdengar dari jauh:

"Ngo-kim..."

Tiong Bok-lan terkejut, tangannya bergerak: "Cepat pergi!..." "Aku..." Siau Sam masih ragu, Tiong Bok-lan sudah membalikkan Tubuh dan menyahut:

"Apakah itu Beng-cu?"

Siau Sam Kongcu tertawa sedih, dia mundur mendekati jendela lalu mendorong daun jendela dan keluar dari kamar itu, tapi sorot matanya masih melekat pada Tiong Bok-lan.

Setelah mendengar jendela ditutup, Tiong Bok-lan menoleh dan membuka pintu, Lamkiong Beng-cu berada di luar kamar bersama dengan Tong Goat-go.

Beng-cu hanya seorang gadis berusia 17 tahun, seluruh keluarga menganggapnya mutiara, dia menjadi manja dan tidak dewasa.

Dia sangat menyukai Tiong Bok-lan, melihat Tiong Bok- lan gugup, dengan cepat bertanya:

"Ngo-kim, apakah kau tidak enak badan?"

Dia mengawasi tapi Tiong Bok-lan malah terkejut, sampai Beng-cu pun bisa melihat ada yang lain dengannya, untung Lo-tai-kun tidak ada, kalau tidak mungkin dia tidak bisa berbohong.

"Tidak..." dia terpaksa tertawa, "kalian mencari aku, ada..."

"Lo-tai-kun menyuruhku memberitahu, Tiong-ta Sianseng berada di An-lek-hou, bila ada waktu kau bisa menengoknya!"

"Apakah kau boleh memanggil nama Tiong-ta Sian-seng dengan sembarangan!" Tong Goat-go tertawa dan memarahi Beng-cu.

Tiong Bok-lan malah merasa aneh, Lo-tai-kun sudah bicara dengannya secara pribadi, tadi Siau Sam Kongcu sekali lagi memberitahu kepadanya, dia tidak merasa terkejut sekarang Lo-tai-kun menyuruh Beng-cu memberitahunya lagi, apa maksudnya?

"Aku akan ke sana bila ada waktu, masih ada hal lainnya?"

"Lo-tai-kun menyuruhmu menjaga diri baik-baik, jangan karena Ngo-siok sudah meninggal kau jadi terus-terusan sedih!" Beng-cu berpikir lagi, "yang lainnya Lo-tai-kun sudah menyampaikannya kepada Ji-Kim.”

"Kata Lo-tai-kun, perempuan harus menjaga nama baiknya, itu lebih penting dibandingkan nyawa, orang seperti dirinya mulutnya tidak bisa diam, melihat laki-laki selalu genit, nama keluarga Lam-kiong akan rusak di tangannya!" kata Tong Goat-go.

Hati Tiong Bok-lan menjadi berat, Lo-tai-kun tidak akan tanpa alasan mengatakan hal ini, dia sengaja menyampaikan melalui Tong Goat-go, apakah Lo-tai-kun sudah tahu keberadaan Siau Sam Kongcu?

"Apakah Ji-kim orang semacam itu?" Beng-cu bertanya dengan aneh.

"Anak kecil jangan banyak bertanya tentang masalah orang dewasa." Tong Goat-go menarik Beng-cu, "kembali tidur!"

Beng-cu tidak bertanya lagi, dia pergi bersama Tong Goat-go. Tinggal Tiong Bok-lan masih bengong di sana.

0-0-0

Akhirnya Seng Lo-ji menyerahkan catatan itu kepada Liu Kun, di tengah perjalanan dia sudah membaca catatan itu, di dalamnya tercatat tetek bengek masalah keluarga Lamkiong, seperti tanggal berapa bulan berapa sudah menyumbangkan minyak kepada kuil, tidak ada yang penting.

Semua sudah ada dalam dugaannya, kalau penting mana mungkin keluarga Lamkiong akan melepaskannya begitu saja. Sebenarnya dia tidak ingin mengambil catatan itu, tapi dia sudah berjanji

kepada Liu Kun, dia terpaksa menyerahkan catatan itu kepada Liu Kun, dia bertingkah seperti belum membaca dan tidak tahu isi catatan itu.

Dugaannya setelah Liu Kun membaca catatan itu dia pasti akan marah-marah, dia menyiapkan kata-kata apa saja yang harus diucapkan tapi setelah Liu Kun membaca catatan itu, dia hanya tertawa:

"Catatan ini tidak ada gunanya!"

Seng Lo-ji malah tidak tahu harus menjawab apa, terpaksa berkata:

"Hamba pantas mati..

"Keluarga Lamkiong bukan keluarga biasa, kau bisa masuk Ci-cu-goan dan mencuri benda ini, sampai bisa membawanya keluar itu tidak gampang." Liu Kun tetap tertawa, "kalau bukan karena kau salah berita, pasti mereka sudah ada persiapan, hal yang penting tidak dicatat!"

Seng Lo-ji menundukkan kepala, menutupi perasaan malunya.

"Malam ini kau pasti lelah, kembalilah ke kamarmu dan tidurlah!" Liu Kun melayangkan tangan, "kalau ada perlu lagi aku akan mencarimu!"

"Hamba mundur dulu..." Seng Lo-ji tergesa-gesa keluar.

Setelah melihat sosoknya hilang, wajah Liu Kun terlihat marah, dia melempar buku catatan itu. Gagal membunuh Lu Tan, kali ini pulang tanpa hasil, dia harus menilai kembali kekuatan Pak-to tapi dia tidak membuat Seng Lo-ji malu, paling sedikit Seng Lo-ji masih ada harga untuk dipakai.

0-0-0

Pagi hari datang kembali.

Su Yan-hong sudah berganti dengan baju untuk pergi ke kerajaan, tapi dia pergi ke kamar Ih-lan terlebih dulu, melihat putrinya masih tertidur lelap dia keluar lagi.

Tiong-ta Sianseng berada di luar kamar Ih-lan, melihat Su Yan-hong keluar dia segera bertanya:

"Apakah aku harus ikut?"

"Tidak usah, di istana Liu Kun tidak akan berani macam- macam." Dia melihat ke arah kamar dan tertawa, "hari ini aku mohon Suhu bisa menjaga Ih-lan."

Di depan rumah tampak tandu sudah disiapkan, Su Ceng- cau dan Siau Sam Kongcu sudah menunggu.

"Tenanglah..." dari mata Su Yan-hong, Tiong-ta Sianseng melihat dengan hati berat.

"Semalam Piau-ko terus berpesan agar jangan terlambat, tapi kau sendiri datang paling terlambat!" Su Ceng-cau berteriak.

"Aku lihat keadaan Lan-lan dulu!"

"Coba lihat, begitu tenang menjawab, ini bukan perpisahan hidup dan mati..."

"Ceng-cau..." bentak Siau Sam Kongcu.

"Apakah aku salah bicara?" Su Ceng-cau tidak terima. Siau Sam Kongcu hanya bisa menggelengkan kepala. "Apakah hadiah untuk Baginda sudah disiapkan?" tanya Su Yan-hong.

"Celaka, aku lupa membawa jubah yang sudah disulam gambar naga!" tiba-tiba Su Ceng-cau berteriak.

Su Yan-hong melihat Siau Sam Kongcu, dia hanya tertawa, Yan-hong tahu dia tidak salah duga dan seperti tidak menaruh di hati.

"Tidak apa-apa asal 1 kotak kue kau bawa." Su Ceng-cau melihat Siau Sam Kongcu:

"Aku curiga sebenarnya yang menjadi muridmu itu aku atau Piau-ko."

Siau Sam Kongcu hanya tertawa dan seperti tidak sengaja menggerakkan tangan kanannya, tangan kiri dimasukkan sesuatu ke dalam lengan baju kanannya.

Su Yan-hong segera mengerti, mengangguk.

Ketika mereka bertiga baru meninggalkan An-lek-hou, tandu Tiong Bok-lan tiba di sana, terdengar teriakan bahwa Ngo-hujin dari keluarga Lamkiong datang berkunjung. Tiong- ta Sianseng segera memper silahkan dia masuk ke dalam ruangan. Dia menjadi tegang, walaupun dia mengaku telah terbebas dari semua ikatan tapi sebenarnya tidak seperti itu, Tiong Bok-lan adalah putri kesayangannya dan satu-satunya keluarganya yang masih ada.

Dia jarang keluar dari kediaman Lamkiong, jarak memang sangat jauh, sebenarnya dia sedikit menghindar.

Ayah dan putri bertemu, tentu saja Tiong-ta Sianseng merasa senang sekaligus sedih, bicaranya pun gemetar:

"Bok-lan, ayo kemari biar ayah melihat keadaanmu, apakah kau baik-baik saja?" Mata Bok-lan berkaca-kaca, dia mendekat dan menyembah, Tiong-ta Sianseng segera memapahnya berdiri, sambil melihat putrinya dia menggelengkan kepala:

"Kau lebih kurus dibanding dulu!"

"Ayah juga seperti itu... rambut dan janggut sudah bertambah banyak putihnya!"

H A B I S
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar