Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Jilid 08

Jilid 08

Lantunan mantera mulai terdengar lagi, karena bebannya sudah terlepas maka Sat Kao melantunkan dengan konsentrasi penuh.

Karena pengaruh mantera laba-laba meloncat tinggi- tinggi, kemudian satu per satu terjatuh tepat ke atas tubuh Beng To, laba-laba itu bergerak dengan kekuatan penuh mungkin datang dari Wan Fei-yang.

Antara Wan Fei-yang dan Beng To tersambung oleh benang sutra laba-laba dan bersamaan waktu laba-laba itu terus merayap ke atas tubuh Beng To.

Benang sutra laba-laba dengan sangat cepat melilit tubuh Beng To.

Beng To tidak merasa ketakutan, dia malah merasa sangat nyaman, seperti berubah menjadi manusia dari kayu.

Sat Kao mulai membuka suara:

“Induk serangga di dalam tubuh Wan Fei-yang mulai mengatur untuk mengeluarkan tenaga dalamnya, kau harus berusaha menyedotnya tapi ingat harus berhati-hati, kalau bisa sedikit demi-sedikit, jika terlalu banyak, tubuhmu yang sedang terluka dalam belum tentu bisa mencerna!”

Beng To mengangguk, Sat Kao berkata lagi: “Aku hanya bisa membantumu sampai di sini, setelah tenaga dalam Wan Fei-yang masuk ke dalam tubuhmu, akan terjadi perubahan seperti apa? Itu akan terlihat dari perubahan dirimu!”

Caranya memukul gendang berubah lagi menjadi sangat lembut, suara genderang membuat orang merasa sangat nyaman, kerena suara genderang tidak sekuat tadi laba-laba itu bertambah lincah, mereka masih melilit tubuh Beng To dengan benang sutra laba-laba, kemudian melayang ke tubuh Wan Fei-yang dan melilit tubuh Wan Fei-yang.

Tenaga dalam Wan Fei-yang melalui benang sutra laba- laba ini mengalirkan ke dalam tubuh Beng To.

Menebarkan ilmu silat sebenarnya adalah hal yang sangat menyakitkan, tapi bagi orang yang tidak punya pikiran apa pun, tidak akan merasakan apa-apa.

Keadaan Wan Fei-yang sekarang lebih parah dari orang idiot.

Orang idiot hanya bereaksi lambat, pikiran polos, tapi dia mempunyai perasaan, paling sedikit ada reaksi.

0-0-0

Hari kedua sore, Tong Ling dan Pei-pei baru tiba di daerah sekitar tempat bersembahyang, mereka tidak terlalu terlambat, mereka terlambat sekitar 10 jam lebih.

Mereka tidak merasa terlambat sampai Pei-pei pun mengira Sat Kao dan Beng To pasti membutuhkan sedikit waktu untuk menyiapkan penyedotan ilmu lweekang, tapi tidak disangka setelah mempunyai pikiran itu, dia sadar setiap saat Sat Kao dan Beng To bisa bertindak. Sat Kao sampai tidak beristirahat dulu, pada malam itu juga dia langsung memyedot tenaga dalam Wan Fei-yang, yang pasti semua ini di luar dugaan Pei-pei dan Tong Ling.

Mereka berdua masih muda, tidak ada pengalaman, mereka juga tidak tahu, Sat Kao sangat berharap kepada Beng To, kekalahan Beng To membuat Sat Kao sangat terpukul, kalau tidak, mereka pasti akan sadar, Sat Kao akan berhati-hati dan dia tidak akan melakukan kesalahan, hanya waktu yang sering menjadi penyebab terjadinya kesalahan.

Tapi walaupun hanya ada sedikit harapan Tong Ling dan Pei-pei tidak akan melepaskannya.

Mereka menggunakan waktu di perjalanan untuk beristirahat di dalam kereta, walaupun tidur mereka tidak begitu nyaman tapi bagi mereka sudah cukup.

Mereka juga terpikir kereta kuda ini mungkin akan mereka pakai lagi, maka mereka berpesan kepada kusir agar menunggu mereka di daerah ini, Tong Ling sangat percaya diri, dia percaya dalam waktu semalam, semua akan beres dan mereka bisa menolong Wan Fei-yang.

Pei-pei sangat hafal dengan tempat sembahyang itu, dia juga mengerti bagaimana cara menghadapi guna-guna Sat Kao dan menghadapi Beng To yang sudah terluka, seharusnya tidak dengan cara melawan mereka.

Satu-satunya yang mereka khawatirkan adalah Wan Fei- yang yang sudah dikuasai oleh induk serangga milik Sat Kao. Mereka takut Sat Kao akan membuat Wan Fei-yang menghadapi mereka berdua.

“Walau bagaimanapun kita harus menaklukkan Wan Fei- yang terlebih dulu,” sewaktu Tong Ling mengambil keputusan ini Pei-pei sedang berada di tepi jurang di atas tumpukan batu-batuan. Letak tempat sembahyang tidak jauh dari jurang itu, dari tempat yang lebih tinggi sangat mudah melihat keadaan tempat sembahyang.

“Memang harus seperti itu!” Pei-pei sangat setuju, “kalau pikiran Wan-toako sudah dikuasai oleh induk serangga dia skan menjadi bodoh dan kalau kita menaklukkan dia tidak akan terlalu sulit!”

Tong Ling dengan diam menatapnya:

“Paling sedikit tidak semudah saat kau memasukkan induk serangga itu ke dalam tubuhnya!”

Sepanjang perjalanan, sebenarnya Tong Ling sudah bisa melihat jelas sifat Pei-pei, dia seorang gadis yang baik, tapi karena hati yang cemburu tidak bisa terlepas darinya, asalkan ada kesempatan dia tetap saja menyindir. Pei-pei mengerti isi hati Tong Ling dan sudah terbiasa mengoloknya, maka dia hanya menundukkan kepala, tidak bersuara. Melihat dia seperti itu Tong Ling pun merasa olokannya tidak berarti. Dia kembali melihat ke tempat sembahyang dan bertanya:

“Kau pasti sangat mengenal tempat sembahyang itu!” “Aku tidak begitu mengenal tempatnya tapi keadaan

semua tempat sembahyang hampir sama, jika ingin masuk ke sana bukan masalah besar!”

“Aku hanya khawatir akan membuat mereka terkejut, paling-paling kita hanya akan bertarung mati-matian, hanya kau yang murid Sat Kao setelah bertemu dengan gurumu harus dengan cara apa menghadapinya?”

“Aku...” Pei-pei tidak bisa menjawab.

“Kenapa denganmu? Apakah kau akan mendengar perintah darinya untuk membantunya meng-atasiku?”

“Mana mungkin aku melakukannya!” teriak Pei-pei.

“Sampai saat ini aku masih curiga apakah semua ini adalah kenyataan?” yang pasti kalimat ini menandakan Tong Ling masih kesal kemudian dia berkata lagi:

“Kita sudah berada di sini, kita pasti harus masuk ke sana dan melihat-lihat keadaan.”

Pei-pei mendengar kata-kata Tong Ling seperti itu, dia lebih cemas lagi dengan keadaan Wan Fei-yang, dia merasa cemas juga merasa bersalah. Dia sangat takut Tong Ling sampai lepas tangan terhadap masalah ini, maka perasaan cemasnya timbul dan langkah-langkahnya menjadi kacau.

Tong Ling sengaja membuat Pei-pei sedih tapi setelah meliha Pei-pei sedih, dia tidak tega, Tong Ling memang bukan gadis berhati keras.

“Tempat sembahyang itu selain ada dua penjahat, masih ada apa di sana?” tanya Tong Ling.

“Masih ada Wan-toako...” jawab Pei-pei. “Baiklah, kau anggap dia seperti benda apa?” Pei-pei tertawa kecut, Tong Ling bertanya lagi:

“Tempat sembahyang begitu luas, tapi tidak ada seorang penjaga pun!”

Pei-pei menjelaskan:

“Di sini adalah tempat suci selain yang bersembahyang biasanya orang-orang tidak berani masuk juga tidak boleh memasuki wilayah ini, sebab takut akan membuat dewa marah dan mendatang-kan bencana!”

“Semua ini pasti permainan gurumu, dia takut masyarakat kalian masuk dan akan ketahuan rencana busuknya!”

“Tapi katanya tempat ini sudah ribuan tahun seperti ini!” “Apakah hanya dukun dari suku kalian yang baru boleh masuk dan keluar dari tempat ini?”

Pei-pei mengangguk, Tong Ling bertanya lagi:

“Dari apa yang kau ketahui, dukun mana yang merupakan orang baik-baik?”

Pei-pei tidak bisa menjawab, karena dia juga tidak tahu dan tidak yakin.

“Pastinya tidak ada, jangankan dukun orang yang memelihara serangga pun tidak ada yang baik!” dia berkata lagi, “kalau tidak, sejak lahir dia tidak tahu mana yang baik dan mana yang buruk!”

Ini adalah semprotan kepada Pei-pei, tentu saja Pei-pei mengerti, tapi dia hanya bisa tertawa kecut, sorot mata Tong Ling tampak berputar, dia berkata lagi:

“Saat bagaimana bagi kita untuk masuk ke dalam?” “Suhu dan Beng To seharusnya sudah berada di tempat

rahasia di bawah kamar ini di mana kita akan masuk sekarang, mereka tidak akan tahu!”

“Apakah kau yakin?” pertanyaan Tong Ling terdengar sanga tajam.

“Apakah kita bisa masuk secara terang-terangan?” tanya Tong Ling lagi.

“Lebih baik kalau kita bisa berhati-hati...” Pei-pei menatap Tong Ling suaranya jadi rendah.

“Aku siap jika malam ini menyerang secara tiba-tiba, kalau kau tidak setuju kau boleh masuk sekarang, tapi aku tidak akan menemanimu.”

“Aku tidak sanggup, jika Cici sudah mengambil keputusan aku akan mengikuti rencana Cici, sekarang kita sudah kelelahan lebib baik kita beristirahat dulu!” Setelah mendengar dan melihat, Tong Ling memberikan reaksi dingin:

“Ingat, kali ini aku setuju datang kemari karena Wan Fei- yang, karena dia pernah menolong-ku, tentu saja jika dia tidak pernah menolongku tapi tetap berdiri di posisi pesilat Tionggoan aku pun tidak akan berpangku tangan, sama sekali tidak ada kaitannya denganmu!”

“Aku mengerti!”

“Jadi jangan memanggilku Cici, aku tidak terbiasa mendengar panggilan itu juga tidak pantas!” Tong Ling tidak menatap Pei-pei, “aku, Tong Ling mempunyai nama dan marga, mengapa kau tidak memanggilnya?”

Pei-pei terdiam lalu berbaring di atas sebuah batu besar, hatinya merasa tidak tenang, mana mungkin dia bisa tidur?

Tong Ling pun seperti itu, matanya memang terpejam, dari luar dia terlihat tenang, tapi hatinya sedang bergejolak, dia sedang berpikir:

“Jika Wan Fei-yang bisa dibawa keluar, di mana Pei-pei harus ditaruh?'

Tapi walau bagaimana Wan Fei-yang dan Pei-pei sudah menjadi suami istri jika memaksa Pei-pei pergi itu sangat tidak masuk akal.

... biar saja ini kuanggap sebagai balas budi kepada Wan Fei-yang karena pernah menolongku.

Akhirnya Tong Ling mengambil keputusan seperti itu, dari alis dan matanya terlihat dia terpaksa melakukannya, sebab sampai saat ini dia tetap tidak terpikir kalau mereka akan kalah.

Dia percaya dengan kemampuan ilmu silatnya, dan lebih percaya kepada senjata rahasia Tong-bun dan dia tahu Sat Kao dan Beng To sudah terluka parah, waktu itu saat mereka bertemu dengannya mereka telah berbohong kepadanya agar mem-punyai kesempatan untuk melarikan diri, karena mereka tidak berani bertarung dengannya. Setelah beberapa hari berlalu Pei-pei pernah mengatakan Sat Kao belum pulih, sedangkan mengenai Beng To, dia memang pernah memasuki Tong-bun seorang diri, dia juga mempunyai ilmu silat tinggi, sekarang dia sedang menunggu ilmu lweekang Wan Fei-yang untuk di sedot ke dalam tubuhnya baru bisa pulih seperti sedia kala, dia lebih-lebih tidak perlu ditakuti.

Dengan permainan duga-menduga, dalam waktu singkat tidak akan terjadi perubahan yang berarti. Tapi sayang, banyak hal sulit diukur dengan peraturan.

Perhitungan manusia kalah dibandingkan dengan perhitungan Tuhan, pepatah ini sudah lama berlaku pasti ada artinya dan masuk akal.

Malam baru tiba, Pei-pei dan Tong Leng-mulai bergerak. Dengan tubuh yang lincah dan ilmu silat yang mereka miliki, untuk turun ke dasar jurang pasti bukan suatu masalah. Apalagi Tong Ling yang lincah selalu berjalan di depan.

Pei-pei sulit mengejarnya, tapi dia tetap berusaha agar tidak tertinggal, di tengah perjalanan dia sudah terjatuh sebanyak 3 kali, setiap kali setelah terjatuh dia segera melompat berdiri seperti tidak pernah terjadi apa-apa dan mengejar Tong Ling lagi. Hatinya hanya dipenuhi dengan keinginan agar Wan Fei-yang cepat-cepat bisa keluar dari tempat itu, masalah lainnya tidak diperhatikan.

Setelah tiba di bawah dinding yang menjulang tinggi yang ada tempat sembahyang, Tong Ling baru berhenti, di balik dinding tidak terdengar suara apa pun, Tong Ling segera meloncat ke atas dinding tinggi itu kemudian seperti seekor kucing dia menelungkup di atas dinding itu. Di balik dinding sangat sepi, tidak ada seorang pun. Tapi Tong Ling tetap mengawasi tempat itu dengan teliti, mungkin dari kecil dia sudah berlatih senjata rahasia maka matanya menjadi jeli.

Di balik dinding tinggi itu tidak terlihat ada lampu, hal ini tidak mengganggunya.

Tidak hanya di lapangan yang tidak ada lampu, di balik pintu masuk ke tempat sembahyang pun terlihat gelap, hal ini membuat Tong Ling merasa aneh.

Pei-pei mengejar sampai di bawah dinding tinggi itu, dia tidak tahu apakah Tong Ling berhasil masuk atau belum. Sewaktu dia sedang kebingungan di depannya terlihat bayangan seseorang, Tong Ling sudah turun kembali dari dinding tinggi itu dan sekarang berdiri di depan Pei-pei.

“Kau...” baru satu kata keluar, mulut Pei-pei langsung ditutup oleh Tong Ling, dia berhenti meronta.

“Menghebohkan sesuatu yang sepele!” Tong Ling tertawa, dia pun melepaskan tangannya dari mulut Pei-pei, “apakah benar tempat ini yang kau maksud?”

“Apakah terjadi masalah?”

“Di dalam sana tidak ada lampu juga tidak ada seorang pun,” jawab Tong Ling dengan percaya diri, “aku tidak merasakan ada orang di sana.”

“Kecuali saat sembahyang di hari besar, di hari biasa memang tidak ada yang datang!”

“Kau pernah mengatakannya apakah benar seperti itu?” Pei-pei tertawa kecut:

“Jika Suhu dan Beng To di sana pun mereka tetap akan berada di ruang bawah tanah.”

“Dari mana kau bisa memastikan bahwa mereka akan berada di sana?” “Tempat rahasia ini adalah satu-satunya tempat rahasia dalam radius ratusan Li! Kalau mereka tidak ada di sini, aku pun tidak tahu harus mencari ke mana!”

“Kalau begitu kita harus masuk ke dalam sana untuk mencari tahu!” Tong Ling meloncat lagi ke atas dinding.

Pei-pei ikut bergerak walaupun tidak segesit Tong Ling tapi dia tidak sanggup melakukannya tanpa suara seperti Tong Ling, Tong Ling melihat sekeliling, kemudian melayang masuk ke balik dinding. Dia menempelkan tubuhnya ke dinding dan terus berjalan. Di tempat yang bisa menyembunyikan tubuhnya dia berhenti sebanyak 2-3 kali, akhirnya mereka tiba di luar tempat sembahyang.

Pei-pei ikut di belakang Tong Ling, sekarang dia berdiri di samping Tong Ling.

“Apakah di dalam tempat sembahyang ini ada serangga yang digunakan untuk guna-guna?” Tong Ling menatap Pei- pei:

“Kalau pun ada ilmu guna-gunamu akan merasakannya.” “Jika orang yang memelihara serangga atau ulat, tidak ada serangga atau ulat pun tidak ada efeknya. Jika ada

serangga, dia harus memilih orang atau menghitung jarak!” Tong Ling tertawa dingin:

“Ku kira kalian yang menguasai ilmu guna-guna bisa membunuh sampai jarak ribuan Li.”

Pei-pei menggelengkan kepala lalu tertawa kecut, dia segera berjalan memasuki ruangan, tapi langsung dicengkeram oleh Tong Ling:

“Ada apa?” tanya Pei-pei.

“Kau mau mencelakakan Wan Fei-yang? Mengapa berteriak? Kau ingin semua orang tahu, kita sudah masuk kemari?” “Apakah aku sudah melakukan kesalahan?” tanya Pei-pei dengan suara kecil.

“Kau sembarangan masuk, itu kesalahan besar, apakah kau yakin di dalam tidak ada orang?”

Pei-pei ingin mengatakan sesuatu tapi begitu melihat ekspresi Tong Ling, dia menelan kembali kata-katanya, tidak lama kemudian dia baru bicara:

“Aku tidak berpengalaman...” Tong Ling memotong:

“Kalau tahu tidak punya pengalaman, jangan banyak bicara, ikut saja di belakangku!”

Pei-pei cepat-cepat bersembunyi di balik punggung Tong Ling. Tong Ling masuk tanpa banyak pikir, dari awal dia sudah merasa yakin kalau di ruangan itu tidak ada seorang pun, hanya saja dia merasa tidak yakin apakah di dalam ruangan itu ada serangga atau ulat yang dipelihara, di sini adalah tempat sembahyang, tempat di mana dukun sering keluar masuk.

Di bagian dalam tempat sembahyang tampak lebih gelap lagi beberapa kali Tong Ling ingin menyalakan korek api tetapi begitu teringat pada Pei-pei, dia menjauhkan niatnya ini. Karena dari sudut manapun dia terlihat lebih unggul dari Pei-pei.

Kalau dia menyalakan korek api dia percaya akan menemukan pintu rahasia, tidak perlu Pei-pei yang membawa jalan. Tapi kalau dia menyalakan korek api ada maksud lain karena dia tidak bisa melihat sesuatu di dalam kegelapan seperti ini.

Pei-pei tidak mengerti perubahan jalan pikiran Tong Ling. Dia berjalan di dalam kegelapan tanpa arah jelas. Tapi karena dia sangat berhati-hati maka dia mempercayai apa pun yang diputuskan oleh Tong Ling. Maka sewaktu Tong Ling kembali ke sisinya, dia tidak terlihat terkejut atau takut, dengan pelan dia berkata:

“Pintu rahasia ada di bawah patung Budha!” “Kau sudah menyebutkannya tadi!”

Tong Ling tertawa dengan dingin katanya lagi: “Patung Budha di sini sangat banyak!”

Tong Ling merasa seperti melihat banyak patung Budha, tetapi Pei-pei segera berkata lagi:

“Patung Budha yang di sini hanya ada satu!”

Baru saja Tong Ling mau membela diri, Pei-pei sudah berkata lagi:

“Patung Budha hanya ada satu, yang lainnya patung siluman atau para pelayan Budha!”

“Dewa apa yang ada di sini?” Tong Ling tertawa dingin, “untuk pertama kalinya aku mendengar dewa yang ada di sini merupakan pelayan Budha atau siluman!”

“Memang dewa guna-guna semua seperti itu!”

“Dewa guna-guna?” akhirnya Tong Ling baru mengerti mengapa tidak disebut siluman guna-guna, bukankah siluman melayani pemimpin siluman lagi?

Pei-pei tertawa kecut:

“Dari dulu suka bangsa kami menyebutnya seperti itu dan tidak ada yang tidak beres.”

“Tentu saja, orang yang percaya kepada siluman dan iblis kalau tidak menganggap siluman sebagai dewa malah akan merasa aneh!” sambil bicara Tong Ling mendekati patung Budha itu.

Semua patung siluman yang ada di tempat sembahyang itu berbentuk aneh, orang yang sama sekali tidak mengenal ilmu guna-guna benar-benar sulit membedakan mana yang dewa dan mana yang siluman.

Setelah Pei-pei menjelaskan semuanya akhirnya Tong Ling bisa membedakannya. Patung dewa itu lebih tinggi dari patung lainnya dam wajahnya tampak lebih menyeramkan dan lebih menakutkan.

Setelah tiba di depan patung Budha itu, Tong Ling berhenti. Dia tidak ingin banyak bertanya, akhirnya dia membuka mulutnya juga:

“Di mana pintu rahasianya?”

Walaupun dia bisa melihat benda di dalam kegelapan, tapi tidak begitu jelas, posisi pintu rahasia juga pasti tidak sama, dia tidak menguasai tombol rahasia apalagi dalam keadaan gelap, mana mungkin dia bisa melihat!

Pei-pei balik bertanya:

“Di mana patung dewanya?”

“Apakah kau buta? Bukankah sekarang aku sudah berada di depan patung Budha?” nada bicara Tong Ling terdengar tidak senang, “sampai sekarang kau masih tampak tidak bersemangat, apakah kau sengaja ingin melawanku?”

“Aku benar-benar tidak melihat di mana patung Budha itu?”

“Tapi kau bisa mengikutiku dari belakang!”

“Karena aku menaruh seekor ulat di bajumu, di dalam kegelapan ulat itu bisa bercahaya!”

Tong Ling menoleh di atas bajunya memang ada benda yang bersinar, memang tidak terlalu terang, tapi di dalam kegelapan bisa terlihat jelas.

“Apakah kau ingin mencabut nyawaku? Kau mulai lagi meletakkan guna-guna di tubuhku!” senjata rahasia segera dicengkeramnya lagi. Pei-pei sangat terkejut, dia menjelaskan:

“Ulat ini tidak akan melukaimu, dia hanya memberitahu jalan kepadaku, kalau kau tidak suka, aku akan segera mengambilnya kembali!”

Baru saja kata-katanya habis, ulat itu sudah menghilang dari baju Tong Ling, kata Tong Ling dengan suara berat:

“Apa kau akan melukaiku atau tidak, aku tidak tahu, tapi jika kau menaruh kembali benda tadi di tubuhku, senjata rahasiaku tidak akan sungkan lagi, jangan bercanda denganku!”

Pei-pei mengangguk, kata Tong Ling lagi:

“Kau mempunyai ulat yang bisa memancarkan sinar di dalam kegelapan, mengapa kau tidak membuatnya menjadi terang?”

“Aku hanya memelihara 3 ekor ulat semacam ini dan tidak bisa menerangi tempat gelap!”

“Apa maksudmu menerangi semua lampu yang ada di tempat sembahyang?”

“Aku rasa lebih baik menyalakan sebuah lampu untuk menerangi tempat sembahyang, sebab mereka sekarang berada di ruang rahasia, mereka tidak akan melihat...”

“Aku curiga apakah di tempat ini ada orang atau tidak, dari tadi kau berteriak tapi sedikit reaksi pun tidak ada?” tanya Tong Ling.

“Pendengaranmu tajam, jika mereka bereaksi kau pasti segera akan tahu, berarti mereka berada di ruang rahasia, sama sekali tidak mendengar...”

Tong Ling menyalakan korek api, ruangan tiba-tiba menjadi terang, Pei-pei menutup matanya dengan kedua tangannya, tapi Tong Ling tidak merasa tidak nyaman, terlihat dia sudah biasa berlatih secara ketat, sepasang matanya bukan hanya jeli tapi juga bisa dengan cepat menyesuaikan diri dengan keadaan.

Butuh waktu sebentar Pei-pei baru terbiasa, Tong Ling baru bertanya:

“Di mana pintu rahasianya? Kapan kau baru akan membukanya?”

Pei-pei tertawa kecut, dia segera menyibakkan kain pembungkus kepala dan berjalan menuju tempat patung dewa, kemudian dia meletakkan kain di atas ukiran sebuah bola api!

“Apakah itu adalah tombolnya?” Pei-pei mengangguk:

“Kekuatannya harus tepat baru tidak akan mengeluarkan suara!”

Tadinya Tong Ling akan keluar, sekarang dia menarik kembali kakinya, Pei-pei berkata:

“Waktu kecil aku selalu berbohong kepada Suhu supaya bisa keluar saat Suhu sedang berlatih di kamar rahasia, begitu ada kesempatan diam-diam aku akan keluar! Karena takut ketahuan oleh Suhu dan Koko, maka aku keluar atau masuk bisa tidak mengeluarkan suara.”

“Aku harap mereka lupa pada masalah ini dan tidak mengubah tombol masuk atau keluarnya!” kata Tong Ling.

“Sejak menemukan gua dengan banyak batu di tepi danau, mereka tidak pernah kemari lagi, kali ini kemari mungkin karena terpaksa, itu sudah terjadi beberapa tahun lalu, mungkin mereka sudah lupa!”

Kemudian Pei-pei mulai memutar bola api yang terukir di atas batu itu. Beng To dan Sat Kao memang tidak ingat dan tidak terpikir Pei-pei akan datang membawa bahaya bagi mereka berdua.

Beng To adalah kakaknya Pei-pei, Sat Kao adalah gurunya Pei-pei, hubungan mereka sangat akrab, jika Pei-pei menyukai Wan Fei-yang yang pasti dia tidak akan mencelakai kakak dan gurunya.

Karena mereka tahu Pei-pei adalah gadis baik dan jujur, mereka mengira Pei-pei tidak akan mendapatkan orang yang bisa membantunya!

Pei-pei bisa mencari Tong Ling itu benar-benar di luar dugaan mereka.

Hanya beda satu hari, Wan Fei-yang sudah berubah seperti orang lain, wajahnya pucat, seperti tidak berdarah. Tapi itu bukan karena kulitnya penuh dengan benang serat laba-laba.

Serat benang laba-laba itu terlihat sangat putih dan tembus pandang, tapi laba-laba hitam dan berkilauan malah terlihat menjadi abu-abu seperti Wan Fei-yang, mereka terlihat seperti mati, walau pun seperti itu tapi mereka masih tampak bergetar, terlihat masih bisa bergerak, tidak seperti Wan Fei-yang yang tidak bergerak sama sekali.

Semalam dia terlihat seperti orang idiot, malam ini dia seperti patung manusia, tidak bernyawa.

Beng To pun mengalami perubahan, kulitnya tampak mulai bercahaya dan terlihat berwarna putih keperakan.

Dengan saat dia pertama kali keluar dari kepompong kemudian menghisap banyak tenaga dalam dari banyak pesilat tangguh, terlihat lain sekali. Pertama kali saat dia memecahkan kepompong dan keluar dari sana, kulitnya berwarna abu keperakan yang aneh, setelah menyedot tenaga dalam para pesilat berubah menjadi abu keperakan, sekarang terlihat berubah lagi.

Wajah Sat Kao tidak setegang tadi, tapi dia tetap memejamkan matanya, sepasang tangannya dengan teratur menepuk gendang.

Sejak kemarin malam hingga saat ini dia belum beristirahat sama sekali, dia sudah mencapai tarap sangat lelah.

Karena suara tepukan genderang laba-laba itu masih terus terlihat mondar-mandir, tapi laba-laba itu pun tampak sudah terlihat lelah.

Tujuan Sat Kao adalah membuat laba-laba itu terus merayap hingga memenuhi tubuh Wan Fei-yang, kemudian melalui benang laba-laba itu memancing keluar semua tenaga dalam Wan Fei-yang masuk ke dalam tubuh Beng To.

Dia selalu memperhatikan reaksi dari induk serangga itu.

Ternyata induk serangga itu senang hidup di dalam tubuh manusia, dia tidak peduli perubahan yang terjadi di dalam tubuh manusia, karena itu dia tetap tenang. Setelah lama dia baru membuka kedua matanya untuk memperhatikan perubahan yang terjadi pada Beng To.

Beng To seperti berada dalam kepompong sutera yang dianyam dari serat laba-laba, setelah sehari semalam benang itu mulai berubah wama menjadi putih keperakan, hanya pada bagian tubuh Beng To,

Benang sutera laba-laba yang menyambung ke tubuh Wan Fei-yang tadinya berwarna transparan dan terang sekarang mulai berubah warna menjadi gelap, perubahan ini tidak terlalu kentara, orang biasa tidak bisa melihatnya. Tentu saja Sat Kao memperhatikannya, jika Beng To memecahkan kepompongnya dan keluar dia akan tertawa sekeras-kerasnya.

Waktu semakin dekat dengan waktu Beng To memecahkan kepompong, apakah Pei-pei dan Tong Ling terlambat?

Tong Ling dan Pei-pei tidak tahu dalam waktu sehari semalam telah terjadi perubahan begitu besar. Setelah berhasil membuka pintu rahasia, mereka jadi terkejut sekaligus senang. Sambil memberitahukan jalan rahasia kepada Tong Ling, mereka terus berjalan menuju kamar rahasia.

Di kedua sisi pintu rahasia terpasang lampu tempel, karena itu mereka bisa dengan cepat tiba di sana, apalagi Pei-pei hafal dengan jalan ke sana, mereka pun berjalan dengan santai.

“Mereka berada di sini,” kata Pei-pei.

“Apa gunanya suara genderang itu?” kedua tangan Tong Ling memegang senjata rahasia dengan erat lalu dengan tegang bertanya lagi, “apakah suara genderang itu untuk mengusir serangga?”

Pei-pei mengangguk sikapnya tidak terlihat tegang maupun khawatir, hal ini membuat Tong Ling merasa aneh, dia tertawa dingin:

“Kelihatannya kau sama sekali tidak merasa khawatir.” “Suara genderang itu baru dimulai, begitu lembut dan

pelan, kita belum terlambat mencegah!”

“Menyedot tenaga dalam butuh waktu yang panjang!” “Aku tidak tahu begitu jelas, tapi seharusnya memang

seperti itu, kalau tidak, kita tidak perlu bersembunyi di sini!” “Tapi itu kan sudah dimulai, mengapa suara genderang itu masih ringan dan kau tidak cemas?”

“Mereka baru mulai, ini sangat menguntungkan bagi kita,” Pei-pei menjelaskan, “tenaga dalam Wan-toako baru masuk ke dalam tubuh kakakku, dia tidak akan mengalami banyak kerugian, dia sudah dikuasai oleh suara genderang, hanya akan menerima aliran tenaga dalam, dia tidak akan menyerang kita, yang kita hadapi bukan hanya...”

“Bukan hanya gurumu saja, sekarang dia sepenuh hati memukul genderang untuk menguasai Wan Fei-yang, walaupun dia menguasai ilmu guna-guna tapi sulit untuk memperagakannya karena itu lebih mudah menghadapinya,” Tong Ling segera berlari ke arah suara genderang itu.

Sambil mengejar Tong Ling dari belakang Pei-pei berteriak:

“Hancurkan...”

“Menghancurkan genderangnya dulu, sekali dikatakan sudah cukup, aku bukan orang yang mudah lupa!” Tong Ling tertawa dingin, “coba kau memberitahu, kira-kira genderang itu diletakkan di mana?”

Setelah berada di depan ruang rahasia, Tong Ling melambaikan tangan memberi isyarat agar Pei-pei membuka pintu rahasia itu.

Kali ini Pei-pei lebih berhati-hati, pintu ruang rahasia lebih rumit, hingga terakhir saat pintu ruang rahasia didorong, tetap terdengar suara berderit, hal ini sudah diberitahukan dahulu oleh Pei-pei, karena sudah ada persiapan walaupun terjadi suara besar, Tong Ling tidak merasa aneh. Dan pada waktu yang tepat dia  berkelebat masuk, senjata rahasia berada di tangannya bersamaan waktu dilemparkan.

Ingatan Pei-pei benar-benar bagus, tapi dengan mata jeli Tong Ling dan keputusan yang tepat, dia bisa menguasai jarak dengan tepat.

Tenaganya tidak terganggu.

Sat Kao tidak tahu Pei-pei dan Tong Ling sudah berhasil masuk ke kamar rahasia, setelah pintu dibuka, dia masih tidak sadar, begitu matanya terbuka, gerakan memukul genderang segera berhenti. Dia melihat Tong Ling yang berkelebat masuk dan melihat senjata rahasia di tangan Tong Ling yang berkelebat. Tubuhnya langsung ambruk ke samping.

Ini adalah satu-satunya gerakan yang bisa dia lakukan, dia terlalu lelah. Tapi dia sadar lihainya senjata rahasia itu. Kalau pun senjata rahasia itu menyerangnya dan dia meloncat, tapi di tengah udara mungkin arahnya bisa berubah, tapi dengan keadaan nya sekarang, sulit untuk menghindari serangan senjata rahasia itu.

Dia melihat senjata rahasia itu tidak diarahkan kepadanya, melainkan untuk memecahkan genderangnya tapi tetap saja dia tidak bisa mencegahnya.

Gerakan menjatuhkan diri ke samping dilakukan karena terpaksa, terdengar suara senjata rahasia berdenting, lalu terdengar suara genderang pecah.

Perkiraannya tidak meleset, ketepatan dan kecepatan senjata rahasia menunjukkan senjata itu berasal dari seorang pesilat senjata rahasia yang hebat. Setelah melihat yang datang adalah Tong Ling, maka dia tidak merada aneh dengan kelihaian senjata rahasianya. Beng To telah menceritakan kepadanya, saat Tong Pek- coan di akhir hayatnya sudah menyerahkan Tong-bun kepada Tong Ling. Walaupun mereka mempunyai hubungan kakek dan cucu tapi kalau bukan karena ilmu senjata rahasia Tong Ling yang lihai, tidak akan membuat Tong Pek-coan memilih Tong Ling memimpin Tong-bun. Membuat murid- murid Tong-bun percaya bahwa Tong Pek-coan memilih Tong Ling bukan karena dia cucunya. Sehingga tidak memperhatikan masa depan Tong-bun.

Maka saat senjata rahasia dilemparkan, dia segera menegakkan tubuhnya dan genderang kecilnya segera terjatuh.

Bersamaan waktu itu hati Sat Kao terasa berat, datang pesilat tangguh di saat begini genting, akibatnya sulit dibayangkan, dia mati tidak masalah, tapi Beng To tidak boleh mati.

Genderang kecil itu terus memancarkan sinar, dilihat dari luar tidak jelas genderang itu terbuat dari apa, apalagi bentuknya sangat aneh.

Semua genderang di sisinya tidak ada yang terkecuali semua pecah karena terkena serangan senjata rahasia Tong Ling. Ini benar-benar di luar dugaannya, akhirnya terpaksa dia mengeluarkan sebuah genderang dari balik baju bagian dadanya, genderang itu bernama 'Beng-ku' (Genderang nyawa).

Bagi orang yang menguasai ilmu guna-guna, setiap dukun pasti mempunyai sebuah benda yang menyangkut nyawanya, dan ada hubungannya dengan cara dukun itu menguasai ilmu guna-guna, seperti Sat Kao dengan genderangnya dia bisa menguasai serangga. Benda yang menyangkut nyawanya adalah genderang kecil itu, biasanya genderang itu disebut jimat.

Bahan pembuat genderang ini berbeda dengan genderang lainnya. Genderang kecil itu terbuat dari air liur beracun yang keluar dari berbagai macam jenis ulat dan serangga yang dipeliharanya. Kemudian ditambah dengan berbagai jenis serangga dan ulat yang dimasak kemudian dijadikan kulit genderang,

lebih tebal dan kuat untuk membuat rangka genderang, pembuatannya sangat rumit, ukuran genderang yang besar maupun yang kecil sesuai keinginannya.

Biasanya hanya sebesar kuku jari, karena hanya memakai beberapa jenis serangga untuk membuat genderang, tapi genderang yang sebesar milik Sat Kao sangat jarang. Karena dia berlatih ilmu lweekang dari Mo-kauw dia terpaksa harus memelihara banyak ulat dan serangga.

Saat 'Beng-ku' dipukul mengeluarkan suara sangat aneh, itu bukan genderang biasa yang bisa mengeluarkan semua serangga dan ulat, tapi semua serangga dan ulat itu harus mengikuti alunan genderang Beng-ku, yang pasti saat ini kondisi Sat Kao terjepit dan nyawanya sedang terancam, biasanya dia jarang memakai Beng-ku, tapi jika sudah dipakai pasti akan berhasil. Tapi saat ini keadaan sangat berbahaya. Karena Beng-ku tidak sekuat genderang biasa, kalau tidak berhati-hati memukul, Beng-ku bisa pecah dan semua akan sia-sia. Maka biasanya dukun selalu membungkusnya dengan benda yang keras agar tidak rusak.

Sat Kao pun seperti itu, membuat genderang agak besar mengeluarkan macam-macam suara untuk menguasai serangga-serangga dan ulat yang dipeliharanya. Di kamar rahasia itu hanya laba-laba yang dipakai oleh Sat Kao, tapi laba-labanya terdapat banyak jenis dan terlihat begitu aneh, maka Sat Kao harus memukul berjenis-jenis genderang, dengan cara seperti itu dia baru bisa menguasai berbagai jenis laba-laba itu.

Yang bernama 'Ku' adalah berbagai macam ulat beracun yang saling membunuh kemudian menyedot sarinya, yang paling kuatlah yang akan tersisa, yang paling sederhana pun hanya ada sekitar 2-3 macam jenis ulat dan serangga yang disatukan dan disedot sari-sarinya.

Seperti laba-laba itu sangat rumit, apalagi laba-laba beroman manusia. Itu adalah serangga beracun yang jarang ada, karena dia sudah menyedot banyak sari dari serangga dan ulat lainnya.

Jika genderang pecah, laba-laba itu tidak bisa dikuasai lagi, walaupun tidak akan mencelaki Beng To tapi tenaga untuk menyedot tenaga dalam Wan Fei-yang pun akan hilang. Di saat penting seperti ini, jika kurang sedikit ilmunya pun Beng To akan mengalami kegagalan total, pukulan ini mana mungkin bisa ditahan oleh Sat Kao!

Maka tanpa ragu-ragu dia mengeluarkan 'Beng-ku'. Beng-ku disimpan di sebuah tempat yang terbuat dari besi berbentuk seperti pipa. Setelah kedua tangan Sat Kao menekan tombol, tutup dari wadah berbentuk pipa itu pun terbuka.

Sat Kao mengambil Beng-ku yang muncul dia segera menepuk Beng-ku itu, walaupun dalam keadaan terburu- buru tapi tenaga yang dikeluarkan untuk menabuh sangat pas. Suara genderang aneh segera memenuhi ruangan rahasia itu, laba-laba yang masih menempel di tubuh Wan Fei-yang terlihat bertambah gesit.

Tapi hanya sekejap 'Beng-ku' sudah pecah lagi oleh senjata rahasia Tong Ling, sebenarnya Tong Ling tidak tahu kegunaan Beng-ku itu. Hanya saja dari sikap Sat Kao dia tahu kegunaan Beng-ku itu bagi Sat Kao, itu adalah jimat bagi Sat Kao. Maka pertama yang dipikirkan Tong Ling adalah itu pasti suatu senjata sakti atau senjata yang sangat lihai, dan harus segera dihancurkan, maka senjata rahasianya segera melayang.

Tapi dia pun teringat janjinya kepada Pei-pei, tidak akan mencabut nyawa Sat Kao dan Beng To. Maka dia mengarahkan senjata rahasianya ke arah Beng-ku, dia sangat percaya diri.

Reaksi lamban dari Sat Kao tidak bisa menipu Tong Ling, maka dengan keputusan jeli dan kecepatan yang tepat, semua senjata rahasia itu ditembakkan ke arah Beng-ku.

Sat Kao boleh tidak terluka, tapi Beng-ku baginya adalah benda penting. Maka waktu itu tangannya diangkat untuk melindungi Beng-ku, dan senjata rahasia itu segera menembus telapak tangannya.

Lima buah senjata rahasia menembus telapak tangan kanannya dan senjata rahasia itu terus melesat ke arah Beng-ku. Selain 5 senjata rahasia itu masih ada 20 senjata rahasia yang ditembakkan dari sudut berbeda.

25 butir senjata ditembakkan menuju satu sasaran yang sama, yaitu Beng-ku, mana mungkin Beng-ku tidak akan hancur?

Sat Kao segera berteriak histeris, tangan kirinya menekan luka di tangan kanannya, dia seperti ingin menghentikan darah yang keluar dari luka itu. Kali ini reaksinya sangat cepat tapi tetap kalah cepat dengan darah yang mengalir keluar, darah yang keluar seperti air yang menyembur.

Bersamaan waktu itu, laba-laba yang ada di tubuh Wan Fei-yang dan Beng To terlepas. Dengan cepat mereka merayap ke arah Sat Kao, menyambut darah Sat Kao yang menyembur keluar. Sepertinya laba-laba berwarna-warni itu adalah serangga yang menjadi parasit dan hidup di tubuh laba-laba itu, semua menyambung ke tangan kanan Sat Kao yang terluka, hanya sekejap darah sudah menghilang.

Darah merah dengan cepat berubah menjadi ungu kehitaman, laba-laba bergerak dengan cepat kembali ke tubuh Sat Kao.

Kejadian aneh berlangsung, waktu seperti berbalik, darah yang keluar seperti kembali lagi masuk ke tubuh Sat Kao. Itulah darah Sat Kao, di sekeliling sana tidak terjadi perubahan.

Sebenarnya itu bukan darah, melainkan sekelompok ulat, setelah menyedot habis darah yang mengalir, mereka masuk secara berdesak-desakan ke dalam tubuh Sat Kao.

Sat Kao berteriak, semakin lama teriakannya semakin kencang dan memilukan, kedua tangannya terus menggapai- gapai, dia mencoba berdiri tapi lalu ambruk, di seluruh bagian tubuhnya seperti keluar asap, mata Tong Ling pun terlihat bingung.

“Suhu...” teriak Pei-pei.

Tapi Sat Kao tidak menjawab, dia sedang sangat kesakitan, tangan kanannya mulai membusuk.

Begitu pun daging di seluruh tubuhnya tidak terkecuali. Bajunya mulai berlubang dan lubangnya semakin lama semakin membesar, terlihatlah tulang yang berwarna putih. Tong Ling bukan seorang yang penakut, tapi dia tetap merinding saat melihat kejadian di depan matanya. Bagaimana dengan Pei-pei, apakah dia tidak tega melihat kejadian yang menimpa gurunya? Dia membalikkan tubuh dan tampak gemetar.

Baju Sat Kao dengan cepat sudah hancur. Di balik bajunya terlihat tulang berwarna putih bukan hanya daging, organ bagian dalamnya pun sudah habis dimakan oleh serangga dan ulat-ulat.

Suara teriakan memilukan dari besar menjadi kecil, kemudian teriakan itu menghilang. Tapi Tong Ling seperti mendengar bahwa hati Sat Kao menjadi tenang, akhirnya tubuh Sat Kao hanya tersisa tulang belulang. Tulangnya berwarna ungu kehitaman.

Setelah agak tenang Tong Ling bertanya kepada Pei-pei: “Apa yang terjadi?”

Pei-pei melihat tulang belulang gurunya kemudian merinding baru menjawab:

“Kau sudah menghancurkan Beng-ku yang merupakan jimatnya, maka serangga dan ulat-ulat itu terlepas kontrol sehingga mereka berbalik menyerang tuannya!”

“Beng-ku? Apakah itu genderang kecil yang terakhir dia keluarkan?”

Pei-pei mengangguk, Tong Ling tertawa dingin:

“Ternyata kalian yang sering memakai guna-guna ada kelemahan yang bisa membuat nyawa melayang!”

“Kalau keadaan tidak darurat, kami tidak akan menggunakan Beng-ku, demi Kokoku, guru sudah mengorbankan nyawanya, walau bagaiamana pun dia adalah guru yang baik!” “Apakah kau menyesal?” tanya Tong Ling. Pei-pei menundukkan kepala:

“Aku tidak menyangka akan berakhir seperti ini!”

“Tidak perlu menyayangi kematian orang seperti dia, tapi bagi kalian yang menjadi muridnya, kalian benar-benar telah kehilangan seorang guru yang baik!”

Hatinya lurus mulutnya bergerak cepat, apa pun yang mengganjal selalu diungkapkannya secara blak-blakan, dia membenci kelakuan Sat Kao, tapi dia juga mengakui Sat Kao adalah seorang guru yang baik! Kemudian dia berkata lagi:

“Orang yang mahir berenang mati di dalam air, gurumu juga seperti itu! Apakah kau yang menjadi muridnya masih berani memelihara serangga dan ulat untuk guna-guna?”

Pei-pei tertawa kecut:

“Jika sudah memeliharanya, tidak akan bisa berhenti, kecuali ada orang yang mau menerima mereka secara sukarela dan serangga-serangga itu bisa menerima pengganti tuannya juga harus melihat apakah orang itu sanggup menggantikan majikannya yang dulu, kalau tidak, semua hanya sia-sia saja!”

“Kalau begitu, kau akan menunggu serangga dan ulat yang kau pelihara berbalik menggigitmu, seperti yang terjadi pada gurumu?”

Pei-pei terdiam, mata Tong Ling berputar:

“Mengapa masih bengong saja? Cepat ke sana, lihat keadaan Wan-toako!”

Dia sendiri pun berjalan ke arah sana, Pei-pei mengikutinya. Dia berjalan dulu di depan tapi baru beberapa langkah dia langsung terpaku.

Wan Fei-yang sudah berubah, semua serat dari laba-laba itu sudah terlepas, dan dia muncul dengan wajah aslinya, karena sudah tidak ada serat laba-laba maka wajahnya menjadi abu dan keriput, setiap saat seperti bisa mengelupas.

Sampai sekarang Pei-pei belum tahu apa yang telah terjadi. Tong Ling pun bukan gadis bodoh, dia berteriak:

“Ini bukan awal...”

“Apakah kita sudah terlambat datang?” tanya Pei-pei. “Wan-toako!” teriaknya

Dia berteriak sambil berlari, tapi Tong Ling tiba-tiba membalikkan tubuh, bersamaan waktu senjata rahasianya sudah dikeluarkan, dia melempar kan ke arah Beng To, setiap butir senjata rahasianya penuh dengan tenaga dalam, lebih kuat dari saat dia melemparkan kepada Sat Kao, suara yang timbul di udara begitu besar hingga siapa pun jadi bergetar.

Walaupun Pei-pei dalam keadaan gugup dan gelisah, dia masih bisa melihat ke belakang dan berteriak:

“Jangan...” teriakannya belum selesai senjata rahasia dilemparkan ke arah benang dari sarang laba-laba yang melilit tubuh Beng To, seharusnya berhasil tapi benang laba- laba itu ternyata sangat liat, senjata rahasia yang begitu tajam tidak mampu menembusnya, malah berbalik mental ke arah Tong Ling kembali.

Kata 'jangan' baru diteriakkan Pei-pei, lalu dia melihat hasil dari senjata rahasia yang dilemparnya, dia tampak terpaku lagi.

Tong Ling memang merasa aneh tapi dia tidak kecewa, sebutir senjata rahasia yang berada di tangannya, segera dilemparnya, senjata rahasia itu sangat sederhana, tapi paling bermanfaat. Karena tidak ada yang dipikirkan dan tenaga dalamnya terkumpul di dalam senjata rahasia ini, sehingga saat dilempar bisa membuat sebongkah batu hancur.

Tubuh Beng To adalah tubuh yang dialiri darah dan terdiri dari daging serta otot, mana mungkin bisa menahan serangan senjata rahasia yang begitu tajam? Tapi dia seperti tidak merasakan dan tidak bergerak sama sekali.

Senjata rahasia sudah sampai, terlebih dulu menyentuh benang laba-laba sepertinya akan tembus, tapi malah berbalik mental dan terjatuh ke bawah.

ooo * ooo BAB 10

Akhirnya Tong Ling jadi merasa terkejut, karena tenaga lemparannya sangat jelas tapi sedikit pun tidak berguna, bagaimana mungkin tidak membuatnya terkejut.

Tiba-tiba Pei-pei teringat sesuatu, dia berlari ke arah Tong Ling sambil berteriak:

“Tong Ling, cepat pergi dari sini... kalau tidak, tidak akan keburu!”

Mata Tong Ling tampak berputar:

“Apa yang kau katakan?”

“Tidak diragukan lagi, mereka berhasil sudah menghisap tenaga dalam Wan-toako, kita terlambat kemari!”

“Kalau kita terlambat, mengapa gurumu bisa mati karena senjata rahasiaku?”

Pei-pei menggelengkan kepala:

“Maksudku adalah, kakakku sudah menyelesaikan tahap terakhir, dia harus menunggu waktu yang tepat untuk memecahkan kepompong...”

“Kalau begitu sebelum dia memecahkan kepompongnya, aku akan membunuh dia terlebih dulu!” sepasang tangan Tong Leng-bolai memegang senjata rahasia dan berjalan ke arah Beng To.

Sambil berlari Pei-pei berteriak:

“Lebih baik kau cepat pergi dari sini, kalau Kokoku sudah memecahkan kepompongnya...”

“Jangan banyak bicara...” dalam bentakannya Tong Ling tetap melemparkan senjata rahasia ke arah Beng To.

Tabir senjata rahasia sudah dilemparkan dari semua penjuru, kalau Beng To masih duduk di sana dan tidak bergerak, dia akan terkena oleh senjata rahasia Tong Ling. Setiap senjata rahasia menyerang tempat-tempat penting, tidak ada satupun yang meleset, dia benar-benar jago senjata rahasia yang tangguh, melihat bentuk tubuh Beng To, dia bisa menghitung dengan tepat tempat-tempat penting itu.

Kata-kata Pei-pei tertelan kembali, dia melihat Beng To, menurut perkiraannya, senjata rahasianya akan terpental kembali dan terjatuh ke bawah, tapi kali ini yang terjadi malah sebaliknya. Semua senjata rahasia itu masuk ke dalam benang laba-laba, tidak ada satu pun yang terpental kembali. Tong Ling yang memiliki penglihatan tajam dam bereaksi cepat, dia segera meloncat:

“Lihat, bukankah aku sudah berhasil!”

Pei-pei terpaku, hal ini terjadi begitu tiba-tiba, membuatnya tidak ada persiapan. Sekarang dia hanya bisa terpaku dan bengong.

Tong Ling membalikkan tubuh:

“Aku pernah berjanji tidak akan melukai mereka, tapi kau sendiri sudah melihatnya, aku sudah berusaha, terpaksa...”

Dia belum selesai berkata, dia melihat sinar ketakutan di mata Pei-pei dan dari bola mata Pei-pei dia bisa melihat Beng To yang tadinya duduk sekarang mulai berdiri pelan- pelan.

Hal ini tidak mungkin terjadi, Tong Ling dengan perlahan menoleh ke belakang, Beng To memang sudah berdiri.

Senjata rahasianya masih menancap di benang laba-laba, di bawah sorotan lampu tampak terus bercahaya. Apakah senjata itu hanya menancap di benang laba-laba dan tidak membuat benang laba-laba itu hancur?

Belum lagi habisa berpikirannya, benang laba-laba yang menempel di tubuh Beng To berubah lagi, tadinya bercahaya perak, bersih, dan tembus pandang, pelan-pelan berubah menjadi abu, kemudian mengelupas. Senjata yang menancap di benang laba-laba yang menempel di tubuh Beng To semua terjatuh ke bawah.

Tubuh Beng To tampak bersih, tidak terlihat ada bekas luka, berarti senjata rahasia itu memang hanya menancap di atas benang laba-laba, tidak ada ekspresi kesakitan, terlihat dari sudut mulutnya seringai, dan senyum senang, masih mengandung cemoohan.

Lama... Tong Ling baru tersadar dan merasa terkejut. Senjata rahasianya disiapkan di tangannya dan akan dilemparkan lagi.

Pei-pei yang berada di pinggir masih tampak terkejut dan tidak bersuara sedikit pun.

Pelan-pelan Beng To membuka matanya, saat itu di ruang rahasia seperti lebih terang dari sebelumnya, untuk pertama kalinya Tong Ling melihat sorot mata yang tampak begitu bercahaya, tanpa sengaja dia pun mundur selangkah.

Pei-pei seperti tersadar oleh sorot mata itu, dia berteriak:

“Tong Ling... cepat pergi...”

“Diam...” sampai sekarang terlihat dia masih keras kepala.

Beng To tidak melihat ke arah mereka, dia memutar tubuhnya, dia melihat tulang belulang Sat Kao, kemudian dia merangkapkan kedua tanganya dan melakukan Pai.

“Terima kasih, Suhu, karena telah membantu muridmu mencapai tujuan, seumur hidup murid akan terus merasa berterima kasih!”

Dia pun melakukan Pai lagi lalu bersujud di tanah sebanyak 3 kali, sekarang Tong Ling baru melepaskan senjata rahasianya berturut-turut, senjata rahasia datang seperti hujan, seperti ada jala besar yang berkilauan, menutupi Beng To.

Beng To seperti tidak merasakan serangannya, dia berdiri, benang laba-laba yang terlepas dari tubuhnya, tiba- tiba melayang dan menganyam kembali, membuatnya berada di dalam jala dan dengan tepat bisa menahan serangan senjata rahasia yang dilepaskan Tong Ling.

Semua senjata rahasia yang dilemparkan tersangkut oleh benang laba-laba, seperti ditelan oleh sarang laba-laba itu tanpa bersuara.

Tong Ling melemparkan lagi senjata rahasianya, bersamaan waktu Beng To tampak berputar, sarang laba- laba mengikuti putarannya, terlihat seperti secarik jala terus melayang dan berputar, menyambut senjata rahasia Tong Ling.

“Kalau kau tidak pergi sekarang, tidak akan keburu lagi!” Tidak menunggu Tong Ling menjawab, sambil berlari Pei-

pei berteriak lagi:

“Kau bukan lawannya, tinggal terus di sini pun tidak akan ada gunanya, cepat tinggalkan tempat ini. Dan beritahu yang lain...”

Sebenarnya Tong Ling sudah tidak berani melemparkan senjata rahasianya lagi setelah mendengar teriakan Pei-pei, dia berpikir semua masuk akal, maka dia pun bersalto, berlari ke depan pintu.

Beng To tertawa, dia membawa sarang laba-laba itu dan terbang di udara, dia ingin menggulung Tong Ling yang masih berada di tengah udara, sarang laba-laba begitu kuat, tidak ada satu pun benang yang putus, benangnya seperti secarik kain sutera begitu lembut dan halus. Terlihat Tong Ling akan tergulung, tiba-tiba Pei-pei meloncat tinggi menyambut sarang laba-laba itu, dalam teriakannya dia pun tergulung oleh sarang laba-laba itu.

Tong Ling menoleh, dia mengerti maksud Pei-pei, tujuannya adalah agar dia mengambil kesempatan kabur dari tempat ini. Maka dia segera menarik pintu rahasia.

Waktu itu terdengar suara kencang di udara, banyak senjata tajam dilemparkan ke atas pintu rahasia. Semua senjata itu ternyata senjata yang terjatuh yang tadi dilemparkan oleh Tong Ling kepada Beng To.

Reaksi Beng To sangat cepat, melihat Pei-pei meloncat ke atas, dia tahu apa maksud Pei-pei, maka dia segera menggulung kembali tubuhnya, dia mengambil senjata rahasia yang terjatuh ke bawah dan melemparkan ke arah pintu rahasia, terlihat dia seperti tidak menggunakan tenaga besar tapi suara senjata yang terbang terdengar lebih besar dari pada yang dilemparkan Tong Ling.

Tong Ling melihat dari sudut matanya, terlihat senjata rahasia itu seperti bola api, terus terbang ke arahnya, kemudian menghantam ke arah pintu.

Karena tertumbuk senjata rahasia yang ber-bentuk bola api pintu rahasia segera menutup kembali.

Yang pasti lemparan senjata rahasia dari Beng To tidak sehebat Tong Ling, tapi karena tenaga dalamnya sangat kuat. Maka senjata rahasianya sudah seperti sebuah bola besi, menghantam ke atas pintu, semua tidak sanggup ditahan oleh Tong Ling.

Pintu rahasia itu cukup kuat karena itu tidak sampai hancur. Kalau tidak, dia bisa keluar melalui lubang dan kabur dari sana, tapi sekarang ini dia terkurung lagi di dalam ruang rahasia. Tentu saja dia terkejut, tubuhnya ikut meluncur menabrak pintu ruang rahasia.

Meski tidak sampai terluka, dia sudah tahu sampai di mana dan seperti apa kekuatan tenaga dalam Beng To sekarang, melihat senjata rahasianya yang terpaku di atas pintu dia tampak terkejut.

Karena senjata rahasia itu sudah berubah bentuk. Mereka saling menempel dan berubah menjadi bola dari logam, separuh menancap di pintu, separuhnya lagi di atas pintu terlihat bersinar dan tidak satu pun yang terjatuh.

Tapi ada untung juga, senjata rahasia itu tidak terjatuh maka Tong Ling tidak sampai terluka karena senjata itu.

Setelah agak tenang, dia berusaha membuka pintu itu, kali ini pintu tidak bergeser sedikit pun, bukan karena telah terhantam senjata rahasia ber-bentuk bola melainkan sebelah tangan Beng To menahan pintu itu.

Tong Ling memang melihat kedatangan Beng To tapi dia datang begitu cepat, benar-benar di luar dugaannya. Reaksinya bukan reaksi lamban, sebuah senjata rahasia masih berada di tangannya, diayunkan senjata itu memotong leher Beng To.

Beng To tertawa, dia melayangkan tangannya mengambil senjata rahasia itu dan mengayunkannya. Tong Ling segera ikut bersalto dan terjatuh di tempat tadi di mana Beng To duduk bersemedi.

Pei-pei sudah berhasil keluar dari lilitan sarang laba-laba, dia segera menghadang di depan Tong Ling dan berteriak:

“Kau tidak boleh melukainya...” Beng To melihat Pei-pei:

“Adikku yang baik, kalau aku mau melukainya, dia tidak akan hidup sampai sekarang?” Pei-pei tampak berpikir, benar juga dia segera berkata: “Kalau begitu minggirlah, biarkan dia pergi dari sini!” “Jika begitu, bukankah akan membuat semua kalangan

persilatan tahu apa yang terjadi, dan mereka akan bergabung untuk melawanku?”

“Asal kau tidak pergi ke Tionggoan, mereka tidak akan mau jauh-jauh datang mencari ke daerah Biauw...”

“Kalau mereka tahu aku sudah membunuh banyak orang, mereka pasti akan datang kemari mencariku!” kemudian dia tertawa dan melanjutkan, “walaupun mereka tidak mencariku, aku yang akan mencari mereka, lebih baik aku yang ke sana mencari mereka agar mereka tidak ada persiapan sedikit pun, dengan cara itu baru bisa menang!”

“Apakah benar kau ingin berbuat ulah di kalangan persilatan Tionggoan?” tanya Pei-pei.

“Pesan terakhir Suhu seperti itu mana mungkin aku sebagai murid tidak melakukannya, kalau tidak melaksanakannya mungkin Suhu tidak bisa tenang di alam sana?”

“Aku yakin tidak ada kebaikan apa pun yang bisa diperoleh!”

“Kalau kau tahu ada kebaikannya, kau tidak akan bergabung dengan orang luar untuk melawanku,” Beng To menggelengkan kepala, “tapi kau adalah adikku. Aku tidak bisa menekanmu...”

“Tong Ling adalah teman baikku...”

“Walau bagaimanapun tidak seakrab kau dan Wan Fei- yang!”

Pei-pei terpaku, dia menatap Wan Fei-yang, waktu itu juga Tong Ling berteriak:

“Kau tidak perlu memohon-mohon kepadanya!” Mata Pei-pei tampak berputar, tepat beradu pandang dengan Tong Ling, Tong Ling melambaikan tangannya:

“Jangan mengurusi masalahku!”

“Dia tidak bisa ikut campur!” Beng To melangkah ke arah Tong Ling sambil tertawa.

Pei-pei menghalanginya, dia berteriak:

“Biarkan dia pergi dari sini...”

Langkah Beng To masih belum berhenti, dia mendekati Pei-pei:

“Mengapa kau tidak melihat Wan-toako mu saja!” “Bagaimana keadaannya?”

“Tenaga dan ilmu lweekangnya sudah berpindah ke dalam tubuhku, dia sudah berubah menjadi orang cacat!”

Memang semua itu berada dalam perkiraan Pei-pei, tapi setelah mendengar jawaban Beng To dia tetap terlihat terkejut.

Beng To berkata lagi:

“Tapi kau bisa tenang, dia tidak mengalami bahaya yang pasti dia membutuhkan orang untuk mengurusinya, jadi kalian berdua selamanya bisa daerah Biauw dan tidak perlu khawatir dia akan meninggalkanmu!”

Pei-pei tidak bisa menjawab apa pun, dia hanya merasa terkejut melihat Beng To, Tong Ling yang di sisinya masih terus tertawa dingin:

“Lihatlah, karena kau, Wan Fei-yang yang kuat berubah menjadi seperti apa!”

Pei-pei berbalik melihat Wan Fei-yang, wajah nya terlihat pucat, Pei-pei benar-benar sedih.

Waktu itu Wan Fei-yang tiba-tiba menarik nafas, dia membuka kedua matanya melihat ke arah mereka, matanya tidak bercahaya, tapi sekarang tatapannya sudah tidak kosong dan mulai terlihat ada perasaan, terlihat ada kesedihan, tapi tidak ada pilihan lain.

Beng To menoleh, dia tertawa:

“Suhu sudah meninggal, induk serangga yang berada di dalam tubuhnya pasti akan kehilangan kendali, dia tidak akan tinggal di tempat yang dulu, dia akan menjadi benda tidak bertuan, kalau kau tahu bagaimana cara menguasai induk serangga yang ada di dalam tubuh Wan Fei-yang, kau akan tetap membuat Wan Fei-yang hidup dengan senang dan tidak akan jauh-jauh meninggalkanmu!”

Pei-pei menggelengkan kepala:

“Aku tidak akan melakukan hal seperti itu!”

“Apa yang kau sukai terserah padamu, tapi kau harus berhati-hati, induk serangga yang ada di dalam tubuhnya kalau tidak diatur dengan baik akan mendatangkan bencana!”

Pei-pei berkata sendiri:

“Suhu pernah memberitahu banyak rahasia induk serangga itu tapi juga menutupi banyak hal tentang ini!”

“Jangan salahkan Suhu, kalau memberi tahu banyak mengenai induk serangga itu, bagaimana dengan keselamatannya?” Beng To tertawa.

“Dan dia juga melihat kita tidak berbakat dalam ilmu guna-guna, dan tidak sanggup memelihara induk serangga, banyak bicara pun percuma saja!”

Pei-pei menundukkan kepala:

“Seharusnya aku mengetahui banyak hal, ternyata tidak sederhana seperti yang kuperkirakan selama ini, tapi kata- kata Suhu seperti itu...”

“Jangan salahkan Suhu, dia melakukan itu karena aku. Walaupun kita kakak beradik muridnya, tapi kita juga harus mempunyai pilihan, terkadang dengan terpaksa harus mengorbankan orang lain!”

Pei-pei menarik nafas:

“Kau adalah Kokoku, kalau harus memilih, walaupun kemampuanku berada di atasmu, aku tetap akan memberi kesempatan kepadamu!”

“Adik yang baik, kata-katamu tadi membuat kakakmu tidak bisa bersikap galak kepadamu!” Beng To tertawa.

Pei-pei berteriak dengan senang:

“Kalau begitu, kau setuju untuk membiarkan Tong Ling pergi dari sini?”

Pei-pei benar-benar jujur dalam memohon, yang pasti Tong Ling mendengarnya, maka walau pun dia sangat keras kepala, waktu itu dia tidak sanggup berkata apa-apa.

Beng To kembali melihat Tong Ling, dia menggelengkan kepala:

“Tadi aku sudah menjelaskan, aku tidak akan membiarkan dia meninggalkan tempat ini!” dia mulai melangkah lagi.

“Koko...” Pei-pei terburu-buru menghadang kakaknya. “Seharusnya kau pergi ke sana untuk melihat keadaan

Wan Fei-yang, dia sudah berubah seperti apa!”

“Dia...” kedua tangan Beng To sudah menekan pundak Pei-pei terlihat dia tidak menggunakan tenaga yang berarti, tapi tubuh Pei-pei seperti terlempar, dia tidak terlempar ke mana-mana dia jatuh tepat di samping Wan Fei-yang.

Wan Fei-yang menatapnya, kesadarannya sudah kembali seperti semula, dia segera tahu apa yang telah terjadi, dia merasa sedih atas kemalangannya, tapi dia lebih mengkhawatirkan keselamatan Tong Ling. Karena dia melihat Beng To tidak berniat baik. Dia melihat Pei-pei, dengan terengah-engah dia berkata dengan cepat:

“Bujuk kakakmu...”

Kata-katanya singkat, Wan Fei-yang membutuhkan waktu 3 kali lipat lebih banyak dari orang biasa baru bisa selesai bicara dan tubuhnya terasa lemas dan suaranya makin mengecil, Pei-pei harus menempelkan telinganya agar bisa mendengar dengan jelas. Sewaktu Pei-pei akan menjawab, Wan Fei-yang tampak seperti kesakitan dan terguling ke bawah.

“Wan-toako...” teriak Pei-pei sambil mencengkeram pundak Wan Fei-yang.

Wan Fei-yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu, wajahnya terlihat lebih muram lagi, keringat besar-besar keluar dari dahinya.

“Seharusnya dia tidak berbicara dulu, induk serangga itu sudah tidak memiliki tuan, suara kecil akan membuat serangga itu bergetar, kalau dia mati di dalam tubuhmu racunnya akan keluar, waktu itu nyawamu tidak akan tertolong lagi!”

Air mata Pei-pei terus mengalir, Beng To tidak meneruskan kata-katanya, tangannya terayun, 3 buah senjata rahasia disambutnya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar