Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Jilid 03

Jilid 03

Wan Fei-yang mengangguk, Kouw-bok berkata lagi: “Bermacam-macam cara bisa dilakukan akhir nya bisa

mendapat hasil yang sama, dua cara ini adalah cara lurus dan bisa berhasil, pantas untuk diberi selamat!”

“Apakah ada cara lain?”Wan Fei-yang bertanya kepada Kouw-bok dengan penuh rasa curiga.

“Setahuku paling sedikit masih ada satu cara lagi, tapi semua cara itu sulit untuk berhasil.” Dia balik bertanya, “apakah kalian hanya tahu dua cara ini?”

Wan Fei-yang mengangguk, tiba-tiba Kouw-bok berkata sambil tertawa sendiri:

“Kedua cara ini terlihat seperti cara lurus, gurumu benar- benar bersusah payah!”

Tiba-tiba dia seperti tersadar dan bertanya:

“Setelah berhasil menguasai Thian-can-sin-kang, apakah ada hal-hal aneh yang muncul?”

“Pada bagian mana?” tanya Wan Fei-yang.

“Apakah ada orang yang memaksa ingin tahu mengenai Thian-can sin-kang?” “Apakah Thian-can-sin-kang aslinya bukan milik Bu- tong?”

Kouw-bok tertawa, tawanya mengandung nada misterius dan sedih:

“Kalau Thian-can-sin-kang milik Bu-tong, aku tidak akan bersembunyi di sini.”

Wan Fei-yang melihat Kouw-bok, dia tahu apa yang Kouw-bok katakan adalah kenyataan, sewaktu dia ingin bertanya lagi, Kouw-bok sudah menyela:

“Apakah ada masalah yang muncul dan ada hubungannya dengan Thian-can-sin-kang?”

“Sebenarnya itu adalah masalah pribadi, tapi karena Tecu murid Bu-tong dan Thian-can-sin-kang adalah milik Bu- tong..

“Katakan lebih jelas!” Kouw-bok menyela lagi.

Wan Fei-yang menceritakan semua kejadian nya dengan teliti dan detail, Kouw-bok juga mendengar dengan hati-hati dan seksama. Tawa di sudut mulutnya semakin terlihat kecut.

Setelah selesai bercerita, dia menarik nafas panjang: “Inilah kehendak Langit..

Wan Fei-yang masih menunggu kata-kata berikutnya, tapi dia masih terus terdiam. Lama... baru menarik nafas lagi:

“Rahasia dunia tidak bisa ditutupi selamanya!” “Rahasia apa?” “Rahasia Thian-can-sin-kang! Rahasia ini sudah lama tertutup akhirnya tetap harus dibongkar, sekarang kau terpaksa harus mencari tahu sendiri, kalau tidak, kau tidak akan bisa memberikan penjelasan yang pantas kepada mereka. Tapi yang pasti ada cara lain, kalau kau mau lepas tangan pada persoalan ini kau harus mencari tempat seperti ini untuk bersembunyi.”

“Tapi Tecu adalah murid Bu-tong, aku sudah berhutang banyak pada Bu-tong...”

“Tidak perlu berkata seperti itu, aku telah melihat sendiri kau orang seperti apa,” Kouw-bok melayangkan tangan, dia menarik nafas lagi.

“Rencana Langit terus bergulir, kalau Thian-can-sin-kang memang bisa membuat Bu-tong-pai berjaya di dunia persilatan, Thian-can-sin-kang akan tenggelam dari dunia persilatan, aku rasa itu sangat wajar!”

“Kalau Thian-can-sin-kang milik perguruan lain, mengapa...”

“Sekarang bukan hanya sudah muncul, dari ceritamu tadi keinginan lawan sangat besar. Kalau kau tidak mencari tahu, aku percaya lawan akan berhasil melakukan kejahatannya di dunia persilatan, waktu itu apa yang menimpa dirimu akan jadi jelas dan ilmu lweekang yang dicuri Bu-tong-pai dari aliran lain, juga akan terbongkar!” Kouw-bok menggelengkan kepala dan tertawa kecut. “Dulu aku kabur dan bersembunyi di sini karena aku tidak ingin menghadapi masalah ini, aku lari dari kenyataan, tidak disangka sampai sekarang tetap saja harus…”

“Tecu yang salah...” Wan Fei-yang dengan jujur dan takut-takut berkata.

“Ini adalah kehendak Langit, kita tidak bisa menghindarinya, aku adalah murid Bu-tong, yang pasti aku akan memberikan apa yang terbaik untuk Bu-tong!”

“Sekarang apa yang harus Tecu lakukan?” dengan hormat Wan Fei-yang pun bertanya.

“Kau harus tahu duduk permasalahannya maka kau akan tahu bagaimana cara menghadapinya, apakah bisa diselesaikan atau tidak, tergantung jodohmu dengan Bu- tong-pai!”

“Tecu mengerti!” Wan Fei-yang mulai tahu bahwa Bu- tong-pai telah melakukan kesalahan.

Lama... Kouw-bok mulai bercerita lagi:

“Asal Thian-can-sin-kang sebenarnya adalah ilmu lweekang dari Mo-kauw ditambah dengan ilmu dukun dari suku Biauw!”

Wan Fei-yang terpaku, Kouw-bok seperti bicara sendiri: “Apa yang telah terjadi sepertinya guruku baru mengerti,

aliran gaib ini masuk ke Tionggoan, ketika dunia persilatan Tionggoan sedang lesu, kacau, dan lemah, banyak pesilat- pesilat melarikan diri ke tempat terpencil. Salah satunya ada yang lari ke perbatasan suku Biauw, di sana orang itu menemukan rahasia ilmu gaib dan dia menggabungkan ilmu gaib itu dengan ilmu lweekang Mo-kauw, menjadikannya sebuah ilmu lweekang yang aneh, tapi waktu itu dia sudah terlalu tua dan umurnya sudah di ujung tanduk, terpaksa dia mengukir ilmu itu di sebuah dinding batu dengan bahasa India. Orang-orang suku Biauw melihat ilmu lweekang ini sangat tinggi mereka jadi menganggap dirinya dewa, tapi karena keterbatasan bakatnya, dia hanya menguasai ilmu ini saja. Saat dia mengukir ilmunya, dia sedang dalam kecewa berat, dia berharap kelak akan ada orang menemukan rahasia ini dan bisa mengembangkan ilmu ini”

“Waktu itu orang-orang Biauw belum bisa menerima kebudayaan Tionggoan, apa lagi bahasa India! Maksudnya adalah..” kata Wan Fei-yang.

“Pengetahuan orang itu akan kebudayaan Tionggoan pun terbatas, ilmu lweekangnya begitu hebat, kalau dia tidak mengukir menggunakan bahasa yang paling dia kuasai, mana mungkin bisa mengungkapkannya? Maka setelah dia mati selama beberapa tahun, suku Biauw masih tidak tahu apa arti tulisan yang terukir di dinding. Sampai guru-ku...”

“Apakah dia orang Biauw?”

“Mana mungkin!” Kouw-bok tertawa, “kau harus tahu dalam memilih murid, Bu-tong-pai sangat ketat!”

Tentu saja Wan Fei-yang pun tahu hal ini, kalau tidak ketat, dulu dia tidak perlu belajar secara bersembunyi di malam yang larut.

Kouw-bok berkata lagi: “Kebetulan Suhu menolong seorang ketua dari suku Biauw, maka di suku Biauw, Suhu dianggap sebagai tamu terhormat, suatu kali tidak sengaja dia menemukan dinding batu itu, walaupun dia seorang tosu dan ketua Bu-tong-pai yang terhormat, tapi dia tetap seorang manusia. Dia juga seorang pesilat, hati seorang pesilat jika menemukan sebuah ilmu silat hebat, dia pasti tidak akan bisa menguasai diri lagi.”

“Apakah diam-diam Sucouw belajar ilmu itu?” tanya Wan Fei-yang.

“Awalnya dia diam-diam belajar ilmu silat ini, belakangan dia mengetahui bahwa orang-orang Biauw tidak tahu pentingnya huruf yang terukir di dinding, berarti tidak ada seorang pun yang mengenal bahasa India. Dia baru merasa tenang, tapi demi menghindari orang-orang Biauw menaruh curiga kepadanya, diam-diam dia menuliskan kembali apa yang ada di dinding itu kemudian mencari alasan meninggalkan perbatasan Biauw.”

“Tidak bertanya dulu langsung mengambil ilmu itu, apa bedanya dengan perampok? Seumur hidup Suhu bersifat jujur, setia, dan lurus, hanya karena masalah ini ”

Dia tidak meneruskan kata-katanya tapi Wan Fei-yang mengerti pikiran Kouw-bok, dia bertanya:

“Susiok-kong menganggap apa yang dilakukannya benar?”

“Seharusnya dia memberitahu suku Biauw, paling sedikit kepada ketua sukunya tapi dipikir-pikir, lebih baik dia tidak memberitahukannya, kalau tidak, di antara orang-orang Biauw akan ada yang menguasai ilmu itu...” tiba-tiba dia menarik nafas dan merundukkan kepalanya.

“Sebenarnya ini pola berpikir yang sangat egois!”

Wan Fei-yang melihat Kouw-bok. Akhirnya dia melihat walaupun sudah lama dan tinggal bersembunyi di tempat begini sepi dan terpencil tapi hati Kouw-bok masih belum bisa merasa tenang, tetap terlihat begitu bergejolak!

Kouw-bok pelan-pelan berkata sendiri:

“Suhu setiap hari hidupnya tidak tenang karena merasa telah mencuri barang milik orang lain. Suatu hari, karena mabuk dia membocorkan rahasia ini dan diketahui olehku, karena itu aku benar-benar merasa kecewa atas perilaku Suhu, aku juga menasihatinya dan membuang diriku sendiri ke mari selama beberapa puluh tahun!”

“Ternyata seperti itu!” Wan Fei-yang kelepasan bicara. “Aku lahir dari keluarga miskin, aku sudah kenyang

merasakan kehidupan dingin dan hangat, Suhu adalah dewa dalam hatiku, coba kau bayangkan setelah mendengar rahasia ini apakah aku tidak merasa kecewa dan kehilangan jati diri!”

Wan Fei-yang mengangguk tanpa suara. Kouw-bok berkata lagi:

“Kita kesampingkan mengenai permasalahan pencurian, terhadap ilmu lweekang itu, Suhu sudah mencurahkan banyak jerih payahnya, cara berlatih ilmu ini adalah dengan cara sesat dan gaib, setelah diubah oleh Suhu, ilmu ini hampir mendekati ilmu ortodok, paling sedikit aliran Mo- kauw dan gaibnya, jadi tidak terlihat ada cara gaib dan dukun di perbatasan Biauw, juga tidak ditemukan di dalamnya ada ilmu gaib.”

Wan Fei-yang mengangguk:

“Sebenarnya sampai sekarang pun tidak ada yang tahu!” “Tapi tetap merupakan ilmu hasil curian!” kata Kouw-

bok.

“Rahasia ini...”

“Yang tahu hanya Suhu dan aku, hari kedua setelah Suhu mabuk, dia segera tersadar, aku menuntut penjelasan kepadanya, Suhu baru tahu saat dia mabuk rahasianya telah bocor, tapi dengan begitu dia malah mendapatkan orang yang bisa membuatnya melampiaskan kerisauan hatinya. Paling sedikit dia mempunyai 10 alasan untuk menjelaskan mengapa dia mencurinya. Singkat kata, dia tidak rela melepaskan ilmu lweekang ini, aku percaya Suhu pun tidak akan menggunakan ilmu ini secara sembarangan, dia juga akan berhati-hati dalam memilih orang untuk diwariskan ilmu lweekang ini, tapi aku selalu menganggap Suhu tetap harus memberikan penjelasan.”

“Bagaimana dengan murid-murid Bu-tong?”

“Masih ada tetua Biauw yang tinggal di perbatasan Biauw, tentang teman dunia persilatan,” Kouw-bok menggelengkan kepala, “sebenarnya aku sedikit keras kepala juga terlalu emosi, aku harus memikirkan akibat dari rahasia ini jika sampai bocor. Bukan hanya nama Suhu dan perguruan Bu-tong yang tercemar, juga akan mengakibatkan terjadinya musibah besar. Selama beberapa tahun ini aku berpikir sangat banyak, ilmu gaib dan ilmu Mo-kauw bukan ilmu lurus, tapi kalau bisa dibawa ke jalan lurus dan digunakan dengan benar, mengapa kita tidak melakukannya?”

“Maksud Tecu juga seperti itu,” kata Wan Fei-yang. “Mungkin Mo-kauw tidak berniat baik, ilmu lweekang

dari Mo-kauw dan ilmu gaib adalah ilmu miring, jika dicampur menjadi satu akan menjadi sangat jahat. Kalau diketahui oleh orang sesat dan mereka ikut berlatih, akibatnya sulit dibayangkan! Kouw-bok tertawa kecut.

“Kadang-kadang aku berpikir seharusnya Suhu menghancurkan dinding batu berukir ilmu lweekang itu!”

Wan Fei-yang mengangguk, tapi Kouw-bok tertawa kecut:

“Tapi kalau Suhu bisa melakukan hal seperti itu, dia tidak akan belajar secara diam-diam ilmu lweekang itu, dan tidak akan merasa itu menjadi sesuatu yang menjadi pikiran di dalam hatinya!”

Wan Fei-yang menyela:

“Ilmu lweekang Mo-kauw itu dengan cara apa dipelajarinya?”

“Katanya Suhu harus mengumpulkan 5 jenis serangga yang paling beracun, kemudian membiarkan mereka saling membunuh, yang tersisa dan hidup dan yang paling beracun disimpan untuk melatih ilmu itu, sebenarnya seperti apa aku tidak tahu jelas!”

“Sepertinya ada yang berhasil berlatih ilmu ini di perbatasan Biauw!”

“Kalau berhasil dia tidak akan bersembunyi, dia membunuh pesilat-pesilat tangguh dan menculik ketua Tong-bun, mungkin semua itu untuk melatih ilmu sesat ini!”

“Dia sanggup membunuh pesilat-pesilat tang guh, berarti dia sudah menguasai ilmu silatnya

lumayan tinggi...” kata Wan Fei-yang.

“Kalau dia masih belum merasa puas, berarti dia adalah orang yang sangat berambisi, kalau dia tidak muncul, mungkin kita bisa tenang kalau tidak, akan menjadi sebuah musibah besar!

“Dibandingkan rahasia Thian-can-sin-kang, nama baik Bu-tong lebih penting!” kata Wan Fei-yang, “ada kemungkinan dia mempunyai tujuan lain, mungkin untuk mengetahui rahasia Thian-can-sin-kang.”

“Ini satu-satunya yang bisa kita jelaskan!”

“Mungkin dia tidak tahu bahwa Susiok-kong mengetahui rahasia ini!”

“Seperti apa cara melatih Thian-can-sin-kang?”

“Pada bagian akhir biasanya dituturkan dari mulut ketua dan tidak tercatat di dalam buku!”

“Ini adalah cara yang baik!”

“Tapi Sucouw diserang diam-diam oleh musuh sebelum beliau sempat menjelaskan, beliau sudah menghembuskan nafas terakhirnya, maka Thian-can-sin-kang bisa dikatakan sudah tidak ada pewarisnya lagi!”

“Pantas Yan Cong-thian datang kemari dan meminta aku mengajarkan rumus Thian-can-sin-kang kepadanya! Seharusnya aku memberikan kesempatan kepadanya dan menjelaskan, tapi waktu itu, begitu mendengar kata-kata Thian-can-sin-kang aku jadi marah, tanpa basa-basi aku mengusirnya!”

“Karena rumus terakhir sudah hilang, maka setelah Sucouw tidak ada yang menguasai Thian-can-sin-kang, Yan- supek menabrak kesana kemari akhirnya berjodoh dan memiliki kesempatan, dia berhasil menguasainya.”

“Mungkin ini kehendak Langit, dia tahu musibah akan datang, dan mengutuk Bu-tong-pai bertangung jawab untuk menolong!”

“Kehendak Langit sulit diduga!” kata Wan Fei-yang. “Betul, aku begitu kukuh bukan untuk hari ini saja,”

Kouw-bok menarik nafas panjang.

“Kalau bukan karena bertemu secara tidak sengaja dengan Susiok-kong, Tecu tidak akan tahu banyak tentang hal ini dan sulit mengambil keputusan!”

“Apakah kau akan berangkat ke perbatasan suku Biauw?”

“Sebelum lawan muncul, inilah satu-satunya cara, bagaimana pendapat Susiok-kong...”

“Hanya ada jalan ini! Bagaimana keadaan Bu-tong-pai sekarang ini?” “Butuh waktu panjang untuk memulihkan keadaan Bu- tong-pai!”

“Pohon besar mengundang angin besar, punya nama besar di dunia persilatan menarik banyak perhatian sehingga menimbulkan keruwetan, ini bukan hal yang baik!” kata Kouw-bok.

“Salah satu alasannya adalah Thian-can-sin-kang!”

“Inilah kenyataan sebenarnya, kalau bukan karena Thian- can-sin-kang, Bu-tong-pai dan Bu-ti-bun tidak akan bermusuhan. Siau-yau-kok dan Bu-tong-pai juga tidak akan terjadi permusuhan. Tapi mengapa Bu-tong-pai bisa menjadi perguruan pertama yang diserang oleh Mo-kauw?” tanya Wan Fei-yang.

“Itu benar-benar kehendak Langit!”

“Tecu berharap masalah kali ini langsung ditujukan kepadaku dan tidak ada hubungannya dengan Bu-tong!” kata Wan Fei-yang.

“Yang mati dan yang menghilang adalah orang-orang dari perkumpulan lurus, kalau tidak, kau sulit untuk menjelaskannya, mungkin Bu-tong-pai akan menghadapi masalah lagi!”

“Dari sini kita bisa menduga, musuh adalah orang dari Mo-kauw, tapi Tecu curiga dia sudah tahu rahasia Thian-can- sin-kang!” kata Wan Fei-yang.

“Kau curiga kalau dia akan memancingmu datang ke perbatasan suku Biauw?” “Mungkin hanya ingin membuat Tecu meninggalkan Bu- tong-san!” jawab Wan Fei-yang.

“Tapi kau harus pergi ke perbatasan Biauw! Apakah di Bu-tong-pai tidak ada yang bisa diandalkan?”

“Masih ada satu orang lagi!” Wan Fei-yang segera berlutut di depan Kouw-bok.

“Apakah tulang lapuk ini masih bisa digunakan?” tanya Kouw-bok sambil tertawa.

“Tecu tidak akan salah lihat, ilmu lweekang Susiok-kong sudah berada di puncaknya!”

“Ilmu lweekang perguruan sendiri tidak sulit untuk dikuasai, kalau tidak menguasai dengan benar, hidup ini percuma saja!”

Wan Fei-yang tahu kekerasan kepalanya, dia tetap tidak mengakui Thian-can-sin-kang adalah ilmu lweekang Bu-tong- pai, tapi dia pun tahu kalau ini bukan hal jelek, maka dia hanya berkata:

“Murid-murid Bu-tong butuh petunjuk dari Susiok-kong!” Kouw-bok melihat rumah kecilnya:

“Aku juga murid Bu-tong, juga pernah menerima kebaikan Bu-tong. Tadinya aku tidak tahu keadaan Bu-tong, sekarang aku sudah jelas, mana mungkin aku akan berpangku tangan hanya melihat saja?”

Wan Fei-yang berlutut lagi, Kouw-bok segera memapahnya berdiri:

“Aku paling tidak suka dengan aturan ini!” Wan Fei-yang bisa menangkap sinyal dari Kouw-bok. Dia berdiri, Kouw-bok melihat rumah batu kecilnya. Kemudian dia bersiul, seperti seekor burung terbang keluar dan turun di atas rumah kecil itu.

Rumah kecil itu segera roboh. Kouw-bok lalu terbang kembali ke depan Wan Fei-yang.

“Susiok-kong...” Wan Fei-yang merasa aneh.

“Apakah kau menyangka kalau aku akan kembali lagi ke mari?”

Wan Fei-yang ingin mengatakan sesuatu tapi Kouw-bok sudah menggelengkan kepala:

“Begitu masuk dunia persilatan, kita sudah tidak bisa menguasai diri kita lagi!”

“Tecu...” Wan Fci-yang terkejut. Kata-kata berikutnya belum terucap, Kouw-bok sudah memotong:

“Manusia harus menghadapi kenyataan, aku sudah terlalu lama lari dari kenyataan, apa lagi sekarang aku sudah tua, tidak ada hal yang membuatku merasa menyesal!”

Dia mengambil ikan panggang lalu mengigit-nya dan dia pun tertawa:

“Di dunia ini tidak ada ikan bakar seenak disini!” Wan Fei-yang mengambil ikan bakar lainnya: “Hanya mencium aromanya saja tecu sudah tahu!” “Tidak penting juga,” Kouw-bok berkata sendiri.

Katanya kalau orang tua perasaannya makin bertambah, barang yang membuatnya rindu juga makin banyak! Sepanjang jalan Kouw-bok terus menghela nafas, dia turun ke dasar jurang sudah puluhan tahun, maka menghadapi permasalahan pun pasti sudah tidak sama.

Setelah terjadi kebakaran besar-besaran Sam-goan-kong sekarang sudah dibangun kembali, yang pasti tidak bisa kembali ke wajah semula. Murid-murid Bu-tong-pai yang ditemuinya semua terasa asing.

Sorot mata murid-murid Bu-tong-pai saat melihat Kouw- bok terlihat asing dan heran, hanya sorot Pek-ciok Tojin yang berbeda.

Pek-ciok Tojin terkejut sekaligus senang, dia benar-benar tidak menyangka Kouw-bok masih hidup dan terlihat sehat, juga bisa datang karena diundang Wan Fei-yang.

“Menjadi ketua perguruan harus mempunyai ilmu silat yang bagus!” ini kata-kata Kouw-bok kepada Pek-ciok Tojin. Dia sudah melihat ilmu silat Pek-ciok Tojin tidak begitu bagus.

Murid-murid Bu-tong yang lain malah lebih bagus dari Pek-ciok Tojin, tapi tidak berbeda jauh, hanya Wan Fei-yang yang bisa dikatakan bagus.

Dia mulai mengerti ucapan Wan Fei-yang dan merasa lega, tidak salah mengambil keputusan ikut dengan Wan Fei- yang.

Hal pertama yang dia lakukan adalah mengatur kembali latihan-latihan murid-murid Bu-tong, setelah puluhan tahun memperdalam ilmu silat Bu-tong, murid Bu-tong mana yang bisa dibandingkan dengannya. Maka dengan tenang Wan Fei-yang pergi ke perbatasan Biauw.

Masuk gunung masuk kepegunungan. keluar hutan, masuk kota

Setelah hari ke-3, sekarang Wan Fei-yang berada di sebuah jembatan yang terbuat dari tali besi yang menghubungkan 2 jurang.

Jurang terjal seperti ditepis, di dasar jurang ada air yang mengalir dengan deras, begitu menginjak jembatan tali itu terasa getarannya.

Wan Fei-yang mempunyai perasaan lain, setiap kali berada dalam bahaya perasaan seperti ini akan muncul.

Kali ini perasaan yang memperingatkannya datang terlambat, sesudah berada di dalam tengah-tengah jembatan tali besi itu. Di depan dan belakangnya, jarak dengan jurang terjal satunya lagi adalah 14 tombak lagi.

Dia berhenti melangkah, melihat ke depan dan belakang, seseorang sudah muncul, mereka seperti murid-murid Tong- bun.

Muncul pula Tong Ling berbaju merah dan ditambah dengan jubah merah seperti api.

“Wan Fei-yang, kau kira diam-diam bisa meninggalkan tempat ini dan akan menyelesaikan masalah?” nada bicara Tong Ling keras seperti api.

Wan Fei-yang menggelengkan kepala: “Nona Tong, aku meninggalkan tempat ini untuk mencari kebenaran mengenai masalah ini!”

“Kalau kau mau menghadapi masalah ini dan mengaku telah membunuh serta mau melepaskan Kongkongku, semua kuanggap beres!”

“Kukira Tong-bun akan memberi kesempatan kepadaku?”

“Memberi kesempatan padamu untuk kabur, apakah kau kira kami bodoh seperti perkumpulan-perkumpulan yang katanya perkumpulan lurus?”

Wan Fei-yang tertawa, Tong Ling menatapnya, dan terlihat marah:

“Apa yang kau tertawakan?”

“Aku sudah pernah bertemu dengan orang yang lebih keras kepala dari Nona, tidak disangka aku tetap saja merasa aneh!”

“Dalam keadaan seperti ini kau masih bisa tertawa, aku benar-benar kagum padamu!”

“Dengan cara apa Nona akan menghadapi-ku?” Wan Fei- yang balik bertanya.

“Kami akan memotong tali jembatan ini kemudian akan memanahmu, membiarkan kau di tengah udara dan tidak bisa menghindar, dengan cara apa kau akan mengatasi serangan kami?”

“Dengan jarak sejauh ini jika dipanah pun panahnya tidak akan bertenaga, apa lagi jembatan ini akan jatuh, apa gunanya dipanah?” “Jika kau jatuh ke jurang di dasar jurang terdapat air yang mengalir deras. Tapi jika tali besi dan jembatan ini jatuh, jembatan tidak akan tenggelam, berarti aku sudah tepat memilih tempat!”

Wan Fei-yang tertawa:

“Jika tempat ini cocok bagi kalian supaya bisa membunuhku pun apa gunanya?”

“Aku tidak percaya orang seperti dirimu menganggap kematian hanya masalah kecil, jadi menjelang mati lebih baik kau bicara jujur!”

“Sepertinya apa yang kau katakan tidak akan ada gunanya, terserah apa yang ingin Nona lakukan!”

Tong Ling tidak banyak bicara lagi, tangannya melambai, murid-murid Tong-bun sudah mendekat.

Wan Fei-yang berputar tapi tidak bergeser, sebab dia melihat di atas jembatan ini kemana pun bergeser tidak ada bedanya, lebih baik melihat dulu situasi yang berlangsung baru mengambil keputusan!

Dia juga bersiap jika ada murid Tong-bun yang akan memotong jembatan hingga putus.

Tong Ling sekali lagi melayangkan tangan, Wan Fei-yang melihat dengan jelas, dia segera mengumpulkan tenaga dalamnya dan bersamaan waktu panah melesat dari ke dua sisi jembatan. Dengan kekuatan penuh panah tiba di depan Wan Fei-yang, dan masih mengandung tenaga besar, jika dia tidak bergerak mungkin dia akan menjadi seekor landak. Wan Fei-yang bergerak seperti kelinci, lalu berputar ke bawah jembatan, mengambil semua papan dan meloncat lagi ke tengah udara.

Panah terus berdatangan tapi sama sekali tidak menjadi ancaman bagi Wan Fei-yang.

Tong Ling tidak menyangka sama sekali Wan Fei-yang bisa menggunakan cara seperti itu mengatasi serangan panah. Waktu itu Tong Ling tidak tahu harus berbuat apa, tapi panah sudah dipersiapkan lagi, panah serangan pertama sudah dilepaskan, panah kedua langsung bersiap. Melihat Wan Fei-yang tidak ada di atas jembatan, tidak perlu diperintah lagi, mereka bersiap-siap menyerang.

Wan Fei-yang tidak kembali ke atas, dia membawa papan-papan jembatan itu dengan kedua tangannya, berjalan ke arah Tong Ling. Semua murid Tong-bun melihatnya dan mereka menjadi panik. Murid-murid Tong- bun yang ada di sebelah Tong Ling terus melihat Tong Ling.

Tong Ling segera mengambil keputusan, sekali lagi tangannya diayunkan, lalu dia berlari seperti burung walet ke atas jembatan.

Murid-murid Tong-bun segera mengikutinya dari belakang, mereka tetap membawa panah, saat tiba di tengah jembatan, mereka segera mencengkeram tali besi jembatan untuk melihat ke bawah.

Gerakan Wan Fei-yang memang cepat, tapi belum separuh jalan dia sudah dicegat, panah seperti, hujan dilepaskan ke arahnya, dia menggantung di bawah jembatan, keadaannya tambah berbahaya.

Tapi reaksinya sangat cepat, dia seperti kincir angin naik kembali ke atas jembatan, karena kembali ke atas membuat tali jembatan terus bergoyang-goyang.

Sebelah tangan murid-murid Tong-bun memegang tali besi dan sebelah lagi membawa anak panah, goyangan tali besi tidak mengganggu gerakan mereka.

Tong Ling tidak sama dengan mereka, dia seperti bisa memperhitungkan semuanya, Saat Wan Fei-yang akan kembali ke atas jembatan, ke dua tangannya sudah menggenggam banyak senjata rahasia dan siap dilemparkan. Saat Wan Fei-yang kembali dari bawah jembatan, senjata rahasianya segera dilemparkan, tubuhnya mengikuti arah lemparan terus bergerak seperti seekor kupu-kupu yang

sedang menari.

Wan Fei-yang dari awal sudah melakukan persiapan, ke dua tangannya terus mencakar sebenarnya tepat menyambut semua senjata rahasia yang menyerangnya.

Yang tidak bisa disambut, dikelitnya.

Setelah senjata rahasia Tong Ling habis baru dia turun, dia sudah memperhitungkan akan mendarat di atas papan jembatan, tapi karena jembatan terus bergoyang-goyang perhitungannya meleset.

Setelah kakinya menginjak tali besi, tubuhnya tidak seimbang dan langsung terjatuh. Di bawah jembatan adalah jurang yang sangat dalam, jika jatuh akan masuk ke dalam arus air sungai yang deras. Sebenarnya Tong Ling tidak salah memilih tempat, tapi tidak menyangka yang jatuh bukan Wan Fei-yang melainkan dirinya.

Tali besi masih terus bergoyang-goyang, kakinya menginjak tempat kosong. Tangannya ingin mencengkeram sesuatu tapi tidak kena, sudut matanya terus melihat kalau di bawah adalah air sungai yang sangat deras, dia segera berteriak, waktu itu dia merasa tangannya dicengkeram seseorang.

Pikirannya kosong, begitu merasa ada yang mencengkeram, otomatis dia balas mencengkeram tangan itu.

Dia baru melihat ternyata yang mencengkeram adalah Wan Fei-yang.

Wan Fei-yang hanya menggunakan sebelah kaki mengait ke tali besi itu, tapi dia bisa pada waktu yang tepat mencengkeram tangan Tong Ling, dia menghembuskan nafas lega.

“Kau...” hanya kata itu yang keluar dan dia sudah diangkat ke atas jembatan.

Murid-murid Tong-bun melihat semua itu dan terpaku. Tong Ling pun terpaku dan bertanya:

“Mengapa kau melakukan semua ini?”

“Nona bisa jatuh ke dasar jurang karena aku, mana bisa aku akan berpangku tangan melihat semua ini!” “Kita adalah lawan!”

“Kita hanya salah paham saja, kalau di antara dua pihak terjadi luka atau mati hanya akan menambah kesalahpahaman!”

“Kau mengira kalau kau melakukan semua ini maka kami akan percaya kepadamu begitu saja?”

“Aku tidak pernah berharap orang akan percaya kepadaku, aku hanya percaya kalau kesalah pahaman ini suatu hari akan terjawab dengan jelas!”

Mungkin ini pertama kali Tong Ling mendengar dengan hatinya, akhirnya dia bisa menangkap nada bicara Wan Fei- yang, dan tidak ada pilihan lain.

Di benak Tong Ling, Wan Fei-yang adalah orang terkenal, walaupun tidak tinggi hati atau sulit dijangkau, tapi pasti memiliki pembawaan orang terkenal tapi begitu bertemu dengan Wan Fei-yang, kecuali ilmu silatnya yang tinggi, tidak ada bedanya dengan orang biasa. Kalau orang tidak mengenalnya sulit percaya dia adalah orang terkenal di dunia persilatan, bahkan nomor satu di dunia persilatan.

Dia melihat Wan Fei-yang lagi, Tong Ling tidak merasa Wan Fei-yang sedang berbohong, dia bisa melihat kejujuran yang keluar dari lubuk hati-nya. Dulu dia selalu bertindak kelewatan, anehnya mengapa sekarang dia mempunyai pikiran seperti itu.

Tapi sikapnya tetap keras dan kaku:

“Kau bilang ini hanya salah paham, apa buktinya?” “Kalau ada bukti, masalah ini pasti sudah beres dan aku tidak perlu meninggalkan...”

“Kau ingin bersembunyi di mana?”

“Bukan bersembunyi melainkan mencari bukti!” “Bukti apa?”

“Bukan aku yang membunuh mereka dan bukan dengan Thian-can-sin-kang!”

“Apakah memang bukan dengan Thian-can-sin-kang?” walaupun mata Tong Ling penuh dengan rasa curiga, tapi paling sedikit dia sudah terlihat lebih lemah dibandingkan saat di awal.

“Itu memang benar tapi tidak ada bukti orang maupun barang, tetap saja sulit untuk membuat orang percaya!”

“Kalau kau tidak memberitahu, ke mana kita harus mencari orang itu? Kalau sudah bertemu dengannya, bukankah semuanya bisa menjadi jelas dan bisa dimengerti!”

“Kalau orang itu berniat muncul, dia tidak akan memindahkan malapetaka ini ke tangan orang lain, kalau bukan karena ilmu silatnya belum berhasil, pasti masih ada alasan lain yang harus dia pikirkan!”

“Siapakah dia?” “Aku tidak tahu!”

“Tapi kau tahu di mana bisa mencarinya bukan?” Tong Ling mulai menaruh curiga lagi.

“Belum tentu aku bisa bertemu dengannya di sana, aku hanya ingin mengadu nasib, kalau aku bernasib baik semuanya akan cepat selesai, kalau tidak, dunia persilatan akan mengalami malapetaka besar!”

Tong Ling mengangguk:

“Dia mencari masalah dengan orang-orang perkumpulan lurus, berarti dia bukan orang baik-baik!”

“Kami juga berpendapat seperti itu!” “Kau mau ke mana?”

“Biar aku yang membereskan masalah ini!”

“Mengapa seperti itu, kau bicara ragu-ragu dan tidak terus terang!”

“Kalau orang itu bermaksud memindahkan malapetaka ke tanganku, dia pasti akan berpikir aku akan mencarinya ke sana, dan dia akan memasang perangkap!”

“Untuk apa kau berkata seperti itu, kau kira aku takut?” Tong Ling membereskan rambutnya, “walaupun harus pergi ke liang naga atau gua harimau, aku tidak takut!”

“Apakah kau benar-benar ingin pergi bersamaku? “ tanya Wan Fei-yang.

“Keberadaan kakekku belum diketahui apakah dia masih hidup atau sudah mati, sekarang kau sudah tahu di mana tempatnya, mana mungkin aku tidak ikut?”

“Kalau kakekmu benar berada di sana, aku pasti akan berusaha menolong beliau!”

“Kalau kau tidak bisa menolongnya, bagaimana?” baru saja kata-katanya keluar, tiba-tiba saja Tong Ling teringat sesuatu, dia menggelengkan kepala, “kalau kau saja tidak sanggup, apa lagi aku, tapi jika aku di sisimu, mungkin aku bisa sedikit membantumu!”

“Memang senjata rahasiamu sangat hebat...”

“Mungkin tidak ada gunanya bagimu, paling sedikit aku bisa menjaga diriku sendiri dan tidak akan membuatmu...”

“Aku tidak bermaksud seperti itu, hanya saja...” dia menarik nafas lagi.

“Hanya saja apa?” tanya Tong Ling.

“Hal ini berhubungan erat dengan Bu-tong-pai sebisa- bisanya dibereskan oleh murid Bu-tong sendiri!”

“Apakah kau bisa menjelaskannya?”

“Ini menyangkut nama baik Bu-tong! Aku hanya bisa mengatakan itu saja.”

Wan Fei-yang pelan-pelan membalikkan tubuh dan mulai melangkah, mata Tong Ling berkedip, dia segera berteriak:

“Apakah kau tidak bisa melihat aku orang seperti apa?” “Aku tahu Nona pasti bisa menjaga rahasia ini demi

diriku...”

“Kalau begitu, apa yang masih kau khawatirkan?”

“Hal ini dimulai dari Bu-tong-pai maka harus murid Bu- tong yang bertanggung jawab, jangan melibatkan orang lain dalam perkara ini!”

“Kalau terjadi hal yang tidak diinginkan...” dia berhenti bicara dengan nada penuh penyesalan dia berkata, “aku tidak sengaja...”

Wan Fei-yang tertawa: “Jika waktu yang ditentukan telah tiba dan aku tidak pulang, ketua kami akan mengemukakan masalah ini ke khalayak ramai agar kalangan persilatan bisa waspada. Waktu itu aku percaya orang itu akan muncul ke permukaan!”

“Sebenarnya kau tidak percaya diri kalau kau bisa menang bukan!”

“Kalau tidak untuk apa dengan menempuh bahaya ke sana?”

“Lalu aku bagaimana!”

“Itu bukan masalah percaya tidak percaya!” langkah Wan Fei-yang tidak berhenti. BAB 04

Tong Ling mengikuti Wan Fei-yang murid-murid Tong- bun menghindar ke kiri dan ke kanan. Wan Fei-yang menolong Tong Ling saja sudah cukup membuat mereka terkejut, perubahan sikap Tong Ling dianggap wajar-wajar saja.

Karena kesabaran Wn Fei-yang lah membuat sikap mereka kepada Wan Fei-yang tidak ada perasaan benci. Sebagian malah curiga kalau masalah ini tidak ada hubungan dengannya.

Tong Ling curiga masalah sudah membesar dan dia tidak punya alasan yang tepat dan dia tidak bisa menurunkan gengsinya.

“Aku tidak mau tahu masalah apa pun, ke mana kau pergi aku pasti akan ikut!”

“Apakah kau masih menaruh curiga kepadaku?” Tong Ling menggelengkan kepala:

“Kongkongku sudah hilang selama beberapa hari, sulit mendapatkan petunjuk, mana mungkin aku berhenti mencarinya?”

“Tapi kali ini kita ke sana...”

“Aku tahu keadaan sangat berbahaya, tapi aku tidak takut, dan kau tidak perlu menanggung tanggung jawab apa pun kepadaku!”

Wan Fei-yang ingin mengatakan sesuatu tapi ditelannya kembali. “Apa pun mengenai Bu-tong-pai, aku tidak akan sembarangan membocorkan rahasia kalian, kau bisa tenang!”

“Aku tahu kau pasti bisa menjaga rahasia!” “Kalau begitu, tunggu apa lagi?”

“Kadang-kadang aku juga seperti itu, walau pun masalahnya tidak penting tapi aku tetap akan menjaga rahasia!”

Tong Ling ke lepasan bicara:

“Kalau kau mati   ” setelah kata-katanya terucap keluar,

dia baru sadar bahwa itu tidak pantas, dengan perasaan menyesal dia berkata lagi, “maafkan aku, sebenarnya aku tidak bermaksud seperti itu!”

“Semua rahasia tidak bisa selamanya menjadi rahasia, mungkin belum sempat tiba di sana, tapi aku sudah ”

“Lebih baik kau katakan saja.”

“Kalau ada yang mencari tahu rahasia Tong-bun, apa yang akan kau lakukan?”

“Pastinya aku tidak akan membicarakannya!”

Tong Ling adalah gadis yang tidak banyak berpikir, setelah menjawab itu dia baru sadar tapi kata-katanya tidak bisa ditarik kembali.

“Ya, seperti itulah!” Wan Fei-yang sudah melesat seperti anak panah.

“Wan Fei-yang...” Tong Ling berusaha mencengkeram, tapi hanya mencengkeram tempat kosong, saat dia akan mengejar, Wan Fei-yang sudah berlari sejauh 15 tombak. Mata Tong Ling tampak berputar, dia ingin melarang murid-murid Tong-bun mengejar Wan Fei-yang, tapi kata- katanya yang sudah ada di depan mulutnya segera ditelan kembali.

Melihat Tong Ling terdiam, mereka membiar kan Wan Fei-yang meninggalkan mereka.

Wan Fei-yang dengan cepat sudah berada di atas sebuah batu, setelah menoleh dia kembali berlari.

Tong Ling tidak bergerak, 2 orang murid Tong-bun yang berusia separo baya segera mendekat:

“Ketua, mereka menunggu petunjuk Anda.”

“Apakah murid-murid Tong-bun yang mengawasi Wan Fei-yang sudah ditarik?” dia malah balik bertanya.

“Mereka mengirim kabar melalui burung merpati.” “Pengawasan terhadap Wan Fei-yang dilanjutkan, tapi

jangan sampai mengganggunya, lihat dia akan pergi kemana! Ingat itu!” perintah Tong Ling.

Murid Tong-bun tidak ingin mengecewakan Tong Ling, mereka bergiliran mengawasi Wan Fei-yang. Walaupun Wan Fei-yang berilmu sangat tinggi, tapi dia bukan orang berpikiran negatif, dia pun tidak bisa menghindar.

Dia hanya pura-pura tidak tahu tapi diam-diam berusaha menghindari mereka.

Dengan kehebatan ilmu silatnya dia berusaha melepaskan diri dari murid-murid Tong-bun yang mengawasinya.

i Sampai terakhir hanya tinggal satu orang yang sanggup membuntutinya, dia adalah murid Tong-bun generasi muda juga mempunyai ilmu meringankan tubuh terbaik, ketua Tong-bun termuda... Tong Ling!

7 hari sudah berlalu. Siang hari itu!

Sinar matahari bersinar menembus sela-sela daun di hutan tapi tetap membuat orang merasa dingin.

Pohon besar tumbuh di mana-mana, sebuah jalan kecil berada di sana, katanya itu adalah satu-satunya jalan untuk melewati hutan itu, tapi Tong Ling tidak menyukai jalan ini juga tidak menyukai suasana di sana, tapi dia tidak ada pilihan.

Wan Fei-yang pasti akan berjalan melalui jalan kecil itu, dia harus terus mengawasi Wan Fei-yang, dia harus berada di depannya.

Selama dua hari ini keadaan Tong Ling seperti itu, berada di depan Wan Fei-yang untuk mengawasinya. Jika Wan Fei- yang menanyakan jalan kepada pejalan kaki lainnya, dia akan segera bertanya kepada orang yang sama, kemudian melalui jalan pintas menunggu Wan Fei-yang di depan.

Dia berusaha untuk berhati-hati, dia juga berusaha agar tidak putus kontak dengan murid-murid Tong-bun lainnya semua mengandalkan kerja kerasnya seorang diri.

Di bawah ada air, saat menginjak air itu, dia seperti masuk ke dalam perangkap, kakinya seperti tidak menginjak bumi. Tong Ling tidak senang dengan perasaan seperti ini. Di depan sedikit genangan air, di atasnya ada sepotong pohon yang sudah layu. Tong Ling melihat pohon itu dia segera dia berlari ke sana.

Dia ingin mendarat di atas pohon itu, kemudian dengan bantuan batang pohon yang layu, dia bisa melewati genangan air yang banyak itu, tapi baru saja mendarat di atas batang pohon layu itu, pohonnya malah tenggelam.

Ternyata genangan air itu adalah rawa-rawa, Tong Ling segera terjerumus ke dalam rawa-rawa itu, semakin dia berteriak dan memberontak tubuhnya semakin terhisap ke dalam genangan lumpur.

Dia sadar kalau terus memberontak dan meronta, lumpur akan menutupi hingga ke kepalanya, maka dia pun melemaskan tubuhnya walaupun merasa masih terus tenggelam dia pasrah tapi semua itu agak terlambat.

Waktu itu ada seekor ular sanca keluar dari balik semak- semak, dan berenang ke arahnya.

Anehnya ular itu bisa merayap di atas lumpur itu, ular itu tidak tenggelam malah dengan cepat berusaha mendekatinya.

Tong Ling terkejut, ular besar itu sudah membuka mulutnya yang besar, semakin mendekatinya, tiba-tiba terdengar suara dari atas. Sebuah ranting sepanjang 6-7 kaki sudah melesat dan masuk ke dalam mulut ular besar itu, membuat ular itu terbang ke atas permukaan air dan terpaku di atas pohon. Ular itu memuntahkan darah, dan terus memberontak, membuat siapa pun terkejut. Tong Ling pun terkejut sorot matanya segera mencari-cari lalu dengan senang berteriak.

“Wan Fei-yang!”

Wan Fei-yang sedang berdiri di sana, dia berteriak: “Sambut...” kemudian dia melempar rotan ke arah Tong

Ling.

Setelah rotan berada di tangannya dia ditarik oleh Wan Fei-yang, dia bisa terbang ke arah Wan Fei-yang.

Wan Fei-yang mengulurkan tangannya untuk memegang pundak Tong Ling. Begitu Tong Ling bisa berdiri tegak, dia segera jatuh ke dalam pelukan Wan Fei-yang dan menangis sejadi-jadinya.

Dia memang bersifat keras, tapi baru pertama kalinya dia berkelana di dunia persilatan. Di Tong-bun dia seperti seorang putri, belum pernah mendapat peristiwa mengejutkan seperti ini, apa lagi dia hanya seorang gadis, dia pasti sangat takut kepada ular besar!

Wan Fei-yang mengerti apa yang ada dalam pikiran Tong Ling, Tong Ling tiba-tiba menjatuhkan diri ke dalam pelukannya dan menangis, Wan Fei-yang ikut terkejut, dengan terpaksa dia memeluknya supaya Tong Ling bisa tenang.

Lama... Tong Ling baru berhenti menangis, dia menatap Wan Fei-yang:

“Mengapa kau bisa berada di sini?” “Aku harus melewati jalan ini!”

“Aku tahu...”Tong Ling seperti baru tersadar.

“Aku malah baru tahu kau sudah mengejarku sampai ke mari!”

“Aku berjalan di depanmu!”

“Sebelumnya aku mengira bisa terlepas dari pengawasan kalian!”

“Mana mungkin akan segampang itu?” “Apakah kalian masih mencurigaiku?”

“Aku yakin kau bukan orang itu, kalau tidak, kau tidak akan terus menolongku!”

Kata-katanya baru terucap, Tong Ling sadar dia sudah salah bicara lagi.

Tapi Wan Fei-yang seperti tidak mendengar ucapannya, dia hanya menjawab:

“Memang seperti itu!”

“Seharusnya aku tidak mencurigaimu lagi, sewaktu orang itu menculik Kongkong, dia memang tidak melukai orang- orang Tong-bun dan hanya mengatakan akan meminjam Kongkong tapi tampak nya tidak sama perlakuannya kepada perkumpulan lain, sudah pasti dia yang melakukannya tetapi kau tidak mirip dengan orang yang kejam dan jahat!”

“Sebelum mencariku, seharusnya kalian mencari tahu dulu di daerah Bu-tong-san!”

“Kami sudah mencari tahu bahwa kau tidak pernah meninggalkan Bu-tong-san, kau mengobati orang-orang miskin, tapi kami juga berpikir mungkin kau sudah tahu kalau kami akan datang mencarimu maka kau bersekongkol dengan orang-orang miskin itu...”

“Kalian benar-benar penuh rasa curiga.”

“Bukankah sekarang kami sudah mempercayaimu!” “Kalau begitu, aku bisa tenang!”

“Tapi aku masih khawatir.” “Karena kakekmu..”

“Jika tidak terjadi sesuatu padanya aku baru merasa tenang, jadi..”

“Jika terjadi sesuatu percuma kau merasa khawatir juga, jika tidak terjadi apa-apa, dia akan mengembalikan kakekmu dengan selamat, bukankah orang itu mengatakan hanya meminjam, jika sudah selesai, dia akan mengantarkan kakekmu pulang dengan selamat.”

“Maksudmu, aku harus menunggu di-rumah?”

“Dunia persilatan sangat berbahaya...” kata Wan Fei- yang.

“Apa lagi di perbatasan suku Biauw lebih berbahaya lagi, apa benar?”

“Apakah kau tahu kalau aku akan pergi ke perbatasan suku Biauw?” Wan Fei-yang tertawa.

“Sudah pasti, karena ini adalah satu-satunya jalan menuju ke perbatasan suku Biauw.”

“Aku tidak mengerti mengapa semua ini berhubungan dengan perbatasan suku Biauw, apakah Thian-can-sin-kemg dari Bu-tong-pai berasal dari perbatasan suku Biauw?”

Wan Fei-yang tidak menjawab. Tong Ling berkata lagi:

“Kalau benar, semua benar-benar di luar dugaan!” dia bicara sendiri, “ini benar-benar rahasia besar, pantas kau tidak mau menceritakannya, tapi tenanglah, aku tidak akan membocorkan rahasia ini!”

Wan Fei-yang tertawa kecut.

“Aku tahu di perbatasan suku Biauw tidak ada pesilat tangguh!” kata Tong Ling.

“Aku juga berpikir demikian!”

“Thian-can-sin-kang milik Bu-tong-pai sudah ada selama puluhan tahun, aku tidak mengerti! Apakah tidak boleh memberitahu kepada siapa pun?”

“Jika sudah tiba waktunya aku akan memberi tahu padamu!”

“Kau setuju untuk tidak membocorkan rahasia bukan?” tanya Wan Fei-yang.

Tong Ling mengangguk.

“Seharusnya memang begitu, rahasia Tong-bun sudah pasti tidak akan kubocorkan!”

“Kalau kau sudah mengerti itu paling bagus.”

“Sekarang aku percaya kepadamu!” kata Tong Ling, “aku tidak akan memaksamu menceritakan rahasia ini!”

“Kalau begitu, kau setuju untuk kembali ke Tong-bun?” “Kembali ke Tong-bun?” Tong Ling berteriak, “apa pun

yang terjadi, ke mana pun kau pergi aku harus ikut denganmu!”

“Perbatasan suku Biauw...” “Aku tahu di sana berbahaya, tapi jika bersamamu, aku tidak akan merasa takut, aku mempunyai kemampuan mengurus diriku sendiri.” dia melihat rawa-rawa tadi, “tadi bisa terjadi seperti itu karena aku tidak mempunyai pengalaman, nanti tidak akan terjadi hal seperti itu lagi.”

Wan Fei-yang tertawa kecut.

“Apa pun yang terjadi nanti, masalah Bu-tong-pai tidak akan kubocorkan, jika aku sudah berjanji, aku akan berusaha untuk menepatinya, apakah kau percaya?...”

“Aku tahu kau bukan orang seperti itu...”

“Kalau begitu, kau setuju aku ikut denganmu!” Tong Ling berteriak senang sambil tertawa.

Wan Fei-yang merasa kepalanya hampir terbelah menjadi dua. Gadis yang ada di depan matanya tidak berbedanya dengan dia saat baru berkelana di dunia persilatan. Mungkin gadis ini lebih emosi. Pergi ke perbatasan Biauw pasti sangat berbahaya, mengurus dirinya saja sudah sulit, jika Tong Ling berada di sisinya, benar-benar tidak terbayangkan.

“Lebih baik kau...”

“Aku tidak mau kau tiggalkan!”

Dia segera merapat ke Wan Fei-yang, tapi begitu sadar dia masih berada dalam pelukan Wan Fei-yang, dia segera beringsut mundur.

“Ada apa?” tanya Wan Fei-yang terkejut. Wajah Tong Ling menjadi merah, setelah Wan Fei-yang melihat ke arahnya dia baru mengerti, dia mengalihkan topik pembicaraan:

“Aku lupa kalau tubuhmu penuh dengan lumpur, pasti terasa tidak nyaman...”

Tong Ling menatap Wan Fei-yang, wajahnya semakin merah, Wan Fei-yang baru melihatnya sebab Tong Ling tadi berada dalam pelukannya sehingga bajunya pun penuh dengan lumpur.

Tapi dia pura-pura tidak tahu dan berkata: “Di sana ada sebuah sungai kecil...”

“Kau belum menjawab pertanyaanku...”

“Aku sedang berpikir jika sudah selesai, aku akan menjawab pertanyaanmu''

Dengan tenang Tong Ling berendam di dalam air. Dia sangat percaya Wan Fei-yang bukan orang yang teori dan praktiknya tidak sama, dia juga percaya walaupun Wan Fei- yang tidak setuju tapi jika dia terus merengek, pada akhirnya dia akan membawanya ke perbatasan.

Wan Fei-yang memang ingin menepati janji, setelah berpikir dia pun menuliskan jawabannya di tanah setelah itu dia pun pergi!

Jawabannya berada di atas permukaan tanah, semua ini di luar dugaan Tong Ling, sewaktu dia melihat huruf-huruf yang tertulis di tanah, Wan Fei-yang sudah tidak ada di sana.

Tong Ling terpaku, tapi dia tetap berusaha mengejar ke dalam hutan, itu pun di luar dugaan Wan Fei-yang. Sebab dia melihat setelah Tong Ling bersih dari lumpur, dia akan ketakutan dan menangis, dia menduga setelah mengalami kegagalan tidak akan mencoba rintangan berikutnya, dia tidak tabu Tong Ling menangis karena dirinya, hanya ada dirinya dan tidak ada orang yang pantas buat dia mengadu, air matanya belum tentu akan menetes.

Kalau Tong Ling tidak begitu keras kepala, dia tidak akan mengejar Wan Fei-yang sampai kemari. Jika sudah di sini, mana mungkin setelah mengalami kegagalan akan mundur begitu saja!

Setelah masuk hutan, suasana begitu menyeramkan dan gelap, Tong Ling sangat berhati-hati dalam melangkah. Setelah mengalami kegagalan dia mulai mengerti bahwa dia harus berhati-hati dan berwaspada. Setelah melewati hutan dan masuk gunung, terlihat pemandangannya sangat indah, tidak ada yang membuatnya takut.

Sepanjang jalan tidak dia bertemu dengan seorang pun.

Selama 10 hari lebih Wan Fei-yang selalu berburu ayam hutan dan kelinci untuk mengisi perut. Selama perjalanan keadaan yang lebih buruk pun sudah pernah dia alami, dia tidak mempunyai perasaan takut pada kesulitan.

Wan Fei-yang hanya merasa aneh, mengapa di sini tidak ada seorang pun yang tinggal, karena dia tidak tahu bahwa dia sudah memasuki tempat di mana suku Biauw tinggal. Tempat itu adalah tempat terlarang bagi suku Biauw, hutan itu adalah hutan pelindung alam. Pesilat tangguh seperti Tong Ling pun hampir terjebak ke dalam lumpur, orang biasa mana mungkin bisa melewati hutan ini?

Wan Fei-yang lupa kalau dia adalah seorang pesilat tangguh. Tapi dia tetap berhenti di sebuah danau!

Danau itu sangat luas, dari ujung ini tidak bisa melihat ke ujung sana, hanya bisa melihat gunung-gunung yang berderet.

Hari hampir sore, Wan Fei-yang sedang membuat rakit dari batang rotan.

Paginya Wan Fei-yang telah mendayung rakit untuk menyeberangi danau, sampai ke seberang.

Air danau tampak jernih, tenang, dan bersih. Rakit meluncur melewat riak danau, sampai-sampai saat mendayung pun terdengar merdu.

Semakin mendekati seberang, keadaan di sana semakin aneh. Di depan terdapat jurang, dinding batu menghalangi di tengah-tengah air, seperti sebuah sekat.

Di antara sekat itu terdapat sebuah celah, melihat ke dalam celah selain ada air juga terlihat cahaya dari langit, Wan Fei-yang tidak sengaja mendayung rakit hingga masuk ke dalam celah.

Celah ini sangat besar, dari luar terlihat tidak begitu dalam, tapi setelah masuk baru terasa. Setelah rakit melewati celah itu pemandangan di depan berbeda sekali dengan di luar. Tempat di sana seperti sebuah gayung, gagang gayung berupa air terjun. Air bercipratan kecuali itu ada sebuah kolam, airnya tampak bening hingga bisa melihat ke dasar.

Sewaktu Wan Fei-yang berlatih ilmu silat di Bu-tong-san, keadaan di sana hampir sama dengan di sini, hanya saja tempat ini lebih tenang, sampai air terjun pun tidak mengalir sederas di Bu-tong-san.

Walaupun begitu, dia tetap merasa tempat itu ramah. Kegembiraan hatinya sulit dilukiskan, saat tertawa atau senyumnya baru terlihat dari mulutnya, rakit yang didayungnya tiba-tiba terguling.

Ini benar-benar di luar dugaannya, walaupun ilmu silatnya tinggi dan refleknya cepat, dia tetap terguling dan masuk ke dalam air.

Dalam cipratan air, dia seperti melihat seorang gadis telanjang, dia berenang cepat seperti seekor ikan datang ke arahnya, dia juga merasa telah dipeluk oleh gadis itu.

Dia seperti terbius, dia mendorong tangannya keluar, tempat di mana dia mendorong terasa empuk dan lembut.

Dia sadar benda apa itu maka jantungnya segera berdebar-debar kencang, dengan cepat tangannya ditarik kembali, itulah perasaan yang mendera sebelum dia pingsan. Kemudian jalan darah di beberapa tempat sudah ditotok.

Sewaktu Wan Fei-yang tersadar kembali, dia sudah berada di dalam sebuah gua. Tanpa diragukan lagi gua itu sudah ditata oleh tangan manusia, sangat indah, juga terlihat sedikit bersifat kekanak- kanakan.

Seorang gadis duduk di pinggir ranjang. Suasana yang terasa begitu kekanak-kanakan membuat semuanya bertambah lucu.

Gadis itu sudah mengenakan baju, tapi Wan Fei-yang masih merasa dia melihat tubuh telanjangnya sebab sebelum pingsan pikirannya berhenti saat dia masih berada di dalam air, sekarang setelah dia tersadar kembali, baru merasa kalau dia sedang berbaring di atas sebuah ranjang batu, kaki dan tangannya diikat dengan tali.

Tubuhnya digerakkan, dia ingin berdiri, tapi melihat tali yang menyambung dengan ranjang batu itu menempel ke dalam tanah. Walaupun tenaganya besar, sulit untuk menggesernya.

Karena tidak bisa bangun, maka Wan Fei-yang melihat keadaan di sekelilingnya, kemudian dia menarik nafas panjang.

“Kau sudah sadar?” tanya gadis itu.

Dia berbaju suku Biauw tapi berbahasa Han dengan sangat lancar, hal ini membuat Wan Fei-yang merasa aneh dan bertanya:

“Apakah kau suku Han?”

Gadis itu menggelengkan kepala, dia balik bertanya: “Apakah aku mirip orang suku Han?”

“Kau menguasai bahasa Han dengan baik!” Gadis itu terlihat benar-benar senang.

“Untung kau menguasai bahasa Han, kalau tidak, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang?” kata Wan Fei-yang.

“Aku tidak akan melukaimu!” “Tapi kau...”

“Namaku Pei-pei, namaku tidak begitu indah tapi aku menyukainya!”

“Aku juga suka!” Wan Fei-yang memang merasa nama itu bagus.

Pei-pei tertawa:

“Aku tahu kau pasti menyukainya, kalau tidak, kau tidak akan datang kemari, ini yang disebut 'jodoh' yang sering dikatakan kalian suku Han.”

“Oh!”

“Siapa namamu?” tanya Pei-pei. “Wan Fei-yang!”

“Waktu Wan (Awan) sedang Fei-yang, bukan kah udara yang bagus!” (artinya waktu awan sedang terbang).

Kata-kata seperti ini baru pertama kali Wan Fei-yang mendengar, tapi mengingat pengalamannya yang menyedihkan, dia hanya tertawa kecut.

Pei-pei merasa aneh:

“Apakah aku sudah salah bicara hingga membuatmu marah?”

Wan Fei-yang menggelengkan kepala: “Tempat apa ini?” “Tempat di mana aku tinggal!” “Oooo.”

“Apakah kau tahu mengapa aku membawamu kemari?” “Mengapa?” Wan Fei-yang balik bertanya.

“Apakah kau tidak tahu adat istiadat suku Biauw?”

“Aku baru pertama kali datang ke wilayah suku Biauw, aku tidak tahu dengan jelas, apakah aku sudah berbuat kesalahan?...”

“Apakah kau sama sekali tidak tahu?”

“Jika Nona ingin menyampaikan sesuatu, katakan saja!” “Menurut aturan suku Biauw bila seorang gadis telanjang

sudah dilihat oleh lelaki dan dia menyukai orang itu maka orang itu harus menikah dengannya!”

Wan Fei-yang terpaku, Pei-pei menatapnya dan berkata lagi:

“Aku memang tidak pernah melihatmu, tapi hingga saat ini aku tidak membencimu, berarti aku menyukaimu!”

Wan Fei-yang ingin membela diri, tapi tidak tahu harus bagaimana membela diri.

“Kau juga pasti menyukaiku bukan?” Tanya Pei-pei. Wan Fei-yang tertawa kecut.

“Itu sudah pasti, kita baru bertemu untuk pertama kalinya, walaupun kau menyukaiku belum tentu sudah mencapai pada tahap ingin memperistriku!” kata Pei-pei.

“Nona adalah gadis yang sangat pengertian!” kata Wan Fei-yang. “Kalau kau tidak ingin menikahi denganku, dipaksa pun tidak akan ada artinya tapi kalau kau tidak mau menikahiku, aku akan mati!”

“Apakah ini aturan suku Biauw?” Pei-pei mengangguk:

“Seorang gadis jika tubuhnya sudah dilihat oleh orang yang dia sukai, tapi dia tidak bisa menikah dengan orang yang dia sukai, selain mati apa yang bisa dia lakukan?”

Wan Fei-yang tidak bisa menjawab. Dia mengerti saat rakit memasuki kolam itu, dia memang tidak melihat Pei-pei, tapi Pei-pei sudah melihat-nya, dia mengira Wan Fei-yang juga sudah melihat-nya, maka terjadilah kesalahpahaman seperti ini.

Tapi walau bagaimanapun dia sudah melihat tubuh Pei- pei dan kalau hanya dengan alasan ini akan membuat gadis itu mati, mana dia tega melakukannya.

Dia jadi bingung, sebelumnya dia mengira Tong Ling saja sudah cukup sulit, sekarang ditambah yang satu ini, tampaknya dia lebih sulit diurus lagi.

Tong Ling hanya berbelit-belit dan sukar dinasihati, sedangkan Pei-pei menyangkut masalah hidup dan mati.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar