Anak-anak Naga (Liong Haizi) Jilid 3

Jilid 3

“anak nakal, apa yang kalian lakukan!? hah…!?” bentak seorang yang bertubuh tinggi besar “kalian kenapa kesini, turun kalian sebelum aku menampar hidungmu yang besar itu.” sahut sai-ku “sialan…melawan pula!” bentak lelaki itu, dia melangkah lebar hendak menangkap sai-ku, namun

“ehh..au..brak..aaaaaa..” lelaki tidak tahu tiba-tiba tangannya telah tertangkap dan kakinya dijegal sehingga ia terlempar condong kedepan, dan takpelak menghanyam pagar beranda, dan tubuhnya terjun bebas kebawah.

“brughh..auhh..aduuh…” jeritnya lemas, ubin jalan yang keras mematahkan tangannya, mulur dan hidungnya bersimbah darah, temannya yang langsung turun cepat mendapatkannya, warga makin panik menyaksikan peristiwa yang beruntun, dua lelaki tewas dalam waktu yang tidak berselisih lama, dan seorang luka parah, sementara dua remaja itu tertawa terpingkal-pingkal.

Malamnya dua orang polisi mendatangi ketiga anak itu.

“kalian telah membuat kekacauan dan telah menyebabkan dua orang mati, kalian ikut kami!” “hehehe..kalian mau bawa kami kemana?” tanya kwi-ong

“kalian harus dihukum dan dipenjara.” sahut polisi itu

“kalian boleh penjarakan kami asal kamu masih hidup.” tantang ok-liang

“heh..mau melawan yah!?” bentak polisi, lalu keduanya segera melompat dan menerkam kwi-ong dan ok- liang

“plak..aduh..plokaugh....plak…aughh..plok….aduh…” kwi-ong dan ok-liang menampar muka dan kepala kedua polisi, sambil tertawa-tawa mereka bergerak gesit mempermainkan dua polisi yang berusaha menangkap mereka, tamparan dan pukulan mereka sudah membuat kedua polisi itu sempoyongan, dan terakhir kedua polisi itu ditendang kearah beranda dan keduanya meluncur deras kebawah menimpa ubin jalan raya. Keduanya pingsan dengan luka mengenaskan.

Pemilik restoran menyuruh pelayan mengangkat dua polisi itu dan membawa kemarkas, dua jam kemudian dua puluh polisi datang dan menyerbu ketingkat atas, ketiga anak remaja itu dengan anteng dan tertawa-tawa bergerak kesana kemari, membuat dua puluh orang itu kalang kabut dan bingung, gerakan ketiga anak ini laksana siluman, tahu-tahu muncul sudah memberikan pukulan yang menyakitkan, hanya setengah jam polisi itu berteriak-teriak hendak menangkap ketiga anak remaja itu, akhirnya mereka malang melintang tidak bergerak diberanda atas, tujuh orang tewas, diatas beranda, dan lima orang tewas jatuh dari beranda, sementara delapan orang pingsan dengan luka parah.

“eh…pelayan! singkirkan orang-orang ini dari sini!” perintah Kwi-ong, empat orang pelayan dengan tubuh gemetar berlari ke atas dan mengangkati para polisi dan meletakkannya dihalaman restoran, seorang pelayan cepat melapor ke markas, zhang-ciangbu marah dan jengkel mendengar laporan itu, lalu dia membawa lima puluh polisi untuk meringkus ketiga anak itu

Ketiga anak naga itu sedang makan sambil tertawa-tawa “kalian anak kecil sungguh melampaui batas dan membuat onar disini!” teriak zhang-ciangbu

“heh..diam dan tutup mulutmu, kami sedang makan.” sahut ok-liang dengan mata melotot, zhang-ciangbu terkejut mendengar bahwa dia memnag tidak dipandang dan dianggap angin lalu oleh ketiga bocah ini. mukanya merah, namun pikirannya masih lebih cepat menguasai dirinya,

“ketiga anak ini bukan anak-anak sembarangan, kejadian beruntun ini adalah ulah mereka, empat belas anak buahnya sudah mati, delapan orang luka parah.” pikirnya.

“kalian ini sebenarnya siapakah?” tanya zhang-ciangbu

“hihihi..hihihi…momok menakutkan bagi kalian, jadi kalian harus tunduk pada semua kemauan kami.”

Jawab ok-liang

“kalian adalah tiga remaja, yang harusnya masih ada dalam asuhan orang tua.” sela zhang-ciangbu

“hehehe…kamu jangan sembarangan kalau bicara, sekarang katakan apa maksudmu datang kesini!?” ujar Kwi-ong, zhang-ciangbu jadi bingung, apa yang hendak ia lakukan.

“cepat katakan! kalau anda tidak punya urusan disini sebaiknya kalian enyah dari hadapan kami.” bentak Ok-liang, mendengar bentakan itu, sebagai ciangbun, zhang-liu merasa di hina

“ringkus anak-anak tidak tahu diri ini!” teriaknya pada pasukannya, pasukan itu merangsak maju dengan tombak dan pedang, tiga remaja sakti itu bergerak lincah, pukulan-pukulan kuat dan mematikan terdengar disana-sini, jeritan sakit dan suara tubuh yang ambruk susul menyusul, pasukan yang hanya lima puluh itu laksana laron mengerubuti api, dalam jangak satu jam lima puluh polisi itu ambruk tidak berdaya, tiga puluh orang lebih tewas, lainnya pingsan karena luka yang parah, hanya lima orang yang masih sadar, dan mereka meringis kesakitan karena tulang bahu patah dan tulang kaki. Zhang-ciangbun termasuk dari lima orang yang sadar, tulang kakinya patah, dan persendian sikunya lepas.

“cepat kalian enyah dari sini, sampai besok kalau kalian masih disini, maka aku akan membunuh kalian semua.” ancam kwi-ong, lalu ketiganya naik kembali ketingkat atas, ketiganya berkumpul dikamar kwi-ong

“apakah kita hanya menguasai restoring jelek ini!?” tanya sai-ku “menurutmu bagaimana?” sela ok-liang

“menurutku supaya kita menjadi orang hebat yang ditakuti, kita harus memilki rumah yang besar dan megah, setelah itu kita ambil semua harta orang-orang, kita paksa orang untuk melayani kita seperti raja.” sahut Sai-ku

“benar, saya sangat sependapat dengan idemu ku-te, dan alangkah kerenya kita, saat para pelayan baik laki-laki mauapun wanita melayani kita, kita hanya ongkang kaki, bahkan kalau perlu memakai mahkota dan baju indah layak raja.” sela ok-liang

“baik, saya juga setuju, namun kita harus mencari istana dan singasana kita masing, dan juga berlomba- lomba untuk mengumpulkan harta dari orang-orang, dan memperbudak orang-orang jadi pelayan.” sela kwi-ong

“benar ong-ko, jika saatnya kita bertemu para sukong, kita dapat mengatakan melaporkan apa yang telah masing-masing kita lakukan.” sela sai-ku.

Keesokan harinya ketiga remaja itu berpencar, kwi-ong mengincar rumah besar dikawasan pasar itu, yakni rumah seorang hartawan he-liang, sementara ok-liang pergi kesebelah timur kota dan mengincar rumah seorang pembesar, yakni Li-hung, kepala urusan pajak, dan Sai-ku menuju selatan kota, dan mengincar sebuah rumah peristirahatan Kao-kungcu, dari tiga rumah itu tiga remaja mulai beraksi untuk menunjukkan pada orang bahwa mereka bisa berbuat semaunya, mereka yang terhebat, dan menjadi momok menakutkan bagi orang-orang.

Dalam jangka sebulan kota Nancao jadi neraka bagi penduduknya, hartawan diseluruh kota Nancao bengkrap, harta mereka ludes disita dan berpindah ke tiga rumah yang didiami oleh tiga remaja itu, yang menyedihkan adalah warga dibelahan utara kota, dimana kwi-ong berdiam, disamping harta para penduduk ludes, dan perbudakan beberapa lelaki dan wanita sebagai pelayan dirumah kwi-ong, ada satu jenis kejahatan yang tidak terjadi di timur dan diselatan, yakni banyak remaja putri yang dipaksa atau diculik untuk melayani nafsu kwi-ong yang sudah mengenal kebutuhan biologis ini.

Selama enam bulan Nancao benar-benar luluh lantak, warga hanya mempunya tiga kiblat yang harus ditaati, yakni kwi-ong di utara, ok-liang di timur dan sai-ku diselatan, benar-benar tiga remaja itu jadi momok luar biasa, sai-ku yang paling muda diantara tiga remaja itu mempunyai harta berupa uang yang terdiri dari dua peti besar uang emas, satu peti benda berharga, dua gudang beras, seratus pelayan laki- laki, tujuh puluh orang pelayan wanita, dan dua saudaranya yang lain jumlah harta hanya sedikit selisih, yang berbeda hanya pelayan, pelayan ok-lian terdiri dari dua ratus laki-laki dan seratus lebih wanita, sementara Kwi-ong, seratus pelayan laki-laki, tiga ratus pelayan wanita, dua puluh orang wanita menempati rumah yang didiami kwi-ong untuk melayani makan dan membersihkan rumah, dan sisanya ditempatkan di tiga rumah bordil, setiap malam tiga puluh wanita bergiliran menemani ia tidur dan bersenang-senang, sepuluh orang pagi, sepuluh orang siang dan sepuluh orang malam, kwi-ong layak kaisar kecil dirumahnya, dan yang hebatnya diluar dari tiga ratus wanita dewasa itu, ada lima puluh orang perempuan remaja, yang juga di peruntukkan melayani kwi-ong, dan kasihannya, selama enam bulan itu, sudah lebih tujuh puluh orang remaja putri yang mati karena penolakan atau karena ketakutan.

Setahun lebih berlalu, apa yang ada pada kwi-ong mulai merambat di timur, Ok-liang juga mulai merasakan kebutuhan itu, maka seratus pelayannya orang yang mula-mula dialihkan untuk hal-hal tersebut, Ok-liang merasakan kenikmatan tiada tara dan kehausannya dalam hal itu menuntut lebih untuk merasakan yang sebayanya, sebagaimana ia lihat saudara tuanya, namun nan-cao kehabisan perempuan sebayanya, karena sudah dipreteli duluan oleh kwi-ong, Ok-liang merambah ketempat lain, dimana desa ia jumpai, perempuan remaja yang menarik perhatiannya di paksa melayaninya, desa-desa disekitar Nancao mengalami malapetaka.

Apa yang terjadi diutara dan timur, membuat Sai-ku yang belum mengerti mulai coba-coba, kesenangan dipeluk dan dibelai satu hal menyenangkan ternyata, Sai-ku mengalihkan sepuluh pelayannya untuk menemaninya tidur dan memperlakukannya layak lelaki dewasa, awalnya sai-ku hanya bermain-main dengan tubuh sepuluh wanita, namun hentakan permainan itu mempercepat perubahan pada tubuhnya, sehinngga saat umurnya hampir tiga belas tahun dia sudah basah, dan dan hanya dua bulan dia menikmati sanggama nyata dengan wanita, mereka harus kembali ke kong-san untuk menghadap empat datuk.

Tiga remaja itu meninggalkan kota nancao, harta berupa benda mata berharga dan uang di diangkut dan dibawa ke bukit batu, harta itu mereka kumpulkan di sebuah goa dalam hutan, lalu mereka mendaki bukit dan berlutut dihadapan empat datuk

“baik sekarang kalian coba tunjukkan kemahiran kalian selama dua tahun ini, apakah kematangan ilmu yang kami harapkan sudah kalian miliki.” ujar Lam-sin-pek, lalu tiga remaja itu menampilkan gerak silat yang mereka latih selama dua tahun ini, dan memang latihan selama dua tahun ini makin mematangkan ilmu mereka.

Lam-sin-pek menguji sai-ku, liang-lomo menguji ok-liang, dan pek-mou-hek-kwi menguji kwi-ong, dan pada ujian ini, empat gurunya meresa kecewa, hasil yang mereka harapkan bahwa mereka akan kalah oleh ketiga murid muda ini, namun kenyataannya hanya seimbang, dan yang buruk Kwi-ong malah kalah dari pek-mou-hek-kwi

“apa saja yang kalian lakukan selama dua tahun ini?” tanya see-hui-kui, lalu ketiganya melaporkan apa- apa yang telah mereka lakukan, empat suhunya mengangguk tersenyum.

“baik apa yang kalian lakukan sungguh membuat kami bangga, hanya kami sedikit kecewa, bahwa bidang ilmu silat yang seharusnya kalian latih tidak maksimal, kalian harus tahu, jika kalian maksimal dalam latihan, maka kemampuanmu akan seimbang dengan dua orang dari kami, namun kenyataannya hari ini, sai-ku dan ok-liang seimbang dengan salah seorang dari kami, bahkan kwi-ong kalah.” ujar see-hui-kui.

“tapi hal itu tidak masalah, latihan kalian akan sempurna sambil jalan, ingat titik kesempurnaan kalian akan mampu mengalahkan dua dari kami.” sela liang-lo-mo

“baik suhu, mulai hari ini kami akan konsentrasi melatih diri.” sahut mereka serempak. “tidak demikian, soal latihan itu sambil jalan, karena kami akan ilmu terakhir yang merupakan gabungan ilmu kami berempat, ilmu gabungan ini ada dua bagian, yakni ilmu tangan kosong yang kami beri nama “giam-sian-sin-kang” (tenaga sakti dewa kematian) kalian perhatikan, ini hanya sepuluh jurus.” ujar Lam- sin-pek, lalu lam-sin-pek memperagakan ilmu tangan kosong gabungan itu, tiga remaja itu serius memperhatikan.

Sejak hari itu ketiganya menyerap ilmu gabungan luar biasa tersebut, setahun ilmu tangan kosong itu rapung dikuasai, lalu ilmu yang kedua merupakan ilmu pedang, yang oleh empat datuk menamainya dengan “liang-eng-kwi-kiam” (pedang iblis bayangan sukma), Liang-lo-mo memperagakan ilmu yang terdiri dari delapan jurus itu, tiga pemuda belia itupun mensawamkan ilmu senjata gabungan tersebut, ketekunan dan kegigihan tiga muda belia itu memang menepati kebanggan empat suhunya, kwi-ong yang merasa mengecewakan empat gurunya berlatih siang dan malam, sehingga dalam dua tahun disamping melatih ilmu-ilmu yang baru ia juga melatih ilmu yang dipelajari sebelum turun ke nancao, demikian juga dua saudaranya.

Waktu berjalan tanpa terasa, umur kwi-ong sudah sembilan belas tahun, ok-liang tujuh belas tahun dan sai-ku lima belas tahun, pagi hari yang cerah dan ditengah hawa yang sedikit sejuk dari biasanya, tiga muda itu duduk dihadapan empat suhu mereka yang berumur tujuh puluh tahun lebih “penggodokan diri kalian dibidang ilmu silat sudah mencapai akhir, seorang dari kalian bukan lagi tandingan kami, kalian adalah tiga pewaris mutlak dari enam datuk, aliran hek-to akan menjadi amanah hidup kalian, kalian hidup dan digodok seperti ini hanya mempunyai dua tujuan, pertama meninggikan aliran hek-to, kalian adalah tiga penjuru momok menakutkan, yang kedua adalah membunuh “bun-liong- sian” dan keturunannya.” ujar See-hui-kui

“bolehkah kami tahu siapakah bun-liong-sian ini, sukong?”

“bun-liong-sian adalah musuh bebuyutan bagi aliran kita, ibu kalian menyimpan dendam kesumat tidak terukur padanya, manusia ini adalah malu bagi golongan kita, karena dia telah membunuh dua sukong kalian coa-tung-mo-kai dan pak-koai-lo, tidak ada hal tepat baginya dan keturunannya melainkan kematian.” sahut Liang-lo-mo.

“bun-liong-sian ini orang sakti, namun dia tidak akang sanggup mengalahkan dua orang dari kalian, bahkan jika kalian keroyok bertiga dia akan mudah kalian tewaskan.” sela pek-mou-hek-kwi.

Hari ini, kita akan kembali ke huangsan dan bertemu dengan ibu kalian dan kumpulan aliran hek-to yang lain.” ujar lam-sin-pek, setelah menyampaikan prinsip-prinsip hekto dan menanamkannya pada hati tiga muda itu, merekapun meninggalkan kong-san, dan sebulan kemudian merekapun sampai di kediaman pek-mou-hek-kwi, tempat itu sangat ramai, hampir seratus orang berkumpul dan menyambut kedatangan empat datuk dan tiga muda gembelengan luar biasa itu

Disebuah ruangan mereka berkumpul yang terdiri dari empat datuk, tiga muda gembelengan, delapan lao, tee-tok-siang, empat orang Ki-cu (pimpinan panji) dan enam belas orang “hiang-cu” (pimpinan cabang), hirarki hekto yang dibentuk oleh delapan lao selama dua belas tahun sangat solid dan terorganisiir, setiap wilayah dipimpin sorang Ki-cu dan setiap ki-ci membawahi empat cabang, dan setiap cabang merupakan kumpulan oraginisasi yang beroperasi dalam bidang bukoan, piauwkiok, dan untuk mengalahkan saingan mereka punya operasi rahasia yakini perampok dan perusuh saingan.

Pak-ki dipegang Bao-lam, julukan barunya adalah “pak-tok” (racun utara), Lam-ki dipegang oleh Bu-lim julukan barunya adalah “lam-tok” (racun selatan), kemudiaan “ang-bin-mo” (setan muka merah), pemegang Tung-ki, dan “siang-mou-bi-kwi” (iblis cantik rambut harum) pemegang see-ki

Dan selama dua belas tahun itu tiga lao dari yang perempuan malah melahirkan masing-masing dua anak, dan ironisnya ayah dari enam anak itu yang terdiri dari empat laki-laki dan dua perempuan tidak memiliki ayah yang jelas, karena ketiga lao perempuan mengahalalkan lao laki-laki berlabuh dalam dekapan mereka, hanya lao-pat dan lao-si yang tidak pernah melakukan hubungan, karena bagaimanapun mereka adalah kakak adik kandung, sungguh tak obahnya para lao ini seperti sekumpulan binatang.

“Lao-it sampaikan apa yang telah kalian lakukan selama ini!” perintah see-hui-kui

“selama tujuh tahun kami berhasil membentuk pimpinan wilayah aliran kita yang kami sebut dengan “Ki” (panji), dan pemegang tampuk pimpinan panji adalah empat orang disebelah kakanan saya ini.” ujar Lao-it, Bao-lam dan ketiga rekannya sesame pimpinan panji berdiri dan merangkap tangan memberi hormat dan menyebutkan nama masing-masing

“lalu dua tahun kemudian masing-masing panji berhasil membentuk empat cabang dan pimpinan cabang adalah adalah enam belas orang ini.” ujar Lao-it sambil menunjuk enam belas pimpinan cabang, enam belas orang itu pun berdiri dan menghormat pada empat datuk. 

“apa saja yang dikerjakan empat cabang dalam tiap wilayah?” sela lam-sin-pek

“empat cabang itu merupakan satu kumpulan operasi bidang kerja, berupa piauwkiok, pokoan dan likoan merangkap rumah hiburan untuk sumber dana, bukoan untuk sumber tenaga, dan untuk memperlancar dua empat bidang kerja itu, dalam tiap markas cabang ada bidang ketahanan yang akan membungkam dan melenyapkan pesaing.”

“hmh….sistim kerja yang sangat baik, lalu bagaimana saat beroperasi?” sela pek-mou-hek-kwi

“semua cabang sudah beroperasi selama dua tahun, tahun pertama kita telah mengantongi keuntungan yang lumayan besar, setelah semua personil kita yang berjumlah dua ribu di empat wilayah mendapat jatah dan biaya operasi, maka empat datuk masih menyimpan satu peti uang emas dengan jumlah satu juta tail emas., jadi rata-rata untung perbulan adalah delapan puluh ribu tail emas.”

“lalu bagaimana dengan kendala, apa bidang ketahanan memiliki keluhan?” sela liang-lo-mo

“selama dua tahun ini tidak ada kendala yang berarti, hanya kita mempunyai satu pesaing dibidang piauwkiok, yakni piuawkiok yang dipimpin oleh yaoyan, kami tidak pernah menyinggung dia selama dua tahun operasi.” sahut Lao-it

“bagaimana dengan piauwkiok si yaoyan ini?”

“si yaoyan sudah beroperasi hampir tiga belas tahun, dan dia mempunyai rute sebagian besar di wilayah timur dan selatan.” sahut Lao-it.

‘Baik, apa yang kalian lakukan sungguh membuat kami bangga, dan mulai sekarang, diantara kita yang hadir ini, puncak kejayaan aliran kita berada dipundak ketiga muda belia ini, dan ketiganya digelar dengan “sam-cu” (tiga majikan), kwi-ong dipanggil cu-it, ok-liang dipanggil cu-ji dan sai-ku dipanggil cu-sam.” ujar See-hui-kui

“dalam hirarki aliran, dimanakah posisi sam-cu?” sela lao-sam “dalam hirarki, sam-cu berada diatas si-ki.” Jawab see-hui-kui

“jadi hirarkinya adalah, si-cianpwe, pat-lao, sam-cu, si-ki dan si-hiang.”: sela lao-pat

“tepat! posisi mereka ada ditengah dalam hirarki aliran, karena itu sam-cu merupakan penggerak dari susunan hirarki.” sahut Lam-sin-pek.

“jadi sam-cu, kalian ingat! kalian adalah posisi kunci aliran kita.”

“kami akan ingat su-kong dan akan membuat aliran kita menguasai segala hal dalam rimba persilatan.” sahut ketiga muda belia itu serempak

“bagus, kalian dengar tadi bahwa kendala aliran kita adalah si yaoyan, si yaoyan adalah bun-liong-sian, kalian uruslah si yaoyan ini!” ujar Liang-lo-mo.

“baik su-kong, kami akan segera melaksanakan titah su-kong.” Sahut ketiganya.

“baik, besok kalian berangkatlah ke kaifeng, disana ada kantor cabang Han-piauwkiok, sementara kantor pusat Han-piuawkiok ada di kota bicu, kota kecil sebelah barat kota lokyang.” sela lao-it. sam-cu mengangguk.

Kota Bicu dimana Han-hung-fei berdiam telah menjadi piuwsu yang sukses, umurnya sekarang empat puluh tahun, dan bersama istrinya Khu-lian-kim mereka duanugrahi tiga orang anak, yang sulung adalah Han-bi-goat berumur dua belas tahun, yang kedua adalah Han-bu-jit berumur sepuluh tahun dan yang ketiga adalah Han-bun-seng berumur delapan tahun.

Lima tahun pertama Han-piuawkiok melaju pesat, para pedagang kota Bi-cu menjadi langganan tetap han- piauwkiok, rute perjalanan piuawkiok awalnya hanya dari kota Bi-cu ke kota kaifeng, lima tahun kemudian Han-hung-fei mendirikan cabang di kota lokyang, lokyang sebagai kota raja adalah lahan emas bagi jasa ekpedisi, dan keberadaan Han-piauwkiok menjadi saingan baru bagi banyak piauwkiok yang berada disana, terutama empat piauwkiok yang merasa kehilangan pelanggang di kota Bi-cu, berkembangnya Han-piauwkiok menimbulkan iri.

Oleh Han-hung-fei pimpinan cabang dikota raja diserahkan pada murid pertamanya Cia-peng yang berumur dua puluh lima tahun, saat peresmian kantor cabang, Cia-peng bersama lima puluh piauwsu mengundang pejabat setempat dan pimpinan lima belas piuawkiok yang berada di kota lokyang, pimpinan dan wakil piuawkiok hampir semuanya datang, kecuali dua piauwkiok yakni hek-ma-piauwkiok dan hui- liong-piauwkiok, dua pejabat pemerintahan juga datang, dan selain itu adalah beberapa pedagang besar dan terkenal dikota Lokyang.

“terimakasih kami sampaikan kepada seluruh undangan yang berkenan hadir dalam peresmian kantor cabang Han-piuawkiok.” ujar Han-hung-fei dengan ramah

“sicu yang mulia dari kalangan pemerintahan dan juga rekan-rekan pangcu piauwkiok yang terhormat, serta cuwi sekalian yang berhadir, kehadiran Han-piauwkiok kami harap dapat menjadi mitra bagi para pedagang dan setiap orang yang menggunakan jasa Han-piauwkiok, jadi salah satu penggerak ekonomi kota lokyang, dan juga menjadi rekanan baik terhadap sesame piauwkiok.” ujar Han-hung-fei dan disambut tepuk meriah oleh anngota han-piauwkiok dan para tamu undangan.

“Dan kami sangat mengharapkan Can-guanfang (pejabat Can) dari pemerintahan memberikan sambutan sepatah dua patah kata dalam acara peresmian kantor cabang han-piauwkiok.” ujar Han-hung-fei, tepuk tangan menyambut berdirinya Can-Guanfang yang mengepalai bidang perdagangan dikota lokyang

“terimakasih Han-sicu yang terhormat dan para undangan sekalian, kami dari kalangan pemerintahan merasa bersyukur dengan kehadiran Han-piauwkiok di kota lokyang, benar kata Han-sicu bahwa piuwkiok merupakan salah satu gerak roda ekonomi, merupakan penghasilan pajak untuk pemerintahan, harapan kami hanya satu, bahwa pelaku-pelaku jasa ekpedisi ini saling menghargai dan saling menghormati, bersainglah secara sehat, sehingga kemanan dan ketertiban kota tetap dalam keadaan kondusif, dan kami tidak mentolerir anarkis yang muncul akibat persaingan.” ujar Can-guanfang

“setuju….! Teriak para undangan sambil bertepuk tangan, Can-guanfang pun menutup sambutannya.

Kemudian setelah acara pembukaan dan sambutan, Han-hung-fei menyuruh semua piauwsunya naik dipimpin oleh Cia-peng, Han-hung-fei kemudia memperkenalkan Cia-peng sebagai pimpinan cabang Han- piauwkiok dikota lokyang, setelah itu acara menggunting pita yang dilakukan oleh Can-guanfang, petasanpun meletus membuat suasana jadi semarak diiringi tepuk tangan gemuruh para undangan, lalu akhirnya acara makan dan minum sambil anjangsana antara Han-hung-fei dengan Can-guanfang dan beberapa pimpinan piuawkiok yang lain.

Setelah itu para undangan pun kembali pulang, Han-hung-fei sebelum kembali ke Bicu memberikan wejangan pada Cia-peng dan seluruh piauw-su

“kantor ini adalah kantor cabang pertama kita setelah lima tahun Han-piuawkiok berdiri, oleh karena itu berusahalah sebaik mungkin dalam melayani pengguna jasa, jeli dengan pasar yang berlaku, jangan menjatuhkan harga pasar hanya untuk menarik pelanggan, karena itu akan merusak rekanan kita sesama piauwkiok, kemudian kalian tetaplah waspada, sebagai kantor cabang yang baru bahkan piuwkiok kita masih tergolong baru, kita akan banyak menghadapi trik persaingan yang mengarah pada pertentangan yang akan merusak kenyamanan kota.” ujar Han-hung-fei

“kami akan ingat pesan suhu, dan kami akan bekerja sebaik mungkin dan selalu waspada.” sahut Cia- peng, Han-hung-fei mengangguk dengan lembut, lalu keesokan harinya Han-hung-fei kembali ke BIcu, tiga hari kemudian Cia-peng mulai beroperasi, kantor pun dibuka, para paiuwsu sudah siap pada bagian masing, hari itu pelanggan belum ada yang datang, keesokan harinya kantor dibuka, dan piket kantor menunggu jika pelanggan datang, hingga seminggu han-piauwkiok belum mendapatkan pelanggan, baru pada hari kesepuluh seorang pedagang kain dating “selamat datang di han-piauwkiok sicu, saya adalah Cia-peng pangcu dikantor ini.” sambut Cia-peng sambil memperkenalkan diri

“selamat bertemu pangcu, saya adalah Yang-sian” sahut pedagang “apa yang biasa kami Bantu Yang-sicu?”

“saya hendak mengirik barang berupa dua peti kain dan dua peti cat.” “kemanakah barang tersebut hendak dikirim Yang-sicu?”

“barang tersebut hendak disampaikan pada rekan saya Kao-beng di kota kaifeng.” sahut Yang-sian

“baiklah Yang-sicu kami akan catatkan surat barangnya.” ujar Cia-peng sambil mencatat nama dan jumlah barang, dan juga nama dan alamat pengirim serta nama dan alamat penerima, kemudian nama pimpinan piauwsu yang melaksanakan pengiriman, dan biaya jasa pengiriman.

Setelah semua jelas, surat itu pun dibubuhi dengan cap jempol Yang-sian dan dan stempel piauwkiok, lalu merekapun keluar, lalu barang kiriman dipindahkan dari kereta kuda Yang-sian kekereta Han-piuwkiok, untuk pengiriman pertama ini Cia-peng sendiri yang melakukan pengiriman, dua belas piauwsu berangkat bersama Cia-peng, perjalanan ini lancar tanpa kendala hingga Cia-peng kembali ke Lokyang, kesibukan dikantor han-piauwkiok makin terasa setelah berjalan dua bulan, para pelanggan pun mulai melirik cabang piauwkiok baru ini, piuawkioknya sendiri sudah dikenal, karena selama ini piauwkiok ini selalu melintasi lokyang dari Bicu menuju kaifeng.

Suatu hari liang-kui pimpinan hek-ma-piauwkiok mengadakan pertemuan

“Han-piauwkiok sudah mendirikan cabang dikota ini, jadi karena baru dua bulan sebaiknya kita hancurkan kantor mereka.” ujar liang-kui geram

“setuju…mari kita hancurkan Han-piauwkiok!” seru anak buahnya. “bagaimana caranya pangcu!?” tanya wakilnya

“besok malam, kita akan bakar kantor tersebut secara diam-diam, kita tidak usah kontak fisik dengan para paiuwsu dari Han-piauwkiok.” sahut Liang-kui

“tapi pangcu, piauwsu dari Han-piauwkiok, saya dengar memiliki kesaktian yang hebat

“saya juga mendengar hal itu, jauh sebelum kantor mereka disini dibuka, lalu menurutmu bagaimana Lauw-te?”

“menurut saya, cara terbaik adalah menyewa orang untuk membakar kantor mereka.” sahut Lauw-kok “hmh…siapa menurutmu yang akan mau dan mampu melakukanya?”

“saya kira “jeng-jiu” (si tangan seribu) akan mau melakukannya, asal kita bayar lebih.” sahut Lauw-kok

“baik kalau begitu, usahakan Jeng-jiu bertemu dengan aku!” ujar Liang-kui, Lauw-kok mengangguk dan segera keluar berasama piauwsu lainnya.

Tiga hari kemudian Jeng-jiu bertemu dengan liang-kui

“pangcu apa yang ingin kau katakana padaku sehingga meminta kita bertemu?”

“begini jeng-jiu, kami punya pekerjaan untukmu, kalau kamu bersedia akan kami bayar lebih.” sahut Liang- kui

“hmh…tergantung apa pekerjaannya, jika setimpal dengan bayaranmu aku akan lakukan.” “pekerjaannya tidaklah sulit, hanya membakar sebuah kantor cabang piauwkiok.” ujar Liang-kui “hehehe…hehehe…kantor piauwkiok mana yang mau dibakar?”

“kantor cabang Han-piauwkiok, kantor baru yang baru dua bulan dibuka.” “hmh..berapa pangcu akan membayarku?”

“sepuluh tail emas bagaimana?” “resikonya tidak sepadan.” sahut Jeng-jiu

“hmh…berapa yang kamu minya Jeng-jiu?”

“dua puluh tail emas.” sahut Jeng-jiu, Liang-kui terdiam

“baik akan saya bayar setengah dimuka, dan sisanya setelah kamu berhasil.” ujar Liang-kui

“sepakat, berikan setengah bayaran saya, nanti malam aku akan bakar kantor Han-piauwkiok.” ujar Jeng- jiu

“Lauw-te berikan sepuluh tail emas pada jeng-jiu!” perintah Liang-kui, Lauw-kok segera masuk kedalam dan membawa sekantong uang sejumlah sepuluh tail emas, Lauw-kok memberikan uang itu dan diterima jeng-jiu.

“besok lusa aku datang lagi untuk mengambil sisa bayaranku!” ujar jeng-jiu sambil berkelabat dari kediaman liang-kui.

Malam itu jeng-jiu mengendap-endap di sekitar kantor han-paiuwkiok, empat piauwsu sedang melakukan ronda, jeng-jiauw menyelinap kebagian dapur bangunan, rencananya ia akan mulai membakar dari bangunan belanag ini, namun saat ia masuk ia pergok cia-peng yang saat itu hendak ke belakang

“heh..siap kamu!?” tegur Cia-peng sambil melompat dan hendak mencengkram tangan Jeng-jiu,

Jeng-jiu terkejut dan secara spontan menghindar, jeng-jiu segera berlari keluar, namun Cia-peng tidak membiarkannya lolos, pertemouran sengit berlansung di halaman bagian belakang, empat peronda segera muncul dan menerangi tempat pertempuran, bahkan para piauwsu yang mendengar suara pertempuran segera berdatangan.

Jeng-jiu yang merasa hebat sendiri terperangah dan nyalinya gentar, ketika ia tidak bisa lepas dari kurungan lawannya ini, bahkan beberapa pukulan dan tamparan telah ia terima, untungnya Cia-peng tidak jauh selisih kekuatannya, namun empat jurus dari bun-sian-pat-hoat membuat dia kewalahan dan kalah gesit, ia terdesak hebat dan

“plak..buk..des..plak…” bunyi pukulan beruntun mengantam tubuhnya, sehingga ia terkepar menggeloso ditanah, mulutnya memuntahkan darah, karena pukulan telak pada dadanya membuat terluka dalam.

“katakan! siapa kamu dan kenapa kamu menyusup malam-malam keruang dapur!?” bentak Cia-peng

“ampunkan aku pangcu! aku hanya orang suruhan.” Sahut jeng-jiu dengan nada memelas, nafasnya kian sesak karena memaksa bicara.

“siapa yang menyuruhhmu!?” tanya Cia-peng “a..aku..aku disuruh pangcu dari hek-ma-piauwkiok.” “kamu disuruh untu apa!? cepat jawab!” bentak Cia-peng

“a..a..a..aku disuruh untuk membakar kantor.” sahut Jeng-jiu dengan terbata-bata, mukanya makin pucat dan hatinya bergetar ketakutan.

“hmh…sebaiknya orang diserahkan kepada polisi pangcu!” sela anak buahnya “ya..kita akan serahkan ia pada polisi dan biar polisi yang akan mengusutnya.” sahut Cia-peng.

“aduhh..maafkanlah aku pangcu, aku jangan dibawa ke kantor polisi, kita damai saja, aku akan mengaku didepan pangcu hek-ma.”

“tidak perlu, polisi akan menindak perbuatan kalian!” sahut Cia-peng, lalu mengikat tangan jeng-jiu

“kalian ikat dia di pagar depan dan jaga jangan sampai lolos, besok kita serahkan ia pada polisi.” ujar Cia- peng, empat piauwsu peronda membawa jeng-jiu kedepan dan mengikatnya ditiang pagar, lalu mereka menjaganya semalaman.

Keesokan harinya Cia-peng menyerahkan jang-jiu kepada polisi, oleh cao-ciangbu mengusut kasus tersebut, dan akhirnya Liang-kui ditangkap dan dihukum cambuk sepuluh kali dan dipenjara, kejadian itu tidak tersiar luas karena baik han-piaauwkiok dan hek-ma sendiri tidak membicarakannya, Cia-peng tetap menjalankan operasi piauwkiok, sehingga Han-piauwkiok menjadi piauwkiok terkenal dan disukai para pengguna jasa.

Karena keberhasilan dilokyang maka Han-hung-fei membuka cabang di Chang-an yang dipimpin muridnya Bao-yuan yang berumur dua puluh lima tahun, lalu Han-hung-fei membuka rute baru dari bicu ke Yinchang, dan setahun kemudian Han-hung-fei membuka cabang di Yichang dengan dua rute yakni ketimur dan keselatan, keselatan rute menuju kota chongqing dan kangshi, sementara keselatan satu jalur menuju bicu, dan satu jalur ke wuhan terus ke Hofei.

Kemudian Han-hung-fei membuka cabang di kota-kota selatan tersebut sehingga makin luas jangakauannya, dalam jangka lima tahun setelah pembukaan cabang pertama di Lokyang, Han-piuwkiok semakin besar dan jaya, rutenya sangat luas dengan kantor cabang yang lumayan banyak, Han-hung-fei terus memperluas sayap piauwkioknya hingga mencapai kota Taiyuan diwilayah utara, setahun kemudian setelah membuka cabang di kota taiyuan, Han-hung-fei membuka cabang di kota Kaifeng untuk memperluas rute piuawkioknya hingga sampai ke Beijing, anak buahnya saat membuka kantor di kaifeng, telah mencapai lima ratus piauwsu, dan semua kantor cabang dipimpin oleh murid-murid binaannya yang mewarisi bun-sian-pat-hoat.

Tiga bulan setelah pembukaan kantor cabang di kaifeng, selagi para piauwsu sibuk membongkar muat barang didepan kantor, tiga orang muda belia muncul, mereka adalah sam-cu

“apakah ini piauwkiok dari si yaoyan!?” tanya kwi-ong sambil memelemparkan plakat piaukiok kearah kereta kuda, plakat itu patah menjadi dua, Gak-lung sebagai pimpinan cabang keluar dari kantor bersama seorang pelanggan

“sam-sicu apa yang kalian lakukan!?” tegur Gak-lung

“hehe..hehehe…apa kamu tidak lihat apa yang barusan kami lakukan!?” sela ok-liang dengan tawa jumawa

“kalian telah merusak pelakat dan membuat onar disini. Kenapa kalian melakukan hal tidak terpuji ini!?”

“hahaha…kami tidak butuh khotbahmu, piauwkiok ini harus tutup dan tidak boleh lagi beroperasi.” ujar kwi- ong

“kami tidak kenal pada kalian, dan tidak ada hak mu untuk menutup piauwkiok ini.” tantang Gak-lung

“hmh..bagus aku mau lihat samapai dimana sih kehebatanmu sehingga berani menantang kami!?” teriak sai-ku sambil menerjang, Gak-lung yang tidak menduga berani menyambut serangan sai-ku

“dhuar..prak..hegkk..” dua tenaga sin-kang beradu menimbulkan suara keras, dan malang bagi Gak-lung, kilatan sin-kang sai-ku yang mau menginjak dewasa itu telah merobek tubuh Gak-lung sehingga membuat organ dalam tubuh gak-lung remuk dan hancur, ia tewas seketika, para piauwsu merangsak menyerang sai-ku, namun tubuh mereka laksana mainan dipukul dan ditendang sesukanya, dalam lima belas gebrakan, dua puluh nyawa piauwkiok telah melayang. Kejadian naas itu membuat warga panik dan ngeri, orang berlarian menyingkir dan sembunyi sambil mengintai kantor Han-piuwkiok dari kejauah, seorang pemuda tampan berumur dua puluh tahun baru masuk kota Kaifeng dari gerbang sebelah selatan, ia heran melihat warga yang sedang mengintai, dia adalah Han-fei-lun yang baru tiba dari perantauannya dan hendak kembali menjumpai keluarganya di Kaifeng.

Tiga tahun lalu, saat Han-fei-lun berumur tujuh belas tahun, oleh kakeknya Liu-gan menyuruhnya untuk berkelana

“Lun-ji..! seorang pendekar harus mengasah pengalaman hidup dengan banyak melihat keadaan dan kondisi hidup di alam raya yang luas, jadi berangkatlah kemana saja langkahmu membawa.” ujar Liu-gan

“lalu bagaimana dengan kongkong dan ibu!?”

“kami tidak usah kamu cemaskan Lun-ji, kamu memerlukan pengalaman hidup diluar dari rumah dan kota kaifeng ini, dua suhumu adalah dua pendekar sejati yang kaya akan pengalaman, jadi patutnya kamu juga harus demikian.” sahut Liu-gan

“baiklah kongkong, saya akan menjalankan saran kongkong.”

“berangkatlah bun-ji, setidaknya tiga tahun ibu akan sabar menunggumu.” sela Liu-sian. “baik ibu, selama tiga tahun aku akan kembali menemui ibu.” sahut Fei-lun.

Hari itu juga berangkatlah Han-fei-lun, ia keluar dari pintu gerbang sebelah selatan, dia berjalan dengan hati gembira, pemandangan alam yang demikian indah sepenjang perjalanan membuat dia merasa lega dan lapang, Han-fei-lun terbetik untuk mencoba gin-kang yang sudah ia miliki, maka ia pun berlari melintasi hutan, larinya luar biasa cepat, hanya bayangannya saja yang tertangkap oleh mata, bayang- bayang tubuh Han-fei-lun melintasi lembah dan melompati jurang dan ngarai.

Didalam hutan yang lebat Han-fei-lun melatih seluruh ilmu yang ia warisi dari kedua suhunya, gerakannya yang kokoh dan kuat serta lincah membuat mata yang menyaksikannya akan terkagum-kagum, setelah berlatih Han-fei-lun melanjutkan perjalanan, sebulan kemudian ia sampai di kota hofei, ia menginap disebuah likoan untuk melewatkan malam, saat tengah malam pendengarannya yang tajam mendengar gerak mencurigakan diatas atap, dengan sigap ia membuka jendela dan keluar lalu melenting keatas atap, dua bayangan orang berbaju hitam sedang mengintai sebuah kamar likoan.

Seorang dari pengintai turun menerobos atap dan masuk kedalam kamar, penghuni kamar itu adalah seorang pedagang barang antik bernama Bu-hong berumur lima puluh tahun

“eh..si…agh..” Bu-hong tidak sempat melanjutkan pertanyaan dan dia sudah dibungkam oleh penyusup, sipenyusup membongkar peti barang dagangan bu-hong, dan hatinya gembira saat melihat sebuah bokor berbentuk miniatur menera, dia segera meraih bokor dan hendak kembali melompat keatas, namun hatinya terkejut, ketika melihat kawannya jatuh melayang dari atas atap.

Seorang pemuda berdiri dihadapannya, sementara kawannya tergeletak lemas

“letakkan barang yang hendak mau curi!” perintah Fei-lun, orang itu tanpa menjawab lansung menyerang fei-lun, fei-lun dengan gesit berkelit, si penyusup merasa penasaran dan menyerang lagi, kali ini Fei-lun tidak cuma menghindar, namun membarengi dengan sebuah serangan balasan

“plak…auh..buk…heghkk..” si penyusup terhempas setelah menerima dua pukulan Fei-lun, sementara bokor yang ada ditangannya sudah berpindah tangan, lelaki itu meringis

“ampunkan saya taihap..” ujar dengan nada memelas

“kalian akan saya ampuni jika menjawab dengan jujur .” sahut Fei-lun sambil melangkah mendekati Bu- hong dan melepaskan totokan

“terimakasih taihap.” seru Bu-hong sambil merangkap tangan, Fei-lun mengangguk dan menyerahkan bokor itu pada Bu-hong, lalu kembali melangkah mendekati si penyusup “ka..kami hanya su..suruhan taihap.” sahut sipenyusup terbata-bata “kalian disuruh apa dan oleh siapa?” tanya Fei-lun

“ka..kami disuruh mencuri bokor o…hegk…” sipenyusup tiba-tiba tertelungkup tewas karena sebuah pisau menancap di punggungnya, pisau itu datang dari arah jendela kamar, Fei-lun segera keluar, dan dilorong itu beberapa tamu sedang lalu lalang, Fei-lun dan orang-orang itu saling bertatapan, tatapan mereka heran

“siapa yang barusan dekat jendela kamar ini?” tanya Fei-lun

“kenapa? apa yang terjadi?” seorang dari tiga orang yang melewati lorong itu kembali betanya, Fei-lun menatap tajam pada ketiga orang itu

“hmh…salah satu dari tiga orang ini pasti yang melemparkan pisau.” Pikirnya, namun karena ia tidak punya bukti, maka ia diam

“sudahlah, tidak apa-apa.” sahutnya, lalu Fei-lun kembali kedalam, seorang penyusup yang ia robohkan di punahkan totokannya

“katakan! kalian ini siapa dan siapa yang menyuruh kalian!?” bentak Fei-lun, sebelum orang itu menjawab, Fei-lun segera merontokkan sebuah pisau yang meluncur dan dengan cepat ia bergerak keluar, sebuah bayangan sedang berlari dan melompat kebawah dari beranda tingkat atas, Fei-lun segera mengejar orang tersebut, tidak lama kejar-kejaran itu berlangsung, Fei-lun sudah menagkap pundak orang itu, tapi Fei-lun terkejut, ternyata orang itu sudah tewas dengan menelan sesuatu, mulutnya berbusa dan mukanya menghijau, setelah diperhatikan ternyata orang itu adalah yang tadi bertanya balik padanya.

“han-fei-lun kembali ke likoan, dan hatinya sedih ketika melihat kawan sipenyusup sudah mati dengan sebuah pisau mencap dikeningnya, dan Bu-hong sipedagang juga telah terkapar tewas dengan sebuah pisau menacap di perut dan keningnya, bokor itu sudah hilang, Fei-lun melapor pada pemilik likoan, tiga mayat itu diturunkan, para tamu geger, Han-fei-lun mengawasi semua tamu yang mencul, dan wajah dua orang yang ia temui dilorong juga ada disana menyaksikan tiga mayat yang digotong para pelayan.

Sepuluh orang polisi datang dan khu-ciangbu menayai Han-fei-lun, Han-fei-lun menceritakan kejadiannya, dan dua orang yang ditemui Fei-lun juga ditanyai secara seksama oleh Khu-cianbu, namun mereka tidak tahu apa-apa, karena tidak ada bukti kedua orang itu pun dilepaskan oleh Khu-cianbu

“Khu-cianbu sepertinya bokor itu amat penting, sehingga untuk menjaga kerahasiaannya para peminat itu rela mati.” ujar Fei-lun

“hmh….dugaan taihap mungkin benar, namun kasus ini rumit karena tidak ada satupun petunjuk yang didapatkan.” sela Khu-ciangbu.

“kalau boleh saya usul Khu-ciangbu, ada dua hal yang harus ditelusuri.” ujar Fei-lun “apa itu taihap?” tanya Khu-ciangbu

“pertama dari pisau-pisau ini mungkin akan diketahui siapa pemiliknya, dan yang kedua asal-usul si pedagang yang bernama Bu-hong itu.” sahut Fei-lun

“hmh..kamu benar taihap, kami akan coba usut hal ini.” ujar Khu-ciangbu, lalu Khu-ciangbu meninggalkan likoan dan membawa ketiga mayat, para tamu kembali kekamar masing-masing, Han-fei-lun juga kembali memasuki kamarnya, hatinya sangat penasaran dan merasa tertipu, lalu ia teringat pada dua orang yang katanya tidak tahu apa-apa setelah ditanya Khu-cianbu.

Khu-cian-bu keluar dari kamarnya dan coba mencari kamar dua orang itu, baru saja dua kamar ia intai, Fei-lun melihat dua orang bergerak cepat keluar dari likoan, Fei-lun dengan diam-diam mengikutinya, kedua orang itu berlari cepat menuju sebuah rumah yang megah dan besar, Fei-lun terus mengintai, dan hatinya berdegup setelah jelas melihat dua orang itu adalah dua orang yang dicurigainya, keduanya menghadap seorang lelaki berumur lima puluh tahun, pakainnya yang warna kuning dari bahan sutra yang mahal, wajahnya gagah dengan jenggot panjang sampai dadanya yang dipelihara dengan baik, matanya tajam dengan alis yang tebal. Dia adalah Wang-cu, seorang bekas pangeran dari dinasti xin, saat penggulingan keluarganya, Wan-cu siang-siang sudah melarikan diri, dari kota raja dan bersembunyi di Hopei, ia menyamar sebagai seorang pedagang barang-barang berharga, dan untuk menyamarkan dirinya sebagai bekas pangeran, ia menukar namanya menjadi Cu-huang.

“bagaimana pekerjaan kalian!?” tanyanya pada dua orang itu

“taijin, kami berhasil mendapatkan bokor, namun seorang dari kami tewas untuk mendapatkannya.” “hmh…apakah tindakan kalian ada yang mencurigai?”

“tidak ada tai-jin, karena kami menggunakan jasa dua orang pencuri.”

“bagus…berikan bokor itu untuk kulihat!” perintah Cu-taijin, seorang dari mereka mengeluarkan bokor dan menyerahkannya pada Cu-taijin, Cu-taijin menerima bokor dan memperhatikannya dengan seksama

“kalian pergilah ke huangsan, sampaikan kepada para lao disana bahwa aku ingin bertemu mereka, minggu depan di kota pengbun.” ujar Cu-taijin, kedua orang itu pergi dan bergerak cepat keluar kota hopei.

Han-fei-lun masih mengintai Cu-taijin karena penasaran dengan bokor nampaknya begitu penting, Cu-taijin bangkit dari duduknya dan masuk kedalam, tapi ia berhenti ketika dua orang pengawalnya datang melapor

“taijin, pang-taihap dan gui-taihap sudah datang.”

“suruh mereka menunggu diruang tengah!” sahut Cu-taijin, lalu menruskan langkahnya masuk ke dalam, Fei-lun dengan hati-hati terus mengikuti Cu-taijin, langkahnya yang ringan dan gerakannya yang cepat membuat seluruh penghuni rumah tidak menyadari keberadaannya.

Cu-taijin menyimpan bokor didalam sebuah lemari, setelah mengunci lemari, Cu-tai-jin keluar dari kamar dan menutup pintunya, ia segera menuju ruang tengah, Fei-lun masuk kedalam kamar, sekali remas kunci besi lemari hancur, Fei-lun mengambil bokor dan menyimpannya didalam bajunya, ia keluar dan menuju ruang tengah, kedua tamu Cu-taijin adalah bekas jenderal ang-bi-tin, laskar Ang-bi-tin gulung tikar setelah sebelas tahun berhadapan dengan pasukan kaisar yang membombandir kantong-kantong kekuatan mereka.

“bagaimana persiapan kalian di Wuhan, pang-taihap?” tanya Cu-taijin

“pasukan di wuhan telah mencapai tujuh ratus orang, yang sebagian kecil adalah bekas tentara ang-bi-tin, namun walaupun begitu, selama ini kami sudah melatih mereka ilmu perang, sehingga semuanya mahir memakai senjata dan memahami taktik perang.” sahut Pang-taihap.

“dan jumlah itu masih jauh dari cukup taijin, lalu bagaimana dengan pasukan yang taijin katakan?” sela Gui-taihap

“minggu depan saya akan menemui pimpinan mereka.” sahut Cu-taijin “apakah mereka akan dapat diajak kerjasama, taijin?” sela Pang-taihap

“hehehe…hehehe..pasti mereka mau, karena apa yang kutawarkan pada mereka sudah kudapatkan.” sahut Cu-taijin.

“kalau boleh kami tahu apa yang tai-jin tawarkan pada mereka, hal ini harus jelas, karena taijin juga punya penawaran pada kami.” sela Gui-taihap

“hehehe…kalian tenang saja, untuk urusan pangkat dan jabatan mutlak bagi kalian para pimpinan pasukan di wuhan, jika kita berhasil.”

“yakinkan kami taijin, hal apa yang dapat taijin tawarkan selain dari pangkat dan jabatan, jika sekiranya perjuangan kita ini berhasil.” sela Pang-taihap

“saya mempunyai penawaran yang mereka inginkan, karena merea adalah kalangan rimba persilatan.” “maksud taijin , taijin menawarkan ilmu silat pada mereka!?” sela Pang-taihap “benar, dan saya yakin mereka akan mau menerima.”

“bagaimana taijin yakin mereka mau menerima, sementara sejauh apa keampuhan ilmu yang akan ditawarkan taijin?”

“hehe…karena ilmu itu sama halnya dengan munculnya bun-liong-sian-kiam.”

“sepertinya tidak ada ilmu yang menyaingin bun-liong-sian-kiam yang menjadi rebutan baik pada zamannya maupun sesudahnya.” sela Pang-taihap

“benar, dan bun-liong-sian-kiam telah diwarisi oleh bun-liong-taihap.” sela Gui-taihap

“benar apa yang kalian katakan, namun ada hal yang tidak kalian ketahui, bahwa saat munculnya bun- liong-sian-kiam, rahasia ilmu itu ada pada patung naga, dan patung naga itu menurut ceritanya akan disimpan ke dalam menara Liu, kalian tahu kenapa?”

“tidak tahu taijin, memangnya kenapa?”

“hehehe..karena pemilik rahasia patung naga adalah sute dari pemilik rahasia ilmu yang saya tawarkan.” “artinya bun-liong-sian-kiam juga ilmu yang taijin tawarkan.” sela pang-taihap

“kira-kira seperti itulah mungkin, karena mereka adalah saudara seperguruan.” sahut Cu-taijin

“kalau itu ilmu yang taijin tawarkan, apa lebihnya dan bahkan tidak ada artinya karena pewarisnya sudah ada duluan.” sela Gui-taihap

“benar, bagia kalian itu tentu sudah basi, namun bagi pimpinan yang akan saya temui sangat membutuhkannya untuk membunuh pesaing meraka si yaoyan.” sahut cu-taijin

“yaoyan? siapa yaoyan yang dimaksud?” tanya kedua tamunya bersamaan

“hehehe..aku juga heran saat mereka mengatakan si yaoyan, yang ternyata si yaoyan itu adalah bun-liong- taihap yang sekarang jadi pemilik Han-piauwkiok.” sahut Cu-taijin

“hmh..baiklah tai-jin, jika sudah berhasil dengan pasukan yang akan taijin rekrut, maka beritakanlah kepada kami, dan kita bisa mengevaluasi pasukan kita.” ujar Pang-taihap

“baik, setelah bertemu minggu depan, saya akan menyampaikan pada kalian.” sahut Cu-taijin, lalu kedua tamunya pergi, dan Cu-taijin masuk kekamarnya untuk istirahat.

Han-fei-lun meninggalkan rumah Cu-tai-jin, cerita yang ia dengar membuat ia paham bahwa bokor itu akan dijadikan tawaran untuk merekrut pasukan, yang akan mengadakan pemberontakan, dan kaitannya ada terhubung dengan Han-piuwkiok yang ia tahu adalah pemilik likoan yang dikelola kakeknya, Han-fei-lun sampai di penginapan menjelang pagi, Han-fei-lun tidur hingga siang, setelah mandi dan berganti pakaian, ia memperhatikan bokor dengan teliti, diraba dan diputar-putar, namun tidak ada reaksi apapun, yang aneh pada bokor hanya atap bagian atas yang berbentuk bulat bisa ditarik dan ditekan.

Han-hung-fei meletakkan bokor itu diatas meja, dan sambil baring ia menatap

“miniatur sebuah menara.” pikirnya, dan tiba-tiba raut mukanya berubah, karena teringat ucapan Cu-taijin yang mengatakan menara Liu

“ini pasti miniatur menara Liu?” gumamnya dalam hati, lalu ia keluar dan memesan makanan, pelayanpun menghidangkan makan, Han-fei-lun makan dengan lahap, setelah selesai ia menemui pemilik likoan.

“loya..! berapa sewa kamarku, dan makanan tadi?” ujar Fei-lun “apakah kongcu mau meninggalkan kota?”

“benar loya.” sahut Fei-lun “semuanya sepuluh tahil.” sela pemilik likoan

“ini loya sepuluh tahil, oh ya menara liu itu terletak diamana yah?” “menara liu ada dikota lokyang kongcu.” sahut pemilik likoan

“oh, terimaksih loya, permisi!” ujar Fei-lun, lalu meninggalkan kota Hopei.

Han-fei-lun mengambil jalan pintas menuju lok-yang, tiga bulan kemudian ia sampai kekota Bicu, kota kecil yang indah dan sejuk, saat ia melewati kantor Han-piawkiok, para piauwsu sedang sibuk membongkar muat barang, dia berdiri diluar memperhatikan kesibukan para piauwsu, seorang paiuwsu mendekatinya

“ada apa kongcu?” tanya piauwsu

“ah..tidak ada apa-apa, hanya melihat-lihat, hendak kemakah perjalanan kalian?”

“kami hendak ke lokyang, jika kongcu mau membonceng dan minta jasa pengawalan, kongcu bisa bertemu pangcu.”

“siapakah nama pangcu Han-piauwkiok dikota ini?”

“jika kongcu mau jasa pengawalan akan saya jawab, tapi kalau tidak, saya tidak akan jawab.” “Kenapa begitu sicu?”

“karena kongcu tidak punya urusan dengan pangcu kami, lalu untuk apa menanyakan namanya?” “ada apa a-gin?” tanya mandor yang tadi sibuk memerintah sana-sini

“kongcu ini tidak ada urusan tapi berdiri memperhatikan kita Tan-twako” sahut A-gin “kongcu ini siapa, kenapa berdiri di sini?” tanya Tan-siang

“aku hanya sekedar lewat dan tertarik melihat kesibukan para piauwsu “apa kamu mau cari kerja?” tanya Tan-siang

“tidak twako.” jawab Fei-lun

“eh kamu ini sangat mencurigakan, tidak ingin mencari kerja, tidak juga hendak menyewa jasa, tapi berdiri disini dan mematai-matai, apakah kamu berniat tidak baik anak muda?” tanya Tan-siang

“ada apa?” sela sebuah suara dari depan kantor, lelaki separuh baya itu keluar dari dalam kantor dan menyeru mereka

“pemuda ini mencurigakan pangcu, sepertinya ia memata-matai kita.” sahut Tan-siang

“bawa dia kesini, jika tidak mau suruh pergi!” ujar Han-hung-fei, Han-fei-lun menatap lelaki tampan yang separuh baya itu.

“kamu dengar tadi!? pangcu menyuruhmu masuk dan menemuinya, tapi jika kamu tidak mau, sebaiknya kamu pergi.” tjar Tan-siang, Han-fei-lun melangkah dan memasuki kantor, Han-hung-fei menatap pemuda tujuh belas tahunan itu.

“siapa namamu nak?” tanya Hung-fei

“namaku Fei-lun.” Jawab Fei-lun sambil menatap lekat pada wajah orang tua didepannya “Fei-lun, kenapa kamu berdiri dan mematai-matai tempat kami?”

“saya hanya sekedar lewat dan tertarik melihat kesibukan para piauwsu.” “apakah kamu mau cari kerja?”

“eh ada tamu, darimana?” sela Lian-kim yang masuk sambil membawa minuman untuk suaminya, Fei-lun melihat wajah cantik yang tersenyum ramah padanya

“maaf jika kehadiranku membuat salah faham, tapi sebenarnya aku hanya sekedar lewat, dan terjadi pembicaraan dengan seorang paiuwsu sehingga salah faham.” ujar Fei-lun

“baiklah anak muda, jika memang salah faham, dan kami persilahkan kamu untuk pergi.”

“dan juga saya ingin katakan bahwa likoan milik keluarga ini yang ada dikaifeng pengelolanya adalah kakekku.”

“eh..kamu dari kaifeng nak!?” sela Lian-kim terkejut, Hung-fei mengerenyitkan keningnya “hehehe…kalau tadi kamu bilang diawal, tentu tidak sekaku ini lun-ji pertemuan kita.” ujar Hung-fei “maafkan saya paman, saya tidak tahu kenapa saya merasa mengambang ketika lewat rumah ini.” “hihihihi…jadi kamu cucunya liu-siok, siapa namamu tadi nak?” sela Lian-kim

“nama saya fei-lun.”

“bagaimana kabar ibumu Liu-sian?”

“siapa? Liu-sian?” sela Hung-fei terkejut dan wajahnya berubah pucat, Lian-kim heran melihat perubahan suaminya

“heh..fei-ko kamu kenapa? anak Liu-siok kan cuma Liu-sian “jadi Liu-siok itu apakah Liu-gan?” tanya Hung-fei

“benar fei-ko, lalu kamu ini kenapa? seperti baru melihat hantu saja?” “ah..tidak, tidak apa-apa.” sahut Hung-fei

“hehehe…ternyata bibi kenal dengan ibuku.”

“yah jelas aku tahu, karena kami dulu seatap di jiangzhou, bahkan ketika kamu lahir bibi tahu.” sahut Lian- kim senyum lembut

“paman juga kenal dengan ibuku?” tanya Fei-lun

“benar, kalau kakekmu adalah Liu-gan, saya kenal dengan ibumu.” sahut Hung-fei “kamu mau kemanakah Lun-ji?” tanya Lian-kim

“aku hendak ke lokyang, bibi.”

“eh, bukankah pengawalan yang sebentar lagi akan berangkat akan ke lokyang?” tanya Lian-kim pada suaminya, Hung-fei mengangguk, hatinya masih bergetar cemas dengan disinggungnya nama Liu-sian.

“sekalian saja kamu bareng dengan para piauwsu, namun kamu makanlah terlebih dahulu Lun-ji.” “ah..tidak usah repot-repot bibi, aku segera mau berangkat.” sela Fei-lun

“tidak bisa begitu Lun-ji, kamu tidak menghormati kami jika tawaran makan ini kamu tolak, aku akan malu pada ibu dan kakekmu.” ujar Lian-kim, Fei-lun tidak lagi menolak, lalu dia diajak masuk dan makan ditemani oleh Lian-kim, sementara Hung-fei yang baru saja makan tetap didalam kantor.

“bibi siapakah nama paman sebenarnya?” tanya Fei-lun “nama pamanmu Han-hung-fei.”

“hegk..” Fei-lun tersedak mendengar nama itu

“eh..kamu kenapa Lun-ji, ayok cepat minum.” ujar Lian-kim heran.

“hehehe..inilah kalau bicara sambil makan, kakek selalu peringatkan saya tentang ini.” sahut Fei-lun berdalih menyembunyikan perasaannya, kini tahulah ia kenapa muka suami bibinya ini pucat saat mendengar nama ibunya.

Fei-lun mengingat pesan ibunya, bahwa jika ia bertemu ayahnya ia harus hormat dan berbakti padanya, dan kenyataannya ayahnya adalah suami dari bibi yang baik dan kenal baik dengan keluarganya,

“kenyataan ini tidak boleh terungkap, aku harus segera pergi.” Pikirnya, setelah selesai makan, Fei-lun pamid pada kedua orang tua itu, setelah Fei-lun pergi Hung-fei bertanya pada istrinya

“Kim-moi, kalau kamu tahu fei-lun lahir, kamu tentu tahu pula siapa suami Liu-sian, bukan?”

“kasihan memang liu-sian, ia melahirkan Fei-lun di jiangzhou, namun ayahnya sudah mati sebelum ia lahir.” uar Lian-kim, Hung-fei termenung.

“jadi Fei-lun itu apa?” tanya Hung-fei

“itu aku tidak tahu persis.” sahut Lian-kim “bagaimana koko kenal Liu-gan dan putrinya?”

“aku pernah menolong mereka saat mereka mengadakan penampilan silat ditengah pasar.” jawab Hung-fei “sepertinya koko sangat dekat dengan Liu-siok dan putrinya, sehingga keterkejutan koko jelas sekali.”

“aku hanya tidak menduga bahwa Liu-siok adalah Liu-gan, walhal sudah sepuluh tahun lebih Liu-siok mengelola Khu-liokoan.

“oh…begitu rupanya.” sea Lian-kim sambil senyum

“sudah aku mau melepas piauwsu yang hendak berangkat.” ujar Hung-fei, Lian-kim mengangguk dan kembali masuk kedalam,

Han-fei-lun hatinya kecewa dengan kenyataan bahwa ayahnya adalah orang yang tidak bertanggung jawab, ayahnya telah menelantarkan ibunya dan dirinya, untuk mengungkapkan kenyataan ini didepan ayahnya akan mengecewakan ibunya, ibunya mengatakan tujuan ia untuk menemukan ayahnya bukan untuk membawa ayahnya kembali tetapi untuk hormat dan berbakti, hatinya makin berduka saat dugaanya menyimpulkan bahwa ia lahir diluar nikah, dugaan itu muncul karena Lian-kim sepertinya tidak mengetahui hubungan ayahnya dengan ibunya.

Han-fei-lun mempercepat larinya, hatinya yang kecewa meledakkan kekuatannya sehingga larinya sangat cepat, dia jarang berhenti karena desakan hatinya yang menangis pilu, membayangkan penderitaan ibunya yang menerima pandangan hina dari orang-orang karena hidup tanpa suami, seminggu kemudian Fei-lun memasuki kota Lokyang, Han-fei-lun tidak sulit menemukan menara Liu yang ada dipusat kota, namun untuk memasukinya tidaklah mudah, karena menara itu dijaga ketat oleh polisi, menara itu sekarang fungsinya adalah pesanggarahan bagi kaisar, selama dua malam Fei-lun mengitari dan membaca situasi keadaan menara yang memiliki empat tingkat itu.

Han-fei-lun memastikan tujuannya bahwa ia hanya akan keatap tingkat empat, karena menurutnya rahasia itu tersimpan di atap itu, perkiraan itu makin pasti setelah meneliti menara itu dari kejauahan, bulatan pada atap tingkat empat sama persis dengan ujung bokor, saat pergantian jaga, Fei-lun melompat ketingkat pertama, dan dengan cepat ia menaiki tiang laksana cicak naik ketingkat berikutnya, akhirnya Fei-lun sampai diatas atap tingkat empat, dia mendoplok diatas kuda-kuda atap, angin malam berhembus kencang, Fei-lun merayap kepuncak dan berpegangan pada bulatan yang ada ditengah atap. Bulatan itu dua kali pelukannya, Fei-lun mengerahkan tenaganya untuk memutar bulatan tersebut, dan tiba-tiba tubuhnya terangkat karena bulatan itu naik, dan bangunan itu bergetar, bahkan suara derit pegas yang menggerakkanya sangat riuh, dan debu bertebaran, para penjaga segera naik ke atas, Fei-lun bergelantungan ditiang pegas, dia melihat kebawah, lobang yang terbentuk beralaskan papan yang dijejerkan, tidak sesuatu disana, lalu Fei-lun menatap keatas yang juga berupa lobang dari bulatan tersebut, sesuatu yang berwarna putih menarik perhatiannya.

Han-Fei-lun melompat dan meraih benda itu, ternyata ia berupa bungkusan yang terikat pada tiang rangka bulatan, Fei-lun segera turun, polisi sudah sampai ditingkat tiga, Fei-lin para polisi melemparnya dengan tombak, untungnya tiang pilar menara itu besar 

“berhenti…jangan lari!” teriak kapten polisi, namun Fei-lun tidak menggubris, dia terus turun laksana ciciak kebawah, sebagaian polisi yang ada dibawah berteriak-teriak sambil mengacungkan senjata, saat menjejak tanah para polisi menerjangnya, namun Fei-lun hanya meminjam pijakan untuk melenting ke atas pagar, dan lemyap ditelan kegelapan malam.

“siapa dia itu, ilmunya luar biasa dan gerakannya sangat cepat.” seru sebagian dari mereka “bagaimana apa kalian dapat mencegahnya?” tanya He-ciangbu

“kami tidak dapat mencegahnya ciangbu, aneh dia tidak sedikitpun membalas serangan kami.” Jawab seorang dari mereka, He-ciangbu melangkah mendekati pilar yang besar dan licin

“luar biasa, ia menuruni pilar ini laksana cicak.” gumam he-ciangbu “apa sebenarnya yang ia curi ciangbu?” tanya anak buahnya

“aku tidak tahu, dia tidak masuk keruang tingkat empat, dia hanya berada diatap.” sahut He-ciangbu, tiba- tiba menara itu bergetar kembali, suara derit terdengar, bulatan itu turun kembali

“hmh..apa sebenarnya yang ada diatas atap?” tanya sebagian mereka sambil melihat ke atas

“saya akan tanyakan pada bu-ciangkun tentang menara ini.” sela he-ciangbu, lalu para polisi kembali ke posnya masing-masing.

Keesokan harinya He-ciangbu melapor pada Bu-ciangkun “semalam telah terjadi hal yang aneh di menara ciangkun.” “keanehan apa maksudmu he-ciangbu?”

“diatas atap tingkat empat sepertinya ada ruang rahasia, dan seseorang memasukinya.”

“hmh….saya juga tidak tahu kalau ada ruangan rahasia disana, lalu apakah pencuri itu membawa sesuatu?”

“sepertinya tidak ada ciangkun.”

“apakah diruangan tingkat empat tidak ada yang hilang?”

“tidak ada ciangkun, dia todak berhasil masuk keruangan itu dan kami sudah memergokinya.”

“sudah kalau begitu, kalau kita tidak kehilangan apa-apa sebaiknya kita diam saja, tapi lain kali tingkatkan penjagaanm dan saya akan coba cari tahu bagaimana sebenarnya struktur bangunan menara-liu ini.” ujar Bu-ciangkun, He-ciangbu mengangguk dan permisi untuk kembali kemanara Liu, dihutan sebelah selatan kota, Han-fei-lun menggelapar kesakitan, tangan dan dadanya tiba-tiba terasa sakit dan nyeri, ternyata tangan dan dadanya menghitam keracunan dari bungkusan yang diambilnya, mulut Fei-lun mengeluarkan ludah berbusa, tubuhnya kejang, lalu kemudian diam tidak bergerak, matikah Fei-lun? mungkin saja, tapi ternyata tiga hari kemudian Fei-lun merangkak lemas mencari sumber air.

Tangan dan dada Fei-lun menghitam karena racun dari buntalan yang diambilnya, saat tiba dihutan, racun mulai bereaksi, kontan rasa sakit dan yeri mendera tubuh Fei-lun, Fei-lun kedinginan dan kaku, sehingga ia jatuh kaku terhempas, tubuhnya menimpa dua ekor ular kobra kaca tunggal yang sedang kawin, kedua ular itu langsung mematuk dan menyuntikkan bisanya ketubuh Fei-lun, Fei-lun menggelepar merasa panasan yang membakar tubunya, liuarnya berbusa dan diapun pingsan selama tiga hari, selama tiga hari itu dua racun yang berlainan jenis berbenturan dan saling menaklukkan, dan akibatnya kedua racun itu punah dan selamatlah Fei-lun atas kehendak Thian.

Han-fei-lun mendapat sebuah sungai kecil yang mengalir jernih, dengan tangannya yang berwarna hitam, dia mereguk air sepuasnya, tubuhya terasa sedikit segar, energinya bangkit, beberapa ekor siput yang melekat dibatu menggoda perutnya yang sangat lapar, tanpa pikir panjang Fei-lun memakan siput-siput itu, empat ekor siput membuat tubuhnya bertenaga, Han-fei-lun berjalan bersandar di sebuah pohon, lalu buntalan dibalik bajunya diambil, lalu dibuka, dan isinya tiga buah kitab tipis, satu kitab dihalaman depannya tertulis “bun-sian-sin-kang” (tenaga sakti dewa sastra), kitab kedua bertulis “Bun-in-hong” (angin mega sastra) dan kitab yang ketiga “bun-hoat” (jurus sastra).

Han-fei-lun berdiri dan merambah lebih dalam kedalam hutan, disebuah lembah yang gelap dan sunyi, Han-fei-lun mulai menekuni ketiga kitab itu, Bun-sian-sin-kang dan Bun-in-hong adalah kitab siulian pengerahan sin-kang dan gin-kang sebagai dasar asli dari jurus bun-liong-sian-kiam dan bun-sian-pat- hoat, sementara kitab ketiga adalah ilmu tangan kosong dan ilmu pedang, ilmu tangan terdiri dari dua jurus, yakni “bun-lie-hoat” (jurus tarian sastra) dan “Liang-hok-bun-hoat” (jurus sastra penakluk sukma), dan satu jurus pedang yang bernama “bun-in-kiam-hoat” (jurus pedang mega sastra).

Selama dua tahun setengah Han-fei-lun menekuni tiga kitab hingga ia kuasai dengan sempurna, sin-kang dan gin-kang Han-fei-lun bertambah berlipat ganda, kemudian ilmu silat dalam kitab ketiga yang hanya tiga jurus, dapat dikuasainya dengan mahir, dan pada lembar terakhir kitab ketiga tertulis

Asal mula hanya titik tak bermakna Namun darinya muncul berbagai kata Asal pondasinya tidak lupa dan alpa Aneka gerak dan langkah dapat dibina

Liu-sin

Hari itu Han-fei-lun mencoba satu jurus tangan kosongnya yang bernama “bun-lie-hoat”, gerakannya gemulai demikian luwes dan indah, gesit dan kokoh, lalu Fei-lun membarengi sebuah pukulan dengan bun- sian-sin-kang yang baru ia kuasai

“dhuar….” Fei-lun sangat terkejut melihat hasil pukulannya yang tidak ia duga, pukulan itu ia arahkan kesebuah batu gunung sebesar kerbau bunting yang ada disebuah tebing yang jaraknya dua puluh tombak dari pondoknya, batu itu hancur menjadi pecahan kecil nyaris menjadi pasir.

Benarlah seperti kata Cu-taijin, bahwa kitab itu berhubungan erat dengan bun-liong-sian-kiam yang muncul puluhan tahun yang lalu, karena keduanya adalah saudara seperguruan, kedua murid ini Liu-sin dan Han- hui-lung mendapat dua warisan dari guru mereka, Han-hui-lung mewarisi kitab tebal yang berisi jurus bun- liong-sian-kiam dan bun-sian-pat-hoat tanpa dasar sin-kang dan gin-kang, sehingga Han-hui-lun menciptakan ilmu “tee-tong-thian-hui” sebagai dasar sin-kang maupun gin-kang untuk ilmu silatnya, sementara suhengnya Liu-sin mendapat kitab bun-sian-sin-kang dan bun-in-hong tanpa ada ilmu silat, sehingga Liu-sin menciptakan ilmu Bun-hoat.

Han-fei-lun keluar dari hutan kembali memasuki kota Lok-yang, kini umurnya sudah dua puluh tahun, dari lokyang Han-fei-lun menuju kota kaifeng untuk kembali pada ibunya.

“alangkah kejam dan sadisnya kamu saudara muda!” tegur Fei-lun sambil melihat tubuh-tubuh yang berserakan

“jika kamu mau mampus terimalah ini!” sahut Sai-ku sambil melancarkan pukulan sakti, Fei-lun menyambut pukulan itu

“dhuar…” tubuh sai-ku terpental tiga tombak, sementara Fei-lun hanya bergetar, sai-ku terkejut bahwa ada lawan yang bisa membuat dia terlempar sedemikian rupa, untungnya ia tidak terluka dalam.

Sai-ku dengan muka sinis dan marah menyerang fei-lun, pertempuran tangan kosong berlansung seru, Fei-lun takjub betapa pemuda yang mau menginjak dewasa itu sangat luar biasa, dan mampu bergerak sedemikian cepat, dan jurus-jurus yang dikeluarkannya juga sangat kaya dan beragam, Fei-lun dengan tenang menghadapi lawan muda yang kosen ini dengan “tee-tong-pak-sian” warisah dari suhunya pak- sian, ilmu fei-lun sangat kokoh dan matang, reflek geraknya sudah mendarah daging, oleh karena kematangan itu membuat setiap gerakan menjadi bertenaga dan gesit, terlebih sin-kangnya dilandasi bun- sian-sin-kang yang teramat dahsyar, setiap gerakannya mengandung tenaga yang bisa menggetarkan orang sekosen sai-ku, ketenangan fei-lun juga menjadi nilai lebih dalam pertarungan tingkat tinggi ini. dalam ragam ilmu silat jelas fei-lun kalah jumlah, namun dari sisi kualitas ilmu, Fei-lun sekarang bukan lawan sai-ku atau mungkin sam-cu sekalipun, kematangan ilmunya dalam jurus tee-tong-pak-sian yang sudah mendarah daging dalam tubuhnya, kemudian tenaganya yang jauh lebih tinggi dari sai-ku membuat sai-ku terdesak hebat, dan jadi bulan-bulanan.

“buk..plak..” pukulan fei-lun menghantam pundak sai-ku dan disusul tamparan pada mukanya yang tidak terelakkan, Sai-ku jatuh terhempas dengan dada sesak, dan dua kali muntah darah, tenaga yang dikeluarkan hanya setengah, namun akibatnya membuat sai-ku luka dalam yang parah, sai-ku pingsan setelah dia muntah darah untuk kali ketiga, dua saudaranya terkejut, Ok-liang marah karena sutenya dapat kalah kurang dari seratus jurus, lalu ia melompat dan menyerang fei-lun, pertempuran berlangsung dengan segit, Ok-liang mengerahkan jurus “giam-sian-sin-kang” jurus merupakan gabungan dari empat datuk, gerakannya luar biasa, ancaman titik kematian pada tubuh fei-lun mengintai dalam setiap serangan, namun Fei-lun dengan ketenangan yang dalam mengerahkan ilmu “bun-lie-hoat” desakan Ok-liang terbentur dan berbalik drastic.

Ok-liang terdesak hebat, melihat itu kwi-ong tidak lagi menunggu, ia masuk dengan serangan penuh, keduanya mengeroyok Fei-lun, pertarungan makin seru, keroyokan dua tokoh muda yang kosen itu memang luar biasa, namun kali ini kepogahan mereka terbentur tidak berdaya, mereka berhadapan dengan rajanya sin-kang dan gin-kang nomor wahid, dan faktanya juga, jurus-jurus fei-lun tidak disebelah bawah jurus-jurus mereka, terbukti pada jurus keseratus lima puluh, tamparan dan pukulan Fei-lun dalam rangkaian “bun-lie-hoat” yang mengandung tenaga dan kecepatan luar biasa dahsyat, menghantam kwi- ong dan ok-liang, takpelak keduanya terlempar laksana layangan putus.

Nafas keduanya sesak dan memburu, darah muncrat dari mulut dan hidung, tidak lama keduanya pingsan, sisa piauwsu Han-piauwkiok berlutut mengucapkan terimakasih

“terimakasih atas bantuan taihap.” seru mereka, Han-fei-lun menatap para piauwsu ini adalah pegawai ayahnya, teringat akan ayahnya maka dia dihantam rasa kecewa, dan saat itu sai-ku siuman dari pingsannya, ia bangkit dan mukanya pucat melihat dua suhengnya yang juga pingsan, matanya menatap Fei-lun yang berkebetulan juga menatapnya.

Sai-ku memaksakan dirinya berdiri dan melangkah kdekat kwi-ong, lalu tubuh kwi-ong dipanggul dibahunya, kemudia melangkah ke dekat Ok-liang, tubuh ok-liang juga dipanggulnya, dengan pandangan tajam ia membalik menatap Fei-lun

“hari ini kami kalah, namun ketahuilah bahwa urusan ini belum berakhir, sebutkan nama taihap untuk kami ketahui.” tantang Sai-ku

“dengarlah dan camkan, aku adalah Fei-lun akan selalu siap kapan dan diamanapun.” sahut Fei-lun, Sai- ku dengan sisa tenaga yang ada meninggalkan kota kaifeng.

“bukankah taihap cucu dari Liu-siok!?” sela seorang piauwsu.

“benar, dan maaf aku hendak buru-buru.” sahut Fei-lun dan segera meninggalkan kantor Han-piauwkiok, para piauwsu segera mengangkati mayat kedalam rumah induk, berita kemalangan itupun disebar ke seluruh kantor cabang hingga kantor pusat di Bicu, sementara Fei-lun memasuki halaman rumahnya

“ibu…! serunya sendu karena rindunya pada ibunya, Liu-sian segera keluar dan tangisnya meledak berlari mengejar anaknya, anak beranak itu saling peluk

“kamu sudah datang Lun-ji, ah ibu sangat rindu padamu anakku!” ujar Liu-sian disela isaknya. “aku juga sangat merindukan ibu, bukankah keadaan ibu baik-baik saja?”

“benar anakku, ibu baik-baik saja.” “bagaimana dengan kongkong, ibu?”

“kongkongmu juga baik-baik saja dan sekarang masih berada dilikoan.” sahut Liu-sian, lalu keduanya masuk kedalam rumah.

Han-hung-fei sedang duduk di ruang tengah bersama istri dan ketiga anaknya Han-bi-goat, Han-bu-jit dan Han-bu-seng, seorang piauwsu datang menghadap

“maaf taijin, saya hendak melapor.” “hmh..ada apa A-song?” tanya Hung-fei

“kami baru menerima kabar bahwa kantor piuawkiok kita di Kaifeng mendapat kemalangan.” “apa yang terjadi A-song?” tanya Fei-lun terkejut

“piuawsu kita banyak yang tewas ketika didatangi tiga orang sakti.” “hmh…berapa orang yang tewas?”

“menurut berita yang saya dapatkan ketika hendak kembali kesini dari kota Lokyang, ada lebih dari dua puluh paiuwsu yang tewas.” sahut A-song, mendengar itu Hung-fei dan Lian-kim terkejut.

“ini harus diusut tuntas, baik, kamukembalilan A-song!” ujar Hung-fei, A-song segera berbalik dan meninggalkan ruangan.

“apa yang hendak fei-ko lakukan?” tanya Lian-kim “aku harus segera ke Kaifeng.” sahut Hung-fei “kapan koko hendak kesana?”

“kemasi baju dan bekalku, hari ini aku akan berangkat!” sahut Hung-fei, Lian-kim segera masuk kedalam kamar dan mengemasi baju dan bekal suaminya.

Han-hung-fei berangkat setelah menyerahkan urusan pada wakilnya Li-tin, Hung-fei memacu kudanya dengan kecepatan tinggi, ia memburu waktu untuk cepat sampai ke kota kaifeng, dalam jangka sepuluh hari Hung-fei masuk kota kaifeng langsung menuju kantornya, anak buahnya tinggal lima belas, hatinya sedih dan geram pada pelaku kekacauan itu

“kapan kejadiannya, song-hui!?” tanya hung-fei

“tiga minggu yang lalu taijin, ketiga orang itu luar biasa, Gak-pangcu hanya sekali pukul langsung tewas.” “bagaimana tiga orang itu? apakah mereka menyebutkan nama?”

“tidak taijin, ketiganya masih muda belia, dan bahkan ada satu dari mereka mungkin baru menginjak dewasa.

“hmh..bagaimana kita dapat melacak kalau tidak ada satupun petunjuk.” gumam Hung-fei “sebaiknya kita menemui cucu Liu-siok, taijin.” sela Song-hui

“eh…kenapa kita harus menemuinya?” tanya Hung-fei heran dan terbayang anak muda yang datang kerumahnya sebulan yang lalu

“karena pemuda itu berhadapan langsung dan merobohkan ketiganya, pertarungan yang luar biasa, dan saya tidak menyangka bahwa ada orang sehebat itu dikota ini.” sahut song-hui

“baik, marilah kita menemuinya.” ujar Hung-fei, lalu Hung-fei dan Song-hui menuju khu-likoan. “selamat datang loya, silahkan duduk!” sambut pelayan dengan ramah “sicu! kami bukan hendak makan tapi hendak bertemu dengan Liu-siok.”

“oh..maafkan saya loya, sebentar akan sampaikan pada Liu-loya.” ujar pelayan sambil berbalik dan buru- buru masuk kedalam, tidak lama Liu-gan muncul, dia menatap lekat pada wajah Hung-fei, dan serasa kenal, tapi lupa kapan dan dimana ia kenal

“selamat berjumpa Liu-siok.” sambut Hung-fei sambil merangkap tangan

“selamat bertemu sicu, maaf dengan siapakah saya berhadapan, dan ada keperluan apa?” sahut Liu-gan “ini adalah Han-taijin suami nyonya pemilik likoan ini.” sela song-hui

“oh..maaf Han-taijin, maaf karena kita tidak pernah bertemu, jadi saya tidak tahu.” sahut Liu-gan sambil merangkap tangan

“liu-siok, apakah Liu-siok lupa padaku?” tanya Hung-fei, Liu-gan menatap tuan pemilik usahanya “sungguh aku minta maaf Han-tai-jin, aku yang tua ini sudah banyak pikunnya dari ingatnya.”
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar