Pandaya Sriwijaya Bab 37 : Epilog

Bab 37 : Epilog

Candi dengan Lima Ratus Empat Arca Buddha

la menjadi tempat keheningan di tengah berabad-abad kebisingan yang dciptakan manusia pengejar kefanaan dan di situlah manusia akan menemukan kedalaman cinta yang bermakna kebebasan.

Sri Maharatu Pramodawardhani terdiam bisu.

Berita itu baru saja didengarnya. Seorang pu dari pemerintahan Sriwijaya di Telaga Batu baru saja mengabarkan berita wafatnya paman tercinta, Balaputradewa.

Ini begitu mengejutkan dirinya. Sesaat napasnya seakan berhenti. Namun, ia berusaha tegar. Dilangkahkan kakinya dengan gemetar menuju jendela besar di ujung ruangannya.

Kini di depannya, dengan latar langit bersemburat merah, di mana di sebelah timur terdapat Gunung Merbabu dan Merapi, di sebelah barat laut Bukit Menoreh, dan di sebelah utara Gunung Tclomoyo, telah terhampar megah Kamulan Bhumuambhara, candi dengan 504 arca Buddha, tempat yang akan dijadikannya sebagai siddhayatra atau tempat untuk mencapai kesempurnaan Buddha. Dulu ketika candi ini mulai dibangun, semenjak pemerintahan ayahnya, Samaratungga, Paman Balaputradewa masih kerap ada di sisinya menemaninya di ruangan ini.

Waktu itu usianya baru belasan tahun dan ia kerap menguping pembicaraan antara pamannya dengan Gunadarma, perancang candi itu.

"Satu saat, seperti Ayahanda, aku ingin berada dalam puncak keabadian...”ujarnya ketika itu.

Dan, ucapan itu akan disambut oleh tawa dari pamannya. "Tentu saja," ujarnya. "Dan, aku nanti yang akan menjagamu di sini

Sri Maharatu Pramodawardhani terdiam. Kembali dipandanginya Kamulan Bhumisambhara lekat-lekat. Ia tak bisa memungkiri keindahannya. Sudah ratusan kali ia menatap candi-candi di depannya itu dan selalu saja mendapati hatinya gemetar. Bahkan, ketika candi ini masih setengah jadi sekalipun, di mana bongkahan-bongkahan batu masih tampak berceceran. Sungguh, ia sepertinya sudah bisa merasakan pertaliannya dengan tempat ini.

Apalagi sekarang ini, ketika candi ini telah begitu sempurna di matanya. Dulu, saat ia meresmikannya, Paman Balaputradewa masih sempat mengiriminya sebait sajak yang dibuatnya sendiri....

dan bila waktu itu akhirnya datang langkahmu mulai menepi

untuk melakukan siddhayatra

biarkan aku yang akan menjaga dirimu 

Sungguh, sajak itu begitu berarti bagi Sri Maharatu Pramodawardhani. Sekian lama ia tak mendengar kabar dari pamannya secara langsung. Dan, di antara dugaan-dugaan para penasihatnya tentang kemungkinan adanya serangan dari Telaga Batu, sajak itu datang, bagai sebuah tetesan air di padang yang gersang.

Itulah yang kemudian membuat Sri Maharatu Pramo- dhawardhani begitu merindukan pamannya hingga akhirnya ia memutuskan untuk membuatkan empat buah arca ber-bentuk sosok pamannya, untuk menjaga Kamulan Bhumisambhara di empat penjuru mata anginnya ....

. Dan, berabad-abad kemudian, candi dengan 504 arca Buddha itu dikenal dengan nama Borobudur. Namun, tak pernah ada yang menemukan arca yang menjaga keempat penjurunya ....

Tak pernah ada ... tak pernah ada ....

-ooo0dw0ooo-

Tamat
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar