Jilid 12

Hun Lian berterus terang, bicara blak-blakan, mungkin karena hatinya bajik dan bersih, apa yang dipikir lantas diutarakan, namun apa yang diucapkan bagi pendengaran Cia Ing-kiat sudah tentu amat menusuk perasaannya, hampir saja meledak amarahnya, untung janji imbalan Oh-sam Siansing dan lain-lain lebih merangsang hatinya, tentang melampiskan rasa dongkol dan dendam kelak masih banyak kesempatan, kenapa harus dirisaukan sekarang? Maka dia telan penasaran hatinya, setelah tertawa kering, baru dia berkata:

„Permintaanku gampang dilaksanakan, asal kau mau pasti dapat kau kerjakan. Ibumu memiliki bumbung bambu, bumbung, itu. ”

Seketika Hun Lian menjerit tertahan, untung dia lekas mendekap mulutnya, dia sadar dalam keadaan seperti ini, suaranya pantang didengar oleh Kui-bu, lekas dia menoleh ke sana, uniung dia sempat mengerem suara dan mendekap malu t orang yang paling nekatpun tidak tertarik perhatiannya, sudah temu Kui bo yang berada lebih jauh tidak mendengar suaranya, den an mu a tegang beringas dia bertanya: „Untuk apa kau minta bumbung itu?"

Cia ingkiat hanya menarik napas panjang tanpa memberi jawaban. Hun Lian berkata pula: „Kumbang beracun dalam bumbung itu sebetulnya tidak berbahaya, orang biasa bila duengat juga takkan binasa, paling hanya membekak saja, tapi bagi yang sudah terkena ulat beracun . . ," sampai di sini Hun Lian berhenti' agaknya dalam sekejap ini dia maklum apa maksud Cia Ingkiat menuntut bumbung kumbang itu, maka dia menambahkan dengan suara lirih: „Orang lain yang suruh kau minta kepadaku?"

”Tidak, keinginanku sendiri” sahut Cia Ing-kiat.

Berkerut alis Hun Lian, perlahan dia tunduk kepala serta menepekur, beberapa kali Cia Ing-kiat tertawa dingin katanya: ”Pernikahan yang kau kehendaki sendiri boleh kau batalkan sesuka udelmu sendiri, maka janjimu yang kau lontarkan didalam markas Liong-bun pang itupun boleh saja kau jilat kembali, anggap saja aku tidak pernah menuntut apa-apa kepada ku." habis bicara Cia Ing-kiat putar badan terus melangkah pergi.

Hun Lian segera memburu seraya berseru tertaaaa:

„Tunggu sebentar."

Cia Ing kiat berhenti tanpa membalik, Hun Lian berkata gelisah: „Jangan kau kira aku ini perempuan plinplan yang suka ingkar janji "

Memangnya amarah sudah membakar hati Cia Ing-kiat, dengan kertak gigi dia mendesis: ,,Enak juga didengar."

Hun Lian menarik napas dalam, katanya: ..Baiklah, kuterima permintaanmu, tunggulah aku diluar selat, begitu berhasil segera akan kuserahkan kepadamu."

Mendengar Hun Lian menerima permintaannya dan janji akan menyerahkan kepada dirinya, hati Ing-kiat girang bukan main-Pada hal dia tahu modal Kui-bo Hun Hwi-nio untuk menggepur Kim-hou-po adalah tenaga jago jago kosen dunia persilatan itu, bumbung kumbang ditangannya itu adalah alat pemeras untuk mengancam jiwa mereka bila tidak mau bekerja sesuai perintahnya, maka bumbung berisi kumbang berbisa itu dipandangnya lebih berharga dari harta benda, untuk mencurinya, bagi Hun Lian, meski putri kandung sendiri juga bukan soal mudah Tapi Hun Lian berani berjanji bagaimana bekerja, sukses atau gagal adalah urusannya. Walau hati senang, namun lahir Cia Ing-kiat tetap dingin, katanya: Baik, akan kutunggu diluar, bila. bumbung itu sudah kau serahkan baru aku man percaya kau bukan orang yang suka menjilat ludahnya sendiri." dengan langkah lebar segera dia tinggal pergi. Hun Lian mengawasi bayangan punggungnya, hatinya hambar dan mendelu.

Semula dia merasa menyesal terhadap Cia Ing - kiat, tapi sekarang rasa sesal ini sudah lenyap, tapi berobah menjadi pandangan hina. Hal ini memang sudah dalam dugaan Cia Ing-kiat. Setelah menjublek beberapa saat baru perlahan Hun Lian kembali kesamping Km-bo, di saat bicara dengan Cia Ing-kiat tadi, beberapa kali dia melirik kearah Kui bo syukur ibunya tetap duduk bersimpuh tak bergerak, tapi begitu Hun Lian tiba d samping ibunya, Kui-bo lanlas membuka mata dan bertanya:

„Siapa yang ajak kau bicara diluar tadi? '

Hun Lian terperanjat, jantungnya melonjak, sesaat dia gelagapan tak tahu bagaimana harus menjawab.

Untung Kui-bo t«dak mendesak lebih lanjut, malah mengajurkan : „Kulihat langkah orang itu berat gentayangan, Kungfunya rendah, selanjutnya jangan kau bergaul dengan orang seperti cia.'

Hun Lian menghela napas lega, segera dia mengiakan dengan suara rendah. Pada hal dalam hati dia tengah merancang akal, bagaimana dia harus turun tangan, sudah tentu dia tahu sampai dimana taraf kepandaian silat ibunya, bila mencurinya secara diam-diam jelas tidak mungkin, lalu bagaimana baru bisa bumbung kumbang itu berada ditangannya? Atau berusaha supaya ibunya mau serahkan bumbung itu kepada dirinya ? Dasar otaknya encer segera dia berkata: „Bu, dalam penyerbuan ke Kim-hou-po besok, tentunya kau sendiri juga terjun kemedan lega bukan ?"'

„Em," Kui-bo bersuara rendah dalam tenggorokan lalu katanya : „Biar mereka menjadi pelopor barisan, bila Kim- hou-po sudah tergempur, sudah tentu aku sendirian turun tangan."

Mumpung ada kesempatan segera Hun Lian berkata :

„Tidak sedikit jago jago kosen di dalam Kim hou po apa lagi oran aneh yang datang bersama Lui Ang in waktu mereka berkunjung ke Hiat lui kiong tempo hari . .

Sampai disini Hun Lian bicara, mendadak Kui bo Hun Hwi- nio menoleh dan menatapnya, soror matanya tampak mencorong tajam, Karuan Hun Lian mengkirik dan ber gidiK seram dan tak berani melanjutkan perkataannya.

Nsda   perkataan    Kui    bo    mengandung    amarah    :

..Memangnya kenapa kau kira aku tak mampu merebut Kim- hou-po '

”Bukan demikian, aku .... maksudku . . bila bertarung, bukan mustahil bisa kesalahan tangan, bumbung kumbang itu kau bawa dan disimpan dalam saku, kukira tidak leluasa." setelah mengutarakan isi hatinya Hun Lian berdebar kuatir wajahpun merah, bahwa dia bicara tidak sesuai dengan kebersihan satm-bari. sejak dibesarkan ibunya sampai sekarang baru sekali ini terjadi.

Pada hal Hun Lian juga maklum, umpama keinginan tercapai, bila peristiwa ini berakhir, perbuatannya pasti terbongkar oleh sang ibu, disaat murka, hukuman apa yang akan dijatuhkan ibunya kepada dirinya sungguh tak berani dia membayangkan. Tapi sekuatnya dia menahan diri supaya mimik wajahnya tidak memperlihatkan sikap gugup gelisah dan kuaur

„Em," Kui-bo angkat alis sambil mendehem pula dalam tenggorokan. lalu katanya : „Betul, hal ini belum pernah kupikirkan. baiknya kau saja yang menyimpan bumbung kumbang ini."

Mimpipun Hun Lian tidak pernah duga bahwa kejadian semudah i 11 tercapai, sesaat dia berdiri melongo tak mampu bicara, lidahnya seperti Kelu. tan tahu nagaimana dia arus bicara. Sudah tentu Kui bo tidak rnengira bahwa hati sang putri srdah berkiblat kepada orang, lain, maka dia tertawa riang malah, katanya: ”Coba lihat, kau ketakutan begini rupa, hanya persoalan sepele, umpama ada sementara oiang tahu berusaha merebut bumbung kumbang ini, bila bumbung ini pecah jiwanya sendiri yang akan mampus lebih dulu, takut apa?" Seperti ditusuk sembilu sanubari Hua Lian, hampir tak tertahan dia ingin berlutut dan memeluk kedua kaki sang ibu mohon pengampunannya dan menangis sepuas hati.

Maklum tujuannya menipu sang ibu. sebaiknya sang ibu memperhatihan keselamatan dirinya betapa hatinya takkan menyesal dan bertobat ?

Jikalau Kui-bo menunda beberapa kejap lain baru mengeluarkan bumbung yang disimpannya mungkin situasi bisa berobah secara drastis tapi sembari bicara Kui bo mengeluarkan bumbung itu disertai diserahkan langsung kepada Hun Lian.

Begitu memegang bumbung itu, terasa oleh Hun Lian, kumbang yang berada dida-lam bumbung seperti berontak hingga menimbulkan getaran halus dari sayapnya yang bergerak, maka dia memegang bumbung itu lebih kencang, dalam hati dia membatin : ,,Apapun yang terjadi, yang penting aku selesaikan dulu tugasku."

Begitu dia simpan bumbung itu kedalam bajunya, dilihatnya sui-bo suaah memejam mata serta mengulap tangan suruh dia menyingkir. Jantung Hun Lian berdebar keras, mundur selangkah segera dia melangkah pergi pnluhan tindak, di sini dia berdiri pula sekian lama, melihat Kui-bo tidak memberikan reaksi apa-apa baru perlahan dia putar tubuh dan mulai beranjak pergi dengan langkah perlahan, menjelang mendekati mulut selat mendadak dia menarik napas lalu menjejak kaki, beruntun beberapa kali lompatan ia sudah meluncur keluar selat.

Sekelnar dari selat sempit itu Hun Liari masih berlari kencang setengah li jauhnya keorah utara, ditempai yang gelap dibawah sebuah pohon, dilihatnya bayangan seorang, setelah lebih dekat baru jelas bahwa orang itu adalah Cia Ing- kiat Hun Lian tidak mau maju terlalu dekat, dalam jarak tertentu dia menghentikan langkah, suara Cia Ing-kiat yang dingin berkumandang : „Apa mungkin secepat ini kau berhasil mengambilnya?" nadanya seperti tidak percaya bahwa Hun Lian bisa mencuri bumbung itu secepat ini maka dia kira kedatangannya ini hanya untuk membatalkan janjinya saja.

Sudah tentu sikap Cia Ing-kiat justru menimbulkan kesan buruk dan memualkan bagi Hun Lian, segera dia balas bersuara dengan nada tak kalah dinginnya : ,,Ya, memang sudah berhasil.”

Kelihatannya Cia Ing kiat berjingkat kagei, segera dia melompat datang, Hun Lian sudah meroboh keluar bumbung itu, langsung dilemrar kearah Cia Ing-kiat yang kebetulan melompat datang, lekas Cia Ing-kiat meraih bumbung itu lalu mendekatkan bumbung kepinggir telinganya strta mendengarkan sejenak, seketika wajahnya mengunjuk tawa senang.

Sebetulnya Hun Lian sudah ingin tinggal pergi, betapapun dia seorang gsdis yang bajik maka dia berkata : „Awas, bila tutup bumbung itu terbuka, entah berapa banyak jiwa akan menjadi korban." habis memberi pesan, hatinya dirangsang rasa sedih dan kasihan, maka cepat dia berlari pergi.

Mengawasi bayangan Hun Lian yang meluncur pergi, hati Cia Ing-kiat menjadi mendelu namun rasa senang lebih merasuk pikirannya, segera dia putar badan berlari kesetanan.

Makin lari makin kencang, makin kencang hati makin senang, tak lama kemudian, Kim-bou-po sudah kelihatan tak jauh didepan. Saat itu sudah lewat tengah malam, Cia Ing-kiat langsung meluncur kearah benteng yang tegak diaias gundukan tanah tandus itu, tampak Oh sam Siansing, Pak to Suseng, Liong-bin Siang jin dan Tan-thocu masih berada diatas ngarai, gulungan tambang panjang melilit pinggang Tan tocu tubuhnya sudah tergantung diudara dan sedang melorot kebawah, sementara tambang-dipinggangnya terus berputar dan mulur makin panjang.

Sebelum keempat orang ini meluncur tiba dibumi, dari kejauhan mereka sudah melihat Cia Ing-kiat yang sedang meluncur datang, tiga tombak lebih masih terapung di udara, mendadak Pak-to Suseng dan Oh-sam Siansing bersalto kebelakang, tubuhnya meluncur turun dengan menukik celeniang laksana burung, di mana kesiur angin menderu sebat dan enteng sekati kedua orang ini meluncur turun dan hinggap dikedua sisi Cia Ing-kiat.

Melihat pertunjukan Ginkang setinggi itu Cia Ing-kiat berjingkat kaget, batinnya " ”Kungfu orang ini sedemikian tinggi, bila kuserahkan bumbung kumbang beracun itu kepada mereka, umpama mereka ingkar janji. Spa yang bisa dilakukan dirinya. Waktu berlari kencang tadi bahwasanya bal ini ak: pernah dia pikirkan, tujuannya banya ingin selekasnya menyerahkan bumbung itu kepada pihak yang berkepentingan, namun dalam waktu sesingkat ini timbul sifat egoisnya, terpaksa dia harus memikirkan kepentingan pribadinya juga.

Sebetulnya Cia Ing-kiat terhitung pendekar muda yang punya pambek besar dan berjiwa luhur, jadi bukan pesilat yang tidak dipercaya oleh kaum persilatan atau orang yang jiwa sempit Tapi sejak dia tidak pedulikan gengsi sendiri, lalu meugajukan permohonan bantuan kepada Hun Lian, wataknya yang agung sudah mulai luntur, maklum biasanya sukar bagi seseorang yang akan melakukan perbuatan yang dirasa memalukan namun untuk melaksanakan kedua kalinya jauh lebih mudah dan perasaanpun lak tertekan. Demikian pula perasaan Cia Ing-kiat sekarang, dia anggap apa yang dilakukan adalah logis.

Begitu hinggap ditanah Oh-sam Siansing dan Pak-to Suseng serempak bertanya: "Secepat ini kau berhasil? ” Serta merta Cia Ing-kiat tertawa riang dan bangun, sekarang obrolan keluar dari mulutnya secara lancar, sedikitpundia tidak merasa rikuh atau kikuk- "Mana mungkin semudah itu, tapi nona Hun sudah berjanji kepadaku untuk membantu sekuat tenaga."

Ol sam Siansing dan Pak-to Suseng mengunjuk rasa kecewa, katanya: "Lalu kalau dia berjanji akan menyerahkan bumbung kumbang itu?"

„Wah, sulit dikatakan, kuharap kalian a-jak berunding orang-orang lain bila mereka sudah bersumpah berat pasti tidak akan meng ingkari janjinya kepadaku, aku akan kembali ke stia mendesaknya supaya lebih cepat bekerja'

Pak-to Suseng mengerut aJis, Oh-sam Siansing mengunjuk rasa gusar, katanya: "Kalau kami sudah berjanji kuatir bila kami akan ingkar, soalnya seluruhnya terkekang oleh muslihat Kui-bo, dalam keadaan berpencar lagi, mana mungkin mengadakan ikrar bersama, bila hari terang tanah, kita bakal dipaksa menggempur Kim-bou-po. tingkah apa pula yang a- kan kau lakukan?"

Cia Ing kiat mengkirik menghadapi a-marah Oh-sam Siansing, namun rasa jeri seketika lenyap, katanya dingin: "Setelah berhasil menggempur Kim-hou po, kesempatan pasti akan ada."

Tengah bicara Liong-bin Siargjin dan Tan-thocu juga sudah menghampiri. Melihat Oh-sam Siansing masih bersungut gusar, lekas Liong-bin Siangjin mengedip mata kepadanya, katanya: ' Arja yang diucapkan Cia-sau cengcu juga ada benarnya, kami pasti aken bekeja dan berusaha sekuat tenaga, tapi sebaliknya bila Cia sau cengcu sudah berhasil, kuharap kaupun tidak mempersulit dan mempermainkan kita."

Diam-diam mencelos hati Cia Ing-kiat, dalam hati dia mengumpat rase tua yang licin ini, namun dia bersikap wajar, katanya bersungut marah malah: 'Kenapa kau bilang begitu, jikalau kalian tidak percaya boleh kau geledah tubuhku.”

Empat jago silat ini saling pandang, waktu sedemikian singkat, keberhasilan Cia Ing-kiat tidak terduga bakal berlangsung dalam waktu sependek ini, empat orang ini tidak menduga bahwa urusan ternyata berjalan lancar sesuai rencana, apalagi harapan mereka satu-satunya terletak dari bantuan Cia Ing-kiat, sudah tentu mereka tidak berani bertindak kasar serta memaksanya. Maka Liong-bin Siang jin berkata pula Aku hanya menegaskan saja, tak usah kau menganggapnya serius. Hari menjelang fajar, kau harus menyingkir agak jauh bila pintu gerbang Kim hou-po diledakan. pertempuran besar bakal terjadi, bila aku terjepit ditengah adu jiwa ini, tiada manfaatnya bagi kau."

Apa yang diucapkan Liong-bun Siangjm memang kenyataan, namun bagi pendengaran Cia Ing-kiat amat menusuk perasaan, je.las o-rang anggap rendah kepandaian sendiri yang, tidak becus, karuan mukanya merah padam, hatinya amat gusar, namun dia tahan emosi yang hampir meledak, dengan kaku dia mengiakan lalu berlalu tanpa pamit.

Sambil berjalan pikirannya Pmbul leng-am, mendadak satu pikiran merangsang benaknya, sekilas dia menoleh keaiah empat jago top persilatan yang berada diiengah gelap itu, seketika jantungnya berdebar keras. Walau secara mendadak hal itu menggelikan sanubarinya, orang lain pasti tiada yang tahu. namun begitu jantungnya berdebar, Cia Ing-kiat kuatir jejaknya diketahui orang lain, maka dia ingin mencari tempacuntuk menyembunyikan diri. Kira-kira setengah li dia berlari kearah utara, kebetulan ditemukan sebuah gua. lekas dia menyelinap masuk. Gua ini gelap gulita, setelah berada di tengah gelap baru Cia Ing-kiat merasa lega dan tentram, tapi jantungnya masih berdebar keras. Karena pikiran yang menggelitik hatinya itu menyangkut persoalan bcs&r, dia sendiri heran dan ngeri kenapa pikiran ini bisa merangsang sanubarinya.

Yang terpikir olehnya adalah, bumbung kumbang itu berada ditanganya berarti dia menggengga jiwa ratusan jago- jago silat itu, mati hidup mereka berada diiangamiya.

Ratusan jago jago silat itu memang jeri terhadap Kungfu Kui bo Hun Hwi-nio. tapi Kui bo sendiri bukan menundukan mereka dengan kepandaian silatnya, tapi karena dia memiliki bumbung kumbang yang bisa mereng gut jiwa jago-jago silat itu maka mereka dipaksa untuk menyerbu ke Kim-hou-po. Umpama bumbung kumbang itu terjatuh ditangan bocah kecil, jago jago top persilatan yang ratusan jumlahnya itupun harus menyembah ke-kepada nya,

Walau Oh-sam Siansing menjajinkan akan memberi imbalan tiga jurus ilmu tunggal dari perguruan masing-masjng, namun untuk mempelajari tiga jurus dari ilmu ratusan jago silat itu paling cepat makan waktu sepuluh tahun, bila sekarang dirinya mampu menundukkan mereka dan ratusan jago jago silat itu tunduk akan perintahnya, bukankah lebih baik lebih manjur dan menguntungkan?

Hal ini membuat hati Cia Ing kiat gundah gulana, namun juga senang dan bersama ngat, jantungnya dag dig dug, dalam jangka sesingkat ini teramat banyak persoalan yang dipikirkan dan harus dipecahkan, semua merangsang benak dan menunggu penyelesaisn secara merdadak. Perlahan dia menarik napas panjang lalu menen ram kan hati, lalumu lai mencerna persoalan tahap demi tahap. ' Pada saat ini fajar telah menyingsing.

Begitu cahaya mentari muncil diufuk timur, dua kepala harimau emas diatas pintu gerbang Kim-hou-po mencorong kemerdip bila orang mau memperhatikan, akan melihat sedikit keganjilan dari keadaan biasa karena dikedua sisi pintu gerbang kini bertambah dua gundukan tanah, tapi kalau tidak diperhatikan orang tidak tahu bahwa dibawah gundukan tanah itu terpendam dinamit, itulah buah karya Tan thocu diwaktu masih gelap tadi, Sementara pintu gerbang Kim-hou-po ma s h tertutup rapat. Setiap kali pintu gerbang m terbuka, hanya ada orang masuk, tak per nah terjadi ada orang keluar dan pintu ger bang itu, memang tak pernah ada orang keluar dari Kim-hou-po, hal ini sudah diketahui umum secara meluas.

Cuaca makin terang, namun suasana ma sih sepi lengang d depan pintu gerbang Kim hou-po. Semeniara dijalan raya yang menuju kearah Kim-hou-po, dalam jarak satu li, keadaan ternyata riuh ramai, ratusan orang berderap bersama menjadi ban aa panjang, debu mengepul inggi diangkasa. Barisan ini dipimpin Kui bo, Hun Lian berada dipaling akhir, setiap langkah maju kedepan, perasaan Hun Lian makin tenggelam.

Diantara sekian banyak orang, hanya dia saja yang tahu, pada hakikatnya Kui-bo sekarang sudah tidak punya kekuatan untuk mengendalikan jago-jago silat ko ea itu. Bila rahasia ini sampai bocor, jelas pasti akan menimbulkan banyak keributan yang tidak berani dia bayangkan, sudah tentu orang orang itu akan bubar seketika, Kui-bo akan marah dan bukan mustahil menjadi gila, celaka adalah dirinya yang akan ketimpa akibat nya.

Betapapun jago jago kosen itu tiada yang tahu, mereka terus maju mengikuti langkah Kui-bo,tunduk tanpa suara.

Diam-diam Hun Lian mengharap urusan lekas meledak saja, bila barisan jago jago silat ini sudah mulai menggempur Kim-hou-po baru orang banyak itu timbul niat jahatnya maka dapat dia bayangkan betapa berbahaya posisi Kui-bo saat itu, Tanpa sadar telapak tangan Hun Lian berkeringat dingin, sengaja dia memperlambat langkahnya hingga ketinggalan dibelakang, namun tembok benteng Kim-hou-po yang tinggi kokoh itu sudah kelihatan d depan sana pintu gerbangnya yang besar dan angker juga sudah muncul didepan matanya. 

Kira-kira lima puluh langkah didepan pintu, gerbang Kim- hoa-po, barisan btsar itu berhenti, ternyata tiada reaksi sedikitpun dari pihak Kim-hou-po seolab-oloh penghuni benteng itu tidak tahu apa yang terjadi diiu ar. sepi dan lengan, berdiri paling depan a ri barisan jaga-jago kosen itu Kui-bo Hun-Hwi-nio mendadak bersuit panjang, suaranya mengalun tinggi, kokoh kuat seperti dapat menembus batn menyusup bumi, bergema di tengah udara menimbulkan getaran gelombang yang memekak telinga, disaat sultannya masih bergema diangkasa, Kui-bo mulai angkat bicara:,,Lui- pocu silakan keluar dan jawab pertanyaanku. '

Kata katanya dilontarkan kearah pintu gerbang bagai gelombang pasang suaranya mengalun kedepan, sehingga daun pintu gerbang yang tebal itu seperti terpukul palu besar hingga mengeluarkan dengung suara keras.

Tapi setelah gema suara Kui-bo semakin lirih dan akhirnya lenyap, keadaan Kim-hou-po masih tetap hening lelap, tetap tiada suara atau reaksi sedikitpun, karuan wajah Kui-bo berubah kelam dan masam, itengah seringai tawanya, perlahan dia mengulap sebelah tangan sambil bersuara rendah berat: „Mundur."

Ratusan orang serempak mundur enam puluhan langkah, jaraknya ada ratusan langkah dari pintu gerbang Kim-hou-po. Maka Kui-bo kembali bersuit nyaring, tapi setelah suitan kali ini sirap dia tidak angkat bicara lagi. Tidak lama setelah sirna suara suitan kedua, terdengarlah desis suara ramai di kanan kiri yang timbul dari bawah tanah mengeluarkan percikan kembang api yang bergerak cepat maju kearah pintu gerbang Kim-hou-po. Kepulan asap putih juga bergerak seiring bunyi desis percikan api itu, hanya sekejap jaraknya tinggal tiga kaki lagi dari p-ntu geibpng Kim-bou-po.

Pada genting itulah mendadik Kui-bo memberi aba-aba : ”Tengkurap semua.”

Sebelum orang banyak menjatuhkan dirinya rebah ditanah seluruhnya, ledakan dahsyat yang menggoncang bumi terdengar dua kali berturut, begitu dahsyatnya seperti letusan gunung merapi. Seberapa orang yang terdepan meski sudah mendekam ditanah, tak urung ada yang tergetar mencelat m umbul beberapa senti. Karuan bukan kepalang kejut dan ngeri jago-jago silat kosen itu, walau sebelumnya mereka sudah tahu dan siap siaga namun tak pernah terbayang dalam benak mereka bahwa ledakan dynamit yang dipasang dikedna sisi pintu gerbang Kim-hou-po itu sehebat itu. Waktu semua orang angkat kepala memandang kedepan ditengah kepulan asap tebal yang membumbung tinggi keudara diseling berkelebatan cahaya kuning kemilau ternyata kedua daun pintu gerbang Kim-hou-po yang kokoh tebal itu juga mercelat tinggi keudara oleh ledakan dahsyat itu.

Konon kedua daun pintu gerbang Kim-hou po itu terbuat dari emas murni, maka dapat dibayangkan betapa beratnya daun pintu sebesar dan setebal itu, umpama bukan terbuat dari emas murni seluruhnya, berat kedua daun pintu itu juga pasti ada laksaan kati, ternyata kedua daun pintu berat dan tebal itu mencelat keudara, maka dapatlah dibayangkan betapa dahsyat kekuatan ledakan kedua dynamit tadi. Kecuali kedua daun pintu yang mencelat terbang keudara itu sudah tentu masih ada pula pecahan batu bata pasir dan debu yang muncrat ke mana-mana, jago jago silat itu masih merebahkan diri tanpa bergerak, maka runtuhan debu dan batu itu berjatuhan ditubuh mereka.

Namun jago-jago kosen itu termasuk tokoh silat kelas wahid Bulim, maka mereka tidak tinggal diam. ada yans mengebas lengan baju, ada yang menjetik jari ada pula yang memukul atau menampar dengan telapak tangan sehingga batu batu yang berhamburan itu dipukulnya mental ketempat lain.

Dengan pandangan mendelong jago-jago kosen itu dengan takjup mengawasi kedua daon pintu emas itu mencelat terbang dua puluhan tombak tingginya, lalu melayang dan berputar turun sepuluhan tombak diluar pintu gerbang, „Biang blung", daon pintu yang tebal dan berat itu melesak amblas dipermu-kaan batu sedalam dua kaki.

D saat orang banyak tersirap kaget dan takjup, tiba-tiba Kui-bo Hun Hwi-nio memberi aba aba lalu mendahului menerjang ke-depan, terpaksa jago-jago kosen yang lain lain ikut bergerak maju. Kui-bo suruh beberapa orang menerjang masuk kedalam rumah dipinggir benteng, pintu rumah papan itu sekali tendang telah roboh, beberapa jago menerobos masuk, kejap lain seorang dalam penghuni rumah itu telah terdesak keluar hendak melarikan diri. begitu melompat keluar orang ini lantas menjejak tanah tubuhnya melambung keatas wuwungan rumah, begitu kedua telapak tangan didorong kedepan. pukulannya mengeluarkan deru angin kencang Ada belasan orang jago dibawah komando Kui-bo sendiri berdiri didepan rumah, namun mereka tak sempat mencegah aksi seorang ini hanya Utti Ou saja, meski orangnya gendeng dalam keadaan genting ini ternyata otaknya bekerja secara cerdik, ditengah bentakannya, segera melompat maju memeluk sebatang saka besar, begitu kerahkan tenaga saka itu ditariknya serta dicabut, maka terdengarlah suara gemuruh, atap genteng segera runtuh berhamburan

Karena wuwungan runtuh orang yrng berada diatap rumah sudah tentu ikut terjungkal jatuh, namun dengan sigap begitu kaki

menginjak tanah, segera dia menerobos di-aniara hamburan genteng dan kayu. tubuhnya melejit mumbul pula membawa pusaran angin kencang sehingga genteng yang berhamburan disekitar badannya tersibak menyingkir, kekuatannya memang luar biasa, laksana semburan air deras yang menyemprot dari sumber bawah tanah saja, tubuhnya melenting kencang.

Gerak gerik tubuh orang ini bukan saja gesit lagi tangkas dan cepat, tapi yang mengepung dirinya juga terdiri jago-jago kelas wahid, disaat tubuhnya jatuh dan melejit mumbul itulah, terdengar Kui-bo Hun Hwl-nio mengeluarkan siulan keras, di mana kedua tangannya terkembang, tampak sekujur pakaiannya mendadak melembung bergetar, rambutnya yang sudah ubanan tampak berhamburan, laksana seekor burung raksasa tubuhnya meluncur miring langsung menubruk kearah orang itu, kedua telapak tangan didorong dengan sepenuh tenaga. Pada hal jarak Hun

Hwi-nio dengan oraag itu ada pulu'nan rrmbak betapapun tinggi Lwekang Hun Hwi-nio pukulannya takkan mungkin mencapai jarak sejauh itu, tapi saat itu rumah itu sedarg roboh, genteng dan kayu sedang berhamburan, satu tombak dalam jangkauan angin pukulannya, genteng dan pecahan kayu itu seperti disapu angin puyuh dibrondong kearah orang itu, karuan dia seperti d hujan ribnan senjata rahasia.

Terapung diudara orang itu mengebas dengan kedua lengan bajunya, batu bata, genteng dan pecahan kayu yang melesat ke-arahnya berhasil dihalau ronto<, namun tak urung ada beberapa pecahan genteng yang mengenai tubuhnya juga, sehingga tubuh yang melejit mumbul itu sedikit terhambat gera-kaunya, bukan lagi melesat keatas, tubuhnya malah melorot turun.

Begitu tubuh orang ini melorot jatuh, ada dua puluhan orang dari berbagai penjuru serentak merubung datang sehingga dia terkepung rapat tak mampu lari kearah manapun. Pada saat itu pula Kui-bo Hun Hwi-nio d i tengah siulannya melesat diatas kepa la orang banyak, hinggap diatas puing rumah yang barusan ambruk. Kejadian berlangsung dalam sekejap mata, orang itu hanya setapak lebih cepat dari Kui-bo hinggap diatas puing-puing tembok» begitu kaki menyentuh tanah, tubuhnya lantas berputar, menerjang kedua arah, namun dua tiga puluhan orang sudah mengepungnya, mana mung m dia bisa melarikan diri ? "Biang, Plak" dua kali dia adu pukulan dengan para pencegain>a, tubuhnya terpental balik, pada saat itulah Kui- bo meluncur tiba, jari tangannya lantas menceng-kram.

Centkraman Kui-bo ini mirip orang ulur tangan meraih barang, gerakan biasa yang sederhana saja. namun kenyataan diudara, bertaburan bayangan telapak tangannya, bayangan orang itu terbungkus rapat, entah mengandung betapa banyak probahan dan variasi, jelas orang itu takkan mampu lolos dari cengkraman mautnya.

Tak terduga pada saat itulah mendadak tubuh orang itu mendadak anjlok kebawab, pada hal dia berdiri d atas tumpukan puin , sehingga tubuhnya amblas dan terpendam di tengah guguran tembok dan kayu,, dengan sendirinya cengkraman Kui-bo mengenai tempat kosong, karuan orang banyak melongo heran, namnn setelah melihat kenyataan apa yang terjadi hampir saja orang banyak tergelak tertawa. Ternyata sekujur badan orang itu melesak amblas ditengah puing-puing hanya kelihatan kepalanya saja yang masih menongol diluar, sehingga badannya tak mampu berkutik lagi; siapapun dapat membekuknya dengan mudah, gerak tubuhnya yang lincah dan tangkas serta indah tadi tak berguna lagi. Bahwa cengkraman tangannya luput semula Kui bo Hun Hwi-nio juga melongo, namun setelah melihat apa yang terjadi, tak urung diapun meraba geli juga.

Baru sekarang orang banyak melihat jelas tampang orang ini, ternyata kepalanya gundul plontos, tapi jelas dia bukan Hwesio, kulit mukanya tampak kasar bcwarna n-crah gelap, kedua matanya bundar kecil hidung-nya besar seperti terong, bibirnya tebal mulutnya lebur, biji matanya jehlatan kek nen kiri. sukar ditebak berapa usianya.

Betapa luas pengalaman dan pandangan Kui bo, namun sebelum ini rasanya belum pernah dia melihat tokoh lihay ini, maka bendiri sambil bertolak pinggang dia mengejek dingin:

„Sekarang, kau mampu lolos ?"" Jago jago kosen yang mengepungnya juga merubung maju, beberapa orang yang tadi menggrebek kedalam -rumah itu juga sudah berlompatan keluar, salah seorang segera memberi keterangan : ,,Waktu kami masuk dan melibatnya didalam rumah tadi, dia sedang menulis, entah apa yang ditulisnya." sambil bicara dia keluarkan selembar kertas tipis lemas yang dilempit kecil langsung diserahkan kepada Kui-bo Hun Hwlnio. Hun Lian berada dipinggir ibunya, msllhat lem-pitan kertas tipis ini, tergerak batinya, bila Kui-bo membeber kertas tipis itu, tanpa kuasa Hun Lian menjerit tertahan.

Ternyata tulisan hitam diatas kertas hitam itu melingkar lingkar seperti cacing kering, hakikatnya mereka tiada yang tahu dan bisa membaca huruf-huruf aneh ini. Tapi huruf sejenis ini pernah Hun Lian melihat-nya, yaitu waktu dia berada d markas besar tong bun pang Maka jelas bagi Hun Lian, bahwa orang gundul ini pasti adalah jago kosen Liong- bun-pang yang sengaja ditanam didalam Kim-hou-po sebagai agen oleh Liong-bun Pangcu

Sekilas Kui-bo melirik kepada putrinya lalu angkat kepala mengawasi orang banyak, tanyanya: „Siapa dapat membaca huruf buru aneh ini?” sembari bicara dia angkat kertas itu serta memperlihatkan tulisan diatas kertas itu kepada orang banyak. Tapi tiada seorangpun yang bersuara.

Kui-bo mendengus hidung lalu melangkah maju setapak, sebelah kaki terangkat menginjak batok kepala orang itu yang gundul. Nyawa orang gundul ini boleh dikata sudah diambang pintu akhirat, bila Kui-bo kerahkan tenaga pasti jiwanya melayang seketika, tapi wajahnya sedikitpun tidak memperlihatkan rasa takut atau ngeri, hanya sepasang bola matanya yang kecil bundar berputar lebih cepat, kelihatannya gugup.

”Siapa kau?” bentak Kui-bo gusar „Apa yang telah terjadi didalam Kim-hou-po ? Terangkan sejujurnya."

Kui-bo Hun Hwi-nio bertanya dengan muka bengis, maka orang Itu segera membuka lebar mulutnya mengeluarkan suara ' Ah, ah, uh, uh,. Begitn dia membuka mulut urang banyak segera melihat bahwa lidah orang ini ternyata sudah dipotong, karuan mereka bersuara kaget maklum siapapun bila lidah terpotong pasti tak mampu bicara.

Kui bo Hun Hwi-nio juga melenggong, kaki yang menginjak kepala orang segera diturunkan.

Lekas Hun Lian berkata : „Ma. orang ini bukan anggota Kim-hou-po tapi agen rahasia Liong-bun Pangcu yang ditanam di Kim hou-po untuk mengirim kabar kepadanya”

”Dari mana kau tahu?'' tanya Kui bo Hun Hwi-nio. ”Dimarkas besar Liong-bun pernah aku melihat kertas dan

tulisan sejenis ini, orang ini mengadakan kontak dengan pimpinannya menggunakan seekor burung kecil, jadi burung kecil itulah alat komunikasi dua arah yang mereka gunakan.'

Kui-bo Hun Hwi-nio menggeram gusar sebelah kakinya digajlokan dipingir kepala orang itu betapa kuat tenaga kakinya hingga puing tembok dipinggir kepala orang itu mendekuk dalam, ternyata badan orang gundul inipun tergetar mumbul ke atas. sekali raib dan tarik badan orang n segera berdiri kaku diatas puing.

Dengan dingin Hun Hwi-nio berkata : ”Bagus. Liong bun Pangcu mengutus seorang agennya yang sudah dipotong lidahnya, bila tetangkap musuh juga takkan dapat mengaku dan membocorkan rahasia, tapi dia punya' tangan, pasti dapat menulis,"' sembari bicara Kui-bo Hun Hwi nio mendelik kepada orang gundul didepannya, tapi orang iiu membuka lebar mulutnya seperti ingin berteriak atau bicara.

Liong-bin Siangjin yang berada disam-ping tiba-tiba berkata

: „Walau bisa menulis tapi tulisannya huruf asing, tiada orang kita yang bisa membaca tulisannya.”

Setelah tahu orang ini anak buah Liong-bun Pangcu, entah kenapa dalam sanubari Hun Lian timbul rasa kasihan dan simpati kepadanya, segera dia menimbrung : ,,Ya betul, bukan saja tak bisa bicara, tulisannya juga tak bisa dibaca, apa gunanya, bebaskan saja."

,,Cerewet." sentak Kui-bo Hun Hwi-nio menarik muka,

„umpama dia tidak tahu seluk beluk Kim bou-po, pasti tahu ke daan Liong-bun pang mereka, siapa bilang dia tiada gunanya, mana boleh dibebaskan ?"

Seketika berdetak jantung Hun Lian, ingin dia membelanya, tapi takut ibu bagaimana dia harus bicara, karuan hatinya menjadi gundah, sementara habis bicara Hun Hwi nio sudah ulur tangan mencengkram urat nadi orang itu, beruntun dia tutuk pula be betapa Hiat-to di dada dan dipun gungnya sekali dorong dia sorong orang kearah Gin koh, katanya :

„Kuserahkan orang ini kepada mu, bila dia melarikan diri, kau harus bertanggung jawab."

Gin koh tertawa getir, sambil membalik dia mencengkram lalu didorong pula kepala gundul itu dia dorong pula kearah Utti Ou

Sekian hari ini. harya Utti Ou yang baru menikah saja yang menunjukan rasa gembira dan bahagia, nada hal jago-jaso koien vang lain prihatin akan nasib hidup mereka agaknya setelah mendapat bini, laki-laki, kasar ini tak peduli ulat beracun yang mengeram dalam tubuhnya lagi.

Melihat Ginkoh dororp orang gundul kerahnya, seger Utti Ou ulur tangan menangkap kuduk kepala gundul itu serta berkata : Jangan kuaur, pasti takkan lolos," lalu dia jinjing tubuh orang terus dipanggulnya.

Sementara itu, Hun Hwi-nlo sudah memberi aba-aba kepada orang banyak lalu dia tarik suara berseru : , Kalau masih ada orang didalam Kim-hou po, kuajurkan lekas keluar saja, jikalau sampai kubekuk dan kuseret keluar, jiwa kalian akan hancur lebur." Betapa hebat tenaga dalamnya, rangkaian katanya dilontarkan dengan tekanan keras dan tinggi jago jago kosen yang hadir tidak sedikit yang memiliki Lwekang tinggi, namun tidak sedikit yang berobah rona mukanya. Setelah sirap gema suara Kui-bo keadaan menjadi hening lelap, maka Kui-bo Hun Hwi nio pimpin barisan besar im maju lebih jauh. ternyata mereka tidak memperoleh rintangan atau gangguan apapun, ditengah keheningan itulah, mendadak mereka dengar seperti ada suara aneh yang kumandang dari dasar empang disebelah depan sana.

Kedengarannya suara iiu adalah suitan keras panjang yang menggetarkan bumi , cuma terbenam didalam bumi sehingga kedengaran nya seperti petasan yang melempem karena kena air, maka beramai orang banyak memburu kearah empang besar itu, tapi air empang tenang, ikan mas didalam empang juga berenang santai dan sewajarnya, mana ada bayangan orang ?

Gerak gerik Kui-bo Hun Hwi-nio paling cepat, begitu suara itu berkumandang segera dia melompat tinggi, beberapa kali lompatan sudah mendahului hinggap dipinggir empang, orang banyak ikut  merubung maju.

Semula suara itu sayup-sayup sampai, namun lama kelamaan makin jelas dan terang, kini orang banyak lebih jelas bahwa suaranya memang kumandang dari dasar em pang, karuan seluruh hadirin melengak heran saling pandang, suitan panjang itu Lr-osih terus berbunyi hingga setengah jam lamanya, lalu terdengar pula suara percakapan orang dari bawah, pembicara jelas menggunakan tekanan Lwekang tinggi, sayang mereka teraling sebuah empang hingga yang berada diatas tidak begitu jtlas mendengarnya.

Ternyata orang dibawah itu berkata. ”Kui bo, kalau kau ingin bertemu dengan aku, lekas masuk kelorong bawah tanah, kutunggu kau dibawah sini."

Meski hebat Kwekang orang yang berbicara, namun karena teraling sebuah empang berlapis kaca kristal lagi, orang lain tidak begitu jelas apa yang diucapkan, namun lain dengan Kui- bo, Lwekangnya juga tinggi, dia menangkap jelas apa maksud ucapan dibawab seketika berobah air mukanya, orang orang yang berada disebelahnya mengkirik merinding melihat perobahan mimik mukanya.yang bernyali malah menyurut mundur.

Dengan muka beringas segera Kui bo membentak bengis. ,, Kiranya kau tua bangka yang belum mampus, kenapa kau yang menggelinding keluar menemui aku?" Kui bo juga melontarkan perkataannya dengan tekanan Lwekang tinggi, kekuatan iya mamau membuat retak batu raksasa namun setelah dia melontarkan tantangannya, keadaan dasar empang menjadi sepi malah, tiada reaksi a-tau jawaban sama sekali.

Agak lama kemudian, orang banyak baru mendengar helaan napas panjang, lalu suara itu berkumandang pula: ”Kalau aku bisa keluar, memangnya aku tidak akan naik ke- atas menemui kau?

Kui-bo Hun Hwi-nio melengak, mendadak dia tertawa besar, katanya : „Setan tua kiranya kau terkurung dibawah empang ini?" suara tawanya seperti bunyi kokok beluk di tengah malam sunyi, kedengarannya bernada sumbang dan mengerikan. Belum berhenti Kui-bo terloroh tawa, dibawah terdengar suara "Biang, blung" dua kali, seperti ada seorang dengan sekuat tenaga memukul suatu benda keras, menyusul air dalam empang mendadak bergolak dan muncrat naik seperti semburan air mancur, dan sini dapat diba yangkan betapa hebat tenaga pukulan dibawah empang itu.

Kui-bo Hun Hwi-nio masih terus tertawa besar hingga se engah jam lamanya, baru dia berkata bengis kepada orang banyak : ..Kuras air dalam empang ini."

Sudah tentu orang banyak tidak tahu apa maksud Kui-bo Hun Hwi-nio ingin menguras air empang besar ini, namun meresa tahu kumbang beracun ditangan Kui-bo sembarang waktu dapat menamatkan jiwanya, mereka tiada yang tahu bahwa bumbung kumbang itu kini sudah jatuh d tangan Cia Ing-kiat, mengira mati hidup mereka masih berada ditangan Kui-bo mana berani mereka membangkang. Untung mereka berkepandaian tinggi, bukan kerja beiat secara gotong ro-yong menguras air dalam empang ini.

Setelah memberikan perintahnya, Kui bo menggapai tangan kepada Hun Lian. maka ibu beranak ini segera beranjak kedalam rumah.

Maka ramailah kerja keras puluhan jago silat kosen itu menguras air atau mengeduk parit supaya air mengalir keluar, meski peralatan pacul dan sekop tidak ada, tapi mereka menggunakan golok pedang atau gaman apa saja yang bisa mereka gunakan, bila cuaca sudah mulai gelap air dalam empang iiu pun sudah terkuras menjadi kering.

Bila empang itu sudah kering baru orang banyak melihat jelas, dasar empang ini ternyata terbuat dari kaca kristal, dibawah kaca kristal ada bayangan orang bergerak, tapi hanya dua orang saja. Anak buah Hia -lui-kiong segera lari melapor kepada kui-bo maka kejap lain Kui bo sudah datang dan berdiri dipinggir empang.

Dibawah kaca kristal tampak sinar pelita rrunyala, seraut wajth orang mendongak memandang keatas, dibawah penerangan cahaya api, orang banyak dia as melihat jelas, orang dibawah kaca kristal itu adalah seorang tua, wajahnya kelihatan kereng ber wibawa. namun welas asih, namun seorang yang lain berdiri agak jauh ditempai gelap, hingga tidak kelihaian jelas.

Pembaca tentu sudan tahu. bahwa dua orang d bawah kaca kristal itu bukan lain adalah Bu bing Siansing dan Lui Ang-ing. Terkurung didasar empang, mereka yakin takkan '-isa keluar, ajal mereka tinggal menunggu waktu saja, pada hal mereka sudah beberapa kali berkaok-kaok m tna to'onp. tapi penghuni Kim-hou-po ternyata berpeluk tangan, nada yang memberi pertolongan-meski tenggorokan Bu bing Siansing hampir pecah juga sia-sia.

Mereka yakin terkurung dibawah tanah akhirnya pasti akan ajal, setiap manusia bila jelas menghadapi buntu, tahu jiwa sendiri takkan hidup lama lagi, maka segala perbuatan juga berani ia dilakukan, sesuatu yang biasa tidak berani dilakukan, sekarang sudah, bebas dari batas perilaku, agama dan kepercayaan, adat isiiadatpun tak dihiraukan lagi demikianlah yang dilakukan Bu-bing Siansing dan Lui Ang-ing, meski usia mereka terpaut amat jauh. patut menjadi kakek dan cucu. betapapun mereka adalah laki perempuan, dalam menghadapi jalan kematian, apa pula yang takut mereka lakukan ?

Didasar empang yang terputus hubungan dengan atas, sudah temu mereka tidak tahu apa yang telah terjadi di Kim- hou-po. Hari kedua bayangan orang yang biasa mancing atau mo dai mandir diatas empang ternyata tidak kelihatan laji, bayangan seorangpun tidak terlihat, berbeda dengan keadaan biasanya, tengah mereka keheranan suara Kui-bo sayup-sayup sampai terdengar dari atas. menyusul Terdengarlah ledakan dahsyat yang menggoncang bumi. tidak lama lagi, suara Kui- bo teraba lebih dekat disertai derap langkah orang banyak semakin dekat. Lekas Bu bing Siansing bersuara, maka bermunculan lan bayangan Kui bo Hun Hwi-nio dan orang banyak diseketiling empang, tapi orang ora g ini jelas bukan penghuni Kim-hou-po semula.

Bila air empang terkuras kering, kini ke dua pihak hanya terbatas oleh kaca kristal saja. maka pandangan terlibat lebih jelas.

Selama dua hari bermain cinta dengan Lui Ang-ing, walau mereka terkurung dibawah tanah menunggu ajal saja, namun ke adaan Bu-bing Siansing justru kelihatan lebih bergairah, lebih bot seperti waktu muda di saat pat-gulipat dengan Hun Hwi-nio di Siau limsi dulu. wajahnya yang penuh keriput dan pucat kini tampak cerah bercahaya, semangat menyala, keriput mukanyapun hampir tak terlihat lagi. Maka orang- orang diatas agak pangling melihat wajah yang ke reng berwibawa ini.

Walau banyak yang pangling tapi jago-jago kosen itu masih kenal baik suara Bu-bing Siansing. tahu bahwa dia adalah orang aneh yang pernah membikin ciut yah Kui-bo Hun Hwi- nio waktu masih berada di Hiat lui-kiong tempo hari, maka waktu melihat Kui-bo melayang datang banyak d antaranya mundur memberi jalan kepadanya.

Tampak oleh kui-bo. Bn-bing Siansing berdiri tegak sambil angkat obor ditanganya cahaya obor menyinari wajahnya, tampak merah cerah dan gagah, kelihatan jelas dan amat dikenal o'ebnya. Seketika rona mukanya tampak kaget dan tercengang namun hatinya sekejap berobah pula menjadi kelam dan sinis, berapa kati dia terkekeh dingin, bola ma an a mencorong hijau seperti pandangan Dracila yang haus darah

Sudah beberapa hari lamanya orang banyak bergaul dengan Kui-bo, bukan tidak pernah mereka melihat Kui bo murka, namun rona muka yang diperlihatkan sekarang justru jauh lebih menakutkan dari biasanya, karuan orang orang banyak berdetak tegang, mereka yang berdiri agak dekat segera mun dur dan menyingkir lebih jauh.

Lama Kui-bo berdiri dipinggir empang sambil menrtap kebawah, sesaat kemudian mendadak dia terkial-kial, suaranya seperti lolong serigala, lalu bertanya:,,Kenapakah kau?'

Setelah air empang kering, maka suara Bu bing Siansing dari bawah terdengar jelas katanya:,.Singkirkan dulu kaca kristal ini, biar aku keluar, nanti kami bicara lebih lanjut."

Mendadak Kui-bo mencak mencak seperti joget kera, tingkah tata lakunya amat aneh dan lucu entah senang atau marah yang terang sambil berjoget mulurnya berceloteh tak karuan, suaranya bikin orang banyak merinding dan seram. Sikap Bu-bing Siansing tampak berobah hebat, mendadak dia membentak sekeras geledek. Walau dia berada didasar empang ter-paut kaca kristal yang tebal namun bentakan keras ini be ul b tul laksana halilintar hingga kuping orang banyak merasa pekak, menyusul tampak Bu-bing Siansing melompat keatas sambil mendorong kedua tangan ''Blang" dengan dansyat dia menggempur kaca kristal tebal itu.

Kui-bo sedang berjoget dipinggir empang, mimpipun tak mengira bahwa Bu-blng Siansing yang tersekap dibawah bakal menyerangnya. Kekuatan pukulan Bu-bing Siansing sudah disaksikan orang banyak tadi waktu air empang muncrat laksana air mancur sehingga air seisi empang itu bergolak mendidih, jelas bahwa Khi-kang aliran Lwekeh yang dilatihnya sudah mencapai taraf yang paling tinggi. Demikianlah sekarang dia memukul pula dengan ilmu Kek san bak gu (dibalik gunung memukul kerbau).

Orang banyak termasuk Hun Lian tidak tahu apa arti Kui-bo yang mendadak berjoget dan berdendang, hanya Bu-bing Siansing saja yang maklum, betapa senang bati Kui-bo Hun Hwi-nio setelah tahu dirinya terkurung dibawah tanah dan tiada harapan keluar lagi. maka dapatlah diduga babwa perempuan jalang yang jahat ini pasti tidak berpeluk tangan begitu saja, meski dirinya tak mampu keluar, orang akan berusaha mencelakai jiwanya secepat mungkin, joget Kui-bo justru membakar amarahnya, maka pukulan Kek san-bak-gu dilontarkan sekuat tenaga, kebetulan sasaran pukulannya berada aiba-wah kaki Kui-bo. ''Blang'' celoteh Kui-bo mendadak berhenti, tubuhnya mencelat tertiang keudara oleh daya pukulan Bu bing Siansing yang tersalur lewat kaca krisial di bawah kakinya.

Orang banyak menyaksikan dengan jelas, tubuh Kui-bo mendadak mumbul setombak enam kaki dengan kaki tangan terpentang lebar, bukan lantaran cia melompat keatas tapi terpental oleh pukulan dahsyat Bu bing Siansing. Setelah jungkir balik ditengahi udara baru Kui-bo memekik.

Pukulan Bu bing Siansing memang tidak terduga dan menyebabkan Kui-bo terpental mumbul keudara namun untuk melukai masih be'um mampu, begitu tubub Kui-bo jungkir balik Kui-bo kembangkan ketangkasan Ginkangnya. dengan gaya indah segera dia menukik turun, kira-kira seteag h tombak menjelang enyentuk tanah tubuhnya terbalik pula hingga kakinya turun lebih dulu ' B lu m begitu kakinya menyentuh kaca kristal terdengarlah getaran yang keras meng goncang bumi, ternyata daya luncurnya kebawah laksana gugur gunung dahsyatnya. Orang-orang yang berdiri disekitar empang juga nira akan goncangan yang cukup keras dibawah kaki mereka.

Begitn berdiri tegak pula Kui-bo terloroh-loroh latah, serunya: ..Bagaimana aku tidak mampu keluar ? Biar kami saksikan kau mampus lemas, biar kau mati kelaparan.'' kulit daging muka Kui-bo tampak ber erut-merut, bibirnya kedutan, sorot matanya tampak penuh kebencian, Hun Lian tak pernah melihat sikap ibunya yang menakutkan ini, seketika mengkirik dibuatnya, "Ma ' teriak' nya ngeri.

Kui bo segera membalik badan, bentaknya; „Lekas bawa kemari hidangan yang lezat arak wangi. panggang ayam dan babi, cari seorang tukang bor, bikin sebuah lobang kecil diatas kacara kristal ini, biar dia pun mencium betapa sedap hidanganku pagi ini."

Disaat Kui-bo memberikan perintahnya. Hun Lian memandang kebawah, dilihatnya Bu bing Siansing sudah mundur kepinggir, di sana terdapat sebuah pintu kecil, dipinggir pintu ada bayangan orang berkebebat, walau hanya sekilas pandang, tapi Hun Lian sudah melihat jelas bayangan orang itu. bukan lain adalah Lui Ang-ing. Maka Hun Lian segera berteriak: „Lui Ang-ing, Kim bou-po Sau-pocu juga berada didalam." Mendengar teriakan Hun Lian orang banyak merubung maju dan melongok ke bawah pula, namun Bu bing Siansing dan Lui Ang ing sudah menyelinap masuk kebalik, pintu kecil itu. Dari atas bayangan mereka sudah tidak kelihaian.

Sikap Kui-bo kelihatan tidak tenang, matanya jelilatan, bibirnya komat kamit.

Hun Lian mendekat dan tanya berbisik : „Ma, siapakah orang itu, kenapa kau membencinya sedemikian rupa ?'*

Kui-bo diam saja, hanya angkat kepala lalu menggeleng Orang banyak tiada yang tahu apa yang dipikir oleh Kui-bo, semua menunggu perkembangan selanjutnya, hingga suasana hening lelap. Ditengah kesunyian itulah tampak bayangan seorang meluncur tiba, langkahnya agak berat, jelas kepandaian silat dan Ginkang orang ini masih kepalang tanggung, begitu dia mendekat orang banyak sudah tahn kedatangannya, namun tiada orang ambil perhatian padanya, setelah dekat yang menghadap keluar sda beberapa orangyang me ngenalnya berseru: "He. Cia-sau cengcu."

Yang baru datang memang Cia Ing-kiat, begitu melihat pemuda ini jantung Hun Lian seketika berdetak keras. Kui-bo sendiri juga menoleh serta memandangnya dengan tatapan heran penuh tanda tanya. Maklum Kui-bo pernah mengutus Gin koh dan Thi-jan Lojin me-luruk ke Kim liong ceng menculik Cia Ing-kiat namun selama ini dia belum pernah melihat tampangnya, betapa tinggi kepandaiannya. Sejauh ini diapun tidak tahu bagaimana kelanjutan hubungan putrinya dengan Cia Ing-kiat, maka begitu Cia Ing-kiat mendekat segera dia menyambut dengan pertanyaan: ”Jadi kau inilah, apakah kau melarikan diri dari Liong-bun-pang”

”Tidak," sahut Cia Ing kiat geleng kepala. Sembari bicara kepalanya celingukan a-khirnya matanya menatap kearah Oh- sam Sian sing, serunya dengan nada berat: 'Oh-sam Siansing,akan kutunjukan sesuatu kepadamu." sembari bicara dia merogoh keluar bumbung bambu hijau terus diacung tinggi diatas kepala, bumbung bambu hijau mengkilap berisi kumbang beracun itu mirip terbuat dari batu jade. Waktu di Hiat-lut-kiong orang banyak pernah melihat dan tahu bumbung bambu hijau ini berisi kumbang beracun yang menjadi ancaman jiwa mereka, ki.ii diacung tinggi di-tangan Cia Ing-kiat, sudah tentu banyak mengenalnya. Terutama Oh- sam Siansing yang tahu seluk beluk persoalannya, serentak dia berjingkrak girang bersama Pak to Suseng dan Liong-bin Sianjjin.

Begitu Cia Ing kiat angkat bumbung kumbang itu seketika pucat muka Hun Lian badan pun gemetar dan menyurut mundur beberapa langkah. Dengan tatapan melotot sekilas Kui-bo menoleh kepadanya. Sigap sekali mendadak Kui bo mencelat maju, tubuhnya menubruk kearah Cia Ing-kiat.

Tapi jaraknya cukup jauh, meski cepat tubrukannya. Tapi Oh sam Siansing dan Pak-to Suseng juga sudah siaga, bersama Liong-bln Siangjin serentak mereka sudah melompat menghadang. Gerakan Liong bin Siangjin sedikit terlambat, maklum kepandaiannya memang jith lebih rendah, tapi dia sempat berteriak „Hayolah para saudara, lekas kalian ganyang Kui-bo, bumbung kumbang itu sudah tidak berada ditangannya.”

Perobahan ini sungguh tak terduga juga amat fatal bagi Kui-bo.

Sebelum Liong bin Siangjin selesai berteriak, terdengar duakali benturan  keras

„Plak, plok'', Oh-sam Siansing dan Pak to Suseng kontra Kui-bo adu pukulan dengan satu lawan dua ternyata Kui-bo tidak lebih asor, ketiganya terpental jauh dari udara. Disaat kaki mereka menginjak tanah. Liong-bin Siangjinpuu sudah selesai memberi peringatan kepada orang banyak, seketika sambutan gegap gumpita. Selama beberapa hari ini, hidup jago-jago kosen itu boleh dikata amat tertekan, selalu dibayangi langit mendung, rasa penasaran selama ini tak icrlampia kini setelah ta hu ancam jiwa mereka tak berada diangan Kui bo lagi, serempak meiela berteriak dengan paduan suara yang menggemparkan, serempak mereka merubung maju dari berbagai jurusan, Saat itu Kui-bo memangnya berada diatas kaca kristal atau didasar empang bersama Hun Lian. maka dia terkepung oleh or ng banyak,

Dalam pada itu Cia Ing-kiat lompat kepucuk sebuah gunungan yang tak jauh dari empang serta mengacung tinggibumbung bam-bu. Disaat orang banyak merubung maju mengepung Kui-bo Oh Sam siansing segera berseru: „Bagi beberapa orang untuk melindungi keselamatan Cia-sau- cengcu"

Betapapun tinggi kungfu Kui bo, menghadapi kerumunan sekian banyak jago-jago kosen ini tak urung hatinya jeri dan tersirat darahnya, apalagi bumbung kumbang pengendali jiwa mereka sudah tidak berada dita-ngannya, mendengar aba-aba Oh-sam Siansing segera dia gerakkan tangan menyambit dua larik sinar geinerdep kearah Cia Ing-kiat. Begitu pesat luncuran dua larik sinar putih itu bukan saja mengeluarkan desing suara tajam, hakikatnya orang banyak tidak melihat jelas jenis apa senjata rahasia yang disambitkan Kui bo.

Berdiri diatas gunungan, Cia Ing-kiat menyaksikan jelas Kui-bo sudah terkepung rapat hatinya agak lega dan terhibur, namun serta mendengar betapa bebat gemboran sekian banyak orang yang naik pitam ingin mengganyang Kui bo. tak urung mengkirik juga bulu kuduk Cia Ing-kiat, maklum dalam hati dia ada maksud memegang bumbung bambu itu untuk mengendalikan jago jngo kosen itu, disaat dia melenggong itulah, dua larik sinar gemerdep melesat datang, karuan dia menjerit kaget, namun tetap berdiri tanpa menyingkir saking kesima. Bukan Cia Ing-kiat tidak ingin menyelamatkan jiwa, tapi selama hidup kapan dia pernah menghadapi adegan yang menegangkan seperci ini, sehingga dia menjublek seperti orang linglung. Untung setelah mendengar seruan Oh-sim Siansing tadi, ada delapan orang segera melompat mundur kearah Cia Ing-kiat, meski mereka tergolong jago kosen, namun gerak gerik mereka jelas kalah cepat dengan luncuran dua senjata rahasia Kui-bo terdengar delapan orang itu berteriak bersama, seoiang diantaranya segera mengayun seutas cemeti lemas panjang dua tombak kearah Cia Ing kiat, seorang lagi juga mengayun tangan, sebatang Kim-ci-pian (ru- yung uang emas) dengan deru angin kencang meluncur diudara juga.

Kim-ci pian yang Htimpukan ini terbuat dari kepingan uang emas yang sengaja digosok mengkilap dan tajam bagian pinggirnya serta direnteng dengan benang emas pula, begttu ruyung lemas ini ditimpukan. laksana naga emas yang terbang diudara, langsung memapak kearah sambitan senjata rahasia Kui bo, daya luncur senjata rahasia kedua pihak kencang dan deras. ..Cring, cring" dua senjata rahasia Kui-bo dengan telak menerjang Kim ci-pian. Seketika Kim ci-pian putus menjadi tiga potong diudara, kepingan mata uang emas seketika berhaburan diudara menjadikan pemandangan yang aneh menakjup-kan. Ternyata timpukan Kui bo memang kuat sekali, kedua senjata rahasianya tidak terhalang meski beradu dengan Kim ci-pian diudara, daya luncurnya masih cukup pesat meski apak berkurang, baru sekarang o:ang banyak melihat jelas, senjata rahasia timpukan Kui bo ternyata dua bilah Lu yap-to setipis kena'. Setelah kebentur Kim-ci-pian, meski tetap meluncur kedepan tapi dua bilah Liu-yap-to ini sudah melenceng arahnya ,,Trap, trap" keduanya menancap amblas samrai gagangnya digunungan karang yang keras.

Pada saat itulah, cemeti lemas panjang itupun telah menyapu tiba dibawah kaki Cia Ing k at, sedikit sendal dan tarik ujung cemeti segera membelit betis Cia Ing-kiat, begitu merasa kaki terbelit, baru saja Cia Ing-kiat menjerit kaget, mendadak tubuhnya sudah terangkat naik keudara oleh sendalan tenaga orang yang memegang cemeti.

---ooo0dw0ooo--

Salam hangat untuk para Cianpwee sekalian,

Setelah melalui berbagai pertimbangan, dengan berat hati kami memutuskan untuk menjual website ini. Website yang lahir dari kecintaan kami berdua, Ichsan dan Fauzan, terhadap cerita silat (cersil), yang telah menemani kami sejak masa SMP. Di tengah tren novel Jepang dan Korea yang begitu populer pada masa itu, kami tetap memilih larut dalam dunia cersil yang penuh kisah heroik dan nilai-nilai luhur.

Website ini kami bangun sebagai wadah untuk memperkenalkan dan menghadirkan kembali cerita silat kepada banyak orang. Namun, kini kami menghadapi kenyataan bahwa kami tidak lagi mampu mengelola website ini dengan baik. Saya pribadi semakin sibuk dengan pekerjaan, sementara Fauzan saat ini sedang berjuang melawan kanker darah. Kondisi kesehatannya membutuhkan fokus dan perawatan penuh untuk pemulihan.

Dengan hati yang berat, kami membuka kesempatan bagi siapa pun yang ingin mengambil alih dan melanjutkan perjalanan website ini. Jika Anda berminat, silakan hubungi saya melalui WhatsApp di 0821-8821-6087.

Bagi para Cianpwee yang ingin memberikan dukungan dalam bentuk donasi untuk proses pemulihan saudara fauzan, dengan rendah hati saya menyediakan nomor rekening berikut:

  • BCA: 7891767327 a.n. Nur Ichsan
  • Mandiri: 1740006632558 a.n. Nur Ichsan
  • BRI: 489801022888538 a.n. Nur Ichsan

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar