Jilid 07  

Tapi baru kata 'Hiat’ sempat diucapkan mendadak terasa pinggang kesemutan sekujur badan seketika lunglai, maka mulut pun mengejang tak mampu bersuara. Sekilas sempat diliriknya orang aneh tengah menarik tangannya yang menutuk pinggangnya dari jarak tertentu.

Padahal jarak jari orang aneh dengan Hiat-to pelemas dipinggangnya ada tiga kaki tapi dari jarak sekian dia menutuk, dirinya sudah tak mampu berkutik lagi.

Cia Ing-kiat tahu Kungfu orang aneh atau Lui Ang-ing beratus kali lebih tinggi dibanding dirinya, maka dia tidak merasa heran, sebelum rasa linu ditubuhnya hilang, didengarnya orang aneh berkat dengan tekanan berat: "Harus selain ingat jangan banyak mulut, ikuti saja apa yang kami lakukan, tanggung kau akan melibat tontonan ramai."

Diwaktu orang aneh bicara, terasa oleh Cia Ing kiat Lui Ang-ing juga tengah memandangnya. Maka hatinya semaki ruwet. Karena dugaannya sekarang benar, kapal ini tengah menuju Hiat-lui-kiong. Walau dia belum tahu siapa penghuni Hiat lui-kiong, tapi dia tahu bahwa Hiat-lui-kong ada hubungan yang luar biasa dengan dirinya.

Sejak kedatangan Gin-koh dan Thi-jan Lojin ke Hwi-liong keng melamar dirinya, lalu menculik dirinya secara terang- terangan selama ini pengalaman Cia Ing-kiat memang serba aneh dan ganjil, sukar di kisahkan dalam waktu singkat, namun sebab musabab dari peristiwa ini adalah pihak Hiat lui- kiong hendak mengawinkakn putrinya dengan dirinya pada hal Cia Ing kiat tidak pernah mendengar keterangan sedikitpun tentang calon istri dan keluarganya yang jelas Toa-kui dan Siau kui sering menggoda waktu dia disekap di Thian lau - hiong, maka sedikit banyak dia sudah punya gambar bahwa majikan Hiat-Iui-kiong yang memaksa dirinya kawin dengan putri. Dan sekaiang tanpa disadarinya, dirinya berada di Hiat-lui- kiong.

Hiat lui kiong mengundang jago jago kosen sebanyak ini, gelagatnya hendak merayakan sesuatu yang menggembirakan, kalau betul undangan ini untuk menghadiri pernikahan putrinya, padahal dirinya sebagai mempelai laki- laki menyamar jadi seorang kakek bercampur ditengah para tamu bukankah kejadian teramat lucu dan menggelikan?

Waktu Cia Ing-kiat angkat kepala, dilihatnya orang aneh tengah menatapnya juga, agaknya dia tahu jalan pikirannya, dengan menyengir lebar oraag seperti menggoda dirinya.

Dalam pada itu kapal besar itu sudah berhenti, orang-orang yang berlari turun dari undakan batu berdiri menjadi dua baris, Toa-kui dan Siau-kui sebagai pimpinan barisan, setiap orang berdiri disatu undakan demikian seterusnya makin tinggi.

Berbareng Toa-kui dan Siau-kui mengayun tangan, dari tangan mereka meluncur segulung tali beraneka warna diujung tali terikat gantolan besi meluncur kearah kapal besar,' Trak, trak" kedua gantolan itu menancap atas gladak. kembali kedua gadis itu mengayun tangan, ujung tali yang lain terikat sebuah gelang kuning kemilau, tepat memasuk kedalam tonggak batu dipinggir sana. Maka Toa-kui dan Siau-kui tarik suara bersama:" Hiat-lui kiong menyambut para tamu dengan kehormatan, persilakan para tamu mendarat.'

Kalau para tamu naik keatas kapal menyebrangi tambang, kalau sekarang mereka harus mendarat lewat tali berwarna itupun tidak perlu dibuat heran. Tanpa diminta kedua kali, berbondong para tamu keatas kapal satu persatu melesat terbang diatas tali itu orang-orang yang hadir adalah jago jago silat kosen. maka mereka pamer kemahiran sendiri-sendiri diatas tali untuk mendarat. Disaat pendaratan berlangsung, diatas puncak tetabuhan musik terdengar mengalun merdu.

Melihat orang aneh dan Lui Ang-ing tidak bergerak, maka Cia Ing-kiat juga diam saja belum ada setengah jam, dalam kabin kapal besar itu tinggal mereka bertiga. Tapi dari kabin tinqkat bawah, orang masih belum selesai mendarat.

Tak berselang lama, terdengar beberapa kali suara holobis kuntul baris dari kabin tingkat bawah, ternyata beberapa anggota Li-ong-bun-pang yang memikul tandu telah beranjak naik terus menyebrang juga lewat tali berwarna itu, cepat sekali mereka sudah tiba dibawah undakan batu, padahal tandu itu dipikul dari depan dan belakang, jelas takkan bisa dipikul naik keatas.

Maka Toa-kui dan Siau kui beradu pandang,serunya bersama: ' Jalan pegunungan licin dan curam, mohon Liong- bun pangcu turun dari tandu naik keatas gunung.'

Para pemikul tandu seperti tidak mendengar seruan mereka, mereka tetap maju kedepan sambil mendengus bersama, empat yang didepan langsung menaiki undakan, begitu yang didepan naik diundakan, tandu itu seperti hampir terguling saja, tapi empat orang di-belakarg serempak pegang atap tandu, delapan laki laki kekar melangkah secepat terbang, tandu dibiarkan melintang, lekas sekali mereka sudah beranjak keatas.

Kaum persilatan tahu bahwa Liong bun-pang Pangcu amat misterius, asal-usul atau indentitasnya amat dirahasia, bila tidak terpaksa pasti tak mau muncul di muka umum. Seolah- olah sudah menjadi tradisi dalam kalangan mereka, setiap Pangcu yang pernah muncul didepan umum akhirnya pasti mati tak karuan parannya, karena itu jarang ada kaum persilatan yang tahu siapa pejabat Pangcu Liong bun-pang yang sekarang, dalam keadaan seperti sekarang, orang dalam tandu tetap tidak mau keluar, hingga menambah suasana lebih seram dan menimbulkan perasaan yang tidak karuan. Setelah rombongan Liong hui-pang berada diatas undakan. maka muncullah Oh-sam, Siansing bersama Pak-to Suseng yang melesat berjajar kearah undakan, sikap mereka kelihatan serius dibelakang mereka muncul pula Thiam-lam-siang jan. Baru sekarang orang aneh berdiri dan berkata: "Sekarang giliran kami."

Lui Ang-ing manggut, dihadapan kedua orang ini hakikatnya Cia Ing kiat tidak punya pendirian, karena kedua orang ini berdiri, terpaksa dia ikut berdiri. Walau Kungfunya tidak terlalu baik, namun tali berwarna untuk menyebrang ini sebesar kepelan bayi, untuk menyebrang keundakan batu kukan soal sulit bagi dirinya, maka dia beranjak keatas undakkan diapit oleh orang aneh dan Lui Ang-ing.

Senyum manis Toa kui dan Siau-kui menyambut mereka, agaknya mereka tidak kenal dirnya lagi, tahu kalau dirinya bersuara mungkin bisa menimbulkan banyak urusan dengan majikan Hiat-lui-kiong, maka Cia Ing-kiat diam saja, pura-pura tidak kenal mereka juga.

Undakan batu itu ada ratusan menjurus kepuncak, makin tinggi makin benderang, lama kelamaan Cia Ing kiat melongo. Waktu tinggal di Thian-lou-hong, Cia Ing-kiat sudah merasa letak puncak itu melampaui mega, kini setiba dipuncak, lautan mega juga berada disebelah bawah, selepas mata memandang puncak-puncak gunung kelihatan seperti gundukan tanah melulu. Bila dia membalik arah, puncak gunung ini ternyata datar dan lapang, berbagai jenis kembang dan rerumputan serba aneh ditanam subur, pohon tua mencakar langit, anehnya diatas itulah dibangun sebuah istana yang megah, seluruh bangunan bewarna merah sesuai batu-batu gunung yang terdapat dipuncak itu.

Kelihatannya sebuah puncak gunung telah dikerjakan oleh tangan-tangan ahli, dipacul ditatah dan dipahat pula hingga menjadi sebuah istana besar yang kelihatan angker tak heran bahwa istana besar itu merupakan gugusan gunung tunggal, kalau tidak menyaksikan sendiri siapa mau percaya.

Undakan batu yang dibuat tangan-tangan ahli melingkar naik keatas puncak, para tamu sedang menyusuri undakan itu naik keatas. Cia Ing kiat bertiga berada dipaling belakang Ternyata kecuali istana megah itu, didepan istana juga terdapat sebuah lapangan luas, gunung ini agaknya memang bertanah merah, maka lapangan halus didepan isiana itupun serba merah legam. Didepan istana di tanah lapangan itu beberapa orang sibuk menyambut para tamu, bila makin dekat maka mereka melihat tak jauh didepan pintu gerbang istana di pinggir lapangan berdiri sebuah batu pilar yang lebar dan tebal, diatas batu besar inilah berukir tiga huruf ”Hiat-lui- kiong" dengan gaya kuno, warna batu besar ini ternyata lebih legam dari tanah sekitarnya seperti sering disiram oleh darah.

Istana itu tampak megah dan angker, tapi juga seram membuat orang merinding, para tamu meranjak kedalam sambil menahan napas serta menunggu adegan-adegan aneh.

Mengikuti langkah orang banyak Cia Ing-kiat bertiga memasuki istana itu. akhirnya mereka tiba disebelah balairung yang besar, semua perabot yang ada di sini semua terbuat dari batu gunung setempat, maka selayang pandang pemandangan serba merah, seolah olah mereka masuk ke alam sebuah kotak raksasa yang terbuat dari darah yang sudah beku siapapun merasa risi dan tak renang.

Dalam balairung terdapat banyak batu-batu persegi yang tersebar di berbagai sudut, begitu masuk tamu tamu itu sudah lantas mencari tempat duduk sendiri-sendiri tanpa menunggu tuan rumah keluar menyilahkan mereka duduk. Orang aneh sambil tersenyum menghampiri sebuah batu lantas duduk. Orang-orang yang semula sudah duduk tak jauh disekitarnya lantas berbangkit dan pindah ternpat hingga beberapa saja kursi batu disekitar mereka kosong tanpa dihuni. Orang aneh melotot sekilas kepada Cia Ing kiat, dia hanya tersenyum getir saja. Lekas sekali seluruh tamu yang berada dikapal sudah masuk kedalam balairung tampak Toa-kui dan Siau-kui juga memasuki balairung langsung melangkah kesebelah dalam.

Tidak lama setelah Toa-kui dan Siau-kui masuk kedalam. maka terdengar tambur dipukul keras dari istana yang cukup jauh. namun pukulan tambur itu makin keras dan berat, sehingga hadirin merasa risi, pukulan tambur itu seperti memukul pula dalam relung hati mereka.

Tak lama kemudian Thi jan Lojin dan Gin-koh muncul dari dalam, serunya sambil merangkap tangan : ”Majikan akan segera keluar, biasanya majikan jarang menemui tamu, kedatangan kalian boleh dikata merupakan kesempatan yang sukar diperoleh.”

Bermacam macam reaksi para hadirin setelah mendengar sambutan Gin-koh, ada yang merasa wajar, ada pulayang merasa kurang senang. Lain pula sikap Cia Ing-kiat yang kelihatan kaget dan heran, karena tamu-tamu yang tadi dalam balairung ini seluruhnya orang kosen. tapi nada sambutan Gin koh kedengarannya seperti ditujukan kepada angkatan muda yang baru mencari pengalaman dalam percaturan Bulim

Tapi Cia Ing-kiat juga tahu bahwa Gin-koh sendiri juga bukan tokoh sembarangan. bahwa dia sudi menjadi pesuruh yang harus pergi datang melakukan perbuatan yang serba janggal, maka dapat dibayangkan bahwa majikan Hiat lui kiong pasti seorang yang luar biasa. Di saat Gin-koh bicara, suara tambur ditabuh makin gencar, seorang laki-laki baju hitam yang sejak tadi duduk dipojok bola balairung mendadak berdiri, teriaknya lantang : ,,Siapa sebetulnya majikan Hiat-lui- kiong. manfaat apa yang akan diberikan kepada kami, kenapa tidak lekas keluar, masih main teka teki segala."

Laki laki baju hitam ini pernah dilihat Cia Ing kiat dikota kecil itu. dia bukan lain adalah Thi-giam-lo Utti Ou, begal tunggal yang kenamaan jahat. Terangkat alis Gin-koh, katanya : „Tuan tak usah terburu nafsu, sebentar juga majikan pasti keluar."

Utti Ou mengawasi Gin-koh, katanya dengan tertawa : ”Manfaat apa yang akan ddiberikan oleh majikanmu, aku tidak kepingin, aku hanya ingin .. . hanya ingin. "

Sampai di sini dia tetap menatap Gin-koh sikapnya tampak kikuk dan malu-malu. Laki-laki kekar kasar dan beringas, terkenal jabat dan kejam lagi, mendadak didepan umum menunjukan sikap yang lucu begini, sungguh merupakan kejadian yaug menggelikan. Walau merasakan tatapan Utti Ou agak ganjil, namun Gin-koh tak bisa meraba jalan pikirannya, dengan tersenyum dia berkata: ”Tuan ingin omong apa boleh terus terang saja."

Seketika Utti Ou berseri kegirangan, mulutnya terpentang lebar hingga jambang bauk selebar mukanya berdiri kaku, giginya yang ptiih bagai siung serigala tampak menggiriskan, tampangnya yang jelek tak ubahnya setan dedemit ditengah kuburan.

Setelah cengar cengir dia menuding Gin-koh, lalu katanya dengan sikap serius : „Coba lihat, aku hitam legam sekujur badan, kau sebaliknya seluruh tubuh perak kemilau, apakah kami berdua bukan pasangan yang amat setimpal ? Bagaimana kaiau kau menjadi isteriku.”

Pernyataan gamblang ini membikin hadirin melongo. Kalau ditengah suara tambur yang gencar hadirin sedang menunggu tuan rumah keluar, sekarang perhatian mereka tertuju kearah Utti Ou lalu menoleh kearab Gin koh pula, tiada seorangpun yang bersuara ternyata hadirin tiada yang merasa geli dan tertawa. Karena mereka juga sadar bahwa pernyataan Utti Ou betul-betul serius, bukan main-main.

Bagaimana watak Gin-koh juga diketahui orang banyak, maka hadirin menduga Utti Ou bakal ditabrak dan dicaci maki, meski tinggi kepandaian Thi giam lo, bila membikin jengkel dan malu Gin-koh, rasakan saja siksaannya. Umpama hatinya juga naksir ke pada begal tunggal ini namun dihadapan umum betapa dia mau menerima begitu saja lamarannya?

Hadirin menunggu reaksi Gin-koh, hingga mereka tidak sabar bahwa suara tambur sudah berhenti. Alis Gin-koh tampak bertaut bibirnya bergetar, sebelum dia buka suara mendadak sebuah suara lembut welas asih dari seorang nyonya tua kumandang dari dalam: Gin-koh, masa remajamu kau sia siakan sampai sekarang masih belum menikah. Syukurlah sekarang ada orang yang melamar dirimu, sungguh menyenangkan dan patut diberi selamat ” suaranya tidak keras atau bemada tinggi, namun seluruh hadirin mendengar seluruhnya

Pertama nenek tua ini menyebut nama Gin-koh kedengarannya masih jauh. namun dalam sekejap sudah dekat sekali, namun sang nenek belum juga muncul hadirin hanya melihat munculnya dua baris gadis gadis remaja yang jelita, pakaian mereka seragam putih panjang menyentuh lantai, rambut digelung di kedua sisi kepala, langkahnya lembut gemulai.

Hadirin memperhatikan suara si nenek hingga tidak memperhatikan munculnya dua baris gadis-gadis jelita itu. Hanya Cia Ing-kiat yang menaruh perhatian, dilihatnya kedua barisan gadis gadis ayu itu kembali dipimpin oleh Toa-kui dan Siau-kui, tapi dandanan mereka sudah berbeda dengan tadi.

Dua baris gadis-gadis jelita itu berjumlah dua puluh empat orang, mereka sudah berbaris dipinggir pintu, mendadak segelung angin keras mendesak tiba hingga hadirin serempak berdiri. Hanya orang aneh dan Lui-Ang-iug yang tetap duduk. Cia Ing-kiat juga hanya mengangkat pantat saja, lalu duduk pula. Saat itulah bayangan seorang berkelebat, seorang nenek perawakan tinggi lebih tinggi dari setiap laki laki yang hadir didalam balairung, rambut ubanan wajahnya bersih walas asih alispun memutih, tangannya memegang sebatang tongkat panjang enam kaki sebesar lengan bocah tengah beranjak keluar.

Kecuali perawakan yang tinggi, nenek ini tak ubahnya seperti nenek lainnya, hanya tongkat ditangannya itu bentuknya memang aneh, kelihatannya berwarna merah tua entah terbuat dari logam apa, kepala tongkat dihiasi kepala setan yang diukir sedemikian rupa hingga kelihatan seram.

Begitu nenek itu muncul, hadirin tertegun diam, dengan senyum ramah, nenek itu menyapu pandang keseluruh hadirin. Seluruh hadirin berdiri kecuali tiga orang yang tetap duduk tapi sedikitpun dia tidak ketarik kepada ketiga orang ini, seolah-olah tidak melihat. Lalu dengan seri tawa manis, dia berkata pula kepada Gin-koh :„Gin-koh. apa yang kau ucapkan tadi memang sesungguhnya."

Gin-koh, berdiri menjubluk, sikapnya sukar diraba. Sebaliknya Utti Ou yang berdiri tak jauh di ebelah sana seketika tertawa lebar, kelihatannya amat senang.

Nenek itu angkat kepala memandang Utti Ou, katanya tersenyum : „Agaknya kau berminat mempersunting Gin-koh, dihadapan sekian banyak kawan Bulim, kuharap kau tidak bermain-main, kenapa masih berdiri saja tanpa bicara?"

Dengan tertawa lebar seperti kera kegirangan mendapat buah Utti Ou garuk garuk kepala, lalu gosok telapak tangan, kaki tangan seperti gatal, tak tahu apa yang harus dilakukan.

Begitu muncul nenek ini lantas sibuk merangkap perjodohan Utti Ou dengan Gin-koh padahal kedua orang ini cukup punya nama dikalangan Kangauw bila kenyataan mereka terangkap mejadi suami isteri memang merupakan berita besar yang menyegarkan perasaan dalam Bulim, maka suara bisik-bisik hadirin terdengar di sana sini. Memangnya wajah Utti Ou sudah hitam seperti arang, kini wajah hitam itu bersemu merah kelihatannya menjadi amat ganjil. Sementara Gin-koh menunduk kepala tanpa bicara. Iblis perempuan yang sering membuat kaum persilatan pusing kepala ini. Ternyata bersikap malu-malu kucing seperti gadis remaja, memang jarang terjadi dalam kalangan Kangouw perjodohan dari dua insan yang sudah lanjut usia masih malu-malu segala.

Utti Ou masih garuk-garus kapala, tak tahu bagaimana dia harus bertindak maka diantara kerumunan hadirin seorang berteriak:" Maling hitam, kalau kau dapat mempersunting Gin- koh sebagai isteri, sungguh setimpal dan menyenangkan, hayo lekas serahkan tanda mata”

Hadirin tertawa gemuruh mendengar istilah "setimpal ' yang diucapkan orang itu. Perlu diketahui Thi-giam lo Utti Ou berilmu silat-tinggi, berangasan dan tidak tahu aturan, suka bertindak sembarangan, kaum persilatan tidak sedikit yang dibuat pusing olehnya, jikalau dia menjadi Gin-koh isteri maka sang bini akan selalu mengaturnya sehingga dia tidak bertindak sewenang-wenang lagi. hal inilah yang dinyatakan setimpal dan menyenangkan.

Ditengah gelak tawa hadirin, tampak Utti-Ou membalik mata lalu melotot, serunya lantang: ”Serahkan ya serahkan, memangnya aku takut apa ?”

Mendengar ucapan yang banyol ini, Gin-koh yang tunduk kepalapun tak tertahan ikut cekikikan geli, diliatnya Utti Ou sudah meraba-raba pinggang, ditengah suara berisik Utti Ou mencopot sebatang ruyung besi tujuh puluh dua ruas, setiap ruas panjang setengah kaki.

Semula banyak hadirin mengira Utti Ou hanya berpura-pura dan mau menggoda Gin-koh atau mencari alasan untuk melabraknya karena suatu persoalan pribadi, kini setelah dia mencopot ruyung besi, maju dua langkah dengan kedua tangan dia haturkan kepada Gin-koh, baru hadirin betul-betul melongo, tiada yang curiga bahwa manusia hitam ini hanya berkelakar saja. Maklum ruyung besi milik Utti Ou merupakan salah satu pusaka dunia persilatan.kalau tidak dibelit dipinggangnya, mungkin sudah dirampas atau dicuri orang, maklum ruyung besi dibuat dari Hiantiat yang diperolehnya di Tian-lam, Utti Ou pandang ruyung besinya ini lebih berharga dari jiwa raga sendiri.

Kalau Hiantiat dibikin senjata tajam, tajamnya luar biasa, dibeli ribuan emas juga tidak boleh, kaum persilatan memandangnya sebagai barang pusaka, kebanyakan orang setelah mendapat besi besi murni pasti membikin golok atau pedang, tapi Utti Ou ternyata untuk bikin ruyung yang runcing tanpa tajam sisinya boleh dikata manfaat Hian-tiat yang besar telah disia-siakan. Tapi dengan ruyung lemasnya ini Utti Ou sudah malang melintang diutara dan selatan betapa banyak jago-jago kosen yang di kalahkan dan terbunuh olehnya, sering dia membanggakan senjata ampuhnya ini.

Ternyata Gin-koh juga berdiri melongo, Utti Ou berdiri didepannya. mata mereka saling nandang sejenak, namun sepatah kata-pun tak terucapkan. Disarhping kikuk merekapun malu pula. Akhirnya Gin-koh angkat tangan pelan-pelan mengelus ruyung besi itu, katanya : „Inilah senjatamu yang ampuh hingga kau terkenal, mana boleh aku menerimanya ?"

Turun naik biji leher Utti Ou, akhirnya dia ngomong secara nakal : „Seluruh tubuhku bakal menjadi milikmu, memangnya aku harus kikir mempertahankan senjataku ?”

Karuan haairin terpingkel-pingkel, wajah Gin-koh juga jengah seperti kepiting direbus tanpa bicara mendadak dia putar tubuh terus berlari masuk secepat angin. Utti Ou menggembor keras, segera dia mengudak.

Tapi hanya dua langkah, mendadak dengan tertawa si nenek melintangkan tongkatnya menghadang Utti Ou.

Dasar kasar dan dungu. Utti Ou tidak tahu kenapa mendadak Gin-koh berlari pergi karena gugup segera dia memburu, betapa kencang daya gerakannya, seumpama sebuah menara yang mendadak ambruk.

Tapi si nenek hanya seenaknya angkat tongkatnya melintang, tak kelihatan dia menggunakan tenaga, tampak tubuh Utti Ou seperti menumbuk dinding dan tertolak mundur, beberapa langkah.

Dasar dungu Utti Ou makin gusar dan gugup, karena dicegat hingga tertolak mundur, dia makin murka, sambil menghardik sekeras guntur, tangannya menggentak ruyung lemas di angannya diayun untuk mengepruk batok kepala si nenek.

D tengah seruan kaget para hadirin, si nenek kelihatan tetap tersenyum manis, tongkat ditangannya terangkat ke atas. "Plak" ruyung besi itu telah ditekannya, Utti Ou menarik ruyung sekuatnya hendak menyapu tak nyana mendadak mendengar suara gemerincing,ruyung besi murninya itu mendadak mencelat lepas dari cekalannya.

Perubahan terjadi mendadak dan singkat padahal hadirin menyaksikan dengan mendelong, tapi tiada satu pun yang melihat jelas bagaimana nenek tua melucuti senjata Utti Ou. Utti Ou sendiri juga bingung dan heran, hanya terasa segulung tenaga lembut yang kuat mendadak menerjang tiba tahu-tahu tangannya tergetar kesemutan maka ruyung besi itupun mencelat terbang dari cekalannya.

Anehnya setelah terlepas dari cekalan Utti Ou, ruyung panjang itu tidak meluncur keatas, namun diudara membelok selincah ular sakti terus melurcur kedalam pintu ke mana tadi Gin-koh berlari masuk, hanya sekali berkelebat lantas lenyap tak karuan parannya. Karena kehilangan senjata maka Utti Ou berdiri menjublek ditempatnya tanpa bersuara.

Terdengar nenek itu berkata dengan ter senyum : „Jargan kuatir, dihadapan sekian banyak orang, sudah tentu Gin-koh malu menerima tanda mata. sekarang aku sudah wakili dia menerima tanda matamu, maka perjodohan kalian boleh serahkan kepadaku."

Utti Ou masih melenggong. setelah mendengar penjelasan si nenek segera dia tertawa lebar pula. Sekali mengulap tangan, empat laki-laki pakaian ketat melangkah maju lalu mengapit Utti Ou berjalan kedalam.

Maka suasana balairung menjadi ramai lagi oleh pembicaraan hadirin. Orang aneh itu berkata periahan: ”Kungfunya makin lama makin tinggi, kelihatannya sudah mencapai taraf membolak balik saluran hawa murni, tingkat yang paling sukar diyakinkan.?”

Lui Ang-ing mengangguk, katanya: Kukira demikian."

Tak tahan Cia Ing kiat bertanya :"Siapakah sebenarnya nenek tua ini?"

Lui Ang-in memandangnya, katanya:" Dia hendak memaksa kau menjadi menantunya, masa kau tidak tahu siapa dia?"

”Itulah yang dinamakan celaka dua belas." ujar Cia Ing-kiat tersenyum pahit.

Lui Ang-ing menatap Cia Ing-kiat, katanya: ”Konon putri Kui bo Hun Hwi-nio cantik molek bak putri raja. tiada bandingan diseluruh negeri, bukankah rejekimu besar dapat mempersunting gadis jelita."

Lui Ang-ing bicara setengah berbisik, tapi waktu Cia Ing kiat mendengar dia menyebut ”Kui bo Hun Hwi-nio" seperti mendengar guntur disiang hari kagetnya, seketika kepala pusing mata berkurang kaki tangan menjadi lemas, kalau waktu itu dia berdiri mungkin sudah roboh terkulai.

Tiga puluhan tahun yang lalu Kui bo Hun Hwi-nio sudah merajai Bulim, waktu pertama kali berkecimpung di dunia persilatan usianya baru delapan belas, namun betapa banyak kaum persilatan baku hantam lantaran memperebutkan cintanya, sampaipun tokoh-tokoh ternama yang biasa mengagulkan diri sebagai jago yang di senani dari aliran lurus juga tidak sedikit yang tergila-gila padanya, tidak sedikit diantara mereka rela menyerahkan segala miliknya termasuk ilmu silat perguruan yang pernah di yakinkan, maka tak heran bila Kungfunya semakin lihay, sekaligus dia menguasai belasan Kungfu, hal ini belum pernah terjadi dalam kalangan Bulim, bahwa seorang mampu meyakinkan belasan macam ilmu secara menyeluruh, meski kejadian sudah puluhan tahun berselang, tapi Cia Ing-kiat juga tahu ketenarannya.

Waktu dirinya diculik Thi jan Lojin dan Gin-koh, pernah dia menduga, siapa gerangan tokoh kosen yang mampu menundukan kedua orang ini untuk dijadikan pesuruh. Bagaimanapun dia paras keringat, tetap tak teringat pida Kui- bo Hun Hwi-nio.

Ing kiat tahu nenek ini adalah orang aneh pertama dalam Bulim. Kui-bo Hun Hwi nio, namun hatinya masih juga heran dan tak habis mengerti, tokoh setinggi Kui nio, kenapa mau menyerahkan putrinya kepadanya.

Selama setengah tahun ini pengalaman Cia Ing-kiat cukup luas, pandangan pun terbuka, dia tahu Kim-Liong ceng yang didirikan ayahnya hakikatnya tidak berarti apapun dalam percaturan Kangouw, sebagai Siau-cengcu dari Kim-liong-ceng juga tiada harganya berkecimpung di Kangouw, apalagi dibanding putri Kui-bo Hun Hwi nio. majikan Hiat lui-kiong yang disegani. Lama dia terlongong, bila dia tersentak sadar, dengan suara kering dia bertanya; „Dia .... kenapa ingin mengawinkan putrinya dengan aku?"

Perkataan Cia Ing-kiat diucapkan dengan suara perlahan, jelas bahwa pertanyaan itu dia tujukan kepada Lui Ang ing. tapi dia tidak memperoleh jawaban, waktu dia angkat kepala baru disadari bahwa keadaan balairung ini teramat sepi, tampak Kui bo Hun Hwi-nio memiringkan tubuh memandang kebelakang kerai mutiara dipintu samping, dibelakang kerai terdengan langkah lembut yang mendatangi dengan cepat. Kejap lain kerai tersingkap, rraka pandangan hadirin mendadak terang terbeliak, seorang nona cantik bak bidadari sudah melangkak masuk.

Nona cantik ini berusia sekitar dua puluh lima, wajahnya bukan saja rupawan juga bercahaya, begitu cantiknya hingga orang tak berani menatapnya lekat, siapapun yang melihatnya meski hanya sekilas, napas seketika sesak, demikian pula Cia Ing kiat menjublek ditempatnya.

Dibelakang gadis cantik ini muncul pula seorang perempuan, tapi perawakannya tinggi besar, kaki tangan kasar, sekali pandang Cia lng-kiat kenal, perempuan ini bukan lain adalah salah saru dari Sam-tiau-cu yang berkuasa disungai bessr, yaitu Li-pi-lik.

Berdebar jantung Cia Ing kiat, begitu melihat Li-pi-lik, rasa sesal seketika membayangi sanubarinya, rasa simpati pun timbul dalam relung hatinya. Diatas tanggul tempo hari perempuan kasar dia tinggal begitu saja, sekarang dia tidak perlu takut perempuan gede ini mengenainya, namun hampir saja dia bersuara memanggilnya.

Kedua gadis ini beranjak masuk berdampingan, namun sorot mata seluruh hadirin tertuju kcwajah sicantik jelita, hingga balairung sebenar dan dihadirin sekian puluh orang, tapi sunyi senyap. Ditengah keheningan itulah mendadak Lui Ang-ing mengeluarkan dengus hidung yang cukup keras

Dengus hidung itu sebetulnya tidak keras, namun dalam keadaan hadirin menahan napas, kedengarannya menjadi amat menyolok, Li-pi-lik menoleh lebih dulu menatap kearah sini, begitu melihat wajah Lui Ang-ing, seketika berobah air mukanya, sikapnya kelihatan gugup dan takut, mendadak dia menjerit serta berteriak: „Suhu, tolong, musuhku itu telah datang." Hampir saja Cia Ing-kiat tertawa geli mendengar tingkah Li- pi-lik, setelah berpisah beberapa bulan watak perempuan gede ini ternyata tetap tidak berobah.

Seluruh hadirin kaget oleh teriakan Li-pi-lik, Kui-bo Hun Hwi-nio juga menoleh arah Cia Ing-kiat bertiga, sorot matanya setajam kilat, begitu bentrok dengan pandangan orang Cia Ing-kiat seperti kena stroom, sekujur badan menjadi dingin, demikian pula rona muka Lui Ang-ing juga kelihatan lebih pucat

Hanya sekiias Kui-boHun Hwi nio menoleh lalu melengos, bentaknya: „Jangan omong kosong yang hadir dalam Hiat lui- kiong hari Ini semua adalah tamu-tamu agung dan terhormat, berani kau gembar gembor, biar kuhukum kau dibelakang

Li-pi-lik menyurut kebelakang, wajahnya masih kelihatan takut, jelas sikapnya kurang senang mendengar bentakan Kui- bo Hun Hwi-nio, dia masih ingin membantah, untung gadis juwita disampingnya lekas menarik lengan bajunya, bibirnya yang sudah bergerak tak jadi di ucapkan.

Hadirin tahu yang dituding Li-pi-lik sebagai musuhnya adalah Lui Ang-ing Waktu menyebrang tambang Lui Ang-ing pernah bikin Pak-to Suseng luka parah, gerak geriknya memang menimbulkan perhatian orang banyak, sekarang hadirin lebih prihatian lagi, karena tiada yang tahu asal usulnya, meski tinggi Kungfunya, tapi berani dia bermusuhan dengan Kui-bo Hun Hwi-nio, rneluruk kesarang musuh lagi.

Cia Ing kiat benar-benar seiba risi dan canggung, pada hal sorot mata hadirin di tujukan kepada Lui Ang-ing. tapi dia merasa dirinya menjadi sasaran, dengan sendirinya dia jadi risi bahwa samarannya tidak cukup untuk menyembunyikan wajah aslinya

Pada saat itulah, didengarnya si jelita mendekati Kui bo Hun Hwi-nio serta bertanya: ”Ma, bagaimana?" Panggilan ”Ma" berarti ibu kembali mengejutkan Cia Ing- kiat. Timbul satu umpama dalam benak Cia Ing kiat setelah tahu bahwa Kui-bo Hun Hwi nio yaag akan menarik dirinya menjadi mantu, yaitu bahwa putri Hun Hwi-nio pasti searang gadis jelek rupa dan cacad badan, karena tidak laku kawin, maka dirinya yang menjadi bulan-bulanan untuk di jadikan culikan.

Padahal dari mulut Lui Ang-ing sebelumnya dia sucah mendengar pujiannya terhadap putri Hun Hwi-nio yang dikatakan cantik molek, rejekimu besar segala. Waktu itu dia kira Lui Ang ing sengaja menyindir karena dia sudah tahu kejelekan calon istrinya. Tapi sekarang sudah kenyataan bahwa gadis ayu jelita ini adalah putri tunggal Kui-bo Hun Hwi-nio.

Gadis molek secantik bidadari, tidak mungkin tidak laku kawin lalu kenapa dia menaksir dirinya?

Ruwet pikiran Cia Ing-kiat. dengan mendelong dia awasi sicantik, dari wajahnya nan molek ingin dia menemukan jawaban. Padahal tatapannya tanpa berkedip merupakan tingkah kurang ajar, apalagi yang dipandang gadis ayu anak Kui-bo. untung sebagian besar tamu yang hadir adalah laki laki, merekapun terbelalak tak berkedip, maka orang lain takkan memperhatikan kelakuannya.

Terdengar Kui-bo Hun Hwi-nio tertawa lebar, katanya: "Tidak takut kau ditertawakan orang, kenapa terburu nafsu? Aku pasti membereskan persoalanmu."

Ternyata gadis cantik itu tidak kelihatan malu, tawanya semakin lebar dan genit, maka Kui bo berkata kearah orang banyak:”Inilah putri tunggal Hun Lian, sejak kecil tumbuh dewasa diatas gunung, tidak tahu adat kesopanan, harap hadirin maklum." Setelah Kui bo memperkenalkan anaknya, suasana balairung kembali menjadi sepi lengang Tanpa canggung Hun Lian mengangguk kepada hadirin sambil tertawa ramah.

Kui-bo Hun Hwi-nio berkata pula: ”putriku sudah mengikat jodoh, kalian sudi memberi muka sudi berkunjung ke Hiat-lui- kiong, sudah tentu juga untuk hadir dan ikut minum arak bahagia pernikahan putriku ini. Tapi dengan siapa putriku akan menikah, yakin hadirin belum tahu."

Dihadapan sekian banyak orang Kui bo membeber soal jodohnya, tapi Hun Lian tidak kelihatan malu atau rikuh, hanya pipinya ber semu merah hingga kemolekannya lebih mempesona. Suasana ribut dan bisik-bisik dalam balairung seketika sirap pula.

„Calon menantuku adalah putra tunggal Thi-jiau kim-long (naga emas cakar besi) Cia Thian, pemilik Kim-liong-ceng yang terkenal didaerah Tionggoan. yaitu Siau Kim-liong Cia Ing- kiat."

Padahal Cia Ing kiat berada dalam balairung juga, namun dia tahu hanya Lui Ang-ing dan orang aneh dua orang saja yang tahu dirinya, orang lain hanya tahu dia adalah seorang tua bermuka kuning yang bermata sipit, tindak tanduknya kelihatan malas dan. lamban. Maka suasana menjadi ramai dan para tamu yang memberi selamat dan pujian tidak sedikit yang mengaku sebagai sahabat baik Siau-kim liong, ada pula yang mengatakan dia telah angkat saudara segala.

Waktu Cia Ing kiat melirik ke sana orang yang mengaku kenalan baik atau saudara angkat dengan dirinya paling juga hanya pernah bertemu sekali, namun dia memang punya teman baik, umpamanya Jit-gwat-kim-lun murid ketujuh dari Cin Thian si yang hadir juga disitu, tapi teman baiknya ini malah diam saja namun sikapnya kelihatan heran dan bingung. Sudah rentu Cia Ing-kiat segan untuk, berdebat atau mentertawakan orang-orang yang membual ini. Soalnya hatinya sedang dirundung tanda tanya besar. Kiranya sekian banyak orang sekaligus kumpul di Hiat-lui-kiong, apa benar untuk menghadiri pesta pernikahan putri Hun kwi-nio?

Bahwa Kui bo Hun Hwi nio mengundang sekian banyak jago-jago silat dari berbagai penjuru untuk menghadiri pesta pernikahan putrinya memang tidak perlu dibuat heran,, karena selama hampir tiga bulan, Cia Ing-kiat disekap diatas Thian- lau hong, kejadian selanjutnya, betapapun Kui bo tidak pernah menduga sebelumnya dari sini dapat diduga bahwa Kui bo sudah menyebar undangan jauh sebelum tiga bulan yang lalu.

Tapi setelah Toa kui dan Siau-kui pulang ke Hiat lui kiong dengan luka muntah darah terpukul orang aneh, semestinya sudah diketahui oleh Kui-bo. Kalau peristiwa telah terjadi di Thian-lau-hong dirinya sudah terbelenggu dalam cengkramannya. berarti pesta pernikahan ini tidak akan dihadiri mempelai pria, bagaimana upacara bisa berlangsung?

Sikap dan tindak tanduk Kui-bo seperti tidak atau belum tahu terjadinya perobahan, seolah-olah dengan mudah sembarang waktu dia bisa mempersilakan calon mantunya keluar, umpama Toa-kui san Siau-kui sejauh ini, masih mengelabui sang majikan, rasanya mereka tidak bernyali sebesar ini. karena hal itu tak mungkin bisa dirahasiakan lagi. Apakah Toa-kui dan Siau-kui sekongkol dengan Thi-jan Lojin an Gin-koh untuk menukar seorang lain yang dikatakan sebagai Cia-Ing-kiat?

Berbagai dugaan dan persoalan berkecamuk dalam benak Cia Ing-kiat. Waktu dia melirik kearah Hun Lian, tampak wajahnya yang cantik halus semekar kembang dimusim semi laki laki mana yang tidak berdetak jantungnya setelah melihat keayuanya. Mendadak timbul pikiran aneh dalam beriaknya, kalau orang lain sampai mempersunting gadis ayu ini sebagai bininya, selama hidup ini tak kan menyesal, maka dirinya pasti akan menyesal selama hidup karena mengabaikan kesempatan sebaik ini. Tanpa sadar dia sudah hampir beidiri.

Sejak jaman dulu daya tarik perempuan memang amat be ar Cia Ing kiat adalah laki-laki muda, berdarah panas adalah jamak kalau dia begitu bernafsu, waktu timbul keinginannya berdiri hakikatnya, tidak terpikir olehnya apakah Kui-bo benar- benar mau mengawinkan putrinya kepada dirinya, yang terpikir dalam benaknya hanya ingin mempersunting gadis jelita ini hidup rukun sampai tua, kesempatan baik ini jangan diabaikan.

Tak nyana baru pundak bergerak, bahwasanya belum sempat dia berdiri, kembali terasa pinggang linu kesemutan, seluruh tubuh lemas seperti terpaku diatas kursi tanpa bisa bergerak lagi.

Terasa sorot mata Lui Ang-ing yang tajam tengah meratapnya dingin hingga dia bergidik tanpa kedinginan. Walau batinnya gundah nan tak karuan, namun Cia Ing-kiat tahu, pasti orang aneh yang menutuk pinggangnya dari jarak jauh.Tubuhnya merinding dan bergidik karena dia merasakan sorot mata dingin Lui Ang-ing mengandung isi hati yang ingin dan belum sempat dinyatakan secara gamblang kepadanya.

Sesaat lng-kiat duduk mematung sambil melongo, pikirannya ruwet lagi, tak tahu bagaimana baiknya.

Didengarnya Kui-bo berkata pula:,.Sebetulnya Cia siau cengcu sudah diundang kemari oleh Thi-jan Lojin dan G n koh, selama ini menetap divilla Hiat-lui kiong kita yang berada di Thian lau-hong, namun beberapa hari yang lalu, dia diculik orang. "

Waktu memberitakan kejadian yarg kurang menyenangkan ini, wajah Kui-bo masih berseri ramah, nada suaranyapun lembut, seolah-olah cerita yang dia kisahkan tiada sangkut paut dengan dirinya. Berbeda adalah reaksi para hadirin waktu mendengar 'dia diculik beberapa hari yang lalu', rona muka mereka berobah, seperti tidak percaya akan berita yang mereka dengar ini. Betapa hebat kemampuan Kui-bo. ternyata ada orang berani dan mampu menculik calon mantunya, sungguh kejadian yang sukar dibayangkan.

Mendengar cerita ibunya Hun Lian yang berdiri disebelah tampak murung dan masgul Pandangan Cia Ing-kiat tetap tertuju kepadanya, tiba-tiba tergerak hatinya, mulut nya terbuka ingin berteriak, namun suaranya seperti tertelan kembali kedalam tenggorokan, sebenarnya dia ingin bilang; ”Aku ada di sini, tidak diculik orang."

Tapi baru saja mulut terbuka, sekilas dilihatnya pula pandangan dingin Lui Ang-ing sedingin ujung pisau, sehingga suaranya tertelan kembali, padahal bila dia berani nekad suaranya masih keluar dari tenggorokan.

Tengah dia kebingungan dan gugup mengawasi Lui Ang- ing. suara lirih bisikan Lui Ang ing terkiang pula dalam telinganya : „Siou cengcu, apakah sudah kau pikirkan benar- benar?" Padahal bibir Lui Ang ing tidak kelihatan bergerak, jelas dia bicara lewat perutnya yang dikerahkan dengan Lwe- kang tinggi.

Tersirap hati Cia Ing-kiat, katanya melenggong :”Kenapa aku harus berpikir ?"

Jawaban inipun seperti lngauan yang lirih, kuping sendiri hampir tidak mendengarnya, tapi Lui Ang-ing mendengar cukup jelas maka terdengar jawabannya : „Memangnya kau sudah melupakan adegan dalam biara bobrok itu ?"

Bergetar perasaan Cia Ing kiat, sudah tentu dia tidak pernah melupakan kejadian dalam biara bobrok itu, tanpa diperingatkan sebelum dia berkeputusan hendak berdiri tadi, benaknya juga sudah membayangkan kejadian itu, karena itulah, hatinya tadi bergetar lantaran persoalan ini. Cuma sekarang Lui Ang-ing membeber kejadian itu secara langsung. Maksudnya sudah gamblang yaitu waktu Cia Ing kiat merogoh obat menjamah payudara dan badannya.

Bahwa Lui Ang-ing menyinggung persoalan lama. entah apa maksudnya? Tujuannya sudah gamblang, yaitu Lui Ang ing pandang peristiwa itu teramat penting bagi masa depannya, maka dia merasa perlu memberi peringatan kepada Cia Ing-kiat supaya tidak menikah dengan gadis lain.

Setelah paham liku-liku persoalannya, berdebar jantung Cia Ing-kiat, perlahan Lui Ang ing sudah melengos kearah lain wajahnya yang pucat seperti menampilkan perasaan hambar. Tapi dipandang dari arah samping sikapnya yang teguh dan keyakinan yang tebal, siapapun akan bergidik dibuatnya.

Hadirin masih berduduk bingung, pandangan tertuju kearah Kui-bo, semua menunggu penjelasannya lebih lanjut. Maka Kui-bo menyambung, tetap tersenyum : „Sudah tentu kalian ditang dari jauh, janji yang akan saya berikan pasti tak akan kujilat kembali”

Dalam Hiat lui-kiong terdapat Hiat lian (teratai darah) yang tumbuh seratusan tahun, siang nanti sudah akan mekar, semua yang hadir akan memperoleh bagiannya secara rata."

Sampai di sini Kui-bo merandek sejenak maka dari pojok balairung sana mendadak kumandang sebuah suara : ”Bagus sekali, Cia-siaucengcu tiada di sini. lalu bagaimana upacara pernikahan ini akan berlangsung ?" suaranya rendah berat, seperti dilontarkan dari belakang sesuatu benda tebal.

Hadirin menoleh kearah datangn a suara pembicara tidak kelihatan, tapi dipojok sana menggeletak sebuah tandu besar, suara keras berat itu kumandang diri dalam tandu. Hadirin juga tahu yang berada dalam tandu besar itu bukan lain adalah Liong bun-pang Pangcu. sindikat terbesar disungai Ui- ho, asal usui ketuanya amat dirahasiakan, sepak terjangnya pun amat misterius. Kui-bo menoleh kearah tandu, katanya kalem : ”Ucapan Pangcu memang betul. Tapi aku sudah tahu siapa yang menculik Cia-siaucengcu, malah aku juga tahu orang itu membawa Siau-cengcu putar balik ke Hiat-lui-kiong pula, sekarang juga hadir dalam balairung ini.”

Bukan saja kalem, waktu melontarkan kata katanya Kui bo masih bersikap ramah tanpa diburu emosi sedikitpun. Tapi sikap hadirin justeru sebaliknya, maka terjadilah keributan dan suara kaget, atau bergesernya meja kursi. Kecuali tokob silat yang betul-betul kosen boleh dikata sebagian besar yang hadir sudah berdiri.

Bahwa Kui-bo sudah membeber persoalan ini secara terbuka, urusan boleh dikata cukup genting, maklum siapa mampu dan berani menentang Kui-bo, maka dapat dibayangkan kalau Kungfunya tentu amat tinggi, pada hal Kui- bo yang diusik tentu tidak akan memberi kelonggaran padanya, bila Kui bo bergebrak dengan dia, celaka kalau dirinya keserempet atau ketiban pulung. Karena memikirkan keselamatan sendiri maka para hadirin berdiri dan menyingkir.

Kegaduhan ini hanya sebentar, cepat sekali keadaan tenang kembali.

Cia lng-kiat tetap duduk dikursinya, pikirannya masih ruwet, diam diam mengeluh dalam hati, bahwasanya dia tidak tahu "melihat tontonan ramai" yang dimaksud oleh orang aneh adalah hadir dalam pesta pernikahan yang diadakan di Hiat- lui-kiong ini. Kini setelah tahu persoalannya, dirinya menjadi sandera dan tak mampu berbuat apa apa.

Setelah suasana tenang kembali. Kui-bo melanjutkan pidatonya dengan tersenyum : ”Kalian tak usah gelisah, sebagai tamu tamu undangan Hiat-lui-kiong. tiada alasan aku mengejutkan kalian dalam urusan yang tiada sangkut pautnya

? Selamanya aku tegas membedakan budi dan dendam, mungkin Cia-siaucengcu belum tahu, kenapa putriku menaksir dia dan ingin menikah dengan dia. pada hal bagaimana keadaan pntriku hadirin sudah melihatnya sendiri, jikalau Cia- siau cengcu berpendapat putriku tidak setimpal menjadi jodohnya, cukup asal dia bersuara sekali saja, walau pembatalan perjodohan ini menimbulkan rasa dendam, namun perhitungan boleh dilakukan dikemudian hari”

Cia Ing-kiat sudah membuka mulut hendak berteriak pula, namun Lui Ang-ing sudah menoleh serta melotot kepadanya, tatapan matanya seperti mengandung tenaga besar yang tak kelihatan menekan kata-kata Cia Ing-kiat yang sudah siap dilontarkan.

Terdengar Kui bo berkata lebih jauh : ”Peduli dia rela atau menolak, diharap Cia-siaucengcu bersuara, kalau tetap diam saja sengaja menghina dan mengabaikan peringatanku, maka urusan tak berani aku menanggungnya lagi."

Saking gugup keringat dingin sudah membasahi tubuh Cia Ing-kiat, sejak melihat Hun Lian. hatinya sudah menaksirnya, kini didesak oleh Kui-bo namun dia juga takut melihat tatapan tajam Lui Ang-ing hingga sepatah katapun tak kuasa dia lontarkan, apa lagi pinggang tertutuk oleh orang aneh hingga tak mampu bergerak.

Tengah Cia Ing-kiat putus asa. terdengar sebuah suara tua serak dan kuat berkata : , Cia Ing kiat adalah putra kenalan baikku, kulihat dia tidak berada didalam balairung ini, apakah Kui bo  tidak keliru?"'

Kui-bo menoleh kearah suara, yang bicara ternyara adalah Jit-gwat kim-lun (roda emas mata hari rembulan) Cin loenghiong, dengan tersenyum dia berkata: „Siau-cengcu pernah berguru didalam Tayseng-bun yang mahir merobah bentuk muka orang tujuh puluh dua macam, maka kepandaiannya menyamar boleh diagulkan, tenturya Cin- loeng-hiong juga sudah tahu, dengan kemahirannya menyamar dia pernah menyelundup ke Kim-hou po lalu melarikan diri pula, dari sini dapat dibuktikan betapa lihay samarannya. ' Makin kecut perasaan Cia lng-kiat mendengar Kui-bo mengorek rahasianya dimuka umum, pada hal dia mengira kejadian dirinya menyelundup kedalam Kim-bou-po serta berhasil melarikan diri tidak diketahui orang, tak nyana hal ini sudah menjadi rahasia umum.

Bahwa jejaknya akhirnya konangan dan kecandak oleh Siau-pocu yang bernama Lu Ang-ing adalah logis, karena didalam Kim-hou po Lui Ang-ing pernah melihat dirinya dan bergebrak pula, tapi Kui-bo Hui Hwi-nio tak pernah menginjak Tionggoan. letak Hiat-Ini-kiong ribuan li jauhnya, dari mana dia tahu akan peristiwa ini? Walau Li-pi-lik berada di sini, tapi perempuan gede ini jujur polos lugu lagi, mana mungkin dia tahu rahasia dirinya ?

Tengah Cia Ing-kiat memutar otak. didengarnya Li-pi-lik berteriak juga: ”Ciong Tay-pek, hayo berdiri dan keluar ? Aku ingin bicara dengan kau,''

Seperti diketahui dalam bagian depan cerita ini, Ciong Tay- pek adalah nama samaran Cia Ing-kiat waktu dia menyelundup ke Kim hou-po. Kini Li pi-lik gembar gembor dengan suara mengguntur, semakin deras cuguran keringat dingin Cia Ing-kiat. Walau sikap Kui-bo kelihatan masih berseri tawa namun hadirin sudah melihat bayangan kabut hitam ditengah kedua alis matanya.

Hadirin insaf bila urusan tiada perkembangan yang diharap, apa yang akan terjadi di sini. Ada sementara tamu yang sudah menoleh kearah tandu dipojok balairung sana agaknya tidak sedikit yang menduga bahwa Cia Ing kiat sembunyi didalam tandu sengaja tidak mau keluar.

Kabut hitam ditengah alis Kui-bo makin tebal, seri tawanya sirna dan mukanya berganti kelam. Disaat suasa memuncak tegang itulah mendadak Lui Ahg-ing berdiri pelan-pelan, katanya kalem : ,,Siau cengcu dari Kim-liong-ceng menyelundup kedalam Kim-hou-po kita, berhasil melarikan diri pula, aku sedang mencari jejaknya, maka perlu kuanjurkan kepada Kui bo. pernikahan putrimu hari ini lebih baik dibatalkan saja."

Begitu Lui Ang-ing berdiri, Li-pi-lik lantas melompat mundur sembunyi kebelakang Kui-bo Hun-Hwi-nio, kedua tangannya memegang baju Kui bo, sikapnya kelihatan amat takut. Berdiri alis Kui-bo. sekenanya sebelah tangan mengebas kebelakang. Kelihatannya kebasan lengan bajunya enteng dan seenaknya saja. tapi Li-pi-lik seketika menjerit kaget menyurut setapak kebelakang.

Kejadian berlangsung dalam waktu yang sama, baru saja Li-pi lik menyurut mundur, Lui Ang-ingpun habis bicara.

Seperti tertawa tidak tertawa Kui-bo mengawasi Lui Ang- ing, sebelum dia buka suara mendadak Oa-sam Siansing yang duduk dipinggir sana tertawa dingin beberapa kali. jengeknya

: ”O. kiranya begitu."

Sebelum naik keatas kapal Oh-sam Siansing pernah adu kekuatan dengan Lui Ang-ing dan dikalahkan, pada hal betapa luas pengetahuannya, ternyata dia tidak tahu dan bagaimana asal usul pemuda muka pucat yang lihay ini, baru sekarang dia tahu bahwa pemuda ini dari Kim-hou-po.

Kim-hou-po sudah terkenal diseluruh jagat, pertanyaan Lui Ang-ing tadi secara langsung sudah membeber asal usul dirinva, sekaligus menyatakan bila Cia-siauccng-cu muncul, diapun akan membuat perhitungan padanya. Padahal berada didalam Hiat lui-kiong, tapi seberani ini dia menyatakan maksud kedatangannya.

Kui-bo tertawa dingin, katanya: ”Perjodohan putriku sudah bukan rahasia lagi,mana boleh perjodohan ditunda atau dibatalkan segala?""

”Nona Hun secantik ini, memangnya kuatir dia tidak bisa mercari kekasih lain? "jengek Lui Ang ing. Kui bo menarik muka, suaranya juga tidak seramah tadi: "Apa yang tuan katakan hanya mencari onar belaka maka usulmu takkan kuterima, Menurut hematku, bukan Cia- siaucengcu menolak perjodorian ini. tapi bila dia diancam dan disiksa, maka sulit aku mengatakan." Huruf” kan" diucapkan lebih keras, mendadak tangannya terayun terus menuding kearah Cia-Ing-kiat.

Kontan Cia Ing-kiat merasa datangnya sejalur angin kencang menyampuk muka, badan yang kaku linu seketika mengendur, dia tahu Hiat to yang ditutuk orang aneh telah dituding bebas oleh tudingan Kui-bo jarak jauh. Memangnya sejak tadi dia siap berdiri, begitu Hiat to bebas segera dia berjingkrak berdiri, serunya:

"Aku "

Hanya sepatah kata yang sempat diucapkan. Mendadak Lui Ang ing membalik sebelah tangannya menekan kedadanya, telapak tangan nya tepat menekan Hoa-kay-hiat. Pada hal Hoa-kay hiat adalah salah satu Hiat-to mematikan, bila tertutuk, umpama kepandaian Cia-Ing-kiat lebih tinggi dari Lui Ang-ing juga takkan mampu berbuat apa-apa. Apalagi kepandaiannya amat terbatas, jauh dibawah Lui-Ang-ing, maka begitu Hiat to tertutuk, dia tak mampu bersuara lagi.

Pada saat itulah didengarnya Hun Lian memekik sekali, dimana tangan terbalik, hanya pergelangan tangan saja yang bergerak, " Ser" selarik benang merah laksana kilat meluncur kemuka Lui Ang-ing.

Perobahan terjadi dalam waktu singkat, begitu melihat benang merah melesat dari tangan Hun Lian. seketika Cia Ing- kiat sadar dan terang duduk persoalannya, seketika terbayang kejadian didalam Kim-hou-po.

Di bawah petunjuk perempuan misterius dalam Kim-hou-po itulah, Cia Ing-kiat berhasil menemukan Po-tiok-pit-kip yang disembunyikan dalam dinding, namun buku itu akhirnya terebut oleh seutas benang yang membelitnya dan dibawa kabur oleh perempuan misterius itu, karena gagal mendapatkan pusaka itu, sekias Cia Ing-kiat melarikan diri. Selama ini dia bertanya-tanya siapa perempuan yang merebut pusika bambu itu dari tangannya, baru sekarang dia tahu perempuan itu ternyata putri Kui-bo, yaitu Hun Lian yang cantik ini. Sekarang lebih jelas pula, kenapa dari ribuan li jauhnya Thi jan Lojin dan Gin-koh meluruk kerumahnya serta menculik dia karena diperintah Kui-bo.Ternyata sebab musabab dari peristiwa ini bersumber sejak pertemuan mereka didalam Kim-hou-po.

Baru saja Cta ing-kiat rasakan sekujur tubuhnya terkekang cleh tenaga lunak yang merembes dari telapak tangan Lui Ang-ing. Sementara benang merah ditangan Hun Lian sudah melesat tiba, benang merah itu amat lembut, namun daya luncurnya ternyata amat kencang, hingga mengeluarkan desing suara yang tajam.

Kedua alis Lui Ang-ing tampak berdiri, telapak tangannya menepuk kee lakang, samar-samar kelihatan ditengah telapak tangannya ada tanda gelap yang gemerdep, seperti telapak tangannya entah memegang benda apa, sayang gerakannya teramat cepat hingga hadirin tiada yang melihat jelas benda apakah yang berada ditelapak tangannya. "Plak, plak" tepukan telapak tangan Lui Ang-ing tepat menyampuk pergi luncuran benang merah. Akibat benturan keras itu. gerakan tangan Lui Ang-ing sedikit merandek, bagi yang bermata tajam bisa melihat lebih jelas bahwa ditelapak tangannya seperti menempel sebuah benda segi enam yang menyerupai batu jade bewarna hijau gelap menyerupai sebuah medali, medali ini amat tipis dan melekat ditelapak tangannya.

Begitu benang merah disampuk pergi, dari dalam tandu kumandang suara serak berat itu : „Bagus. Lok-hun sin-san ling salah satu dari tiga pusaka milik Go-tiok Taysu ternyata muncul pula dikalangan Kangouw, sungguh membuka pandanganku."

Yang bersuara dalam tardu sudah tentui adalah Liong-bun Pangcu, namun sebagian besar hadirin bingung dan tak tahu aoa maksud seruannva. demikian pula Cia Ing-kiat. siapa itu Go-tiok Taysu, apa pula Lok-hun-sin-san-ling segala belum pernah deagar, mungkin medali ditangan Lui Ang-ing itulah yang dimaksud, namun di mana letak keanehannya, sukar diraba.

Dalam beberapa patah seruan Liong bun Pangcu ini, kejadian terjadi perobahan. Benang merah ditangan Hun Lian memang berwarna menjolok, begitu benang merah itu ditepuk pergi oleh telapak tangan Lui Ang-ing, ujungnya seketika berobah menjadi hitam hangus, malah warna hitam hangus ini terus menjalar naik lebin panjang. Panjang benang merah itu ada dua tombak, dalam sekejap warna hitam hangus itu sudah menjalar setombak. Sebelum orang banyak tahu apa yang terjadi, mendadak Kui-bo menghardik keras, selarik sinar berkeiebat sinar yang benderang menyolok pandangan itu hanya sekali samber bagai kilat lantas lenyap.

Hadirin hanya melihat sinar terang berkelebat ditengah hardikan Kui-bo. siapapun tak tahu apa yang terjadi, mereka hanya menduga bahwa Kui-bo sudah turun tangan. "Plak" setelah sinar terang itu sirna, ujung benang ditangan Hun Lian bagian yang telah hitam putus dan jatuh diatas tanah, sementara sisanya yang masih merah telah di tarik balik oleh pemilihnya.

Bagian cambuk hitam yang jatuh kelantai itu seketika mengepulkan asap hijau. Lekas Kui bo menekan kebawah dengan telapak tangannya mereka yang duduk disebelah depan merasakan samberan angin keras, asap hijau yang mengepul keatas itu seketika tertindih turun meresap kedalam lantai lenyap tak berbekas. Waktu angkat kepalanya pula Kui bo Hun hwi nio mendesis tajam : ”Telengas benar kau turun tangan."

Lui Ang-ing menyeringai dingin, kata-nya : ..Urat punggung Ang-soa coa ditangan putrimu itu menyentuh badan orang jiwa melayang seketika, kalau tidak menyerang dengan racun mengatasi racun, memangnya kalian harus mendapat untung?”

Memang sudah lama Kui Bo Hun Hwi-nio menetap di Biau- kiang, Ang-soa-coa adalah salah satu jenis ular yang paling jahat di pedalaman yang belukar, dengan kemampuannya Kui- bo berhasil menangkap dan membetot urat punggungnya untuk senjata putrinya.

Tapi dari jawaban Lui Ang-ing, hadirin menduga medali ditangannya itu agaknya jauh lebih lihay, hingga kadar racun diatas medalinya itu mampu merembes diurat ular warna merah itu untuk menyerang balik lawan. Untung Kui-bo bertindak secara cepat, benang merah itu diputuskan, kalau tidak Hun Lian tentu sudah celaka.

Medali itu bernama Lok-hun-sin san-ling seperti yang telah dibeber oleb Liong-bun Pangcu, katanya milik Go-tiok Taysu dari satu diantara tiga pusakanya, tapi bagaimana asal usul sebetulnya, jarang orang tahu, maka hadirin hanya menduga- duga belaka.

Hun Hwi-mo maju beberapa langkah, katanya : „Hadirin diharap menyingkir agak jauh, saudara ini datang dari Kim- hou-po, Lok hun-ling yang dipegangnya itu amat beracun, bila bergerak supaya tidak terserempet bahaya."

Bergegas hadirin berdiri lalu menyingkir mundur, Oh-san Siansing yang kosenpun tak terkecuali, setelah meja kursi juga disingkirkan, maka terbukalah sebuah arena yang cukup luas ditengah baiatrung. Kui bo tertawa dan berkata Cia Ing-kiat yang berada di belakang Lui Ang-Ing. "Aku tidak akan menyalahkan kau, tak usah takut. ”

Cia Ing-kiat hanya menyengir getir sekilas dia melirik kepada orang aneh, dilihatnya orang ini duduk diam tidak bergerak. Perasaan Cia Ing-kiat makin tidak tenang, jelas sebentar lagi Kui bo akan bergebrak melawan Lui Ang-ing. Bila kedua jago tangguh ini berhantam pasti mengejutkan langit menggetar bumi. Tapi pihak mana yang lebib tinggi Kungfunya, sudah tentu Cia Ing kiat tak berani memastikan, tapi dia percaya bila orang aneh juga membantu, meski Kui-bo amat tangguh juga pasti bukan tandingan.

Yang jelas Cia Ing kat amat mengharap Kui-bo memperlihatkan kesaktiannya, menggebah pergi Lui Ang-ing dan orang aneh ini. Bahwa Cia Ing-kiat punya pikiran demikian adalah selaras dengan keinginannya berdiri tadi hendak mengumumkan siapa dirinya. Adalah logis kalau sekarang dia mengharap Lui-Ang ing dan orang aneh lekas pergi supaya dirinya bisa segera melangsungkan pernikahan dengan Hun Lian.

Ketegangan mencekam hadirin, siapa yang tidak ingin menyaksikan kepandaian Kui bo tokoh yang dimasukan dalam legenda oleh kaum persilatan ini apa benar memiliki kung fu sejati? Bagaimana dia akan menjatuhkan Siau-pocu dari Kim- hou-po yang terkenal juga.

Lui Ang-ing berdiri tak bergerak, rona mukanya tetap pucat, sikapnya seperti tak acuh, diam-diam Cia Ing-kiat melirik kearah orang aneh, orang inipun bersikap tak acuh duduk santai seperti tidak terjadi apa apa seperti tiada maksud ikut turun tangan.

Dengan tajam Hun hwi-mo menatap Lui Ang-ing sambil menyeringai dingin, bagi yang berkepandaian agak rendah, mendengar tawa dingin Hun Hwi-nio, hatinya amat risi dan sebal, agaknya Lui Ang-ing juga tahu menghadapi Kui bo yang memiliki kepandaian luar biasa tidak boleh diremehkan, meski kelihatan dia berdiri seenaknya, padahal dia sudah mempersiapkan diri. Seumpama busur yang ditarik makin tegang, demikian perasaan hadirin semua menunggu terjadinya perubahan yang menggemparkan. 

Perobahan secara mendadak memang telah terjadi, namun kejadian ini berada diluar dugaan hadirin pula.

Disaat Kui-ho sudah berhadapan dengan Lui Ang ing. Angin lesus besar mendadak timbul dipojok balairung sana. sebuah benda hitam besar seketika melesat muncul keudara, hadirin yang beranjak dekat merasakan sambaran angin puyuh ini sedemikian kerasnya hingga piring mangkok diatas meja juga tersapu jatuh berantakan, benda hitam besar itu mumbul empat tombak tingginya lalu meluncur turun kearah kiri. Bukan saja besar benda hitam ini juga membawa deru angin keras, ditambah daya luncurnya yang kencang, hingga hadirin belum sempat melihat benda hitam apakah itu. Tapi tidak sedikit jaga-jago kosen yang hadir dalam balairung ini, meski kejadian secara mendadak mereka yang melibat jelas seketika berteriak kaget. Kini banyak hadirin sudah melibat jelas benda hitam besar yang mumbul ditengah sambaran angin puyuh ternyata adalah sebuah joli besar,

Salam hangat untuk para Cianpwee sekalian,

Setelah melalui berbagai pertimbangan, dengan berat hati kami memutuskan untuk menjual website ini. Website yang lahir dari kecintaan kami berdua, Ichsan dan Fauzan, terhadap cerita silat (cersil), yang telah menemani kami sejak masa SMP. Di tengah tren novel Jepang dan Korea yang begitu populer pada masa itu, kami tetap memilih larut dalam dunia cersil yang penuh kisah heroik dan nilai-nilai luhur.

Website ini kami bangun sebagai wadah untuk memperkenalkan dan menghadirkan kembali cerita silat kepada banyak orang. Namun, kini kami menghadapi kenyataan bahwa kami tidak lagi mampu mengelola website ini dengan baik. Saya pribadi semakin sibuk dengan pekerjaan, sementara Fauzan saat ini sedang berjuang melawan kanker darah. Kondisi kesehatannya membutuhkan fokus dan perawatan penuh untuk pemulihan.

Dengan hati yang berat, kami membuka kesempatan bagi siapa pun yang ingin mengambil alih dan melanjutkan perjalanan website ini. Jika Anda berminat, silakan hubungi saya melalui WhatsApp di 0821-8821-6087.

Bagi para Cianpwee yang ingin memberikan dukungan dalam bentuk donasi untuk proses pemulihan saudara fauzan, dengan rendah hati saya menyediakan nomor rekening berikut:

  • BCA: 7891767327 a.n. Nur Ichsan
  • Mandiri: 1740006632558 a.n. Nur Ichsan
  • BRI: 489801022888538 a.n. Nur Ichsan

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar