Tengkorak Maut Jilid 33

 
Jilid 33

DENGAN kepandaian silat yang dimiliki sepasang siluman serta meninjau dari perbuatan-perbuatan mereka di masa lampau, bisa jadi kedua orang itu akan melakukan kejahatan lagi. Andaikata apa yang diduga tak salah, dialah yang berdosa karena dialah yang melepaskan dua orang gembong iblis itu dari tempat penahanannya.

Untuk sesaat lamanya Han Siong Kie berdiri tertegun, ia tak tahu apa yang musti dilakukan.

Kurang lebih seperminuman teh kemudian pemuda itu mengambil keputusan, pikirnya:

"Andaikata sepasang siluman benar-benar telah menghianatinya serta melakukan kejahatan dalam dunia persilatan, aku pasti akan melenyapkan kedua orang itu dari muka bumi".

Seorang diri diapun melanjutkan perjalanan menuju kekaki bukit itu.

Dua jam kemudian pemuda itu sudah keluar dari daerah pegunungan dan melanjutkan perjalanan melalui jalan raya. Sementara perjalanan masih dilanjutkan tiba-tiba dari arah depan meluncur datang beberapa sosok bayangan manusia, meskipun gerakan tubuh beberapa orang itu bagaikan meteor yang lewat, akan tetapi bagi ketajaman mata Han Siong Kie bukan halangan baginya untuk mengenali siapa gerangan mereka itu. segera teriaknya dengan suara nyaring: "Engkoh tua Tunggu sebentar, kau akan ke mana ?"

Mendengar teriakan tersebut, berhentilah rombongan itu, ternyata mereka adalah delapan orang pengemis dekil, orang pertama tak lain adalah Pengemis dari selatan.

"Haaah . . haaah .. haaahh saudara cilik, rupanya kau " teriak pula pengemis dari selatan dengan wajah berseri.

“Engkoh tua, aku lihat wajahmu murung sekali, apakah telah terjadi sesuatu atas diri mu?"

"Aaai, saudara cilik masa kau tidak mendengar bahwa perkumpulan kami sedang menghadapi masa kiamat?" ujar pengemis tua itu sambil menghela napas panjang.

"Menghadapi masa kiamat? Kenapa?" seru si anak muda itu tertegun sambil terimangu.

"Jadi engkau tidak mendengar apa-apa tentang organisasi Kay pang kami itu?" Han Siong Kie menggelengkan kepalanya:

"Sudah berbulan-bulan lamanya siaute tak pernah melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, aku tak tahu apa yang telak menimpa perkumpulan Kay pang?"

"Oooh. Kalau begitu tak heran kalau engkau tidak tahu.." ujar pengemis itu.

Sesudah menghela napas dan berhenti sebentar, ia melanjutkan lebih jauh: "Semenjak dahulu kala antara Thian che kau dengan Ji-pang dan sam hwe tak pernah mengadakan kontak hubungan apa-apa, hubungan kami ibaratnya air sumur yang tidak mengganggu air sungai, tapi rasanya pihak Thian che kau mempunyai ambisi untuk merajai dunia persilatan, secara licik mereka telah membasmi musuh-musuh serta saingannya secara diam-diam. Pertama kali yang mengalami nasib jelek adalah perkumpulan Pat gi pang, menyusul kemudian perkumpulan Jit yan pang. Hong te hwe, Ang kin hwe, serta Ngo heng hwe dipaksa takluk kepada mereka dan merubah nama menjadi kantor cabang perkumpulan Thian che kau, rupanya sekarang mereka jatuhkan incarannya kepada pihak Kay pang, saudara cilik, kalau bukan saat kiamat perkumpulan kita sudah tiba, apa lagi namanya"

Ketika mengucapkan kata kata teriebut jelas terlihat bahwa Pengemis dari selatan diliputi oleh emosi yang beekobar kobar.

"Aaah jadi sudah mencapi tingkat sekritis itu? Kurang ajar.. Thian cbe kau memang harus dibasmi dari muka bumi!” seru Han Siong Kie dengan penuh kegusaran.

Tidak sampai disitu saja kemarahan pengemis dari selatan dengan gemas dan penuh kebencan dia berkat lagi:

"Semenjak Kay-pang didirikan oleh cou ya Kami belum pernah ada partai dan perguruan lain yang berani memandang hina perkumpulan kami sungguh tak nyana musibah ini menimpa di jaman kami ini.. aai lima hari berselang perkumpulan kami telah menerima lencana Thian che leng dan memberi batas pada perkumpulan kami untuk menggabungkan diri dengan mereka dalam lima hari mendatang bila menampik maka,..”

"Maka mereka akan berbuat apa?" sela pemuda itu. "Mereka akan mencuci semua markas Kay pang dengan

dara segar anggotanya bahkan anak murid Kay pang dilarang

menancapkna kakinya kembali di daratan Tionggoan"

Darah panas terasa mendidih dalam tubuh Han Siong Kie sinar matanya setajam pisau dan hawa napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya sambil menggertak gigi teriaknya:

"Hmm! Dia berani berbuat begitu?”

"Aaai apa mau dikata? Kekuaaaan Thian che kau telah meliputi tujuh propinsi di daerah selatan dan enam propinsi di utara sungai terutama sekali kekuatan mereka yang sangat lihay dengan ditunjang oleh utusan-utusan Thian che kau yang berilmu tinggi jago dari manakah yang mampu menandingi kehebatan mereka?”

"Huuh! Segala macam badut sirkus juga berani berlagak sok hebat tunggu saja tanggal mainnya"

"Saudara cilik aku dengar perguruan Thian lam bun sudah menggabungkan diri dengan perkumpulan tersebut malahan istana Huan-mo-kiong diubah namanya menjadi kantor cabang Thian che kau untuk wilayah Thian 1am apa benar berita ini?"

"Akupun belum lama mendengar ini, karena setelah urusan disini selesai segera aku akan berangkat ke Thian Lam untuk melakukan pembersihan secara besar-besaran"

"Dengan kekuatan saudara cilik seorang aku rasa . ." "Pentolan penghianatan ini cuma seorang yaitu Wi It beng,

aku percaya anak murid lain kebanyakan cuma menganut

kehendak hatinya belaka" setelah berhenti sebentar ia berkata lagi:

"Engkoh tua batas waktu yang ditentukan lencana Thian che leng masih ada berapa hari?"

"Tinggal besok sehari "

Ketika pengemis dari selatan mengucapkan kata-kata itu, tiga pengemis tua dan delapan pengemis setengah baya yang berada dibelakagnya sama-sama menunjukkan wajah sedih dan resah, namun tak seorangpun yang bersuara. Han Siong Kie termenung dan berpikir sebentar, kemudian bertanya: "Apa rencana engkoh tua untuk menyelesaikan persoalan yang sangat pelik ini?"

"Aaai, aku telah menurunkan perintah untuk mengumpulkan segenap jago lihay yang berada dikantor- kantor cabang untuk berkumpul semua dimarkas besar kami tepi pantai Pak swit ham, yaa . . mati hidup Kay pang tergantung dalam pertarungan yang bakal berlangsung, meskipun saat ini kami masih mempunyai satu harapan untuk menyelamatkan perkumpulan kami dari musibah yakni mengharapkan kemunculan susiok kami song Tiat kong . tapi harapan ini tipis sekali"

"Mengapa kalian tidak segera mengirim kabar kepada song locianpwe agar bersiap sedia?"

"Ketika tengkorak maut gadungan membuat onar dalam markas besar kami. song susiok telah salah menganggap tengkorak gadungan sebagai tengkorak maut asli, sesudah peristiwa itu beliau berkunjung ke benteng maut menuntut keadilan, tapi akhirnya beliau kalah ditangan pemilik benteng maut, waktu itu susiok telah sesumbar bahwa akan muncul kembali dalam dunia persilatan untuk selamanya, dari mana kami bisa tahu susiok kini berada dimana ? Dan bagaimana mungkin berita itu disampaikan kalau kami tak tahu dimana beliau berada?"

"Apakah engkoh tua bersedia untuk menerima bantuan dari saudara cilikmu ini?" kata Han Siong Kie mendadak sambil menawarkan jasa baiknya.

"Kesediaanmu untuk membantu tentu saja akan kami sambut dengan senang hati" sahut pengemis dari selatan sambil mengernyitkan alisnya yang telah memutih, "Aku hanya kuatir bantuanmu masih belum cukup untuk menolong perkumpulan kami lolos dari musibah ini, aaai... yaa apa boleh buat, terserah bagaimana nasib akan mengaturnya nanti" Pengemis dari selatan belum tahu kalau Han Siong Kie telah berhasil mempelajari ilmu sakti si mi sinkang, sebab berbicara dari kekuatan yang dimiliki pemuda itu di masa lampau, memang tak mungkin ia bisa menolong Kay pang untuk lolos dari musibah.

Han Siong Kie bukan orang bodoh, sudah tentu diapun dapat merasakan keraguan saudara tuanya itu, ia tersenyum.

"Begini saja engkoh tua, kalian berangkatlah lebih dulu, bila tiba saatnya nanti, aku pasti sudah hadir di markas besar kalian"

Pengemis dari selatan mengangguk. mereka tidak berkata apa-apa lagi, dengan begitu maka dua bersaudara inipun kembali berpisah.

Sepeninggal pengemis dari selatan beserta ketujuh orang rekannya, Han Siong Kie berpikir didalam hati, untuk  menuntut balas ke benteng maut jelas sudah tak sempat lagi, maka ia menyusun rencana untuk melaksanakan kembali usaha penuntutan balasnya sesudah menyelamatkan Kay pang dari musibah.

-000d0w000-

BAB 68

LENYAPNYA Hekpek siang yau secara misterius sangat memusingkan kepala anak muda itu, ia merasa tak mungkin kalau kedua orang siluman itu berhianat kepadanya atau pergi tinggalkan dirinya tanpa pamit. sebab dua orang itu telah mengakuinya sebagai majikan, itupun kerena harus menuruti sumpah yang pernah mereka ucapkan dimasa lampau, apalagi mereka telah diterima sebagai anggota perguruan Thian Lam bun, mustahil pikiran mereka berubah di tengah jalan.

Tapi kemana mereka telah pergi ? Celaka ditangan orang ?

Jelas hal ini tak mungkin terjadi, Ilmu silat mereka sangat lihay, siapakah yang mampu untuk merobohkan kedua orang itu"

Sementara dia masih melamun, tiba-tiba sorot matanya sempat menangkap sesosok bayangan manusia sedang berdiri ditepi sungai tak jauh dari tempat ia berada sekarang, jelas orang itu tinggi semampai dengan potongan badan menggiurkan, jelas orang itu adalah seorang gadis dan gadis itu terasa sangat dikenal olehnya.

Mendadak satu ingatan terlintas dalam benaknya, kontan jantungnya berdebar keras, hampir saja pemuda itu menjerit. "Aaah Masa dia ?"

Dengan penuh emosi dan hati yang bergejolak pemuda itu meluncur ke depan, menghampiri gadir yang tinggi semampai itu .

Makin mendekati orang itu, Han Siong Kie merasa semakin yakin kalau dugaannya tidak meleset dan akhirnya . . ia benar- benar membuktikan bahwa dugaannya tak salah gadis itu memang tak lain dari kekasih hatinya. Tonghong hui yang dia rindukan siang malam.

Darah yang mengalir dalam tubuh pemuda itu terasa mendidih bagaikan kena listrik bertegangan tinggi, separuh tubuhnya terasa menjadi kaku, hampir saja jantungnya melompat keluar dari rongga dadanya.

Dengan bibir yang gemetar dan muka yang pucat, ia berdiri tertegun untuk sesaat lamanya tak sepatah katapun mampu dia utarakan keluar.

Betapa tidak ? Tonghong-Hui yang melama ini dianggapnya telah mati ternyata masih hidup segar bugar... dugaan dari orang yang kehilangan sukma terbukti kebenarannya, dara itu belum mati. Tapi aneh, sekalipun Han Siong Kie sudah berada dibelakangnya, gadis itu masih tidak merasa, ia berdiri kaku bagaikan patung, bergerak sedikitpun tidak.

Angin sungai berhembus sepoi basah mengibarkan ujung bajunya yang panjang, tubuhnya yang tinggi semampai, lekukan tubuhnya yang menggiurkan amat menawan hati, ibaratnya bidadari dari kahyangan gadis itu tampak agung dan cantik.

"Adik Hui" akhirnya pemuda itu memang gigil, meski suaranya lirih dan agak parau.

Sekujur badan Tonghong Hui gemetar keras, namun ia tidak berpaling pun tidak menjawab.

Suatu firasat aneh terlintas dalam benak sianak muda itu, untuk kedua kalinya kembali dia memanggil: "..Adik Hui.."

Tonghong Hui menghela napas panjang, begitu pedih dan hampa helaan napas itu, membuat Han Siong Kie tercekat hatinya.

Menyusul helaan napas itu, ia putar badannya, sesaat wajah yang sayu terpampang didepan mata.

Wajah itu layu, kusut dan sinar matanya telah pudar persis seperti wajah Go siau bi calon istrinya ketika ia jumpa didepan kuil Bu cuan di bukit Tay huang san.

Han song Kie merasakan hatinya bagaikan dipagut ular berbisa, secara beruntun ia mundur tiga langkah kebelakang.

Bagaimanakah pertanggungan jawabnya kepada gadis yang ia cinta dengan segenap jiwa raganya? Apalagi bila ia tahu kalau Go siau bi telah menggantikan kedudukannya?

Diantara putih kepucatan yang menghiasi wajah Tonghong Hui terlintas semua merah diantara pipinya, ia menatap Han Siong Kie dengan pandangan hampa, mukanya begitu layu, pedih, sukar dilukiskan dengan kata. Mereka tidak mirip kekasih yang saling bertemu kembali, keadaan mereka waktu itu ibarat orang asing yang saling berjumpa, tiada surprise tiada luapan cinta dan rindu, tiada pelukan ataupun ciuman.

Siapapun diantara mereka tak ada yang buka suara, mereka hanya saling menatap dengan mulut membungkam.

Udara serasa ikut membeku mengikuti keadaan mereka yang serba kaku, serba dingin-

Perlahan-lahan Han Siong Kie tundukkan kepalanya, ia tidak memiliki keberanian untuk memandang kekasihnya lagi, sebab ia telah menjadi penghianat dari cinta, ia merasa tak punya muka untuk bertemu lagi dengan gadis yang telah menyerahkan seluruh jiwa dan raga kepadanya.

Suasana begitu sepi, hening seolah-olah dunia menjadi mati, jagad menjadi kiamat tak seorangpun yang bersuara, hanya detak jantung mereka yang berdebar keras.

Darimana orang yang kehilangan sukma bisa tahu kalau Tonghong -Hui tidak akan mati? Benarkah ia memiliki ilmu meramal, ilmu untuk melihat kejadian yang akan datang?.

Apa sebabnya orang yang kehilangan sukma merusak hubungannya dengan Tonghong Hui? Benarkah jika hubungan mereka dilanjutkan maka hubungan tersebut akan berakhir dengan suatu kejadian yang tragis?

Mengapa Tonghong Hui mengingkari janjinya ketika itu? Mengapa ia begitu tega membiarkan ia menunggu melama dua hari dengan sia-sia ditepi sungai?

Terbukti sekarang bahwa ia tidak mati, benarkah ayahnya bukan pembunuh keluarga Han dan keluarga Thio? Kalau bukan, tidak seharusnya gadis itu mengingkari janji.. Lama sekali, akhirnya Tonghung-Hui buka suara, meskipun suaranya penuh kepedihan:

"Engkoh Kie, angkat kepalamu dan pandanglah aku" Pedih hati Han Siong Kie bagaikan disayat-sayat pisau, ia mendongakkan kepalanya, meskipun dengan perasaan menyesal dan malu..

Tatkala sepasang mata mereka bertemu satu sama lainnya, kembali pemuda itu mundur selangkah, yang tampak olehnya adalah seraut wajah yang pucat seperti mayat,jauh berbeda dengan raut wajahnya dalam kenangan selama ini

"Engkoh Kie, kau... kau membenci aku" kembali gadis itu berbisik lirih sekali suaranya.

"Adik Hui Aku .. aku...toh...mengapa kau mengatakan begitu ? Mengapa kau mengatakan kalau aku membenci dirimu ?"

"Karena karena aku telah mengingkari janjiku sendiri

kepadamu, aku tidak menepati janji"

"Adik Hui, seharusnya akulah, aai. mengapa kau tidak menepati janjimu."

"Sekembalinya kedalam benteng, aku telah disekap oleh ayah, tak mungkin bagiku untuk kabur keluar"

Han Siong Kie merasa emosi dalam dadanya bergelora, apa yang ingin diketahui olehnya segera akan terwujud, dengan suara agak gemetar tanyanya lagi."sudah kau tanyakan soal yang ingin kuketahui itu ?"

"Sudah.." perlahan-lahan gadis itu mengangguk.

Mencorong sinar mata sianak muda itu, dia maju tiga langkah kedepan seraya bentanya lagi:

"Bagaimana jawaban ayahmu?"

"Sudah dua puluh tahun lamanya ayah tak pernah meninggalkan pintu benteng barang satu langkahpun, apakah jawaban tersebut dapat kau terima sebagai suatu keterangan yang lengkap?" "Sudah dua puluh tahun ayahmu tak pernah muncul kedalam dunia persilatan ?" Tonghong Hui mengangguk lirih tanda membenarkan.

Sungguh terkejut dan girang tak terkirakan perasaan Han Siong Kie pada saat ini, dia girang lantaran Tengkorak maut ayah Tonghong-Hui bukanlah musuh besar keluarganya, sebab peristiwa berdarah yang menimpa perkampungan keluarga Han terjadi pada bulan sembilan tanggal sembilan pada lima belas tahun berselang.

sekarang terbukti sudah bahwa dia dan Tonghong Hui sebenarnya tidak terpisah oleh dendam sakit hati.

Tapi pemuda itu merasa murung, murung karena tidak  tahu siapakah pembunuh keluarganya, kemana dia harus pergi untuk mencari jejak pembunuh keluarganya itu?

Tatkala ia teringat kembali akan pernikahannya dengan Go siau bi, kembali pemuda itu merintih... merintih penuh kedukaan serta penderitaan- "Engkoh Kie, kee... kenapa kau?" tegur Tonghong Hui.

"Oooh, aai tidak apa-apa, kalau toh engkau disekap oleh ayahmu, kenapa sekarang bisa muncul lagi diluar benteng ?"

"Aku mencuri keluar secara diam-diam, mungkin selama hidup, .selama hidup aku tidak dapat memasuki pintu benteng maut lagi "

"Kenapa?" tanya sianak muda itu dengan terperanjat:

Tonghong Hui tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya malah bertanya lagi:

"Engkoh Kie, apakah engkau masih... masih selalu mencintai diriku ?"

Sakit rasanya hati Han Siong Ki tatkala mendengar pertanyaan itu, ia berpikir: "Kalau kulihat dari sikap adik Hui yang begitu murung dan layu, kemungkinan besar ia sudah mengetahui tentang peristiwaku di bukit Tay huang san, bagaimana caranya aku memberi penjelasan ? Aaai, aku benar-benar menyesal mengapa waktu itu imanku tidak teguh ? Bila kutolak permintaan tersebut dengan hati yang keras, tak nanti bakal terjadi peristiwa seperti hari ini".

Sementara sianak muda itu masih termenung, Tonghong Hui telah mendesak lebih lanjut.

"Engkoh Kie, hayolah katakan-.. masihkah engkau mencintai diriku ?"

"Adik Hui, percayalah kepadaku. hatiku tak akan berubah, selama-lamanya aku memang tetap mencintaimu"

"Kau mencintai aku ? selama-lamanya mencintai diriku ?" "Benar, selama hayat masih dikandung badan, cinta ku

padamu tak akan pudar"

"Engkoh Kie, aku dapat meresapi cinta kasihmu ini dan tak akan melupakan untuk selama-lamanya . "

Ucapan tersebut segera mendatangkan firasat tak enak dihati pemuda kita, buru-buru serunya:

"Adik Hui, kau... kenapa kau "

Tonghong Hui menggeleng dengan seduh dan tertawa rawan.

"Engkoh Kie, kau tak usah bertanya kepadaku mengapa, asalkan masih tetap mencintai aku, itu sudah lebih dari cukup "

"Adik Hui, aku..aku..sebetulnya "

"Engkoh Kie, manusia yang mendapat cinta murni dari seseorang adalah suatu kebahagiaan, aku sudah merasa sangat puas Biarlah apa yang akan terjadi dikemudian hari diatur oleh takdir dan nasib" Air mata bagaikan layang-layang putus benang mengucur keluar tiada hentinya, dan membasahi pipi Tonghong-Hui yang pucat pasi, serta tampak menyeramkan itu.

Hancur lebur perasaan hati Han Siong Kie pada waktu itu, ia merasa gemas dan benci mengapa tak dapat segera mati sehingga dosa yang telah dilakukan bisa ditebus kembali. "Adik Hui, mengapa kau mengatakan begitu? Mengapa ?"

Tonghong Hui tertawa rawan- dia menggeleng. "sekalipun kuterangkan, engkau tak akan mengerti . . dan

tak akan paham"

"Katakanlah padaku . . kumohon katakanlah kepadaku, mengapa ? Mengapa kau berkata begitu?"

"Dikemudian hari engkau akan mengerti sendiri, sekalipun tidak kuterangkan sekarang, tapi kau akan pasti paham"

Berkerut kencang raut wajah Han Siong Kie yang tampan d engan penuh penderitaan katanya lagi:

"Adik Hui, maafkanlah daku, pada hakekatnya aku... sebetulnya aku..."

"Engkoh Kie, jangan berkata begitu?" tukas Tonghong Hui sambil menggelengkan kepalanya berulang kali: "kata maaf sepantasnya muncul dari mulutku aaai Apa mau dikata lagi bila takdir telah mengatur segala sesuatunya itu bagi kita?"

"Adik Hui "

"Duduklah engkoh Kie, bersandarlah padaku," Dengan sikap yang kaku dan gerak gerik yang hampa seperti orang kehilangan sukma Han Siong Kie duduk diatas batu cadas dan bersandar diatas tubuh gadis itu.

Tonghong Hui segera merebahkan dirinya dalam pangkuan pemuda itu serta merta Han Siong Kie merangkul tubuhnya dan mendekapaya erat-erat. "Engkoh Kie, masih ingat ketika kita mengangkat saudara diatas batu besar ditepi sungai? Ketika itu aku masih serupa seorang pengemis cilik"

"Aku tak akan melupakan kenangan indah itu untuk selamanya"

"Masih ingat sewaktu kau terjatuh ketangan orang-orang Thian che kau pura-pura mati dengan ilmu Ku si tay hoat dan aku menguburkan jenasahmu serta mendirikan batu nisan dirimu?"

"Aaai, aku sangat mengharapkan bahwa kejadian itu hakekatnya adalah suatu kejadian sebenarnya, sekarang niscaya kita sudah berbaring didalam sebuah liang..."

"Adik Hui, kau "

"Ketika kau dihantam oleh Tengkorak maut gadungan sehingga tercebur kedalam jurang, aku menyusulmu kedalam jurang, tapi akhirnya kita sama-sama tidak mati"

"Adik Hui, semua kenangan indah serta kenangan manis itu tak akan pudar, tak akan hilang dari pikiranku"

"Tapi, sekarang engkoh Ki, aku menyesal aku merasa amat menyesal"

Tercekat perasaan hati Han Siong Kie, ucapan dari gadis itu seakan-akan tidak teratur lagi, mungkinkah ia sudah jadi gila?

"Adik Hui, kau kau perlu beristirahat, tidurlah sebentar

agar pikiranmu menjadi terang kembali."

"Tidak. aku sangat baik, pikiranku masih cukup terang" "Ucapanmu itu ucapanmu iti telah menghancurkan

hatiku melumpuhkan perasaanku"

"Bersabarlah engkoh Ki, perasaanmu itu akan hilang mengikuti berputarnya waktu " Hembusan angin lirih berkumandang dari kejauhan, bukan hembusan angin biasa tapi ujung baju seseorang yang tersambar angin-

Dengan cekatan dua orang itu meloncat bangun berpaling, sesosok bayangan manusia berdiri kurang lebih lima kaki dihadapan mereka.

orang itu adalah seorang manusia aneh yang berambut panjang, tampaknya jelek dan sangat menyeramkan,

Paras muka Tonghong Hui berubah hebat, sementara Han Siong Kie sendiripun merasa terperanjat setelah mengetahui siapa yang datang, dia masih ingat manusia aneh ini adalah penghuni benteng maut, dia pernah bertemu dengan manusia aneh ini dan seingatnya makhluk inilah yang terus berkaok- kaok dengan suara aneh.

"Siapakah orang itu adik Hui?" cepat bisiknya.

"Dia adalah siau suhengku, seorang yang bisu dan tak pandai berbicara tapi kecerdikannya luar biasa, diapun sangat perasa, selama hidup belum pernah tinggalkan benteng.."

"Tahukah kau apa tujuannya datang kemari?"

"Tentu saja mendapat perintah dari ayah untuk mencari aku serta menggusurnya pulang kebenteng"

"Kalau begitu biarlah ku usir dia pergi dari sini." "Jangan...Jangan kau berbuat begitu", tiba-tiba ia melejit

ke depan sambil berlarian menjauhi pemuda itu, serunya lagi

"engkoh Kie, semoga kau baik-baik menjaga diri,aku. .aku pergi dulu"

"Adik Hui, jangan pergi dulu. aku masih "

Namun Tonghong Hui tidak menggubris lagi, bersama manusia aneh berambut panjang itu bayangan mereka kian menjauh sehingga akhirnya lenyap dari pandangan. Han Siong Kie berdiri menjublak bagaikan sebuah patung arca ia berdiri kaku di atas sebuah batu tanpa berkutik, untuk sesaat pemuda itu dibikin gelagapan dan tak tahu apa yang musti dilakukan.

Ingin sekali ia mencegah kepergiannya tapi kakinya tak pernah beranjak dari tempat semula, tutur kata Tonghong i- Hui yang aneh dan sedih serta paras muka sang dara yang sayu dan layu membuat pikirannya kalut dan tak tenang.

Masih banyak perkataan serta penjelasan yang hendak ia katakan kepadanya, tapi gadis itu sudah pergi.

Menurut pengakuannya, sudah dua puluh tahun ayahnya tak pernah keluar dari pintu gerbang benteng, maka mungkinkah ucapannya jujur? Lima belas tahun berselang waktu itu usianya baru mencapai tiga tahun, tak mungkin ia bisa tahu akan kejadian yang sebenarnya, benarkah ia percaya akan kata-kata dari gadis itu?

Bukankah lambang tengkorak maut muncul ditempat pembantaian? Ataukah lambang itupun palsu?

Berpikir sampai disini, dia lantas mendepakkan kakinya ke tanah seraya berseru:

"Bohong . . bohong siapa tahu kalau ia sengaja membohongi aku ? Bagaimanapun juga setelah persoalan dari Kay pang telah ku selesaikan, aku harus berkunjung kebenteng maut"

Setelah mengambil keputusan, pemuda itu menghela nafas panjang dan melanjutkan perjalanannya menuju kuil Bu hau si di Pak swi tham, markas besar dari kaum pengemis.

Suasana dimarkas besar perkumpulan Kay pang ketika itu diliputi oleh keresahan dan kemurungan.

Mulai dari ciangbunjin sampai anggota yang terendah telah berkumpul semua disitu, jumlah mereka mencapai dua ratus orang lebih, Waktu itu dengan wajah tegang, sedih dan marah mereka tersebar diluar dan didalam kuil untuk bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan-

Hari inilah batas waktu yang ditetapkan Thian che leng telah berakhir, dalam satu jam mendatang bila Kay pang masih belum bersedia menggabungkan diri dengan pihak Thian che kau, maka semua anggota dalam perkumpulan itu akan dibantai secara keji.

Pemimpin para tiang lo dari Kay pang yakni Pengemis dari selatan berdiri disamping ketuanya dengan alis mata berkernyit.

Suasana hening dan sepi, seakan-akan sernua orang sedang menantikan tibanya saat kiamat.

Ditengah keheningan malam yang mencekam seluruh jagad, tiba-tiba semua orang merasa pandangan matanya jadi silau, tahu-tahu seorang manusia baju hitam tanpa menimbulkan sedikit suarapun telah melayang turun ke tengah gelanggang.

Gerak tubuh orang itu sangat enteng dan cepat seolah-olah sukma gentayangan, dari sini dapat diketahui betapa lihaynya ilmu silat yang dimiliki orang itu.

Ketua Kay pang serta keenam orang tianglonya serentak bangkit berdiri dan siap menghadapi segala kemungkinan-

Berbareng dengan gerakan itu, kawanan jago lihay dari Kay pang yang lainpun serentak bersiap siaga, meskipun agak tercekat perasaan hati mereka namun semangat tempur masih tetap tinggi.

Orang itu adalah seorang kakek berjubah hitam dengan lambang matahari, rembulan serta bintang diatas dadanya, tinggi kekar perawakan tubuh orang itu, cambangnya lebat dan sinar matanya amat tajam. setelah menyapu pandang sekejap keseluruh gelanggang, dia tertawa dingin lalu mengambil keluar sabuah lencana perak dari sakunya.

Dibawah cahaya rembulan tampaklah warna yang menyilaukan mata memancar keluar dari lencana tersebut lambang matahari rembulan dan bintang tertera pula diatas lencana tadi,

"Lencana Thian che leng!” bisik semua orang tanpa sadar.

Ujung baju tersampok angin kembali berkumandang memecahkan kesunyian delapan sosok bayangan manusia melayang masuk ke dalam gelanggang dan berdiri sejajar dibelakang manusia berjubah hitam itu mereka adalah delapan orang laki laki bersenjata pedang,

Setelah delapan orang pembantunya hadir manusia berjubah hitam itu berseru dengan suara yang keras.

“Utusan Thian che kau yang bernama Suma Hiong sengaja datang kemari untuk menunggu jawaban dari ketua Kay pang!”

Suasana menjadi gaduh berpuluh-puluh pasang mata memancarkan sinar kesedihan serentak tertuju pada sembilan orang manusia yang berada di tengah gelanggang.

Ketua Kay pang tampak gemetar agak keras tapi sesaat kemudian ia menyahut dengan suara dalam:

"Tiada seorang manusia pun yang bisa memerintah Kay pang”

“Hmm! jadi ciangbunjin sudah mengambil keputusan untuk menolak menggabungkan diri dengan perkumpulan kami?" kata Suma Hiong utusan khusus Thian che kau sambil mendengus.

"Sejak didirikan cousu ya kami perkumpulan Kay paag adalab suatu perkumpulan yang berdiri sendiri selama hubungan kami dengan perkumpulan lain ibaratnya air sungai tak pernah melanggar air sumur”

“Ciangbunjit sudah kau pikirkan apa akibatnya bila kalian berani membangkang perintah dari lencana Thian che leng?" ancam kakek berjubah hitam itu dengan wajah bengis.

"Sekalipun perkumpulan bakal hancur anggotanya bakal musnah kami tidak akan takut untuk menghadapi resikonya" sahut ketua Kay pang ita penuh emosi.

Suma Hiong tertawa seram.

"Heehh .. heehh . . heehh ciangbun, kuanjurkan kepadamu lebih baik berpikirlah tiga kali sebelum mengambil keputusan, ketahuilah bahwa keputusan yang gegabah akan mengakibatkan kehancuran total bagi pihak kalian sendiri "

"Tak usah banyak bicara, kami tak akan sudi mendengarkan perkataanmu itu"

Setelah mengetahui kebulatan tekad orang, suma Hiong utusan khusus dari Thian che Kau itu segera menarik kembali lencananya lalu sambil tertawa dingin berkata.

"Bagus Bagus Kupuji ketekadan kalian ini, terpaksa aku harus melaksanakan titah dari kaucu kami untuk membantai kalian semua dari muka bumi "

Sebelum iblis itu sempat berbuat sesuatu, tiba-tiba dari luar pekarangan kuil muncul seorang pengemis setengah baya, sambil berlarian menuju kehadapan ketuanya dia berseru: "Lapor ciangbunjin, markas kita telah terkepung rapat."

"Aku sudah tahu, mundurlah " kata ketua kay pang seraya ulapkan tangannya. Pengemis setengah baya itu mengiakan dan segera mengundurkan diri dari sana.

Dalam pada itu delapan orang jago pedang yang berada dibelakang suma Hiong telah putar badan dan memencarkan diri jadi posisi setengah lingkaran, masing-masing pihak mencari posisinya masing-masing dan berhadapan dengan lawan-lawannya.

sekejap mata suasana menjadi hening, hawa napsu membunuh menyelimuti seluruh gelanggang.

Dengan sinar mata setajam sembilu suma Hiong menyapu pandang tiap wajah tokoh kay pang yang hadir ditempat itu, sikapnya buas dan garang, seakan-akan dia tak pandang sebelah matapun terhadap musuh-musuhnya ini.

Dua orang diantara enam tiang lo yang hadir disana tak dapat mengendalikan hawa amarahnya lagi, mereka membentak keras kemudian sambil melepaskan serangan langsung menerkam ketubuh orang itu.

suma Hiong mendengus sinis, tiba-tiba sepasang telapak tangannya direntangkan ke samping dan menyambut pukulan itu dengan keras lawan keras.

Jerit kesakitan menggelegar di angkasa, di tengah muncratnya darah segar yang menodai permukaan tanah dua orang tiang lo itu mencelat ke belakang dan tewas seketika itu juga.

Kejadian ini sangat mengejutkan hati kawanan jago dari Kay pang, siapapun tak mengira kalau dua orang tiang lo mereka bakal mampus dalam satu gebrakan saja ditangan orang.

Jelaslah sudah bahwa tenaga lwekang dari suma Hiong benar-benar sangat lihay dan sukar dicarikan tandingannya, atau dengan perkataan lain sudah pasti Kay pang akan musnah dari muka bumi ditangan orang ini.

Pengemis dari selatan amat gusar, rambut nya terasa pada berdiri seperti kawat, dia maju kemuka, kepada ketuanya berkata:

"Bila takdir menghendaki Kay pang musnah ditangan iblis ini. siapapun tak akan dapat menolongnya, biarlah aku si.pengemis tua berangkat satu langkah lebih duluan"- sambil membusungkan dada, ia lantas tampil kedepan dan mendekati musuhnya. Menyaksikan kemunculan pengemis itu. suma Hiong menjengek dingin, katanya:

"Jadi engkau yang disebut sebagai pengemis dari selatan, pemimpin para tianglo dari Kay pang?"

"Benar" jawab pengemis itu singkat.

"Dengan kedudukan serta nama besarmu dalam tubuh Kay pang, perlukah ku beri waktu bagimu untuk mempertimbangkan keadaan pada saat ini? Dengan senang hati akan kuberi kesempatan yang terakhir bagimu untuk berpikir kembali"

"Tak perlu" tukas pengemis dari selatan dengan gusar "Thian che kau menganggap dirinya besar dan agung, perbuatannya cuma mengacau dan menerbitkan keonaran dalem dunia persilatan, saat kiamatnya tidak akan terlalu jauh"

"Kurang ajar, saudara benar-benar tak tahu diri, rupanya sebelum darah menodai seluruh permukaan tanah, kalian tak akan sadar"

"omong kosong, lebih baik tutup saja bacot anjingmu"

Suma Hiong dibuat marah oleh ucapan yang kasar itu, ia menengadah lalu tertawa dengan suaranya nyaring dan menjulang tinggi ke angkasa membuat semua orang merasa telinganya menjadi sakit.

Berbareng dengan berkumandangnya gelak tertawa itu delapan orang pendekar pedang yang bersiap siaga dibelakangnya serentak berteriak keras, kemudian menerjang kearah kawanan jago dari Kay pang yang mengurung disekitar tempat itu. Tak dapat dicegah lagi, s uatu pertempuran berdarah yang amat serupun segera berkobar. Dengan penuh kemarahan pengemis dari selatan bersuit nyaring dan menerjang maju kemuka, dia menyerang Suma Hiong secara bertubi-tubi.

Dalam waktu singkat, dia telah melancarkan delapan buah serangan berantai, kedelapan buah serangan itu semuanya dilepaskan dengan disertai hawa amarah yang berkobar, bukan saja amat dahsyat bahkan arah yang dituju semuanya adalah bagian-bagian tubuh yang mematikan.

seketika itu juga suma Hiong terdesak oleh serangan berantai itu, sehingga mundur tiga langkah ke belaknog.

Tapi begitu pengemis dari selatan menyelesaikan ke delapan buah pukulannya, serentak suma Hiong memperbaiki posisinya, dia tertawa seram dan secara beruntun balas melancarkan tiga buah pukulan-

-000d0w000-

BAB 69

HEBAT sekali serangan balasan dari utusan Thian che kau ini, dengan susah payah Pengemis dari selatan berhasil menghindari serangan yang pertama dan serangan yang kedua, tapi serangan yang ketiga tak sempat dihindari lagi, tak ampun pundaknya terhajar telak.

"Duuk" Pengemis dari selatan mendengus tertahan- sambil muntah darah segar dia mundur beberapa langkah dengan sempoyongan-

Suma Hiong tertawa seram, ia tidak memberi kesempatan bagi musuhnya untuk memperbaiki posisinya lagi, berhastl dengan serangan yang pertama, serentak tubuhnya menerkam kedepan dan menyusuli dengan pukulan berikutnya. "Bangsat lihat serangan" ditengah keadaan yang kritis,

bentakan nyaring menggetar diangkasa, empat tiang lo yang masih berada disamping gelanggang berikut ketua mereka bersama-sama masuk kedalam gelanggang dan mengerubuti suma Hiong yang lihay itu.

Di pihak lain pertarungan telah berkobar dimana- mana, setiap anggota Kay pang yang hadir dalam markasnya telah diserang habis-habisan oleh lawan yang tangguh, dalam waktu singkat dengusan tertahan suara beradunya senjata dan jerit kesakitan berkumandang silih berganti.

Pemandangan pada waktu itu mengerikan sekali, darah berceceran dimana-mana, mayatpun bergelimpangan setinggi bukit.

Delapan orang jago dari Thian che kau itu rata-rata berilmu tinggi, setiap kali cahaya pedang mereka berkelebat lewat seorang korban segera roboh binasa atau cedera hebat.

Suma Hiong yang dikerubuti oleh empat orang tianglo dan ketua Kay pang sama sekali tidak merasa jeri, dengan gerakan yang lincah dan pukulan pakulan yang aneh dia layani setiap ancaman yang tertuju kearahnya.

Suatu ketika tiba-tiba ia membentak nyaring, sebuah pukulan dahsyst yang disertai dengan deruan angin puyuh yang memekikkan telinga menyapu kedepan dan menghajar lawan-lawannya

"Blaaang.." bentaran keras tak bisa dihindari lagi, keempat orang tianglo dan ketua kay pang itu segera terhajar sampai mencelat dan jatuh terlentang di tanah.

Melihat ketuanya terancam bahaya, pengemis dari selatan tidak menggubris lukanya sendiri lagi, setelah menyeka noda darah di ujung bibirnya, ia meraung keras kemudian bagaikan banteng terluka menerjang lagi ke depan. "Sialan" maki suma Hiong dengan marah, " Hay..pengemis tua, rupanya kau memang sudah bosan hidup, rasakanlah pukulanku ini"

Secepat sambaran kilat dia melepaskan lagi sebuah pukulan dahsyat ke arah depan.

Pengemis dari selatan menjerit tertahan, untuk kedua kalinya ia terhajar sampai mencelat sejauh beberapa tombak.

Merah padam wajah keempat orang tiang lo itu, seperti orang kalap mereka melompat bangun dan menerkam musuhnya, empat batang tongkat tah kau pangnya ibarat empat ekor naga sakti segera menghantam tubuh iblis tersebut..

Suma Hiong tertawa dingin, ke sepuluh jari tangannya dipentangkan lebar-lebat, ketika berkelebat ke depan, tahu- tahu ke empat batang toya peg gebuk anjing itu sudah ditangkap dua dikanan dan dua dikiri.

Sekali menyentak kebelakang, keempat orang tiang lo itu mendengus tertahan dan mencelat kebelakang.

Berhasil menghajar mundur, keempat tiang lo itu, Suma Hiong meneruskan terka mannyake depan, dengan cakar mautnya dia cengkeram tubuh ketua kay pang yang berada dihadapannya.

Cepat dan diluar dugaan, cengkeraman tersebut datang keadaan tak terduga, tampak nya sang ketua dari kay pang ini segera akan tertangkap oleh musuhnya.

"Tahan" tiba-tiba serentetan bentakan nyaring berkumandang ditengah angkasa.

Walaupun suasana dalam gelanggang ramai, oleh bentakan dan adu senjata, namun bentakan itu amat dapat didengar oleh setiap orang dengan jelas, bahkan mereka merasakan telinganya jadi sakit. serentak pertempuran terhenti ditengah jalan, semua jago berdiri tertegun sambil alihkan pandangannya ke arah mana berasalnya suara itu.

Suma Hiong sendiripun diam-diam merasa terperanjat, cepat dia tarik kembali serangannya dan melompat mundur kebelakang. Dari balik pagar pekarangan perlahan-lahan berjalan keluar seorang pemuda tampan berwajah dingin, setajam sembilu sorot mata pemuda itu tatkala saling beradu pandang, tanpa sadar suma Hiong mencekat mundur beberapa langkah.

Waktu itu sebenarnya Suma Hiong sedang merasa keheranan, ia heran mengapa kawanan jago yang telah disiapkan disekitar kuil itu tidak munculkan diri untuk melakukan pembantaian, padahal sebelumnya telah dibicarakan bahwa mereka harus menyerbu kedalam kuil bila mendengar gelak tertawa nya yang keras.

Tapi sekarang setelah menyaksikan kemunculan pemuda berwajah dingin ini, suatu firasat jelek segera muncul dalam hatinya, ia segera membentak keras: "Bocah keparat siapa kau? sebutkan nama mu."

Pemuda itu tertawa dingin, ia tidak menjawab akan tetapi sewaktu melewati dihadapan seorang pendakar dari Thian che kau jari tangannya lantas ditudingkan kemuka.

Jerit kesakitan yang memilukan hati berkumandang memecahkan kesunyian, darah segar tampak muncrat keluar dari dadanya, tidak selang sesaat kemudian orang itu sudah roboh terjengkang dan tidak bangkit lagi untuk selamanya.

"Kau .. kau adalah manusia bermuka dingin?" teriak Suma Hiong dengan paras muka berubah hebat.

"Benar, kau memang hebat dan pengetahuanmu cukup luas, ternyata akupun juga kau kenali" Pemuda yang barusan munculkan diri ini memang tak lain adalah Han Siong Kie, jago muda itu.

Suma Hiong menyeringai seram, sinar matanya memancarkan cahaya buas, dengan suara yang keras seperti geledek hardiknya:

"Manusia muka dingin, engkau bersiap-siap untuk mencampuri urusan ini?"

"Haaahhh . . haaahhh haaahhh kenapa tidak? Justrupun ciangbunjin datang kemari untuk membantai habis kawanan iblis macam dirimu itu"

"Ciangbunjin?" jengek orang she suma itu sinis, "Heeehhh heeehhh engkau ciangbunjin dari mana?"

"Ciangbunjin dari Thian lam bun "

"Mimpi Heeeh heeh heeeehh bocah keparat, engkau sedang bermimpi disiang hari bolong. Thian lam bun sudah lama terhapus namanya dari muka bumi"

"Yang akan terhapus namanya dari muka bumi bukan Thian lam bun, melainkan Thian che kau dan waktunya tak akan lama lagi "

"Orang goblok sedang mengigau ditengah hari bolong " "Kau tak percaya ?Baik... ini hari akan kuampuni selembar

jiwa anjingmu, agar kau bisa menyaksikan sendiri benar tidak perkataanku itu."

"Hanya mengandalkan kekuatanmu seorang, sayang aku tidak berjiwa sebesar kau... ini haripun aku tak akan melepaskan dirimu "

Han Siong Kie mendengus dingin, ia tidak berbicara lagi melainkan bersiul nyaring.

Berbareng dengan siulan tersebut, terlihatlah bayangan manusia saling berkelebat dalam gelanggang, dalam waktu singkat berpuluh-puluh sosok mayat dari manusia barbaju hitam bertumpukan ditempat itu

Suma Hiong tentu saja dapat mengenali kembali mayat- mayat itu, sebab mereka tak lain adalah jago-jago perkumpulannya yang disiapkan diluar kuil itu.

Tapi kini sudah tewas semua dalam keadaan mengerikan, kontan ia jadi terkejut dan bergidik, begitu pula dengan ketujuh orang pendeker pedang yang masih hidup, mereka merasa sukmanya serasa sudah melayang tinggaikan raganya. sambil menuding kearah tumpukan mayat setinggi bukit itu, Han Siong Kie mengejek:

"Suma Hiong, bukankah mayat-mayat itu adalah jenasah dari anggota perkumpulanmu? Nah, hitunglah sendiri, semuanya berjumlah seratus dua puluh orang, coba kau hitung lagi adakah masih ada yang kelewatan atau tidak??"

Menyeringai seram wajah suma Hiong dengan muka yang buas dan mengerikan ia berteriak:

"Manusia bermuka dingin, aku bersumpah akan mencincang tubuhmu, kemudian menghancur lumatkan tubuhmu menjadi abu"

"Huuuh Mau mencincang aku? Cuma mengandaikan ilmu silat yang kau miliki itu? Jangan mimpi."

Rupanya sewaktu Han Siong Kie tiba ditempat kejadian., ia menyaksikan markas besar dari Kay pang sudah dikepung rapat oleh musuh-musuhnya.

Tanpa menimbulkan suara sianak muda itu segera mengeluarkan ilmu silatnya dan menotok mampus ke seratus dua puluh orang jago Thian che kau yang mengepung di luar kuil, setelah itu bagaikan kelelawar dia menyusup masuk kedalam kuil.

Waktu itulah dia saksikan para tianglo dan ciangbunjin Kay pang sedang menghadapi keadaan yang terancam, setelah memberi pesan kepada anak murid Kay pang yang berjaga- jaga di uar kuil diapun tampilkan diri untuk menyelesaikan persoalan itu

Betapa gusar dan mendongkolnya suma Hiong setelah mengetahui bahwa rencana penyerbuan mengalami kegagalan total, ia tahu tak mungkin baginya untuk memberi pertanggungan jawab dihadapan kaucunya setelah mengalami kekalahan total seperti hari ini. apalagi semua anak buahnya telah terbunuh habis.

Rasa dendam dan marahnya serta merta dilampiaskan keatas tubuh pemuda itu, sambil menggertak gigi katanya:

"Kau tidak percaya dengan kemampuanku? Apa salahnya kalau kita buktikan bersama2"

Begitu selesai berbicara, ia menerjang ke muka dengan garang, secepat sambaran kilat secara beruntun iblis ini melepastan tiga buah serangan berantai.

Han Siong Kie tidak berusaha menghindar atau berkelit, dengan melontarkan sepasang telapak tangannya kemuka dia sambut datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.

"Blaaang" suata ledakan keras yang memekikkan telinga berkumandang diudara, suma Hiong tak sanggup menahan kedahsyatan musuhnya, secara beruntun ia terdesak mundur lima langkah lebar.

Gelombang angin pukulan yang tersebar keempat penjuru menyapu bersih setiap benda yang ada diseputar lima kaki dari gelanggang, bukan saja kawanan jago dari Kay pang terdesak sampai mundur tunggang langgang, tujuh orang pendekar pedang dari Thian che kau yang masih hidup pun pontang panting dibuatnya dengan muka pucat. Sungguh girang tak terkirakan pengemis dari selatan setelah melihat kedahsyatan saudaranya, tak kuasa lagi ia berteriak keras:

"Saudara cilik puas.. sungguh memuaskan Hajar sampai

buntung bajingan itu"

setelah merasakan kedahsyatan musuhnya, kepongahan serta kejumawaan suma Hiong lenyap tak berbekas, keadaannya pada saat ini ibarat bola yang kehilangan udara, dengan loyo bercampur ketakutan ditatapnya pemuda itu tanpa berkedip.

Mimpipun ia tak menyangka kalau pihak musuh mempunyai kepandaian silat sedahsyat itu, bahkan boleh dibilang tak bisa diterima dengan akal sehat, siapa yang menyangka kalau seorang pemuda ingusan ternyata berilmu tinggi"

Hawa napsu membunuh yang sangat tebal menyelimuti seluruh wajah Han Siong Kie, selangkah demi selangkah ia maju kedepan, katanya dengan suara dingin

"Aku meminjam mulutmu untuk menyampaikan pesan kepada kaucu kalian, katakam bahwa dalam beberapa hari mendatang aku akan berkunjung sendiri ke Lian huan tau untuk membuat perhitungan. suruh dia bersiap sedia menyambut kedatanganku. Nah, sekarang kau boleh pergi, aku telah berjanji untuk mengampuni jiwamu.."

Sebagai seorang yang berilmu tinggi sudah tentu suma Hiong tak sudi untuk menyerah kalah dengan begitu saja, ia membentak keras:

"Manusla bermuka dingin, kau jangan tekabur lebih dulu, sambutlah pukulanku ini."

Sepasang telapak tangannya diayun kemuka secara beruntun dalam sekejap mata ia telah melepaskan delapam serangan berantai. Semua ancaman yang dilontarkan itu menggunakan jurus serangan yang aneh dan sakti, bukan saja jarang ditemui dikolong langit, keganasannya betul-betul mengerikan, seketika itu juga si anak muda itu terdesak mundur sejauh lima depa kebelakang.

Setelah berhasil dengan ancamannya suma Hiong tak sudi memberi kesempatan kepada musuhnya untuk melancarkan serangan balasan, dia susulkan lagi dengan lima buah serangan berantai.

Tujuh orang pendekar pedang dari Thian che kau tidak berpeluk tangan belaka, menggunakan kesempatan yang sangat baik itu, mereka terjun pula kedalam gelanggang, untuk membantu pemimpinnya.

Bentakan-bentakan gusar menggelegar di angkasa, dua puluh sosok bayangan manusia terjun kedalam gelanggang dan menghadang jalan pergi ketujuh orang musuhnya, pertarungan massal tak dapat dihindari lagi.

Sementara itu suma Hiong sudah melancarkan serangan dengan jurus yang kelima, tiba-tiba Han Siong Kie berkelit kesamping dengan kecepatan yang tak terhingga, begitu berada tiga depa disamping kalangan, keli ma jari tangan kanannya segera disodokkan kedepan-

Jerit kesakitan memecahkan kesuyian, secara beruntun suma Hiong mundur beberapa langkah ke belakang, lengan kanannya terkulai lemas kebawah, separuh badannya basah kuyup bermandikan darah segar.

"Suma Hiong " kembali Han Siong Kie berkata demgan ketus, " untuk kesekian kalinya kuberi kesempatan kepadamu untuk berlalu dari sini, ketahuilah kesempatan ini adalah kesempatan yang terakhir. bila kau tak tahu diri, jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji " Suma Hiong bukan orang bodoh, tentu saja dia tahu bila kesempatan ini tidak dipergunakan sebaik-baiknya, niscaya dia akan mati konyol ditempat itu.

setelah melotot sekejap ke arah pemuda itu, dengan pandangan penuh kebencian ia berkata:

"Manusia bermuka dingin, tunggu saja sampai tanggal mainnya"

Tanpa banyak berbicara lagi, ia menjejakkan kakinya ketanah dan melarikan diri terbirit-birit dari sana.

Melihat pemimpinnya sudah kabur, tujuh orang jago dari Thian che kau itupun tak berani melanjutkan pertarungan, serentak mereka memberi tanda dan memperketat serangannya, setelah berhasil memaksa mundur lawannya, orang-orang itu melompat ke aaes atap rumah dan berusaha melarikan diri dari situ.

"Hmm Kau mau pergi kemana?" jengek Han Siong Kie sinis. Ketika sepuluh jari tangannya dilontarkan kemuka,

munculah sepuluh buah desingan angin tajam ke depan.

Jerit kesakitan berkumandang saling menyusul, dalam waktu singkat tujuh orang jago pedang yang mencoba untuk melarikan diri itu sudah rontok ketanah bagaikan burung yang kena ketapel.

Melihat musuhnya sudah terbasmi habis, ketua Kay pang baru memburu maju sambil memberi hormat, serunya dengan wajah bersyukur:

"Oooh... sungguh beruntung Han ciangbunjin datang tepat pada saatnya, kalau bukan bantuan ciangbunjin niscaya perkumpulan kami sudah hancur ditangan iblis itu, budi kebaikan ini tak akan kami lupakan untuk selamanya"

Buru2 Han Siong Kie balas memberi hormat sahutnya: "Aaah, perkataan dari ciangbunjin terlampau serius, sudah sepantasnya kalau kita sebagai umat persilatan saling membantu dikala sedang susah, apalagi perkumpulan kami termasuk salah satu korban dari keganasan mereka, sewajarnya aku bantu kalian untuk menghadapi mereka"

Pengemis dari selatan memburu pula ke depan, walaupun dengan langkah yang gontai, noda darah masih membekas diujung bibirnya, namun tidak mengurangi kegembiraannya, dengan wajah berseri ia berseru:

"Haaah haaahhh haaahh saudara cilik, hayo ikut aku menuju keruang belakang, aku akan bercakap-cakap sampai puas dengan dirimu, aku tahu engkau paling segan dengan segala macam tata cara yang sok. ayo ikuti aku"

Han Siong Kie pun mohon diri dengan ketua Kay pang beserta jago-jago lainnya, kemudian dengan mengikuti dibelakang pengemis dari selatan mereka menyingkir keruang belakang.

Ruangan itu kecil sekali dan merupakan kamar semedi yang tak begitu luas, Han Siong Kie duduk saling berhadapan dengan saudara tuanya.

setelah hening sesaat dengan kerutkan kening pemuda itu menegur. " Engkoh tua, aku lihat luka yang kau derita tidak enteng"

"Aah apa artinya luka seringan ini? Kejadian ini sudah merupakan suatu keberuntungan bagi kami, andaikata saudara cilik tidak datang tepat pada waktunya niscaya perkumpulan kami sudah mengalami kehancuran total"

Menggunakan kesempatan itu Han Siong Kie teringat kembali akan beberapa persoalan, iapun berkata:

"Engkoh tua, ada beberapa persoalan aku ingin mohon bantuanmu, apakah kau bersedia untuk membantu?" ""Heeeh heeeh heeh dalam hal apa Katakan saja, sekalipun kau menginginkan batok kepalaku, sekarang juga akan kupersembahkan kepala ini untukmu"

"Aah, engkoh tua memang suka bergurau, tentu saja tidak seserius itu persoalan yang hendak kukatakan, aku cuma mengharapkan rekan rekan dari Kay pang untuk mencari jejak dari beberapa orang bagiku, aku tahu Kay pang punya jaringan mata-mata yang luas dan hebat, mencari jejak orang merupakan pekerjaan yang rutin"

"Siapa yang hendak kau cari ? Coba katakan-"

"Ada tiga orang tiang lo dari perguruanku yang tercerai berai dalam suatu pertarungan hingga kini tak kuketahui kabar berita mereka, maka aku mohon bantuan Kay pang untuk mencarikan jejaknya ".

"Ooh... saat ini akan segera dilaksanakan oleh anak murid kami, aku percaya jejak mereka akan segera diketahui, siapa lagi yang hendak kau cari.."

"Hekpek siang yau, sepasang siluman yang sudah tersohor namanya semenjak enam puluh tahun berselang "

"Hekpek siang yau? Mau apa kau cari gembong iblis yang luar biasa itu? " seru pengemis dari selatan dengan jantung berdebar.

Han Siong Kie pun menceritakan bagaimana ia menerima sepasang siluman itu menjadi anggota seperguruannya.

sehabis mendengar kisah tersebut pengemis dari selatan baru paham dengan duduknya persoalan, ia gelengkan kepalanya sambil berkata:

"Saudara cilik, aku benar-benar merasa kagum sekali dengan kehebatanmu, tak nyana nasibmu memang mujur dan hok ki mu besar, gampang, soal ini gampang sekali, segera akan kuperintahkan anak muridku untuk melakukan penyelidikan" "Selain daripada itu akupun ingin minta petunjuk tentang satu persoalan lagi."

"Aaah katakanlah sedari kapan engkau mulai belajar bicara menela- menele begitu? Hayo utarakan saja secara blak- blakkan"

"Aku dengar dalam dunia persilatan hidup seorang tokoh silat yang ahli sekali dalam hal ilmu beracun dan orang itu bernama Ban tok cousu, apakah tokoh silat ini masih hidup didunia ini."

"Mengapa engkau menanyakan persoalan ini"

"Racun Gi hang tok ko (buah racun berubah wujud) yang salah dimakan oleh Hekpek siang yau katanya hanya bisa dipunlahkan oleh dia seorang, aku hendak mohonkan pengobatan bagi kedua orang itu"

Pengemis dari selatan termenung dan berpikir sebentar, kemudian baru menyahut: "Aku rasa kemungkinan besar dia masih hidup didunia ini"

"Jadi hanya suatu kemungkinan belaka ?"

"Benar, aku hanya bisa mengatakan mungkin, sebab kalau dihitung dengan jari tangan maka pada tahun ini Ban tok cousu sudah berusia diatas seratus tahun, pada dua puluh tahun berselang aku pernah mendengar orang berkata bahwa raja racun yang sangat lihay ini menetap didalam telaga beracun..."

"Telaga beracun ?"

"Oooh, belum pernah kau dengar tentang nama telaga ini" "Belum "sahut sianak muda itu sambil menggelengkan

kepalanya berulang kali.

"Luas telaga beracun ini hanya setengah hektar dan letaknya dalam lembah hek kok (lembah hitam) yang berada dibukit Tay keng san, air telaga itu sangat beracun dan siapa saja yang terkena air itu niscaya akan mati secara konyol. Kendatipun begitu aku tak berani memastikan seratus persen benar, sebab sampai detik ini belum pernah kubuktikan sendiri kebenaran dari berita ini "

"Sekalipun Ban tok cousu kebal racun dan lihay dalam menggunakan barang berbisa, toh tidak sepantasnya kalau dia berdiam dalam air telaga itu?" kata Han Siong Kie dengan terperanjat.

"Ada orang menyaksiksn dia masuk keluar dalam telaga beracun itu, apa yang sebenarnya dikerjakan cousu selaksa racun itu tak seorangpun tahu, dengan sendirinya aku sipengemispun tak bisa memberi jawaban atas pertanyaanmu itu"

"Dalam dunia persilatan terdapat seorang manusia yang bernama Tok kun si dewa racun Yu Hai, apakah dia adalah ahli waris dari Ban tok cousu yang sangat lihay itu."

"Bukan"

"Bukan? Lalu dari manakah dia pelajari ilmu beracun yang amat dahsyat itu?"

"Asal mulanya Yu Hau cuma seorang Bu beng siau cut prajurit tak bernama dalam dunia kangou, dua puluh tahun berselang tanpa sengaja ia berhasil menemukan sejilid kitab beracun yang amat luar biasa, semenjak isi kitab itu berhasil dikuasahi olehnya tersohorlah namanya sebagai Tok kun atau raja racun, kendatipun namanya saja memakai huruf "kun" yang berarti orang budiman, tapi pada hakekatnya dia adalah seorang manusia durjana yang berhati busuk".

"Dia telah menggabungkan diri dengan pihak Thian che kau" sela pemuda itu.

"Bukan kejadian yang aneh kalau ia berkomplot dengan mereka, toh kaum serigala hanya berkumcul dengan serigala, masa ada serigala bergaul dengan domba ? ketua Thian Che kau berambisi besar dan bercita-cita untuk menguasahi seluruh jagad, menjadi kaisar dalam dunia persilatan, dengan segala daya upaya dia mengumpulkan kawanan jago dari pelbagai daerah untuk memperkuat posisinya, kecuali beberapa perguruan dan partai kenamaan boleh dibilang hampir semua perkumpulan dan perguruan telah dilalap habis olehnya ya.. beruntung Kay pang dapat lolos dari musibah ini" Han Siong Kie tertawa dingin -

"Heeehhh heeehhh heeehh masa kiamat dari Thian che kau tak akan terlalu lama, tunggu saja tanggal mainnya "

"Bila kita biarkan perkumpulan itu mengembangkan sayapnya sampai dimana-mana, aku kuatir dunia persilatan akan terjatuh semua kedalam cengkeremannya"

"Aaah. belum tentu begitu "

Pengemis dari selatan berpaling dan menatap lekat-lekat wajah pemuda itu, bisiknya: "saudara cilik, engkau terlalu percaya pada kemampuanmu?"

Merah padam selembar wajah Han Siong Kie karena jengah, ia tidak mengucapkan sepatah katapun-

Rupanya pengemis dari selatan menyadari kekhilafannya, cepat ia menambahkan:

"Saudara cilik, tentunya kau pernah mendengar pepatah yang mengatakan bahwa: "Sebuah balok kayu tak akan mampu menunjang sebuah rumah gedung bukan ? Aku rasa persoalan paling penting yang harus kau lakukan pada saat ini adalah kembali ke Thian lam serta melakukan pembersihan terhadap unsur-unsur busuk dalam tubuh perguraanmu, sebab dengan tindakan ini bukan saja kau dapat menyelamatkan mereka-mereka yang masih setia kepadamu dan terpaksa harus tunduk diperintah ketua yang sekarang, selain itu kaupun akan memperoleh bantuan yang amat besar dalam usahamu menghancurkan perkumpulan Thian che kau, tak usah kuatir, setiap saat setiap detik Kay pang selalu berdiri dibawah komandomu"

Tercekat hati Han Siong Kie setelah mendengar ucapan ini, kata-kata dari engkoh tuanya ini mengetuk sampai ke dalam hati sanubarinya, memang benar ucapannya, bila Wi It beng dibiarkan berlaku sewenang-wenang tanpa ditindak. niscaya sengsaralah orang-orang yang masih setia pada kebenaran, kelemahan dari Thian lam bun justru akan muncul dari hal-hal seperti ini."

Tapi ingatan lain cepat melimtas dalam benaknya, teringat olehnya akan suatu masalah yang jauh lebih penting.

"Apa yang diucapkan engkoh tua memang betul" katanya kemudian dengan dahi berkerut "tapi sekarang aku telah menjumpai sesuatu masalah yang betul-betul rumit"

"Kesulitan apa? Katakan saja asal aku mampu pasti akan kubantu untuk memecahkannya" ucap pengemis dari selatan sambit menepuk dada sendiri

"Pertama orang yang benar-benar mengetahui asal usulku yang sebenarnya hanya lima orang tiang lo dari sebuluh tiang lo ruang goan lo wan yang masuk daratan Tiangggoan- jadi diantara lima orang tiang lo itu ada dua orang telah tewas dan tiga orang tak ketahuan kabar beritanya, kedua tanda kebesaran sebagai seorang ketua yakni ok kui cupay telah terjatuh ketangan Thian che kau, tanpa adanya tanda kepercayaan itu tak mungkin aku bisa menarik kepercayaan dari murid-murid lainnya, tolong tanya bagaimana caraku untuk mengatasi persoalan ini?"

Mendengar ucapan tersebut terlintas rasa serba salah diwajah pengemis dari selatan, katanya kemudian-

"Yaa, persoalan ini memang merupakan satu masalah yang pelik, bukankah pekerjaan yang gampang untuk merebut kembali lencana ok kui cupay dari tangan orang Thian che kau, dan lagi.." "Kenapa? " sela sang pemuda.

"Ketua pelaksana perguruan Thian lam yang sekarang wi It beng telah menyatakan penggabungan diri dengan perkumpulan Thian che kau, istana Huan mo kiong sudah berubah jadi kantor cabang Thian che kau, aku kuatir kalau tanda kebesaran itu sudah terjatuh ketangan Wi It beng, aaai... kalau sampai begitu, bukankah sekarang ia telah mempunyai kekuasaan untuk memerintah segenap anak murid

?"

Air muka Han Siong Kie berubah hebat.

"Ehmm, memang ada kemungkinan untuk terjadi peristiwa semacam ini, padahal lencana tersebut merupakan benda tersuci dan tertinggi dalam perguruanku, siapa yang membawa benda itu, dialah yang dipertuan, waah, urusan kan menjadi bertambah pelik"

"Saudara cilik, kau jangan gelisah dulu, coba kuselidiki keadaan yang sebenarnya" pengemis tua itu lantas bertepuk tangan tiga kali.

seorang pengemis setengah baya mengiakan dan berjalan masuk kedalam ruangan: "Tianglo, kau orangtua ada perintah apa?" tanyanya.

"Sampaikan perintahku, tanyakan kepada setiap murid yang berada disini apakah di antara mereka ada yang mengetahui jejak dari ketiga orang tianglo dari Huan mo kiong yang berada didaratan Tionggoan, kalau ada yang tahu segera datang memberi laporan "

"Terima perintah" sesudah memberi hormat pengemis setengah baya itupun mengundurkan diri

Sepeninggal pengemis itu Han Siong Kie merasa panik dan tidak tenang, ia merasa bahwa persoalan yang sedang dihadapi sekarang memang cukup pelik, bukan saja Perintah dari gurunya Mo tiong ci mo tak dapat diselesaikan, bahkan urusanpun berubah jadi sekacau ini, bukankah dia akan menjadi manusia yang berdosa bagi perguruan?

Tidak selang beberapa saat kemudian pengemis setengah baya itu datang melapor:

"Lapor tiang lo ada seorang murid bagian kontrol yang bernama Tan Beng siap memberi laporan"

"Suruh dia masuk" perintah pengemis dari selatan- setelah Tan Beng masuk kedalam ruang, pengemis itupun

bertanya lagi:

"Apa yang kau ketahui?"

Tan Beng memberi hormat, kemudian bukannya menjawab malahan balik bertanya:

"Yang dimaksudkan sebagai tiga orang tianglo dari Thian lam bun itu apakab tiga orang kakek berjubah sutera dan membawa toya berkepala setan?"

"Benar " sahut Han Siong Kie dengan semangat berkobar.

Pengemis dari selatan mengangguk kepada Tan Beng katanya: "Lanjutkan perkataanmu lebih jauh"

"Tiga hari berselang ketika hamba sedang melakukan perjalanan melewati Niu kang, pernah kusaksikan ketiga orang tianglo itu sedang melanjutkan perjalanan menuju ke arah wilayah Thian lam."

"Baik, kau boleh mundur"

Sepeninggal Pengemas itu, Han Siong Kie duduk termangu, ia merasa tak habis mengerti kenapa ketiga orang tianglonya menuju ke wilayah Thian lam, bukankah tindakan mereka ini sama artinya dengan menghantarkan diri kemulut harimau ? Tak nanti Wi It beng akan melepaskan mereka bertiga dengan begitu saja. Tanpa terasa diapan menguatirkan pula keselamatan dari kelima orang tianglonya yang masih tertinggal diruang goan lo wan.

Sebagai seorang ketua Thian lam bun, tentu saja ia tak dapat membiarkan para tianglonya menghantarkan kematian, karena itu rencananya semula untuk berkunjung kebenteng maut dan menyatroni lian huan tau terpaksa dibatalkan.

-000d0w000-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar