Bab 1 : Membasmi Tujuh Pembunuh
Genting yang sudah pecah, kayu yang sudah lapuk, ranting- ranting tampak layu dan, daun-daunan tampak berguguran. Benda- benda yang dibakar tiada habisnya.... Tadinya di sana ada sebuah pagoda terkenal. Pelancong dan pengunjung terus-menerus datang memenuhi tempat itu. Sekarang pagoda itu seperti benda yang sudah tidak terpakai lagi.
Pagar-pagar yang mengelilingi pagoda itu hilang entah ke mana, bangunan pagodapun hanya tinggal separuh, karena bagian atas pagoda sudah roboh. Semenjak ada kabar yang mengatakan di atas pagoda sering muncul binatang aneh, suasana di sana jadi bertambah sepi lagi. Sekalipun itu di pagi hari sangat sulit menemui satu manusia di sana.
Itu semua adalah gambaran Pagoda Su Zhou Rui Guang. Tidak ada yang tahu mengapa pagoda itu bisa berubah menjadi seperti itu. Sepertinya setiap orang hampir me lupakan keberadaan pagoda itu.
Tapi hari ini ada seseorang yang datang ke sana. Orang itu tampak duduk malas-malasan di tangga batu di depan pagoda yang bangunannya hanya tinggal separuh itu. Sepertinya dia sedang menikmati sinar matahari di musim semi, tapi bila diteliti dengan seksama, orang itupun seperti benda yang sudah tidak terpakai. Sedikitpun tidak memberikan kehidupan kepada pagoda itu.
Usianya sekitar 25-26 tahun, wajahnya tampan, tapi rambutnya berantakan dan kumal. Bajunya compang camping, kalau tidak melihat cara duduknya yang gagah dan masih terlihat sikap angkuhnya, orang itu tidak ada bedanya dengan pengemis biasa.
Di sisinya tersimpan sebuah pedang panjang, tapi posisinya sekarang terlihat lebih diam dari pedang yang diletakkan di sisinya. Dia duduk menyandar di tangga batu itu, lama tidak bergerak seperti sebuah patung manusia yang tidak bernyawa. Terlihat seekor tikus besar tanpa rasa takut berjalan mondar mandir di bawah kakinya. Bahkan tikus itu masih berani mengendus-endus kakinya, mungkin karena tidak tercium bau manusia atau karena tikus itu tidak pernah melihat manusia sebelumnya maka dia tidak takut kepada orang itu, tikus itu mulai bergerak ke atas kakinya.
Dia terus melihat gerakan tikus itu, terlihat dia mulai tersenyum, senyumnya terlihat oleh si tikus, tikus itu jadi tidak beranjak naik dan mulai mengendus-endus lagi, tikus itu siap melarikan diri.
"Cuh!"
Dahak yang keluar dari mulutnya seperti sebuah panah yang meluncur ke arah kepala tikus itu.
Tikus itu seperti terpanah hanya terdengar suara, "Ciut!" tikus itu bergerak-gerak sebentar kemudian mati.
Setelah itu barulah orang itu menggerakkan tangan dan kakinya, dan memungut tikus yang sudah mati itu dan melemparnya ke belakang.
Ternyata di tempat duduknya tadi terlihat banyak tikus yang sudah mati semuanya berjumlah 7 ekor, tampak gemuk-gemuk beratnya kurang lebih ada setengah hingga satu kilogram satu ekornya.
Mengapa dia harus membunuh tikus-tikus itu? Dia mempunyai alasannya.
Diapun mulai mencari pas ir di dekat sana kemudian menaburkan
pasir itu di atas tubuh tikus yang sudah mati, setelah itu baru dia menguliti kulit tikus itu satu per satu hingga bersih, membuang kepala, ekor, dan kaki tikus dengan pedangnya. Tidak lupa organ dalam tikus itupun dibuang, dan dicuci hingga bersih di sebuah sungai kecil yang ada di dekat sana. Di depan pagoda dia menyalakan api, lalu diapun memanggang daging tikus yang sudah dibersihkan lalu ditaburi dengan bumbu.
Hanya satu kalimat yang bisa menjelaskan semuanya, dia memanggang semua tikus itu untuk menjadi santapan. Begitu ketujuh ekor tikus putih itu dipanggang hingga kecoklatan dan mengeluarkan harum yang sedap, dari dalam pagoda dia mengambil seguci arak, serta 8 cawan arak dari balik baju bagian dadanya. Kemudian cawan-cawan itu disusunnya membentuk lingkaran seperti menata di sebuah meja untuk diadakan pesta.
Setelah itu dia menatap langit dan berkata pada dirinya sendiri, "Sudah hampir pukul 12, tamu-tamu akan segera datang."
Baru saja dia selesai bicara dari belakangnya terdengar suara serak sambil tertawa orang itu berkata, "Hei! Hei! Hei! Aku sudah tiba!"
Diiringi suaranya muncul seorang pak tua dari dalam pagoda.
Pak tua itu terlihat sudah sangat tua, dia mengenakan sebuah topi yang terlihat sangat usang, mengenakan baju berwarna abu, alisnya pendek dan jarang. Matanya sipit, wajahnya penuh dengan kerutan dan tampak sedikit bengkak, dia memegang sebuah tongkat yang bentuknya aneh. Sepertinya dia tukang m inum dan hidupnya seperti tidak bersemangat.
Pemuda itu hanya melihatnya sekilas kemudian meneruskan kegiatan memanggang tikus-tikus itu, dia bertanya, "Apakah kau Lau Wen Sheng?"
Pak tua itu tertawa dan menjawab, "Benar!" "Silakan duduk!"
Lau Wen Sheng tertawa dan duduk di depan 'meja pesta', dia melihat ada 8 cawan arak di sana, dia bertanya, "Apakah masih ada tamu lainnya yang akan datang?"
"Benar."
Lau Wen Sheng tertawa, tampak giginya yang berwarna kekuningan, "Aku mengira kau hanya mengundangku... Siapa keenam orang lainnya?"
"Teman-temanmu." "Aku tidak mempunyai teman!"
"Mereka seprofesi denganmu, menurut orang-orang walaupun seprofesi tapi biasanya akan terjadi bentrokan, meski hal itu masih bisa dikategorikan sebagai teman."
Wajah Lau Wen Sheng tampak sedikit berubah, "Mereka adalah. "
"Ren Lang, Xi Men Bao (Manusia serigala, Xi Men Bao), Tie Ci Wei Ma Si (Landak baja Ma Si), Fu Qhi Fu Ren (Nyonya pemain kecapi), Y in Po Po (Nenek Yin), Hong Hai Er (Anak merah), dan Bu Kong Sheng (Biksu tidak kosong)."
Lau Wen Sheng tampak mengerutkan dahinya lalu dia bertanya, "Apakah benar mereka akan datang?"
"Seperti dirimu merekapun pasti akan datang."
Lau Wen Sheng mengedipkan matanya lalu bertanya, "Mengapa kau yakin kalau aku pasti akan datang?"
Pemuda itu balik bertanya, "Lalu mengapa kau mau datang?" "Karena aku menerima sebuah undangan, orang yang
mengundangku bukan orang terkenal, tapi namanya sangat aneh, karena merasa aneh maka aku ingin tahu siapa orang itu."
"Benar, keenam orang yang lainnya juga beralasan seperti itu, mereka pasti akan datang untuk menepati undangan itu."
Lau Wen Sheng mulai menatap pemuda itu sungguh-sungguh lalu dia bertanya, "Xin Suan? Apakah namamu adalah Xin Suan?"
"Benar."
"Coba jelaskan, mengapa namamu adalah Xin Suan (sedih)?" "Hatiku se lalu diliputi dengan kesedihan, karena itu aku
membutuhkan ketujuh pembunuh seperti kalian untuk
membantuku." "Hargaku membunuh orang sangat tinggi, aku takut kau tidak akan mampu membayarku dengan harga tinggi."
"Belum tentu."
"Tidak ada harga, hal lain tidak perlu dibicarakan lagi." "Belum tentu!"
"Baiklah, katakan apa yang membuatmu sedih?"
"Kita tunggu mereka datang, setelah semuanya sudah lengkap, aku baru akan mengatakannya."
Lau Wen Sheng dengan dingin menatap tikus yang ditusuk seperti sate itu dan bertanya, "Kau memanggang tikus-tikus itu untuk menjamu kami?"
Xin Suan mengangguk, "Benar, uangku hanya cukup untuk membeli seguci arak, aku rasa daging tikus panggang ini sangat lezat, cocok bila ditemani dengan arak!"
Lau Wen Sheng tidak yakin kalau daging tikus adalah daging yang enak, malah timbul perasaan tidak enak di dalam hatinya. Karena itu dia segera berdiri dan berkata, "Kalau bukan karena kau masih muda, aku benar-benar ingin menghajarmu!"
Setelah itu dia membalikkan badan siap berlalu dari sana.
Xin Suan tersenyum, "Sudah datang satu orang lagi, apakah kau tidak mau bertemu atau mengobrol terlebih dulu dengan teman- teman seprofesimu?"
Lau Wen Sheng berhenti. melangkah, dia melihat ke arah utara, tampak datang seseorang mengenakan baju berwarna merah, orang itu melangkah dengan cepat dari arah utara.
Hanya membutuhkan waktu singkat orang itu sudah berada di depan pagoda.
Ternyata yang datang adalah seorang anak tanpa alas kaki, tapi bila orang itu disebut sebagai anak rasanya tidak pantas, karena bila diteliti, sebenarnya usia orang itu sekitar 35 tahun, hanya saja tubuhnya kecil dan pendek, dia tidak mempunyai kum is. Ditambah lagi wajahnya terlihat seperti anak-anak, dan baju yang dikenakannyapun adalah baju anak-anak berwarna merah, karena semua penampilannya itu memberikan kesan kalau dia masih kecil.
Lau Wen Sheng segera mengurungkan niatnya untuk meninggalkan tempat itu, dia menyapa orang yang bara datang, "Hong Hai Er, sudah lama kita tidak bertemu!"
Hong Hai Er memberi hormat dan berkata, "Lau Wen Sheng, mengapa kaupun bisa berada di sini?"
"Aku adalah salah satu tamunya."
Hong Hai Er menanggapi, "Oh!" kemudian dia bertanya, "Apakah kau adalah Xin Suan yang mengirim undangan itu?"
Xin Suan tampak asyik memanggang daging tikus itu, tapi dia tetap menjawab, "Benar!:
Sikapnya terlihat sangat angkuh! Tapi Hong Hai Er tidak marah, dia ma lah tertawa dan berkata, "Kau yang mengirim undangan itu, apakah kau akan mengadakan perdagangan denganku?"
Xin Suan mengangguk. "Katakan perdagangan apa itu?" "Kalau para tamu sudah datang semua, baru akan kukatakan."
Hong Hai Er melihat 'meja pesta' yang ada di bawah, dia tertawa dan bertanya, "Kau mengundang orang lain?"
Lau Wen Sheng yang menjawab, "Dia masih mengundang Ren Lang Xi Men Bao, Fu Qin Fu Ren, Tie Ci Wei Ma Si, Y in Po Po, dan juga Bu Kong Sheng!"
Hong Hai Er berteriak, "Ya, Tuhan! Semua pembunuh diundang. Jika kau tidak mempunyai 300-500 ribu tail perak, mana mungkin kau bisa membayar kami?"
Kata Xin Suan, "Bu Kong Sheng sudah datang."
Di depan mereka muncul seorang biksu tua dengan tongkatnya.
Bu Kong Sheng! Bu Kong Sheng berumur kurang lebih 50 tahun, dia terlihat tampan, baik hati juga ramah. Yang tidak tahu sifat aslinya tentu akan tertipu oleh penampilannya dan akan menganggap kalau dia adalah seorang biksu yang baik hati.
Sikapnya memang seperti seorang biksu dengan posisi tinggi. Begitu tiba di depan pagoda, dia menyapa Hong Hai Er dan Lau Wen Sheng dengan sopan. Dengan satu tangan di depan dadanya dia memberi hormat, "A Mi Ta Ba!
Sudah beberapa tahun ini kita tidak bertemu, bagaimana kabar kalian?"
Lau Wen Sheng tertawa dan berkata, "Aku tidak seperti Anda yang bernasib baik. Selama setahun Anda sudah mendapatkan keuntungan sekitar 500-600 ribu tail perak, apakah benar?"
Dengan rendah hati Bu Kong Sheng menjawab, "TidakJTidak! Aku hanya seorang biksu, aku tidak berani berbuat serakah. Aku hanya mendapatkan keuntungan sekitar 400 ribu tail perak lebih."
Hong Hai Er menarik nafas berkata, "Tahun kemarin aku hanya mendapatkan keuntungan sekitar 200 ribu tail. Aku merasa heran, jaman sudah berubah, hati orangpun ikut berubah. Mereka lebih senang menyewa seorang biksu untuk menjadi pembunuh. Besok, atau lusa, rasanya akupun akan mencukur rambutku hingga botak dan menjadi biksu!"
Tiba-tiba terdengar derap langkah kuda ke arah mereka!
Hanya dalam waktu sebentar kuda itu sudah mendekati tempat mereka. Dari jarak beberapa puluh meter, orang itu sudah melompat dari sadelnya, dan terbang seperti seekor elang lalu mendarat di depan mereka!
Kepala dan matanya besar. Wajahnya penuh dengan cambang. Tingginya kurang lebih ada 7 kaki. Dari orang yang ada di sana tingginya lebih dari satu kepala. Dia tampak kokoh seperti sebuah pagoda! Orang ini adalah sa lah satu pembunuh yang paling ditakuti orang-orang dunia persilatan—Tie Ci Wei Ma Si.
"Tuan Ma, Anda sudah datang!"
Suaranya baru terdengar, dari belakang pagoda terdengar ada yang tertawa kemudian muncul seorang nenek yang sedang berjalan ke arah mereka!
Yang baru datang itu adalah Y in Po Po (Nenek Y in).
Hong Hai Er bertepuk tangan dan berkata, "Sangat baik! Tidak disangka, tujuh orang pembunuh bisa berkumpul di sini, ini benar- benar hari yang baik!"
"Ren Lang dan Fu Qin Fe Ren belum datang," jelas Lau Wen Sheng.
"Aku sudah datang!"
Suaranya terdengar seperti teriakan serigala, dari ratusan langkah sudah terdengar!
"Tenaga dalam Xi Men Bao semakin kuat," kata Y in Po Po.
"Terima kasih atas pujian Kakak!" Suaranya baru terdengar, orangnya sudah muncul dengan baju hijau seperti membawa cahaya ke depan pagoda.
Dia adalah Ren Lang, Xi Men Bao! "Hanya tinggal Fu Qin Fu Ren yang belum datang," kata Hong Hai Er.
Suara T ie Ci Wei Ma Si besar seperti guntur, dia berkata, "Fu Qin Fu Ren yang paling sombong tapi selalu terlambat datang!"
"Dengar! Dia juga sudah datang!" seru Bu Kong Sheng.
Terdengar suara kecapi sayup-sayup dari kejauhan, seseorang dengan sosok seperti dewi terbang mendarat di depan pagoda.
Itu adalah kecapi bersenar 7! Jika diperhatikan suara kecapi yang dipetik terdengar sangat sedih, hanya ada kesedihan bukan kemarahan. Kesedihan tidak akan melukai orang. Seperti seorang perempuan yang merindukan kekasihnya!
Tie Ci Wei Ma Si melihat sekeliling dan berkata, "Perempuan itu mulai bersikap cengeng lagi."
Sesudah itu dia segera duduk bersila dan memejamkan mata.
Dengan penuh konsentrasi dia menolak godaan suara kecapi itu.
Lau Wen Sheng, Ren Lang, Hong Hai Er, Bu Kong Sheng dengan cepat duduk bersila dan wajah mereka terlihat sangat serius, seperti sedang menghadapi musuh besar yang akan datang.
Hanya Xin Suan dan Yin Po Po seperti tidak mendengar suara itu.
Mereka seperti tidak peduli.
Y in Po Po adalah seorang perempuan. Godaan seperti ini pasti tidak akan mempan baginya. Xin Suan adalah seorang laki-laki muda, mengapa dia tidak tergoda? Karena itu dengan kaget Y in Po Po mendekati Xin Suan sambil mengetuk tongkatnya, "Hai, anak muda, kau bisa menahan diri!"
"Apa yang Anda maksud?" tanya Xin Suan tidak mengerti.
Y in Po Po tertawa, "Kau masih muda tapi kau bisa menahan lagu mesum Fu Qin Fu Ren, kau benar-benar hebat!"
Xin Suan tertawa, "Apakah lagu yang dimainkannya adalah lagu mesum?"
"Benar! Orang yang bisa menahan godaan lagunya sudah tidak banyak. Jika ilmu s ilat yang dim iliki orang itu rendah maka dia akan seperti kerasukan setan, membuat pikiran menjadi tidak benar."
Xin Suan mengangkat bahunya, "Aku tidak merasa kalau lagunya aneh."
"Coba kau dengar dengan teliti, nadanya begitu sedih, seperti menangis. Kau adalah seorang laki-laki, apakah kau tidak mempunyai hati mengasihani?" tanya Y in Po Po. "Aku tidak mengerti musik, jadi aku tidak tahu apa makna dari suara kecapi itu," jelas Xin Suan.
Dia mengangkat bahunya lagi berkata, "Kalau kecapi itu diperuntukkan bagiku, benar-benar seperti pepatah yang mengatakan: bermain kecapi untuk diperdengarkan kepada sapi."
"Sepertinya terhadap nada itu kau sama sekali tidak mengerti, pantas saja," kata Y in Po Po.
Suara kecapi terdengar semakin nyaring.
Lagu yang dimainkan terdengar semakin sedih, seperti seorang perempuan kesepian yang tidak bisa tidur di ma lam hari. Suara itu begitu menggoda!
Lau Wen Sheng seperti sudah tidak bisa menahan godaan itu lagi, kepala mulai mengeluarkan keringat. Wajahnya memerah, terlihat nafsu birahinya tidak bisa dibendung lagi.
Y in Po Po tertawa, tiba-tiba dia berteriak, "Fu Qin Fu Ren, jangan mainkan kecapimu lagi, nanti ada orang yang tidak tahan."
Suara kecapi itu tiba-tiba berhenti! Fu Qin Fu Ren muncul.
Dia seorang perempuan cantik.
Rambutnya yang hitam tampak bergelombang. Wajahnya berbentuk oval, alisnya berbentuk bulat seperti Gung Chun. Matanya bening seperti air, pinggangnya ramping, dadanya penuh, benar- benar sangat cantik dan menggoda.
Dia memabwa sebuah kecapi bersenar 7. Dengan pelan-pelan dia berjalan menuju pagoda itu. Sambil tertawa dia berkata, "Kakak Y in, kau sudah datang. Maaf adik datang terlambat, harap memakluminya."
Lau Wen Sheng, Bu Kong Sheng, Tie Ci Wei Ma Si, dan Ren Lang Xi Men Bao segera berdiri. Hanya Hong Hai Er merasa sedikit kesulitan. Dia tidak bisa berdiri. Dengan ma lu dia berkata, "Fu Qin Fu Ren, ilmumu semakin hebat. Aku "
Fu Qin Fu Ren tampak marah dan berkata, "Kau masih menyusu!
Beberapa tahun iagi baru mencariku!"
Lau Wen Sheng tertawa terbahak-bahak.
Mata Fu Qin Fu Ren bergerak. Dia sudah melihat Xin Suan dan tertawa, "Apakah kau adalah Xin Suan?"
Xin Suan mengangguk dan menjawab, "Benar." "Nama yang aneh!" kata Fu Qin Fu Ren.
"Ada yang bernama anjing hitam, anjing putih, dan kucing belang, Xin Suan bukan nama yang aneh bukan?"
Dengan genit Fu Q in Fu Ren tertawa, ' Hatiku paling lemah menghadapi hal seperti ini. Begitu membaca nama Xin Suan, aku mengambil keputusan untuk datang ke sini. Tapi aku tidak tahu apa kesulitanmu, apa mungkin aku bisa membantu?"
"Silakan duduk semuanya!" undang Xin Suan.
Ketujuh pembunuh itu segera mengelilingi 'meja' dan duduk di sana. Xin Suan mengisi cawan-cawan itu dengan arak dan berkata, "Kalian adalah orang-orang terkenal didunia persilatan. Hari ini kalian telah datang ke sini dari jauh, aku merasa sangat berterima kasih. Karena itu, aku akan bersulang untuk kalian!"
Sesudah itu dia langsung meneguk arak yang ada di cawannya hingga habis.
Ketujuh pembunuh itu, tidak ada seorangpun yang mengikutinya minum. Mereka hanya tersenyum melihat kelakuannya.
Xin Suan tersenyum dan berkata, "Dalam arak tidak ada racun, kalian tidak perlu meragukannya."
Ketujuh pembunuh itu tidak bergeming. "Mengapa kalian tidak mau minum?" tanya Xin Suan. "Karena kami tidak pernah m inum arak suguhan orang lain," jelas Tie Ci Wei Ma Si dengan dingin.
"Mengapa?" tanya Xin Suan. "Karena kau terlalu banyak membunuh orang," jawab Tie Ci Wei Ma Si.
"Apa hubungan semua itu dengan minum arak?" Xin Suan bertanya aneh.
"Orang yang memiliki dosa yang sudah bertumpuk seperti gunung tidak boleh m inum sembarang arak. Sekalipun arak itu tidak beracun, tetap akan menjadi racun," jelas Tie Ci Wei Ma Si.
"Kalau kalian takut setelah m inum kalian akan kehilangan nyawa, lebih baik kita makan daging panggang saja," kata Xin Suan.
Dengan pisau belati tajam yang dikeluarkan dari balik baju bagian dada, dia menusuk seekor tikus dan memberikannya kepada Fu Qin Fu Ren dan berkata, "Nyonya, silakan Anda makan dulu."
Fu Qin Fu Ren tampak mengerutkan dahinya dan berkata, "Aku ingin muntah melihat daging itu, bagaimana mungkin aku bisa makan daging itu?"
"Daging manusia boleh dimakan, mengapa daging tikus tidak boleh dimakan? Aku hanya membunuh orang tapi tidak pernah memakan daging manusia, bawa sana, bawa pergi!"
Xin Suan memberikan daging tikus itu kepada Y in Po Po, "Apakah Po Po pernah makan daging seperti ini?"
Y in Po Po menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Bukan aku tidak berani makan tapi aku memang tidak mau!"
Xin Suan menawarkan kepada Hong Hai Er, "Bagaimana dengan kau?"
Dengan tertawa Hong Hai Er menjawab, "Aku makan apapun tapi tidak makan makanan yang dimasak orang lain."
"Apakah kau takut diracun?" tanya Xin Suan. "Benar, prinsipku adalah hati boleh menjahati orang lain tapi harus mewaspadai orang lain yang berniat jahat," jawab Hong Hai Er.
"Apakah benar kau tidak berniat jahat kepada orang lain?" Xin Suan ingin tertawa.
"Benar, aku hanya membunuh, tidak pernah berbuat jahat kepada orang lain, berbuat jahat itu adalah pelanggaran hukum," jawab Hong Hai Er.
Kata Xin Suan, "Itu adalah perkataan yang aneh." Dia membalikkan badan menatap Ren Lang Xi Men Bao, Tie Ci Wei, Bu Kong Sheng, dan Lau Wen Sheng, lalu bertanya, "Apakah kalian berempat ingin makan sekarang?"
Serentak keempat kepala menggeleng. Melihat mereka tidak ingin makan, Xin Suan tidak memaksa lagi, dia berkata, "Kalian tidak mau makan, biar aku yang makan sendiri, aku tidak mempunyai hobi lain, kecuali makan orang seperti tikus."
Begitu mendengar kata-katanya, wajah ketujuh pembunuh itu langsung berubah.
Xin Suan tidak melihat mereka, dia ? sedang makan daging tikus dengan lahap.
Tie Ci Wei dengan dingin dan dengan hawa membunuh melihat ke arah Xin Suan, akhirnya dia tidak tahan lagi dan bertanya, "Bocah, apa maksudmu?"
Xin Suan berlagak bodoh dan bertanya balik, "Hah? Apa?"
"Kau menjamu kami dengan ketujuh ekor tikus itu, apa maksudmu?" tanya Tie Ci Wei dengan dingin.
Sambil makan Xin Suan menjawab, "Di daerah ini sedang dilanda wabah tikus yang dahsyat, tikus selalu merusak makanan, dengan memakan seekor tikus, aku merasa bisa mengurangi pengrusakan yang dilakukan oleh tikus-tikus itu " "Sebuah kalimat yang mengandung dua arti," kata Lau Wen Sheng.
"Benar, apakah kau menganggap kami adalah tujuh ekor tikus dan ingin memakan kami?" tanya Hong Hai Er sambil tertawa.
Xin Suan tetap makan dengan nikmat lalu dia menjawab, "Alasan yang lainnya adalah di daerah ini sedang musim kemarau, banyak tanah menjadi kering dan para petani tidak bisa bercocok tanam karena itu orang-orang yang kelaparan sangat banyak, aku mempunyai daging tikus yang bisa dimakan, itupun sudah cukup beruntung."
Dia memakai bahasa, "Alasan yang lainnya adalah. "
Berarti dia mengakui perkataan Hong Hai Er karena itu wajah ketujuh pembunuh itu segera berubah.
Ren Lang Xi Men Bao berdiri, dia tertawa dingin dan berkata, "Bocah, sekarang jawab yang benar, siapa kau sebenarnya?"
"Aku adalah Xin Suan."
Ren Lang Xi Men Bao tampak dipenuhi dengan nafsu membunuh, "Apa benar kau adalah Xin Suan?"
Xin Suan mengangguk, "Benar, selama 10 tahun aku belajar ilmu silat pada saat pulang ke kampung halaman aku melihat banyak mayat bergelimpangan di bawah, sanak saudara dan keluarga tidak ada satupun yang masih hidup, apakah kau tidak akan merasa xin suan (sedih)?"
"Apa hubungan semua itu dengan kami?" tanya Ren Lang Xi Men Bao.
"Memang tidak ada hubungannya..." jawab Xin Suan.
"Kalau begitu, apa maksudmu dengan mengundang kami ke sini?" tanya Ren Lang Xi Men Bao lagi.
"Aku hanya ingin meminjam sesuatu. " Lau Wen Sheng tertawa dan berkata, "Kalau kau menyuruh kami menyumbangkan uang untuk menolong orang-orang yang terkena bencana, kau salah tempat!"
"Aku hanya ingin meminjam sehelai kertas dari kalian," jelas Xin Suan.
"Apa? Hanya sehelai kertas?" tanya Ren Lang Xi Men Bao dengan terpana.
"Benar, itu adalah undangan," kata Xin Suan lagi.
"Apa? Undangan?" wajah Ren Lang Xi Men Bao tampak berubah. "Benar, bukankah bulan lalu kalian bertujuh mendapatkan
undangan dari seseorang yang sangat terkenal? Dia mengundang
kalian bertujuh bulan depan tanggal satu untuk menghadiri pesta di rumahnya, apakah benar?"
Ren Lang Xi Men Bao terus memelototi Xin Suan dan bertanya, "Mengapa kau bisa tahu?"
"Kau tidak perlu tahu aku mendapatkan kabar ini dari mana, bila perkiraanku ini benar, hal ini saja sudah cukup bagiku." kata Xin Suan.
"Kau meminjam undangan itu untuk apa?" tanya Lau Wen Sheng. "Untuk mencari pekerjaan," jawab Xin Suan.
"Coba kau perjelas sedikit maksudmu," kata Lau Wen Sheng.
Xin Suan mengangkat bahu dan menjawab, "Aku hanya ingin tahu, bila aku membawa ketujuh undangan itu untuk bertemu dengan orang terkenal itu, perlakuannya pasti akan lain kepadaku, dan dia akan memberi pekerjaan padaku di sana."
Lau Wen Sheng tertawa terbahak-bahak, "Betul! Tidak ada yang salah. Tapi apakah kau yakin kami akan meminjamankannya kepadamu?"
Xin Suan tertawa, "Kalau kalian tidak mau memberikannya, aku akan mundur dan menjalankan rencana kedua..." Lau Wen Sheng tertawa, "Apa rencana keduamu?" "Kepala manusia," jawab Xin Suan.
Lau Wen Sheng tertawa terbahak-bahak lagi, "Lucu! Ini sangat lucu! Bocah, jika kau bisa memenggal kepala kami bertujuh, itu lebih baik dibandingkan membawa 7 kertas undangan."
Xin Suan mengangguk dan berkata, "Benar! Aku akan memulainya dari Tuan— Apakah Tuan akan memberikan undangan itu kepadaku?"
Lau Wen Sheng tertawa, "Lebih baik kau tanyakan saja kepada yang lain!"
Xin Suan mengangguk. Dia memakan daging tikusnya yang terakhir, kemudian mengambil pedang yang berada di sisinya dan berkata, "Silakan mengikutiku!"
Dia berjalan ke sebuah tanah kosong.
Lau Wen Sheng mengikutinya sambil membawa tongkat.
Xin Suan mengeluarkan pedang dari sarungnya. Sambil tersenyum dia berkata, "Kau dulu atau aku dulu?"
"Kau seorang angkatan muda! Jadi kau dulu!" jawab Lau Wen Sheng sambil mengangkat tongkatnya.
Xin Suan tidak banyak bicara lagi, tangan kanannya mengangkat pedang siap untuk menusuk. Dengan berkonstrasi penuh dia melihat lawan, kemudian pedang terus menusuk ke arah Lau Wen Sheng!
Tubuhnya bergearak dengan cepat seperti kelinci yang sedang berlari. Pedang panjang dengan cepat menusuk ke wajah Lau Wen Sheng.
Dengan cepat kaki kanan Lau Wen Sheng bergeser ke belakang. Pedang melewati sisi tubuhnya dan tongkat yang dipegangnyapun mulai memukul ke arah kepala Xin Suan.
Ini adalah sebuah jurus yang sangat lihai. Persamaan dari ketujuh pembunuh itu adalah setiap kali bertarung dengan orang lain, mereka tidak akan pernah mau menggunakan banyak jurus. Kalau bisa hanya dengan satu jurus saja mereka bisa mematikan gerakan musuh. Karena itu Lau Wen Sheng mengeluarkan jurus pertamanya dan ini adalah jurus yang paling lihai.
Tapi Xin Suan bukan seperti yang dia pikirkan, hanya sebagai orang yang tidak ternama. Sekarang terlihat badannya berputar. Dengan lincah dia menghindari tongkat itu tapi gerakan pedang panjang itu tidak berubah, terus menusuk ke wajahnya.
Jika ingin tahu bagaimana seseorang apakah pesilat tangguh atau bukan, dengan melihat satu jurusnya saja, sudah pasti akan ketahuan, begitu melihat Xin Suan bisa menghindar dan menyerangnya dengan jurus aneh, dia sudah tahu kalau orang yang berada di depannya bukan orang yang diperkirakannya selama ini— orang yang tidak terkenal. Karena itu dia tidak akan menganggap enteng musuhnya. Tongkat diangkatnya, dia menahan serangan pedang Xin Suan yang menyerangnya. Tongkat bagian atas kembali menyerang ke arah kepala Xin Suan. Benar-benar adalah jurus membunuh yang aneh dan sulit untuk ditahan.
Kepala Xin Suan sedikit dimiringkan, tapi kaki kirinya diangkat.. BUK!
Pinggang Lau Wen Sheng terkena tendangan dan tanpa terasa dia mundur 3 langkah.
Xin Suan seperti bayangan yang terus menempelnya. Pedangnya terus berputar dan menyerang dengan jurus-jurus aneh.
Lau Wen Sheng pun tidak bertindak ceroboh. Dengan cepat dia menghindari 3 serangan Xin Suan kemudian dia membentak. Dia sudah mengeluarkan jurusnya yang terkuat.
Angin yang dibawa oleh tongkat, membawa daun kering yang berada di tanah berhamburan. Xin Suan dengan tenang berusaha mengatasi. Dia me loncat ke atas, ketika berada di atas kira-kira beberapa meter jaraknya dari tanah kemudian berputar. Pedang mulai dima inkan. Cahaya berkilau membuat orang-orang di sana menjadi s ilau kemudian dia bergerak ke pinggir.
Semua berlangsung hanya sebentar. Begitu Xin Suan bergerak ke pinggir, tempat di mana dia berhenti tiba-tiba terlihat ada a ir merah yang turun dari langit.
Air merah itu tidak lain adalah darah yang menyembur ke atas. Seperti air mancur menyembur ke atas kemudian menciprat ke mana-mana, lalu turun seperti a ir hujan.
BRUG!
Lau Wen Sheng roboh. Kepalanya sudah hilang. Kepala Lau Wen Sheng berada di tangan Xin Suan.
Kepala yang terlihat masih berdarah, mulutnya terbuka lebar seperti ingin berteriak.
Tie Ci Wei, Y in Po Po, Bu Kong Sheng, Hong Hai Er, Ren Lang Xi Men Bao, dan Fu Qin Fu Ren melihat semua kejadian itu dengan mata membelalak.
Dari ekspresi mereka seperti itu bisa terlihat kalau mereka tidak mempercayai bahwa semua ini adalah kenyataan. Mereka mengira ini semua adalah ilusi!
Benar, jika saat itu ada orang dari kalangan persilatan yang melihat kejadian itu, merekapun pasti tidak akan percaya dengan apa yang telah terjadi. Karena Qi Sha Shou (7 orang pembunuh) di hati setiap orang dunia persilatan adalah orang-orang misterius dan lihai. Mereka hanya bisa membunuh dan tidak akan terbunuh oleh siapapun, tapi hari ini ada satu dari ketujuh pembunuh yang kehilangan nyawanya oleh seorang yang tidak terkenal dan dalam 3 jurus, kepala Lau Wen Sheng sudah berpindah tempat!
Karena itu keenam orang yang tersisa seperti terjatuh ke wadah es. Wajah mereka pucat. 12 mata dengan kaget melihat ke arah Xin Suan. Semenjak mereka mulai terkenal, mereka tidak pernah merasa takut tapi sekarang mereka mulai merasa bulu kuduk mereka merinding.
Xin Suan pelan-pelan berjalan ke depan mayat Lau Wen Sheng. Dia menurunkan pedangnya. Dari balik baju Lau Wen Sheng dia mengeluarkan undangan itu dan memasukkannya ke dalam bajunya, kemudian berja lan kembali ke meja pesta itu lalu duduk di sana. Kepala Lau Wen Sheng diletakkannya di atas meja pesta itu. Dengan ujung pedang, dia menusuk lagi seekor tikus yang sudah matang, lalu memberikan kepada Hong Hai Er den bertanya, "Apakah kau mau memakan ini?"
Wajah Hong Hai Er tampak berubah, tapi dia berusaha menenangkan dirinya dengan cara tertawa, "Bagaimana kalau aku tidak mau?"
"Kalau kau tidak mau makan, akulah yang akan memakannya." Kemudian Xin Suan mulai memakan daging tikus itu.
Hong Hai Er melihat Xin Suan yang sedang memakan daging tikus. Dia merasa Xin Suan seperti sedang memakannya. Dia segera merasa tidak enak hati. Dia bertanya, "Apakah kau mengira kau bisa memakanku?"
Xin Suan tidak menjawab. Dengan cepat dia menghabiskan tikus panggang itu kemudian dia bertanya kepada Hong Hai Er, "Apakah kau akan memberikan undanganmu padaku?"
"Kalau kau bisa memenggal kepalaku, kau pasti bisa mengambil undangan itu!"
Sambil bicara diapun berdiri. Dia menurunkan sepasang roda matahari dan bulan.
Xin Suan tertawa, dia menghabiskan arak yang berada di dalam cawan terlebih dahulu kemudian mengambil pedangnya lalu berdiri, kemudian dia berjalan lagi ke tanah kosong.
Hong Hai Er membawa sepasang roda bulan dan matahari lalu mengikutinya ke tanah kosong itu. Biasanya Hong Hai Er adalah orang usil dan lincah, dia sering mengajak bergurau pada musuh yang ditemuinya. Tapi sekarang dia seperti berubah menjadi orang lain. Dia tampak sangat serius. Dia meletakkan dua rodanya di depan dadanya. Sepasang matanya melihat Xin Suan. Dengan keadaan siap dia menunggu serangan Xin Suan.
Tapi Xin Suan bertanya sambil bergurau, "Siapa dulu yang akan mulai?"
"Siapa saja boleh," jawab Hong Hai Er. Perkataan siapa saja boleh baru saja diucapkan, tapi dia sudah menyerang. Sepasang rodanya terus berputar-putar di depan Xin Suan kemudian roda yang berada di tangan kiri menyerang perut Xin Suan.
Xin Suan tidak menghindar malah menusukkan pedangnya ke dada Hong Hai Er.
Dilihat sekilas, cara seperti ini akan membuat kedua belah pihak terluka. Begitu juga dengan jalan pikiran Hong Hai Er. Dia tidak ingin mati bersama dengan musuhnya, segera dia miringkan tubuhnya selangkah untuk menghindari tusukan pedang, kemudian sepasang roda itu melancarkan serangan lagi.
Tubuh Xin Suan berputar membentuk setengah lingkaran, pedangnya ikut berputar didepan dadanya tapi tidak ditusukkan. Hong Hai Er dengan tergesa-gesa mengangkat sepasang rodanya untuk menahan serangan pedang Xin Suan. Terdengar dua senjata beradu. Dia menghindari gerakan pedang Xin Suan kemudian roda mataharinya menyerang ke arah perut Xin Suan. Tapi begitu jurus Hong Hai Er dikeluarkan, tubuh Xin Suan sudah menghilang dari hadapannya.
Hong Hai Er terkejut, kemudian di belakang lehernya, dia merasakan hawa pedang mendekat. Karena kaget dia jongkok. Dia menghindar juga tidak lupa untuk tetap menyerang. Tangan kanan menyerang ke belakang.
"Terima kasih!" Pedang yang tadi menyerang ke arah leher Hong Hai Er, di tengah-tengah malah-berhenti, arahnya berbelok, menusuk ke bawah.
Karena itu serangan Hong Hai Er seperti hadiah yang sengaja diantarkan kepada Xin Suan. Terdengar suara CHAT, tangan kanan Hong Hai Er berikut roda mataharinya terputus hingga jatuh ke tanah. Darah terus bermuncratan.
"Wuuaaah!"
Hong Hai Er berteriak dengan keras dan ambruk ke tanah.
Tapi Hong Hai Er tidak lama menahan rasa sakitnya, karena itu begitu melihat dia akan roboh, Xin Suan sudah melancarkan jurus lanjutannya. Ujung pedang tampak berkilau, dan kepala Hong Hai Er segera terbang mencelat beberapa meter dari tubuhnya.
Tie Ci Wei dan yang lainnya karena kaget, secara bersamaan mereka berdiri.
Xin Suan seperti orang senang kebersihan. Dengan cepat dia menghindar dari hujan darah itu kemudian berjalan kembali ke tempatnya. Dia mengambil undangan milik Hong Hai Er kemudian memungut kepala Hong Hai Er yang terjatuh. Dia meletakkan kepala Hong Hai Er di atas 'meja pesta' itu dan duduk kembali di sana.
Melihat mereka berlima, dia tertawa, "Kalian jangan tegang seperti itu! Silakan duduk!"
Tie Ci Wei dan lainnya melotot. Mereka terpaku melihat keadaan
ini.
Dengan ujung pedangnya Xin Suan menusuk seekor tikus
panggang lagi, dan memberikannya kepada Bu Kong Sheng, "Satu ekor ini kusiapkan untuk B iksu."
Bu Kong Sheng marah dan berkata, "Biksu tidak boleh makan daging!"
Xin Suan tertawa, "Apakah biksu boleh membunuh orang?" "Membunuh orang belum tentu perbuatan yang jahat."
Xin Suan mengangguk, "Masuk akal juga..apakah kau akan memberikan undangan itu padaku?"
Bu Kong Sheng tertawa dingin, "B iksu tidak percaya kepada ilmu sesat, karena itu aku ingin mencoba tajamnya pedangmu dengan taruhan kepalaku!"
Xin Suan makan daging tikus lagi.
Bu Kong Sheng seperti mempunyai perasaan akan dikalahkan oleh Xin Suan, tapi dia adalah seorang biksu jahat yang sudah banyak membunuh dan nama besarnya dibangun selama berpuluh- puluh tahun itu tidak mengijinkannya untuk tunduk begitu saja kepada Xin Suan. Karena itu dia terlihat seperti biksu tegar. Dia membawa tongkat biksunya lalu berjalan ke tanah kosong itu dan menunggu pertarungan yang mempertaruhkan hidup dan mati dengan Xin Suan.
Xin Suan tidak bergerak dengan tergesa-gesa. Dia masih asyik makan daging tikus hingga habis dan m inum secawan arak, dia membersihkan mulutnya setelah itu baru membawa pedangnya ke arah tanah kosong.
"Silakan!" "Silakan!"
Kemudian pedang dan tongkat bergerak secara bersamaan.
Pertarungan sengitpun dimulai lagi!
Tie Ci Wei, Ren Lang Xi Men Bao, Fu Qin Fu Ren, dan Y in Po Po. terus mengikuti gerakan Xin Suan dan Bu Kong Sheng. Tapi mereka sudah tidak peduli apakah Bu Kong Sheng akan kalah atau menang. Mereka hanya mengkhawatirkan keselamatan diri mereka sendiri.
Mereka sangat mengetahui bagaimana kemampuan ilmu silat Lau Wen Sheng dan Hong Hai Er. Tapi hanya bertarung beberapa jurus dengan Xin Suan mereka sudah mati di bawah pedang Xin Suan. Apakah mereka berempat bisa menang dari Xin Suan? Mereka sudah tahu jawabannya.
"Apakah ada yang tahu identitas orang itu?" tanya Y in Po Po.
Aku tidak pernah mendengar tentangnya!" jawab T ie Ci Wei. "Ilmu pedangnya sangat aneh. Aku tidak pernah melihat ilmu
pedang seperti itu," kata Ren Lang Xi Men Bao.
"Dia seperti jatuh begitu saja dari langit, tapi mengapa dia sengaja mencari kita?" tanya Fu Qin Fu Ren.
"Dia menginginkan undangan kita, apakah benar dia ingin berdagang dengan kita?" tanya Y in Po Po.
"Kakak Y in, apakah kau akan memberikan undanganmu kepadanya?" tanya Ren Lang Xi Men Bao.
"Aku belum mau pensiun dari dunia persilatan!" jawab Y in Po Po sambil tertawa dingin.
"Benar! Lebih baik kita tidak memberikan undangan kita kepadanya! Seumur hidup kita telah memperjuangkan nama kita, masa kita akan menghabiskannya dalam waktu sekejap?" kata Ren Lang Xi Men Bao.
"Melihat keadaan seperti ini, tidak memberikannya juga akan sulit. " kata Fu Qin Fu Ren dengan nada khawatir.
Ren Lang Xi Men Bao melihat teman-temannya dan berkata, "Kita bertujuh selalu menjalankan pekerjaan masing-masing, tidak pernah bergabung. Apakah kali ini "
Tie Ci Wei segera menjawab, "Kali inipun aku tidak akan bergabung."
"Apakah kau mempunyai keyakinan bisa mengalahkan dia?" tanya Fu Qin Fu Ren.
"Tidak!" T ie Ci Wei menggelengkan kepala.
"Kalau begitu, kau ingin mencobanya?" tanya Fu Qin Fu Ren. Tie Ci Wei tertawa dan menjawab, "Tidak, aku juga bukan orang yang tidak terkalahkan juga belum tentu akan menang, karena itu jika perlu..."
"Aaahhh!"
Kata-katanya belum selesai, Y in Po Po dan Fu Qin Fu Ren sudah menjerit.
Karena pertarungan antara Xin Suan dengan Bu Kong Sheng sudah bisa terlihat siapa yang menang dan siapa yang kalah. Setelah memasuki jurus kesepuluh, ilmu pedang Xin Suan ternyata lebih unggul dari Bu Kong Sheng. Dengan jurus aneh dia membacok hingga tangan Bu Kong Sheng putus.
Bu Kong Sheng berteriak, dia menjatuhkan tongkatnya dan segera lari,
"Kalau kau akan pergi, tinggalkan kepalamu dulu!" seru Xin Suan. Diiringi suara bentakan, pedangpun dilemparkannya.
Pedang melesat sangat cepat seperti kilat. Hanya dalam waktu singkat pedang itu sudah menyusul tubuh Bu Kong Sheng dan melewati belakang lehernya.
Karena itu keadaan Bu Kong Sheng seperti seekor burung yang sedang terbang dan terkena panah, lalu dari langit jatuh ke bumi. Kemudian Xin Suan menenteng lagi sebuah kepala yang darahnya masih menetes-netes, dia kembali lagi ke dekat meja pesta itu dan kepala itu dijajarkan dengan dua kepala yang sudah dipenggal sebelumnya.
Kemudian dia menusuk lagi seekor tikus panggang dan memberikannya kepada Tie Ci Wei.
Tie Ci Wei belum menunggu Xin Suan bicara, dia sudah menendang guci arak dan dia mundur!
Perhitungan dia adalah, "Kalau perlu aku akan melarikan diri!" Guci arak ditendang hingga seperti sebuah peluru yang melesat ke dada Xin Suan.
Tapi reflek Xin Suan sangat cepat. Di luar dugaan, terlihat badannya miring ke kanan dan tangan kirinya melayang, dia sudah menjemput guci arak itu. kemudian tubuhnya berputar, guci itu dilemparnya lagi.
Kali ini guci bergerak lebih cepat dibandingkan tadi. Hanya dalam sekejap sudah berada di belakang punggung T ie Ci Wei.
Tie Ci Wei yang sudah me larikan diri dengan jarak 10 meter lebih, begitu mendengar ada suara desingan, dia segera jongkok kemudian menjulurkan tangannya. Guci arak yang datang ke arahnya segera dipecahkan—
Karena guci arak itu pecah maka pecahan dan arakpun bermuncratan, membuat seluruh kepala dan wajahnya basah oleh arak. Dia ingin meloncat dan kabur tapi di depannya sudah ada bayangan yang menghadang. Lehernya terasa sakit. Begitu melihat dengan teliti, ternyata sebuah pedang sudah berada di tenggorokan dia.
Bukan main kaget dirinya. Begitu cepat gerakan Xin Suan.
Begitu cepat gerakan pedangnya.
Dia bukan manusia, melainkan dewa pedang.
Tie Ci Wei adalah pembunuh yang membunuh orang tanpa mengedipkan matanya, tidak pernah merasa takut kepada siapapun dan kepada apapun, tapi sekarang wajahnya terlihat pucat karena ketakutan. Tubuhnyapun gemetar.
Kedua tangannya diangkat. Berarti dia tidak akan melawan. Dengan suara gemetar dia berkata, "Aku... aku terima kekalahan ini. Ambillah undanganku!"
Xin Suan melihatnya kemudian tertawa dengan s inis, "Ma Si, kau benar-benar memalukan!" Kepala Tie Ci Wei terus mengeluarkan keringat dingin.
"Di antara ketujuh pembunuh, kau paling tinggi, besar, dan wajahmu penuh dengan cambang, dari luar terlihat sangat jantan, tapi ternyata kau yang paling tidak punya harga diri!"
Dengan gemetar Tie Ci Wei berkata, "Undangannya...ada di bajuku "
"Aku menginginkan undangan itu dan juga menginginkan kepalamu!" seru Xin Suan.
Wajah Tie Ci Wei segera berubah, "Kau "
'Kau' belum habis kata itu diucapkan, tenggorokan sudah terbuka lebar. Darah bermuncratan ke mana-mana. Kepalanya sudah meninggalkan lehernya.
Xin Suan mengambil undangan dari balik bajunya. Dia kembali menenteng kepala Tie Ci Wei dan kembali lagi ke meja pesta itu. Tampak Y in Po Po, Fu Qin Fu Ren, dan Ren Lang Xi Men Bao berdiri dalam satu baris, mereka seperti akan bergabung untuk me lawan Xin Suan.
Xin Suan tertawa seperti tidak melihat tingkah mereka. Dia duduk kembali dan meletakkan kepala itu ke dalam 3 barisan kepala manusia.
"Tolong jawab 2 pertanyaanku!" kata Y in Po Po.
“Katakan saja!" Xin Suan menjawab. “Kami bertiga bergabung juga, sepertinya masih bukan tandinganmu karena itu aku harus mati dengan jelas. Jika mati tanpa mengetahui apa-apa, rohku akan penasaran."
"Benar! Ini masuk akal!" jawab X in Suan.
"Pertanyaan pertama siapa sebenarnya dirimu? Dan datang dari mana?"
"Sejak dulu sebelum kau membunuh orang, apakah kau pernah membunuh orang dengan alasan jelas?" tanya Xin Suan. Y in Po Po tidak bisa menjawab.
"Banyak orang mati di tanganmu, merekapun tidak tahu mengapa mereka harus mati? Mengapa pada saat giliranmu akan mati, kau malah harus tahu apa alasannya?"
Y in Po Po bengong tidak bisa menjawab.
"Lalu apa pertanyaan kedua?" tanya Xin Suan.
"Pertanyaan kedua adalah, untuk apa kau ingin mendapatkan kepala dan undangan kami?" tanya Y in Po Po.
"Bukankah tadi aku sudah mengatakannya?" Xin Suan balik bertanya.
"Aku tidak percaya," kata Y in Po Po.
"Percaya atau tidak, terserah padamu," kata Xin Suan.
"Bila kau ingin dipercaya oleh orang penting, caramu ini sa lah," jelas Y in Po Po.
"Oh ya?"
"Aku bisa mengenalkanmu padanya dan aku jamin dia akan mempekerj akanmu, bagaimana?" tawar Y in Po Po.
"Terima kasih. Tapi aku lebih suka berusaha sendiri. Jika mengandalkan tenaga orang lain, itu tidak cocok dengan sifatku," jelas Xin Suan.
"Katakan kepadaku, apakah kaupun seorang pembunuh bayaran?" tanya Y in Po Po sambil menarik nafas.
"Benar!"
"Apakah kau membunuh demi uang?" "Benar."
"Lalu siapa yang menyewamu?" "Aku sendiri." Y in Po Po tertawa kecut, "Sepertinya kami akan mati tanpa tahu alasannya!"
"Didunia banyak orang mati tanpa sebab, apakah kalian juga ada pengecualian?"
Y in Po Po tampak sudah bertekad maju terus. Dia memukulkan tongkatnya ke tanah dan berkata kepada Fu Qin Fu Ren dan Ren Lang Xi Men Bao, "Kalian berdua, hari ini kita tidak boleh bertindak egois. Kita berada di atas perahu yang sama dan kita harus mendayung bersama, jika tidak kita semua akan mengalami nasib yang sama. Ayo, semangatlah!"