Jilid 21
AKHIRNYA setelah bersusah payah mencari kesana kemari, Ong Bun-kim berhasil juga menemukan gua Bu cing tong terletak diatas bukit Lui-im san.
Kiranya Bu cing tong terletak diatas bukit Bun cing-gay, tinggi tebing tersebut mencapai puluhan kaki lebih, diatas dinding batu karang terteralah tiga huruf besar yang berwarna hitam. "BU CING-GAY"
Dengan suatu lompatan yang gesit Ong Bun kim melompat naik keatas tebing tersebut di antara samar- samarnya pemandangan akibat kabut putih yang tebal, ia menjumpai sebuah gua besar, ditepi gua tersebut terpancang tiga huruf yang berbunyi:
"BU-CING-TONG"
Kejut dan girang Ong Bun kim menjumpai gua tersebut, Disinikah tempat tinggal dari Hek mo im yang merupakan tokoh sakti dalam dunia persilatan dimasa lampau?
Didalam inikah pedang sakti, "Sin-kiam" disimpan? Setelah merenung dan sangsi sebentar akhirnya Ong
Bun-kim memberanikan diri memasuki gua itu.
Suasana didalam gua tersebut gelap gulita sulit untuk melihat kelima jari sendiri tapi suasara gelap itu tidak menyulitkan Ong Bun kim, setelah berjalan lebih kurang tiga kaki kemudian, muncul sebuah simpang tiga didepan situ.
Untuk sesaat Ong Bun-kim berdiri tertegun di sana, dia tak tahu jalan manakah diantara ketiga buah lorong tersebut yang harus dipilih?
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, ia teringat kembali dengan tulisan yang tertera diatas telapak kakinya
"MASUK GUA BELOK KE KANAN"
Tanpa berpikir panjang lagi, diapun berbeIok ke kanan dan melanjutkan perjalanannya ke dalam.
Lorong gua tersebut makin lama semakin sempit, makin kedalam suasanapun makin gelap lagi lembab, berada dalam keadaan demikian, diam-diam bergidik juga Ong Bun kim dibuatnya.
Sementara itu, ia sudah membelok ke dalam sebuah tikungan, tiba-tiba pemandangan yang terbentang didepan matanya berubah, ia telah berada didalam sebuah ruangan istana yang amat besar dan megah.
Diatas maupun dibawah ruangan terlapis kabut putih yang tebal, Ong Bun kim merasakan dirinya seakan-akan sedang berada di dalam istana neraka yang menyeramkan.
Rasa seram dan ngeri mulai menyelimuti perasaannya, bulu kuduk serasa pada berdiri semua.
Suasana disana begitu sepi, hening dan tak kedengaran sedikit suarapun, seolah-olah sebuah istana kematian yang diliputi hawa kematian yang menggidikkan hati. Ong Bun kim melangkah masuk kedalam istana itu, kemudian menelusuri ruangan dan berjalan masuk lebih kedalam.
"Sreet! Sreet! Sreet...!" bunyi langkah kaki yang menggema dalam ruangan menimbulkan irama yang semakin mengerikan hati...
Entah berapa jauh ia sudah berjalan, akhirnya sampailah pemuda itu di depan sebuah altar, diatas altar batu tadi terletaklah sebuah kotak besi kira-kira setengah depa panjangnya serta sebilah pedang.
Ong Bun-kim merasakan jantungnya berdebar keras, ia tahu isi kotak besi itu tentukah kitab pusaka ilmu pedang, sedang pedang tersebut tak bisa disangkal lagi pastilah pedang sakti Sin-kiam.
Belum lagi ia menjamah kitab dan pedang itu, mendadak suara tertawa dingin yang menusuk telinga berkumandang datang dari empat arah delapan penjuru, suara itu melengking tajam tak sedap didengar, membuat orang menjadi bergidik rasanya.
"Siapa?" Ong Bun kim segera membentak.
"Siapa..." pantulan suara yang menggema dalam ruangan menciptakan pula serangkaian gema suara yang menyeramkan.
Suara tertawa dingin yang menusuk pendengaran itu bagaikan muncul dari mulut seorang iblis dari neraka, ditambahi situasi suasana dalam ruangan yang diliputi hawa kematian, sedikit banyak Ong Bun kim keder juga dibuatnya.
"Siapa disitu?" bentaknya kembali. Suara tertawa dingin yang menusuk pendengaran itu lenyap tak berbekas, suasana dalam ruangan telah pulih kembali dalam keheningan yang mencekam untuk kesekian kalinya Ong Bun kim terasa bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Wes... tiba2 sesosok bayangan hitam muncul dari belakang istana bagaikan sukma gentayangan.
Ong Bun kim menjerit kaget, tanpa disadari dia mundur dua tiga langkah ke belakang.
Dengan suatu gerakan yang sangat cepat, bayangan hitam itu berdiri didepan altar batu itu dan berdiri tak berkutik.
"Siapa kau?" Ong Bun kim segera membentak.
"Aku adalah malaikat pelindung pedang!" jawab orang itu dengan suara yang dingin bagaikan es.
"Apa? Kau adalah malaikat pelindung pedang."
"Benar, bukankah kau datang kemari untuk mengambil pedang sakti Sin kiam ?"
"Betul!" Ong Bun kim menjawab dengan nada yang berat.
"Huaah......dengan mengandalkabn kepandaianmu ditu, kau sudah aingin mengambilb pedang Sin-kiam tersebut?"
"Kenapa tidak boleh?"
"Kau masih belum memiliki kemampuan tersebut untuk berbuat demikian..."
"Kemampuan?"
"Sulit sih tidak bila kau ingin mendapatkan pedang Sin kiam tersebut, cuma kau harus menyambut tiga buah pukulanku lebih dahulu, jika kau sanggup menyambut ketiga buah seranganku itu, mungkin saja keinginanmu itu masih ada harapan."
"Seandalnya aku tak mampu untuk menerima ketiga buah seranganmu itu ?"
"Kau bakal mati disini."
Mendengar perkataan itu, Ong Bun-kim segera tertawa dingin.
"Heeehiih ..heeehhhh heeehhh. ...caramu itu memang sungguh merupakan suatu cara mendapatkan pedang yang menarik hati." katanya.
Orang itu balas tertawa dingin.
"Terlepas apakah cara ini menarik ataukah tidak, yang penting aku barus mencoba dulu kepandaian silatmu Nah bersiap siaplah, aku segera akan melancarkan serangan."
Belum selesai ucapan tersebut diutarakan, bayangan hitam sudah berkelebat lewat, segulung angin pukulan yang maha dahsyat dan berhawa dingin dengan cepatnya telah menyergap ke tubuh Ong Bun kim.
Sama sekali tak disangka oleh si anak muda itu bahwa musuhnya segera melancarkan serangan setelah berkata hendak menyerang, dalam keadaan demikian telapak tangan kanannya diputar untuk mengunci datangnya ancaman tersebut, kemudian dengan jurus Hek ya-mo-im (banyangan iblis dimalam gelap) dia melancarkan serangan balasan.
Serangan yang dilancarkan Ong Bun kim ini amat cepat, tapi bayangan hitam itu jauh lebih cepat, tahu-tahu serangannya yang kedua telah dilancarkan ke tubuh anak muda tersebut. Pada saat itu pula Ong Bun kim melancarkan pula serangannya yang kedua dengan jurus Mo im kui jiau (bayangan iblis cakar setan).
Tapi belum sampai setengah jalan, mendadak dadanya seperti dihantam orang keras-keras hingga tubuhnya mundur tujuh delapan langkah ke belakang dengam sempoyongan.
Dengan perasaan kaget cepat cepat pemuda itu mengatur pernapasannya, setelah yakin kalau tak terluka, ia baru sadar kalau musuh telah mengampuni jiwanya.
Coba kalau didalam serangannya tersebut, orang itu melakukan dengan tenaga pukulan yang berat, niscaya selembar jiwanyba sudah kabur kdembali kealam baaka.
Bayangan hbitam itu sudah berdiri kembali didepan altar, dari gerakan tubuhnya yang begitu cepat, dapat diketahui kalau tenaga dalam yang dimilikinya betul-betul sudah mencapai tingkatan luar biasa.
Ong Bun kim menghela napas dalam, pelan-pelan ia putar badan dan berlalu meninggalkan tempat itu.
Bukan saja ia tak sanggup menghadapi tiga jurus serangan lawan, bahkan dua jurus-pun tak mampu, dengan kemampuan semacam ini, apalah artinya untuk mendapatkan pedang Sin-kiam tersebut?
Baru tiga langkah Ong Bun kim berjalan, tiba-tiba terdengar suara yang dingin kaku itu berkumandang kembali.
"Berhenti!"
Ong Bun kim tertegun dan menghentikan langkahnya, sambil berpaling ia bertanya: "Ada apa?"
"Kemari!" Untuk kedua kalinya Ong Bun kim merasa tertegun, tanpa disadari diapun beranjak untuk berjalan kembali ke dalam ruang istana.
Tapi baru mencapai satu kaki dari hadapan bayangan hitam itu, kembali ia dibentak untuk berhenti.
"Aku toh tak mampu untuk menerima ketiga buah seranganmu, mau apa kau memanggilku kembali?" tegur Ong Bun kim dengan suara sedingin salju.
"Kau hendak ke mana?"
Tentu saja pergi meninggalkan tempat ini." "Bocah muda, siapa namamu?"
"Aku pikir soal nama dengan soal pedang Sin kiam tiada sangkut pautnya antara yang satu dengan yang lain."
"Kenapa?"
"Bukankah aku tak mampu untuk menerima ketiga buah pukulanmu?"
"Jujur juga kau bocah, betul, kau memang tak mampu menyambut ketiga buah pukulan ku, tapi bukankah kau telah belajar ilmu pukulan Hek mo sin ciang?"
Terperanjat Ong Bun kim setelah mendengar perkataan itu, jantungnya terasa berdebar keras.
Dari mana kau bisa tahu?" serunya tertahan.
"Ketika bertarung melawanku tadi, bukankah ilmu pukulan yang kau gunakan adalah ilmu pukulan Hek-mo- sin-ciang?" orang itu balik bertanya.
"Benar!"
"Siapa namamu? Ong Bun-kim!" "Apa? Kau bernama Ong Bun kim?" Seruan tertahan itu jelas diucapkan dengan perasaan yang amat terkejut seakan-akan sama sekali tidak menyangka.
"Adakah sesuatu yang tidak beres?" tanya Ong Bun-kim dengan perasaan tercekat.
"Kau adalah putranya Ong See liat?"
Sekali lagi Ong Bun kim merasa amat terperanjat, dengan cepat dia balik bertanya.
"Dari mana kau bisa tahu?"
Ternyata orang itu tidak menjawab pertanyaan Ong Bun kim, kedua belah pihak menjadi terbungkam tutuk beberapa saat lamanya.
"Dimanakah ayahmu sekarang..?" tanya orang itu selang beberapa saat kemudian.
"Telah mati!"
"Mati secara mengenaskan?" "Betul!"
"Kapan peristiwa itu terjadi?"
"Lima belas tahun berselang..." secara ringkas ia mengisahkan peristiwa terbunuhnya Ong See liat di tangan orang.
Selesai mendengarkan kisah tersebut, tiba-tiba orang itu bergumam seorang diri.
"Tak kusangka kata-kata dari mendiang suhu begitu cocok dan tepat dua puluh tahun kemudian, sobat karibku telah tewas secara mengenaskan."
"Siapakah kau?" tanya Ong Bun kim dengan perasaan terkesiap. "Pernah kau dengar tentang seorang anggota persilatan yang bernama Giok bin hiap (pendekar berwajah kumala) Yu Tiong?"
Ucapan tersebut ibaratnya halilintar yang membelah bumi ditengah hari bolong, membuat Ong-Bun kim saking terperanjatnya sampai melongo dengan mata terbelalak.
"Jadi kau... kau adalah Giok bin hiap (pendekar berwajah kumala...?" pekiknya.
"Betul, aku dan ayahmu datang kemari bersama-sama dimasa itu?"
"Dan kau. kau masih hidup?"
"Apakah kau menganggap aku telah mati?" orang itu balik menanya.
"Boanpwe tidak bermaksud demikian, cuma saja banyak orang yang telah menganggap kau sudah tiada termasuk juga putrimu sendiri."
"Kau... Kau maksudkan putriku yang dilahirkan oleh Leng po siancu. ?"
"Betul!"
"Apakah ayahmu tak pernah berjumpa dengannya?" "Tidak!"
"Oooh. Thian! Bukankah peristiwa ini telah menciptakan suatu kesalahan paham yang amat besar? Ketika ayahmu pergi meninggalkan gua Bu-cing tong, aku telah berpesan kepadanya agar pergi menjumpainya!"
"Locianpwe, kenapa kau tidak meninggalkan tempat ini?" tanya Ong Bun kim dengan perataan tidak habis mengerti. "Aku mendapat perintah dari mendiang guruku untuk melindungi pedang tersebut, melindungi hingga pedang itu didapatkan seseorang...?"
"Betul! sejak dulu Hek mo im telah mengetahui bahwa kami bekal sampai di sini, maka masing-masing telah meninggalkan sepucuk surat kepada kami, bagaimanakah isi surat-untuk ayahmu tidak keketahui, tapi dalam surat yang ditujukan kepadaku telah dijelaskan bahwa kami bukan orang yang berhak untuk mendapatkan pedang Sin Kiam tersebut, karena itu dianjurkan kepada kami untuk menjadi anggota perguruannya serta belajar ilmu.
"Selama hayatnya Hek mo im telah meninggalkan tiga jilid buku, sejilid kitab ilmu pedang, sejilid kitab ilmu yang ditujukan kepada kami dan kitab ketiga baru merupakan Hak mo keng.
"Enam tahun setelah selesai belajar ilmu, aku-dan ayahmu berniat untuk pergi meninggalkan tempat ini, tapi pada saat itulah kami telah menemukan sepucuk surat yang lain.
Surat itu diletakkan diatas meja batu dari mendiang guru kami, sewaktu kami hendak pergi dari sini, tiba-tiba berhembus segulung angin yang membawa surat tadi kehadapan kami.
"Dalam surat itu kecuali menjelaskan tentang keberhasilan kami berdua dalam berlatih ilmu, ada empat hal yang diterangkan pula, yakni pertama setelah kemunculan ayahmu dalam dunia persilatan, lima tahun kemudian jika kurang hati-hati didalam menghadapi persoalan, dia akan mati secara mengenaskan, kedua aku harus tetap tinggal di sini utuk melindungi pedang mustika, ketiga pemilik pedang Sin kiam haruslah sepasang suami istri" "Suami istri?" sela Ong Bun-kibm.
"Benar, dan dkeempat, dua pualuh tahun kemudbian seorang yang pandai ilmu pukulan Hek mo sin ciang akan datang kemari, dialah yang akan memindahkan pedang untuk menerima persembahan!"
"Memindah pedang untuk menerima persembahan?" kata Ong bun-kim terperanjat.
"Yaa, setiap benda yang berada dalam dunia ini selalu mempunyai semacam persenyawaan untuk memilih pemiliknya, pedang Sim kiam terhitung benda kuno yang bertuah, oleh karena itu diapun bisa memilih pemiliknya sendiri, jika orang tak berjodoh yang memperoleh pedang ini, maka akibatnya tentu akan ketimpa musibah..."
"Perkataan itu ada benarnya juga, tapi apa yang dimaksud dengan memindahkan pedang untuk menerima persembahan?"
"Pedang sakti Sin-kiam merupakan senjata andalan guruku yang dihormati dan disanjung oleh setiap orang, menjumpai pedang itu bagaikan berjumpa dengan guru sendiri, seandainya ada orang menggunakan pedang ini untuk menjagoi dunia persilatan, betul umat persilatan pada takut dan keder, namun bukan berarti mereka merasa takluk!"
"Benar juga perkataan ini!" Ong Bun kim manggut- manggut tanda membenarkan.
"Nah sebab itulah suhu telah menerangkan secara jeIas, dalam suratnya bahwa pedang ini pasti disembah secara terbuka, barang siapa dapat menyembah pedang itu sehingga keluar sepanjang tiga inci dari sarungnya, orang itulah yang akan menjadi pemilik pedang mustika Sin kiam!" "Bukankah hal ini berarti harus diselenggarakan juga pertemuan besar Pay kiam ci bwee?"
"Betul! Kalau tidak demikian, siapakah umat persilatan didunia ini yang akan merasa takluk?"
Sekali lagi Ong Bun kim manggut-manggut.
"Tadi kau bilang, orang yang akan mendapatkan pedang ini seharusnya adalah sepasang suami istri?" kembali ia bertanya.
"Betul, pedang Sin kiam dinamakan juga pedang cinta, menurut apa yang kuketahui, kecuali seorang lelaki dan seorang perempuan menyembah bersama, sulit untuk menggerakkan pedang itu keluar dari sarungnya, dan kedua orang itupun harus mempunyai jodoh dengan pedang ini!"
"Itu kan berarti orang-orang dari kalangan Buddha maupun agama To tiada harapan untuk memperoleh pedang tersebut?"
"Betul!"
"Apakah orang persilatan mengetahui akan hal ini?" "Sekalipun orang yang tidak tahu amat banyak bukan
berarti tiada orang yang mengetahui akan hal ini."
"Kalau memang demikian, kenapab akulah yang hadrus menjadi oraang yang memindabhkan pedang untuk menerima persembahan?"
oooo0dw0oooo
BAB 66
SEBAB suhu telah menunjuk kau sebagai orang yang memindahkan pedang ini dari sini menuju ke suatu tempat yang lain guna menerima persembahan dan setiap orang." jawab Giok-bin-hiap kemudian.
"Harus dipindah kemana?"
"Kuil Siau lim si, sebab partai Siau lim merupakan perguruan nomor wahid didunia, lagipula merupakan tempat suci dari kaum Buddha, maka barang siapa berniat untuk mendapatkan pedang ini, setiap orang harus ikut menghadiri ucapan penyembahan terhadap pedang."
"Kapan pertemuan Pay kiam ci hwee tersebut akan diselerggarakan" tanya Ong Bun kim kemudian.
"Setiap saat bisa diselenggarakan!" "Dan kau?"
"Aku adalah malaikat pelindung pedang..."
"Aku rasa kata "malaikat" lebih cocok kalau dirubah menjadi manusia."
"Baik, akulah manusia pelindung pedang, akan kulindungi pedang itu sampai senjata wasiat ini didapat orang."
"Apakah kau akan mengikuti diriku menuju kekuil Siau lim si?"
"Tentu saja!"
"Kalau demikian, bagaimana kalau sekarang juga kita berangkat meninggal tempat ini?"
"Bagus, mari kau pindahkan pedang ini!"
"Dengan langkah lebar Ong bun-kim maju kedepan dan mendekati altar ditengah ruangan, saat itulah dia baru melihat jelas paras muka Giok bin-hiap yang sesungguhnya. Dia bara berusia empat puluh tahunan, berwajah putih bersih bagaikan kemala, meski usianya sudah mencapai usia pertengahan namun ketampanannya masih terlihat jelas, julukan Giok-bin-hiap memang cocok sekali baginya.
Ketika tiba didepan meja altar Ong Bun-kim menyembah dulu kepada pedang mestika tersebut, kemudian ia baru mengambil pedang Sin kiam yang cuma tiga depa itu dari meja.
Dalam pandangan Ong Bun kim, pedang ini tak jauh berbeda dengan pedang-pedang biasa, pemuda itu menjadi tak habis mengerti, kenapa pedang yang tampaknya amat sederhana dan bersahaja itu memiliki pengaruh yang begitu besar?
Dengan tangan kranan memegang ptedang, tangan kqiri membawa kotrak besi yang berisikan kitab ilmu pedang, pelan-pelan ia menuruni ruang istana.
Kepada Giok bia-hiap katanya kemudian sambil menatapnya lekat-lekat.
"Cianpwe, apakah kita boleh berangkat sekarang juga?" "Baik, kita berangkat sekarang juga" Ong Bun kim
memasukkan kotak berisi kitab pusaka itu ke dalam
sakunya dan menggenggam pedang sin-kiam ditangan, kemudian dengan langkah lebar keluar dari gua diikuti Giok bin hiap dari belakang.
Setelah keluar dari gua Bu- cing tong, Ong Bun kim baru tak tahan untuk bertanya.
"Cianpwe, bolehkah aku mengajakan suatu pertanyaan kepadamu?"
"Persoalan apa?" "Bukankan dalam gua itu terdapat simpang tiga? Kecuali lorong sebelah kanan dua yang lainnya akan tembus sampai dimana?"
"Jalan buntu!. kedua duanya menuju ke sebuah barisan
penyesat sukma yang bisa membunuh siapapun." "Ooooh. "
Giok-bin-hiap Yu Liong berkata lebih jauh:
"Aku dan ayahmu telah menjadi anggota perguruan Hekmo im, usianya jauh lebih muda dari pada usiaku, ia adalah suteku, maka selanjutnya kau harus memanggil, supek kepadaku!"
"Baik supek !"
"Sutit, boleh aku bertanya pula tentang satu hal?" "Apa yang ingin kau tanyakan, supek?"
"Kau telah berjumpa dengan putriku?" "Benar, dia bernama Yu Cing!" "Cantikkah dia?"
"Cantik sekali, sayang dia terlalu murung dan selalu bermuram durja. "
"Kau tahu dia tinggal dimana?" "Tidak!"
Giok-bin biap menggerutkan dahinya rapat rapat, kembali ujarnya:
"Selama hampir dua puluh tahun aku hidup dalam gua, boleh dibilang tiap hari selalu kurindukan mereka ibu dan anak, sekarang bila sampai terjadi salah paham seperti ini, lantas bagaimana baiknya?" "Tidak mungkin, kau bisa memberi keterangan kepadanya tentang duduk persoalan yang sebenarnya"
Maka berangkatlah kedua orang itu melanjutkan perjalanan menuju ke arah kuil Siau lim si.
Di tengah jalan, Ong Bun kim seperti teringat akan sesuatu hal, tanpa terasa ia bertanya lagi:
"Supek, aku ingin bertanya lagi kepadamu tentang suatu persoalan yang sangat aneh!"
"Persoalan apa?"
"Bukankah kau mengatakan bahwa pedang itu baru bisa keluar sendiri dari sarungnya setelah disembah oleh suami istri?"
"Betul, dan lagi kedua orang itu harus orang-orang yang mempunyai rejeki besar!"
"Seandainya dia tak beristri?"
"Sehabis diselenggarakannya pertemuan pedang ini, mereka harus melangsungkan pernikahannya."
"Apa maksudmu?"
"Dikala menyembah pedang, setiap orang boleh menyembah dengan perempuan siapa pun, sebab siapa tahu kalau perempuan itu adalah calon istrinya, seandainya kemudian terbukti bahwa pedang itu keluar dari sarungnya, maka merekapan secara resmi merupakan suami istri."
"Bebas mengajak perempuan manapun untuk menyembah pedang?" Ong Bun kim tertegun.
"Betul."
"Seandainya ketika aku sedang menyembah pedang dengan seorang perempuan berusia empat puluh tahunan, tiba-tiba pedang itu keluar dari sarungnya, lantas bagaimana?"
"Hal ini tak mungkin terjadi!" "Tak mungkin?"
"Benar, kejadian semacam ini adalah suatu kejadian yang tidak mungkin, kau jangan menaruh curiga terhadap kehebatan pedang ini. apalagi istri yang terikat oleh pedang ini pasti akan hidup dengan penuh kebahagiaan."
Meskipun Ong Bun kim merasa agak keheranan, tapi setelah kejadian berlangsung demikian. diapun tidak banyak berbicara lagi.
"Yaa. biar saja kejadian yang sesungguhnya kita ikuti setelah tiba pada saatnya nanti" katanya sambil manggut- manggut.
Perjalbanan yang merekda lakukan sunggauh teramat cepabt, suatu hari sampailah mereka di kuil Siau lim si yang terletak dibukit Siong san.
Kepada Giok bin hiap, Ong Bun kim berkata. "Supek bagaimana cara kita memasuki kuil ini?"
"Beri kabar kepada ciangbunjinnya agar keluar pintu untuk menyambut kedatangan pedang Sim Kiam!"
"Aaah, masakah pedang itu mempunyai kewibawaan sebesar ini?"
"Kalau tidak percaya, kenapa tidak di coba sendiri?"
Ong Bun kim mengangguk, kemudian pelan pelan berjalan menuju kedepan pintu kuil.
Sebuah papan nama besar dengan tiga huruf emas yang memancarkan cahaya berkilauan terpancang diatas pintu gerbang kuil Siau lim-si. Baru saja si anak muda itu akan melangkah masuk kedalam halaman kuil, mendadak terdengar saseorang membentak dengan suara berat, dalam dan nyaring.
"Siapa di situ?"
Ong Bun kim berhenti seraya palingkan kepalanya ke arah sana berasalnya suara teguran itu.
Seorang pendeta tua yang berwajah angker tahu-tahu sudah berdiri tegap didepan pintu.
Pendeta tua itu memandang sekejap kearah Ong Bun- kim serta Giok bin-hiap, lalu tegurnya.
"Ada urusan apa sicu berdua datang mengunjungi kuil kami?"
Sambil mengangkat pedang Sin kiam tinggi-tinggi, Ong Bun-kim berseru dengan lantang.
"Sin-kim berada disini, harap ciangbunjin partai Siau lim tampil untuk menyambut kedatangannya"
"Sin Kiam !"
Pendeta tua itu tampak amat terperanjat sehingga paras mukanya ikut pula berubah.
"Betul, pedang Sin Kiam yang menjadi milik Hek mo im dimasa lampau, sekarang telah berada disini" jawab Ong Bun kim dengan suara dalam.
Mendengar nama "Hek mo im" disinggung paras muka pendeta tua itu berubah hebat, buru-buru serunya:
"Harap Sin-Kiam tunggu sebentar, looceng segera akan memberi kabar kepada ciangbun jin untuk menyambut pedang mestika"
"Cepat pergi!" "Baik!"
Setelah mengiakan, dengan langkah cepat pendeta tua itu lari masuk kedalam kuil.
Ong Bun kim yang menyaksikan kbejadian ini diadm- diam merasa taerperanjat, ia btak mengira kalau nama besar "Sin kiam" betul-betul bukan hanya nama kosong belaka.
Tak lama kemudian muncul beberapa sosok bayangan manusia dari balik ruangan kuil Siau-lim-si orang yang berjalan dipaling muka adalah seorang pendeta tua beralis putih.
Ia memandang sekejap pedang Sin kiam yang berada ditangan Ong Bun kim. kemudian sambil memberi hormat katanya:
"Pinceng Hoat Hay tak tahu kalau Sin kiam bakal berkunjung kemari, jika kami semua terlambat menyambut, harap suka dimaafkan!"
Ong Bun kim merasa tertegun, untuk sesaat lamanya dia tak tahu bagaimana musti menjawab.
"Apakah kau adalah ciangbunjln dari partai Siau lim?" Giok bin hiap segera menegur.
"Yaa, benar ! Entah ada pesan apa yang akan disampaikan oleh pedang mestika?"
"Dalam pesan terakhirnya, suhuku Hek mo-im menerangkan bahwa penyembahan terhadap pedang akan dilangsungkan dalam kuil ini..."
Secara ringkas diapun memberi keterangan kepada ketua dari partai Siau lim Ini tentang semua rencana yang telah disusun.
Mendengar keterangan itu, buru buru Hoat-hay taysu berkata. "Kejadian ini merupakan suatu kejadian yang membanggakan partai kami, sudah barang tentu pinceng tak akan menampik, silahkan pelindung pedang langsung memasuki ke halaman Tat mo wan!"
Dibawah pimpinan Hoat hay taysu. sampailah mereka didalam ruang Tat mo wan!
Setelah meletakkan pedang Sin kiam dan kotak besi berisi Kitab pusaka ke atas meja altar ditengah ruangan. Ong Bun kim segera mengundurkan diri dari situ.
Tiba-tiba Hoat hay taysu bertanya kepada Giok bin hiap: "Maaf atas kelancangan pinceng, tolong tanya apakah
sicu adalah Giok bin-biap yang termashur tempo dulu?" "Betul!"
"Konon sicu dan Ong See-liat bersama-sama telah lenyap dari keramaian dunia persilatan?"
"Benar. "
Setelah Giok bin hiap memberi penjelasan seperlunya, Hoat hay taysu baru mengerti akan duduknya persoalan.
Pada saat itulah, seorang pendeta membisikkan sesuatu ke sisi tilinga Hoat hay tay su, mendengar bisikan tersebut sorot mata Hoat hay taysu segara dialihkan ke wajah Ong Bun kim.
"Sicu, tolong tranya apakah kaut bernama Ong Buqn kim?" tegurnyra kemudian dengan perasaan terkesiap.
"Benar!"
"Murid Kui ji suseng?"
"Benar!" Ong Bun kim kembali mengiakan, "apakah ciangbunjin ingin menanyakan soal enam jilid kitab pusaka dari enam partai besar?" "Benar, enam jilid kitab pusaka dari enam partai besar telah dicuri oleh gurumu, hingga kini belum juga kitab itu dikembalikan sedangkan Sicu pun sudah membunuh puluhan orang anggota partai besar..."
"Siapa suruh pihak enam partai besar mendesak diriku terus menerus. "
"Sekalipun peristiwa itu terjadi karena disebabkan alasan tertentu, namun kami enam partai besar sulit untuk memaafkan perbuatan dari sicu itu. "
"Lantas menurut pendapat ciangbunjin, apa yang kau kehendaki?
"Sicu harus menyerahkan kembali keenam jilid kitab pusaka itu kepada kami"
"Tapi kitab itu tidak berada ditanganku. "
Sekalipun begitu, paling tidak sicu kan tahu berita tentang keenam jilid kt;ab pusaka kami?"
"Betul, aku memang sudah mengetahui jejaknya, bahkan aku telah bersumpah pada suatu ketika keenam jilid kitab pusaka itu pasti dapat kurampas kembali dan menyerahkannya kepada enam partai besar!"
"Bolehkah aku tahu, keenam jilid kitab pusaka itu kini berada ditangan siapa?"
Ditangan ketua perguruan San tian bun!"
"Apa?" Hoat-hay taysu sangat terkejut dengan hati yang tercekat dan bergidik ia mengulangi ucapan itu sekali lagi.
"Ditangan ketua perguruan San tian bun?" "Benar."
"Oooh lantas bagaimana baiknya?" "Tak usah kuatir ciangbunjin, aku pasti dapat merampasnya kembali."
Dengan perasaan serius Hoat hay taysu manggut- manggut, keningnya berkerut dan lama sekali tak berbicara.
"Ciangbunjin !" kata Giok bin hiap tiba-tiba, "ada satu hal aku ingia memohon bantuanmu."
"Persoalan apa? Katakan saja terus terang!"
"Tolong kabarkan kepada semua sahabat dari dunia persilatan, katakan bahwa bulan ini tanggal dua puluh siang hari adalah saatnya untuk menyembah pedang!"
"Lolap pasti akan menitahkan anak murid perguruanku untuk menyebar luaskan berita ini, harap sicu berlega hati!"
"Selain daripada itu, masih ada beberapa persoalan tolong kabarkan pula kepada segenap sobat-sobat persilatan katakan bahkan setiap orang yang hendak datang kemari untuk menyembah pedang, dilarang membawa perasaan dendam atau napsu ingin membunuh, jika berani bersikap kurang ajar terhadap Sin kiam, pasti akan mati secara mengerikan"
"Baik!"
Berbicara sampai disitu, Giok bin hiap lantas berpaling kepada Ong Bun kim seraya katanya:
"Ong sutit kau juga boleh pergi, bukankah kau sudah mempunyai kekasih...?"
Ong Bun kim manggut-manggut, peristiwa ini teIah merupakan suatu masalah yang cukup pelik baginya.
Dia bukan cuma punya kekasih, diapun mempunyai istri, tapi diantara sekian banyak orang, yang manakah yang merupakan istrinya yang sebenarnya ?" Ia merasa amat murung dan kesal, sebab dia sadar bila persoalan ini tidak diselesaikan secara baik, akibatnya urusan akan menjadi runyam.
Teringat sampai disitu, tanpa terasa Ong Bun-kim mengerutkan dahinya rapat-rapat.
Melihat itu, dengan keheranan Giok bin hiap Iantas bertanya:
"Hey, kenapa dengan kau?"
"Aku... aku bukan cuma punya kekasih, akupun sudah beristri..."
Secara ringkas dia lantas membeberkan persoalan yang dihadapinya itu kepada Giok bin hiap.
Mendengar persoalan itu, Giok bin biap langsung saja mengerutkan dahinya rapat-rapat.
"Waah persoalan ini memang cukup sulit Iagi pelik, cuma aku pikir persoalan ini tentu akan beres dengan sendirinya bila waktunya telah tiba nanti." katanya kemudian.
"Seandainya mereka datang serentak? Apa yang harus ku perbuat?"
"Maksudmu seandainya Lan Siok-ling, Hui mo pangku, Bunga iblis dari neraka datang bersama ketempat ini, apa yang musti kau perbuat?"
"Benar!"
"Soal ini tak perlu kau kuatirkan, meskipun Sin kiam harus didapatkan oleh sepasang suami istri, tapi apakah kau adalah orang ybang berhak menddapatkan pedang atersebut masih bmerupakan suatu tanda tanya besar, sampai waktunya nanti, kau boleh maju bersama mereka satu persatu" 00000OdwO00000
BAB 67
MENDENGAR perkataan itu. Ong Bun kim manggut- manggut. karena memang Inilah cara yang paling baik untuk mengatasi persoalan itu.
la berhasrat untuk mendapatkan pedang mestika tersebut, sudah barang tentu segala sesuatunya baru bisa dibicarakan setelah persoalannya berkembang nanti. Ong Bun kim berpikir sejenak, lalu ujarnya.
"Kalau begitu, keponakan ingin mohon diri lebih dahulu."
"Silahkan!"
Ong Bun kim segera mohon diri kepada ciangbunjin dari siau lim pay, dan berangkat menuruni bukit Siong-san.
Tapi setibanya dikaki gunung, ia baru kebingungan, kemana ia- musti pergi sekarang?
Tiba-tiba pemuda itu teringat kembali akan diri Tay khek Cin kun serta Mo kui-seng kiam Phang Pak bun yang tertinggal di perguruan San tian bun, bagaimana nasib mereka berdua?
Berpikir tentang masalah ini, hatinya menjadi gelisah sekali, ia bertekad untuk menyelidiki persoalan ini sampat jelas lebih dulu, tapi dalam masalah inipun ia merasa menjumpai kesulitan, dapatkah ia berkunjung kembali ke perguruan San tian bun?
Sudah jelas berbicara dari tenaga dalam yang dimiliki, dia masih bukan tandingan dari ketua perguruan San tian bun, Ciu Li li, itu berarti menyelidiki secara menyerempet bahaya tak bisa dilakukan, terpaksa ia akan melakukan penyelidikan secara diam-diam.
Setelah mengambil keputusan, berangkatlah arak muda itu dengan kecepatan luar biasa.
Untuk sementara waktu, baiklah kita tinggalkan Ong bun kim yang sedang menyelidiki jejak dari Tay khek Cin kun serta Phang Pak-bun.
Sementara itu berita tentang akan diselenggarakannya pertemuan Pay kiam ci-bwe dengan cepat sudah tersiar dalam dunia persilatan.
Munculnya pedang Sin kiam milik Hek mo im dalam dunia persilatan, betul betul sudah menimbulkan gelombaug keributan yang sangat dahsyat dalam dunia persilatan, setiap orang sama-sama bertekad hendak mendapatkan pedang mustika tersebut.
Bulan empat tanggal dua puluh.
Berbondong-bondong kawanan jago dari dunia persilatan pada berdatangan kekuil Siau lim si untuk mengikuti pertemuan Pay bkiam ci bwee.
Ddi depan pintu gaerbang kuil terbsebut, berdirilah empat orang pendeta yang bertugas menerima tamu.
Setelah ditanya maksud kedatangan mereka, maka kawanan jago persilatan itupun dipersilahkan masuk kedalam ruang kuil.
Sih kiam adalah sebuah benda mustika yang merupakan incaran dari setiap umat persilatan, apakah benda itu akan mengakibatkan timbulnya suatu badai perebutan yang sengit.
Sampai sekarang hal mana masih merupakan suatu tanda tanya besar. Ketua partai Siau-lim, Hoat hay taysu dengan didampingi empat orang pendeta tua masing-masing berdiri didepan pintu ruang Tat-mo wan sambil mengawasi kedatangan para jago yang hilir mudik memasuki ruangan.
Dalam ruangan, Giok bin hiap berdiri di-samping altar melindungi keselamatan pedang Sin kiam, ia berjaga-jaga disitu dengan angker dan tidak membiarkan kejadian tak sopan berlangsung disana.
Pada saat itulah tiba-tiba dari luar ruangan berkumandang suara seruan yang amat nyaring.
"Ketua perguruan San tian bun dengan membawa anggota perguruannya tiba!"
Begitu mendengar disebutnya nama "perguruan San tian bun", ketua partai Siau lim yang berdiri didepan pintu serta kawanan jago Iihay yang berada dalam ruangan sama-sama menunjukkan perasaan kaget.
Seketika mereka mendongakkan kepalanya dan berpaling keluar ruangan.
"Tampaklah seorang manusia berkerudung memakai baju putih, didampingi dua orang manusia berkerudung lainnya melangkah masuk ke dalam halaman ruangan Tat mo wan.
Hoat hay taysu seaera maju menyambut, setelah memberi hormat katanya:
"San tian buncu, terimalah hormat lolap!"
"Ciangbunjin tak perlu banyak adat!" tukas ketua perguruan San tian bun itu sambil tertawa dingin.
"Apakah kedatangan Buncu kemari adalah untuk menyembah pedang mestika ?" "Benar, tolong tanya ciangbunjin, kenapa pedang Sin kiam bisa berada dalam perguruan anda?"
Dengan suara dalam dan berat Hoat hay ciang bunjin menjawab:
"Menurut pesan terakhir dari Hek mo im, Sin kinm tersebut harus dibawa kedalam partai kami oleh malaikat pelindung pedang untuk menerima penghormatan disini!"
"Siapa yang menjadi Malaikat pelindung pedang?" "Seorang jago yarg dulu dikenal sebagai Giok-bin hiap!" "Apa? Dia adalarh Giok bin hiapt?"
"Benar !"
Buqncu dari pergurruan San tian bun itu tidak berbicara lagi, dia lantas melangkah maju siap memasuki ruang Tat mowan.
Tapi sebelum ia sempat masuk, dengan suatu kecepatan luar biasa Hoat hay ciangbunjin telah maju kemuka serta menghadang jalan perginya.
"Tunggu sebentar Buncu!" serunya. "Ada apa?"
"Malaikat pelindung pedang telah berkata setiap orang yang datang kemari untuk menghormati pedang, harus mempunyai hati yang jujur dan terbuka, diapun harus menghormati pedang itu dengan wajah aslinya, kalau tidak maka hal itu berarti suatu tindakan yang kurang sopan kepada pedang Sin kiam!"
Buncu dari perburuan San tian bun, Ciu Li li segera tertawa dingin tiada hentinya.
"Kalau kurang hormat lantas bagaimana?" ejeknya. "Dia pasti akan mati dalam keadan mengerikan!"
Sekali lagi buncu dari perguruan Sin tian bun itu tertawa dingin.
"Heeehhb heeehhh. heeehh aku ingin sekali melihat dengan cara yang bagaimanakah kematianku itu bisa dianggap sebagai suatu kematian yang mengenaskan, ciangbun jin! Harap minggir!"
Hoat hay ciangbunjin tertawa hambar, dia lantas menyingkir kesamping memberi jalan lewat.
Dengan angkuhnya ketua perguruan San tian-bun Ciu Li li melangkah masuk kedalam ruangan.
Tampaknya Giok bin biap menaruh perhatian khusus terhadap Buncu dari perguruan San tian-bun ini sebab dia sudah tahu kalau Su hay-bong-kek Ong See liat telah tewas ditangan orang ini.
Setelah masuk kedalam ruangan. Ciu Li li segera tertawa dingin, sindirnya dengan sinis:
"Sungguh pertemuan ini merupakan suatu pertunjukan yang sangat ramai!"
Kesinisan dan keangkuhannya itu dengan cepat mengobarkan kembali hawa amarah dihati Giok-bin hiap.
Setelah berada didalan ruangan, ketua perguruan San tian bun Ciu Li li tidak menghentikan sama sekali langkahnya, malahan dia berjalan menuju kedepan altar di mana pedang Sin-kiam tersebut diletakkan.
Menyaksikan tindak tanduknya yang pongah itu, paras muka semua jago lihay yang berada dalam ruangan segera berubah hebat.
Pada saat itulah buncu dari perguruan San tian bun itu sudah berada lebih kurang satu kaki didepan altar, tapi ia tidak bermaksud berhenti malah selangkah demi selangkah berjalan lebih mendekat.
"Berhenti!" mendadak Giok bin hiap membentak nyaring.
Mendengar bentakan tersebut, serta merta buncu dari perguruan San tian bun itu menghentikan langkahnya, kemudian dengan suara yang amat dingin:
"Ada apa?" "Mau apa kau?"
"Menonton pedang Sin kiam!"
"Saat untuk memberi hormat kepada pedang suci belum tiba!"
"Aku cuma ingin memeriksa dulu. pedang Sin kiam tersebut adalah sebilah pedang yang asli atau palsu!"
Paras muka Giok-bin hiap kembali berubah hebat, bentaknya penuh kegusaran:
"San tian buncu, kau berani memandang hina pedang Sin kiam?"
"Aku tidak bermaksud menghina, aku bicara sesungguhnya."
Belum selesai San tian buncu berbicara, dari luar pintu telah berkumandang kembali suara teriakan lantang:
"Hui mo pangcu tiba!"
Menyusul bentakan yang amat nyaring itu, terdengar seseorang menghardik lalu melintas sesosok bayangan putih, tahu-tahu Ciu Li li sudah menerjarg ke hadapan altsr berisi pedang Sin-kiam tersebut. Gerakan dari Ciu Li li ini sangat cepat bagaikan sambaran kilat, dalam sekejap mata ia sudah tiba disasaran.
"Kau berani!" bentak Giok bin hiap marah.
Bayangan hitam saling bergumul menjadi satu lalu saling berpisah satu dengan lainnya.
Bagaikan sambaran kilat yang berkelebat lewat, dengan sempoyongan Buncu dari perguruan San tian bun itu mundur sejauh tujuh delapan langkah sebelum berhasil berdiri tegak.
Dengan suara dingin Giok bin hiap membentak:
"San tian Buncu, kalau kau berani turun tangan lagi, hati-hati kalau aku akan menghukum kau lebih dulu!"
Dalam pada itu, Tay pangcu dari perkumpulan Hui mo- pang yakni Kim lo sat dengan membawa wakil ketuanya Gin lo sat telah melangkah masuk ke dalam ruangan.
Buncu dari perguruan San tian bun Ciu Li li segera tertawa dingin, ejeknya.
"Ilmu silat yang kau miliki betul-betul hebat sekali, baiklah, aku akan menunggu sampai-saat persembahan pedang."
Seusai berkata, dia lantas menyelinap mundur dari tempat itu.
Sementara disini ribut-ribut, Kim Lo sat serta Gin Lo sat telah berada dalam ruang tengah dan berdiri pula disamping.
Tak lama kemudian, dari luar ruangan secara beruntun kedengaran suara teriakan nyaring yang berkumandang berulang kali-
"Kelelawar malam tiba !" "Jago pembawa lampu tiba..." "Lan Siok-ling tiba..."
"Bunga iblis diri neraka tiba..."
Tiang seng lojin dan Hian ih lihiap tiba. "
"Yu Cing tiba. "
Ketika mendengar nama "Yu Cing" disebut. Giok bin hiap Yu Tiang kontan merasakan sekujur badannya bergetar keras, karena orang yang disebut namanya itu bukan lain adalah putrinya dari hasil hubungannya dengan Leng po Siancu.
Akan tetapi Yu Cing sendiri tidak tahu kalau orang yang melindungi pedang sekarang justru ayah kandungnya yang dicari-cari selama ini, setelah berbincang-bincang sebentar dengan Tiang seng lojin, Hian ih Li hiap dan bunga iblis dari neraka, diapun berdiri menanti disisi ruangan.
Waktu itu dalam ruangan Tat mo wan yang begitu luas telah terhimpun beratus-ratus orang jago lihay yang datang dari segenap penjuru dunia persilatan, tapi ada satu perguruan yang diperhatikan orang justru belum hadir sampai detik itu. itulah perguruan Yo leng bun.
Tengah hari sudah tiba, saat untuk melakukan upacara Pay kiam sudah hampir dilangsungkan.
Suara berbisik-bisik dalam ruangan semakin ramai, sehingga suasananya berubah menjadi gaduh.
Yu Cing memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian tanpa terasa ia bertanya kepada Tiang seng lojin.
"Kenapa Ong Bun kim belum juga hadir disini?" "Entahlah!" jawab Tiang seng lojin menggeleng "tapi aku
rasa dia pasti akan datang kemari" Setelah berhenti sejenak, ia berkata kembali:
"Nona Yu, tahukah kau siapa orang yang berdiri disisi altar dalam ruangan itu?"
"Siapa?" Yu Cing balik bertanya dengan wajah tertegun. "Ayahmu!"
"Apa? Ayahku?"
Mendengar khabar tersebut, Yu Cing tak tahan untuk menjerit keras, jeritan itu dengan cepat mengejutkan pula banyak orang jago- yang berada di sekitar sana, sehingga sorot mata mereka bersama-sama dialihkan kewajah gadis itu.
Selang sesaat kemudian, setelah gejolak-dalam hatinya berhasil diatasi, ia berkata kembali:
"Kau maksudkan dia. dia adalah Giok bin hiap?"
"Betul !"
Tak terlukiskan pergolakan emosi yang dialami Yu Cing pada saat ini. ia sudah banyak tahun mencari jejak ayahnya Giok bin hiap, tapi tidak pernah berhasil, tak disangka hari ini orang yang dicari justru telah berdiri dihadapannya dalam keadaan segar bugar.
Paras mukanya agak berubah, tiba-tiba dia melangkah maju dan menghampiri Giok bin hiap.
Tiang seng lojin yang menyaksikan kejadian itu, segera membentak dengan cepat.
"Nona Yu, apa yang hendak kau lakukan?"
"Aku hendak bertanya kepadanya, kenapa ia tak pernah pulang untuk menengok kami ibu dan anak. " "Jelas dibalik kejadian ini tentu ada sebab sebabnya, kenapa tidak kau tanyakan persoalan ini setelah upacara Pay kiam terselenggarakan ?
Yu Cing menengok sekejap kearah Giok-bin hiap, akhirnya dia manggut-manggut dan mundur kembali ketempat semula.
Ditengah keheningan, tiba-tiba dari luar pintu berkumandang kembali suara seruan yang amat nyaring.
"Ong Bun kim tiba..."
Ditengah seruan yang amat nyaring itu. semua orang merasakan hatinya bargetar keras dan paras mukanya berubah, kontan sorot mata semua orang dialihkan keluar pintu di mana Ong Bun-kim dengan langkah yang tegap sedang berjalan masuk ke dalam ruangan.
Ong Bun-kim melirik sekejap sekeliling ruangan itu kemudian setelah memberi hormat kepada jago pembawa lampu dan Kelelawar malam, dia berjalan menuju ke sisi Tiang seng lojin.
"Boanpwe menghunjuk hormat untuk kesehatan locianpwe!" katanya sambil memberi hormat kepada Tiang- seng lojin.
"Ong sauhiap tak perlu banyak adat!"
Maka Ong Bun kim memberi hormat pula kepada Hian ih liniap setelah itu dia baru berpaling, dimana ada sepasang mata yang diliputi kesedihan sedang menatapnya tanpa berkedip.
Kedua orang itu bukan lain adalah Bunga iblis dari neraka serta Leng Siok ling. Ong Bun kim terkesiap, baru saja dia hendak mengucapkan sesuatu, Yu Cing telah buka suara lebih dulu, katanya.
"Ong sauhiap, siapakah orang yang melindungi pedang itu?"
"Ayahmu!" "Sungguhkah ini?" "Benar!"
"Mengapa selama hampir dua puluh tahun lamanya dia tak pernah pulang untuk menengok kami ibu dan anak berdua?".
"Tentu saja hal ini ada alasannya..."
Secara ringkas Ong Bun kim menceritakan bagaimana kisah Giok bin hiap memasuki gua Bu cing tong kemudian bagaimana dia disuruh belajar ilmu disana. dan
sebagainya. dan sebagainya.
Selesai mendengar cerita itu, Yu Cing baru menghela napas panjang, katanya:
"Aaai. ? Kiranya begitulah keadaan yang sebenarnya"
Setelah berhenti sejenak, dia berkata lagi. "Bukankah kau hendak mencari Tan Hong hong?" "Benar!"
Berbicara sampai disitu, Ong Bin kim segera berjalan menuju kearah Bunga iblis dari neraka berdiri.
Ketika tiba kurang lebih tiga depa didapati gadis itu, terasa pemuda itu menghentikan langkahnya.
Setelah menatapnya tajam tajam, serunya penuh luapan emosi: "Nona Tan !"
Paras muka bunga iblis dari neraka agak berubah, katanya dengan cepat:
"Apakah kau Ong Bun-kim masih mengenali diriku?" Ong Bun-kim merasa sangat sedih, katanya terbata-bata.
"Nona Tan aku, aku aku telah menuduhmu yang bukan- bukan...aku tahu aku telah salah . .kau... pengorbananmu buauu terlalu besar, kenapa...kenapa Kau bersedia mengorbankan diri sebesar itu demi... demi aku?"
Berbicara sampai disitu, Ong Bun kim merasa kerongkongannya seperti tersumbat, kata-kata selanjutnya tak sanggup diucapkan lagi.
Bunga iblis dari neraka merasa amat sedih, terlepas apakah Ong Bun kim akan menyukai perbuatannya atau tidak, ia toh tetap mencintainya, mencintainya dengan sepenuh hati.
Dengan pandangan mata yang sayu ia menatap wajahnya lekat-lekat, kemudian dengan sedih dan suara terisak bisiknya:
"Jadi... jadi kau sudah mengetahui segala-galanya?" "Benar... tapi kenapa kau sampai berbuat demikian?" "Karena cinta!"
Sekujur badan Ong Bun kim kembali gemetar keras.
"Lantaran kau mencintai aku?" seru pemuda itu dengan perasaan terkejut sekali.
"Yaa.." air matanya tak terbendung lagi, seperti air bah segera meleleh keIuar membasahi pipinya, walaupun ia berusaha untuk menahan air matanya, namun pipinya toh menjadi basah juga. Dengan sedih Ong Bun kim berkata.
"Begitu besar kau telah berkorban bagiku tapi dengan cara apa aku Ong Bun kim dapat membalas budi kebaikanmu itu?"
"Kalau aku mengharapkan balas budi darimu, tak nanti akan kulakukan perbuatan itu bagimu..."
Kalau bisa Ong Bun kim ingin sekali menerjang maju ke muka, memeluknya erat-erat dan menciumnya seratus kali.... sebribu kali....
dTapi sekarang maereka berada dib hadapan khalayak ramai, dia berusaha keras untuk mengendalikan perasaannya.
Pelan-pelan dia menundukkan kepalanya, kemudian berkata.
"Terlalu banyak yang kau berikan untukku."
"Asal kau bisa memahami perasaanku, itu sudah lebih dari cukup, marilah, kita tak usah membicarakan persoalan itu lagi."
Ya, mereka memang tak perlu membicarakan persoalan itu lagi sebab kecuali suatu kenyataan yang tragis, sesuatu kenyataan yang mencabik-cabik hati mereka berdua, tiada sesuatu yang perlu diingat dan dibicarakan lagi.
Dengan sedih Ong Bun-kim manggut-manggut.
"Aku hendak memberi tahu kepadamu, Hiat hay long-cu telah tewas ditanganku!" katanya.
"Sudah tewas?"
Bagaikan kena aliran listrik bertegangan tinggi, sekujur tubuhnya bergetar keras, bagaimanapun juga Hiat hay longcu adalah laki-laki pertama yang telah menggaulinya, selaput daranya lenyap ditangan lelaki itu juga.
"Yaa, dia sudah mati, kau tidak menyalahkan aku bukan?" sahut Ong Bun-kim sedih.
la menggelengkan kepalanya, dengan suatu kesedihan yang tak terlukiskan dengan kata-kata ia memberikan jawabannya, yaa, bagai mana mungkin dia akan menyalahkan dirinya. Tidak...!"
oooOdwOooo
BAB 68
TAPI, terhadap kematian dari seseorang yang telah merenggut kehomatannya, baik dia mencintai atau membencinya, peristiwa itu mendatangkan pula perasaan sedih yang luar biasa.
Ong Bun kim dapat memahami perasaannya, pelan- pelan dia berjalan, menghampiri Lan Siok-ling, dia tak ingin membicarakan soal apa-apa lagi dengannya, sebab banyak berbicara hanya akan menambah kesengsaraan serta penderitaan kedua belah pihak.
Tapi ia mengerti, bahwa dia harus mencintainya, dia harus mengawininya dan mempersembahkan rasa cinta murninya kepada gadis itu, agar dia melupakan kejadian lampau yang telah mencabik-cabik perasaan itu.
Ketika tiba dihadapan Lan Siok ling, diapun mengangguk. "Nona Lan?"
Lan Siok-ling menghela napas sedih, serunya: "Ada apa?"
"Aku merasa bahwa aku sudah banyak melakukan hal hal yang tidak baik kepadamu." "Tidak apa-apa... itulah atas kehendak ku sendiri, cuma aku ada satu persoalan hendak memberitahu kepadamu, walaupun kita belum ada sebutan sebagai suami istri, tapi aku sudah mempunyai anak."
"Apa?" sekujur badan Ong Bun kim bergetar keras, saking kagetnya dia sampai menjerit tertahan.
Dengan sedih kembali Lan Siok ling berkata: "Sungguh, aku sudah punya anak. Anak kita berdua !"
Dalam keadaan demikian. Ong Bun kim tak dapat mengatakan apakah berita itu merupakan suatu kegembiraan ataukah suatu kepedihan.
Ia pernah berharap bisa mempunyai keturunan, agar setelah ia mati ada orang yang bisa meneruskan cita-citanya untuk membalas dendam.
Tapi kenyataannya kemudian, ia tidak jadi mati.
Berbicara sejujurnya, ia dan Lan Siok ling bisa bersatu bukan lantaran dasar cinta yang sejati, sekarang dia tidak berharap bisa mempunyai seorang anak tapi kesalahan yang telah dilakukannya dahulu, kini sudah mulai berubah.
Berpikir sampai disini, diam-diam Ong Bun-kim merasa terperanjat, kembali dia berseru:
"Kau benar-benar sudah mempunyai anak?" "Ya, kau tak akan menyangkal bukan?" "Oooh tidak, aku tak akan menyangkal." "Kau bisa menyukainya?"
Ong Bun kim tertawa getir, "Yaa. aku dapat menyukainya!" dia mengangguk.
"Dan kau mengakui aku sebagai istrimu?" "Mengakui, tapi ada sementara persoalan lain yang harus kukatakan dulu kepadamu."
"Katakan, aku akan mendengarkan dengan seksama!" "Selain kau, aku masih mempunyai banyak sekali teman
perempuan yang lain."
"Aku tahu, aku tak akan menyalahkan dirimu!"
"Kalau kau dapat mengerti, aku merasa berterima kasih..."
Belum lagi perkataan dari Ong Bun kim itu diselesaikan, tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin yang amat tak sedap didengar buncu dari perguruan San tiau-bun mengejek dengan sinis.
"Ong Bun kim! Tidak kusangka kalau nasibmu masih begitu baik sehingga bisa hidup sampai kini!"
Dengan cepat Ong Bun kim menengadah, tapi begitu tahu siapa yang mengajaknya berbicara, paras mukanya kontan berubah menjadi mengerikan sekali.
"Oooh rupanya kau?" serunya. "Betul, kenapa?r"
"San tiam Buntcu, aku memang qsedang mencarimru!" "Mau apa mencari aku?"
"Bagaimana dengan Tay khek Cinkun serta Mo kiu seng kim Phang Pak bun ..?"
Sekali lagi buncu dari perguruan San-tian bun itu teriawa dingin.
"Kemungkinan besar mereka sudah kembali ke akhirat untuk memberikan pertanggung jawabnya!"
"Haaah?! Apa kau bilang?" " Heeehhh heeehhh heeehah ...kenapa musti terkejut? Mereka telah mengalami nasib yang sama dengan kau, telah kuhajar kedua-duanya sehingga tercebur ke dalam jurang yang puluhan ribu kaki dalamaya itu!"
Sekali lagi paras muka Ong Bun kim berubah hebat, bentaknya keras-keras:
"Sungguhkah perkataanmu itu!" "Sungguh!"
"Bangsat, kubunuh kau!"
Sambil membentak keras Ong Bun kim bergerak maju ke depan, dalam gusarnya gerakan ini benar-benar dilakukan dengan garang sambil melejit kehadapan buncu dari perguruan San tian bun itu, sebuah pukulan dahsyat segera dilancarkan.
Baru saja Ong Bun kim akan melanjutkan ancamannya itu, mendadak terdengar seseorang membentak kerat.
"Tahan!"
Mendengar bentakan itu, tanpa terasa Ong-Bun kim menghentikan gerakan tubuhnya, ketika ia mendongakkan kepalanya, tampaklah orang yang barusan berbicara itu adalah Giok bin siap Yu-Tiong.
"Oog Bun kim!" bentak sipendekar berwajah pualam Yu Tiong dengan suara dingin. "kau tahu tempat apakah ini? Berani benar kau bertingkah disini?"
Mendengar bentakan itu, Ong Ban kim agak tertegun, tapi dengan cepat ia dapat memahami perkatakan dari Giok bin hiap tersebut.
Sekarang adalah saatnya upacara Pay kiam akan diselenggarakan, siapa saja dilarang bertindak sesuatu yang menunjukkan sikap memandang rendah kesucian pedang Sin kiam itu.
"Ong Bun kim!" kembali Giok, bin hiap berkata dengan dingin, "kalau kau berani sembarangan melancarkan serangan lagi, kubunuh dirimu lebih dahulu!"
Dengan gemas dan penuh kebencian Ong Bun-kim memandang sekejap kearah Buncu dari perguruan San tian bun itu, kemudian katanya dengan suara dingin:
"Ciu Lili, aku tak akan membiarkan kau hidup lebih jauh!"
"Kau... darimana kau bisa tahu jika aku... aku bernama Ciu Li li?" seru Buncu dari perguruan San tian bun itu dengan perasaan tercekat.
"Hmm! Apanya yang aneh dengan dirimu itu!"
Seusai berkata dia lantas berjalan kembali ke tempat semula.
"Ong Bun kim !" tiba-tiba Kim Lo sat dari perkumpulan Hui mo pang menegur, "kau masih ingat dengan aku."
Ong Bun kim melirik sekejap ke arahnya, kemudian tertawa getir, cepat-cepat dia kembali ke tempat semula.
Walaupun antara dia dengan Kim lo sat mempunyai ikatan sebagai suami istri, tapi ia sama sekali tidak mencintainya.
Setelah balik kembali ke tempat semula, pemuda itu berdiri tertegun dengan kening berkerut, banyak sekali persoalan yang harus dipertimbangkan olehnya, terutama perempuan yang manakah yang akan dipilihnya untuk bersama-sama menyembah pedang. Dalam pada itu, masa diselenggarakannya penyembahan terhadap pedang sudah semakin dekat, suasana dalam ruangan sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.
Tiba-tiba dari luar pintu ruang tengah berkumandang kembali seruan nyaring:
"Kwan Siok kim tiba!"
Mengikuti seruan tersebut, seorang nona berbaju putih berjalan masuk kedalam ruangan, tapi kecuali Ong Bun kim seorang, tak seorangpun diantara mereka yang tahu siapa gerangan Kwan Siok kim tersebut.
Ong Bun kim berpaling dan memandang sekejap ke arah gadis itu, ketika empat buah mata saling bertemu, hatinya terasa bergetar sangat keras.
Pelan-pelan Kwan Siok kim berjalan mendekati ke arahnya.
Setelah tiba di depan anak muda itu, sapanya.
"Ong sauhiap, baik-baikkah kau selama kita berpisah?" "Terima kasih atas perhatianmu, bagaimana dengan kau
sendiri?"
"Aku baik-baik saja."
Setelah berhenti sejenak, katabnya lagi sambild tertawa sedih.a
"Kau tidak menbgira bukan kalau aku bakal datang kemari untuk mencarimu?"
"Ya! Kedatanganmu sungguh jauh diluar dugaanku, entah ada urusan apa kau kemari?"
"Ooh.. tidak ada apa-apa, aku hanya datang menjengukmu, kau tidak senang?" "Mana, mana, bagaimana dengan orang tuamu? baik semua?"
"Mereka sangat baik, terima kasih atas perhatianmu!" "Aaaah, mana, mana!"
"Ong Sauhiap, konon ditempat ini sedang diselenggarakan suatu pertemuan menyembah pedang?"
"Yaa, darimana kau bisa tahu?"
"Karena aku kangen kepadamu, maka setelah kepergianmu akupun ikut keluar untuk mencarimu, tapi kemanapun aku mencari selalu tak berhasil menemukan kau, ada orang yang memberitahu katanya besar kemungkinan kau berada disini."
"Oooh...! Jadi kau datang hanya karena ingin menjengukku saja...?" kata Ong Bun kim menegas.
"Benar, sekarang aku akan pergi!" "Pergi? Kenapa begitu terburu-buru..."
"Aku telah berjumpa denganmu, maka aku boleh pergi dengan perasaan yang lega dan tenteram."
Dibalik perkataan itu terpancarlah semua perasaan cinta dan kangennya yang telah tersimpan selama ini dalam hatinya, tentu saja halmana membuat Ong Bun kian amat terkejut.
Setelah tertawa getir, katanya: "Mengapa kau tidak pergi setelah upacara penyembahan pedang nanti selesai?"
"Kau menahan aku?" "Benar !"
"Baiklah !" Tiang-seng lojin segera berpaling ke arah Ong-Bun kim seraya bertanya: "Ong sauhiap, siapakah nona itu?"
-oo0dw0oo--