Jilid 10
"BUNGA iblis dari neraka, lagi-lagi kau!"
"Bertul, memang lagi-lagi aku yang muncul di hadapanmu. Aku hanya ingin tahu, hendak kau bawa ke mana adik Ong ku itu?"
"Jangan kuatir, pokoknya aku tidak akan membinasakan dirinya!"
"Apa yang hendak kau lakukan terhadapnya?" "Mungkin akan menyelamatkan jiwanya!"
"Kau dapat menolongnya ?" tanya Bunga iblis dari neraka dengan paras muka berubah.
"Kemungkinan besar! Kau dapat berlega hati bukan?" Bunga iblis dari neraka mengangguk pelan, sahutnya: "Dia adalah seorang pemuda yang bernasib jelek, semoga saja kau tak akan membinasakan dirinya!"
"Jangan kuatir!"
Selesai berkata ia sudah siap meninggalkan tempat itu.
Tapi belum sempat ia berlalu dari situ, tiba tiba terdengar seseorang membentak lagi:
"Berhenti!"
Mendengar seruan itu, si nona berbaju merah segera membatalkan niatnya untuk pergi dari situ.
Bayangan manusia berbaju biru segera ber-kelebat lewat, dua orang dayang berbaju biru yang pernab dijumpainya tadi, kini sudah menghadang kembali jalan pergi mereka.
"Mau apa kalian berdua datang kemari?"
"Minta kepadamu untuk lepaskan dia!" sahut dayang baju biru yang ada di sebelah kanan.
"Siapakah kalian berdua?"
"Pesuruh dari Gin Lo sat, perkumpulan Hui mo pang!"
Mendengar nama itu, si nona berbaju merah itu segera tertawa terbahak bahak.
"Haahhh . . . haaahhh . . . haaahhh . . . apa hubungan kalian berdua dengan Ong Bun-kim?"
"Nona kami ingin menjumpainya!"
"Kalau aku enggan menyerahkannya kepadamu?"
"Aku pikir nona adalah seorang yang pintar, masa tak akan kau serahkan orang itu kepada kami?"
Si nona cantik berbaju merah kembali tertawa dingin. "Heeabhh . . . heeehhh . . . heoehhh . . . secara terus terang kuberitahukan kepada kalian, nama besar Hui mo pang mungkin bisa membuat orang lain menjadi takut, tapi jangan harap bisa memecahkan nyaliku!"
Mendengar perkataan itu, paras muka dua orang dayang berbaju birupun ikut berubah hebat.
"Jadi kau tetap bersikeras tak akan menyerahkan kepadaku?"
"Kalau kalian merasa punya kepandaian yang bisa diandalkan, apa salahnya kalau dicoba sendiri?"
Tampaknya dayang berbaju biru itu sudah tak dapat menahan sabar lagi, sambil membentak keras ia langsung menubruk ke arah nona cantik berbaju merah itu, sebuah pukulan dahsyat langsung ditujukan ke dada lawan.
Serangan itu dilancarkan dengan kecepatan yang luar biasa dan sulit dilukiskan deogan kata-kata.
"Cari mampus . . . ." bentak nona berbaju merah itu marah.
Bayangan merah berkelebat lewat, dua serangan gencar dilepaskan untuk membendung kedua buah serangan lawan.
Habat juga pukulannya itu, secara tepat ia berhasil mendesak kedua orang dayang berbaju biru itu untuk menarik kembali serangan mereka.
Hawa napsu membunuh segera menyelimuti wajah nona cantik berbaju merah itu, bentaknya:
"Kalian pingin mampus?"
Belum habis dua orang dayang itu mem-bentak keras, sambil melompat ke depan sekali lagi mereka telah melancarkan serangan kilat. Nona cantik berbaju merah itu tak tahan lagi segera bentaknya:
"Kurangajar, kubunuh kalian berdua!"
Secepat kilat ia meleparkan tiga buah serangan berantai.
Ilmu silat yang dimiliki gadis cantik berbaju merah itu memang tinggi dan mengerikan, tampak bayangan merah berputar kian ke mari, dua orang dayang itu gagal untuk mendekati musuhnya.
Tiba tiba .....
Sesosok bayangan manusia kembali me-nerjang masuk ke dalam arena, ternyata orang itu adalah Lan Siok ling, ketika dilihatnya nona cantik berbaju merah itu sedang terlibat dalam suatu pertarungan yang sengit melawan dua orang dayang berbaju biru itu, mendadak ia ikut menerjang pula ke depan.
Bungab iblis dari nerdaka segera bertaindak cepat, iab maju ke depan dan menghadang jalan perginya.
"Mau apa kau?" bentaknya.
"Engkoh Ong berada ditangannya!" teriak Lan Siok ling penuh kecemasan.
Bunga iblis dari neraka segera tertawa dingin.
"Heehhb . . . hehhh heehh jangan kuatir, dia tak akan
membunuhnya." "Siapakah orang itu?"
"Dia mempunyai nama julukan yang amat tersohor, aku pikir kaupun pasti akan terkejut setelah mengetahuinya "
"Siapa dia?"
"Dawi mawar merah " "Aaaah...!" dengan perasaan amat terkejut Lan Siok ling menjerit tertahan, sepasang matanya terbelalak lebar lebar seperti dua buah gundu, ia benar benar amat terkejut oleh ke nyataan tersebut.
Sementara itu dua kali dengusan tertahan berkumandang dari arah gelanggang, dua orang dayang berbaju biru itu terlempar ke luar dari arena, lalu muntah darah segar dan tak dapat bangun kembali
Dewi mawar merah tertawa dingin, tubuh-nya segera melompat ke depan dan berlalu dari situ.
Tak seorang manusiapun yang tahu atau
menduganya, apa yang hendak di lakukan Dewi Mawar merah atas Bun kim, menyelamatkan jiwanya? Ataukah mempunyai tujuan tertentu?
Dengan suatu kecepatan yang luar biasa Dewi mawar merah membawa Ong Bun kim berlalu dari situ, sangat cepat ia berlarian di tengah kegelapan malam, dalam waktu singkat tubuhnya sudah lenyap dibalik tikungan di depan sana.
Setelah melewati suatu masa yang lama dan panjang sekali, akhirnya Ong Bun kim sadar kembali dari pingsannya, ia merasa tubuhnya masih berada di bawah ketiak Dewi mawar merah, bahkan sama sekali tak mampu berkutik.
Paras mukanya segera berubah, segera bentaknya: "Hei, sebenarnya apa yang hendak kau lakukan?"
Dewi mawar merah menengok pemuda itu sekejap ketika dilihatnya Ong Bun kim telah sadar, lalu sahutnya ketus:
"Pokoknya aku tak akan membunuhmu, kenapa musti kuatir?" "Sebenarnya apa yang hendak kabu lakukan terhaddapku?"
"Menyelaamatkan jiwamu!b"
"Apa...? Kau kau dapat menyelamatkan jiwaku?"
"Benar. "
Ketika kata terakhir selesai diucapkan, ia telah menotok kembali jalan darah Ong Bun-kim.
Kemudian dengan beberapa kali lompatan Dewi mawar merah telah melewati tebing bukit itu, kemudian tubuhnya berputar dan lari menuju ke atas sebuah tebing curam yang amat terjal letaknya.
Di atas tebing curam yang terjal terdapat sebuah gua kecil, dengan sekali lompat Dewi mawar merah menerobos masuk ke dalam gua tersebut.
Baru saja gadis itu menginjakkan kakinya ke atas tanah dalam gua itu, dari balik gua segera berkumandang suara bentakan nyaring:
"Siapa di situ?"
"Aku, suhu!" Dewi mawar merah segera menyahut. "Kau? Muridku?"
Belum selesai perkataan itu, Dewi mawar merah telah menerobos masuk ke dalam gua.
Jangan dilihat ruangan masuk gua itu sempit sekali, ternyata ruangan dalamnya mana lebar, bersih lagi:
Kecuali sebuah pembaringan batu dan beberapa buah kursi batu, dalam gua tersebut tidak tampak perabot lain. Seorang perempuan tua berbaju hitam yang kira kira berusia limapuluh tahun pelan-pelan bangkit berdiri dan menyongsong kedatangan gadis itu.
Dewi mawar merah maju serta memberi hormat, lalu katanya; "Tecu memberi hormat buat suhu!"
"Tak usah banyak adat, eei siapa yang kau bawa?"
Dewi mawar merah membaringkan tubuh Ong Bun-kim di atas tanah, lalu ujarnya: "Suhu, ia menderita luka parah!"
Setajam sembilu sinar mata perempuan tua berbaju hitam itu, diawasinya sekujur tubuh Ong Bun-kim, lalu secara tiba-tiba ia berseru tertahan.
"Aaah....!" jeritan itu mengadung nada kaget dan heran, membuat Dewi mawar merah menjadi tertegun.
-ooo0dw0ooo-
BAB 29
"KENAPA suhu?"
Di atas raut wajah perempuan tqua berbaju hitarm yang penuh berkeriput itu segera menampilkan luapan emosi dan perasaan keheranan yang sangat tebal, tegurnya. "Siok-cu, sia... siapakah dia?"
"Ia bernama Ong Bun-kim!" "Ong Bun-kim ?"
"Betul. ada apa dengan dia?"
"Aneh, benar-benar sangat aneh." "Apanya yang aneh?" "Coba lihatlah, bukankah bukankah raut wajahnya rada mirip dengan wajahmu sendiri?"
"Apa?" Dewi mawar merah menjerit kaget.
Ucapan tersebut sungguh di luar dugaannya, ia tak menyangka rampai ke situ maka bisa dibayangkan betapa terkejutnya setelah mendengar perkataan dari gurunya.
Lama, lama sekali, ia baru bertanya dengan suara gemetar:
"Suhu, kau . . .kau mengatakan wajahnya agak mirip dengan wajahku?"
"Benar!"
Tanpa terasa Dewi mawar merah mengamati wajah Ong Bun kim tajam tajam, benar juga, semakin dipandang ia merasa wajan Ong Bun kim semakin mirip dengan wajahnya, untuk sesaat lamanya ia menjadi tertegun dan berdiri mematung di situ.
Selang sesaat kemudian, dengan alis mata berkerut perempuan tua berbaju hitam itu berkata lagi:
"jangan... jangan..."
Jangan jangan kenapa? Ia tidak mengutarakan lebih lanjut, hanya secara tiba-tiba ia mengalihkan pembicaraannya ke soal lain.
"Di mana letak lukanya?" "Di atas punggung!" "Terluka karena apa?"
"Terkena pedarg beracun Liu yap kiam milik Mo kui kiam jiu!" Perempuan tua berbaju hitam iiu seperti mempertimbangkan sesuatu, lama-lama sekali ia membungkam dalam seribu basa...
Tiba tiba Dewi mawar merah kerkata lagi.
"Suhu, ada satu persoalan aku lupa mem-beritahukannya kepadamu..."
"Soal apa?"
"Mata uang kematian berada disakunya!"
Sekujur badan perempuan tua berbaju hitam itu menggigil keras, lalu dengan suara gemetar bisiknya:
"Sung... sungguhkan perkataanmu itu?" "Sungguh!"
"Dia memiliki berapa biji?" "Enam biji!"
"Dari dari mana kau bisa tahu?"
"Setiap umat persilatan sudah mengetahui akan kejadian ini, aku rasa berita itu tak mungkin bisa salah lagi!"
Sekali lagi sekujur badan perempuan tua berbaju hitam itu menggigil keras, wajahnya penuh pancaran emosi... di balik kesedihan yang meliputi wajahnya, dia seakan-akan sedang memikirkan sesuatu...
"Suhu!" kembali Dewi mawar merah berkata, "Konon dia membutuhkan mata uang kematian karena katanya hanya Iblis cantik pembawa maut yang dapat menyelamatkan jiwanya, bila suhu berhasil menyelamatkan jiwanya sekarang, aku pikir dia pasti rela untuk menyerahkan mata uang kematian untuk kita!" Perempuan tua berbaju hitam itu menghela napas sedih, katanya kemudian:
"Aaaai... akhirnya mata uang kematian ada juga kabar beritanya..." setelah menghela, napas lagi, ia baru berkata, "Balikkan tubuhnya, akan kuperiksa mulut luka pada punggungnya itu!"
Sambil berkata, pelan-pelan perempuan tua berbaju hitam itu berjalan menghampiri si anak muda itu.
Dewi mawar merah telah membalikkan tubuh Ong Bun kim dengan punggungnya menghadapi ke atas, pakaian bagian punggung yang terluka dirobeknya pula, maka tampaklah dua bilah pedang Lui yap kiam telah menembusi tubuhnya hingga tinggal gagangnya, tiga inci diseputar mulut luka telah berubah menjadi hitam pekat.
"Suhu, kau dapat menolong jiwanya?" tanya Dewi mawar merah kemudian dengan perasaan cemas.
"Aaai... tampaknya sulit!" jawab perempuan tua berbaju hitam itu sambil menggelengkan kepalanya.
"Aaaah . . . !" mendengar jawaban tersebut Dewi mawar merah menjerit keras karena kaget.
"Cuma, untungnya masih ada sedikit harapan!
"Kalau begitu cepat tolonglah jiwanya!" pinta si gadis cemas.
Tiba tiba perempuan tua barbaju hitam itu bertanya: "Sudah berapa lama kau kenal dengannya?"
"Baru beberapa jam!"
"Tampaknya kau sangat menguatirkan keselamatan jiwanya?" Kontan saja selembar wajah Dewi mawar merah berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus.
"Suhu, aku berbuat demikian semuanya demi mata uang kematian!" belanya cepat-cepat.
Perempuan tua berbaju hitam itu tertawa ewa.
"Baiklah!" katanya kemudian, "akan kucoba untuk menolongnya, tapi seandainya sampai gagal atau dia sampai mati, aku tak mau menanggung resikonya..."
"Tidak mungkin suhu, aku percaya tenaga dalam suhu amat sempurna, ilmu pertabibanmu juga tak terkalahkan."
"Cukup, kau tak perlu menyanjung diriku!"
Sambil tertawa perempuan tua berbaju hitam itu mengeluarkan sebutir pil berwana hitam dari sakunya lalu dijejalkan ke dalam mulut Ong Bun-kim....
Kemudian ia serahkan pula dua bungkus bubuk obat kepada Dewi mawar merah sambil pesannya:
"Ingat, ketika kugunakan hawa murni untuk mengisap ke luar pedang Liu yap kiam yang bersarang di punggungnya nanti, kau harus menaburkan bubuk obat itu secara terpisah di atas mulut lukanya!"
"Aku mengerti, suhu!"
Dengan perasaan berat perempuan tua ber-baju hitam itu mengangguk, tangan kanannya segera bekerja keras untuk menepuk sadar jalan darah Oag Bun-kim yang tertotok.
Bersamaan waktunya ketika ia menotok bebas jalan darah tersebut, dengan suatu gerakan yang sangat cepat, tangan kanannya ditempelkan di atas punggung si anak muda itu, kemudian pelan-pelan digerakkan naik ke atas... Pada saat tangannya bergerak naik ke atas itulah, dua bilah pedang Liu yap kiam yang ber-sarang dalam tubuhnya itu ikut terdorong ke luar dari dari dalam badan.
Akhirnya dengan mengikuti gerakan tangan kanan perempuan tua berbaju hitam tadi, pedang itu menongol ke luar dari kulit badan dan diiringi jerit kesakitan yang mengakibatkan Ong Bun kim jatuh tak sadarkan diri, kedua bilah pedang Liu yap kiam tadi dapat dikeluarkan semuanya...
Darah hitam yang kental dan berbau busuk mengalir keluar dengan derasnya membasahi seluruh badan.
Djwi mawar merah bertindak cepat, dua bungkus bubuk obat yang telah dipersiapkan itu segera ditaburkan di atas mulut luka.
Pada saat itu juga tangan kanan perempuan tua berbaju hitam itu kembali digerakkan dengan cepat untuk menekan di atas jalan darah Mia-bun hiat di tubuh Ong Bun kim, hawa murninya segera disalurkan ke luar dengan dahsyat untuk menyembuhkan luka yang diderita si anak muda itu.
Dewi mawar merah mengawasi mereka berdua dengan wajah cemas, ia tak bisa berbuat banyak dalam keadaan ini kecuali memandang mereka belaka dengan peluh membasahi tubuh-nya . . .
Kurang lebih satu jam kemudian, paras muka Ong Bun kim lambat laun berubah semakin merah dan segar. peluh
sebesar kacang kedelai-pun menetes ke luar dengan derasnya membasahi seluruh badan.
Dua jam kemudian tangan si perempuan tua berbaju hitam yang menempel di atas jalan darah Mia bun hiat akhirnya bergeser juga ke bawah.... Dengan mengerahkan segenap kekuatan tenaga dalam yang dimilikinya, perempuan tua berbaju hitam itu berhasil memaksa ke luar racun keji yang bersarang dalam tubuh Ong Bun kim, selembar jiwanya yang sudah berada di tepi lembah kematian akhirnya berhasil diselamatkan juga.
Pelan-pelan perempuan tua itu membuka matanya dan memandang Dewi mawar merah sekejap, lala bisiknya:
"Ia sudah tidak berbahaya lagi keadaannya!" "Terima kasih banyak suhu "
Perempuan tua berbaju hitam itu tertawa getir.
"Berilah sebutir obat lagi kepadanya, dalam tiga hari kemudian, kesehatan tubuhnya tentu akan pulih kembali seperti sediakala!"
Sambil berkata ia merogoh ke dalam saku-nya dan mengeluarkan sebutir pil untuk di serahkan kepada Ong Bun kim.
Tak lama kemudian, Ong Bun kim telah sadar pula. ia
merasakah sekujur badannya nyaman dan segar, mulutnya harum dan semua rasa sakitnya lenyap tak berbekas, tentu saja ia lantas mengetahui apa gerangan yang telah terjadi.
Sinar matanya dialihkan ke samping untuk memperhatikan perempuan tua berbaju hitam dan Dewi mawar merah sekejap, kemudian se-telah tertegun sekian lamanya dia baru bertanya.
"Kenapa dengan kau?"
"Kau tidak akan mati!" kata Dewi mawar merah. "Kau. kau telah menolongku?"
"Bukan! Suhuku yang telah menyelamatkan jiwamu!" "Aku....aku benar-benar tak akan mati?" tiba tiba Ong Bun-kim bertanya lagi.
"Yaa, kau tidak akan mati, suhuku telah menolong jiwamu dari ancaman bahaya!"
Tampaknya Ong Bun-kim tidak merasa gembira karena jiwanya berhasil diselamatkan, sebaliknya ia malah terjerumus dalam kemurungan, kesengsaraan dan tekanan batin.
Justeru karena dia menganggap dirinya pasti mati, maka ia melakukan hubungan suami istri dengan seorang gadis yang sesungguhnya tidak ia cintai, bukankah kejadian ini merupakan suatu tragedi yang amat menyedihkan hati?
Berpikir sampai di sini, tanpa sadar ia bergumam seorang diri:
"Aaai. .terlalu tambat....terlalu lambat..."
"Persoalan apa yang terlambat?" tanya Dewi mawar merah dengan wajah keheranan.
Ong Bun kim tertawa getir, ia bangun dari atas tanah dan menyahut dengan pedih:
"Aaah . . . tidak apa apa "
Jawabannya hampir berbisik sehingga beberapa patah kata itu sukar didengar dengan jelas "
Kepada Perempuan tua berbaju hitam itu dia memberi hormat, lalu katanya pelan:
"Locianpwe, terima kasih banyak atas budi pertolonganmu!"
Perempuan tua berbaju hitam itu tertawa getir. "Aaaah . . . hanya urusan sekecil itu bukan terhitung seberapa, aku lihat sepertinya terdapat banyak persoalan yang merisaukan hatimu?"
Ong Bun kim hanya tertawa getir, ditatapnya wajah perempuan tua berbaju hitam itu dengan pandangan kosong....
Selang sejenak kemudian, perempuan tua berbaju hitam itu baru bertanya kembali.
"Kau bernama Ong Bun-kim?" "Betul!"
"Di mana kah ayah ibumu?"
"Mereka sudah berpulang ke alam baka!" "Siapa nama mereka?"
"Ong See-liat dan Coa Siok-oh!"
"Ooh.......rupanya mereka....tahukah kau, bahwa wajahmu sangat mirip dengan wajah muridku?"
Ong Bun kim terperanjat, dengan sinar mata sangsi ditatapnya Dewi mawar merah sekejap, kemudian serunya tak tertahan:
"Wajahnya mirip sekali dengan wajahku?" "Benar!"
"Kenapa?"
"Aku sendiripun tidak tahu! "
Ong Bun kim segera tertawa ewas katanya:
"Bukankah nona ini menghendaki mata uang kematian?" "Benar, sudah banyak tahun ia mencari jejak dari benda
tersebut!" Ong Bun kim segera merogoh ke dalam sakunya dia mengeluarkan ke enam biji mata uang kematian itu, sambil diserahkan kerada Dewi mawar merah katanya:
"Aku membutuhkan mata uang kematian demi menyelamatkan jiwaku, tapi sekarang jiwaku telah diselamatkan, itu berarti mata uang kematian sudah tidak berarti lagi bagiku, nah terimalah mata uang kematian itu, akupun hendak mohon diri lebih dahulu!"
Selesai berkata dia mengambil harpa besinya dari atas tanah lalu selangkah demi selangkah berjalan ke luar dari gua tersebut...
Tindakan tersebut sungguh di luar dugaan orang, baik perempuan tua berbaju hitam maupun Dewi Mawar merah sama sama dibbikin tertegun odleh kejadian tearsebut.
"Tunggub sebentar saudara!" tiba-tiba parempuan tua berbaju hitam itu membentak keras.
Ong Bun kim berhenti seraya berpaling, tanyanya: "Masih ada persoalan apa lagi yang hendak locianpwe
katakan?"
"Kenapa kau musti terburu buru pergi meninggalkan tempat ini?"
"Aku tak ingin terlalu lama mengganggu ketenangan kalian . . . "
"Tidak menjadi soal, aku masih ada beberapa persoalan ingin kutanyakan kepadamu!"
Terpaksa Ong Bun - kim menghentikan langkahnya sambil berjalan balik ke tempat semula.
"Silahkan Locianpwe memberi petunjuk!" katanya. "Bukankah orang tuamu mati terbunuh?" tanya perempuan tua berbaju hitam itu kemudian. "Benar!"
"Dibunuh oleh Kwancu dari perguruan Hou kwan?" "Dia hanya termasuk salah seorang di antaranya, tapi
yang pasti masih ada orang yang lain." "Siapa?"
"Manusia kilat!"
Tampaknya perempuan tua berbaju hitam itu merasa- amat asing sekali dengan manusia kilat itu, dia agak tertegun lalu tanyanya lagi.
"Tinggikah ilmu silat yang dimilikinya?"
"Menurut apa yang kuketahui, mungkin agak sulit untuk menemukan orang yang sanggup menandingi kepandaiannya!"
"Kalau memang begitu, bukankah harapan-mu untuk membalas dendam menjadi tipis sekali?"
"Sekalipun agak sulit, tapi boanpwe percaya suatu ketika aku pasti akan berhasil untuk membalas sakit hati ini!"
"Ehmm. . . punya semangat! Cuma, aku merasa amat suka dengan dirimu, bolehkah aku tahu berapa usiamu tahun ini?"
"Tahun ini boanpwe berusia delapan belas tahun!" "Tahukah kau mengapa selama ini kami selalu berusaha
untuk menemukan mata uang kematian?" "Boanpwe tidak tahu!
"Engkau ingin tahu?"
"Harap cianpwe memberi penjelasan!" "Pernahkah kau dengar bahwa puluhan tahun berselang, dalam dunia persilatan terdapat sebuah perkumpulan yang bernamba Hui - yan-pandg?"
Agak terkesaiap Ong Bun-kimb ketika mendengar nama tersebut, sahutnya dengan cepat: "Yaa, aku pernah mendengar!"
"Aku adalah Hian i-lihiap (pendekar wanita baju hitam) istrinya Si-hun-kiam-khek (jago pedang pembetot sukma) pangcu dari perkumpulan Hui-yanpang."
"Bukankah perkumpulan Hui-yan-pang telah dibasmi orang?" sela Ong Bun-kim tanpa sadar.
"Yaa, benar!" "Lantas kau. "
"Aku adalah satu-satunya orang yang berhasil meloloskan diri dari cengkeraman iblis!"
Ketika berbicara sampai di sini, mukanya tampak jelas terpengaruh oleh emosi, agaknya peristiwa tadi telah membangkitkan kembali perasaan dendam yang tersimpan dalam hatinya selama ini.
Ong Bun-kim seperti teringat akan suatu hal, kembali dia bertanya: "Perkumpulan Hui yang-pang dibasmi oleh siapa
? Kenapa sampai dibasmi orang?"
00odwo00
BAB 30
HIAN-IH-LIHIAP menghela napas sedih, katanya: "Puluhan tahun berselang, ketika suatu hari mendiang suamiku pulang dari bepergian, ia muncul dengan membawa seorang bayi dan bayi itu bukan lain adalah muridku ini sekembalinya ke rumah, wajahnya tampak sedikit gugup dan tidak tenang, ia menitahkan kepadaku agar membawa bayi perempuan ini melarikan diri."
"Kenapa?" tidak tahan Ong Bun-kim menyela lagi.
"Ada orang yang hendak membunuhnya," jawab Hian-ih lihiap sambil menghela napas panjang, kemudian terusnya, "pada malam itulah dua sosok bayangan manusia, sukar bagi kita untuk membedakan apakah dia manusia ataukah sukma gentayangan. "
"Aaaah. dia adalah Yu leng jiu (manusia tanpa sukma).
. ."seru Ong Bun kim tertahan. Hian ih lihiap agak tertegun, lalu katanya: "Sebutan itu memang cocok sekali dengan keadaannya, begitu munculkan diri Manusia tanpa sukma segera memaksa suamiku agar menyerahkan bayi perempuan serta enam biji mata uang kematian yang berhasil diperolehnya itu."
"Tentu saja suamimu tak akan menyerahkan kepada mereka bukan? Dan kedua orarg Manusia tanpa sukma itu lantas membunuh suamimu?" tukas Ong Bun kim lebih jauh.
"Benar ketika itu aku cukup menyadari gawatnya persoalan maka kami bersembunyi di dalam kamar rahasia di bawah tanah, ruang bawah tanah itu tidak diketahui oleh siapapun termasuk anggota perkumpulan kami kecuali aku dan suamiku.
"Maka aku dan mruridku berhasilt lolos dari benqcana tersebut, rhingga hari kedua aku baru berani ke luar dari ruang bawah tanah ini, tapi waktu itu semua anggota perkumpulanku telah telah di bunuh habis, keadaannya mengerikan sekali. "Sementara aku masih menangis karena sedih, tiba tiba kudengar ada orang tertawa dingin, aku tahu Yu leng jin pasti sudah mundul kembali di situ, maka akupun melarikan diri terbirit birit ....
"Manusia manusia tanpa sukma itu mengejar terus dengan ketat, karena terdesak akupun terjun ke dalam sungai, untungnya jiwaku masih dapat diselamatkan, maka akhirnya sampailah aku di sini. Tapi setelah berada di tempat ini baru kuketahui bahwa mata uang kematian yang berada dalam bungkusan disaku muridku telah lenyap entah sedari kapan."
"Apakah mata uang kematian itu sebenarnya berada dalam sakunya?" tanya Ong Bun kim.
"Benar, oleh karena itulah sebagaimana kukatakan tadi, mata uang kematian sesungguh-nya erat sekali hubungannya dengan asal usul muridku ini!"
Kembali merupakan suatu peristiwa, yang sama sekali berada di luar dugaan Ong Bun kim ditinjau dari kejadian tersebut, jelaslah sudah bahwa perkembangan peristiwa itu sesungguhnya tidak sederhana.
Ong Bun kim kembali bertanya: "Tahukah kau kalau suamimu pernah berjumpa dengan Iblis cantik pembawa maut?"
"Apa yang kudengar hanya dari cerita orang saja, benar atau tidak bisa dipercaya, cuma kematian suamiku dan anggota perguruan di tangan orang-orang tanpa sukma itu adalah suatu kenyataan."
"Kalau memang demikian, kenapa kau tidak membalaskan dendam bagi kematian suami dan anggota perkumpulanmu? Aku lihat ilmu silat yang kau miliki lihay sekali?" "Pada waktu itu kepandaian silatku masih belum sanggup untuk menandingi kelihayan manusia-manusia tanpa sukma, kemudian setelah masuk ke dalam gua ini, tanpa sengaja ketemukan sejilid kitab pusaka peninggalan orang pintar di sini, sekalipun seluruh isi kitab berhasil kupelajari, sayang manusia manusia tanpa sukma tak pernah munculkan diri kembali."
Setelah mendengar penjelasan itu, Ong Bun kim baru berpikir:
"Tak heran kalau ilmu silat yang dimiliki nya lihay sekali, rupanya ia pernah memperoleh sejilid kitab pusaka. .
. .
Berpikir sampai di situ, kembali dia bertanya.
"Nona ini sangat membutuhkan mata uang kematian, mungkinkah hal ini ada sangkut pautnya dengan asal usulnya?"
"Yaa, mungkin sekali benar!"
Ong Bun kim kembali termenung sejenak, akhirnya ia berkata:
"Locianpwe, kalau tak ada urusan lagi, aku ingin mohon diri lebih dahulu!"
"Apa salahnya kalau berdiam beberapa hari lagi di sini? Mungkin saja kau dan aku punya jodoh, aku ingin sekali menghadiahkan sebutir obat mestika peninggalan jago aneh itu kepada-mu, konon obat ini kalau di makan seorang pria dapat menambah tenaga dalamnya sebesar dua puluh tahun hasil latihan!"
Sekalipun dihati kecilnya Oig Bun kim merasa sangat girang, tapi ia tetap berkata merendah: "Boanpwee tidak berani menerima pemberian yang amat tak ternilai harganya ini!"
"Tak usah menampik lagi!" kata perempuan tua berbaju hitam itu cepat.
"Bagaimanapun juga tak ada gunanya obat ini disimpan terus, sebab obat ini Khusus hanya untuk seorang pria, dan lagi akupun ingin mewariskan isi dan kitab pusaka ilmu silat itu kepadamu!"
Berdenyut keras jantung Ong Bun kim serunya: "Tapi boanpwe . . ."
"Sudahlah, kau tak perlu menampik terus menerus, tinggal saja barang sepuluh hari di sini!"
Niatnya untuk membalas dendam memaksa Ong Bun kim mau tak mau harus tetap tinggal di situ, dia harus belajar ilmu silat, dengan bekal ilmu yang tinggi ia baru bisa membalas dendam, sebab itu diapun menerima tawaran baik orarg.
Hian ih lihiap kembali menghadiahkan sebutir pil berwarna kuning emas untuk Ong Bun kim, ketika obat tersebut telah ditelannya, si anak muda itu segera merasakan seluruh angota badannya menjadi panas seperti terbakar menderitanya bukan kepalang.
Dengan suatu gerakan yang sangat cepat Hian ih lihiap turun tangan untuk menguruti jalan darah penting disekujur tubuh pemuda itu.
Kurang lebih setengah jam kemudian, Ong Bun kim baru mengeluarkan keringat sebesar kacang kedelai, ia merasakan semangatnya segar kembali, tenaga dalamnya juga terasa lebih kuat dan dahsyat. Terhadap kebaikan hati Hian ih lihiap, di samping rasa terima kasihnya, Ong Bun kim tak tahu apa yang musti dikatakan.
Sejabk itulah Hian idh lihiap secaraa sabar dan telibti mewariskan ilmu silatnya kepada Ong Bun kim...
Sepuluh hari berlalu seperti sekejap mata.
Bukan saja Ong Bun kim berhasil diselamat-kan selembar jiwanya dari bahaya maut, bahkan lantaran bencana ia mendapat rejeki, tenaga dalamnya bukan cuma memperoleh kemajuan yang amat pesat, diapun memperoleh serangkaian ilmu silat yang amat tinggi.
Sepuluh hari kemudian, dengan air mata barcucuran ia berpamitan dengan Hian ih lihiap, katanya:
"Seandainya boanpwe berhasil membalas dendam, tak akan kulupakan budi kebaikan dari locianpwe . . . , "
"Tak perlu berterima kasih, pergilah! Baik baik menjaga diri. "
"Selamat tinggal cianpwe!" Hian ih lihiap manggut- manggut, kepada Dewi mawar merah katanya pula,dengan lembut.
"Muridku, kau boleh pergi pula dari sini, kunjungilah tempat seperti yang tercantum di atas mata uang kematian, coba periksalah tempat macam apakah di sana, jangan lupa bila kau berjumpa dengan manusia tanpa sukma, segera-lah kembali untuk melaporkan kepadaku!"
"Aku tahu suhu!"
"Nah, kalian boleh berangkat bersama-sama!"
Maka setelah berpamitan dengan Hian ih lihiap, berangkatlah Ong Bun kim dan Dewi mawar merah meninggalkan gua itu. Sepanjang perjalanan kedua orang itu membisu dalam seribu basa, lama, lama sekali, Dewi mawar merah baru berkata:
"Kau hendak ka mana?"
"Akan kucari musuh musuh besarku untuk membalas dendam, dan kau?
"Menuju ke bukit Thian san?"
"Yaa, aku akan berkunjung ke situ . . . Ong sauhiap, menurut .... menurut pendapatmu . . . . mungkinkah kita berdua sebenarnya ada sedikit hubungan?"
"Hubungan?" "Yaa, benar!"
"Aaaah, mana mungkin?"
"Yaaa, mana mungkin? Cuma wajah kita berdua mirip sekali antara yang satu dengan lainnya, dan hal ini justru merupakan sbuatu kenyataan d. "
"Tidak seakitar sedikit mbanusia di dunia ini yang mempunyai wajah agak mirip antara yang satu dengan lainnya.!"
"Semoga saja demikian . . . Ong sauhiap, bagaimana kalau kita berpisah sampai di sini saja?"
"Baiklah, jaga dirimu baik baik!"
"Kaupun harus baik baik pula menjaga dirimu!"
Diiringi ucapan selamat tinggal, kedua orang itupun berpisah....tentu saja dibalik perpisahan itu tercermin juga luapan perasaan sedih dan murung. Sekalipun hanya berkumpul selama belasan hari, siapa yang bilang tak mungkin timbulkan benih benih cinta di antara mereka?
Hanya saja rasa cinta di antara mereka masih terbatas oleh suatu jarak yang cukup jauh, tentu saja mereka berdua sama sama tak irgin mengutarakannya ke luar.
Untuk sementara waktu baiklah kita tinggalkan dulu perjalanan Dewi mawar merah menuju bukit Thian san.
Dalam pada itu, setelah berpisah dengan Ong Bun kim segera berangkat menuju ke bukit Cing liong san.
Senja itu, ia telah tiba kembali di lembah Cing liong kok di atas bukit Cing liong san.
Sekarang dia harus membunuh Mo kui kiam-jin (jago pedang setan iblis) untuk membalas dendam, seandainya tiada pertolongan dari Hian ih lihiap, mungkin selembar jiwanya sudah lama melaporkan diri ke alam baka.
Terbayang semua penderitaan dan siksaan yang dialaminya selama ini, hawa napsu mem-bunuh yang sangat tebal segera menyelimuti seluruh wajahnya.
Ia memandang sekejap dua buah patung harimau batu di depan pintu gerbang, lalu sambil tertawa dingin ejeknya:
"Heeehhh . . . heeehhh . . . heeehhh . . perguruan Hou kwan! Hari ini akan kulenyap-kan kalian semua dari muka bumi!"
Ketika sepasang telapak tangannya di dorong ke depan, gulungan angin pukulan yang maha dahsyat segera menyambar ke muka.
"Blaang! Blaang!" di tengah dua kali bentur-an keras yang memekikkan telinga, dua buah patung harimau yang besar dan berat itu segera terhajar hingga hancur berkeping keping.
Ong Bun kim tertawa dingin, setelah meng-amati sekejap hasil karyanya, kembali ia melanjutkan perjalanannya menuju ke dalam.
Mendadak .... prada saat Ong Butn kim sedang meqlanjutkan perjarlanannya memasuk" lembah, suatu bentakan geledek menggelegar memecahkan kesunyian:
"Berhenti!"
Beberapa sosok bayangan manusia berbaju kuning tiba tiba saja menghadang jalan pergi anak muda itu.
Sebagai pemimpin rombongan tidak lain adalah Mo huan jiu (tangan sakti gelang iblis).
"Minggir!" bentak Ong Bun kim gusar.
Agaknya baru sekarang Mo huan jiu mengetahui siapakah musuhnya itu. kontan saja paras mukanya berubah hebat.
"Aaaah. rupanya kau !" ia menjerit tertahan.
"Yaa, betul! Memang aku "
Bersamaan dengan selesainya kata "aku", secepat sambaran kilat Ong Bun kim menerjang ke muka, telapak tangannya diayunkan berulang kali, tiga kali jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memecahkan keheningan.
Tidak sempat berpikir untuk kedua kalinya, ternyata Mo huan jiu serta dua orang kakek berbaju kuning itu sudah terhajar telak oleh serangan Ong Bun kim hingga tewas seketika itu juga. Anak muda itu sama sekali tidak menghentikan gerakan tubuhnya, begitu berhasil dengan serangannya, kembali ia meneruskan perjalanannya menerobos ke dalam lembah.
Keadaannya sekarang ibarat malaikat bengis yang baru turun dari khayangan, dengan membawa hawa pembunuhan yang mengerikan ia menerjang masuk ke dalam lembah, hanya beberapa kali lompatan saja ia sudah berhasil melewati dinding pekarangan.
Puluhan orang jago berbaju kuning segera tampilkan diri dan menghadang di depan pintu.
Salah seorang kakek berbaju kuning yang menjadi pemimpin rombongan kangsun menegur setelah tertawa dingin:
"Heeehhh . . . heeehhh ... heeehhh . . sungguh tak kusangka kau tidak mampus di ujung pedang Liu yap kiam, kejadian ini benar-benar berada di luar dugaanku..."
"Tidak usah banyak bicara, hayo cepat menyingkir!" bentak Ong Bun kim sambil menahan geramnya.
"Menyingkir? Hmm! Jangan bermimpi di siang hari bolong "
"Bangsat, rupanya kau sudah pingin mampus."
Di antara bentakan nyaring, secepat petir Ong Bun kim menerjang ke depan.
Tapi baru saja ia menggerakkan tubuhnya, puluhan gulung angin pukulan yang maha dahsyat serentak dilontarkan pula ke arahnya.
Sungguh dahsyat tenaga pukulan yang terkandung dalam serangan tersebut, ibaratnya gulungan ombak di tengah samudra bebas, gelombang angin dahsyat tadi menyapu tiba. Ong Bun-kim tidak berani menerima serangan tersebut dengan keras lawan keras, ia cukup mengetahui kehebatan ancaman tersebut, dengan suatu gerakan yang gesit ia mundur ke belakang untuk menghindar.
Tapi begitu mundur, seperti anak panah yang terlepas dari busurnya ia melompat kembali ke depan, bayangan manusia berkelebat lewat, jeritan ngeri yang menyayatkan hati ber kumandang berulang kali.
Napsu membunuh yang berkobar dalam dada Ong Bun- kim betul-betul telah mencapai pada puncaknya, kembali ia membentak nyaring:
"Hari ini aku Ong Bun-kim akan mencuci seluruh perguruan Hou-kwan dengan darah. "
Serangan gencar dilancarkan bertubi-tubi, jeritan ngeri yang menyayatkan batipuh bergema susul menyusul....
Pembunuhan brutal mulai berlangsung.
Sungguh pembunuhan itu merupakan suatu pembunuhan yang mengerikan.
Puluhan jago perguruan Hou kwan yang kebetulan berada di situ dalam waktu singkat telah menyurut makin sedikit, kini tinggal tujuh delapan orang saja yang masih hidup dan berdiri dengan wajah ngeri serta ketakutan.
"Tahan...!" seru bentakan menggeledek tiba-tiba menggelegar di angkasa.
Suara tersebut nyaring dan sangat memekikkan telinga, dari sini dapat terbukti bahwa tenaga dalam yang dimiliki orang itu betul-betul sudah mencapai tingkat kesempurnaan.
Ong Bun kim menarik kembali serangannya sambil mundur, sinar matanya yang tajam menyapu sekejap sekeliling tempat itu. Tampaklah empat sosok bayangan manusia meluncur datang ke tengah gelanggang.
Begitu mengetahui siapa yang ditang, paras muka Ong Bun kim berubah sangat hebat.
Ternyata orang yang berjalan paling duluan tak lain adalah Kwancu dari perguruan Hou kwan, Mo kui kiam jiu (jago pedang sbetan iblis), seddangkan di belaakangnya mengikubti perempuan Cantik baju kuning yang menjabat sebagai tongcu ruang siksa serta manusia aneh berbadan bungkuk dan bertubuh cebol.
Mo kui kiam jiu sendiripun berubah wajahnya setelah bertemu dengan Ong Bun kim, tanpa sadar ia berseru:
"Haaah, kau . . .?"
Ong Bun kim menengadah dan tertawa tergelak-gelak. "Haaahhh . . . haaahhh . . . haaahhh . . .betul, memang
aku! Tak pernah kau sangka bukan ?" "Kau belum mampus ?"
"Mampus? Haaahhh .... haaahhh .... haaahh..." sekali lagi Ong Bun kim tertawa seram, "Jago pedang setan iblis, yang bakal mampus sekarang bukan aku melainkan kau, hayo cabut ke luar pedangmu!"
Seraya membentak nyaring, Ong Bun kim menggenggam harpa bajanya erat erat, kemudian selangkah demi selangkah ia maju mendekat ....
Paras maka Mo kui kiam jiu berubah hebat, katanya dengan suara menyeramkan.
"Tempo hari aku telah mengampuni selembar jiwamu, tapi kali ini aku tidak akan membiarkan kau tinggalkan tempat ini dalam keadaan hidup !" "Crrring!" sebilah pedang baja yang memancarkan sinar berkilauan segera diloloskan dari sarungnya.
"Mo kui kiam jiu!" bentak Ong Bun kim dengan nada keras, "sebelum ajalmu tiba, pesan terakhir apa yang hendak kau sampaikan?"
"Haaahhh..:...haaahhh. haaahhh Ong Bun kim, kau jangan sombong dulu, siapa menang siapa kalah belum diketahui, apa guna-nya kau keburu senang lebih dahulu!"
Ong Bun kim tak dapat menahan diri lagi, segera bentaknya:
"Bangsat, tak usah banyak kerbicara lagi, lihat serangan!"
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, harpa besinya dengan menciptakan selapis cahaya tajam yang berkilauan langsung menerjang tubuh Mo kui kiam jiu serangannya amat cepat dan sungguh mengerikan bagi siapapun yang menghadapinya.
Mo kui kiam jiu tak mau mengalah, dia ikut membentak keras, pedangnya diputar untuk menangkis serangan harpa besi itu, kemudian gerakan pedangnya berubah, dan secara beruntun ia lepaskan tiga buah serangan berantai.
Ketiga buah serangan itupun diblancarkan dengadn kecepatan yanag luar biasa sebrta tenaga dalam yang hebat.
Dengan dasar kepandaian silat yang dimiliki Ong Bun kim sekarang, pada hakekatnya ia tidak pandang sebelah matapun atas kehebatan Mo kui kiam jiu, sambil tertawa dingin harpa besinya diputar ke sana ke mari, secara beruntun diapun membalas dengan tiga buah serangan pula.
Bayangan manusia saling menyambar, seketika itu juga Mo kui kiam jiu kena didesak hingga mundur tujuh delapan langkah. Setelah berlangsungnya kejadian ini, si Jago pedang setan iblis baru merasa terperanjat, ia tak mengira kalau ilmu silat yang dimiliki Ong bun kim sekarang telah mencapai taraf sedemikian lihaynya.
Sementara masih tertegun. Ong Bun kim telih bergerak lebih jauh, kali ini dia melepas-kan empat buah serangan.
Padahal waktu itu Mo kui kbm jiu sudah tidak bertenaga lagi untuk memberi perlawanan, dengan susah payah ia bendung semua serangan dari pemuda itu, kemudian merogoh ke dalam sakunya dan mencabut keluar pedang Liu yap kiam itu.
Belum lagi pedang Liu yap kiam yang di rogoh dari sakunya terpegang oleh jari tangan Mo kui kiam jiu, mendadak Ong Bun kim membentak keras, tangan kirinya membacok ke bawah, berbareng kaki kanannya melepaskan sebuah tendangan maut.
Suatu kombirasi serangan yang sangat indah, lihay dan cepat.
"Blaaang . . . !" serangan bersarang telak di tubuh lawan, diiringi jerit kesakitan yang memilukan hati tubuh si Jago pedang setara iblis mencelat ke belakang sejauh tiga kaki dan muntah darah segar.
Ong Bun kim melejit ke udara, secepat kilat ia memburu ke depan lalu dicengkeramnya tubuh jago tersebut.
Ketika Ong Bun kim sedang mencengkeram tubuh Mo kui kiam jiu, dua bentakan keras menggelegar di udara, dua orang manusia aneh bungkuk dan cebol itu serentak maju ke depan melancarkan tubrukan kilat.
Ong Bun kim segera memutar harpa bajanya seraya membentak: "Berhenti! Kalian ingin mampus?"
Menyusul putaran senjata harpa besi itu tubuhnya mundur satu kaki ke belakang, me-nyaksikan hawa pembunuhan yang menyelimuti wajah si anak muda itu bergidik juga perasaan dua manusia aneh yarng bungkuk dan tcebol itu.
Jagoq pedang setan irblis membuka matanya memandang Ong Bun kim sekejap, diantara wajahnya yang pucat pasi terlintas warna kelabu yang mengenaskan .....
"Jago pedang setan iblis!" bentak Ong Bun kim dengan suara tajam, "kau tidak mengira akan mengalami keadaan seperti ini bukan ?"
"Mau mau apa kau?"
"Apa lagi? Dengan cara yang sama aku hendak membalas kepadamu!"
Selesai berkata mengempit tubuh Mo kui-kiam jiu dengan tangan kanannya, sedang tangan kirinya merogoh ke dalam satu dan mengeluarkan tiga bilah pedang Liu yap kiam.
Ia, tertawa dingin, dengan kaki kirinya Mo-kui kiam jiu ditendang keras keras.
"Blaaang!" seperti sebuah bola kulit, tubuh jago pedang setan iblis mencelat ke udara dan meluncur ke depan dengan cepatnya.
Ong Bun kim tidak berhenti sampat di situ saja, begitu Mo kui kiam jiu mencelat ke udara, cahaya putih berkelebat lewat, pedang Liu yap kiam yang berada di tangan pemuda itu sudah disambit ke depan...
Jeritan ngeri yang menyayatkan hati sekali lagi berkumandang di udara, tiga bilah pedang Liu yap kiam tersebut semuanya menancap di tubuh Mo kui kiam jiu, pembalasan dendam dengan cara yang samapun berakhir.
Menyaksikan kekejaman serta keteguhan hati pemuda itu. sedikit banyak manusia bungkuk manusia cebol dan perempuan cantik berbaju kuning itu begidik juga.
Ong Bun kim segera tertawa tergelak, ia merasa puas sekali dengan hasil yang diperoleh dari pembalasan dendam itu...
"Ong Bun kim!" mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang suara teguran, "sungguh keji perbuatanmu itu. "
Ong Bun kim berpaling, ketika mengetahui siapa yang berada di situ, paras mukanya kontan berubah hebat.
"Haaah... Siau Hui un! Kiranya kau. " teriaknya.
"Benar!"
Ong Bun kim menengadah dan tertawa seram. "Perempuan sundal! Aku memang sedang berusaha
mencarimu, sungguh kebetulan sekali kau mengantarkan dirimu sendiri. "
Berbareng dengan bentakan itu, tubuhnya langsung menerjang ke arah Siau Hui un.
Perempuan itu tertawa dingin, ia tak merasa jeri barang sedikitpun terhadap pemuda itu, tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, tiba-tiba berkumandang suara bentakan nyaring:
"Bajingan cilik, aku akan beradu jiwa denganmu!"
Manusia bungkuk dan manusia cebol dengan gerakan cepat telah menubruk datang, satu dari kiri yang lain dari kanan langsung menyergap si anak muda itu dengan serangan dahsyat.
0oo0dw0oo0
BAB 31
SERANGAN yang dilepaskan manusia bungkuk dan manusia cebol itu betul-betul amat dahsyat, bayangan manusia baru saja berkelebat lewat, tahu tahu angin pukulan sudah berada di depan mata.
"Kalian pingin mampus?" bentak Ong Bun-kim
Harpa bajanya diayun dan sebuah serangan telah dilancarkan pula.
Sesungguhnya serangan tersebut sudah cukup untuk mendesak mundur serangan dari dua orang manusia aneh itu, tapi tampaknya mereka berdua seperti sudah kalap, tanpa mempedulikan keselamatan sendiri serangan demi serangan di lancarkan secara bertubi-tubi.
Menghadapi kekalapan orang, hawa napsu membunuh di hati Ong Bun kim segera berkobar, ia membentak keras lalu secara beruntun melepaskan dua buah serangan untuk menghajar kedua orang lawannya.
Jerit kesakitan kembali berkumandang me-mecahkan kesunyian, ketika bayangan manusia saling berpisah, tampaklah manusia cebol dah manusia bungkuk itu sudah roboh terkapar di tanah dengan batok kepala pecah, darah kental berhamburan ke mana mana.
Semua peristiwa itu berlangsung dalam waktu singkat, begitu selesai membereskan dua orang manusia aneh itu, dengan kecepatan paling tinggi ia menerjang ke hadapan Siau Hui un. Rupanya atas kemajuan pesat yang diperoleh Ong Bun kim dalam ilmu silatnya, Siau Hui un merasa amat terperanjat, ia tertawa dingin, kemudian katanya:
"Sungguh tak kusangka kepandaian silatmu telah peroleh kemajuan yang pesat sekali!"
"Heeehhh....heeehhh....heeehhh... Siau Hui un, aku hendak bertanya kepadamu..."
"Apa yang hendak kau tanyakan?"
"Benarkah suhuku Kui jin suseng adalah kekasihmu?" "Betul!"
"Benarkah Manusia kilbat adalah kekasdihmu yang keduaa?"
"Tepat sekali!"
"Siapakah manusia kilat itu?"
"Selama hidup jangan harap kau akan mengetahuinya!" "Lalu di manakah keenam jilid kitab pusaka lari enam
partai besar?" bentak pemuda itu lebih jauh. "Semuanya berada di sakuku!" "Serahkan kepadaku!"
"Woouw, Ong Bun kim! Dengan andalkan kepandaian apa kau berani memaksaku dengan cara begitu!"
"Siau Hui un, dendam orang tuaku bagaimanapun harus dibalas, hutang darah bayar darah, hutang nyawa buyar nyawa, lihat serangan "
Berbareng dengan kata yang terakhir, tubuhnya melesat ke depan dan menubruk perempuan itu, sebuah serangan segera dilepaskan. Setelah berjumpa dengan musuh besarnya, kobaran api dendam yang berkorbar dalam dada Ong Bun kim tak terkendalikan lagi, ketika tangan kanan melepaskan serangan, tangan kiripun digetarkan pula melancarkan sebuah pukulan.
Tampaknya Siau Hui un tidak bermaksud untuk melayani Ong Bun-kim dengan suatu pertarungan, ketika pemuda itu melancarkan serangan, pedang kutungnya segera diputar untuk membendung tibanya ancaman, kemudian bentaknya keras keras:
"Tunggu sebentar!"
Ong Bun kim mundur dua tiga langkah, lalu tegurnya: "Apa lagi yang hendak kau katakan?"
"Jika kau benar benar ingin bertarung, kenapa kita tidak tinggalkan dulu tempat ini?"
Begitu selesai berkata ia lantas berkelebat meninggalkan tempat itu, setelah keluar dari lembah Cing liong kok, tubuhnya masih saja bergerak maju terus tiada hentinya.
Ong Bun kim tertawa dingin, ia percepat langkahnya untuk menyusul perempuan itu.
Kurang lebih beberapa li kemudian, Siau Hui un baru menghentikan larinya, ia berhenti sambil memutar badan.
Ong Bun kim tertawa seram, dengan sinar mata memancarkan hawa pembunuhan yang tebal diawasinya Siau Hui un tanpa berkedip ..
Kemudian selangkah demi selangkah ia maju mendekatinya, sambil menggigit bibir katanya:
"Siau Hui un, aku hendak menghbancur lumatkan dtubuhmu menjadia berkeping kepibng, aku hendak mempergunakan batok kepalamu untuk bersembahyang di depan kuburan ibuku."
"Huuuh....! Enak betul perkataanmu" ejek Siau Hui un sambil tertawa dingin, "aku kuatir yang mati bukan aku melainkan kau sendiri!"
Mendengar perkataan itu Oag Bun kim segera tertawa kalap, dengan hawa pembunuhan yang tebal ia tertawa sekeras-kerasnya, kemudian sambil menarik wajahnya ia membentak:
"Perempuan sundal, kalau begitu cobalah dulu kehebatanku ini!"
Di tengah bentakan nyaring tubuh Ong Bun kim bagaikan sgulung angin puyuh langsung menerjang ke muka, lalu dengan mempergunakan jurus serangan yang terampuh ia lepaskan tiga buah serangan berantai.
Dalam keadaan kalap Ong Bun kim sudah tidak memikirkan apa-apa lagi, semua jurus serangan yang dipakai rata rata adalah jurus mematikan yang paling keji, perubahan gerakannya sukar diduga tapi arahnya selalu tepat dan menggidikkan.
Menghadapi serangan semacam ini, dengan kaget Siau Hui un mengunci serangan itu lalu dengan tangan kirinya ia lepaskan sebuah serangan balasan.
Bayangan manusia berputar ke sana ke mari, dalam waktu singkat Siau Hui un sudah kena didesak hingga mundur sejauh tujuh delapan langkah dari posisi semula.
Ong Bun kim membentak keras lalu menubruk ke muka, tapi sebelum pemuda itu sempat meneruskan gerakannya, mendadak terdengar suara bentakan nyaring yang mengerikan menggema memecahkan kesunyian; "Tahan!"
Suaranya dingin dan penuh kewibawaan, dengan perasaan tercekat Ong Bun kim segera menarik kembali tubuhnya dan memeriksa ke adaan di sekeliling tempat itu, tapi suasana tetap sepi dan tak nampak sesosok banyangan manusiapun.
Paras mukanya berubah hebat, bentaknya. "Siapa di situ?"
Orang itu hanya tertawa dingin tiada hentinya, suara tertawanya persis seperti suara tertawa si Manusia kilat ketika pertama kali berjumpa dengan gurunya tempo hari..
Terbayang sampai di situ, dengan wajah hijau membesi Ong Bun kim segera berseru:
"Kau adalah Manusia kilat?" "Benar!"
Berdebar keras rjantung Ong Bunt kim meng-hadapqi orang itu, mernyusul kemudian sambil tertawa seram katanya:
"Manusia kilat, jika kau memang bernyali, kenapa kau tak berani ujukkan dirimu?"
"Aku memang bertujuan mencarimu, kenapa tidak berani menampakkan diri ?"
Ketika kata terakhir diucapkan, cahaya putih berkelebat lewat, dan tahu tahu lima kaki di depan sana telah bertambah dengan sesosok bayangan berwarna putih.
"Haaahhh . . . haaahhh . . . haaahbh . . . Manusia kilat, akupun sedang mencarimu." seru Ong Bun kini sambil tertawa seram.
"Mau apa kau mencari aku?" "Mencincang tubuhmu!"
Kontan saja Manusia kilat tertawa dingin.
"Kau masih belum mampu untuk melakukannya!" ia mengejek.
"Bisa atau tidak, kita buktikan saja bersama!"
Selesai berkata Ong Bun kim melompat ke depan secepat kilat, sasarannya adalah si Manusia kilat.
Baru saja pemuda itu bergerak, cahaya putih menyambar pula bersamaan waktunya, tahu-tahu manusia kilat telah mendahului serangan dengan menggulung anak muda itu.
Pada hakekatnya gerakan tubuh kedua belah pihak sama sama cepatnya, tapi sampai di tengah jalan, Ong Bun kim merasa tubuhnya ditahan oleh segulung tenaga pukulan dan tak sanggup bergerak lebih jauh.
Cahaya putih berkelebat lewat dan Manusia kilat kembali telah mundur satu kaki ke belakang, katanya:
"Ong Bun kim, kau ingin mati atau ingin hidup?" "Kalau mati bagaimana? Kalau hidup bagaimana?" "Kalau ingin hidup, menjadi muridku..."
"Setelah menjadi muridmu lantas bagaimana?" ejek Ong Bun kim sambil tertawa dingin.
"Kita bersama-sama akan membangun kerajaan yang menguasai seluruh dunia persilatan!"
"Boleh saja, tapi ada sebuah syarat!" "Apa syaratmu?"
"Batok kepalamu dan Siau Hui un harus diserahkan dulu kepadaku!" "Jadi kalau begitu, kau lebih suka mampus?" bentak Manusia kilat.
"Betul!"
"Bajingan cilik, kujagal engkau!"
Dengan geramnya manusia kilat maju ke muka, tampak selapis cahaya putih berkelebat lewat, tahu-tahu ia sudah menyerang pemuda itu.
Ong Bun kim sedikitpun tidak jeri, sambil membentak harpa bajanya bekerja pula dengan cepat, sebuah serangan balas disapu ke depan dengan disertai tenaga dahsyat.
Gerakan yang dilakukan kedua belah pihak sama sama cepat dan sama sama mematikan, Ong Bun kim merasakan tenaga pukulan lawan yang menekan padanya amat berat sekali.
Selain dari pada itu gerakan tubuhnya cepat pula, entah sampai taraf mana kepandaian yang dimilikinya itu.
Diantara berkelebatnya bayangan manusia, seketika itu juga ia didesak mundur sejauh tujuh delapan langkah.
Manusia Kilat tertawa seram, katanya:
"Ong Bun kim, seandainya aku tidak memandang bahwa tubuhmu masih ada nilainya, tak nanti kuterima kau sebagai muridku, benar-kah kau masih juga tak sadarkan diri?"
"Karena ditubuhku terkandung sejilid kitab pusaka?" ejek Ong Bun kim sambil melancarkan tiga buah serangan.
"Mungkin benar mungkin juga tidak, sesungguhnya kitab pusaka itu kau sembunyikan di mana? Kalau tidak kau akui, jangan salahkan kalau aku tidak akan berlaku sungkan sungkan lagi kepadamu." "Haaahhh . . . haaahhh . . . haaahhh . . bukankah sudah kau katakan bahwa barangnya berada di sakuku? Kenapa tidak lalu bunuh saja diriku lalu dicari pelan-pelan..."
"Bangsat, rupanya kau sudah bosan hidup..."
Diiringi bentakan marah Manusia Kilat melancarkan tiga buah serangan berantai.
Ong Bun kim tidak berdiam diri saja, dalam keadaan terancam bahaya secara beruntun ia lancarkan pula dua buah serangan untuk menghalau ancaman tersebut.
Tapi hasilnya, kendatipun kedua buah serangan itu berhasil menggagalkan serangan Manusia kilat, namun darah di dalam tubuhnya ikut bergelora juga.
Pada saat itulah, suara tertawa dingin yang menggidikkan hati memecahkan keheningan, lalu seseorang membentak:
"Tahan!"
Cahaya putih berkelebat lewat, manusia kilat mundur tiga kaki ke belakang lalu tegurnya: "Siapa di situ?"
Tiada seorangpun yang menjawab.
Suasana menjadi hening dan sepi, suatu keheningan yang penuh diliputi hawa pembunuhan yang mengerikan.
Tiba - tiba Manusia kilat membentak lagi.
"Sobat, kalau memang sudah datang, kenapa tidak berani menampakkan diri. ?"
Suara tertawa dingin kembali berkumandang dua sosok bayangan hitam bagaikan sukma gentayangan melayang tiba dari jarak tiga kaki, ilmu meringankan tubuhnya amat lihay dan mengejutkan hati. Menyaksikan kemunculan kedua orang itu. Manusia kilat segera tertawa dingin.
"Hesehh....heeehhh... .heeehh....kukira siapa yang teiah datang, rupanya jago-jago dari perguruan Yu leng bun (sukma gentayangan)..."
Mendengar ucapan tersebut, Ong Bun kim merasa terperanjat pula, tanpa sadar ia berseru.
"Kalian adalah Yu leng jin (manusia tanpa sukma)?" "Benar!"
Peristiwa yang dijumpainya hari ini benar-benar hebat, dalam satu tempat dan satu keadaan secara beruntun ia telah menjumpai dua jenis manusia paling misterius, yakni Manusia kilat dan Manusia tanpa sukma, hal ini cukup menggetarkan perasaannya.
"Ada urusan apa kau datang kemari?" tegur Ong Bun kim sambil tertawa dingin.
"Mencari kau!"
"Mencari aku ada persoalan apa?"
"Bukankah mata uang kematian berada di tanganmu?" "Benar!"
"Berapa banyak yang kau miliki?" "Enam biji!"
"Serahkan kepada kami sekarang juga!"
"Heeehhh....beeehhh....heeehhh. ...enak benar kalau omong" ejek Ong Bun kim sambil tertawa dingin, "sayang semua mata uang kematian telah kuserahkan kepada orang lain!" "Kau serahkan kepada siapa?" bentak manusia tanpa sukma yang berada di sebelah kanan.
"Pemiliknya yang sah!" "Pemiliknya yang sah?"
"Benar, bukankah mata uang kematian itu mempunyai pemiliknya yang sah? Puluhan tahun berselang, ketika kalian hendak membunuh Hian ih li hiap dan seorang bayi perempuan..."
"Apa? Mereka masih hidup" "Betul, mereka masih hidup?" "Bayi perempuan itu. "
"Sekarang sudah menjadi seorang gadis remaja, aku telah serahkan mata uang kematian tersebut kepada mereka!"
"Sungguhkah perkataanmu itu?" "Tentu saja sungguh!"
Manusia tanpa sukma yang berada di sisi kanan itu segera menghardik: "Sekarang mereka berada di mana? Hayo jawab!"
Di balik bentakan itu penuh mengandung nada mengancam dan hawa pembunuhan yang mengerikan.
Ong Bun-kim tertawa dingin, katanya: "Kalian tak usah kuatir, dia pasti dapat menemu kan kalian semua!"
"Hayo jawab ! Sekarang mereka berada di mana?"
-oo0dw0oo--