Seruling Haus Darah Jilid 09

 
Jilid 09

TERNYATA Chiu Liat Wie sedang berdiri dengan rambut terurai panjang sampai menutupi bahunya, begitu kopiahnya tadi terbuka oleh jambretan Gu Kim Ciang, rambutnya yang panjang telah terurai turun sampai

menyerupai panjsngnya rambut Giok-lie, bidadari. Bukan itu yang luar biasa, tapi yang membikin Han Han dan yang Iain-lainnya jadi kaget, ialah Chiu Liat Wie seorang gadis !

"Kau .....kau .....kau seorang wanita, bocah?" Tanya Gu Kim Ciang dengan suara tergugu.

Wajah Chiu Liat Wie jadi berubah merah, tapi dia mengangguk.

"Benar'!" dia menyahuti. "Dan sekarang Gu Loo-cian-pwee harus menepati janjimu untuk memberikan bunga Swat-hoa kepadaku !"

Wajah Gu Kim Ciang jadi berubah, tak sedap dipandang.

"Hmmm ..... sebetulnya aku tak roboh di tanganmu, karena kopiahmu berhasil kurebut!" katanya. "Tapi berhubung kau hanya bocah betina, biarlah kemenangan ini diperoleh sebagai hadiah untukmu !" dan setelah berkata begitu, Gu Kim Ciang menoleh kepada Wu Kong Cong. "Hei tua bangka she Wu, apakah kaupun masih mau memperebutkan bunga es. itu dari tangan budak cilik ini ? " tegurnya.

Wu Kong Cong menguIap-ulapkan tangannya, wajahnya telah berubah merah.

'"Tidak! Tidak!" katanya cepat. "Kalau aku bertempur dengan budak itu, mukaku ini mau ditaruh di mana ? Ha, seumur hidupku belum pernah aku mau bertempur dengan perempuan.....!" dan Wu Kong Cong berkata dari hal yang benar, dia memang paling pantang berkelahi dengan wanita.

Gu Kim Ciang ketawa besar, sampai tubuhnya ikut bergoncang.

"Dasar rejekimu yang besar, budak !" katanya. "Pergilah kau ambil sendiri bunga itu !"

"Tapi Loo-cian-pwee    " kata Chia Liat Wie cepat.

"Kenapa?" Gu Kim Ciang jadi heran, sampai mengawasi gadis itu dengan tatapan mata mendelong.

Liat Wie tersenyum manis. "Bagaimana aku dapat mengambil bunga es yang terletak begitu tinggi?" Bukankah tadi Loo-cian-pwee telah barjanji akan memberikan' bunga itu kepadaku?"

"Heh ? Apa maksudmu ? Bukankah sekarang aku telah mengalah dan memberikan hak bunga itu kepadamu ?" kata Gu Kim Ciang heran berbareng tak senang. Liat Wie ketawa manis lagi, sehingga terlihat lesung pipitnya. Sujen di kedua pipinya.

"Apakah Gu Loo-cianpwee tak memegang janji ?" tegurnya berani, gadis ini masih terus tersenyum dan senyumnya itu sangat manis sekali.

Gu Kim Ciang jadi tambah tak senang.

"Mengapa kau mengatakan aku si orang tua she Gu tak memegang janji ?" tegurnya.

"Hmmm .....sebagai seorang Loo-cianpwee, seorang dari angkatan tua, bukankah tadi kau telah berjanji akan memberikan bunga itu kepadaku, maka dengan sendirinya aku harus menerimanya dari tanganmu, Gu Loo-cianpwee!"

Mendengar perkataan Chiu Liat Wie yang terakhir, Gu Kim Ciang jadi tercengang, juga dia jadi kaget berbareng gusar, kepalanya seperti juga diguyur oleh segayung air es yang dingin.

"Budak cilik celaka !" tapi akhirnya Ga Kim Ciang ketawa juga. "Aku si tua bangka yang sudah mau mampus ternyata masih bisa dikibuli begitu olehmu !"

Chiu Liat Wie tersenyum, dia tak takut kalau nanti si tua she Gu itu akan bergusar, karena dia tahu, biar bagaimana, setelah mengetahui dirinya sebagai seorang gadis, Gu Kim Ciang serta Wu Kong Cong tak akan mau menurunkan tangan keras padanya.

"Bagaimana Loo-cianpwee..... apakah kau mau menepati janjimu itu ?" tanya Liat Wie sambil memotong perkataan Gu Kim Ciang. "Kalau memang Loo- cianpwee keberatan untuk menepati janjimu itu, yang akan memberikan bunga es itu kepadaku, maka Boan-pwes juga tak berani mendesaknya, hanya. !"

Dan sengaja Liat Wie tak meneruskan perkataannya, dia tertawa penuh arti. Gu Kim Ciang juga tertawa keras, dia gusar berbareng mendongkol serta

lucu.

"Budak, ternyata lidahmu sangat berbisa !" katanya sengit. "Bukankah kau

ingin meneruskan perkataanmu itu dengan kata-kata : 'hanya dunia Kang-ouw akan segera mengetahui, bahwa aku si orang tua she Gu tak bisa dipercaya lagi mulutnya, bukan ?" "Ya, kira-kira begitu !" menyahuti Liat Wie berani, dia masih terus tarsenyum.

Wu Kong Cong ketawa. Suara ketawanya itu mengandung ejekan. "Hari ini kau kena batunya, tua bangka she Gu !" katanya. "Hmmm..... mana kau bisa menang melawan lidah si budak cilik yang berbisa itu?"

Gu Kim Ciang membanting-bantingkan kakinya, dia jadi serba salah. Tapi akhirnya dia berkata juga: "Baiklah ! Kali ini aku roboh di tanganmu dua kali ! Hmm, aku tak mau nanti dikatakan pihak tua tak mau menepati janji pada pihak angkatan muda ! Biarlah, hitung-hitung hari ini aku kerja bakti !" dan setelah berkata begitu, Gu Kim Ciang menjejakkan kakinya, sekali lompat, tubuhnya telah melambung tinggi sekali, kakinya hinggap dibatu yang satunya, yang agak menjorok keluar, lalu dengan sekali menjejakkan kakinya yang lain, dia hinggap di batu di mana terdapat bunga Swat-hoa itu. Dipetiknya bunga itu, lalu dia turun kembali dan menyerahkannya kepada Chiu Liat Wie sambil berkata: "Budak, lain kali kalau mau mempermainkan diriku si tua she Gu dengan kata-katamu yang berbisa itu, hmmm kepalamu akan kuhajar pecah sampai keluar polonya !"

Chiu Liat Wie menerima bunga Swat-hoa dengan tertawa, dia mengangsurkan tangannya.

"Terima kasih Loo-cianpwee !" katanya girang. "Ternyata Gu Loo-cianpwee seorang Eng-hiong yang dapat dipegang kata-kata janjinya ! Aku kagum sekali

.....!"

"Hmmm! Kau tak perlu mengumpak-umpak diriku, budak !" kata Gu Kim Ciang ketawa. "Biar kau mengatakan bahwa aku adalah jago tak terkalahkan dikolong langit, tokh hari ini hatiku tak akan gembira, karena telah dua kali kau robohkan aku dengan caramu yang licik tadi !"

Liat Wie hanya tersenyum.

Wu Kong Cong juga telah tertawa, malah dia telah menghampiri dan menepuk-nepuk pundak Gu Kim Ciang,

"Gu-heng ! Ternyata hari ini derajatmu sangat rendah !" ejeknya. "Kau telah menjadi budaknya dari budak ini, budak dari angkatan muda !" dan Wu Kong Cong ketawa keras sekali.

Wajah Gu Kim Ciang jadi berubah merah padam.

"Tua bangka she Wu, kau jangan mementang bacot seenak isi perutmu dan tak keruan !" bentaknya tak senang. "Hmmm.....hari ini memang aku sedang tertiban sial !" Wu Kong Cong melihat orang bersedih atas kekalahannya di tangan Liat Wie, juga dia melihat Gu Kim Ciang sedang uring-uringan, maka dia tak meugejek lagi. Dia hanya ketawa kecil, karena dianggapnya persoalan itu sangat lucu.

Chiu Liat Wie sendiri sudah tak memperdulikan Gu Kim Ciang dan Wu Kong Cong, dia telah menghampiri Han Han, yang sejak tadi anak muda she Han ini menatap 'Toa-ko' angkatnya dengan pandangan mata kesima.

Si nona menepuk bahunya sambil tertawa.

"Lao-tee..... mengapa kau berdiri seperti patung ?" tegurnya. "Terimalah bunga ini .....! Bukankah tadi telah kujanjikan bahwa kalau bunga ini jatuh ke dalam tanganku, maka Swat-hoa tersebut akan kuhadiahkan padamu ?!"

Han Han seperti linglung. "Kau.....kau " katanya gugup.

"Kenapa?" tanya Liat Wie sambil tertawa waktu melihat sikap dan wajah Han Han yang lucu.

"Kau.   kau seorang gadis, nona ?" tanya Han Han lagi.

Wajah si gadis jadi berubah merah. "Jadi kau keberatan untuk selanjutnya memanggilku dengan sebutan 'toa-ko'?" tanya tertawa. "Baik! Untuk seterusnya kau boleh memanggilku dengan sebutan 'cie-cie' saja. Akur?!"

Han Han masih bersikap kaku, lagaknya seperti orang linglung. Dia sebentar-sebentar mengawasi wajah Liat Wie, dilihatnya wajah si gadis cantik luar biasa. Alisnya, itulah alis yang disebut potongan bulan-sabit, matanya yang berkelit seperti bintang kejora, juga potongan wajah si nona jadi cantik luar biasa dengan adanya rambut terurai panjang ke bahunya.

Liat Wie mengangsurkan bunga Swat Hoa kepada Han Han. "Terimalah!" kata si nona dengan suara yang memohon.

Sebetulnya Han Han ingin menolak, tapi melihat pancaran mata si gadis, setelah melirik pada Wu Kong Cong dan Gu Kim Ciang, maka akhirnya dia menerima juga bunga es itu dari tangan si nona Chiu.

"Terima kasih!" kata anak muda she Han tersebut.

"Mengapa kau mengucapkan terima kasih?" tegur Liat Wie sambil mengerutkan alisnya.

"Heh ?" Han Han kaget, dia sampai melengak. "Kenapa? Apakah aku telah salah bicara ?"

"Aku tanya, mengapa kau mengucapkan terima kasih ?" tanya si nona lagi, rupanya dia tak senang. "Bukankah .....bukankah kau telah memberikan bunga mujijat ini kepadaku

.....dan.   sudah sepatutnya aku mengucapkan terima kasih padamu !"

"Hmm.....kalau begitu kau sudah tak mau mengakui bahwa aku adalah cie- cie-mu, bukan ?" kata Liat Wie dengan muka yang masam.

"Oh,mana berani aku mempunyai pikiran begitu ?" kata Han Han cepat, dia jadi tambah gugup. "Aku malah gembira mempunyai seorang Cie-cie yang secantik kau!"

"Ploookkkk!" tiba-tiba tangan Liat Wie menampar muka Han Han. Seketika itu juga wajah anak muda tersebut bertapak jari yang berwarna merah.

"Hmmm.....kau bicara dengan hati yang tak jujur !" kata si nona sambil membalikkan tubuhnya menghampiri Gu Kim Ciang.

Waktu pipinya kena ditampar oleh si nona, Han Han jadi kaget, dia berdiri seperti orang kesima.

"Nona.....kau. !" katanya tergugu.

Liat Wie menahan langkahnya, dia menoleh ke arah Han Han.

"Hmmm..... bukankah kau keberatan untuk memanggilku dengan sebutan Cie-cie itu?" tegur gadis itu lagi.

Han Han benar-benar jadi bingung menghadapi sikap Liat Wie yang kukoay, aneh luar biasa, dia benar-benar tak mengerti apa maunya gadis ini.

"Nona.   !" panggilnya.

"Kau tetap tak mau memanggilku dengan sebutan Cie-cie ?" bentak si gadis dengan wajah yang berubah merah padam.

"Ini.....ini. !"

Liat Wie telah memutar tubuhnya, dia menghampiri Han Han, kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia mengayunkan tangannya menampar muka si anak muda. Kalau Han Han mau, dia bisa mengelakkan tamparan si gadis, tapi dia tak melakukan itu, sehingga 'plaaakkk !' pipinya kena dihajar lagi.

"Kau laki-laki yang tak mengenal budi !" kata si gadis dengan suara mendesis dan matanya berubah merah.

"Aku.....!" dan Han Han jadi bingung benar. Tapi akhirnya, setelah membanting-banting kakinya, dia berkata lagi : "Baiklah ! Cie cie.   terimalah

hormatku ini untuk menyalakan      terima kasihku atas pemberian bunga Swat-hoa

ini !" dan benar-benar anak muda she Han tersebut membungkukkan tubuhnya menjura pada si gadis. Liat Wie menghela napas, wajahnya berubah cerah lagi. Rupanya dia telah senang Han Han memanggil dirinya dengan sebutan 'cie-cie'.

Baru saja si gadis ingin berkata, tiba-tiba Gu Kim Cian telah berteriak : "Hei budak ! Kami bukan penonton yang mau melihat pertunjukan gratis dari dua orang angkatan muda yang terserang oleh panah asmara ! Cepatlah ! Kami akan berangkat !"

Liat Wie memutar tubuhnya, dia menghampiri Kim Ciang dan Kong Cong. Waktu sudah berada didekat kedua orang tua itu, dia membungkukkan tubuhnya memberi hormat.

"Terima kasih atas kebaikan Jiewie Loo-cianpwee !" katanya sambil tersenyum. "Kalau memang Loo-cianpwee mau berangkat, Boan-pwee juga tak berani menahannya .....silahkun !" dan Liat Wie membawa sikap seperti seorang tuan rumah sedang mempersiiahkan tamunya berlalu.

Gu Kim Ciang dan Kong Cong ketawa gelak-gelak.

"Hehehe, benar-benar lidahmu berbisa !" kata Kim Ciang. "Kalau memang kau mau mengusir diriku, hu, hu, katakan saja terus terang, kami juga memang sudah mau angkat kaki dari sini !" dan Kim Ciang mengangsurkan kopiahnya Chiu Liat Wie yang tadi kena dirampasnya. "Nih kopiah bututmu!"

Liat Wie menerima topinya itu sambil mengucapkan terima kasih, lalu dia memakainya kembali, sehingga kembali dia menyerupai seorang sasterawan, seorang pelajar.

Melihat Kim Ciang dan Kong Cong akan berlalu, Han Han cepat-cepat menghampiri.

"Gu Loo-cianpwee. !" katanya cepat.

"Ada apa lagi dengan bocah ini ?" menggumam si orang she Gu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Jangan-jangan dia hanya akan membikin kepalaku jadi tambah pusing !"

Wu Kong Cong juga hanya mengangguk sambil tsrsenyum ramah dia mengawasi Han Han.

"Loo-cianpwee .....bagaimana dengan kitab yang kau berikan ini ?" tanya Han Han setelah dekat.

"Itu kitab milik ayahmu !" menyahuti Kim Ciang cepat. "Ambillah olehmu, aku memang tak berhak memiliki kitab itu !"

Han Han membungkukkan tubuhnya. "Terima kasih Gu Loo-cianpwee !" kata Han Han. "Boan-pwee pasti tak akan melupakan budi Loo-cianpwee !"

"Hmmm!" mendengus Gu Kim Ciang. "Kau mengatakan tak akan melupakan budiku itu ?!"

"Menerjang lautan apipun kalau memang Loo-cian-pwee yang perintahkan, Boan-pwee pasti tak akan berani menolaknya ! menyahuti Han Han cepat. Gu Kim Ciang ketawa.

"Tapi kalau teman gadismu itu meminta kau menyerang diriku, apakah kau akan menolak ?" tanyanya.

Disanggapi begitu, Han Han jadi melengak, tapi kemudian dia jadi gugup, sehingga jadi salah tingkah.

"Ini..... ini    "

"Kenapa ?" tanya Gu Kim Ciang.

"Ini ...... ini tidak termasuk didalam hitungan, Loo-cianpwee !" menyahuti Han Han.

"Mengapa tak masuk hitungan ?!" tanya Gu Kim Ciang ketawa. "Tadi kau mengatakan bahwa kalau aku memerintahkan kau menerjang lautan api, kau pasti akan menerjangnya tanpa berani menolak, tapi kalau memang nanti kau bertemu denganku, dan teman gadismu itu meminta kau memenggal batang leher tuaku ini, bukankah kau akan menghunus pedang untuk menyeraug diriku mati-matian ?!"

"Ini.   mana berani Boan-pwee mempunyai pikiran begitu?" menyahuti Han

Han gugup.

"Kau memang tak mempunyai pikiran begitu !" kata Kim Ciang masih menggoda anak muda she Han itu. "Tapi seumpama kata nanti benar-benar teman gadismu itu meminta kau menanggal kepalaku, apakah kau akan menaruh perintahnya ! "

"Mana berani Boan pwee melakukan hal itu ?' menyahuti Han Han. "Jangan kata menyerang Loo-cian-pwee, sedangkan kepandaian Boan-pwee sendiri masih jauh dari sempurna, mungkin dengan sekali tepuk saja, jiwa Boan-pwee dapat dibinasakan oleh Loo-cianpwee Y!"

Kim Ciang ketawa lagi.

"Pintar kau bocah !" katanya. "Hu ! Hu ! Temyata kau sama liciknya dengan budak betina itu ! Kau juga pandai mengumpak orang !"

Han Han jadi tambah gugup.

"Tak berani Boan-pwee ! Tak berani Boan-pwee !" dia menyahuti. Melihat kelakuan orang yang seperti orang kctoiol-tololan, Chiu Liat Wie ketawa.

"Hu, mengapa kau seperti orang tolol saja ?!" bentaknya sambil tertawa. Apa maksud dengan mengatakan Boaopwee tak berani ? !"

"Apa pasti tak berani menyerang Loo-cianpwee !" menyahuti Han Han jujur. Kembali Chiu Liat Wie katawa.

"Tolol. !" gumamnya.

Wajah Han Han jadi merah, dia malu. Biar bagaimana dia tahu kemana arah tujuan perkataan Liat Wie. Perkataan 'tolol' itu pasti ditujukan untuk dirinya !

Wu Kong Cong pada saat itu telah menarik tangan Kim Ciang.

"Sudah kau jangan terlampau mengganggu bocah itu, Gu-heng !" katanya. "Kasihan ..... lihat saja mukanya telah berubah merah padam seperti kepiting direbus!"

Gu Kim Ciang mengangguk sambil tertawa.

"Benar !" dia menyahuti. "Nah bocah ! Sekarang aku pergi dulu, mudah- mudahan nanti kita berjodoh untuk bertemu lagi !"

Liat Wie cepat-cepat membungkukkan tubuhnya, diikuti oleh Han Han. "Sampai bertemu lagi, Loo-cianpwee !" kata Liat Wie, waktu Kong Cong

dan Kim Ciang telah menjejakkan kakinya berlalu dengan pesat, karena kedua jago tua itu telah berlari dengan menggunakan Gin-kang mereka.

Ssberlalunya Kong Cong dan Kim Ciang, maka di tempat itu hanya tertinggal Han Han dan Chiu Liat Wie berdua saja. Setelah mengetahui bahwa Toa-ko angkatnya itu adalah seorang gadis yang cantik luar biasa, sikap Han Han jadi kaku. Di tangannya, masih tergenggam bunga Swat-hoa yang diterimanya sebagai hadiah dari Liat Wie.

"Mengapa bunga Swat-hoa itu tak cepat-cepat kau makan ?" tegur Liat Wie setelah mereka sama-sama berdiam diri.

Han Han seperti baru tersadar.

"Ini kau peroleh dengan susah payah ? " kata Han Han kemudian. "Lebih baik kau saja yang memakannya !"

Wajah si gadis jadi berubah.

"Apakah kau merasa hina-dina menerima pemberian hadiah dariku ?" tegurnya tak senang.

"Oh. ' mana berani aku mempunyai perasaan begitu ?" menyahuti Han Han

gugup. "Kalau memang kau senang menerima hadiahku, cepat kau makan bunga Swat-hoa itu !" perintah Liat Wie.

Dengan terpaksa, Han Han mengangkat tangannya perlahan-lahan, kemudian dia mengawasi bunga itu, yang warnanya putih mulus, bersih dan indah sekali. Waktu berada di dekat hidungnya, anak muda she Han tersebut dapat mengendus bau harum yang luar biasa, yang berasal dari bunga itu.

"Cepat dimakan !" desak Liat Wie waktu melihat anak muda she Han tersebut ragu ragu memandangi bunga es itu.

Terpaksa Han Han memasukan bunga es tersebut terasa manis, juga sangat wangi, menyebarkan bau harum yang luar biasa. Sebentar saja, dia telah menghabiskan bunga tersebut. Waktu dia sedang mengunyah bagian bunga yang terakhir, dia merasakan dirinya segar luar biasa.

"Bagaimana? Segar?" tegur Liat Wie sambil tersenyum melihat wajah Han Han yang berubah merah segar.

Han Han mengangguk, dia cepat-cepat membungkukan tubuhnya memberi hormat kepada Liat Wie.

"Terima kasih atas budi nona ini !" katanya, sambil membungkuk dalam- dalam. Aku, Han Han, pasti tak akan melupakan budi nona yang besar dan tak terhingga nilainya ini !"

"Ploookkk !" tahu-tahu pipi Han Han kena di hajar oleh Liat Wie lagi. "Heh?" Han Han sampai melengak, dia mengawasi si gadis dengan tatapan

mata mendelong. Dia jadi mendongkol juga, karena berulang kali orang selalu menempilingnya. "Apakah ada kata-kataku yang salah sehingga menyinggung perasaan nona?"

Liat Wie rnengayunkan tangannya dengan mata mendelik.

Tapi kali ini Han Han tak mau membiarkan pipinya dihajar oleh gadis itu lagi, dia menggeser kakinya dan mengelakkannya sehingga tangan Liat Wie jatuh pada tempat kosong.

"Kau .....kau....." nyata Liat Wie gusar sekali, sehingga suaranya tergetar, di kala dilihatnya anak muda she Han itu mengelakkan serangannya.

"Tenanglah nona.....sebetulnya apa maksud nona dengan berulang kali menghajarku ?!' tanya Han Han bingung.

"Kau    kau benar-benar laki-laki tak berbudi !" menyahuti Liat Wie lagi. "Heh? Mengapa Kouw-nio mengatakan bahwa aku laki-laki tak berbudi ?" tanya Han Han. "Tadipun Kouw-nio mengatakan begitu ! Apakah aku orang she Han pernah melakukan sesuatu yang menjengkelkanmu?"

"Hmmm..... kalau memang bukan disebabkan aku telah menganggap kau sebagai adikku, apakah kau kira aku akan rela menyerahkan bunga es itu padamu

?" bentak Liat Wie lagi.

"Jadi..... jadi nona tak rela bunga itu dimakan olehku ?" tanya Han Han bingung. "Bukankah nona yang memaksakan memberikan padaku?!"

"Siapa yang mengatakan tak rela bunga itu diberikan padamu'' Liat Wie rnembaliki pertanyaan Han Han. "Siapa yang mengatakannya ?!" dan suara si nona yang terakhir ini sangat keras, nyaring sekali.

Han Han jadi tambah bingung.

"Jadi .....jadi apa maksud Kauw-nio ?" tanyanya tak mengerti, dia benar- benar kewalahan mengahadapi gadis tersebut.

"Hmmm.....bukankah sudah kukatakan, berhubung kau sudah kuanggap sebagai adikku dan aku sebagai cie-ciemu, maka mau juga bunga itu kuberikan padamu!" kata Liat Wie menerangkan dengan wajah yang merah padam, memperlihatkan kemendongkolannya. "Tapi berulang kali kau selalu memanggilku dengan sebutan 'nona', 'nona', apakah hatiku tak penasaran.?"

Seketika itu juga di kepala Han Han berkelebat sesuatu ingatan. Dia jadi tersenyum dan cepat-cepat membungkukkan tubuhnya memberi hormat kepada si gadis.

"Maafkanlah Cie-cie. !" katanya.

"Tadi adikmu telah lupa ! Kalau memang aku melakukan suatu kesalahan, maafkan. Sabagai seorang Cie-cie, kau tentu mau memaafkan kesalahan-kesalahan adikmu, bukan?"

Wajah Liat Wie jadi berubah cerah.

"Nah, kalau kau memanggilku begitu dan mau mengakui diriku sebagai Cie- ciemu, bukankah persoalan sudah beres sejak tadi?" kata si gadis girang. "Sudahlah Loa-tee, mari kita kembali kepenginapan hawa di sini sangat dingin sekali."

Han Han mengangguk.

"Tetapi sebagai Lao-teemu, maka aku harus mengetahui nama dan shemu yang besar. Cie-cie!" kata Han Han.

Wajah Liat Wie jadi berubah, tapi akhirnya jadi tersenyum tanpa mengatakan sepatah kaiapun, hanya melangkah meninggalkan tempat itu. Cepat-cepat Han Han mengejarnya.

"Nama Chiu Liat Wie tentunya bukan namamu yang asli, bukan?" tanya Han Han, lagi waktu dia sudah berhasil mengejar si gadis dan berjalan berendeng.

Nona itu mengangguk.

"Ya.....aku she Thio dan bernama In-In." menerangkan si gadis sambil melangkah dengan kepala tertunduk.

" Thio In In!?" mengulangi Han Han. "Aha, aku mempunyai seorang Cie-cie yang bernama seindah itu!" dan anak muda ini memuji dari hati yang setulusnya.

Wajah Liat Wie, atau nama sesungguhnya Thio In In, jadi berubah merah, tapi dia tersenyum, sehingga pipinya seperti juga buah Tho yang sudah masak. Dia mengeluarkan tangannya mencubit punggung Han Han !, sehingga anak muda she Han tersebut jadi menjerit kesakitan sambil tertawa.

"Ampun Cie-cie. 'adikmu tentu tak akan menggodamu lagi!" kata Han Han

sambil melompat dan berlari dengan tertawa.

Thio In In mengejarnya.

"Kalau kau tak mau menjura tiga kali padaku, maka aku akan mengejarmu dan kalau sampai kecandak, hmmm akan kukeset mulutmu yang jail itu!"

"Ampun Cie-cie .....adikmu pasti tak berani lagi !" kata Han Han. Tapi anak muda ini tak menghentikan larinya, dia telah berlari ke arah kampung Kuo-lie- chung, dengan dikejar terus oleh Thio In ln. Suara ketawa gembira mereka masih terdeugar, semakin lama semakin samar menjauh. sampai akhirnya leuyap.

Bunga-bunga salju masih turun terus menyiram bumi.....warna putih masih meliputi bumi, udara dingin sekali !

*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya

DIKALA udara pagi yang dingin itu masih meayelimuti seluruh isi permukaan bumi, maka tampak dua orang anak muda sedang melakukan perjalanan dengan menggunakan kuda. Mereka melakukan perjalanan di bawah hujan salju yang turun cukup deras. Keadaan disekitar tempat itu sangat sepi, karena selain masih terlalu pagi untuk masa-masa seperti sekarang, di mana salju masih turun, juga udara sangat dingin sekali, menyebabkan orang jadi segan untuk keluar rumah.

Tapi, kedua anak muda itu, yang melakukan perjalanan dengan mengambil jurusan kearah kota Leng-an, ternyata tak memperdulikan hawa dingin yang menyerang sampai ketulang sumsum. Malah tampak mereka melaratkan kuda tunggangan mereka itu dengan cepat, seakan-akan ingin berlomba dengan sang waktu. Dan kedua kuda tunggangan yang dipakai oleh kedua anak muda itu pun sehat-sehat, larinya sangat pesat, sebab itulah dua ekor kuda Mongolia yang terkenal kuat dan tinggi besar.

Mereka adalah Han Han dan Thio In In, itu gadis yang menyamar sebagai seorang pelajar yang telah menggunakan nama samaran sebagai Chiu Liat Wie.

Mereka sedang menuju kekota Leng-an untuk menyatroni Sam Tiauw Boe Koan, perkumpulan perguruan silat yang telah menyebabkan terjadinya banyak persoalan !

Hujan salju yang cakup deras, seperti tak dirasakan oleh Han Han dan Thio In In, mereka melakukan perjalanan dengan gembira, sebentar-sebentar diselingi oleh suara ketawa yang cerah.

Waktu mendekati senja, setelah melakukan perjalanan selama satu hari lebih, akhirnya Han Han dan Thio In In tiba di-kota Leng-an.

Kota tersebut tak seberapa besar, tapi cukup ramai. Di kala musim dingin, banyak toko-toko yang tutup, sehingga keadaan di kota tersebut agak sepi kalau dibandingkan dengan hari-hari sebelumya.

Han Han dan Thio In In memilih sebuah rumah penginapan untuk bermalam.

"Apakah malam ini juga kita menyatroni perguruan Sam Tiauw Boe Koan ?" tanya Han Han pada In In waktu mereka berada di daiam kamar.

Si gadis mengangguk.

"Boleh   !" sahutnya. "Tapi kau harus ingat, mereka tangguh dan lihai, tidak

bisa dibuat main !"

Han Han tersenyum, dia kembali ke dalam kamarnya untuk mengaso, mengatur tenaga untuk malam nanti menempur orang-orang Sam Tiauw Boe Koan.

*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya

Bab 24

MALAMNYA Han Han dan Thio In In memakai baju Ya-heng-ie, baju piranti keluar malam. Tapi berhubung sekarang musim salju, musim yang diliputi oleh hawa yang dingin sekali, maka di samping memakai Yang-heng-ie, mereka juga memakai mantel yang tebal, untuk melindungi tubuh dari serangan hawa dingin.

Dengan cepat sang waktu berkisar, waktu mendekati kentongan ketiga, dikala keadaan sudah sepi dan sunyi sekali, Han Han menghampiri kamar Thio In In dan mengetuk pinggir jendela kamar si gadis. Waktu jendela terbuka, maka tampak Thio In In melompat dari dalam kamarnya itu.

"Sudah siap?" tanya Han Han perlahan. "Sudah !" menyahuti Thio In In perlahan juga.

Tampak kedua orang ini dengan gesit dan ringan melompat keatas genting. Mereka berlari-lari dengan cepat. Walaupun genting dipenuhi oleh salju, sehingga agak licin tak mengurangi kelincahan Han Han dan In In.

Thio In In mengajak Han Han mengambil arah ke utara, mereka berlari-lari terus di genting rumah penduduk. Jarang sekali orang yang berkeliaran di kala hawa begitu dingin. Dengan cepat mereka telah sampai di pintu kota sebeiah utara. In In menuju ke sebuah gedung yang besar mewah serta bertingkat. Dia mengenjotkan kakinya melompat ke atas tembok gedung itu yang tinggi dan bercat serba hitam. Han Han meniru gerakkan sang kawan, dengan mudah, dia telah berada di samping kawan gadisnya itu.

Nona In In menoleh pada anak muda she Han tersebut waktu menyusul dirinya.

"Kita harus berlaku hati-hati!' nona Thio memperingati dengan suara yang perlahan.

Han Han hanya mengangguk.

Dengan hati-hati mereka melompat turun dari tembok itu, mereka memperoleh kenyataan di sekitar gedung itu sangat sepi sekali.

Pekarangan gedung tersebut sangat luas, keadaan cukup terang, karena pantulan dari salju. Dengan berindap-indap ringan Han Han bersama nona Thio memasuki terus ke dalam gedung itu. Waktu sampai di ruangan tengah, keadaan masih tetap sunyi.

Tiba-tiba, Han Han dan nona Thio jadi terkejut waktu di antara kesunyian malam, terdengar melengking suara seruling. Malah suara seruling itu memekakkan anak telinga.

"Hheehh .... ?" Han Han menoleh menatap Thio In In. "Siapa yang meniup seruling dalam suasana demikian dingin ?" Nona Thio mengangkat bahunya sambil tersenyum. "Anggap saja orang gila !" dia menyahuti.

Han Han memberi tanda dengan tangannya agar si-nona tak berisik, lalu dengan lincah, kedua mudi-mudi ini melompat ke belakang pohon. Dari situ mereka dapat memasang mata dengan leluasa sekali ke arah sekeliling pekarangan gedung tersebut. Keadaan tetap sunyi dan sepi.

"Mengapa tak tampak seorang manusia-pun ?" bisik Han Han di pinggir telinga si gadis.

Thio In In dapat merasakan pernapasan si-anak muda yang menyambar- nyambar pinggir pipinya, sehingga seketika itu juga dia merasakan pipinya berobah merah panas dan hatinya berdebar. Untuk menyembunyikan perasaannya itu, dia mengangkat bahu lagi.

"Mana aku tahu?" katanya menyahuti pertanyaaa Han Han. "Mungkin mereka sedang menjalankan tipu muslihat !

Han Han mengangguk, dan dia memasang mata lagi.

Suara seruling masih terdengar terus, kadang-kadang terdengar merendah sayu sekali, menyayatkan pendengaran, seperti juga mengiris-iris jantung dan kemudian nada suara seruling itu berubah tinggi melengking menyakitkan anak telinga, bersemangat, seperti juga lagu perang, bergelombang turun naik, seperti juga semangat para tentara yang sedang maju ke medan laga.

"Itulah lagu 'Melepas kekasih kemedan perang' ciptaan Go Couw Lie, penyair terlenal!" bisik nona Thio dipinggir telinga Han Han dengan suara yang perlahan sekali. "Tapi, peniup seruling itu telah merobah alunan pada bait kelima dan ketujuh, dia menambahkan dengan getaran Lwee-kang, sehingga seperti mau diartikan, runtuhnya langit dan mengamuknya gelombang lautan !"

"Oh ....!'' Han Han hanya menyahuti begitu, karena pengetahuannya di bidang Boan, sastera, sangat kurang sekali. "Mari kita selidiki tempat dari orang yang sedang meniup seruling itu !"

Thio In In mengangguk, lalu dengan berbareng mereka melompat gesit ke pinggir tembok. Walaupun gerakan mereka sebat sekali, toh mereka tetap berlaku hati-hati.

Di sebelah kiri dari gedung itu, tampak jendela masih terang memantul keluar cahaya lilin, hati-hati In In dan Han Han menghampiri kamar itu. Lama juga mereka berdiri di dekat jendela tanpa berani merusak kertas jendela, karena mereka mengetahui bahwa penghuni kamar itu tentu seorang yang kosen, maka mereka harus berlaku hati-hati.

Han Han mengedipkan matanya memberi tanda kepada In In, lalu membungkukkan tubuhnya akan merusak kertas jendela dengan lidahnya untuk mengintip ke dalam. Namun, baru saja dia menggerakkan tubuhnya, dan dalam telah terdengar suara helaan napas.

"Dua Hoo-han yang berada di luar .... !" terdengar suara yang sabar sekali. "Mengapa tak masuk saja? Bukankah udara di luar dingin sekali?"

Han Han dan Thio In In jadi terkejut, mereka sampai melompat ke samping. Mereka juga tak menduga semula, bahwa orang di dalam kamar itu kosen luar biasa, sehingga mengetahui kedatangan mereka berdua.

"Masuklah !" terdengar suara dari dalam kamar itu, sabar suaranya, suara seorang laki-laki tua. "Udara di luar sangat dingin, nanti Jiwi Sie-coe bisa jatuh sakit terserang angin jahat !"

Han Han menatap Thio In In, sedangkan si nona Thio juga jadi menatap anak muda she Han tersebut, mereka berdua jadi bingung. Untuk sementara waktu, mereka jadi saling pandang dan berdiam diri mepet bersembunyi di balik tembok.

"Masuklah Ji-wie Sie-coe !" kata orang di daiam kamar itu dengan suara yang sabar. "Akupun di sini sebagai orang tawanan dari orang-orang Sam Tiauw Boe Koan !"

"Heh ? Dia tawanan Sam Tiauw Boe Koan ?" kata Han Han kaget.

"Ya .... Loo-hu memang bernasib malang sehingga harus terjatuh ke dalam tangan kurcaci dari orang-orang tiga rajawali ini !" menyahuti orang yang berada di dalam kamar itu tapi dengan suara yang sabar sebelum In In menyahuti perkataan Han Han.

"Masuklah .... mari kita pasang bicara untuk melewati suasana dingin yang menjengkelkan ini !"

Han Han memberi tanda kepada In In, kemudian dengan berani dia menghampiri daun pintu kamar itu. Dilihatnya seorang laki-laki bertubuh kekar yang rupanya penjaga kamar itu, telah rebah tak sadarkan diri dan dalam keadaan tertotok jalan darah 'pulas'nya.

Anak muda she Han tersebut cepat-cepat menarik tangan Thio In In, dengan berani Han Han mendorong daun pintu dengan bersiap-siap untuk menjaga segala sesuatu kemungkinan dari serangan gelap, karena dari cara bicaranya orang yang berada didalam kamar itu, telah menandakan tingginya ilmu silat orang itu ! Begitu pintu menjeblak, maka Han Han dan In In berdiri menjublek dengan mata melotot, seperti memandang sesuatu yang hebat. Mereka seperti tak mau mempercayai penglihatan mereka.

Apa yang dilihat kedua muda-mudi itu ?

Ternyata di dalam kamar itu tak terdapat perabotan rumah tangga, kosong sama sekali. Hanya, di sudut ruangan itu yang sebelah kanan, tampak seorang kakek-kakek berjanggut panjang sedang dalam keadaan tersiksa.

Dan keadaannya sangat menyedihkan. Tubuhnya tergantung dengan kedua tangan terkulai, karena tulang Pie-peenya di bagian pundak tertusuk oleh rantai baja, sehingga biarpun dia mempunyai kepandaian yang luar biasa tingginya, tokh orang ini tak mungkin dapat meloloskan diri dari kamar itu. Setiap kali dia menggerakkan tangannya menggunakan tenaga dia akan menderita kesakitan yang hebai. Sebab, tulang-tulang Pie-peenya akan beradu dengan besi-besi rantai itu.

"Masuklah !" kata kakek itu dengan suara yang sabar waktu melihat Han Han dan In In berdiri menjublek di situ.

Han Han melangkah perlahan-lahan memasuki kamar tersebut diikuti oleh In In. Tadi waktu pintu menjeblak, In In telah menjerit tertahan, maka wajahnyapun masih pucat pias waktu dia melangkah masuk ke dalam kamar itu. Pemandangan yang ada di depan matanya itu sangat kejam sekali, siksaan yang diterima kakek itu luar biasa kejamnya.

"'Loo-pek     siapakah kau? Mengapa tertawan oleh orang-orang Sam Tiauw

Boe Koan?" tanya Han Han begitu berada di depan si kakek.

Melihat Han Han dan Thio In In, kakek itu tersenyum, dia menggeleng- gelengkan kepalanya dengan wajah yang berduka.

"Biarlah aku tersiksa begini macam, aku puas, karena aku telah bertemu dengan kalian !" menyahuti kakek itu sesaat kemudian. "Aku ingin meminta bantuanmu untuk membalaskan sakit hatiku terhadap orang-orang Sam Tiauw Boe Koan .... sakit hatiku ini sedalam lautan dan setinggi gunung Hoa-san, maka dari itu, luluskanlah permintaanku ini !" dan sebelum Han Han dan Thio in In mengiyakan, kakek itu telah mengangkat seruling yang tergenggam di tangannya, lalu meniupnya perIahan-lahan dengan suara yang sayu menyedihkan.

"Loo-pek .... siapakah yang telah menyiksamu dengan cara yang demikian kejam ?" tanya Thio In In ngeri waktu melihat keadaan kakek itu. Lebih-lebih dilihatnya, dengan rambut yang teriap panjang sampai menutupi sebagian wajahnya, menyebabkan keadaan si kakek menyeramkan sekali. Kakek itu menunda meniup serulingnya. Dia tersenyum pahit, wajahnya muram sekali.

"Aku telah tersiksa demikian selama dua puluh tahun !" menyahuti kakek itu perlahan. Di saat rembulan bersinar penuh pada bulan depan, maka genaplah aku mendiami kamar ini selama duapuluh satu tahun ! Hmmm .... biarpun begitu, biarpun mereka bermaksud melenyapkan kepandaian silatku ini, dengan merusak kedua tulang Pie-pee-ku, tapi toh Thian mengabulkan permohonanku dengan mengirimkan kalian datang kemari !"

"Siapakah yang telah menyiksa Loo-pek demikian macam ?" tanya Han Han setelah menenangkan goncangan hatinya.

Kakek itu tersenyum sedih.

"Ketiga paman gurunya Wie Tiong Ham, itu ketua dari pintu perguruan Sam Tiauw Boe Koan, telah menawanku pada duapuluh tahun yang lalu dengan menggunakan .cara yang tak tahu malu dan licik sekali. Sebetulnya kepandaian mereka tak seberapa, dalam beberapa jurus seharusnya aku dapat merobohkannya, namun disebabkan sikap congkakku, maka membawa malapetaka ini!"

"Mereka menggunakan tipu licik, Loo-pek ? " tanya nona Thio sambil mengerutkan alisnya.

Kakek itu mengangguk.

"Ya .... ketiga paman gurunya Wie Tiong Ham tak bisa melawanku dengan menggunakan kekerasan, maka mereka telah menggunakan tipu yang halus, mereka memasukkan obat tidur ke dalam cawan arakku, sehingga dengan mudah aku tertawan oleh mereka dan seterusnya aku telah menjadi setengah manusia dan setengah hantu dengan keadaanku yang demikian macam, mereka juga telah melenyapkan ilmu silatku dengan menembusi kedua tulang Pie-pee di pundakku ini dengan rantai besi, sehingga untuk seterusnya aku tak bisa bersilat lagi ! Hai ....

betapa penasaran itu sangat besar, sedalam lautan dan setinggi gunung Tay-san! Rupanya Thian mendengar penasaran hatiku, maka Thian telah mengirimkan kalian kemari !"

"Jadi mereka menggunakan obat bius untuk merobohkan Loo-pek?" tanya nona Thio begitu si Kakek sedang menarik napas.

"Tidak seluruhnya benar !" menyahuti si kakek. "Sebetulnya, begitu mereka menaruh obat bius di dalam cawanku, aku sudah mengetahuinya, namun disebabkan oleh sifat angkuhku, maka aku telah meminum arak itu dan kami bertempur. Ketiga paman guru Wie Tiong Ham cukup lihai, mereka mempunyai ilmu mengepung yang dinamai Sam-coa-tin, barisan tiga ular, aku menduga tadinya dapat memukul pecah barisan tin itu, tapi setelah bertempur, aku jadi kaget sendirinya, karena barisan tin dari ketiga paman guru Wie Tiong Ham sangat ketat dan sukar diterobos, kerja sama dari ketiga orang itu sangat baik sekali. Aku jadi gugup, karena setelah bertempur selama tiga batang pemasangan hio, aku masih belum bisa menerobos keluar dari kepungan mereka, sedangkan obat bius yang kuminum mulai bekerja, sehingga tenagaku semakin berkurang dan akhirnya aku roboh tak ingat diri, menjadi tawanan dari ketiga manusia licik itu !" dan kembali si kakek menghela napas.

"Jadi sejak hari itu Loo-pek dikurung di kamar ini?!" tanya si-anak muda she Han begitu melihat si kakek menyelesaikan ceritanya.

Kakek itu mengangguk.

"Ya .... duapuluh tahun bukanlah suatu jarak waktu yang singkat, mungkin waktu dulu aku tertawan, kalian berdua belum dilahirkan ke bumi ini !" dan berulang kali si kakek menghela napas lagi.

"Setiap hari kamar ini dijaga orang-orangnya Sam Tiauw Boe Koan, Loo- peek ?" tanya nona Thio sambil melirik kearah pintu, di-mana di luar kamar salah seorang dari penjaga kamar itu menggeletak tak berkutik disebabkan tertotok.

Si kakek seperti juga dapat membade jalan pikiran kedua anak muda itu, dia tersenyum sedih.

"Setiap satu minggu sekali diganti penjaga!" dia menerangkan. "Dulu waktu pertama kaii aku tertawan, kamar ini memang dijaga ketat sekali, namun setelah berselang puluhan tahun, berangsur-angsur penjaga kamar ini berkurang, sampai . akhirnya setiap minggu ganti penjaga dan hanya dikawal seorang penjaga saja !"

"Mengapa Loo-pek bisa bermusuhan dengan orang-orang Sam Tiauw Boe Koan ?" tanya nona Thio.

Mendengar pertanyaan In In, mata si kakek mencilak menyeramkan, wajahnya berubah hebat. Tapi akhirnya dia hanya menghela napas.

"Sulit kuterangkan!" katanya dengan suara berduka. "Tak bisa kuterangkan sebab-musabab dari permusuhanku dengan Wie Tiong Ham,"

Thio In In dan Han Han mengangguk-angguk mengerti. Mereka tak mendesak.

Sedangkan si kakek telah mengawasi In In dan Han Han bergantian. "Bisakah aku meminta pertolonganmu, anak muda ?" tanyanya dengan suara

penuh harap. "Katakanlah Loo-pek, aku pasti akan menolongmu sekuat tenaga!" menyahuti Han Han cepat.

"Bagus! Aku berterima kasih pada Thian yang telah mengirim kalian kemari!" katanya dan dia menarik napas.

"Katakanlah apa yang ingin Loo-pek perintahkan ?" tanya Han Han lagi waktu melihat orang itu seperti ragu mengucapkan yang akan dikatakannya.

Kembali si kakek menghela napas.

"Dulu duapuluh tahun yang lalu, aku seorang jago yang tiada tandingannya. Aku pernah mendidik Khu Sin Ho, Tok Sian Sia dan Gouw Lap, semuanya itu kudidik dan kuturunkan seorangnya satu jurus "

Mendengar sampai disitu Han Han terkejut.

"Khu .... Khu Sin Hoo dan Tok Sian Sia, Loo-pek?" tanya Han Han dengan hati berdebar.

Kakek itu mengangguk sambil mengawasi Han Han dengan kilatan mata yang tajam.

"Kau kenal dengan mereka ?!" tanyanya. Han Han cepat-cepat menekuk lututnya.

"Mereka adalah pendekar-pendekar yang luar biasa, budi yang pernah diberikan oleh mereka kepada Boan-pwee, tak terlupakan olehku !" kata Han Han.

Mata kakek itu jadi mencilak lagi.

"Ada hubungan apa antara kau dengan Khu Sin Hoo dan Tok Sian Sia?" tegurnya.

"Mereka telah menurunkan ilmu silat yang tinggi kepada Boanpwee !" menyahuti Han Han jujur.

"Jadi mereka guru-gurumu ?" tanya si kakek itu lagi. "Jadi aku ini bisa juga kau sebut sebagai Cauw-soemu, kakek guru !"

Han Han cepat-cepat menggelengkan kepalanya. "Bukan !" dia menyahuti.

"Eh .....'kenapa bukan?!" tanya si kakek heran. "Bukankah tadi kau yang mengatakan bahwa mereka telah mendidik kau dalam ilmu silat ?"

Han Haa mengangguk.

"Benar mereka mendidik Boan-pwee untuk mempelajari ilmu silat, tapi mereka tak mau dipanggil sebagai Soe-hoe, guru, karena mereka masing-masing telah bersumpah tak akan memungut murid." Menerangkan Han Han. "Mereka menurunkan ilmu silat mereka masing-masing hanyalah disebabkan adanya sesuata persoalan !"

Wajah si kakek jadi kecewa.

"Kalau begitu, mereka bisa dianggap juga sebagai sahabat-sahabatmu, bukan?" tanya kakek tua itu lagi.

Han Han mengangguk-anggukkan kepalanya sampai keningnya membentur

lantai.

"Mana berani Boan-pwee mempunyai pikiran begitu ?" katanya cepat.

"Walaupun mereka tak mau menerima panggilan guru, tokh di dalam hati Boan- pwee tetap mengakui setulusnya bahwa mareka adalah In-soe dari Boan-pwee !" In-soe ialah guru berbudi.

Wajah kakek itu jadi berubah berseri .kembali.

"Bagus !" serunya. "Kalau begitu, akupun ingin menurunkan ilmu Sin-siauw untuk pemecah dari Sam-coa-tin ketiga paman guru dari Wie Tiong Ham !" Yang dimaksud oleh si kakek dengan sebutan Sin-siauw, ialah seruling sakti, sedangkan Sam-coa-tin, barisan tiga ular..

Ban Han. jadi terkejut.

"Loo-pek.....ini .....ini. " katanya agak gugup.

"Kau pelajari ilmu yang akan kuturunkan padamu !" kata si kakek tegas. "Tokh menambah ilmu tak ada ruginya untukmu, bukan ?"

Han Han jadi tambah gugup lagi, tapi baru saja dia ingin menolak, si kakek telah berkata lagi "Kau boleh tidak menganggap aku sebagai gurumu, kita hanya bersahabat ! Hanya melalui tangan dan pertolonganmu, maka aku minta kau membalaskan penasaranku ini memecahkan Sam Coa Tin dari ketiga paman gurunya Wie Tiong Ham!"

Han Han tak dapat, menolak lagi, sedangkan Thio In In telah mencubit ujung lengannya, sehingga seketika itu juga si bocah mengetahui bahwa si nona Thio juga menganjurkan dirinya antuk menerima apa yang akan diturunkan oleh si kakek. Maka akhirnya dia mengangguk juga.

"Baiklah !" dia menyahuti.

Wajah si kakek berubah girang, dia sampai lupa bahwa dia sedang tertawan dengan tulang pie-peenya terikat dengan rantai besi, dia berjingkrak, untuk akhirnya dia menjerit kesakitan, karena tulang pie-peenya itu terkait tertarik kencang. Kakek itu jadi meringis.

Han Han dan Thio In In yang melihat keadaan si kakek, jadi hiba. "Bagaimana kalau rantai itu kami putuskan saja Loo-pek ?" tanya Han Han. Si kakek mengalap-ulapkan tangannya.

"Jangan !" katanya cepat. "Percuma saja, karena akan membuang tenagamu cuma-cuma !." dan dia menghela napas. "Lebih baik kau cepat-cepat mempelajari apa yang akan kuwariskan kepadamu ! Selama duapuIuh tahun berada di dalam ruangan ini, hmm aku telah memikirkan dan memutar otak mencari jalan keluar untuk memecahkan tin dari Sam-coa-tin, dan akhirnya, dengan menyaksikan perkelahian dua ekor cicak, aku dapat memecahkan juga barisan itu ! Dengan ciptaanku ini, kalau kau menghadapi Sam-coa-tin, kau gunakanlah, buktikan pada mereka, bahwa ilmu yang mereka andalkan itu dapat dipecahkan dengan mudah !

Han Han mengangguk, begitu jaga Thio In In. Mereka tak banyak bertanya. "Penjaga yang sengaja kutotok dengan timpukan biji wie-jen telah berjaga

selama dua hari, jadi lima hari lagi baru datang penggantinya. Selama lima hari ini, kau harus tekun mempelajari apa yang akan kuturunkan, karena dalam waktu lima hari itu, belum tentu kau dapat mengingat semua apa yang kuwariskan kepada kalian berdua !"

Han Han mengiyakan lagi. Tiba-tiba dia seperti teringat sesuatu.

"Loo-pek, mengapa gedung ini tampaknya sunyi sekali seperti tak berpenghuai ?" tanya anak muda she Han tersebut.

Kakek itu ketawa tawar.

"Inilah memang yang dikehendaki oleh Thian agar kalian dapat mempelajari ilmu yang akan kururunkan, karena seluruh keluarga Wie Tiong Ham pergi mengunjungi pesta perkawinan putri orang she Wie tersebut, yang dilangsungkan di rumah mempelai laki-laki di kota Cui-ko-an. Aku mengetahui dari penjaga yang sedang menggeletak tertotok di luar !"

"Oh !" dan Han Han tak menanyakan apa-apa lagi.

Pada saat itu, si kakek sudah lantas meminta Han Han dan Thio In In menghafalkan Kauw-hoat, teori, ilmu silat si kakek, dasar memang otak Thio In In cerdas, dia dapat meaghafal dengan cepat. Sedangkan Han Han setelah mengulang dua kali, dia juga dapat menghafal diluar kepala seluruh Kauw-hoat, teori, ilmu silat si kakek.

Sorenya, si kakek mulai menurunkan beberapa jurus dari Sin-siauw-pang- hoat atau tongkat seruling sakti, yang seluruhnya berjumlah hanya tujuh jurus dan setiap jurus dibagi tiga gerakan, sehingga jumlah seluruh gerakan itu hanya duapuluh satu gerakan. Namun setiap gerakan sangat luar biasa sekali. Pada pertama kali si kakek menurunkan ilmu silat ssrulingnya itu, Han Han dan Thio In In heran berbareng tak begitu memperhatikan, karena mereka menganggap ilmu itu biasa saja. Apa lagi hanya dibagi tujuh jurus dari duapuluh satu gerakan, mau mereka duga bahwa si kakek adalah manusia sinting. Namun, begitu mereka mempelajari ternyata setiap gerakkan hebat luar biasa. Dalam sekali gerakan saja, tangan mereka dapat mengurung lawan, sehingga sulit bagi lawan untuk meloloskan diri dari cengkeraman mereka !

Begitulah, saking asyiknya, kedua muda-mudi ini mempelajari terus ilmu Sin Siauw Pang Hoat sampai empat hari empat malam tanpa tidur, sehingga benar- benar dapat menguasai setiap gerakan dari ilmu silat seruling itu.

Sedangkan si kakek sendiri, setiap ayam jago berbunyi menandakan sang fajar muncul, pasti akan menyemburkan biji-biji wie-jen, sehingga selama empat hari terus menerus orang yang menjadi penjaga kamar itu selalu tertotok tak dapat beraerak !

*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya

Bab 25

PADA sore hari kelima sejak Han Han dan Thio In In digembleng oleh kakek luar biasa itu, tampak Han Han dan nona Thio baru mengaso.Mereka baru merasakan perut mereka sangat lapar. Dengan lahap, kuwe kering si kakek yang ada di dekat kakinya dimakan habis oleh mereka.

"Kalian telah mempelajarinya cukup baik !" kata si kakek sambil tersenyum waktu melihat Han Han dan nona Thio itu sedang makan. "Hanya yang kurang latihan, dan pendalaman menggunakan setiap jurus."

"Ya!" menyahuti Han Han sambil mengangguk.

Tapi baru saja Han Han menyahuti begitu, tiba-tiba si kakek berseru kaget, dia seperti teringat sesuatu.

Han Han dan Thio In In jadi terkejut kedua muda-mudi ini sampai melompat berdiri.

"Kenapa Loo-pek?" tanya Han Han khawatir. Mereka duga, si kakek ini terserang semacara penyakit. "Cepat kalian lihat penjaga yang di luar !" kata si kakek. "Malam tadi karena aku terlampau girang penasaranku ini pada keluarga Wie akan terbalas, aku jadi lupa menotok dengan Wie-jen penjaga itu .....kalau memang dia masih tak bisa bergerak, kalian totoklah jalan daran Cie-me-hiatnya !"

Dengan lincah nona Thio mengiyakan sambil melompat ke dekat pintu. Tapi begitu melihat keluar, dia jadi berdiri menjublek. Dia juga mengeluarkan seruan seperti orang kaget.

Han Han yang melihat keadaan kawannya, jadi kuatir. Begitu juga si kakek.

Dengan sebat Han Han melompat ke samping Thio In In. "Kenapa kau, Cie-cie ?" tegurnya.

"Orang itu telah kabur !" menyahuti Thio ln In lemas.

"Celaka !" seru Han Han kaget. "Dia pasti akan memberikan laporan kepada Wie Tiong Ham yang tentunya telah kembali dari pesta perkawinan puterinya ! Kita harus bersiap-siap !"

"Tenang ! " kata si kakek tenang. "Kita tak perlu gugup ! Sebentar lagi orang-orang itu memang akan datang untuk mengepung kalian, tapi kalian harus menghadapinya dengan tenang . Ilmu yang kuwariskan kepada kalian berdua pasti akan berguna banyak untuk merobohkan dan memecahkan tin dari orang Wie Tiong Ham !"

Han Han juga bisa menenangkan hatinya, dia mengangguk. Tapi berbeda dengan nona Thio, dia jadi gelisah sekali. Dia merasakan adanya suatu keganjilan di dalam persoalan terlepasnya penjaga kamar yang telah beberapa hari tertotok itu. Dia memutar otak untuk memikirkannya. Mengapa penjaga itu bisa terlepas begitu saja ? Bukankah kakek luar biasa itu sangat lihai dan dapat mendengar tindakan dan langkah kaki. Kalau penjaga kamar itu akan kabur, toh si kakek akan mengetahui dengan mendengar suara langkah kakinya dan dia bisa menotok lagi dengan Wie-jennya?! Mengapa tak dilakukan hal itu dan malah si kakek mengatakan telah lupa untuk menotok pula pada malam sebelumnya.

Thio In In memutar otak terus, dasarnya dia cerdas, maka dia segera dapat memecahkan persoalan itu.

"Aku tahu !" dia kata tiba-tiba sambil menepuk pahanya.

"Kau tahu apa, bocah ? " tanya si kakek dengan mata mencilak waktu melihat In ln mengucapkan ' aku tahu ' dengan mata menatap si kakek tajam sekali. "Ini tentu Loo-pek yang sengaja melepaskan penjaga itu !" kata si nona

Thio. "Kau sengaja melepaskan dia untuk umpan dan merupakan juga undangan bagi Wie Tiong Ham. Kau tahu, pada hari kelima ini kami akan selesai mempelajari Sin-siauw Pang-hoat, maka kau sengaja tak menotoknya lagi, agar si- penjaga itu dapat memberikan laporan dan kami akan dikepung serta mengadakan perlawanan !"

Si kakek tersenyum mendengar perkataan Thio In In. "Kau cerdas bocah !" katanya.. "Memang benar apa yang kau ucapkan tadi !"

Thio In In tersenyum lagi.

"Dan, dengan adanya pertandingan di depan ruangan ini, Loo-pek dapat mengikuti jalannya pertempuran dengan mengandalkan pendengaran Loo-pek yang tajam, sehingga Loo-pek akan mengetahui, apakah ilmu yang Loo-pek ciptakan itu telah sempurna untuk memecahkan barisan tin Sam Coan Tin dari Wie Tiong Ham

! Dengan sendirinya, kami berdua akan dijadikan bahan percobaan oleh Loo-pek !" Si kakek hanya tersenyum, dia mengulap-ulapkan tangannya.

"Mereka telah datang !" katanya. "Ingat, jangan gugup menghadapi barisan tin mereka, kalian harus berlaku cerdik setiap menggunakan salah satu jurus-jurus di antara ke-tujuh jurus yang kuberikan kepada kalian. Apa lagi kalau memang ada kerja sama yang baik di antara kalian, pasti di dalam satu dua jurus barisan itu akan terpukul pecah !"

Pada saat itu di luar kamar telah terdengar suara ribut-ribut, berisik sekali, juga terdengar suara beradunya senjata-senjata tajam.

Han Han melirik pada Thio In In, sedangkan si gadis tersenyum tenang. Ternyata nona Thio dalam menghadapi keadaan begitu macam, dia masih dapat berlaku tenang. Nyata, dia lebih berpengalaman di dalam dunia Kang-ouw kalau dibandingkan dengan Han Han.

Han Han menjura pada si kakek, begitu juga Thio In In, dia memberi hormat kepada kakek itu, kemudian keduanya bersiap-siap. Mantel tebal mereka yang telah lima malam tak digunakan, mereka kenakan kembali.

"Hai bocah kunyuk !" terdengar suara bentakan dari luar. "Cepat kau keluar!"

Dengan tenang Thio In In keluar diikuti oleh Han Han. Waktu mereka membuka daun pintu, tampak di tengah-tengah dari lingkaran puluhan orang yang mengurung kamar itu, seorang laki-laki tua sedang berdiri dengan bertolak pinggang, Wajahnya bengis sekali, jenggotnya kaku dan matanya berkilat memancarkan hawa pembunuhan. Di sampingnya berdiri Oey Pok Say dan Sam Tiong Ham, itu kedua orang yang pernah mengejar Sam Nio Nio dan suaminya. Waktu Han Han keluar. Oey Pok Say dan Sam Tiong Ham dapat melihat anak muda ini, mereka jadi mengeluarkan seruan tertahan.

Laki-laki tua berjenggot kaku dan bermuka bengis, menoleh kepada kedua orang she Oey dan she Sam itu.

"Kenapa ? " tegurnya dengan suara yang parau. Oey Pok Say menunjuk kearah Han Han.

"Dialah yang telah menghalang-halangi kami waktu kami ingin menangkap Sam Nio Nio dan suaminya !" Pok Say menerangkan.

"Hmm. !" laki-laki bengis itu mendengus. "Dan itu bocah yang seorangnya

yang pernah kulukai !"

"Benar," manyahuti Pok Say. "Dengan sendirinya, hari ini kita bisa menangkap dua ekor ikan Lee-hie sekaligus !"

Laki-laki bengis itu mendengus lagi.

Sedangkan Thio In In dan Han Han telah menuju keluar dari dalam kamar. "Yang bermuka bengis dan berjecggot kaku itu adalah orang she Wie dan

bernama Tiong Ham, yang mengepalai pintu perguruan dari Sam Tiauw Boe Koan ini. !"

Thio In In membisikkan di tepi telinga Han Han. "Entah ke mana ketiga paman gurunya, biasanya mereka mengiringi keponakkan muridnya tersebut."

"Oh .....jadi dia yang bernama Wie Tiong Ham ?" tanya Han Han dengan suara yang perlahan, berbisik juga.

Thio In In mengangguk membenarkan.

Pada saat itu WieTiong Ham telah membentak dengan suara yang keras : "Anak muda she Chiu! Cepat kau kembalikan emas. yang kau curi, kalau tidak, hmm, hari ini jangan harap kau dapat meloloskan diri dari tanganku !"

Thio In In ketawa mengejek, dia masih diduga oleh Wie Tiong Ham sebagai seorang anak muda, karena dia masih tetap berpakaian seperti seorang peiajar.

"Apakah kau kira barang yang telah jatuh ke daiam tangan Siauw-yamu ini dapat diambil kembali begitu saja ? " dia tanya dengan suara yang tawar.

Wajah Wie Tiong Ham berubah merah padam, dia sangat murka sekali. "Kalau memang kau tak mau mengembalikan, jangan harap kau dapat hidup

lebih lama !" ancamnya.

"Kita lihat saja, siapa yang lebih dahulu menghadap Giam Lo Ong !" menyahuti Thio In In. Dingin suaranya. Wie Tiong Ham jadi berjingkrak saking murkanya, dia mengibaskan lengan jubahnya, maka Oey Pok Say dan Sam Tiang Hin melompat menerjang kearah Thio In In, sedangkan anak buah Wie Tiong Ham lainnya bersorak dengan suara yang berisik sekali, untuk memberikan semangat kepada Sam Tiang Hin dan Oey Pok Say.

Nona Thio yang sekarang bukan nona Thio In In lima hari yang lalu, sekarang dia telah mempelajari ilmu yang diturunkan si kakek, dia juga telah berubah menjadi seorang pendekar yang kosen sekali. Maka, begitu melihat Oey Pok Say dan Sam Tiang Hin menerjang dirinya, dia mendengus, dengan ringan, dia menggerakkan tangan dan kakinya. tahu-tahu tampak tubuh Sam Tiang Hin dan Oey Pok Say melayang dengan mengeluarkan suara jeritan yang menyayatkan dan ambruk di lantai dengan tubuh tertotok, sehingga kedua orang itu jadi tak bisa berkutik lagi.

Wie Tiong Ham yang melihat nasib kedua anak buahnya, dia jadi terkejut, sampai berteriak kaget, dengan cepat dia melompat menghampiri.

Dilihatnya Oey Pok Say dan Sam Tiang Hin menggeletak tertotok dengan mata mendelik, mereka tak berkutik. Maka orang she Wie tersebut jadi kaget bukan main. Kedua orangnya ini adalah dua orang jago yang tak rendah kepandaiannya, maka dia heran berbareng terperanjat, melihat sekali bergebrak, Thio In In, itu ‘anak muda' she Chiu dapat merobohkannya dengan mudah! Cepat- Wie Tiong Ham mengulurkan tangannya untuk membuka totokan pada diri Oey Pok Say dan Sam Tiang Hin. Tapi untuk kagetnya, kedua orang itu bukannya terbebaskan dari totokan Thio In In, malah menggigil seperti orang kedinginan. Wie Tiong Ham jadi terperanjat, dia sampai mandi keringat dingin. Dicobanya lagi untuk menotok beberapa jalan darah kedua orang bawahannya itu, tapi tetap saja dia tak berhasil membebaskan kedua anak buahnya. Malah yang hebat, muka kedua anak buahnya itu jadi berubah pucat dan matanya mendelik.

Sedang Wie Tiang Ham gugup berusaha menolong kedua orang anak buahnya itu, tiba-tiba terdengar suara yang dingin "Minggir kau Tiong Ham !"

Waktu Tiong Ham menoleh, dilihatnya ketiga paman gurunya, yang masing- masing bernama Cioe Kat, Can Kat, Lioe Kat, sedang mendatangi. Dia jadi girang. "Samwie Soe-siok !" katanya sambil berdiri dan memapak ketiga paman gurunya itu. "Bocah itu telah menggunakan ilmu si luman untuk menotok Oey dan

Sam Cong-sie !" Cioe Kat ketawa dingin, dia menghampiri dengan paras muka membeku dingin. Dengan menggunakan ujung kakinya, dia mendupak punggung Oey Pok Say dan Sam Tiang Hin sambil berkata : "Orang tak punya guna !"

Dan tampak Oey Pok Say dan Sam Tiang Hin bangun perlahan-lahan. Nyata dia telah terbebaskan dari totokan Thio In In.

Pada saat itu Coe Kat, Can Kat dan Lioe Kat bertiga telah menghadapi Thio In In dan Han Han.

"Bocah!" bentak Loei Kat. "Mau apa kau selalu mengacau daerah kekuasaan kami?"

Thio In In juga ketawa dingin.

"Daerah kekuasaanmu?" ejeknya. "Hm ..... siapa yang telah mengangkatmu raja kecil ?! Aku adalah aku, ke mana aku suka maka aku pergi, kemana aku senang, pasti aku datang ! Tak ada seorang manusia pun di dunia ini yang dapat melarangku! Ayahku sendiri tak bisa melarangku, apa lagi gentong-gentong nasi semacam kalian ini !''

Diejek begitu, Lioe Kat ketawa dingin,

"Hmmm.....tempo hari kami hanya melukai di dalam tubuhmu dengan pukulan yang ringan agar kau dapat tidur terus. Tapi rupanya dengan berbuat kebaikan itu, kami telah menaman kesombongan di hatimu. Baiklah, hari ini kau memang bernasib baik, kau akan terluka berat, tapi kalau tidak hmmm, kau akan mampus di tangan kami!"

"Tua bangka tak tahu malu !" bentak Thio In In berani, "Kalian selalu bertempur dengan maju secara mengeroyok ! Coba kalau kalian maju satu satu melawan Siauw-yamu ini, hmm, kalau sampai dapat menyentuh ujung baju saja, aku akan menyembahmu dan memanggil sepuluh kali pada kalian dengan sebutan Cauw-cong ! Bagaimana, berani kalian?"

"Jangan pentang bacot seenakmu !" bentak Can Kat sengit. ''Walaupun kami maju bertiga, tapi tokh kami telah berlaku murah hati ! Kalau memang kami mau berlaku bengis, apakah dalam tiga jurus kau masih dapat hidup ? "

"Dapat!" menyahuti Thio In In cepat. "Buktinya sekarang aku masih berdiri segar bugar di hadapan kalian !"

Wajah ketiga orang itu, Cioe Kat Can-Kat dan Lioe Kat, jadi berubah hebat, mereka sampai berseru dan berjingkrak saking gusar. Lalu, tanpa mengatakan sepatah katapun, mereka melompat mengurung Thio-In In dan Han Han, kemudian mereka dengan mengeluarkan suara bentakan-bentakan yang keras, melancarkan serangan.

Cara menyerang ketiga orang ini memang aneh, Han Han sendiri sampai bingung. Karena setiap orang dari Sam coa-tin-ong tersebut menyerang bukan diarahkan pada Han Han atau Thio ln In, melainkan mereka menghajar lantai yang ada di dekat kaki mereka, sehingga untuk sesaat Han Han jadi menatap kesima. Namun, dengan cepat anak muda she Han tersebut tersadar waktu merasakan samberan angin yang keras pada dadanya, dia sampai mengeluarkan seruan marah, dan menggerakkan tangannya untuk menangkis.

Tapi, waktu Han Han mengulurkan tangannya untuk menangkis, kembali angin serangan itu lenyap, seperti jaga amblas ke dalam lantai sehingga si anak muda she Han jadi agak bingung. Apa lagi tahu-tahu Can-Kat yang pada saat itu berada di hadapan Han Han, melejit lenyap dengan cepat, tahu-tahu telah digantikan oleh Lioe Kat, sehingga kepala Han Han jadi pusing.

Thio ln In berbeda dengan Han Han. Waktu dulu dia pernah bertempur melawan ketiga orang itu, dan gadis ini malah telah menelan pil pahit dari ketiga orang tersebut, dia terluka hebat. Untung Han Han dapat menyembuhkannya. Maka dari itu, sekarang dia bertempur hati-hati. Jurus-jurus yang diajarkan oleh si kakek yang berada di dalam kamar itu dikeluarkan oleh Thio In In. Dan, kepaedahan dari jurus-jurus tampak sekali, ketiga orang dari Sam Tiauw Boe Koan tersebut tak bisa menerobos pembelaan diri dari si gadis.

Adalah Han Han yang bingung setiap menghadapi serangan ketiga orang itu yang selalu bertukar-tukar posisi, sehingga anak muda she Han ini harus berulang kali main mundur. Namun setiap dia melangkah mundur, maka tahu-tahu punggungnya diserang oleh salah seorang di antara ketiga paman gurunya Wie Tiong Ham.

Itulah yang membingungkan Han Han. Kalau dia menghindarkan serangan yang di depan, maka serangan yang di belakang akan menghajar punggungnya. Si anak muda she Han tersebut jadi serba salah. Sampai akhirnya, waktu dia mengelaki serangan Cioe Kat dari jnrusan depan, tahu-tahu dia merasakan sambaran angin serangan di dekat pinggang dari jurusan belakang. Untuk menghindarkan diri dari serangan dibagian pinggang terang sudah tak keburu, sebab dia sedang mengelakkan serangan Cioe Kat dan tubuhnya sedang berada dalam posisi yang lemah. Maka dari itu, dengan mengeluarkan seruan panjang Han Han menjejakkan kakiiya, sehingga serangan dari belakang dekat pinggang dapat diloloskannya.

Begitulah, mereka bertempur terus, sampai akhinya saking jengkei, Han Han mengeluarkan jurus 'Hui Eng Bok Thou' atau 'Elang terbang menyambar kelinci', kedua tangan Han Han bergerak-gerak menyambar kearah ketiga orang yang namanya berakhiran 'Kat' itu.

Tapi anehnya, setiap tangan Han Han hampir dapat mencengkeram salah seorang lawannya, selalu saja tubuh lawannya itu dapat melejit dan seperti juga lenyap dari hadapannya, lalu digantikan oleh yang lainnya. Begitu seterusnya, sehingga Han Han jadi kewalahan.

Maka, karena setelah berlangsung beberapa lama dia masih tak bisa memecahkan tin itu, Han Han mengeluarkan ilmu simpanannya yang diajari oleh Khu Sin Ho dan kelima guru tak resminya. Tapi, karena dia melepaskan pegangannya pada jurus-jurus yang diajari oleh kakek luar biasa yang ada di dalam kamar itu, Han Han jadi terdesak hebat. Ilmu silatnya yang hebat, tak berdaya menghadapi tin dari ketiga orang itu yang licinnya seperti belut.

Han Han jadi penasaran, begitu juga Thio In In, mereka mengerahkan seluruh kepandaian mereka, tapi tetap saja tak dapat meryentuh ketiga orang Sam Tiauw Boe Koan tersebut. Malah yang hebat, jiwa Han Han dan Thio In In terancam di bawah telapakan tangan ketiga orang tersebut.

Makin lama mereka jadi berada di bawah angin, sedangkan Cioe Kat, Lioe Kat dan Can Kat jadi semakin gencar melancarkan serangan-serangan mereka. Han Han jadi kewalahan juga. Sebetulnya kepandaian anak muda she Han tersebut tak berada di sebelah bawah dari ketiga orang itu, tapi disebabkan ketiga orang itu menggunakan cara Tin yang luar biasa sekali, maka lama kelamaan Han Han dan Thio In In jatuh; di bawah angin.

Semakin lama Han Han merasakan bahwa mereka tak akan unggulan melawan ketiga orang itu, belum lagi kalau orang-orang Sam Tiauw Boe Koan yang lainnya ikut turun tangan mengeroyoknya, maka bisa berabe. Maka dari itu, Han Han memberi tanda kepada Thio In In untuk melarikan diri.

Thio In In mengerti tanda Han Han, maka di kala Cioe Kat dan kedua saudara seperguruannya itu sedang mundur dan membuat lingkaran yang lebar, Thio In In menjejakkan kakinya melompat keluar dari kalangan di ikuti oleh Han Han. Mereka sudah lantas lari dari dalam rumah itu. Dilihatnya salju sedang turun deras, tapi Han Han dan Thio In In tak memperdulikannya, mereka menerobos keluar juga.

Sedangkan Cioe Kat, Lioe Kat dan Can Kat berikut Wie Tiong Ham jadi berteriak-teriak. Malah Can Kat yang penasaran tak bisa merobohkan kedua anak muda-mudi itu, jadi berteriak dengan suara mengguntur: "Tangkap sampai dapat! Kalau perlu bunuh di tempat!"

Semua anak buah Sam Tiauw Boe Koan mengejar kedua anak muda itu, bersama-sama dengan ketiga orang bernama akhiran 'Kat' itu, yang menjadi paman guru Wie Tiong Ham.

Si kakek yang berada di dalam kamar, mengetahui jalannya dan kesudahannya pertempuran itu. Berulang kali dia menghela napas.

"Bodoh ! Bodoh ! dia menggumam. "Akh, kalau tadi kesempatan di kala Can Kat menggunakan jurus ' Ouw Wan Ting Tie Coe ' atau 'Mengambil mutiara di atas kepala monyet hitam seharusnya si bocah she Han harus menggunakan jurus keenam dan gerakan kedua dari ilmu silat yang kuturunkan padanya! Akh sayang ! Bocah itu masih kurang latihan dan pengalaman     !" dan wajah kakek itu

jadi muram sekali, dia menundukkan kepaianya, tubuhnya jadi tergantung lesu pada gelang rantai, karena tulang Pie-peenya terjepit oleh rantai yang panjang itu

..... berulang kali dia menghela napas berduka.

*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya

Bab 26

HAN HAN dan THIO IN IN melarikan diri dengan mengerahkan Gin-kang mereka, bunga-bunga salju yang turun dengan deras tak diperdulikan oleh mereka. Dengan berputar putar di dalam kota Leng-an, akhirnya mereka dapat menyesatkan para pengejar. Dengan lesu mereka kembali kepenginapan dan masuk, ke dalam kamar masing-masing.

Malam itu Han Han jadi tak bisa tidur. Bunyi bunga-bunga salju yang turun lunak menghantam genting kamarnya itu, menimbulkan suara yang menyedihkan. Si-bocah jadi memutar otak memikirkan cara Cioe Kat, L oe Kat dan Can Kat yang bertempur dengan menggunakan Sam-coa-tin, itu ilmu cara mengepung yang agak luar biasa. Di depan mata Han Han terbayang gerakan-gerakan ketiga orang tadi dan dia menghafalnya betul-betul.

Begitu juga keadaan Thio In In, dia juga memutar otak untuk memecahkan

tin.

Sam Coa Tin, karena telah dua kali dia menghadapi tin itu, tapi tetap saja dia

tak dapat memecahkan pertahanan tin itu. Malah yang mengherankan, setiap kali dia menyerang salah seorang dari ketiga orang itu, maka lawan yang diserang dapat melejtt dengan cara yang aneh dan luar biasa, sehingga selalu saja serangan gadis ini tak dapat mengenai sasarannya.

Thio In In mulai menghubungkan jurus yang pertama dengan jurus yang selanjutnya dari setiap serargan-serangan dari ketiga paman gurunya Wie Tiong Ham. Dia mengingat-ingatnya setiap gerakan ketiga orang itu. Memang dasar otaknya yang cerdas, dia bisa menangkap gerakan-gerakan ketiga orang itu tadi waktu bertempur dengannya. lapi yang masih membingungkan Thio In In ialah memukul pecah tin itu.

Si gadis Thio ini juga memikirkan cara-cara yang diajarkan oleh si kakek yang berada di dalam kamar, terkurung dengan penyiksaannya itu. Nona she Thio tersebut percaya, ilmu yang diturunkan atau diwariskan si kakek hebat sekali, hanya dia belum mengetahui, jurus yang mana tepat digunakan pada waktunya untuk menghajar tin itu.

Saking penasaran Thio In In memikirkannya sampai menjelang pagi dan dia mengambil keputusan di dalam hatinya, bahwa besok dia akan mengajak Han Han lagi untuk menyatroni gedung dari Wie Tiong Ham.

Dan, setelah mengambil keputusan begitu, barulah si nona Thio dapat memejamkan matanya tertidur.

Tinggal Han Han yang tak bisa tertidur. Dia gulak-gulik di pembaringan dengan gelisah. Dia jadi memikirkan si kakek yang masih tertawan oleh orang- orang Sam Tiauw Boe Koan dengan keadaannya yang mengenaskan itu, Lagi pula. Han Han berjanji, biar bagaimana dia harus menolong si kakek dari tawanan orang-orang Sam Tiauw Boe Koan, karena orang tua yang terkurung itu mempunyai hubungan yang erat dengan Khu Sin Hoo, dan Tok Sian Sia !

Anak muda she Han ini juga mengambil keputusan untuk besok malam menyatroni Wie Tiong Han lagi. Dia masih penasaran sekali belum dapat memecahkan tin itu, Sam-coa-tin, dengan menggunakan ke-tujuh jurus yang diturunkan oleh si kakek yang terkurung di dalam kamar dengan tulang pie-peenya tertusuk gelang besi. !

*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya

HAN HAN terbangun dari tidurnya di kala dia merasakan ada tetesan air yang hangat jatuh di wajahnya. Karena dia sebagai seorang jago silat yang kosen, maka biarpun dia sudah tersadar dari tidurnya, tokh dia tak terus menggerakkan tubuhnya, Hanya matanya yang dibuka perlahan.

Untuk kagetnya dilihatnya Thio In In berdiri di dekat pembaringannya, hampir saja Han Han berseru dan melompat bangun. Untung saja dia dapat menguasai hatinya. Dan Han Han jadi tambah heran waktu dia mengawasi, ternyata nona Thio itu sedang menangis dan air hangat yang membasahi wajahnya air mata si nona Thio.

Han Han jadi heran berbareng bingung melihat nona Thio In In menangis, dan anehnya nona itu menangis di dalam kamarnya di dekat pembaringannya. Inilah aneh dan luar biasa sekali. Apakah Thio In In bersedih karena belum dapat menjatuhkan Sam-coa-tin dari ketiga paman gurunya Wie Tiong Ham, untuk membalas penasarannya itu? Apakah si gadis sedang menghadapi kesulitan lainnya?

Dan saking bingungnya, Han Han jadi menggerakan tubuhnya dan duduk ditepi pembaringan.

"Cie-cie. !" panggiluya.

Thio In In sendiri terkejut melihat Han Han menggerakkan tubuhnya, dia ingin cepat-cepat keluar dari.kamar anak muda she Han tersebut. Tapi Han Han telah keburu memanggilnya, sehingga dia jadi menahan langkahnya. Cepat-cepat dihapus air mata yang membanjiri matanya, kemudian dengan tertunduk si nona membalikkan tubuhnya. Mulutnya tersenyum sehingga Han Han jadi tambah bingung melihat hal ini, di mana si-nona dapat menangis dan tertawa di sembarang waktu.

"Kau sudah bangun ?" tanya In In begitu melihat Han Han seperti orang kesima menatap dirinya. Dan In In memang harus mengakui bahwa dirinya memiliki kecantikan yang mungkin tiada duanya di atas permukaan bumi ini, apa lagi pada saat itu dia sedang mengenakan pakaian wanita, dengan rambut yang dikuncir dua, maka lebih tampak kecantikan nona Thio ini. "Cie.....cie-cie, rupanya kau ada urusan yang penting pagi-pagi telah membangunkan aku ?" tanya Han Han kikuk. Sebetulnya dia ingin menanya mengapa gadis Thio ini menangis. Tapi akhirnya Han Han membatalkannya, karena dia merasa tak enak sendirinya.

"Aku ingin merundingkan cara memecahkan Tin dari Sam-coa-tinnya ketiga paman gurunya Wie Tiong Ham!" menyahuti Thio In In segera. "Apakah kau telah menemukan jalan keluar yang baik?"

Han Hau mengangguk.

"Belum!" dia menyahuti. "Hanya aku bermaksud malam ini untuk menyatroni Sam-tiauw Boe Koan lagi!"

"Akupun bermaksud begitu!" kata Thio-In In lagi. "Cuman, kita harus berusaha mencari jalan pemecahannya dari setiap jurus yang digunakan oleh ketiga paman guru Wie Tiong Ham. Kalau memang mereka berhasil kita robohkan, maka yang lain tinggal soal yang sepele saja."

Han Han mengangguk.

"Benar!" dia menyahuti. "Otakmu lebih cerdas darikn, cie-cie, maka tolong kau yang mencarikan jalan keluarnya!"

Thio In In menekuk wajahnya jadi masam.

"Kau anggap apa aku ini?" tegurnya sambil tertawa. "Apakah dengan mengumpak-umpak diriku, kau boleh tenang-tenang mengaso dan meminta aku yang memutar otak?!"

Han Han tak menyahuti, dia hanya mengawasi si gadis, karena dalam berkata-kata begitu, wajah Thio In In cantik sekali.

"Kemari kau !" panggil Thio In In yang te!ah duduk di dekat meja. "Sekarang telah pukul delapan pagi ! Maka dari itu, mulai dari sekarang kita harus sudah memikirkan cara pamecahannya dari tin mereka. Kalau terlambat, bisa-bisa nanti kita yang tergulung dan tertawan oleh mereka."

Dengan langkah lesu dan masih mengantuk, Han Han menghampiri meja itu.

Dia duduk di hadapan si nona.

Mereka merundingkan dan mengemukakan pendapat-pendapat mereka mengenai jurus-jurus ilmu-ilmu silat yang dipakai oleh ketiga paman gurunya Wie Tiong Ham, akhirnya malah Thio In In mengambil beberapa patung-patungan, yang diletakkan menuruti posisi yang berlaku waktu semalam mereka bertempur melawan ketiga paman gurunya Wie Tiong Ham. Lama juga mereka berunding, sampai menjelang lohor mereka belum menemukan jalan keluar yang baik. Mereka masih menemui jalan buntu.

Han Han merasakan perutnya sangat lapar. Dia memanggil seoraig pelayan, memesan makanan. Waktu menyediakan makanan pelayan rumah penginapan tersebut banyar bertanya mengenai tamu-tamunya ini yang selama lima hari tak pulang.

Han Han mengarang sebuah cerita dia mendongengi si pelayan yang dikatakannya bahwa mereka telah pergi ke rumah sahabatnya dan ditahan tak dikasih pulang ke pengimipan. Mereka dipaksa menginap di rumah sahabatnya itu. "Siapakah nama sahabat Siauw-ya ?" tanya si pelayan ingin tahu, sebab dia

juga teman tamunya ini pasti hartawan di kota Leng-an.

Han Han jadi agak gugup, tapi Thio In In telah mengibaskan lengan bajunya. "Sudah. jangaa ganggu kami !" kata si gadis.

Si pelayan cepat-cepat pergi dengan membungkuk hormat, apa lagi sebelum pergi In In telah memberikan padanya satu tahil perak. Sebagai persenan.

Mereka makan sambil terus membicarakan cara memecahkan tin dari orang- orang Sam-Tiauw Boe Koan. Waktu selesai makan, Thio In In menggunakan boneka-boneka kecil itu untuk mencari posisi lemah dari Sam-coa-tin.

Sampai akhirnya, waktu dia meletakkan salah satu boneka dalam posisi timur dengan umpama gerakan 'Ouw Wang Ting Tia Coe' atau'Mengambil mutiara di atas kepala monyet hitam', maka Thio In In menggebrak meja sambil berseru girang.

"Ach, aku tahu! Aku tahu!" serunya, Han Han. juga ikut girang.

"Kau sudah memperoleh kelemahan dari Sam Coa tin itu ?" tanyanya. Dia memang mempercayai kecerdasan otak kawan gadisnya ini.

Thio In In mengangguk.

"Ya..... malam ini pasti ketiga tua bangka itu beserta anak buahnya dapat kita basmi !" menyahuti Thio In ln.

"Heh ? Kau bicara seperti yang sudah pasti saja!" kata Han Han kurang yakin. "Pasti !" menyahuti Thio In In.

"Bagaimana cara memecahkannya ?" tanya Han Han ingin cepat-cepat mengetahui cara pernecahan Sam-coa-tin dari ketiga paman gurunya Wie Tiong Ham. "Mudah !" menyahuti In In. "Kita harus mengambil jalan dengan menggunakan cara Toa Hwa Hwee dan Siauw Hwa Hwee!"

"Apa maksudmu dengan perkumpulan bunga besar dan perkumpulan bunga kecil ?" tanya Han Han heran.

"Itulah suatu perkumpulan dari penyair-penyair!" menerangkan In In. Kau bukan seorang sasterawan, maka tak heran kalau kau tak mengetahui adanya Toa Hwa Hwee dan Siauw Hwa Hwee !

Han Han mengangguk.

"Ya     aku memang buta sama sekali di dalam bidang Boen, surat, coba kau

terangkan, mengapa dengan mengambil jalan Boen, kau dapat memecahkan Sam- coa-tin-nya ketiga paman gurunya WieTiong Ham?'

Si-gadis ketawa manis.

"Aku tidak mengatakan bahwa dengan Boen dapat mengalahkan Boe !" katanya. "Hanya aku bilang, dengan menggunakan cara Toa Hwa Hwee dan Siauw Hwa Hwee, kita dapat merobohkan tin itu !"

"Maksudmu ?" tanya Han Han tetap tak mengerti.

"Maksudku dengan menggunakan ketololan mengalahkan kecerdikan, mengalahkan si pandat dengan kebodohan!" menyahuti In In.

Han Han jadi tambah tak mengerti mendengar perkataan In In yang semakin aneh dan membingungkan.

"Coba kau terangkan yang jelas !" kata anak muda she Han tak sabar. Si gadis she Thio tersenyum.

"Sam-coa-tin hanya merupakan gerak silat yang sederhana, dia merupakan tipu silat yang tak terduga dari asal sampai akhir, sehingga kita sebagai akhli-akhli silat melihat bahwa gerakan-gerakan dari Sam-coa-tin luar biasa lihainya. !"

menerangkan In In.

"Padahal kalau yang menyaksikan pertempuran itu seorang yang tak mengerti sama sekali ilmu silat, maka dia bisa melihat, betapa orang-orang yang menggunakan tin itu hanya memindah-mindahkan kakinya menurut bilangan empat dan tujuh dari lingkaran Pat-kwa, segi delapan !"

Mendengar keterangan Thio In In, Han Han seperti baru tersadar, dia menggebrak meja saking gembiranya.

'Benar! Benar! Aku baru ingat !" kata anak muda she Han ini. "Bukankah si kakek yang masih terkurung itu menciptakan ilmu pemunahnya dari hasil dia menonton perkelahian kedua ekor cicak ?" In In mengangguk-angguk, mereka jadi gembira betul.

"Nah, setelah kita dapat memecahkan Sam-coa tin, kita boleh tenang mengaso, nanti malam kita menyatroni mereka lagi dan kali ini kita jangan memberi hati." Kata Han Han. "Tapi aku heran, dari mana kau bisa mempunyai pikiran untuk menggunakan cara Boen untuk menutup Boe ?" Boen ialah surat, Boe ialah silat.

Thio In In ketawa.

"Dengarlah riwayat dari Toa Hwa-hwee dan Siauw Hwa-hwse, perkumpulan bunga itu sebetulnya diadakan oleh Boe Cek Thian, suatu tempat berkumpul dari para sasterawan-sasterawan mengikuti ujian. Semakin pintar sasterawan yang ikut ujian, maka dia tak akan keluar sebagai pemenang, sebab bahan ujiannya terdiri dari syair yang diciptakan hanyalah untuk orang-orang yang pikiran dan jiwanya bersih, jujur dan polos, sehingga dia dapat menerka isi syair itu dengan tepat. Tapi kalau sasterawan yang terlalu cerdik, dia jadi memikirkan hal-hal yang terlalu dalam dari setiap kata dan mengartikannya dengan yang muluk-muluk, maka pukul rata mereka jadi tak bisa menebak jitu dari isi syair itu. "

Dan, untuk sekedar mengetahui tentang sdanya Toa Hwa-hwee dau Siauw Hwa-hwee itu, maka mari kita ikuti sedikit tentang riwayat perkumpulan bunga itu. Boe Cek Thian, seorang kaisar wanita pertama dan terakhir dari daratan Tiong-goan yang telah dapat 'merebut' kedudukan dari tangan keturunan keluarga Lie Sie Bin, maka di daratan Tiong-goan terdapat bermacam-macam pertentangan. Tapi berhubung Boe Cek Thian dapat memerintah dengan adil dan lebih mementingkan kehidupan sosial rakyatnya, maka dia dicintai oleh rakyat negara yang dipimpinnya. Yang hebat, Boe Cek Thian memberikan kesempatan kepada rakyat dan siapa saja untuk membawa pengaduan langsung padanya, baik pengaduan itu merupakan kejahatan tuan tanah, maupun tentang kejahatan para pembesar, maka orang yang membawa pengaduan itu, selama dalam perjalanan akan menerima perlakuan yang baik dan Boe Cek Thian memerintahkan untuk memberikan kenikmatan hidup selama dalam perjalanan. Dia boleh makan

sepuasnya dan dihormati oleh tentara.

Pada saat itu Boe Cek Thian memerintah dengan dua tangannya. Tangan kanan menggunakan 'tangan besi ', sedangkan tangan kirinya menggunakan 'tangan kapas ' yang mengelus-elus rakyatnya. Maka dari itu, disamping orang kagum pada kecintaannya pada rakyatnya, juga orang jeri pada kekejamannya, yang dapat membunuh dan menjatuhkan hukuman mati kepada yang bersalah tanpa mengenal kasihan !

Dan, di masa pemerintah Boe Cek Thian inilah maka diumumkan bahwa yang berhak jadi menteri bukan pihak laki-laki saja, pihak wanitapun berhak untuk menduduki kursi menteri. Dan, disebabkan pengumumannya itu, maka banyak anak-anak gadis di dusun-dusun yang giat belajar, dengan cita-cita ingin menjadi menteri wanita.

Pada saat itulah Boe Cek Thian membentuk perkumpulan Toa Hwa Hwee untuk sasterawan pria, sedangkan Siauw Hwa-hwee untuk tempat berkumpul sasterawan wanita. Setiap tahunnya di tempat mereka itu diadakan ujian. Setiap sasterawan yang ikut ujian, harus menyerahkan uang limabelas tahil perak, maka dia akan memperoleh sebuah gambar, dengan gambar itu, dia boleh menerka. Kalau terkaannya tepat syair yang dikemukakannya oleh beberapa orang juri, maka dia akan memperoleh sebuah gedung yang mewah sebagai hadiahnya. Itulah hebat, lama kelamaan ujian semacam itu jadi semakin meluas, sampai akhirnya, karena tak terkendalikan lagi, lebih menyerupai perjudian. Malah Toa Hwa Hwee dan Siauw Hwa Hwee digabung menjadi satu dan dinamakan Hwa Hwee Ya, atau perkumpulan kakek bunga. (Di Indonesia malah pernah ada permainan semacam itu, hanya namanya disingkat menjadi H H. atau Hwa Hwee.-- pen.)

Umumnya syair-syair yang dikeluarkan dari pihak keraton selalu syair-syair yang mudah artinya, hanya karena terlalu jauh disimpulkan oleh orang-orang cerdik pandai itu, maka banyak yang meleset. Hanya beberapa orarg yang berjiwa jujur polos, dan bersih dari segala nafsu angkara murka, yang dapat menerka jitu isi syair itu. Dan di sini kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa permainan Hwa Hwee Ya itu akan dapat diterka jitu isi syairnya asalkan orang itu jujur dan berjiwa polos tak mempunyai angan-angan yang bukan-bukan. Dengan ketololan mengalahkan kecerdikan, dengan kebodohan meruntuhkan si pandai !

Dan, di saat menemui jalan buntu memecahkan Sam-coa-tin, dengan tak terduga Thio In In teringat akan kata-kata di atas tadi, yaitu dengan ketololan mengalahkan kecerdikan, dengan kebodohan meruntuhkan si pandai, sehingga dia berhasil memecahkan Sam-coa tin.

"Bigitulah riwayat dari Toa Hwa-hwee dan Siauw Hwa-hwee !" kata Thio In In sambil tersenyum.

Han Han mengangguk-angguk mengerti.

"Kita jadi manusia memang harus jujur dan polos !" kata si anak muda. In. "Tapi kau sendiri tak jujur !" kata nona Thio.

"Heh kenapa ?" tanya Han Han bingung disanggapi begitu macam oleh In

"Hmm tadi sebetulnya kau sudah bangun dari tidurmu, tapi mengapa kau berpura-pura tidur terus dan dengan tiba-tiba bangkit dari tidurmu seperti ingin mengagetkan diriku ? "

Wajah Han Han jadi berubah merah.

"Ya ..... aku manusia yang tak jujur !" katanya tertawa. "Jiwaku jelek cie- cie!" In In melengos kearah jendela. Mukanya bersemu merah.

Siang itu, mereka mengaso, untuk memelihara tenaga, untuk malam nanti menyatroni keluarga Sam Tiauw Boe Koan, itu pintu perguruan 'tiga garuda !

*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya

Bab 27

HUJAN SALJU masih turun agak deras, rada malam itu tampak Han Han dan In In sedang melompati tembok pekarangan gedung Sam Tiauw Boe Koan. Dengan berindap-indap mereka mmuju kekamar di mana si kakek luar biasa itu ditahan. Mereka berdua menyelinap masuk. Kakek itu waktu melihat Han Han dan si nona Thio, matanya jadi mencilak. "Kalian kembali lagi?" tegurnya. "Sttt, kami mau menolongmu, Loo pek ! " kata Thio ln In perlahan.

"Percuma, borgolanku ini sangat kuat sekali." kata si kakek.

"Jangan kuatir !" hibur Han Han, anak muda ini mengerahkan tenaga pada lengannya, kemudian mencekal rantai besi itu, sekali tarik bobol rantai itu dari tembok.

Tapi baru saja dia ingin menarik yang sebuahnya lagi, tiba-tiba di luar kamar terdengar suara yang dingin mengejek.

"Hu ! Hu ! Aku memang sudah menduga kalian pasti akan datang lagi seperti dua ekor tikus yang mengantarkan nyawa !"

Han Han dan Thio In In terkejut, cepat-cepat mereka melompat keluar. Dilihatnya kembali mereka telah terkurung oleh orang-orang Sam Tiauw Boe Koan. Malah Cioe Kat, Lioe Kat dan Can Kat telah menyerang dengan serangan- serangan yang hebat.

Tapi kali ini Han Han dan Thio In In telah mempeiajsri setiap gerakan ketiga orang ini, maka di kala mereka diserang, dengan mudah Han Han dan nona Thio mengelakkan serangan ketiga orang tersebut. Malah dengan menggunakan ujung lengan jubahnya, Han Han mengepret ke samping, seorang anak buah Sam Tiauw Boe Koan Wie Tiong Ham, yang berdiri di dekat anak muda she Han tersebut, jadi terpukul terjungkel roboh tak bernyawa lagi !

Semua orang-orang Sam Tiauw Boe Koan jadi terkejut melihat Kehebatan kebutan Han Han. Mereka sampai mengeluarkan seruan kaget. Malah Cioe Kat, Lioe Kat dan Can Kat juga menjerit kaget dan melompat kepinggir.

Wie Tiong Ham waktu melihat ketiga paman gurunya melompat kepinggir, dia telah menerjang maju sambil berteriak : "Serbu !" maka sejumlah anak buah

Wie Tiong Ham yang berjumlah di sekitar seratus orang lebih meluruk akan mengepung Han Hati serta nona Thio tersebut.

Melihat cara menyerang orang-orang Sam Tiauw Boe Koan. Han Han dan Thio In In jadi terkejut. Biarpun mereka kosen, tapi dikeroyok begitu banyak orang, pasti mereka akan kena dirobohkan ! Maka dari itu cepat-cepat Han Han dan Thio In In menjejakkan kaki mereka ke samping berniat melompat ke arah dinding untuk melarikan diri dari kepungan itu.

Namun, baru saja mereka melompat ke samping, Lioe Kat, Cioe Kat dan Can Kat telah menghadang jalan kabur mereka, sehingga kembali mereka bertempur. Sedangkan Wie liong Ham dan anak buahnya telah sampai di situ juga. Sambil berteriak-teriak dengan suara yang menyeramkan, orang-orang itu meluruk menyerang dengan berbagai senjata tajam. Han Han merampas seujata salah seorang anak buah WieTiong Ham, dengan itu ia putar sekuat tanaganya seperti kitiran untuk melindungi tubuhnya dari segala serangan lawan. Thio In In juga mengikuti perbuatan kawannya itu.

Dalam waktu yang singkat, entah telah berapa banyak musuh-musuh Han Han dan ln In yang dirobohkan. Akan tetapi bertempur dengan cara begitu, lama kelamaan mereka akan kehabisan tenaga. Akhirnya Han Han bermaksud akan menawan Wie Tiong Ham, untuk dipakai sebagai barang tanggungan. Namun menawan Wie Tiong Ham bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Selain kepandaian orang she Wie itu luar biasa tingginya, juga Tiong Ham dilindungi oleh ketiga paman gurun ya. Maka dari itu, berulang kali waktu Han Han melompat akan mencengkeram Tiong Ham, tangannya itu telah kena ditangkis oleh Can Kat.

Malah yang hebat, Cioe Kat dan Lioe Kat telah menggunakan Sam Coa Tin untuk menentang Han Han dan nona Thio, Walaupun sudah mempelajarinya dan belum memperoleh latihan, maka Han Han dan nona Thio In ln tak bisa lantas membobolkan pertahanan tin itu.

Sedangkan orang-orang Sam Tiauw Boe Koan semakin merangsek mendekat. Hal ini membikin Han Han jadi agak gugup. Dia memberikan, tanda kepada Thio In In untuk mengundurkan diri dulu, Tapi, In In rupanya penasaran sekali, dia tak meladeni isyarat kawannya itu, dia bertempur terus.

Pertumpahan darah terjadi hebat sekali di dalam gedung itu, menyebabkan suara jeritan kesakitan dan jerit kematian terdengar cukup ramai. Sedangkan di luar pekarangan, salju masih turun dengan deras.

"Hai kunyuk-kunyuk cilik ! " teriak Can Kiat sambil menyerang dengan serangan yang cukup hebat. "Lebih baik kalian menyerah secara baik-baik ! Kami tak akan mengapa-apakan jiwa kalian, hanya kami ingin mengetahui mengapa kalian memusuhi benar pada pihak kami ! Tapi kalau kalian tak mau menyerah, hmmm, walaupun kalian mempunyai sayap dan mempunyai kaki tangan sepuluh pasang, tubuh kalian tetap akan di cincang. oleh oran-orang kami!"

Thio In In sebagai seorang gadis yang perasa, walaupun sudah kenyang makan asam garam rimba persilatan, mendengar ancaman Can Kat, dia jadi agak menggigil juga.

Berbeda dengan Han Han, diancam begitu, bukannya dia jeri, melainkan dia jadi murka. Dengan kalap dia mengamuk, membabat dengan sekenanya menggunakan senjata yang boleh direbutnya dari tangan anak buah Wie Tiong Ham.

"Bocah ! Apakah kalian tetap tak mau menyerah ?" bentak Cioe Kat dengan suara mengguntur.

"Hmmm ..... walaupun harus binasa, kami takkan menyerah pada kalian manusia-manusia berjiwa busuk !" balas teriak Han Han. "Terimalah !" senjatanya melayang cepat sekali kearah Cioe Kat, sehingga Cioe Kat jadi melompat kaget ke samping.

Can Kat dan yang lainnya cepat-cepat meluruk menyerang Han Han, lalu dengan cepat mereka melindungi Cioe Kat dari serangan senjata anak muda she Han tersebut. Han Han mendengus.

"Hmmm     hari ini aku akan adu jiwa dengan kalian ! " serunya.

Nona Thio juga menyerang nekad, setiap tangannya bergerak, maka terdengar suara jeritan kesakitan atau jerit kematian dari anak buah Wie Tiong Ham.

Begitulah, orang-orang tersebut jadi mengurung Han Han dan Thio In In dengan ketat, menyebabkan anak muda tersebut tak bisa melarikan diri.

Pada suatu kali, karena kewalahan melawan orang-orang yang meluruk ke arahnya, Thio In In melompat ke samping, kemudian dia melompat lagi kearah tembok.

"Kau mau kabur kemana?" bentak Cioe Kat bengis. "Serang !"

Dan, dengan habisnya teriakan Cioe Kat, tampak keluar beberapa orang dari balik semak-semak, tangan mereka masing menggenggam pipa yang panjang, yang disemprotkan ke arah Thio In In, sehingga minyak muncrat ke arah si nona. Malah, untuk kagetnya Han Han dan Thio In In, orang-orang itu menggunakan; obor, sehingga waktu minyak menyambar ke arah si gadis, minyak itu membawa kilatan api.

Dengan bergulingan Thio In In berusaha menghidarkan diri dari samberan api, hati gadis tersebut jadi ciut, karena biar bagaimana kosen dirinya, tokh dia akan kena diserang oleh samberan api dan malah akibatnya akan hebat sekali ..... -! Hati Han Han juga mencelos melihat nasib kawannya, dia berseru sambil melompat akan menyerang orang-orang yang memegang pipa panjang itu. Tapi, di kala tubuhnya sedang melayang, telah menyambar kilatan api, yang sudah lantas membakar baju Han Han. Hati anak muda she Han jadi mencelos, dia bergulingan di tanah, tapi sambaran api telah datang lagi, sehingga dia jadi bergulingan mati- matian untuk memadamkan api yang sedang berkobar membakar bajunya. Sambil bergulingan, saking murkanya melihat kelicikan lawan yang menggunakan api dan minyak, Han Han menimpukkan senjatanya, sehingya menancap tepat di dada menembus ulu hati seorang pemegang pipa. Begitu orang itu terjungkal, pipa

jadi terlepas dari tangannya dan minyak keluar mengalir dari pipa itu. Dengan cepat api menyambar dan seketika itu juga api yaag panas luar biasa berkobar besar sekali.

Thio In In jadi terkejut melihat baju Han Han kesamber api, cepat-cepat dia melompat akan menolong kawannya yang sedang bergulingan di lantai. Tapi, dari sampingnya telah menyambar api juga, yang dengan cepat telah membakar bajunya, sehingga gadis she Thio tersebut jadi mengeluh. Cepat-cepat dia menjatuhkan dirinya, bergulingan di lantai, mengikuti kelakuan Han Han, semua itu untuk memadamkan api yang sedang membakar baju mereka.

Han Han dan Thio In In jadi panik, mereka berusaha untuk meloloskan diri dengan bergulingan, di samping untuk memadamkan kobaran api pada baju mereka, juga untuk meloloskan diri dari tembok yang cukup tinggi itu. Hal tersebut tak mudah dilakukan oleh kedua orang tersebut, malah Cioe Kat, Can Kat dan yang lain-lainnya menertawakan kedua muda-mudi itu, sampai tubuh mereka tergoncang hebat.

Han Han bagaikan banteng terluka, dia menubruk kearah anak buah Wie Tiong Ham, lalu dengan cepat dia menggera-gerakkan tangannya untuk memadamkan api yang sedang membakar tubuhnya, dia juga menjambret salah seorang dari anak buah Wie Tiong Ham, yang dipakai untuk menyusut tubuhnya dari kilatan api. Anak buah Wie Tiong Ham itu jadi menjerit-jerit karena api juga berkobar membakar bajunya. Keadaan pada saat itu sangat kalut sekali, dengan menyamtar-nyambarnya api yang berkobar panas sekali, menyebabkan anak buah Wie Tiong Ham menyingkir ke tepi. Begitu juga Cioe Kat, Can Kat, Wie Thiong Ham dan yang iainnya, semuanya melompat kesamping untuk menghindarkan diri dari samberan api.

Menggunakan kesempatan itu, Han Han dan Thio In In menjejakkan kaki mereka mencelat melewati tembok, sehingga dalam waktu yang singkat mereka telah berada di luar, dan dengan mengandalkan hujan salju yang turun cukup deras, akhirnya Han Han dan Thio In In berhasil memadamkan api yang berkobar membakar baju mereka. Walaupun Han Han dan si nona Thio berhasil memadamkan api yang membakar baju mereka itu, tapi tak urung baju mereka jadi pecah di sana-sini termakan oleh api tersebut. Juga wajah dan tangan mereka banyak yang terluka terbakar.

Dengan mata mencilak penuh dendam, Thio In In memandang kearah gedung dari Sam Tiauw Boe Koan.

"Hmmm ..... kalau aku tak bisa membalas penasaran dan hinaan pada hari ini, aku berjanji tak akan mau hidup !" sumpah anak gadis itu.

Han Han mengangguk.

"Ya      nanti kita datang lagi untuk membalas hinaan yang kita terima ini !"

menyahuti anak muda she Han itu. Dengan lesu, mereka kembali ke rumah penginapan untuk menyalin pakaian mereka yang telah hancur di sana-sini termakan api.

Bunga salju masih turun terus ..... udara sangat dingin, namun, hampir saja Hani Han dan Thio In In ketambus oleh api di dalam udara yang sedingin itu !

*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya

SETELAH bersalin pakaian, Han Han menuju ke kamar Thio In In.

Diketuknya kamar gadis itu.

"Masuk !" terdengar suara In In.

Han Han mendorong pintu itu, dia masuk ke dalam. Dilihatnya si gadis sedang memasukkan pedangnya ke dalam sarung.

"Kau mau berangkat kesana lagi ?" tanya Han Han kaget.

"Ya, biar bagaimana pedangku ini harus menghirup darah orang-orang itu !

Aku akan adu jiwa dengan orang-orang itu !" menyahuti si gadis she Thio.

Han Han jadi kaget. "Tunggu dulu !" cegahnya.

In In menoleh dengan mata mencilak, "Kenapa ?" tanyanya.

"Kita harus mempunyai perhitungan !" menerangkan Han Han. "Kalau kita menyerbu gedung Sam Tiauw Boe Koan dengan membabi buta, bukankah sama saja kita dengan mengantarkan nyawa pada mereka ! Biar bagaimana kita tak akan mampu mengatasi pipa minyak yang menyambar dengan kobaran api ! Kita harus mencari jalan keluar yang sebaik-baiknya ! Mereka menggunakan akal yang begitu licik, kitapua harus menghadapinya dengan licik pula ! Aku percaya kau cerdas, cie-cie, maka pikirkanlah daya yang sebaik-baiknya untuk menempur mereka !"

Nona Thio dapat dikasih mengerti, dia meletakkan pedangnya di atas meja dengan wajah yang muram.

"Ha ..... -hatiku tetap penasaran kalau belum dapat membunuh ketiga anjing dari Sam Tiauw Boe Koan itu ! Pula biar bagaimana aku harus dapat membinasakan orang she Wie ! Hmm, percuma aku hidup kalau hanya untuk menerima hinaan semacam ini !" kata si gadis kesal.

Han Han menghiburnya lagi, lalu mereka memesan makanan untuk menangsal perut. Bunga salju masih turun dengan deras, di rumah penginapan itu agak jarang tamu yang datang, hanya sekali-sekali tampak mampir tamu yang akan menghangatkan diri dari serangan hawa dingin dengan meneguk arak.

Karena jengkel, maka pada malam itu Han Han turun keluar dari kamarnya. Dia menuju ke ruarg tengah dari rumah penginapan tersebut dan duduk seorang diri di sudut ruangan itu. Thio In ln sendiri berada di dalam kamarnya, mungkin sudah tidur.

Dipesannya dua kati arak untuk menghangatkan tubuh, kemudian tampak Han Han meneguk arak itu perlahan-lahan.

Sedang si anak muda meneguk araknya, tiba-tiba dari luar terdengar suara tongkat yang menyentuh lantai, kemudian tampak seorang pengemis memasuki ruangan rumah penginapan tersebut dengan menggigil. Pengemis itu sudah lanjut usianya dan bertubuh kurus kerempeng. Pakaiannya yang kotor dan kumal sekali, penuh tambalan di sana-sini. Malah, waktu dia duduk didekat pintu rumah penginapan itu, matanya yang sayu mencilak sesaat, seperti tak mempunyai semangat.

Han Han hanya melirik sedikit waktu melihat pengemis itu batuk-batuk dengan tubuh yang bungkuk, wajahnya pucat sekali.

Sekilas Han Han merasa kasihan kepada pengemis tua itu, berulang kali anak muda she Han ini menghela napas.

Sedangkan salah seorang pelayan telah menghampiri si pengemis.

"Hei jembel ! Cepat kau menggelinding enyah dari sini !" kata pelayan itu galak. "Nanti rumah penginapan Toa-ya tak ada yang datang untuk menginap, karena melihat kau anjing-kotor ini !

Pengemis itu melirik sedikit, dia batuk-batuk lagi.

"Aku numpang sebentar saja, nanti kalau hujan salju sudah agak mereda, aku akan berlalu ..... !" kata si pengernis dengan suara yang parau dan perlahan sekali, hampir tak terdengar jelas.

Pelayan itu :mendengus sambil bertolak pinggang.

"Kau mau menggelinding enyah atau tidak?" bentaknya.

Pengemis itu melirik si pelayan, matanya yang tadinya begitu redup, jadi berkilat tajam. Tapi itu hanya sebentar, karena matanya itu telah berubah redup kembali. "Cepat enyah!" waktu melihat si-pengemis tak menyahuti perkataannya. "Kalau nemang kau membandel, jangan salahkan aku kalau nanti tubuh kotormu itu dilempar keluar oleh kawan-kawanku !"

Pengemis itu batuk-batuk lagi, wajabnya pucat sekali, rupanya dia sedang menderita sesuatu penyakit.

"Toaya      kasihanilah diriku yang tua ini !" memohon pengemis itu dengan

suara yang parau. "Hujan. salju masih besar dan hawa udara sangat dingin, biarkanlah aku tumpang berteduh di sini '!"

"Keluar!" bentak si pelayan galak sekali. "Tapi Toaya !"

Si pelayan rupanya jadi naik darah melihat kebandelan si pengemis, dengan cepat dia mengayunkan kakinya menyepak si-pengemis.

Tapi, baru saja dia menggerakkan kakinya, telah terdengar suara bentakan: "Jangan disakiti pengemis itu !"

Si pengemis jadi terkejut, dia menoleh dan dilihatnya orang yang membentak ternyata Han Han.

"Kemarilah Loo-pek !" panggil Han Han kepada si pengemis sambil melambaikan tangannya.

Si pengemis seperti tercengang, sehingga dia jadi lupa kepada penyakit buluknya, hanya mengawasi Han Han dengan tatapan seperti orang kesima.

''Kemarilah Loo-pek mari duduk bersamaku !" panggil Han Han lagi.

"Aku ? " tanya si-pengemis sambil menunjuk dadanya. Han Han mengangguk sambil tersenyum.

*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya

(Bersambung)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar