Jilid 45
KEDUA BUAH perahu itu dengan cepat berdempetan menjadi satu. Baru saja orang-orang yang berada di atas perahu ronda tersebut hendak meloncat naik ke atas perahu itu guna mengadakan pemeriksaan, mendadak dari dalam ruangan terdengar suara tertawa dingin yang amat menyeramkan berkumandang keluar memecahkan keheningan.
Dua sosok bayangan hitam dengan kecepatan laksana kilat meluncur ke arah perahu peronda itu, dimana angin pukulannya menyambar lewat dua orang peronda kena dihantam sehingga rubuh binasa di atas geladak.
Salah seorang di antara mereka sewaktu melihat keadaan tidak menguntungkan, dengan cepat berteriak keras lalu terjunkan dirinya ke dalam air.
Kedua orang siang-cu dari Sin Beng Kauw yang tidak mengerti akan ilmu di dalam air dengan gemasnya lantas berteriak: "Waaah... kena lolos satu orang!"
"Justeru kita harus berbuat demikian. Kalau tidak; bagaimana rencana semula bisa terlaksana ?" sambung salah seorang siang-cu sambil tertawa.
Melihat semua peristiwa itu, diam-diam Liem Tou tertawa dingin tiada hentinya.
"Hmm! Mereka bersenang-senang mengira rencananya pasti akan berhasil. Siapa sangka di belakang mereka sudah ada orang yang mengintai, aku ingin melihat bagaimanakah caranya mereka di dalam melaksanakan siasat jahatnya itu," pikirnya dalam hati.
Sembari berpikir, diam-diam Liem Tou menerjunkan pula dirinya ke dalam air.
Kepandaiannya di dalam air boleh dikata sangat sempurna sekali, hanya di dalam sekejap saja tubuhnya sudah meluncur sejauh beberapa kaki dan telah berhasil menangkap bayangan dari orang yang sedang berenang di hadapannya.
Untuk sementara waktu Liem Tou sama sekali tidak mengambil sesuatu tindakan apa pun terhadap orang tersebut, ia membuntuti terus orang itu menuju ke pantai emas.
Sebenarnya sepasang mata dari Liem Tou sudah dilatih hingga bisa melihat di tempat kegelapan seperti di siang hari saja, walaupun di dalam air sangat gelap suasananya dia tetap bisa memandang seluruh keadaan di situ.
Saat ini dia tak ada maksud untuk menangkap orang itu sebaliknya dengan kencang membuntuti dirinya terus sehingga tak sampai lolos dari pengawasan, di samping itu setiap saatpun dia harus mengawasi perahu-perahu yang hilir mudik dengan ramainya di atas permukaan air.
Kepandaian menyelam dari orang itu sangat jelek sekali, bukan saja berkali-kali harus munculkan dirinya untuk berganti napas gerakan pun sangat lambat sehingga perahu cepat yang ditumpangi beberapa orang Siang cu dari perkumpulan Sin Beng Kauw berhasil jauh melampaui di depannya.
Melihat kejadian itu, Liem Tou merasa sangat cemas, mendadak ia meluncur ke depan dan mencengkeram tangan orang itu untuk kemudian ditarik ke depan.
Peristiwa yang terjadi di luar dugaan ini segera membuat orang itu merasa sangat terperanjat, sedikit kurang hati-hati, air sungai mengalir masuk ke dalam mulutnya. Liem Tou sama sekali tidak menggubris akan hal-hal yang tiada berarti itu, tubuhnya dengan cepat menyusup keluar dari permukaan air kemudian mendekati tubuh orang itu.
Agaknya manusia tersebut hatinya benar-benar merasa sangat terperanjat, saking takutnya sehingga tenaga untuk meronta pun sama sekali tak ada.
Begitu munculkan diri di permukaan air, Liem Tou menemukan bila orang-orang yang berada di atas perahu sudah tidak kelihatan jelas lagi. Dengan cepat ia membentak keras:
"Aku beritahukan kepadamu, kawan-kawanmu itu terluka oleh orang-orang yang dikirim oleh perkumpulan Sin Beng Kauw. Mereka hendak melakukan suatu tindakan dengan wajah berkerudung. Cepat kembali ke markas dan beritahu kepada Loo Ciang. Janganlah dia orang sampai terkena siasat yang sengaja diatur oleh orang-orang Sin Beng Kauw."
Orang itu rada tertegun, sesaat kemudian baru kedengaran ia berseru dengan nada terputus-putus.
"Kau . . kau ..."
"Sudah tentu aku bukan anak buah perkumpulan Sin Beng Kauw," jawab Liem Tou serius. "Bahkan beberapa orang anak buah perkumpulan Sin Beng Kauw itu akan kutangkap semua kenudian membawanya menghadap Loo Ciang. Cuma saja sampai waktunya kau harus mengajukan dirimu untuk bertindak sebagai saksi."
Sewaktu melihat tangannya dicengkeram oleh Liem Tou dan melihat pula ilmu dalam air dari pemuda tersebut sangat lihay sehingga walaupun harus membawa seorang tanpa membuang banyak tenaga gerakannya masih cepat, dalam hati orang itu benar-benar sangat kagum. Dengan termangu-mangu ia memandangi. Ia memandangi wajah Liem Tou, walaupun dalam hati mengerti jika Liem Tou tiada maksud jahat terhadap dirinya, tak urung tanyanya juga:
"Lalu siapakah kau?"
"Kau tidak usah bertanya terlalu banyak lagi sampai waktunya kau akan tahu sendiri. Ilmu berenangmu pun sebetulnya tidak jelek. Cepat pulang untuk beri laporan."
Sambil berkata ia lepaskan cengkeramannya. "Terima kasih atas pemberitahuanmu. Aku pasti akan
melaporkan hal ini kepada Ongya!" sahut orang itu terharu.
Liem Tou tersenyum, sedikit pundaknya bergerak tahu-tahu tubuhnya sudah lenyap di balik permukaan air.
Dengan gerakan yang cepat ia lantas menyusul perahu yang ditumpangi beberapa orang siangcu dari Sin Beng Kauw itu kemudian menangkap ujung perahu tersebut dan ikut mendarat ke tepi pantai.
Siangcu-siangcu dari Sin Beng Kauw tersebut tidak berani membuang banyak waktu lagi, dengan tergopoh-gopoh mereka berlari naik ke darat dan menuju ke arah depan.
Mendadak, tampaklah dua sosok bayangan manusia berkelebat datang dengan amat gesit. "Siapa?" bentaknya keras.
"Peronda dari tengah samudera ada urusan penting hendak melapor pada Ongya !" sahut salah seorang anggota Sin Beng Kauw yang ada di dalam perahu.
Sreeet! Sreeet ! Dengan diiringi cahaya gemerlapan dua titik senjata rahasia segera menyambar ke arah depan dengan gencarnya.
Orang yang berada di tepi pantai itu agaknya merupakan anak murid Kiem Tien Pay yang belum lama diterima sebagai anggota, kepandaian silatnya tidak tinggi, pengalaman di dalam dunia kangouw pun sangat cetek.
Sudah tentu menghadapi serangan bokongan yang datangnya secara mendadak itu merasa sulit untuk menghindarkan diri.
Di tengah suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati, mereka rubuh di atas tanah tak berkutik lagi.
Dari atas perahu segera bermunculan tiga sosok bayangan manusia meloncat ke tepi pantai, terdengar orang yang masih berada di dalam perahu itu berseru setengah berbisik ;
"Cepat pergi, cepat kembali, jangan serakah terhadap pahala."
Ketiga orang yang berada di tepi pantai itu tidak menyahut, setelah berunding sejenak masing masing dengan memencar ke arah tiga penjuru berangkat jauh memasuki pantai Sah Kiem Than.
Liem Tou karena takut orang-orang itu telah pergi jauh, tubuhnya segera meloncat naik ke atas perahu. Melihat orang itu masih berdiri di atas geladak tanpa mengeluarkan sedikit suarapun ia lantas melancarkan serangan menotok jalan darahnya sehingga rubuh tak berkutik lagi di atas perahu.
Melihat orang itu sudah rubuh, Liem Tou pun buru-buru melayang kembali ke tepi pantai.
Ketika itu ketiga orang anggota perkumpulan Sin Beng Kauw sudah berlari masuk ke dalam sebuah hutan yang amat lebat di sisi pantai.
Liem Tou pun tidak berpikir panjang lagi, tubuhnya langsung menubruk masuk ke dalam hutan tersebut.
Beberapa saat kemudian ia mulai merasa hutan itu semakin dilalui semakin lebat, hatinya jadi ragu-ragu mungkinkah dirinya telah salah jalan ? Selagi hatinya merasa ragu-ragu itulah mendadak dari tempat di hadapannya berkumandang datang suara bentrokan senjata tajam yang sangat ramai sekali.
Liem Tou segera meloncat naik ke atas pohon dan bergerak maju lebih ke depan, mendadak dari atas dahan pohon terlihat olehnya empat orang sedang bertempur dengan serunya, sedang seorang Sin Beng Kauw siangcu berdiri di sisi menonton jalannya pertempuran tersebut.
Kedua orang anak murid dari partai Kiem Tien Pay itu jelas bukanlah tandingan dari kedua orang anggota perkumpulan Sio Beng Kauw, melihat semakin diserang dirinya semakin terdesak di bawah angin mereka jadi kheki dan akhirnya menyerang dengan kalap dan mengadu jiwa.
Mendadak salah satu diantara mereka meloncat keluar dari kalangan pertempuran sambil berteriak keras :
"Kalian berdua bukanlah tandinganku, lebih baik suruh Loo Ciang keluar saja untuk membereskan hutang-hutang lama kita!"
Sembari berkata sepasang kakinya melancarkan tendangan berantai membuat tubuh anak murid partai Kiem Tien Pay itu mencelat sangat jauh dan jatuh tertelungkup ke atas tanah.
"Aku dengar Loo Ciang ada maksud untuk menggabungkan diri dengan perkumpulan Sin Beng Kauw, apa benar berita ini?" sambungnya kembali. "Hmm! kalau benar begitu aku semakin tidak boleh melepaskan dirinya lagi."
Liem Tou yang mendengar perkataan tersebut dalam hati merasa gusar, pikirnya:
"Hmm! Suatu siasat mengadu domba yang sangat bagus sekali, bilamana bukannya secara tidak sengaja aku mendengar siasat jahat ini, dengan sifat Loo Ciang yang barangasan ia pasti akan terjebak oleh siasat mereka." Tak terasa lagi pemuda itu tertawa dingin tiada hentinya, selagi tubuhnya siap-siap hendak turun dari atas pohon guna menguasai ketiga orang-orang perkumpulan Sin Beng Kauw itu, mendadak telinga Liem Tou yang tajam dapat menangkap suara langkah manusia yang sangat ramai bergerak mendatang.
Agaknya siang-cu yang berdiri di samping kalangan pun berhasil menangkap suara tersebut, mendadak terdengar ia berseru keras:
"Angin kencang. Lepaskan saja mereka untuk berlalu!"
Kedua orang anggota Sin Beng Kauw itu segera menarik kembali serangan senjatanya sambil mengirim sebuah totokan meughajar jalan darah kedua orang dari anak murid partai Kiem Tien pay sehingga rubuh ke atas tanah.
Belum sempat ketiga orang Siangcu itu meninggalkan tempat tersebut, mendadak terdengarlah suara bentakan yang amat keras bergema datang.
"Berhenti !"
Dari sebelah kanan hutan dengan cepatnya berkelebat datang tiga orang lelaki berusia pertengahan yang salah satu di antara mereka berdandan sebagai seorang Toosu.
Liem Tou yang melihat munculnya Toosu tersebut segera merasakan wajah orang itu sangat dikenal olehnya, cuma saja entah dimanakah ia pernah berjumpa dengan orang itu, pikirnya :
"Siapakah toosu itu? Agaknya aku pernah mengenal mereka. Heeei! dengan munculnya ketiga orang ini,
semisalnya terjadi pertempuran kembali maka keadaannya tidak akan mengenaskan seperti tadi lagi."
Agaknya ketiga orang Siangcu dari perkumpulan Sin Beng Kauw itupun akan dapat melihat kepandaian silat mereka tidak lemah dari gerakan tubuhnya barusan. Sebenarnya mereka bertiga ada maksud meninggalkan tempat itu, siapa sangka urusan sudah berubah sangat cepat ditambah pula gerakan dari ketiga orang itu jauh berada di luar dugaan mereka. Bilamana saat ini harus membubarkan diri malah kemungkinan mendatangkan ketidakberuntungan baginya. Oleh karena itu, ketiga orang siang-cu itupun berdiri tak berkutik lagi.
Dengan cepatnya ketiga orang partai Kiem Tien Pay itu sudah tiba di hadapan mereka, tetapi sewaktu melihat wajah ketiga orang itu berkerudung mereka rada tertegun dibuatnya. Mendadak terdengarlah salah satu diantara mereka menegur dengar suara yang keras : "Lelaki sejati tidak takut muncul dengan wajah yang sebenarnya, siapakah diantara kalian bertiga yang bernama Liem Tou ?"
Liem Tou yang saat ini sedang bersembunyi di atas dahan pohon, ketika mendadak mendengar orang itu menyebutkan namanya, dalam hati lantas berpikir:
"Namaku Liem Tou sudah diketahui oleh semua orang yang ada di dalam dunia Kang-ouw. Ia bisa menyebut namaku pun bukan suatu peristiwa yang aneh. Hmm ! Kemungkinan sekali kali ini orang-orang dari perkumpulan Sin Beng Kauw sudah ketemu batunya."
Siapa sangka ketiga orang siangcu dari perkumpulan Sin Beng Kouw itu cukup licik Mendengar pertanyaan ini mereka cuma tertawa tiada hentinya.
Mendadak di tengab suara bentakan yang amat keras, mereka bertiga bersamasama melancarkan satu pukulan ke arah depan.
Tiga gulung hawa pukulan yang sangat dahsyat dengan cepatnya menerjang ke arah dada pihak lawan. Perubahan yang terjadi secara mendadak ini kontan saja membuat ketiga orang dari partai Kiem Tien Pay itu kalang kabut dan gelagapan setengah mati. Buru-buru mereka balas mengirim satu pukulan untuk menerima datangnya serangan tersebut.
Siapa sangka baru saja angin pukulan dari ketiga orang siangcu itu menyambar keluar mendadak disusul pula melayangnya senjata rahasia bagaikan curahan hujan menyambar ke depan dengan sangat gencar.
Seketika itu juga ada dua orang di antara mereka yang menjerit kesakitan karena terhajar oleh senjata rahasia itu sehingga mundur dua kaki jauhnya ke belakang dengan sempoyongan.
Melihat musuhnya berhasil dilukai oleh serangan bokongannya ketiga orang siangcu dari perkumpulan Sin Beng K.auw tersebut segera tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya.
Belum habis mereka tertawa, Liem Tou sudah melayang turun dari atas pohon dan di dalam sekejap mata ia sudah memerseni satu tamparan keras di wajah ketiga orang siangcu dari perkumpulan Sin Beng Kauw itu disusul satu totokan membuat mereka tak berkutik.
"Hmm ! Liem Tou adalah seorang lelaki sejati yang gagah perkasa, dia orang mana mau berkawan dengan kalian pencoleng-pencoleng tikus ?" bentaknya nyaring.
Sambil berkata ia menyambar lepas kain penutup di atas wajah ketiga orang siangcu perkumpulan Sin Beng Kauw itu, kemudian tambahnya :
"Kenalkah kau orang dengan ketiga orang ini ?"
"Bukankah mereka adalah kawan-kawan lama dari ongya? " teriak salah seorang anggota Kiem Tien Pay yang tidak terluka itu dengan perasaan terperanjat.
Terdengarlah Liem Tou tertawa dingin tiada hentinya. "Apa? kawan lama ongyamu? terang-terangan kalau mereka bertiga adalah siangcu dari perkumpulan Sin Beng Kauw, bagaimana mungkin kau bisa katakan mereka adalah kawan? senjata rahasia yang dilepaskan mereka adalah mengandung racun yang sangat ganas, maka cepatlah kalian geledah saku mereka mencari obat pemunah guna menolong kedua orang kawanmu itu."
Selesai berkata tanpa menggubris lagi orang itu Liem Tou lantas berkelebat menembusi hutan.
Dan selama dalam perjalanan selanjutnya beberapa kali ia selalu bertemu dengan gerombolan orang-orang partai Kiem Tien Pay tetapi berhubung larinya yang sangat cepat sekali maka tak seorang pun d antara mereka yang menemukan jejak pemuda ini.
Maka sejurus kemudian dengan sangat mudahnya ia berhasil tiba di pusat jantung pantai emas tanpa cepat diketahui oleh orang.
Kurang lebih seperminuman teh kemudian kembali ia sudah melewati dua buah hutan yang lebat.
Ketika kepalanya didongakkan ke atas maka tampaklah di hadapannya saat ini sudah muncul sebuah bangunan besar yang mentereng megah dan mewah bermandikan cahaya lampu yang terang benderang, bentuk bangunan ini benar- benar luar biasa indahnya sehingga mirip sekali dengan istana kaisar.
Liem Tou yang melihat akan keindahan banguuan tersebut, tak terasa lagi dalam hati telah memuji tiada hentinya.
"Woooow suatu bangunan istana yang benar-benar
mentereng dan megah," gumamnya.
"Bilamana Loo Ciang masih belum puas dengan apa yang dipunyai saat ini. Waah, napsu serakahnya benar-benar patut dikutuk dan dimaki." Maka dengan semangat berkobar-kobar dan dada dibusungkan ke depan pemuda itu kembali melanjutkan perjalanannya dengan langkah lebar menuju ke depan.
Pintu istana yang berwarna keemas-emasan itu kiranya pada saat ini terbuka lebar-lebar sehingga dari pintu depan saja sudah dapat melihat pintu-pintu istana di dalamnya yang tersusun-susun dan rangkap merangkap entah berapa banyaknya.
Dan di samping setiap pintu di dalam istana tersebut tampaklah beberapa orang lelaki kasar dengan senjata tersoren di pinggang berdiri dengan sikap yang gagah penuh berwibawa.
Di pintu yang paling depan tampaklah delapan orang lelaki kasar dengan berdiri tegak melakukan sikap penjagaan, dan sikap mereka rada tegang penuh kewaspadaan.
Di dalam sekali pandangan saja Liem Tou sudah menduga bila orang-orang itu hanya memiliki ilmu silat pasaran saja, sehingga boleh dikata merupakan jagoan pasaran yang biasa- biasa saja. Sudah tentu di dalam pandangan Liem Tou mereka ini tak ada harga sama sekali.
Lama sekali Liem Tou berdiri tegak termenung di depan istana itu, akhirnya dengan mengerahkan tenaga saktinya mendadak dia memperdengarkan suara tertawanya yang sangat nyaring.
"Liem Tou datang mengunjungi pantai emas ini, untuk menyambangi si tua bangka she Ciang. Harap kalian cepat- cepat memberi laporan."
Suara tertawa dari Liem Tou amat nyaring sehingga mengetarkan seluruh isi ruangan itu
Ketika ditunggunya brberapa saat dari dalam ruangan istana itu masih belum juga kelihatan sedikit gerakanpun, dalam hati Liem Tou mulai merasa kheki, sehingga sekali lagi teriaknya;
"Hey tua bangka she Ciang. Aku Liem Tou sudah melaporkan diri hendak bertemu muka dengan dirimu, tapi kau tidak juga mau keluar untuk menyambut kedatanganku. Jangan salahkan aku segera akan masuk sendiri."
Sembari berkata dengan langkah lebar, ia segera berjalan masuk ke dalam ruangan.
Begitu melihat munculnya seorang pemuda yang hendak menerobos ke dalam istana, para pengawal yang ada di sekeliling tempat itu pada mencabut keluar pedangnya menghadang di depan pintu.
Terlihatlah Liem Tou hanya tersenyum, tanpa banyak bicara lagi telapak tangannya segera disodorkan ke depan.
Keempat orang pengawal itu tak mungkin bertahan diri lagi. Mereka telah terdorong oleh angin pukulan tersebut sehingga pada mundur ke belakang dengan sempoyongan
Liem Tou melanjutkan kembali langkahnya menuju ke arah ruangan istana tersebut.
Siapa sangka baru saja Liem Tou berjalan sepuluh tindak, suara genta di dalam ruangan itu sudah berbunyi bertalu-talu dan semakin lama semakin samar sehingga sehingga seketika itu juga seluruh pandai pasir emas sudah digemparkan oleh bunyi genta.
Begitu suara genta dibunyikan; seluruh ruangan istana jadi terang benderang disusul dengan munculnya bayangan manusia dari empat arah delapan penjuru bersama-sama meluruk ke tempat itu.
Liem Tou adalah seorang pemuda yang berkepandaian dan bernyali besar, maka ia sama sekali tidak dibuat jeri oleh kejadian tersebut sebaliknya dengan langkah lebar kembali melanjutkan perjalanannya ke arah dalam. Cuma saja pada saat ini hawa murninya sudah disalurkan mengelilingi seluruh tubuh. Dan setiap langkah ia maju ke depan, di atas lantai pun tertera pula sebuah bekas telapak kaki yang sangat nyata.
"Hey si tua bangka she Ciang !" teriaknya keras. "Aku hendak memberi tahu dulu kepadamu, jikalau dalam seratus langkah kau masih belum juga mau munculkan diri, maka jangan salahkan aku Liem Tou akan bertindak kurang ajar terhadap kalian."
Kembali selangkah demi selangkah ia melanjutkan perjalanannya ke depan, tetapi walaupun sudah mencapai delapan puluh langkah tidak nampak juga munculnya sesosok bayangan manusiapun yang menghalangi perjalanannya, dalam hati ia mulai merasa gugup, pikirnya ;
"Jikalau aku tidak kasih melihat sedikit ke lihayan buat mereka lihat, tentu mereka akan anggap aku Liem Tou tidak berani bertindak."
Berpikir akan hal itu, diam-diam hawa murninya segera disalurkan mencapai tarap tujuh bagian sehingga setiap langkahnya walaupun semakin lambat tetapi tentu akan meninggalkan sebuah retakan yang amat dalam sekali sepanjang satu depa.
Kepandaian silat yang demikian saktinya ini benar-benar membuat setiap orang yang melihat merasakan hatinya sangat terperanjat, dan boleh dikata pada saat itu sukar untuk mencari orang yang kedua.
Kini langkahnya sudah mencapai hitungan yang kesembilan puluh delapan, tinggal dua langkah lagi akan mencapai seratus langkah, mendadak dari sisi ruangan berkelebat datang empat orang pemuda berbaju hitam dengan mencekal pedang.
"Liem Tou berhenti!" bentak mereka dengan suara yang amat gusar. Sekali pandang Liem Tou sudah mengenal kembali bila mereka adalab panglima yang pernah dikalahkan olehnya sewaktu berada di rumah setan di daerah Aih Cing, tak terasa lagi ia tertawa tiada hentinya.
"Heee... heee... Kalian masih belum berhak untuk bergebrak melawan diriku, kenapa si tua bangka she Ciang tidak munculkan dirinya sendiri?" ejeknya.
Kembali kakinya maju ke depan sehingga langkahnya mencapai hitungan yang kesembilan puluh sembilan. Dan sekali lagi bentaknya :
"Hey, tua bangka she Ciang, di dalam seratus langkah kini sudah berlalu sembilan puluh sembilan langkah, bilamana kau tidak berani munculkan dirinya, maka hal ini berarti pula kau mencari penyakit buat diri sendiri."
Sembari berkata kakinya diangkat siap-siap untuk melangkah ke depan.
"Liem Tou !" mendadak terdengar suara sangat keras, "Apakah kau sudah tidak maui nyawa isterimu?"
Mendengar ancaman tersebut kontan saja Liem Tou menghentikan langkahnya dengan hati bergetar amat keras.
"Hmm! Kau berani? Kau berani menganiaya dirinya?" teriaknya setengah kalap. "Bilamana dia ada sedikit cederapun, Hmm! Hey tua bangka she Ciang, terus terang aku beri tahu kepadamu, pantai emasmu ini akan kubasmi sampai habis, bilamana ada rumput atau akar yang ketinggalan pun jangan sebut nama Liem| Tou lagi."
Perkataannya ini diucapkan dengan sangat tegas dan keras bagaikan baja. Tapi langkah yang keseratus lama juga tidak dilangkahkan. Kiranya ia takut juga bilamana dia berbuat demikian maka si "Auw Hay Ong" Ciang Cau akan bulatkan tekad membinasakan Lie Siauw le terlebih dulu. Sekalipun akhirnya ia berhasil meratakan pantai emasnya ini, tapi kematian dari Lie Siauw Ie bukanlah suatu perasaan yang enak untuk dirasakan.
Selagi ia merasa ragu-ragu itulah dari tengah ruangan istana kembali berkumandang datang suara ketawa yang amat keras.
"Haaa, haaa. Liem Tou, mengapa kau tidak penuhi langkahmu yang ke seratus? Kiranya kau pun btsa merasa jeri terhadap diriku."
Liem Tou yang diejek dengan kata-kata tersebut darah panas dalam dadanya bergolak amat keras tapi badannya masih tetap berdiri tegak di tempat semula.
Ketika itulah suara langkah manusia yang amat gaduh berkumandang datang dengan sangat ramainya Ketika pemuda itu menoleh kebelakang maka tampaklah jalan mundur baginya sudah tertutup oleh kepungan dari jago-jago partai Kiem Tien Pay, sedang dari sisi ruangan pun mulai bermunculan berpuluh jago yang sedang mengurung diri Liem Tou rapat-rapat.
Dari hadapannya si Auw Hay Ong dengan membawa keempat orang anak muridnya serta seorang tosu, seorang pengemis dan seorang siucay berwajah putih munculkan dirinya, Keempat orang pemuda berbaju hitam yang semula menghadanh di hadapan Liem Tou pun pada saat ini bersama- sama mengundurkan dirinya ke sisi Auw Hay Ong.
Diam-diam Liem Tou mulai menghitung situasi yang dihadapinya saat ini, para jago yang mengurung dirinya pada saat ini boleh dikata sudah mencapai dua ratus orang banyaknya, hal ini membuat dia mau tak mau harus berpikir :
"Walaupun mereka berjumlah sangat banyak, kenapa aku harus menaruh rasa jeri ?" Ketika itu si raja dari daerah Auw Hay, Ciang Cau pun berdiam diri tidak berbicara, hanya sepasang matanya dengan sangat tajam memperhatikan diri si pemuda tak berkedip
"Haaa, haaa, si tua bangka she Ciang. selama berpisaban apakah kau baik-baik saja?" tegur Liem Tou sambil tersenyum dan dengan menggunakan kesempatan orang tak menduga ia telah maju sepuluh langkah ke depan. "Kenapa tokh kau orang memandang diriku dengan begitu serius? Apakah kau tidak percaya kalau aku masih bisa hidup terus?"
"Hmm! Liem Tou perkataanmu sedikitpun tidak salah," dengus si Auw Hay Ong Ciang Cau dengan sinis. "Kau tidak mati, loohu memang selalu tidak puas dan tidak terima kau sudah membinasakan puteriku, sehingga mengakibatkan isteriku mati pula. Dendam yang sedalam lautan ini bilamana tidak dituntut balas terhadap dirimu, kau suruh aku pergi mencari siapa ?"
Bilamana Liem Tou tidak mendengar perkataan ini masih tidak mengapa, tapi kini sesudah mendengar omongan dari si orang tua itu, hatinya jadi teramat gusar.
"Eeei tua bangka she Ciang! aku dengar kau adalah seorang manusia yang gagah serta jujur dan selama ini berkedudukan sebagai seorang ketua partai, walaupun di dalam dunia kangouw kau orang tidak punya nama baik tetapi nama jelekpun tak ada sehingga pada dua tahun yang lalu, sewaktu kau berhasil jatuh ketanganku aku sudah melepaskan dirimu untuk melanjutkan hidup, tetapi jika kita bicarakan tentang soal ini, dikarenakan gara-gara kedua orang puterimu hampir-hampir saja aku tersiksa mati, walaupun akhirnya ia mati di tanganku, tetapi hal ini pun disebabkan karena ia terlalu memandang enteng musuh, ketika itu di dalam hatiku sama sekali tiada maksud untuk membinasakan dirinya.
Karena ia sendiri yang memaksa maka terpaksa aku harus membela diri, sedangkan mengenai isterimu itu, dia mati di bawah injakan kerbauku karena dia hendak mencelakai aku orang, ketika itu aku sudah mengunci tanganku, bagaimana hal ini bisa disalahkan pula ke atas badanku ?"
"Tetapi bagaimanapun juga urusan ini terjadi dikarenakan kau orang!" potong Auw Hay Ong dengan gusar.
"Hei tua bangka she Ciang," teriak Liem Tou yang benar- benar jadi sangat marah. "Sewaktu aku mengunci tangan dan mengundurkan diri dari dunia kang ouw, seingatku kau pun hadir di dalam kalangan, kau sendiri yang melanggar peraturan Bu lim dengan menggunakan kesempatan orang lain sedang susah kau berbuat keonaran, ini hari aku minta keadilan dari dirimu."
Ciang Cau pun agaknya dibuat gusar juga oleh sikap dari pemuda ini.
"Itulah salahmu sendiri yang mencari gebuk, lalu soal ini hendak kau salahkan kepada siapa?" bentaknya pula.
Mendadak Liem Tou tertawa terbahak-bahak, air mukanya berubah jadi sangat keren.
"Tua bangka she Ciang! Tidak kusangka kau pun bisa mengucapkan kata-kata seperti ini," bentaknya keras, "Baik ! Kembalikan dulu enci Ieku kemudian aku hendak menantang dirimu untuk menentukan kepandaian siapa yang lebih jagoan di antara kita."
"Kembalikan nyawa isteriku dan puteriku dulu kemudian loohu baru akan kembalikan enci Ie mu," teriak Ciang Cau pula dengan gusar. "Kalau tidak, hmm, Lebib baik kau hanyutkan saja keinginanmu itu, enci Ie-mu akan aku orang she Cian anggap sebagai ganti dari puteri serta isteriku."
Mendengar perkataan itu saking gusarnya seluruh tubuh Liem Tou menjadi gemetar keras, wajahnya berubah jadi merah padam, saking gemasnya kepingin sekali ia membinasakan orang itu. Tetapi kini wajah Lie Siauw Ie masih berada dalam cengkeramannya, sehingga terpaksa ia harus menahan sabar.
"Ciang Cau!" serunya sinis. "Kedatanganku kemari kali ini sudah sejak semula melihat keadaan kalian partai Kiem Tien yang sangat berbahaya karena kepungan musuh, mengingat kau tidak pernah jahat sebenarnya aku ada maksud hendak menolong kau, tidak disangka pikiranmu ternyata begini picik."
Berbicara sampai disini ia rada merandek sejenak, setelah menyapu sekejap ke sekeliling tempat itu, sambungnya kembali dengan suara berat ;
"Ciang Cau. Coba kau pikirlah dengan hati tenang.
Bilamana tiga hari kemudian kau tidak mau menyerahkan enci Ie kepadaku, Hmm! Seorang Liem Tou berarti seratus anggota Sin Beng Kauw.
Wajahnya saat ini sudah berubah sangat dingin bagaikan es, setelah berhenti lagi beberapa saat, tiba-tiba bentaknya keras :
"Ciang Cau, kau dengarlah baik-baik, di dalam tiga hari kemudian aku akan datang lagi dengan membawa kawan..."
Selesai berkata telapak tangannya segera dihantamkan ke atas, di tengah suara gemuruh yang amat keras genting ruangan tersebut sudah kena dihantam bobol dan rontok ke atas tanah dengan menimbulkan suara yang keras. Sebentar kemudian tampaklah bayangan manusia berkelebat lewat, di dalam sekejap mata itulah bayangan dari Liem Tou sudah lenyap tak berbekas.
Orang orang partai Kiem Tien Pay yang melihat kejadian itu saking terperanjatnya air muka merekapun berubah jadi pucat pasi, matanya terbelalak dengan melongo, untuk beberapa saat lamanya suasana terasa amat hening dan sunyi.
Walaupun Ciang Cau sadar bila Liem Tou adalah seorang jagoan nomor wahid di kolong langit pada saat ini, tenaga dalamnya pun tiada yang dapat melawan, tetapi selamanya belum pernah melihat ilmu tenaga sakti yang demikian dahsyatnya.
Sebuah dinding batu setebal beberapa depa ternyata berhasil dibabat hancur hanya di dalau sekali kebasan saja, hal ini benar-benar mengerikan sekali.
Akhirnya suasana yang hening itu dipecahkan oleh suara ucapan dari si siucay berwajah putih yang membuka mulut dengan alis dikerutkan rapat-rapat.
"Ong-ya! Tentunya kau sudah dibuat jeri oleh kedahsyatan dari Liem Tou si bangsat cilik itu, tetapi kau jangan kuatir terhadap dirinya, cuma sedikit kepandaian keledai malas seperti itu buat apa ditakuti ?"
Perlahan-lahan Ciang Cau mengangguk, tetapi ia tidak mengambil komentar apa-apa.
Kembali suasana dilewatkan dengan keadaan yang amat sunyi, hening dan tenang.
Sejurus kemudian si orang tua itu berseru memberi pengumuman.
"Di atas pantai Sah Kiem Than kini sudah tak ada urusan lagi, kalian boleh kembali ke posnya masing-masiag untuk melakukan penjagaan."
Selesai berkata ia pun lantas mengundurkan diri dari tempat itu. Tetapi baru saja berjalan beberapa langkah ia sudah berhenti kembali dan menoleh.
"Murid-muridku, kalian ikutilah diriku !" serunya.
Para jago yang berkumpul di dalam ruangan itu pun sudah mulai bubaran. Auw Hay Ong dengan membawa keempat murid kesayangannya kenbali ke dalam istana.
Kita balik pada Liem Tou setelah menjebol dinding tembok meninggalkan istana Kiem Tien Pay, sewaktu dilihatnya kentongan keempat sudah tiba ia lantas melakukan perjalanan lebih cepat ke arah Barat, hatinya saat ini masih belum reda dari marahnya.
"Jarak dengan terang tanah masih ada satu kentongan," pikirnya diam-diam. "Kenapa aku tidak menggunakan kesempatan ini untuk melakukan penyelidikan di sekeliling pantai Sah Kiem Than ini untuk melihat hal-hal yang kemungkinan sekali berada di luar dugaan ?"
Berpikir akan hal itu, pemuda itu segera mengerahkan ginkanguya berkelebat berputar di sekitar pantai Sah Kiem Than.
Dengan kecepatan gerakannya laksana sambaran kilat itu tidak sampai sepertanak nasi kemudian ia sudah hampir mengelilingi seluruh pulau tersebut dengan tanpa menemukan suatu apa pun.
Teringat tempat di sana tidak leluasa untuk digurakan sebagai tempat persembunyian, maka dalam hati lantas ada maksud hendak kembali ke kota Ping Cuan. Demikianlah dengan mengerahkan ilmu ginkangnya yang sempurna ia berjalan di atas kayu yang dilayangkan di atas permukaan air. Tidak sampai beberapa waktu ia sudah tiba di rumah penginapan kota Ping Cuan.
Pemuda tersebut langsung kembali ke kamarnya dan mengetuk pintu perlahan-lahan.
"Siapa?" tanya Giok jie dari balik kamar. "Aku sudah kembali!" seru Liem Tou kalem,
Pintu kamar dengan perlahan dibukanya, kecuali Giok jie yang berdiri di tepi pintu di belakang sebuah meja secara tiba tiba Liem Tou menemukan pula seorang dara berbaju hitam yang duduk membelakangi pintu.
Tak terasa lagi pemuda ini jadi melengak dengan perasaan kebingungan ia memandang ke arah Giok djie. Agaknja Giok jie pun mengerti apa yang sedang diragukan olehnya, tampaklah gadis cilik itu tersenyum.
"Coba kau terka siapakah orang itu ?" serunya.
Kiranya Liem Tou agak merasa tidak percaya terhadap apa yang dilihat dihadapannya sehingga lama sekali ia berpikir :
"Apakah Hong susiok sudah datang ?" jawabnya kemudian. Giok Djie menggeleng.
Liem Tou merasa, semakin tidak paham lagi, akhirnya saking tidak sabaran lagi tubuhnya segera maju dua langkah dan hendak mencekal pundak dara berbaju hitam itu.
Pada saat yang bersamaan dara berbaju hitam itu pun secara mendadak menoleh sambil berseru ;
"Adik Liem!"
Liem Tou yang melihat jelas gadis tersebut ternyata Pouw Djien Coei lah adanya
semula rada tertegun akhirnya ia berteriak-teriak kegirangan.
"Enci Jien Coei!" sapanya pula.
Seketika itu juga ia sudah melupakan segalanya, tubuhnya menubruk maju ke depan memeluk pinggangnya kencang- kencang kemudian sambil tertawa teriaknya ;
"Ooouw enci Jien Coei ! sejak kapan kau datang kemari?
Kau betul-betul membuat adik Liemmu merasa rindu setengah mati !"
Tetapi sebentar kemudian ia sudah mengucurkan air mata dengan amat deras.
"Enci Jien Coei!" teriaknya kembali. "Selama ini kau sudah pergi kemana saja? Beritahulah padaku, cepat beritahu kepadaku." Pouw Jien Ciei sembari meronta dari rangkulan Liem Tou, air matanya mengucur keluar semakin deras, sehingga tak sepatah katapun yang dapat diucapkan keluar.
Liem Tou yang melihat sikapnya tersebut, secara mendadak sudah teringat akan sesuatu.
"Enci Djien Coei!" ujarnya dengan sedih, "Tahukah kau Tia- mu ?"
Belum habis perkataan itu diucapkan, air muka Pouw Djien Coei secara mendadak telah berubah menjadi pucat bagaikan mayat.
"Liem Tou ! Peristiwa yang sudah lalu tidak usah kita ungkap kembali," bentaknya sambil mengusap kering air matanya "Tahukah kau apa maksudku malam ini datang ke mari ?"
Tiba-tiba ia teringat kembali akan perkataan dari Toan Bok Si tempo hari. sekarang ia baru paham si perempuan tunggal Touw Hong yang dimaksudkan olehnya itu sebenarnya bukan lain adalah enci Djien Coeinya, maka bersamaan itu pula ia teringat kembali dengan dara berbaju hitam yang dijumpainya di dalam lembah berkabut, tak terasa lagi hatinya rada terperanjat.
"Enci Djien Coei! Lalu kaukah yang menolong nyawaku sewaktu berada di lembah berkabut?" Perlahan Pouw Djien Coei mengangguk, tetapi sebentar kemudian ia sudah menggeleng kembali.
"Orang itu memang aku! tetapi orang yang menolong nyawamu bukan aku melainkan suhumu,"
"Kalau begitu akupun tahu bila kedatangan enci Jien Coei saat ini tentunya hendak memberitahukan soal yang menyangkut enci Ie, sekarang dia ada dimana?" seru Liem Tou dengan perasaan yang sangat cemas. "Cepatlah bawa aku ke sana. Aku mau menolong dirinya lolos dari ancaman bahaya."
Lama sekali Pouw Jien Coei termenung, akhirnya ia berkata dengan suara yang lirih: "Si Auw Hay Ong, Ciang Cau mengurungnya di dalam sebuah ruangan rahasia di bawah tanah, setiap hari ia mengirim Toa Kuncunya Ciang Beng Hu untuk menghibur dan menasehati dirinya kalau dia tidak bermaksud jahat terhadap adik Ie..."
"Ououw. . . enci Jien Coei! jadi kau tahu bila dia dikurung dalam kamar rahasia yang mana?" seru Liem Tou kembali sehabis mendengar perkataan tersebut.
Bagaimana kalau besok malam kita pergi menolong dirinya?
Oouw ya. Sudah setahun lamanya, enci Ie tentu telah menderita siksaan yang amat besar. Heei, kesemuanya ini akulah yang berdosa, akulah yang bikin gara gara !"
"Adik Liem, apa yang kau lakukan selama berada di pantai Sah Kiem Than dapat aku lihat dengan sangat nyata."
Lama sekali Pouw Jien Cui baru berkata kembali sambil mengangguk. "Dengan adanya kejadian itu kemungkinan sekali urusan akan memperoleh perubahan yang amat besar. Kau sudah melihat bukan si siucay berwajah putih yang berada di sisi Ciang Cau itu?"
"Benar. Aku sudah melihat dirinya. Wajah Orang itu amat sadis dan penuh mengandung hawa iblis. Aku rasa dia bukan seorang manusia baik baik. Bukankah begitu ?"
Ketika itu cuaca sudah mulai terang tanah, mendadak Pouw Djien Coei bangun berdiri.
"Hari sudah mulai terang tanah, aku harus cepat-cepat pergi dari sini," katanya. "Aku takut ini hari ada kemungkinan enci Iemu bakal memperoleh suatu perubahan, aku harus melindungi dirinya, malam ini aku menunggu kau di depan pantai Sah Kiem Than!" Selesai berkata ia lantas berjalan menuju ke pintu keluar. "Enci Jien Coei, sebetulnya kau bersembunyi di mana?"
mendadak Liem Tou mengajukan pertanyaannya.
Pouw Jien Coei tersenyum. "Malam nanti kau akan tahu sendiri, sekarang aku harus buru-buru melakukan perjalanan," serunya.
Kakinya tanpa berhenti lagi segera melesat ke atas wuwungan rumah kemudian lenyap di balik remang- remangnya cuaca di pagi hari buta itu.
Liem Tou pun ikut meloncat naik ke atas atap, siapa sangka bayangan dari dara berbaju hitam itu sudah lenyap tak berbekas, hal ini membuat hatinya keheranan.
Ilmu meringankan tubuh dari enci Jien Coei bagaimana mungkin bisa demikian sempurnanya? Apakah mungkin sejak perpisahan ia sudah memperoleh pelajaran tambahan dari seorang jagoan yang berkepandaian tinggi?" gumamnya seorang diri.
Ketika ia menoleh, maka tampaklah tiga ekor burung elangnya sedang berdiri berjajar di atas atap rumah, ketika itu ia sudah mendapatkan berita tentang Lie Siauw Ie dengan begitu semangatnyapun tambah berkobar-kobar. Tangannya lantas digapai memanggil ke tiga ekor burung elang itu untuk hinggap di atas pundaknya.
Sambil mengelus dan membelai bulu burung tersebut tampaklah Liem Tou tersenyum.
"Beberapa saat ini kalian tiga ekor burung harus berjaga terus di sisi Giok-djie sehingga tak dapat terbang jauh. Malam ini aku akan membawa kalian untuk pergi berjalan-jalan," serunya perlahan.
Setelah itu pemuda tersebut baru kembali ke dalam kamarnya untuk bersemedi hingga satu jam lamanya, ketika dilihatnya Giok Djie berdiam seorang diri di dalam kamar dengan wajah begitu murung, hatinya jadi tidak tega.
Setelah berpikir sebentar, ujarnya:
"Giok-djie, ayoh jalan. Selama beberapa hari ini kita selalu murung hati terus, bagaimana kaJaa kita berjalan jalan ke dalam kota?"
"Bagus sekali!" teriak Giok-djie kegirangan, tubuhnya segera meloncat bangun dari tempat duduknya. "Kita mau bermain ke mana ?"
"Sesukamu; kau ingin pergi kemana kita pergi bermain kesana."
Demikianlah akhirnya kedua orang itu sambil bergandengan tangan penuh mesra bagaikan saudara sendiri berpesiar ke seluruh pelosok kota Peng Tzuan.
Giok djie yang selama ini murung terus saat ini sudah pulih kembali kelincahannya, selama berpesiar ia banyak bicara dan banyak ketawa.
Ketika di tengah perjalanan, untuk pertama kalinya mendadak Giok djie berseru ;
"Paman Liem! Setelah enci Ie tertolong dari tangan musuh, kau punya rencana hendak mengaturnya kemana ? Apakah kau hendak mengajak dirinya untuk melakukan perjalanan bersama-sama ?"
Liem Tou yang mendengar dirinya disebut paman, saking girangnya ia tak dapat membendung suara ketawanya, ia sudah tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya.
"Haha... haaa... hal ini sudah tentu!" sahutnya. "Cuma saja ia adalah isteriku, bagaimana mungkin kau memanggil dirinya dengan sebutan enci sedang memanggil aku dengan sebutan paman?" Air muka Giok djie kontan dibuat menjadi merah padam saking jengahnya.
"Lalu aku harus memanggil dirimu dengan sebutan apa? Apakah harus memanggil dirimu dengan sebutan Cie hu?"
"Soal itu sih tidak perlu, lebih baik kau panggil aku dengan sebutan Toako saja." kata Liem Tou sambil membelai rambutnya dengan penuh rasa kasih sayang.
Giok djie rada merandek sejenak, akhirnya ia menyapa dengan suara yang syahdu.
"Toako!"
Liem Tou segera tertawa terbahak-bahak.
Saat itulah mendadak si "Say Sian Hong" Toan Bok Si salah seorang dari keempat orang murid kesayangan Auw Hay Ong dengan wajah penuh senyuman berjalan menghampiri mereka berdua.
Melihat kejadian itu Liem Tou segera mengerutkan alis, ia menarik tangan Giok djie kemudian tanpa menoleh lagi berlalu dari sana. Agaknya dia tidak ingin berjumpa dengan orang itu.
Siapa tahu sewaktu Say Sian Hong berjalan lewat dari sisi pemuda itu mendadak ia berbisik dengan suara amat lirih ;
"Harap tayhiap suka berjalan ke arah selatan beberapa li, di tempat itu ada orang yang sedang menantikan kedatangan tayhiap untuk merundingkan suatu urusan yang serius.
Liem Tou dapat mendengar perkataan tersebut dengan amat jelas sekali tetapi sewaktu kepalanya menoleh ke arah mana sana tampaklah Toan Bok Si sudah berjalan lewat dari sisi tubuhnya, jika ditinjau dari sikap serta lagaknya mirip sekali dengan seseorang yang tak pernah terjadi sesuatu apa pun.
Dalam hati Liem Tou mengerti, tentunya ada sesuatu peristiwa yang sudah terjadi, melihat pula sewaktu ia mengucapkan kata-kata tersebut sama sekali tidak mengandung maksud jahat, tubuhnya pun lantas berjalan menuju ke depan.
Belum beberapa langkah ia berlalu, dari hadapannya kembali muncul dua orang lelaki kasar yang berjalan mendekat. sikap kedua orang itu sangar mencurigakan, sambil berbisik-bisik seperti sedang merundingkan sesuatu matanya tiada henti berputar-putar ke empat penjuru.
Saat ini Liem Tou sudah bukan seorang jagoan yang baru saja terjun ke dalam dunia kangouw, bertemu dengan orang- orang pantai pun sudah tidak sedikit jumlahnya, sekali pandang ia merasa bila kedua orang itu, tentu bukannya manusia baik-baik.
Menanti kedua orang itu sudah lewat dari samping Liem Tou. Si Say Sian Hong yang berada dibelakangnya segera berbelok ke sebuah jalan di samping tempat itu.
"Giok jie! kita menuju ke selatan," seru Liem Tou cepat, "coba kita lihat siapakah orang yang sedang menunggu kedatangan kita itu, sungguh misterius sekali."
Merekapun lantas berbelok ke sebelah selatan dan tak lama kemudian sudah berjalan ke luar dari daerah ramai di dalam kota Peng Cuan tersebut.
"Giok jie! coba kau pergilah ke sana sebentar untuk periksa siapakah orang yang sedang menantikan kedatanganku itu?" perintah sang pemuda tersebut kepada gadis ciliknya itu.
Giok-djle mengiakan lalu dengan cepat sudah berkelebat ke depan.
Tidak lama kemudian ia telah berlari kembali, sambil tersenyum, serunya kepada Liem Tou:
"Toako! Coba kau terka itu siapakah orang itu?"
Perlahan lahan Liem Tou menggeleng dan tidak mengerti. "Seorang nona yang amat cantik sekali!"
"Aaahh!" seru Liem Tou agak tertahan, dalam hati ia merasa semakin curiga lagi. Giok-djie, apakah kau sudah bercakap-cakap dengan dirinya ? Bagaimanakah bentuk wajahnya ?
"Ia duduk di bawah sebuah pohon di pinggiran hutan, bajunya berwarna merah manyolok tapi aku cuma melihat dari tempat kejauhan saja kemudian balik kemari untuk memberi laporan kepadamu."
Diam-diam Liem Tou mulai berpikir: "Selama ini aku cuma bertemu dengan dua orang dara berbaju merah, yang seorang adalah Siauw Giok Cing puteri kesayangan dari It Tiap Cinjin dari Heng san pay yang berdiam di lembah mati hidup dan yang lain adalah Ciang Beng Ing, Toa Kuncu dari si Auw Hay Ong. Kecuali mereka berdua, tak ada orang yang dikenal; terang orang itu adalah Ciang Beng Ing adanya!"
Beberapa Li dengan cepatnya sudah dilalui, di hadapan mereka ternyata benar-benar terbentang sebuah hutan.
"Itu di sana!" seru Giok djie sambil menuding ke arah depan.
Liem Tou lantas mengalihkan pandangannya ke depan, tetapi dimanakah bayangan manusia yang dimaksudkan?
"Akh, sungguh aneh sekali," teriak Giok djie keheranan. "Terang terangan aku tadi melihat dia orang duduk di bawah pohon; kenapa hanya di dalam sekejap saja sudah pergi?"
Liem Tou tersenyum dan sama sekali tidak menunjukkan reaksi apa apa.
"Dia sendiri yang mengajak kita untuk bertemu, sudah tentu dirinya ada di sekitar tempat ini pula," katanya.
Kembali mereka berdua melanjutkan perjalanannya ke tepi hutan itu, tetapi bayangan manusia masih tetap tak nampak. "Wah, sungguh aneh sekali, sungguh aneh sekali!" seru Giok djie berulang kali. "Bagaimana kalau kita melakukan pemeriksaan di dalam hutan ?"
"Pertemuan ini adalah mereka yang undang, buat apa kita balik pergi mencari dirinya ?" seru Liem Tou dengan suara yang amat tawar. "Lebih baik kita duduk di sini menanti saja, bilamana ia sungguh-sungguh ada maksud hendak bertemu sudah tentu tiada alasan baginya untuk main sembunyi."
Baru saja perkataan dari Liem Tou selesai diucapkan, mendadak terdengar suara yang merdu syahdu dari seorang gadis yang sedang bersenandung.
"Hujan malam melanda deras menutupi bintang di langit. . .
Loteng empang sunyi senyap kosong melompong
Sepasang burung hong terbang kesana kemari tiada tujuan . .
.
Hati risau selalu tak pernah paham....
Mendadak Liem Tou teringat kembali sewaktu beberapa tahun yang lalu ketika si perempuan tunggal Touw Hong menyamar sebagai siluman di rumah setan daerah Auw Cing ia pun pernah bersenandungkan syair ini. Ketika itu Lie Siauw Ie, si gadis cantik pengangon kambing serta Ciang Beng Ing, si toa kuncu dari Auw Hay Ong pun hadir disana semua.
Kini ia bersenandung syair tersebut, hal ini sudah tentu hendak menunjukkan bila dia Ciang Beng Ing adanya.
Berpikir akan hal ini tak terasa lagi Liem Tou sudah tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya.
"Toa Kuncu sudah datang menanti, aku Liem Tou merasa sangat kagum sekali. Bila mana ada urusan kau orang silahkan untuk bicara secara langsung, aku orang she Liem tentu akan pentang telinga lebar-lebar untuk mendengarkannya." Baru saja perkataan dari Liem Tou selesai diucapkan, dari atas sebuah dahan tahu-tahu melayang turun seorang dara berbaju merah yang bukan lain Ciang Beng Ing adanya.
"Liem Tou, kau jangan merasa bangga dulu. Ayo ikut aku!" bentaknya.
Liem Tou yang dibentak jadi melengak.
"Kuncu hendak membawa aku pergi kemana ? Tolong dijelaskan sejenak!" serunya.
"Suruh kau ikut aku pergi, ikuti saja terus, buat apa banyak bicara?" bentak Ciang Beng Ing kembali sambil melirik sekejap ke arah pemuda itu.
Liem Tou segera menjulurkan lidahnya sambil melirik sekejap ke arah Giok-jie.
"Toa Kuncu sudah marah, mari kita ikuti saja!" serunya setengah berbisik.
Demikianlah mereka berdua lantas mengikuti diri Ciang Beng Ing berjalan melintasi hutan melalui jalan gunung yang amat sunyi
Diam-diam Liem Tou mulai mengawasi keadaan di sekelilingnya sewaktu dilihatnya tempat itu semakin lama semakin curam dan semakin berbahaya dalam hatinya lantas berpikir :
"Apakah mereka sudah mempersiapkan jebakan untuk memancing kedatanganku?"
Berpikir akan hal ini, dalam hati ia malah merasa kegelian, karena bila benar-benar demikian adanya maka ia merasa kasihan pada mereka mereka itu yang terlalu tolol.
Tidak lama kemudian sampailah mereka di sebuah lembah gunung yang cukup luas di kaki gunung sebelah kiri munculah tembok-tembok berwarna merah yang amat luas, kelihatannya bangunan tersebut merupakan sebuah kuil. Melihat Ciang Beng Ing hendak membawa dirinya ke dalam kuil tersebut, Liem Tou baru mulai merasa ragu-ragu.
"Eeei, sebenarnya kau memancing cayhe mendatangi kuil itu ada urusan apa?" tanyanya cepat.
Air muka Ciang Beng Ing berubah sangat tawar sekali, ia melirik sekejap ke arah Liem Tou.
"Orang lain berkata bila kepandaian silatmu tiada tandingannya di kolonp langit pada saat ini, manusianya pun merupakan seorang enghiong yang bernyali, apakah ini hari kau mulai merasa jeri?"
Liem Tou mengerti bila gadis tersebut ada maksud hendak memanasi hatinya, karenanya ia malah tertawa tawar.
"Kuncu terlalu memuji, gelar jagoan nomor wahid di kolong langit, cayhe tidak berani menerimanya."
Sembari memberikan jawabannya Liem Tou sama sekali tidak menghentikan gerakan kakinya, ia mengikuti terus dari belakang Ciang Beng Ing berjalan menuju ke dalam kuil itu.
Tidak lama kemudian sampailah mereka di depan kuil yang tidak begitu besar, tetapi masih utuh dan mentereng.
Pintu besar dari kuil tersebut setengah tertutup, Ciang Beng Ing lantas mendorong pintu dan berjalan masuk.
Liem Tou tidak ingin memperlihatkan kelemahannya, sambil menggandeng Giok jie ia pun segera mengikuti terus dari belakangnya.
"Giok jie?" bisik Liem Tou dengan suara perlahan, "bilamana sebentar lagi akan terjadi suatu perubahan, maka kau ikuti saja diriku terus, jangan sekali kali kau meninggalkan tempat ini sesuka hatimu, mengerti?"
Giok jie mengangguk, tetapi mulutnya tetap membungkam. Setelah melewati ruangan tengah, Ciang Beng Ing langsung menuju ke ruangan belakang.
Ketika inilah Liem Tou baru merasa hatinya sangat heran, tetapi ia berusaha keras untuk bersabar dan mengikuti dirinya dengan jarak beberapa kaki di belakang tubuhnya.
Sesudah melewati ruangan tengah, mendadak Ciang Beng Ing berkelebat ke depan sambil berseru ;
"Lapor, ayah, siauw li sudah membawa Liem Tou datang kemari!"
Liem Tou yang mendengar perkataan tersebut diam-diam merasa amat terkejut, pikirnya ;
"Apakah mungkin Auw Hay Ong pun berada di sini? sebenarnya sudah terjadi peristiwa apa ?"
Ketika ia mendongakkan kepalanya kembali, maka tampaklah di tengah-tengah ruangan belakang duduklah Auw Hay Ong, Ciang Cau dengan sikap yang amat keren.
Saat ini ia sudah melepaskan jubahnya yang bersulaman naga berwarna emas dan cuma memakai jubah hijau biasa, di kedua belah sisinya berdirilah ketiga orang anak murid kesayangannya.
Di antara mereka cuma si "Say Siang Hong" Toan Bok Si seorang yang tidak nampak, di samping itu tidak terdapat pula orang luar lainnya.
Melihat munculnya Liem Tou mendadak Auw Hay Ong bangun berdiri dan melangkah maju sambil mencekal tangan pemuda itu erat-erat, sikapnya ternyata sangat berbeda dengan keadaan pada hari hari biasanya.
"Perkataan dari tayhiap kemarin malam benar-benar telah menyadarkan lolap dari impian," katanya. "Oleh karena itu, sengaja ini hari aku mengundang kedatangan dari tayhiap!" Selama ini si Auw Hay Ong Ciang Cai selalu bersikap sombong dan tinggi hati, belum pernah dia orang memperlihatkan sikapnya yang begitu menghormat terhadap orang lain, sudah tentu hal ini merupakan suatu peristiwa yang sangat luar biasa sekali.
Dengan pandangan yang tajam dari Liem Tou sekali pun ia berhasil melihatnya bila sikapnya ini kurang leluasa, tapi sangat jujur dan bersungguh-sungguh. Karenanya ia pun membalas dengan beberapa kata yang merendah.
Beberapa saat kemudian pemuda itu baru berkata lagi. "Kalau begitu kau sudah tidak ingin mencari urusan lagi soal puterimu serta isterimu bukan? Tapi kenapa enci Ie ku tidak kelihatan bersama-sama kalian?"
Bagaimana pun Liem Tou adalah seorang cerdik, walaupun ia melihat Si Auw Hay Ong agaknya mempunyai maksud untuk berkawan tetapi sebelum melihat munculnya Lie Siauw Ie di tempat itu pula hatinya masih menaruh curiga. Oleh karena itu ia lantas mengajukan pertanyaan tersebut.
Mendengar pertanyaan itu, Auw Hay Ong segera mengerutkan alisnya rapat-rapat.
"Perkataan ini tak dapat kita bicarakan secara demkian.
Jangan kata terhadap kematian dari isteri dan puteriku, Loolap tidak menaruh rasa dendam, sekalipun aku mengakui perkataan tersebut tidak lebih perkataan itu pun merupakan perkataan yang bohong, selama ini isterimu mendapatkan perjalanan yang baik dari Loolap dan tidak pernah menerima hinaan maupun aniaya macam apa pun, harap Tayhiap suka berlega hati."
Belum habis Auw Hay Ong menyelesaikan kata-katanya, mendadak Liem Tou kembali menyela;
"Kalau memangnya kau tidak bisa menyelesaikannya begitu saja atas sakit hati kematian isteri dan puterimu, lalu tidak ingin melepaskan enci Ie-ku pula, apa maksudmu memanggil aku datang kemari ?"
Si Auw Hay Ong Ciang Cau tersenyum.
"Seperti apa yang pernah Tayhiap katakan, Partai Kiem Tien Pay kami sedang menemui bencana karena serangan dari luar. Selama ini perkumpulan Sin Beng Kauw selalu mengincar daerah sekitar tempat ini tiada mau lepasnya. Bahkan kemarin malam ada empat orang siangcu yang datang ke pantai Sah Kiem Than kami untuk membokong sehingga orang-orang itu berhasil kami bekuk. Tetapi saat ini pengaruh dari perkumpulan Sin Beng Kauw sudah tersebar hampir meliputi seluruh daerah Tionggoan. Baik cabang di daerah Utara maupun cabang di daerah Selatan sudah pada menggemparkan setiap orang. Loolap rasa daerah ini pun cepat atau lambat akan mereka kuasai juga. Karena itu lolap ada maksud hendak mengajak tayhiap untuk bekerja sama dan saling bertukar syarat."
Baru saja Auw Hay Ong berbicara sampai disitu. Liem Tou sudah mengerti apakah maksud hatinya sehingga tak terasa lagi ia tertawa terbahak-bahak.
"Haaaa, haaaa, hey kakek tua she Ciang, di antara kita boleh dikata bukan hanya pernah berjumpa sekali saja, ataupun baru kenal tetapi tidak kusangka kau mempunyai tindakan yang begini cerdiknya. Baiklah, apa syaratmu ?"
Auw Hay Ong yang mendengar Liem Tou suka mengabulkan permintaannya dengan cepat, wajahnyapun segera terlintas suatu perasaan yang amat girang.
"Lindungi daerah kami dari gangguan perkumpulan Sin Beng Kauw, kami segera mengembalikan isterimu bersamaan itu pula hutang-hutang lama kita anggap saja selesai."
"Baik! Kita tentukan begitu saja!" Ketika itulah dari luar kuil mendadak berkelebat datang sesosok bayangan manusia yang berdandan seorang dayang.
"Coen Siang, ada urusan apa kau datang kemari ?" bentak Auw Hay Ong dengan cepat sewaktu melihat munculnya dayang itu.
Sebaliknya Liem Tou yang melihat orang itu dalam hatinya merasa kaget sekali sehingga tak terasa lagi sudah berseru;
"Enci Djien Coei!"
Kiranya orang ini adalah Pouw Djin Coei. Selama ini ia menyaru sebagai dayang untuk melindungi Lie Liauw Ie secara diam-diam, maka selama setahun ini Lie Sianw Ie tidak memperoleh gangguan apapun.
Agaknya saat ini gadis tersebut tak mau rahasianya bocor, buru-buru teriaknya keras ;
"Orang-orang dari perkumpulan Sin Beng Kauw sudah berkumpul di tepi pantai "Sah Kiem Than" dan mempunyai rencana hendak menculik enci Ie. Liem Tou, kau tidak cepat- cepat pergi ke sana ?"
Mendengar berita tersebut Liem Tou segera merasakan hatinya tergetar sangat keras, maka dengan cepat ia mendorong Giok jie ke sisi tubuh Pouw Djien Coei.
"Lindungi orang ini," serunya keras.
Sedikit ujung kakinya menutul pada permukaan tanah, tampaklah bayangan hijau berkelebat keluar laksana sambaran kilat cepatnya a berlari menuju ke pantai Sah Kiem Than. Si Auw Hay Ong, Ciang Cau yang mendengar berita itu pun dalam hati merasa sangat terperanjat, buru-buru merekapun pada berlari keluar dari kuil dan berangkat kembali ke sarangnya.
Pouw Jien Coei yang melihat Liem Tou ternyata memberikan suatu beban kepadanya, dalam hati ia merasa sangat cemas, sambil menarik tangan Giok jie ia pun berlari ke depan dengan sepenuh tenaga.
Mendadak Giok jie meronta dan berusaha melepaskan diri dari cekalannya.
"Enci Jien Coei. kau pergilah seorang diri dan jangan mengurusi diriku lagi," serunya.
"Bagaimana hai ini boleh jadi? Bilamana sampai terjatuh ke tangan musuh bagaimana jadinya?"
Mengambil kesempatan sewaktu dara berbaju hitam itu tidak waspada, Giok jie mendadak meloncat ke depan sejauh beberapa kaki.
"Kau pergilah seorang diri!" teriaknya keras," Giok jie bisa menjaga keselamatan sendiri."
Tubuhnya berputar lantas berlari menuju ke kota Peng Tzuan.
Pouw Djien Coei yang melihat kepandaian silat yang dimiliki gadis tersebut tidak jelek, hatinya merasa rada lega. buru- buru ia melanjutkan perjalanannya kembali balik ke pantai Sah Kiem Than.
Permukaan air dari laut Auw Hay tersebut boleh dikata setiap harinya banyak perahu berlalu lalang.
Tetapi ini hari di tempat tersebut sudah bertambah berpuluh-puluh buah perahu aneh yang tidak diketahui asal- usulnya, suara bentrokan senjata serta bentakan nyaring bergema memekikkan telinga di atas pantai Sah Kiem Than. Tampaklah berpuluh orang anggota Sin Beng Kauw yang memakai jubah hitam sedang mengurung istana emas tersebut rapat-rapat.
Anak murid partai Kiem Tien pay yang secara mendadak diserbu oleh pihak musuh jadi amat kacau dan kelabakan setengah mati. Walaupun dengan sekuat tenaga mereka melakukan perlawanan tetapi yang mati serta yang luka sudah bertumpuk-tumpuk.
Di antara mereka cuma keempat orang pemuda berbaju hitam saja yang dapat bertempur dengan garang dan hebat, sehingga anggota perkumpulan Sin Beng Kauw yang terluka di bawah serangan merekapun tidak sedikit jumlahnya.
Keempat orang pemuda itu dengan mati-matian mempertahankan diri di depan pintu istana, hal ini membuat anggota perkumpulan Sin Beng Kauw untuk sementara waktu tak berhasil menyerbu ke dalam.
Sedangkan kepandaian silat yang dimiliki si toosu serta si pengsmis itu pun jauh lebih hebat dari anggota partai Kiem Tien pay lainnya. Mereka berdua dengan tiada hentinya berkelebat kesana kemari di antara kepungan anggota Sin Beng Kauw. Barang siapa yang menghalangi perjalanan mereka tentu rubuh menemui ajalnya.
Dengan demikian, keadaan situasi untuk sementara waktu rada seimbang.
Tetapi perahu-perahu dari perkumpulan Sin Beng Kauw yang mendarat di pantai Sah Kiem Than semakin lama semakin banyak, dengan demikian jumlah anggota Sin Beng Kauw yang tiba di sana pun semakin banyak bahkan di atas perahu yang terakhir sudah kedatangan seorang makhluk yang amat besar di bawah kawalan empat orang kakek tua yang sudah berusia lima puluh tahunan.
Walaupun kelima orang itu bukan berdandan sebagai anggota Sin Beng Kauw, tetapi jelas mereka adalah bala bantuan yang sengaja dikirim kesana untuk membantu orang- orang perkumpulan Sin Beng Kauw.
Kiranya makhluk raksasa tersebut bukan lain adalah Kiem Sah Ong dari daerah Liong Tzuan sedang keempat orang kakek tua itu adalah Congkoan-Congkoan andalannya. Orang orang pada menyebut mereka sebagai Kiem Jah Su Liong yang jadi orang amat ganas dan telengas sekali.
Begitu kelima orang itu tiba di depan pintu istana maka situasi di sekitar sana pun segera berubah, ketika si toosu serta si pengemis itu melihat munculnya Kiem Sah Ong di sana mereka berdua segera saling memberi tanda dan bersama-sama menyerang ke arah Kiem Sah Ong dengan sepenuh tenaga.
Tetapi ilmu kepandaian yang dipelajari oleh Kiem Sah Ong adalah tenaga Gwa kang, kekuatannya besar luar biasa, badannya atos seperti baja. Boleh dikata jarang sekali ada orang yang bisa melukai dirinya.
Melihat anggota Sin Beng Kauw yang menyerbu ke pintu istana itu tidak berhasil juga membobolkan pertahanan tersebut, dengan gusarnya Kiem Sah Ong meraung keras.
"Congkoan berempat, cepat terjang pintu istana itu!" teriaknya.
Ketika itulah serangan dari sang toosu serta si pengemis itu sudah melanda mendatangi, tubuhnya segera melangkah ke depan sambil kepalannya menyambar ke samping.
Dimana kepalan tersebut lewat, angin pukulan menderu- deru tiada hentinya memaksa sang toosu itu harus meloncat ke belakang dengan tergopoh-gopoh.
Baru saja toosu tersebut berhasil menghindarkan diri dari serangan itu, kepalan tangan kiri dari Kiem Sah Ong kembali menyambar lewat dengan kedahsyatan yang tidak berkurang. Sang Toosu serta sang pengemis tidak berani menerima datangnya serangan dengan saling berhadapan, maka terpaksa tubuhnya sekali lagi menyingkir ke samping.
Kiem Sah Ong yang melihat kedua orang itu ternyata tidak berani menerima datangnya serangan yang dilancarkan olehnya, segera mengeluarkan ilmu pukulan Kiem Kong Ciangnya yang amat lihay itu.
Angin pukulan segera mendera-deru laksana tiupan angin topan, sejurus demi sejurus dilancarkan ke depan tiada hentinya yang memaksa si Toosu serta pengemis tersebut terdesak di bawah angin.
Dengan kejadian ini maka dari pihak partai Kiem Tien Pay sudah kelihatan pasti kalah, permainan pedang dari ke empat orang pemuda berbaju hitam yang semula gencarpun setelah bertemu dengan Kiem Sah Su Liong kena terkurung tanpa bisa banyak berkutik, dengan mati-matian terpaksa mereka mempertahankan terus di depan pintu istana.
Ketika itulah dari dalam istana secara tiba-tiba berkumandang keluar suara tertawa terbahak-bahak yang sangat keras disusul dergan munculnya seorang siucay berwajah putih, sambil mencengkeram Lie Siauw Ie kencang- kencang.
"Hati manusia sukar diduga, ajaran agama paling murni, perkumpulan Sin Beng Kauw bertujuan mendirikan keadilan di dalam se luruh kolong langit sedang partai Kiem Tien pay sudah saatnya untuk musnah, buat apa kalian harus menjual nyawa untuk Ciang Cau si keledai tua yang tidak becus itu?" bentaknya keras.
Sang toosu serta sang pengemis yang sedang bergebrak melawan Kiem Sah Ong sewaktu melihat munculnya si siucay berwajah putih itu dalam hati merasa kegirangan, siapa sangka ternyata ia mengucapkan kata kata tersebut, hal ini kontan saja membuat mereka berdua jadi tertegun. Siapa pun tidak menyangka kalau si siucay berwajah putih ini sebetulnya adalah mata-mata yang sengaja dikirim oleh perkumpulan Sin Beng Kauw untuk menyelidiki keadaan mereka, saking gusarnya tak terasa lagi mereka mulai memaki kalang kabut.
Siapa sangka, justeru karena meraka pecah perhatian itulah tubuh Kiem Sah Org tahu-tahu telah mendesak maju ke depan. Telapak kirinya dengan menggunakan jurus "Sin Yen Ti Kok" atau monyet sakti memetik buah dengan cepatnya berhasil menghajar di atas pundak sang tosu tersebut.
Walaupun tempat tersebut bukan merupakan tempat berbahaya, tetapi cukup membuat tubuh pihak lawannya mundur ke belakang dengan sempoyongan dan akhirnya jatuh terlentang di atas tanah.
Kaki raksasa dari Kiem Sah Ong dengan cepat berkelebat maju untuk mengirim kembali sebuah injakan keras ke atas perut tosu tersebut.
Suara jeritan ngeri yang manyayatkan hati segera bergema memenuhi angkasa, kontan saja perut toosu itu pecah sehingga usus serta isi perutnya mengalir keluar mengotori lantai, nyawanya sudah tentu lenyap saat itu juga.
Sang Pengemis yang melihat kawannya kena dibunuh, pikirannya jadi semakin kacau, permainan telapaknya mendadak berubah tanpa memperdulikan nyawanya lagi, ia menyerang Kiem Sah Ong dengan sangat gencar.
Dua buah pukulannya berhasil menghajar tepat di atas badan Kiem Sah Ong tetapi sama sekali tidak menimbulkan reaksi apa pun. Hal ini sebaliknya malah membuat pengemis itu kecapaian sehingga keringatnya mengucur membasahi seluruh tubuhnya sehingga permainan telapak tangannya pun jauh semakin lambat. Dengan demikian keadaan dari si pengemis tersebut sangat berbahaya sekali setiap saat keselamatannya terancam bahaya.
Pada saat itu pertahanan dari keempat, orang pemuda berbaju hitam itu pun kena kebobolan anggota Sin Beng Kauw laksana aliran air bah segera menerjang masuk ke dalam pintu istana.
Dimana tangan si siucay berwajah putih itu diulapkan, dari dalam ruangan mendadak berkelebat keluar empat orang siangcu yang bukan lain adalah merupakan empat orang anggota Sin Beng Kauw yang kena tertawan kemarin malam.
Kini mereka menggantikan kedudukan dari keempat orang pemuda berbaju hitam itu untuk mempertahankan pintu istana dari serbuan anggota Kiem Tien pay.
Apakah tujuan dari anggota perkumpulan Sin Beng Kauw untuk merebut istana tersebut???
Tiada lain mereka hendak merampok seluruh harta kekayaan yang terdapat di dalam istana Kiem Cien Pay itu sehingga ludas, kemudian membakar dan memusnahkan istana tersebut.
Setelah partai Kiem Tien pay kehilangan markas besarnya bahkan harta kekayaannya pun ludas sudah tentu tiada tenaga lagi untuk membangun suatu kekuatan baru.
Dengan demikian sejak saat itu partai Kiem Tien Pay akan segera lenyap dari permukaan bumi, dengan sendirinya daerah Cian Tian ini akan terjatuh ke tangan perkumpulan Sin Beng Kauw tanpa susah-susah.
Siapa sangka walaupun perhitungan dari perkumpulan Sin Beng Kauw sangat bagus, tetapi Thian masih tidak mengijinkan mereka untuk berbuat demikian.
Sewaktu anggota Sin Beng Kauw sedang bertempur mati- matian melawan partai Kiem Tien Pay itulah, Pouw Jien Coei sudah munculkan dirinya di hadapan Auw Hay Ong untuk menyampaikan berita tersebut.
Keadaan dari si siucay berwajah putih pada waktu itu benar-benar sangat bangga sehingga lupa daratan, ia tertawa terbahak-bahak tiada hentinya.
Kini ia sudah menguasahi Lie Siauw Ie sehingga walaupun Liem Tou munculkankan dirinya di sana pemuda itu pun tak akan dapat berbuat apa-apa terhadap dirinya.
Siapa sangka Liem Tou setelah mendapat kabar dari Pouw Jien Coei, hatinya benar-benar merasa amat gusar sehingga ia merasa gemas dan cepat bisa tiba di pantai Sah Kiem Than.
Dengan sekuat tenaga serta mengerahkan seluruh kepandaian yang ada ia berkelebat di atas permukaan air menuju ke tempat tersebut.
Ketika tubuhnya berhasil tiba di pantai Sah Kiem Than, pintu istana tersebut bertepatan sudah terjatuh ke tangan anggota perkumpulan Sin Beng Kauw.
Darah panas terasa bergolak dengan kerasnya di dalam dada, baru saja ia bersiap-siap hendak membentak keras dan menyerbu ke dalam kalangan untuk membasmi habis orang- orang itu, mendadak matanya dapat menangkap Lie Siauw Ie yang sudah terjatuh ke tangan siucay berwajah putih itu.
Keadaan dari gadis tersebut pada saat ini amat lemas dan tak bertenaga, kepandaian silatnya seperti sudah punah sama sekali, tubuhnya terkulai kesana kemari mengikuti gerakan dari sang siucay yang sedang memberi perintah kepada anggota Sin Beng Kauw untuk membasmi anak murid partai Kiem Tien pay.
Tetapi Liem Tou adalah seorang yang cerdik, begitu melihat kejadian tersebut ia segera mengerem suara bentakan yang hampir saja meluncur keluar dari bibirnya itu. Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang paling sempurna, badannya segera berkelebat ke arah depan.
Si siucay berwajah putih itu adalah salah seorang pemimpin yang berkepandaian sangat tinggi di dalam perkumpulan Sin Beng Kauw walaupun ia tidak berhasil melihat seluruh tubuh dari Liem Tou tetapi matanya yang tajam dapat menangkap bayangan hijau yang menyambar ke arahnya itu.
Sehingga buru-buru cekalannya pada pergelangan tangan Lie Siauw Ie dipererat, telapak kirinya secara mendadak ditempelkan ke atas punggung gadis tersebut sambil bentaknya dengan wajah keren:
"Liem Tou! aku menginginkan jiwanya, ti . . ."
Sayang tindakannya ini terlambat satu tindak, belum habis perkataannya diucapkan keluar, mendadak dadanya terasa menjadi kaku sehingga perkataan selanjutnya tidak sanggup untuk meluncur keluar dan mulutnya.
"Pergilah!" terdengar Liem Tou membentak dengan keras.
Di tengah suara bentakan yang sangat keras, si siucay berwajah putih menjerit keras, darah segar memancur setinggi beberapa kaki kemudian menyembur ke empat penjuru.
Tubuhnya kontan terpental sejauh tiga kaki dari tempat semula menumbuk dinding ruang tengah, kepalanya seketika itu juga remuk rendam, otak berceceran di atas tanah dan kematiannya benar-benar sangat mengerikan.
Dalam satu jurus Liem Tou berhasil membinasakan pentolan dari perkumpulan Sin Beng Kauw, hal ini membuat para jago lainnya diam-diam merasa berdesir juga.
"Enci Ie," tak tahan lagi pemuda tersebut berteriak.
Lie Siauw Ie tetap berdiri termangu-mangu di tempat semula, agaknya ia tidak mengenali kembali diri Liem Tou. Diam-diam pemuda tersebut merasakan hatinya berdebar keras, sambil menggertak gigi kencang-kencang tangan kirinya segera menyambar pinggang gadis itu kemudian putar badan menerjang ke arah pintu ruang Kiem Tien Pay yang dijaga oleh keempat orang Siangcu yang ditemuinya kemarin.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun ia langsung berjalan mendekati keempat orang itu.
Tetapi munculnya Liem Tou yang berhasil membinasakan si siucay berwajah putih dalam sekali hantaman sudah cukup menggetarkan semangat setiap anggota perkumpulan Sin Beng Kauw yang ada di sana.
Hanya Kiem Sah Ong seorang bukannya jeri sebaliknya malah merasa amat gusar dengan tindakan pemuda tersebut.
Ia yang sudah berhasil melatih ilmu kekal, tidak takut terhadap tusukan maupun bacokan golok ternyata dengan menempuh bahaya sudah menerjang sendiri ke hadapan Liem Tou.
Melihat pemimpinnya bergerak maju, para jago-jago perkumpulan Sin Beng Kauw lainnya pun segera ikut membentak keras kemudian mengurung pemuda tersebut rapat-rapat.
Liem Tou yang sedang berjalan ke arah keempat orang Siangcu tersebut mendadak dari belakang punggungnya terasa ada satu pukulan yang maha dahsyat menyambar datang, diam-diam ia merasa kaget juga dengan kejadian tersebut.
Tubuhnya dengan gerakan cepat laksana sambaran kilat segera berkelit ke samping kemudian menoleh ke arah belakang.
Tampaklah seorang manusia berperawakan raksasa sudah berdiri di belakangnya dengan sikap yang amat menyeramkan, angin pukulan barusan ini boleh dihitung tidak lemah. "Jika aku lihat dandananmu, agaknya kau bukan anggota perkumpulan Sin Beng Kauw. Siapa kau??? ayoh cepat sebutkan!" seru Liem Touw rada melengak.
"Kurang ajar!" teriak Kiem Sah Ong gusar, "Siapa yang tidak kenal dengan aku Kiem Sah Ong dari daerah Liong Cuan? Bangsat cilik, terimalah seranganku ini..."
Selesai berkata kembali dia orang mengirim satu pukulan dahsyat ke arah depan.
"Ooouw. kiranya kaulah yang bernama Kiem Sah Ong..." ejek Liem Touw sembari menghindar. "Hmm! membiarkan kau tetap hidup di kolong langit pun hanya mendatangkan bencana saja, terima nih serangan balasanku."
Selesai berkata ia pun mengirim satu pukulan tajam ke arah tubuhnya.
Kiem Sah Ong tidak mengerti lihaynya pihak lawan. Melihat datangnya serangan tersebut sepasang kepalannya segera didorong ke depan untuk menyambut datangnya serangan dengan gerakan keras lawan keras.
Liem Tou tertawa dingin tiada hentinya; tenaga saktinya diam-diam disalurkan ke seluruh badan. menanti masing- masing telapak saling terbentur satu sama lainnya kembali ia mengirim satu pukulan tajam ke arah tubuh pihak musuhnya.
Air muka Kiem Sah Ong seketika itu juga berubah jadi merah padam, tubuhnya yang tinggi besar bagaikan pagoda besi tergetar dan bergoyang tiada hentinya.
"Aaakh... antara diriku dengan dia orang sama sekali tidak terikat dendam sakit hati apa pun, kenapa aku harus turun tangan jahat terhadap dirinya???" suatu ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benak pemuda itu.
Teringat akan hal tersebut, dengan sendirinya tenaga pukulan yang semula amat dahsyat kini berkurang kedahsyatannya. Siapa sangka ternyata Kiem Sah Ong tidak tahu diri, setelah dikalahi Liem Tou bukannya mengundurkan diri mendadak kepalan kanannya langsung dihantamkan kepada pemuda tersebut sedang kepalan kirinya dengan menggunakan jurus "Kiem Kong Hu Ti" atau badan kuat emas baja laksana sambaran petir dihantamkan ke atas tubuh Lie Siauw Ie yang berada di dalam gendongan Liem Tou.
"Bagus sekali Kiem Sah Ong, saat kematianmu sudah tiba!" Liem Tou tak dapat membendung hawa amarahnya lagi, ia berteriak gusar.
Hawa napsu membunuh mulai meliputi seluruh wajah, tubuhnya dengan lincah berkelebat dan berputar ke belakang punggung Kiem Sah Ong sepasang jari tangannya langsung ditotokkan ke arah jalan darah "Giok Cu Hiat" pada pinggang lelaki raksasa tersebut.
Jalan darah "Giok Cu Hiat" merupakan salah satu jalan penting di dalam tubuh manusia. Asalkan siapa saja yang terkena tentu akan rubuh menemui ajalnya.
Dalam anggapan Liem Tou, totokkannya ini asalkan terkena pada sasarannya Kiem Sah Ong tentu akan rubuh.
Siapa sangka si manusia raksasa itu dasarnya memiliki ilmu kebal yang tak mempan terhadap tusukan senjata tajam, menghadapi serangan totokan yang biasa sudah tentu tak bakal mendatangkan luka bagi dirinya.
Hal ini membuat Liem Tou jadi melengak tetapi sebentar kemudian hawa murninya sudah disalurkan ke seluruh badan, setelah menarik napas panjang panjang serangan jarinya segera dirubah menjadi serangan telapak langsung didorong ke depan.
Perawakan Kiem Sah Ong tinggi besar, hal ini mempengaruhi perputaran badannya pun kurang lincah, mendadak ia merasakan punggungnya jadi kaku seperti dihantam dengan martil besar, isi perutnya serasa hancur berantakan saja.