PSDLL Bab 04 : Bersama-sama menunggang kuda ribuan li

Bab 04 : Bersama-sama menunggang kuda ribuan li

Siau Kun menunggang kuda melawan angin, dia tampak bersemangat sekali, ikat kepala putih dikepalanya seperti burung walet sedang terbang, melayang-layang dibelakang kepalanya, sepasang matanya yang hitam bersinar, mulut munggilnya yang seperti dicat merah, dengan tawanya tampak senang, lama... dia mendadak menghentikan kudanya, membalikan kepala pada Pek Soh-jiu sambil tersenyum manis berkata:

"Pegunungan di Kanglam ini sungguh indah sekali, penoramanya seperti didalam gambar saja, kali ini kita melancong ke Kwo-tiang, sungguh tidak sia sia." Pek Soh- jiu tersenyum, berkata: "Tidak salah, tanahnya bagus pasti orangnya hebat-hebat, mungkin kita bisa bertemu dan berkenalan dengan orang Kanglam yang hebat-hebat." Siau Kun menyunggingkan bibir: "Pemandangan Kanglam yang indah, sungguh keadaan yang nyata, jika mengatakan di Kanglam juga muncul orang hebat, aku tidak sependapat."

"Ha...ha...ha!" Pek Soh-jiu tertawa, "Kau tidak percaya?

Lihat itu, bukankah sudah datang!"

Sst...ssst terdengar beberapa suara, diantara bayangan pepohonan dan celah rumput, berturut-turut meloncat keluar sepuluh lebih laki-laki besar, setiap orang berpakaian ringkas, bersenjata dan wajahnya bengis.

Siau Kun melirik sekali pada mereka, mendadak dia tertawa keras berkata:

"Kata-kata Toako tidak salah, orang orang ini bertubuh hina, berwajah bengis, memang orang-orang yang luar biasa, ha. "

Orang-orang ini dipimpin oleh seorang laki-laki besar yang berkepala musang bermata tikus, tubuhnya kekar sekali, dia melihat pada dua remaja yang lemah lembut yang sangat berani mengejek pada mereka, tidak tahan dia maju beberapa langkah, dengan marah membentak:

"Anjing kecil, kau sedang membicarakan siapa?" Siau Kun mengangkat alisnya, berkata:

"Siauya menunggang kuda dijalan raya, tidak mengganggu sarang penyamun, suka membicarakan siapa ya bicara siapa, apa urusannya denganmu?"

Traang... seorang laki-laki besar mencabut golong pembelah gunung berpunggung tebal, mcng-getarkan lengannya, membuat ring besi di kepala golok berbunyi suara logam beradu, lalu mengangkat alis tebalnya, berteriak dingin:

"Bocah, jika Tay-ya ingin membunuhmu semudah mengangkat tangan saja, maka jika kau sudah bosan hidup, katakan saja pada Tay-ya!"

Siau Kun menggoyang-goyangkan sepasang tangannya berkata:

"Tunggu, tunggu, laki-laki sejati mulut bicara tangan tidak bergerak, kau jangan galak seperti ini, menakuti orang?"

Laki-laki besar itu dengan bangganya bersuara "Hemm!" sekali berkata:

"Baik baik, coba jawab pertanyaan Tay-ya, jika tidak, jangan salahkan Tay-ya berlaku kejam."

Siau Kun seperti ketakutan:

"Kau ingin tanya apa? Raja gunung." Laki-laki besar itu berteriak marah: "Apa? Kau panggil Tay-ya Raja gunung? "Maaf, aku tidak tahu harus memanggil apa terhadap para Tay-ya yang menghadang jalan." Kata Siau Kun

Laki-laki besar bermata tikus itu bersuara "Hemm!" sekali tampak akan marah lagi, akhirnya menahan diri bertanya:

"Kalian berasal dari mana?" "Han-kou."

"Apa pernah datang ke Yun-liu?"

"Pernah, aku bertamu beberapa hari dirumahnya Goan Tayhiap."

"Dengan tampang kalian berdua, sastrawan miskin, juga bisa bertamu kerumahnya Goan?"

"Ini......kek, karena kami dengan pendekar besar Goan ada sedikit......hubungan keluarga jauh. "

"Kalau begitu ya benar.... apa di dalam Yun-liu, ada tidak teman teman dunia persilatan lainnya?"

"Ada. "

"Siapa saja?"

"Aku dengar ada yang dari Siauw-lim, Bu-tong, Tiam- cong, Cu apa itu Yan, haii, terlalu banyak, aku seorang sastrawan miskin, bagaimana bisa ingat para pesilat tinggi dunia persilatan. "

"Hemm, mereka sedang apa di Yun-liu, seharusnya kau ada dengar beritanya!"

"Itu......kek, bukan haik) a dengar beritanya.    "

"Lalu apa yang sedang mereka kerjakan?" "Masih bertarung memperebutkan Ho-leng-ci." Warna wajah laki-laki besar segera menjadi tegang, dia kembali maju satu langkah, katanya:

"Katakan, Ho-leng-ci akhirnya jatuh ketangan siapa?"

Siau Kun seperti sengaja, seperti tidak disengaja mengusap sekali pinggangnya, sambil terbata-bata sebentar berkata:

"Tidak ada orang yang bisa mengalahkan Goan Tayhiap, tapi dia juga tidak ingin lagi menyimpan Ho-leng-ci itu, sehingga......sehingga. "

"Bagaimana?"

"Maka dia memberikannya padaku." "Apa benar kata-kata kau?"

"Keberanian sebesar langit pun aku tidak berani membohongi Raja gunung!"

Sampai disini laki-laki besar baru sadar remaja tampan yang seperti giok ini, sejak dari awal terus membual, tidak tahan dia berteriak marah, berkata:

"Anjing kecil, berani kau mempermainkan aku, aku congkel dulu sepasang mata anjingmu itu baru berurusan." Sepasang kaki dihentakan, telapak melancar kan sebuah pukulan secepat angin, dua jarinya yang besar-besar, dengan dahsyat menotok kearah sepasang mata Siau Kun.

Siau Kun dengan menjerit:

"Hey, kau tahu aturan tidak? Aku sudah bilang laki-laki sejati hanya menggunakan mulut tidak menggunakan tangan. "

Tapi teriak tinggal teriak, serangan laki-laki besar itu datangnya terlalu cepat, dalam sekejap mata, ujung jarinya sudah menotok di depan mata, hanya terdengar suara teriakan menggelegar, dua buah bola mata dengan darah segar, bercucuran diatas jalan raya, satu bayangan orang bersamaan waktu menjerit bergulung dibawah.

Beberapa gerakan ini, cepatnya laksana kilat, saat semua orang melihat jelas, orang yang menutup kepala menjerit- jerit, dan wajahnya tampak berlumuran darah, ternyata adalah laki-laki besar bermata tikus, orang-orang yang berkumpul menghadang jalan, berubah semua warna wajahnya.

Siau Kun mengeluarkan sapu tangan dari dalam dadanya, dengan pelan mengelap darah diujung jarinya, sesaat kemudian dia mengangkat sepasang matanya, dua sorot matanya yang tajam, menatap pada orang-orang yang menghadang jalan tidak maju maupun mundur:

"Kalian ini pesilat tinggi dari perguruan mana?"

Diantara para penghadang jalan, ada seorang yang menjawab:

"Kami dari perumahan Si-liu." "Kanglam Liu?"

"Benar."

"Baik, mengingat Kanglam Liu namanya tidak buruk, kalian congkel sepasang mata kalian dengan tangan sendiri, lalu pergilah."

"Ini......" para laki-laki besar itu sekarang baru tahu mereka telah bertemu dengan seorang yang berhati kejam, menyumh mereka mencongkel sepasang matanya sendiri, ini sungguh tindakan keterlaluan, baru saja Pek Soh-jiu akan menengahinya, mendadak dari kejauhan terdengar suara siulan aneh, para laki-laki besar itu bangkit kembali semangatnya, mereka segera mencabut senjatanya masing- masing, dan melakukan pengepungan terhadap Pek Soh-jiu berdua.

Suara siulan itu berhenti seorang tua dengan kening lebar berhidung mancung, bermantel sutra, sepatu merah, melayang tunin seperti daun jatuh, dia melirik sekali pada laki-laki besar yang telah kehilangan sepasang matanya, lalu membalikan kepala kepada Pek Soh-jiu dan Siau Kun dingin berkata:

"Siapa yang berbuat?"

"Hmm!" Siau Kun berkata, "Aku." "Kenapa?"

"Tanya saja pada anak buahmu."

"Bocah yang sombong sekali, jika aku tidak menghajarmu, kau akan mengira di Kanglam ini tidak ada orang!"

"Benar aku justru ingin tahu To-pa-thian-lam (Penguasa tunggal langit selatan.) Liu-cengcu (ketua perumahan Liu), sebenarnya mempunyai ilmu silat hebat apa."

"Bagus, terima ini!"

Kanglam Liu belum habis bicara, lima jarinya sudah berterbangan, dalam sekejap telapak tangannya yang besar sudah mencengkram ke arah dadanya Siau Kun.

Siau Kun bersuara dingin, tubuhnya meloncat keatas, setangkas asap ringan, belum lagi tangan Kanglam Liu ditarik kembali, dia sudah seperti roh melayang ke belakangnya Kanglam Liu, bersamaan itu telapaknya dihantam ke depan, memukul punggung belakang lawan, sambil mulutnya dengan sekali bersuara "Hemm!" sinis berkata: "Kelihatannya Kanglam Liu yang menguasai daerah selatan ini, hanyalah seseorang yang mencuri nama saja!"

Kanglam Liu tidak menduga seorang remaja muda seperti ini bisa memiliki ilmu silat sehebat ini, buru-buru dia menjatuhkan tubuhnya ke depan, lalu membalikan tubuh, telapak kirinya berturut-turut memukul dua kali, begitu dia menghindar dari serangannya Siau Kun, dengan kegesitannya dia membalikan tubuh, melancarkan pukulan balik, menghindar dan membalas serangannya di dunia persilatan terhitung kelas paling top, hanya saja dalam pertarungan ini, dia sepertinya sudah berada di bawah angin, sehingga, ketua perumahan Liu yang namanya termasyur didunia persilatan, menjadi marah tidak terkendali, tubuhnya meloncat, sepasang tangannya dikibaskan bersilang, di bawah ribuan bayangan telapak, dengan kandungan hawa dingin yang menusuk tulang, seperti serat perak yang tidak terhingga banyaknya, menusuk tiga puluh enam jalan darah penting di depan tubuh Siau Kun.

Siau Kun terkejut sekali, dia tidak menduga Kanglam Liu yang tampangnya seperti aliran lurus, bisa melancarkan jurus telapak yang sangat keji, buru-buni dia memutar tubuhnya, sepasang telapaknya berturut turut dikibaskan, dia mengerahkan seluruh'kemampuan nya, tapi tetap saja tidak bisa menahan serangan hawa dingin itu, segera dia menjadi kelabakan, keadaannya sangat tidak enak dipandang.

Pek Soh-jiu yang melihat jadi terkejut, buni-buru dia mengangkat telapak tangannya, didorong ke depan sejajar dengan dada, satu hembusan angin keras seperti kekuatan gelombang pasang menerpa karang, mener-jang bagian belakang Kanglam Liu. Tiga jurus telapak Kang-hong (angin yang berkecepatan sangat tinggi) kekuatannya sangat hebat, Kanglam Liu sebagai penguasa tunggal di Thian-lam juga tidak berani menghadapi serangan ini dengan kekerasan, mantel sutranya tampak berkelebat, men-dadak dia mundur tiga tombak lebih.

Siau. Kun melihat pada Pek Soh-jiu dengan perasaan terima kasih, lalu berpaling, sepasang matanya dibuka, menyorotkan dua sinar tajam, telapak kanan merogoh ke dalam dada, mengeluarkan sebilah pedang pendek yang bersinar, dingin, berkata:

"Hian-im-cap-sa-hoat (Tiga belas jurus gaib hawa dingin) sungguh mengandung kekuatan yang sulit dibayangkan, aku jadi penasaran, aku masih ingin mencoba permainan senjatamu."

Begitu sorot mata Kanglam Liu melihat pedang pendek ditangan Siau Kun, warna wajahnya berubah besar, mendadak dia bertepuk tangan, tubuhnya seperti bangau besar melejit kelangit, jagoan yang sangat ternama di Thian- lam ini, pergi begitu saja tanpa banyak bicara, puluhan laki- laki besar yang tadi menghadang di jalan, juga mengikutinya berlari tunggang langgang.

Siau Kun menyimpan kembali pedang pendeknya lalu mendengus dingin, lalu melihat pada Pek Soh-jiu berkata:

"Menunggang kuda di jalan raya sambil mengobrol, seharusnya adalah hal yang menggembirakan, tidak diduga keadaan nyaman ini dirusak oleh para perampok kecil tadi."

Pek Soh-jiu tertawa tawar:

"Tidak apa, bisa bertemu dengan jago-jago Kanglam, itu juga satu hal yang menggembirakan." Tidak menunggu Siau Kun menjawab, dia sudah meloncat naik keatas kuda, sepasang kakinya perlahan dihentakan, dengan cepat melarikan kuda menuju Hiu-sui.

Terhadap saudara Siau Yamg baru dikenal tidak lama, sungguh Pek Soh-ciu merasa sangat misterius, di Yun-liu, dia dengan dua senjata gelapnya, membuat para pesilat tinggi dunia persilatan menjadi ketakutan seperti bertemu dengan ular berbisa, sekarang kembali dengan sebilah pedang pendeknya, membuat Kanglam Liu yang penguasa tunggal Thian-lam ketakutan dan melarikan diri, tentu saja, walau di dalam hati dia banyak pertanyaan, tapi dia tidak enak menanyakannya, hanya saja terhadap perjalanan ke Kwo-tiang ini, dia jadi ada sedikit menyesal.

Saat ini angin tidak bertiup, matahari terik seperti bara api, setelah beberapa saat melarikan kudanya, orang dan kuda pun sudah bercucuran keringat, Pek Soh-jiu melihat wajah Siau Kun menjadi merah, keringat keluar seperti air hujan, maka dia memperlambat lari kudanya dan berkata:

"Cuaca di pegunungan sangat sulit diduga, siang dan malam, seperti dua musim yang berbeda, saat ini matahari sangat terik sekali, kenapa saudara Siau tidak melepaskan saja sapu tangan kepala, supaya sedikit jadi dingin!"

Wajah Siau Kun menjadi merah, berkata: "Sapu tangan kepala walau menjadikan lebih panas, tapi bisa menahan sinar matahari, aku memilih, lebih baik memakai sapu tangan kepala saja."

Terhadap remaja tampan yang sulit diduga sifatnya ini, Pek Soh-jiu merasakan tidak bisa berbuat banyak, jika dia merasa lebih baik memakai sapu tangan di kepalanya, buat apa dia sendiri repot repot, sehingga, dia membiarkannya dengan tersenyum. Hari semakin larut malam, mereka tiba di depan pohon yang ada bayangannya, Siau Kun menunjuk dengan ujung pecutnya berkata:

"Toako! Kita istirahat dulu di bawah bayangan pohon, sekalian mengisi perut sedikit."

Setelah Pek Soh-jiu menganggukan kepala tanda setuju, mereka beristirahat di bawah bayangan pohon, mungkin karena penguapan dari keringat, wewangian yang seperti pernah dikenal itu, melayang masuk ke dalam hidung Pek Soh-jiu, dia sedikit mengerutkan alis, melihat kearah datangnya wewangian itu dengan penuh pertanyaan.

Ini adalah satu ciptaan Tuhan yang hebat, walau pun Song-ih atau Suto hidup kembali, saudara Siau ini juga tidak akan kalah oleh mereka, dan dari penampilannya seperti ada penampilan genit yang memikat, saat ini pipi dia merah, lesung pipinya samar samar terlihat, sepasang mata yang jelas hitam dan putihnya, bergelimang air jernih, dia sepertinya sudah merasakan tatapan Pek Soh-jiu itu, lalu dengan wajah serius berkata:

"Toako. "Eeii—

"Hawanya begini panas, kenapa kau tidak melepaskan saja topengmu?"

“Aku juga ada Piklran begitu, hanya takut mendatangkan kerepotan."

"Di tempat ini kecuali kita tidak ada orang lain lagi, walau pun ada orang yang menemukan kita, dengan kekuatan kita berdua, apakah masih takut ada orang yang mengganggu!" "Haai!" Pek Soh-jiu mengeluh berkata, "Jika aku mempunyai perguruan sehebat perguruan saudara Siau, maka tidak perlu lagi menggunakan topeng seperti sekarang."

"Kalau begitu, Toako! Aku ajarkan kau cara menggunakan Pek-lek-bie-sin-ciam, nanti kubagi satu kantong Sin-ciam buatmu, mau tidak?"

"Tidak, maksud baik saudara Siau, aku terima di dalam hati saja."

"Kenapa? Kau masih memandang aku orang luar!"

"Aku adalah seorang yang pembawa mala petaka, lebih baik jangan melibatkan teman......apa lagi. "

"Kek... Kau malah memandang aku ini seorang yang takut mati."

"Aku tahu saudara Siau adalah seorang yang mementingkan rasa setia kawan, tapi kita baru berkenalan. "

"Di dunia ada teman sependirian, bumi dan langit seperti bertetangga, buat apa Toako berpandangan seperti orang biasa saja."

Perkataan Siau Kun belum habis,' tiba tiba 'Paak!' terdengar satu suara keras, di dalam hutan tempat mereka istirahat, terdengar suara teriakan orang tua.

" Yaaw, kau pukul orang?"

"Tua bangka tidak tahu mati, kau teriak apa?"

"Kenapa, sudah dipukul masih tidak boleh keluar suara?" "Kau lihat mereka suami istri remaja, tapi kelakuannya

tidak seperti kau ini!" "Orang adalah suami mesra istri setia, dengan apa kau bandingkan mereka?"

"Bagus, tua bangka tidak tahu mati, kau berani menghina aku, rasakan kau nanti!"

Ssst ssst dua suara pelan terdengar, dua bayangan orang selincah burung terbang, meloncat dari puncak pohon, hanya satu kali loncatan saja, tubuhnya sudah berada dalam sepuluh tombak lebih, ilmu meringankan tubuhnya, bisa dikatakan sangat jarang terlihat di dunia persilatan.

Pipi Siau Kun jadi merah, dia meludah sekali pada bayangan orang itu, malunya sampai tidak berani mengangkat kepalanya, lama, dia baru dengan kesal berkata:

"Dua setan tua ini sungguh menyebalkan sekali, mereka malah menganggap aku......aku ini perempuan. "

Perkataannya terhenti sebentar, dia kembali mengangkat kepala dan tertawa, katanya:

"Toako! Hari akan segera gelap, kita lebih baik ke Lam- tiang saja, ngobrol disana."

Tiba di Lam-tiang, tepat jam sembilan malam, mereka mencari penginapan, tapi tidak bisa mendapatkan dua kamar, Siau Kun seperti tidak biasa satu kamar dengan orang lain, dengan alasan terlalu lelah, dia jadi tidur dengan pakaian lengkap, hari baru saja fajar, dia sudah bangkit duduk, tepat diwaktu itu, di kamar sebelah mereka, terdengar lagi suara yang telah di kenal.

"Tua bangka, rubuhmu terlentang kenapa masih matanya masih melotot?"

"Sst......nenek tua, pelan sedikit, aku tidak ada waktu bicara denganmu." "Puuih, sudah terlentang masih mau sibuk apa? Apakah raja neraka ingin mengundang kau datang?"

"Kek, aku ini sedang memperhatikan bocah kecil yang menyamar jadi laki-laki itu."

"Orang sudah ada bocah yang menemaninya, urusan apa denganmu? Hemm, kau tidak perhatikan nenek tua ini, malah memperhatikan bocah perempuan itu!"

"Kau? Kek, kek.    "

"Kenapa, dimananya aku tidak pantas buatmu?"

"Jangan sembarangan omong, nenek tua, apakah kau tidak berpikir bocah perempuan itu ada sedikit aneh?"

"Jangan buat teka teki dengan aku, jika ada yang mau dibicarakan cepat katakan, jika ingin kentut cepat keluarkan."

"Kau tentu tahu peristiwa Leng-in?" "Mmm. "

"Lalu kau tidak merasa ada yang aneh?" "Aku justru tidak mengerti."

"Hai, bocah perempuan itu paling sedikit datang bukan untuk bermesra-mesraan, betul tidak?"

"Apa yang kau katakan walau pun ada sedikit masuk akal, tapi aku tetap saja tidak sependapat."

"Kek, nenek tua, kau ini sungguh jadi nenek tua yang bodoh."

"Kaulah orang tua yang bodoh, hemm, permusuhan antara generasi sebelumnya, tidak ada hubungannya dengan mereka! Coba pikir, aku ini bagaimana caranya bisa cinta padamu?" "Ini......ha ha......tidak salah, tidak salah, bocah itu juga memang cukup tampan, kecuali aku ini, kek, kek. "

"Jangan memuji diri sendiri, tua bangka, kau pernah berkata, akan membawa aku melancong kota Lam-tiang, kau tidak boleh mengingkarinya."

"Kapan aku pernah bohong padamu, nenek tua, kita ini adalah. "

Percakapan di kamar sebelah ini, Siau Kun bisa mendengar, satu kata pun tidak ada yang lolos, wajah tampannya seperti dilapisi lipstik merah, cantiknya seperti sekuntum bunga To, dengan gerakan yang lincah dan ringan dia menotok jalan darah tidur Pek Soh-jiu, sepasang mata cantiknya, sedikit pun tidak berkedip menatap wajah tampan yang membuat hatinya bergetar.

Tidak salah, dia mendekati Pek Soh-jiu, memang dia ada tujuan lain, namun, di Hun-sie, remaja tampan ini telah membuka hatinya, telah mencuri hatinya, kemudian walau dia sudah tahu remaja yang mengaku she Ciu itu, adalah tujuan yang dia cari-cari, tapi cintanya sudah tertanam dalam, sudah tidak bisa dicabut lagi, sehingga, dia meninggalkan dua orang pelayannya Hu-in dan Cu-soat, dengan menyamar sebagai keturunannya Sin-ciu-sam-coat berkelana di Bulim, sekarang, dia telah menguasai dia sepenuhnya, tapi tidak ingin dia mendapatkan sedikit pun luka, lama, wanita cantik yang menyamar sebagai Siau Kun, mengeluarkan keluhan panjang, lalu, dia merapihkan baju, membuka kembali jalan darah tidur Pek Soh-jiu, hari lagi.'

Siau Kun tertawa: matanya mengerling, dengan suara malu-malu dia memanggil berkata:

"Toako! Hari sudah siang, sudah saatnya kau bangun." Pek Soh-jiu membuka sepasang mata, meloncat bangun dari tidur, dia melihat matahari dari jendela, dengan bengong berkata:

"Aneh, tidur kali ini begitu nyenyaknya.    "

Siau Kun menutup bibirnya tertawa tertahan:

"Daerah ini udaranya lembab panas, tengah hari paling membuat orang tidak tahan, tidur lama sedikit juga tidak apa apa."

"Kalau begitu ayo kita cepat pergi dari sini, gunung Kwo- tiang ribuan li jaraknya dari sini, untuk kesana harus menghabiskan beberapa hari."

Siau Kun mengangkat-angkat alis, berkata: "Buat apa harus terburu buru begitu? Pasar di Lam-tiang adalah paling ramai di daerah tenggara, bagaimana pun kita harus melihatnya."

Pek Soh-jiu menggelengkan kepala berkata: "Maaf saudara Siau, aku benar benar tidak ada gairah untuk itu."

Siau Kun berkata:

"Aku telah berjanji dengan Siau-wan-ngo-liong (Lima naga dari berbagai rawa) bertemu ditempai ini, kita berangkat besok pagi saja, bagaimana?')'

PekSoh-jiu tidak bisa berbuat apa-apa berkata: "Jika saudara Siau sudah ada janji bertemu dengan Siau-wan- ngo-liong disini, terpaksa kita tinggal disini satu

"Temani aku jalan-jalan di gedung Seng-ong, untuk menghabiskan waktu, mau tidak?"

Walau bagaimana pun hari ini dia sedang senggang, pergi menikmati pemandangannya San-kang dan Ngo- houw bisa juga menghilangkan kekesalan yang menumpuk didalam hati. Maka, mereka menggunakan waktu sehari mengunjungi pemandangan yang ternama di Lam-tiang, semuanya meninggalkan jejak mereka.

Saat senja hari, mereka kembali dari melancong ke istana Wan-jiu, sambil diterpa angin sore, menikmati matahari terbenam di pegunungan Kiu-leng, sedang mereka santai mengobrol, Pek Soh-jiu tidak disengaja melirik kesamping, dia melihat ada satu bayangan orang, sedang berlari dengan cepat sekali, mendadak kakinya tidak terkontrol, langsung jatuh ke tanah, tapi dia meloncat bangun, kembali berusaha lari, belum ada beberapa tombak, kembali tersungkur jatuh ke bawah, dia merasakan gerakan orang ini sangat mencurigakan, sesaat timbul rasa ingin tahunya, maka bersama Siau Kun dia mendatangi orang itu ingin melihat apa sebenarnya yang terjadi, setelah mendekat hampir kurang dari satu tombak, Siau Kun berteriak terkejut:

"Celaka, Toako! Dia adalah salah satu Siau-wan- ngo- liong. " tidak menunggu jawaban dari Pek Soh-jiu,

dengan gerakan lincah, dia lari kesisi orang itu, saat membalikan tubuh orang itu, melihat, benar saja orang ini adalah saudara ketiga dari Siau-wan-ngo-liong, tapi seluruh tubuhnya penuh dengan luka, sudah tidak bisa ditolong lagi, walau pun ada obat hebat, juga sulit bisa menolong nyawanya, untuk sesaat, dia malah jadi terdiam bengong.

Pek Soh-jiu berkata:

"Saudara Siau, orang ini terluka parah, tapi masih berusaha lari, pasti ada hal yang sangat penting yang akan dilaporkan padamu, biar aku bantu dia dengan tenaga dalam, kau perhatikan dia berkata apa." Dia segera mengulurkan telapak tangan kanannya, ditempelkan di jalan darah Ki-ciat-hiat, lalu menyalur-kan tenaga dalam ke tubuh orang yang terluka itu. Kira kira seperminuman secangkir teh panas, orang yang terluka menghela nafas panjang, kulit matanya juga pelan- pelan dibuka, Pek Soh-jiu cepat-cepat menarik tangannya, pergi jalan menjauh.

Siau Kun sudah tidak sabar bertanya: "Bagaimana kau bisa sampai terluka separah ini, dimana saudaramu yang lainnya? Apakah sudah mendapatkan beritanya Goan Ang?"

Orang yang terluka mengeluh sekali berkata:

"Tuan muda......kita......sudah kalah.     kami bersaudara

dipancing oleh Goan Ang, gagal...... melaksanakan tugas yang diberikan majikan. "

Dia dengan susah payah mengeluarkan satu potongan kain baju dari dalam dadanya, masih belum sampai ketangannya Siau Kun, sudah menghembuskan nafas yang terakhir.

Siau Kun mengambil potongan kain baju itu, terlihat diatasnya adalah peta sederhana yang digambar dengan darah segar, cepat-cepat dia memanggil Pek Soh-jiu berkata:

"Toako! Buat apa menghindar? Coba lihat ini!"

Pek Soh-jiu mendekat, melihat langsung kain diatas tangannya Siau Kun, lalu melihat ke arah pegunungan Ciu- leng, katanya:

"Melihat dari kasarnya, sarang sementaranya Goan Ang, pasti di dalam pegunungan Ciu-leng, tapi tepatnya dimana, masih harus diurut menurut peta baru bisa diketahui."

Siau Kun berkata:

"Jika Toako tidak lelah,.    "

Pek Soh-jiu dengan lantang tertawa: "Mari kita pergi." Mereka segera menguburkan mayat ditempat itu, lalu dengan baju berkibar diterjang angin, mereka berdua lari menuju pegunungan Ciu-leng, sampai hari telah menjadi gelap, mereka baru bisa mendapatkan tempat yang mirip dengan peta yang digambar dengan darah segar itu.

"Pada saat itu." Satu sinar hitam, mendadak terbang keluar dari dalam hutan, Pek Soh-jiu dan Siau Kun meloncat berlawanan arah, ssst... suara keras, dalam bebatuan telah tertancap sebuah anak panah yang panjang yang masih bergetar.

Siau Kun berteriak, dia meloncat masuk kedalam hutan, Pek Soh-jiu takut Siau Kun mendapat luka, juga mengikuti meloncat masuk ke dalam hutan, tapi setelah seluruh hutan diperiksa, setengah bayangan orang pun tidak ada, jelas orang yang diam-diam memanah, dari tadi telah meninggalkan tempatnya, maka mereka berdua kembali berkumpul, tetap mengikuti petunjuk yang ada di dalam gambar peta darah, maju ke depan mencarinya.

Mendadak terlihat satu garis bayangan hitam, kembali muncul dari belakang batu besar, tubuhnya bergerak cepat dan lincah, berkelebat masuk kedalam hutan Tho tidak jauh di sebelah kiri, di dalam hati Siau Kun tahu, pasti dia orang yang tadi diam-diam memanah itu, mulutnya langsung berteriak, sekali lagi meloncat segera mengejarnya, Pek Soh- jiu juga langsung mengejar, Siau Kun membalikan kepala berkata:

"Toako! Orang ini pasti sudah melarikan diri masuk kedalam hutan Tho, bagaimana kalau kita masuk ke dalam hutan mencarinya, baik tidak?"

Pek Soh-jiu berpikir sebentar: "Orang ini mungkin sengaja memancing kita masuk kedalam jebakannya, jika tidak terlalu penting, sepertinya tidak perlu menempuh bahaya."

Siau Kun memonyongkan mulutnya: "Aku sungguh tidak percaya ada orang yang mampu meloloskan diri dari kita, begini saja, Toako menjaga diluar biar aku masuk ke dalam memeriksa-nya." Pek Soh-jiu sambil tertawa keras berkata: "Jalanlah, kita lihat sebenarnya mereka punya jebakan lihay apa." Tubuhnya berkelebat, dia pertama-tama meloncat masuk ke dalam hutan.

Mereka berdua bersama sama masuk ke dalam hutan, kira kira tidak sampai setengah li, di dalam hutan Tho itu tampaklah perumahan yang sangat luas. Siau Kun berkata:

"Toako! Perumahan ini dimana-mana ditumbuhi rumput liar, kelihatannya sudah lama tidak ada orang yang tinggal disini, orang itu memancang kita masuk ke dalam sini, tidak tahu ada tujuan apa."

Belum sempat Pek Soh-jiu menjawab, di dalam rumah yang kelihatannya tidak ada penghuninya itu, sudah terdengar suara tawa dingin berkata:

"Masuklah ke dalam melihatnya, bukankah akan nona akan segera tahu."

Siau Kun merasa malu dan menjadi marah dia berteriak: "Justru kami bersaudara ingin masuk melihatnya."

Tubuhnya meloncat, langsung menerjang kearah keluarnya suara.

Pek Soh-jiu mengikuti, terlihat Siau Kun berdiri di tengah ruangan sepi yang penuh dengan debu dan sarang laba-laba, mata cantiknya meneliti kesekeliling, wajahnya tampak kebingungan, tidak tahan dia jadi memegang tangan Pek Soh-ciu berkata: "Ruangan ini sepertinya sudah lama tidak ditinggali orang, kita lihat-lihat ke tempat lain saja."

Siau Kun menggelengkan kepala: "Menurut pendengaranku, orang yang berbicara itu pasti bersembunyi diruangan ini! Kita geledah."

"Hemm, kau terlalu percaya diri, nona." Kembali satu kata sindiran terdengar, tapi suara itu sudah pindah ke sebelah kiri.

Siau Kun sudah tahu musuh di tempat yang gelap dirinya ditempat yang terang, keadaan dia dan Pek Soh-jiu sangat tidak menguntungkan, tapi dua kali panggilan nona, sudah menimbulkan amarahnya, dia tidak lagi mempedulikan keadaannya berbahaya atau tidak, tubuhnya telah berputar menerkam kearah asalnya suara.

Itu adalah halaman yang ditumbuhi rumput setinggi lutut, tapi bangunan dan kebunnya yang sudah lama tidak terurus, masih tampak kemegahannya di waktu dulunya, di belakang halaman ada satu bangunan yang catnya telah terkelupas, satu parit yang air nya jernih mengalir melingkar.

Siau Kun memutar matanya, dengan dingin berkata: "Orang yang selalu bersembunyi seperti ini, pasti adalah

orang yang hina yang tidak berani bertemu dengan orang,

kita tidak perlu menghabiskan waktu untuk ini, Toako! Kita pergi saja."

"Diri sendiri tidak punya mata, masih berani menyombongkan diri, he he. "

Saat ini mereka telah mengawasi, suara tawa belum selesai, mereka bersama-sama menerjang masuk ke dalam ruangan itu, tapi huuut.     sebuah jaring baja hitam, seperti

petir menutup di atas kepala mereka, tapi dua orang pesilat tinggi remaja ini, kecepatan gerakannya tidak bisa di samakan dengan orang biasa, sebelum jaring baja menyentuh tanah, tubuh mereka berdua mendadak rebah ke tanah, begitu hampir menempel di lantai dengan cepat meluncur keluar, nyaris dapat meloloskan diri.

Namun, ketika mereka mendekati pintu ruangan, paang... sederetan anak panah sudah melesat menyambut mereka, sepertinya sudah diperhitungkan waktu dan jaraknya, tepat menyambut kedatangan tubuh mereka, saat ini, walau pun orang yang berilmu silat amat lihay pun, mungkin tidak bisa menghindarkan serangan mendadak ini.

Tapi ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui dari Sin-ciu-sam-coat adalah ilmu meringan-kan tubuh nomor satu di dunia persilatan, di saat yang sangat genting itu dia menangkap lengan Siau Kun, sebelah telapaknya memukul ke arah anak panah itu, tubuhnya seperti sebuah arwah saja, tahu-tahu sudah meloncat kembali kearah yang sebaliknya, anak panah itu sambil mengeluarkan suara siutan lewat dari atas kepala mereka.

Setelah dua kali lolos dari jebakan, Pek Soh-jiu baru menghela nafas lega, tapi ketika kakinya menyen-tuh lantai, mendadak injakannya jadi kosong, dia langsung jatuh ke dalam lubang jebakan.

Saat ini dia tidak sempat menarik napas, dia berusaha meloncat sekali lagi, tapi tenaganya sudah tidak ada lagi, terpaksa dengan mengeluh sekali, mereka berdua jatuh ke dalam lubang yang gelap.

Sebenarnya lubang ini tidaklah terlalu dalam, hanya dua puluh tombak lebih, tapi lubang diatasnya sempit sedang dibawahnya lebar, sulit untuk bisa meloncat keluar, dan didalam lubang masih dipenuhi oleh satu hawa panas yang membuat orang jadi lemas, mereka berdua tidak lama jatuh kedalam lubang, tapi langsung merasakan tubuhnya jadi lemas tidak bertenaga.

Pek Soh-ciu menarik nafas dulu beberapa saat, baru memeriksa kesekeliling, terlihat lubangnya itu dipenuhi oleh asap tebal, panasnya tidak tertahan, tekanan yang menyesakan ini, membuat dia sulit bernafas.

Sambil memegang tangan Pek Soh-ciu, Siau Kun mengeluh:

"Didalam lubang ini udaranya tipis, panasnya tidak tertahan, mahluk apa pun, akan sulit bertahan hidup lebih dari tiga hari, kelihatannya kita akan mati disini."

"Hemm!" Pek Soh-jiu berkata, "Hidup atau mati, orang she Pek tidak pernah menaruh di dalam hati, asal bisa mati bersama dengan saudara Siau di lubang ini, itu malah juga satu jodoh dalam kehidupan ini."

"Toako, aku telah mengecewakanmu, tapi enci Su Lam- ceng apa benar-benar ditangkap oleh ayahku?"

Pek Soh-jiu dengan perasaan tidak senang berkata: "Apakah aku mau membohongimu?" "Tapi semenjak aku tumbuh besar dan menjadi mengerti, aku tidak pernah tahu bahwa diriku masih mempunyai seorang ayah."

Pek Soh-jiu tertegun:

"Mungkin ayahmu terlalu lama meninggalkan rumah, aku pikir kakakmu pasti tahu."

Siau Kun berlagak ragu-ragu sebentar, pelan-pelan melepaskan kerudung kepalanya, segera saja rambut hitam yang halus dan panjang terurai, dia dengan menatap Pek Soh-jiu yang tampak wajahnya keheranan, sambil tersenyum manis berkata: "Tidak kenal lagi, betul?" Sambil mengeluh Pek Soh-jiu berkata: "Nona Yam! Kau sudah lama mengelabui aku!"

Siau Yam dengan sedikit kesal melotot, berkata: "Masih mau mengatakan ayahku yang menculiknya?"

"Itu adalah apa yang dikatakan, oleh orang tua berambut putih itu, jika nona Yam benar-benar tidak mempunyai ayah, masalahnya jadi membuat orang tidak mengerti."

Siau Yam berkata:

"Jika kita tidak mati, aku akan kembali ke dunia persilatan dengan wajah asliku, mungkin, pada suatu hari nanti keadaannya akan menjadi jelas, sayang......" dia menghentikan perkataannya sejenak, lalu melanjut-kan, "Sebenarnya dia mendapatkan sebelah, aku mendapatkan sebelah, Tuhan masih adil terhadap kami."

Pek Soh-jiu jadi bengong mendengarnya berkata: "Apa maksud kata kata nona Yam?"

Siau Yam mengangkat alis berkata:

"Kau ini benar benar tidak tahu, atau pura pura tidak tahu?"

Pek Soh-jiu berkata:

"Tentu saja tidak mengerti."

Siau Yam menegakan tubuhnya, lalu dengan perasaan kecewa mengeluh berkata:

"Kau benar mau jadi orang yang tidak ada perasaan, hanya ada awal tidak ada akhir?"

Pek Soh-ciu buru buru berkata: "Bicara nona terlalu berat, aku tidak merasa pernah berbuat tidak senonoh pada nona!" Siau Yam berteriak marah:

"Apakah kau sudah melupakan malam hari di Hun- sie. "

Pek Soh-jiu dengan tergagap-gagap berkata: "Ini......haai. "

"Hemm!" Siau Yam berkata, "Walau Siau Yam bukan gadis bangsawan, tapi juga bukan seorang gadis murahan, semalam tidur bersama di satu ranjang, seratus tahun telah ditetapkan, apakah kau menginginkan aku menikah dengan orang lain?"

Pek Soh-jiu berkata:

"Sekarang ini jiwa kita di dalam bahaya, buat apa adik Yam memperdebatkan masalah ini!"

Siau Yam dengan wajah serius berkata: "Justru jiwa kita diambang bahaya, aku baru mau kau mengatakannya sendiri, haai, bisa mati bersamamu, sebenarnya adalah hal yang menggembira-kan, jika kau tidak mengaku aku adalah istrimu, maka aku mati pun tidak akan bisa menutup mata."

Pek Soh-jiu berkata:

"Tapi......Su. "

Mulut Siau Yam dimonyongkan: "Kenapa? Hemm, aku lebih dulu kenal denganmu, dia hanya melangkah lebih dulu dari padaku, atau biar aku mengalah sedikit pada dia, panggil dia enci saja, apakah dengan begini juga dia berani tidak menerima aku?"

Pek Soh-jiu mengeluh berkata:

"Jika adik Yam sudah bicara begini, aku mengaku saja."

Saat ini di dalam lubang sangat panas sekali, sepertinya lebih panas dari pada sebelumnya, mereka berdua bermandi keringat, bajunya jadi basah semua, Siau Yam dengan lembut merebahkan kepala pada dadanya Pek Soh-jiu, wajahnya tampak tenang sekali.

Mereka berdua sulit memusatkan tenaga dalam, hingga tidak mampu melarikan diri dari lubang maut ini, tapi sampai pada saat yang akan benar-benar mati, waktunya masih panjang, rasanya menunggu kematian seperti ini, sungguh terasa menyiksa. Tanpa sadar Pek Soh-jiu mengeluarkan Seruling Bambu ungu pemberian Sangguan Ceng-hun dan meniupnya.

"Angin musim semi di bulan kedua, tepat disaat bunga matahari memenuhi jalanan, mana dapat menahan kesedihan perpisahan! Sapu tangan menjadi kotor oleh bedak karena mengusap air mata. Apa boleh buat, dengan cara apa pun membujuknya juga tidak bisa membuat dia tinggal bersama. Arak tidak hentinya ditumpahkan, alis mengerut, hati sedih, kecapi berhenti. Berjumpa lagi di kemudian hari, tidak tahu di dalam impian yang mana, juga harus sering terbang mencarinya."

Yang dia nyanyikan adalah Ti-jin-tiauw (cerita asmara wanita cantik.) karangan Yan-su dari dinasti Sung Utara, iramanya menyedihkan sekali, seluruh lubang bawah tanah sudah di penuhi oleh suara yang menyedihkan ini.

Sehabis Pek Soh-jiu melantunnya, saat akan menyimpan Seruling Bambu ungu, tiba-tiba Siau Yam berkata:

"Aku senang mendengarnya, Toako! Tiuplah beberapa kali lagi, boleh?"

Pek Soh-jiu tidak tega menolaknya, kembali dia melantunkan lagi Ti-jin-tiauw.

Dia meniup sekali dua kali, malah akhirnya tidak ingat sudah meniupnya berapa kali, hanya dengan lupa diri meniupnya saja, pikiran mereka berdua, sudah seluruhnya melebur ke dalam sajak lagu itu.

Mendadak, Siau Yam bangkit berdiri, teriak berkata: "Toako! Jangan meniupnya lagi, kita cepat keluar dari

sini."

Pek Soh-jiu berhenti meniup tertegun:

"Apa, adik Yam! Kau kata kita keluar dari sini?" Siau Yam tertawa:

"Kenapa? Apakah kau benar-benar ingin mati disini?" Pek Soh-jiu berkata:

"Tapi......" dia belum habis berkata, mendadak dia merasakan panas yang tidak tertahankan di dalam lubang ini, sudah menghilang dan menjadi sejuk, dia mencoba mengerahkan tenaga dalamnya, dirasakan tenaga dalamnya lancar tidak ada hambatan, seluruh kepandaiannya sudah pulih seperti semula, di dalam hati dia menjadi sangat gembira, dia menduga mungkin semua ini karena seruling ajaib yang dia tiup tadi, segera dia mengeluarkan Pouw- long-tui, dilemparkannya ke atas, sebuah sinar hitam langsung sudah menancap di dinding lubang sekitar setinggi dua tombak, lalu membalikan kepala berkata pada Siau Yam: "Adik Yam! Kau naik terlebih dulu."

Siau Yam sedikit mengangguk, kaki munggilnya dihentakan, tubuhnya seperti asap yang ringan, meloncat naik ke atas dinding, lalu menangkap tali yang terurai dari Pouw-long-tui, seperti kera naik ke atas pohon, dengan lincahnya naik sampai ke atas Pouw-long-tui, lalu telapak kirinya menempel ke dinding, telapak tangan kanannya diayunkan, Pouw-long-tui bersuara hut..., jarak ke mulut lubang sudah tidak sampai setengah tombak, mendadak tubuhnya meluncur ke atas, dengan gaya Hoan-in-cong- thian (awan menembus langit), dia meloncat keluar dari lubang, dia memperhatikan cuaca dan situasi sebentar, dia tahu tidak lama lagi hari akan terang, disekeliling sunyi senyap, dia menduga orang yang menjebak mereka berdua, pasti mengira mereka tidak mungkin bisa hidup. lalu dengan tenang meninggalkan mereka tanpa ada penjagaan, dia tidak berani membuang-buang waktu, segera melemparkan Pouw-long-tui ke bawah, berteriak kearah mulut lubang:

"Cepat naik keatas."

Pek Soh-jiu sudah naik ke atas, setelah lolos dari bahaya maut, mereka berdua jadi gembira, hanya saja keringat dan kotoran tanah membuat sepasang remaja yang tampan dan cantik ini, menjadi seperti sepasang suami istri pengemis,

Siau Yam tersenyum manis berkata: "Sekarang jika bertemu dengan Sangguan Toako, dan para murid Kai-pang pasti akan mengadakan sambutan yang sangat meriah sekali."

Pek Soh-jiu memegang tangan mulus dia sambil tersenyum berkata:

"Aku belum ada niat bergabung ke dalam Kai-pang, jika kau sungguh ingin menjadi seorang pengemis, harus tanyakan dulu padaku, apakah aku mengizinkannya tidak."

Mereka berkelakar, bersamaan waktu itu juga mereka mencari satu tempat yang sepi, mengganti baju dengan yang bersih, Siau Yam masih tetap menyamar sebagai seorang laki laki, rambut panjangnya dibungkus dengan sapu tangan sutra putih, di belakang kepalanya masih disimpulkan dengan sepasang kupu-kupu terbang, dia memutar tubuhnya, dengan malu-malu kucing melirik Pek Soh-jiu berkata: "Toako! Bagus tidak?"

Pek Soh-jiu menatap dengan mesra pada istri cantik yang baru dipinangnya di dalam goa, mendadak membentangkan tangan, lalu memeluk tubuhnya yang seksi itu ke dalam pelukannya, sepasang kakinya dihentakan, meloncat naik ke atas cabang pohon, di dalam angin sepoi-sepoi pagi terdengar suara tawa yang memikat orang, dengan segera mereka pergi menuju Lam-tiang.

Sepasang mata cantik Siau Yam terpejam, dengan manja terlena di dada yang kuat itu, ujung alisnya perlahan bergetar-getar, wajahnya yang merah, tampak begitu cerah dan bahagia. Lama----

"Toako! Turunkanlah aku."

"Baik, baik, aku terlalu gembira, sehingga mungkin membuat kau tidak nyaman." Dia menurun-kan, lalu mereka berdua jalan berdampingan.

"Tidak! Aku sangat nyaman, hanya...... takut membuat kau lelah." berhenti sejenak, lanjutnya, "Toako! Hutan Tho yang misterius itu, apakah kita tidak perlu menyelidikinya?"

"Melihat keadaannya, Goan Ang pasti tidak akan bersembunyi disana, walau pun ada beberapa anak buah dia, hanya untuk memancing orang ke dalam jalan yang menyesatkan, atau membunuhnya, buat apa kita menghabiskan waktu untuk hal yang tidak berguna!"

"Maksudmu kita tetap langsung menuju ke gunung Kwo- tiang saja?"

"Aku pikir begitu."

Mereka berdua mengikuti rencana semula, dengan santai berjalan kembali ke penginapannya, pelayan penginapan melihat Siau Yam, segera memberikan satu kertas surat berkata:

"Tuan muda! Kemarin ada seorang tamu wanita, menyuruh aku memberikan surat ini padamu."

Siau Yam menerima surat itu, wajahnya sedikit berubah, dia berkata:

"Terima kasih." Lalu dengan tergesa gesa dia masuk ke dalam kamar, Pek Soh-jiu mengikuti dari belakang, menatap wajahnya yang dingin berkata:

"Adik Yam! Ada masalah apa?"

Siau Yam merobek hancur surat itu, sambil tersenyum berkata:

"Jangap khawatir, kita tidak akan ada masalah." Lalu kembali berkata, "Topeng kulit manusia itu, apakah hanya ada satu buah saja?"

"Yang laki-laki hanya ada satu buah, tapi yang wanita ada dua buah." Dari dalam dada dia mengeluarkan satu bungkusan kecil diberikannya pada Siau Yam, Siau Yam membuka bungkusan dari kain sutra itu, begitu dilihat, di dalamnya adalah sebuah topeng wajah wanita berusia sekitar tiga puluhan, satu lagi adalah wajah wanita berusia lima-enam belasan remaja wanita, semuanya cantik-cantik, dia menyimpan topeng itu, pada Pek Soh-jiu sambil tertawa genit berkata:

"Toako! Kau lihat aku pakai yang mana lebih pantas?" Pek Soh-jiu tanpa pikir berkata:

"Tentu saja pakai topeng wanita remaja itu lebih pantas." "Kenapa?" "Karena hanya dengan topeng itu, baru sesuai dengan wajah adik Yam yang cantik jelita."

"Mmm, aku tidak secantik itu! Kau bohong." "Kenapa? Kau ingin jadi wanita yang tua?"

"Kau adalah sastrawan setengah baya, kalau aku adalah wanita setengah baya, bukankah itu adalah pasangan yang amat serasi? Hemm, kau ingin aku menyamar jadi wanita remaja, supaya bisa meninggal-kan aku, betul tidak?"

"Kek, kek, aku sama sekali tidak ada pikiran itu.    "

"Masih mau membantahnya, hemm, coba kalau aku menyamar jadi wanita remaja, tentu kita harus menyamar mengaku sebagai kakak beradik, dan malam hari kau jadi terpisah dengan aku, bukankah itu rencanamu!"

Pek Soh-jiu jadi sadar, dia lalu menarik tangan-nya yang mulus, dipeluknya erat-erat dan berkata:

"Tidak dinyana kau ini banyak curiganya, mari, sekarang biar aku menciummu."

Siau Yam memonyongkan mulutnya, tangannya mencubit dengan keras pada lengan pek Soh-ciu berkata:

"Toako! Cepat pesan makanan, aku sudah hampir mati kelaparan."

Pek Soh-jiu tertawa, segera memanggil pelayan untuk pesan makanan. setelah habis makan, Siau Yam berkata:

"Toako! Kau lelah tidak?"

Pek Soh-jiu sedikit tertegun berkata: "Apakah adik Yam mau langsung berangkat?"

Siau Yam menganggukan kepala:

"Aku ingin segera tiba di gunung Kwo-tiang.    " Pek Soh-jiu berpikir sejenak, berkata: "Adik Yam! Suami istri adalah orang yang paling dekat, bukan begitu?"

"Benar."

"Kalau begitu diantara kita, seharusnya tidak ada yang disembunyikan, betulkan?"

"Aku tahu Toako tidak tahu banyak tentang aku, tapi aku harus bagaimana mengatakannya?"

"Pertama katakanlah tentang ayahmu."

"Aku sungguh tidak tahu aku punya ayah, dari kecil aku dibesarkan oleh guruku."

"Siapa guruku?"

"Thian-ho-leng-cu, Ang-kun-giok-hui, Hai Keng- sim (ketua api langit, Giok gaib, pakaian merah)."

"Ooo, adik Yam benar saja seorang yang mempunyai latar belakang yang hebat, tidak aneh para penguasa setempat itu, sekali melihat senjata rahasia dan pedang pendekmu, semua jadi menghormat, tanpa bertarung langsung mengundurkan diri."

"Perguruan Thian-ho sudah menguasai dunia persilatan sampai ratusan tahun, para angkatan tua mau tidak mau memandang wajah guruku."

Pek Soh-jiu mengangkat alis berkata:

"Itu belum tentu.    "

Siau Yam melihat warna wajah Pek Soh-jiu mcnunjukan rasa tidak senang, dia segera menyandar-kan dirinya dalam pelukan Pek Soh-jiu sambil ter-senyum manis berkata:

"Kau jangan salah paham, yang aku maksud adalah angkatan tua dunia persilatan yang biasa biasa saja, tentu saja tidak bisa disamakan dengan Sin-ciu-sam-coat." Pek Soh-jiu sambil mengeluh: "Aku tidak menyalahkan kau, Adik Yam, tapi, kau sepertinya pernah mengatakan padaku, ayahmu adalah seorang jago silat."

Siau Yam mencibir mulutnya yang munggil, dengan tersenyum ringan berkata:

"Kau pun pernah mengatakan bahwa gurumu tidak bisa bersilat!"

"Aku memang tidak membohongimu, guruku memang seorang yang tinggi kesusastraannya, ilmu silat ku adalah almarhum ayahku yang mengajarkannya."

"Katanya namamu adalah Ciu Soh-pek lho?" dia berhentikan sejenak, lanjutnya lagi:

"Sudahlah, kita waktu itu baru pertama kali bertemu, tentu saja tidak akan mengatakan seluruhnya, apakah kau masih ada pertanyaan lain?"

"Tidak ada, kita jalan saja."

Mereka berdua menyelesaikan rekening penginapan, mengeluarkan kuda dari tempatnya, bersama-sama keluar dari penginapan, Di toko pakaian jadi Siau Yam membeli beberapa setel pakaian wanita, lalu bersama-sama melarikan kuda menuju danau Po-yang. Hingga matahari hampir tenggelam, burung gagak mengitari pohon pulang kesarangnya, Siau Yam masih tidak bermaksud berhenti untuk istirahat, Pek Soh-jiu jadi tak tahan dia bertanya:

"Adik Yam! Hari hampir gelap, kita harus mencari penginapan untuk beristirahat."

Siau Yam mencibirkan bibirnya sambil tersenyum berkata:

"Bumi dan langit sebagai tempat berteduh, empat lautan sebagai rumah, itu yang dinamakan kegembiraan dunia persilatan, kau sendiri masih menyebut dirimu penerus Sin- ciu-sam-coat, tapi hal seperti ini kau tidak mengerti!"

"Ahh, penerusnya Sin-ciu-sam-coat? Ini sungguh sangat beruntung sekali."

"Mmm, dan masih ada seorang gadis kecil yang menyamar jadi seorang laki-laki, hanya dengan melihat tampangnya yang memikat orang, he he, kita bersaudara sungguh beruntung sekali."

Diikuti dengan suara perbincangan, muncul dua orang laki-laki besar berpakaian ringkas dengan wajah yang bengis, dengan langkah yang cepat menghampiri ke depan kuda mereka, diatas baju mereka tersulam satu tempat hio mas, sambil membawa golok tersenyum bengis datang menghampiri.

"Hemm!" Siau Yam dengan sinis mengeluarkan suaranya, lalu memalingkan kepala berkata pada Pek Soh- jiu:

"Toako! Apakah kau kenal dengan dua orang tinggi ini?" "Sangat asing." Kata Pek Soh-jiu.

"Mereka adalah anak buahnya perumahan Bu-ting yang mengkhususkan diri berdagang tanpa uang, yang baru sepuluh tahun lalu muncul di Bulim."

"Ooo begitu!" Pek Soh-jiu berkata, "Aku dulu pernah bertemu dengan seorang yang menggunakan senjata tempat hio emas dengan julukan Giam-ong-leng (Perintah raja neraka) Sai Hong, entah apakah dia ketua perumahan Bu- ting?"

"Dia adalah wakil ketua mereka, kepandaian Giam-ong- leng cukup hebat." Dua orang laki-laki besar itu melihat mereka dengan tenangnya berbicara, sama sekali memandangnya, mereka jadi naik pitam dengan membentak berkata:

"Turun, biar aku menghadapi kau."

Wajah Siau Yam berubah menjadi dingin, pinggangnya sedikit diputar, lalu dengan enteng melayang turun dihadapan mereka berdua, alis di angkat, dengan dingin berkata:

"Aku sudah turun, kalian mau apa silahkan katakan."

Seorang ahli sekali mengulurkan tangan, sudah tahu isi tidaknya lawan, ilmu meringankan tubuh dia yang melayang turun bagaikan kapas melayang, turun ke tanah tanpa bersuara, segera membuat dua orang laki-laki besar ini ketakutan mundur beberapa langkah, tapi orang yang disebelah kanan memaksakan diri berkata:

"Bocah, kau memang punya sedikit kemampuan, tapi, tuan-tuan dari perumahan Bu-ting, bisa besar bukan dari hasil menakut nakuti orang, jika kalian tahu diri, he he. "

"Hemm!" Siau Yam berkata, "Penyakit nonamu justru tidak tahu diri, jika kalian mencari masalah dengan menghadang jalan kami, maka kalian harus mengeluarkan kemampuan kalian untuk membuktikannya."

Kata-katanya sungguh sangat menghina, laki-laki besar itu mana bisa menahan amarahnya, goloknya langsung diayunkan, disabetkan ke pinggang, Siau Yam sepertinya tidak merasakan sinar golok yang dingin itu, tapi ketika mata golok sudah hampir mengenai tubuhnya, dia baru mengayunkan tangannya, tjari telunjuk dan tengah bergerak menjepit, tepat menjepit di atas mata golok, laki-laki besar itu bersuara hemm sekali, dia menambah tenaga dorong kedepannya, tapi meski dia sudah menggunakan seluruh tenaganya, tetap saja tidak bisa maju biar satu inci pun, dia tahu rencananya telah menemui halangan keras, lawannya walau pun seorang bocah wanita yang cantik, tapi adalah seorang yang berilmu tinggi, sehingga, seluruh tubuh dia mengucurkan keringat dingin, tapi mulutnya dengan berteriak marah, dia kembali mengerahkan tenaga dalam sekuatnya didorongkan kedepan, tetap saja seperti capung menggoyang tiang batu, golok itu sepertinya sudah tumbuh akar.

Satu aliran hawa dingin terasa dari punggung langsung menusuk ke hati, dia tahu jika tidak mengambil kesempatan melarikan diri, mungkin nyawa pun akan hilang, maka dia segera melepaskan golok ditangannya, membalikan tubuh meloncat ke belakang, masuk ke padang rumput menyelamatkan diri.

Siau Yam berteriak dingin berkata: "Apa kau kira bisa meloloskan diri? Ambil ini!" sinar golok berkelebat membentuk pelangi, buuk... menancap di belakang punggung laki-laki besar itu. Laki-laki besar lainnya sejenak tertegun, dia juga membalikan tubuh ingin melarikan diri, Siau Yam mendengus sekali berkata:

"Kau juga ingin mati?"

Kaki kiri laki-laki besar yang telah diangkat itu, cepat- cepat diturunkan kembali, dengan ketakutan membalikan tubuh berlutut:

"Nona besar, anggap saja hamba telah buta, harap kau jangan bunuhku."

"Ampuni kau boleh saja, tapi harus jawab pertanyaanku dengan jujur." Kata Siau Yam

"Silahkan tanya saja nona besar, hamba pasti akan menjawabnya." "Siapa namamu?"

"Hamba dipanggil Tiauw Keng-houw (menggantung mata macan) Tan Wan-hiong."

"Kenapa kalian menghadang jalan kami?"

"Hamba diperintahkan oleh ketua tiga perumahan, mengawasi orang-orang Bulim yang lewat dijalan ini, karena kami mendengar keturunan Sin-ciu-sam-coat, jadi kami ingin melihat Pouw-long-tui. "

"Apa kalian pantas bisa melihatnya?" "Benar, hamba pantas mati."

"Kenapa perumahan Bu-ting ingin menyelidiki orang- orang Bulim yang lewat tempat ini?"

"Ini.    hamba sungguh tidak tahu."

Pek Soh-jiu menyela:

"Hasil dari penyelidikanmu sudah berapa banyak orang- orang Bulim yang lewat disini?"

"Yang sudah lewat, ada dari Siauw-lim, Bu-tong, Tiam- cong, Bu-tai, perkumpulan Ci-yan dan yang lainnya, aku dengar masih ada banyak perguruan lainnya juga akan tiba."

"Apa kau tahu untuk apa?" "Ini. "

Siau Yam mengangkat alis:

"Kenapa, tidak mau mengatakannya?" Tubuh Tan Wan-hiong gemetaran, berkata:

"Aku   dengar demi Ho-leng-ci, dan......itunya Pek Siauhiap. " . Siau Yam mendengus, mendadak dia menjentikan jarinya, tampak tubuh Tan Wan-hiong bergetar, lalu tersungkur dan mati, Siau Yam mengangkat kepala melihat kesekeliling, dia menemukan di lereng gunung sebelah kiri, sepertinya ada bangunan kuil, baru saja membalikan kepala akan memanggil, dia melihat wajah

Pek Soh jin seperti tidak senang dia jadi tidak tahan dengan keheranan berkata :

"Kenapa kau”

Pek Soh pil mengeluh sedikit:

"Golongan jahat dalam dunia persilatan, tidak semuanya adalah para penjahat yang melakukan sepuluh kejahatan besar yang tidak bisa diampuni, dikemudian hari adik Yam bertindak, seharusnya memberi sedikit jalan pada mereka."

Siau Yam menundukkan kepala berkata: "Kata-kata Toako benar, tapi orang ini telah mengetahui keberadaan kita, membiarkan dia hidup mungkin akan menimbulkan banyak masalah, dalam dunia persilatan memang penuh dengan tipu muslihat, sulit di ramalkan, ada saatnya kita tidak bisa berhati kasihan, tapi, aku tetap akan mendengarkan nasihatmu." Berhentikan sejenak, lanjutnya lagi:

"Toako! Disana ada sebuah kuil, malam ini menginap disana saja, baik tidak?"

"Para pendetanya mungkin tidak akan menyambut kedatangan kita menginap di kuil mereka, begini saja, aku lebih dulu mendatanginya dan kau mengikuti setelannya."

Setelah tiba di depan kuil, Pek Soh-ciu baru tahu ini adalah sebuah kuil kosong yang telah lama ditinggalkan, dia melihatnya temboknya rusak dimana-mana dan rumput liar tumbuh disekelilingnya, patung dewanya pun tidak ada satu yang utuh, untungnya ada satu sudut kuil yang cukup untuk berteduh, baru saja selesai menyapu bersih, Siau Yam sudah tiba dihadapannya, dia membuka bungkusan baju, dipaparkannya di dekat bawah jendela, Siau Yam juga sudah mengikat kudanya, membawa kendi air dan makanan kering, berdua sambil melihat lihat bulan, mereka pelan-pelan menikmati makanannya, setelah makan, sambil bergandengan dibawah sinar bulan, mereka menikmati bayangan pohon yang bergoyang-goyang. Suara serangga bercitcitan, kadang diselingi beberapa longlongan binatang liar dan kera, menginap di gunung liar, sungguh ada kenikmatan tersendiri.

Lama... Siau Yam mengangkat kepala, berkata: "Toako. "

"Ada apa?"

"Terhadap perjalanan kegunung Kwo-tiang ini, aku sedikit merasa menyesal."

"Kenapa? Bukankah kau menginginkan Ho-leng-ci itu?" "Haai, itu karena perintah perguruan. "

"Jika itu perintah dari perguruan, lebih-lebih harus mati- matian diperjuangkan."

"Tapi perjalanan ini banyak bahayanya, aku sangat pesimis!"

"Asalkan kau memperlihatkan pedang pendek itu, bukankah itu akan membuat mereka yang melihat-nya langsung melarikan diri!"

"Saat benar-benar dalam keadaan untung rugi, tidak akan semudah itu, jika tidak, bagaimana Siau-wan-ngo- liong bisa terpancing sampai mengorbankan nyawanya! Dan juga, aku khawatir kau. " Pek Soh-jiu dengan lantang tertawa:

"Aku berkelana di dunia persilatan, justru tujuan nya mencari otak pembunuh ayahku, walau mereka tidak mencariku, aku tetap tidak akan melepaskan mereka, jadi mengambil kesempatan para jago-jago berkumpul, mungkin harapanku akan terkabul "

"Tapi......haai. "

Pek Soh-jiu melihat Siau Yam mengerutkan alisnya, akan bicara tapi tidak dilanjutkan, tidak tahan di dalam hatinya bergerak, katanya:

"Adik Yam! Tamu tidak diundang yang mengunjungi kau di Lam-tiang itu, apakah dia orang perguruanmu?"

Siau Yam sedikit tertegun:

"Benar, Oww...Toako! Malam indah mudah berlalu, kita. tidurlah."

Dalam hati Pek Soh-jiu mengerti, dia merasa sulit untuk menjawab, maka dia hanya bisa tersenyum.

Padang rumput liar, gunung dingin dan kuil rusak yang ditinggalkan orang, pemandangan ini sungguh menyedihkan, namun angin yang bertiup membuat bayangan bergoyang, suara serangga ter-dengar dimana- mana, di satu sudut kuil rusak itu, malah samar-samar terdengar suara yang merangsang.

Bersambung....

o-odwo-o 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar