PSDLL Bab 01 : Jejak keluarga pendekar

 
Bab 01 : Jejak keluarga pendekar

Air sungai mengalir bagaikan sehelai pita yang berliku- liku melalui ribuan celah-celah gunung, ketika turun kebawah mengeluarkan suara gemuruh, begitu melewati tikungan tajam berubah bagai gelombang dahsyat yang menggoyangkan pegunungan, ibarat "Tiga gelombang dahsyat menerjang dataran dibarengi suara halilintar" pemandangan yang menakjubkan ini terdapat di sebuah tempat yang bernama Liong-bun (Pintu Naga).

Di sisi barat Pintu Naga yang berdampingan dengan tikungan tajam tersebut ada sebuah gunung kecil, diatasnya berdiri sebuah bangunan yang berkilauan dengan warna emas nan agung, bangunan itu termasyur dengan julukan nama biara Sai-giok (Singa kumala).

Di kala embun subuh masih menghalangi pemandangan, angin bertiup sangat dingin, cakrawala baru menampilkan Pintu Naga yang meupakan tempat idaman pujangga dan ksatria, saat fajar baru terbit ini, biasanya belum ada pelancong yang datang.

Tetapi terdengar suara orang bicara.......

"Toako! daerah dekat Pintu Naga ini. "

"Ya. kau jangan menganggap kau sudah pagi, buktinya

masih ada orang lain yang sudah lebih pagi berangkat, orang-orang itu kelihatannya berselera tinggi juga"

"Aku merasa ada yang aneh"

"Mengapa? Apa Samte curiga orang-orang itu khusus mencari kita."

"Pepatah kuno mengatakan dalam laut bisa diduga, hati orang sukar dibaca, lebih baik kita hati hati. "

"Ha ha ha.     biarpun ada kawan-kawan yang

tidak memandang pada kita, tapi buat Sin-ciu-sam-coat (Tiga pendekar wahid), tidak ada orang yang kita takuti."

Yang barusan berbicara adalah seorang laki-laki yang berumur sekitar 50 tahun bertubuh langsing, mukanya berwarna ungu dan berewokan. sedang temannya lebih muda berpenampilan anggun dan cakap, berbaju biru. t

Baru saja mereka berkata, terdengar alunan suara yang diantar angin pagi:

Beruban seperti bintang-bintang Menyesal cita-cita menjadi hampa Tubuh ini seperti titipan

Tubuh terasa sakit dan menyendiri Menuju Pintu Naga Membangkitkan semangat masa lalu Dengan senjata sakti dari Liu-yang Melanglangbuana ribuan lie Membasmi Sin-ciu-sam-coat Menguasai dunia

Coba tanya siapa yang bisa menandingi."

Mendengar alunan suara, kedua orang itu berubah mukanya. Seutas hawa pembunuhan timbul diwajah orang tua berwajah ungu itu.

Embun pagi masih seperti semula, angin dingin meniup baju, dalam pemandangan Pintu Naga yang megah, bukan saja bersembunyi tidak sedikit pesilat tinggi dunia persilatan, juga mengandung hawa pembunuhan yang amat pekat.

Serentak orang tua yang berwajah ungu tersebut menggoyangkan alis panjangnya, sambil tertawa berkata:

"Aku Pouw-ci-sui-beng (Jari sakti penghancur nyawa) Hong San-ceng dan Lam-san-hong-ie (Bulu hong berbaju biru) Cukat Tong menunggu kedatangan tuan, bila sobat- sobat berjiwa ksatria, tidak perlu menyimpan kepala menyembunyikan ekor"

Baru saja kata-katanya habis diucapkan, tiga bayangan manusia tanpa mengeluarkan suara sedikit-pun menghampiri dua orang itu dengan kecepatan tinggi, gerakannya di ikuti dengan kilauan pedang bagaikan tirai, bayangan pedang saling berhamburan, tiga penyerang itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun langsung menyerang dua orang itu pada bagian tubuh yang mematikan.

Orang tua yang bermuka ungu mendengus marah, kedua tangannya didorongkan kemuka tiga penyerang yang memakai topeng, dan menghalau terbang penyerangnya sehingga satu tombak lebih. Tetapi begitu jatuh tiga orang itu langsung bangun kembali, seperti bola yang telah penuh diisi angin, mereka kembali menerjang kedepan dua orang tersebut.

Orang tua itu jadi agak tertegun, tangan kiri yang lima jarinya putih seperti batu giok dengan segera diayunkan dan seketika terdengar dua jeritan memilukan, tiga dari penyerang tersebut dua orang telah roboh tidak bisa bangun lagi, yang seorang lagi dengan gerakan reflek melayang menghilang ke dalam kabut yang tebal.

Serangan terselumbung ini seperti hujan badai pada bulan Juni, mendadak datang lalu pergi dengan cepat. Orang tua berwajah ungu yang diserang merasa bingung, dia melihat kedua mayat tersebut, lalu berpaling pada temannya yang berbaju biru, katanya:

"Apa yang terj adi.       "

Temannya yang berbaju biru diam sejenak, sambil mengerutkan alis dia berkata:

"Nama Sin-ciu-sam-coat (Tiga Pendekar Sakti) buat pencoleng kecil yang mendengar sudah ketakutan, kakak tadi telah menyebutkan gelaran kita, tapi tiga orang penyerang bertopeng itu masih berani menyerang dengan ganas, aku kuatir masih ada serangan susulan. Sekarang janji bertemu sudah lewat, tapi sampai sekarang kakak kedua belum datang juga, dia. "

Orang tua berwajah ungu sejenak terkejut, tidak menunggu teman yang berbaju biru berbicara lagi, dia cepat berkata:

"Ayo kita pergi......" dia menggandeng tangannya dan melayang pergi. Baru saja tubuh mereka melayang, dari dalam kabut tebal terdengar suara sst... sst...sst, dilanjutkan suara cit...cit... bersahutan, disusul luncuran barisan anak panah yang pesat seperti segerombolan belalang datang menyerang.

Tetapi dua dari tiga pendekar hebat ini telah memiliki ilmu silat yang sempurna, mereka sudah siap menhadapi perobahan mendadak ini, mereka membuka lengan baju lebarnya, membuat panah-panah yang datang dihalau kembali jatuh ke tanah, dan tubuhnya seperti dua ekor burung bangau raksasa menerobos dalam serangan panah tersebut.

Orang tua yang berwajah ungu adalah Toako dari Tiga Pendekar Sakti dengan julukan Pouw-ci-sui-beng, sedang yang berbaju biru adalah Samtenya berjuluk Lam-san-hong- ie, mereka bertiga tahun lalu telah berjanji untuk bertemu di Pintu Naga dengan saudara kedua mereka Thian-yat-it- kiam (Pedang tunggal dari cakrawala.) Pek Ciu-ping, setiap tahun selain saling menceritakan pengalaman masing- masing, juga menikmati pemandangan indah di tempat termasyur tersebut.

Orang kedua mereka tinggal di sebuah kota tua yang berjarak kurang lebih ratusan li dari tempat tersebut, sekarang seharusnya dia sudah datang. Selama puluhan tahun, terhadap orang kecil dan pedagang bermodal kecil pun Pek Ciu-ping belum pernah ingkar janji, karena waktunya sudah lewat, kemungkinan besar dia mengalami rintangan yang sangat berat, maka bagi mereka berdua yang seperti kakak beradik, lebih baik meninggalkan penyerang tadi dan keduanya melesai dengan kecepatan tinggi menuju kota tua tersebut.

Mereka telah melewati beberapa gunung, cahaya merah menerangi langit di sebelah timur, sambil berlari dengan kecepatan tinggi Hong San-ceng tanpa sengaja melihat Cukat Tong, sejenak dia berubah jadi kaget dan berkata:

"Samte,kauterluka?" Cukat Tong tertawa tawar:

"Lengan kiri ku terluka oleh panah, tidak apa-apa, mari kita teruskan. " bicaranya belum selesai,

tubuhnya sudah melesat berada di depan sepuluh tombak lebih, seperti anak panah lepas dari busurnya, kecepatannya tetap mengejutkan orang. Pesilat tinggi yang ilmu silatnya sehebat mereka, jarak ratusan li, hanya dalam waktu sekejap sudah sampai.

Pekarangan rumah Thian-yat-it-kiam sudah terlihat dari kejauhan, namun langkah mereka men-dadak tertahan, tertegun oleh pemandangan yang mereka li hat.

Ternyata di depan lereng gunung di hutan yang lebat, ada sebuah bangunan megah tempat tinggalnya orang kedua dari Sin-ciu-sam-coat, saat ini lapangan di depan pekarangan ada satu sinar pelangi sedang menyambar- nyambar dengan kekuatan yang amat dahsyat, sinar pelangi itu menyapu seluruh lapangan, tempat yang dilalui sinar pelangi itu mengeluarkan gemuruh guntur, kekuatannya sangathebat.

Sebuah pembantaian manusia yang sangat mengerikan telah terjadi di sisi hutan di celah rerumputan, di depan dan belakang pekarangan, sekelilingnya tergeletak mayat-mayat, bau anyir darah menyengat hidung, tapi pertarungan ini, sepertinya sudah mendekati akhir, kecuali Pek Ciu-ping dan sepuluh lebih pesilat tinggi bertopeng yang mengeroyoknya, liilak terlihat lagi seorang manusia yang masih hidup. Mendadak, sinar pedang Pek Ciu-ping terhenti, kakinya melangkah beberapa langkah dengan terhuyung huyung, jago pedang yang tiada tandingannya dan telah menggemparkan dunia persilatan ini, dibawah tekanan jumlah musuh yang tidak sebanding, sudah terluka parah dan tampak kehabisan tenaga.

Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng yang melihat kejadian itu, darahnya jadi bergolak, dia melirik sekali pada para pemanah yang sembunyi disekitar pekarang-an sambil mengeluh:

"Tampaknya Jite walau bisa membunuh habis pesilat tinggi dilapangan, juga sulit menghindarkan bahaya dari para pemanah, kelihatannya hari ini adalah hari terakhir kita bisa berkumpul bersama!"

Cukat Tong menengadah dan tertawa keras:

"Kita bersaudara sudah bersumpah sehidup semati, demi sahabat tidak ingin hidup sendirian, bisa mati bersama di gunung ternama, matinya juga tidak perlu menyesal, Toako! Mari kita labrak "

Hong San-ceng membalikkan kepala melirik wajah Cukat Tong, mendadak dia melihat pergelangan Cukat Tong sedikit gemetar, di dalam hati timbul kepedihan yang amat sangat, sesaat, dengan nada dalam berkata:

"Samte, kau sudah terkena racun, mengapa tidak mau menggunakan tenaga dalammu mengobati dulu!"

Cukat Tong menggelengkan kepala, lalu dengan tertawa sedih berkata:

"Racun yang terdapat di panah Ngo-tok-tui-hun-cian, adalah Toan-hun-cauw (Rumput pemutus arwah.) yang belum ada obatnya di dunia, kecuali.     " perkataannya

rada tertahan , mendadak dia mengangkat kepalanya, berkata, "anak kecil di dalam pelukan Jiko, adalah satu- satunya keturunan Sin ciu-sam-coat, Toako harus bertanggung jawab memelihara dan mendidiknya." Habis bicara, dia lalu mengeluarkan bulu Hong putih yang panjangnya sekitar tiga kaki, mulutnya bersiul panjang, tubuh berkelebat menerjang pada para pemanah itu.

Hong San-ceng tertegun, matanya meneteskan beberapa tetes air mata, lalu alisnya terangkat sambil berteriak keras sekali, satu kakinya menginjak ke batu gunung, tubuhnya telah melesat datar, di saat tenaganya hampir habis, mendadak tubuhnya berguling, dengan kecepatan yang amat tinggi, melayang turun disisi tubuhnya Thian-yat-it- kiam Pek Ciu-ping.

Sepuluh lebih pesilat tinggi bertopeng yang ada di lapangan tertegun melihat demontrasi ilmu meringankan tubuh yang hebat ini, semuanya jadi tergetar, mereka tanpa sadar mundur satu tombak lebih.

Hong San-ceng mengeluarkan suara Hm...! Dia tidak pedulikan para pesilat tinggi bertopeng itu, sorot matanya menatap pada Jitenya yang memegang sebilah Im-cu-kiam. Tapi dewa pedang ini, sekarang bajunya sudah sobek-sobek dagingnya pun terlihat, tubuhnya tidak ada satu pun yang utuh, kecuali anak kecil di dalam pelukannya, dia hampir telah menjadi manusia darah, Hong San-ceng dengan cepat mengambil satu-satunya keturunan Sin-ciu-sam-coat, dengan kencang diikatkan di punggungnya, lalu mengeluarkan sebutir obat, diberikan pada Pek Ciu-ping sambil berkata:

"Jite, istirahatlah dahulu, biar aku yang menghadapi manusia-manusia rendah yang tidak berani menampilkan wajahnya ini." Pek Ciu-ping mendadak memelototkan sepasang matanya, dia tertawa keras yang panjang berkata:

"Toako, Soh-ciu kuserahkan padamu, kita bersaudara...... bertemu lagi di kehidupan yang akan datang......" perkataannya berhenti sejenak, mendadak tubuhnya meloncat, terlihat pelangi panjang muncul, hawa pedang memenuhi langit, dua kepala manusia langsung terlempar sejauh tiga tombah lebih, dibawah tebaran darah segar dia kembali menyambar pada orang-orang bertopeng itu.

Gerakannya yang tidak diduga ini, kecepatannya seperti kilat menyambar, saat Hong San-ceng mendekatinya lagi, Pek Ciu-ping yang sudah terluka sangat parah telah meninggal dunia.

Pukulan batin yang tidak tanggung-tanggung ini, membuat Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng mengangkat alis membelalakan mata, segaris warna merah darah mengucur dari sepasang mata yang membelalak bulat, mulutnya meraung keras, tubuhnya mendadak meloncat, sepasang telapaknya diayunkan, sebuah hembusan angin yang sangat dingin menusuk tulang, menerjang pada orang-orang bertopeng itu.

Tapi orang-orang bertopeng itu tampaknya mempunyai ilmu silat yang tidak rendah, baru saja angin pukulan Hong San-ceng menerjang, tubuh orang-orang bertopeng itu tergetar sadar, lalu sinar golok berkelebatan, empat orang bertopeng maju menghadang nya.

Dikala berlompat, Hong San-ceng masih sempat memungut Im-cu-kiam, di sudut mulutnya terdengar suara tertawa bernada sadis, pedang panjangnya di gelarkan menghasilkan tiga suara getaran yang nyaring, sambil menggerakan dua buah alisnya, dengan suara dingin berkata:

"Sin-ciu-sam-coat, tidak berencana meninggalkan tempat ini dengan hidup, bila kalian tidak memperlihatkan roman muka yang sebenarnya, Hong San-ceng tidak akan mati dengan mata tertutup"

Di antara yang bertopeng tersebut, ada seorang kurus yang lengannya amat panjang, dan dua telapak tangannya yang lebih besar dari orang biasa, kelihatan-nya seperti pemimpin dari kelompok orang-orang itu, dia maju kedepan setengah langkah, sambil tertawa dengan suara munafik berkata:

"Hong Tayhiap tidak perlu bersuara keras, kami semua terpaksa   berbuat   tidak   sopan,    mohon    dimaafkan, soal. wajah kami, Hong Tayhiap tidak perlu tahu."

Hong San-ceng dengan marah membentak: "Melihat kepandaian kalian yang cukup tinggi, pasti kalian adalah pendekar yang punya nama terkenal di dunia persilatan, kalian pasti dari perguruan yang ternama, aku mengharapkan kalian bisa memberi jawaban yang memuaskan."

Orang kurus tersebut dengan tertawa yang dibuat-buat berkata:

"Inilah yang disebut orang tidak berdosa tetapi punya barang berharga yang berdosa, adik saudara dengan diam- diam mempunyai barang yang sangat berharga, dengan sendirinya mendatangkan bahaya pada dirinya!"

Hong San-ceng dengan marah berkata:

"Kalian bangsat yang bisanya berbuat licik, sudah menyerang adikku dengan tindakan yang biadab, ternyata masih berani berkata begitu enak, hmm... perumahan Leng- in ini akan jadi tempat kuburan kalian. "

Orang kurus itu mencibirkan mulutnya:

"Sin-ciu-sam-coat sudah mati dua, Hong Tayhiap lebih baik pikirkan keselamatan keponakan anda. "

Dia berhenti sejenak lalu berkata lagi, "seseorang bila sudah tidak bernyawa, biarpun punya barang berharga sebesar gunung pun percuma ha, ha... ha. "

"Bila kau bisa berkata jujur, Hong San-ceng ingin mendengarkan penjelasanmu."

"Apa Hong Tayhiap betul-betul tidak tahu?" kata orang kurus itu

"Kau pasti tahu aku belum pernah berkata bohong,"

Orang kurus tersebut sambil menggoyangkan kepala berkata:

"Benda pusaka persilatan Pouw-long-tui (Bor penghancur) yang berada dalam dada keponakan anda, lebih baik Hong Tayhiap keluarkan pada kami, biar kami puas."

Jantung Hong San-ceng tergetar, dia sejenak terdiam, lalu katanya:

"Kau bilang apa, Pouw-long-tui?" Orang kurus itu dengan bersuara dingin:

"Betul, Pouw-long-tui, bila Hong Tayhiap ingin punya penerus Sin-ciu-sam-coat, lebih baik Hong. "

Tidak menunggu orang kurus tersebut berkata habis, mulut Hong San-ceng telah membentak, pedang panjangnya bersamaan melingkar sekali dan bergetar, satu garis pelangi perak bagaikan bintang melesat dengan dahsyat, menggulung orang bertopeng itu.

Orang kurus itu kontan berubah roman mukanya, kedua telapak tangannya disilangkan dan berputar, dengan berturut-turut membalas enam pukulan telapak tangan, tenaganya sangat besar, sungguh jarang ada di dunia persilatan. Sisa tiga orang bertopeng lainnya juga bersamaan bergerak, pemandangan yang seperti bertirai cahaya golok, kilatan dingin menusuk tubuh, tiga golok baja itu bersamaan menyerang titik-titik kelemahan Hong San- ceng.

Hong San-ceng memutar tubuhnya sekali, seperti roh halus dia menerobos keluar dari kepungan golok dan pukulan tangan, sambil menggerakkan alis dan bersuara keras:

"Tidak disangka, pendekar tersohor Lak-jiu-jin-wan (Manusia monyet tangan pedas) Giam Pouw dan jago dari selatan, tiga jagoan she Bu, berbuat hal yang memalukan dan berlawanan dengan aturan persilatan, bila aku tidak dapat merobek jantung kalian, bagaimana dunia ini masih ada keadilan."

Begitu kata-katanya habis, pedang panjangnya langsung melancarkan jurus "daun jatuh bagai salju terbang", langit jadi penuh bayangan pedang pelangi yang cemerlang, dorongan hawa pedang yang dahsyat, menyapu dada dan perut orang yang bertopeng.

Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng mempunyai kepandaiannya yang sangat tinggi, untuk membalas dendam atas kematian adik ketiganya, dia telah menggunakan tenaga sebesar sepuluh bagian.

Lok-yap-hui-soat (Daun jatuh salju terbang.) adalah jurus yang paling hebat dari ilmu Im-cu-kiam, terlihat kilatan pedang bagaikan salju terbang di malam musim dingin, tiga saudara she Bu tidak sempat mengeluarkan sebuah juruspun, tahu-tahu telah di babat sebatas pinggang, cipratan darah berterbangan di udara, Lak-jiu-jin-wan biarpun cepat membaca situasi, tapi masih sedikit terlambat, lengan kirinya telah terpotong sebatas bahunya, sepuluh penyerang bertopeng melihat kejadian tersebut masing-masing memusatkan tenaga dalam, bersiaga dengan seluruh kekuatan yang ada, tapi mereka tampak ragu-ragu dan takut untuk menyerang.

Lak-jiu-jin-wan pantas di sebut orang yang kuat, biarpun telah luka parah dia masih bisa tertawa enteng, katanya:

"Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng belajar ilmu Im-cu- kiam dari pendekar nomor satu, tanganku sebelah hilang juga tidak memalukan, tetapi biarpun ilmu pedang itu adalah ilmu yang sudah terkenal kehebatannya, akhirnya Pek Ciu-ping pun kehilangan nyawanya, Hong Tayhiap ..

.ha.. .ha.. .ha, apa kau yakin masih bisa lolos?"

Begitu habis bicaranya, kepada sepuluh orang temannya yang berada di belakang dia berkata:

"Biarpun jurus Im-cu-kiam digabung ilmu Pouw-ci-sui- beng mempunyai tenaga dahsyat, tetapi ilmu tunggal Hong Tayhiap baru dikuasai sampai tingkat enam, jika dipakai menyerang terus, tenaganya akan cepat habis dan mesti menunggu seperempat jam baru bisa memulihkan tenaganya, bila kalian merasa bukan tandingannya, lebih baik kita bersama-sama menyerang."

Hong San-ceng dengan marah berkata: "Bajingan licik, aku akan menghajarmu duluan." pedangnya dipindahkan ke tangan kiri, lengan kanan-nya dijulurkan ke depan, satu tenaga tersembunyi yang dapat memecahkan batu dengan kecepatan kilat meng-hajar dada Giam Pouw. Walaupun tangan kiri Giam Pouw sudah putus, tabiatnya tetap garang, dan membalikkan telapak tangan kanannya, menghadang dengan mengerahkan seluruh tenaganya.

Tenaga dahsyat kedua pihak langsung bentrok dengan mengeluarkan suara sangat keras, Giam Pouw tampak menahan rasa sakit, dia tergetar sehingga terdorong lima langkah ke belakang, satu aliran darah segar mengalir keluar dari bagian lengan yang putus, dia menggigit giginya, kedua matanya dengan buas memandang Hong San-ceng, lalu berpaling ke belakang, berteriak:

"Mengapa kalian masih berpangku tangan, apa kalian ingin melepas harimau pulang ke gunung?"

Kesepuluh orang bertopeng itu tertegun sejenak, lalu bersamaan membentak, tiga pedang panjang bersamaan menerjang menuju Hong San-ceng, menggunakan kesempatan ini Giam Pouw menggeser kakinya, menempati posisi yang tepat, telapak tangan kirinya menjulur keluar dengan kecepatan tinggi, menyerang anak kecil yang digendong di belakang tubuh Hong San-ceng.

Dada Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng penuh kemarahan, dua matanya berwarna merah, dia berteriak panjang, telapak tangan kanan dibalikkan, Im-cu-kiam dengan kecepatan kilat membabat ke arah samping, jurus pedang ini sulit diduga arahnya. Orang yang bertopeng biarpun jago persilatan, tetap tidak dapat menghindar dari jurus pedang aneh yang digunakan dengan memakai tangan kiri, terlihat kilatan kearah dua pundak orang bertopeng, belum lagi merasakan sakit, kepalanya telah terbang keluar arena pertarungan, sisa dua tubuh yang tidak berkepala, dengan mandi darah jatuh ke tanah. Salah seorang bertopeng terperanjat sejenak, dengan cepat menggerakkan lengan kanannya, pedang panjang yang dalam telapak tangannya terbang, membawa suara berdesing, menuju dada Hong San-ceng.

Hong San-ceng bersuara dingin, tumit kakinya mengayun keatas, telapak tangan kanannya bergetar pada pedang yang menyerang datang, terdengar satu suara jeritan kesakitan, pedang panjang yang menuju ke arah dada Hong San-ceng, telah berbalik arah menembus dada penyerang tersebut.

Hanya dalam hitungan detik, Hong San-ceng telah menghabisi tiga orang yang berilmu tinggi, dan telah menghindar dari pukulan Lak-jiu-jin-wan dengan cerdik, sehingga penyerang-penyerang yang lain dengan terkesima berdiri terpaku! Hong San-ceng dengan rambut berdiri, mata seperti macan membelalak mendekati mereka setapak demi setapak, suara langkah tunggal terdengar jelas dalam hembusan angin dingin yang memilukan, mengalunkan irama maut.

Tetapi biarpun dalam keadaan marah sekali, dia masih bisa berpikir jernih, dia tahu tujuh orang yang di depannya, kemungkinan adalah pendekar-pendekar tangguh di daerahnya, Lak-jiu-jin-wan Giam Pouw telah kehilangan sebelah tangannya. Dia masih mempunyai tenaga bertarung, tapi laju langkahnya telah melambat, dia harus menggunakan waktu sejenak untuk mengembalikan tenaganya, sesudah tenaganya cukup dia bisa melancarkan Pouw-ci-sin-kangnya untuk menghabisi musuhnya.

Tetapi gerak-geriknya, tidak dapat mengelabui mata Giam Pouw yang licik seperti srigala, dengan tertawa yang sinis, dan telapak tangannya membawa angin dingin, dia bersiap menyambutnya, katanya: "Hong San-ceng jangan harap kau menggunakan Pouw- ci-sin-kang yang memalukan! Ha, ha, ha, jangan mimpi, terimalah jurusku."

Begitu Lak-jiu-jin-wan memusatkan telapak nya, tujuh orang bertopeng juga bergerak, dua pedang, satu cakar dan dua pena besi, dan satu pecut yang seperti ular lincah, dari tiga arah menyerang bagian-bagian tubuh Hong San-ceng, yang lemah, selain itu tubuhnya juga mendapat serangan pukulan telapak tangan yang tersembunyi.

Rambut putih Hong San-ceng jadi berdiri, demikian pula bulu jambangnya, tubuhnya bergerak enteng, langsung sudah keluar dari kepungan delapan orang tersebut, tidak menunggu serangan kedua dari mereka datang, dia mengangkat tangan kanannya, tampak lima jarinya membesar seperti batu giok putih.

"Jurus Pouw-ci-sui-beng." Lak-jiu-jin-wan bersuara terkejut, kakinya bergerak mundur ke belakang, secepat kilat menghindar, orang-orang yang mengepung Hong San- ceng pun berlompatan mundur ke empat penjuru.

Terdengar tiga kali suara mengerang, tiga bayangan orang yang meloncat, telah jatuh dari udara, bersamaan itu satu lingkaran pelangi perak, telah menyapu pinggang dua orang penyerang.

Hujan darah berjatuhan di empat penjuru, potongan tubuh berterbangan, di lapangan sudah bertambah lagi lima mayat yang mati panasaran, tetapi hal ini pun tidak membuat Hong San-ceng puas, selain ingin membunuh habis kelompok penjahat tersebut, dia akan mencari otak perencananya. Dia menyilangkan pedangnya, dengan mata yang berwibawa, dan nada dingin berkata:

"Hukum ada aturannya, yang membunuh harus mati, kalian bertiga apa mesti aku yang mengerjakannya?" Tubuh Lak-jiu-jin-wan tergetar, dia tahu betul ilmu yang dikuasai Hong San-ceng, ilmu Im-cu-kiam, atau ilmu jari penghancur nyawa, yang mana pun, sudah cukup membuat mereka bertiga kehilangan nyawa, tetapi, roman mukanya yang munafik tetap tampak tenang, penampilannya sangat santai. Dia tidak menjawab pertanyaan Hong San-ceng, tetapi bersiul dengan suara nyaring, dari sepasang matanya yang arahnya tidak menentu masih terlihat muka yang cerah.

Langkah kaki Hong San-ceng berhenti, dengan sinis berkata:

"Apa kau memberitahu kawan-kawanmu? Baiklah, bila aku saat ini membunuhmu, kau akan mati panasaran! Tetapi kalian seperti setan bermuka kerbau atau ular berupa dewa, ditambah berapa banyak pun, aku akan menbereskan kalian semua."

Giam Pou w dengan tertawa berkata:

"Betul, Sin-ciu-sam-coat adalah pendekar paling linggi ilmunya di dunia persilatan, aku yang kepandaian nya masih rendah, sudah pantas dan tidak bisa bertanding dengan kalian bersaudara, tetapi, ha, ha, ha, nanti akan muncul orang-orang baru, bila Hong Tayhiap terlalu percaya diri sendiri, sangat tidak bijaksana memandang rendah orang-orang di dunia ini."

Jantung Hong San-ceng bergetar, katanya:

"Jadi, di dunia persilatan sudah muncul seorang jago?" Dengan tertawa Lak-jiu-jin-wan berkata:

"Dugaan Hong Tayhiap sangat tepat." Dengan dingin Hong San-ceng berkata: "Yang aku tahu, jago itu pernah kalah, dengan penasaran dia merantau ke perbatasan yang jauh, sekarang mungkiri sudah tua, tubuhnya mungkin sudah penyakitan."

Lak-jiu-jin-wan terkejut, tidak berasa langkahnya berbalik mundur, katanya:

"Kau.    bagaimana bisa tahu."

"Tentu saja aku tahu jelas, sekalian katakan pada majikanmu, dan pemanah-pemanah yang bersebar di sekeliling kampung ini, sudah tidak bisa melindungi keselamatanmu. "

Lak-jiu-jin-wan bersuara jalang menutupi rasa takutnya: "Aku tidak percaya. "

Hong San-ceng dengan sinis berkata:

"Aku hanya menggunakan sedikit tenaga sudah bisa membuatmu berdarah hingga lima langkah, bila tidak percaya, coba saja tajamnya Im-cu-kiam. "

Dengan gemetar Lak-jiu-jin-wan berkata: "Kau ingin berbuat apa ?'

"Biarpun bisa mencincang tubuhmu jadi ribuan potong, aku masih belum bisa menghilangkan kesedihan dan kebencian dalam hati, tetapi, bila kau katakan nama otak penyerangan ini, aku akan membiarkan kau mati dengan mayat yang utuh!"

Lak-jiu-jin-wan tertawa jalang katanya:

"Bagus, bagus, selama hidup aku telah menipu banyak orang, hari ini hampir saja ditipu, Hong Tayhiap, jika dikemudian hari kau mau menipu orang, lebih baik belajar dulu padaku." Dia berhenti sejenak lalu berpaling pada temannya, "saat orang terjepit dia tentu akan berontak, bila anjing terjepit dia akan sanggup meloncat tembok, saudara, saudara, kita lawan. "

Baru saja mereka mulai melangkah, terlihat kilatan baju warna biru, dengan kecepatan tinggi turun dari tengah gunung, seperti naik ke awan mengendalikan embun, begitu sampai di lapangan, pelangi putih berkibar, sebuah bulu hong yang panjangnya hampir dua meter, sudah menyerang dada dari seseorang yang bertopeng. Orang bertopeng tersebut tidak menyangka bahwa orang yang datang itu bisa menyerang dari udara, dia tidak ada waktu menghindar, tetapi orang ini juga bukan orang biasa, bersamaan bulu hong menusuk dadanya, telapak tangannya bergerak memukul, sungguhpun dia mendapat pukulan mematikan, orang yang datang itu juga terkena pukulan telapak tangannya, orang itu muntah darah segar, jatuh di sekitar satu tombak lebih.

Perobahan mendadak seperti kilatan api dan halilintar, di saat Hong San-ceng melihat jelas orang itu adalah si jubah biru bersayap bulu burung Hong, Cukat Tong. Hatinya terasa perih, hampir membuat dia pingsan, dia tidak jadi menanyakan otak penyerangan ini, dengan secepat kilat, telah meloncat di samping tempat tubuh Cukat Tong yang roboh.

Lak-jiu-jin-wan menarik napas panjang, tersimpul tertawa licik disudut mulutnya, dengan cepat dia mengeluarkan sebuah kotak besi hitam dari dadanya, jari tangannya menekan tombot dengan mengeluarkan suara aneh sebuah panah beracun yang beruntai mutiara telah melesat dengan kecepatan tinggi menuju punggung Hong San-ceng.

Biarpun Hong San-ceng dalam keadaan sedih, indra mata dan telinganya terganggu, tetapi reaksi terhadap situasi masih melebihi orang biasa, pada saat panah beracun mendekat ke tubuhnya, dengan cepat dia berputar, menyelamatkan anak Pek Ciu-ping, tetapi punggung atas kanannya terasa sakit hingga ke menusuk tulang.

Melihat sasarannya terkena panah racun, Lak-jiu-jin-wan gembira sekali, dia melangkah ke depan, dengan tertawa menghina dia berkata:

"Sin-ciu-sam-coat betul-betul menguasai ilmu hebat, tetapi sayang,......ha......ha......ha......Giam Pouw tidak punya kemampuan menawarkan racun pencabut nyawa dari panah tersebut, terpaksa memohon maaf pada Hong Tayhiap!"

Mati atau hidup, bahaya atau selamat, adalah merupakan masalah yang berlawanan. Seseorang dalam keadaan bahaya, mendadak bisa berubah jadi selamat, perasaan hatinya tidak dapat dibayangkan, lebih-lebih orang licik seperti Giam Pouw, kegembiraanya melebihi orang lain.

Tetapi, kegembiraannya terlalu pagi diutarakan, begitu tawanya baru berhenti, terlihat sesosok bayangan hitam sudah berada didepan mata, seseorang dengan mata merah, orang tua yang bulu jambangnya berdiri, seperti dewa langit turun ke bumi, telah menghadang jalan Lak-jiu-jin-wan Giam Pouw, raja bandit yang termasyur puluhan tahun ini, tidak menyangka orang yang terkena racun pencabut nyawa dari panahnya, masih bisa mempunyai tenaga sedemikian rupa, dia pun tidak melihat jelas bagaimana Hong San-ceng meloncat, saat ini bila dia diberi tiga bagian keberanian, juga tidak akan berani berbicara.

Salah seorang yang bertopeng merasa kagum juga terhadap kepandaian dan keperkasaan Hong San-ceng, dia membungkukkan kepala dengan suara lembut mengucapkan kata-kata Budha. Hong San-ceng menggoyangkan dua alisnya, dengan riang tertawa:

"Sin-ciu-sam-coat sudah puluhan tahun tidak terlibat dalam perselisihan dunia persilatan, tidak disangka teman- teman persilatan malah masih ingin berurusan dengan kami, sampai murid dari biara Budha yang seharusnya punya enam akar pikiran yang suci, dan empat tindakan yang tidak boleh diperbuat, masih bisa mencari urusan dengan kami, inilah kehormatan buat kami," katanya lagi, "guru, kau dari biara mana? Apa pantas juga menyimpan kepala dan hanya memperlihatkan ekornya saja?"

Setelah orang yang bertopeng tersebut terbongkar identitasnya, dia menjadi ragu-ragu sejenak, akhirnya dia membuka topeng hitamnya, terlihat seorang yang roman mukanya jujur, matanya bersinar bulu alisnya tipis, dia seorang rahib tua, dalam roman mukanya terlihat rasa penyesalan yang hebat.

Hong San-ceng tertegun sejenak, dengan suara dingin berkata:

"Tidak disangka ketua Siau-lim yang menjadi pemimpin dunia persilatan juga bisa berbuat hal ini, sia-sia aku hidup puluhan tahun, hari ini mataku baru bisa melihat dengan jernih, tetapi guru besar telah menguasai ilmu agama yang tinggi, seharusnya tahu dalam ajaran Budha ada perkataan soal sebab dan akibat, guru telah menanam benih sebab duluan, di kemudian hari tidak boleh menyesal atas dilanggarnya olehku, jika membunuh murid-murid yang ikut serta dalam penyerangan kali ini."

Ketua biara Siau-lim Pek Leng taysu dengan nada menyesal berkata:

"Teman-teman dari dunia persilatan hampir semuanya telah mati, dendam dan budi mereka, juga sebaiknya sampai detik ini saja, anda tidak perlu memperbesar jaring pembunuhan!"

Hong San-ceng dengan sinis berkata:

"Rahib terhormat dari Siau-lim, ternyata masih punya rasa kasihan juga, tetapi perbuatanmu, jika dikatakan sebagai kelompok busuk dari Budha, Tay-suhu Tat-mo juga tidak akan mengelak dan membantah, apa taysu juga punya pandangart demikian?" suaranya berhenti sejenak, dan dengan mata membelalak, terdengar lagi suara nyaringnya, "Kami bersaudara hidup di pengasingan, tidak ada ambisi bermusuhan dengan siapa pun, kalian bangsat teri menggunakan kesempatan kami sedang berkumpul setahun sekali, menghimpun jago-jago dari kalangan hitam dan putih, dengan cara yang licik, menyerang, sekarang Sin-ciu- sam-coat telah mati dua orang, kau minta aku melepas tangan, apa kau anggap aku ini orang yang takut mati!"

Pek Leng taysu batuk-batuk, lalu berkata:

"Aku bersedia bunuh diri di hadapan Tuan, untuk mengakhiri masalah besar Siau-lim, aku harap tuan menyayangi yang ingin hidup, budi tuan akan aku kenang. "

Hong San-ceng berkata dingin:

"Filsafat yang agung... apa Tay-suhu terlibat dengan penghadangan orang bertopeng tadi, sehingga perjalanan Sin-ciu-sam-coat terhalang, dan perumahan Leng-in terbasmi sampai tidak tersisa satu ayam dan anjing pun, bagaimana penjelaskannya?"

Pek Leng taysu menutup sepasang matanya berkata: "Aku terpaksa melakukannya...dan juga... aku tidak

pernah melukai orang.    " "Hm...!" Hong San-ceng dengan dingin dan hina berkata, "Ketua Siau-lim yang menjadi pimpinan dunia persilatan, malah bisa diancam orang, sungguh hal yang sangat menakutkan orang, Taysu apakah kau bisa katakan orang yang mengancam itu, agar pengetahuan-ku bertambah luas?"

Guru besar Pek Leng diam sejenak:

"Ini. "

Mendadak tiga bayangan titik hitam, dengan kecepatan tinggi menerjang dada Pek Leng taysu, meski hvveesio ini sudah menguasai ilmu tinggi tetapi tidak dapat menghindar dari serangan yang sangat dekat dari Ngo-tok-tui-hun-cian (panah lima racun pencabut nyawa), tetapi pengurus biara Siau-lim, sungguh punya ke-mampuan lebih dari orang lain, dalam keadaan tubuhnya terkena panah beracun, dia masih bisa melayangkan satu pukulan telapak tangan, ini adalah jurus pukulan telapak tangan baja yang telah dikerahkan dengan tenaga penuh, tiga panah beracun yang sangat mematikan itu, membuat hweesio ternama mati ditempat, tetapi orang yang melepaskan panah beracun, Lak-jiu-jin- wan Giam Pouw, juga kena pukulan dahsyat tersebut, sehingga urat nadi jantungnya putus seketika, darah pun muncrat kemana-mana.

Angin gunung bersiul kencang, hujan lebat jatuh dari langit, bau amis darah dari Perumahan Leng-in sedang disapu bersih, tetapi Hong San-ceng yang berdiri dalam terpaan hujan dan angin, tetap belum bisa mencuci dendam dalam hatinya, dia meraba sebentar keponakan yang telah ditotok jalan darah tidurnya, dia melangkahkan kakinya yang berat, menuju tempat Cukat Tong yang tertelungkup.

Cukat Tong yang telah lama pingsan, lukanya di tempat yang vital dan racunnya telah menyerang paru-paru. Air hujan yang dingin seperti es, membuat dia sadar sejenak, dia berkata dengan suara kecil dan terputus-putus:

"Toako........pergi......ke.....arah utara..."

Seorang Tayhiap meninggal di tempat setelah mengucapkan kata terakhir. Bagi Hong San-ceng, ini pukulan yang sangat berat, tetapi kata terakhir dari Cukat Tong, dan lagu yang telah terdengar di daerah peninggalan sejarah Pintu Naga dia paham, otak penbunuhan yang sebenarnya belum muncuL saat ini, dia hanya sendirian, dan luka racun di lengan kanannya semakin parah, pepatah mengatakan selama gunung masih hijau, tidak usah takut tidak ada kayu bakar, menimbang situasi dengan kepala dingin, dia mengambil keputusan untuk bersabar, dan setelah mengubur jenasah kedua adik seperjuangannya, dengan hati penuh beban pembalasan, dia segera berlari sangat kencang ke pegunungan arah utara.

Angin dingin bagaikan pisau, daun berguguran terbang kemana-mana, pegunungan Lu-liang telah diselimuti oleh warna malam yang tipis, Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng telah menemukan sebuah goa terpencil, dia menurunkan keponakannya dan membuka totokan nadi tidurnya, agar darahnya berjalan normal kembali.

Satu-satunya keturunan dari Sin-ciu-sam-coat, adalah seorang anak remaja yang berumur 14-15 tahun, tetapi dari alis matanya yang indah dan matanya yang jernih, terpendam jiwa yang berbeda dari orang banyak. Begitu nadi tidurnya terbuka, kedua matanya yang bagaikan bintang di langit dengan lincah mengawasi situasi sekelilingnya.

Angin dingin menusuk tulang, gua tua mengerikan, malam dingin ini tidak saja sangat angker, dan diantara bunyi binatang kecil, seperti tercampur sedikit suasana setan.

Suasana sungguh mengerikan, tetapi di roman muka yang masih terlihat kanak-kanak tersebut tidak terlihat rasa takut, dan akhirnya, matanya yang jernih dengan seksama melihat Hong San-ceng, dengan nada bicara yang sangat datar, bertanya kepada paman tuanya.

"Supek. "

"Ya. "

"Ayahku. "

“Dia. ”

"Bagaimana dia? Supek?"

"Soh-ciu, kau bilang dulu, Supek sayang padamu tidak?" "Aku tahu, Supek sayang padaku, tetapi ayahku. "

"Ayahmu. "

"Telah terbunuh oleh orang-orang bertopeng itu, betulkan?"

"Ya, Supek tidak becus. "

"Waa......" dia menangis, biarpun dia sangat tahan uji, tapi tetap masih seorang anak kecil, dan masih ada pertalian jantung ayah dan anak, bila ayah kandungnya terbunuh dan diam saja, bukankah dia seekor binatang berdarah dingin!

Dengan penuh kasih sayang, Hong San-ceng mengusap- usap atas kepalanya dan berkata:

"Soh-ciu, anak laki-laki tidak pantas mengucurkan air mata, keadaan kita masih belum keluar dari situasi bahaya. " Pek Soh-ciu menghapus air mata dengan lengan bajunya, menggoyangkan alisnya berkata:

"Supek! Apa kita tidak membalas dendam untuk ayah?"

Hong San-ceng dengan kedua baris giginya beradu berkata:

"Siapa bilang? Hai....." dengan suara lemas melanjutkan katanya, "Supek tidak akan tinggal diam, Supek akan membersihkan dunia persilatan dengan darah, tetapi aku tidak berdaya. "

Dengan jawaban pamannya tersebut, Pek Soh-ciu sangat tidak puas, dari hidungnya keluar suara hm... pelan, dan menggetarkan kedua bahunya, berlari dengan kencang ke mulut gua.

Hong San-ceng terkejut seketika, lalu segera menekan ujung jari kakinya dengan kecepatan yang tidak terbayangkan, dia memegang bahu Pek Soh-ciu berkata:

"A Ciu, dengar kata-kata Supek.    "

Pek Soh-du berusaha melepaskan pegangannya, dan berteriak:

"Lepaskan tangan.    "

Dengan sedikit nada marah, Hong San-ceng berkata:

"A Ciu, kalau kau tidak mau dengar, Supek tidak akan mengurusmu lagi!"

Dari mulut kecilnya Pek Soh-du berkata:

"Ayahku terbunuh, sudah sepantasnya aku membalas dendam, apa tidak boleh ?"

Hong San-ceng dengan memandang atap gua, dengan nada tidak berdaya berkata: "Persahabatan aku dengan ayahmu seperti darah dan daging, aku bukan tidak mau membalaskan dendamnya, tetapi mereka yang bertopeng, semuanya adalah jagoan dari dunia persilatan jaman sekarang, di belakang mereka ada otaknya yang lebih lihai. "

Dengan sinis Pek Soh-ciu berkata:

"Kalau begitu, Supek takut pada mereka?" Mata Hong San-ceng dibuka lebar, katanya:

"Saat ini, tidak ada orang yang bisa membuat Sin-ciu- sam-coat takut."

"Bila Supek tidak takut, mengapa kita harus bersembunyi?"

Hong San-ceng marah:

“Ratusan jagoan yang bertopeng, tidak satupun yang boleh lolos dari tanganku, tetapi aku sekarang sudah terkena panah beracun, belum kuat bertarung, bila bukan Sam-susiokmu yang menggiring orang-orang itu kelain tempat, hai. "

Pek Soh-ciu mengalihkan matanya, tampak bahu kanan Supeknya bernoda darah, dengan muka sedih, dia membalikkan tubuh dan memegang kedua kaki Hong San- ceng berkata:

"Aku salah menilai Supek, bagaimana lukanya?" Hong San-ceng dengan getir tertawa sejenak katanya:

"Racun Toan-hun-cauww tidak akan mengambil nyawa tua Supek, tetapi tenaga dalam dan ilmu silat Supek akan. "

Tubuh Pek Soh-ciu bergetar sejenak dan berkata: "Apa yang harus kita perbuat?" Hong San-ceng memejamkan sepasang matanya berkata:

"Jangan terburu-buru, Ciu-ji, walau Supek kehilangan tenaga dalam, dalam sepuluh hari, kau tetap bisa mendapat warisan kepandaian kami bertiga, tetapi kita harus hati-hati, otak penyerangan ini, tidak akan melepaskan kita, kelihatannya dunia ini walau begitu besar, tidak akan ada tempat untuk kita bernaung!"

Pek Soh-ciu mengangkat alisnya:

"Bila mereka masih berani mengganggu kita, aku akan bertarung sampai titik darah terakhir..."

Hong San-ceng menggelengkan kepala:

"Kita harus membuat rencana terlebih dulu baru bergerak, sebelum ilmu silatmu berhasil dilatih, kita sama sekali tidak boleh gegabah, Ciu-ji, apa ayahmu benar telah berhasil mendapatkan pusaka Pouw-long-tui yang tiada duanya itu?"

Pek Soh-ciu mengeluarkan sebuah kotak kayu berwarna hitam dari dalam dadanya:

"Barang ini yang disimpan oleh ayah didalam dadaku, paman lihatlah."

Hong San-ceng melihat kotak kayu itu, panjangnya kira- kira delapan inci, tingginya empat inci, diatasnya diukir seekor naga kecil yang sedang terbang, ukirannya bagus sekali, seperti benar-benar hidup, dia membuka kotak kayu itu, mengeluarkan sebuah bor besi yang panjangnya kira- kira tujuh inci, kepalanya tajam ekornya bulat, dikatakan dia itu adalah besi, sungguh kurang pas, karena dia lebih berat dari pada besi biasa, seluruh tubuhnya hitam kelam, tidak tahu terbuat dari logam apa, dibagian ekornya, disambung dengan sebuah tali yang seperti sutra tapi bukan, dia memegangnya lalu mencoba diayunkan, terlihat sinar hitam berkilat-kilat, samar-samar ada suara gemuruh, dia tahu Pouw-long-tui ini, sungguh merupakan pusaka dunia persilatan, sehingga dengan hati-hati dia mengembalikannya lagi kedalam kotak, dan memberikan pada Pek Soh-ciu sambil berkata:

"Karena pusaka yang tiada duanya ini, Sin-ciu-sam-coat mengalami nasib tragis, dan membuat jalan di depan tidak menentu, baik buruknya nasib sungguh tidak dapat diduga, haiii... dosanya memiliki pusaka, bisa sedemikian kejamnya!"

Baru saja habis berkata, mendadak dia mendengar suara kelebatan baju memecah angin, dengan cepat lewat dari mulut goa, dia tahu mulut goa ini sangat tersembunyi, jika tidak dicari secara inci demi inci sangat sulit bisa ditemukan, tapi demi keamanan, dia tetap memaksakan memusatkan tenaga dalamnya, sepasang mata melotot mengawasi, bersiaga penuh menghadap ke mulut goa, lama sekali, dia baru mengeluh dan duduk di mulut goa bersemedi istirahat.

Keesokan paginya udara sangat kelabu, angin dingin bertiup dengan liarnya, embun pagi yang menyedihkan, sedang menutupi pegunungan Lu-liang.

Hong San-ceng pelan pelan membuka matanya, dia melirik sekali pada Pek Soh-ciu yang sedang menggulungkan tubuhnya, tertidur lelap disisinya, lalu kembali menutup sepasang mata, membereskan pikiran yang kacau sekali.

Waktu terus berlalu, Pek Soh-ciu akhirnya bangun dari tidurnya, dia menggosok kulit mata yang masih mengantuk, memperhatikan keadaan di sekeliling......

Goa yang sepi, rumput yang kering, liar dan tandus, sejauh mata memandang, semua ini...... mengingatkan dia, dirinya adalah anak yatim piatu yang keluarganya telah hancur dan sedang menyelamatkan diri kepelosok dunia. Sehingga dua jalur air mata panas mengucur deras seperti parit dari sudut matanya, tapi dia menutup kuat kuat bibirnya yang merah, sambil tersedu-sedu, tapi sedikitpun tidak mengeluarkan suara tangisan.

Hong San-ceng sambil mengeluh berkata:

"Ciu-ji, Supek ada satu perkataan yang ingin memberi tahu mu. "

"Silahkan katakan, Ciu-ji mendengarkan."

"Sin-ciu-sam-coat, adalah pesilat paling hebat jaman sekarang, kau tahu tidak?"

"Aku tahu."

"Haiii... diatas orang ada orang, diluar langit masih ada langit, Sin-ciu-sam-coat memang punya keberhasilan, tapi juga tidak bisa dikatakan di dalam dunia persilatan tidak ada lagi orang yang melebihi kami."

"Supek! Aku......tidak mengerti.    "

"Di kemudian hari kau akan mengerti, Supek hanya ingin kau tahu, ilmu silat dalamnya sedalam lautan, musuh kita adalah penjahat ulung yang sangat licik, jika kau tidak bisa mengesampingkan hawa amarahmu, dan giat berlatih, kalau tidak dendam ayah dan Sam-susiokmu tidak akan ada harapan bisa membalasnya."

Pek Soh-ciu mengangkat alis berkata:

"Aku akan dengarkan kata Supek, pasti giat belajar, tapi siapa sebenarnya musuh kita itu?"

"Supek juga tidak tahu." "Lalu mengapa Supek bisa tahu dia adalah penjahat ulung yang sangat licik?"

"Itu adalah dugaan Supek atas dasar orang orang bertopeng yang diutus oleh dia."

"Mereka itu siapa saja?"

"Kebanyakan adalah orang-orang hebat di dunia persilatan, sampai ketua Siau-lim, Pek Leng taysu juga termasuk salah satu diantaranya."

"Kita cari murid-murid mereka, pasti akan mendapatkan sedikit keterangan."

"Tidak salah, tapi itu artinya kita harus berani melawan zaman, bermusuhan dengan seluruh orang persilatan!"

"Aku tidak takut."

"Bagus, Supek akan menggunakan waktu sepuluh hari, supaya kau bisa mendapatkan inti ilmu silat dari kami bertiga, selanjutnya hidup mati, jaya atau hancur, semuanya tergantung dirimu sendiri."

Pek Soh-ciu adalah satu-satunya keturunan Sin-ciu-sam- coat, kecuali ilmu silat ayahnya Thian-yat-it-kiam Pek Ciu- ping yang telah berhasil dikuasainya, Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng, dan Lam-san-hong-ie Cukat Tong, juga telah mengajarkan seluruh ilmu silatnya pada dia, hanya karena dia usianya masih kecil, terhadap ilmu Pouw-ci-sin- kang, dan Co-yang-kiu-tiong-hui (Menantang matahari sembilan lapis.) dua jenis ilmu silat itu masih belum matang dipelajarinya. Dengan kepintarannya yang hebat, dalam sepuluh hari ini dia pasti akan dapat berhasil mematangkan kepandaian itu semuanya.

Maka di bawah pengawasan Hong San-ceng, dia berlatih dengan giat tanpa mempedulikan keadaan sekelilingnya, jika dia haus, dia minum air gunung, jika lapar, dia makan buah buahan, tidak tidur, tidak istirahat terus giat belajar, di hari kesembilan, tengah harinya dia telah berhasil menguasai dua jenis ilmu silat hebat ini. Mungkin sudah takdirnya! Di saat malam tiba, di depan gua yang sepi ini, kembali terjadi perubahan.

Saat ini angin sedikit pun tidak berhembus, sinar bulan menyinari seluruh gunung, di hutan yang liar ini, nampak sangat sepi, tapi suara sst.. sst.. yang pelan, tidak henti-henti terdengar di dalam goa, jelas, di dekat persembunyian mereka, telah kedatangan tidak sedikit pesilat tinggi dunia persilatan.

Hong San-ceng menatap ke mulut goa sambil mengeluh berkata:

"Ciu-ji tadinya Supek ingin kau mempelajari empat jurus hebat yang terukir diatas Pouw-long-tui, tapi waktunya tidak mengizinkan lagi, terpaksa harus kau sendiri yang mempelajarinya."

Pek Soh-ciu berkata:

"Kita bereskan dulu orang-orang yang datang ini, empat jurus itu, nanti di kemudian hari jika ada waktu senggang, Supek ajarkan lagi pada ku."

Hong San-ceng tertawa pahit berkata:

"Selanjutnya kau harus seorang diri berkelana di dunia persilatan, Supek, haiii. "

"Mengapa? Supek ingin meninggalkan aku?" kata Pek Soh-ciu tertegun.

"Sebenarnya Supek tidak mau meninggalkanmu, tapi racun didalam diriku belum ada obatnya, tinggal bersama denganmu hanya menjadi beban buatmu, Supek akan pergi ke dalam gunung dan dalam rawa besar, mencari obat penawar racun, jika kau ikut dengan Supek, bukankah akan menangguhkan banyak hal penting, yang lebih penting lagi Supek harus memancing keluar orang-orang ini, supaya kau bisa dengan selamat meninggalkan lempat yang berbahaya ini, maka-nya. "

"Tidak, Supek! Kita harus bersama-sama menghadapi bahaya, aku tidak bisa biarkan Supek sendirian menghadapi bahaya."

Hong San-ceng dengan nada dalam berkata:

"Membalas dendam keluarga, mengembalikan nama besar Sin-ciu-sam-coat, ini adalah hal yang sangat penting sekali? satu hal pun kau belum ada yang kau kerjakan, malah dengan enteng berani membicarakan soal hidup mati itu bukankah nanti akan menghapus harapan paman dan ayahmu dialam sana?"

Pek Soh-ciu dengan sedih mengucurkan air mata berkala: "Aku salah, tapi. "

Hong San-ceng menggoyangkan tangan: "Anak, kau dengar kata-kata Supek, jika Supek berhasil menyembuhkan luka beracun dan bisa mempertahankan hidup, Supek akan kembali ke dunia persilatan mencarimu, ini ada sedikit uang untuk kau pakai, nanti saat aku memancing musuh, kau segera lari ke timur sampai ke Hun-sie, lalu belok ke selatan sampai ke Ho-lok. "

Pek Soh-ciu dengan perasaan aneh berkata: "Bukankah itu akan kembali lagi kedekat Ku-seng?"

Hong San-ceng menganggukan kepala berkata:

"Musuh hanya mengira kita akan melarikan diri ke dalam pegunungan atau perbatasan, pasti tidak akan mengira kau langsung pergi ke Tionggoan, ini yang disebut di luar dugaan musuh......" dia sejenak menghentikan bicara, lalu dengan wajah serius berkata:

"Kita tidak boleh membiarkan musuh menutup mulut goa, nak, harap kau jaga diri baik baik."

Baru saja Pek Soh-ciu tertegun, satu bayangan orang telah menembus keluar goa, lalu terdengar teriakan dimana- mana, dan diiringi dengan jeritan meregang nyawa, pegunungan Lu-Iiang yang hampir gelap ini, sudah dibuat kacau oleh Hong San-ceng, Pek Soh-ciu tahu ini adalah kesempatan baik, lalu dia membuka rerumputan, dengan perlahan keluar dari goa, dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, dia lari kearah timur.

Kiu-tiong-hui (terbang sembilan lapis) adalah ilmu meringankan tubuh yang dia gunakan, adalah ilmu meringankan tubuh kelas satu di dunia persilatan, walau latihan dia belum cukup matang, tapi kecepatannya, seperti angin lewat, kilat berlalu, sekali meluncur ratusan li akan terjangkau, ketika malam lewat dan pagi tiba, sebelum hari terang, dia telah berlari keluar dari pegunungan, jaraknya tidak sampai sepuluh li dari Hun-sie.

Bagaimana pun, manusia terbentuk dari darah dan daging, setelah semalaman berlari, tidak minum tidak makan, setinggi apa pun ilmu silatnya, akhirnya akan merasakan sedikit kelelahan, apa lagi dia hanyalah seorang remaja kecil, maka ketika dia sudah dapat melihat Hun-sie dan di sisi jalan tidak ada tempat untuk beristirahat, kelelahan yang dia rasakan, mulai dari kaki den tangan menyebar ke seluruh syaraf, membuat dia merasakan beratnya mengangkat langkah. Tanpa sadar dia berjalan menuju ke sebuah rumah, tapi menghadapi sepasang pintu yang tertutup rapat, dia jadi sedikit ragu.

Ingin minta tolong menginap bukan hal yang memalukan, tapi walau pun hari masih belum terang, tapi malahari sebentar lagi terbit, waktunya untuk bekerja, selain itu dia tidak biasa datang minta tolong menginap, jika tuan rumah menanyakannya, akan menjadi sebuah masalah yang memalukan, apa lagi di musim dingin ini, selimut hangat di pagi hari, adalah hal yang paling dirindukan, buat apa dia merusak suasana ini? Sungguh satu masalah yang sulit dipecahkan, maka, dia hanya bisa berjalan bolakbalik di depan rumah itu.

Mendadak, di dalam sorot matanya, dia seperti menemukan sesuatu......

Sebuah jendela yang tidak dikunci, sedang bergoyang- goyang ditiup angin.

"Masuk, sembarangan cari tempat untuk istirahat, lalu berterima kasih pada tuan rumah bukan-kah selesai?" di dalam hati dia telah memutuskan ini, sekali meloncat dia masuk ke dalam rumah itu lewat jendela.

Perabotan di dalam rumah ini, bisa digambar-kan dengan empat dinding ruang kosong, kecuali satu meja satu ranjang, tidak ada bedanya dengan tanah liar, dan diatas ranjang itu masih ada seorang yang tidur berselimut.

Sinar di dalam rumah tidak begitu terang, samar-samar dia melihat orang yang sedang tidur itu adalah seorang anak yang sebaya dengan dirinya, jika memang sama-sama seorang anak kecil, tidak perlu banyak berpikir lagi, apa lagi sekarang kulit matanya seperti digantung dengan dua bola baja yang berat, dia sungguh tidak bisa banyak berpikir lagi, maka langsung saja membaringkan diri. Tidur pulas setelah kelelahan, adalah satu kenikmatan hidup manusia, hanya saja dia merasakan kenikmatan ini datangnya mendadak, hilangnya juga sangat sebentar, sungguh terlalu singkat waktunya, dia merasa seperti baru saja menutupkan kulit matanya, satu perasaan sakit membuat dia terbangun kembali.

"Ada masalah apa?" dia didalam hati berpikir, dalam telinga telah terdengar satu teriakan.

"Bangsat kecil, berani sekali kau, ingin mati juga harus memilih tempat, sungguh berani tidur diatas ranjang nona, jika tidak mengupas satu lapis kulitmu, kau tentu mengira nonamu mudah di hina."

Dia membuka sepasang mata kebingungan, di dalam sorot matanya, terlihat satu wajah cantik yang sedang melotot, alisnya diangkat tinggi-tinggi, sekarang dia mengerti, ternyata anak yang sedang tidur lelap diatas ranjang itu, adalah seorang nona cilik yang cantik alamiah.

Melewati benteng memeluk gadis, menurut tata krama, dosanya besar sekali! Maka dia jadi ketakutan, walau di dalam hatinya tidak ada niat buruk, paling sedikit juga dia harus meminta maaf.

Ketika dia ingin bangun, dia baru menyadari dirinya telah ditotok jalan darahnya, yang lebih parah lagi adalah tempat dia berada, adalah satu lantai batu yang dingin dan keras, terpikir lagi kesakitan yang tadi dialami, mungkin karena ditendang ke bawah oleh sinona yang wajahnya penuh amarah.

Di tendang oleh seorang wanita, ini adalah satu penghinaan yang besar sekali, tapi karena dirinya yang bersalah, terpaksa dia menahan diri, katanya: "Maaf, nona! Aku......tidak sengaja......" dia seperti sedang meminta maaf, tapi wajahnya kaku, nada bicaranya dingin, membuat orang yang mendengarnya tidak bisa terima.

"Hm.   kau tidak sengaja, tapi naik keatas ranjang nona,

jika disengaja, bukankah......bukan-kah.    "

Wajahnya yang cantik menjadi merah, setelah berkata bukankah... tidak ada kata selanjutnya, saat ini, dua orang pelayan wanita berbaju hijau ringkas, mendengar suara ribut-ribut, datang menghampiri, mereka melihat sekali pada Pek Soh-ciu yang ada diatas lantai dengan sorot mata terkejut, salah satunya membalikan kepala berkata pada nona itu:

"Sio.    Sam-siocia! Apa yang terjadi?"

Nona itu berteriak marah:

"Jangan banyak bicara, ikat dulu bangsat kecil ini, biar aku lampiaskan amarahku."

Pelayan wanita baju hijau menjawab sekali, lalu menarik Pek Soh-ciu, diikatkan di satu tiang, nona itu mengikutinya, di tangannya malah sudah memegang satu pecut kuda yang panjangnya sekitar dua meter, satu angin dingin lewat dengan cepat di depan hidung Pek Soh-ciu, tenaga yang di kandung oleh ujung pecut, membuat dia merasakan sakit dan panas, jelas dia tidak sembarangan memecut, gerakannya hebat sekali, nona cantik ini mempunyai ilmu silat yang tidak biasa.

Tapi, kesabaran seseorang ada batasnya, sebagai keturunan dari Sin-ciu-sam-coat, mana pernah dia menerima penghinaan seperti ini? Maka dia mengangkat sepasang alisnya, dengan dingin berkata: "Prajurit boleh dibunuh tidak boleh dihina. Kau ingin menghinaku, mungkin akan merugikan kedua belah pihak!"

Nona itu melayangkan pecutnya ingin memberi satu pecutan yang keras, saat ini mendengar kata katanya, dia jadi tertegun, ujung pecut yang hampir mengenai wajahnya, mendadak berhenti diudara, dia sedikit merenungkan maksud kata-kata Pek Soh-ciu, mendadak membentak:

"Jika aku ingin membunuhmu, hanya tinggal mengangkat tangan saja, ada masalah apa? Coba kau katakan!"

"Hm...!" Pek Soh-ciu mengeluarkan suara, lalu berkata, "Aku telah berlari semalaman, tubuh dan hatiku kecapaian, terhadap seseorang yang berada di jalan buntu, nona malah sedikit pun tidak ada rasa iba, ini satu diantaranya. Lagi pula, seorang wanita, seharusnya berkelakuan lemah lembut, nona dengan begini marah mengancam orang, bukankah kehilangan sifat lemah lembutnya seorang wanita. "

"Bagus, kau malah mengajari aku, apa masih ada lagi?" Sepasang alis nona itu diangkat, mulutnya tertutup rapat,

kelihatannya ingin membunuh orang, padahal sebenarnya

pecut dia yang siap dipukulkan diam-tham sudah ditaruhnya ke bawah, ini bukan disebabkan oleh kata-kata Pek Soh-ciu, yang membuat orang jadi tersentuh, perubahan sikap sinona itu disebabkan oleh sikap gagah Pek Soh-ciu yang alamiah itu.

Perbuatan Pek Soh-ciu yang tidak sopan terlebih dulu, tadinya akan tidak bisa diterima oleh wanita mana pun, untung mereka itu masih kanak-kanak, taraf keseriusannya masih sangat kurang, ditambah prilaku laki laki dan wanita di dunia persilatan, memang kurang mempedulikan sopan santun, dia hanya merasakan Pek Soh Ciu yang tanpa minta izin dulu langsung tidur, terlalu tidak memandang dia. Di saat Pek Soh-ciu dengan lantangnya bicara, sepasang sorot mata dia yang jernih bagaikan air di musim gugur, sedang memper-hatikan dia dengan seksama.

Penampilan dia yang gagah, tingkahnya yang tenang, wajah yang tampan, semua menampakan sinar yang gemerlap, asalkan sekali melihat, semua orang akan merasakan semua lelaki di dunia ini seperti tidak berharga, maka akhirnya amarah dia menghilang, dan di ganti dengan kehangatan dan kelembutan.

Pek Soh-ciu melihat keadaan akan membaik, maka sambil tersenyum dia berkata:

"Mengikat dengan tali tampaknya bukan cara untuk menyambut tamu, harap lepaskan aku dulu, nanti aku akan memberi jawaban yang memuaskan buat nona."

Nona itu mencibirkan bibir munggilnya, membalikkan kepala, berteriak pada pelayan wanita berbaju hijau:

"Lepaskan dia, tapi jaga jangan sampai dia kabur." Lalu dia memutar tubuh, seperti kupu kupu indah masuk ke dalam rumah.

Setelah pelayan wanita baju hijau melepaskan ikatannya, dan membuka kembali jalan darahnya, Pek Soh-ciu mengulurkan sepasang tangan, melemaskan otot sebentar, lalu sambil tertawa berkata:

"Satu tamu tidak ingin merepotkan dua tuan rumah, apakah kalian punya makanan untuk mengisi perut ini?"

Dua pelayan wanita berbaju hijau ini, usianya diantara enam tujuh belasan, penampilan dan ilmu silatnya semua adalah pilihan bagus, mereka berdua saling memandang dan tertawa, seorang diantaranya berkata: "Setelah mendapat izin dari nona, itu bukanlah hal yang susah, tapi. "

Pelayan wanita baju hijau bicaranya belum habis, di dalam kamar sudah terdengar suara merdu berkata:

"Kita juga sudah waktunya berangkat, siapkan makanannya."

Pelayan wanita baju hijau tersenyum penuh arti pada Pek Soh-ciu, dia segera menyahut dan lari ke dalam dapur, dalam waktu sebentar saja sudah menyediakan makanan yang panas, walau tidak ada makanan yang mahal, tapi juga tidak bisa dibandingan keluarga biasa, mereka seorang majikan dan dua pelayan wanita, malah mengandung sedikit hal misterius.

Disaat nona itu kembali tampil, Pek Soh-ciu merasa matanya menjadi terang, tadi karena dia terlalu tegang, dia tidak memperhatikan nona ini adalah seorang nona cantik, setelah sengaja berdandan dia baru terlihat sangat mencolok? Tapi apa pun alasannya, nona cantik yang berbaju merah sungguh adalah nona yang luar biasa cantik tiada duanya, dan diantara tawa dan tingkahnya, semua mengeluarkan cahaya gemerlapan, luar biasa Anggunnya, saat ini dia tersenyum manis pada Pek Soh-ciu berkata:

"Masakannya biasa saja dan nasinya juga tawar, anggap saja sebagai tanda minta maaf atas perbuatan salah tadi mari mari,Siauhiap. "

Pek Soh-ciu berkata:

"Dengan hormat lebih baik aku menurut saja, aku akan merepotkan."

Kehidupan manusia, sulit untuk diduga, Pek Soh-ciu yang bertindak sembrono, malah bisa berteman dengan seorang nona cantik, saat mereka minum-minum setelah makan, wanita baju merah malah bertanya tidak henti- hentinya pada anak muda remaja yang kebetulan bertemu yang tampan tapi dingin.

"Aku belum menanyakan nama Siauhiap, sungguh tidak sopan sekali."

"Sama, sama, aku......kek. she Ciu, namaku Soh-pek."

"Mendengar logatnya Siauhiap, sepertinya kau orang pribumi disini?"

"Ooo, benar, aku tinggal di Tong-su, jaraknya dari sini kira-kira dua ratus lie lebih."

"Lalu......kemarin malam. "

"Aku jarang keluar rumah, makanya......kek tersesat dijalan."

"Kau datang ke Hun-sie, apa ada urusan penting?" "Benar, aku ini sedang mencari seorang teman, datang ke

Hun-sie hanya untuk main-main saja. Kalau nona? Apakah aku bisa sedikit mengetahuinya?"

"Aku she Siau nama Yam, aku disuruh ayahku berkelana ke dunia persilatan, Siauhiap jangan menter-tawakan aku."

"Nona sangat sungkan sekali, ayah anda pasti seorang Cianpwee dunia persilatan yang sangat ternama di dunia persilatan?"

"Bukan, ayahku hanyalah seorang pesilat yang tidak ternama, mungkin gurumu, baru seorang pesilat ternama di dunia persilatan?"

"Dugaanmu hanya benar setengah, guruku seorang ternama, tapi tidak bisa ilmu silat."

Siau Yam mengangkat alis, maksudnya tidak percaya berkata: "Ternyata Siauhiap mahir sastra juga mahir ilmu silat, sungguh aku kurang hormat sekali."

Pek Soh-ciu hanya tertawa tawar, tidak menjelaskan lebih lanjut, sepasang remaja yang kebetulan bertemu ini, berbincang-bincang tanpa ketulusan, akhirnya pelayan wanita baju hijau selesai menyiapkan kuda saat minta petunjuk pada Siau Yam, mereka baru berhenti berbincang- bincang.

Siau Yam pelan-pelan berdiri, di wajahnya yang cantik seperti bunga di musim semi, tampak sekilas warna dingin, mendadak matanya berputar, berkata pada pelayan wanita baju hijau yang berdiri didepannya:

"Hu-in. "

Seorang pelayan wanita menyahut berkata: "Aku disini, Siocia ada titah apa?"

Siau Yam melirik pada Pek Soh-ciu berkata:

"Kau pergi dulu ke Hun-sie, pesankan tiga kamar penginapan, kita masih harus istirahat dengan baik."

"Baik, Siocia." Kata Hu-in membungkuk

"Pergilah berjalan kaki, kudanya tinggalkan untuk kami."

Kata Siau Yam

"Baik," dia segera membalikan tubuh meloncat, berlari menuju Hun-sie.

Melihat Hu-in sudah tidak terlihat lagi, Siau Yam buru membalikkan kepala tertawa manis pada Pek Soh-ciu, katanya:

"Mari kita jalan, Ciu Siauhiap." Pek Soh-ciu tertegun berkata: "Kita? Maksud nona Siau.    "

"Mmm" Siau Yam berkata, "Ciu Siauhiap bukankah akan pergi ke Hun-sie? Karena tujuan kita sama dengan berjalan bersama, kita jadi bisa berbincang di jalan"

Pek Soh-ciu ragu sejenak berkata: "Ini. mungkin tidak pantas!"

"Ooo!" Siau Yam berkata, "mengapa?"

"Laki-laki sama perempuan berbeda, kita... kita. "

Siau Yam mencibirkan bibir munggilnya: "Tidak diduga Ciu Siauhiap adalah seorang yang sopan santun, tapi kejadian kemarin malam... harus bagaimana menjelaskannya?"

Wajah Pek Soh-ciu jadi merah, katanya:

"Ini......kek, itu hanyalah kesalahan yang tidak disengaja."

Siau Yam mengangkat alis berkata: "Hm.   kesalahan

tidak disengaja, tapi tidak tahu apakah Ciu Siauhiap pernah memikirkan kedudukanku?"

Pek Soh-ciu merasa aneh: "Kedudukan nona?"

Siau Yam mengeluarkan suara "Hm...!" berkata dingin, "Mengapa? Tidak harus ?"

"Kita belum pernah bertemu, nona ingin aku bagaimana memikirkannya?"

Siau Yam memelototkan matanya berkata:

"Kau ingin setelah lewat kali lalu membongkar jembatan? Hm... masalahnya sudah begini, itu tidak bisa terserahmu!" "Sebenarnya nona ingin aku bagaimana, nona jelaskan saja." Pek Soh-ciu tampak bengong

Siau Yam menghentakan kakinya, berkata:

"Bagus, jika kau sengaja tidak mau mengakuinya, Siau Yam terpaksa membuat kau merasakan sedikit hukuman."

Gerakannya nona cantik ini sungguh mengejutkan orang, tidak melihat dia bagaimana bergerak, hanya terdengar sst... satu suara, pecut yang hitam itu sudah menuju bahunya Pek Soh-ciu.

Pek Soh-ciu memiliki tiga macam ilmu silat hebat dari tiga guru, walau sabetan pecut ini lebih cepat lagi, jika ingin melukai dia juga akan sulit, tapi terhadap nona C»ntik baju merah yang dalam waktu sekejap bisa berubah sikapnya, dia sungguh merasakan sangat berterima kasih, sehingga dia hanya menghindar, tidak membalas menyerang.

Cara menghindarnya, begitu santai dan tidak tergesa- gesa, kakinya hanya pelan melangkah, pecut yang seperti kilat itu sudah mengenai tempat yang kosong.

Tapi sikapnya malah menimbulkan amarah Siau Yam, dia berteriak, pecutnya digetarkan, kembali, seperti hujan datang menyabet.

"Kek!" Pek Soh-ciu batuk ringan berkata, "Kita tidak ada dendam dan bukan musuh, buat apa nona terlalu memaksakan orang!" sambil bicara, tapi kakinya tidak sekejap pun berhenti, hanya terlihat baju putihnya berkibar- kibar, seperti air mengalir awan bergerak, ruangan yang hanya seluas dua tombak, dia seperti berjalan ditempat yang luas, gerakannya tenang sekali.

Siau Yam mengejar ke seluruh pelosok ruang, memecut puluhan kali, tapi setiap serangannya tetap tidak mengenai sasaran, sampai ujung baju Pek Soh-ciu juga tidak tersentuh, jika terus bertarung, hanya menghabiskan tenaga saja.

Rasa ingin menang adalah penyakit umum para nona, setelah tidak bisa memukul lawan, dia merasa ini adalah penghinaan yang tidak bisa diterima.

Saat ini dia telah berhenti, tapi di sudut matanya di ujung alisnya di tutupi dengan hawa pembunuhan, mendadak, dia melayangkan tangan halusnya, pecut yang lembut itu dengan kekuatan yang amat dahsyat menancap di papan pintu, lalu dia membalikkan tangannya, sebilah pedang yang bersinar menyilaukan mata, telah berada dalam genggaman tangannya, begitu pedang ada ditangan, sikapnya berubah tidak terburu-buru, sepasang mata bersinar seperti kilat, wajahnya tampak sangat serius.

Di dalam hati Pek Soh-ciu diam-diam tergetar, dia tidak menduga nona baju merah yang secantik dewi ini, ternyata adalah seorang ahli pedang, tentu dia keturunan dari seorang jago pedang, berbicara soal pedang, dia merasa lebih yakin, tapi latihannya belum cukup matang, masih belum bisa mencapai menyerang dan menarik diri sesuai dengan keinginan hati, maka kalau dia sampai melukai lawannya bukankah akan menyesal seumur hidup, dia jadi merasa ragu-ragu.

Pelayan wanita baju hijau lainnya Cu-soat yang melihat di pinggir, juga merasakan masalahnya jadi serius, di saat Siau Yam memusatkan tenaga dalam akan menyerang, dia tidak tahan berteriak keras:

"Siocia tunggu, biar aku bicara dulu dengan Ciu Siauhiap."

Bertarung bukanlah maksud hatinya Siau Yam, bisa berunding tentu saja adalah hal yang paling baik, maka dia mengeluarkan suara dengusan sekali, tenaga dalam yang sudah di pusatkan menjadi buyar kembali.

Cu-soat maju dua langkah, menghormat pada Pek Soh- ciu berkata:

"Cu-soat memberi hormat pada Siauhiap."

Pek Soh-ciu juga mengepal sepasang tangan berkata: "Nona tidak perlu sungkan."

"Tadi nonaku mempersilahkan Siauhiap bersama-sama pergi ke Hun-sie, Siauhiap harap jangan menolaknya."

"Hm...!" Pek Soh-ciu dengan dingin berkata, “Apa kau takut pedang nonamu melukai aku?"

"Nonaku apakah bisa melukai Siauhiap, aku tidak berani sembarangan mengatakan, tapi jika dua macan berkelahi, pasti ada satu yang terluka, Siauhiap dengan nonaku kan tidak perlu bertarung mati matian!"

"Kata-kata ini walau tidak salah, tapi masa-lahnya adalah nonamu tidak bisa menerimanya!" kata Pek Soh-ciu tawar

Cu-soat tertawa berkata:

"Asalkan Siauhiap mau bersama-sama pergi ke Hun-sie, Siocia kami tentu tidak akan menggunakan pedangnya."

Pek Soh-ciu tampak sedikit marah berkata: "Apakah ini ancaman?"

"Tidak, karena memang seharusnya." "Aku ingin mendengar penjelasannya."

"Kek!" Cu-soat berkata, "Kita orang-orang persilatan yang diutamakan adalah menerima budi harus membalasnya, Siauhiap tentu tidak akan menyangkalnya?” “Budi Mas makanan?"

"Bukan hanya makanan, Siauhiap apakah lupa kejadian semalam?"

"Ini. "

"Hai... Siauhiap ahli silat juga ahli sastra, seharusnya tahu masalah sopan santun. "

"Aku sudah katakan, aku ini tidak sengaja."

"Tapi tanpa alasan, sulit menutup mulut orang, kesalahan yang tidak disengaja, bagaimana bisa membuat orang percaya!"

"Lalu. menurut pendapatmu bagaimana?"

"Peristiwa kemarin malam, walau pun Siauhiap tidak menyatakan penyesalan, tapi jika tersebar di dunia persilatan, walau nonaku menggunakan air kali, empat lautan, mungkin tetap tidak akan bisa membersihkan noda yang dia dapat, jika benar demikian, bagaimana Siauhiap bisa begitu saja meninggalkan?"

Pek Soh-ciu tidak bisa berbuat apa-apa lagi dia mengeluh:

"Dengan demikian, aku terpaksa dengan tubuh yang berdosa, menuruti apa kehendaknya."

Siau Yam mencibirkan bibir munggilnya, mendengus perlahan:

"Tidak butuh......" Tapi dia menatap dengan sorot mata yang senang, lalu melirik pada Pek Soh-ciu, mencabut pecut yang ada dipapan pintu, membalikkan kepala memberi perintah pada Cu-soat:

"Siapkan kuda untuk Ciu Siauhiap, kita berangkat.    " Jarak perjalanan sepuluh lie, dalam sekejap sudah sampai, Hu-in menyambut dan membawa mereka ke satu penginapan yang dinamakan Sang-goan, tiga kamar diatas dengan satu pekarangan, keadaannya tampak sangat tenang.

Hun-sie berada dalam kabupaten Yong-an di masa dinasti Han, sampai dinasti Sui baru diganti nama jadi Hun- sie, dia termasuk daerah Leng-hun salah saru lembah ilatar dari dua belah provinsi Soa-say, dengan pendapatan daerah yang sangat besar, merupakan daerah penting provinsi ini.

Sejak meninggalkan tempat menginap semalam, l'ek Soh- ciu seperti manusia besi, dia menutup rapat mulutnya, tidak mengeluarkan satu patah kata pun, saat ini dia menjatuhkan diri diatas ranjang, kedua mata melotot besar menatap keatas langit-langit.

Seharusnya pada usia seperti dia ini, tidak mengerti apa yang namanya kepusingan, namun kenyataannya rumahnya hancur anggota keluarganya meninggal, tubuh dia dipenuhi bara dendam, satu-satunya orang yang paling dekat, paman Hong juga tidak tahu keberadaannya, juga tidak tahu apakah masih hidup atau tidak, entah kapan dia bisa bertemu lagi, sekarang dia malah mendapat masalah yang tidak enak ini, bagaimana dia bisa tidak pusing, bagaimana dia bisa tenang?

Sebelum dia berhenti berpikir lama, mendadak terputus oleh satu suara ringan, dan setelah suara ringan Itu terdengar, melayang keluar satu bayangan yang mengejutkan.

Dia merasa aneh, lalu bangkit duduk, menatap bengong pada bayangan cantik yang berdiri di depan pintu, beberapa saat......

"Masih marah padaku?" Suara yang lembut dan merdu itu, seperti mengandung tenaga gaib yang tidak bisa ditolak, maka dia batuk pelan sekali, berkata:

"Aku hanya merasa lelah, mana mungkin marah pada nona Siau."

"Kalau begitu, hayo temani aku keluar jalan-jalan, bagaimana?"

"Tapi. "

"Di kehidupan manusia delapan atau sembilan dari sepuluh adalah hal yang tidak enak, keluar jalan-jalan merupakan satu cara yang bagus untuk meng-hilangkan kepusingan, ayolah.."

Dalam keadaan tidak bisa menolak, dia terpaksa mengikuti Siau Yam keluar dari penginapan, tapi pikiran nya tetap seperti kuda yang tidak diikat, terhadap bermacam-macam orang, barang-barang dagangan yang beraneka ragam, dia hampir seperti tidak melihatnya, sedikit pun tidak ada gairah untuk melihatnya.

Setelah melewati dua jalur jalan, mereka sampai di sebuah lapangan di depan kelenteng, di sana ada beberapa kelompok orang, sedang menonton pertunjukan berbagai macam akrobat.

Siau Yam seperti seekor kupu-kupu indah, di dalam kerumunan orang menerobos kesana menerobos kesini, tapi Pek Soh-ciu malas-malasan, tidak dapat mengikuti kecepatan geraknya, ada beberapa kali hampir saja Pek Soh- ciu kehilangan jejaknya, karena dia mencarinya terus, baru bisa terhindarkan terpisah di dalam kerumunan orang, sehingga dia mencibirkan bibir, dengan tidak senang berkata dingin: "Kau ini mengapa? Tidak mau menemani aku bermain ya sudah, jalan, kita pulang saja."

Pek Soh-ciu belum keburu menjawab, di dalam kerumunan orang muncul seorang pemuda tampan berbaju biru, sambil tertawa melanjutkan perkataannya:

"Adik kecil, tidak perlu marah. Kalau dia tidak mau menemanimu bermain biar aku yang temani, kita main kesana."

Siau Yam mengangkat alis, berkata dingin: "Siapa kau?"

Pemuda baju biru dengan sombong sambil tersenyum berkata:

"Aku adalah Siauya perkumpulan Ci-yan (Walet Ungu.), she Liu nama Ti-kie, adik kecil, siapa namamu?"

"Ooo!" Siau Yam bersuara sekali, "Ternyata Liu Siauya, sungguh tidak sopan sekali."

"Ha ha ha!" Liu Ti-kie tertawa, "walau aku punya kedudukan tinggi di dunia persilatan, tapi suka berteman dengan adik kecil secantik kau ini, nanti kita bisa bermain ke seluruhnegri, aku pasti bisa membuat-mu senang."

Mata Siau Yam yang jeli berputar berkata: "Betulkah?"

Liu Ti-kie menepuk dada:

"Tentu saja, kau ingin bermain apa pun boleh, orang she Liu tidak akan mengecewakanmu."

"Bagus kalau begitu, sekarang silahkan kau itu merangkak tiga putaran ditanah, dan juga harus sambil mengonggong, bagaimana? Siauya." Wajah Liu Ti-kie berubah warna:

"Adik kecil! Aku dengan tulus ingin berteman dangaumu, jika kau sengaja mau mempermainkan, he..he..”

Siau Yam dengan tenang berkata:

"Mana berani aku mempermainkan Siau-kaucu Liu yang punya kedudukan tinggi di dunia persilatan, sesungguhnya orang yang ingin berteman dengan aku, harus menuruti aturanku."

"Hm...!" Liu Ti-kie berkata lagi:

"Bocah yang pakai baju putih itu, apa juga pernah merangkak di tanah sambil menggonggong?"

"Aturanku, berbeda-beda tergantung orang-nya." "Apa maksud kata-kata ini?"

Siau Yam dengan sinisnya mencibir bibir:

"Apa ini masih perlu dijelaskan? Karena kau seperti anjing, tentu saja kau harus menggonggong."

Liu Ti-kie jadi naik pitam:

"Baik, rupanya jika tidak diberi pelajaran, kau masih belum tahu setinggi apa langit, setebal apa bumi!"

Begitu habis perkataannya, telapak tangan kanan nya mendadak diulurkan, lima jarinya seperti kail mirip tinju, seperti kilat menyabet ke arah pundak Siau Yam.

Orang mengatakan, seorang ahli sekali bergerak, sudah tahu isi atau tidak lawannya, Liu Ti-kie Siauyanya perkumpulan Ci-yan, rupanya tidak asal gagah-gagahan, melihat dia mengeluarkan jurus, memang cukup berilmu, sayangnya dia bertemu dengan Siau Yam, jika di ganti oleh orang lain, mungkin sulit dapat menghindarkan cengkeraman hebat ini.

Saat ini Siau Yam sudah tidak tampak main main lagi, sepasang mata seperti senter, dengan tenang menatap telapak kanan yang datang menyerang, benar saja tidak menunggu jurusnya sampai, lengan kanan dia mendadak turun ke bawah, lima jari dengan kuat dijentikan keluar, angin kuat melesat menutup kearah jalan darah penting di bahu Siau Yam.

"Hm...!" Siau Yam mendengus, pinggangnya sedikit di turunkan ke bawah, telapak kiri dan kanan disodokkan keatas, sepasang jari disatukan seperti pisau, mengarah jalan darah di lengan Liu Ti-kie memotongnya, serangan balik dia ini, waktu dan tenaganya tepat sekali, tapi lima jarinya Liu Ti-kie, malah bisa berobah dari jurus sebenarnya menjadi jurus tipuan, lengan kanannya mendadak ditekan ke bawah, jalan darah di bawah pinggang Siau Yam hampir semuanya di bawah ancaman tenaga jarinya Liu Ti-kie.

Wajah Siau Yam berubah warna, dia tidak menduga Liu Ti-kie dalam satu jurusnya, bisa mengandung perobahan jurus yang begitu hebat, segera dia membentak, telapak kiri dari jarinya berobah jadi kail, dengan kuat mencengkram pergelangan lawan, telapak tangan bersamaan waktu dilayangkan, satu tenaga angin yang kuat, menerjang ke arah dadanya Liu Ti-kie.

Mereka berdua adalah angkatan muda yang hebat di antara angkatan muda dunia persilatan masa kini, begitu bertarung jurus-jurus anehnya sudah keluar semua, keadaan sangat menegangkan sekali, sehingga orang yang menonton di sekeliling matanya jadi kabur, sampai nafas pun tidak berani keras-keras. Adat masyarakat Soa-say kebanyakan panas, disana banyak berdiri perguruan silat, setiap orang hampir bisa dua tiga jurus silat, tapi buat tingkat seperti Siau Yam dan Liu Ti-kie yang berilmu setinggi ini, mereka seumur hidup baru kali ini menyaksikannya, walau tidak ada seorang pun yang berani mengeluarkan suara, tetap saja orang berkerumun banyak sekali, di depan kelenteng menjadi sesak tidak bisa dilewati orang.

Dalam sekejap tiga puluh jurus telah lewat, Liu Ti-kie sudah lebih banyak bertahan dari pada menyerang, dia terjerumus ke dalam keadaan yang sangat tidak menguntungkan, kelihatannya tidak akan bertahan lebih dari dua puluh jurus lagi, Siauya Liok yang angkuh ini, akan mengalami kekalahan, dipermalu-kan oleh remaja wanita yang tidak ternama ini.

Mendadak terdengar satu teriakan keras, tiga orang laki- laki besar berbaju ringkas keluar dari kerumunan orang, seorang diantarnya memegang senjata rantai dengan kuat diayunkannya, rantai dijulurkan hingga lurus, menusuk ke arah punggung Siau Yam, dua orang lagi menggunakan golok berpunggung tebal, juga bersamaan dari dua arah kiri dan kanan, menyabetkan goloknya pada kiri dan kanan pinggang Siau Yam.

Dengan tingkat ilmu silat Siau Yam, memang lebih tinggi beberapa kelas dari pada Liu Ti-kie, jika kedua belah pihak bertarung dengan tangan kosong, dia pasti bisa mengalahkannya dalam lima puluh jurus, tapi saat ini mendadak lawan bertambah tiga orang, dan semuanya menggunakan senjata, walau ilmu silat dia lebih tinggi juga sulit bisa menahan serangan keroyokan ini, maka serangannya jadi tertahan, sekejap saja keadaannya menjadi berbahaya. Di depan tontonan banyak orang, empat orang pesilat bertubuh besar, menyerang seorang wanita kecil, sungguh sangat tidak pantas, tapi masing-masing orang itu seperti hanya menyapu es di depan pintu sendiri, walau pun ada orang yang bersimpati, tapi siapa yang mau melibatkan diri pada pertikaian dunia persilatan?

Di saat orang membicarakannya, mendadak terlihat satu bayangan putih masuk ke dalam arena pertarungan, kemudian terdengar beberapa jeritan mengerikan, pertarungan yang sengit itu, mendadak berhenti, yang membuat orang jadi heran adalah tiga orang laki-laki besar yang bengis itu, semuanya sudah tergeletak diatas tanah, dibandingkan dengan mayat, mereka hanya punya kelebihan satu nafas saja.

Liu Siauya dari perkumpulan Walet Ungu bengong seperti patung, wajahnya penuh dengan sikap ketakutan.

Di sisi lain, kecuali wanita baju merah Siau Yam yang ikut bertarung, hanya ada seorang remaja tampan berbaju putih yang berdiri santai. Jelas tiga orang anak buahnya Liu Ti-kie sudah dirobohkan oleh remaja berbaju pulih ini.

Liu Ti-kie terdiam lama lalu dengan mendengus berkata: "Tidak diduga anda adalah seorang pesilat tinggi, marga

Liu telah salah menilai orang!"

Remaja berbaju putih berkata dingin:

"Aku orang rendah yang tidak punya nama, tentu saja dipandang sebelah mata oleh anda "

Liu Ti-kie mengangkat sepasang alis berkata: "Bocah jangan sombong, jika berani katakan sebutanmu, marga Liu pasti akan menagih sepuluh kali lipat terhadap apa yang telah kau berikan." Remaja baju putih berkata:

"Bagus, asalkan kau berminat, Pek Soh-ciu setiap saat menantinya."

Di dalam hati Liu Ti-kie tahu, remaja berbaju putih yang menyebut dirinya Pek Soh-ciu memang bukan lawannya, hanya dengan mata melotot bengis dia lalu membopong tiga laki-laki besar yang terluka, menyusup masuk ke dalam kerumunan orang.

Pertunjukan telah selesai, wajah tampan Pek Soh-ciu kembali menjadi dingin lagi, dia melirik pada Siau Yam, satu kata pun tidak berkata, langsung jalan keluar lapangan.

Sifat yang dingin dan sombong itu masih bisa dimengerti, tapi tidak memandang keberadaan seorang remaja cantik, itu adalah hal yang sulit diterima, apa lagi keadaannya dibawah sorotan mata banyak orang, bukankah ini penghinaan yang amat besar sekali? maka setelah Siau Yam tertegun sebentar, lalu berteriak dan melayangkan telapaknya menyerang.

Dalam keadaan marah besar, pukulannya menggunakan seluruh tenaganya, Pek Soh-ciu tidak menduga nya, tenaga telapak yang amat dahsyat itu, telah mengenai dengan telak di punggungnya.

"Blek!" Pek Soh-ciu mengeluarkan suara sekali, tubuhnya terdorong maju beberapa langkah, baru bisa berdiri, pelan- pelan dia membalikan tubuh, menggunakan lengan baju yang putih seperti es, mengelap darah di sudut mulutnya, sepasang sorot mata yang tajam, melihat dingin pada Siau Yam sekali:

"Kita masing-masing sudah tidak punya hutang, aku......pamit......" langkahnya sedikit tidak mantap, sepertinya pukulan Siau Yam tadi, telah membuat dia terluka tidak ringan, tapi dia sedikit pun tidak menghentikan langkahnya, dengan memaksakan diri dia meloncat beberapa kali, menghilang di jalan yang ke arah Leng-hun.

Dia telah pergi, tapi hati Siau Yam jadi sangat tidak enak, dua aliran air mata menyesal, tanpa bisa ditahan mengalir keluar dari sepasang matanya.

"Nona, jangan pedulikan si sombong itu, kita.    pergi

saja......" Cu-soat di sampingnya menghibur, tapi tidak ada gunanya, lama, Siau Yam menggigit giginya berkata:

"Baik, orang she Ciu, kita melihat buku sambil menunggang keledai, kita lihat sambil berjalan."

Malam telah tiba, angin menjadi dingin air pun dingin, di dalam angin gunung dan awan malam itu, melayang satu bayangan orang seperti asap, terlihat tubuhnya berlari naik dan turun dengan lincah, dalam sekejap, sudah sampai di bawah sebuah bukit tinggi, sorot matanya yang seperti bintang dingin, melihat-lihat ke sekeliling, mendadak dia menghentakan kakinya pada batu gunung, satu garis bayangan putih telah naik keatas, tapi tubuhnya yang meloncat keatas, malah mendadak herhenti, lalu seperti bintang jatuh dari langit, berguling guling jatuh ke bawah.

Di bawah gunung adalah batu-batu yang tajam, tajam seperti gigi anjing, dia sudah mendapat luka dalam, lidak bisa mengerahkan tenaga dalamnya, jika jatuh ke atas batu yang tajam, maka tidak akan terhindar kan batu lajam akan menembus perut atau dadanya.

Manusia siapa yang tidak akan mati, tapi jika dia harus mati digunung liar ini, sungguh dia tidak sudi, tapi luka dalamnya sangat parah, membuat dia tidak bisa mengerahkan tenaga dalam, tidak ingin mati pun bagaimana bisa! Setelah mengeluh panjang putus asa, sepasang matanya pun dengan sedih di tutupnya.

Mendadak, dia merasakan tubuhnya ada yang menarik, sepertinya di udara melayang satu kail dewa, mengail baju putihnya, walaupun dia terluka dalam, dalam keadaan setengah sadar, reaksinya masih tetap gesit, sepasang matanya masih belum dibuka, sepasang tangannya sudah melayang-layang sembarangkan menangkap.

Sepasang tangannya yang lemah tidak ada tenaga, sepertinya mengenai sesuatu, di dalam perasaan dia, ini adalah benda yang empuk, sangat elastis, dia baru saja tertegun, terdengar suara 'paak', dan dia jadi pingsan.

Angin malam bertiup pelan, bayangan pohon bergoyang- goyang, sinar bulan seperti satu cermin es, menyorot pada wajah cantik yang dingin, dia berdiri bengong, tidak bicara dan tidak bergerak, hampir dua jam lamanya.

Lama, alis dia yang hitam indah itu dengan pelan sedikit diangkat, sepasang matanya yang jernih menyorot satu sinar yang sulit diduga, lalu, dia pelan-pelan menggerakan tubuhnya, melihat pada remaja berbaju putih yang pingsan dengan sebalnya.

Tapi lirikan menyebalkan ini perlahan berubah, perubahan ini diikuti sorot matanya, dari dingin lambat laun menjadi lembut, dari lembut menjadi emosi, di dalam sekejap perubahan-perubahan ini membuat dia sulit bisa menyesuaikan diri, seperti sumur lama yang terjadi gejolak yang tidak menentu, akhirnya, dia mengangkat remaja berbaju putih yang bernoda darah itu, beberapa kali loncatan masuk ke dalam satu vihara yang megah. Dia menaruh remaja berbaju putih dialas ranjang, diam tidak bicara menatapnya. Wajah dia sedikit pucat sepasang alis yang panjang sampai ke pelipis sedikit mengkerut, di sudut mulut dan di atas baju di dada, ada bercak-bercak bekas darah.

Jelas, dia pernah mengalami satu pukulan yang ganas, sehingga mendapatkan luka dalam yang parah, tadi satu tangkapan yang kurang ajar itu, tentu tidak mengandung sesuatu penghinaan, kalau begitu, dia tadi dengan marah melempar dia, bukankah sudah jatuh tertimpa tangga pula? Menyesal, merasa salah, bercampur dengan kekacauan yang tidak bisa dijelaskan dan tidak tenang, lama... dia mengeluh panjang dengan sedihnya, lalu dia mengeluarkan satu botol giok, menyuapkannya padanya dua butir obat mujarab.

Dia sedang menunggu perobahan lukanya, tapi hali yang setenang danau, malah diam-diam terjadi riak yang kecil, dia ingin menekan riak itu, tapi pikirannya bergejolak, amarahnya tidak bisa dihentikan, membentuk satu gelombang yang tidak bisa ditahan.

Akhirnya dia membuka mata, sepasang sorot matanya yang penuh kasih, menatap pada wajah yang tampan, alisnya, hidungnya... sepertinya setiap inci mempunyai daya tarik yang membuat orang mabuk, seperti orang minum madu, sehingga dengan bengong, matanya tanpa gerak manatap terus pada dia.

Mendadak, remaja berbaju putih menggerakkan tangan dan kakinya, mengeluarkan suara keluhan yang pelan, hati dia jadi tergetar, seperti bertemu dengan ular beracun pinggangnya diputar, tergopoh-gopoh keluar melarikan diri.

Angin menggerakan pohon tua, sinar bulan menyinari jendela, remaja berbaju putih itu telah lolos dari ancaman dewa maut, seperti telah bermimpi indah, ketika dia membuka matanya, tempat dia rebah ini, malah membuat dia keheranan. Ini adalah kamar kecil tempat bersemedi, walau tidak ada selimut sutra, kelambu halus, hio menyala diatas tempat hio berbentuk hewan, tapi satu titik debu pun tidak ada, bau hio samar-samar tercium, berada di dalam membuat hati orang merasa jadi lapang dan segar, tapi, dia tidak ada minat tinggal di tempat yang asing ini, lalu dia berjalan keluar dari kamar semedi, melangkah masuk ke ruang sembahyang yang penuh dengan asap hio. Di depan meja sembahyang, bersujud seorang remaja wanita yang hidungnya mancung, mulut munggil, walau dia memakai jubah nikoh, tapi mempunyai rambut panjang yang hitam bersinar.

Lampu bersinar jernih, suara ketokan kayu dan doa-doa, adalah satu penampilan yang serius tidak bisa diganggu, tetapi situasi yang serius ini, tidak menutupi penampilan dia yang cantik, lama, dia pelan-pelan bangkit berdiri, sepasang matanya dengan penuh kasih, menatap tajam pada remaja berbaju putih, lalu berkata:

"Sicu, luka dalamnya baru sembuh, masih harus dirawat, angin malam sangat dingin, silahkan kembali ke kamar semedi untuk istirahaf."

Dengan sepasang alisnya diangkat, remaja berbaju putih dengan wajah acuh berkata:

"Aku masih ada urusan penting, terima kasih atas pengobatannya, budi ini akan kubalas di kemudian hari." Begitu perkataannya habis, orangnya sudah berkelebat pergi, sinar lampu masih bergoyang-goyang, orangnya sudah berada beberapa tombak di luar.

Nikoh remaja tidak menduga, sekali berkata pergi dia langsung pergi meninggalkan, begitu tidak tahu sopan santun, saat dia loncat keluar vihara, hanya terlihat sinar bulan seperti air menerangi bumi, bayangan orang itu sudah menghilang!

Malam sangat dingin, gunung kosong hutan tenang, jubah nikohnya yang besar, berkibar-kibar ditiup angin malam, tapi dia seperti batu gunung yang tanpa roh, sedang berdiri tanpa bicara.

"Jit-nio (Putri ke tujuh.).    "

Hatinya sedikit terkejut, dengan cepat dia menggunakan lengan baju menyeka air mata disudut matanya, lalu membalikan tubuh memberi hormat dengan menyatukan telapak tangan pada seorang pendeta tua berkata:

"Bibi guru.    "

"Jit-nio, siapa dia?"

"Tidak tahu......murid tidak tahu.    "

"Haii. saat gurumu meninggal, pernah mengatakan kau

tidak ada jodoh dengan Budha, bajumu ada disini, pergilah."

"Bibi guru......aku.    "

"Anak itu sangat berbakat, bisa dikatakan jarang yang berbakat seperti itu... aku mendoakan kau......" tidak menunggu Jit-nio menjawab, dia sudah membalikan tubuh melayang pergi.

0-dw-0

Suara guntur yang amat keras terdengar, titik hujan sebesar kacang sudah turun ke bawah, tanah liar yang sangat luas, hampir semuanya tertutup hujan, di dalam hujan lebat ini, malah ada satu bayangan putih berlari dengan cepatnya, walau seluruh bajunya sudah basah kuyup, tubuhnya tetap meloncat-loncat, tetap gesit dan cepat, mengejutkan orang yang melihatnya.

Akhirnya, hujan berhenti, bulan bersinar kembali, gunung dan hutan yang sudah dibersihkan oleh hujan, pemandangannya semakin segar.

Pek Soh-ciu sudah menemukan satu tempat untuk berteduh, dia mengambil beberapa batang kayu, menyalakan api, lalu melepaskan bajunya dan mengeringkan diatas api.

Mendadak ada angin aneh yang bertiup menerbangkan bajunya, dia seperti kupu kupu yang amat besar, melayang- layang di udara.

Dia tertegun:

"Sungguh sial sekali, setan juga sampai datang mempermainkan orang, sampai angin dan hujan juga mengganggu aku!" dia mengikuti bajunya yang melayang- layang, dia berlari sampai di satu hutan, bajunya di udara mendadak berbelok, masuk ke dalam hutan itu, sungguh sulit dibayangkan, apakah dihutan ini bersembunyi setan?

Dia mengangkat alisf menyusup masuk ke dalam hutan, matanya melotot mencari kesegala arah, mendadak hatinya tergetar, ternyata baju putihnya menggantung di atas sebuah cabang pohon besar, dan ada satu kertas merah, menempel di atas baju, melayang-layang ditiup angin.

Dia mendengus, mengulurkan tangan menurunkan baju dan kertas itu, dia melihat di bawah sinar bulan, diatas kertas tertulis begini:

"Masuk kedalam tanah larangan, harus di beri hukuman kecil, bocah! Kau telah terkena racunku!" Sungguh mala petaka yang tidak diharapkan, pemilik hutan larangan ini hingga marganya apa, namanya apa dia juga tidak tahu, tahu-tahu dirinya sudah lerkena racun, jangan kata dia masih remaja yang emosinya tinggi, walau seorang tua yang bisa menahan diri, juga sulit bisa menerima hal ini, maka dia mengibaskan telapaknya, dan terdengar suara sst... kertas yang tipis itu, seperti pisau tajam menancap di atas batang pohon besar.

"Bocah! Tampaknya kau pemarah sekali, hmm.    "

Sebuah suara kecil terdengar dari dalam hutan disisi tubuhnya, dia bergerak seperti elang menerjang kearah datangnya suara.

Terdengar pohon dan daun bersuara sst... sst. tanah liar

ini sangat sepi, sampai seekor burung terbang pun tidak ada, bagaimana mungkin bisa ada orang?

Dia mencibirkan bibir, bibir merah yang seperti memakai lipstik merah, tersenyum dingin menakutkan orang, sedikit menggerakan sepasang lengannya, seperti asap tipis, melayang ke atas puncak pohon yang bergoyang-goyang. Matanya mencari ke segala arah, terlihat diatas tanah liar, sepuluh tombak lebih ada satu bayangan hitam sedang berlari dengan cepatnya.

"Bangsat keji, jika Siauya bisa menangkapmu, tidak merobek-robek kau itu baru aneh!" didalam hati sedang bicara, tapi kakinya sedikit pun tidak diam, baju putih melayang-layang, cepat laksana angin ribut, mengejar dari belakang orang itu.

Namun, bayangan hitam itu seperti air deras awan mengalir, dia hampir mengerahkan tenaga dalam sampai puncaknya, tapi tetap saja tidak bisa memper-pendek jarak satu inci pun, dan juga bayangan hitam itu tidak lari hanya lurus saja, dia lari mengitari rimba ini. Tanpa alasan meracuni orang, malah masih sengaja mempermainkan orang, bagaimana orang bisa tahan? setelah sekali berteriak, dia sudah mengerahkan ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui.

Ilmu hebat yang hanya dimiliki oleh Sin-ciu-sam-coat, bagaimana pun tidak seperti ilmu silat biasa, hanya dalam waktu seperminuman teh, dia bukan saja sudah dapat mengejar bayangan hitam itu, dan juga berhasil menghadang jalannya orang yang melarikan diri.

"Bocah, kau sungguh hebat, aku sampai bisa dihadang olehmu."

Ternyata dia adalah seorang tua yang rambutnya acak- acakan, seluruh rubuhnya kotor seorang pengemis, melihat usianya, hanya lima puluh tahun lebih, tapi bicaranya seperti orang tua yang penuh pengalaman sekali.

Pek Soh-ciu mengangkat alis berkata: "Kita sama sekali belum pernah bertemu, anda malah mencuri baju dan meracuni aku, melakukan tindakan yang sangat hina, jika anda tidak bisa memberikan alasan yang tepat, jangan salahkan aku bertindak kejam."

Pengemis itu membuka mulut tertawa keras beberapa saat berkata:

"Bagus, aku orang tua sudah berkelana di dunia persilatan puluhan tahun, akhirnya malah masih membuat seorang angkatan muda meminta pertanggung jawaban, sungguh zaman sudah berubah, hati orang sudah tidak seperti dulu lagi."

"Hm...!" Pek Soh-ciu dengan angkuh, "Aku tidak ada minat bertengkar denganmu, berikan obat penawar racunmu, mungkin kita masih bisa merundingkannya." Pengemis merasa aneh berkata: "Obat penawar? Kau ingin obat penawar racun apa? Aku orang tua sampai haus ingin minum lapar ingin makan juga harus menunggu orang beramal, kau meminta obat penawar racun padaku, bukankah itu salah alamat!"

Ssst... terdengar suara aneh, Im-cu-kiam sudah dicabut keluar, dalam getaran hawa pedang nya, samar-samar mengandung hawa pembunuhan, pemuda tampan yang sudah kenyang mendapat ejekan orang, amarahnya seperti sudah sampai puncaknya.

Wajah pengemis sedikit berubah, tapi lalu dengan cepat kembali keasal wajahnya, penuh dengan tertawa main-main berkata:

"Bocah, aku orang tua kecuali sedikit miskin, tidak berbeda jauh dengan kau bocah kecil, jika kau melihat aku tidak berkenan dihati, kita kakek dan cucu bisa bermain- main beberapa jurus untuk mencobanya."

Dia menghentikan wajah tidak seriusnya, membalikan lengan merogoh ke belakang, dari belakang tubuh mengeluarkan sepasang sumpit besar yang hitam pekat, panjangnya sekitar dua kaki lima inci, kakinya dibuka sedikit, menampilkan posisi siap bertarung.

Melihat senjata yang jarang terlihat itu, dalam hati Pek Soh-ciu diam-diam terkejut, dia tidak menduga pengemis yang biasa-biasa ini, ternyata adalah Oh-kui (Setan Lapar) Ouwyang Yong-it yang julukannya setingkat dengan Sian- put-cie (Dewa Miskin), tiga puluh tahun yang lalu, tapi dia seperti anak sapi yang baru lahir yang tidak takut pada harimau, tidak peduli kau adalah Dewa Miskin kek, Setan Lapar kek, jika sengaja menggodaku, meski bukan lawan seimbang juga harus dihadapinya, setelah dia meneguhkan hati, dia jadi tidak pikir panjang lagi, pedang panjangnya disabetkan miring, melancarkan jurus Ciu-sui-eng-hong (Angin musim gugur mendadak bertiup), seperti air raksa tumpah ke tanah menerjangnya.

Oh-kui Ouwyang Yong-it berdiri tegak sepera gunung, menunggu sinar pedang mengurung tubuhnya, dia baru membagi sepasang sumpitnya ke kiri dan kanan, sekali berputar-putar, menusuk-nusuk, dalam sekejap dia telah menyerang sebanyak sembilan jurus.

Di dalam hati Pek Soh-ciu terkejut, dia tidak tahu jurus apa yang digunakan Ouwyang Yong-it, dia hanya merasakan dari lingkaran dan tusukan sepasang sumpitnya, ada angin bertenaga kuat, mengarah pada ke tiga puluh enam jalan darah penting di seluruh tubuhnya, jurus Im-cu- kiam yang menakutkan setan dan dewa itu, malah tidak bisa leluasa dikembangkan, hampir satu jurus pun tidak bisa dipakai menyerangnya.

Tapi walau pun dia baru pertama kali bertemu dengan pesilat yang setinggi ini, dia tetap bisa tenang, jurus-jurus aneh Im-cu-kiam nya segera dikeluarkan semua.

Bersamaan itu matanya menatap tajam, memperhatikan arah serangan sepasang sumpit lawannya, dia ingin mengambil kesempatan kekosongan lawan, mencari tilik kelemahan jurus lawannya.

Tangan kirinya diam diam mengumpulkan tenaga ilalam, lima jari panjang yang kemerahan, pelan-pelan berubah warnanya, asalkan berubah jadi putih seperti giok, maka dia bisa menggunakan Pouw-ci-sin-kang, membunuh lawan yang kuat ini.

Tapi Ouwyang Yong-it orang yang berpengalaman, mana mungkin dia tidak bisa melihat apa tujuannya Pek Soh-ciu, maka dia mempercepat sepasang sumpitnya, menimbulkan suara gemuruh angin, saat sepasang telapaknya digerakan, menggetarkan awan mengalir embun berputar, rumput dan batang pohon beterbangan.

Tekanan yang sebesar gunung ini, memaksa Pek Soh-ciu melangkah mundur ke belakang, tapi Oh-kui Ouwyang Yong-it sepertinya tidak menyerang sepenuh hati, setelah dia menyerang beberapa saat, mendadak tertawa keras, tubuhnya mundur satu tombak lebih, menyimpan sepasang sumpitnya, dengan sorot mata yang dalam menatap PekSoh-ciu berkata:

"Siau Pek, kita tidak perlu menghabiskan tenaga dengan sia-sia, aku juga sudah puas bermain, mari kita ber bincang- bincang saja."

Pek Soh-ciu marah sampai mengangkat alis berkata: "Ilmu silatku walau tidak begitu hebat, juga tidak bisa

dihina begitu saja oleh anda, tidak bertarung juga boleh,

kita mencoba lagi beberapa jurus dengan tangan kosong." Ouwyang Yong-it tertegun:

"Seseorang jika ingin sukses, ilmu silat dan kesabaran satu pun tidak boleh kurang, kau bocah kecil menemani aku bermain beberapa jurus, apakah itu merendahkan harga dirimu?"

"Hm...!" Pek Soh-ciu berkata, "kalau begitu Cianpwee yang sudah diam-diam meracuni aku, tidak tahu itu harus bagaimana menjelaskannya?"

"Ha ha ha!" Ouwyang Yong-it tertawa keras sejenak, berkata, "bocah bodoh! Jika aku benar meracunimu, apa kau masih punya nyawa sampai sekarang?"

Di dalam hati Pek Soh-ciu tertegun, diam-diam dia mengerahkan tenaga dalam mencobanya, benar saja jalan darah dia lancar semua, sedikit pun tidak ada tanda-tanda terkena racun, maka dia mengepal sepasang tangannya, membungkukkan tubuh:

"Kekesalan Cianpwee telah terpuaskan, aku sekarang pamit saja. "

"Kek!" Ouwyang Yong-it batuk sekali kata-nya, "anak muda segalanya bagus, cuma kurang kesabaran saja, baiklah, kaki tumbuh ditubuhmu, jika kau tetap ingin pergi, aku orang tua juga tidak bisa berbuat apa-apa, tapi kita telah bertemu itu artinya ada jodoh, apakah kau bisa menyanggupi dua hal padaku?"

Pek Soh-ciu tertegun, berkata:

"Silahkan Cianpwee katakan lebih jelas lagi." Ouwyang Yong-it berkata:

"Pertama, kau bocah memang orang yang menarik, jika tidak merasa hina berteman dengan Oh-kui, mari kita bersumpah menjadi teman, kedua, dunia persilatan sekarang ini sedang terjadi gejolak, menandakan keadaan akan terjadi pertarungan, kau harus berlapang dada, menanggung tanggung jawab terhadap keselamatan dunia persilatan......" sejenak katanya berhenti lalu melanjutkan, "aku masih punya satu urusan ysmg harus diselesaikan, dua tahun dari sekarang, aku akan ke dunia persilatan lagi mencarimu."

Pek Soh-ciu dengan riang berkata:

"Perintah Cianpwee, Soh-ciu mana berani tidak menurut, setelah dua tahun kemudian aku tentu akan terhormat mendengar perintahmu, sekarang aku pamit."

Setelah Pek Soh-ciu meninggalkan Ouw-yang Yong-it, dia berlari dengan cepatnya, sampai langit di timur menjadi putih, baru dia beristirahat di bawah satu lereng gunung. Tenaga manusia ada batasnya, semalaman tidak tidur tidak istirahat, dan juga telah mendaki entah berapa banyak bukit, walaupun ilmu silatnya sangat tinggi, tetap saja merasakan seluruh tubuhnya lelah dan lapar, maka akhirnya dia menutup mata tidur di bawah satu pohon besar.

Saat sinar matahari menusuk mata, dia baru bangun dari tidur, hal pertama yang harus dikerjakan, tentu saja mencari makanan untuk mengisi perutnya yang lapar, dia menelusuri gunung berjalan ke depan, dia menemukan satu kampung kecil yang terdiri beberapa rumah pemburu, dari dalam bungkusannya dia mengeluarkan sebuah topeng dari kulit manusia, menyamar sebagai seorang sastrawan setengah baya, sesudah itu baru mendatangi sebuah rumah gubuk yang pintunya tidak tertutup rapat.

"Apa ada orang?   Aku......orang   yang   numpang lewat. "

Pek Soh-ciu tidak punya pengalaman di dunia persilatan, terhadap hal mengunjungi orang asing untuk minta makanan, lebih-lebih tidak pernah melakukannya, walau pun dia punya uang untuk membayar, tapi kata-katanya tetap ada perasaan tergagap-gagap sulit diucapkan.

"Kreek" satu suara pelan terdengar, sepasang daun pintu dibuka, Pek Soh-ciu melirik pada orang yang berdiri di depan pintu, tidak terasa mata jadi merasa terang.

Dia adalah seorang nyonya muda yang berhidung mancung beralis seperti bulan, penampilannya anggun sederhana, di dalam penampilannya yang anggun alami itu, sepertinya terselubung sedikit kegusaran, dia melihat pada Pek Soh-ciu mau bicara tapi tidak jadi, lama, baru dengan sedih mengeluh berkata:

"Kau......haai......akhirnya kembali juga. " "Apa?" Pek Soh-ciu seperti patung batu, sedikit tidak bisa meraba kepala sendiri, sehingga dengan perasaan aneh berkata, "Nyonya! Kau berkata......aku akhirnya kembali juga?"

Dia baru saja berhenti bicara, nyonya muda itu mendadak menutup wajah dengan sedihnya menangis, Pek Soh-ciu terkejut sekali, tidak tahu ada masalah apa membuat dia jadi menangis sedih, sejenak dia menjadi salah tingkah.

Lama... nyonya muda itu menghentikan tangisnya, kepalanya sedikit diangkat, menampakkan bunga Li berteteskan hujan, tingkah yang sangat membuat orang kasihan, dengan sedih menatap dia.

Ini adalah situasi yang sulit bisa dimengerti dia, dan juga keadaan yang serba salah, dia terdiam sejenak, baru dengan sekali batuk perlahan berkata:

"Hujin ada kesulitan apa, asalkan aku sanggup.    "

Nyonya muda itu melotot, dengan nada kesal berkata: "Meninggalkan rumah selama lima tahun, tidak

mempedulikan ibu yang sudah tua dan istri di rumah, hari ini setelah capai berkelana kembali ke rumah, malah berpura-pura bodoh, tidak mengaku anggota keluarga, kau. kau sungguh keji sekali."

"Kek, hujin kau......" Dia di buat bengong oleh nyonya muda, menghadapi situasi yang tidak masuk akal ini, sesaat tidak tahu harus bagaimana menjelas-kannya.

Tiba tiba terdengar suara batuk  pelan, dari luar pintu jalan mendekat seorang nenek tua beruban yang ineinegang tongkat jalan, seorang pelayan wanita kecil berbaju hijau mengikuti dari belakangnya, berjalan gemetaran mendekati Pek Soh-ciu, dia menghentikan langkah, dengan sepasang mata berlinang air mata, memperhatikan Pek Soh-ciu dari atas sampai kebawah, 1ama, baru dengan suara gemetar emosi berkata:

"Ti-kie! Akhirnya kau kembali juga! Ibu hidup tidak lama lagi, jika kau masih tidak kembali, itu akan Menyulitkan istrimu."

Wajah Nyonya muda itu menjadi merah, sorot mata yang menyiratkan benci sayang dan malu, melihat l«jam pada dia, di bibir munggilnya keluar suara pelan " Ibu", lalu dengan malunya menundukan kepala.

Sampai sekarang Pek Soh-ciu baru sadar, ternyata putri dan neneknya ini salah mengenal orang, sehingga, dia merubah wajah jadi serius, mengepal sepasang tangan menghormat berkata:

"Aku bukanlah putra anda.    "

Nenek tua menghentakan tongkatnya, dengan suara gemetar berteriak:

"Liu Ti-kie! Kau binatang yang tidak tahu balas budi, bagian mana dari istrimu yang tidak baik? Kau malah berani menolak keinginan ibu, sudah lima tahun melarikan diri menghindar perkawinan! Sekarang......heng, malah sampai ibu sendiri juga tidak diakui, oh Tuhan, keluarga Liu sebenarnya telah melakukan dosa apa.. “

Karena terlalu emosi belum lagi perkataannya habis, mendadak tubuh nenek tua itu roboh ketanah.

Kejadian ini datang tidak diduga, Pek Soh-ciu tidak bisa diam melihat orang akan mati tidak menolong, tidak menunggu tubuh nenek tua menyentuh tanah, tubuhnya bergerak, dia sudah membopong tubuhnya, lalu mengulurkan telapak tangan kanan, menepuk pelan di punggungnya, nenek tua itu lalu memuntahkan dahak yang kental, sepasang matanya berlinang air mata.

Pek Soh-ciu mengeluh, dia membalikan kepala berkata pada nyonya muda:

"Harap kau bopong nenek tua masuk ke dalam untuk beristirahat, aku. "

Nenek tua mendadak berteriak:

"Tidak, kau ikuti dia, Siau-ceng! Bopong aku masuk ke dalam."

Siau-ceng adalah pelayan berbaju itu dia menyahut sekali, lalu maju ke depan membopong nenek tua, berjalan masuk kedalam rumah gubuk.

Nyonya muda melirik Pek Soh-ciu sekali, lalu membalikan tubuh melenggok dengan langkah pelan masuk kedalam, melihat Pek Soh-ciu tidak mengikutinya, dia menghentikan langkah dengan sedih berkata:

"Rumah ini sederhana, kau tidak sudi masuk?" "Hai. !" Pek Soh-ciu menggelengkan kepala berkata:

"Hujin salah paham, aku ini sungguh bukan suami anda Liu Ti-kie. "

"Hm...!" nyonya muda mengangkat alis, dingin berkata, "walau dibakar jadi abu, aku Tan Li-ceng tetap bisa mengenalmu, haai. "

Mendadak di hati Pek Soh-ciu bergerak, dia terpikir Siauya perkumpulan Ci-yan yang pernah bertarung dengannya, bukankah namanya Liu Ti-kie? Sehingga, dia tertawa tawar, terpaksa melepaskan topeng kulit manusia di wajahnya berkata: "Tidak diduga topeng ini, malah mirip dengan wajahnya suami anda "

Nyonya muda terkejut dan bengong cukup lama oleh perubahan yang terjadi di depan mata, lalu dengan sedih mengeluh berkata:

"Kalau begitu, Liu Ti-kie sudah mati?" Pek Soh-ciu sedikit ragu berkata:

"Aku pernah bertemu dengan seorang yang bernama Liu Ti-kie, apakah dia itu adalah suami mu, aku tidak berani sembarangan menuduhnya." Lalu dia menceritakan Liu Ti- kie yang sekarang ini adalah Siauyanya perkumpulan Ci- yan.

Nyonya muda Tan terdiam beberapa saat, katanya: "Bisakah beritahukan nama tuan?"

"Aku Pek Soh-ciu penduduk kota kuno Soa-say."

"Aku ada satu permintaan, tidak tahu apakah Siauya bisa menerimanya?"

"Asalkan di dalam kemampuanku, tentu tidak akan mengecewakan hujin."

"Haai... nenekku mengharapkan putranya pulang sudah lima tahun, sehingga mata hampir buta oleh air mata, jika mendadak tahu Siauya bukan Liu Ti-kie, pukulan yang sangat berat ini, pasti tidak akan bisa diterima oleh orang tua yang tidak lama lagi akan mati, sehingga,. "

"Maksud nyonya, adalah.    "

"Jika Siauya sementara bisa menggantikan suami ku, bukan saja akan menyelamatkan satu nyawa. "

"Ini......Haai, aku punya dendam yang harus dibalas, sungguh tidak bisa tinggal lama disini, apa " "Asalkan menunggu beberapa hari, aku bisa pelan-pelan menjelaskan pada nenek masalah sesungguhnya, mengenai.. .kita.. .Siauya tidak perlu khawatir."

Pek Soh-ciu dengan terpaksa mengeluh lagi, diam-diam memakai kembali topeng kulit manusia ke wajahnya.

"Siauya, silahkan..." Tan Li-ceng gembira. Dia membawa Pek Soh-ciu ke sebuah kamar tidur, lalu menyiapkan makanan dengan langsung turun tangan sendiri, dia melayani Pek Soh-ciu hingga membuat Pek Soh-ciu jadi merasa tidak tenang, tapi dia telah menyanggupi permintaannya, terpaksa selama beberapa hari ini diam-diam dia menahan diri, di dalam keadaan tidak ada kegiatan ini, dia memusatkan seluruh pikirannya pada empat jurus hebat yang ada di atas Potaw long-tui, setelah siang malam mempelajarinya, akhirnya dia mendapat hasil lumayan.

Suatu kali di saat bangun dari bersemedi, tampak Tan Li- ceng berada di hadapannya sedang memegang cangkir teh, dia berdiri di pinggir ranjang, sepasang matanya yang sejernih air dengan penuh rasa cinta menatapnya.

"Hujin seperti......kek, kek, aku sungguh sulit menerimanya......." dengan sopan dia menolaknya, terhadap rasa cinta seperti ini, dia merasa sulit menikmatinya.

Tan Li-ceng sedikit tersenyum, lalu duduk disisinya: "Walau pun pura-pura menjadi suami istri,

melaksanakan kewajiban suami istri juga tidak halangan, mengapa kau harus begitu sungkan?"

"Tidak." Kata Pek Soh-ciu dengan tegas, "ini adalah siasat yang terpaksa dilakukan sementara, kita bukan saja tidak boleh melakukan kewajiban  suami istri, orang  lain juga tidak boleh tahu, jika tidak, di kemudian hari nanti, meski kita menjelaskan bagaimana pun suamimu tidak akan bisa mempercayainya!"

Tan Li-ceng sudah bertekad, katanya:

"Liu Ti-kie berhati kejam, sampai ibu yang sudah tua hampir mati pun ditinggalkan dan tidak dipeduli-kan, mana mungkin bisa dia ingat aku orang yang sial ini, Siauya jika tidak merasa. "

Pek Soh-ciu dengan wajah serius berkata:

"Hujin salah, orang she Pek bukanlah seorang yang suka merebut istri orang!" dia bangkit meloncat, mengambil bungkusan dan pedang yang digantung di dinding, langsung berlari keluar pintu.

Dia sudah mengampil keputusan, ini adalah tindakan yang pintar, dia tidak mau melupakan dendam tanpa membalasnya, dia tidak mau ditempat ini mendapatkan nama buruk, maka dia memilih jalan yang benar, berlari ke arah selatan, menelusuri Leng-hun, kota Keng, langsung menuju Song-ciu

0-0dw0-0

Sinar pagi yang indah, diam-diam merayap naik keatas puncak bukit Siau-su, di dalam kuil Siau-iim yang namanya menggemparkan dunia persilatan, terdengar suara sembahyang.

Suara lonceng yang damai dan agung terdengar] berdentangan, menyebar ke segala arah tanpa bisa dihentikan, membuat orang terhadap gunung dengan ternama kuil bersejarah ini, timbul satu perasaan yang memujanya. Namun suara sembahyang itu, mendadak terhenti di tengah, di depan kuil yang terhormat dan tenang ini, keluar sekelompok hweesjo dengan wajah gelisah, mereka mengangkat kepala melihat jauh ke atas langit, sepertinya di puncak bukit gunung yang ternama ini, terjadi sesuatu hal yang aneh.

Memang tidak salah, diatas puncak bukit Siau-su muncul seekor kuda putih, yang meringkik sambil mengangkat kepalanya, penampilannya sangat gagah, sepertinya sedang menantang para hweesio Siau-lim.

Dan diatas kuda putih, duduk seorang remaja berbaju putih, bajunya berkibar-kibar ditiup angin di bawah sinar mentari yang menerangi seluruh gunung, lampak gagah seperti dewa, para hweesio Siau-lim yang melihatnya hatinya berdebar-debar, wajah menjadi tegang.

Tiba-tiba, satu suara siulan nyaring, terdengar dari kejauhan di puncak bukit Siau-su, tubuh remaja berbaju putih sudah melayang dari atas kuda, di bawah sinar pagi yang cerah persis seperti dewa terbang di siang hari.

Di udara dia melakukan satu belokan, sepasang lengannya sedikit dibuka, menggetarkan pelan lengan baju yang besar, rubuhnya bergerak cepat laksana kilat menyambar, dalam sekejap seperti segumpal kapas, melayang ringan turun di depan para hweesio yang wajahnya sedang tegang itu.

Hweesio kuil Siau-lim yang mempunyai kepandaian hebat banyak sekali, namun, ilmu meringankan tubuh sehebat remaja berbaju putih ini, mereka baru pertama kali menyaksikannya, maka dalam ketakutannya, mereka menambah kewaspadaannya.

Mata remaja baju putih seperti kilat menyambar, dengan angkuh melirik pada para hweesio Siau-lim berkata: "Siapa yang menjadi ketua perguruan Siau-lim, aku ada hal ingin bertanya padanya."

"O-mi-to-hud" sebuah ucapan Budha terdengar, lalu keluar seorang hweesio tua yang wajahnya bulat seperti bulan purnama, dia menegakan telapak tangannya memberi hormat:

"Pinceng Pek Hui, sebagai ketua Siau-lim, Sicu kecil ingin bertanya apa?"

Remaja berbaju putih melihat pada Pek Hui taysu, wajahnya jadi dingin, lalu berkata:

"Aku tidak bermaksud membunuh orang, asalkan hweesio mau menjawab dengan jujur beberapa pertanyaanku."

Pek Hui taysu berkata:

"Seorang hweesio tidak akan berkata tidak jujur, yang aku tahu pasti aku katakan."

"Bagus, mohon tanya, ketua kuil terdahulu anda Pek Leng taysu mengapa bisa menghilang?"

"Sicu kecil ada hubungan apa dengan Sin-ciu-sam-coat?" "Harap hweesio jawab dulu pertanyaanku."

"Kakak sepergumanku diundang orang untuk mengunjungi Sin-ciu-sam-coat, tapi begitu pergi lalu...”

"Ha ha ha... berkunjung! Dengan memakai topeng, berkomplot melakukan pembunuhan, kunjungan apa yang dikatakan oleh hweesio?"

Wajah Pek Hui taysu berubah: "Hong-thio Siau-lim terdahulu, kedudukannya sangat tinggi, Sicu kecil bagaimana bisa sembarangan menuduh orang!"

Remaja berbaju putih dengan sinis mendengus dingin: "Aku masih belum mengatakan masalah mereka menggunakan Ngo-tok-cian, dan secara sembunyi- sembunyi menyerang, terhadap kuil anda aku sudah memberi muka."

"Lalu dimana Suhengku sekarang?"

"Walau Sin-ciu-sam-coat, tidak bisa lolos dari serangan keroyokan hina ini, tapi para penyerang gelap ini, tidak satu pun bisa menyelamatkan jiwanya. "

"Apa Sicu kecil keturunan Sin-ciu-sam-coat? Kalau begitu Suhengku pasti dibunuh oleh Sin-ciu-sam-coat!"

"Apakah aku keturunan Sin-ciu-sam-coat atau bukan, aku tidak bisa memberitahukan sekarang, tapi Suhengmu, Pek Leng taysu bukan mati di tangan Sin-ciu-sam-coat."

"Siapa yang telah membunuh kakak Suhengku?" "Lak-jiu-jin-wan Giam Pouw."

"Sicu kecil menyaksikan dengan mata kepala sendiri?" "Percaya atau tidak terserah."

"Sicu kecil masih ada urusan apa?"

"Aku ingin tahu, dulu Suhengmu sebenarnya diundang oleh siapa ?"

"Aku tidak mengetahuinya."

"Kalau begitu terpaksa aku menggunakan kekerasan!" "Sicu kecil ingin bagaimana?"

"Gigi   dibalas gigi, mencuci kuil Siau-lim dengan darah. "

"O-mi-to-hud, Siau-lim bukan tempatnya untuk sicu kecil membuat onar!" "Ha ha ha, tujuh puluh dua jenis ilmu hebat dari kuil Siau-lim, tidak satu pun yang tidak mengejutkan dunia, jika aku tidak mencobanya sendiri, mungkin seumur hidup aku akan menyesal! Hweesio bersiaplah." perkataannya belum habis, sepasang telapaknya telah melancar-kan serangan, dua tenaga tersembunyi, satu keras satu lembut, seperti gelombang samudra menerjang kearah dada Pek Hui taysu.

Pek Hui taysu mendengus, lalu mengibaskan lengan bajunya, pukulannya remaja berbaju putih yang keras dan dahsyat, seperti kerbau tanah, sungai masuk ke laut, segera menghilang tidak berbekas, tapi tenaga yang lembut malah menerobos masuk di antara tenaga dalam Pek Hui taysu, tenaga yang sangat lembut tapi bergelombang itu, tetap menerjang kearah Pek Hui taysu.

Pek Hui taysu diam-diam terkejut, tubuhnya tidak goyah Kim-Kong-cu-tee (Kim-kong menancap di tanah.) segera bereaksi, walau demikian tubuhnya bergoyang dua kali, baru dapat menghilangkan tenaga lembut yang dahsyat itu.

Seorang ketua perguruan yang begitu agung kedudukannya, ilmu silatnya bisa di bayangkan tinggi apa, tapi hanya dalam satu jurus, telah diungguli oleh seorang remaja yang tidak ternama, kejadian ini membuat wajah para hweesio Siau-lim yang kaku tanpa ekspresi, segera menunjukkan wajah terkejut dan gentar.

Wajah tampan remaja berbaju putih yang dingin seperti es, jadi menambah rasa dinginnya, dia memutar telapak tangan kanannya, akan kembali menyerang, tiba-tiba penyambut tamu Siau-lim Pek Kuo taysu meloncat keluar berteriak:

"Sicu kecil tunggu dulu, aku masih ada hal yang ingin ditanyakan." Remaja baju putih menarik kembali lengan kanannya, berkata dingin: "Silahkan katakan."

"Tadi ketua kami pernah menanyakan apa hubungannya Sicu kecil dengan Sin-ciu-sam-coat, Sicu kecil masih belum menjawabnya!"

"Apa hweesio merasa ini sangat penting?"

"Betul, Sicu kecil mengapa mencari perguruan kami untuk balas dendam, pasti ada satu alasan yang sangat penting?"

"Apakah tidak bisa karena di dorong oleh rasa ingin tahu?"

"Hanya karena rasa ingin tahu, lalu Sicu kecil melakukan pembunuhan besar-besaran?"

"Ini harus melihat bagaimana sikap kuil anda, jika kuil anda bisa menjawab dengan jujur pertanyaanku, Pek Soh- ciu tidak ada minat melakukan pembunuhan besar- besaran."

Wajah Pek Kuo taysu berubah, katanya: "Keturunan Sin- ciu-sam-coat, pasti punya ilmu silat yang mengejutkan orang, aku ingin mencoba ilmu silatnya Sicu dengan Lo- han-tin (Barisan Budha suci), tidak tahu Sicu kecil berani tidak?"

Pek Soh-ciu mengangkat alis, matanya mengeluarkan hawa membunuh:

"Bagus sekali, aku sudah datang ke Siau-lim, jika tidak mencoba Lo-han-tin yang terkenal di dunia persilatan, aku akan menyesal seumur hidup! Hweesio silahkan. "

Pek Kuo taysu mengambil satu tongkat hweesio lain seorang murid yang ada di belakangnya, lalu tongkatnya di angkat dan di ayunkan, satu persatu bayangan yang seperti naga meluncur, dan muncul di depan kuil.

Dengan ilmu terhebat yang dimiliki perguruan silat yang sangat ternama di dunia persilatan, menghadapi angkatan yang masih sangat muda, tindakan Pek Kuo taysu ini, bukan saja tidak pantas, malah belum pernah terjadi dalam sejarah, tentu saja, ketua Siau-lim Pek Hui taysu bisa mencegahnya, tapi baru saja bibirnya terbuka ingin berkata tapi tidak ada suara yang keluar, akhirnya terjadi peristiwa yang membuat perguruan Siau-lim mendapat malu.

Pek Soh-ciu sedikit pun tidak gentar menghadapi Lo- han-tin yang terkenal di dunia persilatan ini, setelah bersiul panjang yang nyaring, tampak baju putihnya melayang miring, tubuhnya menerjang seperti anak panah, dalam sekejap, sudah masuk ke dalam barisan yang penuh bayangan golok dan tongkat.

Bayangan tongkat dan golok berputaran, di sekelilingnya terdengar suara shaa... shaa... para murid Budha yang seharusnya penuh welas asih, telah berubah menjadi penjagal yang penuh hawa membunuh, mereka membuat barisan menjatukan tenaga dalam di antara mereka secara aneh. Lalu suara shaa... shaa... yang keluar semakin cepat, dalam barisan Lo-han-tin sudah menggulung angin kencang. Angin kencang itu berputar putar, makin lama makin bertambah kencang, jika orang yang di kurung di dalan Lo-han-tin itu tidak dapat menahannya, hanya dengan tekanan angin kencang ini saja, sudah bisa membuat orang binasa.

Pek Soh-ciu jadi terkejut, sekarang dia baru tahu Lo-han- tin yang ternama di seluruh dunia persilatan, memang benar-benar hebat bukan nama kosong belaka, tapi dia tidak rela mengaku kalah begitu saja, keturunannya Sin-ciu-sam- coat bukan orang yang takut akan mati! Dia berteriak nyaring, dengan cepat mengayunkan tangan kanannya, memukul dengan sebuah tenaga keras yang amat dahsyat.

"Paak!" terdengar suara keras, ternyata pukulannya malah terpental kembali dengan satu tekanan yang sebesar gunung ikut datang menekannya, dia tidak bisa bertahan terpaksa mundur beberapa langkah ke belakang.

Sebuah sinar pembunuhan muncul di antara alisnya, mendadak tubuhnya berputar, sepasang lengan diayunkan, keturunan Sin-ciu-sam-coat yang wajahnya dingin, dalam sekejap berturut-turut memukul delapan kali, hawa yang dalam seperti lautan, diikuti dengan suara siulan yang menggetarkan hati dari arah berbeda beda menggulung keluar cepat seperti kilat.

Serangan cepat beruntun yang menakutkan orang mi, tidak bisa diikuti mata manusia, barisan Lo-han-tin yang amat kuat, menghadapi serangan beruntun yang icpat dan keras, dipaksa berhenti berputar.

Hati Pek Kuo taysu tergetar, dia tidak menyangka anak yang masih remaja, bisa memiliki ilmu silat sehebat ini, tanpa sadar dia mengerutkan alis, timbul niat membunuhnya, mulutnya berteriak melancarkan jurus Hud- bun-cu-sai-houw (Auman singa dari aliran Budha), dalam Lo-han-tin pun terjadi perubahan yang drastis.

Sengatan mengalir awan berputar, sinar golok menyilaukan mata, gulungan hawa yang tidak tampak mendadak seperti muncul dari bawah tanah, dengan dahsyat gelombang pasang, dari segala arah menerjang kepada Pek Soh-ciu, sepertinya di lapangan seluas sepuluh tombak, di dalam barisan Lo-han-tin tidak bisa ditemukan sedikit celah pun.

Barisan ini bergerak semakin cepat, begitu berputar satu putaran, gulungan senjata yang dingin menusuk tulang, menyerang berturut-turut sembilan jurus. Pek Soh-ciu menghunus Im-cu-kiam, juga mengeluarkan jurus Im-cu- kiam yang terhebat, tapi setiap menerima satu jurus serangan golok, dia harus mengerahkan delapan puluh persen lebih tenaga dalamnya.

Waktu terus berlalu, tenaga Pek Soh-ciu juga semakin melemah, keringat bercucuran, menetes ke tanah yang keras.

Dia tahu keadaannya sangat tidak menguntungkan, bertarung dengan cara keras lawan keras, dia sendiri pasti sulit bisa menahan sampai seratus jurus lebih, dalam keadaan tidak dapat berbuat apa-apa, terpaksa dia bertarung sekuat tenaga, segera dia memasukkan Im-cu-kiam kedalam sarungnya, dari dalam dadanya dia mengeluarkan senjata Pouw-long-tui, mulutnya berteriak dengan nyaring, Pouw- long-tui yang bersinar hitam, dengan kecepatan kilat dipukulkan kepada sinar golok dan bayangan tongkat yang ada di depannya.

Inilah jurus pertama Ciauw-jit-hui-tui (Bor terbang matahari muncul) dari jurus pembuka Pouw-long-kiu-hoat (Sembilan jurus bor membuka dan membelah), baru saja bor menerjang, angin dan geledek seperti bergerak, senjata itu seperti batang besi dibakar sampai merah, mendadak ditancapkan ke air yang dingin, terdengar suara sss... sss... yang mengerikan bagi yang mendengarnya, begitu sinar hitam sampai, darah dan daging berterbangan, Lo-han-tin yang amat sangat kuat, di dalam serangan Pouw-long-tui, jadi seperti kayu lapuk, tidak tahan satu pukulan pun.

Hantaman bor besi yang menggetarkan bumi dan langit ini, membuat Lo-han-tin hancur tercerai berai, wajahnya Pek Soh-ciu juga telah berubah penuh senyum, bagaimana pun juga perguruan Siau-lim adalah salah satu perguruan aliran putih, asalkan mau memberitahu siapa otak yang secara menggelap menyerang Sin-ciu-sam-coat, dia tidak akan tega membunuh semuanya.

Tapi, tiba-tiba terdengar suara 'traang' yang pelan, senyuman di wajah Pek Soh-ciu mendadak lenyap, dengan mendengus tertahan tubuhnya maju dua langkah, akhirnya jatuh keatas tanah.

Perubahan yang tiba-tiba terjadi ini, buat kuil Siau-lim mulai dari ketua sampai ke bawah, semua wajahnya berubah menjadi pucat, tentu saja, ilmu silat Pek Soh-ciu telah membuat nama besar kuil Siau-lim jatuh, walau pun demikian para penganut Budha ini sama sekali tidak mau menyerang secara menggelap terhadap Pek Soh-ciu.

Tapi, anak muda tampan yang berilmu tinggi ini, bukan saja telah terkena sebuah serangan menggelap, diatas pundaknya juga sudah tertancap sebatang anak panah yang samar-samar bersinar biru, sedang bergetar.

Para murid Siau-lim yang memimpin dunia persilatan, yang mengaku pembela kebenaran penyapu kejahatan ini, malah menggunakan Ngo-tok-tui-hun-cian (Tanah lima racun mengejar roh) yang dipandang hina di dunia persilatan, sungguh ini merupakan satu aib bagi Siau-lim yang sulit dibersihkan. Seluruh lapangan menjadi hening, ratusan sorot mata yang memandang hina, melotot marah pada Pek Kuo taysu yang sedang memegang kotak besi berwarna hitam.

Matahari tidak begitu terik, tapi diatas kepala botaknya para murid Siau-lim, semua bercucuran keringat, sampai Pek Hui taysu yang sudah tinggi ajarannya hampir tidak bisa mengatasi keadaan yang memalukan ini.

Lama, Pek Soh-ciu memaksakan diri berdiri, sepasang matanya yang merah darah, seperti dua panah tanpa perasaan, dengan kebencian yang amat sangat, menyapu keseluruh lapangan, lalu dia berteriak nyaring, mencabut keluar anak panah di atas bahu kirinya, sebelah tangannya dengan kuat diayunkan, satu sinar biru melesat menerjang menuju dada Pek Kuo taysu.

Pek Kuo taysu termasuk salah satu dari lima Tianglo Siau-lim, lemparan Pek Soh-ciu ini seharusnya sulit bisa berhasil melukai dia, tapi dibawah sorotan mata orang- orang yang memandang hina padanya, telinga dan matanya seperti kehilangan ketajaman, saat angin tajam mengenai tubuhnya, ingin menghindar sudah tidak keburu, terdengar suara 'bluuuk', anak panah beracun itu langsung menancap masuk seluruh-nya di jalan darah Kie-kan-hiat di dadanya.

Dalam teriakan marah, terdengar satu suara tertawa yang keras yang memekakan telinga, sinar putih berkelebat, ringan seperti asap, Pek Soh-ciu yang membuat kekacauan yang belum pernah terjadi sebelum nya pada kuil yang bersejarah ini, seperti kilat berkelebat menghilang masuk ke dalam hutan yang lebat.

Namun, racun Toan-hun-cauw yang bisa menghilangkan nyawa, adalah racun yang tiada duanya di dunia, walau dia bisa menutup jalan darah supaya racunnya tidak menjalar, tapi di dalam sikapnya, dia sudah kehilangan ketenangannya, sampai tenaga dalamnya juga sudah berkurang banyak.

Dia berlari pontang-panting berjalan di antara hutan pegunungan, terhadap harapan hidupnya, dia hampir kehilangan kepercayaannya, sebab pamannya yang ilmu silatnya begitu tinggi, setelah terkena panah Ngo-tok-tui- hun-cian, tetap harus menjelajah ke seluruh pegunungan, untuk mencari obat penawarnya, ilmu silat dia tidak setinggi pamannya, dia juga tidak tahu harus mencari obat penawar apa, untuk menawarkan racun iban-hun-cauw. Jadi dia bertekad, jika dia seperti hidup tidak, mati pun tidak, lebih baik sekalian mati saja.

Sebentar dia berlari sebentar berhenti, akhirnya sampai di tepi selatan Huang-ho.

Gelombang air sungai yang keruh mengalir deras, sekali melaju seribu li, tidak pedulikan sedih atau senang, berkumpul atau berpisahnya manusia, juga tidak mengurusi perseteruannya di dunia persilatan, tapi ombak itu, putaran air itu, seperti ada semacam kegembiraan yang sulit dirasakan manusia.

"Haai... pejabat ombak, biarkan aku berteman denganmu saja!" Pek Soh-ciu yang telah kehilangan semangat hidup, meloncat masuk ke dalam gelombang kisaran besaritu.

Setelah itu, tidak tahu berapa lama dia jatuh pingsan dia kembali sadar lagi. Saat dia telah sadar benar, dia menemukan dirinya berada diatas sebuah perahu besar bertiang layar ganda, suara gemercik air sangat jelas terdengar, perahu berlayar dengan cepat, kelihatannya dia telah ditolong orang.

"Sahabat kau beruntung sekali, air Huang-ho yang berasal dari langit, tapi tidak bisa membuatmu tenggelam!"

Pek Soh-ciu melihat pada laki-laki besar dengan berewok hitam yang bicara, dia menekan tubuhnya dengan entengnya meloncat melayang, katanya:

"Aku memang meloncat kesungai untuk bunuh diri, buat apa anda menolongku!"

"Ha, ha ha!" Laki-laki berewok hitam tertawa, lalu berkata, "Huang-ho tidak bertuan, silahkan saja kalau kau mau terjun lagi." Satu hawa amarah naik dari perutnya Pek Soh-ciu, dia mengangkat alis, berkata dingin:

"Sekarang ini aku malah tidak mau mati..."

Laki-laki berewok hitam dengan nada dalam berkata:

"Di mata orang pintar tidak bisa ada pasir, sahabat jika pura-pura jatuh ke dalam air... he he he, itu namanya cari mati sendiri!"

"Hm...!" Pek Soh-ciu berkata angkuh, "kalau begitu, aku terpaksa menerima tantanganmu!"

Mendadak...

"Tuan Tan, mengapa kau ingin mempersulit orang!

Nona menyuruh kau siapkan makanan buat Siauya itu."

Pek Soh-ciu mendengar suara itu membalikkan kepala, melihat seorang gadis berbaju hijau berlengan baju ketat, dengan pinggang langsing sedang berdiri menatap Pek Soh- ciu dengan malu-malu penuh rasa cinta.

Di dalam hati Pek Soh-ciu sedikit pun tidak ada perasaan khusus pada wanita itu, tapi saat ini di dalam perutnya, malah seperti ada gulungan hawa panas yang sulit ditahan, di dalam hati dia terkejut sekali, bagaimana pun juga dia tidak mengerti dari mana datangnya bara ini. Dia mengepalkan tangannya, matanya melotot, menggunakan gigi yang putih bersih menggigit bibirnya, dia ingin menggunakan kekuatan-nya memadamkan gulungan hawa panas itu.

Tapi laki-laki berewok hitam itu mengira sikapnya seperti melecehkan, mulutnya berteriak marah langsung menyerang dada Pek Soh-ciu dengan telapak tangannya.

Pek Soh-ciu sama sekali tidak menaruh hati pada laki- laki berewok hitam ini, telapak tangan kanannya dengan enteng dibalikan, dan berhasil mengunci pergelangan tangan Laki-laki berewok hitam itu, telapak tangan kirinya bersamaan dipukulkan ke depan, laki-laki berewok hitam itu menjerit ngeri, dan roboh mati di tengah sungai.

Terdengar suara teriakan terkejut, berturut-turut keluar tiga orang laki-laki besar berbaju ringkas sambil mengayunkan senjatanya, menyerang ke bagian tubuh Pek Soh-ciu.

Pek Soh-ciu seperti telah dikendalikan oleh gulungan hawa panas itu, sepasang matanya seperti mengeluarkan api, ingatannya setengah sadar dia mengeluarkan jurusnya, semua adalah jurus-jurus dahsyat yang mematikan.

Para pesilat yang ilmunya biasa-biasa ini, mana bisa menahan serangan yang begitu hebat, hanya dalam waktu sekejap, para lelaki yang ada di atas perahu besar ini semuanya sudah menjadi mayat, tidak satu pun yang tinggal, perahu besar itu jadi tidak ada orang yang mengemudikan, hingga perahu itu akhirnya terdampar diatas satu pulau pasir.

Pembunuhan ini sangat keji, tapi dia seperti masih belum puas, sekali bersiul panjang seperti naga, dia berkelebat menerjang masuk ke ruang perahu.

Mendadak dua buah pedang tajam dari kiri kanan pintu ruangan menyerangnya, Pek Soh-ciu tertawa keras, sepasang telapak tangannya di ayunkan kearah kiri dan kanan, dua orang remaja putri yang memegang pedang, sudah ditotok roboh olehnya.

Di dalam ruangan perahu, ada satu ruangan yang diatur dengan mewah, di atas ranjang mewah di sebelah kanan, duduk seorang wanita cantik berbaju kuning yang seperti telah mengenal nya. Wajahnya berbentuk kwaci, bemulut kecil munggil, sepasang alis yang melengkung di hiasi dengan sepasang mata yang penuh dengan kepintaran.

Tubuhnya kecil munggil, seluruh tubuhnya dari atas sampai bawah, hampir tidak ada saru bagian pun yang tidak indah, kecantikannya bisa membuat orang tergila-gila, saking cantiknya membuat orang tidak berani menatapnya.

Apa lagi penampilan dia yang menampilkan keanggunan alami, samar-samar mengandung keanggunan yang tidak bisa dilecehkan. Walau Pek Soh-ciu sedang tersiksa oleh gulungan hawa panas yang membakarnya, tetap saja tertahan oleh keadaan yang tidak ada bentuknya ini, dia dipaksa menghentikan langkah-nya dalam jarak beberapa kaki.

Nona baju kuning yang seperti pernah dikenal itu, dalam matanya tampak satu perasaan cinta yang besar, menatap Pek Soh-ciu beberapa saat, lalu berkata:

"Orang yang membunuh harus mati, hukum tidak pandang famili, walau kau ada kesulitan yang tidak bisa diutarakan, juga tidak bisa sembarangan membunuh orang yang tidak berdosa!"

Beberapa kata-kata ini, suaranya seperti suara kicauan burung Huang-eng, malah ada tekanan seperti seberat puluhan ribu kati, dalam sisa kesadaran yang belum hilang, membuat hati Pek Soh-ciu tergetar. Tapi begitu sorot matanya kembali menatap pada tubuh yang menggiurkan itu, gulungan hawa panas di perutnya seketika membakar habis pertahanannya, seperti gunung meletus langsung membakar seluruh wilayah yang terlanda oleh hawa panas yang bergolak, membuat seluruh kesadarannya hilang, sehingga tenggorokannya mengeluarkan satu auman seperti binatang liar, dia meloncat menerkam tubuh yang menggiurkan diatas ranjang itu.

Bersamaan itu suara geledek yang sangat keras mendadak terdengar di atas langit, hujan angin, tanpa ampun menyapu pulau pasir yang tenang ini...

Perahu besar bertiang layar ganda ini, sepertinya lulak bisa menahan hujan angin ini, perahunya bergetar dengan kerasnya, diiringi suara rintihan terputus-putus vang membuat darah orang yang mendengar jadi bergolak.

Akhirnya, angin berhenti hujan pun reda, dunia kembali hidup, tapi, di pulau pasir ini, di perahu besar ini, inilah tampak berantakan seperti terkena mala petaka, dan di atas ranjang mewah itu, ada noda darah dimana-mana, membuat orang sekali melihatnya akan terkejut.

Di atas ranjang tergeletak satu tubuh telanjang yang putih seperti susu kambing, tusuk kondenya terlepas membuat rambutnya jadi berantakan, wajahnya pucat putih, hujan angin yang tanpa perasaan sudah membuat bunga yang cantik ini, mendapatkan luka yang tidak ringan, tapi sikapnya, malah begitu tenang, sepasang mata cantik yang berlinang air mata masih menyorot kasih yang tidak terhingga.

Pek Soh-ciu telah mengeluarkan gulungan hawa panas di dalam perutnya, dia sudah kembali menjadi tenang, tapi juga merasakan keletihan yang tiada taranya, lama... dia kembali sadar, setelah melihat dengan jelas kenyataan yang telah dia perbuat, kenyataan ini begitu keji, hampir membuat dia tidak percaya alas kenyataan yang sudah terjadi, namun kenyataan tetap adalah kenyataan yang tidak bisa dihapus, dia terkejut, marah, merasa bersalah, seperti gelombang-gelombang senjata tajam, tidak henti- hentinya menyerang kearah dada-nya... Dia tidak bisa membela dirinya, juga tidak ingin memaafkan perbuatannya yang sangat kejam, dia mengangkat kepalanya bersiul panjang, menyatukan dua jari seperti pisau, ditotokan pada jalan darah kematian di atas kepalanya.

Tapi tiba-tiba.....

"Berhenti." Sebuah teriakan merdu terdengar, laksana bedug malam lonceng pagi, yang mengandung tenaga getaran yang tidak bisa dibayangkan, Pek Soh-ciu merasakan hatinya tertegun, tanpa sadar menurunkan tangannya.

Mulut munggil suara itu sedikit mencibir sepasang matanya melotot, dengan sangat tenang dia berkata:

"Kau ingin mati?"

"Benar, aku sudah tidak ada muka lagi hidup dunia." "Kau kira dengan demikian akan membersihkan dosa-

dosamu?"

"Aku seratus kali mati pun tidak akan bisa menebusnya. "

"Hm... tidak salah kata-katamu, jika kau tidak membunuhku, aku akan memberi satu balasan yang sangat keji padamu."

"Balasan apa pun, aku rela menerimanya." "Apa perkataan ini sungguh-sungguh?" "Aku tidak pernah berkata main-main."

"Hm. !" setelah tertawa sinis dia melanjut-kan, "Seorang

penjahat yang sembarangan membunuh orang tidak berdosa, memperkosa wanita yang lemah, juga berani mengatakan tidak pernah berkata main-main!" Pek Soh-ciu mengeluh panjang sekali:

"Kesalahan besar sudah terjadi, seratus mulut pun tidak bisa membelanya, aku hanya berharap nona dengan cepat bisa memberikan kematian padaku. "

"Hm... tidak semudah itu, aku ingin membuatmu bersemangat dan mendapatkan siksaan keji yang tidak bisa diterima oleh manusia, hingga akhir hayatmu."

Hati Pek Soh-ciu tergetar, dia tidak menduga wanita ini bisa mempunyai hati sekejam ini, tapi dia memang telah menghancurkan hidupnya, dia ingin membalas dengan cara apa, sepertinya juga tidak keterlaluan.

Dia masih berpikir, telinganya mendengar lagi satu bentakan:

"Balikan tubuhmu."

Dia menurut, dia menghadap ke sungai yang mengalir deras, tidak tahan di dalam hati timbul perasaan sedih melihat air sungai mengalir ke timur, melihat manusia mati, tentu saja, dengan ilmu silat yang dimilikinya, tidak sulit untuk dia untuk pergi begitu saja, kalau ingin membunuh orang menutup mulut, juga dia bisa dengan mudah melakukannya. Namun sebagai keturunan dari Sin-ciu-sam- coat, harga diri, semangat berjuang, walau mengalami seratus kali mati, juga tidak bisa melakukan hal seperti yang tidak ada perikemanusiaan. Berpikir sampai disini, tidak tahan dia mengeluh panjang.

Mendadak, satu bayangan hitam mendatangi, terbang menuju dia, dengan tanpa perasaan dia menangkapnya, ini adalah bungkusan kain berwarna hitam, dia membukanya dan melihatnya, terlihat di dalamnya ada satu baju panjang putih seputih salju, dan satu stel kaos kaki putih sepatu merah, tidak sadar dia jadi tertawa pahit tanpa suara. Baru saja selesai mengganti baju lamanya yang robek dan kotor, gorden sudah ada yang membuka, masuk seorang wanita berbaju kuning dengan rok panjang sampai menyentuh tanah, wajahnya dingin seperti salju, sepasang matanya bersinar seterang bulan, hidung sedikit diangkat, mengeluarkan satu suara dengusan dingin berkata:

"Seorang Siauya yang tampan sekali, hanya sayang adalah seorang yang berbaju..."

"Prajurit boleh dibunuh tidak boleh dihina, Pek Soh-ciu walau telah berbuat salah pada nona, tapi diriku sendiri juga seorang korban!"

"Ooo, kalau begitu, aku telah salah menuduhmu!" "Hai..."

"Kau telah mendapat kecelakaan apa? Coba kau katakan."-

"Aku dilukai orang dengan Ngo-tok-tui-hun-cian.    "

"Dengan kami.    ada hubungan apa?"

"Ngo-tok-tui-hun-cian telah dilapisi dengan racun Toan- hun-cauw, karena sudah putus harapan, maka aku terjun ke sungai untuk bunuh diri, tidak diduga ditolong oleh nona keatas air. "

"Ternyata..... hai. " Si nona mengeluh, lalu melanjutkan

perkataannya, "Toan-hun-cauw termasuk racun negatif, orang yang terkena racun ini, jika menekannya dengan tenaga dalam, dan berada di dalam suhu yang lebih rendah dari suhu tubuhnya, maka dia akan menyusup masuk ke jalur air, melalui Ci-tang, lalu masuk ke dalam Tan-tian, dan membuat nafsu birahi yang tidak bisa dikendalikan, haai... mungkin ini adalah takdir. " "Nona, kau. " Pek Soh-ciu tidak menduga wanita lemah

ini, malah mengetahui begitu banyak rahasia ilmu silat. Dia membuka mulut ingin bertanya, akhirnya menahan diri tidak menanyakan.

Mendadak wajah Nona baju kuning menjadi dingin lagi katanya:

"Tidak peduli kau mengatakan apa, bagaimana pun aku adalah korban yang tidak berdosa. "

"Benar, selama aku hidup aku pasti akan membayarnya." "Mengapa! Kau ingin membatalkan janjimu untuk

menerima balasan?"

Pek Soh-ciu sejenak merasa tidak ada harapan berkata: "Aku tidak bermaksud begitu."

"Hm. kecuali kau segera membunuh aku, jika tidak kau

akan menerima balasan tanpa batas waktu." "Benar, nona. "

"Kau tahu siapa aku?"

"Harap nona memberi tahukannya."

"Ayahku Su Cong-pit, pejabat istana di ibu kota, kakakku bernama Su Yi, panglima yang berjaga di Tong-koan, namaku Su Lam-ceng, baru kembali dari melancong dengan sepuluh lebih pengawal yang kubawa, tapi semuanya telah habis dibunuh olehmu, walau aku tidak berniat membalas dendam, empat lautan yang begini luas, di mana ada tempat kau bisa berdiri.'"

Pek Soh-ciu menekan perasaan marah dan tidak bisa berbuat apa-apa, katanya:

"Pembunuh harus mati, itu ada didalam hukum, aku tidak ada niat menghindarnya." Su Lam-ceng mengeluh:

"Dua pelayanku itu, juga tidak lolos dari kekejamanmu." Pek Soh-ciu berkata:

"Mereka hanya ditotok jalan darahnya, jiwanya tidak terancam." Habis bicara, dari kejauhan dia mengibaskan telapak tangannya dua kali, tubuh dua pelayan itu bergetar pelan, lalu keduanya bangkit berdiri, ketika mereka melihat Pek Soh-ciu, mereka bersamaan mengeluarkan suara terkejut, dan meloncat kesisinya Su Lam-ceng, melotot sambil mengangkat alis, bersikap seperti akan bertarung mati-matian.

Mendadak, terdengar suara derap kuda seperti geledek, debu berterbangan keatas, sepasukan kuda berbaju seragam, dalam sekejap sudah sampai di pulau pasir.

Su Lam-ceng sedikit tertegun, dia membalikkan kepala berkata pada seorang pelayan yang ada disisinya:

"Su-sik, pergilah lihat apakah kakakku yang datang, katakan saja aku ada disini."

Su-sik melirik sekali pada Pek Soh-ciu, saat akan meloncat keluar dari ruang perahu, Su Lam-ceng dengan wajah serius berkata:

"Sebelum ada izin dari aku, tidak boleh sembarangan berkata pada kakakku, pergilah."

Su-sik mengiyakan lalu lari keluar, dalam waktu sekejap sudah membawa masuk seorang laki-laki berperawakan besar, memakai baju panjang membawa pedang, orangnya sangat gagah, memang tidak salah menjadi seorang yang berbakat sebagai panglima, dia mengangkat alis tebalnya, mata macannya menyapu kesekeliling berkata:

"Ceng-moi, ada masalah apa ini?" "Hm...!" Su Lam-ceng berkata, "Kau punya berpuluh ribu tentara yang langsung dipimpin sendiri, disekitar Tong- koan muncul perampok yang merampok dan membunuh orang, kau juga sama sekali tidak tahu, malah masih ada muka bertanya padaku!"

Pek Soh-ciu tidak bisa menahan diri lagi, dia mendadak melangkah maju dua langkah, mengepalkan sepasang telapak berkata:

"Aku. "

"Yaa!" Su Lam-ceng bersuara sekali, mengulurkan tangan mencegah Pek Soh-ciu berkata:

"Toako, aku perkenalkan padamu, ini adalah Pek Soh- ciu Siauhiap, jika bukan dia datang tepat pada waktunya, kau ini sebagai panglima Tong-koan, juga akan terpaksa mengundurkan diri."

Su Yi tertawa keras:

"Topi hitam Toako ini tidak penting, hanya saja Li Cukat (Wanita pintar) banyak siasatnya, perhitungannya tidak pernah gagal, mengapa bisa kehilangan tentaranya, dan terkurung di pulau pasir, ini sungguh diluar dugaan kakak."

Dia menghentikan bicaranya sejenak, sepasang matanya, mendadak menyorot tajam, pada Pek Soh-ciu membungkuk memberi hormat:

"Su Yi dengan tulus sangat berterima kasih atas pertolongan anda, tidak tahu saudara Pek berasal dari mana, datang ke Tong-koan ada keperluan apa?"

Wajah Pek Soh-ciu sedikit berubah, di dalam hati berpikir orang-orang pemerintahan, memang matanya seperti senter, dia mungkin sudah melihat sedikit keganjilan dari tingkah lakunya Sursik dan Hu-cen dua pelayan wanita, maka dengan tertawa terbuka, dia berkata:

"Aku tidak bermaksud menutupi kesalahan sebaliknya melaporkan jasa..."

Wajah Su Lam-ceng jadi dingin, dia memotong dengari berteriak pelan:

"Kau ini mengapa, Pek Siauhiap.    "

Pek Soh-ciu melihat wajah Su Lam-ceng dingin seperti salju, di dalam hati dia tahu, dia tidak ingin dirinya bisa mati dengan tenang, jika dia telah menyanggupi menerima segala balas dendamnya, terpaksa dia menghentikan pembica-raan yang belum selesai.

Saat itu juga Su Lam-ceng telah membalikkan tubuh berkata pada Su Yi:

"Pek Siauhiap orangnya bertanggung jawab sekali, karena tidak bisa menyelamatkan orang yang mengawal aku jadi merasa bersalah, tapi Toako menanyakan dia sampai keakar-akarnya, apa tidak takut dianggap tidak sopan?"

Su Yi dengan hati terbuka, tertawa sebentar:

"Baik, baik, semuanya salah Toako, Pek-heng! Mari, kita kembali ke Tong-koan dulu baru bicara panjang lebar." Dia menuntun tangannya Pek Soh-ciu, segera meninggalkan perahu naik kedarat, berangkat menuju Tong-koan.

Di Tong-kuan, di istananya jendral muda ini mengadakan pesta, tapi di dalam obrolannya Su Yi terus memancing, berharap terhadap masalah kecelakaan di pulau pasir, bisa mendapatkan kabar yang lebih jelas lagi, tapi Pek Soh-ciu demi menerima balas dendam Su Lam- ceng, selalu dengan aa ee, tidak mau menjelaskannya, buat Su Yi terhadap adik kecilnya yang pintar, setiap bertemu masalah dia bisa mengetahui lebih dulu, sudah menjadi kebiasaannya dia sangat percaya pada adiknya, saat ini pakaian yang dikenakan oleh Pek Soh-ciu, semuanya pakaian laki laki yang disukai oleh Su Lam-ceng, tentu saja dia tidak berani kurang ajar terhadapnya, jika Pek Soh-ciu tidak mau mengatakannya, maka dia juga dengan tertawa menyudahinya.

0-0dw0-0

Waktu cepat berlalu, dalam sekejap sudah tiba musim gugur yang menyebarkan harum wangi buah Kwi-ci, istana jenderal di dekor meriah, tamu memenuhi ruangan, dibawah genderang tambur musik, tiba sepasang pengantin baru.

Setelah dua orang pelayan, Su-sik dan Hu-cen memberi hormat pada sepasang pengantin mereka mengundurkan diri, di kamar pengatin yang ditata mewah ini, hanya tinggal sepasang pengantin remaja yang berpakaian pengantin.

Orang yang melakukan tebak-tebakan yang salah dihukum minum arak, teriakan gembira meme-nuhi setiap pelosok ruangan, di kamar pengantin dengan lilin merah menyala, malah sunyi tidak terdengar suara sedikit pun.

Lama... baru terdengar suara keluhan panjang: "Kau tidak mau mempersunting aku?"

"Aku tidak ada maksud itu."

"Kalau begitu mengapa kau tidak membuka tutup diwajahku?" Tanpa perasaan Pek Soh-ciu membuka tutup merah yang menutupi wajah istrinya, matanya sedikit melirik, tidak sadar dia jadi tertegun oleh sebuah wajah cantik yang muncul dibalik tutup merah itu. Setelah melakukan kesalahan besar di pulau pasir di Huang-ho, dia selalu menyalahkan dirinya, selalu tidak berani memandang langsung pada Su Lam-ceng, saat dia melihat lagi wajah yang begitu cantik, dia hampir tidak tahu kaki dan tangannya dimana harus ditaruh. Su Lam-ceng dengan genit tersenyum: "Mengapa, sebab pernah mengalami jadi wajah orang baru kalah oleh orang lama, betulkan?"

Wajah Pek Soh-ciu jadi merah, katanya: "Nona secantik dewi, sulit bisa melihat wajah secantik ini di dunia, mana bisa dibandingkan, tapi. "

"Tapi wanita lemah yang selalu berada di dalam kamar, tidak bisa mendampingi pendekar besar dunia persilatan?"

"Bukan, hanya saja cara nona seperti ini membalas dendam, membuat aku jadi bingung."

"Terhadap kehidupan sekarang ini, apakah kau merasa puas?"

"Kehidupan seperti ini, memakai baju mewah makanan enak, aku seperti duduk diatas karpet jarum."

"Tidak salah, baju mewah makanan enak, seperti duduk diatas karpet jarum, ini hanyalah pembukaan balas dendam."

Hati Pek Soh-ciu tergetar:

"Tujuan nona adalah menghilangkan tujuan besar hidupku, menjadi budakmu?"

"Kau menyesal?" "Harga yang harus dibayar nona membalas dendam dengan cara seperti ini, bukankah terlalu mahal?"

"Hm..., wanita mengikuti seorang sampai akhir hayatnya, kau ingin aku menikah dengan orang lain?"

"Ini..."

"Sudahlah, kita tidak usah membicarakan ini, aku malah ingin mendengarkan rencanamu, tidak ingin kau kehilangan tujuan besar dan semangat hidup."

"Seluruh keadaan diriku, sudah diberi tahukan dengan jujur. "

"Terjun ke dalam balas dendam saling membunuh di dunia persilatan, membersihkan dan membalas dendam mengangkat nama baik keluarga, itulah tujuan besar semangat hidupmu!"

"Dendam pembunuh ayah, tidak bisa tidak harus dibalas, apa lagi aku berada di dunia persilatan, bagaimana bisa tidak mempedulikan kekacauan dan mala petaka yang terjadi di dunia persilatan?"

"Kau merasa seorang diri kau mampu menyelamatkan keributan dunia persilatan?"

"Manusia berusaha, langit yang menentukan, aku hanya berusaha melakukan semampu diriku."

"Hm..., Cukat Liang seumur hidupnya berhati-hati, juga tidak luput mengalami kegagalan di Kie-teng, keberanian seorang manusia biasa, mana bisa selalu berhasil!"

"Maksud nona adalah     "

"Aku ingin kau memperdalam dulu ilmu silatmu, setelah rencananya matang, baru bergerak." "Apa nona tidak ingin membalas dendam lagi?" Tanya Pek Soh-ciu

"Siapa bilang? Ini juga salah satu cara membalas dendam."

Terhadap nona bangsawan yang kelihatannya lemah sampai menangkap ayam juga tidak bisa, sungguh dia tidak bisa menebak dengan betul tujuan isi hatinya, terpaksa dengan sedih mengeluh:

"Baiklah, tidak peduli apa tujuan nona, aku hanya bisa menuruti apa maumu saja."

"Itu baru betul."

Pelan-pelan Su Lam-ceng bangkit berdiri, dari satu peti kayu merah bunga, dia mengeluarkan satu dus sutra yang indah, setelah membuka tutup dus dengan jari munggilnya, menjepit keluar satu botol kecil giok warna putih, dia memberikan botol kecil itu pada Pek Soh-ciu berkata:

"Bukalah, lalu makan."

Pek Soh-ciu merasa aneh berkata:

"Apa isi didalam ini? Nona."

Alisnya diangkat, mata melotot memberi dia satu pandangan mata putih yang menggiurkan berkata:

"Obat racun."

"Asalkan perintah nona, walau pun naik ke gunung pisau, turun ke dalam katel minyak, aku juga wajib melakukan, tidak bisa menolak, apa lagi hanya sebotol obat racun." Dia membuka tutup botol giok, tidak peduli itu adalah racun yang bisa menembus usus merobek perut, langsung dihirupnya sampai habis, tapi baru saja masuk ke mulut terasa ada bau wangi, jelas itu adalah obat, mana mungkin racun! Dia jadi bingung berkata: "Sebenarnya apa ini? Nona."

Su Lam-ceng tersenyum menekan bibir:

"Ini adalah sari Leng-san-giok-ki (Giok susu dari gunung kepintaran) dari See-ih (Tiongkok barat), kalau iiiang biasa yang memakannya bisa memperpanjang umur, kalau orang yang berlatih silat jika memakannya, bisa melancarkan jalan darah bagian bawah dan atas, membuat jalan darah Jin dan Tok tembus. "

Pek Soh-ciu terbengong berkata: "Benda yang sangat berharga ini, mengapa nona ingin aku memakannya?"

"Balas dendam!"

"Kek, kek, ini jadi membuat aku seperti berada di kabut sepanjang lima lie, sungguh tidak tahu di mana timur, barat, selatan, utara."

Wajah Su Lam-ceng mendadak berubah kembali, dengan wajah serius berkata:

"Dengar, pertama, kuberi waktu sepuluh hari untukmu, melancarkan jalan darah atas dan bawah, menembus jalan darah Jin dan Tok."

Pek Soh-ciu tertegun berkata:

"Ini juga balas dendam?" "Bagaimana kau tahu ini bukan?"

"Baiklah, aku akan berusaha sebisanya."

"Kedua, mulai dari sekarang, tidak boleh lagi memanggil aku nona, kau sendiri juga tidak boleh menyebut diri hamba."

"La.    lalu panggil apa?" "Kapan kau pernah mendengar suami memanggil istrinya nona, dan menyebut diri sendiri hamba?"

"Ini hanya cara no.    kau balas dendam, bagaimana bisa

dihitung benar-benar suami istri?"

"Hm... tidak peduli benar atau tidak balas dendam, bagaimana pun kita telah melalui perintah orang tua, dihubungkan oleh mak comblang dan lalu menjadi suami istri, tentu saja harus dianggap benar-benar suami istri."

"Perintah orang tua.    "

"Walau ayahku jauh ada di ibu kota, dengan pos kilat, kurang lebih sebulan sudah bisa sampai, apa kau tidak percaya?"

"Ini. "

"Masih ada, ketiga, seluruh keluargaku semuanya orang terpelajar, atas kedudukannya tidak satupun yang buta huruf, mulai hari ini kau harus masuk sekolah giat belajar, musim semi tahun depan pergi ke ibu kota ambil ujian."

"Apa? Kau ingin aku belajar menulis, mengambil ujian?" "Tidak salah? Apa ini tidak bagus?"

"Kek, no......Lam-ceng, aku tidak ada niat duduk di pemerintahan, buat apa kau mempersulit orang!"

Su Lam-ceng memelototkan mata cantiknya:

"Di bawah sinar bulan membaca puisi, naik kuda sambil baca buku, wanita cantik menemani minum arak, sambil mendengarkan musik minum minum, begitulah hidup yang menyenangkan, kau malah ingin makan ditempat terbuka kalau hujan kehujanan, berkelana di dunia persilatan, seharian berada di dalam situasi berbahaya balas membalas dendam saling membunuh, haai... kalian ini para orang dunia persilatan, sungguh membuat orang tidak mengerti." Pek Soh-ciu mendengarnya sampai hati tergetar, di dalam hatinya berkata, 'benar saja di dunia ini yang paling beracun adalah hati wanita', malah akan menguning aku di dalam sangkar mas, jadi boneka permainan dia, tidak tahan dengan mendengus berkata:

"Aku memang orang bertulang hina, tidak pantas menjadi boneka hidup jadi permainan yang menggembirakan orang."

Su Lam-ceng mengeluh sedih, melangkah maju, menggunakan tusuk konde membuang sumbu lilin merah, sesaat dia mengangkat alis hitam, menatap Pek Soh-ciu, katanya:

"Menikah dengan ayam turut ayam, menikah dengan anjing turut anjing, baik, aku ikut kau pergi."

Pek Soh-ciu mendengarnya jadi tertegun, hampir tidak percaya pada telinga sendiri, lama, baru menggelengkan kepala berkata:

"Dunia persilatan adalah tempat yang sangat berbahaya, bukanlah tempat baik untuk wanita lemah sepertimu yang selalu tinggal di dalam kamar!"

Su Lam-ceng mencibirkan bibir:

"Mengapa? Lupa lagi janji yang telah kau sanggupi?" "Apakah ini juga dianggap balas dendam?"

"Bisa dikatakan begitu."

Satu keluhan panjang tanpa berucap, mengakhiri perbincangan panjang di malam ini, sepuluh hari kemudian, di jalan raya Koan-lok, berlari datang empat kuda besar, yang memimpin adalah seorang remaja berbaju putih dengan alis tebal naik keatas, sepasang mata bersorot seperti kilat, angin jmusim gugur yang bertiup kencang, meniup jubah putih peraknya, melarikan kuda melawan angin, tampak gagah sekali.

Disisi dia adalah nyonya muda yang masih remaja dengan sanggul rambut tinggi, penampilannya anggun sekali, memakai baju berwarna kuning angsa, menutupi tubuhnya yang langsing seksi, kelihatannya sedikit lemah lembut, tapi dia berkuda beriringan dengan remaja berbaju putih, tetap bisa dengan santai mengendalikannya, apa lagi di dalam tingkah lakunya, sangat alami tampak sangat anggun, bisa membuat orang tanpa sadar, langsung timbul perasaan menghormatinya.

Di belakang mereka berdua, adalah sepasang pelayan kecil berbaju putih alami, di punggungnya terselip pedang panjang, ikut melarikan kuda, gerakannya tampak sangat cekatan.

Sinar mentari sore, menyorot miring wajah cantik wanita berbaju kuning, diantara alis dia, tampak sedikit warna lelah, dia melihat sebentar ke langit, membalikan kepala berkata pada remaja berbaju putih disisinya:

"Soh-ciu, sebentar lagi matahari terbenam waktu nya masak nasi, gunung dikejauhan seperti hitam semua, pemandangan sore hari di musim gugur, sungguh memikat orang."

Remaja berbaju putih adalah Pek Soh-ciu, sedang remaja wanita baju kuning tentu saja adalah Su Lam-ceng. Suasana sore ini bagi Pek Soh-ciu seperti tidak ada gairah untuk menikmati nya, dia hanya sedikit mengerutkan alis, di hidungnya mengeluarkan suara pelan.

Su Lam-ceng tersenyum pada dia berkata: "Hatimu seperti penuh dengan kesedihan, tampaknya belum sampai kau menentukan arah, mungkin kau sudah terjerumus kedalam lumpur dan tidak bisa bangkit lagi." Pek Soh-ciu dengan tawar berkata:

"Pek Soh-ciu berdosa dan sedang menerima hukuman, ada keputusan apa yang perlu dipikirkan, tapi dunia persilatan ini banyak jebakannya, hati manusia seperti musang, jika kalian majikan dan pelayan sampai terjadi kecelakaan, Soh-ciu semakin malu hidup didunia."

Su Lam-ceng dengan wajah serius berkata: "Kalau demikian, demi menerima hukuman, kau tidak peduli lagi pada balas dendam orang tua, dan tidak peduli lagi atas gejolak dunia persilatan?"

Pek Soh-ciu tertegun:

"Apakah mungkin kau bisa.    "

"Tidak salah, aku izinkan kau membalas dendam, tapi tidak boleh melibatkan diri pada gejolak dunia persilatan lainnya."

"Apa kata-katamu sungguh sungguh?"

"Walau pun bukan seorang laki-laki, tapi terhadap menepati janji dan kepercayaan, tidak akan sampai kalah oleh laki-laki sejati."

Perkataannya berhenti sebentar: "Tapi di jalan raya Koan-lok ini, halangan sudah tersebar dimana-mana, walau kau berilmu tinggi, mungkin juga sulit bisa menghadapinya."

Pek Soh-ciu mendadak menengadahkan kepalanya, tertawa keras:

"Jika Pek Soh-ciu bisa membalaskan dendam keluarga, di atas jalan raya Koan-lok walau sudah disiapkan gunung golok, pohon pedang, aku juga akan berusaha melabraknya, tapi. " "Kau curiga aku yang lemah ini, bagaimana bisa tahu masalah dunia persilatan?"

"Pek Soh-ciu memang ada pikiran ini."

"Apakah kau tahu manusianya tidak bersalah, salahnya memiliki pusaka?"

"Orang she Pek kecuali punya satu bor, satu pedang, bisa dikatakan tidak ada barang lainnya yang berharga."

"Im-cu-kiam, salah satu pedang pusaka, Pouw-long-tui, lebih-lebih adalah pusaka tiada duanya, di dunia persilatan lebih banyak orang yang melihat keuntungan, lupa akan kesetia kawanan, lebih baik kau tingkatkan kewaspadaanmu."

Terhadap analisa Su Lam-ceng, walau dia merasa masuk akal, tapi dengan sifatnya yang tidak mau mengalah, mana mungkin bisa memperhatikan masalah ini! Hanya dengan mendengus pelan dia berkata:

"Orang tidak mengganggu aku, aku tidak mengganggu orang, jika ada siapa yang tidak mempunyai mata. "

Perkataannya mendadak berhenti, tiba-tiba dia membalikan tangannya, satu tenaga sekuat geledek, dipukulkan pada satu pohon besar yang berada dua tombak lebih disisinya.

Semenjak berhasil melancarkan jalan darah Jin dan Tok, ini adalah pukulan pertamanya, walau dia hanya menggunakan tenaga sebesar tujuh puluh persen, tapi kekuatan tenaga telapaknya, seperti merobek langit, di dalam gulungan angin, melayang satu bayangan orang berwarna abu-abu, tubuhnya jatuh ke bawah, sempoyongan mundur beberapa langkah, baru bisa berdiri memantapkan diri. Su Lam-ceng melihat pada orang itu, tidak tahan hatinya jadi ciut, dengan ketakutan berdiri disisi Pek Soh-ciu, kepalanya menunduk rendah, tidak berani mengangkat kepala lagi.

Ternyata orang ini sepasang matanya berlubang, hanya dua lubang yang tidak ada bola mata, malah pipi tajam hidung bengkok, sepasang bibir terbalik keluar, menampakan dua buah taring besar berwarna kuning hitam, wajahnya bengis, jelek sekali, walau Su Lam-ceng berpengetahuan tinggi, orangnya pintar sekali, seluruh tempat ternama di dalam negeri, sering dikunjunginya, tapi mana dia pernah bertemu dengan orang berwajah sebengis ini.

Orang aneh berbaju abu-abu itu mendadak mengangkat tangannya yang kurus kering seperti cakar burung, dengan suara aneh yang tidak enak didengar berteriak aneh:

"Bocah! Orang tidak mengganggu aku, aku tidak mengganggu orang, kata-kata ini kau yang ucapkan? Aku beristirahat diatas pohon, tidak mengganggu jalan kudamu, tapi pukulan telapakmu hampir saja mencabut nyawa aku orang buta ini, orang yang tidak mempunyai mata, sudah tersiksa oleh cacatnya, malah masih mendapat pandangan rendah dimana-mana, coba kau katakan, tidakkah kau seharusnya bertanggung jawab atas tindakanmu tadi."

Pek Soh-ciu melihat torang buta berwajah buruk ini, malah tingkahnya anggun, wajah jujur, tadi dirinya tanpa alasan memukul dia, sungguh merasa salah sendiri, sehingga dengan perasaan bersalah dia meng-hormat:

"Tadi aku sembarangan memukul, harap anda memaafkan."

"Hm... setelah memukul, lalu minta maaf padaku, ini sungguh bisnis yang menguntungkan, tidak ada cara lain, aku juga menurut resep mengambil obat, terima pukulanku."

Si buta mengatakan pukulan langsung memukul, cepatnya sulit dibayangkan, bayangan abu-abu berkelebat, angin keras mendadak timbul, cakarnya sudah datang menotok jalan darah Im-ku di kakinya Pek Soh-ciu, kecepatan serangannya, ketepatan mengarah jalan darah, sangat di luar dugaan Pek Soh-ciu.

Untung saja dalam sepuluh hari di Tong-koan, dengan bantuan khasiat Leng-san-giok-ki, tenaga dalam Pek Soh- ciu sudah mencapai tingkat kesempurnaan, jika tidak terhadap cakarnya si buta ini, dia pasti tidak bisa mengelaknya.

Di saat angin telunjuk menyentuh tubuh, mendadak dia menjejakkan kaki, jubahnya melayang-layang, tubuhnya sudah terbang ke atas meninggalkan pelana kuda, lalu sepasang kaki mengayun, diatas udara menendang dengan kuat ke jalan darah di pundak sibuta.

Si buta adalah seorang pendekar aneh yang sudah ternama di dunia persilatan, saat di tendang oleh Pek Soh- im dari udara, timbul rasa ingin menangnya, dia cepat menurunkan pundaknya, tangan ditekan meloloskan diri dari tendangan Pek Soh-ciu, lalu dia membalikkan telapak kanan, dipukulkan ke jalan darah Cau-hai di kaki Pek Soli- ciu.

Pek Soh-ciu berputar di udara, tubuhnya melayang turun satu tombak lebih diluar jangkauan si buta, lalu mengepal sepasang tangan, sedikit membungkuk berkata:

"Sekarang kita sudah tidak punya hutang piutang, anda bisa kembali keatas pohon beristirahat." "Ha ha ha!" si buta tertawa keras, "Boleh tahu, apakah saudara kecil adalah Pek Siauhiap yang membuat ribut di kuil Siau-lim, dan bertarung melawan Lo-han-tin?"

Pek Soh-ciu tertegun:

"Benar aku adalah Pek Soh-ciu, tidak tahu anda ada urusan apa?"

"Aku Ku-bok-it-kai (Pengemis buta), mendapat perintah dari Pangcu perkumpulan kami Sangguan Ceng-hun, untuk menyelidik sekelompok murid penghianat, tiga bulan lalu disekitar Lam-yang, bertemu dengan seorang nona. "

"Ooo, apakah nona ini ada hubungannya dengan aku?" "Ada kemungkinan."

"Bisakah Cianpwee menceritakan sedikit lebih jelas?"

Sepasang lubang matanya Ku-bok-it-kai mendadak membalik, dua sinar tajam menyorot keluar, dia melirik pada Su Lam-ceng, tampak sedikit ragu.

Pek Soh-ciu sudah tahu maksudnya, dia tertawa tawar berkata:

"Ini adalah istriku Su Lam-ceng, kelakuan aku tidak ada yang perlu disesalkan, Cianpwee ada perkataan apa silahkan katakan saja, tidak apa-apa."

"Si buta telah bertemu dengan seorang nona, namanya Siau Yam, dia melanglang buana puluhan ribu lie, hai...

seperti terbelit oleh cinta. "

"Dia......" Pek Soh-ciu wajahnya tertegun, tidak salah, dia terpikir hari itu karena salah menginap. terjadilah hal yang tidak mengenakan, teringat nona yang ingin menang sendiri itu... tapi masa lalu biasanya tidak enak diingat kembali, dia sendiri hampir saja tewas dibawah telapaknya, lalu dengan batuk sekali dia berkata: "Aku memang kenal dengan nona ini, tapi kami hanyalah bertemu sekali saja."

Ku-bok-it-kai tertawa keras lagi berkata: "Kata-kata Siauhiap, si buta bisa percaya, nona Siau itu mungkin seperti ulat membungkus diri sendiri dengan seratnya, hanya saja dia mencari Siauhiap kemana-mana, si buta akan memberitahukannya sebab sudah bertemu dengan Siauhiap, sudahlah, kita bertemu lagi dilain hari." Perkataannya baru saja habis, tubuhnya sudah meloncat, bayangan abu-abu seperti anak panah, di rerumputan pinggir jalan sekelebat menghilang.

Su Lam-ceng melihat kearah menghilangnya bayangan, dia mengeluh:

"Benar saja, dunia persilatan yang besar, penuh dengan segala keanehannya, orang ini malah seorang yang pura- pura buta."

Karena tadi Sia-kai menceritakan masalah Siau Yam, didalam hati Pek Soh-ciu jadi merasa sedikit tidak tenang, saat ini dia tidak berani banyak bicara, ujung kaki sedikit dihentakan, maka dia naik lagi diatas kuda, sepasang kaki menjepit perut kuda, mendahului dan menuju jalan raya.

Begitu terhambat oleh peristiwa ini, hari sudah jadi gelap, di dalam hati Pek Soh-ciu sudah tahu tidak mungkin mereka bisa sampai ke Han-ku-koan, jadi terpaksa hanya mencapai yang ada tempat menginap di depan sana.

Dengan Su Lam-ceng walau sudah menjadi suami istri yang resmi, tapi dia menganggap ini hanyalah cara Su Lam- ceng membalas dendam, maka dia selalu hanya berpura pura jadi suami, tidak pernah ada pikiran untuk mencumbunya. Tampat yang menjadi tempat mereka istirahat sementara, adalah tempat istirahatnya para pesuruh dan para pedagang kecil, peralatannya tentu saja sangat sederhana, Pek Soh-ciu dan Su Lam-ceng, Su-sik dengan Hu-cen, masing masing tinggal di satu kamar, di dalam kamar kecuali satu meja dua kursi, dan satu ranjang papan keras yang sempit, tidak ada barang lain lagi, bagusnya Su Lam-ceng walaupun seorang putri bangsawan, tapi terhadap kehidupan berkelana yang situasinya tidak menentu, malah bisa menerimanya dengan tulus.

Saat ini sinar bulan menerangi halaman, lampu kamar seperti kacang, angin malam bertiup dingin, sering terdengar suara merintih, keadaannya sungguh menyedihkan.

Terhadap ini semua Su Lam-ceng seperti tidak mempedulikan, dia mengganti pakaian dengan pakaian malam, rambut panjangnya yang hitam bersinar, menutup diatas bahunya yang mulus yang seperti minyak kambing, rok panjangnya sampai ke tanah, wajahnya cerah tampak anggun dan sederhana.

Dengan wajahnya yang, anggun, cantik seperti dewi, walau pun orang yang pantang terhadap enam nafsu, mungkin juga tidak akan tahan, seperti sumur tua jadi bergelombang, hatinya bergerak, apa lagi sesudah seharian berdampingan dengan dia, demikian juga buat seorang remaja tampan yang gairahnya sedang tinggi! Di antara alis Pek Soh-ciu, sering tampak wajah yang susah menahan diri.

Saat ini Su Lam-ceng seperti sengaja memutar tubuhnya, sepasang tangannya memainkan rambut panjangnya, pada Pek Soh-ciu yang sedang bengong dia tertawa pelan dan memikat: "Soh-ciu, sinar bulan menyinari jendela, suara musim gugur mengejutkan kamar, keadaan ini dan pemandangan ini, tidak heran orang dulu bersemangat sekali membawa lilin melancong di malam hari."

"Aaa...! Pek Soh-ciu bersuara, "Ini......kek, benar.    "

Su Lam-ceng menatap dia dengan tajam, melangkah pelan, mengaet tangan dia duduk berdampingan di sisi ranjang, lalu berkata:

"Soh-ciu, suatu kejadian semuanya sudah takdir, kita sudah menjadi suami istri, mengapa kau masih begitu asing terhadapku?"

Pek Soh-ciu bengong sesaat dan berkata:

"Orang she Pek berhadapan dengan nona cantik seperti dewi, sungguh merasa rendah diri sendiri, apalagi. "

Wajah Su Lam-ceng menjadi merah, dengan serius berkata:

"Dengan penampilanmu yang tampan dan gagah ini, jika berada di dalam ruangan kuil, bukankah mengambil hio merah semudah mengambil rumput. Mengenai jalan hidup seseorang semua sudah takdir, balas dendamku, juga hanya supaya kau mau jadi seorang suami yang setia."

Pek Soh-ciu menatap bengong Su Lam-ceng beberapa saat, mendadak dia tertawa keras, tangannya dengan erat merangkul, dua-duanya berguling di atas ranjang papan, angin kencang masih tetap bertiup, bulan musim gugur menyinari ruangan, di dalam kamar yang sederhana ini, malah terdengar suara-suara yang menggairahkan, yang memabukkan orang.

Lama sekali......akhirnya Su Lam-ceng menghela nafas panjang, terengah-engah berkata: "Ciu koko.    "

"Ada apa? Adik Ceng."

"Kau tahu...... kita...... sebenarnya sudah dua kalinya bertemu?"

"Dua kali?"

"Kau sudah lupa? Di vihara.    "

"Ooo! Tidak aneh aku seperti merasa pernah kenal dengan kau, tapi, mengapa kau bisa. "

"Gadis telah dewasa tidak bisa tinggal di rumah, seorang gadis jika tumbuh dewasa, harus menikah, betulkan?"

"Tentu saja."

"Aku belajar buku peramalan, sementara tinggal di vihara hweesio, berlayar di Huang-ho, semuanya berdasarkan dari ramalan di buku peramalan, benar saja dua kali bisa bertemu dergan kau. "

Mereka berdua sedang asyik berbincang romantis, di dalam halaman rumput kering itu, terdengar satu suara pelan yang aneh, dengan ilmu silat Pek Soh-ciu seperti sekarang, dalam keadaan bagaimana pun, daun gugur bunga terbang dalam jarak sepuluh tombah, juga sulit lolos dari pendengaran dia, sehingga, dia berbisik pada Su Lam- ceng:

"Adik Ceng! Diluar kedatangan orang jahat, mungkin ditujukan pada kita, kau istirahat disini, biar aku keluar melihatnya."

"Mmm." Su Lam-ceng menyahut sekali: "Ciu koko! Kau jangan pergi terlalu jauh, hati-hati penjahat menggunakan siasat menggiring macan meninggalkan gunung." Pek Soh-ciu berpikir di dalam hati, kata kata ini tidak salah, Su Lam-ceng tidak bisa silat, jika dia sembarangan meninggalkan, bukankah akan memberi kesempatan pada musuh! Maka, dia dengan Su Lam-ceng selesai memakai baju dan sepatu, sambil menuntun tangan dia berkata:

"Adik Ceng! Kau takut tidak, kita bersama sama keluar melihatnya, baik tidak?"

Dia baru saja selesai bicara, di luar pintu sudah terdengar tawa dingin mengerikan berkata:

"Gadis kecil! Jangan takut, Sun Tay-ya akan melindungimu."

Pek Soh-ciu mengangkat alisnya, sebuah tendangannya menerbangkan daun pintu, lalu menuntun Su Lam-eeng meloncat dan berdiri di tengah halaman, tapi ketika matanya menyapu ke sekeliling, dia tidak bisa melihat sekelilingnya.

Di dalam halaman yang penuh dengan rumput liar ini, berdiri puluhan orang persilatan yang berpakaian macam- macam, dua pelayan Su-sik dan Hu-cen, telah berada dalam cengkraman mereka, Pek Soh-ciu yang belum lama menginjakkan kaki ke dunia persilatan, tidak kenal pada kawanan orang persilatan ini, walau pun mereka adalah penguasa setempat, dia sedikit pun tidak takut, hanya saja dengan ditawannya Su-sik dan Hu-cen, dia jadi tidak bisa bebas bertindak.

Saat ini seorang sastrawan setengah baya yang tubuhnya tinggi kurus, berwajah dingin licik, melenggang kehadapan Pek Soh-ciu, berkata: "Apakah kau orang she Pek?"

"Betul, kalian ada urusan apa?" "Heh. hanya ingin berunding saja." "Dengan cara apa berundingnya? Aku ingin mendengar penjelasannya."

"Mudah sekali, asalkan anda mengeluarkan Pouw-long- tui, biar kami semua melihatnya."

"Benar, memang mudah sekali, tapi kita belum pernah kenal, jika ingin berhubungan, anda juga harus memperkenalkan diri dulu pada aku orang she Pek."

"He he......betul juga, lo......" Dia pertama menunjuk hidungnya sendiri berkata, "aku......he he, Pek-san-han-tiok (Gunung putih bambu dingin) Sun San-yat, yang itu adalah ketua perkumpulan Ci-yan Oh-siucay (Sastrawan jelek) Liu Giauw-kun, Giam-ong-leng (Perintah raja neraka) Sai Hong, Sai Tayhiap, Kau-gick-hoan (Gelang cantik giok) nona Ku Cu, pendeta To Cu-koan dari gunung Ceng- seng. silahkan kalian berakrab-akrab."

Pek Soh-ciu mendengar dia melaporkan begitu banyak orang, dia merasa sangat tidak sabar, katanya:

"Sepasang pendekar dari Say-gwa (luar perbatasan), satu pendeta To dari Ceng-seng, ditambah satu raja neraka, seekor walet ungu, komposisinya memang sangat besar, hanya sayang kalian tikus-tikus satu sarang ini, masih belum pantas melihat Pouw-Iong-tuiku!"

Pek-san-han-tiok Sun San-yat membentak marah katanya:

"Bocah, aku sudah memberi muka, kau masih tidak mau, Tay-ya terpaksa menghabisimu."

Orang ini adalah Sun San-yat, dengan Kau-giok-hoan Ku Cu, disebut sebagai Say-gwa-siang-hiap, ilmu silatnya memang tidak bisa dianggap enteng, baru saja selesai membentak, tubuhnya mendadak seperti elang putih menerjang langit, sebatang Han-tiok berwarna hijau membentuk bayangan tongkat memenuhi langit, dengan kekuatan seperti Tay-san menindih telur bergerak memukul ke arah kepala.

"Hm...!" Pek Soh-ciu berkata tawar, "Kau tadi menghina istriku, harus menerima hukuman putus tangan......" Sinar putih mendadak keluar memancar, Im-cu-kiamnya bergerak secepat angin kencang, begitu menerjang langsung sudah kembali, cepat laksana kilat, terlihat Sun San-yat menjerit ngeri, tubuhnya yang seperti bambu dengan bercucuran darah melayang jatuh satu tombak lebih.

Gerakan Pek Soh-ciu begitu cepat, jago-jago silat dari aliran putih mau pun hitam di lapangan sampai tidak sempat melihat jelas, bagaimana jurus pedang Pek Soh-ciu menerjang, tahu-tahu sudah kembali. Sun San-yat yang namanya sangat termasyur dikalangan aliran hitam, sudah menjerit kehilangan tangannya, darah bertebaran di rumput liar.

Jurus pek Soh-ciu ini menimbulkan pengaruh besar, ibarat membunuh ayam memperingati monyet, para pesilat tinggi dunia persilatan yang berniat tidak baik, warna wajahnya langsung berubah, tapi ketua perkumpulan Ci- yan Oh-siucay Liu Giauw-kun malah melangkah maju dua langkah, dengan wajah licik dia tertawa:

"Ilmu silat Siauhiap hebat sekali, aku... sangat mengaguminya he he he, tapi, sepasang kepalan sulit melawan empat tangan, pesilat tinggi tidak bisa menahan orang banyak, jika istri anda mendapat sedikit saja kejutan, bukankah Pek Siauhiap akan menyesal seumur hidup!"

Sungguh Liu Giauw-kun licik seperti musang, hanya dengan beberapa kata, dia sudah menunjukan kelemahannya Pek Soh-ciu, membuat warna wajahnya bembah beberapa kali, dalam waktu sesaat, merasa sudah maju mau pun mundur.

Giam-ong-leng Sai Hong juga dengan dingin melanjutkan:

"Tidak salah, walau kami tidak bisa mengalah-kanmu, kau juga mungkin sulit melindungi istrimu yang cantik, jika ada orang dengan kasar meraba dia. He he he, kau merasa sakit juga sudah tidak berdaya."

Mata Pek Soh-ciu menyorot sinar sadis dengan kesal berkata:

"Tadinya aku tidak ada niat membunuh orang, jika kalian terus memaksa. "

Semenjak Su Lam-ceng mengikuti Pek Soh-ciu meloncat ke halaman, dia selalu bersembunyi di belakang tubuh Pek Soh-ciu, hatinya tidak tenang melihat pada para pesilat tinggi dunia persilatan ini, tapi saat ini mendadak dia berdiri tegak disisi Pek Soh-ciu, sepasang matanya yang seterang bulan di musim gugur menyapu ke sekeliling, sikapnya tampak tenang sekali.

Dia seperti bulan terang di langit yang sinarnya menyorot ke segala arah menerangi seluruh lapangan lebih- lebih sepasang matanya yang hitam putihnya terlihat jelas seperti lautan yang dalam dan matahari musim dingin di dalam awan, membuat orang yang melihat sorot matanya tidak bisa dialihkan lagi.

Dalam kelompok para pesilat tinggi dunia persilatan, pendeta To Cu-koan dari Ceng-seng yang ilmu silatnya paling tinggi, ketabahan dan pendidikan-nya juga lebih dari pada orang biasa, tapi saat matanya menatap pada matanya Su Lam-ceng, tetap saja tidak tahan, matanya terasa silau, hatinya bergejolak, tidak berani melihat lagi. Ini adalah situasi yang sulit bisa dipercaya orang, puluhan pesilat tinggi dari kedua aliran, aliran putih dan aliran hitam, semuanya terpesona oleh kecantikannya Su l.am-ceng, seluruh lapangan hening, hampir tidak ada seorang pun mau menghela nafas.

Sorot mata Su Lam-ceng menyapu lagi ke sekeliling lapangan, akhirnya berhenti dan menatap pada seorang ketua cabang perkumpulan Ci-yan yang menawan Su-sik dan Hu-cen berkata:

"Dua pelayan wanitaku, sekali pun tidak pernah bertemu dengan kalian, kalian adalah orang-orang yang ternama, mana boleh melakukan tindakan menghina orang lemah seperti ini!"

Dia mengatakannya dengan santai saja, tapi seperti ada kekuatan gaib yang besar sekali, siapa pun orangnya setelah mendengarkan, semua merasa melepaskan dua pelayan wanita itu adalah hal yang pantas, tentu saja dua orang kepala cabang itu dengan tanpa ragu menepuk membebas kan jalan darah dua pelayan wanita itu, masih berkata:

"Silahkan nona." Lalu membiarkan mereka berdua dengan tenang pergi meninggalkannya.

Su Lam-ceng tertawa ringan, dia membalikkan tubuh berkata pada Pek Soh-ciu:

"Qiu koko! Mari kita pergi."

Tapi begitu dia memanggil Qiu koko, seperti satu suara guntur menggelegar, semua para pesilat tinggi dilapangan hatinya bergetar, mereka segera sadar kembali, dan timbul amarah yang tidak tahu ujung pangkalnya, dengan cepat menyebar ke seluruh lapangan, semuanya berteriak, bersamaan maju men-desak mereka. Yang pertama berteriak adalah Giam-ong-leng Sai Hong berkata:

"Mau pergi boleh, tapi harus tinggalkan barang!"

Su Lam-ceng memutar tubuhnya berkata: "Kau mau apa?"

Begitu mata Sai Hong bertatapan, amarahnya segera menghilang entah kemana, sesaat baru berkata:

"Kami sudah mencari puluhan ribu lie, tujuan-nya adalah   melihat   pusaka   dunia   persilatan. Pouw-Iong-

tui. "

"Kalian ingin lihat Pouw-long-tui?"

"Pusaka alam, siapa pun tentu ingin sekali melihatnya." "Tapi pusaka alam, jugg paling mudah menyesatkan

pikiran orang, menambah nafsu serakahnya, kalian lebih

baik jangan melihatnya." "Ini. "

Mendadak terdengar satu suara aneh dari kaki langit di kejauhan, seluruh pesilat tinggi di lapangan, semua merasakan hatinya bergetar, situasi yang ribut ini, segera menjadi tenang.

Suara aneh itu mendadak berhenti, di pintu halaman muncul seorang gadis bertopeng hitam, sambil melenggok dalam sekejap dia sudah berdiri di depan Pek Soh-ciu kurang lebih lima kaki.

Mata cantik di belakang topeng hitam berputar, menyapa pada para pesilat di sekeliling, lalu menatap pada Pek Soh- ciu, lalu berkata:

"Apa kau muridnya Sin-ciu-sam-coat, Pek Soh-ciu?" "Hm. !" Kata Pek Soh-ciu, "Tidak salah." "Aku ingin meminjam Pouw-long-tui."

"Maaf, aku belum ada minat meminjamkan pada orang lain."

"Hm... sebagai ketua perkumpulan kata-kataku adalah perintah, sekarang ini belum ada seorang pun yang berani membantah perintah aku!"

"Yaaw...." Su Lam-ceng berteriak, lalu mengulurkan tangannya, menunjuk ke lapangan:

"Kau sombong benar, apakah semua orang-orang mi juga harus mendengar perintahmu?"

Wanita berbaju hitam itu tertawa dingin seperti es, pelan- pelan mengulurkan tangan yang berwarna putih seperti giok, mendadak menjentik-kan jarinya, seorang pesilat tinggi dari perkum-pulan Ci-yan yang berdiri satu tombak lebih, langsung berteriak ngeri, roboh terlentang jadi mayat di atas rumput, seluruh pesilat tinggi di lapangan, walau wajahnya berubah, tapi semua diam ketakutan, siapa pun tidak berani mencari gara-gara pada wanita berbaju hitam.

Su Lam-ceng memutar matanya, tertawa tawar lalu berkata:

"Tidak di duga, di dalam dunia persilatan, kebanyakan adalah orang hanya berani menghina yang lemah, takut pada yang kuat, orang-orang yang takut mati. "

Orang yang dibunuh oleh wanita baju hitam adalah anak buahnya perkumpulan Ci-yan, Oh-siucay Liu Giauw-kun masih belum bereaksi, malah Giam-ong-leng Sai Hong yang berteriak lebih dulu, maju beberapa langkah, gada mas di tangannya di angkat sambil berkata: "Membunuh orang bayar nyawa, hutang uang bayar uang, Sai Hong ingin minta keadilan pada ketua perkumpulan Cu."

Wanita baju hitam mendengus sekali:

"Bagus, bagus, pemberani." Mendadak dia melayangkan tangan kebelakang, "keluarkan satu matanya, putuskan satu lengannya, sebagai peringatan menentang aku."

Di belakang tubuhnya entah kapan, sudah berdiri 4 orang bertopeng hitam, seorang bertopeng hitam yang tubuhnya kurus kecil menyahut lalu meloncat keluar, mengulurkan sebelah tangan menangkap pada gada mas Sai Hong.

Orang ini menyerang laksana kilat, begitu tubuhnya bergerak, lima jari seperti kail sudah menyentuh pinggir gada mas.

Sai Hong terkejut, lengan kanannya cepat diturunkan, ujung kaki dihentakan, tubuhnya terbang mundur kebelakang, baru lolos dari cakaran ringan si orang topeng hitam. Tapi Orang bertopeng hitam gerakannya cepat sekali, sebelum Sai Hong berdiri mantap, orang bertopeng hitam sudah seberti bayangan datang menerkam kembali. 6

0-0dw0-0
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar