Pendekar Patung Emas Jilid 16

 
Jilid 16

"EHMM " sesudah termenung beberapa waktu tanyanya lagi

"Siauw sicu punya rencana mau bertanding dengan menggunakan cara apa?"

"Cayhe mengikuti petunjuk Ciangbun thaysu saja"

Agaknya Yuan Kuang Thaysu sudah mengubah kembali pendiriannya. "Bagaimana kalau begini saja?" ujarnya sambil tertawa dengan lucunya. "Kita saling bergebrak dengan tidak usah bertanding secara langsung, kini Lolap perlihatkan beberapa kepandaian terlebih dulu jikalau siauw sicu bisa melakukan seperti apa yang lolap lakukan maka lolap akan percaya kalau Siauw sicu belum pernah memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng itu"

Ti Then mengangguk tanda setuju.

"Baiklah, silahkan ciangbun thaysu memberi petunjuk."

Sepasang mata Yuan Kuang Thaysu mulai berputar memandang sekeliling tempat itu setelah dilihatnya ada beberapa batu cadas raksasa yang amat besar lalu dia berjalan ke sana, ujarnya.

"Silahkan siauw sicu juga ikut kemari"

Dia berjalan mendekati batu cadas raksasa itu kemudian meletakkan toyanya ke atas tanah. sesudah meraba beberapa kali ke atas batu cadas itu ujarnya sembari tertawa.. "Batu cadas ini sungguh atos sekali."

Siapa tahu belum habis dia berkata batu cadas raksasa itu bagaikan sebatang kayu yang amat lapuk hanya sedikit dikebas dengan menggunakan telapak tangannya batu itu selapis demi selapis terkupas dan remuk menjadi bubuk.

"Kekuatan telapak dari Ciangbun thaysu sungguh amat lihay." puji Ti Then sesudah melihat demontrasi ini.

Air muka Yuan Kuang Thaysu sedikit berubah dan memperlihatkan kegirangan hatinya, dia mundur satu langkah ke belakang kemudian ujarnya sembari tertawa:

"Hanya suatu permainan yang tidak ternilai, harap siauw sicu- jangan dibuat bahan tertawaan"

"Kekuatan pukulan dari Ciangbun thaysu ini apakah menggunakan ilmu yang termuat di dalam kitab pusaka Ie cin Keng?" "Tadi sewaktu Lolap masih berada di dalam Benteng sudah pernah berkata di dalam kitab pusaka Ie Cin Keng itu hanya melulu ilmu untuk melatih badan saja, tetapi bilamana sim Hoat yang termuat di dalamnya sudah berhasil dipelajari maka dimana kau mau maka segala ilmu dan kekuatan bisa dilaksanakan"

Ti Then dengan perlahan mengangkat tangannya dan sedikit ditekan ke atas batu cadas raksasa yang lainnya, ujarnya:

"Jika ditinyau dari keadaan barusan ini maka kekuatan pukulan yang termuat di dalam kitab cusaka Ie Cin Keng termasuk golongan keras atau golongan Yang, bukan begitu??"

Ketika Yuan Kuang Thaysu melihat telapak tangannya yang menekan di atas batu cadas sama sekali tidak membuat batu cadas itu mengalami suatu perubahan yang aneh, di dalam anggapannya mengira tentu dia sedang mengukur keatosan dari batu cadas itu, diam-diam di dalam hatinya merasa geli, Tetapi dia mengangguk juga. "Boleh dikata memang demikian"

" Untung saja ilmu yang cayhe pelajari bukan termasuk golongan Yang melainkan banyak kelunakannya" seru Ti Then dengan perasaan amat senang. "Mungkin dengan berdasarkan golongan im ini cayhe bisa membuktikan kalau ilmu yang cayhe pelajari bukan berasal dari kitab pusaka Ie Cin Keng"..

"Sekarang silahkan siauw sicu memperlihatkan sedikit ilmumu agar lolap bisa membuka sedikit mata lolap"

Ti Then segera berjongkok di samping batu cadas tadi, mulutnya dengan perlahan didekatkan dengan batu cadas yang baru saja ditekan dengan tangannya itu, laksana sedang meniup semangkok kuah yang amat panas dia meniup batu cadas itu perlahan sekali.

Seketika itu juga batu cadas raksasa yang amat atos itu berterbangan keempat penjuru dalam bentuk hancur lebur seperti bubuk. Kiranya sewaktu tadi dia menekan batu cadas tersebut saat itulah dia sudah membusukkan seluruh batu cadas itu, karena kekuatan pukulannya termasuk golongan im inilah maka keadaan di luar dari batu itu masih kelihatan utuh. Air muka Yuan Kuang Thaysu segera berubah amat hebat, kemudian berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus karena waktu ini dia sudah melihat kalau tenaga pukulan Ti Then ini memang termasuk golongan lunak atau golongan im, Tetapi yang membuat dia benar-benar merasa terperanyat adalah tenaga pukulan dari Ti Then ternyata jauh lebih tinggi satu tingkat dari kekuatannya sendiri, seorang pemuda yang baru dua puluh tahunan sudah berhasil melatih ilmunya hingga mencapai taraf yang demikian hebatnya sungguh merupakan suatu peristiwa yang mimpi pun dia tidak pernah menduga.

Dia menarik napas panjang-panjang, sesudah berhasil memenangkan hatinya dengan memperhatikan senyumannya yang amat pahit ujarnya:

"Sunggguh lihay sekali, dengan usia siauw sicu yang masih drmikian mudanya ternyata sudah berhasil melatih ilmumu hingga mencapai taraf yang demikian tinggi sungguh sukar sekali sungguh sukar sekali"

Ti Then segera membungkukan badannya memberi hormat. "Apakah sekarang ciangbun Thaysu sudah percaya kalau ilmu

silat yang cayhe pelajari bukan berasal dari kitab pusaka Ie Cin Keng itu??"

Di dalam hati sudah tentu Yuang Kuang Thaysu sudah percaya seratus persen tetapi untuk melindungi sedikit wajahnya dia tidak mau langsung memberikan jawabannya, dia tersenyum:

"Lolap masih ingin menyajal kepandaian silat dari siauw sicu sicu sekali lagi harap siauw sicu mau meminyamkan pedang tersebut kepada Lolap untuk digunakan sebentar"

Ti Then segera melepaskan pedangnya kemudian diangsurkannya ujarnya sambil tertawa:

"Sudah lama cayhe dengar ilmu pedang dari Ciangbun Thaysu amat lihay, ini hari ada keberuntungan sungguh membuat cayhe merasa sangat girang sekali." Yuan Kuang thaysu hanya berdiam diri saja tidak menyawab, setelah menerima pedang tersebut dia berjalan menuju ke puncak yang teratas dan membabat putus sebuah pohon siong sebesar rangkulan tangan sesudah membuang akar pohon itu, pohon yang sepanjang lima depa dipotong potongnya menjadi tiga bagian kemudian diangsurkan kepada Ti Then ujarnya: "Harap siauw sicu melemparkan ketiga potongan pohon itu ketengah udara"

"Baiklah. . silahkan ciangbun thaysu bersiap-siap" sahut Ti Then sambil mengangguk, kemudian menerima ketiga buah potong pohon tersebut.

"Sekarang silahkan lemparkan potongan itu ketengah udara.."

Ti Then segera melemparkan potongan-potongan pohon ketengah udara setinggi kurang lebih lima depa dia sudah tahu Yuan Kuang Thaysu mau mendemontrasikan apa kerenanya dengan gaya yang amat bagus dia melemparkan ketiga buah potongan pohon itu ketengah udara dengan berpisah sehingga antara ketiga potongan itu ada jarak sejauh tiga depa.

Yuan Kuang Thaysu berdiam diri hingga ke tiga buah gotongan itu berada kurang lebih tiga depa dari permukaan tanah mendadak dia bersuit panjang, tubuhnya meloncat ke atas sedang pedangnya bagaikan kilat cepatnya dikebaskan beberapa kali di tengah udara kemudian tubuhnya melayang kembali ke atas tanah.

Potongan pohon yang semula hanya tiga bagian itu kini sudah berhasil dibabat putus menjadi enam bagian bahkan setiap bagian sama panjangnya dan bekas potongannya rata semua.

Melancarkan serangan ditengah udara bahkan bisa memotong tiga bagian batang pohon menjadi enam bagian yang sama besarnya hanya di dalam sekejap mata hal ini boleh dikata sudah mencapai pada taraf yang tertinggi tiada tara.

Bilamana pada setahun yang lalu Ti Then melihat demontrasi ilmu pedang dari Yuan Kuang Thaysu ini pasti dia akan dibuat terperanyat, tetapi ini hari sekali pun kepandaian ilmu pedang dari Yuan Kuang Thaysu amat tinggi tetapi di dalam pandangannya hal itu bukanlah suatu pekerjaan yang amat sukar hanya saja pada air mukanya sengaja dia perlihatkan perasaan kagumnya, dengan keras dia berteriak memuji.

Kali ini Yuan Kuang Thaysu tidak berani memperlihatkan senyuman bangganya lagi, dia hanya tersenyum saja lalu mengembalikan pedang itu ketangan Ti Then, ujarnya.

"Lolap tahu permainan barusan ini sangat jelek sekali, tetapi bilamana tidak berbuat begini pasti tidak bisa melihat kelihayan ilmu pedang dari siauw sicu." Ti Then segera menerima kembali gedangnya dengan menggunakan sepasang tangannya.

"Kepandaian dari cayhe mungkin tidak bisa memadahi kepandaian dari ciangbun thaysu"

"Bilamana siauw sicu berbicara demikian lagi berarti juga sedang menyindir diri lolap"

Ti Then tidak mau banyak bicara lagi segera dia mengambil potongan kayu yang lainnya kemudian diangsurkan ke tangannya.

"Cayhe juga akan ikut seperti apa yang ciangbun thaysu sudah kerjakan-" Yuan Kuang Thaysu segera mundur tiga langkah ke belakang.

"Silahkan bersiap sedia" serunya, kemudian batang pohon itu dilemparkan ke tengah udara.

Di dalam hati dia agak sedikit lega karena dalam hati dia menganggap bilamana Ti Then mau membabat putus satu batang kayu tidak perduli bagaimana lihaynya paling banyak juga hanya bisa membabat menjadi tiga bagian saja seperti dirinya.

Tetapi perasaan girang yang bermunculan di dalam hatinya di dalam sekejap saja sudah lenyap tanpa bekas.

Terlihatlah tubuh Ti Then laksana seekor burung bangau yang membumbung tinggi ke angkasa melompat setinggi tiga kaki lebih kemudian gedang ditangannya laksana kilat cepatnya dikibaskan tiga kali setelah itu baru melayang turun kembali ke atas permukaan.

Potongan kayu yang melayang ditengah udara dengan tetap menyaga keadaannya semula melayang terus ke bawah, tetapi begitu mencapai permukaan tanah segera berpisah menjadi enam bagian.

Yang berbeda dengan demonstrasi Yuan Kuang Thaysu tadi, dia bukannya membabat putus kayu itu dengan berbentuk silang melainkan lurus-lurus enam bagian yang sama bagian babatan amat licin sekali.

Melihat kejadian itu Yuang Kuang Thaysu hanya bisa melelerkan lidahnya di dalam hati dia merasa terkejut bercampur syukur, yang membuat dia terkejut tak usah dikata lagi sedang yang membuat dia bersyukur adalah dirinya masih bisa melihat gelagat dan cepat- cepat mengubah keadaannya sendiri sehingga tak sampai bergebrak dengan dirinya, jika sampai bertempur bukankah nama besar dirinya selama ini akan ikut hancur hanya di dalam sekejap mata.

Ti Then yang melihat air mukanya penuh diliputi perasaan terperanyat di dalam hati diam-diam merasa geli, segera dia masukkan kembali pedangnya ke dalam sarung, ujarnya sembari merangkap tangannya memberi hormat.

"Apa Ciangbun thaysu masih ingin mencoba lagi??"

"Tidak perlu. . tidak perlu" sahutnya cepat sambil gelengkan kepalanya berulang kali.

"Kalau begitu Ciangbun thaysu masih menganggap ilmu yang cayhe dapatkan ini berasal dari kitab cusaka Ie Cin Keng?"

"Tidak" sekali lagi Yuan Kuang Thaysu gelengkan kepalanya "Sekarang Lolap sudah tahu kalau kepandaian silat yang siauw sicu saat ini bukanlah berasal dari kitab pusaka Ie Cin Keng, karena kemahiran dan kelihayan dari kepandaian silat siauw sicu sekarang sudah jauh melebihi ilmu yang termuat di dalam kitab pusaka Ie Cin Keng tersebut." Ti Then menjadi amat girang. "Kalau begitu bagus sekali."

"Ti siauw sicu masih muda tapi sudah berhasil memiliki kepandaian silat yang demikian dahsyat sungguh membuat orang lain sukar untuk mempercayainya." puji Yuan Kuang Thaysu.

"Terima kasih atas pujian dari Ciangbun thaysu, tapi di dalam hal kepandaian silat kita harus mengutamakan juga akan pengalaman, kini pengalaman yang cayhe dapatkan masih sangat cetek. bilamana harus sungguh-sungguh bertempur mungkin belum merupakan tandingan dari Ciangbun Thaysu"

Sudah tentu Yuang Kuang Thaysu tahu kalau perkataannya ini hanya suatu hiburan buat dirinya di dalam hati dia merasa semakin kagum lagi terhadap sikapnya ini. .

"Ha ha ha ha . ." dia tertawa tergelak dengan amat keras, "Siauw sicu, jangan kira Lolap adalah seorang ciangbunyin dari suatu partai besar lalu tidak bisa mengalami kekalahan, kita dari partai Siau lim si tujuan yang terutama di dalam melatih ilmu silat adalah untuk kesehatan badan kita dan bukan bertujuan untuk merebut nama kosong, karena itu sekali pun dikalahkan orang lain tidak sampai memasukkan hal ini ke dalam hati"

"Tetapi ini hari ciangbun thaysu belum kalah." bantah Ti Then cepat.

"Siapakah suhumu apakah dapat siauw sicu beritahukan?" "Suhu cayhe adalah seorang BuBeng Lojin"

"Bu Beng Lojin??" tanya Yuan Kuang Thaysu keheranan-

"Benar" sahut Ti Then mengangguk. "selamanya suhu hidup di tanah pegunungan yang sunyi dan selama ini tidak pernah memberitahukan namanya kepada cayhe."

Diam-diam Yuang Kuang Thaysu merasa amat heran tapi tidak terlalu mendesak untuk menanyai lebih lanjut, ujarnya kemudian:

"Di dalam Bu lim saat ini semua orang bilang kepandaian silat dari Si kakek pemalas Kay Kong Beng merupakan jagoan nomor wahid, terapi jika dilihat dari Siauw sicu sekarang ini lolap berani bertaruh kalau kepandaian silat dari suhumu pasti jauh berada di atas kepandaian silatnya si kakek pemalas Kay Lo sicu."

Ti Then hanya tersenyum saja tidak menyawab.

Yuan Kuang Thaysu segera merangkapkan tangannya di depan dada untuk memberi hormat.

"Kesalah pahaman yang lalu membuat Siauw sicu menemui berbagai kesulitan, di sini Lolap minta maaf terlebih dulu atas kekhilafan tersebut."

"Tidak mengapa... tidak mengapa, kesalahan ini bukan terletak pada diri ciangbun taysu sekalian " seru Ti Then dengan cepat.

Yuan Kuang Taysu menghela napas panjang.

"Hong siauw sicu itu-jadi orarg sungguh amat bahaya sekali, tidak nyana dengan wajahnya yang begitu tampan dan gerak geriknya yang begitu sopan selain mem punyai sifat serta hati yang begitu licik, kejam dan banyak akal busuk"

"Heeii.. karena mau mencelakakan diri cayhe dia sudah menyiarkan berita bohong ini akhirnya dari perbuatannya ini sudah mencelakai dua puluh orang yang menemui ajalnya."

"Dua puluh orang?" tanya Yuan Kuang Thaysu dengan nada amat terperanyat.

"Banyak orang Bu lim yang mendengar berita yang mengatakan cayhe sudah mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu lalu masing- masing pada berdatangan untuk merebut kitab tersebut dari tangan cayhe yang pertama-tama adalah si Menteri pintu serta Pembesar Jendela dua orang anak buah dari si anying langit rase bumi mereka berhasil cayhe lukai dan melarikan diri, setelah itu Kwan si Ngo Koay yang akhirnya empat orang saudaranya mati di bawah pedangku, lalu si majikan ular serta Kakek kura-kura, masing-masing kehilangan sebuah lengannya, dan terakhir si anying langit rase bumi berserta kedelapan belas orang malaikat iblisnya, hal ini bahkan merupakan peristiwa yang terjadi kemarin hari, akhirnya si anying langit Kong sun Yau beserta ke tujuh belas orang malaikat iblisnya sudah pada binasa."

Yuan Kuang Thaysu begitu mendengar hal semacam ini begitu selesai mendengar perkataan itu dia menjerit kaget.

"Omitohud . . omitohud. . tidak kusangka Hong Siauw sicu sudah mencelakai orang begitu banyaknya. ."

"Nanti setelah sampai di dalam Benteng biarlah cayhe perintahkan orang untuk memanggil Cang Bun Piauw. Ku Ie serta Liuw Su cen untuk dimintai keterangan" Ujar Ti Then dengan perlahan, "Dengan demikian ciangbun thaysu akan menjadi jauh lebih jelas kalau urusan ini semuanya ditimbulkan oleh Hong Mong Ling seorang."

Yuan Kuang Thaysu segera memungut kembali toyanya.

"Tidak perlu. . tidak perlu. Kesalah pahaman ini kita sudahi sampai di sini saja, mari sekarang kita kembali ke dalam Benteng."

Demikianlah kedua orang itu segara berjalan menuruni puncak selaksa Buddha kembali ke dalam Benteng.

Sesampainya di dalam Benteng Pek Kiam Po, Wi ci To mau pun si hwesio berwajah riang yang melihat wajah mereka berdua penuh diliputi oleh perasaan girang di dalam hati merasa sangat berada diluar dugaan.

Tetapi sesudah mendapatkan penjelasan dari Yuan Kuang Thaysu apa yang sudah terjadi di atas puncak Selaksa Buddha barulah mereka paham kembali akan kesalah pahaman ini.

Yuan Kuang Thaysu duduk lagi beberapa waktu di dalam Benteng setelah itu barulah dia bangkit berdiri dan berkata.

"Karena ada perubahan yang terjadi di dalam benteng Pek Kiam Po lolap tidak berani mengganggu terlalu lama. Haai, sekarang silahkan Ti siauw sicu mengikuti lolap kembali ke dalam kota untuk membawa kembali Hong siauw sicu." Wi Ci To juga tidak menahan lebih lama lagi, segera dia pun ikut berdiri:

"Baiklah" sahutnya kemudian "Besok pada pertemuan di atas gunung Hoa san kita berbicara lebih banyak lagi."

Dia berhenti sebentar, kemudian secara tiba-tiba tambahnya: "Sudah tentu kalau aku orang she Wi bisa hidup lebih lama lagi,

sampai waktunya pertemuan di atas gunung Hoa san"

Mendengar perkataan itu Yuan Kuang Thaysu menjadi melengak. "Apa maksud dari perkataan Lo sicu ini?" Wi ci To tersenyum:

"Tidak ada arti yang istimewa, manusia bukanlah malaikat, siapa yang kuat hidup lebih lama lagi di dalam dunia ini, Bukan begitu?"

"Dengan kepandaian dari Lo sicu yang sudah berhasil melatih seluruh tubuhnya sudah tentu akan diberi panjang umur, untuk hidup sampai usia seratus tahun belumlah menjadi suatu persoalan yang sulit."

Wi Cio To hanya tersenyum tidak memberikan jawabannya lagi.

Demikianlah tua muda lima orang lalu berjalan meninggalkan ruangan, Wi Ci To mengiringi tamu-tamunya sampai di depan pintu Benteng barulah berhenti. Wi Lian In yang berdiri disisinya Ti Then tiba-tiba angkat bicara: "Kau mau pergi dengan menunggang kuda?" 

"Tidak perlu" Jawab Ti Then segera. "Kuda Ang san Khek masih berada dirumah penginapan Hok An, nanti sekalian aku naiki untuk bawa kembali ke dalam Benteng".

Yuan Kuang Thaysu beserta si hwesio berwajah riang segera berpamitan dengan Wi Ci TO, lalu bersama-sama dengan Ti Then melanjutkan perjalanan menuju ke dalam kota Go bi. Ditengah parjalanan, ujar si hwesio berwajah riang itu:

"Ti siauw sicu, waktu lalu pinceng sudah menaruh perasaan curiga terhadap siauw sicu harap kau mau memaafkannya, hanya sampai kini pinceng masih ada sesuatu hal yang tidak jelas, entah siauw sicu memberikan penjelasannya"

"Baiklah. silahkan taysu berbicara."

"Urusan yang pinceng tidak paham adalah itu Hu Pocu Huang Puh Kian Pek yang hidup berdampingan selama puluhan tahun lamanya sebagai suheng te dengan Wi Pocu, bahkan jadi orarg jujur dan mengutamakan keadilan, bagaimana kini bisa melupakan hubungan suheng-te dengan diri Wi Ci To sebaliknya malah menaruh simpatik dan membantu diri Hong Mong Ling?"

Mendengar pertanyaan ini Ti Then agak melengak.

"Bukankah soal ini sejak tadi Wi Pocu sudah memberi penjelasan sejelas-jelasnya" si hwesio berwajah riang tersenyum.

"Wi Pocu bilang Ho Pocu Huang Puh Kian Pek terlalu sayang terhadap diri Hong Mong Ling, tetapi penjelasan semacam itu sukar membuat orang lain merasa puas"

Di dalam hati Ti Then tahu tujuan Huang Puh Kian Pek bersekongkol dengan Hong Mong Ling adalah untuk membasmi dirinya dari dalam Benteng Pek Kiam Po kemudian meneruskan rencananya untuk mencari suatu barang pusaka yang tersimpan di dalam Loteng Penyimpan Kitab tersebut, tetapi terhadap persoalan ini bagaimana dia bisa menjelaskan kepada pihak lain ??

segera dia tersenyum sahut dengan perlahan:

"Sungguh maaf sekali, tentang hal ini cayhe tidak punya hak untuk memberikan penjelasannya "

" Kenapa?? " Desak si hwesio berwajah riang itu lagi.

Ti Then merasa pertanyaan ini menggelikan, terpaksa dengan serius dijawabnya.

"Karena cayhe sendiri juga tidak paham kenapa Hu Pocu Huang Puh Kian Pek mau berbuat demikian" "Apakah di dalam waktu waktu ini diantara mereka suheng te sering ada percekcokan??"

"Tidak tahu, Cayhe baru memasuki Benteng Pek Kiam Po selama dua bulan saja di dalam dua bulan ini ada ada setengah bulan lamanya tidak berada dalam Benteng, karenanya apakah diantara Wi Pocu dengan Hu pocu Huang Puh Kian pek sering ada percekcokan cayhe sendiri sama sekali tidak tahu"

"Wi Ci To jadi orang jujur dan mengutamakan keadilan sehingga dihormati oleh semua orang di dalam Bu lim" Tambah si hwesio berwajah riang itu lagi.

"Bilamana di dalam peristiwa Wi Pocu tidak memberikan keterangan yang masuk akal mungkin akan menimbulkan dugaan yang simpang siur di dalam Bu lim."

"It sim hati-hati kalau berbicara" Tiba-tiba Yuan Kuang thaysu membentak keras, memotong pembicaraannya.

Air muka si hwesio berwajah riang segera berubah memerah, dia tidak berani melanjutkan kembali kata-katanya.

Ti Then yang melihat air mukanya sangat tidak enak segera mengubah bahan pembicaraan.

"Oooh yaah benar, tadi sewaktu masih berada di dalam Benteng Wi Pocu pernah membicarakan soal pertemuan yang diadakan di atas gunung Hoa san setiap pembukaan tahun, sebetulnya dikarenakan urusan apa??"

"Itu hanya suatu pertemuan persahabatan saja" jawab Yuan Kuang Thaysu mengangguk. "Pertemuan ini timbul dari pikiran Wi Lo sicu pada dua belas tahun yang lalu, dia mengajak si kakek pemalas Kay Kong Beng, ciangbunyin dari Bu tong Pay Ling Cing cinyien beserta lolap untuk setiap tiga tahun mengadakan satu kali pertemuan di atas gunung Hoa san untuk saling tukar pikiran dan minum arak. hal ini hanya terbatas pada pembicaraan persoalan Bu lim serta hubungan persahabatan diantara kita berempat saja."

"Apa juga membicarakan kepandaian silat?" tanya Ti Then- "Tidak. walau pun kita membicarakan persoalan Bu lim tetapi sama sekali tidak pernah menyinggung soal ilmu silat karena semua orang tidak ingin terjadi perselisihan karena persoalan tersebut."

"Kalau memangnya hanya untuk mengikat persahabatan saja, buat apa harus diadakan setiap tiga tahun sekali bahkan memilih tempat gunung Hoa san yang begitu jauh letaknya?" tanya Ti Then lagi.

"Siauw sicu kau tidak tahu, pertemuan semacam ini sangat menyenangkan sekali, apalagi anak murid dari Wi Lo sicu, Butong mau pun siauw limpay amat banyak dan bersama-sama melakukan perjalanan di dalam Bu lim, bagaimana pun juga tidak terhindar dari bentrokan-bentrokan, bilamana diantara kita bertiga mem punyai suatu ikatan persahabatan yang erat dengan sendirinya urusan bisa dibereskan dengan amat mudah sekali."

Ti Then yang mendengar akan hal ini tanpa terasa sudah anggukkan kepalanya berulang kali.

"Ehmm, jika dipikir secara begini pertemuan itu sungguh menarik sekali"

"Kita berempat sudah mengadakan pertemuan sebanyak tiga kali di atas gunung Hoa san" sambung Yuan Kuang Thaysu lagi "Dikarenakan banyaknya orang Bu lim yang tahu akan pertemuan di atas gunung Hoa san inilah membuat pertemuan kita ini bertambah lagi dengan suatu urusan"

"Urusan apa?" potong Ti Then cepat.

"Ada berapa orang kebanyakan ilmu silat mereka biasa saja, dengan meminyam kesempatan sewaktu kami berempat mengadakan pertemuan di atas gunung Hoa san untuk membereskan persoalan mereka dan memintakan keadilan bagi mereka sehingga banyak urusan yang sudah kami bereskan. Tapi lama kelamaan orang yang naik ke atas gunung semakin lama bahkan semakin banyak. Demikianlah sejak itu orang-orang bulim telah menganggap pertemuan kita berempat di atas gunung Hoa san merupakan suatu pertemuan bu lim untuk menegakkan keadilan."

Yuan Kuang thaysu mengangguk "Hanya saja orang-orang yang minta bantuan semakin lama semakin banyak membuat kami merasa sedikit kewalahan juga."

Demikianlah mereka bertiga sama-sama melakukan perjalanan sembari berbicara, tidak terasa setengah jam sudah dilewatkan dengan amat cepat sedang mereka pun sudah tiba di dalam kota Go bi.

Ti Then mampir ke penginapan Hok An terlebih dulu untuk membereskan rekeningnya, sesudah menuntun kuda Ang shan Kheknya barulah bersama-sama Yuan Kuang thaysu bertiga berjalan menuju ke kuil Kuang Hoa si.

sesampainya di depan kuil Kuang Hoa si terlihatlah seorang hwesio kecil dengan tergesa-gesa lari masuk untuk memberikan laporan, tidak lama kemudian majikan dari kuil Kuang Hoa si beserta seorang lohan berjalan keluar menyambut kedatangan ciangbunyin dari partai siauw lim ini, sehabis bercakap-cakap sebentar dengan majikan kuil barulah Yuan Kuang Thaysu berkata kepada seorang lohan yang berada disisinya itu.

"Bu In, kau pergi bawa Hong siauw sicu kemari"

Lo han yang bernama Bu In itu segera memperlihatkan air muka yang serba susah.

"Apakah ciangbun thaysu mau serahkan Hong siauw sicu kepada pihak Benteng Pek Kiam Po??"

"Benar" sahut Yuan Kuang Thaysu sembari tersenyum, "urusan sudah dibikin beres, Ti siauw sicu ini memang betul-betul tidak pernah mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng"

"Tetapi, tetapi..." seru Lo Han itu gugup. Air muka Yuan Kuang Thaysu segera berubah hebat, ujarnya dengan nada serius: "Apanya tetapi. . tetapi, cepat bawa Hong siauw sicu kemari"

Air muka Lo Han itu segera berubah jadi merah padam seperti kepiting rebus, serunya dengan semakin gugup:

"Tecu sedang bersiap-siap melaporkan hal ini kepada Ciangbunyien, itu Hong siauw sicu itu sudah melarikan diri"

Mendadak Yuan Kuang Thaysu bangkit berdiri dengan perasaan gusar bercampur terkejut bentaknya:

"Apa?? dia sudah melarikan diri?? Kalian yang lepaskan dia pergi jauh??"

"Bukan. . bukan. . bukan. ." seru Lo han yang disebut "Bu In" itu "Tecu sakalian sudah menerima perintah dari Ciangbunyin bagaimana berani melepaskan pergi?? dia melarikan diri dengan menggunakan akal licik"

"Kurang ajar." Teriak Yuan Kang Thaysu dengan amat gusar: "Kalian delapan belas orang ternyata seorang pun tidak ada gunanya, hanya seorang saja tidak bisa menyaga."

" Urusan adalah demikian, tecu sekalian sesudah membawa dia datang kemari, lalu membantu mencegah darah yang mengalir keluar, setelah itu dia minta dihantarkan kekamar belakang, Bu sim suheng lalu membantu dia melepaskan jalan darahnya yang tertotok tapi dia bilang luka pada kakinya sangat sakit tidak bisa berjalan sendiri, dia minta Bu tim suheng membimbing dia ke belakang, Tecu sekalian yang melihat dia sukar untuk berjalan sendiri lalu memperhatikan gerak geriknya sehingga hanya Bu sin seorang saja membimbing dia ke belakang. setelah lewat lama Tecu sekalian tidak melihat dia kembali juga lalu menyusul ke belakang, terlihatlah Bu sim suheng seorang diri berdiri di depan Hei ketika tecu sekaLian masuk ke dalam saat itu baru tahu kalau dia sudah melarikan diri dari tempat tersebut." " Goblok. . goblok. Kalian semua goblok." teriak Yuan Kuang Thaysu dengan perasaan amat gemas. .

"Bu sim suheng sekalian segera melakukan pengejaran ke empat penjuru, tetapi sampai sekarang belum kembali juga. Tetapi luka dari Hong siauw sicu amat parah, dia tidak mungkin bisa lari terlalu jauh dari sini, kemungkinan sekali masih bisa mengejar dia kembali."

"Mereka sudah mengejar beberapa lama?" "Kurang lebih ada dua jam lamanya"

"Hmmmm." dengus Yuan Kuang Thaysu dengan dingin. "Tentu dia berhasil meloloskan dirinya dari kejaran mereka, kalau tidak mengapa sedemikian lamanya masih belum kembali."

Pada wajah Lo han itu kelihatan muncul perasaan menyesal dan malunya, dia menundukkan kepalanya rendah-rendah tanpa mengucapkan sepatah kata pun juga. Dengan perlahan Yuan Kuang Thaysu menoleh kearah Ti Then, ujarnya:

"Ti siauw sicu harap berlega hati, orang itu kita yang loloskan maka Lolap bertanggung jawab untuk menawan dia kembali"

"Tidak mengapa. . tidak mengapa" jawab Ti Then cepat. "Bangsat cilik itu jadi orang memang sangat licik dan banyak akal, sukar untuk dihadapi, ini hari bilamana ciangbun taysu tidak bisa berhasil mebawan dia kembali sudahlah tidak mengapa"

"Tidak" potong Yuan Kuang Thaysu dengan tegas. "Lolap pasti akan tawan dia kembali untuk diserahkan ke dalam Benteng kalian"

Ti Then tidak mau berdiam lebih lama lagi ditempat itu segera dia berpamitan.

"Kemungkinan sekali bangsat cilik itu masih bertembunyi di dalam kota, biarlah cayhe ikut mencari dirinya"

Sehabis berkata dia merangkap tangannya memberi hormat kepada Yuan Kuang Thaysu, majikan dari kuil Kuang Hoa si serta salah satu Lo Han dari kedelapan belas Lo han itu, kemudian baru putar tubuhnnya berialu dari sana.

Setelah keluar dari kuil Kuang Hoa Si dengan menunggang kuda Ang Shan Khek dia berlari dengan cepatnya menuju ke rumah pelacuran Touw Hoa Yuan-

Di dalam hatinya dia tidak bermaksud untuk menawan Hong Mong Ling dan dibawa kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po untuk dijatuhi hukuman mati oleh Wi Ci To, dia hanya ingin menawan dia kembali untuk ditanyai sesuatu hal, menanyai kenapa dia bersama-sama dengan Huang Puh Kian pek mem punyai rencana untuk bunuh dia, apa sebenarnya rencana yang terkandung dalam hati Huang Puh Kian Pek.

Wi Ci To pasti tahu apa rencana yang terkandung dalam hati Huang Puh Kian Pek, tapi untuk menyaga agar rahasia ini tidak sampai bocor, dia mau tak mau terpaksa harus mendesak Huang Puh Kian Pek untuk bunuh diri.

Sekarang saat ini hanya Hong Mong Ling seorang saja yang mungkin tahu rencana yang terkandung di dalam hati Huang puh Kian Pek, sedang rencana yang terkandung dalam hati Majikan patung emas kemungkinan sekali mirip dengan apa yang direncanakan oleh Huang puh Kian pek. maka bilamana dia berhasil menawan Hong Mong Ling kemungkinan sekali akan segera tahu rencana rencana apa saja yang akan diberikan Majikan Patung emas kepadanya untuk dilaksanakan di dalam Benteng Pek Kiam Po. Karena itulah dia sangat berharap bisa menawan kembali Hong Mong Ling.

Di dalam sekejap mata dia sudah tiba di depan pintu rumah pelacuran Touw Hoa Yan. Ti Then cepat-cepat meloncat turun dari atas kuda dan berjalan masuk ke dalam halaman rumah. setelah berhadap-hadapan dengan Ku ie dengan air muka adem ujarnya. " Kalian sudah sembunyikan dia di tempat mana?"

sejak semula Ku Ie sudah tahu apa yang sudah terjadi, kini melihat Ti Then berjalan masuk dengan air muka penuh diliputi Nafsu untuk membunuh, saking takutnya seluruh badannya sudah pada gemetar dengan amat keras.

"Ti ...tidak. tidak... kami tidak menyem... menyembunyikan Hong siangkong..."

"Omong kosong" Bentak Ti Then dengan gusar.

Hampir-hampir Ku Ie jatuh berlutut di hadapannya saking takutnya, dengan nada setengah merengek serunya.

"Sungguh, sungguh berani mati. sejak Hong siangkong dikejar Ti siangkong tadi pagi, sampai kini. . belum pernah kembali lagi, kalau tidak percaya silahkan. . silahkan periksa. ."

-0000000-

SEJAK TADI Ti Then sudah menduda kalau Hong Mong Ling tidak mungkin berani kembali kerumah pelacuran Touw Hoa Yuan ini lagi, tujuannya datang kemari hanya ingin mengetahui sedikit jejak dari Hong Mong Ling saja, segera dengan berat dia mendengus:

"Kalau begitu" ujarnya dengan keren " Cepat beri jawaban dengan berterus terang, di dalam kota ini selain Cang Bunpiauw seorang dia masih punya berapa sahabat lagi?"

"Ti... tidak ada...tidak...ada. ." Berulang kali Ku Ie menggelengkan kepalanya "Hong siangkong hanya berkenalan dengan Cang kongcu seorang, dia tidak punya kawan yang kedua"

"Dimana rumahnya Cang Bunpiauw itu?" bentak Ti Then lagi. "Dekat dengan pintu kota sebelab utara, sesampainya di sana

asalkan Ti siangkong bertanya pasti akan tahu." Ti Then tertawa dingin tak henti-hentinya.

"Aku lihat lebih baik kalian ikut mendoakan agar aku dengan lancar berhasil menawan dia kembali, kalau tidak...Hmm Hmm"

Ku Ie semakin dibuat ketakutan, giginya berkeretuk sedang wajahnya berubah pucat. "Baik . . baik. ." teriaknya dengan gemetar "Kepandaian dari Ti siangkong amat lihai, pasti bisa menawan dia kembali"

"Hmmm, sama sekali aku tidak menduga kalau nyali kalian begitu besar ternyata berani mencari gara-gara dengan pihak benteng Pek Kiam Po"

"Tidak. . tidak . . ." seru Ku Ie cemas sembari gelengkan kepalanya berulang kali "sekali pun kita memiliki nyali yang lebih besar pun tak berani bermusuhan dengan pihak Benteng Pek Kiam Po, Ti siangkong kau tahu Hong siangkorg itu ada orang amat galak dan kejam, waktu itu kami berdua berani mengunjungi Benteng Pek Kiam Po sebetulnya karena dipaksa bilamana kami tidak mau mendengarkan omongannya dia mau membakar habis rumah pelacuran Touw Hoa Yuan kami, maka kami berdua terpaksa ikut perintahnya."

"Hm . . lain kali jikalau dia datang kerumah pelacuran Touw Hoa Yuan kalian lagi kau harus kirim orang beritahukan kepada orang- orang orang benteng Pek Kiaw lo, tahu tidak" gertak Ti Then

"Baik . . baik .... tahu. . tahu" sahut Ku Ie sambil anggukkan kepalanya berulang kali.

Setelah itu barulah Ti Then putar tubuhnya berjalan keluar dari rumah pelacuran itu dan menuju ke pintu kota sebelah Utara.

sesampainya di dekat pintu kota sebelah utara dengan mudahnya dia berhasil menemukan rumahnya Cang Bun Piauw.

Terlihatlah di depan piutu rumah yang amat megah itu berdiri seorang pelayan dengan angkernya, cepat dia berjalan ke depan sambil tanyanya: "Hei kongcu kalian ada dirumah tidak"

Mendapat tegoran yang kasar itu pelayan tersebut segera melototkan matanya bulat-bulat.

"Kau berbicara sama siapa?" bentaknya dengan gusar.

"Dengan kau." seru Ti Then tidak mau kalah sedang tangannya dengan keras menepuk pedang yang tergantung pada pinggangnya. Agaknya pelayan itu tidak berani bersikap kasar lagi, setelah melihat gerak gerik dari Ti Then yang angker ini cepat-cepat dia tertawa paksa.

"oh betul. . betul, siangkong tentunya teman baik kongcu kami, entah siapa namanya?"

"Aku orang she Ti"

"Ooh, oh . . . kiranya Ti Kongcu adanya" jawab pelayan itu sambil memperlihatkan tertawanya yang dipaksakan. "sungguh tidak beruntung kongcu kami sedang minum arak dengan seorang teman di atas loteng Go bi lo . . silahkan Ti Kongcu tunggu sebentar di dalam biarlah hamba pergi panggil dia kemari."

"Tidak usah, biar aku pergi cari sendiri"

Tidak menanti jawabannya lagi dia meloncat naik ke atas kudanya dan melarikan tunggangannya itu dengan cepat menuju ke loteng Go bi.

Loteng Go bi merupakan rumah makan dimana untuk pertama kalinya dia bertemu dengan Hong Mong Ling, sesampainya di depan pintu rumah makan itu segera terlihat ada seorang pelayan yang maju menyambut kedatangannya. sembari meloncat turun dari kudanya tanya Ti Then cepat: "Apakah Cang kongcu ada di atas loteng?"

"Ada, ada" jawab pelayan itu, "Silahkan kongcu serahkan itu kuda kepada hamba"

"Aku hanya mau cari Cang kongcu untuk berbioara beberapa patah kata saja, setelah itu segera mau berangkat."

Sambil berkata dia serahkan tali les kudanya kepada pelayan itu lalu berjalan masuk ke dalam rumah makan tersebut.

setelah berada ditingkat kedua dalam sekali pandangan saja dia sudah melihat si tikus rakus dari Go bi Cang Bun Piau sedang minum arak dengan dua orang komplotannya, Waktu itu Cang Bun Piauw duduk membelakangi tangga loteng sehingga dia tidak melihat Ti Then sudah berada di loteng.

Tampak tangannya sedang erat-erat di atas meja memperlihatkan gaya sedang berkelahi, ujarnya kepada kedua orang komplotannya itu:

"Demikianiah dia tangkap tangannya kemudian hanya terdengar suara Bluuuum, dia sudah jatuh terlentang di atas tanah"

"Sungguh lihay sekali, lalu bagaimana?" tanya seoragg pemuda yang kurus kering.

"Kemudian Heey..hey.Jangan kata nangkap lagi, bangsat anying kecil yang kurang ajar itu ternyata berani berlaku dengan aku Cang Bun Piauw, dia menyambar secawan arak dan disambitkan ke atas kepalaku, lalu.. lalu sesudah dia tahu siapakah aku orang cepat- cepat jatuhkan diri berlutut untuk minta maaf bahkan masih suruh Pek Kiam Pocu yang punya nama terkenal itu datang kerumahku untuk minta maaf"

"Hi hi hi. . kau sedang berbohong bukan?" ujar seorang pemuda yang gemuk seperti babi sedang tertawa cekikikan "Semua orang mungkin takut dengan ayahmu tetapi aku kira Pek Kiam Pocu tidak akan takut, orang lain merupakan manusia yang bisa pergi datang tanpa meninggalkan bayangan, dia mau bunuh orang cukup angkat jarinya saja kenapa harus takut dengan kalian ayah beranak??"

Cang Bun Piauw menjadi kurang senang ketika mendengar kawannya tidak mau percaya.

"Bilamana kau tidak percaya lain kali jikalau bertemu dengan bangsat cilik itu aku akan memaksanya di hadapan kalian, coba tanya padanya apa dia pernah merengek-rengek kepada Pek Kiam Pocu untuk wakili dia minta maaf kepada ayahku."

Mendengar ocehan yang tidak karuan itu, diam-diam Ti Then merasa geli bercampur gemas, segera dia berjalan mendekati Cang Bun Piauw itu sembari ujarnya. "Bangsat cilik itu sudah datang" Mendengar suara itu Cang Bun piauw segera menoleh, tetapi ketika dilihatnya Ti Then yang datang air mukanya segera berubah hebat.

Sesudah termangu- mangu beberapa waktu lamanya barulah dengan gugup dia bangkit berdiri, ujarnya.

"Ooh. oooh ..kiranya Ti heng, silahkan duduk silahkan duduk" Ti Then tidak mau menggubris dirinya, kepada kedua orang pemuda itu tanyanya.

"Yang tadi dia ceritakan sebagai bangsat cilik apakah bernama Ti Then?"

Kedua orang pemuda itu tidak tahu kalau dia adalah Ti Then, segera bersama-sama mengangguk:

"Benar, siapakah kamu orang?"

"Cayhe adalah Ti Then" sahutnya sembari tersenyum.

Pemuda yang sangat gemuk seperti babi itu segera tertawa terbahak-bahak sambil menepuk-nepuk punggungnya Cang Bun Piauw ujarnya:

"Bagus sekali, sekarang orangnya sudah datang coba kau tanyakan biar kami dengar"

Air muka Cang Bun Piauw seketika itu juga berobah menjadi pucat kehijau-hijauan, giginya bentrokan sendiri seperti sedang berkelahi.

"Ti. . Ti heng" serunya ketakutan. "Siau-te hanya. . hanya bicara guyon saja, kau. . kau jangan marah kepadaku. . mari mari biar siauw te hormati Ti heng dengan secawan arak."

Sambil berkata dia mengangkat sebuah bangku ke hadapan Ti Then lalu menyuguhkan secawan arak kepadanya. Ti Then tidak mau gubris kepadanya: "Ayoh berlutut" tiba-tiba bentaknya dengan keras.

Seluruh tubuh Cang Bun Piauw tergetar dengan amat kerasnya, kemudian dengan wajah setengah merengek ujarnya:

"Ti Then orang budiman tidak akan menyalahkan kesilafan orang kecil, buat apa harus berbuat begitu?"

"Berlutut" bentak Ti Then semakin keras sedang wajahnya berubah menjadi amat seram.

Ketika Cang Bun Piauw melihat wajahnya sudah diliputi oleh napsu untuk membunuh, dia tidak berani membangkang lagi, sepasang kakinya menjadi lemas dengan serta merta berlutut di hadapan Ti Then.

"Anggukkan kepalamu tiga kali" perintah Ti Then lagi.

Cang Bun Piauw tidak berani membantah, dengan benturkan kepalanya keras-keras ke atas tanah dia menganggukkan kepalanya tiga kali. setelah itu barulah Ti Then tertawa dingin.

"Sewaktu berada dirumah pelacuran Touw Hoa Yuan aku tidak pernah minta maaf dengan kamu orang bukan?" ujarnya.

Dengan nada yang hampir menangis jawab Cang Bun Piauw. "Ti.

. tidak."

"Pernah tidak memohon kepada Wi Pocu untuk minta maaf dengan ayahmu?"

"juga tidak" sahut Cang Bun Piauw sambil menundukkan kepalanya rendah-rendah.

"Baiklah sekarang beritahukan kepadaku, kau sembunyikan dirinya ditempat mana?"

Cang Bun Piauw menjadi melengak dia angkat kepalanya kembali. "Kau menuduh aku...aku menyembunyikan siapa?"

"Jika kau berpura-pura lagi, akan sekali tebas potong kepala anyingmu ini" bentak Ti Then sambil melototkan matanya. saking terkejutnya seluruh tubuh Cang Bun Piauw gemetar dengan amat keras dengan suara terputus-putus jawabnya.

"Ti. .Ti heng, ada. . ada perkataan ki.. kita bica.. bicarakan baik- baik. . .ada. .perkataan kita bicarakan baik- baik. .a ku.. siaaute.. siauw te belum .... belum per.. pernah menyembunyikan. . menyembunyikan siapa  pun."

"Kau bangsat cilik, kau kira aku aku tidak berani bunuh kau?" bentak Ti Then dengan gusar.

Cang Bun Piauw benar-benar mau menangis dibuatnya, dengan suara yang serat parau ujarnya.

"Siauw te sungguh-sungguh tidak tahu Ti Then sedang membicarakan soal apa, jikalau yang kau maksudkan adalah Nona Liuw itu sampai saat ini dia masih berada di dalam rumah pelacuran Touw Hoa Yuan dengan baik-baik"

"Yang aku tanyakan adalah Hong Mong Ling. Aku dengar katanya dia bersembunyi di rumahmu"

Pada wajah Cang Bun Piauw segera perlihatkan perasaan jengkel, teriaknya:

"siapa yang bilang? Waktu itu setelah siauw te kembali dari Benteng Pek Kiam Po selama ini belum pernah bertemu dengan dia, siapa bilang dia bersembunyi di rumahku?"

"Kalau ada lebih baik kau mengaku terus terang, kalau tidak jika aku tahu kalau kau sedang berbohong aku akan mencabut setiap ototmu"

"Sungguh tidak ada, bilamana Ti heng tidak percaya biarlah siauwte sekarang juga menghantar Ti heng kerumahku"

Ti Then yang melihat dia betul-betul tak tahu urusan ini barulah tersenyum. "Baiklah, sekarang kau boleh berdiri"

Perlahan-lahan Cang Bun Piauw bangkit berdiri, kepada kedua orang pemuda itu dengan wajah serba susah ujarnya. "Kalian berdua tunggulah sebentar di sini, biar siauwte hantar saudara ini ."

"Aku tidak jadi cari dia, sekarang kau boleh duduk kembali" Potong Ti Then sembari tersenyum.

Cang Bun Piauw menjadi melengak. "Ti heng tidak jadi pergi?" "Aku percaya kau tak berani menyembunyikan dirinya."

saat itulah Cang Bun Piauw baru menghembuskan napas dan berani duduk.

Ti Then menepuk-nepuk pundaknya, ujarnya sambil tertawa. "Ayoh duduk dan lanjutkan dongenganmu, tetapi tidak boleh

menggunakan namaku serta namanya Wi Pocu"

Seperti juga baru saja mendapatkan rejeki nomplok, dengan bungkukkan badannya seratus delapan puluh derajat dia memberi hormat berulang kali.

"Baik baik, siauwte tak berani      tak berani. Tadi siauwte hanya

mengajak guyon dengan kedua orang kawanku ini. Heei. . heei. Apakah Ti heng tidak duduk-duduk dulu untuk minum secawan arak?"

Ti Then tak menyawab, segera dia putar tubuhnya turun dari loteng itu, sesudah naik ke atas kudanya cepat-cepat dia kaburkan tunggangannya itu kearah luar kota.

Tidak berhasilnya menawan Hong Mong Ling kembali membuat di dalam hatinya diam-diam merasa sedikit kecewa tetapi dia sudah ambil keputusan dia akan pergi mencari sendiri setelah memberi laporan terlebih dahulu kepada Wi Ci To.

Sekembalinya ke dalam benteng Pek Kiam Po cuaca sudah mendekat magrib,

Wi Ci To serta Wi Lian In yang melihat dia pulang kembali dengan tangan kosong merasa amat heran, bersama-sama tanyanya. "Dimana bangsat cilik itu?" "Dia berhasil melarikan diri" jawab Ti Then tertawa pahit.

"Aku tahu" tiba-tiba ujar Wi Lian In sambil mendepakkan kakinya ke atas tanah "Tentu kau sengaja membiarkan dia melarikan diri"

"Bukan- . . bukan" bantah Ti Then- "Dia berhasil melarikan diri dari pengawasan siauw- lim Cap Pwe Lo han"

Segera dia menceritakan keadaan dengan cara bagaimana Hong Mong Ling menggunakan akalnya melarikan diri daripengawasan siauw- lim Cap Pwe Lo Han di kuil Kuang Hoa si.

Air muka Wi Ci To segera berubah menjadi amat keren.

"Tidak perduli ia melarikan diri sampai ujung langit pun aku harus menawan dia kembali"

"Yuan Kuang Thaysu sudah menyamin kalau dia akan menawan dirinya kembali"

"Bagaimana dengan janyi kita kepada si rase bumi Bun Jin Cu pada bulan depan" tanya Ti Then tiba-tiba.

"Lohu akan langsung menuju ke sana"

"Tetapi sirase bumi Bun Jin Cu juga berjanyi dengan boanpwe." "Sampai waktunya Ti Kiauw tauw boleh berangkat langsung dari

sini, kita bertemu di atas gunung Kim Ting san"

"Ehmm. kita tunggu beberapa hari lagi, jikalau Siauw lim Cap Pwe Lo Han tidak berhasil menawan dia kembali Lohu mau pergi sendiri untuk menawan dia kembali"

"Tia, putrimu juga mau ikut" ujar Wi Lian In yang berdiri disisinya. Wi Ci To termenung berpikir sebentar baru ujarnya.

"Di dalam beberapa hari ini bila mana para pendekar pedang merah bisa kembali di dalam benteng semua kau sampai pada waktunya boleh ikut Ti Kiauw tauw pergi, kalau tidak kau harus tinggal di dalam benteng untuk jaga rumah." Berbicara sampai di sini segera dia bangkit berdiri "Mari kita pergi makan"

Tua muda tiga orang segera menuju ke ruang makan- Wi Ci To dengan air muka serius berdiam diri tak mengucapkan sepatah kata pun, hal ini entah dikarenakan kesedihan atas kematian sutenya Huang puh Kian Pek atau karena tidak berhasil ditawannya kembali Hong Mong Ling dan menjadi marah.

Melihat keadaan diliputi oleh kesunyian, Ti Then coba memecahkan kesunyian tersebut.

"Pocu apakah jenasah dari Hu pocu sudah dikebumikan?" "Ehmm sudah selesai" sahut Wi Ci To perlahan-

"Heei. . boanpwe betul-betul merasa bingung, kenapa dia bisa melakukan pekerjaan seperti ini?"

Wi Ci To mendengus dengan amat dinginnya: "Hanya ada dua kata: Kemungkinan sekali bersekongkolnya dia dengan Hong Mong Ling masih ada tujuan lain-dan bukan terbatas pada soal karena sayangnya serta simpatiknya".

Agaknya Wi Ci To tidak ingin membicarakan itu lagi, dengan tawar jawabnya. "Jikalau ada lohu sendiri juga tidak ada tujuan yang sebenarnya"

Mendengar kata-kata ini sengaja Ti Ten berkata lagi.

"Hong Mong Ling pasti tahu, bilamana siauw lim Cap Pwe Lo han berhasil tawan dia kembali, kita bisa mengorek keterangan yang lebih banyak lagi dari mulutnya"

Air muka Wi Ci To segera berubah amat hebat, mendadak dia meletakkan kembali mangkok serta sumpitnya ke atas meja kemudian meninggalkan perjamuan.

"Kalian teruskanlah untuk makan, lohu mau masuk ke dalam kamar buku untuk beristirahat." Selesai berkata dengan menggendong tangannya dia berlalu dari sana.

Setelah dilihatnya bayangan Wi Ci To lenyap dari pandangan, barulah Wi Lian In memperlihatkan senyuman pahitnya, ujarnya kepada Ti Then dengan suara yang amat lirih.

"Kau pikir apa tujuan dari Hu Pocu Huang puh Kiam pek bersekongkol dengan Hong Mong Ling?"

Ti Then gelengkan kepalanya:

"Aku sendiri juga tidak tahu, seharusnya kau yang tahu karena Hu pocu sudah bersama-sama dengan kalian selama puluhan tahun lamanya, sedang aku baru kenal dengan dia selama dua bulan saja"

"Mari kita selidiki bersama-sama, langkah pertama yang dilakukan mereka sesudah bersekongkol dengan Hong Mong Ling adalah menculik aku pergi kemudian mengajak kau untuk bertemu dengan mereka di atas gunung Fan Cin Gan, dia minta kau beritahukan nama suhumu, mencatat semua kepandaian silat yang kau miliki kemudian membuntungkan tangannya sendiri setelah itu minta kau hantarkan semacam barang kepada suhumu, seharusnya jika dipandang dari kejadian itu arah yang dituju mereka seharusnya kau bukan aku, benar tidak??"

"Aku kira bukan demikian" Bantah Ti Then sembari gelengkan kepalanya "Dia mengajukan empat syarat kepadaku diantara itu hanya syarat yang meminta aku catat semua kepandaian silatku serta meminta aku membawa semacam barang kepada suhu agak mirip dikatakan sebuah syarat tetapi tentang soal kepandaian silat hal ini sedikit tidak cocok"

" Karena aku sudah sanggupi untuk memberi pelajaran kepandaian silat di dalam benteng Pek Kiam Po, walau pun dia adalah Hu pocu tetapi dia pun boleh ikut berlatih dengan diriku. Karena itulah aku kira syarat yang minta kucatatkan semua ilmu silatku hanya merupakan suatu kedok saja untuk menutupi rencananya sedangkan syarat yang menyuruh aku menghantar sebuah barang untuk suhuku kemungkinan sekali dia bermaksud untuk membunuh suhuku . ."

"Dengan alasan apa dia mau bunuh suhumu?" potong Wi Lian In mendadak.

" Untuk menjelaskan hal ini terlebih dulu, kita harus membicarakan syarat yang ketiga terlebih dulu, dia minta aku buntungi salah satu lenganku, hal ini kemungkinan sekali dikarenakan kepandaian silat yang aku alami amat lihay sehingga merupakan seorang yang paling menakutkan bagi dirinya, dia mengharapkan sesudah tanganku buntung sebelah maka hal tersebut merupakan satu pukulan yang berat buat diriku sehingga dengan begitu dia pun tak usah terlalu takut kepadaku, sedangkan soal dia minta bawakan semacam barang untuk suhuku kemungkinan sekali punya arti yang sama yaitu barang itu pastilah semacam barang yang membinasakan, ketika suhuku menerima barang-barang tersebut maka beliau segera akan binasa, hal ini boleh dikata merupakan siasat sekali panah mendapat dua hasil. Karena kepandaian silat dari seorang suhu pasti jauh lebih lihay dari kepandaian silat muridnya, jikalau muridnya sudah di basmi tapi suhunya tidak dibasmi sekalian, ini boleh dikata meninggalkan bibit bencana buat dirinya sendiri"

"Heey, omong pulang pergi tujuannya itu sama saja yaitu hendak membasmi dirimu bukan?" Ujar Wi Lian In sambil menghela napas panjang.

"Tidak salah" jawab Ti Then mengangguk. "Tetapi hal ini bukanlah tujuan yang terakhir, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa sekongkolnya dia dengan Hong Mong Ling sama sekali bukan dikarenakan perasaan simpatiknya terhadap Hong Mong Ling, sekali pun hal ini timbul dikarenakan rasa simpatiknya maka dalam soal ini dia semakin tidak punya alasan lagi untuk membinasakan diriku. Maka itulah sebab-sebab dia mau membinasakan diriku pastilah di karenakan aku."

"Aku merupakan penghalang besar bagi usahanya atau dengan perkataan lain dia sudah merencanakan suatu rencana busuk terhadap kalian ayah beranak. tetapi dengan munculnya aku secara tiba-tiba di dalam benteng Pek Kiam po membuat dia merasa takut aku mengganggu usaha mereka itu karena itulah dia mau menyingkirkan nyawaku"

Wi Lian In yang mendengar penjelasan ini tidak henti-hentinya mengangguk.

"Penjelasanmu sungguh sangat tepat sekali, tetapi dia sudah merencanakan rencana busuk apa terhadap kami ayah beranak?..."

"Tentang ini aku tidak tahu tadi aku sudah berkata kalian ayah beranak yang hidup dengan dia puluhan tahun lamanya sudah tentu jauh lebih jelas daripada aku yg baru berkumpul dua bulan saja."

"Menurut apa yang kuketahui" ujar Wi Lian In lagi sambil menggigit bibirnya kencang. "Dia sangat baik memperlakukan Tia, walau Tia adalah pocu sedang dia adalah Hu pocunya tetapi selama ini Tia selalu menganggap dia sebagai saudara sendiri, selama ini tidak pernah cekcok atau segala apa pun omong yang jelas lagi setiap rambut dan pohon yang ada di dalam benteng ini adalah milik ayahku juga miliknya, aaai apa lagi yang membuat dia merasa tidak puas?"

"Kemungkinan heei, perkataan ini sebetulnya aku tidak patut mengatakan."

"Apa yang kau pikirkan cepat katakan saja, sekali pun apa yang mau kau katakan memalukan kami ayah beranak aku juga tidak akan menyalahkan dirimu karena kita saat sedang menyelidiki persoalan ini"

Ti Then berbatuk-batuk kering terlebih dulu kemudian barulah jawabnya.

"Ehmm. . aku sedang berpikir kau bilang setiap jengkal rumput serta setiap batang pohon yang terdapat di dalam benteng Pek Kiam po adalah miliknya ayahmu sama juga seperti miliknya, perkataan ini kemungkinan sekali sedikit tidak benar, karena dalam benteng agaknya masih ada barang yang dia sendiri dilarang untuk mendekati"

Air muka Wi Lian In segera berubah. "Yang kau maksudkan loteng penyimpan kitab itu?"

Ti Then hanya mengangguk tanpa memberikan jawabannya. Wi Lien In menarik napas panjang.

"Kalau begitu tujuan yang utama dari Hu Pocu kemungkinan sekali terletak di dalam loteng penyimpan kitab itu."

"Kemungkinan sekali memang benar" sahut Ti Then sambil sekali lagi mengangguk. "Karena dengan kedudukannya sebagai Hu Pocu ternyata tidak boleh mengetahui juga rahasianya ayahmu bagaimana pun juga karena perasaan heran dan ingin tahunya bisa berubah menjadi perasaan kurang puas."

"Perkataan dari Ti Kiauw tauw sedikit pun tak salah, tetapi di dalam Loteng Penyimpan Kitab itu Lohu tidak mem punyai rahasia apa-apa yang istimewa?" suara dari Wi Ci To secara tiba-tiba muncul dari depan pintu ruangan tersebut.

Ti Then sama sekali menyangka kalau Wi ci To setelah pergi bisa kembali lagi, mendengar perkataan itu dia menjadi amat terperanyat, cepat-cepat dia bangun berdiri dan menghadap kearah pintu ruangan.

" Harap Pocu suka memaafkan kelancangan dari boanpwe" ujarnya terburu-buru minta maaf.

"Tidak mengapa" sahutnya tersenyum kemudian dengan langkah perlahan dia berjalan masuk ke dalam, "Perkataan yang baru saja kau ucapkan memang sangat benar."

Ti Then hanya menundukkan kepalanya tanpa memberikan jawaban,jelas sekali pada air mukanya memperlihatkan perasaan menyesal.

Dengan menggendong tangannya Wi Ci To berjalan pulang pergi di dalam ruangan tersebut, lama sekali barulah ujarnya: "Padahal jika dikatakan di dalam loteng penyimpan kitab itu tidak terdapat semacam rahasia hal ini memang tidak benar, tetapi rahasia yang terdapat di sana sebetulnya tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain, juga bukan merupakan barang mustika yang berharga satu kota... sekarang mari kalian ikuti lohu."

Selesai berkata dia berjalan keluar dari dalam ruangan- .

Ti Then serta Wi Lian In yang mendengar dia akan memimpin diri mereka berdua untuk masuk dan melihat-lihat Loteng Penyimpan kitab itu di dalam hati tanpa terasa tergetar juga dengan amat keras, bersamaan itu perasaan yang amat girang pun meluncur dari lubuk hati mereka.

Terhadap diri Wi Lian In serta Ti Then, hal ini merupakan harapan yang diidamkan setiap hari, apalagi terhadap diri Ti Then sejak di ketahui olehnya kalau Wi Ci To memiliki sebuah Loteng penyimpan Kitab yang melarang putrinya sendiri mau pun sutenya untuk masuk ke dalam, di dalam hatinya sudah ambil kesimpulan kalau tujuan dari majikan patung emas yang perintahkan dirinya masuk ke dalam Benteng Pek Kiam Po ini terletak di dalam loteng Penyimpan kitab itu, karenanya dia sangat mengharap bisa mengetahui macam apakah barang yang dikehendaki itu, dia sangat mengharapkan bisa mengetahui terlebih dulu gerakan selanjutnya dari dirinya akan menimbulkan aktbat yang baik atau buruk terhadap Benteng Pek Kiam Po.

Kini Wi Ci To secara tiba-tiba sudah melanggar aturannya yang di pegang teguh selama puluhan tahun lamanya, dia ingin membuka rahasia yang terdapat di dalam loteng penyimpan kitab ini, hal ini membuat orang lain sama sekali tidak menduga.

Wi Lian In dengan air muka yang bersinar dan penuh perasaan girang meletakkan kembali mang kok sumpitnya kemudian mengikuti dari belakang.

Tua muda tiga orang hanya tidak lama kemudian sudah berada diluar pintu loteng Penyimpan Kitab itu, dari dalam sakunya Wi ci To mengambil keluar sebuah kunci yang amat aneh sekali bentuknya kemudian dengan perlahan-lahan membuka gembokan di depan pintu Loteng Penyimpan Kitab itu.

Beberapa orang pendekar pedang hitam yang menyaga di luar Loteng Penyimpan Kitab itu ketika melihat pocu mereka hendak membawa Ti Then serta Wi Lian In masuk ke dalam loteng tersebut tanpa terasa pada wajah mereka sudah muncul perasaan terkejut bercampur heran, karena mereka sudah menyaga diluar Loteng Penyimpan Kitab ini selama puluhan tahun lamanya dan mereka selama ini Pocu mereka sudah menuliskan larangan bagi setiap orang untuk memasuki Loteng Penyimpan Kitab ini, sebaliknya malam ini secara mendadak Pocu mereka sudah membawa Ti Then serta putrinya masuk ke dalam Loteng itu, bukankah hal ini merupakan suatu kejadian yang sangat mengherankan dan sangat mengejutkan??

Sesudah membuka pintu loteng Penyimpan Kitab itu, barulah Wi Ci To menoleh ke belakang dan berkata pada Ti Then serta Wi Lian In.

"Kalian berdirilah yang jauh biar Lohu masuk terlebih dulu untuk menutup semua alat rahasia yang terdapat di dalamnya, sesudah itu kalian baru ikut masuk." . selesai berkata dia mendorong pintu depan dan berjalan masuk.

Ruangan di bawah loteng penyimpanan kitab itu keadaannya biasa saja, tanpa ada tempat-tempat yang terlalu istimewa, ruangan itu tidak lebih hanya merupakan sebuah ruang tamu yang kecil.

Sesudah Wi ci To mendorong pintu berjalan masuk ke dalam segera bisa kelihatan keadaan di dalamnya amat teratur sekali bahkan diatur dengan gaya artistik yang merah tetapi dikarenakan selama puluhan tahun lamanya tidak pernah dibersihkan maka semua alat-alat yang ada di dalamnya kelihatan sudah menjadi kuno bahkan setiap ujung tembok sarang laba-laba memenuhi semua tempat, keadaannya sangat menyeramkan sekali mirip dengan sebuah rumah setan saja. Wi Ci To sesudah masuk ke dalam ruang tamu yang kecil, itu hanya di dalam sekejap mata saja sudah lenyap tanpa bekas, di dalam sekejap saja mendadak keadaan di dalam ruangan itu terang benderang bagaikan siang hari saja, Wi Ci To dengan ditangannya membawa lampu muncul di hadapan Ti Then serta Wi Lian In- ujarnya: "Sekarang kalian boleh masuk"

Air mukanya di bawah sorotan sinar lampu yang dibawa kelihatan amat cerah dan bersinar.

Ti Then mau pun Wi Lian In dengan membawa perasaan hati yang tidak tenang mengikuti dengan kencang di belakangnya, selama ini mereka membungkam di dalam seribu bahasa.

Setelah mereka memasuki ruangan tamu yang kecil itu seperti juga baru saja memasuki suatu dunia yang diliputi oleh keseraman dan kemisteriusan, seluruh tubuh mereka merasa amat dingin sedang wajahnya sedikit mulai memucat.

Di samping sebelah kanan dari ruang tamu itu terdapat sebuah tangga yang menghubungkan tempat itu dengan loteng lantai ke dua, dengan membawa lampu Wi Ci To mulai berjalan menaiki tangga itu ujarnya tiba-tiba: "Mari kalian ikut naik"

Ti Then merupakan orang kedua yang menaiki tangga tersebut, setiap kali kakinya menginyak tangga tersebut di dalam hati terasa suatu perasaan yang saugat aneh karena waktu inilah dia baru mau percaya kalau disetiap sudut di dalam ruangan loteng penyimpan kitab itu dimuat alat rahasia yang menyeramkan bahkan dia pun tahu kalan alat rahasia itu tidak diatur dan dipasang sekitar tangga- tangga itu saja bahkan disetiap jengkal tanah di dalam ruangan tamu itu pun terdapat.

Luas ruangan itu jika dipandang dari luar kurang lebih ada tujuh kaki sebaliknya ruangan kecil di dalamnya hanya ada tiga kaki saja, artinya disekeliling tembok di dalam ruangan itu sudah dipasang alat rahasia yang mendirikan bulu roma. Tangga yang menghubungkan lantai-lantai pertama ke lantai kedua ada delapan belas trap banyaknya, setelah melewati tangga terakhir sampailah disebuah ruangan kamar baca yang begitu luas.

Di sekeliling ruang kamar baca ini terdapat rak tinggi besar, di dalam rak itu berjajarlah beribu-ribu buah kitab, bahkan boleh dikata selain kitab sama sekali tidak terdapat barang lainnya lagi.

Inilah keadaan dari ruangan loteng penyimpanan kitab yang membawa kemisteriusan bagi setiap orang.

Tanpa terasa lagi Wi Lian In sudah mengeluarkan suara tertahan yang penuh diliputi oleh perasaan terkejut bercampur kecewa, gumamnya seorang diri: "Ternyata tidak ada apa-apanya"

Dengan perlahan Wi Ci To meletakkan lampu yang dibawanya ke atas meja, ujarnya sembari tersenyum:

"Tidak ada apa-apanya, Ehmm loteng penyimpanan kitab dari lohu ini sudah menyimpan berbagai macam kitab serta lukisan dari pujangga-pujangga terkenal pada masa yang silam, banyak diantaranya jarang bisa didapatkan ditempat luar, jika dibilang dengan uang, mungkin berada di atas ratusan juta tahil perak."

"Tetapi." bantah Wi Lian In cemberut "Lukisan lukisan serta tulisan-tulisan ini di dalam pandangan kami orang-orang Bu lim sama sekali tidak berharga."

"Benar. tetapi lohu memangnya punya kegemarannya begitu, sejak kecil lohu paling suka membaca buku dan gemar menyimpan berbagai lukisan dari pujangga-pujangga terkenal, di dalam hati lohu barang-barang ini sangat berharga sekali"

" Untuk menyimpan lukisan lukisan serta tulisan-tulisan ini, Tia sudah memasang alat-alat rahasia disekeliling loteng ini, apa untuk mencegah orang lain memasuk tempat ini??" sahut Wi Lian In kurang puas.

"Tidak" sahut Wi Ci To geleng kepalanya, " lohu pasang alat-alat rahasia ini sebetulnya untuk mencegah ada orang yang masuk ke sini mencuri kitab-kitab serta lukisan tersebut di samping itu juga untuk menyaga suatu rahasia lainnya"

"Rahasia apa??" tanya Ti Then serta Wi Lian In hampir bersamaan-

Wi Ci To tidak segera memberikan jawabannya, sinar matanya dengan tajam memandang beberapa saat lamanya ke atas wajah Ti Then mau pun Wi Lien In kemudian dengan air muka serius ujarnya.

"Sebelum Lohu membuka rahasia ini aku mau tanya padamu terlebih dulu...In ji apakah kau mau percaya terhadap setiap perkataan yang aku katakan???"

"Putrimu mau percaya" sahut Wi Lian In sambil mengaagguk. "Bagaimana dengan Ti Kiauw tauw??" tanya Wi Ci To kemudian

sambil menoleh kearah Ti Then.

"Selama ini Pocu jadi orang sangat jujur, setiap perkataan mau pun perbuatan semua pakai aturan, bagaimana boanpwe berani tidak percaya?."

"Kalau begitu sangat bagus sekali, sekarang juga lohu mau membuka suatu rahasia di hadapan kalian, setiap perkataan yang aku katakan adalah hal yang sungguh-sungguh terjadi, sama sekali tidak ada perkataan bohong barang sepatah pun."

Selesai berkata dia berjalan menuju ke depan rak buku sebelah selatan dan menyingkirkan sejilid kitab kemudian kelihatan tangannya dimasukkan ke dalam rak buku itu, entah diapakan mendadak dia mundur kembali ke belakang.

Dari belakang rak kitab itu segera terdengar suara gesekan terbukanya pintu rahasia, sebuah pintu dengan perlahan-lahan membuka kearah kanan.

Di belakang rak buku itu terdapat sebuah dinding kayu yang menutupi tempat itu sedang di depan dinding tersebut tergantung sebuah kain yang di sampingnya terdapat sebuah tali, agaknya kain itu bisa ditarik untuk menyingkirkannya. Agaknya Wi Ci To merasa sedikit keberatan untuk membuka rahasia tersebut, dari mukanya jelas memperlihatkan dia merasa sangat sedih bercampur bingung.

"Tia, barang apa di belakang kain tersebut? " tanya Wi Lian In cepat, agaknya dia sudah tidak merasa sabar lagi.

Wi Ci To termenung berpikir beberapa saat lamanya, setelah itu barulah ujarnya: "Coba kau tebak".

"sebuah pintu menuju keruang rahasia??"

"Bukan.." jawab Wi Ci To sambil menggelengkan kepalanya. "Sebuah lemari rahasia??"

"Juga bukan..."

"Mungkin sebuah lukisan?" Tiba-tiba Ti Then nyeletuk. "Benar, memang sebuah lukisan".

Selesai berkata dia maju ke depan menarik tali di sampingnya untuk membuka kain penutup tersebut.

Begitu kain penutup itu terbuka, tidak salah lagi tampak sebuah lukisan muncul di hadapan mereka, sebuah lukisan dari seorang perempuan yang sangat cantik. Tanpa terasa Ti Then sudah menarik napas panjang, pikirnya:

"Oooh Thian, ternyata di dalam dunia ada seorang perempuan yang demikian cantiknya" Memang benar perempuan yang terdapat di dalam lukisan itu memang mem punyai paras amat cantik, tapi cantiknya bukan merupakan cantik yang mendebarkan hati, menimbulkan hawa nafsu sebaliknya kecantikan parasnya adalah bersih, suci dan sedikit pun tidak ada pengaruh aneh lainnya.

Wi Lian In melototkan matanya lebar-lebar dengan perasaan terperanyat teriaknya, "Sungguh cantik sekali Tia, siapakah perempuan ini ???"

"Dia she shu bernama Sim Mey". Agaknya Wi Lian In belum pernah mendengar nama "Shu Sim Mey" itu setelah mendengar kata-kata itu dia menjadi berdiri tertegun. "Siapa dia?" tanyanya lagi.

"Rumahnya ada didesa He Liong cong di daerah Kauw shu."

Sekali lagi Wi Lian In dibuat tertegun. "Ah, dia satu kam pung dengan Tia?"

Dengan perlahan Wi Ci To mengangguk. dengan air muka sangat sedih jawabnya: "Benar. sewaktu aku masih kecil kita adalah bertetangga "

"Kalian.. kalian punya ikatan perjodohan sejak kecil??" tanya Wi Lian In gemetar, sedang air mukanya berubah hebat. sekali lagi Wi ci To mengangguk.

"Hubunganku dengan dia boleh di gambarkan dengan syair Tiang Han Hiong, dari penyair terkenal Lie Pak.."

Segera dia mulai bersyair dengan nada penuh golakan hati, air mukanya berubah amat keren sedang mulutnya tak henti-hentinya membaca isi dari syair tersebut.

Begitu dia selesai membaca syair tersebut tanpa disadari lagi air matanya sudah menetes keluar membasahi wajahnya . "

Melihat Wi Ci To mengeluarkan air matanya, Wi Lian In menjadi teramat heran bercampur terperanyat, ujarnya:

"Jadi Tia maksudku dengan Shu Sim Mey sudah menjadi suami istri?"

"Tidak salah" jawab Wi Ci To dengan perasaan amat sedih "sebelum aku kawin dengan ibumu terlebih dulu sudah menjadi suami istri dengan shu sim Mey"

Wi Lian In merasakan hal ini merupakan suatu pukulan yang berat bagi dirinya, tanpa dapat dicegah lagi dia melelehkan air mata dengan perasaan sedih ujarnya: "Tia, kau sudah menipu ibu. ." "Benar, aku sudah menipu ibumu" sahut Wi Ci To sambit mengangguk. "Sekali pun aku sudah menjadi suami istri selama tiga puluh tahun lamanya dengan dia, tetapi selama ini belum pernah betul-betul mencintai dirinya, karena .... karena aku tidak bisa melupakan Shu Sim Mey ini"

Dari sepasang mata Wi Lian In segera memancarkan perasaan tidak puasnya, sambil melototi lukisan dari shu sim Mey itu ujarnya: "Perempuan itu sekarang berada dimana?"

"Di dalam sebuah kuburan didekat kali Han san si."

Wi Lian In menjadi melengak. "ooh.. dia. .dia sudah meninggal?" "Benar, dia meninggal dunia pada usia tujuh belas tahun, berarti

juga pada tahun ketiga setelah aku menikah dengan dia, shu sim Mey telah meninggal dunia."

Perlahan-lahan Wi Lian In menghapus bekas air matanya. "Bagaimana dia bisa meninggal?"

"Saking rindunya kepadaku dia menjadi sakit kemudian meninggal?"

"Hal ini berarti juga setelah Tia menikah dengan dia karena suatu urusan sudah meninggalkan dirinya?" tanya Wi Lian In dengan perasaan amat terperanyat.

"Benar, sesudah dia menikah dengan aku pada tahun kedua karena aku sangat gemar belajar ilmu silat, maka aku lantas meninggalkan rumah untuk mencari guru, sebetulnya hanya rencana paling lama setengah tahun saja kemudian hidup kembali bersama-sama dengan dia, tetapi pada bulan ketiga sesudah aku meninggalkan rumah mendadak di atas gunung Tong-san sudah bertemu dengan seorang jagoan aneh dari Bu lim dan dialah sucowmu si Thiat Kiam ong atau kakek pedang baja suma song, ketika dia melihat bakatku maka sesudah menerima diriku sebagai ahli warisnya dan memberi pelajaran ilmu pedang, karena perhatiannya yang tertuju pada ilmu pedang inilah sudah lupa untuk kembali kerumah menengok dia, hanya di dalam sekejap saja satu tahun sudah berlalu."

Perlahan-lahan dia menghela napas panjang, kemudian sambungnya lagi: "Setahun kemudian aku baru teringat untuk kembali ke rumah menengok dia, siapa tahu pada saat itulah sucowmu sudah jatuh sakit dengan usianya sembilan puluh delapan pada waktu itu ditambahkan secara tiba-tiba jatuh sakit membuat aku harus merawat dia orang tua, karena itulah rencana untuk pulang kerumah menengok dia menjadi terbengkalai. setengah tahun lewat dengan cepat akhirnya sucouwmu wafat, setelah habis aku membereskan layannya barulah dengan tergesa-gesa kembali ke su Kho siapa tahu baru saja sampai dirumah aku baru tahu pada setengah tahun yang lalu dia sudah binasa, die meninggal dunia karena terlalu rindu kepadaku."

Berbicara sampai di sini dia menarik napas panjang-panjang, agaknya luka di dalam hatinya kambuh kembali. Wi Lian In berdiam diri tidak berbicara.

Ti Then sendiri pun terpaksa bungkam, diam seribu bahasa, tetapi di dalam hatinya dia merasa ikut sedih dan tergerak oleh cerita yang amat menyedihkan ini, dia masih mem punyai suatu perasaan yang lain daripada yang lain, dia sama sekali tidak menyangka di dalam Loteng Penyimpan kitab yang diduga menyimpan berbagai rahasia ini ternyata hanya menyimpan suatu kisah yang menyedihkan saja bahkan rahasia itu hanya menyangkut pada "Urusan pribadi" orang lain.

Lama sekali Wi Ci To memandang wajah putrinya, setelah itu baru tanyanya: "Inyie, kau benci terhadap dia?"

"Tidak. ."

"Kalau begitu kau benci terhadap aku??" " juga tidak..."

Tanpa terasa Wi Ci To sudah menghela napas panjang. " Kematiannya dikarenakan rindu padaku, sebetulnya kami berdua saling cinta mencintai, dikarenakan kegoblokanku sendiri sudah menghantarkan nyawanya, bilamana aku teringat kembali akan persoalan ini di dalam hati seperti diiris-iris oleh berjuta-juta batang pisau, sungguh menderita sekali."

Dia berhenti sebentar, kemudian sambungnya lagi.

"sewaktu di dalam hati, hatiku marasa sedih sehingga sukar dihilangkan beberapa kali aku sangat mengharapkan bisa melakukan berbagai urusan yang bisa meringankan beban orang-orang Bu lim tetapi hal ini semua sama sekali tidak berguna, asalkan bayangan tubuhnya muncul kembali di dalam benakku maka sama sekali tidak bisa hilang bilang, akhirnya.. Ehmmm, setelah delapan tahun dari kematiannya aku baru bertemu dengan ibumu, tentang bagaimana aku lalu kawin dengan ibumu tentunya kau sedikit mengetahui bukan ??" 

Wi Lian In dengan perlahan mengangguk:

"Tahu. ibu sekeluarga sewaktu kakekku lepas dari jabatan pulang kam pung, ditengah jalan sudah bertemu dengan kaum perampok. kakek dan nenek pada binasa sedang kawanan perampok itu mau menodai ibu waktu itulah Tia sedang lewat di sana dan turun tangan membunuh perampok-perampok itu tersebut dan menolong ibu, dengan demikian ibu dengan ayah lalu kawin bukan begitu???"

"Benar. sebetulnya aku tidak punya niat untuk mengawani ibumu tetapi saat itu ibumu sudah luntang lantung seorang diri tanpa sanak famili bahkan secara diam-diam dia bertekad untuk membalas budi ini dengan menggunakan tubuhnya, bilamana aku tidak mau terima dia sebagai istrinya maka dia mau mati saja makanya aku baru menerimanya. Tetapi walau pun aku berusaha keras untuk mencintai ibumu bayangan dari su sim May tidak bisa hilang- hilangnya dari benakku, adakalanya terang-terangan ibumu yang berdiri di hadapanku, aku sudah salah melihat dia sebagai sub Sim Mey, ada satu hari aku tidak betah untuk tidur diam-diam mencuri lihat lukisan wajahnya, karena takut ibumu tahu maka aku baru bangun Loteng Penyimpan Kitab ini dan menggantungkan lukisannya di sini. setiap kali kalau aku rindu padanya lalu masuk ke sini untuk memandang wajahnya selama setengah harian."

"Heeeey... Tak tak tertahan lagi Wi Lian In menghela napas panjang, "Bilamana sejak dahulu kala Tia mau menceritakan urusan ini mungkin sekali luka di dalam hati kau orang tua akan sedikit menjadi sembuh."

" Tidak.. Aku tidak bisa melukai hati ibumu, ibumu adalah seorang perempuan yang pendiam, selamanya selalu menurut omonganku dan dengan sepenuh hati mencintai aku, jika dia tahu hatiku sudah direbut orang lain dia pasti akan merasa sangat berduka hati."

-ooo0dw0ooo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar