Pendekar Patung Emas Jilid 15

 
Jilid 15

Ti Then hanya bisa angkat bahu saja kemudian mengundurkan diri kembali ke atas pembaringannya, terhadap "Perubahan yang mendadak" ini dia merasa sangat berada di luar dugaannya, dia tidak bisa berkata saat ini harus merasa girang atau berduka, dia hanya merasa dirinya sukar untuk meloloskan diri kembali, dia merasa dosa yang di buat semakin lama semakin bertambah berat.

Beberapa saat kemudian terlihatlah Wi Lian In dengan membawa kotak obat-obatan berlari masuk. ujarnya sembari tertawa: "Mari aku tolong kau beri obat"

Dia membuka kotak obat itu kemudian berlari ke depan Ti Then dan berjongkok untuk membalut kakinya yang terluka itu dengan kain.

"Tidak" tiba-tiba Ti Then menarik kembali kakinya. "Biar aku yang melakukan sendiri."

Cepat-cepat Wi Lian In menarik kembali kakinya, ujarnya: "Kau jangan banyak bergerak, ayoh duduk yang baik"

Diam-diam dalam hati Ti Then menghela napas panjang, terpaksa dia pejamkan matanya membiarkan dia untuk mengobati.

Perlahan-lahan Wi Lian In melepaskan kain yang membalut kakinya kemudian mencuCi luka itu dengan air bersih, ujarnya: "sakit tidak??"

"Sedikit."

"Bagaimana kau bisa terjerat angkinnya si Rase bumi?"

"Pada waktu aku bergebrak dengan mereka suami istri berdua, para malaikat iblis itu mulai memanahkan panah-panah apinya ke arah benteng, cepat-cepat aku menerjang ke hadapan mereka untuk memutuskan busur- busurnya, di dalam sekejap mata itulah angkin si Rase bumi sudah menyerang datang dari arah belakang dan menjerat kakiku."

"Heeei. . untung saja Tia cepat datang, kalau terlambat sedikit saja mungkin akibat yang kau terima akan jauh lebih hebat" ujar Wi Lian In sembari menghela napas panjang.

"Benar" "Kau sungguh lihay." puji Wi Lian In kembali. "Baru saja pisau terbangnya Tia memutuskan angkin tersebut pedangmu sudah berhasil menusuk mati si Anying langit"

"Haa ha ha ha. . mana. . . hanya waktu itu si Anying langit sama sekali tidak menduga kalau angkinnya bisa terputus oleh sambaran pisau terbang sehingga dia dibuat kalang kabut"

"Si Rase bumi itu sungguh menggelikan sekali, dia adalah jagoan yang kenamaan di dalam kalangan Hek to, ketika melihat suaminya binasa ternyata sudah menangis begitu sedihnya, jika dilihat keadaannya pada waktu itu sedikit pun tidak mirip dengan iblis wanita yang disegani di dalam Bu lim"

Ti Then menghela napas.

"Dia terlalu cinta pada suaminya, karena itu tidak bisa menahan perasaan sedih yang bergolak di dalam dadanya, aku merasa sedikit simpatik kepadanya." ujarnya perlahan

"Dia sudah mengadakan perjanyian dengan kau dan Tia untuk pada akhir bulan depan bertemu di istana Thian Teh Kong nya, kau pergi tidak?" tanya Wi Lian In sambil memandang wajah Ti Then dengan pandangan tajam.

"Sudah tentu harus pergi." "Aku juga mau ikut."

"Tentang hal ini aku tidak berani ambil keputusan-" ujar Ti Then ketika mendengar perkataannya itu. "Lebih baik kau minta ijin dulu dengan ayahmu."

"Jika Tia tidak mengijinkan aku pergi, aku mau pergi secara diam-diam."

"Ha ha ha . . " Ti Then tertawa terbahak-bahak. "Karena itu aku percaya ayahmu bisa mengijinkan dirimu untuk pergi."

"Kali ini Bun Jin Cu sudah kehilangan suaminya, bagusnya untuk bertarung dengan mengandalkan kepandaian silat pasti tidak akan sanggup untuk mengalahkan kita, aku kira pada saatnya dia pasti menggunakan siasaat keji untuk membokong kita. sampai waktunya kita harus menghadapi mereka dengan berhati-hati."

"Ehmm . . . perkataanmu sedikit pun tidak salah."

Di dalam percakapan itulah Wi Lian In sudah selesai memberi obat dan membalutkan luka dari Ti Then itu sembari menyimpan kembali obat-obatan itu ke dalam kotak. ujar Wi Lian In dengan suara rendah.

"Aku masih mau beritahukan suatu urusan kepadamu, obat pemabok itu sudah aku masukkan ke dalam teko air tehnya Hu Pocu"

"Ooh . . " Dengan pandangan tajam Ti Then memperhatikan dirinya. "Kapan kau masukkan?"

"Malam ini juga, sebelum dua batu besar itu merusak benteng dengan pinyam kesempatan sewaktu dia tidak berada di dalam kamar secara diam-diam aku sudah masukkan obat itu ke dalam tekonya, tetapi dia belum sempat meneguk air teh itu, karena baru saja aku keluar dari kamarnya batu-batu besar itu sudah berjatuhan sehingga aku serta dia dan Tia cepat-cepat lari ke atas tebing Sian Ciang sedang kini dia pun sedang perintahkan saudara-saudara untuk membersihkan kekotoran reruntuhan, nanti sesudah dia kembali kekamar entah bisa minum air teh itu atau tidak?"

"Coba kau keluar lihat-lihat sebentar, nanti sesudah dia memadamkan lampu kau boleh ambil sebuah batu dan disambitkan ke dalam kamarnya.Jika dari kamar tidak terdapat gerak gerik maka artinya dia sudah mabok oleh obat pemabok tersebut."

"Betul" seru Wi Lian In membenarkan- "Biar aku pergi lihat."

Selesai berkata sambil membawa kotak obat dia berjalan keluar dari dalam kamar. Ti Then pun merapatkan pintu kamarnya dan naik ke atas pembaringan untuk beristirahat.

Dia tidak punya rencana untuk membunyikan tanda mengajak bertemu dengan majikan patung emas, karena dia merasa malas untuk melaporkan berita yang sangat bagus ini kepadanya. Dia merasa sedikit menyesal sudah melakukan tindakan di atas tebing Sian Ciang sehingga merusak rencana si Anying langit rase bumi, jika dirinya tidak menahan serangan bokongan dari si Anying langit Rase bumi terhadap Benteng Pek Kiam Po, maka Wi Ci To dengan putrinya tidak mungkin bisa menerima dia kembali dengan begitu mudahnya, ada hal ini berarti rencana dari majikan patung emas pun bisa berjalan dengan lancar.

Tetapi penyerangan dari Anying langit rase bumi ini disebabkan oleh dirinya, jika dirinya tidak pergi menahan serangan mereka, bukankah dari pihak benteng Pek Kiam Po akan menemui bencana hebat? Hei jika dirinya bisa mati jauh lebih baik mati saja sehingga semuanya bisa beres.

Dia berbaring di atas pembaringannya tetapi matanya dengan melotot lebar-lebar memandangi langit-langit, pikirnya berputar terus memikirkan persoalan yang semakin rumit ini, pada waktu saat menunjukkan hampir mendekati kentongan keempat:

"Tok tok tok . ."

Ada orang yang mengetuk pintunya dengan periahan.

Cepat-cepat Ti Then meloncat bangun dari atas pembaringan dan membuka pintu, teriihat Wi Lian In sudah berdiri di depan pintu sembari tersenyum: "Bagaimana??" tanyanya dengan perlahan.

"Sudah beres" Sahut Wi Lian In lirih. "Dia sudah jatuh pulas oleh obat pemabok itu"

"Kau sudah merasa pasti kalau dia sudah mabok??"

"Aku lihat memang begitu" sahut Wi Lian In kembali sambil angguk-anggukkan kepalanya. "Sesudah dia padamkan lampu segera tertidur, sesudah menunggu kira-kira dua menit baru aku jemput batu dan disambitkan ke arah jendelanya, waktu itu aku tidak berani memeriksa ke dalam kamar mana karena merasa tidak tenteram maka aku sambit satu kali lagi, saat itu tetap saja tidak melihat dia keluar, kalau dia sudah minum teh itu dan sudah mabok." "Bagus sekali", seru Ti Then kegirangan "Mari kita periksa apakah pada kepalanya ada lukanya atau tidak, jika ada dialah si setan pengecut itu"

O

SESUDAH keluar dari kamar dan merapatkan pintunya kembali dengan perlahan-lahan, bersama-sama dengan Wi Lian In berjalan menuju kekamar Huang Puh Kian Pek.

Ujar Ti Then kembali dengan setengah berbisik sesampainya di belakang kamar Huang Puh Kian Pek.

"Kau ketuklah jendelanya terlebih dulu dan panggil dia, coba lihat dia terbangun tidak."

"Jika dia menyahut?" tanya Wit Lian In perlahan-...

"Kalau memang begitu kau boleh karang suatu cerita bohong, bilang saja kau melihat sesosok bayangan hitam berkelebat di atas kamarnya."

Wi Lian In sembari tersenyum mengangguk, segera dia bungkukkan badannya berjalan ke bawah jendela, kemudian mengetuk jendela tersebut teriaknya dengan perlahan-lahan: "Huang Puh siok. Huang Puh siok"

Huang Puh Kian Pek yang berada dalam kamar tidak memberikan jawabannya, agaknya memang betul-betul terbius oleh obat pemabok itu.

Wi Lian In mengetuk kembali jendela itu sembari memanggil, sesudah di dengarnya dari dalam kamar tidak terdapat gerak gerik barulah dia menggapai kearah Ti Then memanggil dia ke sana.

Ti Then tahu tenaga dalam dari Huang Puh Kiam Pek amat tinggi dengan sendirinya pendengarannya pun amat tajam, kini melihat tak terjadi perubahan apa-apa dari dalam kamar segera mengetahui kalau dia betul-betul sudah terbius oleh obat pemabok. karenanya dengan ringan dia meloncat ke depan jendela sengaja dengan suara agak keras ujarnya. "Hu pocu belum bangun??" "Belum" sahut Wi Lian In cepat.

"Entah bisa terjadi peristiwa diluar dugaan atau tidak?" "Lebih baik kita masuk saja.."

Sambil berkata dia membuka jendela tersebut dan meloncat masuk ke dalam.

Wi Lian In segera mengikuti dari belakang sesudah mengambil keluar korek api buru-buru disulutnya lampu di dalam kamar itu.

Begitu sinar lampu menyoroti seluruh kamar maka keadaan diseluruh kamar bisa dilihat dengan jelas sekali.

Huang Puh Kian pek berbaring di atas pembaringan dengan tenangnya, pada tubuhnya ditutupi dengan selapis selimut, jika dilihat dari pernapasan hidungnya jelas dia sudah tertidur dengan amat nyenyak.

Tetapi di dalam satu kali pandangan saja Ti Then sudah melihat kalau dia memang betul-betul terbius oleh obat pemabok itu, karena cawan teh yang berada d iatas meja kelihatan masih ada sisa dari teh yang belum dihabiskan, hal ini berarti juga dia sudah minum teh yang berisikan obat pemabok itu sedang tidurnya bisa begitu tenang hal ini sudah tentu dikarenakan setelah minum teh segera dia naik ke atas pembaringan untuk tidur.

Atau dengan perkataan lain sewaktu dia siap tidur itulah obat pemabok itu mulai bekerja.

Melihat hal itu Ti Then tersenyum kemudian mendorong badannya.

"Hu Pocu.. Hu pocu.. cepat bangun. . cepat bangun" serunya.

Huang Puh Kian pek tetap tidak bergerak..

"Sudah cukup. .sudah cukup," teriak Wi Lian In kegirangan. "Coba kau lihat rambutnya dulu."

"Jika d iatas kepalanya sama sekali tidak luka kau jangan salahkan aku lho, karena ini hanya dugaanku saja." "Aku sudah tahu, kau cepatlah turun tangan"

Ti Then segera mencengkeram rambut di atas kepala Huang Puh Kiam Pek dan di tariknya dengan keras.

" Kalian sedang berbuat apa?"

Mendadak suara yang amat rendah tapi berat berkumandang datang dari belakang jendela.

Wi Lian In serta Ti Then bersama-sama menjadi amat terperanyat, cepat-cepat mereka menoleh ke belakang, terlihatlah secara tiba-tiba Wi Ci To sudah muncul di depan jendela.

Air muka Wi Ci To kelihatan amat dingin sekali dengan sinar air mata penuh kemarahan ujarnya lagi.

" Cepat bilang, kalian sedang berbuat apa??"

Mendengar bentakan itu Wi Lian In menjadi gugup, "Tia. . kami sedang... sedang. ."

"Hmm. . h mm. . mau membunuh Hu pocu bukan begitu?" ujar Wi Ci To sembari tertawa dingin.

Wi Lian In menjadi semakin gugup.

"Tidak. . tidak . . . putrimu tidak berani membunuh Huang Puh siok. kami sedang ..."

"Kalau tidak" potong Wi Ci To dengan dingin. "Kenapa kalian menarik rambut Hu Pocu?"

Sedikit pun tidak salah ditangan Ti Then pada saat ini sedang mencekal sebagian rambut beserta kulit kepalanya.

Melihat hal itu Wi Lian In menjadi amat girang sekali, dengan cepat ujarnya.

"Tia cepat masuk coba lihatlah"

"Lihat apa?" bentak Wi ci To dengan amat gusar. "Coba kau lihat" teriak Wi Liau In semakin girang. Wi Ci To mendengus dengan amat dinginnya, segera dia melompat masuk ke dalam kamar, ujarnya.

"Kalian berdua sedang bermain apa?"

Dengan mengangkut kepalanya Huang Puh Kian Pek, ujarnya Wi Lian In kembali: "Tia, coba lihat kepalanya paman Huang Puh"

Di atas batok kepala Huang Puh Kian Pek jelas terlihat sebuah bekas luka sebesar kepalan bayi.

Begitu melihat akan hal itu, air muka Wi ci To segera berubah amat hebat, dari perasaan gusar kini sudah berubah menjadi perasaan terperanyat dengan hati yang bergolak tanyanya.

"Bagaimana kalian bisa tahu?"

"Tia tentu masih ingat bukan sewaktu Huang Puh siok kembali ke dalam Benteng putrimu pernah sengaja menarik kain pengikat kepalanya?" ujar Wi Lian In sembari pandang wajah ayahnya.

Wi ci To sedikit mengangguk sedang air mukanya semakin lama berubah semakin jelek, ujar Wi Lian In kembali.

"Ti Kiauw tauw mau pun putrimu sendiri merasa suara dari si setan pengecut itu sangat dikenal, sejak sebelum putrimu ditawan oleh mereka, belum pernah keluar dari benteng karena itu Ti Kiauw tauw kemudian menduga kalau si setan pengecut itu kemungkinan besar adalah orang dari benteng kita sendiri. Akhirnya setelah Huang Puh siok pulang ke dalam benteng dia yang selamanya tidak pernah memakai ikat kepala tapi kali ini memakainya, karena itulah putrimu lalu mencurigai dialah si setan pengecut itu, diam-diam aku lalu berunding dengan Ti Kiauw tauw sedang menurut pendapat Ti Kiauw tauw sendiri pun urusan ini harus di selidiki maka dari itu putrimu lalu pergi kekota beli obat pemabok dan secara diam-diam sudah masukkan obat itu ke dalam air tehnya"

Wi Ci To kembali menganggukkan kepalanya, sepasang matanya yang memancarkan sinar amat tajam dengan terpesona memandang ke atas bekas luka sebesar kepalan bayi itu, jika dilihat selama ini dia tidak membuka suara jelas sekali kalau hatinya betul- betul merasa amat gusar.

Lama sekali baru terdengar dia berkata dengan periahan- "Ambilkan seember air dingin-.

"Baik" sahut Wi Lian In dengan cepat, segera dia berjalan keluar dari kamar untuk mengambil sebaskom air dingin.

Tidak lama dia sudah berjalan masuk kembali dengan membawa sebaskom air.

Wi Ci To segera menerima air itu dan disiramkan ke atas wajah Huang Puh Kian Pek. Tidak lama kemudian terlihatlah kulit kelopak mata Huang Puh Kian pek mulai bergerak dan sadar kembali dari maboknya.

" Kalian berdua boleh keluar dari kamar" ujar Wi Ci To kepada Ti Then serta putrinya sesudah melihat dia sadar kembali.

Agaknya Wi Lian In tidak mau, sambil menggerutu ujarnya. "Tidak, putrimu mau mendengarkan penjelasannya."

Air muka Wi Ci To segera berubah amat keren, dengan nada gusar bentaknya: "Suruh kamu keluar yaah keluar, ayoh cepat. ."

selama ini Wi Lian In sangat jarang menerima makian ayahnya, karena itu setiap kali dia melihat ayahnya menjadi gusar maka hatinya menjadi takut, dia tidak berani membangkang lagi dengan berdiam diri bersama-sama dengan Ti Then berjalan keluar dari kamar. 

Tidak jauh dari kamar itu mereka berdua berhenti dengan air muka tidak senang ujar Wi Lian In.

"Hei     sungguh membingungkan. ."

"Jangan marah dulu" hibur Ti Then ketika melihat dia murung. "Ayahmu tidak mengijinkan kita ikut mendengarkan sudah tentu ada alasannya"

"Hmmm alasan apa??" Ti Then hanya tersenyum saja tidak menyawab, walau pun dia tidak tahu apakah alasannya tetapi dia bisa menduga sedikit, dia tahu Huang Puh Kian Pek bisa menyamar sebagai si setan pengecut kemudian bersekongkol dengan Hong Mong Ling untuk menculik pergi Wi Lian In bukanlah dikarenakan dia merasa simpatik terhadap Hong Mong Ling, juga bukanlah untuk menghadapi dirinya, sebaliknya dia punya suatu tujuan tertentu.. kemungkinan sekali tujuannya terletak pada loteng penyimpan kitab dari Wi Ci To itu, dia pasti sudah merencanakan untuk mencuri suatu barang dari dalam loteng Penyimpan Kitab itu, beberapa waktu yang lalu dan mungkin dikarenakan kemunculan dirinya secara tiba-tiba di dalam Benteng Pek Kiam Po membuat dia punya anggapan dirinyalah merupakan suatu penghalang yang paling besar bagi usahanya itu karena itu dia punya maksud untuk menyingkirkan dirinya secepat mungkin dari dalam Benteng.

Sudah tentu dikarenakan persoalan ini menyangkut kerahasiaan dari Loteng Penyimpan kitab tersebut sudah tentu Wi Ci To tidak akan mengijinkan dirinya beserta Wi Lian In hadir di sana.

Sebaliknya sampai waktu ini Wi Lian In masih tetap saja menggerutu.

"Coba kau bilang, Tia punya alasan apa tidak mengijinkan kita untuk mendengarkan pengakuannya?? "

"Aku sendiri juga tidak tahu" jawab Ti Then gelengkan kepalanya "Hanya aku tahu bahwa tindakan ayahmu kali ini pasti ada alasannya."Semakin lama Wi Lian In semakin menjadi gemas.

"Sungguh tidak kusangka dia benar-benar si setan pengecut itu, dia adalah sutenya Tia, selama puluhan tahun ini Tia terus menerus memandang dia sebagai saudara sendiri, tapi dia ternyata sudah bersekongkol dengan Hong Mong Ling bangsat cabul itu berani menculik aku"

Waktu itu Ti Then juga tidak tahu harus mengajukan perkataan apa baiknya, karena itu terpaksa dia hanya termenung saja. "Coba kaupikir apa yang dituju olehnya?" tanya Wi Lian In lagi dengan gemas.

"Mungkin dia menaruh simpatik terhadap Hong Mong Ling" jawab Ti Then tertawa pahit.

"Dia punya alasan apa untuk menaruh simpatik kepada Hong Mong Ling" ujar Wi Lian In dengan amat gusar, "apakah Hing Mong Ling anaknya??? atau mungkin muridnya ??"

Ti Then hanya bisa angkat bahunya saja.

"Aku pikir tentu dia bisa jelaskan sendiri kepada ayahmu    oooh

ayahmu sudah keluar"

Tampak dengan langkah perlahan berjalan keluar dari dalam kamar, air mukanya berubah hijau membesi,jelas sekali kalau kemarahannya sudah mencapai pada puncaknya. Dengan cepat Wi Lian In maju menyongsong kedatangan ayahnya.

"Tia dia bilang apa?" tanyanya cepat.

Wi Ci To tidak menyawab sebaliknya kepada Ti Then ujarnya: "Hong Mong Ling bangsat cilik itu bersembunyi di dalam sarang

pelacur Touw Hoa Yuan, cepat kau ke sana tawan dia kembali"

"Boanpwe terima perintah."

Sesudah merangkap tangannya memberi hormat segera dia putar tubuh berlalu dari sana. Wi Lian In yang berdiri di samping ketika mendengar Hong Mong Ling berada di dalam sarang pelacur Touw Hoa Yuan hatinya menjadi girang, ujarnya cepat-cepat:

"Putrimu boleh ikut bukan?"

Wi Ci To termenung berpikir sebentar, agaknya baru menyawab: "Baiklah, kau boleh ikut Ti Kauw tauw ke sana tapi kau dilarang

masuk ke dalam sarang pelacur mereka"

Wi Lian In amat girang sekali, sesudah menyauhi segera dia lari mengejar diri Ti Then, mereka berdua masing-masing menunggang seekor kuda melarikan tunggangannya dengan cepat keluar benteng.

Mereka berdua dengan berdampingan dengan cepatnya lari turun gunung menuju ke dalam kota Go bi.

"Semoga saja kita bisa tiba di dalam kota sebelum menjadi terang" Ujar Ti Then kemudian sesudah memandang keadaan cuaca "Jika hari sudah terang tanah, untuk menawan dia mungkin agak lebih sulit lagi"

"Tidak mungkin" bantah Wi Lian In "sebelum terang tanah kita pasti bisa tiba di dalam kota, waktu dia pasti masih tidur"

Dia berhenti sebentar, kemudian sambungnya lagi. "Dia tentu tidur di dalam kamarnya Liuw Su Cen"

"Tidak salah"

"Nanti kau masuklah dari pintu depan, sedang aku menyaga di halaman belakang, kali ini jangan sampai membiarkan dia bisa meloloskan diri lagi."

"Ehmm . . . aku kira tidak mungkin bisa lolos." Wi Lian In angkat kepalanya memandang ke arah Ti Then-

" Kau pikir Tia bisa ambil tindakan apa untuk menghukum mereka berdua?" tanyanya.

"Entahlah" jawab Ti Then sambil angkat bahunya. "Hmmm, mereka harus dihukum mati."

"Soal itu juga baru bisa dilaksanakan sesudah menanti hwesio- hwesio dari Siauw lim pay datang mereka harus mengakui sendiri semua kabar bohong yang mereka katakan itu di hadapan hwesio- hwesio itu sehingga mereka bisa dibikin percaya"

"Hmmm, aku ingin sekali cepat-cepat membunuh mati bangsat cilik itu"

"Tidak usah terlalu cemas" hibur Ti Then sembari tersenyum. "Biarlah ayahmu yang menyatuhi hukuman kepada mereka." Pada hari menjelang terang tanah, kedua orang itu sudah tiba diluar kota Go bi, sambil menarik tali les kudanya, ujar Ti Then lagi:

"Baiknya kita tinggalkan kuda tunggangan diluar kota saja, kemudian kita masuk kota dengan melalui tembok kota"

Wi Lian In putar kepalanya memandang keadaan disekeliling tempat itu, ketika tampak tidak jauh dari sana ditepi sungai terdapat beberapa batang pohon siong segera ujarnya: "Baik kita tambatkan kuda-kuda ini pada pohon itu."

Sesampainya di bawah pohon mereka menambatkan kuda masing-masing pada pohon tersebut kemudian dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, masing-masing berkelebat melewati tembok kota.

Cuaca belum terang, ditengah jalan dalam kota masih jarang terlihat orang-orang yang berlalu lalang, Ti Then dengan membawa Wi Lian In dengan cepatnya menuju ke depan pintu rumah pelacuran Touw Hoa Yuan itu, ujarnya sambil menuding pintu depan.

" Inilah yang disebut sebagai Rumah pelacuran Touw Hoa Yuan, sekarang kau pergilah melalui gang kecil ini menuju ke belakang, jika melihat dia melarikan diri cepat-cepatlah berteriak."

Wi Lian In sedikit mengangguk. kemudian meuyusup kejalan kecil tersebut, setelah dilihatnya disekitar tempat itu tidak ada orang barulah Ti Then dengan ringannya meloncat masuk ke dalam ruangan dalam, terlihat suasana masih amat sunyi, sesosok bayangan manusia pun tidak kelihatan berkeliaran, jelas seluruh penghuni rumah pelacuran itu masih tertidur dengan amat pulasnya.

Pintu diruangan depan kelihatan sedikit terbuka, melihat hal itu Ti Then tersenyum pikirnya:

"Loteng dan ruangan semalam suntuk tidak tertutup," segera dia melanjutkan langkahnya masuk ke dalam.

Dia pernah satu kali datang kerumah pelacuran ini, karena itu tahu juga letak kamarnya Liuw Su Cen, cepat-cepat dia berjalan melalui sebuah lorong panjang menuju kekamar yang di tuju, mendadak . . . seorang pelayan muncul di hadapannya.

Pelayan ini agaknya baru saja bangun dari tidurnya, dengan wajah yang mengantuk dia membungkukkan badannya memberi hormat, ujarnya: "Siangkong, selamat pagi."

Agaknya dia sudah menganggap Ti Then adalah tamu yang menginap di rumah pelacur mereka.

Ti Then hanya sedikit mengangguk saja, tanpa mengucapkan kata-kata sengaja dia perlihatkan gerak geriknya yang kemalas- malasan. "Siangkong apa kau punya perintah yang lain?" tanya pelayan itu lagi.

"Tidak ada . . kau boleh pergi.. " sahut Ti Then sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.

Si pelayan itu segera mengambil sapu dan berjalan meninggalkan tempat itu

Menanti sesudah bayangan dari pelayan itu lenyap dari pandangan barulah Ti Then berjalan mendekati kamarnya Liuw Su Cen, kemudian mulai mengetuk pintu sengaja dengan suara yang diperkecil sehingga mirip dengan suara perempuan teriaknya: "Nona Liuw cepat buka pintu"

Dari dalam kamar segera mulai terdengar ada suara keresekan. "Siapa?" suara Liuw Su Cen yang genit segera berkumandang

keras dengan nada yang kurang senang.

"Aku" sahut Ti Then sengaja mempertinggi suaranya. " Cepat kau buka pintu, Ku Ie perintahkan aku untuk memberitahukan suatu urusan kepadamu"

"Kau siapa?" tanya Liuw su Cen lagi.

Sengaja dengan nada yang mengandung nada genit jawab Ti Then cepat. "Aku ."

"Baiklah. . kau tunggu sebentar biar aku pakai baju dulu" Suara keresekan yang ramai segera berkumandang keluar kemudian disusul dengan langkah Liuw su Cen berjalan kepintu kamar, sebentar kemudian terlihat pintu kamar dibuka dengan perlahan.

Kiranya yang yang dimaksud memakai baju olehnya tidak lebih hanya pakaian dalam yang amat tipis sekali, karena itu Liuw Su Cen yang kini muncul di hadapan Ti Then keadaannya amat menggairahkan sekali, dadanya terbuka separuh yang anggota badan lainnya kelihatan secara samar-samar di balik pakaian dalamnya yang terbuat dari kain tipis.

Begitu dia melihat orang yang berdiri di depan pintu bukan lain adalah Ti Then, air mukanya sagera berubah amat hebat, serunya. "Kau??"

Dengan satu kali dorongan Ti Then mendorong badannya ke samping kemudian dengan kecepatan yang luar biasa meloncat masuk ke dalam kamar.

Ternyata Hong Mong Ling memang benar berada di dalam kamar.

Dia sedang duduk di atas pembaringan dengan alas kain merah. Begitu melihat Ti Then meloncat masuk ke dalam kamar dengan gugup dan tergesa-gesa dia menyambar pedang panjang di samping badannya kemudian meloncat bangun-bagaikan seekor burung walet dengan gesitnya melayang keluar melalui jendela.

Ti Then tertawa dingin tak henti-hentinya cepat dia mengikuti dari belakangnya mengejar dengan kencang, ketika dilihatnya dia melarikan diri dengan amat gugup kehalaman belakang hatinya diam-diam merasa amat girang, cepat dia mengikuti terus dari belakangnya.

Mereka berdua yang satu melarikan diri yang lain mengejar bagaikan sambaran kilat cepatnya berkelebat ke arah belakang halaman, hanya di dalam sekejap mata saja sudah melewati tembok yang mengelilingi rumah pelacuran itu. Wi Lian In yang menanti diluar tembok begitu melihat Hong Mong Ling melarikan diri dengan meloncat tembok segera membentak nyaring, pedangnya dengan dahsyat ditusuk kearah perutnya.

Hong Mong Ling sama sekali tidak menduga kalau diluar tembok masih ada orang yang hendak mencabut nyawanya, di dalam keadaan yang amat terperanyat dia tidak sempat mencabut keluar pedangnya, terpaksa bersama-sama dengan sarungnya digunakan untuk menangkis datangnya serangan tersebut.

Tetapi tangkisannya ini tidak berhasil menutup seluruh serangan pedang dari Wi Lian In, kaki kanannya sudah terkena babatan ujung pedang Wi Lian In sehingga darah segar mulai mengucur keluar dengan amat derasnya.

Tapi dia masih berusaha juga untuk melarikan diri, sekali lagi badannya meluncur beberapa kaki kemudian meloncet naik ke atas atap sebuah bangunan. Ti Then yang mengejar dari belakang segera berteriak ketika melihat keadaannya itu.

"Hong Mong Ling, aku lihat lebih baik kau tidak usah membuang- buang tenaga dengan percuma, lebih baik dengan mandah ikut kami kembali ke dalam Benteng"

Hong Mong Ling pura-pura tidak mendengar, dengan tergesa- gesa dia melarikan diri ke depan bahkan larinya semakin cepat lagi, hal ini mungkin disebabkan di dalam anggapannya dia sudah merasa kalau dirinya kembali ke dalam Benteng pasti akan menerima kematian. Karena itu keinginan untuk hidup membuat tenaganya berlipat ganda.

Oleh sebab itulah walau pun Ti Then serta Wi Lian In dengan kencang terus menerus mengejar dirinya, untuk beberapa saat lamanya masih belum sanggup juga untuk menawan dia kembali.

Mereka bertiga dengan jarak kurang lebih tiga kaki dengan kecepatan yang luar biasa saling kejar mengejar di atas bangunan rumah kota Go bi, laksana loncatan kucing cepatnya hanya dalam sekejap mata mereka sudah tiba di samping pintu kota sebelah timur kemudian meloncat keluar kota dan berlari menuju ke daerah luar kota.

Ti Then yang melakukan pengejaran dengan mengerahkan seluruh tenaganya semakin lama dapat juga mendekati diri Hong Mong Ling.

"Hai bangsat cilik" teriaknya sambil tertawa dingin tak henti- hentinya. " Kalau kau punya kekuatan untuk lari satu li lagi, aku akan lepaskan satu kehidupan buatmu."

Keinginan hidup segera meliputi hati Hong Mong Ling, serunya kemudian-"Perkataanmu itu betul tidak?"

"Ha ha ha ha. . ." Ti Then tertawa amat nyaring. "selamanya aku bilang satu yaah satu, bilang dua yaah dua, kau legakan hatimu"

Hong Mong Ling segera mengerahkan seluruh tenaganya untuk melarikan diri ke depan, dia mengharapkan dirinya bisa lari satu lie lagi sehingga bisa lolos dari cengkeramannya. siapa tahu baru saja berlari beberapa waktu luka dikakinya semakin lama terasa semakin sakit sehingga tanpa dia sadari semakin lama larinya pun semakin lambat.

Sebaliknya saat ini semakin mengejar Ti Then melayang semakin cepat lagi, belum sampai mencapai setengah li Ti Then sudah berhasil berada kurang lebih lima depa di belakang badannya.

Agaknya Hong Mong Ling tahu bahwa dia tidak akan sanggup lari lagi, mendadak dia menghentikan larinya tubuhnya membungkuk ke bawah sedang ujung kaki kirinya bagaikan kilat cepatnya dengan dahsyat mejalankan satu tendangan dahsyat ketubuh Ti Then.

Sejak semula Ti Then sudah mengadakan persiapan, begitu dilihatnya serangan tersebut hampir mencapai tubuhnya mendadak tubuhnya miring ke samping kemudian melayang dari samping tubuhnya. Tangan kanannya tidak mau berdiam diri secara tiba-tiba melancarkan serangan cengkeraman mengancam jalan darah Cian Khing hiatnya. Hong Mong Ling yang melihat serangan tendangannya mencapai sasaran kosong tubuhnya mendadak membalik dengan gaya "Keledai malas menggelinding" dia putar tubuhnya ke belakang sedang pedangnya dengan disertai sinar yang menyilaukan mata membacok sepasang kaki Ti Then, gerakan ini dilakukan amat cepat sekali.

Sampai waktu Ti Then tetap tidak mau menyambut pedangnya untuk mengadakan perlawanan badannya meloncat ke atas setinggi tiga depa sedang sepasang kakinya melancarkan serangan Lian huan tui atau tendangan berantai mengarah wajahnya.

Cepat-cepat Hong Mong Ling melayang ke samping, pedangnya dengan mengikuti gerakan tersebut berkelebat kembali dengan jurus "si Gouw Huang Gwat" atau badak memandang bulan dengan mendatar membabat pinggang Ti Then.

Segera terjadi suatu pertempuran sengit antara mereka berdua, kurang lebih sepuluh jurus kemudian satu serangan telapak Ti Then dengan tepat menghajar lengan kirinya, "Praakk..." seketika itu juga tulang lengannya terputus oleh pukulan itu.

Hong Mong Ling mendengus berat, pedang panjangnya lepas dari tangannya tadi dengan cepat tangan kirinya memungut kembali pedangnya dan dibabat kearah lehernya sendiri, bagaikan kilat cepatnya Ti Then melancarkan cengkeraman merebut pedangnya, ujarnya sembari tertawa dingin.

"Hmm. . hmnnm, kau jangan begitu jangan cepat-cepat mati" Hong Mong Ling sembari tertawa seram.

"Tidak. aku dapat perintah untuk tawan kau kembali ke dalam Benteng"

"Aku tidak mau pulang"

"Hmm.. sekali pun begitu aku masih bisa paksa kau untuk kembali" seru Ti Then mengejek. Diantara pembicaraan itu dua jarinya dengan cepat menotok jalan darah kakunya. Waktu itulah Wi Lian In baru berhasil menyusul mereka, ketika dilihatnya Ti Then sudah berhasil mengusai diri Hong Mong Ling dia menjadi amat girang:

"Hey bangsat cabul" makinya sambil menuding diri Hong Mong Ling dengan jarinya, "Tidak kau duga bukan bisa ada hari ini?"

Hong Mong Ling yang tertotok jalan darah kakunya kini hanya bisa terlentang dengan kakunya di atas tanah tapi mulutnya masih bisa bicara, mendengar perkataan itu dia segera tertawa dingin.

"Hmm. . hmm. . seperti ini hari terhadap seorang perempuan yang suka akan baru dan bosan pada yang lama memang patut dirayakan"

"Siapa yang suka yang baru bosan yang lama? " tanya Wi Lian In dengan amat gusar.

"Perempuan itu tidak lain adalah putri Wi Pocu itu majikan dari Benteng Pek Kiam Po yang amat terkenal di dalam dunia Kangouw " ejek Hong Mong Ling.

Saking gemasnya Wi Lian In membentak keras, pedang panjangnya digerakkan secepat kilat mengancam ulu hatinya.

Tiba-tiba. . . "Traang. ." pedangnya yang hampir mengenai ulu hati Hong Mong Ling secara mendadak terkena sambitan senyata rahasia sehingga miring ke samping.

Senyata rahasia yang mengenai pedangnya itu bukan lain hanya sebuah bunga teratai dari besi.

Kekuatan sambitan senyata rahasia teratai besi itu amat besar sekali, bukan saja membuat pedangnya miring ke samping bahkan menggetarkan badannya sehingga terjatuh dua langkah ke samping.

Wi Lian In menjadi tertegun, kepada Ti Then dengan perasaan tidak puas ujarnya: "Di dalam benteng masih ada seorang saksi kau takut apa lagi?" Dia mengira Ti Then yang sudah turun tangan mencegah perbuatannya untuk membunuh Hong Mong Ling, karena itu dia mengucapkan kata-kata tersebut.

Ti Then tertawa pahit:

"Bukan aku, ada orang sudah datang" ujarnya.

Air muka Wi Lian In berubah sangat hebat, segera dia menoleh memandang keadaan disekeliling tempat itu, waktu itulah dia baru melihat kurang lebih tujuh delapan kaki dari tempat mereka berdiri berjajar-jajar dua puluh orang hwesio, tanpa terasa lagi saking terkejutnya dia sudah menjerit tertahan, kemudian dengan termangu-mangu berdiri tertegun di sana.

Hanya di dalam satu kali pandangan saja dia sudah tahu kalau kedua puluh orang hwesio itu berasal dari kuil Siauw lim si di atas gunung song san-

Karena salah satu dari hwesio-hwesio itu bukan lain adalah si Hwesio berwajah riang dari kuil Siauw lim si yang pernah mencegat Ti Then untuk minta kitab pusaka Ie Cin Keng darinya.

Sisanya sembilan belas orang masing-masing memakai pakaian kasa yang berwarna kuning emas salah satu diantara mereka dengan mencekal tongkat wajahnya amat ramah Jika dipandang dari usianya sudah sangat lanjut, keadaannya amat agung dan berwibawa sekali. Wi Lian In menarik napas panjang, teriaknya tanpa dia sadari. "Hwesio-hwesio dari Siauw lim pay sudah datang."

Hwesio tua yang mencekal tongkat itu sambil tersenyum berjalan mendekati mereka bertiga, kepada Ti Then sambil merangkap tangannya memberi hormat, ujarrya: "omitohud, Siauw sicu ini apa bukan yang bernama pendekar baju hitam Ti Then?".

"Tidah berani, tidak berani. . memang cayhe adanya" sahut Ti Then cepat sambil merangkap tangannya membalas hormat. "Lolap adalah Yuan Kuang dari Siauw lim"

Sekali lagi Ti Then bungkukkan badannya memberi hormat.

"Oh kiranya adalah Ciangbun thaysu yang sudah berkunjung, selamat datang. selamat datang" serunya.

"Sebetuinya lolap sedang berada ditengah perjalanan menuju ke Benteng Pek Kiam Po untuk menyambangi Wi Losicu beserta Ti Siauw sicu, baru sampai sini tidak sangka sudah bertemu dengan Siauw sicu, sungguh kebetulan sekali"

"Taysu jauh-jauh dari gunung Songsan datang kemari, apakah disebabkan oleh kitab pusaka Ie Cin Keng itu?"

"Benar" sahut Yuan Kuang Taysu mengangguk. " Kitab pusaka Ie Cin Keng semestinya memang barang kuil kami, sesudah lenyap selama puluhan tahun lamanya lolap dengar kitab tersebut sudah ditemukan kembali oleh Siauw sicu, bilamana sekarang Siauw sicu mau mengembalikan kitab tersebut kepada kuil kami Lolap betul- betul merasa sangat berterima kasih sekali."

"Taysu sudah salah paham" Bantah Ti Then setelah mendengar perkataan dari Yuan Kuang Thaysu Ciangbunyin dari Siauw limpay.

"Cayhe selama ini belum pernah memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng, berita bohong ini sengaja dikarang oleh Hong Mong Ling dengan tujuan hendak mencelakai diri cayhe"

Sembari berkata   dia   menuding   kearah   Hong   Mong   Ling.

Mendadak dengan amat gusar Hong Mong Ling membantah:

"Omong kosong, terang-terangan kau sudah menemukan kitab cusaka Ie Cin Keng bahkan itu hari dengan mata telingaku sendiri aku melihat dan mendengar kau memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng itu dan hendak kau persembahkan kepada Wi Ci To, buat apa kau sekarang membantah juga."

Ti Then mengerutkan alisnya rapat-rapat.

"Hmm...hmmm... bangsat cilik" teriaknya sembari tertawa dingin tak henti-hentinya, " Kalau memangnya kau sudah melihat itu kitab pusaka Ie Cin King sekarang aku mau tanya padamu, macam apakah kitab pusaka Ie Cin keng itu."

" Waktu itu aku berdiri agak jauh dari tempat kalian sehingga tidak dapat melihat jelas" jawab Hong Mong Ling tida mau kalah, " Hanya saja perkataanmu kepada Wi Ci To aku masih bisa mendengar sangat jelas sekali, kau bilang kitab pusaka Ie Cin Keng akan kau serahkan kepada Wi Ci To tetapi syaratnya haruslah menjodohkan putrinya kepada mu"

Saking gemas dan gusarnya Wi Lian In merasa dadanya hampir meledak dibuatnya.

"Bangsat cabul, kau berani memfitnah aku seenak hatimu, aku bunuh kau"

Pedang panjang ditangannya dengan disertai angin sambaran yang amat tajam dengan amat keras ditusuk ke arah perutnya.

Yuan Kuang Taysu cepat-cepat melintangkan toyanya menangkis datangnya serangan pedang itu, sedang telapak kirinya dengan meminyam kesempatan itu mencengkeram belakang leher Hong Mong Ling dan di tariknya ke belakang.

"Sambut ini" bentaknya keras.

Si Hwesio berwajah riang dengan cepat maju satu langkah ke depan menyambut diri Hong Mong Ling kemudian diserahkan lagi kepada seorang hwesio berusia partengahan yang berada di sampingnya.

"Kau bantu dia hentikan mengalirnya darah terlebih dulu" ujarnya dengan perlahan.

Ti Then sama sekali tidak menyangka pihak lawan berani merampas Hong Mong Ling dari tangannya, untuk merebut kembali sudah tidak sempat lagi terpaksa di dalam hatinya dia merasa amat cemas bercampur serba salah, ujarnya dengan keras.

"Taysu, dia adalah anak murid dari Wi Ci To Pocu, Kalian tidak seharusnya menawan mereka." Yuan Kuang Taysu tersenyum.

"Lolap bukannya menawan dia, sebaliknya sedang melindungi nyawanya" ujarnya kalem.

"Taysu sudah berbuat salah" seru Ti Then kembali. "Dialah manusia licik yang sudah menimbulkan keonaran ini bahkan pernah dua kali menculik pergi nona Wi dan hendak berbuat tidak senonoh kepada nona Wi, karena Wi pocu sudah perintahkan cayhe untuk tawan dia kembali ke Benteng untuk dijatuhi hukuman"

Agaknya Yuan Kung Thaysu tidak mau percaya atas perkataan itu, sambil tersenyum balik bertanya:

"Siauw sicu, apa dia benar-benar murid dari Wi Lo sicu??" "Tidak salah" sahut Ti Then mangangguk.

"Lalu siapa namanya??" "Hong Mong Ling."

Pada air muka Yuan Kuang Thaysu jelas memperlihatkan perasaannya yang amat terkejut. "oooh. . diakah si naga mega Hong Mong Ling?? Bukankah dia adalah bakal menantu dari Wi Lo sicu"

"Sebetuinya memang benar, hanya saja pada waktu-waktu mendekat ini Wi Pocu serta nona Wi sudah mengetahui kalau dia main perempuan diluaran bahkan sudah jatuh cinta kepada seorang pelacur, karena itu perjodohan ini sudah dibatalkan."

"Bangsat cilik ini dari rasa malu menjadi perasaan gusar ternyata dia berani menculik nona Wi.."

Dia tidak menceriterakan juga tentang diri Hu Pocu Huang puh Kian Pek di sebabkan dia merasa kejelekan keluarga sendiri tidak baik untuk disiarkan diluaran.

Sekali lagi dengan amat gusar Hong Mong Ling berteriak keras:

" Kentutmu, kapan aku Hong Mong Ling sudah jatuh cinta dengan seorang pelacur? ke semuanya ini dikarenakan Wi Ci To sudah timbul kerakusannya untuk memiliki kitab pusaka Ie Cin Keng sehingga membatalkan perjodohanku dengan nona Wi, dia mau menjodohkan nona Wi kepadanya karena kitab pusaka itu dihadiahkan kepada Wi Ci To, dan karena takut aku menyiarkan berita ini diluaran maka dia mau bunuh aku sehingga dengan begitu aku akan menutup mulut untuk selama-lamanya."

Sesudah mendengar perkataan ini berkali-kali Yuan Kuang Taysu mengangguk. agaknya dia merasa perkataan dari Hong Mong Ling inilah yang masuk diakal.

Saking gusarnya air muka Wi Lian In dari pucat berubah menjadi kehijau-hijauan, baru saja dia angkat pedangnya hendak melancarkan serangan kembali keburu sudah dicegah oleh Ti Then, ujarnya:

"Jangan keburu napsu,pada suatu hari persoalan pasti akan menjadi jelas kembali, kau tahanlah sendiri kemarahanmu."

Setelah itu barulah dengan perlahan dia menoleh ke arah Yuan Kuang Taysu, sambungnya kembali:

"Jikalau Taysu tidak percaya atas perkataan cayhe ini, sekarang juga cayhe bisa membawa Taysu untuk bertemu dengan dua orang saksi"

"Siapa kedua orang saksi itu??"

"Germo dari rumah pelacuran Touw Hoa Yuan, si Ku Ie serta pelacur Liuw Su Cen, mereka bisa memberi keterangan kepada Taysu apakah Hong Mong Ling sering pergi ke rumah pelacuran mereka atau tidak, bahkan barusan saja cayhe menangkap dirinya dari dalam rumah pelacuran tersebut"

"Ha ha ha... siancay... siancay...bagai mana Siauw sicu bisa mengajak pinceng?" Yuan Kuang Taysu sembari tertawa terbahak- bahak.

"Agar urusan menjadi lebih jelas mau tak mau kita harus pergi ke sana juga." Senyuman yang menghiasi wajah Yuan Kuang Taysu mendadak lenyap tanpa bekas, dengan nada yang keren tapi halus ujarnya.

"Perkataan Siauw sicu walau pun benar tetapi cara pemikiran orang lain tidak mungkin begitu."

" Kalau memangnya Taysu tidak ingin pergi ke rumah pelacuran Touw Hoa Yoan itu baiklah Taysu mengikuti diri cayhe untuk menemui Wi Pocu di dalam Benteng Pek Kiam Po, pada waktu itu Wi Pocu bisa menjelaskan semua liku-likunya persoalan kepada diri Taysu."

Yuan Kuang Taysu mengangguk tanpa menyetujui usul tersebut. "Lolap memangnya mau pergi menyambangi diri Wi Lo sicu,

demikian pun baik juga."

Berbicara sampai di sini segera dia menoleh kepada si hweosio berwajah riang, ujarnya:

"Ti sim kau ikuti lolap menuju ke Benteng Pek Kiam Po, sedang cap Pwe Lo Han bawa Siauw sicu itu menanti di Kuang Hoa Hong san Yuan di dalam kota."

Ketika Ti Then mendengar ke delapan belas orang hwesio berusia pertengahan itu ternyata adalah Cap pwe Lo Hannya Siauw limpay diam-diam hatinya merasa berdesir, kini mendengar mereka hendak menawan Hong Mong Ling hatinya semakin cemas, dengan gugup ujarnya:

"Tidak bisa jadi, tidak bisa jadi. . kalian tidak bisa bawa Hong Mong Ling pergi."

Air muka Yuan Kuang Taysu terlihat sedikit berubah, dengan nada dingin tanyanya. "Apa Siauw sicu takut kami lepaskan dia pergi."

"Bukannya begitu, hanya takut dia melarikan diri"

"Soal ini kau tidak perlu kuatir" ujar Yuan Kuang Taysu kemudian "Cap Pwe Lo Han bisa menyaga dia sebaik-baiknya, dia merupakan satu-satunya saksi yang menguntungkan kuil kami, bagaimana Lolap bisa membiarkan dia melarikan diri??"

"Kenapa tidak Taysu bawa sekalian ke dalan Benteng Pek Kiam Po, agar kita bisa saling berhadap-hadapan dengan terus terang."

Pada air muka Yuan Kuang Taysu kelihatan berkelebat suatu senyuman aneh.

"Sebelum Lolap betul-betul mengetahui sikap serta tindak tanduk dari Wi Losicu, lolap tidak berani menyalankan cara ini."

"Jadi maksud Taysu takut kami bunuh mati dia orang??" seru Ti Then sambil pandang tajam wajahnya.

"Benar" sahut Yuan Kuang Thaysu tersenyum. "Bukankah tadi Wi Li sicu berkali-kali hendak turun tangan mencabut nyawanya Hong Siauw sicu??"

"Jikalau Taysu merasa tidak lega hati, tidak urung bawa sekalian cap Pwe Lo Han kalian"

"Tidak bisa. . tidak bisa" Bantah Yuan Kuang Thaysu cepat. "Dengan tindakan seperti itu sama saja memperlihatkan kalau Lolap hendak membereskan urusan ini dengan kekerasan, sebelum kita bicarakan dengan baik-baik, hal ini lolap rasa kurang sopan."

Sudah sejak lama Ti Then mendengar kalau barisan Lo Han Tin dari Siauw lim Cap Pwe Lo Han sangat lihay sekali, jika dirinya hendak merebut diri Hong Mong Ling dari tangan Cap Pwe Lo Han itu di tambah lagi di bawah pengawasan Yuan Kuang Taysu serta si hwesio berwajah riang, hal ini secara tidak sengaja sudah membuktikan kalau dirinya sudah memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng tersebut dan kini mau bunuh Hong Mong Ling untuk melenyapkan saksi, karena itu dia mengangguk sanbil menghela napas panjang.

"Baiklah" ujarnya kemudian. "Kalau memangnya Thaysu bermaksud begini cayhe juga tidak bisa berbuat apa-apa lagi, tapi thaysu harus jaga dia sebaik-baiknya jika sampai dia meloloskan diri thaysu harus bertanggung jawab" "Baik, kita tentukan begitu"

" Kalau begitu. . mati kita jalan"

Demikianlah ke delapan belas hwesio yang disebut sebagai Cap Pwe Lo Han dengan membawa Hong Mong Ling masuk ke dalam kota sedangkan Yuan Kuang Thaysu bersama-sama si hwesio berwajah riang, Ti Then serta Wi Lian In menuju kearah Benteng Pek Kiam Po.

Ti Then menuju keluar pintu kota sebelah barat teriebih dulu, sesudah menemukan kembali kedua ekor kuda tunggangannya barulah dengan memimpin Yuan Kuang Thaysu serta si hwesto berwadah riang menuju ke gunung Go bi.

Selama dalam perjalanan ini Ti Then terus menerus mengerutkan keningnya bahkan sikap serta tindak tanduk memperlihatkan perasaan yang amat murung karena di dalam anggapannya semula asalkan dia bisa menawan Hong Mong Ling maka kesalah pahamannya dengan pihak kuil Siauw lim si bisa dibereskan dengan mudah siapa tahu Hong Mong Ling jadi orang amat licik sekali bahkan pintar berbohong sehingga urusan malah terbalik menjadi semakin menegangkan.

Kini, satu-satunya harapan adalah Huang Puh Kian Pek mau berlaku terus terang dan mengakui semua kejadian itu sejujurnya, dengan demikian mungkin kesalah pahamannya dengan Yuan Kuang Thaysu bisa beres-

Tapi.. maukah Huang Puh Kian Pek mengaku terus terang ??

Mungkin mau, tapi untuk membuat Yuan Kuang Thaysu bisa percaya hal ini mungkin akan lebih sukar lagi.

Heeeey,jlka dirimu betul-betul memperoleh sebuah kitab pusaka Ie cin Keng urusan ini akan cepat beresnya, asalkan kitab itu diserahkan kepada hwesio-hwesio gundul ini maka urusan pun selesai.

Agaknya Wi Lian In merasa sedikit tidak puas terhadap Yuan Kuang Taysu serta si hwesio berwajah riang, selama di dalam perjalanan ini dia terus menerus melarikan kudanya secepat- cepatnya, sudah tentu Ti Then tidak akan membiarkan dia berjalan seorang diri di depan, terpaksa dia pun melarikan kudanya cepat- cepat untuk mengikuti di sampingnya walau pun begitu Yuan Kuag Thaysu mau pun si hwesio berwajah riang yang mengikuti dari belakang tetap tidak sampai tertinggal jauh, kedua orang hwesio itu dengan ujung baju yang berkibar tertiup angin, tetap berlari dengan mantap. tidak perduli sepasang kuda itu berlari bagaimana pun cepatnya mereka tetap berada tidak kurang dari satu kaki di belakang mereka.

sesudah melakukan perjalanan selama setengah jam lamanya, akhirnya sampai juga mereka di depan pintu Benteng Pek Kiam Po.

Yuan Kuang Thaysu serta si hwesio berwajah riang itu segera menghentikan langkahnya di depan pintu Benteng, sebagai seorang ciangbunyin dari partai besar sudah tentu dia harus menyaga kewibawaan serta kedudukannya sebagai pimpinan suatu aliran besar, dia akan menanti sampai Wi Ci To sendiri yang menyambut kedatangan mereka baru mau masuk ke dalam Benteng.

Ti Then serta Wi Lian In melarikan kudanya terus hingga sampai ditengah lapangan latihan silat, terlihatlah Wi Ci To serta seluruh pendekar pedang hitam mau pun putih sedang berkumpul di bawah mimbar, cepat mereka meloncat turun dari kuda dan berjalan menghampiri mereka dengan berjalan kaki.

Ketika mereka berdua tiba ditempat itulah apa yang sudah terjadi ditengah mimbar diantara Wi Ci To serta para pendekar pedang hitam dan putih itu, dapat mereka lihat dengan jelas tanpa terasa lagi saking terkejutnya mereka sudah melongo dibuatnya.

Kiranya di hadapan mereka sudah terbentang suatu pemandangan yang sangat mengerikan. Hu Pocu Huang Puh Kian Pek berlutut ditengah lapangan, pada sepasang tangannya sedang mencekal gagang pedang yang ujung pedangnya sudah ada tiga bagian menembus ulu hatinya, darah segar membanyiri seluruh tanah lapangan. Kiranya Huang Puh Kian Pek sudah menebus dosa di hadapan suhengnya Wi Ci To serta seluruh pendekar pedang Benteng Pek Kiam Po dengan jalan membunuh diri

Kelihatannya dia sudah lama putus napas tapi tubuhnya yang berlutut di atas tanah masih tetap menyaga keadaannya semula, sepasang matanya melotot bulat-bulat sedang air mukanya memperlihatkan tujuh bagian perasaan relanya dan tiga bagian perasaan sedih.

Jika dilihat keadaannya saat ini, boleh dikata Wi Ci To sudah membereskan semua dosanya di hadapan para pendekar pedang, bagaimana dia menyamar sebagai si setan pengecut dan bersekomgkol dengan Hong Mong Ling untuk menculik pergi Wi Lian In kemudian mendesak dia untuk ambil keputusan atas perbuatannya ini.

Ti Then sama sekali tidak menyangka Wi Ci To bisa berbuat demikian terburu-buru dan gegabahnya, sebelum dirinya sera Wi Lian In kembali ke dalam Benteng ternyata dia sudah menghukum Huang Puh Kian Pek membuat hatinya merasa sangat tidak enak. untuk beberapa waktu lamanya dia tidak sanggup untuk mengucapkan sepatah kata pun.

Ketika Wi Ci To melihat dia serta putrinya sudab kembali segera berjalan mendekati mereka, tanyanya.

" Kalian sudah berhasil tawan bangsat cilik itu?"

Dengan kesadaran yang masih samar-samar Ti Then mengangguk.

"Sudah" sahutnya singkat.

Air muka Wi Ci To segera berubah amat seram, sambil memandang kearah pintu benteng tanyanya lagi. "Mana orangnya?"

Ti Then tidak langsung menyawab, sebaliknya sambil menuding kearah Huang Puh Kian Pek gumannya seorang diri: "Dia. . Hu Pocu bagaimana bisa bunuh diri?" "Dia merasa bersalah dan malu kepada lohu karena itu di hadapan umum dia sudah bunuh diri untuk menebus dosa itu, inilah satu-satunya jalan bagi dirinya"

Dia berhenti sebentar kemudian tanyanya. "Kau bilang sudah berhasil menawan bangsat cilik itu, sekarang dimana orangnya?" Ti Then tidak menyawab lagi pertanyaan itu.

"Pocu kenapa menyuruh dia bunuh diri begitu terburu-buru ?"

Wi Ci To mengerutkan alisnya rapat-rapat, bukannya menyawab sebaliknya menyawab lagi.

"Dimana bangsat cilik itu?"

"Ditangan Siauw lim Cap Pwe Lo Han."

Air muka Wi Ci To segera berubah hebat, dengan perlahan ujarnya:

"Hwesio dari Siauw lim sudah pada datang?"

"Benar ketika boanpwe mengejar Hong Mong Ling dari dalam rumah pelacuran Touw Hoa Yuan hingga diluar pintu kota sebelah timur, baru saja berhasil menangkap dirinya pada saat itu juga ciangbunyin dari Siauw limpay Yuan Kuang Thaysu beserta ke delapan belas Lo Hannya sedang lewat di sana"

segera dia menceritakan kejadian yang sudah terjadi itu dengan sejelas-jelasnya.

Wi Ci To yang mendengar Ciangbunyin dari Siauw limpay Yuan Kuang Thaysu serta si hwesio berwajah riang sudah menanti di depan pintu Benteng dia menjadi terkejut, dengan cepat serunya.

" Cepat sambut kedatangannya"

Sambil berkata dengan langkah cepat dia berjalan menuju kepintu Benteng sebelah timur.

Loteng di atas pintu Benteng segeralah berkumandang suara genta yang dibunyikan bertalu-talu sebanyak sembilan kali. Inilah tanda dari Benteng Pek Kiam Po umtuk menyambut suatu kedatangan ketua partai dari aliran besar di dalam Bu lim.

Menanti suara genta itu sudah mencapai kesembilan kalinya Wi Ci To sudah berada diluar pintu Benteng, sambil merangkap tangannya memberi hormat ujarnya kepada Yuan Kuang Thaysu.

"Tidak tahu Ciangbunyin Thaysu sudah datang berkunjung, maaf tidak menyambut dari jauh, silahkan masuk. silahkan masuk"

"Tidak berani" balas Yuan Kuang Thaysu cepat-cepat, "Lolap sudah berkunjung secara tiba-tiba sehingga mengganggu ketenangan Benteng saudara, masih mengharapkan Wi Lo sicu jangan marah"

"Aaah. . mana. . mana Ciangbun thaysu serta It sim Thaysu silahkan masuk"

Demikianlah di bawah pimpinan Wi Ci To Yuan Kuang Thaysu serta si hwesio berwajah riang atau It sim Thaysu dengan langkah perlahan berjalan masuk ke dalam benteng.

Para pendekar pedang hitam mau pun putih yang semula berdiri berkerumun ditengah lapangan kini dengan rapinya sudah berbaris dikedua samping lapangan, karena itu begitu Yuan Kuang Thaysu serta si hwesio berwajah riang memasuki lapangan latihan silat segera bisa melihat keadaan dari Hu Pocu, Huang Puh Kian Pek yang bunuh diri di depan mimbar tanpa terasa Yuan Kuang Thaysu sudah menghentikan langkahnya serunya dengan nada kaget: "Iiih.

. bukankah itu Huang Puh Lo sicu"

"Memang benar dia" sahut Wi Ci To sambil tersenyum sedih. " Kenapa dia?"

"Dia sudah berbuat macam-macam urusan yang memalukan, baru saja dia bunuh diri untuk menebus dosa-dosanya itu"

"Dia..." seru Yuan Kuang Thaysu dengan perasaan amat terperanyat. "Huang Puh lo sicu sudah melakukan urusan apa yang begitu memalukan?" "Hei.. urusan ini panjang sekali ceritanya, silahkan ciangbun thaysu masuk ke dalam ruangan untuk minum the, nanti biarlah aku orang she Wi menceritakan lebih jelas lagi"

"Hei. . Lolap tidak tahu kalau di dalam Benteng Lo sicu sudah terjadi urusan, maka saat seperti ini datang mengganggu diri Wi Lo sicu, sebetulnya tidak pantas biarlah Lolap lain kali datang lagi." ujar Yuan Kuang Thaysu tiba-tiba dengan serius.

"Tidak, urusan ini mem punyai hubungan dengan kitab pusaka Ie Cin Keng yang hendak Ciangbun thaysu minta dari tangan Ti Kiauw tauw, aku orang she Wi memangnya hendak menjelaskan urusan ini kepada Ciangbun thaysu"

selesai berkata dia memberi hormat dan mempersilahkan Yuan Kuang Thaysu serta si hwesio berwajah riang masuk ke dalam ruangan.

Ketika Yuan Kuang Thaysu mendengar kalau bunuh dirinya Huang Puh Kian pek mem punyai hubungan yang amat erat dengan kitab pusaka Ie Cin Keng yang hendak dimintanya itu hatinya semakin merasa terperanyat, tapi dia tidak bertanya lebih lanjut segera mulai berjalan masuk ke dalam ruangan.

Tua muda lima orang bersama-sama masuk kedalan ruangan tamu, sesudah semuanya duduk dan pelayan menyuguhkan teh barulah Wi Ci To buka mulutnya berkata:

"Kedatangan ciangbun thaysu ini hari apakah disebabkan oleh kitab pusaka Ie Cin Keng itu?"

"Benar" sahut Yuan Kuang Thaysu mengangguk " Kitab pusaka Ie Cin Keng merupakan barang peninggalan dari Tat Mo Couwsu dari kuil kami, karena lenyapnya kitab itu pada sepuluh tahun yang lalu Lolap pernah melakukan pencarian disemua tempat tapi tidak memperoleh hasil sama sekali, pada waktu baru-baru ini lolap dengar katanya Ti Siauw sicu sudah diangkat Wi Losicu sebagai Kiauw tauw dari Benteng Pek Kiam Po karena itulah terpaksa Lolap datang mengganggu, harap Wi Losicu mau menasehati Ti Siauw sicu untuk mengembalikan kitab pusaka Ie cin Keng itu kepada kuil kami, untuk itu Lolap betul-betul merasa sangat berterima kasih sekali."

Wi Ci To mengerutkan alisnya rapat-rapat.

" Ciangbun thaysu mendengar kalau Ti Kiauw tauw sudah memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng ini dari siapa?" tanyanya.

"It sim yang dengar berita ini dari dunia kangouw."

"Ha ha ha.." secara tiba-tiba Wi Ci To tertawa terbahak-bahak dengan amat keras. "Berita yang tersebar di dalam dunia Kangouw apa bisa dipercaya begitu saja."

"Tanpa angin ombak tak akan menggulung "Jawab Yuan Kuang Thaysu.

"Betul. . betul angin itu memang berasal dari suteku serta murid penghianat Hong Mong Ling, karena mereka berdua punya niat untuk membunuh mati Ti Kiauw tauw maka diluaran sudah menyiarkaan berita bohong ini, dia bilang Ti Kiauw tauw sudah mendapatkan kitab pusaka Ie Cin Keng, sebetulnya memang sengaja hendak memancing jago-jago di dalam Bu lim agar semuanya cari dia.."

"Wipocu tolong tanya kenapa Hu Pocu punya niat untuk membunuh Ti Siauw sicu???" Mendadak si hwesio berwajah riang ikut berkata. Air muka Wi Ci To segera berubah menjadi amat dingin sekali.

"Dia melihat lolap sudah hapuskan ikatan perkawinan antara putriku dengan Hong Mong Ling dan mengusir Hong Mong Ling dari Benteng, di dalam hatinya merasa sangat tidak puas sekali, karena itu dia bersekongkol dengan Hong Mong Ling untuk mencelakai diri Ti Kiauw tauw"

"Urusan ini sungguh lucu sekali" seru si hwesio berwajah riang sembari tersenyum. "Wi Pocu membatalkan ikatan jodoh ini disebabkan sikap serta tindak tanduk yang tidak genah dari Hong Mong Ling, sedangkan Huang Puh Hu Pocu adalah sute dari Wi Pocu, bagaimana dia tidak memihak kebenaran bahkan sebaliknya menaruh simpatik kepada Hong Siauw sicu?"

"Selamanya dia paling menyayangi Hong Mong Ling"

"Tapi agaknya hal ini bukanlah suatu alasan bukan?" seru si hwesio berwajah riang sambil memperlihatkan senyuman yang mengejek.

"Jadi maksud Thaysu Lohu sedang berbicara bohong?" tanya Wi Ci To kurang puas.

"Tidak berani, pinceng hanya merasa bersekongkolnya Huang Puh Hu pocu dengan Hong Siauw sicu mungkin disebabkan alasan lain, sedang Wi Peocu sendiri juga tidak tahu"

"Lohu sudah menanyai dirinya amat jelas, hal ini tidak ada sebab- sebab lainnya lagi" jawab Wi Ci To keren.

"Pada waktu yang lalu pinceng punya jodoh untuk bertemu beberapa kali dengan Hu Pocu, terhadap sikapnya sedikit banyak mengenal juga, tidak kusangka dia ternyata membantu seorang sutitnya yang berwatak buruk. Hei sungguh sayang. sungguh sayang. ."

Pada mulutnya dia menghela napas tak henti-hentinya pada hal di dalam hatinya dia bermaksud tidak percaya.

"Tadi sewaktu berada diluar kota Go bi Hong Siauw sicu sudah mengatakan suatu alasan lain lagi" sambung Yuan Kuang Thaysu.

"Dia bilang sesudah Ti Siauw sicu memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng itu lalu mau dipersembahkan kepada Wi Losicu dengan syarat putri dari Wi Lo sicu harus dikawinkan dengan dia, menurut omongannya tadi agaknya Wi Losicu sudah setuju, karena itu ikatan perkawinannya dengan Hong Siauw sicu baru dibatalkan, sayangnya karena Wi Lo sicu takut Hong Siauw sicu sudah bocorkan rahasia ini maka sudah perintahkan kepada Ti Siauw sicu untuk bunuh dia."

Air muka Wi Ci To segera berubah amat hebat, dengan menganduug perasaan ujarnya dengan berat: "Lalu Ciangbun thaysu mempercayai perkataannya???"

"Sudah tentu lolap tidak berani percaya begitu saja atas semua omongannya, tapi perkataan dari Hong siau sicu memang beralasan karena itu sedikit banyak Lolap percaya juga"

"Jadi maksud Ciangbun thaysu, Lohu selalu pandang tinggi sebuah kitab pusaka semacam Ie Cin Keng itu???" seru Wi Ci To tertawa dingin. Yuan Kuang Thaysu hanya berdiam diri tidak menyawab.

"Terus terang saja lohu katakan, Kitab pusaka Ie Cin Keng itu dipandangan orang lain mungkin dianggap sebagai suatu pusaka yang amat berharga, tapi di dalam pandangan Lohu sama sekali tidak menarik"

Yuan Kuang Thaysu hanya tersenyum saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun, sikapnya yang tenang ini menunjukkan kalau dia sangat tidak ingin terjadi bentrokan dengan Wi Ci To.

Ujar Wi ci To lagi.

"Lohu bisa hapuskan ikatan jodoh antara putriku dengan murid terkutuk itu semuanya dikarenakan mengetahui dia sudah main perempuan ditempat luaran, bahkan sudah terpincut seorang perempuan pelacur. Pelacur itu adalah Liuw Su Cen dari rumah pelacuran Touw Hoa Yuan di dalam kota, tentang urusan ini si ibu germo Ku Ie sempat tanya Hartawan cang, Cang Bun Piauw boleh ditanyai sebagai saksi. jika ciangbun thaysu tidak percaya kau boleh pergi tanyai mereka-mereka itu"

Yuan Kuang Thaysu dengan perlahan menghela napas panjang. "Wi Lo sicu jadi orang jujur bahkan utamanya sangat dihormati di

Bu lim, seharusnya perkataan yang diucapkan Lolap tidak boleh menaruh curiga tapi Lolap masih ada urusan yang belum jelas."

Berbicara sampai di sini dia melirik sekejap ke arah Ti Then.

" Urusan apa yang ciangun thaysu belum jelas?" tanya Wi Ci To segera. "Menurut omongannya It sim" ujar Yuan Kuang Thaysu sambil menuding kearah si hwesio berwajah riang itu. " Kepandaian silat dari Ti Siauw sicu amat lihay sekali, jika dibicarakan dari kepandaian silatnya yang dimiliki sekarang ini sangat tidak sesuai dengan usianya yang masih begitu muda, bila dikatakan Ti Siauw sicu tidak memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng bagaimana dia bisa demikian lihaynya?"

Mendengar omongan itu Wi Ci To segera angkat kepalanya tertawa terbahak-bahak.

"Yang Ciangbun thaysu maksudkan apakah di hadapan It sim thaysu Ti Kiauw tauw sudah pukul rubuh sebuah pohon raksasa hanya di dalam satu kali pukulan itu?"

"Benar"

"Kepadaian Ti Kiauw tauw bukan hanya di dalam ilmu telapak saja yang lihay, bahkan di dalam ilmu meringankan tubuh serta ilmu pedang jauh lebih lihay lagi."

"Maka itulah jika bukannya dia sudah memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng bagaimana dia bisa mencapai tingkat seperti itu? "

Senyum yang menghiasi wajah Wi Ci To mendadak lenyap tanpa bekas, dengan nada serius ujarnya:

"Sekarang Lohu mau bertanya di dalam kitab pusaka Ie Cin Keng dari kuil kalian itu apa juga membuat jurus ilmu pukulan"

"Di dalam kitab pusaka Ie Cin Keng itu hanya khusus memuat cara-cara untuk melatih badan, sekali pun tidak memuat adanya jurus-jurus ilmu pukulan mau pun ilmu pedang tapi jika sudah berhasil melatih sim hoat yang termuat di dalam, untuk mempelajari ilmu-ilmu dari partai lain boleh dikata amat mudah sekali"

Wi Ci To tertawa terbahak-bahak lagi. "Apakah di dalam hal jurus-jurus serangan pun bisa dipahami tanpa ada yang membimbing?" tanyanya.

"Boleh dikata memang demikian-" "Dengan usia Ti Then sekarang ini jika dia sudah berhasil melatih sim Hoat tersebut apakah bisa digunakan untuk pukul rubuh diri Ciangbun thaysu?" tanya Wi Ci To lagi.

Agaknya Yuan Huang Thaysu sama sekali tak menduga dia bisa mengajukan pertanyaan semacam ini, untuk berapa saat lamanya barulah jawabnya.

"Sekali pun belum bisa memukul rubuh diri lolap tapi kemungkinan bisa berada dalam kedudukan seimbang."

Senyuman mulai menghiasi kembali wajah Wi Ci To.

"Jadi maksud Ciangbun thaysu sekali pun Ti Kiauw tauw sudah berhasil memperoleh sim Hoat dari kitab pusaka Ie cin Keng, paling tinggi juga hanya bisa mencapai kedudukan seimbang saja dengan kepandaian Ciangbun thaysu?"

Sekali lagi Yuan Kuang Thaysu merasa ragu-ragu, kemudian barulah dia mengangguk, "Mungkin memang begitu."

"Kalau begitu" ujar Wi Ci To lagi dengan sinar matanya yang berkedip-kedip "Jika Ti Kiauw tauw bisa mengalahkan diri ciangbun thaysu, apakah hal itu cukup untuk membuktikan kalau kepandaian silat yang dimilikinya sekarang ini bukan berasal dari kitab pusaka le Cin Keng??"

Yuan Kuang thaysu tak tahu apa maksudnya untuk mendesak dirinya dengan pertanyaan yang membuat dirinya sukar untuk memberikan jawaban itu, segera dia balik bertanya.

"Apakah menurut pandangan Wi Lo sicu dengan kepandaian Ti siuw sicu sekarang ini bisa mengalahkan Lolap?"

"Harap ciangbun thaysu jawab pertanyaan dari aku orang she Wi memberi jawab  pun atas perkataan Ciangbun thaysu tadi."

Tanpa terasa lagi Yuan Kuang thaysu sudah melirik sekejap kearah diri Ti Then, diam-diam dalam hatinya berpikir terus. Walau pun dirinya belum pernah melihat kitab pusaka Ie Cin Keng itu tetapi dari ciangbunyin yang terdahulu sudah pernah mempelajari ilmu tersebut ditambah lagi dengan latihan sendiri selama puluhan tahun, sudah tentu tidak mungkin bisa di kalahkan oleh seorang pemuda yang baru saja mempelajari kitab pusaka Ie Cin Keng, karenanya segera dia menganguk.

"Baiklah." sahutnya "Jika Ti Siauw sicu bisa mengalahkan Lolap maka hal ini bisa dibuktikan kalau kepandaian silatnya bukan berasal dari kitab pusaka Ie Cin Keng."

Wi Ci To tersenyum kegirangan-

"Kalau begitu ciangbun thaysu sudah menyanggupi untuk bertanding dengan diri Ti Kiauw tauw?" desaknya.

Keadaan Yuan Kuang Thaysu waktu ini sudah menyerupai duduk di punggung harimau, untuk maju salah untuk mundur pun salah, terpaksa dia mengangguk kembali. "Benar."

Perlahan-lahan Wi Ci to menoleh kearah Ti Then, ujarnya sembari tersenyum.

"Ti Kiauw tauw inilah kesempatan yang paling bagus buatmu untuk membersihkan diri dari fitnah itu, maukah kau minta sedikit pelajaran dari ciangbun thaysu?"

Di dalam anggapan Ti Then untuk memukul rubuh seorang ciangbunyin mungkin bisa merusak nama baik orang lain, ketika mendengar perkataan itu dengan gugup sahutnya.

"Jika ada cara yang lain kita digunakan untuk membersihkan fitnah ini lebih baik jangan main kekerasan saja"

"Hal ini haruslah minta petunjuk dari ciangbun thaysu." sambung Wi Ci To cepat-cepat sembari tertawa.

Ti Then segera merangkap tangannya memberi hormat kepada Yuan Kuang Thaysu, ujarnya dengan hormat.

"Selain diselesaikan dengan kekerasan harus menggunakan cara apa lagi Ciangbun thaysu baru mau percaya kalau cayhe tidak pernah memperoleh kitab pusaka Ie Cin Keng?" Air muka Yuan Kuang Thaysu berubah keren, lama sekali dia berpikir tapi akhirnya jawabnya:

"Lolap tidak punya cara yang lebih baik lagi.."

"Kalau memang betul-betul ingin menggunakan kekerasan cayhe punya satu permintaan harap Ciangbun thaysu mau penuhi"

"Siauw sicu silahkan bicara"

"Kita jangan bergebrak di sini, bahkan tidak diperkenankan orang ketiga hadir di dalam kalangan pertempuran, Ciangbun thaysu bersama-sama cayhe lebih baik cari satu tempat yang sunyi untuk bertanding, siapa menang siapa kalah tidak usah diberitakan keluar, Bagaimana??"

Waktu itu Yuan Kuang Tbaysu sedang merasa kuatir kalau dirinya menemui kekalahan di tangan pemuda itu, mendengar perkataan ini hatinya menjadi amat girang dengan senyuman manis sahutnya.

"Bagus sekali, tetapi lolap juga ada permintaan, kalau di dalam pertandingan ini beruntung Lolap yang menang masih mengharapkan Siauw sicu mau serahkan kitab pusaka Ie Cin Keng itu secara rela hati sehingga dapat lolap bawa kembali kekuil Siauw lim si" Ti Then terpaksa tertawa pahit.

"Di dalam dunia ini tidak ada barang yang lebih berharga dari nyawa sendiri, jikalau cayhe sudah kalah dan tidak sanggup mengembalikan kitab pusaka Ie Cin Keng itu, Ciangbun Thaysu masih bisa membawa batok kepala cayhe untuk dibawa pulang."

Yuan Kuang Thaysu segera merangkap tangannya di depan dada.

"Omintohud. . omitohud ." Pujinya kepada sang Budha. "Lolap adalah pendeta Budha, tidak berani melakukan pembunuhan kepada sesama manusia"

"Kalau begitu, cayhe rela bunuh diri di hadapan ciangbun thaysu" Yuan Kuang Thaysu sekali lagi menghela napas panjang. "Loalap hanya menginginkan kitab pusaka Ie Cin Keng dapat dikembalikan kepada kuil kami, yang lain sama sekali tidak mengharapkan"

"Bagaimana kalau kita berangkat sekarang juga?" ujar Ti Then sambil bangkit berdiri.

Yuan Kuang Thaysu segera mengangguk dan bangkit berdiri, kepada si hwesio berwajah riang ujarnya:

"It sim, kau temanilah Wi Lo sicu di sini. Lolap dengan Ti Siauw sicu tidak lama akan kembali."

Di dalam hati sihwesio berwajah riang tahu apa maksud perkataan dari Ciangbunyin ini karenanya dengan sangat hormat dia menyahut: "Tecu terima perintah."

Kepada Wi Ci To itu Pocu dari Benteng seratus pedang Yuan Kuang Thaysu juga memberi hormat setelah itu barulah ujarnya kepada Ti Then yang sudah bangkit berdiri. "Siauw sicu, mari kita berangkat"

Demikianlah Ti Then serta Yuan Kuang Thaysu masing-masing segera berjalan ke luar dari Benteng menuju ke arah tanah pegunungan yang sunyi, tanya Yuan Kuang Thaysu kemudian ditengah perjalanan.

"Ti Siauw sicu punya maksud mau bertanding ditempat mana?" "Lebih baik Ciangbun thaysu saja yang menentukan."

Yuan Kuang Thaysu menundukkan kepalanya berpikir sebentar, akhirnya dia baru menyawab:

"Di atas puncak selaksa Buddha jarang terdapat jejak manusia, bagaimana kalau kita selesaikan di sana saja?"

"Baiklah." sahut Ti Then singkat.

Tongkat ditangan Yuan Kuang Thaysu itu segera ditutulkan ke atas permukaan tanah, tubuhnya dengan cepat melayang ke tengah udara kemudian mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya melayang menuju ke tengah gunung.

Perkataan dari Ti Then ini memang beralasan sekali. toya yang dibawa Yuan Kuang Thaysu itu dibuat dari baja murni, mungkin beratnya berada di atas tiga puluh kati, jika dikatakan kalah sedikit memang beralasan, karenanya setelah Yuan Kuang thaysu mendengar perkataan ini perasaan malunya juga sudah lenyap separuh, dia menarik napas panjang-panjang ujarnya kemudian sesudah memandang pemandangan disekelilingnya.

"Lolap sudah ada dua puluh tahunan lamanya tidak berkunjung ke sini, pemandangan ditempat ini sama sekali tidak berubah"

"Walau pun selaksa tahun pemandangan akan tetap utuh, tetapi manusia tidak akan luput dari tua, sakit dan binasa"

Wajah Yuan Kuang tbaysu kelihatan sedikit bergerak, dengan pandangan mata terpesona dia pandang diri Ti Then. Waktu inilah dia baru merasa sifat dari Ti Then jauh berlainan dengan sifat pemuda-pemuda lainnya, dia memiliki suatu semangat yang lain, pemuda semacam ini apa mungkin punya hati rakus terhadap sebuah kitab Ie Cin Keng.

Ketika Ti Then melihat dia memandang dirinya dengan terpesona, segera angkat bahunya, ujarnya kemudian "Mari kita mulai saja."

-ooo0dw0ooo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar