Pendekar Patung Emas Jilid 08

 
Jilid 08

Tali les kudanya ditarik, terdengarlah suara ringkikan kuda yang panjang, empat buah kakinya mulai bergerak dengan sangat cepatnya menerjang keluar pintu Benteng.

Huang Puh Kian pek dengan cepat menyalankan kudanya pula untuk mengejar, tua muda dua orang itu yang satu berada di depan sedang yang lain berada di belakang dengan mengikuti jalanan gunung berlari dengan cepatnya ke bawah. Tanya Ti Then kemudian.

"Hu Pocu, kamu orang punya maksud mengambil jalan yang mana?"

"Daerah Siok Pak banyak terdapat gunung, Lohu punya maksud mencari dari sebelah utara, bagaimana dengan Ti kiauw tauw? "

"Ehm. ." sahut Ti Then sesudah berpikir sejenak, "Boanpwe punya maksud mencari kearah timur dulu kemudian baru memasuki daerah Oh Tong (kini daerah Hu Pak) kekota Han Yang mencari pamannya dirumah penginapan Hok An,jika di sana tidak peroleh hasil baru menuju kedaerah telaga Heng sak Than rumah neneknya"

"Kalau begitu baiklah." ujar Huang Puh Kianpek sambil mengangguk "Nanti kita berpisah dijalanan bawah gunung. "

Di dalam sekejap mata saja mereka sudah berada disuatu persimpangan jalan di bawah gunung itu, kedua orang itu segera berpisah yang satu menuju kearah utara sedang yang lain menuju kearah timur untuk melakukan pencarian sendiri.

Ti Then yang melakukan perjalanan ke arah timur ditengah jalan terus menerus mencari berita tentang Wi Lian In, sesudah berjalan dua hari lamanya ia tetap belum memperoleh sedikit berita pun tetapi arah tujuannya tetap tidak dirubah karena dia tahu sebelum memperoleh gambaran dari situasi yang sebetulnya sekali pun mengubah arah tujuan tetap tidak berguna karena itulah terpaksa dia melanjutkan perjalanan ke depan. Di tengah perjalanan ini walau pun tidak berhasil didapatkan sedikit kabar pun hal ini belum bisa membuktikan kalau Hong Mong Ling tidak melewati jalanan ini karena sesudah berhasil dia culik Wi Lian In meninggalkan daerah gunung Go bi kemungkinan sekali melarikan diri menggunakan kereta kuda yang tertutup sehingga hal ini membuat dia tidak memperoleh sedikit berita pun.

Pada pertengahan hari kedua dia sudah tiba ditempat daerah garam yang sangat terkenal yaitu daerah Ci Liuw Cing, segera dicarinya sebuah rumah makan untuk menangsal perutnya, ketika sedang enaknya dia dahar datanglah seorang pelayan ke samping tubuhnya sambil memberi hormat tanyanya: "Tolong tanya apakah kongcu she Ti?"

Mendengar pertanyaan itu hati Ti Then serasa tergetar sangat keras, sambil memandang sekejap sekeliling tempat itu ujarnya: "Ehmm tidak salah bagaimana kamu bisa tahu ??"

Dari dalam sakunya pelayan itu mengambil keluar sebuah sampul surat yang kemudian diangsurkan ke hadapannya, ujarnya:

"Baru saja ada seorang anak kecil yang mengirim surat ini, katanya surat ini akan dikirim kepada seorang kongcu berbaju hitam yang mem punyai hati, hamba melihat di atas loteng ini hanya kongcu seorang yang memakai pakaian hitam. . ."

"Mana itu bocah?" potong Ti Then sambil menyambut sampul surat itu.

"Sudah pergi"

"Kamu kenal dia?" tanya Ti Then lagi dengan cemas.

"Hamba tidak kenal" sahut pelayan itu sambil gelengkan kepalanya . "dia menyerahkan sampul surat itu kepada hamba sesudah memberi tahu kalau surat ini harus di serahkan kepada kongcu dengan cepat dia lari pergi."

"Ehmmm. . kamu lihat berapa usia bocah itu ??" "sepertinya baru berusia sebelas . . dua belas . ." Segera Ti Then tahu kalau bocah cilik itu pun hanya dititipi oleh seorang lain saja, segera sahutnya sambil anggukan kepalanya. "Baiklah . . terima kasih"

Pelayan itu segera mengundurkan dirinya dari hadapan Ti Then.

Sesudah dilihatnya pelayan itu pergi jauh, barulah Ti Then membuka isi sampul surat itu, di dalamnya terlipat secarik kertas putih yang berisikan beberapa puluh kata.

" Untuk menolong Wi Lian In datanglah ke gunung Yan siong san, tetapi dilarang beritahukan urusan ini kepada orang-orang dari benteng Pek Kiam Po. Melanggar permintaan ini tidak akan ditemui kembali."

Tulisan itu ditulis dengan batu arang, setiap gaya serta lengkukannya sangat mantap. agaknya dia punya maksud untuk menutupi gaya tulisan yang sebenarnya.

Ti Then hanya tersenyum saja, sesudah menyimpan sampul surat itu dia melanjutkan kembali untuk berdahar.

Jika dilihat luarnya kelihatan sekali sikapnya yang tenang tanpa sedikit emosi. Padahal di dalam hati dia merasa sangat terkejut bercampur girang, otaknya terus berputar memikirkan kedatangan surat misterius yang sangat mendadak itu.

Jika ditinyau dari gaya tulisan yang sengaja dipertegas, di dalam hati dia bisa menduga kalau pihak lawannya merupakan orang yang sudah dikenal olehnya.

Tetapi walau sudah dipikirkan sangat lama, tetap saja tidak diperoleh gambaran dari orang yang menulis surat kepadanya itu.

Hanya dari hal ini dia bisa diambil suatu kesimpulan, bahwa orang yang menulis surat itu tidak mungkin adalah Hong Mong Ling.

Karena sesudah Hong Mong Ling menculik pergi Wi Lian In, tentunya dia tahu kalau dirinya sampai tertangkap kembali ke dalam Benteng hanya jalan kematian yang di perolehnya, untuk melarikan diri saja masih merupakan suatu persoalan yang rumit, sudah tentu tidak akan berani bermain macam-macam dengan dirinya.

Kalau demikian apakah orang yang menculik pergi Wi Lian In bukan Hong Mong Ling atau mungkin orang yang menulis surat ini yang melakukan ?

Jika betul maka tujuannya di dalam menculik pergi Wi Lian In harusnya adalah Wi Ci To sendiri, tetapi kenapa dia melarang dirinya memberitahukan hal ini kepada orang-orang dari benteng Pek Kiam Po?

Jika bukan maka pemberitahuannya kepada dia untuk pergi kegunung Yau Liong san untuk menolong Wi Lian In bermaksud baik, kalau memangnya begitu kenapa tidak mau menampakkan diri?

Hemm, tidak perduli bagaimana pun aku harus melakukan hal ini sesuai dengan permintaannya, aku mau lihat di atas gunung Yau Liong san sudan tersedia mainan macam apa.

Berpikir sampai di sini segera Ti Then membereskan rekeningnya dan turun dari atas loteng, sesaat meninggalkan pintu rumah makan itu ditariknya seorang pelayan, sambil bertanya.

"Hey tolong tanya berapa jauh jarak dari sini sampai gunung Yau Liong san?"

"Yau Liang san??" tanya pelayan itu melengakl "Benar Gunung Yau Liong san"

"Ooh    sangat jauh sekali"

"Ehmm . . tentang hal ini biarlah hamba berpikir sebentar.." Dia berhenti dan ber pikir sebentar, "hamba sudah mengingat kembali seharusnya berada di daerah tenggara, kongcu harus menuju ke propinsi Ci Kiang dulu (terletak di daerah Su khuan) dari sana bertanya lagi mungkin baru jelas"

"Terima kasih" Dengan cepat dia meloncat naik ke atas kudanya dan menepuk pantatnya hingga lari dengan kencangnya ke depan.

Dia percaya orang yang menulis surat itu tentu menguntit dirinya secara diam-diam tetapi dia tidak   punya maksud untuk mencari tahu siapa pihak lawannya itu, karena menolong orang adalah terpenting dari urusan itu, tak perduli pihak lawannya itu orang yang menculik pergi Wi Lian In atau bukan, tidak perduli juga pihak lawannya punya maksud baik atau jelek. pokoknya menolong Wi Lian In paling penting dari semua urusan sedang penculiknya merupakan urusan kedua saja.

Kudanya merupakan seekor kuda jempolan, sehingga larinya pun bagaikan meluncurkan anak panah terlepas dari busurnya, hari itu menjelang matahari lenyap di balik gunung dia sudah melakukan perjalanan mendekati seratus li.

Dua hari kemudian dia sudah berada di bawah kaki gunung Yao Liong san yang megah itu.

Setibanya ditempat itu Ti Then menjadi sangat bingung, karena pihak lawannya sama sekali tidak beritahu tempat serta tanggal pertemuannya, sesudah berpikir sebentar barulah dia menyalankan kudanya mengitari sekeliling daerah gunung itu, begitu dilihatnya diantara tempat itu muncul sebuah jalanan kecil dengan cepat kudanya di larikan ke arah sana.

Sesudah berjalan beberapa saat lamanya melaluijalan itu dari depannya terlihatlah seorang penebang kayu berjalan mendatang dengan perlahan sambil tersenyum dia memberi hormat kepada Ti Then, ujarnya:

"Laote ini apa betul bernama si pendekar baju hitam Ti Then"

Ti Then segera menarik tali les sehingga kudanya itu berhenti, sambil merangkap tangan membalas hormat sahutnya. "Memang cayhe adanya saudara..." Penebang kayu berusia pertengahan itu tidak memberi jawaban, dari dalam sakunya dia mengambil keluar sepucuk surat dan di angsurkan ke hadapan Ti Then, ujarnya:

"Tadi ada orang yang mentitipkan ini kepadaku untuk di sampaikan kepada saudara, harap kamu mau terima"

Begitu Ti Then melihat dia diangsurkan sepucuk surat lagi, tidak terasa alisnya dikerutkan rapat-rapat, sambil menerima surat tersebut tanya:

"Siapa orang itu?"

"Tidak tahu" sahutnya sambil gelengkan kepalanya.

"Dia seorang lelaki atau seorang perempuan? Berapa besar usianya?"

"Tidak tahu" sahut penebang kayu itu sambil gelengkan kepalanya kembali.

"Haa? Apa Loheng tidak melihatnya?" tanya Ti Then sambil tertawa meringis.

"Sudah melihatnya dengan jelas."

" Kalau memangnya sudah melihat dengan jelas bagaimana tidak tahu dia seorang lelaki atau pun seorang perempuan sudah tua atau masih muda"

"Karena dia sudah beri aku satu tahil perak."

"Oooh . . ." matanya diputar keempat penjuru angin, kemudian sambungnya dengan suara rendah. "Bagaimana jika aku beri dua tahil perak lagi?"

"Tidak bisa" sahutpenebang itu sambil gelengkan kepalanya. "walau kamu beri aku dua ratus tahil aku juga tidak berani menerima."

Ti Then jadi menjadi melengak. tanyanya penuh keheranan. " Kenapa?" "Dia sudah peringatkan aku jika aku berani mengkhianati dia maka kepalaku ini akan dipotong, sekali pun batok kepalaku ini tidak laku tapi juga tidak seharga dua tahil perak bukan?"

"Haaa.. haaa .. betul. betul silahkan Loheng lanjutkan perjalanan"

Penebang kayu berusia pertengahan itu segera memikul kayunya kembali untuk melanjutkan perjalanannya .

Segera Ti Then membuka sampul surat itu dan membaca isi suratnya, di dalam surat itu tertuliskan:

"Hemm.. sudah aku bilang jangan sembarangan beritahukan urusan ini kepada orang-orang dari Benteng Pek Kiam Po, kamu tidak mau dengar juga, kini masih menyuruh orang menguntit secara diam-diam. Sekali ini aku beri kesempatan terakhir kalinya untukmu, segera perintahkan orang itu kembali, kemudian menanti pemberitahuanku selanjutnya"

Sehabis membaca isi surat itu Ti Then mendadak tertegun dibuatnya.

Sama sekali tidak disangka olehnya kalau Wi Ci To masih mengirim orang menguntit dirinya, hari itu ketika masih berada di dalam benteng Pek Kiam Po sesudah mengetahui dari mulut majikan patung emas kalau dirinya diawasi oleh empat orang pendekar pedang merah siang malam hatinya tidak begitu terkejut dan heran karena dia merasa perbuatan Wi Ci To itu memang seharusnya tetapi sesudah terjadi berbagai peristiwa Wi Ci To ternyata masih mencurigai dirinya, bahkan mengirim orang untuk mengawasi seluruh tindak tanduknya, hal ini berada jauh diluar dugaannya.

Sekarang orang yang menulis surat itu salah menganggap kalau dia yang mengatur orang untuk menguntit dari belakang, bukankah urusan ini keterlaluan sekali?

Kini dia memberi perintah kepadanya untuk mengusir orang yang menguntit dia itu, tetapi dengan cara bagaimana dia bisa memancing orang-orang itu munculkan dirinya. "Ehmmm. . sudah ada ?" Di dalam benak Ti Then berkelebat suatu akal yang sangat bagus sekali, segera dia menyimpan kembali surat itu ke dalam sakunya dan melanjutkan perjalanan menuju ke arah tengah gunung.

Sesudah berjalan beberapa jauh mendadak seperti tubuhnya terkena racun, mendadak badannya sempoyongan dan rubuh dari atas pelana kudanya, tubuhnya dengan tepat terjatuh di samping jalan dalam keadaan tidak sadarkan diri

Agaknya kuda itu tahu kalau majikannya menemui peristiwa diluar dugaan, segera terlihatlah sikapnya yang tidak tenang, dengan tak henti-hentinya dia meringkik panjang.

Permintaan tolongnya ternyata mendatangkan hasil, sekonyong- konyong dari samping jalan ditengah tumbuhan pepohonan yang rapat melompat keluar seseorang yang kemudian secara langsung menuju ke samping tubuh Ti Then yang rubuh tidak sadarkan diri itu.

Seluruh tubuh orang itu memakai baju berwarna hitam, kepalanya memakai topi lebar yang terbuat dari rumput yang direndahkan sehingga menutupi seluruh wajahnya, tetapi jika ditinyau dari bentuk tubuhnya boleh dikata usianya kurang lebih enam puluh tahunan. 

Dia berjalan hingga ke samping tubuh Ti Then kemudian berjongkok membimbing tubuhnya bangun.

Saat itulah Ti Then sudah sadar kembali dari pingsannya.

Dia membuka sepasang matanya lebar-lebar dan memandang orang tua itu sambil tersenyum, ujarnya kemudian.

"Aku kira siapa yang sudah datang. Eh. . eh, tidak tahunya pocu sendiri"

Orang tua itu tidak lain memang si pedang naga emas Wi Ci To adanya. Wi Ci To tahu kalau dia tertipu oleh siasatnya, tangan kirinya yang merangkul pinggang Ti Then dengan cepat ditarik kembali dan diubah menjadi cengkeraman menguasai jalan darah Ciang Hia Hiat pada lehernya, ujarnya sambil tertawa. "Ti kauw tauw kini sudah tahu kalau lohu menguntit dirinya."

Ti Then sama sekali tidak memberikan perlawanannya, hanya dengan tertawa tawar sahutnya, "Tidak. aku baru tahu ada orang yang menguntit diriku setelah menerima surat tadi, tidak tahunya orang itu adalah pocu sendiri"

Air muka Wi Ci To yang penuh dihiasi senyuman segera hilang lenyap berganti dengan wajah yang keren, sepatah demi sepatah tanyanya dengan berat: "Siapa orang itu??"

"Tidak tahu."

"Hmmm, dia beri kamu orang dua pucuk surat yang kesemuanya lohu lihat dengan mata kepala sendiri, kenapa tidak bicara terus terang saja."

"Pocu kamu salah paham" ujar Ti Then sambil tertawa pahit. "Boanpwe bukan satu jalan dengan orang itu."

"Hmmm... hmmm.. kamu mengadakan hubungan secara diam- diam masih bilang bukan satu jalan?"

"Heeei, waktu itu pocu bilang tidak merasa curiga terhadap boanpwe, semuanya itu hanya pura-pura saja."

Sinar mata dari Wi Ci To yang  melotot ke arahnya semakin berapi-api, sahutnya dengan tegas.

"Bagaimana lohu tidak merasa curiga terhadap dirimu, sebelum kau muncul di dalam Benteng Pek Kiam Po, benteng kami selamanya aman tetapi sesudah munculnya dirimu Benteng Pek Kiam Po kami selalu saja terjadi urusan..."

" Kalau begitu Pocu sudah pastikan itu ?" sambung Ti Then dengan cepat.

"Tidak salah"

"Tapi boanpwe tidak undang Hong Mong Ling pergi ke sarang pelacur Touw Hoa Yuan untuk main perempuan." "Hmm, dia pergi main perempuan di dalam sarang pelacur Touw Hoa Yuan memang urusan yang nyata, tetapi kamu jangan campurkan urusan ini menjadi satu."

"Jadi maksud Pocu boanpwae menggunakan kekacauan yang terjadi di sarang pelacur Touw Hoa Yan untuk memasuki Benteng kalian?"

" Kelihatannya memang begitu" "Apa tujuannya?" tanyanya Ti Then.

"Bekerja sama dengan orang menculik putriku, kemudian menggunakan putriku sebagai tanggungan memaksa Lohu untuk menyetujui suatu permintaan kalian"

"Tidak aneh kalau Pocu selalu menguntit dari boanpwe" ujar Ti Then sambil tertawa pahit.

Air muka Wi Ci To berubah semakin memberat, dengan dingin ujarnya lagi:

"Sekarang beritahu pada Lohu siapa orang yang mengadakan kerja sama dengan kamu orang? dimana putriku saat ini?"

"Di dalam tubuh boanpwe"

Wi Ci To menjadi gusar, ujarnya keras:

"Lohu tidak punya banyak kesabaran Hem. .jangan bargurau di hadapan Lohu"

"Kawan boanpwe itu sudah beri pada boanpwe dua pucuk surat, jika pocu melihatnya sendiri bukankah akan menjadi jelas dengan sendirinya?"

Wi Ci TO sesudah mendengar perkataannya ini sangat beralasan segera merogoh tangannya ke dalam saku Ti Then mengambil keluar dua pucuk surat itu.

Dengan cepat jarinya menotok jalan darah kaku pada tubuh Ti Then kemudian membuka kedua pucuk surat itu untuk dibaca. Sehabis membaca kedua surat itu dia menjadi tertegun dibuatnya, sama sekali tidak terduga olehnya kalau isi surat tersebut hanya begitu saja.

Dengan air muka yang sudah berubah merah padam pandangannya dengan perlahan dialihkan ke atas wajah Ti Then, ujarnya dengan penuh penyesalan: ".. Kiranya. . kiranya Lohu . .Hai.

. heei, sudah salah duga"

Ti Then tersenyum, sahutnya dengan halus. "Manusia tidak akan luput dari kesalahan, pocu tidak usah terlalu menyesal"

"Lalu. . lalu siapa orang itu?"

"Sebetulnya boanpwe dengan cepat akan tahu siapa dia sebetulnya, tetapi karena dia tahu Kalau pocu sedang menguntit, maka sengaja bersembunyi tidak mau bertemu."

Dengan cepat Wi Ci To membebaskan jalan darah kakunya, sambil berulang kali minta maaf ujarnya:

"Sungguh minta maaf, kesemuanya ini karena ketololan lohu. . Heei. . hanya minta Ti kauw taw jangan sampai marah karena kelancangan ini."

"Ha . ha.. ha. . sejak dulu boanpwe sudah bilang, Kalau pocu seharusnya menaruh perasaan curiga kepadaku maka boanpwe tidak akan menjadi marah."

"Kalau begitu sangat bagus sekali" ujar wi Ci To sambil menghembuskan napas lega "Heeeei.. ? seharusnya lohu tidak boleh menaruh curiga terhadap Ti kauw taw, tetapi dikarenakan banyaknya urusan yang terjadi sangat bertepatan maka. . tetapi kini jauh lebih baik ada dua pucuk surat itu sebagai bukti sudah cukup membuktikan ketulusan serta kejujuran dari Ti kauw tauw."

Dia berhenti sebentar kemudian dengan suara rendah ujarnya: "Menurut pandangan Ti kauw tauw, siapa yang  bisa menulis

kedua pucuk surat itu?" "Boanpwe hanya tahu kalau orang itu jelas merupakan seorang yang sudah kita kenal, sedang siapa sebetulnya orang itu masih belum memperoleh jawaban"

"Jika dilihat dari nada ucapan kedua pucuk surat ini agaknya dia mirip orang yang menculik putriku tetapi sepertinya tidak."

"Apa Pocu mengenal gaya tulisan dari surat itu?"

"Tidak kenal" sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya Jika ditinyau dari gaya tulisannya tidak mirip tulisan bangsat cilik itu"

"Orang ini punya maksud sengaja menutupi gaya tulisannya tetapi boleh dipastikan bukan Hong Mong Ling yang menulis surat itu"

"Hmm. . benar" sahut Wi Ci To sambil mengangguk. "Lohu juga tidak percaya dia punya nyali begitu besarnya"

"Hingga saat ini yang membuat boanpwe merasa tidak paham adalah orang itu kalau memangnya menculik putrimu, bertujuan memaksa Pocu menyerahkan sesuatu barang kenapa harus memberi larangan untuk beritahukan urusan ini kepada orang-orang dari Benteng Pek Kiam Po?"

"Benar, hal ini membuat orang merasa bingung. ." "Saat ini maukah Pocu mempercayai diri boanpwe ini?"

"Sudah tentu percaya. . sudah tentu percaya" sahut Wi Ci To cepat, "Jika lohu tetap mencurigai Ti kauw tauw bukanlah jadi manusia lagi"

"Kalau begitu harap pocu cepat-cepat pulang agar boanpwe bisa menemui orang itu secepat mungkin"

"Baiklah" sahut Wi Ci To sambil mengangguk. "Tetapi Ti kauw tauw harus berhati-hati, kemungkinan sekali pihak lawan memang punya satu rencana busuk"

"Sudah tentu boanpwe bisa berhati-hati, harap Pocu berlega hati" "Ehmm. .jika pihak lawan mengajukan syarat dalam hal uang emas harap Ti kauw tauw menyanggupi saja, Lohu hanya punya satu putri ini saja, sudah tentu tidak akan membiarkan dia sampai menderita luka"

"Baiklah"

"Kalau begitu semuanya lohu titipkan pada Ti kiauw tauw, kini lohu mau kembali ke dalam Benteng "

Ti Then segera merangkap tangannya menghantar sambil tersenyum tambahnya:

"Pocu harus betul-betul kembali ke dalam Benteng, kalau tidak mungkin pihak lawan tidak mau bertemu kembali dengan boanpwe"

"Tentu pulang. . tentu pulang"

Sehabis berkata dia merangkap tangannya membalas hormat dan memutar tubuh pergi dari sana dengan langkah lebar.

Ti Then sesudah melihat bayangan tubuhnya lenyap dari pandangan barulah teriaknya dengan suara nyaring:

"Hei kawan Wi Pocu sudah pulang, kini silahkan bertemu bagaimana?"

Dia tahu pihak lawannya tentu bersembunyi disekitar tempat ini karena itulah dia berteriak.

Tetapi walau sudah ditunggu sangat lama tetap saja tidak melihat pihak lawan munculkan diriya. Diam-diam pikir Ti Then dalam hati.

"Mungkin dia mau menunggu hingga Wi Ci To jauh meninggalkan gunung ini baru muncul, lebih baik aku jalan-jalan dulu ke semua tempat."

Sehabis berpikir begitu dia menaiki punggung kudanya kembali dan melanjutkan perjalanannya melalui jalan gunung yang tersedia, sesudah berjalan satu dua li jalanan gunung itu sudah sampai pada ujung, dia menanti beberapa saat lamanya di atas kudanya, tetapi ketika dilihatnya tidak terdapat gerak gerik sedikit pun segera dia putar kudanya turun gunung.

Di dalam anggapannya, jika dia tidak munculkan diri di atas gunung ini sudah tentu ditengah jalanan akan meninggalkan surat kembali untuk menentukan tempat serta waktu pertemuan, siapa tahu ditengah jalanan ini keadaan tetap tenang-tenang saja hingga dia melewati daerah pegunungan Yan Liong san tetap saja tidak tampak pihak lawan mengirim surat kembali.

Saat itu cuacanya semakin gelap. sedang malam hari pun menjelang datang. Diam-diam pikirnya lagi di dalam hati.

Jika ditinyau dari keadaan sekarang, tidak mungkin dia mau munculkan dirinya ini hari, lebih baik aku berusaha mencari tempat pemondokan terlebih dulu. .

Tali les kudanya dengan cepat disentak sehingga kudanya berlari mengikutijalan kecil yang terdapat di situ.

Tidak lama kemudian sampailah Ti Then disebuah dusun yang bernama Siong Kan, sesudah dahar dia melanjutkan perjalanan mengelilingi dusun itu tetapi walau pun sudah kemana pun tetap tidak didapatkan sebuah rumah penginapan pun, terpaksa dia menginap disebuah rumah petani diluar dusun.

Hari kedua sesudah mengucapkan terima kasih pada petani itu, dia berjalan mengambil kudanya dikandang di samping rumah tersebut. saat itulah dilihatnya di atas pelana kudanya terselip secarik kertas.

Ehmm. . akhirnya ada surat juga yang datang. Dengan cepat dia mengambil surat itu dan dibacanya. "Pergilah ke gunung Fan Cing san."

"Hemm seperti majikan patung emas saja lagaknya, mau menyusahkan aku"

Dia menyimpan kembali surat itu ke dalam sakunya kemudian kepada petani tua yang mengantar tanyanya: "Tolong tanya jarak dari sini ke gunung Fan Cing san seberapa jauh?"

"Kongcu mau ke gunung Fan Cing san?" tanya petani tua itu sambil memandang wajah Ti Then, "Jaraknya kurang lebih empat lima ratus li dari sini."

Begitu Ti Tnen mendengar kalau jarak nya ada empat lima ratus li tidak terasa menghembuskan napas dingin, makinya..

"Anying busuk. . turunan kere. .jauh lebih hebat dari majikan patung emas" segera dia mengangguk kepada petani tua itu, sahutnya sambil tersenyum. "Benar ada seorang kawan sedang menanti cayhe di atas gunung Fan Cing san."

"Lalu kongcu sudah tahu cara jalannya."

"Sedang menunggu petunjuk dari Lotiang." Petani tua itu menuding kearah timur laut, ujarnya.

"Arahnya sana, kongcu harus pergi ke Cong An dulu kemudian tanya jalan menuju ke Wu Cun kini didaerah Kwe Kho. setelah itu baru ke Eng Kiang, dari sana sudah bisa lihat gunung Fan Cing san tersebut"

"Terima kasih atas petunjuk Lotiang, cayhe mau permisi."

Dengan cepat dia menyalankan kudanya meninggalkan rumah petani itu menuju ke arah timur laut.

Ditengah jalanan tidak ada peristiwa yang terjadi, pada siang hari kelima dia sudah tiba didaerah gunung Fan Cing san itu

Gunung Fan Cing san merupakan salah satu gunung yang sangat terkenal didaerah Cian ceng ini, keadaan gunungnya sangat indah bahkan ke atas gunung banyak terdapat kuil-kuil kuno.

Pada musim semi banyak orang yang naik gunung pasang hio, mereka segera naik dari selat Kim To Shia kemudian disambung dengan jembatan udara membuat pemandangan jauh lebih indah. Waktu itu bukan musim semi, apa lagipada siang hari yang terik. karenanya orang yang datang berpesiar di atas gunung sangat sedikit sekali.

Sampai saat ini Ti Then tetap belum tahu pihak lawannya mau mengadakan pertemuan dengannya di tempat mana, dia hanya tahu pada suatu tempat yang menyolok tentu ada tanda yang ditinggalkan.

Ketika baru saja dia membelok suatu tikungan, tidak salah lagi di atas tanah tertuliskan sebuah gambar panah, Ti Then tersenyum dia menyalankan kudanya menurut arah panah itu.

Jalanan berbelok-belok, sesudah berjalan kurang lebih satu li sampailah dia disebuah persimpangan jalan yang bercabang tiga.

Ketiga buah jalan itu yang satu merupakan jalanan gunung kecil yang menghubungkan tempat itu dengan tengah gunung, yang satu lagi menghubungkan sebuah kuil gunung dan yang terakhir menghubungkan jalan itu dengan sebuah jembatan gantung. Panah yang tergambar di sana meminta Ti Then melewati jembatan gantung itu.

Segera Ti Then meloncat turun dari kudanya dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.

Sesudah melewati jembatan gantung, dia harus melalui sebuah jalan pegunungan lagi yang amat panjang.

Di dalam perjalanan ini sering tampak tanda-tanda panah penunjuk jalan, dengan mengikuti tanda itu Ti Then melanjutkan perjalanan ke depan, setelah melewati beberapa jembatan gantung lagi sampailah dia di puncak gunung Fan Cing san itu Akhirnya sampailah Ti Then pada sebuah selat yang sangat sempit dan tersembunyi.

Dalam hati Ti Then tahu tempat yang dituju sudah hampir sampai karena itu gerak-geriknya bertambah waspada, matanya dengan tajam memperhatikan keadaan sekelilingnya sedang telinganya memperhatikan suara-suara yang mencurigakan, dia takut sampai terjerumus ke dalam jebakan pihak musuh. Dia tahu jika pihak lawannya merupakan orang yang menculik Wi Lian In maka dia pasti mengandung maksud tertentu dan mem punyai seorang pembantu, karena sejak dari kota Lauw Ciang hingga sini dengan tidak henti-hentinya dia memberi petunjuk kepada dirinya, sudah tentu tidak mungkin membawa serta Wi Lian In. dia pasti menyerahkan Wi Lian In kepada seseorang untuk dibawa ke sini terlebih dulu, kalau memangnya sudah ada orang ke sini terlebih dulu kemungkinan sekali tempat ini sudah dipasangi jebakan.

Batu-batu cadas banyak berserakan di dalam selat itu, rumput liar tumbuh dengan lebatnya sehingga menutupi pemandangan luas, setindak demi setindak Ti Then melanjutkan perjalanannya ke depan, sesudah berjalan kurang lebih setengah li mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang suara tertawa dingin yang sangat aneh sekali:

"He he he..." suaranya parau, rendah dan sangat berat, sedikit pun tidak berbau hawa manusia.

Tubuh Ti Then terasa tergetar dengan keras, dengan kecepatan yang luar biasa dia memutar tubuhnya, terlihatlah pada jarak lima kaki dari dirinya, berdiri seorang manusia aneh dengan angkernya.

Seluruh tubuh orang itu memakai jubah berwarna hitam, kepalanya ditutupi dengan sebuah karung hitam hingga dadanya, pada depan matanya hanya terlihat dua buah lubang kecil saja, secara samar-samar terlihatlah dari matanya memancarkan keluar sinar yang sangat tajam sekali.

Selain itu berapa besar usianya, bagaimana wajahnya bahkan lelaki atau perempuan tidak sanggup diketahuinya.

Tidak tertahan Ti Then menghembuskan napas dingin, tanyanya. "Apa saudara yang meminta cayhe kemari?"

"Tidak salah" sahut manusia aneh itu sambil mengangguk.

Dengan perlahan sinar mata Ti Then berkelebat menyapu keadaan sekeliling tempat itu. samhil tersenyum ujarnya lagi. "Jika cayhe mau tahu siapa namamu tidak mengapa bukan?" "Kamu boleh panggil aku sebadai manusia berkerudung."

"Ha ha ha. . nama ini kurang misterius lebih baik cayhe carikan sebuah sebutan bagimu, kamu kira bagaimana?"

"Bagus sekali"

"Tapi kau jangan marah"

"Kalau begitu baiklah" ujar Ti Then sambil tersenyum. "Aku panggil kamu sebagai si setan pengecut saja"

Manusia aneh itu sama sekali tidak menjadi marah oleh hinaannya ini, sambil tertawa keras ujarnya.

"Bagus sekali makianmu, bagus sekali makianmu ini, dengan dandananku seperti ini memang patut mendapatkan ejekan sebagai si setan pengecut. ."

"Jika kamu tidak menolak. sejak hari ini aku mau panggil kamu sebagai setan pengecut" Manusia aneh itu menganggukkan kepalanya berulangkali, sahutnya sambil tertawa:

"Bagus. ..baik panggil setan pengecut. . . boleh . . mau panggil setan pangecut juga boleh. ."

"Dimana nona Wi??"

"Di dalam selat ini" sahut setan pengecut itu singkat. "Kamu setan pengecut yang menculik dia kemari??"

"Benar"

"Lalu apa keinginanmu?"

"Ha ha ha. ." sahut setan pengecut itu sambil tertawa terbahak- bahak. "Aku hanya beritahu padamu sebaliknya tidak memberi tahu pada Wi Ci To, di dalam hal ini sudah tentu kamu tahu tujuanku adalah pada dirimu."

"Aku tahu." Mendadak nada suara diri setan pengecut itu berubah menjadi sangat dingin, ujarnya dengan seram:

"Permintaanku kepadamu sangat banyak sekali, mungkin kamu tidak akan sanggup untuk menerimanya "

"Kamu orang mau nyawaku ini?" tanya Ti Then tenang tenang saja.

"Tidak, tidak berguna aku minta nyawamu" "Kalau begitu, kamu mau apa?"

"Pada waktu-waktu dekat ini aku pernah dengar dari seorang yang bisa dipercaya katanya kamu pendekar baju hitam Ti Then pernah pukul rubuh si pendekar pedang tangan kiri Cian pit Yuan di dalam Benteng Pek Kiam Po, apa betul ada urusan ini"

"Ha ha ha. . tidak salah"

"Usiamu baru dua puluh tahunan ternyata bisa mengalahkan Cian pit Yuan boleh dikata kamu pernah memperoleh ilmu silat yang sangat tinggi dari seorang pendekar aneh"

"Sedikit pun tidak salah" sahut Ti Then sambil mengangguk. "Sedang menurut apa yang aku ketahui orang itu tidak mungkin

si kakek pemalas Kay Kong Beng." "Memang bukan dia"

"Kalau begitu" ujar setan pengecut itu lagi. "Kemungkinan sekali orang itu adalah musuh bebuyutanku"

Hati Ti Ten menjadi tergerak sambil memandang tajam kearahnya tanyanya lagi. .

"Siapa musuhmu itu?"

"Aku tidak bisa mengatakan."

Ti Then menjadi melengak. tanyanya: "Kenapa tidak bisa dikatakan?" "Karena bagitu aku sebutkan maka dia juga bisa tahu siapa aku sebenarnya, sedangkan kepandaian silat yang aku berhasil latih hingga kini masih kalah satu tingkat dengannya. Aku bicara begini kamu orang tentu paham bukan?"

"Paham sekali" sahut Ti Then sambil mengangguk.

"Sudahlah, sekarang aku mau bicarakan soal syarat yang aku ajukan untuk kamu orang, permintaanku ada empat. Kesatu, Beritahu padaku siapa dia. Kedua, Perlihatkan semua kepandaian silatnya di hadapanku. Ketiga, Kamu orang harus turun tangin sendiri memotong lengan sebelahmu. Keempat, bawakan sebuah sebuah barang untuk dirinya." Dia berhenti sebentar kemudian sambil tertawa dingin sambungnya lagi:

"Tiga syarat pertama dari antara keempat syarat ini jika kamu bisa lakukan dengan baik maka nona Wi boleh kamu bawa pulang."

Ti Then yang mendengar diantara keempat syarat itu ada satu yang minta dia potong lengannya sendiri dalam hati merasa berdesir, sambil tertawa pahit sahutnya kemudian: "Syarat pertama dari ke empat syarat yang kamu ajukan aku sudah tidak bisa lakukan."

"Tapi" potong setan pengecut itu sambil tertawa dingin "Aku rasa syarat pertama itu justru syarat yang paling mudah asalkan kamu mau katakan urusan sudah beres"

"Justru aku tidak bisa bicarakan karena aku sendiri juga tidak tahu siapa sebetulnya dia."

sinar mata setan pengecut itu berkelebat dengan tajamnya tanyanya dengan tercengang: "Bagaimana kamu tidak tahu siapa sebetulnya dia??"

"Bertemu dengan mukanya saja belum pernah, bagaimana bisa tahu siapa dia?" setan pengecut itu menjadi melengak ujarnya lagi.

" Kalau begitu dengan cara bagaimana menurunkan kepandaian silatnya??" "Ehmm. ." sahut Ti Then sesudah berpikir sebentar. "Tentang soal ini aku harus berpikir dulu baru bisa ambil keputusan memberikan jawaban kepadamu atau tidak?"

"Jika betul-betul kamu orang tidak tahu siapa sebetulnya dia, hal ini masih tidak mengapa, cukup kamu perlihatkan seluruh kepandaian silat yang pernah dia ajarkan, dengan cepat aku segera akan tahu betul tidak dia merupakan musuh besarku" Ti Then termenung berpikir sebentar, kemudian baru ujarnya: "Aku mau bertemu dulu dengan nona Wi?"

"Kamu boleh lega hati, dia sama sekali tidak menemui cidera" "Tapi sekarang juga aku mau temui" ujar Ti Then tetap ketus,

"Aku mau bicara dengan dia, jika kamu tidak setuju semua urusan tidak perlu bicarakan lagi"

"Hmm hmm. Bangsat cilik, tempat dan saat ini bukan waktumu untuk bersombong"

"Kalau begitu kamu pergi cari Wi pocu saja, nona Wi adalah putri dari Wi Pocu, Wi Pocu dengan aku tidak punya hubungan apa-apa."

"Tapi kamu sudah jatuh cinta padanya bukan begitu?"

Sehabis berkata dia menuntun kuda tunggangannya siap meninggalkan tempat itu.

"Baik... baiklah" ujar setan pengecut itu dengan cepat "Aku akan beri perintah untuk bawa dia bertemu muka dengan kamu." sehabis berkata dia bertepuk tangan tiga kali sebagai tanda:

Ti Then segera angkat kepalanya memandang sekeliling tempat itu tetapi tidak terlihat sesosok bayangan manusia pun yang membawa Wi Lian In keluar, tidak terasa dia mendengus dengan sangat dingin, ujarnya. "Mana orangnya??" "Sewaktu bertemu dengan dia lebih baik kamu jangan bergerak sembarangan, kalau tidak hmm, hmm .. aku mau beri perintah segera binasakan dirinya."

Tidak tertahan alis yang dikerutkan pada wajah Ti Then semakin mengencang, ujarnya dengan keras. "Aku tanya dimana dia?"

"Di atas lekukan tebing di sebelah kiri belakang tubuhnya."

Ti Then dengan cepat putar tubuhnya memandang ke arah sana, begitu melihat tidak tertahan lagi hawa amarahnya memuncak, makinya: "Bangsat cilik, ternyata kamu lagi."

Kiranya orang yang membawa keluar Wi Lian In di atas lekukan tanah itu tidak lain adalah si naga mega Hong Mong Ling adanya.

Sejak semula Ti Then sudah menduga kalau setan pengecut itu punya kawan di dalam melaksanakan rencananya ini, tetapi sama sekali tidak disangka olehnya kalau orang itu adalah Hong Mong Ling, yang paling dikuatirkan Ti Then adalah Wi Lian In sampai terjatuh ditangan Hong Mong Ling ini karena begitu Wi Lian In terjatuh ketangannya walau pun tidak tentu bisa binasa secepatnya. Hong Mong Ling tentu akan memperkosa dirinya terlebih dulu baru membunuhnya.

Hal ini terhadap dia, terhadap ayahnya bahkan terhadap Ti Tian sendiri juga merupakan suatu peristiwa yang paling menyiksa.

Dalam hati dia merasa sangat terkejut bercampur gusar, tetapi tidak berani menerjang ke depan untuk memberi pertolongan, karena jarak dari permukaan tanah sampai lekukan tebing itu walau pun hanya setinggi tujuh delapan kaki saja tetapi jaraknya dari tempat dia berdiri ada lima belas, enam belas kaki jauhnya, tidak mungkin baginya sekali terjang berhasil mencapai tempat itu. Dia tahu begitu dirinya turun tangan membunuh Wi Lian In.

Tangan kiri Hong Hong Mong Ling merangkul kencang pinggang Wi Lian In, memaksa tubuhnya berdiri tegak sedang tangan kanannya mencekal sebilah pisau belati tajam yang ditempelkan di depan jantungnya. Agaknya jalan darah dari Wi Lian In sudah tertotok sehingga tubuhnya tidak bisa bergerak sedikit pun, dengan demikian sama sekali tidak punya tenaga baginya untuk melakukan perlawanan, hanya saja air mukanya yang murung serta sedih dengan tidak henti-hentinya melelehkan air mata memandang kearah Ti Then. setan Pengecut itu segera tertawa, ujarnya:

"Di belakang lekukan tebing dimana mereka sekarang berdiri terdapat sebuah gua alam yang sangat indah sekali, di dalam beberapa hari ini nona Wi berdiam dengan tenangnya di dalam gua itu."

Ti Then segera menggerakkan kakinya berjalan kearah tebing dimana Hong Mong Ling berdiri.

Melihat hal itu si saten pengecut segera membentak keras: "Berhenti, jangan kamu ke sana"

"Aku mau bicara dengan dia" ujar Ti Then sambil berhenti. "Kamu bicara dari sana, dia masih bisa dengar" Ti Then segera

angkat kepalanya berteriak. "Nona Wi, kamu menderita luka atau tidak?"

Air mata yang mengucur keluar dari kelopak mata Wi Lian In semakin deras, sahutnya dengan sedih:

"Tidak terluka, hanya kemangkelan di dalam hatiku tidak bisa ditahan lagi, Ti kauw tauw kamu tidak usah perduli aku lagi, cepat turun tangan binasakan bangsat terkutuk ini"

"Nona Wi, kamu bersabarlah beberapa hari lagi, cayhe percaya masih punya cara untuk menolong kamu"

"Ti kiauw tauw" ujar Wi Lian In lagi sambil menangis "Aku rela berkorban dan binasa bersama-sama bangsat terkutuk ini, cepat kamu turun tangan."

"Apa mungkin nona Wi masih menaruh rasa terhadap dia?" "Omong kosong" "Kalau tidak kenapa rela binasa bersama-sama dengan dia."

"Aku benci dia. . aku benci sekali melihat tampangnya? aku tidak mau dikuasainya terus menerus."

"Nona benci dia tapi belum melihat dengan mata kepala sendiri kebinasaannya maka itu bersabarlah beberapa hari lagi. Kamu adalah seorang nona baik tentu tidak mau berkorban untuk binasa bersama-sama dia bukan?"

"Ti Kauw tauw" ujar wi Lian In dengan sedih. "Apa kamu setuju terhadap ke empat buah syarat yang diajukan setan pengecut itu?"

"Benar".

-0000000-

"Ini tidak ada hubungannya dengan kamu orang, jika kamu tidak berani turun tangan menolong aku.. lebih baik pulang saja panggil ayahku kemari."

"Ayahmu datang juga tidak berguna" ujar Ti Then sambil tertawa pahit. .. "Setan pengecut ini hanya maui aku seorang dan bukan ayahmu yang dicari."

" Kamu terlalu bodoh.. jika kamu menurut perkataan mereka untuk potong salah satu lenganmu, saat itu mungkin mereka akan turun tangan bunuh dirimu."

"Tentang hal ini nona boleh berlega hati, sampai saatnya jika mereka tidak menurut perjanyian aku masih punya kemampuan untuk bereskan nyawa kedua orang itu." Berbicara sampai di sini dia menoleh kepada Hong Mong Ling, tanyanya. .

"Hei bangsat cilik, kamu sudah bulatkan tekad untuk mengikuti setan pengecut ini untuk selamanya??"

"Tidak salah" sahut Hong Mong Ling sambil tertawa dingin.

" Kalau begitu sangat bagus sekali, kamu boleh bawa nona Wi ke dalam goa" Hong Mong Ling tetap berdiri tegak menanti perintah dari setan pengecut itu sejenak kemudian barulah terdengar setan pengecut itu terttawa, ujarnya: "Muridku yang baik, kamu bawalah dia masuk ke dalam goa"

Dengan sangat hormat Hong Mong Ling menyahut, setelah itu barulah dia membawa Wi Lian In mundurkan diri ke dalam goa.

Goa itu terletak di belakang tubuhnya, karena itu baru saja mundur dua langkah tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.

Sesudah itu barulah Ti Then putar tubuhnya, kepada setan pengecut itu sambil tertawa ujarnya:

"Kamu telah mengangkat dia sebagai murid?" "Benar"

"Kamu harus peringatkan dia, jika dia berani mengganggu seujung rambut dari Wi Lian in, diantara kita kedua belah pihak tidak akan ada pembicaraan lagi."

"Asal kamu mau menerima keempat syarat yang aku ajukan aku tanggung semuanya akan beres"

"Tapi. . "ujar Ti Then lagi... "Syarat yang pertama aku betul-betul tidak bisa laksanakan. ."

"Soal itu tidak mengapa, asalkan kamu mainkan semua kepandaianmu, sudah cukup buat aku untuk mengetahui apa betul kamu murid dari musuh besarku atau bukan."

" Harus dikeluarkan semua?"

"Benar" sahut setan pengecut itu "Harus dikeluarkan semua bahkan setiap gerakan dan setiap jurus harus dimainkan dengan perlahan. ." Mendengar perkataan itu Ti Then tertawa dingin, ujarnya:

"Tujuanmu yang sebetulnya sedang mencari tahu siapa sebetulnya suhuku atau mau merebut kepandaian silat dari suhuku?" "Kedua duanya, karena semakin tahu semakin lihay, semakin lihat selamanya akan menang"

Setan pengecut itu menjadi sangat gusar, ujarnya: "Aku sedang bicara yang sesungguhnya"

"Jika terpaut hanya satu tingkat saja, maka berarti juga kepandaian silatmu saat ini jauh lebih tinggi dari kepandaianku, bagaimana jika kita coba-coba"

"Tidak bisa. . tidak bisa. . " ujar setan pengecut itu sambil gelengkan kepalanya, "Yang menang akan sombong dan yang kalah akan malu. . tidak. . tidak. ."

"Ha. . ha. . ha. . perkataan saudara sungguh amat jujur, sungguh heran. . sungguh heran. ."

"Cukup, sekarang bukan waktunya untuk bicara omong kosong, kapan kamu mulai menulis semua kepandaian silat suhumu?"

"Kini cuaca sudah semakin gelap" ujar Ti Then sambil memandang ke angkasa, "Sedang baru saja aku melakukan perjalanan jauh, tidak perduli bagaimana pun malam ini aku mau tidur yang nyenyak terlebih dahulu"

"Baiklah, besok pagi mulai menulis juga tidak mengapa, sekarang aku mau beri larangan tempat-tempat yang boleh kamu bergerak. coba dengarkan dengan teliti. ."

"Kamu boleh tidur di tebing sana"

Dengan mengikuti tangannya yang menunjuk ke arah tebing, Ti Then menengok ke sana, terlihatlah di bawah tebing curam itu memang terdapat sebuah gua yang cukup dimasuki seorang saja, segera dia mengangguk sahutnya:

"Sudah kelihatan, kamu mau aku tidur di dalam gua itu"

"Tidak salah, sedang kami guru dan murid akan mengawasi seluruh gerak-gerikmu dari atas tebing sebelah sana, mau tidur atau tidak terserah kepadamu, dilarang meninggalkan depan tebing walau satu kaki" Ti Then melihat di depan tebing itu merupakan tanah lapang sejauh tiga kaki lebih bahkan tidak sebutir batu pun yang bisa dibuat menyembunyikan diri, dalam hati dia memaki atas kelicikannya, dengan dingin ujarnya: "Bagaimana kalau aku keluar dari satu kaki??"

"Tidak ada perkataan lain" ujar setan pengecut itu dengan dingin. "Maka nona Wi akan merasakan suatu penderitaan dan siksaan yang nyaman"

Ti Then tertawa terbahak-bahak, ujarnya: "Ada satu akibat yang hebat, apa kalian sudah pikirkan??"

"Akibat apa?" tanyanya sambil memandang tajam ke arah Ti Then.

"Asalkan aku tidak menyetujui syarat-syaratmu dan terjadi suatu pertempuran, aku percaya masih punya kesanggupan untuk membunuh mati kau"

Pada air muka setan pengecut itu sedikit pun tidak menampilkan perasaan jerihnya, sambil tertawa seram ujarnya:

"Kau mengira sesudah tahu dia tidak akan lolos juga dari tanganmu?"

"Sudah pasti"

"He . . he. . he. . aku beritahu padamu, gua itu masih punya jalan untuk mengundurkan diri"

Ti Then girang dalam hatinya tapi sengaja memperlihatkan perasaannya yang sangat terkejut, ujarnya:

"Ha. . kiranya begitu, sungguh teliti kamu dalam mencari tempat yang begitu baiknya"

Setan pengecut itu hanya tertawa aneh saja, ujarnya kemudian dengan nada setengah mengejek.

"Bagaimana?? Masih mau turun tangan" "Tidak" sahut Ti Then sambil angkat bahunya, "Sekarang aku mau pergi tidur. ." Dengan cepat dia menuntun kudanya berjalan menuju ke arah tebing tersebut. ujar si setan pengecut lagi dengan keras:

" Ingat perkataanku, jika kamu orang tidak ingin melihat nona Wi tersiksa malam ini, harus tidur dengan sebaik-baiknya di dalam gua itu"

Ti Then pura-pura tidak dengar perkataan itu, sambil menuntun kudanya dia tepat melanyutkan perjalanan menuju ke tebing tersebut. sesudah melepaskan pelana kudanya dia menepuk punggung kuda tersebut, ujarnya:

"Ang san khek pergilah makan rumput di sana. .sesudah kenyang kembalilah ke sini, malam ini kita harus bekerja sama untuk melanjutkan hidup, Kuda itu agaknya mengerti akan perkataan dari Ti Then, sambil meringkik panjang dengan perlahan berjalan pergi mencari makanannya. . .

Ti Then meletakkan pelana kuda serta bungkusannya, ke atas tanah kemudian putar tubuhnya memandang kearah tebing sebelah sana, saat itu si setan pengecut sudah menaiki tebing seberang dan sedang duduk bersemedi di depan pintu goa. .

Jarak dari sebelah sini ke sebelah sana kurang lebih ada dua puluh kaki jauhnya tetapi dikarenakan cuaca yang belum begitu gelap membuat setiap gerak gerik dari masing-masing pihak bisa dilihatnya dengan sangat jelas sekali.

Dengan perlahan Ti Then memutarkan kepalanya memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu, kemudian memandang ke langit, pikirnya dalam hati:

"Ini hari sudah bulan tujuh tanggal enam belas, besok tepat merupakan saat bulan purnama, hanya tidak tahu sewaktu bulan muncul memancarkan sinarnya ke arah sebelah mana ?? Ke sebelah sana atau ke sebelah sini?" Dia sangat mengharapkan tempatnya sebelah sini merupakan tempat yang gelap. dengan demikian dia punya kesempatan untuk melancarkan gerakannya.

Mengambil sebuah cupu arak serta sebungkus rangsum kering, sambil memegang cupu cupu arak itu ujarnya dengan keras:

"Hei . . setan pengecut, kamu jangan begitu tegang, mari ke sini minum arak sama aku."

"Tidak usah. ." sahutnya dari tebing seberangan: "Aku tidak mau minum arak, kamu minum saja sendiri"

Ti Then yang mendengar setiap patah kata yang dikirim begitu jelasnya masuk dalam telinga, tidak terasa hatinya menjadi terkejut, pikirnya:

"Dengan jarak dua puluh kaki lebih dia masih bisa kirim suaranya begitu jelas ke dalam telingaku, kelihatannya dia memang merupakan seorang jago berkepandaian tinggi dari Bu lim. Hanya tidak tahu apakah kepandaiannya bisa mengalahkan kepandaianku

??"

Dia sangat mengharapkan ada orang yang bisa mengalahkan kepandaian silatnya, karena asalkan ada orang yang bisa mengalahkan dia maka dia akan bebas dari tugas sebagai patung emas sesuai dengan perjanyiannya dengan majikan patung emas, dengan sendirinya hatinya tidak perlu risaukan lagi untuk memperistri putri orang lain"

Tetapi dia pun merasa kalau tenaga dalam pihak lawannya masih berada di antara Wi Ci To dengan tenaga dalam seperti ini, masih boleh digunakan untuk menjagoi dunia kangouw tetapi untuk mengalahkan dirinya masih belum sanggup, karena itu dia juga tidak menaruh harapan di atas tubuh setan pengecut itu. segera dia duduk di atas tanah mulai dahar rangsumnya.

Sambil dahar terus menerus dia memikirkan cara-cara untuk meloloskan diri dari pengawasan setan pengecut itu, tetapi sesudah berpikir setengah harian lamanya masih tetap saja merasa kalau pekerjaan ini harus menggunakan bantuan sinar rembulan. .jika sinar rembulan tidak menyinari tebingnya maka dengan diam-diam dia bisa meninggalkan goa untuk berusaha menolong wi Lian In.

Setan pengecut itu pernah bilang kalau gua tersebut terdapat jalan mundur, perkataan itu jika betul maka dirinya bisa pergi mencari pintu gua yang sebelah, dari sana diam-diam masuk ke dalam dan turun tangan menguasai Hong Mong Ling terlebih dulu. Tidak lama kemudian malam hari pun semakin kelam.

Kuda Ang san Khek itu dengan perlahan kembali ke hadapan Ti Then dan tepat menutupi pintu gua, melihat hal ini pikiran Ti Then dengan cepat bergerak. Dia mengambil kembali selimut yang ada di atas tanah sambil ujarnya dengan perlahan.

"Ang San Khek harap berdiri jangan bergerak, jangan sampai si Setan Pengecut diseberang sana bisa melihat semua gerak gerikku." sehabis berkata dia membungkukkan tubuhnya masuk ke dalam gua itu.

Dalamnya gua itu tidak lebih hanya lima depa saja, sesudah berjalan sampai di ujung gua dengan punggung menghadap pintu gua dia membuka selimutnya dan di buka di atas tanah, setelah itu dengan cepat mengumpulkan batu-batu yang ada di sana ke dalam selimut itu sehingga sebesar tubuh manusia dan dibaringkan ke atas tanah, dengan demikian bentuknya mirip sekali dengan seorang manusia yang sedang tidur terlentang dengan nyenyaknya di atas tanah.

Sesudah semua persiapan selesai barulah dia berjalan keluar dari gua dan duduk di sana memandangi Hong Mong Ling yang sedang mengawasi dirinya dari tebing seberang, ujarnya dengan keras:

"Hong Mong Ling malam belum begitu kelam, bagaimana kalau kita bercerita?"

" Cerita apa? " ujar Hong Mong Ling dengan dingin.

"Bagaimana kalau kita bercerita tentang pengalamanmu sampai mengangkat Setan pengecut ini menjadi guru?" "Hemm. . soal ini tidak ada yang bisa diceritakan"

"Kamu bangsat cilik jadi orang sungguh aneh, sekali pun Wi Pocu tidak jadi menjodohkan putrinya kepadamu, tapi belum sampai mengusir kamu dari perguruan, buat apa sekarang melaksanakan perkerjaan seperti ini?"

"Dia sudah membatalkan perjodohan itu, sudah tentu aku tidak punya muka lagi untuk tetap hidup di dalam benteng Pek Kiam Po"

"Sekali pun tidak punya muka untuk menetap di dalam benteng Pek Kiam Po juga tidak punya alasan untuk menculik nona Wi"

"Barang yang tidak bisa didapatkan oleh aku Hong Mong Ling, tidak akan dibiarkan di pungut oleh orang lain"

"Hemm. . jika begitu kau memangnya seorang bajingan yang paling busuk"

"Heeei. . . orang she Ti" ujar Hong Mong Ling dengan sangat gusar: "Jika kamu orang tidak mau melihat Wi Lian In menderita lebih baik bicara sedikit sopan"

"Kamu mau duduk semalaman di sana untuk menyaga dia" "Tidak salah"

"Aku takut kamu orang bisa melamur"

"Kalau begitu boleh coba-coba saja, kamu berani berjalan satu kaki dari guamu. . h mm. . pertunjukan bagus segera dimulai. . "

"Aku bisa muncul di sampingmu secara diam-diam, kemudian memenggal batok kepalamu"

Agaknya Hong Mong Ling tidak menjadi jeri atas gertakan itu, sambil tertawa dingin ujarnya:

"Bagus sekali, aku mau tunggu kemunculanmu itu"

Ti Then tidak berani banyak cakap lagi, segera dia pejamkan mata mulai mempersiapkan diri satu jam kemudian bulan yang berbentuk bulat muncul di tengah udara malam yang bearna biru tua, sinar rembulan dengan terangnya menyinari semua penyuru di selat itu,

menyinari tebing dimana Hong Mong Ling tinggal, juga menyinari tebing di sebelah sini.

Dengan perlahan Ti Then menarik selimutnya yang berisi penuh batu itu ke samping tubuhnya dan membentuk sesosok tubuh yang sedang duduk tidak bergerak.

Tidak lama kemudian si Setan pengecut itu pun berjalan keluar dari dalam gua.

Kepada Hong Mong Ling yang sedang berjaga ujarnya:

"Kau pergilah tidur sebentar, tapi jangan mengganggu budak itu"

Hong Mong Ling segera menyahut dan bangkit kembali ke dalam gua.

Si setan pengecut itu segera duduk di depan pintu gua, dia melihat pintu gua dimana Ti Then tidur tertutup sama kali oleh tubuh kudanya tidak tertahan, teriaknya: "Hei Ti Then kamu sudah tidur ?"

"Sudah hampir tidur, ada urusan apa?"

"Cepat singkirkan kuda itu ke samping, kalau tidak bagaimana aku bisa mengawasi kamu"

"Pokoknya asal aku keluar gua tidak akan lolos dari sepasang matamu, buat apa kau kuatir??"

Setan pengecut menjadi sangat gusar, bentaknya:

"Aku suruh singkirkan yaah singkirkan, jangan banyak bantah lagi.."

"Aku hanya bisa suruh dia rebah saja karena aku mau gunakan dia sebagai penahan angin" Berbicara sampai di sini dia menepuk-nepuk paha kudanya, ujarnya:

"Ang san khek .. . kau rebahlah. Setan pengecut itu tidak bisa lihat aku hatinya tidak tenang."

Kuda yang bernama Ang San Khek itu ternyata menurut, dengan perlahan-lahan merebahkan dirinya.

Begitu kuda itu merebahkan diri dengan cepat Ti Then meminyam kesempatan itu berguling ke samping kudanya, dan bersembunyi di bawah perutnya, ujarnya dengan keras: "Demikian bisa melihat tidak?"

Di dalam beberapa saat ini hatinya betul-betul merasa sangat tegang, dia takut pihak lawannya mengetahui kalau orang yang tidur terlentang di depan goa adalah manusia palsu, jika hal ini sampai diketahui maka tidak akan ada cara lagi untuk meninggalkan gua itu secara diam-diam.

Tetapi setan pengecut itu agaknya tidak kelihatan, sambil mendengus dingin ujarnya: "Yang ini masih boleh juga"

Diam-diam Ti Then menghembuskan napas lega, ujarnya lagi dengan keras: "Aku mau tidur, kau jangan banyak berbicara lagi."

"Kau tidurlah"

Ti Then segera bersembunyi di bawah perut kudanya tanpa berani berkutik lagi, kurang lebih setengah jam kemudian barulah dia menepuk tubuh kudanya dengan perlahan, ujarnya dengan nada yang sangat rendah:

"Ang san Khek. ayoh berdiri dan bawa aku ke sana. . di belakang batu-batu cadas itu."

Kuda Ang san Khek ini memang merupakan seekor kuda jempolan yang tahu maksud manusia, mendengar perkataan itu ia segera bangkit berdiri.

Dengan cepat tangan kiri Ti Then memegang leher kudanya, sedang tangan kanannya mencekal kaki depan sebelah kanan dari kuda itu, seluruh tubuhnya di angkat terlentang di samping kanan kuda itu dengan demikian dari pihak si Setan pengecut itu sama sekali tidak bisa melihat gerakannya ini. ujarnya kemudian dengan perlahan. "Ayoh jalan. ."

Sambil menggoyang-goyangkan ekornya kuda itu dengan perlahan berjalan menuju belakang tumpukan batu-batu cadas yang tersebar di sana.

Saat itu si Setan pengecut yang berada di tebing sebelah sana mendadak buka mulut, teriaknya:

"Hei Ti Then, kudamu lari. "

Ti Then menjadi sangat terperanyat, tetapi tidak sampai mengucapkan sepatah kata pun. Teriak setan Pengecut itu lagi dengan keras: "Hei Ti Then, kamu dengar tidak?"

Untuk tidak menyawab tidak mungkin, terpaksa Ti Then bergumam seorang diri

"Mungkin dia mau pergi buang hajat, hei hanya seekor binatang saja kamu juga mau larang gerak-geriknya"

"Mungkin dikarenakan kudanya belum terlalu jauh meninggalkan goa sehingga si setan pengecut itu tidak sampai mendengar kalau suara Ti Then berasal dari tubuh kuda itu,

Terdengar dia mendengus dengan sangat dingin ujarnya:

"Aku tidak tega melihat kamu kehilangan seekor kuda jempolan. .

. kudamu itu memang seekor kuda yang sukar dicari" Diam-diam Ti Then merasa geli, pikirnya:

"Tidak salah, pandanganmu ternyata sangat tajam, kuda ini memang seekor kuda jempolan yang tahu perkataan manusia, dia sedang membantu aku meloloskan diri dari pengawasanmu" segera gumamnya:

"Kamu sudah mengganggu aku dua kali, jika kamu masih mengharapkan besok pagi aku tuliskan kepandaian silatku, jangan coba sadarkan aku lagi.." Setan pengecut itu tidak berani bicara lagi, segera dia tutup mulutnya rapat-rapat dan duduk tidak bergerak lagi..

Sebaliknya waktu itu kuda tersebut sudah berjalan duluan menuju ke belakang tumpukan batu-batu cadas itu Ti Then segera melepaskan tangannya dan menyatuhkan diri diantara batu-batu tersebut, ujarnya dengan perlahan: "Ang san Khek apa kamu mau buang hajat?"

Agaknya kuda itu tidak mengerti arti perkataan itu, dia tetap berdiri tidak bergerak dari tempat semula.

Ti Then segera mengulapkan tangannya, ujarnya: "Kalau begitu, pulanglah ke depan gua"

Kuda itu mengerti, dengan perlahan dia putar tubuhnya dan berjalan ke depan gua kemudian merebahkan dirinya pula seperti tadi.

Ti Then menjadi sangat girang, sesudah berdiam diri beberapa saat lamanya dan didengarnya tidak ada suara dari setan pengecut lagi barulah dengan perlahan menggerakkan tubuhnya menuju ke luar selat itu.

Batu-batu cadas yang tersebut disekitar tempat itu sukar dihitung banyaknya, dengan cepat dia berkelebat diantara batu-batu cadas dan akhirnya berhasil juga meloloskan diri dari pandangan tajam sepasang mata setan pengecut itu.

Sesudah berlari kurang lebih sepuluh kaki jauhnya dengan perlahan lahan dia menongolkan kepalanya memandang, tampak dari tempat kejauhan setan pengecut itu masih tetap duduk di atas batu cadas yang menongol keluar itu, hal ini membuktikan kalau dia tidak tahu kalau dirinya sudah meloloskan diri, dalam hati tidak terasa menjadi sangat girang sekali, dengan cepat dia berlari menuju keluar selat sempit itu.

Dia mengambil ke keputusan untuk mendaki tebing lembah itu terlebih dulu, kemudian berputar ke punggung gunung, dari sana barulah mencari mulut gua di belakang gua dimana Wi Lian In dikurung.

Dia memilih sebuah tebing yang penuh ditunbuhi oleh rumput- rumput panjang sehingga bisa digunakan untuk badannya, tidak sampai seperminum teh lamanya dia sudah mencapai puncak dari tebing tersebut.

Dengan segera dia menengok ke bawah, terlihatlah pohon-pohon yang rindang dan lebat tumbuh dengan suburnya pada punggung bukit tersebut saking banyaknya sukar sekali untuk dilihat apakah ditempat itu terdapat sebuah pintu gua yang merupakan belakang dari gua dimana Wi Lian In tertawan atau tidak.

Tetapi dalam hatinya dia punya dugaan yang sangat kuat kalau pintu gua tersebut tentu terletak pada punggung bukit itu karenanya dengan perasaan hati yang mantap dia berjalan menuju ke sana.

Sesampainya dikaki bukit, dia mulai berjalan dan memeriksa dengan sangat teliti, kurang lebih sesudah berjalan ratusan tindak tidak salah lagi, sebuah gua muncul di hadapannya.

Keadaan dari gua itu begitu tertutupnya bahkan diluar pintu gua penuh tumbuh rotan dengan lebatnya, jika bukan orang yang punya maksud mencari agaknya akan sukar untuk menemukannya .

Dengan sangat berhati hati sekali Ti Then menyingkirkan tumbuhan rotan di depan gua itu, terlihatlah keadaan dalam gua itu sangat gelap sekali bahkan boleh dikata tidak terlihat sesuatu apa pun, sesudah di dengarnya dengan penuh perhatian beberapa saat lamanya tetap saja tidak terdengar suara sedikit pun, barulah dengan melintangkan pedangnya di depan dada dia mulai menerobos masuk ke dalam gua tersebut, dalam hati pikirnya.

Jarak selat sebelah sana sampai di sini kurang lebih ada lima puluh kaki jauhnya,bilamana Hong Mong Ling serta Wi Lian In berada di sebelah sana sudah tentu gerakan-gerakan di sini tidak akan sampai didengar oleh mereka.." Dengan menggunakan pedangnya sebagai pencari jalan, dengan entengnya dia berjalan masuk ke dalam gua itu, tubuhnya ditempelkan pada dinding gua sedang langkahnya pun setindak demi setindak maju ke depan, agaknya dia takut sampai kedengaran suaranya. Keadaan gua itu berliku-liku, sesudah berjalan masuk kurang lebih dua puluh kaki jauhnya, masih belum juga terdengar suara sedikit pun.

"Ehmm. . benar. . mungkin Hong Mong Ling serta Wi Lian In sudah tertidur sehingga tidak kedengaran sedikit pun suara mereka.

. Eh eh. . . kenapa tidak ada jalan lagil?.

Baru saja dag berpikir demikian, pedang panjangnya secara mendadak terbentur pada sebuah dinding gua, dengan cepat dia maju ke depan untuk melihat, saat itulah dia baru mengetahui kalau jalanan gua itu sudah tertutup oleh beberapa buah batu cadas yang besar, dalam hati tidak terasa menjadi sangat heran, pikirnya.

Aneh. .jika gua ini merupakan gua tempat persembunyian mereka, kenapa ditutup dengan batu cadas ? apa mungkin aku sudah salah mencari?.

Pada saat .pikirannya sedang berputar itu dengan cepat diambilnya korek api dari menyulutnya, terlihatlah batu yang menyumbat gua itu kurang lebih terdapat empat buah yang masing- masing seberat lima ratus kati. Tiga buah berada di bawah dan satu berada ditengahnya, dengan demikian persis menyumbat seluruh jalan gua itu.

Ketika dilihatnya lebih teliti lagi, dengan jelas segera terlihat perbedaannya, warna empat buah batu cadas itu sama sekali berbeda dengan batu-batu pada dinding gua itu, hal ini memperlihatkan kalau benda itu dipindah ke sana belum lama.

Dengan cepat Ti Then mematikan obornya, karena dia tahu gua yang dicari sama sekali tidak salah, pihak lawan memindahkan empat buah batu itu untuk menyumbat gua, mungkin digunakan sebagai persiapan menghadang penyerbuan musuh. Dengan perlahan-lahan, dia meletakkan pedang panjangnya ke samping, kemudian dengan menggunakan sepasang tangannya dia mengangkat sebuah batu dan dan diletakkan ke samping.

Ketika menengok ke arah sana terlihatlah gua itu pun dalam keadaan gelap gulita.

Dia mengambil kembali pedang panjangnya dan merubuhkan ketiga buah batu lainnya kemudian baru berjalan menuju ke arah gua itu, langkahnya sangat hati hati, sedikit pun tidak menimbulkan suara, karena dia tahu jarak aja dengan selat sebelah sana sudah tidak jauh lagi.

Sesudah berjalan lagi lima belas kaki jauhnya, dari lorong gua sebelah depan muncullah sinar lampu yang remang-remang.

Dia menduga jaraknya dengan tempat dimana Hong Mong Ling serta Wi Lian In berada sudah tidak jauh lagi karenanya langkah kakinya semakin hati-hati lagi, setindak demi setindak dia berjalalan ke depan.

Sesudah berjalan delapan sembilan kaki lagi, di depan matanya terbentanglah sebuah ruangan goa yang sangat luas.

Ditengah ruangan goa itu tersulut sebuah lamcu minyak yang menerangi seluruh ruangan tersebut. sinaga mega Hong Mong Ling duduk bersandar pada sebuah batu cadas. saat itu matanya dipejamkan rapat-rapat, agaknya sedang tertidur, di hadapannya terlentanglah tubuh Wi Lian In. sepasang tangannya diikat kencang- kencang, tubuhnya berbaring menghadap kearah dinding, agaknya dia pun sudah tertidur.

Baru saja Ti Then mau melakukan suatu gerakan, mendadak terdengar si setan pengecut sudah berteriak dari luar goa.. "Mong Ling. ."

Dengan cepat Hong Mong Ling meloncat bangun, sahutnya: "Sudah datang. ."

Dengan cepat dia berlari keluar goa. "Coba kamu lihat. ."

" Lihat apa ?? tanya Hong Mong Ling melengak.

"Kamu lihat, bangsat cilik itu berbaring di dalam goa tanpa bergerak sejak tadi."

"Mungkin dia sudah tertidur."

"Tidak mungkin. " ujar setan pengecut itu... "Di dalam situasi seperti ini dia tidak mungkin bisa tidur, tetapi dia sedikit pun tidak bergerak sejak tadi, aku lihat keadaannya sedikit mencurigakan, coba kamu pergi lihat."

"Baiklah. ."

"Jika betul betul dia tertidur kamu tidak usah bangunkan dia, sifat bangsat cilik itu sangat keras jika sampai membuat dia jengkel tidak ada kebaikannya bagi kita."

"Baiklah. ."

Kedua orang itu sesudah berbicara sampai di sini segera berhenti, keadaannya pun menjadi tenang kembali mungkin Hong Mong Ling sudah meloncat turun dari tebing itu.

Ti Then yang melihat ada kesempatan bagus tidak mau menyia- nyiakan begitu saja, dengan cepat dia meloncat ke samping tubuh Wi Lian In karena dia tidak tahu kalau jalan darah gagu dari Wi Lian In sudah tertotok maka begitu sampai di samping tubuhnya dengan cepat menutupi mulutnya.

Wi Lian In yang mulutnya ditutupi menjadi sangat terkejut dan sadar kembali dari pulasnya, tetapi begitu dilihatnya Ti Then sudah berdiri di hadapannya tidak tertahan pada air mukanya muncul perasaan terkejut bercampur girang.

Sesudah memberi tanda kepadanya untuk tidak bicara, barulah Ti Then melepaskan tangannya kemudian menggendong tubuhnya mengundurkan diri dari gua itu. Sesudah melepaskan tali pengikat tubuhnya barulah ujarnya dengan menggunakan ilmu hanya menyampaikan suara. "Nona Wi kamu sudah bisa bergerak"

Wi Lian In mengangguk.

Setelah itu barulah Ti Then meletakkan tubuhnya ke atas tanah, ujarnya lagi:

"Kau boleh cepat mengundurkan diri ke dalam goa, biar aku yang menghadapi setan pengecut itu."

Sehabis berkata dia putar tubuhnya siap meninggalkan tempat itu. Dengan cepat Wi Lian In menarik tangannya, ujarnya dengan perlahan: "sedikit berhati hati, kepandaian dari setan pengecut itu sangat tinggi." Ti Then hanya mengangguk dan melanjutkan perjalanannya ke depan.

Sesudah melewati ruangan goa itu sampailah dia di depan pintu goa, saat itu si setan pengecut itu sedang duduk bersila di depan sana dengan tenangnya.

Jarak dari Ti Then serta si setan pengecut itu tidak lebih hanya tinggal dua kaki saja.

Agaknya seluruh perhatian dari setan pengecut itu sedang dipusatkan pada seluruh gerak-gerik Hong Mong Ling, karenanya sama sekali dia tidak merasa kalau Ti Then sudah muncul dibela kang tubuhnya.

Sesampainya jarak kurang lebih lima depa dari belakang tubuhnya barulah Ti Then menghentikan langkahnya, dia berdiri tegak tidak bergerak sediki pun juga. saat ini asalkan dia melancarkan satu serangan saja dengan telak akan mencabut nyawa setan pengecut itu, tetapi dia tidak mau berbuat demikian dia tidak mau membokong orang lain dari belakangnya.

Baru saja dia mau buka mulut memanggil kemudian turun tangan, mendadak terdengar Hong Mong Ling yang berada di bawah tebing sedang berteriak dengan keras. "Suhu. . . celaka. ." Tubuh setan pengecut itu menjadi tergetar dengan sangat keras, tetapi tubuhnya masih tetap duduk tidak bergerak di atas tanah, tanyanya dengan berat. "Ada apa?"

"Dia sudah melarikan diri. ..." teriak Hong Mong Ling sambil menjerit kaget.

"Apa?" teriak setan pengecut itu sambil meloncat bangun. "Siapa yang berbaring di dalam gua itu? Apa bukan dia yang berada di sana?"

"Bukan. ." teriak Hong Mong Ling lagi dengan keras. "Di sana hanya terdapat sebuah selimut yang membungkus beberapa barang sehingga bentuknya seperti orang"

"Kalau begitu orangnya tidak berada di dalam gua?" ujar setan pengecut itu dengan perasaan sangat terperanyat.

"Tidak ada."

"Kalau . . . kalau begitu dia sudah lari?"

"Tidak salah . . aku memang sudah berada di sini." ujar Ti Then dengan dinginnya.

Begitu setan pengecut itu mendengar suara Ti Then muncul secara mendadak dari belakang tubuhnya tidak tertahan lagi seluruh tububnya tergetar dengan sangat keras, mendadak dia putar tubuh bertekuk lutut siap mencabut pedangnya yang tergantung pada pinggangnya. . .

Tetapi baru saja tangannya berada beberapa cun dari sarungnya sebuah sinar pedang dengan kecepatan yang luar biasa sudah berkelebat melalui atas kepalanya. "Aduh"

Setan pensecut itu menjerit aneh, tubuhnya dengan cepat jumpalitan ditengah udara kemudian dengan cepatnya melayang ke dalam lembah.

Sekerat kain hitam serta seutas rambut kepala beserta kulitnya sudah terpapas dan melayang jatuh dari tengah udara. Kulit kepala itu tidak lebih sebesar telapak tangan anak kecil.

Dengan cepat Ti Then mengikuti dari belakangnya, sambil tertawa keras ujarnya.

"Jangan lari. Hey setan pengecut aku mau coba-coba minta pelajaran ilmu silatmu"

Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya tubuh setan pengecat itu dengan cepat berlari menuju ketengah batu-batu cadas yang berserakan itu, dari sana kemudian meloncat dan melayang lagi ke luar lembah dengan sangat cepatnya.

Ketika Ti Then sampai di dalam lembah dengan cepat sinar matanya berkelebat memandang sekeliling tempat itu, saat itu bayangan tubuh dari Hong Mong Ling sudah lenyap. dengan cepat tubuhnya melayang mengejar kearah setan pengecut itu, teriaknya lagi: "Hei setan pengecut, jangan lari. . mari kita coba-coba kepandaian masing-masing..."

Setan pengecut itu tetap tidak ambil perduli, dengan sipat kuping dia melarikan diri dengan terbirit birit, hanya di dalam sekejap mata saja sudah melenyapkan diri di balik pepohonan yang tumbuh sangat lebat itu.

Begitu Ti Then melihat rimba yang sangat lebat itu segera tahu untuk mengejar setan pengecut itu bukan merupakan urusan yang mudah, karenanya dia tidak melanjutkan pengejarannya melainkan balikkan tubuh mencari jejak Hong Mong Ling.

-ooo0dw0ooo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar