Pendekar Patung Emas Jilid 06

 
Jilid 06

“Tia,” ujar Wi Lian In perlahan” kita cari satu tempat yang sunyi saja”

“Ehmmm…benar..” sahut Wi Ci To sambil mengangguk, “Diujung jalan ini ada sebuah rumah gubuk yang tidak ditinggali lagi, kita ke sana saja”

Sehabis berkata, dengan mengapit tubuh Cang Bun Piauw dia berjalan terlebih dulu ke depan.

Dalam sekejap saja mereka sudah berada di dalam rumah gubuk itu, dengan perlahan Wi Ci To meletakkan tubuh Cang Bun Piauw di atas tanah, sedang Wi Lian In dengan cepat mencabut keluar pedang panjangnya yang dituding ke depan leher Cang Bun Piauw, dengan wajah yang dingin kaku ujarnya:

“Sesudah aku bebaskan jalan darah bisumu bilamana kamu orang berani teriak jangan salahkan pedangku akan menembus tenggorokanmu!”

Saking terperanyatnya air muka Cang Bun Piauw sudah berubah pucat pasi, matanya dikedip-kedipkan seolah-olah minta am pun tetapi seperti juga sudah menyerah kepada mereka.

Setelah itu barulah Wi Lian In bebaskan jalan darah bisunya, dengan menempelkan ujung pedang di atas leher ujarnya dengan dingin:

“Kamu boleh pilih mau mati atau hidup?” “Mau hidup..mau hidup..Nona Wi, am punilah nyawaku..am puni hamba..hamba belum pernah menyalahkanmu!”

“Bilamana kamu ingin hidup, jawab seluruh pertanyaanku dengan sejujurnya?”

“Baik..baik..! silahkan nona Wi mulai bertanya, asal hambamu tahu tentu akan kuberi jawaban yang sesungguhnya, hanya hamba mohon nona Wi jangan membunuh aku”

“Baik, cepat ceriterakan satu kali lagi peristiwa malam itu!”

Cang Bun Piauw menelan ludah, dalam hati dia tahu kalau cerita karangan Hong Mong Ling malam itu sudah diketahui kebohongannya oleh nona ini, karena itulah sekarang dia tidak berani bohong lagi, ujarnya:

“Baik…begini…begini, maghrib itu Hong Mong Ling heng datang ke kota dan bertemu dengan hamba ditengah jalan, lalu dia mengundang hamba untuk minum arak dikedai arak sesudah dari sana dia mengundang lagi hamba pergi ke sarang pelacur Touw Hoa Yuan untuk mencari kesenangan dengan Liuw Su Cen, hamba tidak enak untuk menampik, terpaksa ikut dengan dia ke sana”

“Kalian sudah bersahabat berapa lama?” kata Wi Lian In. “Kurang lebih dua tiga tahunan”

“Setiap kalian bertemu tentu pergi ke sarang pelacur Touw Hoa Yuan mencari Liuw Su Cen?”

“Be..benar..”

“Siapa yang mengajak untuk pertama kalinya?”

“Tentang hal ini..” sahut Cang Bun Piauw sambil melirik kekiri kanan, “Tentang hal ini bukan dia yang mengajak aku, juga bukan aku yang mengajak dia, kita berkenalan di dalam sarang pelacur Touw Hoa Yuan itu”

“Bagus, lanjutkan!” Cang Bun Piauw menghembuskan napas panjang, sesudah berhenti sebentar sambungnya lagi:

“Mong Ling heng hanya senang dengan Liuw Su Cen seorang, maka setiap kali hanya mengundang satu orang saja, malam itu kita pergi lagi kesarang pelacur Touw Hoa Yuan tetapi waktu itu Liuw Su Cen tidak keluar menyambut kita karena sedang menemani tamu lain. Mong Ling heng tidak bisa menahan sabar lagi maka diperintahnya Ku Ie untuk panggil dia keluar..”

“Siapa Ku Ie itu?”

“Germo dari sarang pelacur Touw Hoa Yuan itu” “Hemm..lalu Liuw Su Cen itu tidak keluar?”

“Benar !” sahut Cang Bun Piauw sambil menundukkan kepalanya rendah-rendah, “Sebab itulah Mong Ling heng sudah menghamburkan banyak uang untuk tubuhnya itu”

“Hemm..lanjutkan!”

“Waktu itu hamba menasehati dia jangan berlalu gegabah, tamu dari nona Liuw itu tentu seorang yang punya nama terkenal sehingga dia tidak berani keluar menyambut kita, lebih baik lain kali saja datang lagi, tetapi Mong Ling heng tidak mau dengar perkataanku dan berjalan ke depan kamar nona Liuw itu untuk mencari tahu siapa tamunya, saat itulah dari dalam kamar terdengar suara pertanyaan dari tamu itu kepada Ku Ie: “Siapa orang itu?” yang dijawab oleh Ku Ie: “Seorang pendekar pedang dari benteng Pek Kiam Po yang bernama In Tiong Liong Hong Mong Ling.” Mendengar perkataan itu tamu tersebut tertawa dingin ujarnya : “Hemmm..aku kira orang terkenal macam apa tidak tahunya seorang kuli silat kasaran.” Mendengar perkataan itu Mong Ling heng menjadi sangat gusar, sambil menerjang masuk ujarnya: “Tidak salah, cayhe memang seorang kuli silat kasaran, tetapi kawan kamu harus tahu di dalam dunia ini hanya kuli silat kasaran yang bisa memaksa orang berlutut sambil menyumpahi bapak ibunya sendiri..” “Siapa orang itu?”

“Eh..Nona Wi belum tahu siapa dia?” “Cepat katakan !”

“Waktu itu..” sambung Cang Bun Piauw, “Sesudah orang itu mendengar perkataan Mong Ling heng, balas mengejek juga, “Cecunguk mana berani mengganggu kesenangan kongcu-mu, hemmm..agaknya sudah bosan hidup?” Ku Ie menjadi gugup dia bilang sama Mong Ling heng kalau orang itu adalah putra dari menteri Lu Ko Sian, ketika Mong Ling heng dengar orang itu adalah kongcu suka pelesiran yang sangat terkenal hatinya semakin gemas lalu bentaknya kepada Lu kongcu itu untuk berlutut di hadapannya, Lu kongcu tidak gubris omongannya Mong Ling heng segera maju menyerang, siapa tahu Lu kongcu memiliki kepandaian silat yang sangat lihay, dia tetap duduk sebaliknya tangannya mencengkeram tangan kanan Mong Ling heng dan melempar tubuhnya hingga terjungkir balik, sesudah itu lehernya dihajar satu kali membuat Mong Ling heng dengan demikian jatuh tak sadarkan diri”

“Kemudian kamu juga dipukul rubuh oleh Lu kongcu itu?

“Benar” sahutnya sambil menundukkan kepala, “Ketika sadar kembali kami sudah berada di dalam benteng.”

“Kalian curiga kalau Lu kongcu itu adalah pendekar baju hitam Ti Then yang menolong kalian kembali ke dalam Benteng malam itu? Kenapa?”

“Karena wajah dari pendekar baju hitam Ti Then mirip dengan Lu kongcu hanya saja pakaiannnya tidak sama”

“Hemm..” dengus Wi LIan In dengan dingin, “Kenapa malam itu kalian bilang sudah bertemu dengan seorang berkerudung?”

“Ini…ini..sudah tentu dikarenakan Mong Ling heng takut nona tahu dia cari kesenangan di sarang pelacur Toauw Hoa Yuan”

Wi Lian In memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung, kepada ayahnya Wi Ci To, ujarnya: “Tia, mari kita pulang”

Sikap Wi Ci To kelihatan sedikit semangat, sinar matanya dengan tajam memperhatikan Cang Bun Piauw, kemudian tanyanya dengan keren:

“Kamu orang berani pastikan Lu kongcu itu adalah pendekar baju hitam Ti Then?”

Cang Bun Piauw ragu-ragu sejenak, tapi sahutnya juga: “Wajahnya boleh dikata mirip sekali, hanya saja….yang satu

memakai pakaian bagus sedang yang lain memakai pakaian yang compang-camping”

“Hemm..sekarang kamu boleh pulang” ujar Wi Ci To sesudah termenung sejenak, “Tapi.. jangan sekali-kali menceritakan peristiwa malam ini kepada siapa pun, kalau tidak…Hmm jangan salahkan Lohu akan mencabut nyawa anyingmu”

Cang Bun Piauw menjadi sangat girang, sambil merangkak bangun sahutnya berkali-kali:

“Baik..baik..hamba akan berkata sedang punya urusan yang harus diurus, malam itu juga, tapi harap Pocu jangan membiarkan Mong Ling heng tahu kalau rahasia ini hamba yang bocorkan, kalau tidak..kalau tidak dia akan bunuh hamba”

“Pergi!” bentak Wi Lian In keras-keras.

Cang Bun Piauw tidak berani bicara lagi, dengan terbirit-birit dia melarikan diri dari dalam rumah itu.

Sesudah berdiam diri beberapa saat lamanya, tidak tertahan air matanya mengucur keluar dengan derasnya membasahi wajah Wi Lian In.

Pikiran Wi Ci To waktu itu juga sedang kacau, sesudah menghela napas panjang barulah ujarnya:

“Kamu keluar kota dulu, aku mau ke sarang pelacur Touw Hoa Yuan sebentar” Sehabis bicara tubuhnya berkelebat keluar dari rumah gubuk yang tidak ditinggalkan itu dan lenyap ditengah kegelapan.

Sesudah Wi Ci To pergi, Wi Lian In pun keluar dari rumah gubuk dan berjalan keluar pintu kota, sesampainya di bawah tembok kota dengan satu kali lompatan dia berhasil keluar dari kota dan menanti di pinggiran jalan.

Kurang lebih setengah jam kemudian barulah kelihatan Wi Ci To berlari mendatang.

Dengan cepat Wi Lian In bangkit berdiri, tanyanya: “Bagaimana?”

“Heeiii..” sahut Wi Ci To dengan wajah sangat serius, “Keadaannya mirip sekali dengan apa yang diceritakan Cang Bun Piauw, hanya ada satu hal”

“Hanya ada satu hal tentang apa?” Tanya Wi Lian In cepat. “Menurut pengakuan dari Ku Ie serta pelayan sana, Lu kongcu

sesudah memukul rubuh Mong Ling dan Cang Bun Piauw lalu

perintah itu pelayan untuk sediakan kereta, dengan dihantar Lu kongcu sendiri dia membawa kedua orang itu keluar kota dan dibuang di samping jalan”

“Hal ini membuktikan Ti Kiauwtauw bukan Lu kongcu itu?” “Benar!” sahut Wi Ci To sambil hela napas panjang dengan

langkah perlahan dia berjalan bolak-balik di sana, “Tetapi dapat juga diartikan sesudah Ti Then membuang mereka di pinggir kota lalu berganti pakaian, dengan gaya seorang miskin dia membawa mereka kembali ke dalam benteng”

“Tetapi dia punya tujuan apa dengan berbuat demikian?” “Sudah tentu mem punyai niat jelek!”

“Tetapi..” ujar Wi Lian In lagi, “Di dalam beberapa hari ini sikapnya tidak jelek, bahkan membantu Tia memukul mundur pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan..” “Hemm..hemm..” ujar Wi Ci To sambil tertawa dingin, “Seseorang dalam tindakannya untuk mencapai tujuan rencananya sudah tentu harus berusaha mendapatkan kepercayaan dulu dari orang lain”

“Tetapi kepandaian silatnya sangat tinggi, apabila punya maksud jelek terhadap Benteng kita seharusnya dengan terang-terangan turun tangan buat apa berbuat demikian”

“Itulah merupakan hal yang membingungkan ayahmu, dengan sifat serta tingkah lakunya yang sopan dan ramah ditambah dengan kepandaian silat yang berhasil dilatih saat ini tidak seharusnya menjadi seorang mata-mata yang berniat busuk..”

“Tia..” ujar Wi Lian In lagi dengan perlahan, “Kemarin sore Mong Ling ajak dia bermain ke sumber air Sembilan naga, karena putrimu merasa Mong Ling pernah berbuat jahat terhadapnya, maka sengaja secara diam-diam menguntit akhirnya di sumber air sana aku berhasil mendengar perkataan mereka berdua”

“Mereka bicarakan soal apa?”

“Mong Ling di hadapannya menuding dia sebagai Lu kongcu dan Tanya apa maksud kedatangannya, tetapi dia seperti tidak paham persoalan apa yang sedang dibicarakan akhirnya Mong Ling menceritakan kembali peristiwa yang terjadi di sarang pelacur Touw Hoa Yuan itu, begitu dengar persoalan ini dia mengusulkan untuk melaporkan urusan ini kepada Tia dan minta kirim orang untuk menyelidiki urusan ini, sebaliknya Mong Ling menjadi gugup dibuatnya dan mohon dia jangan membocorkan rahasia ini, semula dia tidak menyetujui sikapnya ini akhirnya sesudah Mong Ling bersumpah untuk tidak menuduh dia sebagai Lu kongcu lagi barulah dia menyanggupi untuk menyimpan rahasia ini”

“Telur busuk, anying busuk, sungguh tidak bersemangat anying itu!”

“Tia, aku tidak mau dijodohkan dengan dia, Tia, kamu tega melihat putrimu dikawinkan dengan seorang manusia rendah”

“Hei..tentang urusan ini biarlah ayahmu pikir-pikir dulu” “Tapi Tia..” seru Wi Lian In setengah merandek, “Apanya yang mau dipikirkan lagi?”

“Heii..bukannya begitu” sahut Wi Ci To dengan sedih, “Banyak kawan-kawan kita sudah tahu kalau kamu telah dijodohkan dengan dia, kini mendadak membatalkan perkawinan ini, kiranya..”

“Aku tidak mau tahu aku tidak mau kawin dengan dia, sekali pun mati aku juga tidak mau dijodohkan dengan dia!”

“Baik..baiklah..di luaran dia mengadakan hubungan dengan manusia tidak genah ditambah lagi secara diam-diam mencari hiburan disarang pelacur hal ini sudah melanggar peraturan benteng kita dan cukup untuk mengusir dia dari dalam perguruan”

“Kalau begitu besok pagi-pagi suruh dia menggelinding dari dalam benteng”

“Baiklah” sahut Wi Ci To sambil menghela napas panjang, “Tetapi selain dalam hidupnya dia kurang genah agaknya tidak ada kejahatan lain yang diperbuat, apa kamu bersikap begitu galaknya terhadap dia”

“Asalkan dia kembalikan tanda mataku dan menggelinding pergi dari Benteng Pek Kiam Po untuk selamanya itu sudah cukup”

“Heeii..” ujar Wi Ci To sambil menghela napas panjang lagi, “Sifatnya sangat bagus, bakatnya pun terpilih, tidak disangka gemar melakukan pekerjaan rendah seperti itu. Heeiii…sungguh mengecewakan, sungguh mengecewakan..”

“Tia…bagaimana dengan Ti Kiauwtauw?” “Kau bilang bagaimana baiknya?”

“Putrimu tidak berani bilang dia bukan Lu kongcu, tetapi dalam hati aku merasa dia bukanlah seorang manusia licik”

“Hati manusia siapa yang bisa menduga, contohnya saja Hong Mong Ling, apa kamu anggap dia seorang jahat? Siapa tahu..hee..” “Perkataan Tia sedikit pun tidak salah, kalau begitu usir saja sekalian dari dalam Benteng”

“Tidak bisa” sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya, “Tidak bisa usir dia keluar “

“Kenapa?”

“Baru saja ayahmu mengangkat dia sebagai Kiauwtauw, kemarin hari dia pun sudah bantu aku memukul mundur musuh tangguh, apalagi kita pun tidak punya bukti yang cukup untuk membuktikan dia adalah Lu kongcu, bilamana secara mendadak kita usir saja dia, berita ini jika sempat tersiar di Bu-lim harus dibuang kemana wajah ayahmu ini?”

“Tetapi..tetapi bila dia punya niat jahat bukan hanya mendatangkan kerepotan saja?”

“Tidak mengapa” sahut Wi Ci To sambil menundukkan kepalanya pelan-pelan: “Aku sudah tugaskan beberapa orang unuk mengawasi seluruh gerak-geriknya siang dan malam, sedikit saja dia ada gerakan tidak akan lolos dari pengawasan kita”

“Tetapi Tia..selalu tugaskan orang mengawasi dia juga bukan cara yang tepat”

“Sesudah lewat satu bulan bilamana dia tetap tiada gerakan yang mencurigakan hal ini membuktikan dia tidak punya niat jahat terhadap Benteng kita, sampai saat itu kita pun tidak usah mengawasi gerakannya lagi”

Wi Lian In berdiam beberapa saat lamanya, kemudian sambil memandang Wi Ci To tanyanya lagi:

“Jika dia bukan Lu kongcu, lalu siapakah Lu kongcu itu?”

“Di kota Go-bi sering bermunculan jago-jago berkepandaian tinggi dari Bu-lim, tentang hal ini tentu kamu tahu bukan?”

“Tetapi Tia..usia dari Lu kongcu itu paling tidak belum mencapai tiga puluh tahunan, di dalam satu gerakan saja dia berhasil menguasai Mong Ling, kepandaian setinggi ini agaknya belum pernah terdengar di dalam Bu-lim”

“Jika dia bukan Ti Then, maka menurut dugaanku kepandaian silatnya hanya sedikit di atas Mong Ling”

“Tetapi Tia..” bantah Wi Lian In lagi, “Hanya di dalam satu gebrakan saja dia berhasil menguasai Mong Ling”

“Hal ini karena Mong Ling tidak tahu kalau orang itu memiliki kepandaian silat sehingga waktu turun tangan terlalu gegabah, peristiwa semacam ini sering juga terjadi di dalam Bu-lim”

Wi Ci To ayah beranak sambil berkata, melanjutkan perjalanan, sesaat menjelang fajar menyingsing mereka sudah tiba di dalam Benteng Pek Kiam Po.

Hari sesudah terang.

Dengan langkah yang mantap serta air muka yang keren Wi Ci To berjalan menuju ke kamar Hong Mong Ling, baru saja bangun dari tidurnya begitu melihat suhunya dengan wajah gusar berjalan memasuki kamarnya, dalam hati merasa sangat terkejut, dengan cepat dia bangkit untuk memberi hormat sambil ujarnya:

“Suhu, selamat pagi..”

Wi Ci To tetap membungkam, sesudah menutup pintu kamar ujarnya dengan dingin:

“Mong Ling, ceritakan sekali lagi peristiwa malam itu di dalam kota Go-bi”

Mendengar perkataan itu Hong Mong Ling segera sadar kalau urusan sudah runyam, sambil menundukkan kepala:

“Muridmu harus binasa, harap suhu mau mengam puni dosaku”

Dengan pandangan berapi-api Wi Ci To memandang tajam wajahnya kemudian dengan keren ujarnya:

“Suhumu selalu menganggap sifatmu paling baik, paling sopan sehingga dengan begitu aku menjodohkan putriku kepadamu, siapa tahu kiranya kamu merupakan seorang manusia rendah yang tidak tahu malu”

Air mata mengucur keluar dengan derasnya, membasahi wajah Hong Mong Ling, dengan setengah merengek ujarnya:

“Karena berkenalan dengan kawan tidak genah membuat tecu melakukan pekerjaan yang tidak senonoh, mohon suhu mau am puni kesalahan tecu sekali lagi”

“Hemmm…sudah berapa lama kenal dengan orang itu?” “Baru…baru, satu, satu hari”

“Apa? satu hari..?” potong Wi Ci To dengan sangat gusar, “Kamu sudah berkenalan selama dua tiga tahun lamanya, kau sudah menipu suhumu, sudah menipu In-ji”

Tubuh Hong Mong Ling semakin gemetar, sambil menyatuhkan diri berlutut di tanah ujarnya:

“Tecu sumpah akan mengubah sifatku yang buruk ini, harap suhu mau mengam puni dosaku ini”

“Hemm…hmm..hemm, sayang sudah terlambat”

Mendadak tubuh Hong Mong Ling tergetar dengan kerasnya sambil angkat kepala ujarnya : “Suhu bilang..”

“Peraturan perguruan yang lohu susun selamanya dipegang teguh selamanya tidak mengijinkan seorang manusia gemar pipi licin bercampur di dalam benteng ini, semakin tidak mengijinkan putriku dijodohkan dengan seorang manusia gemar pelesiran, cepat serahkan tanda mata dari In-ji!”

Berkata sampai di sini dia mengambil sebuah mainan yang terbuat dari pualam dari dalam saku yang kemudian dibuang ke hadapan Hong Mong Ling, ujarnya lagi:

“Tanda mata yang kamu berikan pada putriku boleh diterima kembali” Air muka Hong Mong Ling berubah hebat, dengan gemetar ujarnya:

“Suhu, kamu…kamu tidak mau memaafkan tecu untuk terakhir kalinya?”

“Hemmm..hemm..walau pun lohu mau memaafkan kau juga tidak akan menjodohkan putriku kepadamu” sahut Wi Ci To dengan wajah semakin dingin.

“Kalau begitu dapatkah tecu menemui sumoay untuk terakhir kalinya?”

“Dia sudah bersumpah tidak akan menemui kamu orang barang sekejap pun”

Kepala Hong Mong Ling ditundukkan semakin rendah, dengan setengah berbisik ujarnya :

“Urusan ini tentu Ti-kiauwtauw yang menceritakan kepada suhu, bukan?”

-oooOOooo- 10

“Bukan” ujar Wi Ci To dengan dingin, “Urusan ini didengar In-ji dengan mata kepala sendiri, kemarin secara diam-diam dia menguntit kalian pergi ke sumber air Sembilan naga..sudah cukup, cepat kau kembalikan tanda mata putriku!”

Hong Mong Ling masih tetap berlutut di tanah, ujarnya lagi: “Kalau begitu tecu masih ada satu rahasia yang hendak

dilaporkan kepada suhu, Ti Kiauwtauw itu adalah…”

“Tidak usah banyak omong lagi” potong Wi Ci To sambil mengulap tangannya, “Dia benar atau tidak Lu kongcu yang kau telah temui berada di dalam sarang pelacuran Touw Hoa Yuan aku bisa menyelidiki sendiri, urusan ini tidak ada hubungannya dengan kamu orang”  “Dia benar adalah Lu kongcu, tecu berani memastikan dengan jaminan nyawaku”

“Hemm, hemm..” potong Wi Ci To lagi dengan sangat gusar hingga wajahnya berubah merah padam, “Kalau memangnya dia adalah Lu kongcu kenapa sampai sekarang kamu masih tetap merahasiakan? Demi keselamatan dan keuntungan sendiri kamu tidak memperdulikan keselamatan dari seluruh benteng, kamu orang terhitung manusia macam apa?”

Hong Mong Ling yang disemprot dengan kata-kata tajam ini tidak bisa banyak bicara lagi, dengan wajah yang sudah berubah merah padam dengan perlahan dia bangkit berdiri membuka sebuah lemari pakaian. Dari sana dia mengambil keluar sebuah tusuk konde dan diangsurkan ke tangan Wi Ci To, ujarnya sambil melelehkan air mata:

“Tanda mata dari sumoay harap suhu menerima kembali”

Wi Ci To menerima tusuk konde dan memasukkan ke dalam saku, ujarnya:

“Masih ada. Lohu harus mengumumkan pembatalan perkawinanmu dengan In-ji di hadapan seluruh murid dari Benteng Pek Kiam Po, biar mereka jadi tahu jelas sebab-sebab pembatalan perkawinan ini. Aku kira hal ini tentu memberatkan dirimu bukan? Tetapi demi nama baik serta pengertian dari semua orang, lohu terpaksa harus melakukan hal ini juga”

“Suhu..” seru Hong Mong Ling sambil melelehkan air mata, “Kamu orang tua juga akan mengumumkan pemecatan tecu dari perguruan dan mengusir tecu dari Benteng?”

“Dosamu tidak sampai begitu berat, tetapi lebih baik untuk sementara kau jalan-jalan diluar Benteng, sesudah perasaan gusar dari In-ji mereda kamu baru kembali lagi”

Hong Mong Ling mengangguk, sedang air matanya jatuh berlinang semakin deras. “Ayoh jalan, semua pendekar pedang dari benteng kita sudah menanti kedatanganmu di lapangan latihan silat”

Ketika mereka berdua sampai di lapangan latihan silat, terlihatlah seluruh pendekar pedang dari benteng Pek Kiam Po sudah berdiri sejajar dengan rapinya di depan mimbar.

Semua orang tidak ada yang tahu Pocu mereka akan berbuat apa, hanya Ti Then seorang begitu melihat sikap serta air muka Hong Mong Ling yang sedih segera dapat menebak peristiwa apa yang hendak terjadi, dia sudah menganggap Wi Ci To adalah Majikan Patung Emas kini membawa Hong Mong Ling ke tengah lapangan sudah tentu akan mengumumkan pembatalan perkawinan antara Hong Mong Ling dengan putrinya, dalam hati diam-diam merasa sedih pikirnya:

“Heeii..semuanya ini karena kamu cari penyakit sendiri, dengan usiamu yang masih sangat muda sudah menduduki sebagai pendekar pedang merah dari Benteng Seratus Pedang, dijodohkan pula dengan putri dari Wi Ci To tetapi karena masih tidak puas, masih merasa kurang sehingga mencari senang dengan kaum pelacur kelas rendahan, kini sesudah terjadi peristiwa yang demikian tragisnya, harus kamu salahkan siapa?”

Kini dia merupakan kepala pimpinan dari seluruh pendekar pedang di dalam benteng Pek Kiam Po ini begitu melihat Wi Ci To berjalan naik ke atas mimbar, dengan cepat ia memberi hormat mewakili seluruh pendekar pedang yang hadir.

Wi Ci To dengan cepat membalas hormat, sesudah itu barulah ujarnya:

“Murid-muridku sekalian, ini pagi lohu mau mengumumkan sebuah berita yang tidak menyenangkan, sejak hari ini juga Hong Mong Ling bukan bakal mantu lagi. Lohu sudah ambil keputusan untuk membatalkan perjodohan ini”

Begitu perkataan ini diucapkan keluar, seluruh hadirin pada menjerit kaget sehingga suasana sedikit gaduh. Ujar Wi Ci To dengan nada yang keren:

“Alasannya, kelakuan dari Hong kiam-su tidak baik, diluar berhubungan dengan manusia-manusia tidak genah, tiap hari mabok-mabokan bahkan tergila-gila dengan pelacur Liuw Su Cen dari sarang pelacur Touw Hoa Yuan”

Sesudah mendengar perkataan itu seluruh hadirin semakin kaget lagi, beberapa ratus pasang mata dengan pandangan tidak percaya pada beralih ke atas wajah Hong Mong Ling, agaknya mereka sama sekali tidak percaya kalau Mong Ling adalah manusia macam begitu.

Dengan perlahan Wi Ci To menoleh, tanyanya kepada Hong Mong Ling:

“Mong Ling, kamu mengakui tidak?”

Hong Mong Ling mengangguk dengan perlahan, sedang mulutnya masih tetap membungkam.

“Kalian tidak percaya omongan lohu ini” ujar Wi Ci To kepada seluruh hadirin, “Boleh pergi ke sarang pelacur Touw Hoa Yuan untuk mengadakan penyelidikan, setelah itu tentu kalian akan tahu perkataan lohu ini sedikit pun tidak bohong”

Dia berhenti sejenak kemudian sambungnya:

“Diantara kalian bilamana masih ada orang-orang yang gemar mabok-mabokan, gemar main perempuan, harap cepat-cepat menyesali perbuatan tersebut dan bertobat, kalau tidak, begitu lohu mengetahui akan hal ini jangan harap kalian bisa mendapat am pun, cukup sekarang boleh bubar”

Dengan menundukkan kepala Hong Mong Ling dengan cepat berlalu dari sana untuk kembali ke dalam kamarnya, sesudah menyelesaikan buntalannya dengan menahan perasaan malu dia berlalu dari Benteng Pek Kiam Po itu.

Dalam hati Ti Then merasa bahwa di hadapan Wi Ci To tentu Hong Mong Ling sudah mengungkap kalau dirinya adalah Lu kongcu, maka begitu bubaran dia langsung menuju keruangan dalam untuk bertemu dengan Wi Ci To.

Waktu itu Wi Ci To sedang berada di dalam kamar buku bersama Huang Puh Kian Pek, agaknya mereka sedang membicarakan Hong Mong Ling yang tergila-gila dengan pelacur Liuw Su Cen itu. Begitu melihat Ti Then berjalan mendatangi sambil tertawa ujarnya:

“Ti-Kiauwtauw silahkan duduk, di dalam beberapa hari ini mungkin putriku tidak akan membaik, sesudah lewat beberapa hari Lohu akan antar dia belajar silat dengan Ti Kiauwtauw”

“Tidak” ujar Ti Then sambil merangkap tangannya memberi hormat, “Boanpwe datang kemari untuk minta pamit dari pocu berdua”

Air muka Wi Ci To menjadi berubah, ujarnya dengan keren: “Minta pamit?”

“Harap Pocu mau membatalkan jabatanku sebagai ketua pimpinan ini kemudian boanpwe ini hari juga meninggalkan benteng Pek Kiam Po”

“Kenapa kamu berbuat begini?” Tanya Wi Ci To dengan penuh keheranan.

“Heeiii..untuk menghindari perasaan curiga orang lain” “Mencurigai hal apa?”

“Apa Mong Ling heng tidak menceritakan Lu kongcu yang ditemuinya di sarang pelacur Touw Hoa Yuan?”

“Ehmm..benar !”

“Karena itulah boanpwe merasa jauh lebih baik meninggalkan Benteng Pek Kiam Po ini, dengan demikian boanpwe   pun tidak perlu banyak bicara untuk berusaha menyangkal”

Dengan pandangan yang sangat tajam Wi Ci To memperhatikan wajahnya, kemudian dengan serius ujarnya: “Ti-Kiauwtauw, pernahkah kamu merasa kalau lohu menaruh perasaan curiga kepada Ti Kiauwtauw?”

“Seharusnya Pocu merasa curiga” sahutnya sambil tertawa pahit. “Menanti sesudah lohu merasa curiga terhadap tingkah laku Ti

Kiauwtauw, saat itu Ti Kiauwtauw baru pergi juga belum terlambat”

Sengaja Ti Then memperlihatkan perasaannya yang keheran- heranan, tanyanya:

“Kenapa Pocu tidak mencurigai diri boanpwe?”

“Ehmm..tentang hal ini lohu sudah punya pegangan” sahut Wi Ci To sambil memandangi wajahnya, “Lohu tahu siapa orang yang harus dicurigai dan siapa orang yang tidak patut dicurigai”

“Tetapi mungkin juga Lu kongcu itu memang boanpwe yang menyamar” ujar Ti Then sambil tertawa.

“Ti Kiauwtauw masih ada urusan lain?” “Tidak ada”

“Kalau begitu silahkan Ti Kiauwtauw pergi ke lapangan latihan silat untuk melaksanakan tugas sebagai seorang ketua pimpinan seluruh pendekar pedang dalam benteng ini”

Terpaksa Ti Then memperlihatkan sikapnya yang sungguh- sungguh, sambil merangkap tangannya memberi hormat ujarnya:

“Pocu tidak menaruh perasaan curiga terhadap diri boanpwe membuat hati boanpwe merasa sangat berterima kasih, tetapi sejak hari ini jika Pocu merasa tidak tenang harap memberi tanda kepada boanpwe, untuk menghindari perasaan curiga setiap orang boanpwe sanggup untuk meninggalkan Benteng ini setiap saat”

Sehabis berkata dia mengundurkan diri dari dalam kamar buku.

Dalam anggapannya dia sudah melakukan suatu guyon yang sangat menggelikan dengan majikan patung emas, karena itulah dengan langkah yang riang gembira dia berjalan ke lapangan latihan silat. Wi Ci To dan Huang Puh Kian Pek yang berada di dalam kamar buku sesudah menanti dia berjalan keluar barulah saling tukar pandangan. Ujar Huang Puh Kian Pek mendadak:

“Suheng, kamu sungguh-sungguh tidak merasa curiga terhadap dirinya?”

“Siapa bilang aku tidak merasa curiga? Hanya saja sebelum aku mendapatkan bukti yang sangat kuat kita tidak dapat berbuat salah dan menyakiti hatinya”

“Jika dia betul-betul adalah Lu kongcu lalu apa tujuan sebenarnya dia memasuki Benteng Pek Kiam Po ini?”

“Siapa tahu..”

“Mungkin mem punyai tujuan terhadap loteng penyimpan kitab dari suheng itu?”

Air muka Wi Ci To berubah sangat hebat, ujarnya dengan dingin: “Semoga saja bukan, kalau dia berani    punya niat terhadap

loteng   penyimpan   kitab   itu,   Hmm..hmm..lohu   tidak   akan

membiarkan dia meninggalkan Benteng ini dalam keadaan hidup”

Berbicara sampai di sini, agaknya dalam pikirannya teringat akan sesuatu sehingga sinar matanya berkelebat dengan sangat tajam, ujarnya sambil tertawa:

“Untuk menyelidiki apakah Lu kongcu itu adalah dia yang menyamar atau bukan padahal merupakan urusan yang sangat sederhana sekali”

“Mau diselidik dengan cara apa?”

“Asal pergi ke kota Tiang An dan melihat sendiri wajah dari Lu kongcu bukankah akan tahu. Jika wajahnya mirip dengan Ti Then maka hal ini membuktikan kalau Ti Then sama sekali tidak pernah berbuat jahat, jika wajah dari Lu kongcu itu sangat berlainan dari wajah Ti Then maka hal ini dapat membuktikan kalau Lu kongcu yang muncul disarang pelacur Touw Hoa Yuan adalah samara dari Ti Then” Huang Puh Kian Pek yang mendengar perkataan ini segera mengangguk, tetapi sebentar kemudian menggelengkan kepalanya kembali, ujarnya:

“Sekali pun wajah dari Lu kongcu itu berlainan dengan wajah dari Ti Then tetapi belum bisa memastikan kalau Ti Then adalah itu Lu kongcu yang muncul di dalam sarang pelacur Touw Hoa Yuan”

“Kenapa?”

“Orang lain juga bisa menyamar sebagai dia”

Dengan sangat tajam Wi Ci To memandang wajah Huang Puh Kian Pek kemudian baru ujarnya:

“Maksudmu ada orang lain yang menyamar sebagai wajah Ti Then kemudian menggunakan nama Lu kongcu?”

“Benar”

“Yang kamu maksud sengaja atau tidak sengaja?”

“Orang itu bisa mengetahui dengan jelas waktu Ti Then melewati kota ini tentu tindakannya ini mengandung maksud yang mendalam”

“Benar” ujar Wi Ci To sambil tersenyum, “Bilamanatidak sengaja, Lohu tidak akan percaya kalau di dalam dunia ini bisa terjadi urusan yang demikian bersamaan”

“Tetapi” ujar Huang Puh Kian Pek lagi, “Jika orang itu sengaja menyamar sebagai Ti Then hal ini membuktikan kalau dia mau mencelakai diri Ti Then, tindakannya ini boleh dibilang terlalu kejam bukan? Karena bilamana bukannya secara tidak sengaja In-ji menemukan perbuatan yang sangat rendah dari Mong Ling kita pun sama sekali tidak akan menduga Ti Then adalah seorang manusia yang harus dicurigai”

“Karena itulah sesudah lohu pikir bolak-balik, maka satu-satunya kesimpulan yang bisa diambil adalah Lu kongcu itu adalah hasil penyamaran dari Ti Then” “Kini suheng   punya rencana untuk kirim siapa pergi ke kota Tiang An untuk menyelidiki urusan ini?” Tanya Huang Puh Kian Pek dengan nada berat.

“Lohu akan berangkat bersama-sama dengan seorang pendekar pedang merah”

Mendengar Wi Ci To mau berangkat sendiri tidak terasa Huang Puh Kian Pek mengerutkan alisnya rapat-rapat, ujarnya:

“Pada saat seperti ini suheng meninggalkan benteng, aku kira tidak sesuai”

“Tidak mengapa” potong Wi Ci To dengan cepat, “Dengan cepat aku akan kembali, pada saat lohu tidak ada di dalam Benteng harap kau mengawasi gerak-gerik dari Ti Then dengan lebih teliti, coba kamu lihat sewaktu aku tidak berada akan melakukan pekerjaan apa?”

“Ehmm..baiklah” sahut Huang Puh Kian Pek sambil menganggukkan kepalanya, “Memang tindakan ini merupakan satu siasat yang sangat jitu, kapan suheng mau berangkat?”

“Besok”

Keesokan harinya Wi Ci To dengan membawa seorang pendekar pedang merah yang bernama pendekar pedang pemetik bintang, Hung Kun, meninggalkan Benteng Pek Kiam Po untuk berangkat kekota Tiang An.

Di depan Ti Then dia mengatakan hendak mengejar Hong Mong Ling untuk mengawasi gerak-geriknya apakah masih menyeleweng atau tidak.

Ti Then sama sekali tidak menaruh curiga terhadap terhadap dirinya, dengan memusatkan seluruh perhatian dia tetap memberi pelajaran silat kepada kedelapan orang pendekar pedang merah itu.

Kedelapan pendekar pedang merah itu adalah Yuan Ci Liong, Fan Kia Jong, Cay Tiau Eng, Yang Ceng Bu, Tong Su Ie, Lan Liang Kim, Lok Hong serta Kian Ceng, kedelapan orang itu merupakan pendekar pedang merah yang usianya paling muda di dalam Benteng seratus pedang itu, semula mereka semua merasa malu untuk belajar silat dari Ti Then yang usianya jauh lebih muda dari mereka tetapi sejak Ti Then mengalahkan si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan, mereka tidak merasa malu lagi, bahkan sangat kagum dan tunduk betul terhadap Ti Then, maka itulah dengan menaruh perhatian penuh mereka menerima pelajaran silat dari Ti Then.

Sebaliknya Ti Then juga tidak menyembunyikan ilmu silatnya lagi, seluruh kepandaian silat yang berhasil dipelajari dari majikan patung emas diturunkan kepada mereka, hal ini dikarenakan dia sudah menganggap Wi Ci To itu adalah majikan patung emas..kalau majikan patung emas menghendaki dia menurunkan kepandaian silat kepada murid-muridnya buat apa dirinya menyembunyikan kepandaian silatnya lagi?

Hanya saja dalam hatinya dia mem punyai perasaan curiga, hal ini adalah, Wi Ci To atau dalam anggapan Ti Then sebagai majikan patung emas kalau memiliki kepandaian silat yang sangat tinggi kenapa ilmu itu tetap disimpan sedemikian lamanya? Bahkan putrinya sendiri pun tidak diberi pelajaran?

Alasan ini apa mem punyai hubungan yang erat dengan rahasia loteng penyimpan kitab itu?

Di dalam loteng penyimpan kitab itu sebetulnya menyimpan rahasia apa?

Apa mungkin di dalam loteng penyimpan kitab itu disimpan berbagai kitab silat yang berisikan macam-macam kepandaian yang dahsyat?

Sedang Wi Ci To sendiri dikarenakan berbagai macam alas an tidak dapat menurunkan kepandaian silatnya itu kepada murid- muridnya sehingga sengaja menggunakan dirinya sebagai ‘patung emas’ untuk menurunkan ilmu silat itu kepada murid-muridnya?

“Tidak, tidak mungkin begitu” Hmm, sekarang Wi Ci To sudah tidak berada di dalam Benteng, kenapa dirinya tidak mau menyelidiki loteng penyimpan kitab itu di tengah malam?

Benar, malam ini saat kentongan ketiga harus masuk ke dalam loteng itu untuk memeriksa lebih jelas?

Keputusan ini diambil cepat pada pagi hari itu juga dan sedang berada ditengah lapangan latihan silat untuk memberi pelajaran kepada kedelapan pendekar pedang merah itu.

Mendadak, Wi Lian In tiba.

Kelihatan sekali dia sedang berusaha mengobati luka hatinya, begitu tiba ditengah lapangan sambil tertawa paksa ujarnya:

“Ti Kiauwtauw, aku sudah datang terlambat?” Ti Then menjadi termangu-mangu, ujarnya:

“Perasaan hati nona masih kacau, kenapa tidak istirahat beberapa hari dulu baru datang latihan?”

“Siapa yang bilang hatiku kacau? Aku sama sekali tidak merasa kacau atau sedih?”

“Ti Then hanya tersenyum saja tidak memberi komentar apa-apa lagi.

Wi Lian In ketika melihat kedelapan orang pendekar pedang merah itu sedang melatih satu jurus ilmu pukulan segera melepaskan pedangnya dan meletakkan ke atas tanah, ujarnya:

“Ti Kiauwtauw silahkan mulai memberi petunjuk aku harus berbuat bagaimana?”

“Baiklah” ujar Ti Then dengan perlahan, “Cayhe akan mainkan beberapa kali jurus pukulan ini harap nona perhatikan dengan sungguh-sungguh”

Sehabis berkata dia mulai mainkan sebuah jurus pukulan dengan gerakan yang sangat perlahan. Sesudah mengulangi tiga kali barulah satu gerakan demi satu gerakan dia memberi keterangan kepada Wi Lian In, akhirnya Wi Lian in pun seperti juga dengan kedelapan pendekar pedang merah lainnya dengan mengikuti peraturan melatih jurus ilmu pukulan itu.

Tidak lama tengah hari sudah menjelang.

Ujar Ti Then dengan keras : “Kawan-kawan, hari ini latihan cukup sampai di sini, nanti sore kalian boleh berlatih sendiri asalkan ada hal-hal yang kurang jelas boleh pergi kekamar cayhe di sana kita bersama-sama memikirkan kesukaran itu”

Kedelapan orang pendekar pedang merah itu segera memberi hormat dan mengundurkan diri, sedang Ti Then beserta Wi Lian In bersama-sama menuju ke ruangan tengah.

Sambil melerai rambutnya yang panjang ujar Wi Lian In sambil tersenyum: “Kamu lihat bagaimana dengan latihanku tadi?”

“Bagus sekali”

“Tapi kamu belum beritahu padaku apa nama dari jurus pukulan itu, mau bukan kamu beritahukan padaku?”

“Tidak bisa” sahut Ti Then sambil menggelengkan kepalanya. Wi Lian In menjadi melengak, tanyanya: “Mengapa?”

“Karena cayhe sendiri juga tidak tahu apa nama dari jurus pukulan itu”

“Ooh, mungkin suhumu tidak memberitahukan padamu” ujar Wi Lian In sambil tersenyum.

“Benar” sahutnya sambil mengangguk, “Dia orang tua hanya mengajari aku ilmu tetapi sama sekali tidak mau beri penjelasan apa nama jurus pukulan ini dan apa nama jurus pukulan itu”

“Ehm..suhumu sungguh misterius sekali” “He he he..siapa bilang tidak?”

“Ti Kiauwtauw” ujar Wi Lian In sambil memandangi wajah Ti Then, “Ilmu pukulan ini mengandung maksud yang sangat mendalam perubahannya pun sangat banyak sekali, entah harus berlatih seberapa lama baru berhasil”

“Asalkan berlatih dengan sungguh-sungguh tanpa gangguan urusan samping, mungkin paling lama dua bulan sudah akan berhasil”

Wi Lian In tersenyum lagi, ujarnya:

“Tadi kau bilang hatiku kacau dan sedih, dengan dasar apa kamu berani bilang begitu?”

Ti Then memandang sekejap kearahnya kemudian sambil tersenyum sahutnya:

“Kamu tidak suka dengan Hong Mong Ling heng?” “Kemarin hari aku masih suka padanya”

“Walau pun sekarang kamu tidak suka padanya” ujar Ti Then dengan perlahan, “Tetapi jika aku yang mengalami, secara mendadak harus berpisah dengan seorang kekasih yang disayanginya tidak urung akan merasa sangat sedih sekali”

“Kemarin malam aku memang sangat sedih hingga merasa sukar untuk hidup lebih lama lagi, tetapi hari ini bukan saja aku tidak sedih bahkan merasa sangat gembira sekali”

“Gembira sekali?” Tanya Ti Then tercengang.

“Tidak salah” sahut Wi Lian In dengan serius, “Aku merasa gembira atas keberuntunganku karena belum dikawinkan dengan dia”

“Agaknya nona tidak terlalu memandang tinggi terhadap nama?” “Siapa bilang aku tidak memandang tinggi akan nama, tetapi aku

lebih baik tidak kawin untuk selamanya daripada dijodohkan dengan seorang manusia yang berpribadi rendah dan pura-pura saja menaruh cinta”

“Aku lihat Mong Ling heng sangat mencintai diri nona, hanya saja karena nafsu sesaat..”

“Hemmm..kamu bantu dia bicara?” ujar Wi Lian In sambil mencibirkan bibirnya.

“Aku bukannya bantu dia bicara” sahut Ti Then sambil tertawa, “Aku hanya bilang walau pun dia tergila-gila dengan seorang pelacur, tetapi bukannya dia tidak cinta padamu”

“Hemmm perkataan apa itu? Bilamana dia mencintai aku bagaimana bisa tergila-gila dengan seorang pelacur?”

“Seorang lelaki ada kalanya bersamaan waktu mencintai dua orang nona sekaligus, misalnya saja orang yang mem punyai beberapa orang istri sudah banyak terjadi sekarang ini”

“Tetapi diharuskan aku bersuamikan bersama-sama dengan seorang pelacur terkutuk, aku tidak akan tahan”

“Tetapi agaknya Mong Ling heng tidak punya maksud untuk mengawini Liuw Su Cen sebagai istrinya”

“Liuw Su Cen itu tentu cantik bukan?” “Tidak tahu, aku belum pernah bertemu”

“Ehmmm sungguh menarik sekali” ujar Wi Lian In sambil tersenyum manis, “Ternyata dia

sudah salah menyangka kamu adalah Lu kongcu itu” “Lalu menurut nona aku benar dia atau bukan?” “Aku kira tidak mungkin”

“Mungkin saja benar”

“Tidak” sahut Wi Lian In sambil menggelengkan kepalanya, “Jika Lu kongcu itu adalah hasil penyamaranmu maka kau hanya punya satu tujuan saja” “Tujuan apa?”

“Berusaha memecahkan perjodohanku dengan dia, tetapi kamu sama sekali tidak berbuat demikian kamu masih membantu dia bicara”

“Ehmmm….”

“Sore ini kamu ada urusan tidak?” “Tidak ada”

“Kalau begitu temani aku bermain ke puncak emas, bagaimana?” “Tentang hal ini…”

“Kamu takut?”

“Bukannya begitu” sahut Ti Then sambil meringis, “Baru saja nona bentrok dengan Mong Ling heng, jika kini kita pesiar bersama- sama begitu diketahui oleh kawan-kawan Benteng, mungkin akan bermunculan omongan iseng”

“Aku tidak taku, kamu takut apa lagi?”

“Perkataan orang sukar dijaga, cayhe tidak berani berbuat gegabah”

“Baiklah, kamu tidak mau pergi, aku pergi sendiri”

Bercerita sampai di sini kedua orang itu sudah berada diruangan tengah, begitulah mereka berpisah untuk kembali ke dalam kamarnya masing-masing.

Ti Then pergi menjenguk sejenak kekamar Shia Pek Tha kemudian berjalan-jalan disekitar Benteng. Sejak memasuki Benteng Pek Kiam Po hingga saat ini sudah ada empat lima hari lamanya tetapi banyak tempat di dalam Benteng itu yang belum disinggahi, karena itulah sambil menggendong tangan dia berjalan mengelilingi seluruh Benteng hingga akhirnya sampailah di depan Loteng penyimpan kitab itu. Loteng penyimpan kitab ini bertingkat tiga,keadaannya seperti gapura, bangunannya pun sangat kuat tetapi pintu serta jendelanya ditutup rapat-rapat sedang diluar bangunan terlihatlah empat orang pendekar pedang berjaga siang malam di sana.

Dengan sikap seperti jalan-jalan Ti Then memeriksa dengan teliti keadaan sekitar bangunan itu, sudah memilih jalan untuk maju dan mundur nanti malam barulah dia kembali ke dalam kamarnya sendiri untuk beristirahat.

Menjelang magrib seorang pelayan datang mengundang Ti Then untuk bersantap, sesampainya di ruangan makan terlihat di sana hanya Hu Pocu Huang Puh Kian Pek seorang saja berada di meja makan.

Tanya Huang Puh Kian Pek begitu melihat Ti Then muncul di sana: “Bagaimana dengan kedelapan orang pendekar pedang itu? Berbakat untuk belajar silat?”

“Bagus sekali, mereka punya bakat yang sangat baik”

“Ake dengar nona Wi juga pergi berlatih?” Tanya lagi Huang Puh Kian Pek sambil tersenyum.

“Tidak salah, tidak malu nona Wi disebut sebagai seorang pendekar wanita, ternyata bisa menghilangkan kesedihan untuk datang berlatih”

“Ehmmm…memang sifatnya seperti ayahnya, periang dan suka bergaul”

“Heii..” ujar Ti Then tiba-tiba sambil menghela napas panjang, “Sebetulnya Mong Ling heng jadi orang tidak jelek, boanpwe sangat mengharapkan nona Wi bisa berhubungan kembali seperti sedia kala”

“Aku kira tidak mungkin bisa terjadi, sifatnya sangat berangasan dan tegas, urusan yang sudah diputuskan olehnya tidak akan disesali lagi” “Heii..jika tahu urusan akan terjadi begini, malam itu boanpwe tidak akan membawa Mong Ling heng kembali”

“Ti Kiauwtauw” ujar Huang Puh Kian Pek sambil tersenyum, “Kamu jangan bicara begini, urusan ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Ti Kiauwtauw”

“Heiii…hal ini juga karena kebodohan boanpwe sendiri, terhadap kepandaian silat lainnya boanpwe masih bisa tetapi terhadap ilmu menotok jalan darah paling tidak paham sehingga sama sekali tidak tahu kalau jalan darah pingsannya yang tertotok, waktu itu jika boanpwe paham mengenai jalan darah cukup sadarkan dirinya maka urusan sudah selesai dan Mong Ling heng bisa kembali ke dalam Benteng sendirian. Heiii…urusan yang tidak menyenangkan ini pun tidak mungkin bisa terjadi”

“Tapi perkataan tidak bisa dibicarakan begini” ujar Huang Puh Kian Pek sambil menggelengkan kepalanya, “Jika Ti Kiauwtauw tidak tolong dia kembali mungkin jika sampai tergigit binatang lalu bagaimana jadinya?”

Kedua orang itu sambil dahar sambil berbicara, mendadak terlihatlah budak Wi Lian In yang bernama Cun Lan masuk ke dalam ruangan dengan tergesa-gesa, air mukanya kelihatan sangat murung, agaknya ada perkataan yang hendak disampaikan.

Tanya Huang Puh Kian Pek begitu melihat sikapnya yang ragu- ragu dan cemas itu : “Cun Lan, ada urusan apa?”

Dengan cepat Cun Lan berjalan ke hadapan Huang Puh Kian Pek dan member hormat, sahutnya:

“Lapor pada Hu Pocu, sejak sore tadi siocia keluar Benteng hingga kini belum kembali, entah bisa terjadi tidak urusan yang tidak menyenangkan”

“Nona pergi kemana?” Tanya Huang Puh Kian Pek dengan tercengang.

“Budakmu juga tidak tahu” sahut Cun Lan sambil menggelengkan kepalanya. “Hu Pocu” timbrung Ti Then dari samping, “Mungkin nona Wi pergi ke puncak emas untuk pesiar, tadi siang dia pernah beritahu pada boanpwe katanya mau bermain di puncak emas”

Air muka Huang Puh Kian Pek segera berubah hebat, sahutnya: “Seorang diri dia berpesiar ke puncak emas?”

Ti Then merasa tidak enak untuk menceritakan kalau dia pernah mengajak dirinya untuk pesiar bersama-sama, terpaksa sahutnya:

“Benar, mungkin untuk menenangkan hatinya”

“Tetapi hari sudah gelap, menurut peraturan dia sudah seharusnya tiba di dalam Benteng” ujar Huang Puh Kian Pek sambil memandang tajam kearahnya.

Sesudah berhenti sejenak dia menoleh kearah Cun Lan, tanyanya lagi:

“Sewaktu nona keluar Benteng pernah membawa barang apa saja?’

“Tidak ada, hanya sebilah pedangnya”

Alis yang dikerutkan pada wajah Huang Puh Kian Pek semakin mengencang, ujarnya kepada Ti Then: “Sifat budak itu sangat berangasan sekali, entah bisa tidak dia pergi mencari gara-gara?”

Hati Ti Then terasa dipukul sangat keras, sahutnya dengan cepat: “Hal ini sukar untuk dibicarakan, bilamana pikirannya kacau…”

“Cepat, kita cepat pergi cari dia!” ujar Huang Puh Kian Pek sambil bangkit berdiri.

Demikianlah Huang Puh Kian Pek serta Ti Then tidak menanti selesai makan segera keluar benteng dengan tergesa-gesa dan lari dengan cepatnya menuju puncak emas.

puncak emas merupakan puncak yang tertinggi di gunung Go-bi san ini, sesudah puncak selaksa Buddha, mereka berdua dengan berlari dua jam lamanya barulah sampai di tempat tujuan. Kiranya yang disebut dengan sebagai puncak Emas itu adalah sebuah kuil yang semula merupakan ruangan tengah dari Koang Siang Si, juga disebut sebagai kuil Beng Sim Si, menurut dongeng kuil itu didirikan pada jaman kaisar Han Beng Tio dikarenakan angin yang bertiup di atas gunung sangat keras maka seluruh kuil menggunakan atap dari timah karena itulah tempat itu disebut juga sebagai ruangan Si Wua Tien.

Tempat ini ada dua tempat yang paling menarik perhatian orang, yang satu adalah tugu tembaga yang tingginya enam depa dengan lebar tiga depa, di atas tugu itu tertuliskan dua macam huruf dibolak-baliknya, yang satu bertuliskan tulisan Ong Ji, sedang yang lain bertuliskan tulisan Cu In Liang Ji. Pemandangan menarik yang lainnya adalah tebing di belakang ruangan itu.

Yang paling menguatirkan hati Huang Puh Kian Pek adalah di dalam keadaan sedih mungkin sekali Wi Lian In akan terjun ke dalam tebing untuk bunuh diri.

Dengan tergesa-gesa, dia membawa Ti Then ke dalam kuil itu, kepada seorang hwesio tua tanyanya : “Toa suhu, apa kamu melihat nona Wi pergi ke sini?”

Kiranya semua hwesio di dalam kuil ini mengenal dengan orang- orang dari Benteng Pek Kiam Po, begitu hwesio tersebut melihat Huang Puh Kian Pek masuk ke dalam kuil segera merangkap tangannya memberi hormat, sahutnya kemudian : “Omintohud, kiranya Huang Puh sicu yang datang, silahkan masuk dalam ruangan untuk minum the”

“Tidak perlu” ujar Huang Puh Kian Pek dengan tergesa-gesa, “Cayhe sedang mencari nona Wi kami, apakah Toa suhu melihat dia?”

“Pernah..pernah, kurang lebih dua jam yang lalu nona Wi pernah masuk ke dalam kuil untuk bersembahyang, tetapi sesudah itu telah keluar dari kuil dan pergi”

“Pergi kearah mana?” Tanya Huang Puh Kian Pek semakin cemas. “Agaknya menuju ke tebing di belakang kuil ini”

Air muka Huang Puh Kian Pek berubah semakin hebat lagi, dengan cepat dia putar tubuh dan lari bagaikan kilat cepatnya keluar kuil kemudian berdiri menuju ke tebing di belakang kuil itu.

Ti Then dengan kencang mengikuti dari belakangnya, kedua orang itu hanya di dalam sekejap mata sudah sampai di samping tebing di belakang kuil itu, tetapi tempat itu gelap gulita sedikit pun tidak tampak bayangan tubuh dari Wi Lian in itu.

Kedua orang itu semakin mendekat lagi ke pinggiran tebing, ketika menengok ke bawah tempat itu hanya terlihat kegelapan yang membuta saja, sedikit pun tidak terlihat lagi pemandangan sedikit pun.

Huang Puh Kian Pek menghembuskan napas panjang, agaknya hatinya merasa sangat tidak tenang, ujarnya kemudian:

“Ti Kiauwtauw, coba kamu lihat mungkin tidak dia ambil keputusan pendek?”

Ti Then menundukkan kepala berpikir sebentar, kemudian barulah sahutnya dengan perlahan:

“Boanpwe tidak berani memastikan, tetapi jika dilihat sikapnya yang periang ketika datang berlatih silat dilapangan silat tadi pagi tidak mungkin dia bisa mengambil keputusan pendek”

“Baru saja kemarin dia bentrok dengan Hong eng, bagaimana ini hari bisa gembira? Tidak mungkin bisa demikian cepatnya”

“Dia masih bilang kalau hatinya merasa sangat gembira karena belum sampai dijodohkan dengan Mong Ling-heng”

Sinar mata Huang Puh Kian Pek berkelebat tak henti-hentinya, ujarnya dengan berat:

“Aku lihat lebih baik kita melihat ke bawah, mari kita turun” sehabis bicara tanpa menanti jawaban lagi dia mencari jalan untuk menuruni tebing tersebut. Tebing di belakang kuil ini merupakan sebuah tebing yang sangat curam sekali, kedua orang itu dengan mengikuti jalan kecil di sampingnya berjalan turun ke bawah, kurang lebih sesudah memakan waktu sepertanak nasi lamanya barulah sampai didasar tebing tersebut.

Batu-batu cadas yang besar dan runcing berserakan didasar tebing tersebut bahkan saking banyaknya hingga seperti sebuah hutan, untuk mencari sesosok mayat didasar tebing tersebut agakknya harus membutuhkan waktu yang sangat lama sekali.

Ujar Huang Puh Kian Pek mendadak memecahkan kesunyian: “Kamu cari ke sebelah sana, biar lohu cari di sebelah sini, cepat!”

Dengan demikian mereka berdua berpisah untuk masing-masing mencari diarah yang berlawanan, tetapi walau pun sudah mengelilingi sekitar tempat itu hingga ketempat semula tetap saja mereka tidak menemukan mayat dari Wi Lian In.

Akhirnya Huang Puh Kian Pek hanya bisa menghembuskan napas panjang, ujarnya: “Heeeii..membuat lohu benar-benar kuatir, budak itu mungkin sudah pergi ke puncak selaksa Buddha”

“Apa, nona pergi ke puncak selaksa Buddha?” tanya Ti Then mendadak.

“Jika hatinya tidak senang baru pergi ke sana, ada satu kali hanya karena urusan yang sangat kecil dia bentrok dengan Hong Mong Ling, akhirnya seorang diri dia lari ke atas puncak selaksa Buddha, duduk hingga pagi membuat orang-orang yang mencari cape setengah mati”

“Kalau memang begitu mari kita pergi ke puncak selaksa Buddha untuk melihat-lihat”

“Baik” sahut Huang Puh Kian Pek sambil mengangguk, “Untuk menuju ke puncak selaksa Buddha ada dua jalan, kau menggunakan jalan sebelah selatan biarlah lohu menggunakan jalan sebelah timur, kita bertemu di atas” Kedua orang itu sekali lagi menaiki tebing tersebut dan berpisah untuk masing-masing dari arah selatan dan timur menuju ke puncak selaksa Buddha.

Ti Then yang tidak paham akan jalan di sana terpaksa melakukan perjalanan sangat perlahan sekali, baru saja dia tiba dilereng puncak mendadak dari sebelah kiri berkumandang datang suara bentrokan senyata yang sangat ramai sekali.

Ehmmm…ditengah malam buta pada pegunungan yang demikian sunyi siapa yang sedang bertempur?

Dalam ingatannya segera terpikirkan kalau salah satu diantara mereka tentu adalah Wi Lian In, dia tidak berani berlaku ayal lagi dengan cepat tubuhnya berkelebat menuju ke sana.

Sesudah melewati hutan itu dan berjalan setengah li jauhnya sampailah disebuah tebing curam, hanya saja suara bentrokan senyata itu berasal dari bawah tebing tersebut.

Dengan diam-diam dia mendekati jalanan di samping tebing itu dan menengok ke bawah, terlihatlah kurang lebih lima kaki di bawah tebing tersebut terdapat sebuah batu cadas yang sangat lebar dengan lebar kurang lebih tiga kaki dan panjangnya tujuh kaki, sedang dua orang yang sedang bertempur itu tidak lain adalah Wi Lian In serta Hong Mong Ling adanya.

Kiranya Hong Mong Ling belum meninggalkan daerah gunung Go-bi ini.

Hal ini sama sekali diluar dugaan Ti Then, pikirnya: “Urusan ini sungguh aneh sekali, bangsat cilik tersebut ternyata masih berani berdiam didaerah sekitar gunung Go-bi ini, apa mungkin dia masih tidak mau menyerah begitu saja dan mengajak Wi Lian In untuk bertemu di tempat ini?’

Kelihatannya pertempuran antara Wi Lian In serta Hong Mong Ling itu sudah berjalan sangat lama sekali, sedang diantara mereka berdua pun kelihatan sudah mulai merasa lelah hanya saja keadaan dari Wi Lian In jauh lebih celaka, jurus-jurus serangannya hanya  dilancarkan untuk melindungi dirinya sendiri saja sedang tenaganya kelihatan dengan jelas sudah dikuras habis, sebaliknya Hong Mong Ling setindak demi setindak mulai mendesak mendekati tubuhnya.

Diluar tebing tersebut gelap gulita tidak terlihat apa pun juga. Tidak terasa Ti Then menghembuskan napas dingin, pikirnya:

“Hemm..apa mungkin dia ingin membunuh Wi Lian In?”

Baru saja dia berpikir sampai di sana, mendadak terlihatlah pedang dari Wi Lian In berhasil dipukul terpental ketengah udara dan melayang jatuh kedasar jurang.

Tidak terasa lagi air muka Wi Lian In berubah dengan sangat hebatnya, tanpa terasa lagi dia mundur satu langkah ke belakang.

Asalkan dia mundur lagi satu langkah maka tubuhnya akan terjatuh ke dalam jurang dan tubuhnya akan hancur lebur terkena batu-batu cadas yang tajam dan menongol ke atas.

Dengan meminyam kesempatan ini Hong Mong Ling menempelkan ujung pedangnya ke depan dadanya, ujarnya dengan keras: “Jangan bergerak!”

“Ayoh tusuk..ayoh cepat tusuk” ujar Wi Lian In sambil tertawa sedih.

Sekali pun saat itu Hong Mong Ling mendapatkan kemenangan tetapi kelihatan sekali hatinya merasa tidak puas, dengan sedih ujarnya:

“In moay, kau..kau sungguh-sungguh tak mengingat kecintaan kita pada masa yang lalu? Kamu tahu aku masih sangat cinta padamu, asalkan kamu..”

“Tutup mulut!” bentak Wi Lian In sambil melototkan matanya lebar-lebar, “Sekarang masih ada perkataan apa lagi yang hendak kau ucapkan?”

Air muka Hong Mong Ling kelihatan sedikit bergerak, kemudian barulah ujarnya lagi: “Aku sudah bilang berpuluh-puluh kali padamu aku sama sekali tidak cinta itu pelacur Liuw Su Cen, kejadian yang sudah terjadi itu hanya suatu permainan belaka. Asalkan kamu mau memaafkan diriku maka aku sanggup membawa batok kepala Liuw Su Cen untuk kau lihat..”

Wi Lian In menjadi semakin gusar, bentaknya dengan keras: “Tutup bacotmu. Liuw Su Cen sudah berbuat salah apa terhadap

dirimu? Buat apa aku butuhkan batok kepalanya?”

“Kalau begitu kamu minta aku berbuat apa?” tanya Hong Mong Ling sambil menghela napas panjang.

“Aku minta kau menggelinding dari sini, aku minta kau menggelinding jauh-jauh dari hadapanku..cepat pergi!”

Mendengar bentakan itu air muka Hong Mong Ling berubah semakin hebat, sambil tertawa dingin ujarnya:

“Aku tahu kenapa kamu demikian bencinya terhadap aku. Hemmm..hemm..jika bukannya datang seorang yang bernama Ti Then kamu juga tidak mungkin bisa bersikap demikian terhadap diriku”

Wi Lian In menjadi melengak, tidak disangka olehnya dia bisa berbicara begini, tetapi sebentar kemudian sudah menjadi gusar lagi, bentaknya:

“Kamu bilang apa?”

Pada air muka Hong Mong Ling terlihatlah perasaan dengki dan bencinya, ujarnya dengan gemas:

“Kamu melihat kepandaian silat dari Ti Then jauh lebih tinggi dari kepandaianku maka hatimu segera berubah dan ingin dijodohkan dengan dia bukan begitu? Hemmmm..”

Saking jengkelnya air muka Wi Lian In segera berubah menjadi pucat pasi, teriaknya berkali-kali: “Tidak salah, tidak salah ! tidak salah, Ti Then memang berwajah jauh lebih tampan dari kamu, kepandaian silatnya pun jauh lebih tinggi dari dirimu maka aku ingin dikawinkan dengan dirinya, kamu mau berbuat apa?”

“Hemm..hemmm..bagus sekali, bagus sekali” ujar Hong Mong Ling sambil tertawa dingin tak henti-hentinya, “Bagus sekali. Manusia budiman harus dijodohkan dengan perempuan cantik, aku bisa mengabulkan keinginanmu ini hanya saja..hemm..hemmm…”

Berbicara sampai di sini pedang yang ditempelkan pada jantungnya ditekan lebih dalam lagi sedang wajahnya sambil meringis seram memandangi tajam wajahnya.

Dalam hati Wi Lian In mengira kalau dia sudah bangkit napsu untuk bunuh dirinya tidak terasa dia menjerit kaget sedang tubuhnya membungkuk ke belakang.

Hong Mong Ling memangnya menginginkan dia berbuat demikian, tubuhnya dengan cepat maju ke depan sedang dua jari tangan kirinya dengan cepat menotok jalan darah kaku ditubuhnya.

Wi Lian In tidak sempat menghindarkan diri lagi, dengan mengeluarkan suara dengusan perlahan tubuhnya rubuh ke atas tanah.

Tangan kiri Hong Mong Ling sesudah menotok jalan darah kakunya segera tangannya meraba kearah dadanya, dengan air muka penuh napsu birahi ujarnya:

“Hemmm..he he he…sesudah aku rusak perawanmu kamu orang boleh kawin dengan Ti Then”

Air muka Wi Lian In berubah sangat hebat sekali, makinya: “Binatang. Kamu manusia gila..binatang!”

“Ayoh teriak…ayoh teriak yang keras!” seru Hong Mong Ling sambil tertawa dingin, “Ditempat seperti ini sekali pun kamu berteriak hingga tenggorokanmu pecah juga tidak aka nada orang yang dengar teriakanmu ini” oooOOOooo Bab 11

Sehabis berkata dia menarik tubuhnya ke bawah tebing tersebut.

Kiranya di bawah tebing itu terdapatlah sebuah gua yang cukup lebar.

Ti Then yang takut dia melukai tubuh Wi Lian In sampai saat itu masih tetap berdiam diri tidak bergerak sedikit pun juga, tetapi begitu melihat dia membawa tubuh Wi Lian In ke dalam gua untuk diperkosa tidak tertahan lagi dia meloncat turun dengan cepatnya kearah depan gua tersebut.

Dengan cepat tubuhnya berhasil melayang turun di depan gua itu tanpa mengeluarkan suara sedikit pun juga.

Saat itu Hong Mong Ling baru saja meletakkan tubuh Wi Lian In ke atas tanah, mendadak terdengar diluar gua berkumandang suara berkelebatnya pakaian yang tersambar angin, tidak terasa hatinya tergetar sangat keras sekali, sambil melintangkan pedangnya di depan dadanya teriaknya:

“Siapa?”

Ti Then yang berada diluar gua dengan cepat menutup seluruh pernapasannya dan berdiri tanpa bergerak sedikit pun juga.

Hong Mong Ling sesudah memusatkan seluruh perhatiannya mendengar beberapa saat lamanya tetapi tetap tidak mendengar gerakan apa pun, hatinya malah diam-diam curiga, dia merasa mungkin dirinya sudah salah mendengar tetapi juga tak berani berlaku gegabah, terpaksa dengan menempelkan tubuhnya pada dinding gua, setindak demi setindak dia berjalan keluar dari gua untuk memeriksa.

Baru saja dia berjalan tiga langkah dari depan gua, mendadak dengan cepat dia menghentikan langkahnya, sesudah berpikir sebentar dengan perlahan-lahan buntalannya dilepas dan dilempar keluar gua. Inilah yang disebut sebagai “melempar batu menanya jalan.”

Tetapi sejak semula Ti Then sudah mendengar suara dilepaskannya buntalan, karena itulah begitu buntalannya dilempar ke depan dia tetap berdiam diri tidak bergerak sedikit pun juga.

Hong Mong Ling yang melihat dari luar gua tidak mendapatkan sambutan apa pun hatinya menjadi semakin lega, dengan cepat tubuhnya berkelebat keluar dari dalam goa.

Begitu tubuhnya berkelebat dengan cepat Ti Then mengulur tangannya mencekal urat nadi dari tangan kanannya.

Hong Mong Ling menjadi sangat terkejut, baru saja siap melepaskan dirinya dari cengkeraman itu mendadak terasa olehnya tubuhnya sudah kaku tanpa bertenaga, tidak terasa ujarnya dengan gemetar:

“Kau? Kamu…kamu….”

Ti Then tersenyum manis, ujarnya : “Tidak salah, memang aku yang sudah datang. Mong Ling heng, kenapa kamu berbuat demikian tidak sopannya terhadap nona Wi?”

Wi Lian In yang menggeletak di dalam goa begitu mendengar suara Ti Then tidak tertahan lagi menjadi sangat girang, teriaknya:

“Ti Kiauwtauw, bunuh saja dia, bunuh binatang terkutuk itu!”

Air muka Hong Mong Ling yang sudah pucat pasi semakin memutih lagi, ujarnya sambil tertawa sedih.

“Tidak salah, Ti Kiauwtauw cepat bunuh aku saja daripada meninggalkan bencana di kemudian hari”

Ti Then hanya tertawa dingin saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun, sedang dalam hati pikirnya, “Walau pun bangsat cilik ini bukan manusia baik tetapi bagaimana pun juga aku sudah merusak perjodohan mereka, bagaimana aku bisa bunuh dia lagi?” Pikiran ini dengan cepat berkelebat di dalam benaknya dengan cepat dia memukul jatuh pedang panjang ditangannya, kemudian mendorong tubuhnya keluar, ujarnya sambil tertawa:

“Pergilah! Asalkan sejak hari ini bisa menyesali dosa-dosa yang sudah diperbuat mungkin suhumu masih mau mengam puni dosa- dosamu itu”

Hong Mong Ling yang di dalam anggapannya tentu akan binasa merasa jauh berada diluar dugaannya Ti Then mau melepaskan dirinya, sesudah melengak beberapa waktu lamanya barulah dia mundur beberapa langkah ke belakang, dengan pandangan melongo dia memandang wajah Ti Then dengan sangat tajam kemudian memungut kembali buntalannya dan meloncat pergi dari tempat itu.

Sesudah itulah Ti Then baru masuk ke dalam gua, tanyanya : “Nona Wi, kamu tidak terluka bukan?”

Air mata Wi Lian In dengan derasnya mengucur keluar membasahi pipinya, ujarnya dengan nada setengah penasaran.

“Kenapa kamu tidak bunuh dia?”

“Cayhe tidak punya alas an untuk bunuh dirinya”

“Tetapi kamu juga tidak seharusnya melepaskan dia pergi” “Heii..” ujar Ti Then sambil menghela napas panjang, “Dari cinta

memang bisa timbul perasaan benci, orang macam ini sering

terdapat di dalam dunia, cayhe rasa orang itu harus dikasihani”

“Tetapi dia menotok jalan darahku dan mau memperkosa diriku” ujar Wi Lian In sambil melelehkan air matanya.

“Biarlah cayhe yang membebaskan jalan darah nona”

“Kamu tidak membebaskan totokan jalan darahku lalu menyuruh siapa yang membebaskan diriku?” Ti Then hanya tersenyum saja, tangannya dengan cepat bergerak membebaskan totokan jalan darah kaku dari tubuh Wil Lian In.

Begitu jalan darahnya terbebas dengan cepat Wi Lian In meloncat bangun, tanyanya dengan cepat.

“Dia lari kearah mana?”

“Tidak perduli dia lari kearah mana pun kamu tidak akan sanggup untuk mengejarnya lagi”

Dengan melototkan matanya Wi Lian In memandang wajah Ti Then, kemudian sambil mencibirkan bibirnya ujarnya lagi:

“Agaknya kamu merasa simpatik terhadap dirinya, apa artinya ini?”

“Dalam hati cayhe merasa kesemuanya ini dikarenakan kesalahan cayhe kepada menolong dia pulang ke dalam Benteng, kalau tidak, tidak akan terjadi keretakan seperti ini”

Wi Lian In menjadi gemas, sambil mendepakkan kakinya ke atas tanah, ujarnya lagi:

“Perkataan apa ini? Apa dia pergi mencintai seorang pelacur juga karena kesalahanmu?”

Ti Then hanya bisa mengangkat bahunya sahutnya sambil tertawa tawar.

“Pokoknya kalau nona merasa dia seharusnya dihukum mati, nanti kamu boleh lapor pada hu Pocu, aku percaya dengan kekuatan orang-orang dari seluruh Benteng tidak sukar untuk menawan dia kembali untuk dijatuhi hukuman mati”

Sesudah membetulkan pakaiannya barulah dengan langkah perlahan Wi Lian In berjalan keluar dari dalam gua, ujarnya dengan gemas.

“Sudah tentu aku harus laporkan peristiwa ini kepada Hu Pocu, Hemm.hemm sungguh tidak kusangka dia berani punya niat untuk memperkosa aku sesudah dia ditawan kembali aku akan turun tangan sendiri memberi hukuman mati kepadanya”

Ti Then pun mengikuti berjalan keluar dari gua, tanyanya mendadak.

“Dia sudah meninggalkan Benteng kemarin pagi, kenapa bisa muncul ditempat ini secara mendadak?”

“Siapa tahu?” ujar Wi Lian In tetap gemas, “Ketika aku melihat terbenamnya matahari di atas batu cadas tadi mendadak dia muncul di sana, semula dia minta aku maafkan kesalahannya aku tidak mau saking malunya dia menjadi gusar dan turun tangan terhadap diriku”

“Heeii..ayahmu tidak tahu kalau dia masih berada di sekitar tempat ini, dia orang tua sudah bawa orang pergi cari dia”

“Biarlah besok pagi aku minta Hu Pocu untuk kirim orang memanggil kembali ayahku dan beritahu sekalian peristiwa ini biar dia orang tua semakin berniat keras untuk tawan dia pulang”

Berbicara sampai di sini tubuhnya yang kecil langsing dengan cepat meloncat melayang naik ke pinggiran tebing.

Ti Then pun ikut meloncat naik, ujarnya lagi:

“Tadi dia bilang mau membawa batok kepala dari Liuw Su Cen untuk kau lihat, bisakah dia turun tangan untuk melaksanakannya?”

“Kini dia tidak akan melakukan hal itu, bilamana dia mencari Liuw Su Cen lagi tentu dia bermaksud membawa dia kabur”

Mendadak dia menoleh kearah Ti Then sambil tertawa pahit, ujarnya:

“Semua perkataan tadi kamu sudah mendengar?” Ti Then sedikit mengangguk.

Dengan perasaan malu Wi Lian In menundukkan kepalanya rendah-rendah, ujarnya: “Dia bilang aku sudah berubah hati dan ingin…ingin…, sungguh perkataan kotor dari seekor anying!”

“Tidak ada perkataan yang baik dalam cekcok, nona harap berlega hati” ujar Ti Then sambil tersenyum.

-ooo0dw0ooo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar