Pendekar Patung Emas Jilid 05

 
Jilid 05

“Sudah tentu, sudah tentu” ujar Ki Tong Hong, “Sekali pun cayhe telah mengalami kekalahan total tetapi di dalam hati merasa sangat girang, sejak hari ini di dalam benteng terdapat seorang Ti Kiauwtauw yang memimpin hal ini merupakan suatu keuntungan bagi seluruh pendekar pedang dari benteng kami”

Dengan perlahan Ti Then menoleh kearah Shia Pek Tha, ujarnya sambil tertawa: “Shia heng, siauwte ingin menggunakan uang saku sendiri menyamu seluruh saudara-saudara dari Benteng, kau bilang kurang lebih harus membutuhkan uang berapa?”

“Ti kiawtauw tidak usah berbuat demikian” ujar Shia Pek Tha sambil tertawa, “Seharusnya dari pihak kami yang menyamu kau”

“Tidak, tidak..siauwte akan mengundang…tiga puluh meja perjamuan, seratus tahil uang perak cukup tidak?”

“Ha ha ha ha…satu meja perjamuan tiga tahil perak, ini sudah merupakan suatu perjamuan yang mewah”

“Siauwte juga hanya memiliki seratus tahil saja, kalau memangnya sudah cukup, baiklah kita putuskan demikian saja, mari kita laporkan pada Pocu malam ini kita bersama-sama bergembira”

Malam itu seluruh lapangan latihan silat telah penuh dengan meja-meja perjamuan yang diatur dengan sangat rapih, lampu menerangi seluruh penjuru, dengan tenangnya Pocu sendiri si pedang naga emas Wi Ci To sampai orang yang terbawah pendekar pedang hitam kini menjadi tamu sendiri Ti Then, dua ratus orang banyaknya bersama-sama bergembira pada meja perjamuannya masing-masing membuat suasana demikian ramainya.

Ti Then sendiri satu persatu menghormati setiap meja perjamuan dengan secawan arak, sikapnya sangat ramah dan simpatik sehingga orang-orang yang semula merasa tidak senang dengan kehadirannya ini lama kelamaan timbul pula perasaan simpatik dari dalam hati mereka.

Tetapi karena orang yang harus dihormati demikian banyaknya membuat dia makin lama semakin mabok oleh air kata-kata itu.

Wi Ci To yang melihat langkahnya mulai gentajangan segera ujarnya pada Shia Pek Tha sambil tertawa:

“Pek Tha, Ti kiauwtauw sudah tidak kuat dengan kekuatan arak, cepat antar dia ke dalam kamar untuk beristirahat” Dengan sangat hormat Shia Pek Tha menyahut, segera dia meninggalkan meja perjamuan, mendekati Ti Then yang sedang minum dengan puasnya di samping Ki Tong Hong, ujarnya dengan perlahan:

“Ti Kiauwtauw, kamu orang sudah mabuk”

Sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya, “Ki toako, mari kita teguk secawan lagi”

“Bila Ti Kiauwtauw tidak mau istirahat sebentar ke dalam kamar lebih baik kurangi sedikit dalam meneguk arak, kamu orang sudah meneguk terlalu banyak”

Ti Then sesudah saling meneguk secawan arak dengan Ki Tong Hong segera putar tubuhnya dengan sempojongan dia berjalan kembali ke meja perjamuan Wi Ci To, ujarnya sambil tersenjum:

“Wi pocu, boanpwe sama sekali tidak mabok, harap kamu orang tua legakan hati”

“Ha ha ha ha…” sahut Wi Ci To sambil tertawa, “Lohu lihat kamu orang sudah menghabiskan tiga puluh cawan arak, bilamana tidak berhenti mungkin kamu orang sebagai majikan akan rubuh terlebih dahulu”

“Tidak mengapa…tidak mengapa, justru karena mabuk membuat hati menjadi semakin tenteram, boanpwe pernah satu kali meneguk menghabiskan arak sebanyak delapan kati akhirnya otakku masih tetap segar dan bersih”

“Heeei..buat apa kamu orang meneguk arak sebegitu banyaknya, haruslah kamu orang ketahui banyak minum merusak badan apalagi lukamu belum sembuh benar-benar”

“Ha ha ha…” sahut Ti Then sambil tertawa terbahak-bahak, “Boanpwe tidak takut merusak badan, hanya takut semakin miunum semakin tidak mabok”

Wi Ci To tersenjum, tanyanya: “Kau gemar minum arak hingga mabok?” “Sekali mabok menghilangkan beribu-ribu macam kemurungan di dalam hati, boanpwe kepingin sekali mabok selamanya tidak sadar kembali..semakin mabok semakin tenang semakin sadar semakin memusingkan kepala”

Wi Ci To yang mendengar perkataannya ini segera memandang tajam wajahnya, tanyanya lagi: “Kamu punya kemurungan hati?”

“Benar, kemurungan yang sangat banyak sekali, misalnya

…ehmm..misalnya ada seorang lelaki menjual obat tetapi boanpwe sama sekali tidak tahu di dalam cupu-cu punya menjual obat macam apa?”

Wi Ci To yang mendengar kata-kata dalam keadaan mabok itu tidak terasa menjadi tertawa geli, ujarnya: “Coba lihat, kamu masih bilang tidak mabok..”

Baru saja kata-kata ‘mabok’ keluar dari mulutnya sekonyong- konyong..sebuah benda melayang turun dengan cepatnya dari tengah udara.

“Braaak..” dengan menimbulkan suara yang keras benda itu tepat terjatuh di atas meja perjamuan membuat cawan serta mangkok pada beterbangan dan jatuh ke atas tanah.

Orang-Orang yang duduk dimeja perjamuan itubegitu melihat benda tersebut tidak tertahan lagi air mukanya segera berubah hebat, sambil menjerit kaget mereka pada meloncat berdiri dari tempatnya masing-masing.

Coba anda terka benda macam apa yang terjatuh dari tengah udara itu?

Ternyata sebutir batok kepala manusia yang masih meneteskan darah segar dari bekas bacokannya.

Shia Pek Tha yang melihat kejadian itu segera berteriak keras: “Oh Thian, bukahkah dia adalah Kang Kian Sian dari pendekar

pedang hitam?” Sepasang mata dari Wi Ci To berubah menjadi merah padam, dengan berat tanyanya: “Dia sedang meronda di atas gunung?”

“Benar!” sahut Shia Pek Tha.

Di dalam sekejap mata saja semua orang sudah bisa menduga peristiwa apa yang sedang terjadi, seluruh hadirin menjadi tenang kembali keadaan begitu sunyi senyapnya sehingga tidak terdengar sedikit suara pun, masing-masing tangan dengan kencang mencekal gagang pedangnya masing-masing sedang seluruh perhatian ditujukan siap menghadapi perubahan yang bakal terjadi.

+++

“Siapa yang datang?” tanya Ti Then dengan perlahan.

Wi Ci To menggelengkan kepalanya, agaknya dia sendiri pun tidak tahu, tubuhnya dengan perlahan bangkit berdiri dari kursi, ujarnya dengan nada yang berat:

“Kawan dari mana yang sudah datang mengunjungi benteng kami, silahkan unjukkan diri untuk bertemu”

Suatu suara aneh yang sangat menjeramkan segera berkumandang datang dari atas wuwungan rumah di samping kiri lapangan latihan silat itu, sahutnya dengan seram:

“Aku, he he he..orang she Wi sungguh pandai kamu orang bersenang senang mengadakan perjamuan hingga jauh malam tetapi tahukah kamu orang majat-majat yang bergelimpangan di tengah jalan sudah mulai mendingin?”

Para pendekar pedang merah yang ada ditengah perjamuan begitu mendengar di atas wuwungan rumah ada orang segera siap menubruk ke atas, saat itulah Wi Ci To sudah membentak dengan keras: “Jangan bergerak!”

Para pendekar pedang merah tidak berani membangkang perintahnya terpaksa duduk kembali ketempatnya masing-masing.

“Siapa sebenarnya saudara itu?” “He he..kawan lamamu” sahut orang itu sambil tertawa menjeramkan.

“Hmm..hmm..selamanya lohu hanya bersahabat dengan orang- orang jujur dan suka berterus terang, selamanya belum pernahberkenalan dengan seorang manusia yang suka main sembunyi-sembunyi seperti anak kura-kura”

Orang itu tertawa terbahak-bahak, sahutnya: “Lohu sendiri juga tidak punya niat untuk main sembunyi-sembunyi seperti cucu kura- kura”

Sambil berkata terlihatlah sesosok bajangan manusia dengan kecepatan yang luar biasa melayang turun dari atas atap. Gerakan tubuhnya sangat ringan bagaikan burung walet, di dalam sekejap mata saja dia sudah melayang turun beberapa kaki diluar lapangan latihan silat tersebut. Rumah itu jaraknya dengan permukaan tanah tidak lebih setinggi tujuh delapan kaki, kini dengan satu kali lompatan saja ternyata dia bisa melayang turun dengan mudahnya hal ini dengan jelas memperlihatkan kalau ilmu meringankan tubuhnya sudah mencapai pada taraf kesempurnaan.

Bentuk tubuhnya kaku persis seperti sesosok majat hidup yang baru saja bangkit dari kuburan.

Jika dilihat usianya kurang lebih diantara enam puluhan, tinggi tubuhnya sedengan sedang bentuknya kurus kering rambutnya terurai awut-awutan, wajahnya kotor dan baju yang dipakainya pun compang camping persis seperti orang pengemis, hanya saja dipinggang sebelah kanannya tersoren sebilah pedang panjang.

Di samping itu dia memiliki sepasang mata yang sangat tajam bagaikan sambaran kilat, pada saat berkelebat membuat orang yang melihat pada bergidik saking ngerinya.

Diam-diam Wi Ci To menghembuskan napas dingin, karena walau pun dia tidak tahu siapa orang itu tetapi dalam hatinya sadar kalau malam ini kedatangan seorang musuh yang sangat tangguh. Sesudah berhasil menenangkan pikirannya barulah ujarnya: “Maaf pandangan lohu sudah lamur, siapakah sebenarnya saudara ini?” Orang aneh itu mementangkan mulutnya tertawa dingin sehingga terlihatlah sebaris giginya yang kuning memuakkan, sahutnya:

“Selama beberapa tahun ini Wi Pocu selalu memimpin Bu-lim, kedudukannya pun sangat terhormat, tidak aneh kalau sudah melupakan kawan lama”

“Hemmm..hmm..”ujar Wi Ci To sambil tertawa dingin tak henti- henti-nya: “Walau pun sudah lama Lohu mem punyai kedudukan sebagai pimpinan seluruh Bu-lim tetapi selamanya tidak pernah terlalu memandang tinggi kedudukan ini, asalkan kawan-kawan karib dari satu jalan yang sama Lohu tidak akan melupakan untuk selamanya”

“Tetapi kamu orang sudah lupakan aku?”

“Hal ini dikarenakan saudara memang bukannya kawan lama dari Lohu”

Mendadak Huang Puh Kian Pek berjalan mendekati Wi Ci To, ujarnya dengan perlahan: “Suheng coba lihat telinga kanannya!”

Mendengar perkataan itu dengan cepat Wi Ci To memperhatikan telinga sebelah kanan dari orang itu dengan sangat teliti saat itulah dia baru menemukan kalau telinga kanannya jauh lebih kecil dari telinga kirinya, tidak tertahan tubuhnya tergetar dengan sangat keras, serunya:

“Haaa? Kau adalah si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan?”

“Ha ha ha..bagus sekali, bagus sekali..akhirnya kenal juga..sungguh untung sekali..untung sekali”

Walau pun Wi Ci To boleh dihitung merupakan seorang yang sangat tenang tetapi saat ini pada wajahnya tidak urung menampilkan perasaan terkejutnya juga, sama sekali tidak terduga olehnya si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan yang pada masa lalu merupakan seorang pemuda tampan kini sudah berubah menjadi seorang jelek yang sangat mengerikan. Yang datang tidak akan punya maksud baik, yang bermaksud baik tidak akan datang, ini hari si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan muncul ditempat itu sudah tentu membawa maksud yang tidak baik, apalagi jika dilihat gerak-geriknya yang tambah lincah agaknya sukar untuk dihadapi jika dibandingkan dengan dahulu.

Bahkan kedatangannya kali ini bertepatan dengan beradanya Ti Then di dalam Benteng, apa mungkin Ti Then benar-benar merupakan muridnya? Apa betul dia yang perintahkan Ti Then untuk masuk Benteng bertindak sebagai mata-mata?

Sesudah berpikir sampai di sini tidak tertahan lagi hati Wi Ci To berdebar dengan kerasnya.

Kepandaian yang dimiliki Ti Then saja dia sendiri sudah merasa sulit untuk hadapi, kalau benar-benar Ti Then merupakan muridnya si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan ini maka dengan jelas sekali memperlihatkan kalau kepandaian silat dari pihak lawan sudah mencapai pada taraf yang jauh lebih tinggi dari dirinya, dengan demikian kemungkinan sekali Benteng Pek Kiam Po akan musnah di dalam serangannya kali ini.

Pikiran tersebut dengan cepat berkelebat di dalam benaknya, segera dia putar tubuhnya berkata kepada Huang Puh Kian Pek yang berdiri di sisinya:

“Sute, perhatikan seluruh gerak-gerik dari Ti Then..dengan perlahan-perlahan coba dekati tubuhnya bila menemukan gerak- geriknya sedikit mencurigakan segera turun tangan kuasai dia”

Huang Puh Kian Pek sedikit mengangguk kemudian dengan berpura-pura tidak sadar tubuhnya mulai bergeser kesisi tubuh Ti Then.

Ti Then yang selama ini selalu menganggap Wi Ci To sebagai Majikan Patung Emas sudah tentu tidak terlalu memperhatikan gerak-gerik dari Huang Puh Kian Pek yang mulai bergeser mendekati tubuhnya itu. Pada air muka Wi Ci To dengan perlahan-lahan mulai menampilkan senjuman, sambil memandang tajam kearah si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan ujarnya:

“Dua puluh tahun tidak bertemu, tidak disangka Cian-heng sudah berubah menjadi sedemikian rupa..”

“Semuanya ini merupakan pemberian dari Wi Toa Pocu” sahut si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan dengan dinginnya.

“Bagaimana perkataanmu ini?”

“Sejak aku orang she Cian kau lukao telinga kananku di depan umum karfena merasa malu untuk bertemu dengan orang maka di dalam beberapa tahun ini aku orang she Cian selalu bersembunyi ditengah gunung hingga saat ini”

“Tapi” ujar Wi Ci To, “Sesaat sebelum terjadinya pertandingan pada waktu itu kita pernah berjanyi terlebih dulu, tidak perduli siapa pun yang terluka atau terkalahkan tidak diperkenankan mendendam di dalam hati, mungkin Cian-heng sudah melupakan akan hal ini?”

“Ha ha ha ha..tidak lupa..tidak lupa, aku orang she Cian sama sekali tidak mendendam”

“Lupa atau tidak hanya dalam hatimu sendiri yang jelas” ujar Wi Ci To sambil tersenjum.

“Aku orang she Cian benar-benar tidak akan mendendam di dalam hati, ada pepatah mengatakan menang kalah merupakan kejadian yang biasa di dalam suatu pertempuran, kemarin kalah mungkin hari ini akan pulang dengan memperoleh kemenangan, buat apa mendendam di dalam hati?”

“Lalu ini hari Cian-heng punya perhitungan pulang dengan memperoleh kemenangan?” tanya Wi Ci To lagi.

“Benar” sahut Cian Pit Yuan sambil mengangguk, “Aku orang she Cian tentu punya hak ini bukan?”

“Sudah tentu ada..sudah tentu ada, tetapi kamu orang tidak seharusnya membunuh anak murid lohu, kamu orang merupakan seorang jago yang   punya nama sangat terkenal di dalam Bu-lim, kini ternyata turun tangan membunujh seorang boanpwe yang masih rendah tingkatannya, hal ini membuat lohu merasa kecewa bagi dirimu”

“Sebenarnya aku orang she Cian tidak punya niat untuk bunuh dia, kesemuanya karena dia sendiri yang mencari mati”

“Oooh benar begitu?” tanya Wi Ci To sambil tertawa dingin.

“Aku orang she Cian sebetulnya punya niat dengan hormat untuk menemui kau Wi Toa Pocu, siapa tahu anak muridmu itu terlalu memandang rendah orang lain, dia melihat aku orang she Cian berpakaian compang-camping dan miskin ternyata tidak memperkenankan aku masuk bahkan memaki-maki dan meperolok- olok aku orang, terpikir olehku dengan peraturan yang keras dari Bentengmu ini sudah tentu tidak mungkin memiliki seorang anak murid semacam dia, karena itulah orang semacam itu tidak mungkin bisa terpakai lagi di sini maka aku mewakili kamu orang menyingkirkan nyawa dari sini”

Shia Pek Tha yang mendengar perkataan ini menjadi sangat gusar, mendadak dia meloncat bangun dari tempat duduknya, sambil mengaum keras bentaknya:

“Omong kosong, Kang Kian Sian merupakan pendekar pedang yang paling luhur hatinya, paling jujur dan paling menuruti aturan , kamu bangsat tua sudah bunuh dirinya kini memfitnah lagi, aku akan adu jiwa denganmu terlebih dulu”

Sambil berkata dia meloncat kearahnya sambil mencabut pedang dari sarung segera dia melancarkan satu serangan dahsyat ke depan.

Cian Pit Yuan tertawa terbahak-bahak, tubuhnya sedikit miring ke samping segera terhindarlah dari tusukan dahsyat Shia Pek Tha ini bersamaan pula kaki kanannya maju satu langkah ke depan dengan tepat berhasil menghajar pundak Shia Pek Tha, membuat tubuhnya tidak tahu lagi mundur beberapa langkah ke belakang dengan sempojongan sambil tertawa keras ujarnya: “Minggir sedikit, kau masih terlalu jauh untuk lawan aku”

Shia Pek Tha merupakan salah satu pendekar pedang merah yang tertua di dalam Benteng Pek Kiam Po ini, julukannya Satu kali tusukan menembus ulu hati, sudah sangat terkenal di dalam dunia kangouw, kini satu tusukannya bukan saja berhasil digagalkan oleh Cian Pit Yuan bahkan tubuhnya sendiri berhasil pula dipukul oleh Cian Pit Yuan hingga mundur sempojongan, hal ini merupakan suatu kejadian yang jauh diluar dugaan.

Dengan perkataan lain, hal ini membuktikan kalau kepandaian silat dari si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan ini sudah berhasil dilatih hingga mencapai pada taraf kesempurnaan.

Wi Ci To yang melihat kejadian itu segera sadar kalau Shia Pek Tha bukanlah musuh dari Cian Pit Yuan itu, jika pertempuran ini diteruskan tidak lebih juga bikin malu saja segera bentaknya dengan keras: “Pek Tha, kau mundur!”

Tetapi Shia Pek Tha sama sekali tidak mau ambil perduli bentakannya itu, sambil membentak keras sekali lagi dia menyambarkan pedangnya ke depan, pedangnya diputar hingga mirip naga yang sedang menari di dalam sekejap mata saja dia sudah berhasil melancarkan empat jurus serangan sekaligus dengan gerakan menusuk, membabat, membacok serta menyambar.

Keempat jurus serangan ilmu pedang ini walau pun dilakukan dengan sedikit perbedaan waktu tetapi waktu dilancarkan keluar mirip sekali dengan empat buah serangan dilancarkan sekaligus disekeliling tubuh Cian Pit Yuan itu.

Tetapi sebaliknya Cian Pit Yuan sama sekali tidak mencabut keluar pedangnya, tubuhnya masih tetap berada ditempat semula hanya saja kakinya dengan sangat ringannya bagaikan mengalirnya mega di angkasa, tubuhnya dengan sangat lincah berhasil menghindarkan diri dari seluruh serangan itu, pada saat serangan yang keempat baru saja dilancarkan terlihatlah telapak tangannya sedikit miring dengan sangat hebat dia berhasil menghajar perut Shia Pek Tha. Waktu melancarkan serangan itu sama sekali tidak dilakukan dengan cepat, hanya kecepatan serta kejituan serangannya itu membuat Shia Pek Tha tidak berhasil menghindarkan diri lagi dari serangan itu.

Bagaikan sebuah tiang besar tubuh Shia Pek Tha dengan mengeluarkan dengusan berat rubuh ke atas tanah dengan kerasnya.

Seluruh hadirin ditempat itu begitu melihat hanya di dalam satu gerakan saja Cian Pit Yuan berhasil memukul rubuh Shia Pek Tha tidak terasa pada melototkan matanya lebar-lebar sedang air mukanya berubah dengan sangat hebatnya.

Dalam hati Wi Ci To sadar kalau dia harus secepat mungkin turun tangan sendiri, tetapi baru saja dia hendak maju ke depan, Ti Then yang berada di sampingnyajauh lebih cepat satu tindak dari dirinya, terlihat tubuh Ti Then sedikit berkelebat dia sudah berada di hadapan Cian Pit Yuan.

Sebenarnya Huang Puh Kian Pek terus menerus bersiap diri untuk menguasai Ti Then, tetapi gerakan dari Ti Then jauh lebih cepat daripada apa yang dipikirkan, hampir-hampir boleh dikata sesaat tubuh Ti Then sudah berada satu kaki dari tempat semula dia baru turun tangan berusaha mencegah kepergian Ti Then itu, tetapi gerakannya ini sudah tentu tidak mencapai pada sasarannya tidak terasa air mukanya berubah menjadi merah padam, bentaknya: “Ti Then, kamu mau berbuat apa?”

Ti Then sudah menjongkokkan diri di samping tubuh Shia Pek Tha, terlihatlah dari samping mulutnya darah segar masih menetes keluar dengan derasnya sedang keadaannya pun berada di dalam keadaan tidak sadarkan diri, segera dia angkat kepala sambil ujarnya:

“Saudara itu cepat kemari membimbing Shia toako ke samping!”

Seorang pendekar pedang putih yang berada didekatnya segera maju ke depan dan membopong tubuh Shia Pek Tha yang tidak sadarkan diri itu ke samping tubuh Wi Ci To. Setelah itu barulah dengan perlahan Ti Then bangkit berdiri dan memandang tajam kearah Cian Pit Yuan, ujarnya sambil tertawa dingin:

“Gerak-gerikmu sungguh tidak jelek hanya bilamana dengan mengandalkan kepandaian ini saja sudah berani mengacau benteng Pek Kiam Po ini mungkin tidak begitu mudah”

Tadi Cian Pit Yuan sudah melihat dengan jelas kalau gerakan tubuhnya sangat cepat sekali, dalam hatinya tidak urung merasa terkejut juga kini tidak terasa lagi dia lebih memperhatikan beberapa kejap kearahnya, dengan pandangan yang sangat tajam dengan sangat teliti dia mulai memeriksa Ti Then dari atas kepala hingga ujung kakinya, kemudian barulah katanya:

“Siapa kau?”

“Hemm..hmmm..orang yang ada di dalam kalangan ini kecuali saudara seorang lainnya merupakan orang-orang dari benteng Pek Kiam Po”

“Ha ha ha…ooh..begitu?” ujar Cian Pit Yuan sambil tertawa terbahak-bahak, “Lohu pernah dengar di dalam benteng Pek Kiam Po terdapat pendekar pedang merah, putih serta hitam, hey bangsat cilik kamu termasuk dari tingkatan yang mana?”

“Pendekar pedang hitam” sahut Ti Then singkat.

Cian Pit Yuan yang mendengar perkataan ini tidak tertahan lagi mengerutkan alisnya kencang-kencang, ujarnya dengan kurang percaya:

“Pendekar pedang hitam? Kalau begitu cepat menggelinding dari sini, kalau tidak hemmm..hmmm jangan salahkan lohu turun tangan kejam lagi terhadap dirimu”

“Sekali pun aku hanya seorang pendekar pedang hitam tetapi dalam hati aku masih punya pegangan untuk membereskan orang semacam kamu” Cian Pit Yuan begitu mendengar perkataan itu segera menjadi gusar, sambil angkat kepala serunya dengan keras:

“Hey orang she Wi, kamu orang apa mau lihat pendekar pedang hitammu yang ini juga kehilangan nyawa?”

Begitu Wi Ci To melihat sikap dari Ti Then terhadap pihak lawannya segera tahulah dia bahwa Ti Then tidak mungkin merupakan anak muridnya, tetapi untuk membuktikan kalau Ti Then sama sekali tidak punya hubungan dengan pihak lawan di dalam hatinya segera timbul keinginan untuk melihat masing-masing pihak saling bergebrak dulu, maka sambil tertawa keras ujarnya:

“Cian-heng, kalau memangnya kamu orang tahu kalau di dalam bentengku ini terdapat pendekar pedang hitam, putih serta merah, apa mungkin kamu orang tidak tahu kalau di dalam benteng kami ini berlaku juga satu peraturan?”

Cian Pit Yuan menjadi tertegun, tanyanya:

“Peraturan apa?”

“Setiap orang yang masuk ke dalam benteng ini bilamana hendak bertempur lawan lohu maka terlebih dahulu harus melewati tiga rintangan, memukul rubuh pendekar pedang hitam terlebih dahulu kemudian melewati rintangan pendekar pedang putih, merah baru kemudian bergebrak sendiri dengan lohu”

“Hemm..hmmm..” ujar Cian Pit Yuan sambil tertawa dingin, “Tapi seorang pendekar pedang hitammu sudah aku bunuh”

“Lohu tidak melihat dengan mata kepala sendiri siatuasi pada saat itu, mungkin juga kamu bunuh dia dengan siasat licin?”

Cian Pit Yuan menjadi sangat gusar, sahutnya kemudian: “Baiklah pendekar pedang hitam itu boleh tidak dihitung tetapi

yang baru saja ini?”

“Dia bukan orang yang lohu tunjuk sudah tentu tidak bisa dihitung” Cian Pit Yuan semakin gusar lagi, sambil menuding kearah Ti Then ujarnya sambil tertawa dingin:

“Kini dengan resmi kamu tunjuk pendekar pedang hitam ini untuk bergebrak lawan aku orang she Cian?”

“Tidak salah!” sahut Wi Ci To sambil mengangguk.

“Aku orang she Cian kalau tidak turun tangan masih tidak mengapa, tapi begitu turun tangan maka pasti akan bunuh orang, apa kau tega melihat anak muridmu terbunuh oleh aku orang she Cian?”

“Ha ha ha…sebaliknya lohu malah yang mau beri nasehat padamu lebih baik sedikit berhati-hati, mungkin yang binasa adalah kamu orang sendiri”

Cian Pit Yuan mendengus dengan dinginnya, dia tidak mau ambil bicara lebih banyak lagi, sambil menoleh kearah Ti Then ujarnya:

“Hey bangsat cilik, ajoh mulai turun tangan!”

“Tidak bisa..tidak bisa” ujar Ti Then, “Kamu orang adalah pihak yang menjerbu ke dalam benteng kami ini sudah seharusnya kamu orang yang turun tangan terlebih dulu”

Cian Pit Yuan tidak bisa menahan hawa amarahnya lagi, bentaknya:

“Bangsat cilik, orok busuk..kamu orang berani mengejek di depan mata lohu”

Sambil berkata tangannya dengan sangat dahsyat menghajar dada pihak musuhnya.

Dia tetap tidak siap sedia menggunakan pedangnya, hal ini dikarenakan dia sama sekali tidak percaya kalau seorang pendekar pedang hitam semacam Ti Then ini bisa mengalahkan dirinya.

Padahal Ti Then sendiri juga tak punya pegangan yang teguh untuk memperoleh kemenangan ini tetapi kini dengan nyalinya yang besar dia ingin mencoba bergebrak dengan seorang musuh yang tangguh ini, dia tidak takut kalau sampai dikalahkan bahkan dalam hatinya dia mengharapkan kalau dirinya bisa dikalahkan, sehingga dengan demikian dia bisa membatalkan perjanyiannya dengan Majikan patung emas itu, karena dia sudah berjanyi dengan Majikan patung emas asalkan di dalam Bu-lim dia bisa menemui seorang yang bisa mengalahkan dirinya atau bertempur seimbang dengan dirinya maka segera dia akan memperoleh kebebasan kembali.

Maka itulah dia sangat mengharapkan bisa dikalahkan oleh pihak lawannya yang tangguh ini, tetapi dia tidak berani mengalah secara sengaja oleh karena itulah begitu melihat Cian Pit Yuan melancarkan serangan dahsyat kearah dadanya dengan cepat dia menyambut serangan itu dengan telapaknya juga.

“Plak..!” sepasang telapak tangannya masing-masing bertemu menjadi satu terlihatlah tubuh Ti Then mundur satu langkah ke belakang.

Cian Pit Yuan begitu melihat Ti Then hanya berhasil dipukul mundur satu langkah saja tidak terasa air mukanya berubah sangat hebat, sambil tertawa aneh ujarnya:

“Hemmm..hmmmm punya simpanan juga, coba terima satu seranganku ini lagi”

Suaranya baru keluar dari mulut, telapak tangannya sudah menyambar datang. Dengan menggunakan jurus Co Yuan Hoa Su, telapak tangannya dengan dahsyat menghajar perut dari Ti Then.

Ti Then tidak mau adu keras lawan keras lagi, tubuhnya sedikit miring ke samping dengan menggunakan jurus ‘Pek Hok Liang Ci atau bangau putih mementangkan sajap tubuhnya dari bawah ke atas balas mengancam bahu pihak lawan.

Cian Pit Yuan tertawa dingin, telapak tangannya segera berubah jurus, tubuhnya memutar ke sebelah kanan dengan menggunakan jurus ‘Ji Lang Tan San auat Ji Lan memikul pakaian, balas menjerang jakan darah Thay yang hiat, dikening sebelah kiri dari Ti Then. Kedua orang itu saling serang menjerang dengan kecepatan bagaikan kilat, di dalam sekejap saja puluhan jurus sudah berlalu tetapi masing-masing tetap seimbang tanpa ada yang berhasil merebut di atas angin.

Dengan keadaannya seperti ini lama kelamaan hati Cian Pit Yuan menjadi sedikit gugup dan bingung.

Pada dua puluh tahun yang lalu dia dikalahkan di bawah serangan pedang Wi Ci To dengan menahan perasaan malu segera hilang dari dunia kangouw untuk berlatih dengan giat ditengah pegunungan yang sunyi, kini sesudah berhasil melatih ilmunya di dalam hati menganggap dengan mudah mungkin dia berhasil mengalahkan Wi Ci To sehingga terbalas dendam sakit hati terpapasnya telinga sebelah kanannya itu, siapa tahu pada pertempuran pertamanya secara resmi dia sudah berhadapan dengan seorang ‘Pendekar Pedang Hitam’ yang sukar untuk ditundukkan, hanya cukup seorang Pendekar pedang hitam saja sudah demikian lihaynya hal ini membuktikan kalau Wi Ci To yang sekarang jauh lebih lihay daripada Wi Ci To dua puluh tahun yang lalu.

Semakin bertempur hatinya semakin terperanyat sehingga di dalam keadaan yang tidak tenang itu membuat seluruh jurus serangan yang dilancarkan semakin tidak karuan, karena itulah sesudah lewat lima enam puluh jurus lagi lama kelamaan dia sudah terdesak hingga berada di bawah angin.

Dalam hati Ti Then juga tidak menginginkan dia terkalahkan dengan sangat cepat karena itulah bentaknya dengan keras:

“Pusatkan seluruh perhatian untuk bertempur, kalau tidak segera kamu akan dikalahkan”

Cian Pit Yuan menjadi sangat terkejut segera dia pusatkan seluruh perhatiannya untuk menghadapi musuh, tenaga murninya diatur sehingga lancar dengan demikian dia berhasil juga menyambut setiap serangan musuh yang sangat genting itu. Kedua orang itu semakin bertempur semakin cepat hingga akhirnya semua hadirin hanya melihat sekumpulan bajangan manusia yang sebentar naik sebentar turun kemudian terdengar pula suara menyambarnya angin pukulan yang sangat dahsyat. Siapa pun tidak bisa melihat dengan jelas yang mana Ti Then dan mana pula Cian Pit Yuan sendiri.

Sesudah bertempur kurang lebih empat jurus lagi tiba-tiba: “Plok..” terlihatlah bajangan manusia itu berpisah dan masing- masing mengundurkan diri beberapa langkah ke belakang.

Air muka dari Cian Pit Yuan berubah menjadi hijau membesi, tangan kirinya di balik terdengar suara pekikan naga pada tangannya sudah bertambah dengan sebilah pedang panjang yang sangat tajam dan memancarkan sinar kebiru-biruan, bentaknya dengan keras:

“Bangsat cilik, cepat ambil pedangmu, Lohu akan mencoba juga kepandaianmu di dalam permainan pedang, bila kau berhasil menyambut seratus jurus serangan lohu ini maka sejak ini hari lohu akan mengundurkan diri dari Bu-lim selamanya tidak akan mendatangi benteng Pek Kiam Po ini untuk menuntut balas”

“Bagus..bagus sekali” sahut Ti Then sambil tersenjum, “Hanya saja kamu orang sudah bunuh satu saudara kami maka sebelum kau meninggalkan tempat ini maka telinga sebelah kirimu harus ditinggalkan juga”

Saking gusarnya air muka Cian Pit Yuan yang sudah berubah menjadi hijau membesi semakin jelek lagi, teraknya dengan keras:

“Bangsat cilik..bangsat cecunguk anying, mungkin kamu orang sudah bosan hidup..cepat ambil pedangmu”

Kiranya pada dua puluh tahun yang lalu Cian Pit Yuan sekali pun jadi orang sangat aneh tetapi suka kebagusan, sesudah telinga sebelah kanannya terluka oleh pedang Wi Ci To karena perasaan malunya inilah segera dia angkat sumpah untuk membalas dendam sakit hati itu, kini dia dengar Ti Then mau menabas telinga sebelah kirinya juga tidak terasa menjadi sangat gusar sekali. Tiba-tiba terdengar Wi Ci To tertawa terbahak-bahak ujarnya:

“Cian-heng, bagaimana kalau ganti baju dulu baru menlanjutkan pertempuran ini?”

Air muka dari Cian Pit Yuan segera berubah menjadi merah padam, ujarnya dengan gusar:

“Hey orang she Wi menang kalah masih belum ditentukan jangan keburu girang dulu!”

Semua orang yang hadir ditempat itu sesudah mendengar perkataan dari Wi Ci To ini barulah memperhatikan keadaan dari Cian Pit Yuan, terlihatlah pakaian bagian dadanya sudah sobek beberapa bagian hal ini memperlihatkan kalau pertempuran yang baru saja selesai ini dia sudah terkalahkan, tidak aneh kalau dia minta berganti dengan pertempuran pedang.

Ti Then ketika melihat seluruh sinar mata dari orang-orang yang ada disekitar tempat itu memandang kearahnya dengan perasaan kagum tidak terasa hatinya merasa sangat bangga, ujarnya sambil tertawa tawar:

“Saudara mana yang mau meminyamkan pedangnya untuk siauwte gunakan?”

Sebilah pedang panjang segera dilemparkan kearahnya.

Ti Then sesudah berhasil menyambut pedang itu dilihatnya sebentar seluruh tubuhnya kemudian barulah ujarnya kepada Cian Pit Yuan sambil tertawa:

“Mari, silahkan mulai melancarkan serangan”

Perasaan gusar yang menghiasi wajah Cian Pit Yuan dengan mendadak lenyap tanpa bekas sedang sikapnya pun segera berubah menjadi sangat serius. Pedangnya dilintangkan disepan dada sepasang matanya memandang mendatar ke depan agaknya seluruh perhatiannya sedang dipusatkan pada ujung pedangnya, sehingga kelihatan sekali sikapnya yang gagah tidak malu disebut sebagai seorang jago nomor wahid. Wi Ci To yang melihat keadaannya itu menganggukkan kepalanya dengan perlahan, kepada Huang Puh Kian Pek yang berada disisinya ujarnya dengan perlahan:

“Kamu lihat bagaimana?”

“Tidak jelek” sahut Huang Puh Kian Pek dengan perlahan juga, “Orang ini sudah melumerkan tiga kekuatan luar menjadi satu kekuatan dahsyat, agaknya latihannya sudah mencapai pada tingkatan yang keenam dari puncak kesempurnaan”

Wi Ci To menghela napas perlahan, ujarnya:

“Heei..bila ini hari bukannya Ti Then yang turun tangan mungkin kerugian dan penderitaan yang akan dialami benteng ini akan jauh lebih berat lagi”

Huang Puh Kian Pek mengangguk dengan perlahan dan tidak ambil bicara lagi, karena saat ini Ti Then serta Cian Pit Yuan yang sedang bertempur ditengah kalangan sudah mencapai pada situasi yang sangat tegang dan seru, jika dibicarakan terhadap mereka boleh dikata pertempuran kali ini merupakan suatu pertempuran yang paling sengit yang tidak mungkin tidak dilihat.

Ti Then serta Cian Pit Yuan yang saling berhadap-hadapan dengan perlahan mulai menggeserkan diri ketengah kalangan, suatu suasana pertempuran yang sangat seru dan sengit membuat pernapasan setiap hadirin terasa sangat sesak.

Sesudah melewati suatu pertempuran-sunyi-yang cukup seru dan menegangkan, pertama-pertama Cian Pit Yuan lah yang mulai bergerak maju, terdengar dia membentak keras tubuhnya bersama pedang panjangnya bagaikan kilat cepatnya menubruk kearah Ti Then.

Terlihat sinar pedang berkelebat beberapa kali, di dalam sekejap mata dia sudah melancarkan tujuh kali serangan gencar kearah seluruh tubuh Ti Then.

“Criing..criiing…criing….criiing..!” Pedang panjang Ti Then dengan lincahnya bergerak dan menari ditengah bajangan serangan pedang dari Cian Pit Yuan itu, dengan sangat mudahnya dia berhasil mematahkan ketujuh buah serangan dahsyat itu, pedang panjangnya menjadi semakin kencang bersama- sama dengan angin sambaran yang sangat tajam dia balas menjerang tujuh buah serangan dahsyat kearah tubuh Cian Pit Yuan.

Cian Pit Yuan dengan cepat mematahkan setiap serangan itu kemudian masing-masing meloncot mundur ke belakang sekali lagi dengan saling pandang kearah pihak lawan mereka mulai bergeser mengelilingi kalangan pertempuran.

Kali ini Ti Then melancarkan serangannya terlebih dahulu, dia bersuit dengan nyaringnya, pedang panjangnya diputar sedemikian rupa sehingga terlihat bunga pedang berterabngan memenuhi angkasa sedang tubuhnya terus menerjang ke depan hingga mencapai di depan tubuh pihak musuh.

Pedangnya digetarkan sehingga bunga-bunga pedang memancar kearah wajah wjah si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan itu sedang ujung pedangnya sendiri menabas kearah pinggangnya.

Dengan cepat Cian Pit Yuan menggetarkan pedangnya mematahkan serangan itu sedang tubuhnya dengan cepat mundur dua langkah ke belakang baru bisa terhindar sama sekali dari serangan Ti Then ini.

Begitu tubuhnya mundur dengan beraninya dia menerjang kembali ke depan, kakinya dengan mantap setindak demi setindak maju ke depan satu serangan, disusul dengan satu serangan yang lain sehingga bagaikan terbangnya naga serta burung hong yang sedang menari, mirip juga seperti mengamuknya hujan badai melanda tengah samudra membuat Ti Then terpaksa mundur dua langkah juga ke belakang.

Kedua orang itu sekali lagi menerjang ke depan, ditengah berselimutnya bajangan pedang membuat tubuh kedua orang itu sukar dibedakan, semua orang hanya merasakan pandangannya menjadi kabur sukar dilihat jelas keadaan yang sesungguhnya, mereka hanya sering mendengar benturan senyata tajam diselingi dengan percikan bunga-bunga api, tidak tertahan lagi hati mereka ikut berdebar-debar.

Seluruh lapangan latihan silat itu berubah menjadi sunyi senyap, selain suara desiran serta menyambarnya angin serangan yang tajam ditimpah dengan hiruk pikuk dari meja-meja perjamuan yang terbentur sama sekali tidak terdengar suara lainnya lagi setiap orang dengan pandangan yang melongo memandang pertempuran pedang yang sangat seru dan menegangkan itu.

Diam-Diam Wi Lian In menyawil ujung baju dari Hong Mong Ling, ujarnya setengah berbisik:

“Kini kamu tidak cemburu dan iri lagi bukan terhadap dia?”

Air muka dari Hong Mong Ling segera berubah menjadi merah padam, dengan setengah tertegun tanyanya:

“Iri terhadap siapa?”

Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya, ujarnya:

“Hmmm kamu orang jangan pura-pura lagi di hadapanku” Hong Mong Ling menjadi bingung dan gugup ujarnya:

“In moay kamu bagaimana bisa bicara begini? Aku mana mungkin iri terhadapnya, kepandaian silatnya begitu tinggi asalkan kita mau berlatih dengan rajin di bawah bimbingannya maka aku..”

“Tidak usah bicara lagi” potong Wi Lian In sambil tertawa merdu, “Aku hanya ingin meminyam kesempatan ini beri nasehat kepadamu, kepandaian silatnya jangan dikata kita tidak akan sanggup menangkan dia sekali pun ajahku sendiri juga mungkin bukan tandingannya, sejak ini hari kau harus berlatih sungguh- sungguh di bawah bimbingannya, jangan lagi mengorek dan menyakiti hatinya sehingga dia tidak betah hidup di dalam benteng kita” Hong Mong Ling sengaja memperlihatkan perasaan bingungnya, tanyanya:

“Bagaimana aku bisa menyakiti hatinya sehingga memaksa dia meninggalkan benteng kita ini?”

“Kamu orang jangan terlalu pandang rendah aku, aku juga bukan seorang anak kecil berusia tiga tahun, tadi pagi dengan sengaja kau berikan sebilah pedang yang supah putus kepadanya, aku melihat hal ini dengan sangat jelas sekali”

Air muka dari Hong Mong Ling sekali lagi berubah menjadi merah padam ujarnya:

“In-moay makin bicara kau makin tidak karuan, pedang itu diputuskan oleh Ki suko bagaimana bisa dihubungkan dengan aku?”

“Hmm..kau lihat ajahku sangat pandang dia sehingga dalam hati merasa tidak puas, tentang hal ini aku sendiri juga paham maka aku mau memaafkan dirimu, tetapi bilamana kau mendesak terus janagn salahkan aku kalau tidak mau perduli kau lagi”

Hong Mong Ling melihat Wi Lian Ini dibuat marah olehnya segera ujarnya dengan gugup:

“Kau anggap pedang itu aku yang patahkan terlebih dahulu?” “Apa bukan begitu?”

Sengaja Hong Mong Ling memeprlihatkan perasaan tidak puasnya, ujarnya lagi:

“Coba kau pikirkan, aku juga tidak punya kepandaian untuk menduga hal-hal yang akan datang bagaimana bisa tahu kalau ajahmu akan pinyam pedang dariku untuk dia gunakan? Dan dengan sengaja aku rusak pedangnya terlebih dahulu?”

“Hemmm..sejak sebelumnya kamu sudah menduga kalau ajahku tentu akan pinyam pedang darimu” “Heei..” ujar Hong Mong Ling sambil menghela napas panjang, “Kalau kamu berpikir begitu aku juga tidak bisa berbuat apa-apa lagi”

Agaknya Wi Lian In sedikit menjadi gusar karena sikapnya yang ketus itu, sambil memandang tajam kearah wajahnya katanya lagi:

“Jika didengar omonganmu, agaknya kamu tidak puas dengan aku?”

“Aku tidak punya perasaan begitu, aku hanya takut kamu salah paham terhadap omonganmu”

Wi Lian In segera tertawa dingin, ujarnya:

“Omong yang sejujurnya urusan pagi ini sekali pun ajahku juga dapat melihat dengan jelas, sebetulnya dia punya niat untuk maki kamu hanya karena permintaanku untuk memaafkan kesalahanmu ini sehingga dia tidak jadi, hemmm kini jika kamu masih begitu…”

Mendadak suatu jeritan ngeri yang sangat aneh sekali berkumandang ditengah lapangan dengan kerasnya memotong pembicaraan selanjutnya dari Wi Lian Ini itu.

Si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan sudah dikalahkan? Pada saat pertempurannya dengan Ti Then mencapai pada jurus yang kesembilan puluh mendadak dia bersuit keras tubuhnya dengan cepat mengundurkan diri beberpa kaki jauhnya dari tempat semula kemudian disusul dengan putar tubuh ujung kakinya menutul permukaan tanah dan melayang pergi dari situ, terlihatlah bagaikan segulung asap hitam dengan kecepatan yang luar biasa dia melarikan diri keluar dari Benteng Pek Kiam Po.

Di dalam sekejap mata saja dia sudah melenyapkan dirinya tanpa bekas.

Seluruh pendekar pedang yang ada ditengah kalangan itu dibuat tertegun oleh kejadian ini, mereka semua tahu kalau Cian Pit Yuan dudah dikalahkan tetapi tidak paham dengan cara bagaimana dia bisa menderita kekalahannya itu. Pedang panjang dari Ti Then ditunjukkan ke bawah, sesudah berdiri termenung beberapa waktu lamanya barulah dengan menggunakan ujung pedangnya menusuk sebuah telinga yang penuh dibasahi oleh darah segar.

Ternyata dia memapas juga telinga sebelah kiri dari Cian Pit Yuan. Seluruh pendekar pedang yang hadir di sana sesudah melihat hal itu barulah meletus sorak sorai yang sangat keras, bahkan tidak sedikit diantara mereka yang meloncat-loncat dan menari saking girangnya.

Kepandaian silat dari Ti Then membuat mereka menjadi mabok, membuat mereka menjadi terpesona dan kagum.

Ditengah suara sorak sorai serta teriakan memuji itulah dengan setengah berbisik ujar Huang Puh Kian Pek kepada diri Wi Ci To: “Jika melihat keadaan ini agaknya dugaan kita sama sekali meleset”

“Siapa bilang tidak, sejak sekarang juga kita tidak boleh bertindak gegabah sehingga membuat dia merasa curiga terhadap kita”

“Tidak” ujar Huang Puh Kian Pek, “Dengan pedangnya dia melukai Cian Pit Yuan hal ini hanya bisa membuktikan kalau dia bukan murid dari Cian Pit Yuan, sedangkan mengenai dia musuh dari Benteng kami ataukah kawan dari Benteng kami kita masih membutuhkan waktu untuk membuktikannya.”

Wi Ci To yang mendengar perkataan itu dalam hatinya merasa sedikit tidak puas, ujarnya:

“Bilamana di dalam hatinya punya niat busuk terhadap Benteng kita, dengan mengandalkan kepandaian silat yang dimilikinya sekarang ini kenapa dia harus berbuat demikian, dengan terang- terangan bukankah masih sanggup?”

Dia berhenti sejenak kemudian sambungnya lagi: “Sekarang persoalan yang terpenting adalah dengan cara bagaimana membuat dia mau tinggal di dalam Benteng kita ini untuk selamanya”

“He he he he…” sahut Huang Puh Kian Pek sambil tertawa ringan, “Siauwte punya satu siasat yang bagus yang akan memaksa dia berdiam di benteng kita untuk selamanya, hanya mungkin suheng tidak akan menjetujuinya”

Wi Ci To segera memandang tajam wajahnya, lewat beberapa saat kemudian barulah sahutnya: “Coba kau utarakan”

“Ha ha haha..jodohkan saja In-ji kepadanya!” sahut Huan Puh Kian Pek dengan nada setengah gujon.

Wi Ci To menjadi tertegun, kemudian termangu-mangu lama kemudian barulah ujarnya sambil tertawa paksa:

“Sute, kamu sedang omong gujon? Ie-suheng mu sudah menjodohkan In-ji kepada Hong Mong Ling bagaimana kini bisa membatalkan perjodohan itu untuk berbalik dijodohkan kepadanya?”

Sambil berkata dengan langkah yang lebar dia berjalan menuju kearah Ti Then yang saat ini sedang dike pung oleh pendekar pedang ditengah-tengah kalangan.

“Malam ini dengan keadaan mabok Ti-Kiauwtauw berhasil memukul rubuh pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan, jika berita ini sampai tersiar di dalam dunia kangouw agaknya tidak akan ada orang yang mau percaya”

“Boanpwe tidak sanggup menawan dia sebenarnya dalam hati sedang merasa kecewa” ujar Ti Then sambil tersenjum.

“Ha ha ha ha..hanya ini saja sudah sangat cukup, waktu itu sesudah lohu melukai satu telinganya membuat dia harus bersembunyi ditengah gunung selama dua puluh tahu lamanya tanpa berani bertemu dengan seorang manusia pun ini malam Ti Kiauwtauw berhasil melukai telinga lainnya mungkin selama hidupnya ini tidak   punya muka untuk berkelana di dalam Bu-lim lagi” “Heei..” ujar Ti Then sambil menghela napas, “Jika dia tidak bunuh seorang saudara kita terlebih dahulu, boanpwe juga tidak punya niat untuk melukai dia”

Berbicara sampai di sini segera tanyanya lagi: “Bagaimana dengan luka dari Shia toako?”

“Heei..luka dalamnya agak parah tetapi tidak ada bahaja terhadap nyawanya, Lohu sudah kirim orang menghantar dia pulang kekamar untuk berobat”

“Mari pergi. Kita lihat-lihat bagaimana keadaan lukanya” kata Ti Then.

Hari kedua karena pertempurannya melawan Cian Pit Yuan membuat luka di pinggang Ti The kambuh kembali, sehingga dia tidak pergi ke lapangan latihan silat untuk memberi pelajaran silat kepada ke sepuluh orang pendekar pedang merah itu, dengan langkah yang perlahan menuju kamar Shia Pek Tha untuk menjenguk keadaan lukanya kemudian kembali kekamar untuk beristirahat.

Siang harinya, terlihatlah Hong Mong Ling menuju kekamarnya untuk menjenguk keadaan luka dari Ti Then, ujarnya:

“Ti Kiauwtauw, bagaimana dengan luka di pinggangmu? Baikan bukan?”

“Oooh..terima kasih atas perhatianmu, sedikit baikan”

“Siauwte menerima perintah dari suhu untuk datang menemani Ti Kiauwtauw bilamana Ti Kiauwtauw punya niat berpesiar ke atas gunung siauwte akan bertindak sebagai petunjuk jalan”

“Heei…” ujar Ti Then, “Luka di pinggang siauwte masih belum sembuh, untuk berpesiar ke puncak Selaksa Budha atau puncak emas rasanya tidak begitu leluasa biarlah lain hari saja”

“Tapi di atas gunung ada sebuah tempat yang mem punyai pemandangan alam yang sangat indah sekali bahkan tidak perlu mengeluarkan tenaga untuk mendakinya, lebih baik kita pesiar ke sana saja”

“Ooh melihat pemandangan desa?” tanya Ti Then lagi. “Tidak, sumber air sembilan naga”

Ti Then berpikir sebentar kemudian barulah sahutnya sambil mengangguk:

“Baiklah, biar bagaimana pun kita juga sedang nganggur, jauh lebih baik untuk jalan-jalan”

Sehingga kedua orang itu sesudah membereskan pakaiannya dan meminta ijin dari Wi Ci To segera bersama-sama keluar dari dalam Benteng Pek Kiam Po itu.

Gunung Go bi san ini merupakan pusat agama Budha yang umum sehingga kuil-kuil yang didirikan di atas gunung sangat banyak jumlahnya, kedua orang itu sesudah melewati kuil Lian Hoa Si, Hoa Jen Si, Tiang Lo Ji Koan Sim Si dan terakhir sampailah pada kuil yang terbesar jaitu Ban Nian Si.

Kuil selaksa tahun ini didirikan pada jaman Kim. Hwesio Tong Hwi Tong pernah bertapa ditempat ini juga, ruangan di dalam kuil boleh dikata dibagi menjadi tujuh ruangan besar misalnya Loteng Thay Oh Lu, ruangan Kun Lo Tien, ruangan Khiet Hud Tien, ruangan Thian Ong Cee, ruangan Kim Kong Tien, ruangan Thay Auh Tien serta yang terakhir Coan Tien.

Bangunan dari ruangan Coan Tien itu sangat aneh sekali, bagian atas dari bangunan itu berbentuk persegi panjang sedang bagian bawahnya berbentuk bulat sehingga bentuknya mirip dengan paku terbalik seluruh bangunan terbuat dari bata merah tanpa menggunakan sebuah tiang pun, bagian depan mau pun bagian belakang terdapat pintu yang tingginya kurang lebih tiga kaki hingga mirip dengan pintu kota, di dalam ruangan terletakkan patung- patung Budha yang terbuat dari tembaga setinggi satu kaki lebih lima enam lebarnya tujuh depa, keadaannya sangat angker dan gagah bahkan bentuk ukirannya pun sangat indah membuat setiap orang yang melihat tidak tertahan pada menghela napas panjang.

Ti Then sesudah melihat-lihat kuil itu dan minum the di dalam kuil barulah bersama-sama Hong Mong Ling keluar dari kuil untuk meneruskan perjalanan ke depan.

Sesudah melewati kuil Hay Hwe Si, Ie Ong Si, Khie Lok Si, Kiam Liong Si, Be Sian Kang serta jembatan Cing Hong Beng Gwat Ciauw sampailah mereka di selat Liong Bun.

Di samping sebuah telaga terdapatlah suatu tebing yang terjal, air bening dengan derasnya memancar keluar dari bagian di atas menrjang ke bawah sehingga terbentuklah sebuah air terjun yang sangat indah sekali, di samping air terjun berdirilah berpuluh-puluh gua kecil yang mirip sekali dengan gua naga, air yang terjun dari atas dengan mengeluarkan suara yang gemuruh memancarkan percikan air keempat penjuru, inilah yang disebut sebagai sumber air Kiu Liong dan merupakan satu pemandangan aneh yang terdapat di atas gunung Go bi san ini.

Ti Then yang melihat pemandangan di tempat itu tidak terasa hatinya menjadi mabok dan terpesona oleh keindahan tempat tersebut, tidak terasa pujinya:

“Orang-orang bilang selat serta sumber air yang paling bagus dan paling aneh diseluruh dunia boleh dikata Liong Bun di atas gunung Go-bi san ini merupakan yang pertama, ternyata berita itu sedikit pun tidak salah, pemandangan di situ sungguh indah sekali” 

Hong Mong Ling yang dalam benaknya sedang memikirkan urusan lain saat ini hanya berdiam diri saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Ti Then yang melihat Hong Mong Ling lama sekali tidak menyawab segera ujarnya sambil tertawa:

“Hong heng, kamu bilang betul tidak?”

“Ooo..benar ..benar” sahut Hong Mong Ling dengan gugup, “Ti Kiauwtauw bilang..bilang..” “Ha..ha..haa…aku bilang pemandangan dari sumebr air Liong Bun ini sungguh indah sekali”

“Benar.benar..” sahut Hong Mong Ling termenung sambil mengangguk.

Melihat sikapnya yang gugup sinar mata Ti Then segera memandang kearahnya dengan sangat tajam, tanyanya:

“Hong heng kamu sedang pikirkan apa?”

Hong Mong Ling termenung sebentar kemudian barulah sahutnya dengan perlahan:

“Aku sedang pikirkan urusan malam itu” “Urusan kemarin malam?”

“Bukan, urusan pada malam yang lalu”

Sengaja Ti Then memperlihatkan sikapnya yang bingung dan tidak paham terhadap perkataan ini, tanyanya lagi:

“Kenapa dengan malam yang lalu?”

Hong Mong Ling memandang sekejap kearahnya kemudian memandang lagi kearah percikan air terjun itu, ujarnya:

“Malam yang lalu bilamana siauwte tahu kalau Lu Kongcu itu adalah si pendekar baju hitam Ti Then yang punya nama sangat terkenal di dalam Bu-lim sudah tentu tidak mungkin akan terjadi urusan yang sangat tidak menjenangkan itu”

Dalam hati diam-diam Ti Then merasa sangat geli, tetapi pada air mukanya sengaja memperlihatkan perasaannya yang sedang tertegun, tanyanya:

“Hong-heng kamu sedang bicara apa?”

Hong Mong Ling menjadi sedikit gemas, sambil pukul batok kepalanya sendiri ujarnya:

“Sudahlah, Ti Kiauwtauw-ku yang baik, siauwte sejak dulu sudah mengenal kau adalah Lu Kongcu itu” “Aku tidak mengerti kau sedang bicara apa?”

“Yang tidak mengerti seharusnya adalah aku” ujar Hong Mong Ling sambil tertawa pahit, “Malam itu dengan gaja seorang kongcu kaja yang suka pelesiran kau pergi ke sarang pelacur Toau Hoa Yuan mencari Liuw Su Cen karena waktu itu siauwte tidak tahu kalau kau adalah si pendekar baju hitam Ti Then, begitu dengar perkataanmu yang sombong membuat perasaan gusar dalam hatiku bergolak sehingga terjadilah bentrokan dengan kau, tetapi…kalau memangnya di sarang pelacur Touw Hoa Yuan kau sudah menang kenapa sampai sekarang kau masih begitu tidak puas terhadap aku?”

“Hong-heng” ujar Ti Then sambil tersenjum, “Sebetulnya kau sedang bicarakan apa?”

“Ti Kiauwtauw tidak perlu pura-pura bodoh, di sini tidak ada orang lebih baik kita bicara dengan blak-blakan saja”

“Hong-heng sudah salah mengenal orang, siauwte pada malam yang lalu tidak pernah pergi ke sarang pelacur Touw Hoa Yuan”

“Hemm..hemm..” Hong Mong Ling tertawa dingin tak henti- hentinya, ujarnya:

“Siauwte tidak akan membocorkan rahasia dari Ti Kiauwtauw, kau legakan hati saja sekarang siauwte hanya ingin mengetahui tujuan yang sebenarnya dari Ti Kiauwtauw”

“Heeeii Hong-heng” seru Ti Then sambil mengerutkan alisnya rapat-rapat, sedang air mukanya mulai kelihatan berubah, “Semakin bicara semakin tidak karuan, sebenarnya sudah terjadi urusan apa? Bagaimana jika Hong-heng ceritakan dengan jelas urusan yang sebenarnya mungkin siauwte akan bantu pikirkan”

Dengan pandangan yang gusar Hong Mong Ling memandang beberapa saat lamanya kearahnya, kemudian ujarnya dengan marah:

“Baiklah kau tidak mau bicara juga tidak mengapa, aku yang akan bicara. Karena kau tahu aku sering pergi cari Liuw Su Cen untuk bersenang-senang dan tahu juga kalau aku sudah dijodohkan dengan nona Wi maka sengaja kau menanti di sarang pelacur Touw Hoa Yuan untuk mencari setori dengan aku kemudian membawa aku bersama Cang Bun Paiuw kembali ke Benteng. Hemmm dalam anggapanmu dengan mencekal titik kelemahanku ini hendak berusaha mencapai tujuan dari siasat licinmu, bukan begitu?”

Air muka dari Ti Then segera berubah menjadi sangat keren, ujarnya sambil bangkit berdiri:

“Jalan, kita kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po” “Mau apa?” tanya Hong Mong Ling berubah air mukanya.

“Laporkan seluruh kejadian ini kepada suhumu agar dia yang pergi melakukan penjelidikan yang teliti, mari kita buktikan bersama, Lu Kongcu yang kau temui di dalam sarang pelacur Touw Hoa Yuan itu benar-benar tidak aku yang berbuat”

Seperti ajam jago yang kalah bertempur, dengan lemasnya Hong Mong Ling menundukkan kepalanya rendah-rendah, ujarnya kemudian:

“Dengan jelas kamu tahu kalau aku tidak akan berani menceritakan keadaan yang sesungguhnya, buat apa kamu mau menggunakan cara ini?”

“Hmm kau takut sesudah menceritakan kejadian ini lalu nona Wi tidak mau dikawinkan dengan kau?”

Hong Mong Ling mengangguk dengan perlahan. Ti Then tertawa dingin lagi, ujarnya:

“Tetapi kau sudah menganggap siauwte adalah Lu Kongcu itu, urusan ini harus dilaporkan kepada suhumu agar urusan bisa menjadi jelas kembali”

+++oo+++

Hong Mong Ling yang dikata begitu menjadi lemas, ujarnya sambil menundukkan kepalanya rendah-rendah: “Ini hari siauwte mengajak kau kemari semuanya bertujuan untuk membicarakan urusan ini, aku ingin kau melepaskan aku kali ini saja, kini kalau memangnya kau tidak mau mengakui maka…maka..jaah..sudahlah!”

“Tidak bisa, urusan ini harus diselidiki sampai jelas” Hong Mong Ling menjadi semakin gugup, ujarnya:

“Buat apa? Bilamana urusan ini sampai tersiar luas sekali pun nama dan kedudukanku akan hancur akan tetapi kau sendiri juga sama sekali tidak akan mendapatkan keuntungan apa-apa, bukan begitu?”

“Aku tidak takut” sahut Ti Then tegas, “Sebetulnya aku memangnya tidak punya niat untuk tetap tinggal di dalam Benteng Pek Kiam Po kalian, apalagi aku sendiri juga bukanlah Lu Kongcu yang kau maksudkan tadi, bilamana urusan ini sampai tersiar luas malah membuat namaku pun menjadi bersih”

Berbicara sampai di sini, segera ujarnya lagi tegas: “Ajoh jalan, kita pulang”

Air muka dari Hong Mong Ling berubah menjadi pucat pasi bagaikan majat, sahutnya kemudian dengan gugup:

“Baik..baik..sudahlah..biarlah anggap siauwte sudah salah menduga orang lain, di sini siauwte minta maaf terlebih dulu bagaimana? Mau bukan?”

“Hmm..” dengus Ti Then dengan sangat dingin, “Aku mewakili nona Wi merasa kecewa, tidak disangka kau Hong Mong Ling ternyata seorang macam begitu”

Wajah Hong Mong Ling segera berubah menjadi merah padam bagaikan kepiting rebus, sahutnya:

“Siauwte pergi ke sarang pelacur Touw Hoa Yuan cari hiburan, sebetulnya hanya iseng saja, padahal di dalam hati siauwte hanya terpikir Wi Lian In seorang saja” “Liuw Su Cen itu apakah pelacur dari Touw Hoa Yuan?” potong Ti Then.

“Benar”

“Aku lihat wajah dari nona Wi sangat cantik bagaikan sekuntum bunga yang baru saja mekar, kalau kau sudah miliki dia buat apa pergi luaran cari kesenangan lagi sehingga menjadi seorang calon suami yang busuk?”

“Heei..” ujar Hong Mong Ling sambil menghela napas, “Tadi siauwte sudah bilang kesemuanya ini hanya karena iseng saja”

“Hemm..cari kesenangan bersama dengan Cang Bun Piauw seorang ahli di dalam main judi, minum, pelesiran serta mengganggu ketentraman rakjat jelata”

“Persahabatan siauwte dengan Cang Bun Piauw boleh dikata tidak terlalu rapat, kemarin malam ketika dia melihat siauwte minum arak seorang diri di atas loteng kedai arak maka dia datang mendekat untuk berkenalan dengan siauwte kemudia memaksa siauwte untuk temani dia pergi kesarang pelacur Touw Hoa Yuan untuk cari kesenangan, padahal..padahal di sana paling banyak siauwte juga minum arak saja…tidak akan berbuat lebih jauh dari itu”

“Akhirnya di dalam sarang pelacur Touw Hoa Yuan kalian bertemu dengan Lu Kongcu itu?” potong Ti Then dengan cepat.

“Benar”

“Dia sedang ditemani Liuw Su Cen minum arak cari kesenangan?” “Benar”

“Lalu kalian juga akan mengundang Liuw Su Cen., Lu kongcu itu tidak mau melepaskan sehingga dengan demikian kedua belah pihak terjadi ribut-ribut diakhiri dengan suatu pertempuran?”

“Hmmm”

“Macam apa Lu kongcu itu?” “Dia menyebutkan diri sebagai putra dari Menteri Negara Lu Ko Sian dan merupakan seorang pemuda suka pelesiran yang sangat terkenal sekali di ibu kota, wajahnya mirip sekali dengan kau bahkan boleh dikata pinang dibelah dua”

“Hoo, bisa ada urusan ini…lalu bagaimana?” tanya Ti Then dengan sedikit terkejut.

“Dia tidak mau melepaskan Liuw Su Cen untuk keluar menyambut kedatangan kami bahkan mengoceh dan mencemooh aku dari dalam kamar membuat kemarahan siauwte memuncak, saat itulah segera siauwte terjang ke dalam kamar untuk beri hajaran kepadanya, siapa tahu…”

“Dia juga bisa ilmu silat?” “Benar” sahut Hong Mong Ling.

“Karena siauwte tidak tahu kalau dia juga seorang berilmu maka di dalam keadaan yang tidak memandang sebelah mata kepada pihak musuh leherku terhajar satu kali oleh kepalannya..”

“Kalau didengar kisahmu sekarang ini maka ceritamu ketika di hadapan Pocu yang mengatakan sudah bertemu dengan seorang berkerudung ditengah jalan merupakan cerita yang bohong belaka?”

“Heeii..siauwte terpaksa harus berbuat demikian” sahut Hong Mong Ling sambil menghela napas panjang, “Karena bilamana suhuku dan nona Wi tahu kalau siauwte pergi ketempat pelacuran untuk cari kesenangan maka di dalam keadaan gusar mungkin sekali segera membatalkan ikatan perkawinan kami”

“Ehmmm..tadi kau bilang Lu kongcu itu mirip dengan aku, coba kamu bilang apanya yang mirip?”

“Semuanya mirip”

“Ha ha sungguh menarik sekali” sahut Ti Then sambil bertepuk tangan, “Di dalam dunia ini ternyata ada orang yang mem punyai wajah mirip denganku bahkan bisa ilmu silat juga” “Heeei..waktu itu walau pun siauwte tidak menduga kalau dia bisa ilmu silat tetapi gerakan tangan siauwte saat itu tidak perlahan, bilamana bukannya lkepandaian silat yang dimilikinya jauh melebihi siauwte tidak mungkin bisa memukul rubuh siauwte hanya di dalam satu gebrakan saja”

“Karena itu lalu kau anggap dia adalah aku yang berbuat?” sambung Ti Then sambil tertawa.

“Benar, tetapi sekarang…sekarang siauwte tahu kalau dugaanku itu salah”

“Oooh jaah?” ujar Ti Then lagi, “Kemarin malam secara diam- diam kau rusak pedangmu kemudian memerintahkan Ki Tong Hong untuk bergebrak lawan aku kamu orang punya rencana untuk bunuh aku jaah?”

“Tidak, tidak !” “Heemmm…sungguh tidak?”

“Benar..memang demikian” sahut Hong Mong Ling dengan wajah yang merah padam, “Siauwte mana berani memerintahlkan Ki Tong Hong untuk bunuh kau, siauuwte hanya mengharapkan dia bisa melukai kau sehingga dengan begitu kamu tidak punya muka lagi untuk menyabat kedudukan sebagai Kiauwtauw benteng Pek Kiam Po kami”

“Aku lihat urusan ini terpaksa harus dilaporkan kepada suhumu agar dia orang tua bisa mengirim orang untuk menjelidiki asal usul yang sebenarnya dari Lu kongcu itu”

“Jangan…jangan..” ujar Hong Mong Ling gugup, “Bila bertindak demikian maka urusan siauwte di dalam sarang pelacur Toau Hoa Yuan menjadi diketahui juga oleh mereka, Ti-kiauwtauw, tolonglah..”

“Heemm..tidak bisa” ujar Ti Then dengan wajah yang sengaja diperlihatkan keren, “Sekarang dikarenakan urusan ini menyangkut dirimu sangat hebat maka kau bilang tidak akan mencurigai diriku, begitu kau sudah berhasil kawin dengan nona Wi saat itu kau bisa bicara sembarangan lagi, karena itu aku anggap lebih baik sekarang juga kita bikin jelas urusan ini”

“Ti-kiauwtauw harap berlegakan hatimu, yang siauwte takutkan adalah tidak bisa menikah dengan nona Wi, sesudah kita kawin maka tidak ada urusan lainnya lagi yang penting bagi diriku”

“Heeh…kalau begitu kau harus angkat sumpah, kalau tidak aku tidak akan lega hati”

“Baiklah” sahut Hong Mong Ling sungguh-sungguh, “Thian Ong berada di atas aku Hong Mong Ling sejak hari ini bilamana berani menunjuk Ti-kiauwtauw sebagai Lu kongcu, maka aku akan mendapatkan kematian tanpa tempat kubur yang baik”

Ti Then yang melihat dia berlutut di atas tanah dan mengangkat sumpah dengan sikap yang betul-betul serius dalam hatinya segera merasa memandang rendah terhadap sikapnya, pikirnya dalam hati:

“Hemmm bangsat cilik ini hanya bagus diluar jelek di dalam, sudah licik banyak akal tidak bersemangat lagi, tidak aneh kalau Wi Ci To merasa menjesal putrinya dijodohkan kepadanya.

Hong Mong Ling sehabis angkat sumpah segera bangkit berdiri dari atas tanah, saat itulah mendadak seperti sudah menemukan sesuatu air mukanya berubah sangat hebat, serunya:

“Celaka!”

“Kenapa?” tanya Ti Then dengan tertegun.

Sambil menunjuk kearah sebuah hutan rima ditempat kejauhan ujarnya dengan gemetar:

“Aku…aku melihat sesosok bajangan manusia berkelebat..berkelebat diantara hutan itu”

Dengan cepat Ti Then menoleh kearah hutan itu, tanyanya: “Sudah melihat jelas siapa orang itu?”

“Mirip sekali dengan sumoayku” “Aaah tidak mungkin” sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya keras-keras, “Bagaimana dia bisa sampai di sini juga?”

“Mungkin dia menguntit kita kemari?” Ti Then menjadi tersenjum, ujarnya:

‘”Bilamana dia ingin ikut kemari buat apa harus menguntit secara diam-diam?”

Sambil mengusap kering keringat yang mengucur keluar membasahi keningnya ujar Hong Mong Ling lagi:

“Ti-Kiauwtauw kau tidak tahu, pada saat kejadian terputusnya pedang kemarin pagi dia juga dapat mengetahui kalau kejadian itu merupakan perbuatan siauwte sebelumnya, pada kemarin malam sesaat Ti Kiauwtauw bertempur melawan Cian Pit Yuan dengan meminyam kesempatan ini dia memaki diri siauwte, ini hari siauwte mengundang Ti-Kiauwtauw naik gunung untuk pesiar sudah tentu dia merasa curiga kalau siauwte akan berbuat tidak senonoh terhadap diri Ti-Kiauwtauw sehingga sengaja menguntit kemari”

“Kemungkinan juga orang itu bukan dia, buat apa kamu begitu terkejut dan cemasnya?”

“Heei..siauwte ingat sekali malam itu dia memakai pakaian berwarna merah, sedang bajangan tadi pun agaknya memakai pakaian berwarna merah juga”

“Sekali pun orang itu adalah dia, tetapi kau sama sekali tidak berbuat senonoh kepadaku buat apa takut?”

Hong Mong Ling tertawa pahit, sahutnya:

“Siauwte takut dia mendengar seluruh perkataan yang kita ucapkan tadi”

“Kemungkinan ini sangat tipis, jaraknya dari sini ke sana sangat jauh sekali, dia tidak mungkin bisa dengar jelas” Keadaan dari Hong Mong Ling saat itu mirip sekali dengan semut yang kepanasan, dengan cepat sekali dia berjalan pulang pergi ujarnya kemudian:

“Tidak bisa…tidak bisa jadi..pikirannya sangat tajam dan cerdik, asallkan dia bisa dengar sedikit saja maka segera dia akan bisa menduga delapan sembilan bagian. Heeeii..heei..Bagaimana sekarang enaknya?”

Ti Then memandang sekejap ke sekeliling tempat itu kemudian barulah ujarnya dengan nada yang rendah:

“Aku akan ajari kamu satu cara, nanti sesudah kita pulang ke dalam Benteng segera kau pergi jenguk dia, bilamana melihat sikapnya sedikit tidak beres maka terbukti kalau orang itu adalah dia, saat itu dengan cepat kau pergi menemui suhumu dan berlutut di hadapannya untuk mengakui seluruh perbuatanmu itu, saat itu kau minta maaf dan am pun, dengan sifat yang peramah dari suhumu dan melihat kejujuranmu mungkin dia akan memaafkan dirimu asalkan dia mengam puni kamu dipihak sumoaymu dengan sendirinya tidak ada kesukaran lagi”

Pemikirannya ini sama sekali tidak mengandung siasat licik lainnya, sebaliknya merupakan pemikiran yang sungguh-sungguh keluar dari dasar lubuk hatinya untuk membebaskan kesukaran dari Hong Mong Ling, saat ini juga dia tetap tidak ingin merusak perhubungan cinta dari orang lain, dia hanya mengharapkan agar Majikan patung emas melihat kegiatan dan usahanya yang mati- matian tetapi sama sekali tidak mengharapkan bisa menjelesaikan tugas ini dengan sempurna.

Hong Mong Ling ketika merasakan cara ini sangat beralasan barulah sahutnya dengan cepat:

“Bagus sekali, mari kita cepat pulang”

Demikianlah mereka berdua dengan tergesa-gesa sekali berangkat kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po, sesudah sampai di dalam Benteng Ti Then masuk ke dalam kamarnya sendiri untuk beristirahat sedang Hong Mong Ling langsung menuju keruangan dalam untuk menemui Wi Lian In di dalam kamarnya.

Sesudah berhasil dia menenangkan pikirannya barulah dengan tangan yang sedikit genetar mengetuk pintu kamar.

“Siapa?”

Terdengar suara seorang pelajan perempuan sedang bertanya. “Cun Lan, aku..”

Dengan perlahan pintu kamar dibuka, seorang budak yang disebut sebagai Cun Lan itu berdiri di depan pintu sambil memberi hormat kepada Hong Mong Ling ujarnya:

“Oooooh kiranya Hong siangkong” “Nona ada di dalam?”

Cun Lan segera menyahut ada, kemudia menoleh ke belakang dan teriaknya dengan keras: “Nona, Hong siangkong datang”

“Silahkan dia masuk”

Suara Wi Lian In berkumandang keluar dari dalam kamarnya.

Dengan cepat Hong Mong Ling berjalan masuk ke dalam kamar dan menuju ke meja riasnya, terlihatlah saat itu Wi Lian In sedang menyisiri rambutnya yang panjang terurai itu, agaknya siap hendak pergi mandi, segera dia maju ke depan, ujarnya sambil tersenjum: 

“In-moay kamu mau pergi mandi?” “Benar, ada urusan apa?”

Ketika Hong Mong Ling melihat wajahnya tetap ramah dalam hati segera merasa lega, sahutnya:

“Tidak ada apa-apa, hanya ingin datang lihat-lihat kau..”

Dengan perlahan Wi Lian In putar tubuhnya sambil tersenjum tanyanya: “Aku dengar ini hari kau menemani Ti-kiauwtauw pergi pesiar ke atas gunung?”

“Benar, aku membawa dia pergi lihat sumber air Kiu Liong”

“Air yang diterjunkan dari Kiu Liong ini hari merupakan air yang manis atau air yang pahit?”

Dalam hati Hong Mong Ling merasa bergetar, sambil tertawa malu sahutnya:

“In-moay jangan bergurau, air yang diterjunkan di Kiu Liong bukan air yang manis juga bukan air pahit”

Wi Lian In tertawa cekikikan, tanyanya lagi:

“Kamu bisa bicara baik-baikan dengan Ti-kiauwtauw?”

“Biasa” sahut Hong Mong Ling sambil menangguk, “Makin lama kakakmu yang bodoh ini semakin merasa orangnya tidak jelek, kepandaian silat yang dimiliki pun sangat tinggi tetapi jadi orang tidak sombong, dia merupakan seprang sahabat yang patut kita rapati”

“Ehmmm..kau bisa berubah sikap terhadap dirinya aku merasa sangat girang sekali, sekarang kau boleh pergi aku mau pergi mandi”

Dengan sangat hormat sekali Hong Mong Ling menyahut dan mengundurkan diri dari dalam kamarnya, sedang dalam hati dia merasa sangat girang dan puas.

Sekali pun perkataan ‘air pahit’ dari Wi Lian In itu membuat hatinya merasa sangat terkejut tetapi perkataan selanjutnya yang mesra dan penuh dihiasi dengan senjum manis itu membuat perasaan di dalam hatinya mulai lega sedang dugaan kalau bajangan yang dilihatnya di air terjun Kiu Liong adalah Wi Lian In pun mulai lenyap dari pikirannya.

Sehabis makan malam Wi Ci To, Huang Puh Kian Pek serta Ti Then sesudah berbicara dengan orang-orang beberapa saat lamanya mereka pada berpisah untuk beristirahat di dalam kamarnya masing-masing.

Sesudah lewat tengah malam dengan sangat perlahan-lahan dan gerak-gerik yang berhati-hati Wi Lian In kelihatan berjalan menuju ke kamar buku ajahnya kemudian mengetuk dengan perlahan.

Kiranya sejak ibu dari Wi Lian In meninggal beberapa tahun yang lalu selama ini Wi Ci To selalu berdiam seorang diri di dalam kamar buku itu.

Sesudah mengetuk beberapa saat lamanya terdengar dari dalam kamar buku itu berkumandang keluar suara dari Wi Ci To yang sedang bertanya:

“Siapa?”

“Aku, Tia” “Oooh..In-ji”

Dengan cepat Wi Ci To bangun dari pembaringannya untuk berpakaian dan membuka pintu kamarnya.

“Tengah malam seperti ini kamu tidak pergi tidur, buat apa kemari?”

Dengan cepat Wi Lian In berkelebat masuk ke dalam kamarnya, kemudian barulah ujarnya dengan perlahan:

“Tia, mari kita pergi main-main ke kota Go-bi”

Wi Ci To begitu mendengar ajakan putrinya yang sangat aneh ini menjadi tertegun, ujarnya:

“Jangan gujon, pada saat seperti ini bagaimana bisa pergi ke kota Go-bi untuk main-main?”

“Putrimu ingin mencari seseorang di dalam kota” “Cari siapa?” tanya Wi Ci To tercengang.

Wi Lian In memperlihatkan senjumnya yang sangat misterius, sahutnya: “Sesudah sampai di dalam kota putrimu baru akan beritahu pada kau orang tua”

Dengan wajah yang penuh dibasahi oleh embun Wi Ci To melototkan matanya, ujarnya dengan agak keras:

“Tidak, sebetulnya kamu sedang berbuat permainan apa?”

Mendadak pada air muka Wi Lian In memperlihatkan perasaannya yang sedih dan menderita, sahutnya:

“Putrimu hendak ke dalam kota untuk menjelidiki suatu urusan, urusan ini mem punyai hubungan yang sangat erat dengan urusan putrimu untuk selama hidupnya”

Ketika Wi Ci To melihat dia berbicara dengan sangat serius sekali pada wajahnya semakin memperlihatkan perasaan terkejutnya, tanyanya dengan cepat:

“Sebetulnya sudah terjadi urusan apa?”

“Heei..” ujar Wi Lian In sambil tertawa pahit, “Sebelum mendapatkan bukti yang nyata putrimu tidak ingin utarakan keluar”

Wi Ci To semakin mengerutkan alisnya kencang-kencang, ujarnya:

“Hemm ditengah malam buta mendadak kau ingin ajahmu menemani kau pergi ke dalam kota..kamu membuat ajahmu makin lama makin bingung”

“Sesudah sampai di dalam kota dan berhasil menemui orang itu, ajah tentu akan memahami urusan apa sebenarnya yang sudah terjadi”

“Besok pagi pergi bukankah sama saja?”

“Tidak bisa!” ujar Wi Lian In tegas, “Harus malam ini juga pergi bahkan tidak diperbolehkan mengejutkan orang-orang kita sendiri”

Dengan tajam Wi Ci To memandang wajah putrinya, beberapa saat lamanya dia tidak mengucapkan sepatah kata pun, agaknya dia sedang menduga perasaan hatinya. “Tia” ujar Wi Lian In lagi memecahkan kesunyian itu, “Bilamana Tia sajang pada putrimu, maka tia harus menjetujui untuk menemani putrimu”

“Baiklah, ajahmu akan temani kau pergi”

Sesudah berpakaian dan dandan sebentar barulah berjalan keluar dari kamar bukunya untuk kemudian keluar dalam Benteng bersama-sama Wi Lian In.

Ajah beranak berdua sudah tentu tahu dengan jelas di tempat mana di sekeliling benteng itu terdapat penjagaan malam. Karena itulah dengan sangat mudah sekali mereka berhasil menghindarkan diri dari mereka, dengan tidak menimbulkan suara sedikit pun mereka sudaah berhasil meninggalkan benteng Pek Kiam Po untuk berangkat menuju ke kota Go-bi.

Pada saat kentongan kedua mereka ajah beranak berdua sudah sampai di kota Go-bi, sesudah melewati tembok kota yang tinggi sampailah mereka disebuah jalan raja yang sangat sunyi, kepada seorang penjual makanan maalam tanyanya:

“Toa siok ini tolong tanya rumah dari Cang Bun Piauw Cang Kongcu terletak di jalan sebelah mana?”

Penjual bakso itu segera menurunkan pikulannya, dengan air muka yang sangat terkejut dia memandang beberapa saat lamanya kearah Wi Ci To serta putrinya kemudian barulah tanyanya:

“Yang nona tanyakan apakah putra dari Cang Pek Li Cang Lo- ya?”

Wi Lian In sendiri juga tidak tahu ajah dari Cang Bun Piauw itu bernama Cang Pek Li atau Cang Pek To, balik tanyanya:

“Apakah putranya yang bernama si tikus rakus dari Go-bi Cang Bun Piauw?”

“Benar” sahut kakek itu sambil mengangguk, “Memang benar dia, nona cari dia ada urusan apa?” “Kami ajah beranak merupakan kawan dari seorang familinya, familinya itu mem punyai sebuah barang yang dititipkan kami untuk disampaikan kepadanya, sebetulnya kami ingin menanti sesudah terang tanah baru temui dia, tetapi karena kami juga punya urusan yang harus diselesaikan di luar kota maka terpaksa kami harus kerjakan sekarang juga”

“Tetapi pintu kota sudah tertutup, bagaimana kalian ajah beranak bisa keluar?”

Wi Lian In hanya tersebjum saja, tanyanya:

“Tolong beritahu tempat tinggal dari Cang kongcu sebetulnya berada dimana?”

Dengan perlahan kakek penjual bakso itu menunjuk ke satu jalan besar, sahutnya:

“Jalan dari tempat ini sesudah sampai di persimpangan belok ke sebelah kanan, kurang lebih berjalan seratus tindak terdapatlah sebuah bangunan besar dengan pintu besar bercat merah, pokoknya asalkan di samping rumahnya ada dua patung macan yang besar, itulah rumahnya”

Wi Lian In segera mengucapkan banyak terima kasih dengan menarik tangan ajahnya Wi Ci To untuk mereka segera berjalan menuju kejalan yang ditunjuk, sesudah berjalan kurang lebih berpuluh-puluh tindak dengan wajah yang penuh perasaan terkejut tanya Wi Ci To:

“Hey budak, orang yang hendak kau cari apakah Cang Bun Piauw itu?”

“Benar”

“Buat apa kamu cari dia?” tanya Wi Ci To dengan tercengang. “Sesudah menawan dia tentu ajah akan segera paham”

Agaknya Wi Ci To menjadi sadar sebenarnya urusan apa yang sedang terjadi, ujarnya kemudian: “Ehmm..apa punya hubungannya dengan Hong Mong Ling ketika malam itu terpukul oleh seorang berkerudung?”

“Benar” sahut Wi Lian In, “Putrimu menemukan kisah yang diceritakan suko waktu itu agaknya tidak mirip dengan kejadian yang sesungguhnya maka itu putrimu mau menangkap Cang Bun Piauw untuk kita tanyai dengan jelas”

“Ceritera dari Hong Mong Ling bagaimana bisa tidak sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya?” tanya Wi Ci To dengan nada terkejut.

“Tentang hal ini sesudah kita menanyai Cang Bun Piauw baru putrimu akan menceritakan dengan jelas kepada Tia”

Wi Ci To ajah beranak dengan mengikuti petunjuk dari kakek penjual bakso itu tidak lama kemudian sudah sampai di depan rumah dari Cang Bun Piauw..,sebuah bangunan dengan pintu besar berwarna merah serta dua buah patung macan yang terbuat dari batu. Waktu menunjukkan kentongan ketiga tengah malam, di depan pintu besar tidak tampak sesosok bajangan manusia pun.

“Tia” ujar Wi Lian In dengan perlahan: “Kau masuklah dan tawan dia keluar dari rumahnya”

Sudah tentu Wi Ci To sendiri tidak akan mengijinkan putrinya ditengah malam buta masuk ke dalam rumah orang lain hanya untuk menawan seorang lelaki segera mengangguk menyahut, tubuhnya dengan sangat ringan sekali melayang melewati tembok halaman dan berkelebat masuk ke dalam ruangan.

Dengan kepandaian dari Wi Ci To untuk menangkap seorang yang tidak memiliki kepandaian silat seperti Cang Bun Piauw ini sudah tentu bukan merupakan suatu urusan yang sangat sukar, tidak lebih selama seperminum the kemudian kelihatan dari atas tembok berkelebat sesosok bajangan manusia..Wi Ci To sudah berhasil menawan keluar Cang Bun Piauw dari dalam rumahnya. Agaknya jalan darah bisu dari Cang Bun Piauw sudah tertotok, sehingga sekali pun orangnya sudah sadar dari tidurnya tetapi tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

-ooo0dw0ooo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar