Pendekar Kidal Jilid 18

Jilid 18

"Mungkin inilah yang dina ma kan jodoh," ujar Kun-gi.

Habis minum, mendadak ia bertanya: "Sejak kapan Kongsun- heng bekerja di Pek-hoa-pang?"

"Pada tahun lalu, di Lo-san aku bertemu dengan seorang pemuda, kami bicara panjang lebar dan terasa cocok satu sa ma lain, akhirnya kuketahui bahwa dia adalah salah satu dari ke-12 Taycia, yaitu Hong-sian, dia yang menarikku ke dalam Pek-hoa-pang."

"O, kiranya nona Hong-sian, memangnya kalian sudah berhubungan a mat int im." Merah muka Kongsun siang, katanya malu2: "Ling-heng jangan menggoda, hubungan kami hanya sahabat biasa saja."

"De mi si dia Kongsun-heng rela masuk jadi anggota Pek- hoa- pang, mana boleh dikatakan tiada hubungan intim? Soal ini serahkan saja padaku, pasti kubantu sekuat tenaga "

Bertaut alis Kongsun Siang, mendadak dia angkat kepala, katanya: "Kupandang Ling-heng sebagai kawan dekatku, ma ka kubicara terus terang, harap Ling-heng suka merahasiakan hal ini."

"Jangan kuatir Kongsun-heng, dihadapan orang lain pasti tidak akan kusinggung," lalu dia balas bertanya: "Apakah Kongsun- heng tahu asal-usul Nyo Keh cong dan Sim Kia m-sin?"

"Nyo Keh- cong adalah murid Hoa-san-pay, Sim Kian-sian punya seorang engkoh bernama Sim Pek sin, julukannya Hwi- hoa-khia m- khek. namanya terkenal di daerah Kian-hoay, Kenapa? Ling-heng merasa "

"Tidak" tukas Kun- gi, "aku tidak je las keadaan mereka, kutanya sambil lalu saja.."

Kongsun Siang berdiri, katanya menjura: "Menggangu Ling-heng saja, biarlah aku minta diri,"

Kun-gi tertawa, katanya: "Terasa sepi juga di kapal ini, Kongsun- heng boleh sering ke mari, ku-sa mbut dengan ge mbira."

Setelah Kongsun Siang pergi, tak la ma ke mudian Kun-gi juga keluar ka mar, langsung pergi ke ka mar Nyo Keh-cong dan Sim Kia m-sin menengok keadaan mereka. Tak la ma ke mudian dia sudah berada di haluan kapal, tampak Leng Tio-cong sedang bicara dengan Cin Te-khong.

Lwekang Leng Tio cong me mang tinggi, baru saja Kun-gi muncul di geladak dia sudah berpaling, melihat Kun-gi segera ia menyongsong sa mbil menjura: "congcoh juga cari angin?"

Tertawa Kun-gi, dia berkata: "Terasa gerah di dalam ka mar.

Sudah sa mpai di ma na sekarang?" Leng Tio cong   menuding ke   depan,   katanya: "Baru saja me la mpaui Toa-hou-san, sebelah depan adalah Siau-hou-san."

"Tidak terjadi apa2 diperairan?" tanya Kun-gi.

Dengan pipa cangklong ditangannya, Leng Tio cong menuding permukaan air, katanya: "cuaca cerah, gelombang tenang, dalam jarak dua puluhan li sekitar kita bisa terlihat je las, sampan ronda kita ada di sebelah depan, siang hari pasti tidak akan terjadi apa2."

"Leng-heng me mang luas pengetahuan, pengalaman Kangouwpun a mat matang, menurut pandanganmu, di mana kah kiranya letak sarang Hek- Liong-hwe?"

Sambil mengelus jenggot ka mbingnya Leng Tio-co ng menepekur sebentar, katanya: "Sulit dikata-kan, dari sini masih ada Pek-s ian- san, coh-ouw, Sek-ciu, ada pula Ang-tek-hou di le mbah Hoay, cuma tempat2 ini kabarnya tak pernah nampak ada kawanan penjahat yang bermukim disana, cin-houhoat paling apal akan daerah ini, hamba tadi merundingkan hal ini sama dia, terasa tak mungkin sarang Hek- Liong- hwe berada di sekitar daerah itu."

Me mang licin orang ini sebagai kawakan Kang-ouw, tadi dia bisik, dengan Cin Te- khong, entah apa yang dibicarakan, kuatir menimbulkan rasa curiga Ling Kun-gi, maka   dia   sengaja menga lihkan pokok pe mbicaraan-

"Lalu me nurut pandangan Leng-heng bagai- ma na?" tanya Kun-gi pula.

"Kalau sarang Hek- Liong-hwe tidak di daerah itu pasti berada di hulu Tiangkang," sampai di sini dia melirik ke arah Kun-gi, lalu mena mbahkan: "yang benar, congcoh harus minta petunjuk ke- pada Thay-siang, sebetulnya ke mana arah tujuan kita, supaya kita semua lega hati dan selalu slap siaga."

Kun-gi tertawa tawar: "Tentunya Thay-siang sendiri sudah punya perhitungan, bila hampir sampai tujuan tentu dia akan umumkan kepada kita se mua, tanpa penjelasannya, siapa berani tanya?"

Leng Tio-cong menyengir, katanya: "Betul juga ucapan congcoh." Menyusuri dek sebelah kiri Kun-gi menuju ke buritan, dilihat seorang diri This La m-jiang sedang berdiri bersandar pagar me la mun, serta merta Kun-gi menyadari bahwa diantara delapan Houhoat se-akan2 terbagi menjadi dua kelompok. Hal ini me mang tidak perlu dibuat heran, waktu mas ih Hou- hoat-su-cia dulu mere ka juga terbagi dua di bawah pimpinan coh- yu- houhoat.

Melihat Kun-gi datang, lekas Thio La m-jiang menyongsongnya serta member i hor mat. Kun-gi tertawa: "Thio-heng jangan sungkan, aku hanya jalan2 saja." Sembari bicara dia sudah sampai di ujung, dilihatnya yang pegang kemudi seorang laki2 tua kurus kecil, kuncir digelung melingkar di atas kepalanya, tapi Kun-gi dapat melihatnya bahwa ilmu silat orang ini tentu a mat tinggi.

Kemar in dia sudah mendengar bahwa Ku-lotoa yang pegang ke mudi ini dulu bekas begal di Ang-tiksouw, sudah 1o tahun mengabdi di Pek-hoa—pang, semua kendaraan air yang dibutuhkan Pek-hoa-pang berada di bawah pimpinannya.

Namun tujuan pelayaran kali ini dia sendiri juga tidak tahu, katanya setiap saat tertentu, Thay-siang langsung member i perintah yang disampaikan oleh pelayannya kepada Ku-lotoa kearah mana pelayaran hari ini, lalu di mana nanti mala m harus berlabuh, Ku- lotoa hanya bekerja sesuai petunjuk itu.

Sepasang mata Ku-lotoa yang mencorong me mandang jauh ke depan, seluruh perhatiannya tertumplek pada ke mudinya, se-olah2 tidak melihat kedatangan Kun-gi, maka iapun tidak enak mengganggunya. cuma dalam hati dia m2 ia me mbatin: "Hek- Liong- hwe, me mangnya dalam hal ini ada rahasia dan latar belakangnya?"

Di sa mping itu iapun sedang me mikir kan soal la in, yaitu kejadian ke marin mala m, orang yang me mbokong dirinya pakai So m-lo- ling serta orang yang menyergap Nyo Keh- cong dan Sim Kian-sin diperairan, dua peristiwa yang berbeda, tapi dapat diusut bersa ma..

Delapan Houhoat dan 12 Houhoat-sucia, diri-nya masih asing dan belum mengenal pribadi dan asal usul mereka. Walau dirinya berkuasa me mimpin mereka, tapi tiada seorangpun yang patut diajak berunding. Setelah berpikir pulang pergi, dia merasa lebih tepat berunding dengan Un Hoan-kun, tapi semua orang berada di atas kapal, kalau ajak nona itu bicara rasanya kurang le luasa.

Langit biru cerah,awan terbang   mengapung, diam2 Kun-gi me mbatin: "Agaknya persoalan ini harus kukerjakan seorang diri"

Apa yang harus dikerjakannya? Tanpa dijelaskan me mangnya siapa yang tahu?. Menjelang magrib, sang surya mulai terbenam, cahayanya nan kuning, cemerlang menimbulkan ke milau laksana ekor ular emas yang berenang dipermukaan air, indah perma i menakjubkan sekali.

Menggelendot ditepi jendela Kun-gi me la mun mengawasi panorama ini. Tiba2 didengarnya suara manis kumandang di belakangnya: "Eh, apa yang sedang kau la munkan?"

Cepat Kun-gi menoleh, ta mpak So-yok sudah berdiri di belakangnya, bau harum semerba k segera menyampuk hidung, dengan tertawa dia menyambut: "Kukira siapa, rupanya Hu-pangcu, silakan duduk."

"Kecuali aku, me mangnya siapa yang bisa kemari?" kata So-yok sambil me ngerling penuh arti.

Kun-gi melenggong, katanya: "Hu-pangcu mencariku ada urusan apa?"

"Em" So-yok bersuara sa mbil melangkah maju dan berduduk. matanya melero k sekali lalu melengos kejurusan lain, kedua pipinya tampak merah jengah, katanya lirih: "Malam itu aku kehilangan

..... sebatang tusuk kundai, apakah kau yang menyimpannya? "

"o, tidak, cayhe tidak pernah melihat tusuk kundai, coba ingat ke mbali, apakah betul terjatuh dika marku?"

Semakin merah wajah So-yok, kembali ia melero k sambil menggerunde l: "Kalau tidak jatuh di ka mar mu, me mangnya jatuh di mana?" "Kenapa tidak sejak mula kau katakan? Atau tanya Sin-ih, apakah dia mene mukannya?"

"Me mangnya tidak malu tanya pada Sin-ih segala? Tusuk kundaiku, mengapa ..... mengapa . . . Ah, kena. ........ habis itu kenapa tidak kau bebenah sendiri?"

Hakikatnya Kun-gi tidak tahu apa arti ucapannya ini, dengan tertawa ia berkata: "Maaf Hu-pangcu, kalau kulihat barang itu tentu sudah kua mbil."

"Dasar kau ini, Sin-ih si budak busuk itu kalau berani usil mulut, mustahil kua mpuni dia."

"Hanya sebatang tusuk kundai kenapa harus marah2? Besok kalau pulang boleh tanya padanya."

"Kau tahu apa? Dia orang kepercayaan Sam- moay, tusuk kundai itu terang jatuh di . . . . . di . . . . . jika sampai diketahui Sa m- moay

....." sampai di sini mendada k dia mendengus, "sebetulnya kenapa aku harus takut pada mere ka, umpa ma diketahui Toaci, me mangnya dia bisa berbuat apa?"

Kun-gi kebingungan, terasa olehnya se-akan2 tusuk kundai itu amat penting dan besar artinya, baru saja dia hendak tanya, So-yok sudah berdiri, katanya: "Hari sudah petang, Thay-siang ha mpir bangun, aku harus lekas ke mba li." dia m2 ia lantas menyelinap keluar ke atas dek.

Senja telah tiba. Tabir mala m me mang datang terlampau cepat. Tahu2 cuaca sudah gelap gulita. Laju kapal sudah mulai la mbat, akhirnya berlabuh pada sebuah teluk yang letaknya dekat Hiang- gou.

Kapal sebesar ini bertengger di tempat gelap tanpa terlihat setitik sinar api. La mpu sebetulnya sudah terpasang di dalam kapal, cuma setiap jendela tertutup oleh kain tebal warna hitam sehingga sinar la mpu tidak te mbus keluar.

Di ruang makan terpasang dua lentera minyak besar, lauk-pauk tersedia lengkap di atas meja. Kun-gi duduk ditengah, yang lainpun duduk berurutan sa ma tangsal perut. Waktu kerai tersingkap. Yap Kay-sian dan Liang Ih-jun yang bertugas ronda di siang hari berjalan masuk diir ingi e mpat Houhoat. Yap Kay-sian dan Liang Ih-jun menjura bersama, katanya: "Hamba menyerahkan ke mbali tugas kepada congcoh"

Kun-gi menyapu pandang wajah keenam orang, katanya tertawa: "Kalian sudah capai, silakan duduk dan makan."

"Terima kasih" sahut Yap dan Liang terus cari te mpat duduk. "Malam ini, giliran siapa yang piket?" tanya Kun- gi.

Dilihatnya Kongsun Siang, Song Teksseng dan e mpat Houhoat berdiri, Kata Kongsun Siang: "Malam ini ha mba dan Song-heng yang bertugas."

Kun-gi meno leh ke arah kee mpat Houhoat, belum lagi bersuara Song Tek seng sudah mulai tunjuk satu persatu, katanya: "KikTian- yu, Ki yu ceng, Kho Ting-seng, Ho Siang-seng."

Kho Ting-seng dan Ho Siang-seng sudah dikenal oleh Kun-gi, mereka seka mar dengan Nyo Keh- cong dan Sim Kian-sim. Dan Kho Ting-seng adalah orang yang menyerang dirinya dengan pelor perak dipekarangan waktu dirinya pulang mengudak musuh ma lam itu. Tanpa terasa Kun-gi lebih banyak mengawasi kedua orang ini, ia bertanya: "cara bagaimana kalian akan me mbagi tugas?"

Kongsun Siang menerangkan: "Ha mba bersama Kik dan Ki bertiga bertugas diperairan sebelah utara. Song-heng bersa ma saudara Kho dan Ho bertugas di sebelah selatan."

Dia m2 Kun-gi menggerutu dalam hati: "Hm, kiranya tidak me leset dari dugaanku."

Katanya, kemudian "Begitupun baik, semala m peristiwa telah terjadi, untung Thay-siang tidak menghukum kita, mala m ini kalian harus hati2"

Kongsun Siang dan Song Teksseng mengia kan bersa ma, katanya: "congcoh tak usah kuatir, kalau mala m ini bangsat itu berani datang, umpama ha mba tak ma mpu me mbekuknya hidup2, paling tidak akan kupenggal kepalanya."

Kun-gi tersenyum, katanya: "Perairan amat luas, kalau betul ada musuh datang menyergap. jangan terburu nafsu mengejar pahala, yang penting lepaskan dulu tanda kembang api ke udara." Lalu dengan menggunakan ilmu suara dan berpesan kepada Kongsun Siang: "Malam ini Kongsun-seng harus lebih hati2, begitu ada tanda2 bahaya harus segera me mberi tanda."

Kongsun Siang agak me lengak. segera iapun menjawab dengan ilmu suara: "Pesan Ling- heng pasti akan kuperhatikan-"

Ling Kun-gi angkat tangan, katanya, "Sekarang kalian boleh berangkat."

Kongsun Siang dan Song Tek-seng menjura, ia bawa keempat Houhoat mengundur kan diri.

Setelah selesai makan Kun-gi mendahului berjalan katanya kepada Sam- gan-sin coa Liang: "Malam ini coa-heng yang jadi ko mandan jaga bukan?"

"Betul, apakah congcoh ada pesan?" tanya coa Liang.

"Pesan sih tidak berani, cuma sema lam sudah ada peristiwa, cayhe mendapat firasat bangsat itu akan melakukan aksinya lagi ma lam ini."

"Untuk ini congcoh tidak usah kuatir, kalau mala m ini terjadi apa2, akulah yang bertanggung jawab," kata coa Liang sambil tepuk dada.

"Bukankah kita mas ih sedia dua sa mpan pesat, maksudku suruhlah tukang perahu kedua sa mpan ini Selalu siap menerima tugas untuk berangkat."

Sam-gan-s in coa Liang manggut, katanya: "Rencana congcoh me mang baik, Toh Kian-ling, pergilah kau suruh mereka siap menunggu perintah se-waktu2." Toh Kian-ling meng ia kan terus beranjak keluar, Setelah bubaran makan, yang tidak bertugas langsung ke mbali ke ka mar mas ing2.

Sebagai cong- houhoat dari Pek-hoa pang sudah tentu berat tugas dan tanggung jawab Ling Kun-gi, apalagi dalam menghadapi situasi buruk seperti ini.

Kongsun Siang adalah ahli pedang kaum muda yang me miliki kepandaian tinggi, walau dari aliran sesat, tapi dia amat menco coki seleranya, bahwa ma lam ini dia bertugas ronda, sudah tentu hati Kun-gi ikut kebat-kebit, kuatir akan kesela matannya, bukan lantaran saling cocok selera, tapi bagi seorang kaum persilatan yang memiliki kepandaian se makin tinggi, tentu akan selalu menjadi incaran musuh untuk me mbo kongnya, terutama senjata rahasia seperti Som- lo-ling yang ganas dan beracun itu. Secara langsung dia ingat akan persoalan lain, bila betul pihak lawan sudah mengatur mus lihat, maka sasaran utama pasti akan terjadi pada diri Kongsun Siang.

Keluar dari ruang ma kan, berjalan di atas dek Kun-gi me mandang lepas ke depan-Bintang berkelap-ke lip me nghiasi cakrawala, mala m gelap angin sepoi2, suasana terasa lengang dan sunyi menceka m.

"Kabut tebal juga mala m ini," de mikian Kun-gi berguma m, sambil menghe la napas panjang.

"congcoh," tiba2 seorang menegur di belakangnya. Kun-gi meno leh, sahutnya: "coa-heng di sana?"

Sambil me mbawa buli2 araknya coa Liang maju ke sa mpingnya dengan tertawa, katanya: "Agaknya congcoh dirundung suatu persoalan?"

"Tiada," ajar Kun-gi tawar, "Aku hanya jalan2 mencari angin ma la m."

"congcoh bicara tidak sesuai is i hati, berarti me mandangku seperti orang luar, setengah abad aku berkecimpung di Kangouw, sejak makan mala m tadi congcoh selalu mengerut kening, bukankah itu pertanda di rundung persoalan?"

"Mungkin coa-heng salah terka, terus terang Cayhe merasa kesal dan geram, ma ka keluar jalan2."

Orang tidak mau terus terang, terpaksa coa Liang tidak mendesak. katanya tertawa: "Sayang congcoh tidak suka minum arak. tinggal di atas kapal, minum arak adalah cara terbaik untuk menghilangkan rasa kesal, mari silakan minum dua tegak," dia buka tutup buli2 serta diangsurkan: "Mau mi-num tidak, congcoh?"

Sedikit menggeleng Kun-gi berkata: "Silakan coa heng minum sendiri, terus terang cayhe tidak berjodoh dengan arak,"

Coa Liang angkat buli2 terus tuang arak ke mulutnya, katanya tertawa sambil menyeka mulut: "Sela ma hidup tiada hobi lain kecuali minum arak. nasi boleh tidak makan, asal sehari penuh aku minum arak dan se mangatku tetap menyala." Tanpa menunggu Ling Kun-gi bersuara dia menya m-bung pula: "saking de men minum arak sehingga aku me mperoleh julukan Sa m- gan-sin ini."

"o,jadi julukan coa-heng ada sangkut-paut-nya dengan arak?" tanya Kun-gi.

"Me mangnya, waktu itu aku masih berusia dua puluhan, sejak mudaaku me mang sudah ge mar minum, bagi kami orang2 di daerah perbatasan yang selalu hidup di tanah dingin, semua orang suka minum arak. karena minum arak bisa menghangatkan badan, tapi peraturan perguruanku amat ketat dan keras, pada suatu pagi baru saja bangun tidur, secara dia m2 aku mencur i sepoci, tak tahunya lantaran sepoci arak itulah aku tertimpa malang ......." dia tenggak lagi beberapa teguk lalu menerus kan: "hari itu kebetulan harus latihan ma in golok, waktu aku mela kukan gerak tipu menyingkap rumput mencar i ular, badan bagian atas harus terbungkuk ke depan, tak terduga karena minum sepoci arak tadi, kontan aku tersungkur ke depan, jidatku tepat tertusuk ujung golokku sendiri sehingga meninga lkan codet di tengah alis ini. Sejak peristiwa itu, begitu aku minum arak mukaku t idak pernah merah, tapi codet inilah yang merah dulu, maka kawan2 Kangouw lantas me mber i julukan Sa m-gan-s in padaku, sementara orang ada yang bilang, kalau nafsuku berkobar, codet inipun bisa berubah merah, tapi apa betul aku sendiri tidak tahu."

"Lantaran peristiwa itu ma ka coa-heng tidak mengguna kan golok lagi?"

"Betul, sejak kejadian itu, lenyaplah seleraku untuk meyakinkan ilmu golok,"

"Kalau aku yang mengala mi peristiwa itu akan menjadi kebalikannya, selanjutnya aku pasti tidak minum arak lagi."

Sam-gin-sin tergelak2, katanya: "Maka itu congcoh sela manya tidak akan pandai minum."

Waktu Kun-gi ke mbali ke ka marnya, waktu sudah menjelang ketongan kedua, mala m gelap sunyi senyap. tempat di mana kapal berlabuh adalah daerah belukar yang jarang diinjak manus ia, kecuali omba k menda mpar pantai, tiada suara lainnya yang terdengar.

Baru saja Kun-gi merebahkan diri di atas pembaringan tanpa mencopot baju luarnya, tiba2 didengarnya beberapa kali suara bentakan dari sebelah atas, suaranya ringan terbawa angin lalu sehingga kedengaran a mat jauh, tapi sekali dengar dapatlah dibedakan bahwa itulah suara bentakan seorang pere mpuan-

Dia m2 Kun-gi terkesiap. pikirnya: "Me mangnya terjadi apa2 di tingkat ketiga?"

Serta merta dia berdiri, tanpa banyak pikir dia tarik pintu terus me lesat keluar. Malam sunyi, bentakan lirih itu dapat didengar semua orang, maka bera mai2 ber munculan dari ka mar mas ing2.

Menyapu pandang sekelilingnya, Kun-gi lantas berseru: "Apa yang terjadi?"

Thio La m-jiang yang berada tak jauh di sebelah sana segera menjura, sahutnya: Belum di- ketahui."

Ling Kun-gi cepat berpesan: "Lekas periksa kesegenap pelosok." Tiba2 dilihatnya kain gordyn tersingkap. Pek-hoa-pangcu Bok-tan bersama Hu-pangcu So yok diiringi congkoan Giok- lan me-langkah tiba, di belakang mereka mengikut pula lima gadis bersenjata pedang, semuanya siap te mpur.

Ling Kun- gi tertegun. Tengah mala m buta Pangcu sendiri me mer lukan turun, terang ditingkat ketiga me mang telah terjadi sesuatu. Lekas dia maju menyambut, katanya sambil menjura: "Ha mba menya mpaikan hor mat pada Pangcu."

Coh-yu hou- hoat dan para Hou-hoat juga sama me mberi hormat.

Pek-hoa-pangcu hanya mengangguk sebagai balas hor mat, sorot matanya yang biasa kalem dan bijak kini kelihatan penuh tanda tanya, heran dan serba Curiga, sekilas dia pandang muka Kun-gi, suaranya tetap merdu halus: "cong-su-cia tidak usah banyak adat."

So-yok tidak mengenakan kedok muka, tampak alisnya menegak. katanya menyela: "Apakah Ling-heng tahu apa yang terjadi di tingkat ketiga?"

"Ha mba tidak tahu," sahut Kun-gi.

Masam muka So-yok, katanya marah2: "Ada manusia yang tidak kenal ma mpus berani coba me mbunuh Thay-siang."

Keruan semua hadirin tersirap darahnya. Kun-gi kaget setengah mati, katanya: "coba me mbunuh Thay-siang, bagaimana keadaan Thay-siang sekarang?"

Pek-hoa-pangcu tersenyum kale m, katanya:. "Thay-siang me miliki ilmu sakti yang tiada bandingan di kolong   langit. me mangnya ga mpang beliau dapat dilukai oleh senjata gelap?"

Senjata gelap. Tergerak hati Kun-gi "Pasti Sa m-lo- ling adanya," demikian batinnya. Tanyanya segera- "Apakah sipembunuh berhasil dibekuk?"

"Tidak. berhasil lari. mala m ini Giok li dan Hay-siang berjaga dan me lihat bayangan punggung bangsat itu. katanya dia mengenakan jubah hijau ..... " waktu mengatakan "jubah hijau" suaranya kedengaran sumbang dan sangsi.

Berdegup hati Kun-gi, seluruh laki2 yang ada di tingkat kedua hanya dirinya seorang yang mengenakan jubah hijau. Memang sebelum ini para Hou-hoat juga mengenakan jubah hijau, cuma dalam me luruk ke Hek Liong- hwe ini mereka diharuskan ganti seragam hitam. 

Kecuali Kun-gi sendiri yang me mperoleh kebebasan mengenakan pakaian yang disukai, sementara coh-houhoat juga tetap mengenakan jubah biru. "Apakah pe mbunuh mengguna kan So m- lo- ling" tanya Kun-gi.

Hay-siang berdiri paling belakang, tiba2 dia menjenge k: "0, kiranya cong-su-cia sudah tahu"

Kun-gi meno leh sambil tersenyum, belum dia bersuara, So-yok sudah me mbentak: "Hay-siang, di hadapan Toaci me ma ngnya kau berani menyeletuk?,"

"Hu-pangcu," ujar Kun-gi, "karena mala m ini nona Hay-siang yang bertugas jaga dan melihat bayangan musuh lagi, maka perlu kita mendengar pendapatnya."

Pek-hoa-pangcu manggut2, katanya: "Ji-moay, usul Cong-su-cia me mang betul, 'cap-si- moat', coba kau tuturkan penyaksianmu kepada cong-su-cia, jangan ma in se mbunyi,"

Hay-siang mengia kan.

Kun-gi bertanya: "Setelab nona melihat bayangan musuh, kecuali me lihat dia me ngenakan jubah hijau, pernahkah kau melihat jelas maca m apa dia sebenarnya?"

"Gerak tubuh bangsat itu teramat cepat, sekali berkelebat lantas lenyap. jadi sukar terlihat jelas, perawakannya seperti tinggi, waktu itu dia mengapung di atas, aku lalu menyambitnya dengan panah, tapi karena kejadian terlalu cepat, entah kena tidak timpukanku itu kurang jelaslah." "Waktu nona menya mbit kan panah, ke arah mana dia me larikan diri?"

"Dia me lo mpat turun ke tingkat kedua, waktu aku juga lo mpat turun, bayangannya sudah lenyap."

Tergerak pikiran Kun-gi, katanya. "Jadi maks ud nona bahwa pembunuh itu mungkin mas ih berada di atas kapal ini?"

"Entahlah, aku tak berani berkata demikian," sahut Hay-siang.

Kun-gi manggut2, katanya "Mungkin saja di kapal kita ini ada musuh yang tersembunyi, ber-ulang2 kali orang ini me lakukan kejahatan dengan Som- lo-ling, patut kita me mbekuk dan menggusur nya keluar."

Sam-gan-s in coa Liang menyela, "Maksud congcoh di antara kita ada mata2 musuh?"

"Betul, kukira cukup la ma dia me mendam diri di antara kita."

Kiu-cay-boan-koan Leng Tio-co ng ikut bicara: "Me mangnya siapa dia?"

"Sebelum kita mene mukan dia, setiap orang di antara kita patut dicurigai," sampai di sini Kun-gi menjura kepada Pek-hoa-pangcu, katanya: "Pangcu dan Hu-pangcu kebetulan berada di sini, ha mba pikir kalau dia berani coba me mbunuh Thay-siang, sungguh besar dosanya, selama dia tidak dibekuk, semua orang di kapal ini tetap harus dicurigai, lalu kapan hati kita bisa tenteram, Kejadian baru setengah jam berlalu, waktunya masih pendek untuk segera diselidiki. Kecuali enam orang yang bertugas di perairan, seluruh penghuni t ingkat kedua hadir semua di sini, marilah kita coba periksa sebentar, mungkin bisa mene mukan-"

Leng Tio-cong menanggapi: "Betul ucapan congcoh, semua sudah hadir di sini, lebih baik di geledah satu persatu."

"Bagaimana cong -su- cia hendak menggeledahnya?" tanya Pek- hoa-pangcu.. Pandangan Kun-gi menyapu hadirin, katanya: "Maksud hamba, kita geledah satu persatu, lalu mengge ledah ka mar mas ing2."

"Mungkinkah bisa dite mukan?" tanya Pek-hoa-pangcu.

"Kalau betul orang itu sudah la ma me menda m diri diantara kita dan tak pernah konangan, tentulah dia seorang yang licin dan cerdik, bergerak menurut gelagat, geledah badan dan geledah kamar me mang kecil manfaatnya, tapi mala m ini dia mungkin sedikit salah perhitungan, karena kita semua berada di atas kapal, menarik seutas rambut akan me nyebabkan gerakan seluruh badan, apa lagi sejak peristiwa terjadi sampai sekarang temponya masih pendek. dalam waktu yang tergesa ini tentu tiada tempat untuk sembunyi, maka cara menggeledah badan ini mungkin akan me mbawa hasiL"

Pek-hoa-pangcu mengangguk, katanya: "Ana-lisa cong-su-cia me mang benar, baiklah segera laksanakan saja."

Kun-gi mengulap tangan, katanya, "Nah, coba semua berdiri yang baik."

Para Houhoat segera berdiri berjajar. "Kemar ilah Leng- heng," panggil Kun-gi.

"cong-su-cia ada pesan apa?" tanya Leng Tlo-cong sa mbil mende kati.

"Kau geledah dulu badanku” ucap Kun- gi, melihat Leng Tio-cong ragu2 segera dia menambahkan:. "sebagai cong-su-cia, sudah tentu harus dimulai dulu atas diriku."

"congcoh bilang de mikian, terpaksa hamba melaksanakan perintah," ujar Leng Tio-cong, lalu dia geledah badan Ling Kun-gi dengan hati2, teliti dan pelahan, dari saku orang dia merogoh keluar sebilah pedang pendek dan sebuah kotak gepeng, katanya: "Hanya ini saja, tiada yang lain-"

"Terima kasih Leng heng", ucap Kun-gi Lalu dia buka kotak gepeng itu sembari menje laskan: "Kotak ini berisi bahan2 riasku, bukan So m- lo-ling."- Sekilas dilihatnya Hay-siang yang berdiri dipinggir sana mena mpilkan mimik aneh dan sorot matanya sedikit jalang.

Dia m2 tergerak hati Ling Kun-gi me lihat sedikit perubahan ini, lekas dia simpan kotak dan pedang serta berkata: "Sekarang silakan Leng dan coa saling periksa badan masing2, lalu berturut2 periksa yang lain."

Leng Tio-cong dan coa Liang mengiakan, mereka saling periksa badan sendiri, lalu berturut2 me meriksa badan para Houhat. Peristiwa menyangkut jiwa Thay-siang, ma ka siapapun tiada yang berani semberono, Cara periksa satu persatu tni sudah tentu Cukup menghabiskan tenaga dan waktu. kira2 sejam baru pe meriksaan berakhir, Hasilnya nihil.

Berkata Kun-gi kepada Pek-hoa-pangcu: "Pe mer iksaan badan sudah berakhir tanpa menghasilkan apa2, kini mulai mengge ledah kamar, cuma ka mar2 di t ingkat kedua ini agak kotor dan se mpit, harap Pangcu utus seorang saja untuk mengikut i cayhe mengge ledah."

"Toaci, biar aku yang menyaksikan,"sela So-yok

Pek-hoa-pangcu mengangguk, katanya: "Baiklah, bawa juga cap- si- moay, dia melihat jubah hijau itu, mungkin bisa mengena linya."

Terunjuk rasa riang   pada sorot mata Hay-siang, sahutnya me mbungkuk: "Ha mba terima perintah."

"Harap Leng- heng ikut aku, sementara coa- heng tetap tinggai di sini, se mua saudara juga tetap disini, tidak boleh bergerak. tunggu hasil pe meriksaan ka mar." kata Kun-gi,

Sam-gan-s in mengiakan, Leng Tio- cong mohon petunjuk: "congcoh, dari ma na kita mulai?"

Kun gi tertawa, ujarnya: "Sudah tentu dimulai dari ka marku," Lalu dia angkat tangan- "Silakan Hu-pangcu:"

So-yok tertawa lebar, katanya: "Kamar Ling-heng sendiri, sudah tentu kau jalan dulu." "Tidak. Hu-pangcu mewakili Pangcu, orang yang berkuasa penuh dalam penggeledahan ini, terutama untuk menggeledah ka mar cayhe, maka cayhe harus me mberi segala kelonggaran, silakan Hu- pangcu."

So-yok mencibir, katanya sambil cekikik: "Me mang kau ini selalu ada2 saja alasannya." Lalu dia mendahului menuju ke ka mar Ling Kun-gi diikut i Leng Tio-cong.

Leng Tio cong mendahului me mbukakan pintu So-yok lalu me langkah masuk dan Kun-gi di belakangnya, begitu dia melangkah masuk ka mar, seketika dia merasakan hal2 yang tidak beres. Waktu keluar tadi terang jendela tidak terbuka, kini terpentang lebar, terutama di dekat jendela, lapat2 terasa olehnya adanya bau semaca m pupur wangi,jelas seseorang telah menyelundup masuk lewat jendela. Diam2 me ncelos hatinya, pikirnya: "Me mang- nya ada orang menyelundupkan sesuatu ke mari?"

Berdiri ditengah kamar, So-yok berpaling, tanyanya: "Ling-heng, bagaimana cara menggeledahnya? "

Urusan sudah telanjur, terpaksa Kun-gi me ngeraskan kepala dan menabahkan hati, katanya: "Kamar ini tidak besar, boleh Hu-pangcu suruh Hay-siang menggeledah saja.

"Betul," ujar So-yok, "Hay-siang, nah, periksalah dengan teliti." Hay-siang mengiakan- Matanya menyapu keseluruh ka mar,

kecuali sebuah dipan, sebuah meja kecil dan dua buah kursi seluruh

benda yang ada di dalam kawar dapat terlihat dari segala sudut, maka langsung dia melangkah kepembaringan.

Kecuali sebuah bantal, masih ada sebuah kemul tebal yang dile mpit rapi di atas ranjang. Kerja Hay-siang yang pertama adalah menyingkap bantaL Maka dilihatnya sinar kemilau perak di bawah bantal, kiranya itulah sebuah kotak perak yang ber-bentuk gepeng panjang. Dingin dan tajam sorot mata Ling Kun-gi, dia m2 dia mengumpat di dalam hati: "Bangsat keparat, aku betul2 dijadikan ka mbing hitam."

Hay-siang je mput kotak perak itu, tanyanya: "Apakah ini?"

Lekas sekali Kun-gi sudah tenangkan diri, katanya kalem dan tabah: "Itulah So m- lo-ling."

Hebat perubahan rona muka So-yok, tanpa terasa bergetar badannya, teriaknya: "So m-lo- ling?Jadi kau..."

"Bolehlah Hu- pangcu suruh Hay-siang menggeledah lagi, mungkin jubah hijau itupun berada di atas ranjang."

Pucat muka So-yok, tanyanya: "Kau ..... betulkah kau pembunuhnya?"

Leng Tio-cong melintangkan tangan didepan dada, sembilan jarinya tertekuk, sorot matanya liar menatap Kun-gi, agaknya dia siap turun tangan bila perlu.

Tanpa menghiraukan sikap orang Kun-gi tertawa, katanya: "Apakah Hu-pangcu tidak me lihat jendela ka marku terpentang? Kalau bangsat itu sengaja mau me mfitnah aku dengan menye mbunyikan barang bukti ini di dalam ka marku, me mang banyak waktu untuknya bekerja disaat kita semua berada di ruang makan."

Sementara itu Hay-siang telah   angkat   ke mul   itu   serta me mbentangnya, maka terlihat di tengah lempitan ke mul itu me layang jatuh seperangkat jubah hijau, teriaknya: "Hu-pangcu, inilah di sini. "-

Dia ambil jubah itu la lu menuding kebagian lengan, katanya: "Ya, betul ini. di sini ada sebuah lubang kecil, itulah tanda sambitan panahku."

Gusar wajah So-yok, katanya menggera m: "Ling-heng me mang benar, bangsat itu me mang hendak me mfitnahmu, soal ini harus diperiksa dan diselidiki dengan seksama sa mpai seterang2nya, hayolah keluar." Segera ia mendahului keluar

Dengan me mbawa So m- lo-ling dan jubah hijau itu, lekas Hay- siang mengint il di belakang So-yok, Leng Tio-co ng mengira begitu barang bukti tergeledah, Hu-pangcu akan segera me merintahkan me mbe kuk Ling Kun-gi, tapi perke mbangan selanjutnya dan dari nada bicaranya se-olah2 me mbela anak muda itu, dia m2 ia menggerutu di dalam hati. Tapi So-yok adalah murid kesayangan Thay-siang, mana berani dia bertindak gegabah, maka pelan2 dia turunkan kedua tangan, katanya dengan suara sinis: "congcoh, ini

..... bagaimana baiknya?"

Dengan tertawa tawar Kun-gi berkata: "Barang bukti sudah dikete mukan di ka marku, kamar2 lain tidak perlu, di geledah, marilah keluar saja."

Waktu Kun-gi tiba di ruang makan, hadirin sudah tahu bahwa barang bukti tergeledah di ka mar cong su Cia, maka ge mpar lah semua hadirin, ada yang geleng2, ada yang menghela napas, ada pula yang me mandangnya dengan rasa belas kasihan, tapi ada juga yang me mandangnya dengan gusar penuh dendam. Sambil mengangkat tinggi kedua barang bukti Hay-siang tengah menerangkan hasil kerjanya.

"Betulkah hal ini terjadi?" ujar Pek-hoa-pangcu, nadanya kurang yakin dan ragu2. Giok-lan segera bersuara: "Kurasa cong-sucsia bukan orang demikian."

"Pendapat Sam- moay betul," seru So-yok. "pasti ada orang sengaja me mfitnah dia."

"Nah, sekarang kita dengar dulu pendapat cong-su-cia sendiri," sela Pek-hoa-pangcu.

Hay-siang mena mbahkan: "Tadi cong-su-cia bilang jendela kamarnya terbuka, kemungkinan bangsat itu sengaja sembunyikan barang bukti ini di dalam ka marnya, tapi bayangan tinggi yang kulihat tadi me mang mirip dia, soalnya belum ada ada bukti, hamba tidak berani terus terang. Soal jendela terbuka, me mang mungkin bangsat itu menyelundup ke kamarnya serta sembunyikan barang2 bukti ini, tapi dapat juga diterangkan, waktu dia melayang turun dari   tingkat   atas   dan   langsung,   masuk    jendela    serta menye mbunyikan kedua barang ini la lu buka pintu lari keluar, karena waktu amat mendesak belum se mpat dia menutup jendela, atau sengaja dibiarkan terbuka, umpa ma perbuatannya kebongkar, bisa saja dia mengguna kan alasannya tadi. Maka menurut pendapat hamba, soal ini harus segera dilaporkan kepada Thay-siang dan dengarkan putusan beliau."

So-yok mentang2 tidak terima: "Soal menggeledah ka mar adalah usul Ling heng sendiri, kalau dia menyembunyikan barang bukti di kamarnya, me mangnya dia berani suruh kita menggeledahnya ma lah?"

Hay-siang tidak berani debat, katanya: "Betul Hu-pangcu, tapi kedua barang bukti ini jelas kita temukan dika marnya, ini kenyataan."

Pek-hoa-pangcu berkata kepada Kun-gi: "cong-sucia, ingin kudengar pendapat mu."

Kun-gi tahu perhatian seluruh hadirin tertuju pada dirinya, tapi sikapnya tenang dan wajar, katanya sambil tertawa lebar: "Salah atau benar pasti ada keadilannya, kurasa apa yang dikatakan nona Hay-siang juga tidak salah, kenyataan kedua barang bukti me mang berada di kamarku, sudah tentu cayhe patut dicurigai, lebih baik laporkan saja kepada Thay-siang, biarlah beliau yang menga mbil kesimpulan dan putusan-"

Dia m2 gelisah hati So-yok, katanya tak tahan: "Toaci, kurasa hal ini me mang sengaja ada orang me mfitnah dia, kita harus me meriksa dan menyelidikinya sampai terang baru laporkan kepada Thay- siang."

Pek-hoa-pangcu sendiri juga bingung dan sukar a mbil putusan, meno leh ke arah Giok-lan dia bertanya: "Sam- moay, bagaimana pendapatmu?" Giok- lan menepekur sebentar. katanya kemu-dian: "Kurasa pendapat cong-su-cia me mang tepat dan masuk akal, kalau musuh sengaja mau me mfitnah dia, ma ka laporkan saja soal ini kepada Thay-siang."

"Baiklah," Pek-hoa-pangcu mengangguk, "Ji- moay, cong-su-cia, marilah kita menghadap Thay-siang." Lalu dia berdiri lebih dulu.

Walau merasa ogah, tapi So-yok sungkan membe la Kun-gi terang2an, apa lagi dihadapan umum, terpaksa dia mengikuti Pek- hoa-pangcu ke-luar dan disusul Kun- gi.

Giok lan ikut di belakangnya, dengan membawa kedua barang bukti Hay-siang mengintil di be-lakang Giok lan, beberapa orang lainnya mengekor pula di belakang Hay-siang dan bera mai2 naik ke tingkat ketiga.

Setelah orang banyak berlalu, Sa m-gan-sin coa Liang geleng2 kepala, ujarnya: "Bahwa pemimpin kita adalah mata2 Hek liong- hwe yang akan me mbunuh Thay-siang, aku orang perta ma yang tidak percaya."

Leng Tio-cong me nyeringai, jengeknya: "Bukti sudah nyata, me mangnya harus diragukan?"

Maklumlah dia sebagai coh-hou-hoat, kalau kedudukan Kun-gi dicopot, maka jabatan cong-hou-hoat yang kosong akan menjadi miliknya, maka dia m2 ia berdoa semoga Ling Kun-gi me mang mata2 musuh adanya.

Sam-gan-s in tertawa dingin, katanya: "Manusia paling goblok di dunia ini juga tidak akan mengangkat batu menimpuk kaki sendiri, kalau betul cong-su-cia menyembunyikan barang bukti di ka mar sendiri, masadia mengusulkan geledah ka mar malah? Kalau betul dia pe mbunuhnya, waktu dia lompat turun dari tingkat atas, Cukup sekali ayun dia buang kedua barang bukti ke air kan segalanya beres, kenapa harus disembunyikan di ranjang. Beberapa hal yang meragukan ini lebih meyakinkan bahwa me mang ada orang sengaja mau me mfitnah dia." Sudah tentu bukan maksudnya ingin me mbe la Ling Kun gi, soalnya dia juga iri dan tidak terima kalau jabatan cong-su-cia jatuh ke tangan Leng Tio-co ng. Dari pada Leng Tio-co ng me mungut keuntungan, biarlah tetap dijabat oleh Ling Kun-gi saja. Maklumlah kedua orang ini me mang sering perang dingin dan tarik urat.

Baru pertama kali ini Kun gi naik ke tingkat ketiga yang jauh lebih sempit daripada tingkat kedua.

Thay-siang mene mpati ruang tengah, sebelah depannya ada sebuah ruang kumpul, di mana terdapat kursi berjajar, ditengahnya ada sebuah meja dan kursi. Kamar tidur Thay-siang di sebelah dalam. Di sebelah kiri mas ih terdapat dua ka mar lagi, tertutup oleh kain gordyn yang tersulam indah, itulah te mpat tinggal Pangcu dan Hu-pangcu.

Dari letak beberapa kamar ini, dapatlah disimpulkan jendela kamar Thay-siang tentu berada di sebelah kanan, jadi berlawanan dengan jendela ka mar Pangcu dan Hupangcu.

Begitu Kun-gi melangkah masuk ruang pertemuan, Pek-hoa- pangcu lantas angkat tangannya, katanya: "Silakan duduk cong-s u Cia."

Kun-gi menjura, sahutnya: "Hamba sebagai tertuduh yang patut dicurigai, biarlah berdiri di sini saja."

Tengah bicara, dua pelayan menyingkap kerai, tertampak Thay siang melangkah datang dari ka marnya. Pek-hoa-pangcu, Hu- pangcu, Ling Kun-gi dan Giok-lan sa ma berdiri serta me mbungkuk menya mbut kedatangannya.

Menyapu pandang wajah para hadirin, Thay-siang mengangguk serta berkata: "Kalian sudah mene mukan pe mbunuhnya?"

"Lapor Thay siang," seru Pek-hoa-pangcu, "So m- lo-ling dan jubah hijau sudah dite mukan, cuma "

Thay siang menuju ke kursi besar berlapis bulu binatang dan duduk. dia lantas menukas: "Baik, sekali kalau sudah ditemukan-" So-yok menyela dengan gugup: "Thay-siang, walau kedua barang ini dite mukan di ka ma cong-su-cia, tapi Tecu berpendapat pasti musuh sengaja hendak me mfitnah dia."

Pek-hoa-pangcu mena mbahkan: "Tecu juga berpendapat musuh sengaja hendak mengka mbing hita mkan dia, harap Thay-siang suka periksa."

"Bagaimana duduk persoalannya? tanya Thay-siang.

Maka So-yok lantas Ceritakan usul Ling Kun-gi serta Cara pemeriksaan seorang demi seorang, lalu menggeledah ka mar.

Setelah mendengar laporan So yok, Thay-siang berkata: "Hay- siang, bawa ke mari barang2 bukti itu."

Hay-siang mengia kan, tersipu-sipu dia perse mbahkan kotak perak dan jubah hijau itu dengan kedua tangannya. Memegang kotak perak So m-lo- ling itu Thay-siang me nga mati sekian la ma dengan teliti, katanya kemudian: "Benda ini a mat ganas sekali, me mang barang tiruan,yang mereka buat dari seorang ahli, tak ubahnya dengan barang aslinya."

Dia letakkan kotak itu, diatas meja lalu bertanya: "Hay-siang, kau bilang pernah menyambit penyantron dengan panah, apakah timpukanmu mengenai sasaran?"

Hay -siang me mbungkuk, sahutnya: "Lapor Thay-siang, lengan kanan jubah hijau itu ada lubang kecil, itulah bekas kena t impukan panah Tecu."

"Kau pernah me lihat bayangan punggung pe mbunuh itu, apakah mirip Ling Kun-gi?"

Hay-Siang ragu2 sebentar, sahutnya: "Gerak tubuh orang itu teramat cepat Tecu tidak melihat jelas wajahnya, jadi tak berani sembarang bicara, tapi kalau dilihat bentuk perawakannya me mang rada2 mirip cong-su-cia."

"Nah, itulah," ujar Thay-siang. Berdegup jantung Pek-hoa-pangcu, Hu-pangcu dan Giok-lan serentak mereka berteriak: " Thay-siang"

Sedikit menggerak tangan, Thay-siang cegah mereka bicara, matanya tertuju kearah Kun-gi, katanya: "Ling Kun-gi, apa pula yang hendak kau katakan?"

Sikap Kun-gi t idak berubah, katanya me mbungkuk: "Apa yang ingin ha mba sa mpaikan tadi sudah dijelaskan oleh Hu-pangcu, Thay-siang maha bijaksana, salah atau benar persoalan ini tentu dapat diselidiki dengan adli, hamba terima apa saja putusan Thay- siang."

Karena mengena kan cadar, sukar dilihat bagaimana mimik muka Thay-siang, tapi Bok-tan, So-yok dan Giok-lan sa ma tertekan perasaannya, napas-pun terasa sesak.

Menoleh kearah Hay-siang, Thay-siang bertanya: "Begitu kau me lihat pe mbunuh lalu menyerangnya dengan panah? " Hay-siang mengiakan.

"Waktu itu, berapa jauh jarakmu dengan dia?" Hay-siang berpikir, sahutnya: "Kira2 tiga tombak."

"Baik, Ling Kun-gi, putar badanmu dan majulah seto mbak lebih." Pek-hoa-pangcu, So-yok dan Giok-lan t1dak tahu apa maksud

Thay-siang, dia m2 mereka berkuatir bagi Kun-gi.

Jarak setombak setengah berarti sudah berada di luar ka mar.

Maka Kun-gi melangkah keluar.

"Sudah cukup, berhenti, kau berdiri saja di situ," ucap Thay- siang, "akan kusuruh Hay-siang menimpuk panah ke belakangmu, kau tak boleh berkelit, hanya boleh menyampuk dengan lengan bajumu, sudah tahu?"

Bahwa dirinya hanya boleh menya mpuk ke belakang dengan lengan bajunya saja, Kun-gi lantas tahu ke mana maksud Thay- siang, cepat dia menjawab: "Ha mba me ngerti."

"Hay-siang, kau sudah siap?" tanya Thay siang. "Tecu sudah siap." sahut Hay-siang,

"Bagus, timpuk pundak kanannya," seru Thay-siang.

Sejak tadi Hay-siang sudah genggam sebatang panah kecil ditelapak tangan kanannya, belum lenyap seruan Thay-siang, tangan kanannyapun sudah terayun, "Ser," sebatang panah kecil bagai bintang meluncur kepundak kanan Ling Kun-gi.

Agaknya kali ini Kun-gi hendak pa mer kepandaian, dia diam saja tanpa menoleh, setelah panah melesat tiba lebih dekat, tangan kanan pelahan mengebut ke belakang. Gayanya indah gerakannya ringan   dan   gagah,    lebih   harus    dipuji    lagi    karena    dia me mperhitungkan waktu dengan tepat, ujung lengan bajunya bergerak la mban seperti me la mbai tertiup angin, kebetulan panah kecil sa mbitan Hay-siang kena disampuknya. "creng", panah kecil terbuat dari batang baja itu berdering nyaring seperti me mbentur benda keras, lengan baju Kun-gi lunak tapi panah baja itu kena disa mpuknya terpental balik. "Tak", tepat dan persis menancap dipapan lantai didepan Hay-siang.

Sudah tentu Hay-siang terperanjat dengan sigap dia berjingkrak mundur. Demontrasi kepandaian yang tiada taranya ini sungguh me mbuat kagum dan riang hati Pek-hoa-pangcu. Hu-pangcu dan lain, siapapun tak pernah me mbayangkan bila kepandaian silat Ling Kun-gi bukan saja tinggi, malah sudah begitu matang dan sempurna.

Thay-siang manggut2 senang dan puas, kata-nya tersenyum ramah: "Me mang tidak ma lu sebagai murid Put-thong Taysu, balik sini."

Ling Kun-gi balik ke depan Thay-siang, katanya membungkuk: "Thay-siang mas ih ada pesan apa?"

Le mbut suara Thay siang: "Perlihatkan kepada mereka, apakah ujung lengan bajumu tertimpuk berlubang oleh panah kecil itu?"

Panah kecil itu terbuat dari baja, bobotnya cukup lumayan, tapi lengan baju Ling Kun-gi ternyata tetap utuh tidak kurang suatu apa. Dalam jarak seto mbak setengah panah kecil itu tak ma mpu me lubangi lengan baju Kun-gi, apalagi kalau dalam jarah tiga tombak. Seketika tersimpul senyuman riang lega pada wajah So yok.

Pek-hoa-pangcu dan Giok- lan dia m2 juga menghe la napas lega, rasa kuatir dan jantung dag-dig-dug tadi seketika sirna.

Hay-siang tunduk. katanya: "Ilmu sakti cong-su-cia tiada taranya, kiranya Tecu yang salah lihat orang." Nyata nada bicaranyapun menjadi lunak dan putar haluan-

Thay-siang mendengus, kedua matanya mencorong menatap Ling Kun-gi, katanya kale m: "Kalau Losin t idak ma mpu menila i orang, me mangnya kuangkat dia menjadi cong-hou-hoat-su-cia? Kalau jabatan tinggi ini sudah kuserahkan padanya, maka aku harus percaya begini saja akan cara keji musuh untuk me mfitnah dia?"

Sejak tadi sikap Kun-gi tetap tenang dan wajar meski dirinya difitnah dengan barang2 bukti yang me mberatkannya, tapi setelah mendengar kata2 Thay-siang ini, tanpa terasa keringat membasahi badan, serunya hambar: "Sela ma hidup ha mba tidak akan lupa akan budi dan kebijaksanaan Thay-siang."

Sudah tentu ini bukan kata2 yang terlontar dari lubuk hatinya, tapi dihadapan Thay-siang terpaksa dia harus ber- muka2.

Nada Thay siang tiba2 berubah kereng: "Ling Kun-gi, walau Losin me maafkan dan menga mpunimu, tapi bangsat yang coba me mbunuh Losin itu menjadi  tanggung  jawabmu  untuk me mbe kuknya, kau ma mpu tidak?"

Kun-gi me mbungkuk, serunya: "Sesuai dengan jabatanku hamba me mang wajib me mbekuknya . "

"Aku berikan batas waktu untukmU me mbongkar perkara ini," desak Thay-siang.

"Entah berapa lama batas waktu yang Thay-siang berikan kepada hamba." Thay-Siang gebrak meja,   serunya gusar: "Dia berani coba me mbunuh Losin, me mangnya Losin harus berpeluk tangan me mbiarkan dia bebas bergerak sesukanya, kau harus dapat me mbe kuknya sebelum terang tanah atau kau menyerahkan batok kepala mu sendiri."

Tatkala itu sudah kentongan ketiga, kira2 masih satu dua jam lagi sebelum fajar menyings ing . .

Perkara ini masih merupakan teka teki, bayangan untuk menyelidikipun tiada, cara bagaimana harus me mbe kuk biang keladi pelakunya. Yang terang perintah harus dilaksanakan, walau waktu sudah teramat mendesak.

Pek-hoa-pangcu bermaksud moho nkan keringanan, tak terduga Kun-gi lantas menjura, katanya: "Ha mba terima perintah Thay- siang." Tanpa ragu2 dia terima perintah yang menyudutkan dirinya ini.

Sudah tentu hal ini lagi2 me mbuat Pek-hoa-pang-cu, Hu-pangcu dan Giok -lan me lengak heran, tanpa berjanji mereka sama tumple k perhatian padanya.

Thay-siang manggut2, katanya me muji: "Losin tahu kau punya bakat dan ma mpu melaksanakan tugas."

"Thay-siang terlalu me muji, cuma ha mba kebentur suatu hal yang menyulitkan "

"Ada kesulitan apa boleh kau katakan, Losin akan me mberi kelonggaran pada mu."

"Walau ha mba sebagai cong-hou-hoat-su-cia dari Pang kita, tapi hak kuasa hamba terbatas, gerak lingkungan ha mba hanya terbatas pada tingkat kedua maka, umpa ma tingkat ketiga ini bukan lagi menjadi daerah operasiku "

Terunjuk senyum lebar pada wajah Thay-siang di balik cadar, katanya: "Baik", Lalu dia berpaling pada salah seorang pelayannya, katanya: "Liu-hoa, pergilah a mbilkan Hoa-sin-ling ke mari, sa mpaikan pula perintah ku kepada semua orang, sejak kini sa mpa i terang tanah nanti, Losin serahkan kekuasaan tertinggi kepada cong-su-cia sebagai wakil Losin untuk me laksanakan tugas, tak peduli Pek—hoa- pangcu atau Hu-pangcu juga harus siap terima tugas dan perintahnya, siapa berani me mbangkang akan dijatuhi hukuma n yang berlaku."

Pelayan itu mengiakan- Baru saja dia bergerak hendak putar ke belakang, tiba2 Kun-gi berseru:

"Nona tunggu sebentar"- Lalu dia menjura kepada Thay-siang, katanya: "Sudah cukup dengan kata2 Thay-siang tadi, tak perlu pakai Hoa-s in-ling segala.."

Tiba2 dia berkata kepada Giok-lan dengan ter-tawa: "Thay-siang sudah serahkan kekuasaan untuk menjalankan tugas, tentunya congkoan sendiri juga telah dengar."

Pek-hoa-pangcu yang berdiri disa mping ha mpir tidak berani percaya akan apa yang di dengarnya ini, sungguh dia tidak habis mengerti kenapa Thay-siang berubah begini mendadak? Dan yang me mbuatnya heran adalah Ling Kun-gi, entah akal muslihat apa pula yang tersembunyi di dalam benaknya.

Demikian pula So-yok me mpunyai rasa curiga yang sa ma, kedua matanya terbeliak menatap Kun-gi tanpa berkedip.

Mendengar ucapan Kun gi, lekas Giok-lan menjura, sahutnya: "Ha mba sudah dengar."

Lebar tawa Kun-gi, katanya balas menjura: "Kalau begitu tolong congkoan sa mpaikan perintahku, suruhlah ketujuh TayCia datang ke mari."

Hay-siang sudah berada disini, berarti Giok- lan harus me manggil enam Tay-cia yang la in- Setelah me ngiakan Giok- lan lantas keluar.

Kun-gi menjura pula kepada So-yok, katanya: "Ada pula sebuah tugas, mohon Hu-pangcu suka me mbantu."

So-yok mengerling penuh arti, katanya tertawa: "cong-su-cia hendak menugaskan apa?" "cayhe minta Hu-pangcu suka berjaga dipintu keluar, kalau ada orang berusaha melarikan diri, harap Hu-pangcu me mbe kuknya hidup2, kalau terpaksa boleh juga me mbunuhnya . "

"Me mangnya perlu dije laskan, siapa berani me larikan diri lewat pintu, pasti tidak akan kulepas dia."

"Hu-pangcu perlu hati2, bukan mustahil kalau kepepet orang itu jadi nekat, diapun bisa menggunakan So m-lo- ling," Kun-gi me mper ingatkan-

"Aku tahu," ucap So-yok, "begitu ia merogoh kantong, akan segera kuserang dulu, umpa manya kutabas lengannya."

"Tapi Hu-pangcu harus bertindak menur ut aba-abaku."

So-yok cekikik geli, katanya: "Aku tahu, aku akan menurut petunjukmu."

"Terima kasih Hu-pangcu, sekarang silakan kau berdiri dipintu."

Sambil me megang gagang pedang dipingggang So-yok keluar dan berdiri di a mbang pintu. Kun-gi menghadapi Pek-hoa-pangcu lalu katanya: "Silakan duduk Pangcu."

Pek-hoa-pangcu melirik mesra, tanyanya: "cong-su-cia tidak me mber i tugas kepadaku?"

"Tidak. silakan Pangcu duduk saja."

Karena Kun-gi bekerja mewakili Thay-siang, maka Pek-hoa- pangcu menurut saja per mintaan Kun-gi, dia duduk di sebuah kursi di bawah Thay siang. Se mentara Thay-siang tetap duduk di kursi kebesarannya tanpa bersuara, dia melihat saja apa yang dilakukan Ling Kun-gi tanpa me mberi ko mentar karena dirinya tidak dihiraukan, tak tahan Hay-siang buka suara: "cong-su-cia, apakah hamba t idak diberi tugas?"

Kun-gi tertawa, ujarnya: "Nona adalah saksi satu2nya yang me lihat bayangan musuh, kunci me mbongka peristiwa mala m ini berada dipundak nona," lalu tangannya menuding: "Silakan nona duduk di sebelah Pangcu." Hay-siang mengiakan lalu duduk di tempat yang di tunjuk.

Kerai tampak tersingkap. Giok- lan melangkah masuk lebih dulu, di belakangnya mengikuti ber-turut2 adalah Bi- kui, Ci-hwi, Hu-yong, Hong-sian, Giokju dan Loh-bi-jin.

Giok- lan menjura kepada Kun-gi, serunya: "Lapor cong-su-cia, enam Taycia yang la in sudah kumpul seluruhnya."

Keenam Taycia ini dipimpih oleh Bi- kui (Un Hoan- kun), melihat So-yok berjaga di pintu, semuanya tertegun, ter-sipu2 mereka berlutut dan berseru bersa ma: "Tecu menghadap Thay-siang."

Thay-siang angkat tangan, katanya: "Bangunlah, kalian harus tunduk kepada cong-su-cia, mala m ini dia bekerja mewakili Losin untuk menyelesaikan perkara besar. kalian harus dengar perintahnya, tidak boleh me mbantah."

Para Taycia sudah tahu akan peristiwa usaha pembunuhan atas junjungan mereka dan Ling Kun-gi sebagai tertuduh utama, sungguh tak nyana dari nada bicara Thay-siang sekarang tertuduh justeru diberi kuasa mewa kilinya untuk mengus ut perkara ini, Pangcu mereka sendiripun harus tunduk di bawah perintahnya, keruan jantung mereka ber-debar2.

Sudah tentu yang paling merasa diluar dugaan adalah Bi- kui samaran Un Hoan- kun, sehingga ia me lir ik kearah Kun-gi.

Giok- lan bawa keenam orang ini berbaris di depan Kun-gi. Sambil mengawasi Bi-kui, Kun- gi berkata: "Nona Bi- kui, harap maju."

Di antara ke-12 Taycia Bi- kui mendapat urutan nomor se mbilan, tapi dalam perjalanan kali ini dia merupa kan tertua dari tujuh Taycia yang ikut, maka Kun-gi mena mpilkan dia, Un Hoan- kun segera tampil ke depan Kun-gi.

"Silakan duduk," kata Kun-gi menunjuk sebuah kursi di depannya sana. Sedikit merandek, akhirnya Un Hoan-kun duduk di kursi yang teraling meja bundar di depan Kun-gi.

"Lepaskan kedok nona," kata Kun- gi. Perlu diketahui Un Hoan- kun sudah dirias oleh Kun-gi sehingga sekarang bukan dengan wajah aslinya, maka dia tidak usah kuatir akan konangan kepalsuannya, tanpa ragu2 dia mengelupas kedok mukanya.

Tajam pandangan Kun-gi, sekian la manya dia menga mati wajah orang, akhirnya manggut2, katanya: "Baiklah, nona boleh pakai lagi kedok itu."

Un Hoan-kun segera tempelkan lagi kedok mukanya yang tipis ke wajahnya serta mengelusnya dengan telapak tangan, tanyanya: "Masih ada pesan la in cong-s u-cia?"

"Nona boleh ke mbali ke te mpat semula," ujar Kun-gi, lalu dia angkat kepala dan berkata pula:

"Nona Ci-hwi silakan maju."

Ci-hwi segera duduk juga dihadapannya. "Bukalah kedok nona," kata Kun-gi.

Karena Thay-siang sudah keluarkan perintah, terpaksa dia mencopot kedoknya mes ki dengan rasa berat. Duduk berhadapan dengan pemuda gagah cakap ini, setelah kedok mukanya dicopot, tampak wajahnya yang putih halus bersemu merah jengah. Kun-gi juga menga mati muka orang sekian la ma dengan teliti, akhirnya menyuruhnya mengenakan kedok dan ke mbali ketempatnya.

Para Taycia yang lain tidak luput menga la mi pe mer iksaan yang sama, semua sa ma menunduk ma lu dengan muka merah, enam Taycia sudah di-periksa wajah aslinya, tinggal Hay-siang seorang yang belum diperiksa. Kun-gi berdiri lalu katanya kepada para Taycia dengan tertawa: "Sekarang para nona boleh ke mba li, sementara nona Bi-kui harap tinggal di sini, ada tugas lain untuk nona."

Un Hoan-kun menjura, sahutnya: "Hamba menunggu perintah." Lima Taycia mengundurkan diri. Hay-siang bersuara: "cong-su-cia tiada tugas untukku bukan?"

"Tadi sudah kubilang, untuk me mbongkar peristiwa mala m ini, bantuan nona amat diharapkan, sudah tentu kau harus tetap di sini." lalu ia berpaling kepada Giok- lan-"cayhe mas ih menyusahkan congkoan, suruhlah 20 dara kembang yang ada naik ke mari."

"Dara2 ke mbang itu dipimpin oleh cap-go- moay (Loh- bi-jin), Cukup hamba me mberitahu kepadanya supaya membawanya ke mari." habis berkata dia keluar dan Cepat sekali sudab ke mbali pula.

Tidak la ma ke mudian Loh-bi-jin sudah me langkah masuk. katanya membungkuk: "20 dara ke mbang sudah hadir seluruhnya, apakah cong su-cia hendak suruh mereka masuk ke mar i?"

"Te mpat ini se mpit, suruhlah mereka masuk satu persatu," ujar Kun-gi, Loh- bijin mengiakan lalu me nyapa keluar, seorang dara terdepan segera melangkah masuk. Loh-bi-jin berkata: "Gong-su-cia ingin berkenalan dengan kalian, majulah."

Melihat Thay-siang, Pangcu dan la in2 sa ma hadir, dengan menunduk dan ge metar dia melangkah ke depan Ling Kun-gi, katanya sambil bertekuk lutut dan merangkap kedua tangan: "Ha mba menya mpaikan hor mat kepada cong-su-cia."

Para dara kembang ini tiada yang mengenakan kedok, ma ka Ling Kun-gi t idak perlu menggunakan banyak waktu, dengan tertawa dia cuma pandang kiri lihat kanan, lalu tanya Siapa namanya dan di Suruhnya keluar. Dalam waktu Singkat 20 dara ke mbang telah diperiksanya Se mua, dia berdiri me mberi Salam kepada Loh-bi-jin: "Bikin Susah nona saja, boleh kau bawa mere ka turun."

Dia m2 Loh-bi-jin menggerutu dalam hati, suruh mereka naik, kerjanya cuma menikmati wajah para dara yang jelita dan tanya namanya saja, me mangnya apa ma ksudnya? Tapi dihadapan Thay- siang dan Pangcu sudah tentu dia tak berani bertingkah, lekas dia me mbungkuk serta menjawab: "Baiklah, ha mba mohon diri." Pek-hoa-pangcu dan So-yok diam2 saja mengawasi tingkah Ling Kun-gi yang mir ip pe muda binal sedang me milih kesukaan, mereka heran dan tak habis mengerti apa maksud Kun-gi. Thay-siang diam saja se-olah2 setuju tindakan Ling Kun-gi. .

Semua sudah mengundurkan diri, tinggal Bi- kui seorang yang ditahan disini, me mangnya Bi-kui inikah mata2 musuh? Sejak tadi So-yok ber-diri di depan pintu, setelah semua orang pergi, tanpa kuasa dia bertanya: "cong-su-cia, tugasku sudah selesai?"

"Belum, kau belum boleh meningga ikan tugas- mu," ujar Kun-gi. Hay-siang berkata: "Bayangan yang kulihat terang seorang laki2,

orang2 yang diperiksa cong su-cia justeru para saudara kita yang nona, kenapa yang laki2 tidak diperiksa?"

Kun-gi tertawa, katanya: "Para Taycia dan dara2 kembang ini semuanya belum kukenal. Se mentara para Hou-hoat su-cia yang ada boleh di katakan setiap hari berkumpul bersa maku, dan keadaan mereka sudah Kuketahui jelas, sudah tentu tak perlu kuperiksa mereka."

"Jadi cong-su-cia sudah me mperoleh apa yang diharapkan?" tanya Hay-siang.

"Belum," ujar Kun-gi menggeleng. "sekarang giliran nona, harap duduk dan copot kedokmu, biar kuperiksa juga ."

Hay-siang malu2, katanya: "Apakah cong-su-cia mencurigai hamba?" pelan2 tangannya mengelupas kedok mukanya yang tipis halus. Hay-siang me miliki seraut wajah bundar, kulitnya putih mulus, sepasang matanya tampak hidup lincah, bibirnya tipis, me mang sesuai sekali dengan na ma yang diberikan kepadanya.

Sorot mata Kun-gi mendadak taja m, katanya tertawa: "Berhadapan dengan wajah mole k begini tidak puas   hanya me mandangnya berhadapan, ingin kududuk disa mpingnya dan merebahkan diri menikmat i kecantikan yang mo lek ini." Betul juga dia lantas duduk di sisinya mengawas i wajah Hay-siang dari samping kiri la lu ke sa mping kanan. Sungguh aneh, di hadapan Thay-siang dia berani bertindak begini kasar.

Sudah tentu Pek-hoa-pangcu merasa heran, sedangkan So-yok yang berdiri di depan pintu segera me lengos, wajahnya merah bersungut.

Sementara pipi Hay-siang sendiri me njadi merah, katanya menunduk: "cong- su-cia jangan menggoda."

Kun-gi tidak pedulikan, dia putar ke belakang dan berdiri sejenak seperti seorang pembeli yang sedang menikmati barang pilihannya saja, sementara mulut bersenandung me mbawakan syair pujangga dinasti Tong.

Sudah tentu Hay-siang tidak tahu apa maksud orang bersenandung, karena dirinya dipuji, hatinya merasa senang. namun rasa malunya semakin jadi, akhirnya tak tahan dia berkata: "Sudah puas cong-su-cia?"

Kun-gi goyang2 tangannya: "Nanti dulu nona" Dari kantong bajunya dia keluarkan kotak gepeng serta membuka tutupnya, dije mputnya sebutir obat warna madu terus diangsurkan, katanya dengan tertawa tawar: "Sayang sekali kalau pupur menutupi warna yang asli, kukira nona terlalu tebal me maka i pupur, bagaimana kalau nona cuci muka saja?" obat bundar berwarna seperti madu itu adalah obat khusus untuk mencuci muka yang telah di ma ke-up,

Mendadak berubah hebat sikap Hay-siang, tiba2 dia berjingkrak berdiri, baru saja pergelangan tangannya terayun. Tapi Kun-gi lebih cepat lagi, jari tangan kiri dengan enteng menyentik, sejulur angin segera menerjang Ki-ti-hiat di pergelangan tangan Hay-siang, mulutpun tertawa: "Lebih baik nona tetap duduk saja, ada pertanyaan yang ingin kuajukan pada mu."

Pada saat Hay-siang berjingkrak berdiri itulah, Bi-kui alias Un Hoan-kun telah bertindak pula di belakang Hay-siang, kedua tangan bekerja cepat, beruntun dia tutuk tiga Hiat-to besar dipunggung orang, lalu menekan pundak orang, bentaknya: "Duduk" Tanpa kuasa Hay-siang tertekan duduk ke mbali di kursinya. Thay-siang manggut2 dan berkata sambil tersenyum senang: "Ternyata kau me mang sudah tahu akan dia."

Serius sikap Ling Kun- gi, katanya: "Thay-siang serba tahu, soal ini tentunya juga sudah di-ketahui. Waktu ha mba me meriksa ka mar tadi kudapati jendela terbuka, kucium pula bau pupur yang tertinggal di dalam ka mar dan pupur itu sa ma dengan bau pupur yang dipakainya, cuma waktu itu belum berani kupastikan, kini setelah melihat make- up dimukanya baru aku lebih yakin dan ternyata me mang terbukti betul adanya."

Thay-siang mengangguk. ujarnya: "Betul, gurumu ahli rias yang tiada duanya di kolong langit, cara make-up yang dia gunakan ini, sudah tentu takkan bisa menge labui dirimu yang cukup ahli pula dalam bidang ini."

Kaget dan girang hati So-yok, katanya sambil melerok: "Kenapa tidak kau jelaskan sejak tadi."

"Tentunya Hu-pangcu sudah lihat,   baru saja cayhe sendiri me mpero leh buktinya." sahut Kun-gi. Pek-hoa-pangcu menghela napas, katanya: "Dia ternyata bukan cap-s i- moay, tentu cap-si-moay sudah dia Celakai."

Kun-gi serahkan obat berwarna madu itu kepada Bi kui, katanya: "Tolong nona, remas saja obat ini di telapak tangan dan poleskan ke mukanya, bahan ma ke up di mukanya akan tercuci bersih."

Bi-kui lantas bekerja, obat itu dia taruh di tengah telapak tangan terus di-gosok2 lalu mula i me mo les di muka Hay-siang. Me mang aneh sekali, di mana jari2nya bergerak di muka Hay-siang, bahan2 rias di muka Hay-siang seketika menge lotok lenyap. dengan cepat wajah Hay-siang nan molek itu sudah berganti rupa.

Dia ternyata seorang perempuan berusia sekitar 25, bentuk wajahnya bundar agak mirip Hay-siang yang asli. Kerena tertutuk Hiat-tonya oleh Bi-kui, kecuali kedua biji matanya yang masih bisa bergerak, mulutpun tak ma mpu bersuara. Kun-gi bertanya kepada Bi-kui: "Nona, buka-lah Hiat-to yang me mbisukan dia itu." Bi-kui me mukul pelahan di belakang leher Hay-siang. Hay-siang menjer it tertahan, gerahamnya tampak bisa bergerak.

Tiba2 Kun-gi me mbentak pula: "Lekas tutuk lagi Hiat-to pembisunya."

Untung Bi-kui bekerja cepat dan sigap. sekali gerak dia tutuk pula Hiat-to bisunya.

Kata Kun-gi: "Sekarang nona buka lagi tutukan Hiat-to barusan, cuma gunakan tenaga lebih keras sedikit."

Bi-kui menurut petunjuk. telapak tangan terangkat, dia gablok keras tengkuk Hay-siang. Kembali Hay-siang menjerit, dari mulutnya mendadak mence lat keluar sebutir obat bungkus lilin sebesar kacang tanah.

Sigap sekali Kun-gi menya mbarnya, katanya tertawa: "Sepatah kata saja belum nona   katakan,   mana   boleh kubiarkan   kau ma mpus ?"

Mendelik mata Hay-siang, semprotnya: "Kau me nggagalkan tugasku, aku benci pada mu."

"Nona harus salahkan dirimu sendiri," ujar Kun-gi, "Kenapa kau me mfitnah diriku?"

"Kau kira aku akan menga ku? Hm, mau bunuh atau hendak dise mbelih boleh silakan, jangan kau harap akan mendapatkan keterangan dari mulutku."

So-yok mengejek: "Keparat kurang ajar, jiwa mu sudah berada di tangan kami masih berani bertingkah? Kalau tidak diberi ajaran kau tidak tahu kelihayanku." Sembari bicara dia lantas melangkah masuk.

Hay-siang menyeringai ejek: "orang2 Pek-hoa-pang siapa yang tidak tahu kalau kau bertangan gapah dan berhati keji, tidak punya rasa perikemanus iaan, me mangnya kau berani berbuat apa terhadap diriku" Mengelam wajah So-yok saking murka, teriaknya: "Kau kira aku tidak berani me mbunuh mu?"

Pedang So-yok segera menusuk kebelakang kepala Hay-siang.. "Ji- moay "teriak Pek-hoa-pangcu.

Tapi Kun-gi turun tangan lebih cepat lagi, jarinya menjentik

sekali, "creng", sejalur angin kencang me mbikin pedang So-yok tergetar sehingga menusuk tempat kosong, katanya: "Jangan Hupang-cu tertipu olehnya, sengaja dia memancing ke marahanmu, maks udnya supaya bisa mati seketika."

Thay-Siang yang duduk di atas sana manggut2, katanya tersenyum: "So,-yok, kau me mang terburu nafsu, kalau gurumu mau me mbunuh dia, ketika dia menyambit dengan Som-lo- ling tentu jiwanya sudah amblas, me mangnya kau kira gurumu tidak tahu kalau penyerangnya ialah dia ini? Kalau langkahnya tidak gurumu ketahui, sia2lah aku berkedudukan sebagai Thay-siang. Terus terang, gurumu me mang sengaja ingin me lihat per mainan licin apa yang akan dia lakukan pula, di samping itu akupun ingin menguji ketra mpilan kerja Ling Kun-gi, sampai di mana kecerdikannya pula, maka peristiwa ini kuserahkan kepada Ling Kun-gi untuk me mbongkarnya. Kalau menuruti watakmu yang sembrono itu, susah payah Ling Kun-gi setengah mala m ini bukankah akan sia2 belaka?"

Merah muka So-yok. katanya menunduk: "Peringatan guru me mang betul."

Kun-gi berdiri tegak lalu me njura ke arah Thay-siang, katanya: "Terlalu tinggi Thay-siang menila i ha mba, untuk ini ha mba merasa gugup sekali."

Ramah tawa Thay-siang, katanya: "Kenyataan sudah demikian, kini kau sudah bongkar kejahatan ini, soal mengo mpes keterangan dari mulutnya tetap kuserahkan pada mu, kau   harus berhasil me mpero leh keterangannya."

"Ha mba terima perintah," seru Kun-gi sa mbil menjura. Hay siang mengertak gigi, katanya mendesis: "orang she Ling, kau me mbongkar kedokku, sema kin besar pula kepercayaan Thay- siang terhadap-mu, semakin tinggi pula kedudukkanmu, sekali gebrak berhasil mengangkat dirimu, mungkin kau akan menjadi calon suami sang Pangcu, ini tentu akan memuaskan cita2mu, tapi untuk mengorek keterangan dari mulutku, jangan kau harap"

Tawar tawa Kun-gi, katanya sembari mengha mpiri Hay-siang, suaranya lembut: "Nona sendiri sudah dengar, Thay-siang me mber i tugas kepadaku untuk mengorek keteranganmu maka kuharap nona tahu diri."

"Kau hendak menyiksaku?" tanya Hay-siang. "Syukurlah kalau nona tahu?" kata Kun-gi.

Penuh kebencian nada Hay-siang: "Kau adalah murid paderi Siau-

lim yang agung dan kosen, sampai hati kau mengorek keterangan mulut seorang pere mpuan dengan cara kekerasan, me mangnya tidak takut merendahkan derajat dan merusak na ma baik perguruanmu?"

Kun-gi bergelak-tawa, katanya: "Salah nona, guruku Hoan jiu julay sudah keluar dari Siau- lim, maka hakikatnya beliau bukan mur id Siau- lim lagi, kalau ada orang bilang aku ini lurus, aku akan bertindak lurus, bila dikatakan aku sesat, aku ma lah akan bertindak lebih sesat, soal perguruan tidak pernah kupikirkan,jangan kau menakuti diriku dengan e mbel2 itu."

Merandek sejenak lalu dia menyambung: "Perlu kuberitahu kepada nona, jika kau mau bicara terus terang, menjawab apa yang

. . .."

Sebelum Kun- gi habis bicara, tiba2 Hay-siang angkat kepala, "cuh", se-keras2nya dia me ludah ke muka Ling Kun- gi.

Jarak mereka teramat dekat, sudah tentu Kun-gi tidak sempat menghindar, maka mukanya basah berlepotan ludah. Bi-kui naik pita m, sekali te mpeleng dia ga mpar muka Hay-siang sekeras2nya, teriaknya: "Berani kau kurang ajar terhadap cong-su- cia."

Hay-siang tertawa dingin, jengeknya: "Bagus sekali pukulanmu, me mangnya kau juga kepincut pada orang she Ling ini. Hm Bok-tan, So-yok.   semua rela mengorbankan kesucian sendiri padanya, me mangnya kau juga ma u "

Merah jengah wajah Bok-tan, So-yok dan Giok-lan mendengar ocehan ini.

Malu dan mur ka pula Bi- kui, hardiknya gusar: "Berani usil mulut mu." Ke mbali tangan terayun, dia ga mpar pula muka orang,

Panas muka Kun-gi mendengar ocehan Hay-siang yang terang2an itu, dia angkat lengan baju membersihkan kotoran di mukanya, lalu mencegah ga mparan Bi- kui lebih lanjut, katanya kepada Hay-siang: "Nona juga seorang perempuan kenapa bicara sekotor ini, kalau nona tetap berkeras kepala, jangan salahkan aku tidak kenal kasihan lagi."

"Kau boleh bunuh aku saja," teriak Hay-siang.

Kun-gi tersenyum, katanya ramah: "Agaknya nona amat bandel dan tak mau mendengar nasehat-ku, terpaksa kau akan merasakan betapa siksa derita bila darah tubuhmu mengalir sungsang terbalik, sehari kau t idak bicara, sehari jiwa mu t idak akan me layang, asal kau sanggup bertahan, berapa lama terserah pada dirimu"

"Buat apa Ling-heng hanya bicara saja?" desak So-yok tak sabar. "Tidak, cayhe harus jelaskan lebih dulu, supaya dia ada waktu

untuk me mpertimbangkan. "

"Aku tidak akan mengaku, kau boleh mulai dengan siksaanmu,"jawab Hay-siang ketus.

"Kuberi waktu satu jam, kau boleh katakan siapa na ma mu, siapa yang mengutus mu ke mari, berapa banyak ko mplotanmu yang ada di kapal ini?" Sorot mata Hay-siang diwarnai dendam me mbara, teriaknya keras: "Aku adalah ibu gurumu,  Hoan-jiu ji- lay yang menyuruhku ke mari "

Mencorong sorot mata Ling Kun-gi, desisnya dingin: "Dengan baik hati kuberi nasehat, kau malah bermulut kotor, baiklah biar kau rasakan dulu betapa nikmatnya bila darahmu menyungsang balik," Sembari bicara sekaligus ia menutuk delapan Hiat-to di tubuh Hay- siang, gerakannya amat cepat, seperti menutuk tapi juga seperti mengusap saja.jelas gayanya berbeda dengan ilmu tutuk umumnya.

Tubuh Hay-siang seketika mengejang ge metar, seperti orang mendadak terserang ma laria, terasa darah sekujur badannya mendadak bergolak. se mua menuju ke ulu hati.

"sekarang masih ada waktu kalau kau mau bicara," desak Kun-gi. Walau sudah kesakitan Hay-siang tetap bandel, dia pejamkan mata tanpa bUka sUara.

Tapi hadirin jelas menyaksikan dalam waktu sesingkat ini, wajahnya yang semula putih halus telah berubah merah melepuh seperti darah, badannya kelejetan, keringat dingin sebesar kacang me mbasahi mukanya, tapi dia tetap mengertak gigi, bertahan mati2an dari siksaan tanpa mau berbicara sepatah katapun.

Kira2 semasakan air terdengar Hay-siang merint ih, teriaknya serak: "Kau bunuhlah aku saja." Mendadak tubuhnya terguling, kiranya jatuh pingsan.

"Budak bangsat sungguh bandel sekali," Thay-siang menggeram dingin.

Sekali mengebas tangan kiri, Kun-gi buka Hiat-to di badan orang, lalu menutuknya pula pada dua Hiat-to yang lain, katanya kepada So-yok: "Hu-pangcu, cayhe ingin pinjam ka mar mu, apa boleh?"

Merah muka So-yok. katanya. " Untuk apa?"

Kun-gi tersenyum, katanya: "Untuk ini harap Hu-pangcu jangan tanya." Kata So-yok: "Itulah ka marku, silakan masuk."

"Terima kasih Hu-pangcu," ucap Kun-gi la lu ia me manggil Bi-kui, katanya "Marilah nona ikut masuk."

Bi-kui ragu2, katanya: "cong-su-cia "

"Bi- kui," seru Thay-siang, "cong-su-cia menyuruhmu, kau boleh ikut masuk tak usah banyak tanya."

Bi-kui me mbungkuk sahutnya: "Tecu terima perintah."

"Saat latihan sudah tiba. perkara ini kuserahkan padamu untuk me mbongkar seluruhnya, kekuasaan penuh kuberikan pada mu," ujar Thay-Siang sa mbil berdiri.

"Terima kasih Thay-siang, musuh dalam selimut yang ada kapal ini akan ha mba jaring seluruhnya," seru Kun-gi sa mbil menghor mat.

Thay-siang mengangguk. ujarnya: "Ya, kau me mang anak baik." Lalu me langkah ke dala m.

Setelah Thay-siang masuk. Kun-gi menjura kepada Pek hoa- pangcu dan Hu-pangcu, katanya: "Pang cu dan Hu-pangcu harap tetap duduk dan tunggu saja di sini." Lalu dia me manggil Bi- kui: "Marilah, nona ikut cay he."

Karena sudah dipesan oleh Thay-siang, tak berani Bi- kui me mbantah, terpaksa dia ikut Kun-gi masuk ke ka mar So yok. Begitu berada di dalam ka mar Kuu-gi segera menutup pintu,

"Untuk apa ini" tanya Un Hoan-kun lir ih. "Kuminta nona suka menya mar seseorang." "Menyamar siapa?"

"Jangan banyak tanya, lekas buka kedokmu."

Un Hoan-kun me ngelupas kedok mukanya, sementara cepat sekali Kun-gi sudah keluarkan bahan2 r ias dalam kotak kayunya, pertama dia cuci bersih wajah Un Hoan-kun. lalu secara teliti dia mer ias wajah orang me njadi bentuk lain- Kira2 satu jam la manya baru dia me mbereskan barang2nya ke dalam kotak serta disimpan dalam baju, katanya: "Sejak kini nona tidak usah lagi mengenakan kedok, duduk saja di ka mar ini, menunggu panggilan baru boleh keluar."

Le mbut suara Un Hoan-kun: "Ya, kuturut segala petunjukmu." "Terima kasih nona," ucap Kun-gi seraya me mbuka pintu dan

keluar, daun pintu dia tutup pula dari luar.

Sudah tentu Bok-tan, So-yok dan Giok- lan tidak tahu apa kerja Kun-gi bersa ma Bi- kui di-dala m ka mar tertutup sekian lamanya? Melihat dia keluar, sorot mata mereka setajam pisau menatapnya. Anehnya setelah keluar dia tutup pula pintu dari luar, jadi Bi-kui dia kurung di dalam ka mar.

Dasar suka blingsatan, So-yok tak tahan, tanyanya: "Ling heng, mana Bi- kui? Apakah dia mata2 mus uh?"

"Sebentar lagi Hu- pangcu akan je las duduk persoalannya," sahut Kun-gi. Lalu ia berpaling ke arah Giok-lan, katanya: "Kini moho n bantuan congkoan lagi"

"Tidak apa," sahut Giok- lan- "Ada pesan apa cong-su-cia." "Harap congkoan panggil Loh-bi-jin ke mari dengan me mbawa

empat dara ke mbang," la lu ia berbisik beberapa patah kata pula.

Giok- lan berkata: "Ha mba mengerti." Lalu berjalan keluar.

So-yok melerok pada Kun-gi, katanya: "Ling-heng, sebetulnya langkah apa yang sedang kau atur?"

Pek-hoa-pangcu juga tertawa, katanya "Kukira cong-su cia sudah punya perhitungan matang, buat apa Ji-moay banyak tanya, nonton saja dengan sabar, nanti kau juga akan mengerti."

"Aku tidak sabar melihat caranya jual mahal, bikin dongkol saja," ome l So-yok. Lebar senyum Kun-gi, katanya me mbungkuk: "Rahasia alam tidak boleh bocor, hamba harus berikhtiar dan me mutuskan langkah2 yang penting, untuk ini harap pangcu, Hu- pangcu ma klum."

So-yok me lerok pula, katanya sambil cekikiksan: "Sekarang Ling- heng adalah orang kepercayaan Thay-siang, bila Thay-siang sudah serahkan kuasa padamu untuk me mbongkar peristiwa ini, me mang- nya siapa yang berani menyalahkan kau."

Tengah bicara Giok- lan tampak menyingkap kerai berjalan masuk, katanya: "cap-go-moay telah datang."

"silakan dia masuk." ujar Kun-gi.

Loh-bi-jin mengia kan di luar pintu, lalu katanya kepada orang2 di belakangnya: "Cucu, kau ikut aku masuk. kalian bertiga tunggu giliran di luar sini."- Lalu dia singkap kerai dan berjalan masuk.

Cu-cu ikut di belakang Loh-bi-jin. begitu masuk langsung ia me lihat Hay-siang yang meringkuk le mas di lantai dengan wajah yang sudah tercuci bersih, seketika dia bergidik ngeri, serta merta langkahnya agak merande k.

"Nona Cu-cu," kata Kun-gi tertawa, "tolong kau papah dia."

Cu-cu mengia kan sembar i mengha mpir i Hay-siang dengan takut2, baru saja dia me mbungkuk badan secepat kilat telunjuk jari Kun-gi menutuk Hiat-to di belakang badannya. Tanpa ayal Giok— lan maju menge mpitnya terus diseret ke ka mar So-yok.

Cepat2 Kun-gi dorong daun pintu se mbari berkata kepada Bi- kui: "Lekas nona tukar pakaian dengan dia."

Giok- lan Cepat menutup pintu. Tak la ma ke mudian pintu terbuka lagi, Giok-lan melangkah, keluar bersama Cu-cu

Semua orang tahu Cu-cu yang satu ini adatah samaran Bi- kui.

Tanya Kun-gi lir ih kepada Loh- bi-jin: "Apakah nona sudah me mpers iapkan seluruhnya?" Loh-bi-jin mengangguk. sahutnya: "Sudah kusampa ikan pesan sesuai per mintaan cong-su-cia, semuanya sudah siap."

"Baik sekali, sekarang boleh nona menggusurnya keluar," kata Kun-gi.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar