Jilid 13
Habis berkata dengan hati2 dia mengelotok selapis kedok muka yang tipis, begitu tipisnya menyerupai selaput buah salak, Seketika pandangan Ling Kun-gi me njadi terang pesona,jantungnya berdebar. Sekian banyak nona yang pernah dikenalnya, seperti Un Hoan-kun, Pui Ji-ping, Tong Bun—khing bertiga adalah gadis yang ayu jelita, tapi Pek-hoa- pangcu yang ada dihadapannya ini me mpunyai daya pikat yang luar biasa, sikapnya agung dan suci,jelita bak bunga mekar, kecantikannya tak kalah daripada permaisur i raja.
Setelah menanggalkan kedok mukanya, wajah Pek-hoa-pangcu tampak merah jengah.
Katanya malu2: "Se moga engkau tidak mentertawakan, padahal anggota Pang kita sendiri hanya beberapa orang saja yang pernah me lihat wajah asliku....." bola matanya nan bening me lir ik Giok-lan, katanya: "Untuk memper lihatkan ketulusan hati kita aku sudah me langgar kebiasaan, ma ka hendaknya kaupun mencopot kedokmu biar diperiksa oleh Ling- lotiang."
Giok- lan mengiakan. Pelan2 iapun menanggalkan kedoknya. Jika Pek hoa-pangcu diibaratkan sekuntum bunga botan yang agung, maka Congkoan yang satu ini me mang sesuai betul dengan namanya bak sekuntum bunga giok- lan (ce mpaka) yang harum semerbak.
Kembali Kun-gi terpesona, sikap Giok- lan jauh lebih wajar, tapi dihadapan orang luar betapapun dia juga ma lu, sekilas dia melirik kepada Ling Kun—gi, lalu berkata:
"Sekarang Ling- lotiang sudah puas? Dan kini giliranmu, cara bagaimana untuk mencuci obat rias di muka mu?"
Kun-gi tersenyum, katanya: "Cayhe me mbawa obat pencuci" Sembari bicara iapun melepaskan jenggot palsu la lu merogo h kantong menge luarkan sebuah kotak kecil dan menga mbil sebutir obat sebesar kelereng lalu dire mas dan digosok2 di telapak tangan, lalu ia mengusap muka sendiri, sekian saat ke mudian dikeluarkan pula sapu tangan untuk me mbersihkan muka. Hanya dalam sekejap wajahnya yang kelihatan tua setengah baya berjenggot dan agak keriputan mendadak berubah jadi wajah yang cakap ganteng, beralis tegak seperti pedang, bibir merah, gigi putih, sungguh pemuda yang bagus laksana Arjuna..
Sejak tadi Pek,hoa-pangcu selalu me manggilnya "Ling- lot iang", keruan sekarang ia terbelalak lebar, wajahnya merah seperti kepiting direbus, mulutpun me longo bersuara kaget dan Giok- lan sendiripun a mat heran, tatapannya lekat penuh kasih mesra, katanya sesaat kemudian: "Ling kongcu ternyata masih begini muda, sungguh di luar dugaan."
Kun gi tertawa, katanya: "Bukankah nona berdua lebih muda dari padaku? Sebagai Pangcu dan Congkoan dari suatu perserikatan, kalian malang melintang di dunia persilatan, bukankah ini jauh di luar dugaan pula?"
Lambat laun baru tenteram gejolak hati Pek-hoa pangcu, kedok muka yang dipegangnya tadi segera dikenakan lagi, matanya menatap tajam, bibirnya bergerak, katanya: "Ling- kongcu muda dan gagah perkasa, tentunya juga cerdik pandai, entah siapakah gurumu yang mulia?" "Maaf kalau Cayhe tidak dapat menerangkan pertanyaan Pangcu, soalnya guruku sudah la ma mengasingkan diri dari kera maian dunia, jejaknya selama hidup tidak ingin diketahui orang lain, untuk ini Cayhe amat menyesal tak bisa me mberi keterangan."
Pek-hoa-pangcu berseri tawa, katanya: "Gurumu pasti seorang tokoh kosen yang luar biasa, kalau memang ada kesulitan, boleh Kongcu tak usah menjelaskan", lalu ia berpaling kepada Giok- lan dan berpesan: "Ling-kongcu baru datang sebagai tamu agung, apakah kau sudah siapkan perja muan untuk menya mbutnya?"
Giok- lan me mbungkuk, sahutnya: "Hamba mohon petunjuk Pangcu, perjamuan hendak diadakan tengah hari atau nanti ma la m?"
Lekas Kun-gi goyang tangan, katanya: "Pang-cu tidak usah sungkan, mana Cayhe berani bikin repot."
"Kau sudah ada di te mpat kami, sebagai tuan rumah selayaknya kami meladani ala kadarnya, apalagi tenagamu amat kami perlukan," lalu Pek—hoa-pangcu berpaling:
"diadakan tengah hari nanti saja."
Giok- lan mengiakan, segera dia pakai lagi kedok mukanya, berdiri terus beranjak keluar. Dalam ruang tamu kini tinggal mereka berdua saja, setelah keduanya sama2 me mper lihatkan wajah asli, yang laki2 cakap, yang perempuan cantik,jantung mereka sa ma berdebar2, suasana sedikit kikuk dan ris i, akhirnya Pek-hoa-pangcu me mecah kesunyian, katanya: "Tadi Ling kongcu bilang tujuan samaranmu untuk me ncari orang, entah siapakah dia?"
"Beliau adalah ibundaku." "O, kau mencari ibumu?"
Berkerut alis Kun-gi, katanya; "Ibu sudah hilang beberapa bulan la manya, sampai sekarang belum diketahui arah parannya."
"Kulihat Ling-ko ngcu gagah berse mangat, sinar mata mupun terang bercahaya,jelas membeka l kepandaian silat dan Lwekang yang tinggi, tidak mir ip orang yang terkena racun penawar Lwekang dari Coat Sin-san-ceng, bahwa Kongcu me mbiar kan dirimu dibawa ke mari oleh Giok- je, tentu kau curiga bahwa ibunda mu berada di sini bukan?"
Kun-gi cukup cerdik, tapi juga tabah, katanya: "Jadi Pangcu curiga bahwa kedatanganku me mbawa ma ksud tujuan yang tidak baik?"
"Tidak," sahut Pek,hoa-pangcu menggeleng, "sedikitpun aku tidak curiga." Lalu dengan nada serius dia mena mbahkan: "Aku dapat merasakan,.Ling-kongcu pasti seorang Kuncu."
"Ah, Pangcu terlalu me muji."
Berkedip dan bertanya Pek-hoa-pangcu: "Ling- kongcu mau mencari ibu dan sudi t inggal di te mpat ka mi, mungkinkah dapat me mbantu kesulitan kami pula?"
Kun-gi tertawa, katanya: "Cayhe sudah telanjur janji, tentu akan kutepati."
"Terima kasih. Pang kami juga akan me mbantu sekuat tenaga untuk mencari jejak ibumu yang hilang, paling la ma tujuh hari pasti kami dapat me mperoleh kabar ...." sedikit merandek, dia bertanya lebih lanjut: "Cuma siapa she dan na ma ibumu."
"Ibuku she Thi, tentang nama beliau Cayhe sendiri juga tidak tahu."
"Ka mi jarang berkelana di Kangouw, tapi setiap orang yang punya nama beken sedikit banyak tentu pernah ka mi dangar, tapi tokoh perempuan she Thi yang kenamaan belum pernah kami dengar?"
"Ibuku tidak pandai ilmu silat, selamanya tidak pernah keluar rumah, sudah tentu Pangcu tidak pernah mendengar na ma beliau?"
Heran Pek-hoa-pangcu, katanya: "Ibumu bukan kaum persilatan, bagaimana bisa lenyap? Mungkin dia punya musuh?" "Watak ibuku welas-asih, bijaksana dan bajik, kecuali mengurus pekerjaan rumah, belum pernah ribut dan bertengkar dengan orang, mana mungkin punya musuh?"
"Aneh kalau begitu. Em, berapa usia ibumu? Bagaimana raut wajahnya, bolehkah Kongcu me mberi gambaran secara terperinci, supaya kuperintahkan anak-buahku untuk ikut mencari jejak beliau"
Melihat sikap orang yang prihatin dan sungguh2, Kun- gi lantas berkata: "Ibuku berusia, badannya lemah dan sering sakit2an, maka kelihatannya sudah tua seperti berusia lima-puluhan, mukanya lonjong agak kurus, rambut di atas pelipis sudah beruban."
"Ling-kongcu tak usah kuatir, akan kukerahkan seluruh kekuatan Pang kita bantu mencar i jejaknya," lalu sa mbil mengerut alis dia mena mbahkan: "Cuma ibumu bukan kaum persilatan, untuk mencarinya tentu agak sukar, tapi kami percaya dengan kekuatan Pang kita yang tersebar luas di seluruh Kangouw, cepat atau lambat pasti bisa me mpero leh berita."
"Budi kebaikan Pangcu me mbuat Cayhe amat berterima kasih."
Mendadak merah wajah Pek-hoa-pangcu, katanya sambil menatap Kun- gi: "Kalau Ling-kongcu sudi, bagaimana kiranya kalau anggap diriku sebagai kawan?" Agaknya dia menggunakan seluruh keberaniannya untuk mengucapkan kata2nya ini, setelah mengutarakan isi hatinya, dengan malu dia me nunduk kepala.
Berdetak jantung Kun gi, mukanya merah, katanya dengan tertawa: "Berat kata2 Pangcu, bahwa cayhe bisa berkenalan dengan Pangcu sudah beruntung besar, bukankah sekarang kita sudah berkawan?"
Sorot mata Pek-hoa pangcu tertuju ke lantai, jari2 tangannya mengusap kedok mukanya yang tipis, katanya lir ih: "Maksudku . . "
Belum habis dia bicara tampak: Giok-lan melangkah masuk, lekas Pek-hoa-pangcu putuskan pe mbicaraan. Di a mbang pintu Giok-lan menekuk lutut me mber i hor mat, katanya: "Pangcu, Ling-kongcu, meja perja muan sudah disiapkan, silakan makan dulu."
Pek-hoa-pangcu tidak pakai lagi kedok mukanya, dia hanya menutup dengan cadar, pelan2 ia berbangkit, katanya:."Mari, silakan Ling-kongcu."
Di bawah ir ingan Pek-hoa-pangcu mere ka meninggalkan, Ing jun- koan, me lalui sera mbi terus menuju ke ka mar bunga di seberang sana. Di dalam meja perjamuan me mang sudah siap. empat gadis berdiri di e mpat sudut siap melayani, me lihat sang Pangcu mengiringi seorang pemuda berwajah tampan, sekilas mereka unjuk rasa kaget dan kagum, tersipu2 mereka maju menyambut.
Pek-hoa-pangcu angkat tangan: "Silakan Kong-cu duduk diatas."
Kun-gi duduk di kursi ta mu, Pek-hoa-pangcu duduk di te mpat tuan rumahnya. Malah duduk di sebelah bawahnya. Dua pelayan segera mengisi cangkir yang sudah tersedia.
Hidangan yang disuguhkan me mang luar biasa dan banyak ragamnya, keempat pelayar ganti-berganti menyuguhkan bermaca m2 masakan, sementara mereka ma kan minum sa mbil mengobro l, banyak juga soal yang mereka bicarakan.
Mendadak di luar sana terdengar suara ribut2 beberapa orang, Pek-hoa-pangcu bersungut, katanya dongkol: "Ada kejadian apa di luar itu?"
Lekas Giok- lan berdiri, katanya: "Biar ha mba keluar melihatnya . .
.. " belum habis dia bicara, dari luar sudah berlari masuk seorang pelayan dengan ter-gopoh2. .
Giok- lan lantas tanya: "Kau ter-buru2, ada kejadian apa di luar?" "Lapor congkoan, barusan ditemukan jejak mus uh di taman
depan "
Giok- lan melengak. tanyanya: "Ada kejadian begitu? Siapa yang berani menyelundup ke ta man?" "Pendatang berkepandaian tinggi, agaknya tidak mengus ik bagian luar, tahu2 mereka sudah ada didalam lewat ja lan air" seorang gadis terdengar membentak. lebih dekat di luar ta man sana: "Pendatang dari mana? hayo berhenti"
Tiba2 terdengar suara serak tua berkata dingin, "Kami bertiga kebetulan lewat dari danau, kulihat di sini ada sebuah taman yang luas, sengaja kami ta masya ke Sini, kalian budak2 ini berani main gila terhadap Lohu?"
Waktu itu tengah hari, tapi ada orang berani terobosan di markas besar Pek-hoa-pang, sungguh besar nyali mere ka. Giok- lan tidak banyak bicara lagi, cepat dia lari keluar.
Wajah Pek-hoa-pangcu yang jelita kelihatan berubah, cepat ia mengenakan kedok tipis dimukanya.
Kun-gi tidak tahu siapa yang datang? Tapi dia menduga pihak Pek-hoa-pang telah kedatangan musuh tangguh, lekas dia berdiri dan berkata. "Pangcu ada urusan, boleh silakan-"
Tajam tatapan mata Pek-hoa-pangcu, katanya., "Apakah yang datang temanmu?"
Kun-gi menggeleng kepala, katanya: "Bukan te manku." "Syukurlah kalau bukan temanmu. Apakah Ling-kongcu ingin
keluar me lihatnya?"
"Kalau tiada alangan boleh saja."
Pek-hoa-pangcu tertawa manis, katanya: "Mari silakan-" Lalu dia berpesan kepada pelayannya: "Lekas keluarkan perintah, sebelum diketahui asal-usul pendatang, suruh orang di depan tidak usah masuk ke mar i"-
Seorang pelayan mengiakan lalu buru2 lari keluar.
Seperti tidak terjadi apa2, bersama Ling Kun-gi, Pek-hoa-pangcu berhenti di ambang pintu. Melalui jendela Kun-gi melongo k keluar, tampak pakaian putih Giok- lan me la mbai2 berdiri di undak2an, di depannya adalah sebuah lapangan berumput, di sana berdiri berjajar tiga orang menghadap ke arah ka mar sini.
Orang yang berdiri di tengah berjubah hitam, mukanya merah beralis ketal, jenggot jarang2 menghias dagunya, pedang panjang terpanggul dipundaknya, kedua biji matanya mencorong buas, usianya antara setengah abad.
Di sebelah kirinya berdiri laki2 ber muka jelek berpakaian kain belacu seperti orang berkabung, anehnya pakaian belacu yang dipakainya hanya separo, sorot matanya me mancarkan cahaya biru, sekilas pandang perawakannya kelihatan rada aneh dan lucu.
Yang berdiri di sebelah kanan adalah laki2 setengah baya, menyandang pedang dipunggungnya, mukanya pucat seperti tidak berdarah. Sikap mereka garang dan kasar, jelas kedatangan mereka bermaksud tidak baik.
Tidak jauh di sekeliling ketiga orang ini berpencar lima gadis baju hijau yang menenteng pedang, terang mereka adalah anak buah Pek-hoa-pang.
Sikap Giok- lan tenang2 saja, dengan kalem dia pandang ketiga orang, lalu menatap laki2 muka merah di tengah itu, tanyanya dengan nada kurang senang: "Siang hari belong, tanpa sengaja kalian ma in terjang masuk ke rumah orang, me mangnya ada keperluan apa?"
Me mang tidak me malukan Giok-lan diangkat sebagai congkoan Pek-hoa-pang, tindakannya tegas, tutur katanyapun tandas, orang akan merasa bahwa dia seorang gadis bangsawan dari suatu keluarga besar.
Laki2 muka merah menyeringai, katanya: "Jadi nona pemilik taman ini?"
"Ta man ini dalam lingkungan keluargaku, sudah tentu aku adalah pemiliknya," ujar Giok- lan dongkol.
"Siapakah she nona?" tanya laki2 muka merah. "Kita belum saling kenal, tak perlu tanya nama segala, kalian menyelundup ke rumah ku, ada keperluan apa?"
"Tadi sudah kujelaskan, kami hanya ingin bertamasya saja." "Pintu ta man kami tidak terbuka, me mangnya dari mana kalian
masuk-?"
"Terdorong oleh keinginan hati, kalau hanya pagar tembok setinggi itu tidak menjadi alangan bagi ka mi bertiga."
"Ka mi adalah rakyat jelata yang bersahaja, apa tujuan kalian ke mari?".
"Nona jangan menyindir, me mangnya kau kira ka mi bukan rakyat baik2?"
"Siang hari belong, kalian me lo mpati te mbek dan masuk ke rumah orang, tentunya punya maksud tujuan tertentu."
Si muka merah terkekeh2, katanya: "Nona2 anak buahmu ini kiranya berkepandaian t idak rendah juga ."
"juga kalian me mang sengaja ke mari untuk cari perkara?"
Bersinar mata si muka merah, katanya sinis: "Ha mpir me ngena sasaran kata2 nona, kudengar di Phoa-yang-ouw ini akhir2 ini ada gerombo lan nona2 cantik yang banyak menimbulkan gelo mbang di Kangouw, maka Lohu bertiga ingin me meriksa ke mar i apa betul kabar yang tersiar itu?"
Dia m2 Kun-gi me mbatin: "Kiranya te mpat ini di tengah2 Phoa- yang-ouw?"
Terdengar Giok-lan tertawa dingin, katanya: "Betapa luas dan besar Phoa-yang-ouw ini, apakah kalian tidak kesasar?"
"Se mula Lohu me mang kira ta man seluas ini adalah milik bangsawan yang telah pensiun dan mengasingkan diri disini, ma ka ingin menengoknya ke mari, kini pandangan Lohu jadi berubah."
"Berubah bagaima na?" "Sudah puluhan tahun Lohu berkecimpung du Kangouw, me mangnya pandanganku bisa meleset?"
"Jadi menurut pandanganmu te mpat apakah ta man ka mi ini?" "Justeru Lohu ingin keterangan dari nona?"
Sampa i di sini Pek-hoa-pangcu tidak sabar lagi, katanya lirih:
"Ling- Kong cu, mar i kita keluar. "
Lalu dia singkap kerai me langkah keluar, suaranya kumandang merdu: "Sa m- moay, kedatangan mereka terang ada maksud tertentu, coba kau tanya mereka dari kalangan ma na?"
Kun-gi ikut melangkah keluar, dalam hati dia me mbatin: "Dia panggil Giok-lan sebagai Sa m- moay, jadi masih ada Ji- moay, lantas siapa dia?"
Mendengar suara merdu Pek-hoa-pangcu, si muka merah bertiga me mandang ke sini, ta mpak muncul sepasang muda- mudi, yang laki2 ta mpan dan yang perempuan ayu jelita. Dari langkah mereka dapat diketahui bahwa kedua muda- mudi ini bukan se mbarang orang.
Sekilas melenga k si muka merah, lalu tertawa, katanya sambil menjura: "Nona dan Kongcu ini tentunya ma Jikan di sini?"
Karena orang bicara sambil menatap dirinya, maka Kun-gi tertawa tawar, katanya, "Tuan salah, cayhe hanya bertamu disini, bukan pemilik tempat ini?"
Si muka merah la lu menga mati Pek-hoa-pang-cu, katanya ke mudian: "Lalu nona inikah ma Jikan te mpat ini."
"Kalian harus jelaskan dulu asal-usul sendiri baru nanti tanya siapa diriku."
Si muka merah terkekeh2, katanya: "Betul, biarlah kita bicara blak2an, Lohu Jik Hwi-bing, pejabat Ui-liong-tongcu dari Hek- liong- hwe." Pek-hoa-pangcu tidak kaget juga t idak heran, sikapnya tenang2, katanya: "o, kiranya seorang Tongcu malah, jadi ka mi yang berlaku kurang hor mat, lalu siapa kedua orang ini?"
"Mereka adalah dua saudara angkat Lohu." ujar Jik Hwi-bing.
Sejak tadi kedua orang di kiri kanannya berdiam diri, mukanya beringas dan kaku, kini laki2 muka jelek berpakaian biru itu bersuara: "cayhe Lan Hou"
Laki2 muka pucat di sebelah kanan juga memperkenalkan diri, "cayhe Pek Ki-ha m."
"Ka mi bertiga sudah perkenalkan diri, giliran nona menyebut nama mu?" ujar Jik Hwi-bang.
"Aku she Hoa," kata Pek-hoa-pangcu.
"Lohu ingin tahu, gero mbo lan nona yang sudah sering berkecimpung di Kangouw secara dia m2 tentu punya na ma bukan?"
Pek-hoa-pangcu tertawa, katanya. "Terlalu t inggi penilaian Ui- tongcu terhadap kami, yang sering menimbulkan gelo mbang o mba k di kalangan Kangouw hanya beberapa saudara kami saja, hasil yang dicapai juga tidak berarti, me mangnya ka mi punya na ma apa."
Jik Hwi-bing menarik muka, katanya mengejek: "Jadi nona tidak mau berterus terang."
"Apa yang kukatakan adalah kenyataan, kalau Jik-tongcu tidak percaya terserah"
Tajam sorot mata Jik Hwi-bing, katanya:
"Baiklah, Lohu anggap apa yang nona katakan me mang benar, kedatangan kami me mang ada maksud untuk merundingkan sesuatu hal dengan nona."
"Entah soal apa sampai J ik-tongcu me mer lukan ke mari dari tempat jauh" jengek Pek-hoa-pangcu.
"Asas berdirinya Hek- liong-hwe bertujuan hidup berda mpingan secara damai dengan sesama golongan Kangouw, tidak ingin menimbulkan bentrokan dengan aliran manapun, umpa ma air sungai tidak menyalahi air sumur, syukurlah kalau bisa sailing menga lah dan mengikat hubungan secara terbuka, kalau tidak juga jangan sampai ribut, entah bagaimana pendapat nona tentang perkataanku ini?"
"Apa yang kau katakan me mang masuk akal, cuma dengan cara kasar kalian terobesan di ta man kami apakah ini bukan air sungai menyerang air sumur ? Beginikah asas Hek-liong-hwe yang tidak suka bentrok dengan sesama golongan Kangouw"
Lekas Jik Hwi- bing me njura, katanya, "Kalau Lohu mohon bertemu dengan cara Kangouw, terang nona tidak sudi mene mui kami, untuk ini sebagai Tongcu dari Hek- liong- hwe, kami moho n maaf kepada nona."
"Soal ini tidak perlu dibicarakan lagi, katakan saja, apa maksud kedatangan Jik-tongcu?"
"Nona me mang suka berterus terang, baiklah lohu blak2an saja, kami me ncari seseorang."
"Siapa yang kalian cari?"
"ca m-liong Cu Bun-hoa, cengcu dari Liong-bin-san-ceng."
Tergerak hati Ling Kun-gi, pikirnya: "cepat benar kabar berita mereka."
Pek-hoa-pangcu tertawa tawar, katanya: "Aneh, kalian mencari Cu-cengcu pemilik liong- bin-san-ceng, kenapa tidak ke sana tapi ma lah meluruk ke- mari?"
Jik Hwi-bing terkekeh dingin, katanya: "Lohu sudah mencari tahu dengan jelas, buat apa nona mungkir ?"
"Apa2an ucapanmu ini? Setiap insan keluarga Hoa kami selalu bicara dengan blak2an, kenapa harus mungkir segala?"
"Baik, biarlah Lohu tanya, semalam ada sebuah perahu dari An- khing, siapa saja orang yang berada di perahu itu?" "Itulah adikku no mor 13 bersa ma kedua pelayannya." "Siapa na ma adikmu itu?"
"Dia berna ma Giok-je,"
"Agaknya dia kurang pengalaman," de mikian batin Kun-gi: "Pihak Hek-liong-hwe sudah meluruk ke mari, kenapa dia masih terang2an menyebut na ma Giok- je,"
Betul juga Jik Hwi- bing lantas tergelak2, matanya bercahaya, serunya: "Betul dia adanya"
"Me mangnya adikku itu berbuat salah apa terhadap kalian?"
"Apa yang dibawa pulang oleh nona Giok-je?" jengek Jik Hwi- bing.
"Kusuruh dia me mbe li obat2an di An-khing, sudah tentu me mbawa pulang bahan obat." sampai di sini dia lantas balas bertanya: "Jik-tongcu bilang hendak cari cu-cengeu dari Liong -bin- san-ceng, me mangnya kenapa kau tanya urusan kami?"
"Dia me mang tidak punya pengalaman Kangouw, ma ka kata2nya terlalu puntul, tapi hal ini justeru memper lihatkan bahwa dia seakan2 me mang tidak tahu apa2."
Jik Hwi-bing luas pengala man, mendengar jawaban ini timbul juga rasa sangsinya, katanya: "Bukankah adikmu Giok-je yang menculik cia m-liong Cu Bun- hoa ke mar i."
"Apa benar? Ah, aku tidak percaya." lalu menoleh berpesan pada seorang pelayan: "Lekas panggil cap-sha- moay (adik ke-13) ke mari, katakan aku ingin tanya dia."- Pelayan itu mengia kan terus mengundurkan diri.
Dia m2 Kun-gi merasa geli, pikirnya: "Agaknya dia sengaja hendak me mper mainkan mere ka."
Didengarnya Pek-hoa pangcu berdehem sekali, lalu menoleh kearah Kun-gi, katanya tertawa: "Ling-ko ngcu, apa kau tidak le lah berdiri? Bok- hi, a mbilkan dua kursi ke mari." Seorang pelayan dibelakangnya mengiakan terus lari ke ka mar menga mbil dua kursi dan di-jajarkan di sera mbi.
Gerak-gerik Pek-hoa-pangcu le mah le mbut seperti tidak bertenaga, dia duduk dikursi sebelah kanan, lalu meno leh berkata dengan nada mesra: "Ling- kongcu silakan duduk."- Dia sengaja bersikap kalem seakan2 tidak pandang sebelah mata pada ketiga orang Hek liong-hwe itu.
Kun-gi t idak bersuara, dengan tersenyum dia duduk di kursi sebelah kiri, didengarnya Pek-hoa-pangcu seperti berbisik dipinggir telinganya: "Sebentar kau akan menyaksikan tontonan yang mengasyikkan."
Dari sera mbi luar ta mpak me ndatang tiga gadis dengan langkah gopoh, yang di tengah mengenakan baju warna coklat muda diir ingi dua pelayan.
Sekali pandang Kun-gi lantas tahu bahwa ketiga orang ini adalah Giok-je, Ping-hoa dan Liau-hoa, cuma sekarang mereka sudah pakai kedok muka. Belum lagi mereka tiba, kesiur angin sudah me mbawa bau harum se merbak.
Setelah dekat Giok je me langkah pelan2, waktu dilihatnya di samping sang Pangcu duduk Ling Kun-gi, sekilas dia tertegun. Mimpipun tak pernah terbayangkan bahwa Cu Bun- hoa yang dia culik dan mene mpuh perjalanan bersa ma sekian jauhnya itu ternyata adalah pemuda setampan ini. Karena perhatiannya tertuju kepada Ling Kun- gi, maka dia tidak perhatikan t iga orang di lapangan rumput, langsung dia mendekat ke depan Pek-hoa- pangcu, katanya lirih: "Toaci, kau me manggilku?"-
Baru sekarang dia sempat berpaling dan melihat Jik Hwi- bing bertiga, lalu tanyanya pula: "Siapakah mereka? Kenapa berada di taman kita?"
"Mereka dari Hek-liong-hwe, menguntit kau sejak dari An- khing," kata Pek- hoa pangcu. Jik Hwi-bing dan kedua adik angkatnya sa ma menatap tajam tanpa berkedip ke arah Giok-je, mulut mereka terkancing rapat. .
Giok-je melirik sekali, mendadak ia tertawa, dingin: "Keluarga Hoa kami sela manya tidak pernah bermusuhan dengan insan persilatan manapun, kenapa kalian menguntit kami?"
Tinggi nada suara jawaban Jik Hwi-bing: "Kau inikah Giok-je?" "Kau ini kutu apa?" bentak Liau-hoa, "me mangnya beleh
sembarangan kau menyebut na ma nona ka mi?"
Jik Hwi-bing terkial2, katanya: "Bukankah kalian bertiga yang me larikan diri dari coat-sin-san- Ceng? "
"Kalian sendirilah yang me larikan diri dari coat-sin-san- Ceng," damperat Ping- hoa, agaknya dia merasa geli, habis bicara lantas Cekikikan sendiri.
"Setiap golongan dan aliran di Kangouw masing2 me mpunyai aturannya sendiri, orang tidak menggangguku, akupun tidak mengus ik orang lain, Heks liong- hwe sela manya tidak pernah menyentuh kalian, kalian bertiga justeru menyelundup ke coat-sin- san- Ceng, ini sudah menyalahi aturan umum, lebih celaka lagi kalian berani menculik cu-ceng- cu, tamu undengan kami, bukankah terlalu perbuatan kalian ini?"
Giok-je tampa k marah, katanya: "Toaci, dia mengoceh apa?" "Hari ini Lohu harus minta pertanggungan jawab secara adil
kepada kalian," desak Jik Hwi-bing.
Giok- lan yang sejak tadi tidak bersuara mendadak menyela: "Kenapa tidak kau katakan kedatanganmu ini hendak cari gara2?"
"Ketahuilah Hek- liong-hwe bukan se mbarang perkumpulan, ka mi juga tidak gentar menghadapi peristiwa apapun, tapi demi me megang teguh aturan Kangouw, maka perlu sedikit mengoreks i tuduhan nona tentang mencari gara2. Kami hanya mengharap nona suka menyerahkan Cu-cengcu, supaya tidak terjadi bentrokan di antara kita." Pek-hoa-pangcu tertawa, katanya: "Agaknya bentrokan kedua pihak t idak biaa dihindari lagi."
Berubah air muka Jik Hwi-bing, katanya sambil menyeringai: "Jadi nona tidak mau menyerahkan Cu-cengcu?"
"Darimana kami harus me nyerahkan Cu-cengcu, bukankah bentrokan ini jelas akan terjadi?"
Jik Hwi-bing manggut2, katanya: "Berulang kali ka mi sudah menyatakan sikap ka mi yang sesungguhuya, tujuannya supaya tidak saling merugikan, jadi bukan takut urusan."
"Kalau kami bilang tidak menculik Cu-cengcu, Jik-tongcu tentu tidak mau perCaya, lalu bagaima na baiknya?"
"Toaci," seru Giok- lan naik pita m, "Jika dia tidak takut urusan, me mangnya kita yang takut malah, kalau Hoa- keh-ceng me mbiarkan orang luar terobosan kesini, me mangnya kita selanjutnya biaa berkecimpung di Kangouw lagi?"
"Betul," Sela Giok-je, "mereka toh tidak me matuhi aturan Kangouw, Seenak perut sendiri main terobos di taman orang, bermulut besar dan bersikap kasar, hakikatnya tidak pandang kita bersaudara dengan sebelah mata, buat apa kita harus sungkan2 terhadap orang2 maca m ini?"
"Me mangnya kenapa kalau tidak sungkan terhadap ka mi?"jengek Jik Hwi bing.
"Ka mi t idak akan berbuat apa2, hanya menahan kalian saja, setelah pihak Hek- liong-hwe kalian mengutus orang minta maaf baru ka mi bebaskan kau."
Berubah air muka Jik Hwi-bing, serunya tergelak2 sambil mendonga k: "Nona begini congkak. me mangnya kalian ma mpu menahan ka mi bertiga?"
Seorang gadis lain segera menanggapi dengan suara merdu: "Me mangnya kalian bisa pergi?"-Ta mpa k dari belakang gunung buatan diseberang sana muncul seorang gadis berpakaian cokelat, di atas sanggul tertancap sekuntum bunga Bwe, tangan menenteng pedang, langkahnya ringan mantap, kira2 lima kaki di depan pintu lantas berhenti. Di belakang gadis baju coklat beriring keluar e mpat gadis berpakaian ketat, semuanya bersenjata pedang, begitu sigadis baju coklat berhenti, mereka lantas berdiri berjajar sambil me me luk pedang.
Bersamaan dengan munculnya gadis baju coklat ini, dari jalanan disebelah timur sana juga muncul seorang gadis berpakaian serba merah menyala, di-atas sanggul ra mbutnya tertancap sekuntum bunga anggrek merah, bersenjata pedang, empat gadis baju hijau mengikut i di belakangnya.
Lalu dari arah barat di antara semak2 bunga muncul juga seorang gadis baju kuning dengan bunga seruni tertancap di sanggul, seperti yang lain empat gadis bersenjata pedang mengiringinya pula. Merekapun, berhenti dalam jarak lima to m-bak. ke empat gadis pengiring itupun berjajar, di belakang. jadi sekarang Jik Hwi-bing bertiga telah dikepung. .
Dingin sorot mata Jik Hwi- bing, dia terkekeh kering, katanya: "Hanya begini saja perbawa kalian?" Sela ma puluhan tahun menjabat salah satu Tongcu dari tiga pejabat tinggi dalam Heks- liong-hwe, betapa sering dia menghadapi perte mpuran besar kecil, sudah tentu nona2 cantik ini sedikitpun tidak masuk perhatiannya.
Giok- lan berdiri di undakan, tantangnya: "Kalau kalian kurang senang, boleh mencobanya."
"Benar, me mang Lohu ingin menjajal," sahut Jik Hwi-bing.
Gadis baju coklat alias Bwe-hoa tertawa, katanya: "Tua bangka, muka merah, kau tidak mau menyerah tapi ingin ditelikung, ini rasakan beberapa kali tusukan pedang nona mu."
Pek Ki-ha m yang berdiri di sebelah kanan Jik Hwi bing berpaling, sorot matanya kelam dingin, katanya: "Tongcu biar siaute yang menghadapinya.". Jik Hwi-bing manggut2, katanya: "Baiklah, hati2 " "Sret" Pek -Ki- ham melolos pedang, katanya kepada Bwe-hoa: "Hanya nona saja yang turun gelanggang?"
"Me mangnya berapa orang harus turun tangan bersa ma?"jengek Bwe hoa.
"Baiklah," kata Pek Ki- ha m, pelan sekali dia gerakan pedang di tangan kanan.
Bwe- hoa berpaling dan berpesan kepada ke-e mpat gadis di belakangnya: "Kalian siap untuk bantu aku me mbe kuk dia." - Empat gadis mengiakan.
Wajah Pek Ki- ham yang pucat halus mengunjuk mimik kejam diliputi hawa nafsu, dengusnya: "Nona, hati2lah."
Gaya pedangnya aneh danamat pelan, tapi lenyap suaranya pedang panjang ditangannya tiba2 menyamber laksana selarik rantai perak seperti bianglala, cepatnya luar biasa.
Sigap sekali Bwe- hoa menggeser, dengan enteng dia hindarkan diri, baru saja dia siap balas menyerang, didengarnya Pek Ki-ha m tertawa dingin, pedang tahu2 terayun balik, sekaligus dirinya dicecar delapan kali serangan.
Bwe-hoa seakan2 tiada kesempatan untuk balas menyerang, cuma gerak-ger iknya gesit dan tangkas, dia hanya main berkelit. Harus diketahui siapapun yang menyerang dengan gencar, pada suatu ketika harus ganti napas dan serangan tentu sedikit la mbat atau tertunda, tapi delapan jurus serangan Pek Ki-ha m ini hakikatnya tidak me mberi peluang bagi Bwe-hoa untuk bertindak. sedikit gerakannya tertunda, segera dia tutup dengan gerakan lengan baju tangan kiri serta mencecar pula delapan kali pukulan, setiap gerak pukulan ternyata membawa deru angin dingin luar biasa. Bayangan pukuian me menuhi udara, sementara deru angin dingin bergolak ditengah gelanggang. Bayangan Bwe-hoa yang seringan daun melayang kian- ke mar i, agaknya dia sudah tak kuasa banyak karena terkurung di dalam bayangan pukuian lawan dan serasa beku oleh hawa dingin. Kun-gi duduk di serambi, jaraknya ada beberapa tombak dari gelanggang, iapun merasakan damparan hawa dingin yang luar biasa, diam2 ia me mbatin: " orang ini berna ma Pek Ki- ha m, yang diyakinkan juga Ha m- ping- ciang (pukulan hawa dingin) dari aliran sesat, Bwe-hoa berpakaian tipis, mungkin takkan tahan la ma." Tanpa terasa ia melirik Pek- hoa-pangcu yang duduk di sebelahnya.
Dilihatnya sikap Pek-hoa-pangcu tenang2 saja, se-olah2 tidak ambil perhatian sa ma sekali akan keadaan anak buahnya yang terancam bahaya. Selagi Kun- gi keheranan, tiba2 Pek hoa-pangcu berpaling ke arahnya sambil tersenyum.
Kejadian hanya sekilas saja dan perubahanpun telah terjadi ditengah gelanggang, Bwe-hoa yang terombang-a mbing ditengah bayangan pukuian lawan serta terbendung hawa dingin itu menghardik nyaring, badannya bergontai dua kali seperti jatuh, tapi sinar pedang mendadak bergerak. hamburan sinar, perak laksana bertaburan, me muhias i udara. "Tring", terdengat benturan senjata, pedang Pek Ki-ha m tampa k ditangkis pergi. Sere mpak terdengar serba pujian dan tepuk tangan di sekeliling gelanggang. Terbelalak mata Ling Kun- gi melihat perubahan ini, terunjuk rasa heran dan aneh pada wajahnya. Tampak Pek Ki-ha m yang bermuka pucat itu sekarang merah padam, langkahnya sempoyongan mundur beberapa tindak, lengan bajunya kiri berlepotan darah, ternyata lengan kirinya telah tertabas buntung oleh pedang Bwe-hoa, lengan kutungannya itu jatuh t iga kaki di depannya.
Sanggul Poe-hoa juga terpapas bertebaran oleh pedang lawan, baju di atas pundak kanannya juga tergores robek sepanjang tiga dim.
Melihat lengannya putus, rasa pedih dan malu me lebihi rasa sakit, mendadak Pek Ki ham menghardik beringas: "Budak keparat, biar aku adu jiwa, dengan kau." Pedang terang kat dan kemba li dia hendak melabrak Bwe-hoa.
Tahu2 Jik Hwi-bing telah berkelebat ke sa mpingnya dan menangkap lengan kanan orang. katanya dengan nada berat: "Kau sudah kehilangan banyak darah, lekas istirahat." Beruntun ia tutuk beberapa Hiat to kawannya itu untuk menghentikan darah mengalir lebih banyak.
Lan Hau, laki2 muka buruk berbaju biru ikut melo mpat maju, katanya menyeringai kepada Bwe- hoa: "Budak. mari kita juga ma in2 beberapa jurus."
Bwe-hoa menarik napas panjang, tawanya dingin: "Kau juga ingin ditabas buntung lenganmu?"
Bayangan merah berkelebat, tahu2 Lan- hoa melo mpat ke gelanggang, serunya: "Sici (kakak kee mpat), kali ini giliranku. Kau boleh ist irahat."
Tanpa bersuara Bwe-hoa mundur kepinggir sa mbil me mbetulkan sanggulnya. Lan Hau menyeringai sadis: "Kau ingin ma mpus, baiklah, kau saja yang kubinasakan."
Kelihatan dia tidak me mbawa senjata, tapi kedua telapak tangan segede kipas itu t iba2 me mbalik badan bergerak mengikut i lenyapnya suara, sebat sekali dia me nubruk ke depan- Lima jari tangan kanan terbuka mencengkeram kepundak kiri, sementara tangan kiri tegak laksana golok menabas pergelangan tangan lawan yang pegang pedang.
Sibaju merah alias bunga anggrek mir ing sedikit seraya menurunkan pundak. kaki me langkah mundur, dia luputkan diri dari cengkeraman lawan, berbareng pedangnya menjungkit ke atas, menusuk urat nadi pergelangan tangan orang.
Lan Hau menjadi marah, sambil me mbentak tubuhnya menubruk maju pula, dengan nekat dia hendak rebut pedang si bunga anggrek, sedang dua jari tangan kiri terangkat laksana garpu menyolo k kedua mata lawan- Di tengah gerungan keras, tahu2 sebelah kakipun ikut menendang la mbung si bunga anggrek.
Tiga jurus ini merupakan serangan cepat dan serempak, bukan saja si bunga anggrek kaget, Pek-hoa-pangcu yang menonton juga ikut kuatir. Maklumlah, betapapun tinggi ilmu silat seseorang pada umumnya takkan mungkin sekali serang me nggunakan kaki tangan sekaligus.
Sudah tentu si bunga anggrek tidak berani me layani secara kekerasan, lekas dia tarik pedang me lindungi dada se mbar i me lo mpat mundur beberapa kaki.
Mendapat angin sudah tentu Lan Hou se makin te mberang, sambil menyeringai seram kedua tangannya mendadak dari depan dada didorong ke depan. Gerakan mendorong ini menimbulkan gelo mbang kekuatan dahsyat sehingga hawa udara seperti bergolak menerjang kedepan.
Baru saja si bunga anggrek melo mpat mundur, dilihatnya kedua telapak tangan musuh didorong kearah dirinya, tekanan udara yang berat tiba2 menggulung tiba, dia tahu bahwa lawan yang tidak pakai senjata tentu mempunyai kepandaian pukuian tangan yang hebat, sudah tentu dia tidak berani menyambut serangan ini. Sebat sekali dia mela mbung tinggi, badannya meluncur tegak ke atas, setinggi setombak lebih, terasa gempuran angin badai bergulung2 di bawah kakinya.
Berhasil menghindari pukuian dahsyat Lan hou, ditengah udara si bunga anggrek menekuk pinggang dan bergerak indah gemulai, pedang segera berkembang dengan jurus Hoan- kay-hoa-loh (bunga berkembang daun berguguran), cahaya kemilau berhamburan ceplok2 perak mengurung ke batok kepala Lan Hau.
Lan Han ternyata lihay, menghadapi ilmu pedang aneh ini, bukan saja dia tidak menghindar atau tidak menyingkir, ia ma lah menyeringai sadis, kedua tangan mendadak me mapak dan mencengkeram ceplok2 sinar pedang itu, gerakannya ini sungguh amat berani dan juga mengejutkan.
Sudah tentu si bunga anggrek tidak me mbiarkan pedangnya ditangkap orang, dia tarik pedang seraya melo mpat mundur. Lan Hau kini berbalik me mpero leh peluang, lawan tidak diberi kesempatan ganti napas, segera ia menubruk maju, kedua tangan bergerak naik turun menabas dan me mbacok. sekaligus dia lancarkan delapan belas kali pukulan gencar dan menimbulkan deru angin kencang.
Sedikit lena dan kurang waspada si bunga anggrek kehilangan inis iatip sehingga terdesak di bawah angin, apa lagi kedelapan belas pukuian lawan satu bergandeng dengan yang lain secara berantai, hakikatnya dia t idak me mperoleh peluang untuk balas menyerang.
Lebih celaka lagi telapak tangan lawan agaknya tidak gentar menghadapi tajam pedangnya, terpaksa disamping me lindungi tubuh iapun harus hati2 supaya pedang tidak terampas oleh musuh, maka dia mundur ber-ulang2.
Delapan belas jurus serangan berantai Lari Hau itu hebat dan dahsyat, tapi juga cepat berlalu. Karena terdesak mundur, si bunga anggrek naik pitam, me lihat gaya pukulan lawan sedikit kendur, peluang sedetik ini tidak di-sia2kannya, seraya menghardik tubuhnya tiba2 berkelebat, dia gunakan gerakan "ubah bentuk pindah kedudukan", pedangnya menyamber panjang melintang laksana nagasakti, ia balas mencecar musuh.
Setelah kedelapan-belas pukulannya dilancarkan, gerakan Lan Hau me mang menjadi kendur, tapi hal ini me mang dia sengaja, me lihat lawan balas merangsak. dia tertawa aneh, telapak tangan kanan segera menepuk. serangan ini me mang sudah direncanakan, begitu si bunga anggrek mendesak maju baru pukulannya dilontarkan dengan daya dan gaya yang berbeda dengan kedelapan
-belas pukulannya tadi.
Kalau tadi pukulannya me mbawa deru angin dan perbawanya sedahsyat gugur gunung, berbeda dengan tepuk tangan kali ini, gerakannya seperti gertakan saja, seolah2 tidak pakai tenaga, sedikitpun tidak menimbulkan suara apa2.
Jadi dalam babak ini, kedua pihak sama2 melancarkan tipu serangan masing2 yang terlihay dan a mpuh.
Melihat telapak tangan Lan Hau yang menepuk itu berwarna biru terang, Pek-hoa-pangcu yang duduk di serambi menjerit dalam hati: "La m-sat-ciang" Sementara Ling Kun-gi yang duduk di sebelahnya juga terperanjat bukan main melihat gerakan pedang si bunga anggrek, dia m2 hatinyapun berseru: "Sin- liong jut- hun (naga sakti keluar dari mega)"
sin-liong-jut hun, Liong- ih ya dan Niu-liong-ban-kho ng, tiga jurus ilmu pedang ini merupakan ilmu warisan keluarganya. Ibunya tidak pandai ma in silat, waktu mengajarkan ketiga jurus ilmu pedang ini hanya secara lisan sambil mencoret2 dengan ga mbar, dengan wanti2 beliau berpesan bahwa ketiga jurus ilmu pedang ini perbawanya sangat hebat, kalau tidak kepepet dan terpaksa dilarang se mbarangan me lancarkan ketiga jurus ilmu pedang ini.
Tadi waktu Bwe-hoa me lancarkan sejurus It-jiu-bwe-hoa-jeng- ban-goh (sepucuk pohon sakura berlaksa kuntum bunga), di dalamnya diselipi jurus Sin- liong-jut-hun, waktu itu dia kira gerakan pedang orang cuma rada mirip secara kebetulan, karena bukan saja gaya dan tipunya mirip. malah gerak tubuh mendesak maju itupun persis sekali, mir ip Ih-s ing-hoan-wi tapi juga seperti Bu-hoan-Sin-ih (benda berganti bintang berpindah).
Kalau betul sin-liong-jut hun adalah ilmu pedang warisan keluarganya, me mangnya dari mana orang2 Pek-hoa-pang ini me mpe lajarinya? pada saat menimang2 inilah, kedua orang yang saling labrak di tanah lapang beruntun itupun sudah mencapa i babak terakhir, kalah menang sudah na mpak.
cepat sekali bayangan kedua orang seperti berpadu terus mence lat mundur pula. Telapak tanagan Lan Hau yang biru terang itu a mat menyolo k, setelah menepuk dari kejauhan, sebat sekali badan lantas jungkir balik ke belakang sejauh tiga to mbak.
Agaknya dia sudah memperhitungkan secara masak. niatnya me mang hendak me mbunuh musuh, ma ka tepukan telapak tangannya bukan saja cepat juga hebat.
Tapi jurus Sin liong-jut- bun yang dilancarkan -si bunga anggrek juga cepat dan tepat. Karena waktu melancarkan jurus serangan ini gerakannya mir ip Ih-s ing-hoan-wi, waktu mendesak ma ju tubuhnya lenggak-lenggo k, sekali berkelebat lantas lenyap sehingga lawan sukar meluputkan diri. Sementara itu Lan Hau sudah jungkir balik ke belakang, ia merasakan samberan sinar dingin dari bawah tubuhnya. Namun La m-sat-ciang yang dia lontarkan, tidak me mbawa kesiur angin, lawanpun sukar menduga serta sulit menjajagi kekuatannya. Si bunga anggrek merasakan juga tubuhnya seperti tertahan oleh dinding yang ulet sehingga tubuhnya sukar maju lebih jauh.
Kejadian hanya berlangsung dalam sekejap. setelah kedua orang sama2 meluncur bersilang ke arah yang berlawanan, Lan Hau sudah berada tiga tomba k jauhnya, dia tergelak2, serunya: "Budak keparat, kau ..... " karena tertawa ini tiba2 ia merasakan perutnya sakit luar biasa.
orang2 di sekelilingpun kini melihat jelas jubah panjang di depan perutnya sudah koyak tergores pedang si bunga anggrek, sepanjang satu kaki.
Baru saja ia bergelak tertawa menyusul rasa sakit yang luar biasa itu, tahu2 isi perutnya, usus besar dan kecil me mbrojo l keluar. Hakikatnya Lan Hau sendiri tidak tahu atau merasakan bahwa perutnya sudah koyak teriris oleh pedang si bunga anggrek.
setelah dia merasakan kesakitan dan menunduk, dilihatnya isi perutnya sudah kedodoran keluar, seketika dan menjerit terus roboh terkapar. Taraf kepandaian si baju merah alias si bunga aggrek me mang tinggi, tapi La msat-ciang merupakan ilmu pukulan ganas dari aliran jahat, walau dia hanya merasa ditiup angin lunak, semula tidak terjadi perubahan apa2, tapi setelah kedua orang sa ma me lo mpat jauh, begitu berdiri tegak, seketika sekujur badan gemetar keras, tiba2 ke sepuluh jari terasa linu dan kaku, jantung berdetak dan kepala pusing, ha mpir saja dan tak kuasa berdiri lagi.
Menyaksikan Lan Hau roboh dengan perut terkoyak serta ma mpus seketika, sungguh ha mpir me ledak dada Jik Hwi-bing, matanya mendelik liar, jubah hitam yang longgar itu mendada k me le mbung, sambil menggerung dan menubruk ke arak si bunga anggrek seraya pentang kesepuluh jarinya. Pikiran si bunga anggrek mas ih sadar, melihat Jik Hwi bing menubruk tiba, secara refteks pedangnya terayun dengan jurus Sin liong jut hun me mapa k kedatangan musuh. Hampir saja tubrukan Jik Hwi-bing mengenai sasaran, tahu2 matanya silau oleh selarik sinar pedang yang dingin, dalam ilmu pedang dia sendiri punya latihan puluhan tahun, sudah tentu dia tahu betapa hebat perbawa pedang si bunga anggrek ini, serasa pecah nyalinya, lekas ia mengere m gerakannya serta melo mpat balik.
Karena menggerakkan pedang, seketika si bunga anggrek merasakan kepala pening mata berkunang2, hampir saja dan tersungkur ke depan- Untung kedua pelayan dibelakangnya lantas me mbur u maju me mayangnya.
"Lak- moay," seru Pek- hoa pangcu, "lekas mundur" -
Lak- moay atau adik keenam yang dimaksud adalah si baju merah atau si bunga anggrek. Waktu Jik Hwi-bing me lo mpat mundur karena diserang jurus Sin-lio ng- jut- hun oleh pedang si bunga anggrek, sementara sebelah tangannya sudah melolos pedang dari punggungnya, baru saja dia hendak menubr uk maju lagi. Tahu kiok
-hoa, si baju kuning atau si ke mbang seruni sudah melo mpat maju seraya membentak: "Kau mas ih ingin berkelahi, biar nonamu me layani, kenapa main terjang?"
Kembang anggrek sudah dipapah mundur keluar gelanggang, lekas Giok- lan mengha mpiri menjejalkan sebutir pil ke mulutnya, lalu berpesan pada pelayannya: "Lekas papah dia masuk ke ka mar " Kedua pelayan itu me ngiakan terus mengundur kan diri.
Giok-je bersa ma Ping- hoa dan Liau-hoa me lolos pedang serta me lo mpat masuk lapangan, menempati kedudukan si kembang anggrek, ma ka Jik Hwi-bing tetap terkepung di tengah.
Bola mata Jik Hwi bing merah jalang, mukanyapun merah padam diliputi a marah yang me luap. giginya gemeretak saking ge mas, bentaknya: "Bagus sekali, ingin Lohu minta belajar betapa tinggi kepandaian kalian yang ganas ini." Dengan tenang Giok-lan berkata: "Jik-tongcu ma in terobesan ke taman ka mi, sengaja cari setori lagi, kamipun tidak banyak bertindak. hanya ingin menahan kalian beberapa hari, kini setelah kau main senjata yang tidak ber mata ini, kenapa menyalahkan pihak kami malah? Sebaliknya kalau, pihak ka mi yang me luruk ke Hek- liong-hwe kalian, kukira Jik-tongcu akan bertindak lebih kejam dan kasar lagi."
Dengan gusar Jik Hwi-bing menda mperat: "Budak hina, sudah untung masih jual lagak, hari ini Lohu harus beri ajaran pada kalian."
"Bangsat tua," hardik si ke mbang seruni sa mbil menuding dengan pedang, "Kau tahu di mana kau berada, berani bermulut kotor?"
Berubah juga air muka Giok-lan, katanya sambil mengulap tangan kepada kembang seruni: "cit- moay (adik ketujuh), kau mundur saja, dia hendak me mberi ajaran pada keluarga bunga kita, biar aku mencoba sa mpai di mana kelihayannya?" ia ambil pedang yang diulurkan seorang pelayan, pelan2 turun dari undakan-
Karena kedudukan Giok-lan alias ke mbang Cempa ka me mang lebih t inggi, terpaksa ke mbang seruni mengundur kan diri. Sementara ke mbang cempaka sudah berhadapan dengan Hwi-bing, katanya dingin. "Dalam kalangan Kangouw berlaku hukum rimba, slapa kuat dia menang, kini tidak perlu banyak omong, silakan Jik- tongcu mula i."
Jik Hwi-bing menyeringai sadis, katanya: "Baiklah, Lohu mula i."- "sret pedangnya bergerak. hawa pedang yang dingin menggar is selarik sinar perak melingkar2 kedepan. .
Dia m2 Giok- lan mengerut kening, tangan kiri terangkat tinggi, sementara pedang ditangan kanan bergerak dengan jurus swat-ih hoa-ing (Rembulan me mindah bayangan kembang), badan bergerak mengikut i gaya pedang, secara lincah dia hindarkan gempuran pedang Jik Hwi-bing, sinar pedangnya melingkar terus menusuk pundak kanan Jik Hwi-bing. Jurus ini merupakan serangan sekaligus untuk me mpertahankan diri.
"Ilmu pedang bagus," tanpa terasa Jik Hwi-bing berseru me muji. Pedang berputar menangkis ke atas me mapas tangan Giok-lan, dalam sekejap pedangnya telah menusuk pula tiga kali, serangan cepat dan ganas, memang tidak malu sebagai bangkotan ilmu pedang, pakaian Giok- lan mela mbai2, beruntun dia bergeser tiga kali, berbareng pedang bergetar, mendadak dia balas menika m ke iga Jik Hwi-bing.
Jik Hwi- bing tergelak2, dia me mbolang-ba lingkan senjatanya, gerak pedangnya bertambah kencang. Giok- lan dicecar delapan kali tusukan secara bersambung. Semuanya merupa kan serangan gencar, satu lebih cepat dan ganas dari pada yang lain, malah kecepatan dan landasan kekuatan yang terpancar dari ujung pedang semakin mantap tak tergoyahkan, yang kelihatan hanyalah sinar pedang, yang kemilau berkelebat kian ke mari.
Giok- lan tahu lawan sudah t idak sabar lagi setelah bergerak sekian la ma tidak me mperoleh peluang, kini iajadi nekat dan mencecar dengan segala ke ma mpuannya untuk mencapa i ke menangan.
Sebetulnya hati Giok- lan mula i girang, tapi dia juga insaf serangan gencar lawan bukan olah2 lihay-nya, maka dia tidak berani pandang enteng, segera dia kembangkan kelincahan tubuhnya, laksana kembang berhamburan di mus im se mi, iaputar pedang tidak kalah gencarnya, sembari menutup dan me matahkan serangan lawan, disa mping bertahan juga balas menyerang.
Beruntun dia berhasil menangkis delapan jurus serangan Jik Hwi- bing, tanpa terasa mengejek, katanya: "begini saja kelihayan Jik- tongcu yang ingin dipertontonkan pada ka mi bersaudara?"
Mendadak perma inan pedangnya berubah pula, serempak iapun me lancarkan serangan balasan secara bertubi2. Di mana pedangnya menuding, sinar ke milau pedangnya mirip ceplok2 kuntum bunga, begitu Pek-hoa-kia m-hoat dikembangkan, bunga cahaya pedang serentak bertaburan laksana seratus ke mbang me kar bersa ma.
Sudah tentu Jik Hwi- bing tahu akan kelihayan ilmu pedang ini, cuma dia tidak kenal ilmu pedang apa yang dia hadapi? Seraya menghardik kedua kakinya pasang kuda2 sekokoh tonggak menancap di tanah, tanpa menyingkir atau menghindar, dia andalkan kekuatan Lwekangnya, secara keras dia hadapi serangan Giok- lan.
Ditengah berkelebatnya sinar pedang, berdentinglah suara keras beradunya senjata mereka, Bayangan mereka berduapun terpental mundur, masing2 se mpoyongan beberapa langkah, waktu mereka me mer iksa keadaan sendiri, ternyata pedang panjang masing2 kini sudah sama gumpil dan cacat.
Hanya sekejap kedua bayangan terpencar lalu saling terjang pula lebih sengit. ilmu pedang Jik Hwi-bing mantap dan matang latihannya, dilandasi Lwekang yang kuat lagi sehingga hawa pedang berpencar menjadi gangguan yang tidak kecil artinya bagi mus uh.
Permainan pedang Giok-lan sebaliknya mene mpuh jalan lincah dan gesit, Pek-hoa kiam-hoat sendiri me mang mengutama kan kecepatan, ditambah gerakan Hwi-hoa-sin-hoat lagi, maju menyerang dan mundur bertahan cukup rapat, berkelebat sana menubruk sini, per ma inannya serba aneh dan mena kjubkan.
Sudah 50 jurus mere ka saling labrak. tapi masih sulit dibayangkan, pihak mana bakal menang. Di tengah pertempuran seru itu, mendadak Giok-lan berseru nyaring, sinar pedang laksana cahaya bintang jatuh menyapu ke arah Jik Hwi- bing.
Sejak tadi Ling Kun-gi terus perhatikan baku bantam ini, kini dia m2 hatinya berteriak pula: "Sin- liong- jut-hun" Didapatinya bahwa nona2 dari Pek-hoa-pang ini seolah2 se muanya pandai me ma inkan jurus Sin- liong jut-hun ini, bila menggunakan ilmu pedang perguruan sendiri sukar mendesak dan mengalahkan musuh, lalu mereka melancar kan jurus ilmu pedang yang lihay itu. Kini Giok-lan ke mba li melancar kah jurus Sin-liong-jut-hun, sudah tentu Kun-gi menaruh perhatian istimewa.
"Puluhan tahun sudah Jik Hwi-bing mengge mbe leng diri dalam ilmu pedang, walau tidak tahu asal usul ilmu pedang ini, tapi pengalaman te mpur merupa kan bekal ampuh bagi dirinya, tadi beruntun dia sudah menyaksikan Pek Ki-ha m menghadapi musuh pula dan terbukti Pek Ki ham dan Lan Hau sa ma cidera oleh jurus ilmu pedang ini, dengan sendirinya dia sudah waspada dan hati2, segera dia me mbentak: "Serangan bagus." Pedang terangkat untuk menutup datangnya serangan lawan-
Itulah Lot- ping-la m-thian (mengadu kekuatan dilangit selatan), jurus adu kekuatan dengan cara keras, meski hanya jurus permainan yang biasa dan umum, tapi dilancarkan oleh seorang ahli pedang ternyata jauh sekali bedanya, tahu2 sinar pedangnya berkembang laksana kipas dipentang lebar, untuk me mbendung sinar pedang Giok- lan.
Dua pedang mereka ke mbali beradu. "Trang, krontang", sinar pedang tiba2 sama kuncup, bayangan merekapun tergentak mundur beberapa kaki. Gebrakan ini tetap tiada yang unggul atau asor, tapi pedang panjang mereka sa ma2 t inggal separo.
Betapapun Giok-lan adalah perempuan, tenaganya lebih le mah, karena adu kekuatan ini sehingga lengannya tergetar linu, wajahnyapun merah panas pelan2 dia menar ik napas, matanya yang bening menatap Jik Hwi-bing, katanya tertawa: "ilmu pedang Jik-tongcu me mang hebat, hayolah sambut sejurus seranganku lagi"
Beberapa patah kata ini diucapkan dengan suara halus merdu, dia m2 ia pinjam kesempatan ini untuk me mulihkan tenaga.
Dan baru saja lenyap kata2nya, tubuhnya yang ramping itu terus me lo mpat maju, pedang kutung diputar laksana kitiran- Ke mbali cahaya berseliwer dingin, hawa pedang melingkupi gelanggang seluas satu tomba k lebih, sayup2 terdengar suara gemuruh badai guntur di tengah hujan lebat. Mendengar orang bilang "sa mbut sejurus seranganku lagi", dia m2 Ling Kun-gi sudah tergerak pikirannya dan matanya lantas menatap dengan tajam, dia me mbatin: "Ternyata benar liong-can- ih-ya adanya."
Inilah jurus kedua dari ilmu pedang tunggal keluarganya. Keruan kaget dan heran pula Kun-gi dibuatnya. "Memangnya Pek-hoa-pang me mpunyai hubungan erat dengan diriku?" demikian dia bertanya2 dalam hati.
Jik Hwi-bing me ma ng tidak ma lu sebagai seorang ahli pedang, rnenghadapi ilmu pedang Giok- lan yang lihay, hebat dan digdaya ini, hatinya malah tenang dan mantap. pedang kutung ditangannya terangkat menunggu, begitu cahaya pedang lawan merangsak tiba, mendadak dia menghardik sambil menghe mbuskan deru napasnya, berbareng pedang terayun ke atas seperti menusuk ke udara.
Tipu yang digunakan ini berna ma Pat- hong- Kong- ih (hujan angin dari delapan penjuru) jurus serangan biasa kalau tidak ma u dikatakan umum, tapi dilancarkan dari tangan seorang ahli seperti dirinya ternyata lain pula bebotnya, maklumlah se-la ma pUluhan tahun meyakinkan ilmu pedang, jurus ini boleh dikatakan sudah diyakinkan sede mikian rupa sempur na, dilandasi setaker kekuatannya lagi, maka pedangnya mendes ing taja m.
Benturan keras dari kedua pedang kutung kemba li terjadi, kali ini bunyinya nyaring bergema, pedang ditangan kedua orang bukan lagi kutung, tapi sa ma hancur ber-keping2 berha mburan di tanah.
Tak terasa rona muka Kun-gi berubah, maklumlah betapa hebat dan sakti jurus kedua ilmu pedang warisan keluarganya ini? Tapi Jik Hwi-bing ternyata mampu me matahkannya hanya dengan sejurus Pat- hong-hong-ih yang sangat umum ini.
Me mang soalnya terletak pada bobot serta latihan Giok-lan, karena inti sari dan kekuatan sesungguhnya dari jurus kedua ini belum lagi matang dan mendarah daging pada jiwanya, sehingga kesaktian dan gerak perubahannya tidak dapat dimanfaatkan, sebaliknya Jik Hwi- bing me mbe kal latihan puluhan tahun, Lwekangnya tinggi, menyerang dengan kekuatan terakhir lagi, sudah tentu dia lebih beruntung.
Me mperoleh hasil yang di luar dugaan serta me muaskan ini, Jik Hwi-bing tidak kepalang tanggung bertindak lagi, sekali jejak dia me lo mpat ke atas, kedua kaki serentak bekerja menendang secara berantai, Giok-lan kena didesaknya mundur beberapa langkah, begitu tubuh meluncur dan kaki hinggap dibumi lagi, mulut lantas tertawa panjang, lengan terkembang bagai bangau menjulang ke langit, tubuhnya meluncur melo mpati kepala orang banyak terus ngacir seperti kesetanan.
Belum lenyap lengking tawa Jik Hwi-bing, Pek Ki-ha m yang berdiri di luar gelanggang serentak ikut menjejak kaki mela mbung tinggi dan mengikuti langkah Jik Hwi-bing, diapun meluncur jauh keluar kepungan.
Karena kurang waspada Giok-lan terdesak mundur dua langkah, me lihat kedua musuh melarikan diri, gusarnya bukan main, kontan ia menimpuk gagang pedang yang masih dipegangnya ke punggung Pek Ki-ha m. Lalu me mbalik badan merebut sebatang pedang dari salah seorang pelayan terus mengejar.
Sementara itu Giok-je, Bwe-hoa dan Kiok-hoa bagai burung Hong terbang beramai2 juga ikut mengudak dengan kencang.
Pek Ki-ha m yang kutung lengannya kehilangan banyak darah, dia setindak lebih la mbat lari daripada Jik IHwi bing, baru saja tubuhnya me la mbung ke atas, mendadak dirasakannya sejalur angin kencang menerjang punggungnya, karena terapung di udara, tak mungkin dia berkelit, terpaksa pedang menyabet ke belakang. "Trang", gagang pedang timpukan Giok- lan kena disa mpuknya jatuh, tapi daya luncuran tubuhnya dengan sendirinya menjadi terganggu, tubuhnya terus anjlok ke bawah.
Giok- lan sudah mengejar tiba secepat angin, tahu2 ia berkelebat lewat di samping Pek Ki-ha m, mulutnya me mbentak: "Kalian cegat dia, biar kukejar bangsat she Jik itu." Baru saja Pek Ki-ha m anjlok turun, Bwe-hoa, Kiok-hoa dan Giok- je pun beruntun telah mengepungnya. Tahu dirinya sukar me loloskan diri, muka Pek Ki- ham yang pucat itu jadi beringas, mulutnya me mbentak: "Biar tuanmu adu jiwa dengan kalian"- Karena nekat dan mau adujiwa ma ka gerakan pedangnya sudah tentu kuat luar biasa.
Bwe-hoa berada paling depan, terasa sabetan pedang lawan me mbawa tekanan yang dahsyat, belum lagi tajam pedang menyerang tiba, hawa pedangnya yang dingin sudah merangsang badan. Lekas dia menghimpun hawa murni dipusar, sekali jejak tubuhnya lantas me la mbung ke atas menghindar i sabetan pedang musuh, lalu dari atas ia menubruk ke bawah.
Jeri hati Pek Ki-ha m, tapi gerakannya tidak menjadi kendur, tenaga dia pusatkan ditangan kanan, pedang diputar sekencang kitiran, serangan Bwe-hoa yang menukik turun ditangkisnya terus ditolak ke sa mping.
Kiok- hoa tertawa dingin jengeknya: "Masih berani me mbandel, biar kutabas sisa lenganmu yang satu ini" Selarik sinar betul2 menabas ke pundak kanan orang.
Saking murka wajah Pek Ki-ha m yang pucat berubah jadi merah padam, ilmu silatnya tinggi, sayang lengannya sudah buntung, betapapun tak kuasa menghadapi keroyokan tiga lawannya? Sambil menangkis dan menya mpuk serabutan kakinya mundur tak teratur lagi, kelihatannya dalam beberapa gebrak saja dia tak ma mpr i bertahan lagi.
Se-konyong2 sinar-ke milau berkelebat dari sebelah kanan, ternyata pedang Kiok-hoa tiba2 menyelinap masuk "cret”, lengan baju kanannya tertusuk berlubang.
Keruan Pek Ki-ha m se makin nekat dan kalap. sambil kertak gigi dia putar pedang me lindungi badan, sekuat tenaga dia masih bertahan tiga empat gebrak lagi. Terdengar Bwe-hoa me mbentak nyaring. "Trang" pedang lawan kena ditindih ke bawah, sigap sekali pedang si ke mbang seruni dan Giok -je sudah menganca m tengkuk dan lehernya dari kiri - kanan-
Bwe-hoa mendengus. katanya: "orang she Pek, tidak lekas kau menyerah dan terima dibelenggu?"
Hampir menyala mata Pek Ki-ha m "cuh." tiba2 mulutnya menye mprot riak kental ke muka Bwe-hoa, bentaknya beringas: "Budak busuk. kalian mimpi"
Dengan mudah, Bwe-hoa menyingkir ke samping, bentaknya: "cari ma mpus kau"
Pek-hoa-pangcu tiba2 berbangkit, teriaknya nyaring: "Selamatkan jiwanya."
Sayang sudah terlambat se mbar i menghardik tadi ternyata Pek Ki-ha m sudah me mba lik pedang sendiri terus menusuk perut sendiri, darah hitam segera muncrat dari luka di perutnya, pelahan2 tubuhnya pun roboh tersungkur.
Hampir saja Bwe-hoa yang menyerang lalu kecipratan darah hitam itu, untung dia keburu melo mpat minggir, serunya sambil angkat kepala "Toaci, dia sudah mati" Kiok-hoa dan Giok-je juga tarik pedang.
Pek hoa-pangcu ta mpak mengerut kening, katanya: "Sudah mati biarlah, suruh orang menguburnya. "
Bwe-hoa mengia kan, Mendadak Giok- je men-jerit: "Getah beracun, pedangnya dilumur i getah beracun, Cepat sekali jasadnya telah me mbusuk."
Ternyata dalam sekejap ini di mana perut Pek Ki-ha m terkena pedang, kulit dagingnya telah me mbus uk jadi Cairan hitam yang berbau busuk.
Lekas Pek-hoa-pangcu maju me meriksa. Pikiran Ling Kun- gi juga tergerak. tanpa diminta iapun mengikuti jejak Pek- hoa-pangcu. Me mang tubuh Pek Ki- ham dengan cepat telah berubah jadi cairan darah kental hitam, rumput di sekitar mayat-pun seketika hancur jadi cairan, sampai tanahpun ikut berubah bentuk, ma ka dapatlah dibayangkan betapa ganas racun ini.
Tak habis mengerti, Kun-gi lantas bertanya: "Apakah benar pedangnya dilumur i getah beracun? Memangnya getah racun apakah itu masa begini lihay?"
Pelan2 Pek-hoa-pangcu menggeleng kepala, katanya: "Aku tidak tahu, inilah rahasia Hek- liong-hwe."
Entah me mang tidak tahu atau tidak mau menje laskan? Tapi Kun-gi tak enak bertanya lebih lanjut:
"Bukan Pang kita saja yang telah mengala mi tekanan oleh ganasnya getah beracun ini, tapi seluruh kaum persilatan dijagat ini pun akan mengala mi petaka yang sama atau mungkin lebih mengenaskan. Kalau Ling kongcu berhasil punahkan kadar racun getah ini boleh dikatakan telah menolong jiwa sesama umat manus ia dijagat raya ini." - Apa yang dikatakan tak ubahnya seperti yang pernah Ling Kun-gi dengar dari mulut Cek Sengnjiang. Kun-gi hanya tersenyum, katanya: "cayhe akan bekerja sekuat tenaga."
Tengah bicara, tampa k Giok- lan telah ke mba li. Pek-hoa-pangcu lantas tanya: "Dia se mpat melo loskan diri?"
Giok lan me mbungkuk, sahutnya, "Hamba me ngejarnya sampai pinggir danau, bangsat tua itu sudah lari naik perahu."
Sambil menghela napas pelan berkata Pek-hoa-pangcu: "Latihan ilmu pedangnya sudah matang, umpama kau bisa mengejar dia juga sukar untuk me mbekuknya." Mendadak dia menatap sambil mena mbahkan: "Jadi kalian tidak mene mukan perahu mereka?"
"Llok dan Li berdua Sucia yang bertugas di sebelah timur laut ternyata tertutuk Hiat-to oleh mereka, katanya dua orang yang me mbe kuk mere ka adalah pe muda berjubah biru dan seorang laki2 jangkung berjubah hijau, lengan kirinya terbuat dari besi dan ilmu silat mereka a mat tinggi."
"Itulah Dian Tiong-pit dan Hou Thi-jiu" seru Giok-je, "Meski dia se mpat lari dari tangan kita, tapi dua di antara tiga dapat kita lumpuhkan, hasil inipun sudah cukup me muaskan."
"Jadi orang she Pek itu telah kita tawan?" tanya Giok- lan.
Pek-hoa-pangcu menuding ke tanah, katanya: " pedangnya dilumuri getah beracun, jazatnya telah cair dan terisap ke dalam tanah."
Giok- lan me mandang ke tanah dengan pandangan kaget, katanya: "Begini lihay getah beracun ini?"
"Walau amat beracun, kini kita telah mendatangkan Ling- kongcu, kukira takkan lama lagi kita akan me mpunyai daya untuk me munahkannya," de mikian ujar Pek-hoa-pangcu.
Kun-gi tertawa. katanya: "Jangan Pangcu mengharapkan terlalu besar terhadapku, dapatkah cayhe mene mukan obat pe munahnya masih belum tentu, cayhepun tidak begitu yakin-"
Pek-hoa-pangcu mengerling, katanya sambii tersenyum manis: "Bukankah tadi kau bilang akan me mbantu sekuat tenaga?"
"Umpa ma cayhe kerja sekuat tenaga kan belum tentu berhasil?" sahut Kun-gi.
"Janji KongCu pasti dapat dipercaya, kuyakin kau pasti akan bekerja sepenuh hati, Ai, hidup, mati seluruh anggota Pang kami bergantung dari usaha Ling- kongcu saja."
Sampa i disini dia berpaling kepada Giok-lan- "orang2 Hek- liong- hwe sudah mencar i ke sini Jik Hwi-bing adalah salah satu Tongcu mereka, setelah dia berhasil melar ikan diri urusan tentu takkan berakhir sa mpai di sini saja, ma ka sejak kini sekeliling ta man ini harus ditambah penjagaan, ronda diperkuat lebih keras" Giok- lan menerima perintah ini.
Pek-hoa-pangcu berkata pula: "Orang2 Hek— liong-hwe telah me lumurkan getah beracun di senjata masing2, pasti mereka juga sudah melumuri senjata rahasianya, ma ka kita se mua harus lebih hati2." Merandek sekejap lalu ia mena mbahkan, "Syukurlah Ling- kongcu telah berjanji akan me mbantu, semakin cepat diperoleh obat penawarnya tentu akan lebih baik, lekas kau antar Ling-kongcu ke mbali ke ka marnya, periksa lagi mas ih ada kekurangan apa? Untuk ini harap Ling kongcu dapat mula i bekerja selekasnya."
Kun-gi menjura, katanya: "Pangcu tiada pesan lain, baiklah cayhe mohon diri saja."
Sambil me mbetulkan sanggulnya, tajam dan perihatin tatapan mata Pek-hoa-pang Cu, katanya: "Semua berkat bantuan dan usaha Kongcu."
Giok- lan lantas bawa Kun-gi ke mbali mela lui ja lan datangnya tadi, kali ini Giok-lan tetap berjalan di depan, lekuk tubuh orang yang sema mpai dan menggiurkan menjadikan pikiran Kun-gi tidak tenang, apalagi bau harum dari badan orang selalu merangsang hidungnya. .
Setelah tiba diserambi dipinggir gunungan palsu itu baru Giok-lan berpaling, katanya tersenyum manis, "Biasanya pangcu amat dingin menghadapi orang, sikapnya yang lunak hari ini terhadap Ling- siangkong sungguh a mat istimewa."
"cayhe amat beruntung sekali," ajar Kun-gi berkelakar,
"Me mangnya hanya pemuda segagah dan setampan Ling- siangkong saja yang dapat menundukkan dan mencair kan hati Pangcu yang kaku dan beku."
Merah muka Kun-gi, katanya: "Ah, nona jangan menggoda." Sambil menunduk Giok- lan ja lan di depan, katanya lirih:
"Me mangnya Kongcu mas ih belum merasakan? Ai, Kongcu dan Pangcu kami me mang merupa kan pasangan yang setimpal, sayang .
. . ." suaranya semakin lir ih dan akhirnya tenggelam dalam tenggorokan-
Sayang apa? Dia tidak meneruskan, sudah tentu Kun-gi r ikuh untuk menanya, maka selanjutnya mereka berjalan tanpa bersuara lagi. Benak Kun-gi masih me mikirkan ketiga jurus Hwi-liong-kia m-hoat tadi, maka tak tertahan dia bertanya: "cayhe ingin mohon petunjuk suatu hal kepada nona."
"Apa yang ingin kau tanyakan?" Giok- lan meno leh. .
"Pang Kalian menggunakan Pek-hoa (seratus kembang), menciptakan semaca m suatu aliran ilmu pedang tersendiri,jika dike mbangkan menciptakan kuntum bunga yang berbeda2 seolah2 seratus bunga mekar bersa ma, entah apakah nama ilmu pedang ini juga dina ma kan Pek-hoa?"
Terunjuk rasa heran dan kaget dari sinar mata Giok-lan, katanya: "Ling-kongcu me mang cerdik, hanya menyaksikan beberapa jurus lantas tahu asal-usul ilmu pedang itu."
"Nona terlalu me muji, soalnya cayhe pernah dengar penuturan guruku tentang aliran dan jurus2 ilmu pedang dari berbagai golongan dijagat ini, tapi ilmu pedang yang diperlihatkan oleh beberapa nona tadi semuanya merupakan Ciptaan tersendiri, dan lagi ceplok2 sinar pedang berkuntum2 banyaknya, serasi betul dengan perkumpulan kalian, ma ka dapatlah dibayangkan bahwa ilmu pedang itu pasti hasil ciptaan cakal-bakal Pang kalian-"
Giok- lan manggut2, katanya: "Agaknya Ling-kongcu juga seorang ahli pedang."
"Terlalu tinggi penilaian nona terhadap cayhe, me mang cayhe me me lajari beberapa jurus ilmu pedang cakar ayam,jangan dikatakan ahli? Jik Hwi-bing yang betul2 ahli dalam bidang ini dengan landasan Lwekang yang tinggi lagi toh juga kecundang oleh nona, kukira nona yang setimpal dijunjung sebagai ahli pedang."
Tiada manus ia di kolong langit ini yang tidak senang diumpak. Terutama pere mpuan, asal cara yang kau gunakan tepat dan sejalan dengan isi hatinya, meski hanya beberapa patah kata, seorang perempuan yang cerdikpun dapat kau buat senang hatinya. Demikian pula Giok- lan, sudah tentu dia juga senang disanjung puji. Apalagi yang dihadapinya sekarang adalah Ling Kun-gi, pe muda gagah ganteng yang romant is ini. Bola mata Giok- lan me mancarkan cahaya aneh, katanya sambil tertawa: "Kau pandai berbicara."
Kun-gi hanya tersenyum, katanya pula: "Ilmu pedang yang tadi digunakan Bwe-hoa dan Lan-hoa untuk melukai kedua orang itu agaknya merupakan jurus aneh yang berlainan, kurasa bukan jurus serangan yang ada di dalam Pek- hoa-kia m- hoat itu?"
"Em," Giok-lan me muji, "pandangan Kongcu me mang tajam, jurus ini me mang bukan terdiri dari rangkaian Pek-hoa-kia m-hoat "
"Lalu jurus ilmu pedang apa? begitu lincah, sakti laksana naga me mper lihatkan diri di atas mega, sehingga orang sukar meraba ekornya."
Tiba2 Giok-lan me mba lik, tanyanya sambil menatap tajam: "Ling- kongcu kenal jurus ilmu pedang itu?"
Kun-gi menggeleng, katanya: "Kalau cayhe kenal ilmu pedang ini, buat apa harus tanya kepada nona?"
Giok- lan menghe la napas panjang, katanya: "Me mang Kongcu tidak malu sebagai seorang ahli pedang, jurus ilmu pedang itu me mang tepat seperti apa yang kau katakan-"
Kun-gi pura2 bingung, tanyanya: "Kata2 apa yang tepat kukatakan?"
"jurus itu me mang berna ma Sin-liong-jut hun (naga muncul dari mega)."
Kini terbukti bahwa ilmu pedang yang mereka mainkan betul adalah Sin-liong-jut- hun seperti dugaan Ling Kun-gi, tapi dia hanya tersenyum saja, katanya: "cayhe hanya melihat Cara nona tadi waktu me mainkan ilmu pedang itu selincah naga di atas mega, tak kira bahwa jurus pedang itu me mang bernama Sin liong-jut-hun, tentunya ilmu pedang ini juga ciptaan Pang kalian?"
Giok- lan seperti tersentak sadar, katanya: "Itulah ilmu pedang pelindung Pang ka mi, untuk apa Kongcu tanya hal ini?" "Sepuluh tahun cayhe berlatih pedang, sela manya belum pernah me lihat ilmu pedang seaneh dan begitu digdaya, karena ketarik adalah ja mak kalau ingin tahu lebih jelas."
Seperti tertawa tapi tidak tertawa Giok-lan me ma ndangnya, katanya sambil mencibir: "Ketarik apa segala, yang jelas kau ingin tahu asal-usul ilmu pedang ini bukan? Bagi orang lain, hal ini hanya merupakan impian belaka, tapi bila Ling-ko ngcu ada maksud, kukira tidak sukar . . . "
Mendadak dia berhenti bicara sa mpai di sini.
Sudah tentu Kun-gi ingin tahu asal-usul ke-3 jurus ilmu pedang itu, tanyanya: "Tidak sukar bagaimana?"
Giok- lan tertawa penuh arti, katanya: "Asal Ling-kongcu sudi jadi anggota Pang kami dan menjadi Huma (suami Pangcu) dan bertanggungjawab menjaga kesela matan Pangcu, kau akan me mpero leh hak untuk me mpe lajari ketiga jurus ilmu pedang pelindung Pang itu."
Tanpa terasa mereka sudah berada dipekarangan tengah terus menuju ke deretan rumah di sebelah kiri. Sin- ih yang bertugas di bilangan ini segera keluar menya mbut. Kata Giok- lan- "Ling - kongcu adalah tamu agung Pang kita, berilah hor mat kepadanya."
Sambil tertawa Kun-gi mendahului buka suara "Nona Sin- ih tidak usah banyak adat, masa kau tidak mengena lku?" - Suaranya dibikin serak hingga mir ip logat cia m- liong Cu Bun-hoa.
Terbeliak mata Sin- ih, serunya: "Kau adalah Cu-cengcu?"
Giok- lan iringi Kun-gi masuk ke ka mar ta mu, la lu menuding kamar sebelah kiri, katanya: "Itulah kamar buku yang disediakan untuk Ling- kongcu,"
Lekas Sin-ih lari ke depan me mbuka daun pintu yang bercat merah. "silakan," kata Giok- lan, Kun-gi tidak sungkan lagi, segera ia beranjak masuk. Kamar buku ini a mat besar dan panjang, tepat di tengah terdapat sebuah pintu bulan sabit, sehingga ka mar panjang ini dipetak jadi dua. Kamar depan bagian selatan sana ada jendela berkaca yang bertutup kain sari bersulam indah, di luar jendela adalah ta man bunga, di bawah jendela terdapat meja buku, di kanan-kirinya terdapat rak buku, setiap petak penuh berisi buku2, semua diatur begitu rapi, disekitar meja terdapat e mpat buah kursi.
Kamar belakang mepet dinding utara terdapat sebuah almari bersusun, sekali pandang lantas ketahuan almari ini sengaja dibuat khusus untuk menyelidiki getah beracun itu, di atas almari banyak terdapat laci, pada setiap laci dite mpel kertas merah yang bertuliskan na ma obat yang disimpan di dalam laci itu.
Dipinggir kiri almar i ada sebuah pintu kecil, hanya di belakang masih ada sebuah ruangan la in-
Menuding almar i itu Giok- lan menerangkan:
"obat2 dalam laci itu berjumlah 72 maca m, se mua adalah obat2an yang pernah Kongcu gunakan wak-tu me nawarkan getah beracun di coat-sin-san Ceng, keCuali itu bila Kongcu masih me mer lukan obat lainnya boleh me mberi pesan kepada Sin-ih, segera akan didapatkan." - Lalu dia menuding pintu kecil itu: "Di kamar itulah untuk menggodok obat, Kongcu boleh menyuruh Sin-ih atau bila perlu juga boleh menggodok sendiri."
Kun-gi ikut me langkah masuk. ka mar kecil ini berbentuk lonjong, semua peralatan untuk meracik dan menggodok obat sudah lengkap tersedia di sini, Setelah mengadakan pemeriksaan ala kadarnya, Giok— lan berkata pula: "Ada kekurangan apa di sini, atau me mer lukan apa saja, Kongcu boleh minta kepada Sin- ih."
Kun-gi manggut2, katanya: "Begini rapi persiapan nona, kukira sudah cukup," Sampa i di sini mendadak ia mena mbahkan "Tapi masih harus disediakan air."
Giok- lan tersenyum, dia menuju ke ujung sana, me mbuka sebuah pintu, di luar ternyata adalah serambi yang menuju kepekarangan belakang. Diserambi, berjajar tiga gentong air, semuanya bertutup papan kayu bundar.
Menuding ketiga gentong air Giok-lan menerangkan pula: "Inilah tiga gentong air, gentong pertama berisi air gunung, gentong kedua berisi air sumber, gentong ketiga beriai air sungai, sudah ku-pesan setiap hari mereka harus mengganti air sekali."
"Nona me mang pandai bekerja, begini rapi persiapannya,"puji Kun-gi.
Mereka keluar dari ka mar kecil itu ke mbali ke ka mar buku. Giok- lan me mbungkuk me mbuka pintu almari bagian bawah, dengan kedua tangan dia mengeluarkan sebuah buli2 terbuat dari porselen, katanya dengan sikap serius: "Inilah getah beracun yang kita peroleh dari Hek-liong-hwe, harap Ling-kongcu berhasil me mpero leh obat penawarnya bagi Pang kita, kami se mua akan bersyukur dan berterima kasih."
"Silakan nona menge mbalikannya kedalam almari, bila diperlukan cayhe akan menga mbilnya, cayhe sudah janji kepada Pangcu, tentu akan bekerja sekuat tenaga."
Setelah menyimpan buli2 itu, Giok-lan berdiri sambil me mbetulkan ra mbut yang terurai, katanya tertawa: "Semoga Kongcu berhasil secepatnya." lalu dia me mberi hor mat dan mena mbahkan: "Ling- kongcu, aku mas ih ada urusan, moho n pamit."
"Sebentar nona," kata Kun-gi, "ada sebuah hal mohon nona suka me mber i petunjuk."
"Masa me mberi petunjuk segala, Ling-kongcu ada urusan apa?" "cayhe tinggal di sini, apakah diperbolehkan ja lan keluar?"
Ber-kedip2 mata Giok- lan, sesaat dia memandang Kun-gi, hatinya tampak ragu2, tapi segera dia berkata sambil tertawa: "Ling-kongcu adalah tamu agung, seharusnya boleh bebas mau pergi kemana, cuma Kongcu baru datang, belum tahu seluk-beluk disini, anggota Pang kita semua perempuan, hanya pekarangan tengah ini saja tempat istirahat Kongcu, jadi hanya Kongcu saja seorang laki2 yang berada di sini, kalau tiada orang yang menunjukan jalan kukira kurang leluasa."
Me mang hal ini beralasan, sesuai dengan na ma perkumpulan, sudah tentu seluruh anggota Pek-hoa-pang adalah pere mpuan atau gadis2, seorang laki2 asing jika tanpa pengiring me mang kurang leluasa bergerak di tempat ini. Tapi secara tidak langsung hal ini berarti dirinya ditahan atau disekap dalam pekarangan luas ini?
"Kalau tidak le luasa ya sudah, cayhe hanya bertanya sambil lalu," ujar Kun-gi.
Giok- lan menepekur sebentar, katanya kemudian- "begini saja, biarlah hal ini kubicarakan dulu dengan Pangcu, di belakang sana kita masih ada sebuah ta man, kalau Kongcu habis bekerja, boleh jalan2 di ta man itu, cuma hal ini harus mendapat persetujuan Pangcu."
"Kukira tidak usahlah, bikin repot kau saja."
"Tidak, hal ini me mang belum terpikir sebelumnya olehku, anggaplah kecerobohanku, kini Kongcu telah mengusulkan, tentu akan kulaporkan kepada Pangcu, sebagai tamu agung yang bekerja bagi kepentingan kita se mua, mana boleh setiap hari menyekap diri di ka mar kerja me lulu," habis bicara lekas2 dia beranjak keluar.
Setelah orang pergi Ling Kun-gi mondar- mandir dalam ka mar sambil menggendong tangan melihat buku2 di atas rak, akhirnya dia duduk di kursi malas di bawah jendela sana.
Sin-ih cepat menga mbil teh serta diantar ke depan Kun-gi: "Ling- kongcu silakan minum."
"Ah, cayhe sampai lupa kalau nona mas ih berada di sini," seru Kun-gi. "Tiada yang perlu kau kerjakan lagi di sini. boleh nona keluar saja."
"congkoan ada pesan, Kongcu perlu bekerja seorang diri, hamba dilarang mengganggu, tapi ha mba ditugaskan di sini meladeni keperluan Kongcu, apapun keinginan Kongcu harus kusediakan. Baiklah ha mba akan tunggu di luar saja, sekali panggil ha mba pasti mendengar," lalu Sin- ih me ngundurkan diri.
Ling Kun-gi angkat cangkir dan menghirup,nya seteguk. sambit me megangi cangkir dia menengadah mengawasi langit2, pikirannya risau, ia rada bingung juga, tak tahu langkah apa yang harus dia lakukan selanjutnya.
Waktu dirinya diselundup keluar oleh Giok-je, Ia mandah saja, hanya satu tujuan ingin mencar i jejak ibunya. karena waktu itu diketahuinya selain Coat Sin-san-ceng ternyata ada pula suatu serikat rahasia lain yang menghendaki dirinya. Di Coat Sin-san-ceng dia gagal mendapatkan ibunya, sudah tentu dia ingin melihat2 serikat rahasia apakah yang hendak me mperalat dirinya. Maka Kun- gi akhirnya berada di Pek-hoa-pang ini.
Pek-hoa-pang me mang suatu kumpulan gadis yang serba rahasia, tapi dia yakin bahwa ibunya yang bilang pasti tiada sangkut-pautnya dengan Pek-hoa-pang. Malah Pek-hoa-pangcu berjanji akan bantu dirinya mencari jejak beliaU. Kini setelah diketahui bahwa ibunya tak berada di sini, sepantasnya dia harus segera berlalu, tapi dua persoalan justru terpampang dihadapannya, tak mungkin untuk di-tinggal pergi begini saja.
Soal pertama sudah tentu menyangkut getah beracun. Semua dia hanya tahu bahwa Coat Sin-san-ceng amat getol menginginkan obat penawar getah beracun, kini sudah jelas bahwa Coat Sin-san-ceng hanyalah merupakan salah satu Cabang kerja dari Hek-liong-hwe, sedang getah beracun sebetulnya milik Hek- liong-hwe. Dan Hek- liong hwe belum me mpunyai obat penawarnya .
Dari pe mbicaraan Jik Hwi bing dapat ditarik kesimpulan bahwa Pek-hoa-pang dan Hek-liong-hwe belum pernah bentrok atau berselisih, la lu kenapa pihak Pek-hoa-pang juga ingin selekasnya me mpero leh obat penawar getah beracun? Sebetulnya barang apakah getah beracun itu? Apa pula tujuan dan mus lihat yang tersembunyi di balik semua ini sa mpa i Pek hoa-pang dan Hek- liong- hwe seakan2 berlo mba untuk mendapatkan obat penawar itu? Soal kedua adalah mengenai ketiga jurus ilmu pedang, yaitu Hwi liong-sa m- kia m. Terang gamblang ibunya pernah menjelas kan bahwa Hwi-liong sa m-kia m adalah warisan keluarganya. Kalau warisan keluarga sudah tentu merupakan ilmu rahasia pula.