Pedang Keadilan II Bab 29 : Bertemu Dengan kekasih

 
Bab 29. Bertemu Dengan kekasih

 "Aaaai..." Li Tiong-hui menghela napas panjang, "Tempo hari, gara-gara sikapku agak sangsi hingga menyinggung perasaannya, mungkin ia sudah menaruh dendam kepadaku kini."

"Tidak apa-apa," hibur Yu siau-liong. "saudara seperguruanku ini bukan orang yang picik dan gampang tersinggung, sekalipun kau berbuat salah kepadanya, dia tak akan mendendam kepadamu."

Lim Han- kim yang mendengarkan pembicaraan tersebut, diam-diam berpikir "Tampaknya Li Tiong-hui telah berhasil mengobati luka beracun yang diderita Yu siau-liong. sudah sepantasnya bila aku tampilkan diri untuk mengucapkan terima kasih kepadanya,"

Tiba-tiba terdengar Li Tiong-hui menghela napas panjang, lalu katanya: "Tahukah kau, wajah suhengmu telah dirusak oleh seebun Giok-hiong?"

"sungguh?" seru Yu siau-liong terkejut,

"sepintas lalu tampaknya seperti sungguhan, tapi seebun Giok-hiong licik dan banyak akal muslihatnya, Menurut dugaanku, mungkin hal itu tidak betul-betul terjadi."

"Semoga saja wajahnya memang tidak benar-benar rusak."

Setelah suasana hening beberapa saat, kembali Li Tiong-hui berkata sambil menghela napas: "Menurut pendapatmu, mungkinkah suhengmu akan datang lebih awal satu hari?"

"Aku tak berani memastikan hal ini, tapi aku yakin dia pasti akan datang memenuhi janjinya." Lim Han-kim yang mendengar sampai di sini segera berpikir kembali: "Mereka membicarakan terus masalah kehadiranku di sini, padahal aku sudah berada di sisinya semenjak tadi..."

Mendadak terdengar suara langkah kaki bergema mendekat disusul dengan suara bangku yang bergeser, Tampaknya ada seseorang menghampiri Li Tiong-hui dan duduk di sampingnya.

Lim Han-kim tak berani menoleh, jadi dia tak tahu siapa gerangan yang telah datang, Menyusul kemudian terdengar seseorang berkata dengan suara rendah: "Hamba bersama saudara Li dan Han locianpwe telah meneliti seluruh ruangan rumah makan itu, namun tidak kujumpai jejak Lim Han-kim."

Begitu mendengar suara pembicaraan orang tersebut, Lim Han-kim segera dapat mengenalinya sebagai Hongpo Lan.

Terdengar Li Tiong-hui menjawab: "Hari ini baru bulan delapan tanggal empat belas, mungkin besok ia baru sampai di sini,"

"Dugaan Bengcu selalu tepat, hamba rasa dugaanmu kali ini tak bakal salah lagi"

"Pada saat dan kondisi seperti ini, kau tak usah menyebut aku sebagai Bengcu. Aaaai... padahal aku, Li Tiong-hui, bukan manusia yang kemaruk akan nama dan kedudukan. Asal aku berhasil memaksa seebun Giok- hiong meninggalkan daratan Tionggoan, maka kedudukan Bengcu pun segera akan kutinggalkan" Meskipun pembicaraan kedua orang itu dilangsungkan dengan nada lirih, namun berhubung Lim Han-kim memperhatikan dengan serius, maka setiap patah katanya dapat terdengar dengan jelas sekali.

Terdengar Hongpo Lan berkata lagi: "Han locianpwee telah menjumpai sebuah perahu nelayan yang mencurigakan berlabuh dekat telaga, oleh sebab itulah hamba diutus untuk melaporkan hal ini kepada Beng..." Belum habis kata-katanya diucapkan, ia segera membungkam.

"Kau panggil aku Li sianseng saja" perintah Li Tiong- hui sambil tertawa.

setelah berhenti sejenak. terusnya: "Bagian manakah dari perahu nelayan itu yang mencurigakan"

"sebetulnya perahu nelayan itu sendiri tak ada yang aneh atau mencurigakan, justru kain serta berapa tulisan yang dikerek pada tiang layarnya itulah yang aneh."

"Apa yang tertulis di situ?"

"Membalik tangan melumat Tiong-hui, sambil tertawa mengejutkan seebun..."

"Waaah... besar amat omongannya"

"Setelah Han locianpwe menemukan kehadiran perahu nelayan itu dan makin dipikir semakin curiga, maka ia khusus mengutus aku untuk melaporkan hal inc kepada Li sianseng."

"Di kolong langit dewasa ini hanya ada seorang yang mampu mengibarkan tulisan semacam itu. Bukan saja aku tak akan marah kepadanya, bahkan aku takluk dengan perasaan ikhlas."

"siapa sih orang yang berani bicara sebesar itu?" "Pek si-hiang..."

"Betul," pikir Lim Han-kim. " Hanya Pek si-hiang yang mampu berbuat begitu, Jangan-jangan ia sudah berhasil menguasai ilmu iblisnya dan kini terjun kembali ke dunia persilatan? Aku harus menengok sendiri keadaan tersebut"

Ia merasakan gejolak emosi yang membara hingga tanpa sadar tangan kanannya menyentuh cawan arak di meja. Arak yang penuhi cawan tersebut kontan saja tumpah dan mengotori pakaian Li Tiong-hui serta Yu siau-liong,

Li Tiong-hui segera mengebaskan bajunya yang basah sambil melirik Lim Han-kim sekejap. Melihat dia memakai baju yang jelek dan dandanannya mirip seorang tukang kereta, maka ia pun tak banyak bicara.

sebaliknya Yu siau-liong segera naik pitam, dengan amarah yang berkobar ia melangkah ke hadapan Lim Han-kim, lalu sambil menggebrak meja umpatnya: "Hei, bisu rupanya kamu ini?"

Gebrakan itu sangat keras sampai membuat sayur dan arak yang berada di meja tergetar keras, tak sedikit yang tertumpah dan mengotori pakaian Lim Han-kim.

Waktu itu Lim Han-kim cemas sekali Li Tiong-hui dan Yu siau-liong mengenali penyamarannya, buru-buru ia menjura dan sambil menyerakkan suaranya ia berkata: "Maaf bila aku mengotori pakaian toaya berdua." Kemudian dengan tergopoh-gopoh ia beranjak pergi meninggalkan rumah makan itu.

Dalam gugup dan paniknya ia sampai lupa membayar si pelayan yang kebetulan berada di sampingnya buru- buru menangkap lengannya sambil berteriak: "Hei, kau ingin makan gratis? Ayoh bayar dulu sebelum pergi."

Dari dalam sakunya Lim Han-kim mengambil sekeping perak dan segera menyelipkannya ke tangan pelayan itu, kemudian buru-buru ia pergi meninggalkan tempat itu.

Pelayan itu mencoba menimang uang perak yang cukup untuk membayar sebuah perjamuan kecil itu, namun sebelum ia sempat memberi uang kembalian, pemuda itu sudah jauh meninggalkan warung makan.

Li Tiong-hui melirik sekejap kepingan perak di tangan pelayan itu, lalu bisiknya: "orang itu sangat mencurigakan"

"Biar kutangkap dia" seru Hongpo Lan sambil meninggalkan tempat duduknya dan segera melakukan pengejaran

Lebih kurang sepeminuman teh kemudian tampak Hongpo Lan berjalan balik seorang diri sambil melapor: "Gerakan tubuh orang itu cepat sekali sudah kukelilingi rumah makan Ui-hokslo satu kali, namun tak nampak bayangan tubuhnya"

"Di tempat ini memang banyak pelancong yang lalu lalang, gampang bagi orang itu untuk menyembunyikan diri" setelah berhenti sejenak, terusnya: "Kini jejak kita sudah ketahuan orang, cepat beritahu mereka agar lebih berhati-hati" Hongpo Lan menyahut dan segera meninggalkan tempat itu, Pada saat itu Lim Han-kim telah meninggalkan rumah makan dengan cepat, Buru-buru ia menuju ke tepi sungai, Menggunakan kesempatan di saat orang tidak memperhatikan, ia melompat naik ke atas sebuah perahu dan menyembunyikan diri

Perahu nelayan itu cukup besar, namun penghuninya hanya seorang gadis berkepang dua yang sedang menanak nasi, Dengan bersembunyi di belakang jala ikan, Lim Han-kim dapat melihat Hongpo Lan memeriksa sekejap sekeliling tempat itu untuk kemudian balik lagi ke jalan semula.

Menunggu sampai bayangan Hongpo Lan sudah jauh, pemuda itu baru bangkit berdiri dan siap melompat turun dari perahu nelayan itu. Tapi belum sempat ia berbuat sesuatu, mendadak si nona yang sedang menanak nasi itu berpaling, Gadis itu nampak tertegun setelah menyaksikan wajah anak muda tersebut

Baru saja dia akan berteriak. secepat sambaran petir Lim Han-kim sudah melompat masuk ke dalam ruang kapal sambil mendekap mulut nona tersebut bisiknya: "Nona, harap jangan teriak. Aku sedang dikejar orang, sehingga terpaksa bersembunyi dalam perahu mu, harap kau sudi memaafkan"

sementara berbicara, ia lepaskan kembali tangan kanannya yang mendekap mulut nona itu.

Tampaknya nona itu sudah terbiasa hidup keras di atas perahu nelayannya hingga nyalinya agak besar setelah perhatikan sekejap wajah Lim Han-kim. katanya: "Dilihat dari dandanan serta wajahmu. nampaknya kau bukan orang persilatan"

Lim Han-kim segera berpikir: "padahal ia menyaksikan dengan jelas bagaimana aku melompat naik ke atas perahu ini, semestinya ia tahu jika aku adalah orang persilatan, Ehmm, aku mesti mengaku terus terang kepadanya, kalau tidak. Ia malah mencurigai diriku..."

Berpikir begitu, dia pun menjawab: "Aku benar-benar anggota dunia persilatan, cuma aku sedang menyamar sehingga nampaknya tidak mirip orang persilatan.."

"oooh, rupanya begitu" Gadis itu manggut-manggut.

Dari sakunya Lim Han-kim mengeluarkan sekeping uang perak, lalu katanya lebih lanjut: "Aku ingin memohon sedikit bantuan nona. Anggap saja uang ini sebagai ungkapan rasa terima kasihku, harap nona jangan mentertawakan"

Nona itu hanya memandang sekejap uang perak di tangan Lim Han-kim itu, lalu katanya: "Kau mesti jelaskan dulu bantuan apa yang kau butuhkan?"

"Aku ingin meminjam perahu nona..."

"Tidak bisa," tolak nona itu sambil menggeleng, "Kami sekeluarga hidup dengan bergantung pada perahu ini, bagaimana mungkin dapat kupinjamkan kepadamu?"

"Tampaknya nona salah paham. Maksudku, aku hendak menyewa perahu untuk mencari sebuah perahu lain yang mungkin sedang berlabuh di sekitar tempat ini"

"Masa kau tidak bisa pergi mencarinya sendiri?" "Terus terang kuakui nona, aku memang sengaja hendak menyewa perahu ini karena nonalah yang mesti mendayung perahu ini, sedang aku harus bersembunyi agar jejakku tidak ketahuan orang."

Pelan-pelan nona itu meletakkan mangkuknya ke atas meja, setelah itu baru ia berkata lagi: "Seandainya tidak kukabulkan permintaanmu ini, manusia buas macam kalian tak nanti akan lepaskan aku dengan begitu saja, Aaaai... kalian manusia persilatan memang rata-rata kejam, masa membunuh orang seperti menginjak mati seekor semut saja."

Lim Han-kim hanya membungkam tanpa menjawab, diletakkannya kepingan uang perak itu di atas meja.

"Kau boleh duduk di dalam ruangan," ujar nona itu kemudian sambil berjalan ke arah geladak, "Aku akan segera mendayung perahu ini."

Lim Han-kim dapat melihat bahwa perahu itu panjangnya dua tombak, sementara usia gadis tersebut hanya enam-tujuh belas tahunan, sesungguhnya ia tak tega membiarkan gadis tersebut mendayung perahunya seorang diri, tapi ia pun tahu bahwa dirinya tak mungkin tampil secara terang-terangan, oleh sebab itu terpaksa ia duduk saja dalam ruangan tanpa bergerak.

setelah menaikkan jangkar, nona itu bertanya lagi: "Hendak ke mana kita sekarang?"

"Dayung perahumu ke arah barat, di mana banyak perahu berlabuh."

Kelihatannya saja gadis nelayan itu masih muda belia, ternyata ilmu mendayungnya amat hebat dan sempurna, pelan-pelan bergeraklah perahu itu menuju ke arah barat.

Lim Han-kim membuka lebar jendela dalam ruang perahu, Dari sana ia dapat menyaksikan pemandangan di luar dengan jelas, sejauh mata memandang terlihat perahu nelayan berjajar-jajar, namun tak terlihat perahu dengan bendera yang berkibar itu.

sementara ia masih mencari dengan seksama, mendadak terdengar suara dayung membelah ombak bergema datang, Tampak sebuah sampan kecil bergerak laju melewati perahunya dengan menimbulkan percikan gelombang yang menyebar keempat penjuru.

Dalam sekilas pandangan saja Lim Han-kim dapat mengenali orang-orang yang berada di atas sampan itu tak lain adalah Li Tiong-hui, Yu siau-liong serta Hongpo Lan bertiga, sedang orang yang bertugas mendayung adalah seorang lelaki yang memakai baju serba hitam.

Ilmu mendayung lelaki itu sangat hebat, Tenaga dayungannya juga luar biasa, sekali mendayung sampan itu meluncur bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, sekilas pandang saja dapat diketahui bahwa lelaki itu adalah jagoan dan dunia persilatan.

Tampak sampan itu meluncur langsung menuju ke arah sebuah perahu yang berlabuh beberapa kaki di hadapannya, Lim Han-kim segera berpikir "Kemungkinan besar perahu itulah perahu yang sedang kucari- cari selama ini..."

Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, kembali terlihat sebuah sampan cepat sedang bergerak menuju ke arah sasaran yang sama, penumpang sampan tersebut ada dua orang, mereka adalah Li Bun-yang serta Han si kong.

sekali lagi Lim Han-kim berpikir: "Tampaknya dugaanku tak meleset kali ini"

Ia segera berjalan keluar dari ruang perahu dan berkata kepada gadis itu sambil menjura: "Nona, aku punya satu permintaan yang terpaksa harus kukemukakan harap nona bersedia membantu."

Gadis nelayan itu nampak agak tertegun, lalu ancamnya: "Bila kau berani punya pikiran jahat kepadaku, aku segera akan berteriak keras. jika kau berani menyentuh badanku, aku segera akan terjun ke air untuk bunuh diri"

Buru-buru Lim Han-kim goyangkan tangannya berulang kali, serunya: "Nona, kau jangan salah paham aku hanya ingin meminjam satu stel pakaian nelayan darimu."

Gadis nelayan itu perhatikan sekejap diri Lim Han-kim. kemudian baru menjawab: "Mungkin kau cocok dengan pakaian kakakku."

"Terima kasih atas kesediaanmu nona." sekali lagi Lim Han-kim memberi hormat.

Ketika gadis nelayan itu melihat pemuda tersebut meski berwajah buruk namun sikapnya lugu dan jujur, bahkan kepolosannya tak tampak dibuat-buat, tak tahan lagi sambil tertawa geli ia berkata: "Biasanya orang persilatan berhati keji dan ganas, salah sedikit saja segera turun tangan membunuh orang, Tapi aku lihat kau berbeda sekali dengan mereka, meski rupamu sedikit agak buruk dan aneh, ternyata hatimu sangat halus dan penuh sopan santun."

Lim Han-kim menghembuskan napas panjang. "Aku akan berterima kasih sekali kepada nona atas

bantuanmu ini. Bila urusanku hari ini dapat diselesaikan,

pasti akan kuberi imbalan yang setimpal kepadamu."

"sekeping uang perak itu sudah cukup untuk membeayai penghidupan kami sekeluarga selama berhari-hari, Kau tak perlu memberi ongkos lagi, Aku cuma berharap kita bisa segera kembali ke daratan agar keluargaku tidak bingung mencari aku."

"Jangan kuatir nona, paling cepat satu jam, paling lama sebelum matahari terbenam, kita pasti sudah kembali ke daratan,"

Gadis itu masuk ke dalam ruangan sambil mengeluarkan satu stel pakaian, sambil menyerahkan pakaian itu ia berkata: "Kau boleh tukar pakaian di dalam ruangan."

Tak lama kemudian Lim Han-kim sudah muncul dengan pakaian nelayannya, kepada gadis itu katanya: "Nona, silakan kau pegang kemudi, biar aku yang mendayung."

"Tidak usah" tampik gadis itu sambil menggeleng. "Tampaknya dia tak mau berdiri bersanding

denganku," pikir Lim Han-kim dalam hati., sambil berjalan menghampiri jala ikan, katanya lagi:

"Bagaimana kalau kubantu nona untuk mengeringkan jala ikan ini?" "Masa kau bisa?"

"Kita coba saja." Kemudian sambil membentangkan jala ikan tersebut, kembali ujar-nya: "sudahkah nona perhatikan arah yang dituju kedua buah sampan cepat itu?"

"Yaa, sudah kulihat"

"Mari kita kejar kedua sampan tersebut" Gadis nelayan itu seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi kemudian mengurungkannya, ia segera memutar kemudi dan mendayung perahunya menyusul kedua sampan tersebut

Tentu saja kecepatan gerak perahu nelayan ini kalah jauh bila dibandingkan kecepatan kedua sampan tersebut, Gadis itu terpaksa mendayung dengan sekuat tenaga, akibatnya keringat bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.

"Kau tak perlu gelisah," hibur Lim Han-kim sambil melirik gadis itu sekejap. "Mereka tak bakal pergi terlalu jauh, kejar saja pelahan lahan. Lebih baik lagi jika jejak kita tidak ketahuan mereka."

sambil menyeka peluh yang membasahi jidatnya tiba- tiba gadis itu bertanya: "Mau apa sih kau kejar mereka?"

"Nona tak usah kuatir, seandainya terjadi sesuatu peristiwa, tak nanti aku akan menyusahkan dirimu."

Kembali gadis nelayan itu berkerut kening, Dia seperti ingin mengucapkan sesuatu, tapi niat tersebut diurungkan kemudian-

Biarpun gerak laju perahu nelayan ini amat lambat, namun selisih jaraknya dengan perahu tersebut hanya seratus kaki lebih, Tak selang berapa saat kemudian mereka sudah tiba di hadapannya.

Dengan mengenakan topi bambu yang lebar untuk menutupi sebagian wajahnya, Lim Han-kim mencoba memperhatikan keadaan di sana, Tampak olehnya kedua sampan tadi telah mengepung sebuah perahu layar yang besar dan lebar.

Tampaknya perahu layar itu sudah menurunkan jangkar dan berlabuh di sana. Tubuh perahu kelihatan terombang-ambing mengikuti gulungan ombak, sebuah tiang dengan selembar kain yang lebar terlihat berkibar di ujung layar. Betul juga, Pada kain itu tertera beberapa huruf yang berbunyi: "Membalik tangan melumat Tiong- hui, sambil tertawa mengejutkan seebun"

Perahu layar ini mirip dengan sebuah perahu nelayan yang belum lama diubah sesuai bentuknya, di sana sini tampak bekas-bekas perubahan yang kelihatan masih baru.

selain kain lebar yang berkibar di atas tiang, suasana dalam perahu itu amat hening dan sepi, Pintu ruangan maupun jendela tertutup oleh kain berwarna merah yang tebal sehingga orang luar tak dapat melihatjelas keadaan di dalamnya.

Tiba-tiba Lim Han-kim bangkit berdiri, sambil menghampiri si nona nelayan, ia berbisik: "Nona, jangan terlalu dekat dengan mereka, daripada menimbulkan kecurigaan orang-orang di sampan tersebut"

Gadis nelayan itu manggut-manggut, pelan-pelan ia memutar haluan perahu dan bergerak menuju ke arah barat sementara itu sampan yang ditumpangi Li Tiong- hui tiba-tiba memutar haluan dan bergerak langsung menghampiri perahu layar itu.

Ketika sampan berada lebih kurang tujuh-delapan depa dari perahu besar, mendadak Hongpo Lan melompat naik ke atas perahu layar tersebut sambil berseru: "Aku mendapat perintah dari Bu-lim bengcu untuk menyambangi Anda yang berada dalam perahu, harap Anda bersedia menjumpai kami"

suasana dalam perahu layar itu amat hening, tak kedengaran seorang manusia pun menjawab.

Merasa sapaannya tak digubris, Hongpo Lan naik pitam. Dengan langkah lebar ia berjalan mendekati pintu ruangan sebelum ia sempat mendorong pintu tersebut, tiba-tiba Li Tiong-hui membentak keras: "Jangan bertindak gegabah"

Hongpo Lan menyahut dan segera mengundurkan diri, katanya sembari menjura: "siap menantikan perintah Bengcu berikut"

Li Tiong-hui memberi tanda, sampan itu segera bergerak mendekati perahu layar itu. pelan-pelan Li Tiong-hui bangkit berdiri lalu serunya: "Jago lihai dari manakah yang ada di sini?"

Baru saja ucapan tersebut diutarakan, mendadak pintu ruang perahu terbuka dan muncul selembar papan merah yang bertuliskan "Tidak terima tamu"

Li Tiong-hui mengerutkan kening, sambil melompat naik ke atas perahu ia berseru: "Li Tiong-hui khusus datang untuk bertamu" Kembali papan merah itu berputar, kali ini di atas papan itu tertera dua huruf yang amat besar: "silakan kembali"

Li Tiong-hui menghembuskan napas panjang, ia segera memberi tanda, Li Bun-yang, Han si-kong dan Yu siau-liong serentak melompat naik ke atas perahu besar itu.

Lim Han-kim yang menyaksikan kejadian ini segera berpikir di dalam hati: "Tampaknya Li Tiong-hui naik darah lantaran malu. Mungkin dia akan menerjang masuk dengan kekerasan"

sementara ia masih termenung, mendadak pemuda itu merasa ada empat buah sinar mata yang amat tajam sedang mengamati dirinya. Ternyata mereka adalah Han si-kong serta Li Bun- yang. jelas gerakan perahu nelayan yang memutar haluan telah memancing kecurigaan kedua orang tersebut.

Pengembaraan yang dilakukan Lim Han-kim selama beberapa bulan membuat pemuda ini lebih mampu menahan diri, Buru-buru ia tundukkan kepalanya, pura- pura membenahi jala ikan dan tidak menengok lagi ke arah mereka.

Terdengar ujung baju terhembus angin bergema datang, agaknya ada orang yang melompat naik ke perahu nelayan itu Lim Han-kim pura-pura tidak mendengar, ia tetap tundukkan kepalanya sambil membentang jala.

Terdengar Hongpo Lan menegur dengan suara dingin: "Sebetulnya apa maksud kalian mengejar sampan kami sampai di sini?" Lim Han-kim angkat kepalanya sedikit lalu menuding ke arah mulut sendiri sambil goyangkan tangannya berulang kali, ia sadar, begitu dirinya buka suara, pasti nada suaranya akan ketahuan sahabat karibnya ini, maka ia terpaksa berlagak bisu.

Hongpo Lan segera berpaling ke arah gadis nelayan itu sambil menegur: "Apakah dia bisu?"

Tampaknya gadis itu cerdik juga, dengan cepat ia mengangguk "Yaa, ia tak bisa bicara"

"Dia ini apa mu?"

"saudara sepupu" Tampaknya gadis itu sudah mempersiapkan jawaban yang jitu.

Menggunakan kesempatan tersebut Hongpo Lan memeriksa sekejap seluruh ruang perahu itu. Beberapa waktu kemudian ia baru berkata: "Turuti nasehatku, cepat tinggalkan tempat ini dan bawa perahumu menjauh dari sini" Gadis itu menyahut dan buru-buru memutar haluan perahu.

Hongpo Lan tidak banyak bicara lagi, ia segera melejit balik ke arah sampannya kemudian melompat baik ke atas perahu besar itu.

Lim Han-kim meletakkan kembali jala ikan ke atas geladak lalu menghampiri si nona seraya berbisik, "Jalanlah agak lambat." setelah itu dia kembali ke dalam ruang perahu dan mengintip dari balik jendela.

Tampak Li Bun-yang serta Han si-kong telah bergerak menghampiri pintu ruang perahu layar itu sementara Yu siau-llong serta Hongpo Lan berdiri di kedua sisi tubuh Li Tiong-hui. Dari kejauhan terdengar Li Tiong-hui berseru: "Apakah nona Pek yang berada di dalam ruang perahu?"

Kembali dari balik ruang perahu muncul sebuah papan merah bertuliskan beberapa huruf.

Ketika itu perahu nelayan yang ditumpangi Lim Han- kim sudah agak jauh meninggalkan perahu besar. Hanya mengandalkan ketajaman mata sulit baginya untuk melihat jelas tulisan pada papan itu. Namun samar-samar terbaca juga beberapa huruf yang berbunyi: "Ternyata Tiong-hui tidak pintar, buat apa kau menjadi ujung tombak?"

Begitu selesai membaca tulisan tersebut mendadak Li Tiong-hui mengulapkan tangannya seraya berseru: " Kembali ke perahu sendiri" Tanpa membuang waktu ia melompat balik lebih dulu ke atas sampan sendiri

Yu siau-liong, Hongpo Lan, Li Bun-yang serta Han si- kong serentak menyusul di belakangnya untuk kembali ke perahu sendiri Dalam waktu singkat kedua sampan tersebut sudah bergerak meninggalkan tempat itu.

Melihat hal ini buru-buru Lim Han-kim berseru: "Nona, cepat jalankan perahu ke dalam kelompok perahu nelayan lainnya, dengan begitu mereka tak akan melakukan suatu tindakan"

Gadis nelayan itu menyahut dan sekuat tenaga mendayung perahunya menyusup ke dalam rombongan perahu lainnya, Tak lama kemudian kedua sampan tersebut sudah menyusul tiba, tapi mereka hanya mengitari rombongan perahu nelayan itu sekali kemudian bergerak menuju ke timur. selang berapa saat kemudian kedua sampan itu sudah lenyap dari pandangan mata.

Dari dalam sakunya kembali Lim Han-kim merogoh keluar selembar daun emas. seraya meletakkan ke meja dalam ruangan, katanya: "Terima kasih banyak atas bantuan nona. Untuk sementara ini aku ingin mohon diri lebih dulu, mungkin malam nanti aku masih membutuhkan bantuan nona, Bila kau bersedia membantu, tolong pasanglah sebatang hio di atas geladak perahumu."

Dengan cepat dia melangkah keluar dari ruang perahu untuk kemudian melompat ke perahu sampingnya.

Dengan cepat pula ia sudah bergerak mencapai daratan.

sambil mengawasi bayangan punggung pemuda itu, dalam hati gadis nelayan itu berpikir "Biarpun orang ini punya wajah yang jelek. ternyata hatinya baik sekali..."

sementara itu setibanya di daratan, Lim Han-kim mencari sebuah tempat yang sepi untuk beristirahat Ketika hari sudah gelap baru dia balik kembali ke tepi sungai di mana perahu nelayan itu tertambat Benar juga, pada geladak perahu itu tertancap sebatang hio.

"Besar amat nyali budak ini," batin Lim Han-kim sambil melompat naik ke atas perahu. Waktu itu rembulan bersinar terang, angin berhembus sepoi-sepoi meninggalkan udara yang dingin,

"Nona..." sapa Lim Han-kim setelah membetulkan letak topinya,

Pintu ruang terbuka, gadis nelayan itu muncul lebih dulu diikuti seorang lelaki berperawakan tinggi besar. Melihat kehadiran lelaki itu, Lim Han-kim membatin: "Tampaknya ia berniat membohongi aku..."

Belum habis ingatan itu melintas, si nona sudah menengok ke arah Lim Han-kim sambil berbisik kepada lelaki kekar itu: "Dialah orang yang kumaksudkan..." Lalu sambil menuding ke arah lelaki kekar itu, katanya lagi: "Dia adalah kakak kandungku" Lim Han-kim segera memberi hormati "Maaf saudara, aku ingin meminjam perahumu."

"Adikku telah menerangkan niatmu ini kepadaku tadi, sebagai orang awam yang tidak mengenal dunia persilatan, sebetulnya kami enggan melibatkan diri dalam persoalan macam begini, tapi menurut adikku kau sangat baik dan tahu sopan santun."

"Anda tak perlu cemas," tukas Lim Han-kim. "Bila terjadi sesuatu, aku tak akan melibatkan kalian."

"Kau hendak ke mana?"

"sore tadi adikmu sudah ke situ"

Gadis nelayan itu bergerak menuju ke buritan perahu, lalu serunya: "Aku tahu tempatnya Kau mendayung biar aku yang pegang kemudi"

Tak lama kemudian bergeraklah perahu nelayan itu menembus ombak sungai menuju ke barat, Lebih kurang sepenanakan nasi kemudian, sampailah mereka di sisi perahu besar tadi.

Di bawah sinar rembulan tampak perahu besar itu berlabuh dengan tenang di atas permukaan air. Tidak nampak cahaya lentera dalam ruang perahu itu namun daun jendela terpentang lebar. Tampaknya penghuni perahu tersebut sedang menikmati keindahan malam.

sambil berdiri di ujung geladak, Lim Han-kim memberi hormat dan berseru keras: "Aku, Lim Han-kim, ingin bertemu dengan jago lihai dalam perahu"

Baru selesai ia berseru, pintu ruangan telah terpentang lebar, seorang gadis yang menyoren pedang munculkan diri seraya berseru: "Apakah Lim kongcu di situ? Masih ingat dengan budak?"

Lim Han-kim melompat naik ke atas perahu besar itu, sapanya sambil tertawa: "Kau adalah nona Hiang- kiok. masa aku lupa?"

Gadis berpedang itu memang Hiang- kiok. Ditatapnya wajah Lim Han-kim lekat-lekat, sampai lama kemudian ia baru menegur: "Kau benar-benar adalah Lim siangkong?"

Rupanya saat itu ia berdandan sebagai seorang nelayan sehingga tak heran kalau Hiang- kiok tidak kenal dan menaruh curiga. "Nona, masa suaraku pun tidak kau kenali lagi?" seru Lim Han-kim.

"suaranya sih rasanya mirip sekali . . ."

Tiba-tiba dari dalam ruangan terdengar suara seorang gadis berseru dengan nyaring: "suara itu memang suara Lim siangkong, persilakan dia masuk"

"Kalau nona sudah bilang betul, dia tak bakalan keliru lagi"

Lim Han-kim segera berpaling ke arah kakak beradik di atas perahu nelayan, serunya sambil menjura: "sekarang kalian berdua boleh pergi, bantuan Anda tak akan kulupakan untuk selamanya" Maka bergeraklah perahu nelayan itu meninggalkan tempat tersebut.

Lim Han-kim sendiri pelan-pelan membalikkan badan dan berjalan menuju ke ruang perahu, ia berjalan sangat lamban sementara pikirannya berputar kencang, pikirnya: "sepatutnya aku gembira karena ia berhasil mempelajari ilmu sesat dan lolos dari kematian, Namun ia pernah berkata, apabila ilmu sesat tersebut berhasil dipelajari maka selangkah demi selangkah dia akan terjerumus ke dalam cengkeraman iblis, bahkan watak akan turut berubah, Entah bagaimana sikap serta tindak-tanduknya kini?"

sementara berpikir ia sudah masuk ke dalam ruangan, cahaya api tampak berkilat, sebatang lilin telah disulut Tampak Pek si- hiang duduk di atas selembar kulit harimau dengan wajah bersinar, pipinya merah dan ia memakai baju berwarna putih.

Tatkala melihat Lim Han-kim berjalan masuk, ia cuma ulapkan tangannya sambil menyapa: "Lim Han-kim, baik- baikkah kamu selama ini?"

Lim Han-kim tertegun, Diamatinya Pek si hiang dengan wajah melongo, sampai lama sekali ia tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun. Ternyata sikap maupun cara bicara Pek si- hiang ketika bertemu dengannya sekarang ternyata jauh berbeda dengan apa yang diduganya semula.

"Kenapa sih kau memandangi wajahku terus? sudah tidak kenal?" kembali Pek si- hiang menegur seraya membenahi rambutnya. "Nona, kau benar-benar telah berubah" bisik Lim Han- kim. Pek si- hiang terawa,

"Berubah jadi lebih segar dan makmur bukan? Tapi coba kau tengok dandananmu sekarang, bukankah kau pun berubah?"

"Yang kumaksudkan bukan bentuk luar nona, tapi watak serta tindak-tandukmu."

"O ya? Bagian mana yang berubah?"

"Aku tak bisa mengatakannya," Lim Han-kim menggeleng, "Pokoknya seluruh tubuhmu, semua tingkah laku, setiap kata dan tertawamu sudah berbeda sekali dengan keadaan dulu."

sementara itu siok-bwee telah muncul dengan membawa baki berisi teh wangi, segera ia menyapa: "Lim siangkong, baik-baik sajakah kau selama ini? silakan minum teh."

"Terima kasih nona," Lim Han-kim menerima cawan teh itu.

Hiang- kiok segera menarik sebuah bangku dan meletakkannya di belakang pemuda itu, lalu katanya: "Lim siangkong, silakan duduk"

Pelan-pelan Lim Han-kim duduk. setelah melepaskan topi bambunya ia berkata: "Nona, tolong ambilkan sebaki air. Aku hendak mengubah kembali wajahku menjadi seperti sedia kala."

sambil berkata, sepasang matanya mengawasi terus wajah Pek si-hiang tanpa berkedip. Hiang- kiok menyahut dan beranjak pergi, tak lama kemudian ia sudah muncul dengan membawa sebaskom air.

Lim Han-kim mengambil keluar obat pemulih wajah pemberian seebun Giok-hiong dan menuangnya ke dalam air, setelah itu ia mulai mencuci wajahnya dengan air obat itu.

Betul juga, obat itu sangat manjur, tak selang berapa saat kemudian wajahnya sudah pulih kembali seperti sedia kala, tampan dan menawan hati.

Pek si- hiang angkat wajahnya memandang Lim Han- kim sekejap. lalu katanya sambil manggut-manggut: "Ehmmm, tak heran kalau seebun Giok-hiong menempel ketat di sisimu dan enggan melepaskan kau pergi, Ternyata wajahmu memang tampan dan sangat menawan hati." 

Lim Han-kim mengerutkan kening, dan menukas: "Aku masih tetap aku yang dulu, justru nona yang telah berubah, bukan nona yang dahulu lagi"

Berubah hebat paras muka Pek si- hiang. Tiba-tiba ia tertawa dingin, sambil melemparkan pandangan matanya keluar ruangan, hardiknya: "siapa di situ?"

"Aku, Li Tiong-hui" seseorang menjawab dengan suara yang merdu. Menyusul kemudian pintu ruang didorong dan gadis itu berjalan masuk ke dalam.

Lim Han-kim turut berpaling, Tampak gadis itu mengenakan pakaian ringkas berwarna hijau dengan rambut yang dibungkus saputangan berwarna hijau pula, Mantelnya berwarna hitam dan ia tidak membawa senjata.

"Li Tiong-hui" tegur Pek si- hiang ketus, "siapa suruh kau turut masuk kemari?"

Dengan agak tertegun Li Tiong-hui berhenti buru-buru katanya sambil memberi hormat: "Bila kedatanganku kau anggap lancang, harap cici sudi memaafkan kelancangan ku ini."

"Sebelum senja tiba tadi, kau telah mengajak anak buahmu datang mengusikku, Waktu itu aku toh sudah peringatkan kau agar tidak datang mengusik ketenanganku lagi, masa baru selisih berapa jam, kau sudah melupakan peringatanku itu?"

Li Tiong-hui semakin tertegun dibuatnya, "Aku tahu tindakanku itu salah, justru karena itulah aku hadir kemari malam ini tanpa kawan, Aku datang untuk minta maaf kepada cici."

Bagaimana juga ia masih menaruh perasaan yang amat menghormat terhadap Pek si- hiang sehingga meskipun dalam hati merasa tak senang hati, namun ia tetap merendah bahkan mau minta maaf.

Pek si- hiang mengalihkan sorot matanya ke wajah Hiang- kiok, katanya tiba-tiba: "Apa hukuman bagi orang yang berani memasuki perahu kita secara lancang?"

"soal ini... soal ini. . . budak . .." Hiang-kiok nampak gelagapan. Pek si- hiang semakin gusar, kembali hardiknya: "Apa ini itu, ayoh cepat jawab"

Hiang-kiok melirik Lim Han-kim sekejap lalu menengok pula ke arah Li Tiong-hui, setelah itu baru ia menjawab: "Bagi pelanggar, hukumannya adalah kutungi sepasang kakinya"

Pek Si-hiang segera mengalihkan kembali sorot matanya ke wajah Li Tiong-hui, "Sudah kau dengar?" bentaknya.

"Yaa, sudah kudengar"

"setelah mendengar, apa yang hendak kau lakukan?"

Li Tiong-hui termenung sambil berpikir sejenak, lalu ia balik bertanya: "Menurut pendapat nona Pek, apa yang harus kulakukan?"

"Tentu saja melaksanakan hukuman itu"

"Bila cici memaksa hendak menerapkan hukuman tersebut kepadaku, aku memang tak bisa berkata apa- apa lagi, cuma sebelum itu aku punya sebuah syarat."

"Apa syarat itu?"

Dengan sedih Li Tiong-hui mengalihkan sorot matanya ke wajah Lim Han-kim. Dari dalam sakunya iia mengambil keluar sebuah panji berbenang emas yang bertuliskan- "Bengcu-Ki". setelah melakukan itu ia pun berkata: "Selama ini aku paling kagum dengan kecerdikan serta kehebatan cici dalam mengatur strategi. Adapun kedatanganku malam ini juga lantaran ingin memohon kepada cici akan satu hal, tak disangka kehadiranku ternyata sudah melanggar pantangan yang cici terapkan. Asal nona Pek bersedia menerima panji Bengcu ini serta mau memimpin dunia persilatan untuk melenyapkan ancaman seebun Giok-hiong, jangan lagi baru mengurungi sepasang kakiku, bahkan hendak mengorek keluar hatiku pun aku tak akan meampik apalagi menyesal"

"Masalah ini merupakan dua masalah yang berbeda, kau tak bisa mencampur-baurkan menjadi satu persoalan yang sama" kata Pek si- hiang dengan kening berkerut.

Mimpi pun Li Tiong-hui tidak menyangka Pek Si- hiang yang dahulu begitu lemah dan ramah, kini secara tiba- tiba telah berubah jadi begitu dingin, kaku, kejam dan sama sekali tak berperasaan-

Tanpa terasa rasa sedih, kecewa bercampur rasa tercengang menyelimuti seluruh perasaan hatinya, dengan termangu-mangu diawasinya wajah gadis tersebut tanpa berkedip.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar