Pedang Keadilan II Bab 27 : Kakek jelek Nenek Cantik

 
Bab 27. Kakek jelek Nenek Cantik

"Nona tak usah sungkan-sungkan lagi," ucap Lim Han- kim sambil berjalan ke depan.

seebun Giok-hiong segera mempercepat langkahnya mengikuti di sisi kanan pemuda itu, seraya berujar: "Berjalanpun ada aturannya, pria mesti di sebelah kiri dan perempuan di sebelah kanan."

Lim Han-kim hanya tersenyum tanpa menanggapi. saat itu mereka berdua sudah tiba di depan pintu gerbang.

Mendadak seperti teringat akan suatu masalah yang serius, seebun Giok-hiong segera menarik baju Lim Han- kim sambil berhenti, berkata: "saudara Lim, kalau tak salah bukankah aku sudah memberimu obat pembersih wajah? Kenapa tak kau gunakan?"

"Aku sudah terbiasa dengan wajahku yang jelek dan menyeramkan ini, sehingga sayang rasanya untuk melenyapkan bentuk muka itu." sementara dalam hatinya ia berpikir dengan cemas:

"Kita sudah hampir melangkah masuk ke dalam kuil, buat apa kau singgung masalah tetek bengek yang sama sekali tak berarti . . ."

Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, paras muka Seebun Giok-hiong mendadak berubah amat serius, setelah tarik napas panjang-panjang katanya: " Hati- hati saudara Lim, aku segera akan membuka jalan untukmu." sekali melejit ke udara, tahu-tahu badannya sudah meluncur ke depan dan melayang turun persis di tengah halaman.

Teringat bagaimana bahaya dan mengerikannya suasana semalam, Lim Han-kim tak berani bertindak gegabah, sambil mengerahkan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya untuk bersiap siaga, pelan-pelan dia berjalan masuk ke dalam.

sesudah masuk ke dalam ruangan, sorot matanya segera dialihkan ke arah mana siau-cui bertiga dirobohkan semalam, Tapi sejauh mata memandang hanya tanah kosong di situ, bayangan tubuh ketiga orang itu sudah lenyap entah ke mana.

Tak kuasa lagi ia berseru tertahan: "Aaaah, semalam dengan jelas kusaksikan mereka bertiga roboh di tempat ini, kenapa bisa lenyap secara mendadak?"

seebun Giok-hiong tertawa dingin, "Hmmm, ke mana lagi, pasti sudah mereka sembunyikan. . . "

Tiba-tiba ia memutar badannya, dengan sorot mata yang tajam diawasinya patung dewi itu lalu katanya: "Jika kalian berani melukai anak buahku, aku bersumpah akan meratakan bangunan kuil Thian-li-bio ini hingga rata dengan tanah"

Melihat ulah rekannya ini, dalam hati Lim Han-kim berpikir "Patung dewi itu paling banter terbuat dari tanah liat, apa gunanya kau berbicara dengannya, toh ia tak mungkin menjawab." Sementara masih berpikir, mendadak ia jumpai bunga yang berada di tangan kanan patung dewi itu bergetar meski tak ada hembusan angin.

Dengan sigap seebun Giok-hiong menarik tangan Lim Han-kim sambil berbisik: " Hati- hati" Dengan gerakan cepat dia mundur tiga langkah.

"Ada apa?" tanya Lim Han-kim bingung. "Kemungkinan besar mereka gunakan goncangan

pada bunga itu untuk melepaskan racun secara diam-

diam."

"seebun Giok-hiong benar-benar hebat dan penuh kewaspadaan, aku harus merasa salut atas kemampuannya ini" puji Lim Han-kim dalam hati.

Terdengar seebun Giok-hiong berkata lagi dengan suara lirih: "saudara Lim, kau membawa senjata rahasia?"

"Tidak. aku tak pernah menggunakan senjata rahasia selama hidupku," pemuda itu menggeleng.

Tanpa banyak bicara seebun Giok-hiong menonjok dinding kuil di sisinya dengan ujung jari tangan, Dinding batu bata yang keras itu seketika sompal sebagian.

Meskipun tangannya bekerja keras menghancurkan dinding, namun sorot matanya yang tajam mengawasi terus patung dewi itu tanpa berkedip.

setelah berhasil meremukkan dinding ruangan, dengan hancuran batu bata yang diperolehnya tiba-tiba ia sambit patung dewi itu dengan kekuatan luar biasa.

Blaaammmmm . . . sambitan itu dengan telak menghajar tangan kanan patung dewi yang memegang bunga itu, tapi bagaikan menghantam di atas lapisan baja yang keras, kepingan batu bata itu seketika hancur lebur dan tersebar ke mana-mana.

Dengan wajah tertegun Lim Han-kim bergumam: "Kokoh amat patung dewi itu, tampaknya bukan terbuat dari tanah liat biasa."

"Memang, patung itu terbuat dari baja murni" sahut seebun Giok-hiong setengah berbisik, setelah berhenti sejenak. kembali ujarnya: "saudara Lim, tolong kau menempel ketat di belakangku. Hati-hati terhadap sergapan senjata rahasia yang datang dari belakang."

sambil berkata, ia melanjutkan langkahnya mendekati patung dewi tersebut Lim Han-kim cukup sadar akan keterbatasan ilmu silat yang dimilikinya dan masih ketinggalan jauh bila dibandingkan seebun Giok-hiong.

Melihat gadis lihai ini menunjukkan sikap yang begitu berhati-hati, ia tak berani gegabah lagi, Dari balik sakunya ia cabut keluar pedang jin-siang-kiam yang amat tajam itu, lalu sambil digenggam kencang-kencang ia berjalan mengikuti di belakang gadis itu.

siapa tahu apa yang kemudian berlangsung sama sekali di luar dugaan mereka berdua. Ketika tiba di hadapan patung dewi tersebut ternyata mereka tidak menjumpai hadangan atau sergapan apa pun. Ketika menengok ke arah altar, tampak dupa di depan patung tersebut masih mengepulkan asap dupa yang tipis dan harum. Dengan pandangan tajam seebun Giok-hiong periksa sekeliling ruangan itu, tampak di kedua sisi ruang utama masing-masing terdapat sebuah pintu kecil yang saat itu berada dalam keadaan tertutup rapat.

Kecuali dua buah pintu kayu yang tertutup itu, pemandangan dalam ruang akar itu amat gamblang dan jelas, mustahil ada orang dapat bersembunyi di sana tanpa ketahuan jejaknya.

"Nona," bisik Lim Han-kim kemudian. "Apa perlu kita dobrak kedua pintu di sisi ruangan ini dan periksa isinya?"

"Tak usah terburu napsu," sahut seebun Giok-hiong lirih, "Yang penting kita hadapi dulu patung dewi tersebut"

Kemudian setelah menghimpun tenaga dalamnya, ia berbisik lagi: "saudara Lim, hati-hati keracunan"

Tangan kanannya mendadak diayun ke depan menghajar patung dewi itu kuat-kuat segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat langsung menyapu ke depan menerjang patung tersebut. Dengan tenaga dalam yang di-milikinya, gempuran tersebut boleh dibilang mempunyai kekuatan hingga ribuan kati beratnya.

Blaaammmm. . .

Diiringi suara yang keras, patung dewi itu segera roboh terjungkal dan menggelinding ke atas tanah.

selesai melepaskan gempuran yang maha dahsyat tadi, dengan cepat seebun Giok-hiong menarik tangan Lim Han-kim dan mengajaknya mundur sejauh berapa depa sambil siap siaga menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.

Ketika patung dewi yang tinggi besar itu roboh ke tanah, debu dan pasir segera beterbangan memenuhi ruangan.

Lebih kurang sepeminuman teh kemudian suasana baru mereda dan pemandangan dalam ruangan kuil itu baru tampak jelas kembali.

Ketika keadaan di sekitar situ diperiksa, selain patung dewi yang sudah roboh ke atas tanah, ternyata keadaan di sana tetap seperti sediakala tanpa perubahan apa pun.

"Aneh... sungguh aneh..." gumam seebun Giok-hiong dengan alis mata berkernyit.

"Apanya yang aneh?"

"Rasanya patung dewi itu merupakan tombol utama untuk menggerakkan semua alat rahasia yang terpasang di sini, Kini patung itu sudah roboh, paling tidak mestinya sudah terjadi suatu reaksi."

"siapa tahu patung ini sengaja dipasang hanya bermaksud untuk mengelabui orang hingga perhatian kita cuma tertuju kemari?"

Berkilat sepasang mata seebun Giok-hiong sesudah mendengar perkataan ini, ditatapnya wajah Lim Han-kim lekat-lekat lalu pujinya sambil tertawa: "Waaah, tak kusangka kemajuan yang berhasil kau raih besar sekali Nampaknya tidak susah bagimu untuk meraih kedudukan Bu-lim Bengcu di kemudian hari." "Nona, apa sih yang kau maksudkan?" seru Lim Han- kim keheranan

"Aku bilang kedudukan Bu-lim Bengcu di kemudian hari bakal terjatuh ke tanganmu."

Lim Han-kim segera tertawa hambar, "Nona, buat apa kau mengejekku lagi?"

"Aku tidak mengejek, aku bicara sungguh-sungguh dan serius. Buat apa sih bergurau denganmu," kata seebun Giok-hiong dengan paras muka amat serius.

Kalau selagi tertawa ia nampak manja, cantik dan menawan hati, maka setelah bersikap serius, gadis ini nampak gagah, berwibawa dan memberi kesan serius bagi siapa pun yang melihat.

Lim Han-kim menghela napas panjang, "Aaaai... sementara waktu lebih baik jangan kita bicarakan masalah ini dulu, Mari kita bongkar rahasia yang menyelubungi kuil ini dan menyelamatkan ketiga orang anak buahmu yang tertawan."

Tiba-tiba seebun Giok-hiong turut menghela napas panjang, katanya agak menyesal: "Aaai, nampaknya aku mengumbar emosi lagi?"

"Tidak apa-apa" pemuda itu tertawa hambar. "Aku sudah terbiasa bersikap harus terhadap anak

buahku hingga sikap tersebut sudah mendarah daging

dan menjadi kebiasaan. Aku tak sengaja bersikap demikian kepadamu barusan, tolong kau jangan marah apalagi tersinggung."

"Nona kelewat serius." Bicara sampai di sini, ia segera mengayunkan langkah menghampiri pintu ruangan sebelah kiri yang masih tertutup rapat itu. Terasa angin berhembus lewat, tahu- tahu seebun Giok-hiong sudah berebut berjalan duluan di depan pemuda itu, sambil menghalangi jalan pergi Lim Han-kim, ia berkata dengan diiringi tawa: " Kau tak boleh kelewat gegabah"

Terpaksa Lim Han-kim berhenti, namun di hati kecilnya dia berpikir kembali: "Kalau memang patung dewi itu bukan tombol utama untuk menggerakkan alat rahasia, masa kita harus berpeluk tangan saja sambil menunggu pihak musuh yang menampilkan diri lebih dulu?”

Agaknya seebun Giok-hiong dapat membaca jalan pikiran pemuda itu, tiba-tiba katanya sambil tertawa hambar: "saudara Lim, pernahkah kau membayangkan akan suatu hal?"

"Aneh betul perempuan ini," batin Lim Han-kim. "Dalam keadaan dan situasi seperti ini, di mana musuh tangguh berada di depan mata dan nasib anak buahnya masih menjadi pertanyaan besar, kenapa ia masih sempat mengajukan pertanyaan yang tak ada artinya?" Meski begitu, ia juga menyahut: "Membayangkan apa?"

"Membayangkan bahwa kita telah berjumpa dengan seorang musuh yang licik, berilmu tinggi tapi pengecut"

"Nona maksudkan, orang yang menghuni dalam kuil Thian-li-bio ini?"

"Benar, Kemungkinan besar orang ini adalah satu- satunya musuh tertangguh yang pernah kujumpai sejak kemunculanku dalam dunia persilatan" "Aaaah, masa iya?" Dengan perasaan tak puas Lim Han-kim berseru: "Mana mungkin dia bisa melebihi kemampuan Pek si-hang?" seebun Giok-hiong tersenyum.

"Kecerdasan otak Pek si-hiang memang sepuluh kali lipat lebih hebat ketimbang kemampuanku tapi sayang ia tak pandai ilmu silat, Bila kecerdasan dan ilmu silat digabungkan maka musuh yang kita hadapi sekarang ini boleh dibilang merupakan satu-satunya musuh tertangguh yang pernah kuhadapi"

"Dari sistem yang diatur dalam ruang kuil ini, mungkin saja nona bisa menilai tingkat kecerdasan yang dimilikinya. Tapi dari mana pula kau bisa tahu kalau ilmu silat yang dimilikinya amat tangguh?"

"Tentu saja berdasarkan kecepatan gerak yang dilakukan orang itu ketika menyergapmu semalam, Aku yakin orang awam tak akan mampu bergerak secepat itu."

"Aaaai... tampaknya apa yang nona katakan memang benar." Lim Han-kim menghela napas panjang, "Heran, hanya pengetahuan secetek ini pun aku tak bisa memahami..."

sambil tersenyum seebun Giok-hiong berkata: "sesungguhnya selisih kecerdasan antara satu orang dengan orang yang lain tak akan terlalu banyak. Asal kau mau memperhatikan dengan lebih cermat saja, segala sesuatunya dapat terlihat dengan jelas."

"Cukup menilai dari ungkapannya ini bisa disimpulkan bahwa kemampuan yang dimiliki seebun Giok hong luar biasa hebatnya," pikir Lim Han-ki di hati. Maka ia pun berkata: "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"

"Lebih baik tunggu sejenak lagi, bila tak terjadi suatu, perubahan barulah kita ambil langkah berikut."

Meskipu di luar Lim Han-kim tidak mengatakan apa- apa, namun dalam hati kecilnya ia berbisik: "Aku tak setuju dengan pendapatmu itu"

Baru saja ingatan tersebut melintas lewat, mendadak terdengar suara yang dingin menyeramkan bergema memecahkan keheningan "selama puluhan tahun hidup di sini, belum pernah ada orang berani bertindak sekasar ini dalam kuil Thian-li-bio, apalagi berani merobohkan patung dewi suci di hadapanku Hmmmm... ketahuilah, pembalasan segera akan tiba"

Dengan sorot mata yang tajam seebun Giok-hiong mengawasi keadaan di sekeliling ruangan itu, namun mulutnya tetap membungkam.

Lim Han kim dapat menangkap suara itu berasal dari belakang meja altar, maka bisiknya: "Nona, tolong lindungi aku, biar kuperiksa keadaan di belakang akar tersebut." sambil berkata, ia beranjak maju ke muka.

"jangan gegabah" cegah seebun Giok-hiong. "Kalau tidak diperiksa, apakah kita harus saling

menunggu di tempat ini?" bantah Lim Han-kim sambil

berhenti.

"Tampaknya ia sudah siapkan alat jebakan di belakang altar tersebut dan sengaja memancing kita agar masuk perangkap. Hmmm Hanya permainan kaum kurcaci pun mau dipamerkan di hadapanku. ia tak khawatir kutertawakan sampai copot gigi depanku?" Dengan kening berkerut terpaksa Lim Han-kim mundur kembali ke tempat semula.

Terdengar suara yang dingin menyeramkan itu kembali berkumandang dalam ruangan-"Selama aku tak munculkan diri, aku yakin kalian tak bakal bisa menemukan jejakku" seebun Giok-hiong tertawa dingin.

"Huuuh, ngakunya seorang lelaki sejati, nyatanya cuma berani kasak-kusuk dalam kuil wanita Lelaki jantan macam apa kamu itu? Huuuuh, aku rasa kau tentu seorang banci"

suasana amat hening, sampai sepeminuman teh lamanya pun tetap tak kedengaran suara tanggapan-

Melihat itu, dengan kening berkerut seebun Giok-hiong mengejek lagi: "Kau anggap kami bakal melacak jejakmu di dalam kuil ini? Hmmm, kecuali kau tampil sendiri dan kita bertarung dengan andalkan kepandaian silat masing- masing untuk tetapkan siapa yang lebih unggul, percuma saja bila kau ingin memancing kami masuk perangkap dan pingin ambil keuntungan dengan andalkan alat rahasiamu.

Dengarkan baik-baik, aku bisa perintahkan anak buahku untuk kumpulkan beribu-ribu kati kayu kering yang disusun di sekeliling kuil ini, lalu kubakar kalian selama tiga hari tiga malam, ingin kulihat mampu tidak kubakar kalian hingga hancur lebur"

Kali ini terdengar suara perempuan yang dingin menyeramkan bergema datangi "Bila kau ingin menjajal ilmu silatku, datang lagi tengah malam nanti, sampai waktunya aku pasti akan memberi pelajaran yang setimpal kepadamu."

"Kenapa harus menunggu sampai tengah malam? Masa kalian tak berani melihat sinar matahari di siang hari?" seru Lim Han-kim.

"Aku paling benci dengan siang hari" kata perempuan tua itu dingin dan ketus.

"Sebaliknya aku justru paling muak dengan malam hari..."

"Huuuuh, melihat tampangmu yang jelek menyeramkan, lebih baik muncul di malam hari saja."

seebun Giok-hiong tertawa terkekeh, tukasnya: "Untuk bertarung melawan musuh, kecerdasan dan ilmu silat merupakan modal utama, buat apa kau singgung soal jelek atau tidak?"

Dengan sorot mata yang tajam Lim Han-kim berusaha mencari sumber suara itu di seputar ruangan, sedang di hati kecilnya ia berpikir: "Dia bisa mengatakan wajahku amat jelek dan aneh, hal ini membuktikan ia dapat melihat raut wajahku secara jelas, Kalau dia bisa melihatku, berarti bila aku mau memeriksa dengan lebih cermat, pasti akan kutemukan juga jejaknya . . . "

Mendadak ia mendengar seebun Giok-hiong berbisik dengan suara lirih: "saudara Lim, nampaknya keadaan sedikit kurang menguntungkan. Ruang kuil ini sempit lagi kecil, paling gampang untuk melepaskan racun. Kita tak boleh kelewat lama berada disini. Ayoh mundur secepatnya saudara Lim bisa mundur duluan, biar aku menjagamu dari belakang." sudah semenjak awal Lim Han-kim mengagumi kecerdasan maupun ilmu silat yang dimiliki wanita ini. ia tahu gadis tersebut tentu punya alasan yang kuat untuk bertindak demikian hingga ia diperingatkan dengan memakai ilmu menyampaikan suara, pikirnya: "Tak nyana seebun Giok-hiong bertindak begitu cermat dan berhati-hati meski ilmu silat yang dimilikinya amat tinggi dan hebat Di balik keangkuhannya ternyata terselip ketelitian, benar-benar mengagumkan-"

Berpikir begitu, ia segera mengundurkan diri dari ruang kuil itu dengan cepat. Terdengar ujung baju terhembus angin, ternyata seebun Giok-hiong mengikuti pula dari belakangnya melompat keluar dari ruang kuil tersebut.

Walaupun gerak mundur dua orang itu berlainan waktu, ternyata hampir pada saat yang bersamaan mereka tiba di luar pintu kuil. Blaaammmm. . .

Terdengar bunyi getaran yang amat keras, tahu-tahu pintu gerbang kuil itu sudah menutup kembali

"Cepat amat gerakan tubuhnya" puji Lim Han-kim. sebaliknya seebun Giok-hiong tertawa dingin sambil

menjengek: "Hmmm, apanya yang cepat? Pintu kuil itu

sudah terpasang alat rahasia yang terkontrol dari tempat persembunyian mereka, tentu saja gerakannya sangat cepat"

Lim Han-kim segera merasakan pipinya jadi panas lantaran jengah, katanya cepat: "Betul juga pendapat nona." Sementara dalam hatinya ia mengumpat diri sendiri: "Tolol amat kamu, masa urusan ini pun tak terpikir olehmu?"

Sementara itu seebun Giok-hiong sudah mendongakkan kepala memandang cuaca lalu sambil menarik tangan Lim Han- kim ia bergerak menuju ke bangunan kuil sebelah belakang.

Bagian belakang kuil tersebut merupakan punggung dari ruang utama bangunan itu, segala sesuatunya tampak lebih jelas. "Nona, apa yang kau lihat?" bisik Lim Han- kim.

"Ingin kulihat tempat persembunyian mereka." "Aneh..." pikir Lim Han- kim. jelas mereka

bersembunyi di dalam ruang tengah dalam kuil tersebut,

mau apa kau tengok bagian belakangnya?"

Terdengar seebun Giok-hiong berkata lagi: "saudara Lim, pernah kau dengar suara pembicaraan mereka?"

"Yaa, sudah kudengar" "Apa perasaanmu?"

"Tampaknya lelaki dan wanita itu menempati ruangan yang berbeda."

"Kecuali itu?"

"Aaaah maaf, aku tak menangkap apa-apa." seebun Giok-hiong segera tertawa: "sudahkah kau

perhatikan bahwa suara pembicaraan mereka sering bergerak kian kemari?" Lim Han- kim mencoba untuk membayangkan sebentar, lalu serunya: "Yaa, memang begitu."

"Nah, itulah tujuanku datang ke bagian belakang kuil ini. Aku ingin menyelidiki apakah ruang tengah benar- benar dibangun dengan dua dinding yang terpisah."

Diam-diam Lim Han-kim menghela napas panjang, batinnya: "Kenapa pikiranku tak pernah bisa mencapai ke taraf itu?"

Terdengar Seebun Giok-hiong berkata lebih jauh: "Bila dugaanku tak salah, tampaknya bangunan kuil Thin-li-bio ini sudah dirombak total oleh mereka. Hanya satu hal yang tak habis kumengerti, kalau memang mereka memiliki ilmu silat yang luar biasa hebatnya, kenapa mereka justru memilih bangunan semacam Thian-li-bio sebagai tempat tinggalnya?"

Tergerak hati Lim Han-kim setelah mendengar ucapan itu, pikirnya: "Benar juga ucapan ini. Bila mereka memiliki ilmu silat yang begitu hebat dan lihai, kenapa justru memilih kuil Thian-li-bio yang bobrok dan terpencil sebagai tempat tinggalnya, apalagi berdiam di balik himpitan lapisan tembok yang sempit? Kejadian ini betul- betul amat mencurigakan"

Sementara itu Seebun Giok-hiong sedang menengadah memandang lapisan awan di angkasa dengan wajah termenung, Keningnya berkerut jelas ia sedang memeras otak untuk memecahkan kecurigaan ini.

Mengapa seorang jagoan berilmu begitu hebat memiih tempat terpencil macam Thian-li-bio sebagai tempat tinggalnya? Lim Han-kim mencoba berpikir dan berusaha memecahkan teka-teki itu. Keheningan yang mencekam berlangsung hampir sepeminuman teh 1amanya. Tiba-tiba terdengar Seebun Giok-hiong bergumam: "Aaaah, pasti begitu Pasti begitu" Kemudian sambil berpaling ke arah Lim Han-kim, ia bertanya: "Saudara Lim, berhasil menemukan sesuatu?"

"Menemukan apa?"

"Apa sebabnya mereka berdiam di sini?"

Dengan cepat Lim Han-kim menggeleng. "Aku belum berhasil menemukan jawabannya".

"Ditinjau dari niat mereka berdiam dalam kuil Thian-li- bio yang begini terpencil, membuktikan bahwa mereka memang sengaja menghindari keramaian dunia, Namun bila diingat begitu banyak tempat indah di seantero daratan yang nyata jauh lebih menyenangkan dari tempat ini, timbul lagi pertanyaan lain, kenapa mereka justru memilih tempat tinggal semacam ini?"

"Ehmmm, betul juga"

seebun Giok-hiong segera melanjutkan "Ditilik dari kedua fakta tersebut, bisa disimpulkan kalau mereka memang punya niat atau tujuan tertentu sehingga secara sukarela berdiam di tempat ini, Kemungkinan lain, mereka memang disekap orang di tempat ini sehingga mau tak mau harus menerima keadaan tersebut."

"Lantas menurut pendapat nona, lebih condong ke arah mana tujuan mereka yang sebenarnya?"

"Aku lebih condong pada alasan yang pertama." "Atas alasan apa kau memilih demikian?" "seandainya mereka dikurung orang di tempat ini, bisa dibayangkan betapa tersiksa dan menderitanya penghidupan mereka, setelah disiksa bertahun-tahun, sifat kasar, berangasan dan gampang emosi mereka tentu sudah terlalap habis oleh jalannya waktu, mustahil sikap mereka begitu garang sehingga melarang siapa saja mendekati kuil Thian-li-bio ini."

"Aaah, belum tentu begitu Menuruti pendapatku justru lantaran mereka tersekap cukup lama di sini hingga sifat mereka pun ikut berubah jadi dingin kejam dan tak berperasaan sama sekali, selalu menaruh dendam terhadap setiap orang yang dijumpainya."

"Waaah, tak nyana kau sudah memperoleh kemajuan yang pesat" puji seebun Giok-hiong sambil tertawa. Lim Han-kim tertawa jengah.

"Aku hanya memberikan tilikan yang sesuai dengan jalan pikiranku saja," katanya pelan,

"Terlepas apa pun alasannya, satu hal sudah pasti, mereka punya kesulitan yang tak bisa diutarakan hingga terpaksa harus tetap berdiam di tempat ini."

"Jadi nona berniat melepaskan mereka dengan begitu saja?" Cepat-cepat seebun Giok-hiong menggeleng.

"jika mereka tidak mengusikku, tentu saja aku pun tak akan mengganggu mereka. sekarang mereka sudah membuat gara-gara dengan orangku, bila tidak diberi sedikit pelajaran, orang lain tentu akan memandang enteng kemampuanku, apalagi beberapa orang anak buahku masih tersekap di situ, mana aku boleh berpeluk tangan saja?" "Ehmmm, kini keadaan musuh sudah ada sedikit gambarannya, lalu dengan cara apa nona hendak bertindak?"

"Tentu saja memaksa mereka agar keluar dan menerima tantanganku"

"Tapi sekarang musuh bersembunyi di balik lapisan dinding ruangan, kemungkinan besar dalam ruangan tersebut terdapat ruang rahasia lain. Bagaimana caramu untuk mendesak mereka keluar?"

"Jika kita bakar dari depan dan mengguyur dengan air dari belakang, aku tak percaya mereka masih dapat mempertahankan diri"

"Yaa, tampaknya cara ini memang bagus sekali." Lim Han-kim mengangguk sementara di hati kecilnya, ia berpikir. "Di tempat ini tak ada sumber air, lagipula cuma ada kami berdua, Memang gampang untuk mengatakan menyerang dengan api dan air, padahal kenyataannya sulit untuk dilaksanakan-.."

Sementara itu seebun Giok-hiong telah menghimpun tenaga dalamnya dan meng- gempur dinding belakang bangunan kuil itu, kemudian serunya dengan suara keras: "Aaaah, benar juga Di balik dinding adalah ruang kosong, asal kita membuat sebuah lubang lalu tuang air ke dalamnya, mereka pasti terdesak hingga terpaksa munculkan diri"

"Nona seebun, pedangku ini tajamnya bukan kepalang, untuk menjebol dinding akan lebih mudah lagi." seebun Giok-hiong tidak menanggapi Tiba-tiba ia menjawil tangan pemuda itu lalu melejit naik ke atas atap rumah.

Ketika itu Lim Han-kim sudah meloloskan pedang jin- siang-kiam dan siap membuat galian lubang di atas dinding, Melihat seebun Giok-hiong sudah melompat naik ke atap rumah, ia baru sadar ternyata gadis itu cuma menipu.

Ia mencoba angkat kepalanya dan memperhatikan atap bangunan tersebut. Menurut perkiraannya, paling tidak ada tiga kaki tinggi tempat tersebut dari permukaan tanah, ia sadar ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya masih belum mampu mencapai tempat tersebut, untuk sesaat ia jadi ragu.

Tampak seebun Giok-hiong sudah berjongkok di atap rumah sambil menggapai ke arahnya, wajahnya kelihatan amat gelisah. Dalam keadaan begini terpaksa Lim Han- kim menggeretak gigi dan melompat ke atas dengan sepenuh tenaga. siapa tahu ketika hampir mencapai atap rumah, mendadak tenaganya habis, tubuhnya kontan meluncur kembali ke bawah.

Di saat yang kritis inilah mendadak seebun Giok-hiong mengayunkan tangannya menyambar tangan kiri Lim Han-kim kemudian menyeretnya naik ke atap rumah tersebut, Dengan cepat gadis itu menempelkan jari tangannya ke atas bibir melarang pemuda itu berbicara, lalu dengan langkah yang amat lambat ia bergerak maju ke muka.

sambil menghimpun tenaga dalamnya, Lim Han-kim mengikuti di belakang gadis itu, langkahnya dilakukan dengan berhati-hati sekali. ia kuatir ayunan langkahnya yang kelewat berat bisa menimbulkan suara berisik sehingga mengejutkan musuh tangguh yang berada dalam ruang rahasia.

Tatkala tiba di sisi wuwungan rumah, mendadak seebun Giok-hiong menghentikan langkahnya sambil menyembunyikan diri, lalu melongok ke bawah, Buru- buru Lim Han-kim mengikuti jejaknya dengan menyembunyikan diri dan melongok ke bawah.

Lewat beberapa saat kemudian, mendadak terlihat pintu gerbang bangunan kuil itu terpentang lebar kembali, Tempat di mana Lim Han-kim menyembunyikan diri persis dapat melihat pintu tersebut dengan jelas.

Betul juga, ia tidak melihat ada orang yang muncul di sana untuk membuka pintu tadi.

Melihat ini, segera pikirnya di hati: "Lagi- lagi dugaan seebun Giok-hiong bertindak sangat tepat, Ternyata pintu ini memang dikendalikan dengan alat rahasia."

Ia coba berpaling ke arah seebun Giok-hiong. Dilihatnya gadis itu sedang memusatkan semua perhatiannya menengok ke bawah, seakan-akan ada sesuatu yang menarik perhatiannya,

Dengan perasaan heran ia segera berpikir lagi: "Apa yang dia lihat? Apakah ada sesuatu yang aneh atau mencurigakan hatinya?"

Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, mendadak terlihat sesosok bayangan manusia berkelebat lewat seorang manusia berambut panjang sepinggang yang mengenakan baju berwarna biru pelan-pelan muncul dari balik ruangan menuju ke pintu gerbang. Perasaan Lim Han-kim tergerak Baru saja ia hendak menegur Seebun Giok-hiong, gadis itu sudah berbisik duluan "jangan panik"

setibanya di depan pintu gerbang, manusia berambut panjang itu celingukan sekejap ke kiri kanan, kemudian ia memutar badan dan merapatkan kembali pintunya.

saat itu, manusia berambut panjang tersebut persis berada di hadapan Lim Han-kim berdua, Tapi apa yang kemudian terlihat membuat pemuda itu tertegun, nyaris menjerit kaget.

Ternyata manusia berambut panjang itu mempunyai raut muka yang jeleknya tak ketolongan, selembar wajahnya penuh bopeng seakan-akan kulit mukanya habis dipatuki burung, wajah itu bukan cuma bopeng, bahkan meninggalkan warna merah muda yang menjijikkan

"Laki- laki atau perempuan manusia aneh ini," pikir Lim Han-kim. "Mungkinkah dia sudah berdiam selama puluhan tahun dalam kuil Thian-li-bio ini?"

Sementara ia masih termenung, mendadak manusia berambut panjang itu mengalihkan sorot matanya langsung ke tempat persembunyian Lim Han-kim, lalu dengan suara yang dingin hardiknya: "Kalian anggap dengan menyembunyikan diri di belakang wuwungan rumah, maka aku tak bisa mengetahui kehadiranmu?" Lim Han-kim terkejut sekali.

"Tajam amat pandangan mata orang ini," pikirnya, "Apa yang harus kuperbuat sekarang?" Untuk sesaat ia jadi bimbang, panik dan tak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan itu. Sementara ia serba salah, mendadak terdengar seebun Giok-hiong menyahut: "Yaa, memang aku berada di sini, mau apa kamu?"

Dengan suatu gerakan cepat ia melompat keluar dari tempat persembunyiannya dan meluncur turun ke tengah halaman.

Dengan cepat Lim Han-kim meraba pedang Jin-siang- kiamnya, lalu menyusul di belakang seebun Giok-hiong.

Terdengar manusia aneh berambut panjang itu tertawa terkekeh-kekeh, suaranya aneh menyeramkan: "Ho he he... jadi kalian berdua yang menantang aku untuk berduel?"

Lim Han-kim berpaling, ia jumpai wajah seebun Giok- hiong yang semula cantik jelita bak bidadari dari kahyangan kini telah berubah jadi aneh, menyeramkan dan berwarna merah darah. Entah sejak kapan, rupanya ia telah mengenakan topeng kulit manusia pada wajahnya.

seebun Giok-hiong tertawa dingin, jengeknya: "Kan masih ada seorang lagi, kenapa tak suruh dia keluar sekalian? Memangnya ia amat jelek hingga malu bertemu orang?"

Lim Han-kim membayangkan kembali bagaimana ia diumpat sebagai manusia jelek sewaktu berada dalam ruang kuil tadi, Tak disangka orang yang mengumpat ternyata memiliki wajah jauh lebih jelek lagi, Hampir saja ia tertawa tergelak saking gelinya.

Terdengar manusia berambut panjang itu berteriak dengan geram: "Biarpun ia sudah tua sekarang, biar rambutnya telah berubah semua, namun kecantikan wajahnya tetap tiada tandingannya di kolong langit dewasa ini"

"Kenapa tidak kau suruh dia keluar? Bagaimana aku bisa percaya sebelum membuktikan sendiri kata- katamu?" ejek seebun Giok-hiong sambil tertawa.

Berkilat sepasang mata manusia berambut panjang itu, ditatapnya kedua orang tersebut lama-lama, kemudian katanya: "Aku rasa tampang muka kalian juga tidak lebih menarik daripada raut wajahku. Baiklah, tak ada salahnya kalau kusuruh dia keluar agar kalian bisa buktikan sendiri.."

setelah berhenti sejenak, teriaknya: "Hei, istriku Ayohlah keluar Biar mereka saksikan sendiri kecantikan wajahmu..."

Mendengar sampai di sini, kembali Lim Han-kim berpikir: "Rupanya mereka adalah sepasang suami istri... Ehmmm, meski usia orang ini sudah begitu lanjut, tak nyana ia masih memuji kecantikan wajah istrinya, terbukti hubungan suami istri ini cukup mendalam dan harmonis..."

Terdengar suara dentingan nyaring bergema datang. Dari belakang patung dewi yang roboh itu pelan-pelan berjalan keluar seorang wanita yang cantik rupawan

Perempuan itu memiliki rambut sanggul yang penuh dihiasi mutu manikam. Pakaian yang dikenakan juga nampak berkilat dan mewah, entah terbuat dari bahan apa. Namun sayang pakaian yang mewah dan mutu manikam yang berharga tak dapat menutupi bekas-bekas penderitaannya yang mendalam, wajahnya sudah penuh dengan kerutan.

sambil tertawa hambar, seebun Giok-hiong berkata: "Pakaian yang dikenakan memang mahal sekali harganya, apalagi mutu manikam yang menghiasi sanggulnya, mungkin bernilai puluhan laksa tail emas murni..."

sebagaimana diketahui, saat ini seebun Giok-hiong sedang mengenakan topeng kulit manusia hingga kecantikan wajahnya sama sekali terselubung dari pandangan orang.

Kakek berambut panjang itu cepat menimbrung: " Yaa, pakaian mewah dan mutu manikam yang menghiasi sanggulnya membuat kecantikan wajahnya berlipat ganda, cukup setara bila dibandingkan dengan patung dewi ini."

"seandainya dia lebih muda tiga puluh tahun, mungkin kecantikan wajahnya bisa masuk hitungan," ejek seebun Giok-hiong sambil tertawa.

Ucapan ini benar-benar tajam dan penuh sindiran, paras muka kakek berambut panjang dan perempuan cantik itu seketika berubah hebat. Dengan penuh amarah, perempuan cantik itu membentak keras: "Hei, bocah perempuan kau anggap wajahmu jauh lebih cantik ketimbang aku si nenek?"

seebun Giok-hiong berpaling memandang Lim Han-kim sekejap. kemudian sahutnya sambil tersenyum: "Nah, kau menyebut diri sebagai si nenek. hal ini membuktikan bahwa kau masih tahu diri" "Bocah perempuan yang tidak tahu diri," teriak perempuan cantik itu gusar. "Hari ini aku harus memberi pelajaran yang setimpal kepadamu hingga kau tidak kurang ajar lagi" seraya berkata, ia lancarkan sebuah cengkeraman ke depan

Dengan cekatan seebun Giok-hiong menghindar ke samping meloloskan diri dari ancaman tersebut.

Gagal dengan serangannya, perempuan berwajah cantik itu tidak meneruskan ancamannya, ia berhenti dan mengawasi musuhnya dengan geram.

seebun Giok-hiong adalah seorang jagoan yang amat cerdik, la segera merasa curiga setelah melihat perempuan itu menghentikan langkahnya meski serangan yang dilancarkan dengan penuh amarah itu tidak berhasil mengenai sasaran

Ketika diperhatikan dengan cermat, ternyata betul juga dugaannya, sepasang kaki perempuan itu rupanya dirantai dengan seutas rantai berwarna putih yang diikatkan pada dinding ruangan

satu ingatan segera melintas dalam benaknya: "Ternyata perempuan ini memang disekap di sini. Kalau begitu si suami yang amat mencintai istrinya memang sengaja menyusul kemari untuk menemani sang istri di kuil Thian-li-bio, bahkan kelihatannya sudah cukup lama berdiam di tempat ini. Heran, kalau memang begitu, kenapa ia tidak berusaha untuk memutuskan rantai itu saja?"

Sementara itu si kakek berambut panjang telah berkata: "Nyonya, kau tak usah marah dan baliklah ke bilik untuk beristirahat, akan kubekuk kedua kunyuk ini agar kau bisa menjatuhkan hukuman yang setimpal kepada mereka"

"Hmmm, hanya andalkan sedikit kemampuanmu itu?" ejek seebun Giok-hiong sambil tertawa dingin.

Kakek berambut panjang itu membentak marah, tiba- tiba ia lancarkan sebuah cengkeraman maut.

seebun Giok-hiong bisa merasakan betapa dahsyatnya tenaga serangan tersebut, Belum lagi ujung jarinya menempel badan, desingan angin tajam sudah menyayat kuit, sadarlah gadis ini bahwa ilmu jari yang dikuasai musuh telah amat sempurna.

Menghadapi kejadian seperti ini, seebun Giok-hiong tak berani bertindak gegabah, Buru-buru badannya mengelak ke samping untuk menghindarkan diri dari serangan utama, lalu pergelangan tangan kanannya dibalik, ia ganti menabok tangan kanan kakek tersebut.

Kakek berambut panjang itu segera menarik kembali tangan kanannya, sementara tangan kirinya secepat kilat meluncur ke muka melepaskan sebuah gempuran.

seebun Giok-hiong pun langsung menghimpun tenaga murninya, Tangan kirinya didorong ke muka menyambut datangnya pukulan tersebut dengan cara keras lawan keras. Blaaammmm. . .

Diiringi suara benturan yang keras, kedua kekuatan itu saling bentur satu sama lain, akibatnya kedua belah pihak sama-sama terdorong mundur satu langkah.

Dengan wajah tertegun kakek berambut panjang itu berseru: "Hebat betul tenaga dalam yang kau miliki Beranikah kau menerima sebuah pukulanku lagi?" Tanpa menunggu jawaban dari lawan, sekali lagi ia lepaskan sebuah gempuran dengan jurus sekop Terbang Membentur Lonceng.

seebun Giok-hiong tertawa dingin Jari tangannya segera menyentil ke depan, segulung desingan angin tajam langsung menyergap urat nadi pergelangan tangan kakek berambut panjang itu.

Tampaknya si kakek sudah sadar bahwa musuh yang dihadapinya sangat tangguh, Dengan cepat dia mundur dua langkah untuk menghindari gempuran tersebut, lalu dengan sorot mata yang tajam ditatapnya wajah seebun Giok-hiong lekat-lekat sampai lama kemudlan baru ia menegur dengan suara dingin: "sudah lama ilmu sentilan Jari sakti lenyap dari dunia persilatan, dari mana kau pelajari ilmu tersebut?"

Tergerak juga hati seebun Giok-hiong setelah melihat lawannya berhasil menyebutkan ilmu silat yang dipakainya dalam sekali gebrakan saja, pikirnya: "Ditinjau dari kemampuannya untuk mengenali ilmu jari Tan-ci- sin-kang yang barusan kugunakan, bisa disimpulkan bahwa dia bukan manusia sembarangan Tampaknya aku tak bisa menghindari pertarungan yang amat sengit hari ini. Namun jika orang ini bisa kutaklukkan dan mau bekerja untukku, jelas dia akan sangat bermanfaat bagiku."

setelah mengambil keputusan, dia pun berkata: "Ditinjau dari kemampuanmu untuk mengenali ilmu jari Tan-ci-sin-kang, terbukti kau memang cukup hebat, sepantasnya jika kau tahu diri dan segera mengundurkan diri" "Hmmm" kakek berambut panjang itu mendengus gusar. "Biarpun ilmu jari Tan-ci-sin-kang termasuk ilmu langka dalam dunia persilatan, bukan berarti aku takut kepadamu"

"He h e h e... berarti kau ingin cari mampus" ejek seebun Giok-hiong sambil tertawa dingin

Karena ia punya tujuan tertentu, maka gadis ini sengaja memancing amarah kakek tersebut sehingga lawan akan menyerang dengan sepenuh tenaga, Dengan mengandalkan kelihaiannya, gadis itu bermaksud menaklukkannya hingga mau bekerja untuknya.

Betul juga, dengan penuh amarah kakek berambut panjang itu mengumpat. "Perempuan busuk, besar amat nyalimu"

Sepasang tangannya secara berantai melepaskan pukulan demi pukulan, Dalam sekejap mata ia sudah lancarkan delapan buah pukulan dahsyat, Kedelapan pukulan ini dirangkai menjadi satu dan dilancarkan dengan kecepatan luar biasa, membuat orang susah berkelit maupun bernapas.

Menyaksikan adegan ini diam-diam Lim Han-kim menghela napas panjang, pujinya dalam hati: "Benar- benar serangkai ilmu pukulan yang luar biasa hebatnya"

Sayangnya musuh yang dihadapi kali ini memang luar biasa lihainya, dengan enteng dan santai Seebun Glok- hiong berhasil menghindari kedelapan buah pukulan itu tanpa satu jurus pun berhasil menjawil ujung bajunya.

Malahan sambil tertawa dingin kembali, ejeknya: "Bagaimana? Sudah takluk?" "Hmmm, ilmu Langkah Tujuh Bintang Jit-to-huan- seng-oh milik Biau-in Ancu dari Lam hay memang ilmu langkah hebat, tapi jangan harap kau bisa mengelabui aku"

Seebun Gok-hiong segera mengernyitkan alis matanya sambil berpikir: "Pengetahuan yang dimiliki orang ini benar-benar amat luas jarang ada orang persilatan yang memiliki kemampuan semacam dia."

Berpikir begitu segera katanya: "Bila dugaanku tak keliru, ilmu pukulan yang kau pergunakan seharusnya adalah delapan belas jurus ilmu Pukulan Penyanggah Langit"

"Tepat sekali Tak nyana kau bisa mengetahui asal-usul ilmu pukulan yang kugunakan"

"Hmmm, kau tak usah takabur dulu, Bandingkan saja antara ilmu Langkah Tujuh Bintang dengan delapan belas jurus ilmu Pukulan Penyanggah Langit, mana yang lebih unggul?"

Tiba-tiba kakek berambut panjang itu mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. sahutnya: "Dua jenis ilmu sakti itu memiliki ciri yang berbeda, mana mungkin bisa dibandingkan satu dengan lainnya..."

Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya: "selama bertahun-tahun, belum pernah kujumpai seseorang yang sanggup menandingi kelihaian ilmu silatku, beruntung sekali aku dapat menjumpai kau hari ini. Hoi, bocah perempuan kita harus bertarung habis-habisan hari ini"

"Aku yakin kau pasti keok di tanganku" ejek seebun Giok-hiong lagi. "Aaaah, belum tentu"

"Kau berani bertaruh denganku?" "Bagaimana taruhannya?"

"Kalau aku kalah di tanganmu, maka selama hidup aku bersedia melayani kalian berdua sebagai dayang dan melaksanakan semua perintahmu, tapi bagaimana jika kau yang kalah?"

"Aku..."

Tiba-tiba ia berpaling memandang ke arah nyonya cantik itu dan segera membungkam. Tampak nyonya cantik itu mencibirkan bibirnya dan menjawab: "Kalau kami yang kalah, kami berdua segera akan pergi dari kuil Thian-li-bio ini dan menyerahkan kuil ini kepadamu"

"Baik" sambung kakek berambut panjang itu. "Aku setuju dengan usul istriku" Dengan kening berkerut seebun Giok-hiong tertawa dingin.

"Kalau ingin taruhan, taruhannya mesti adil, Apa kalian berdua tidak merasa bahwa taruhan kalian kelewat enteng?"

"Lalu bagaimana menurut pendapatmu?"

"Kita harus bertaruh secara adil, Karena aku bersedia jadi pelayan kalian, bila aku kalah, maka jika kalian berdua yang kalah, kalian harus jadi pelayanku juga"

Kembali kakek berambut panjang itu berpaling ke arah nyonya cantik itu sambil bertanya: "Bagaimana? Mau bertaruh tidak?"

"Kau yakin bisa mengalahkan mereka?" "Tentu saja yakin"

"Baik, kalau begitu kita terima dia sebagai pelayan" Mendengar tanya jawab kedua orang ini, seebun Giok-

hiong tak bisa menahan rasa gelinya lagi, ia tersenyum,

kepada Lim Han-kim katanya: "Bila aku berhasil menerima kedua orang budak tua yang berilmu tinggi ini sebagai pelayanku, maka cita-citaku untuk merajai dunia persilatan pasti akan terwujud lebih awal"

Mendadak kakek berambut panjang itu menerjang maju ke muka, sebuah pukulan langsung dilontarkan ke atas bahu kiri seebun Giok-hiong sambil membentak keras: " ingin kucoba apakah ilmu langkah tujuh bintang serta ilmu sentilan jari saktimu benar-benar mampu mengungguli delapan belas jurus ilmu pukulan Penyanggah Langitku"

sementara pembicaraan masih berlangsung, secara beruntun dia telah lepaskan delapan buah pukulan berantai

Dengan cekatan seebun Giok-hiong berkelit kesana kemari dengan mengandalkan ilmu langkah tujuh bintangnya, sementara itu jari tangan kanannya menyentil berulang kali melepaskan rangkaian serangan yang mengancam jalan darah penting di tubuh kakek berambut panjang itu.

sebagai dua orang jagoan yang berwatak tinggi hati, kedua orang ini sama-sama enggan mengeluarkan jurus silat lain. Kakek berambut panjang itu berusaha mencecar lawannya dengan mengandalkan kedelapan belas jurus ilmu pukulan Penyanggah Langit-nya, sedangkan seebun Giok-hiong tetap berkelit dengan ilmu Langkah Tujuh Bintang dan menyerang dengan ilmu sentilan jari tangan-nya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar