Pedang Keadilan II Bab 05 : Gadis Cantik Berhati Ular

 
Bab 05. Gadis Cantik Berhati Ular

Waktu itu punggung Lim Han-kim sudah menempel pada dinding ruangan hingga mustahil baginya untuk bergerak mundur lagi, padahal kedua tangannya sudah terbelenggu oleh tekanan tenaga dalam yang dipancarkan Seebun Giok-hiong hingga tak mampu mengembangkan jurus perlawanan, maka ketika melihat telapak tangan musuh menyapu tiba, ia tak sanggup menghindarkan diri lagi.

Blaaaammm... pipi kanannya termakan sebuah bogem mentah, Gempuran ini keras sekali membuat tubuh Lim Han-kim sempoyongan dan nyaris jatuh terjengkang.

Sambil tertawa dingin Seebun Giok-hiong berseru: "Jika kau berani kurang ajar lagi, jangan salahkan kalau kupunahkan seluruh ilmu silatmu"

Sambil pejamkan matanya Lim Han-kim mencoba menyalurkan tenaga murninya untuk menahan rasa sakit, sementara mulutnya membungkam diri dalam seribu basa,

Diam-diam Li Tiong-hui melirik Lim Han-kim sekejap. ia melihat kulit wajah pemuda itu gemetar keras. Meski ia berusaha mengendalikan hawa amarah yang bergejolak dalam dadanya, namun tak dapat menutupi hawa napsu membunuh yang menyelimuti wajahnya, ia jadi sangat khawatir, pikirnya: "Sebagai seorang pemuda yang keras hati, bagaimana mungkin ia dapat mengendalikan diri terhadap penghinaan yang diterimanya, padahal ilmu silatnya bukan tandingan lawan. Andaikata terjadi pertarungan, ia tentu terdesak di bawah angin, dalam keadaan demikian aku terpaksa harus turun tangan membantunya, padahal dengan taraf kepandaianku sekarang, biar kami turun tangan berbareng pun masih bukan tandingannya... apa yang harus kulakukan sekarang?"

Ia mencoba memeras otak untuk mencari jalan pemecahan, namun usaha itu tak berhasil, ia gagal menemukan cara yang paling baik untuk mengatasi persoalan tersebut.

Dalam pada itu Lim Han-kim telah membuka matanya kembali, setelah memandang Seebun Giok-hiong, ujarnya seraya tertawa dingin: "Hebat betul ilmu silat yang nona Seebun miliki"

Tiba-tiba Seebun Giok-hiong tertawa, "Tampaknya kau termasuk manusia yang pandai menyesuaikan diri dengan keadaan"

Paras muka Lim Han-kim berubah hebat, segera sambungnya ketus: "Cuma, aku sama sekali tidak kagum."

"Dengan cara apa kau baru mau kagum kepadaku?" "Kecuali nona Seebun menghabisi nyawaku sekarang

juga, kalau suruh aku mengatakan kagum padamu...

Hmmm Lebih baik jangan bermimpi disiang hari bolong"

"Aku telah berjanji kepada Pek si-hiang untuk tidak membunuh orang dalam tiga bulan, meski susah bagimu untuk mampus di tanganku, tapi aku masih mampu untuk memunahkan seluruh ilmu silatmu"

"Buat seorang lelaki sejati, lebih baik mati hancur lebur daripada menerima penghinaan Kini kau telah mempermalukan diriku, perasaanku sekarang lebih enak mati daripada hidup, aku ingin menjajal juga kehebatan ilmu pedangmu"

Seebun Giok-hiong berpaling dan memandang Li Tiong-hui sekejap. katanya kemudian sambil tertawa: "Kata-kata pedasnya yang memojokkan aku membuat aku betul- betul tersudut jadi kalau aku terpaksa akan memunahkan seluruh ilmu silatnya, kau pun tak usah kesal kepadaku, Anggap saja hal ini termasuk salah satu bantuanku kepadamu untuk menyingkirkan segala kemurunganmu"

Li Tiong-hui menghela napas panjang, "Aaaai.. asalkan dia masih hidup di dunia ini, selama hayatku, aku tetap akan berada di sampingnya"

"Kalau begitu aku akan melanggar janjiku dengan mencincang tubuhnya hingga hancur berkeping-keping" teriak Seebun Giok-hiong dengan wajah berubah.

Mendadak Li Tiong-hui tertawa terkekeh, "Kami sudah sepakat sehidup semati, ada rejeki dinikmati bersama, ada malapetaka ditanggulangi berbareng, Jika kau ingin membunuh, habisi saja kami berdua"

Ucapan ini kontan membuat Seebun Giok-hiong tertegun, setelah tercenung sejenak, katanya dingin: "Jadi kau berpendapat bahwa gabungan tenaga kalian berdua sanggup mengalahkan aku?"

"Aku mengerti bahwa kepandaian kami bukan tandinganmu."

"Lantas mengapa kau nekat ingin mencari mati?" "Kalau bisa mengorbankan diri demi kekasih, apalah arti kematian bagiku?"

Seebun Giok-hiong menghela napas panjang, "Aaaai... dari dulu hingga sekarang, hanya kaum wanita yang mau berkorban demi cinta, kau anggap bila kau mati di tanganku, maka ia juga bersedia mengorbankan diri untuk mendampingimu?"

Lim Han-kim sangat terharu, dengan wajah serius segera teriaknya: "selama aku masih bisa bernapas, aku tak akan mengijinkan siapa pun melukai dirinya"

Pelan-pelan Seebun Giok-hiong terduduk "Jadi kalian berdua benar-benar ingin mati bersama?" tegurnya, Darinada pertanyaan itu jelas terdengar bahwa ia tidak percaya dengan kebulatan tekad kedua orang muda- mudi itu.

Li Tiong-hui tertawa, "Jika kau tak percaya, kenapa tidak mencoba untuk memaksa kami berdua bunuh diri?"

Seebun Giok-hiong melompat bangun, serunya: "Aku memang tidak percaya, siapa di antara kalian yang ingin mampus duluan?"

Li Tiong-hui busungkan dada menyongsong ke depan, katanya: "Aku mengerti bukan tandinganmu aku pun merasa tak perlu membela diri, Nah, nona Seebun, silakan turun tangan "

"Tahan" bentak Lim Han-kim dengan suara menggeledek, bagaikan hembusan angin puyuh ia menerjang maju ke muka, terusnya: "Aku tak mau menyerah dengan begitu saja, bila nona ingin turun tangan, silakan mencoba untuk membunuh aku lebih dulu"

Telapak tangan kanan Seebun Giok-hiong yang telah diangkat ke udara, pelan-pelan di turunkan kembali, katanya: "kalian berebut untuk mampus duluan, aku jadi tak tega untuk turun tangan"

"Jadi kau sudah percaya sekarang?" ucap Li Tiong-hui sambil tertawa hambar.

Dengan mata yang tajam Seebun Giok-hiong mengawasi sekejap wajah Lim Han-kim, kemudian ia menggeleng. "Aku masih tetap kurang percaya."

"Aaaai... jadi kami harus bagaimana hingga kau mau percaya?" Li Tiong-hui menghela napas panjang.

"Aku harus membawanya pergi..." "Membawanya pergi..." Li Tiong-hui terperanjat.

"Betul, cuma kau tak usah khawatir, aku tak bakal merebutnya dari tanganmu"

"Lalu kenapa kau membawanya pergi?"

Seebun Giok-hiong tidak banyak bicara, tangan kanannya disodok ke muka melancarkan sebuah totokan.

Dengan sangat jelas Lim Han-kim dapat menyaksikan datangnya serangan totokan dari Seebun Giok-hiong itu, tapi ia tak tahu harus menangkis atau menghindarinya. Gara-gara sangsi, tak ampun lagi bahunya kena tersodok totokan tersebut

Cepat benar gerak serangan dari Seebun Giok-hiong, begitu berhasil menotok jalan darah Lim Han-kim, ia segera mengempit tubuh anak muda tersebut di bawah ketiaknya, lalu serunya: "Tiga bulan kemudian, disaat aku mulai pesta membunuh, kekasihmu juga akan kukembalikan padamu, saat itu bila cintanya padamu tetap tidak berubah, aku baru percaya dengan ucapanmu ini"

"Jangan lagi cuma tiga bulan, biar tiga tahun bahkan tiga puluh tahunpun aku percaya perasaan hatinya kepadaku tak akan berubah"

"Hmmm, kita buktikan saja nanti"

"Eeei... kau harus berjanji tidak melukainya"

"Bila kuserahkan kembali dirinya kepadamu tiga bulan mendatang, aku jamin dia tak akan kekurangan seujung rambut pun, cuma perasaan hatinya padamu telah berubah" Tanpa menunggu jawaban dari Li Tiong-hui lagi ia melejit melewati pintu ruangan dan berlalu dari situ

Dengan termangu-mangu Li Tiong-hui mengawasi bayangan punggung Seebun Giok-hiong hingga lenyap dari pandangan, sampai lama kemudian ia baru kembali ke dalam kamar untuk tidur, sementara itu Seebun Giok- hiong menempuh perjalanan belasan li jauhnya sebelum menghentikan perjalanannya serta menepuk bebas totokan pada tubuh Lim Han-kim.

Tampaknya Lim Han-kim sendiri pun sadar bahwa melawan hanya akan mengundang penghinaan terhadap dirinya, karena itu ia berusaha menahan diri untuk tidak melakukan gerakan apa pun.

Dengan suara dingin Seebun Giok-hiong menegur "Ayo jawab sejujurnya, permainan busuk apa yang sesungguhnya sedang kalian perankan? Kalau berani berbohong, hati-hati kalau kutotok lima urat nadi pentingmu agar kau tersiksa hidup,.."

Lim Han-kim tidak menjawab, dia hanya berusaha memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu.

"Hey, aku sedang ajak kau bicara, sudah kau dengar belum?" dengan penuh amarah Seebun Giok-hiong menghardik "setiap patah katamu telah kudengar dengan jelas"

"Bagus, katakan sekarang, siapa yang mengatur semuanya ini dan apa tujuannya?"

"Menurut maksudku, siapkan puluhan jago lihay untuk bersembunyi disekitar gedung, menunggu sampai kau muncul maka serentak para jago munculkan diri untuk mengerubutimu"

Seebun Giok-hiong tertawa, "cara seperti itu belum tentu berhasil menghabisi nyawaku, tapi satu hal sudah pasti, yakni caramu itu munafik dan tak tahu malu"

"Kalau bisa membunuh manusia macam kau untuk selamatkan nyawa ratusan manusia, apa salahnya kupakai cara semacam ini untuk menghadapimu?

Lagipula aku tak perlu berpikir terlalu jauh sampai ke situ"

"Kalau memang sudah direncanakan matang-matang, kenapa dibatalkan di tengah jalan?" ejek Seebun Giok- hiong sambil tertawa hambar.

"Sebab ketua Hian-hong-kau ngotot menolak caraku ini, jadi... terpaksa semua kekuatan yang telah terhimpun harus dibubarkan lagi, sayang ... Aaaai Betul-betul sayang" "Apanya yang sayang?"

"sayang mereka tak mau menuruti nasehat-ku, coba kalau rencana ku dilaksanakan benar-benar, mungkin kau sudah mati tercincang sekarang dan akupun tak perlu tertawan di tanganmu"

Seebun Giok-hiong tertawa terkekeh

"He he he... kelihatannya kau seperti yakin bahwa kekuatan yang kau persiapkan itu sanggup menghabisi nyawaku?"

Biarpun Lim Han-kim tidak pernah bohong, tapi setelah didesak oleh keadaan, maka dia pun mengibul lebih jauh, setelah menengadah memandang langit dan menghembuskan napas panjang, lanjutnya: "Puluhan jago lihay yang kusiapkan itu bukan cuma lihay ilmu silatnya, mereka pun pandai menggunakan senjata rahasia yang amat beracun. Asal tubuhmu terserempet senjata rahasia beracun itu. Hmmm Biar sehebat apa pun ilmu silat yang kau miliki, jangan harap bisa lolos dalam keadaan selamat"

"Waaah... masa sehebat itu kekuatan yang kau persiapkan? sayang benar aku tak sempat mencobanya .

.."

Ia tatap wajah pemuda itu tajam-tajam, kemudian lanjutnya: "Kau benar-benar amat mencintai ketua Hian- hong-kau itu?"

"Dengan mata kau bisa melihat, dengan telinga kau bisa mendengar apa gunanya kubohongi dirimu?" "Ha ha ha... kalau kamu berdua betul-betul saling mencintai, aku justru akan membuat kamu berdua tak mungkin bisa bersatu."

"Mau apa kau?" Lim Han-kim tertawa dingin "Aku akan pisahkan kamu berdua, membuat ia

memandangmu sebagai orang asing yang tak dikenal, agar kalian saling merindukan namun tak mungkin bersatu"

"oooh... jadi kau hendak mengeluarkan ilmu hipnotismu itu untuk mengendalikan kesadaranku, agar aku mentaati perintahmu?"

"Betul cara itu sangat manjur, tapi bukan muncul dari sanubarimu yang sejati, lagipula suatu saat pikiranmu toh akan sadar kembali."

"Jadi kau hendak meracuni aku?"

"Kalau kesadaranmu dikendalikan racun, tingkah lakumu tak akan berhasil mengelabui ketua Hian-hong- kau"

Mendengar jawaban tersebut Lim Han-kim mulai berpikir ilmu hipnotis bukan, pakai racun juga bukan, lalu dengan cara apa iblis perempuan ini akan permainkan aku...?"

Setelah membetulkan rambutnya yang kusut, kembali Seebun Giok-hiong berkata sambil tertawa: "Akan kubuat kau melepaskan ketua Hian-hong-kau secara rela dan melupakan dia tanpa paksaan" "Pakai racun bukan, gunakan ilmu hipnotis juga tidak. aku tak habis mengerti cara apa lagi yang hendak nona gunakan?"

"oooh, kau tak percaya? "jengek Seebun Giok hiong tertawa, setelah berhenti sejenak, lanjutnya: "Coba kau perhatikan, bagaimana wajahku bila dibandingkan kecantikan ketua Hian-hong-kau?"

"Belum pernah aku perhatikan wajah nona, susah untuk dibandingkan"

"Lalu kenapa tidak kau perhatikan wajahku sekarang?" Lim Han-kim mengalihkan pandangannya ke angkasa,

memandang bintang yang bertaburan menghiasi

kegelapan malam, sahutnya hambar: "Aku amat mencintai ketua Hian-hong-kau, ibaratnya batu bisa lapuk. samudra bisa mengering, cinta ku kepadanya tak pernah akan padam, aku pun telah berjanji kepadanya

..."

"Janji apa?"

Lim Han-kim agak sangsi, pikirnya: "Aku tak pernah janji apa-apa dengannya, padahal urusan ini menyangkut nama baiknya, mana boleh aku bicara sembarangan.."

Ketika ingatan tersebut melintas lewat, ia jadi bingung dan tak tahu bagaimana harus menjawab, namun situasi yang mendesak membuatnya tak bisa berdiam diri saja, dalam kepepetnya ia pun berseru: "Kami berjanji akan saling setia sepanjang hidup, sampai mati pun cinta kami tak akan padam" Seebun Giok-hiong termenung sejenak. akhirnya ia mengangguk "Baiklah Kalau memang kau tak bisa melupakannya, biar dia saja yang melupakan dirimu"

Waktu itu Lim Han-kim sedang dicekam perasaan kalut, ia khawatir kata-katanya itu akan merusak nama baik Li Tiong-hui, seandainya sampai terjadi begitu bagaimana pertanggungan jawabnya nanti? Karena itu ia tidak mendengar sama sekali apa yang diucapkan Seebun Giok-hiong.

Tiba-tiba Seebun Giok-hiong mencengkeram urat nadi Lim Han-kim, kemudian serunya sambil tertawa: "Ayoh jalan, biar kubuktikan sesuatu kepadamu"

Dalam keadaan urat nadi dicekal, Lim Han-kim tak memiliki kekuatan sama sekali untuk melawan, terpaksa ia mengikuti di belakangnya sambil bertanya: "Buktikan soal apa?"

"Tidak perlu kujelaskan padamu sekarang, sampai waktunya kau toh akan mengetahui sendiri," jawab Seebun Giok-hiong sambil tersenyum.

Lim Han-kim pun tidak banyak bertanya lagi, ia biarkan tangannya dituntun untuk melakukan perjalanan setelah berjalan sekian lama, Seebun Giok-hiong mulai kehilangan kesabarannya, dengan marah ia menegur "Kau bisa berjalan lebih cepat tidak?"

"Kenapa kau tidak lepaskan dulu cengkeramanmu atas nadiku?"

"Hmmmm, benar-benar keras kepala" umpat gadis itu sambil melepaskan sebuah totokan Lim Han-kim segera merasakan jalan darahnya kaku, tahu-tahu ia jatuh tak sadarkan diri, Ketika sadar kembali dari pingsannya, anak muda itu menjumpai badannya terikat di atas sebuah pembaringan matanya tertutup oleh sebuah benda yang tebal hingga yang nampak hanya gelap gulita.

Diam-diam ia mencoba mengerahkan tenaga dalamnya untuk meronta, tapi ternyata sepasang tangannya ikut diikat, akibatnya ia sama sekali tak mampu berkutik Apa yang terdengar saat itu hanya suara langkah manusia yang kacau dalam ruangan tersebut, tampaknya di situ hadir banyak orang. Kedengaran seseorang di antara mereka berkata dengan suara lembut: "Papas sedikit hidungnya, lalu beri dua bacokan pisau pada pipi sebelah kirinya"

Mendengar teriakan tersebut Lim Han-kim seketika merasakan hatinya bergidik, tanpa sadar bulu kuduknya pada bangun berdiri, pikirnya: "Aduh celaka, jangan- jangan mereka sedang merusak anggota badanku ..."

Suara benturan senjata segera bergema di udara menyusul wajahnya terasa amat dingin, sekali lagi ia berteriak di hati: "Habis sudah riwayatku, berapa banyak bacokan yang mereka tinggalkan di atas wajahku ...?"

Menyusul bacokan itu, kedengaran seseorang berkata dengan lembut: "Aaai... sudahlah siau-cui, aku lihat mukanya sudah cukup jelek, hendak kau permak wajahnya menjadi apa baru puas?"

Suara seorang wanita yang lain menyahut seraya tertawa: "Dari majikan kudengar watak orang ini kelewat jelek. konon ia punya kegagahan menganggap kematian bagaikan pulang, aku percaya biarpun kita permak mukanya jadi amat jelekpun, dia tak bakal memikirkannya di dalam hati."

Kalau didengar dari nada pembicaraannya, mungkin orang ini bernama siau-cui. Kembali Lim Han-kim berpikir "Meskipun jelek atau tampan bukan masalah besar, tapi repot juga bila sanak keluarga dan handai taulan tidak mengenalku lagi setelah bertemu, bagaimana aku mesti menerangkan kepada mereka untuk membuat orang- orang itu mengenali diriku kembali...?"

Sementara masih berpikir, suara yang lembut itu kembali bergema: "Eeei siau-cui, coba lihat mukanya basah oleh keringat, masa kau bilang ia tidak takut?"

"Aaaah... ada apa? Rupanya ia telah sadar?"

Lim Han-kim merasa kesal, mangkel bercampur mendongkol, tak tahan ia menyahut: "Yaa betul, aku sudah sadar cukup lama, di mana Seebun Giok-hiong? suruh dia datang menjumpai aku"

Sambil berkata ia mengerahkan segenap tenaganya untuk meronta, tapi sayang tali yang mengikat tangan serta kakinya amat kencang, ia tak berhasil meronta untuk melepaskan diri

Tiba-tiba saja suasana dalam ruangan itu menjadi hening, sepi, tak kedengaran sedikit suarapun

Lim Han-kim merasa kemasgulan yang mengganjal dadanya makin lama makin menggelembung besar, akhirnya ia tak sanggup menahan diri, teriaknya keras- keras: "siau-cui, siau-cui..." "Hei, kenapa sih berteriak-teriak?" seorang gadis menegur

"Lepaskan benda yang menutupi mataku"

"Tidak bisa," sahut siau-cui. "Bekas bacokan golok di wajahmu belum mengering, kalau sampai terlihat olehmu... waaah, bisa berabe"

"Aku tidak takut, cepat bebaskan tali yang membelenggu tubuhku" gembor Lim Han-kim semakin keras.

Tahu-tahu iganya terasa kaku, kembali jalan darahnya ditotok orang, sebelum kesadarannya hilang sama sekali, ia masih merasa bagaimana mulutnya dipentang paksa oleh orang lalu diloloh dengan sebuah cairan pahit, selanjutnya iapun jatuh tak sadarkan diri.

Entah berapa lama sudah lewat... Tatkala ia sadar untuk kedua kalinya, pemandangan di sekeliling tempat itu telah berubah. Dua buah lilin merah yang besar memancarkan sinarnya menerangi sebuah ruang tidur yang indah. sekeliling dinding itu dilapisi kain kelambu berwarna putih bersih, begitu juga taplak meja di mana lilin itu diletakkan juga terbuat dari kain halus berwarna putih. Bukan cuma itu, selimut dan kasur pada pembaringan itu pun berwarna putih, praktis seluruh ruangan itu didominasi warna putih salju kecuali sepasang lilin merah itu.

Setelah memperhatikan sekejap pemandangan di seputar ruangan, Lim Han-kim mencoba meraba wajahnya, Di mana tangannya menyentuh, terasa seluruh wajahnya telah dibalut dengan kain pembalut halus. Betul ia memiliki keberanian dalam menghadapi ajal dan maut, namun tekanan jiwa yang harus dialaminya dalam menghadapi kenyataan perubahan wajah ini cukup mencekam perasaannya sekali lagi ia merasa hatinya bergidik dan bulu romanya pada bangun berdiri

"Habis sudah, habis sudah riwayatku" teriaknya dalam hati, "Aku tak tahu wajahku telah dihancurkan menjadi macam apa, tapi didengar dari ucapan siau-cui tadi, mereka pasti telah mengubah wajahku menjadi makhluk aneh yang berwajah mengerikan ..."

Dalam keheningan terdengar pintu kamar dibuka orang, disusul muncul seorang gadis cantik berbaju putih yang membawa sebuah baki.

Lim Han-kim segera melompat bangun siap mengumbar amarahnya, tapi dengan cepat gadis berbaju putih itu menyela: "Luka bacokan di wajah siangkong belum sembuh, tak baik bergerak kasar, silakan tiduran saja untuk beristirahat."

Tidak menunggu jawaban dari Lim Han-kim, ia memungut mangkuk dari atas baki dan menyodorkannya ke hadapan pemuda itu sambil berkata lagi: "Mangkuk ini berisi kaldu ayam campur jinsom yang amat baik untuk mengeringkan bekas luka, silakan siangkong menghabiskannya "

"Aku sehat tak kekurangan sesuatu apa pun, kenapa mesti minum kaldu ayam bercampur jinsom itu?" teriak Lim Han-kim sambil mengebaskan tangannya kearah mangkuk itu.

Dengan cekatan gadis berbaju putih itu merendahkan tangan kanannya menghindari pukulan Lim Han-kim, kemudian katanya lagi: "Pesan nona Cui, siangkong mesti minum jinsom bercampur kaldu ini guna menjaga kondisi badan, sebab ketika berganti wajah tadi kau telah kehilangan banyak darah. takutnya hal ini akan pengaruhi juga kemajuan ilmu silat yang siangkong miliki."

"Nona Cui yang kau maksudkan apa siau-cui?" "Betul, cuma siau-cui pun menjalankan titah dari

majikan, kami semua menyebutnya nona Cui."

Diam-diam Lim Han-kim mencoba mengatur pernapasan, Betul juga, antara dada dan lambungnya lamat-lamat terasa sakit seperti ditusuk jarum.

Kenyataan ini semakin memedihkan hatinya,

"Aaai... tampaknya habis sudah pamorku sekarang," pikirnya. "Bukan cuma wajahku rusak. ilmu silatku juga dipunahkan Seebun Giok-hiong memang tak salah disebut perempuan cantik berhati ular..."

Terdengar gadis berbaju putih itu berkata lagi: "Silakan siangkong minum kaldu bercampur jinsom ini secepatnya, sebab budak masih ada..."

"Bawa pergi mangkuk itu" tukas Lim Han-kim sambil mengulapkan tangannya, "Aku tidak mau. suruh siau-cui kemari"

"Panggil nona Cui?"

"Yaa, panggil siau-cui, mengerti? siau-cui Cepat suruh dia kemari"

"Tapi kedudukan nona siau-cui jauh di atas kedudukan budak" seru gadis berbaju putih itu sambil membelalakkan matanya. "Mana mungkin aku berani memanggilnya?"

"Kalau begitu katakan, aku yang suruh" gejolak emosi dalam dada Lim Han-kim lambat laun dapat diredakan kembali,

"Baiklah, akan budak katakan, siangkong yang suruh" "Betul, katakan kepadanya, aku yang suruh kau

mencarinya, suruh dia segera datang menjumpaiku Kalau

berani lambat, jangan salahkan jika kubakar habis gedung ini"

"Siapa nama siangkong?" "Lim Han-kim, ayoh cepat"

Setelah meletakkan baki berisi mangkuk kuah jinsom itu ke meja, buru-buru gadis berbaju putih itu beranjak keluar dari ruangan sepeninggal gadis itu, Lim Han-kim mencoba mencari sebuah cermin dalam ruangan itu, ia berharap bisa melihat wajahnya telah dlubah menjadi macam apa, tapi ia segera kecewa sebab kecuali dua buah lilin yang menerangi ruangan tersebut, ia tidak menemukan benda lainnya. Akhirnya setelah menghela napas sedih, ia jatuhkan diri berbaring kembali di atas pembaringan

Tak lama kemudian terdengar seseorang berseru dari depan pintu: "Kau yang mencari aku?"

Lim Han-kim bangkit dari pembaringannya sambil berpaling, ia saksikan seorang gadis muda berbaju serba hijau tua telah berdiri disisinya, Maka sambil tertawa dingin, tegurnya: "Jadi kau yang bernama Siau-cui?" "Betul, ada urusan apa Lim siangkong mencari aku?"

Lim Han-kim melirik sekejap pintu yang terbuka, lalu sahutnya: "Budak itu lupa merapatkan kembali pintu kamar."

"Jangan dilihat ruangan ini dibiarkan terbuka tanpa penjagaan, padahal perlindungan yang kami berikan kepada siangkong sangat kuat dan rapat. Buktinya semalam ada dua rombongan pendatang tak dikenal yang berhasil kami pukul mundur, untung majikan telah berjanji tidak membunuh orang dalam tiga bulan, sehingga para pendatang itu bisa meloloskan diri dalam keadaan selamat."

"Siapa yang telah kemari?" pikir Lim Han-kim. "Jangan-jangan ada hubungannya dengan diriku?"

Sementara ia berpikir, di luar jawabnya: "Wajahku telah kau ubah macam apa? Cepat ambil cermin, aku ingin tahu bagaimana tampangku sekarang"

"Siangkong tidak usah kuatir," ucap siau-cui sambil tertawa, "Kepandaian majikan kami sangat hebat, tanggung wajahmu kini luar biasa dan tiada duanya di kolong langit. Kau tak perlu terburu-buru ingin tahu, toh selanjutnya kau akan berwajah demikian sampai mati, apa takut tak ada kesempatan?"

"Tidak bisa, aku harus menengok wajahku sekarang" hardik Lim Han-kim semakin panik dan gusar.

"Wajah siangkong masih dibalut dengan kain putih, biar ada cermin pun kau tak akan menjumpai wajah aslimu." Lim Han-kim mencoba meraba wajah sendiri. Benar juga, mukanya masih dibalut kain yang sangat tebal, kecuali sepasang mata dan mulut, bahkan sepasang telinganya juga telah dibalut. Tanpa terasa kembali dia berpikir

"Aaaah, aku baru tahu sekarang, makanya aku. tidak mendengar ada orang masuk ke kamar tahu-tahu budak itu sudah di sampingku, ternyata telingaku telah tersumbat oleh kain pembalut. "

Mendadak ia saksikan siau-cui menutupi mulutnya dengan ujung baju dan tertawa cekikikan demikian gelinya ia tertawa sampai bahunya ikut bergetar keras.

"Apa yang kau tertawa kan?" hardik pemuda itu gusar, Sambil menahan gelak tertawanya jawab siau-cui:

"Aku sedang membayangkan kehebatan ilmu majikanku,

sedemikian hebatnya hingga meski Hoa Tuo (Tabib sakti jaman dulu) menitis kembalipun tak akan mampu menandinginya."

"Wajahku telah kalian ubah jadi macam apa?" teriak Lim Han-kim gusar bercampur penasaran

"Sekalipun budak melukiskan dengan kata-kata macam apa pun rasanya sulit untuk melukiskan keadaanmu sekarang . . ." kembali gadis itu tertawa cekikikan

Makin dipikir Lim Han-kim sema kin mendongkol segera bentaknya nyaring: "Hey, apanya yang lucu? Kalau pingin tertawa, terangkan dulu sejelas-jelasnya" "Budak sungguh tak sanggup melukiskan bentuk wajahmu sekarang, pokoknya tampangmu sekarang jelek dan lagi lucu"

"Lucu bagaimana?"

"Lucu seperti badut... ha ha ha ..."

Lim Han-kim mendengus. "Hmmm Aku tak akan perduli bagaimana jelek dan lucunya tampangku sekarang, biar seperti badut juga tak apa-apa, tapi aku harus menyaksikan mukaku sekarang juga"

Kemudian setelah menghela napas panjang, terusnya: "sekarang jelas-kan, biar sejelek dan selucu apa pun aku tak akan sedih, katakan terus terang"

"Jika siangkong memang tak sedih dan tidak khawatir, kenapa harus terburu-buru ingin tahu?"

Lim Han-kim tak sanggup mengendalikan hawa amarahnya lagi, Blaammm ia hantam meja dihadapannya keras-keras sambil-berteriak "Mau bicara tidak?"

Gebrakan itu menggunakan kekuatan yang sangat besar, membuat meja tersebut bergetar kencang dan menggoncangkan lilin di atasnya.

Siau-cui tertawa merdu. "siangkong tidak usah marah, baiklah, biar budak terangkan" ia menengadah sambil termenung, sampai lama sekali mulutnya tetap membungkam diri,

"Kenapa membisu?" hardik Lim Han-kim marah, "Perumpamaan untukmu sulit ditemukan, biarlah aku

berpikir sebentar tentang kata-kata yang tepat." Lim Han-kim terkesiap. pikirnya cepat: "Mereka telah mengubah bentuk wajahku menjadi macam apa sehingga untuk melukiskan saja ia kesulitan mencari kata-kata yang tepat.,.?"

Tampak siau-cui berkerut kening lalu kata-nya: "Rasa- rasanya bentuk hidungmu rada menceng ke samping ..."

"Apa?" Lim Han-kim terperanjat "Mana mungkin letak hidung bisa bergeser ke samping"

"Bukan letak hidungnya yang benar-benar bergeser, tapi sekilas pandangan, letaknya seolah-olah telah bergeser."

"Kemudian?" pemuda itu mendengus,

"Di bawah mata tergores codet yang memanjang, pada bekas codetan itu dilumuri aneka macam warna sehingga aku rasa bila luka goresan pisau itu telah mengering, warna yang bercampur dengan darahmu itu pasti akan melekat untuk selamanya di wajahmu ..."

"sungguh keji dan buas, betul- betul tak ber-peri kemanusiaan masih ada yang lain?"

"Pada jidat siangkong kelihatannya dilukis sebuah tato yang amat besar dan lebar."

"Apa gambar tato itu?"

"Menurut penglihatan budak. kelihatannya gambar tato itu melukiskan seorang tua yang sedang memancing di tepi sungai."

"Apa?" bagai diselomot aliran listrik tegangan tinggi Lim Han-kim melejit bangun, "Kenapa ia membuat lukisan tato macam begitu di atas jidatku? Memangnya dianggap jidat-ku kain kasa untuk melukis?"

"Menurut majikan, setelah wajah siangkong diubah seratus delapan puluh derajat, maka semua perempuan di kolong langit tak bakal ada yang berani mendekatimu Iagi, berarti sejak hari ini kau bakal hidup sebatang kara tanpa sanak tanpa saudara, apalagi kekasih dan pujaan hati, Keadaanmu ibarat seorang kakek yang memancing ikan seorang diri ditepi sungai, oleh karena itulah jidatmu dilukisi sebuah gambar tato yang menggambarkan suasana memancing di tepi sungai."

"Oooh, rupanya begitu" Lim Han-kim menghela napas panjang.

"Pada pipi kiri dan kananmu masing-masing juga diberi sebuah gambar tato yang berbentuk huruf."

"Tulisan apa yang ditatokan di situ?"

"Pada pipi kiri diukir tulisan SEBATANG KARA." "Lalu apa tulisan dipipi kanan?"

"LUNTANG LANTUNG"

Lim Han-kim segera menengadah dan tertawa tergelak: "Ha ha ha... haaa ha ha... luntang lantung sebatang kara... suatu rangkaian tulisan yang tepat"

Mendadak terdengar seseorang membentak dengan suara sedingin es: "Budak bernyali besar, siapa suruh kau bicara sembarangan?"

Mendengar hardikan itu siau-cui segera gemetar keras sambil tundukkan kepalanya, "Budak mohon ampun" serunya. Ketika Lim Han-kim berpaling, ia saksikan Seebun Giok hiong telah berdiri di depan pintu dengan wajah dingin bagaikan es, mata bersinar tajam dan muka menunjukkan rasa marah yang meluap.

Keadaan siau-cui saat itu ibarat domba yang akan disembelih, sikap lincah dan segarnya tadi lenyap tak berbekas, bahkan tubuhnya bergetar keras.

"Jangan salahkan dia" seru Lim Han-kim cepat dengan suara lantang, "Aku yang paksa dia untuk bicara, kalau harus dijatuhi hukuman, jatuhkan saja padaku"

Pelan-pelan Seebun Giok-hiong mengalihkan pandangan matanya ke wajah Lim Han-kim, jengeknya: "Kau kira aku tak berani?"

"Ha ha ha... kau telah melukiskan banyak gambar aneh pada wajahku, aku percaya perbuatan apa pun berani kau lakukan, tapi aku Lim Han-kimjuga berani menghadapi semua cobaan ini. Bila kau anggap masih punya cara lain yang lebih keji, silakan digunakan semua kepadaku, satu bacokan tak ada bedanya dengan seribu bacokan"

Seebun Giok-hiong tertawa hambar, sambil mengulapkan tangannya kearah siau-cui, hardiknya: "Keluar kau"

Sepeninggal siau-cui, Seebun Giok-hiong berjalan menghampiri pembaringan katanya sambil tertawa: "Seandainya ketua Hian- hong- kau betul-betul menaruh cinta kepadamu, sekalipun wajahmu berbentuk aneh dengan aneka lukisan tato, aku yakin dia tak akan perdulikan bukan?" Lim Han-kim tertawa dingin, ia hendak mengucapkan sesuatu tapi kemudian diurungkan matanya segera dipejamkan Dengan kening berkerut kembali Seebun Giok-hiong ber-kata: "Bila lukamu telah sembuh, aku akan ajak kau menjumpai ketua Hian-hong-kau. Beritahu kepadanya akan identitasmu. Bila ia tetap menaruh rasa cinta dan kasih yang mendalam seperti dulu, aku baru percaya bahwa di dunia ini memang benar-benar terdapat cinta sejati."

"Oooh,jadi untuk membuktikan perkataan itu lantas kau corengkan aneka macam lukisan tato pada wajahku?" seru Lim Han-kim tanpa membuka matanya.

Seebun Giok-hiong tertawa, "Ketua Hian-hong-kau bisa jatuh cinta kepadamu lantaran wajahmu tampan dan gagah, Bila wajahmu tidak diubah, aku percaya bukan hanya ketua Hian-hong-kau seorang yang menaruh cinta kepadamu, Tapi sekarang mukamu sudah berubah, kegantenganmu dulu sudah punah. Jika ketua Hian- hong-kau betul-betul mencintaimu dia tak akan mengacuhkan soal perubahan wajahmu, selain itu aku pun telah membantunya mencapai tujuan, sebab kecuali dia, tak nanti ada wanita lain yang bakal mencintaimu."

"Sampai kapan luka bacokan di wajahku baru sembuh?"

"Cepat sekali, dua hari lagi aku bisa melepaskan kain pembalut dari wajahmu" Lim Han-kim menghela napas panjang, ia terbungkam dan tidak bicara lagi.

"Hei, apa yang sedang kau pikirkan?" tegur Seebun Giok-hiong sambil tertawa cekikikan, "Aku sedang berpikir bagaimana harus hidup sebaik- baiknya di dunia ini."

"Kaupun tak usah kelewat khawatir, seandainya di dunia ini betul-betul tak ada orang yang mau menerimamu, aku Seebun Giok-hiong masih bersedia memeliharamu sampai tua"

Lim Han-kim mendengus, "Hmmm, asal aku masih punya kesempatan untuk membunuhmu, sekalipun harus korbankan nyawa, aku tak akan melepaskannya dengan begitu saja" Seebun Giok-hiong tertawa.

"Biar kau melatih ilmu silatmu sepuluh tahun lagi, kau tetap tak akan berhasil membalas dendam ini, jadi dalam hal tersebut aku tidak perlu khawatir ..." pelan-pelan dia bangkit berdiri, sambungnya:

"Sekarang baik-baiklah beristirahat. Dua hari lagi aku akan datang untuk melepaskan kain pembalut wajahmu, kemudian mengantarmu pergi menjumpai ketua Hian- hong-kau"

Walaupun hanya dua hari, namun dalam perasaan Lim Han-kim seakan-akan melewati waktu selama dua tahun, Dalam dua hari ini, ia menerima pelayanan yang baik sekali, Hidangan yang disuguhkan semuanya hidangan yang lezat, tempat tinggalnya juga ruangan yang mewah dengan pelayanan gadis-gadis cantik.

Namun bagi Lim Han-kim yang dirundung masalah, ia tidur tak nyenyak. makan tak selera, selama dua hari ini tak sepatah kata pun yang diucapkannya.

Pada tengah hari ketiga, Seebun Giok-hiong benar- benar datang memenuhi janjinya, ia diikuti siau-cui yang cantik dengan membawa sebuah baki porselen, isi baki itu selain sebuah gunting, terdapat juga sebuah botol porselen berwarna gelap dan tidak diketahui apa isinya,

"Kemari kau" kata Seebun Giok-hiong sambil mengambil gunting dari atas baki.

Dengan langkah lebar Lim Han-kim maju menghampiri katanya: "Nona boleh turun tangan" Nada ucapannya datar dan tenang, sama sekali tak ada rasa takut

"Sebentar lagi kau akan segera dapat melihat bentuk wajahmu yang aneh, lucu dan menyeramkan takut tidak kau?" kata Seebun Giok-hiong sambil menggerakkan guntingnya.

"Selama dua hari aku telah memahami arti sebenarnya kehidupan manusia di dunia ini. Biar dia hidup berapa tahun pun akhirnya toh tetap mati, sekarang aku tidak kuatir menghadapi kematian, kenapa mesti mengacuhkan masalah bentuk rupa?"

"Aaai... kau memang sangat gagah" puji Seebun Giok- hiong sambil menghela napas, Gunting nva bekerja cepat memotong kain pembalut di wajah pemuda itu, dalam waktu singkat semua kain pembalut telah tertanggal.

Lim Han-kim mencoba meraba wajah sendiri benar juga, permukaan kulitnya cekung cembung tak rata, bekas luka pun memenuhi seluruh wajah,

"siau-cui" seru Seebun Giok-hiong kemudian. "Cepat ambilkan cermin"

"Tidak usah bercermin, mari kita segera berangkat." "Ke mana?" "Bukankah kau hendak mengajakku menjumpai ketua Hian-hong-kau?"

"Kuanjurkan lebih baik bercerminlah dulu sebelum mengambil keputusan, Siau-cui, cepat ambil cermin"

Siau-cui menyahut, tak lama kemudian ia sudah muncul kembali, katanya sambil menyodorkan cermin ke tangan Lim Han-kim: "siangkong, ini cerminnya"

Terpaksa anak muda itu terima cermin dan dipakai untuk mencermin wajahnya, sebuah raut muka yang sangat aneh dan penuh dengan gambar tato segera muncul di depan mata.

"Bagaimana hasil karyaku?" tanya Seebun Giok-hiong kemudian,

Lim Han-kim tertawa tergelak. "Hahaha... sebuah bentuk wajah yang aneh dan menarik" sahutnya seraya mengembalikan cermin itu ke tangan siau-cui,

"Bagaimana? sedikitpun tidak merasa se-dih?"

"Aku rasa wajahku sekarang menarik sekali, mari kita berangkat"

0ooo0
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar