Pedang Keadilan I Bab 42 : Adu Domba

 
Bab 42. Adu Domba

Melihat sikap hormat lelaki itu, Pek si hiang kembali berpikir: "Padahal siau-cui hanya seorang dayang pemilik bunga bwee, rupanya dia mempunyai kedudukan dan kekuasaan yang tinggi "

Ujarnva lebih jauh: "Nona Cui tidak lega hati, maka ia mengutus kami untuk meninjau persiapan di sini. "

"Segala sesuatunya sudah beres, tolong sampaikan kepada nona Cui agar dia tak usah kuatir."

"Bagus sekali kalau begitu," kata Pek si hiang. setelah berjalan berapa langkah tiba-tiba ia berpaling

lagi sambil bertanya: "Apakah ada yang datang menghadiri pertemuan ini sebelum waktunya?"

"Ada beberapa orang sudah sampai di sini, tapi semuanya dapat ditahan di luar kuburan Liat Hu Bong."

"Utusan mana yang bertanggung jawab dalam urusan ini?"

Tampaknya lelaki kekar itu mulai curiga. Dengan sorot matanya yang tajam dia awasi wajan Pek si hiang beberapa saat lamanya, Kemudian baru menjawab: " Utusan penakluk harimau"

"Bagus sekali" ujar Pek si hiang kepada Lim Han kim dan Han Si-Kong, segera serunya pula: "mari kita periksa di sana."

selesai berkata ia berjalan lebih dulu meninggalkan tempat itu.

Lim Han kim dan Han Si-Kong dengan satu berjalan di kiri satu di kanan melindungi Pek si hiang dari belakangnya meninggalkan tempat itu. sekilas pandang orang akan mengira kedudukan Pek si hiang jauh lebih tinggi daripada mereka berdua, padahal yang betul mereka berdua sedang melindungi keselamatan jiwanya,

setelah berada berapa kaki dari tempat semula, baru Han Si-Kong berbisik pelan: "Tampaknya orang itu mulai mencurigai kita."

"Tidak apa-apa," jawab Pek si kiang. "Asal kalian mau bertindak menurut kata-kataku, rahasia kita tak akan terbongkar"

sementara pembicaraan berlangsung, mereka telah berjalan keluar dari kompleks pekuburan Liat Hu Bong yang menyeramkan Ketika mereka alihkan pandangan ke muka, tampaklah beberapa kaki di depan situ berdiri delapan sembilan orang lelaki kekar yang berkerumun sedang membicarakan sesuatu, entah apa yang sedang mereka rundingkan.

Han Si-Kong periksa dulu sekeliling tempat itu, setelah yakin tak ada orang, baru ia berbisik: "Nona Pek. orang- orang itu pastilah para jago yang datang menghadiri pertemuan, perlukah kita menegur sapa mereka?"

"Aku lihat kejadian ini agak aneh," ujar Lim Han kim. " Kenapa di sini tak terlihat anak buah pemilik bunga bwee melakukan penghadangan, dan kenapa orang-orang itu berdiri tak bergerak di situ?"

"Mari kita tengok dulu sebelum bicara" seru Pek si hiang.

pelan-pelan mereka bertiga berjalan mendekati kerumunan manusia itu dan berhenti lebih kurang satu tombak jauhnya.

Mendadak terdengar seseorang dengan suara yang keras tapi kasar berseru: "Kita datang memenuhi undangan, tapi sekarang melarang kita masuk. sebetulnya apa maksud mereka itu?"

"Han locianpwe," bisik Pek si hiang kemudian "orang ini kasar dan berangasan, kita tak usah menjelaskan apa- apa kepada mereka"

sementara itu Lim Han kim merasa sangat keheranan, pikirnya: " Kalau memang tak ada orang yang menghadang, kenapa orang-orang itu tidak masuk kemari?"

Ia segera mempercepat langkahnya menghampiri tempat kejadian, Ternyata di tengah jalan telah menghadang sebuah jaring laba-laba berwarna biru yang tipis sekali, jaring laba-laba itu tingginya hanya satu kaki dua depa, tanpa dasar ilmu meringankan tubuh yang hebat memang sulit untuk melewatinya.

Lim Han kim semakin keheranan, kembali pikirnya: " Kalau dibilang hanya sarang laba-laba itu yang menghalangi perjalanan mereka, waaah... ini berarti orang-orang tersebut cuma gentong nasi belaka, manusia tak berguna "

sementara dia berpikir, Pek si hiang yang menyusul tiba telah berbisik pelan: "jangan sentuh jaring laba-laba berwarna biru itu, di atas jaring ada racun jahat-nya."

Mendengar peringatan itu, sekali lagi Lim Han kim berpikir "Meskipun jaring laba-laba ini beracun, semestinya tak sampai menghalangi perjalanan mereka " sementara itu kumpulan lelaki kekar yang

sedang berunding itu telah menghentikan pembicaraan-

Berpuluh pasang mata bersama-sama dialihkan ke tubuh mereka bertiga. Tiba-tiba tampak seorang lelaki mencabut keluar goloknya sambil berteriak keras: "Pemilik bunga bwee telah menyebar undangan mengundang kami menghadiri pertemuan ini, kenapa sekarang perjalanan kami dihadang dengan jaring laba-laba beracun?"

Pek si hiang kuatir Lim Han kim dan Han Si-Kong melayani tanya jawab itu, buru-buru serunya: "jangan perdulikan mereka"

Ketika pertanyaannya tidak dijawab tampaknya lelaki itu semakin mendongkol bercampur marah. sambil membacok jaring laba-laba itu dengan goloknya, kembali dia mengumpat: "Aku tidak percaya jaring laba-laba beracun ini betul-betul bisa menghalangi perjalanan kami"

"Semestinya sejak tadi jaring laba-laba itu dijebol, buat apa menunggu sampai se-karang.,.?" pikir Lim Han kim.

Belum selesai ingatan itu melintas, tiba-tiba terdengar jeritan ngeri yang menyayat hati berkumandang memecahkan keheningan Tiba-tiba lelaki kekar yang membacok jaring laba-laba dengan goloknya itu membuang senjatanya ke atas tanah lalu tubuhnya mundur sempoyongan sejauh beberapa depa sebelum akhirnya roboh terjengkang. Lim Han kim yang menyaksikan kejadian tersebut jadi tertegun, pikirnya cepat: "Aneh, sungguh aneh, sekalipun jaring laba-laba itu beracun, semestinya tak mungkin racun itu bisa menyusup naik lewat senjata golok tersebut Tapi kalau tidak. kenapa orang itu bisa roboh terjengkang padahal tubuhnya tidak menempel jaring tersebut?"

Baru saja dia hendak maju mendekat untuk melihat lebih jelas, mendadak terdengar Pek si hiang berbisik, "Mari kita kembali"

Ia putar badan melangkah dulu meninggalkan tempat itu. Lim Han kim maupun Han Si-Kong sudah benar- benar takluk atas kecerdasan gadis ini. Mereka menaruh kepercayaan penuh pada semua langkah dan tindakan yang dilakukan gadis itu, karena itu tanpa banyak bicara lagi mereka mengintil di belakang Pek si hiang.

setelah berjalan sejauh tiga kaki dan yakin di sekitar situ tak ada orang lain, baru Han Si-Kong berbisik, "Nona Pek, aku lihat jaring laba-laba be^arna biru itu agak sedikit aneh. "

"sebetulnya tak ada yang aneh, tapi sayang aku tak punya waktu sekarang untuk menerangkan kepada kalian."

Mendadak terdengar suara ringkikan kuda berkumandang datang Tak tahan Lim Han kim segera berpaling, tampak seekor kuda berlari cepat menuju ke arah mereka dan berhenti di depan jaring laba-laba beracun yang menghadang di tengah jalan itu Dengan ketajaman matanya ia segera dapat mengenali orang itu sebagai Hongpo Lan.

Terdengar Hongpo Lan berteriak dengan suara keras: "Ketua muda dari perkampungan enam kolam bintang Hongpo Lan mewakili ayahku datang menghantar surat, petugas mana ya bisa menolong untuk singkirkan jaring beracun ini?"

Lim Han kim segera berkata: "Nona Pek. pemuda yang barusan datang itu adalah seorang sahabatku Hongpo

Lan "

"sayang aku tak bisa melihat sejauh itu. " sela Pek si

hiang.

"Maksudku lebih baik kita carikan sebuah akal agar dia bisa masuk kemari dengan menghindari jaring laba-laba beracun itu. "

"Sebetulnya pemilik bunga bwee bermaksud menggunakan jaring beracun itu untuk mencegah mereka yang tak punya ilmu untuk ikut menghadiri pertemuan besar ini. Apabila temanmu itu tak mampu melewati jaring beracun, aku rasa tidak perlu menghadiri pertemuan besar para jago lagi. " "Dugaan nona tepat sekali," sambung Han Si-Kong cepat. "Hongpo Lan telah melewati jaring beracun dan sekarang sedang bergerak mendekati tempat kita berada. Jangan perdulikan dia"

Terdengar ujung baju berhembus angin, tahu-tahu Hongpo Lan sudah berhenti di hadapan mereka bertiga, setelah mengawasi sekejap ketiga orang itu katanya seraya memberi hormat: "Aku Hongpo Lan mendapat perintah dari ayahku untuk menyampaikan sepucuk surat kepada pemilik bunga bwee, harap saudara sekalian sudi memberi petunjuk"

Lim Han kim berusaha keras menahan gejolak perasaan dalam hatinya, ia tetap membungkam diri, sebaliknya dengan menyerakkan suaranya Pek si biang berkata:

"Surat penting apa, coba perlihatkan dulu kepadaku" "Ayahku berpesan surat ini penting sekali artinya,

sekalipun tak bisa diserahkan langsung kepada pemilik bunga bwee, paling tidak harus diserahkan kepada orang kepercayaannya "

"Kalau begitu serahkan dulu surat itu kepadaku" Dari sakunya Hongpo Lan mengeluarkan surat itu,

kemudian tanyanya: "Boleh aku tahu siapa namamu?"

"Utusan bunga bwee" Lim Han kim adalah seorang yang jujur dan polos, dia tak tega melihat Hongpo Lan ditipu habis-habisan, maka dengan ilmu menyampaikan suara katanya: "Saudara Hongpo, aku adalah Lim Han kim. Yang ada di sebelah kiri saudara Han, sedang orang yang berbicara denganmu adalah nona Pek, Kami bertiga sedang menyamar menjadi anak buah pemilik bunga bwee sehingga tak mungkin bertegur sapa denganmu.

Kepintaran nona Pek tiada taranya, bisa selamat atau tidak para jago yang hadir dalam pertemuan tengah hari nanti sebagian besar tergantung pada dirinya, jadi turuti saja perintahnya. Serahkan surat tersebut kepadanya."

Sementara itu Pek Si hiang telah menegur lagi setelah menerima surat tersebut:

"Biji matamu berputar tak beraturan, ini membuktikan kau sedang memikirkan sesuatu. Kunasehati dirimu lebih baik jangan berpikir yang bukan-bukan"

Meskipun nada suaranya agak kasar dan parau namun bila diperhatikan dengan seksama masih kedengaran narta lembutnya sebagai seorang gadis remaja.

Hongpo Lan mencoba mengerahkan kemampuan melihatnya untuk mengawasi gadis itu, seakan-akan dia hendak menembusi kain kerudung muka yang mereka kenakan. Dalam kesempatan itu Pek si hiang telah memeriksa sekejap sampul surat itu, terbaca olehnya beberapa tulisan yang berbunyi "surat ini ditujukan untuk saudara Seebun Yu kong"

sedangkan di bawahnya tercantum tulisan- "Dipersembahkan oleh sobat karibmu dari Lam ciang, Hongpo Tiang hong."

setelah memandang sekejap surat tersebut Pek si hiang pun berpikir: "sudah jelas pemilik bunga bwee adalah seorang nona, kenapa orang ini memanggilnya sebagai saudara seebun? isi surat ini pasti mengandung suatu rahasia yang maha besar, Bila kubaca isinya meski belum tentu bisa mengetahui asal usul pemilik bunga bwee secara jelas, paling tidak aku bisa memahami sedikit latar belakangnya "

Tapi ia berusaha keras untuk mengendalikan gejolak emosinya untuk membuka dan membaca isi surat itu, sebab dia tahu, kemungkinan besar di sekeliling tempat itu telah dipersiapkan para jago dari pemilik bunga bwee untuk melakukan pengawasan-

Dari kejauhan sana kembali berkumandang suara ringkikan kuda yang sangat ramai disusul beterbangan debu yang membumbung ke udara. Diam-diam Pek si hiang berpikir: "Kali ini pasti banyak sekali yang datang. Kalau didengar dari ringkikan kudanya jelas melebihi belasan ekor " Belum habis dia berpikir, terdengar Han Si-Kong telah berbisik, "Nona Pek, ada yang datang"

Ketika Pek si hiang berpaling, tampak belasan orang lelaki bersenjata diiringi dua orang gadis berbaju merah sedang berjalan mendekati kuburan Liat hu bong itu dengan langkah cepat.

Tak seorangpun dari rombongan manusia itu yang mengenakan kain kerudung tapi wajah mereka pun bukan wajah asli sebab masing-masing mengenakan topeng kulit manusia. Malah kedua orang nona berbaju merah pun melakukan hal yang sama, dengan demikian wajah mereka jadi kelihatan kaku tanpa ekspresi apa pun.

Cepat benar gerakan tubuh dua orang gadis berbaju merah itu, dalam waktu singkat mereka telah sampai di hadapan pek si hiang sekalian.

Han Si-Kong dan Lim Han kim saling bertukar pandangan sekejap. diam-diam mereka menghimpun tenaga siap menghadapi segala sesuatu, saat itu pula Lim Han kim dengan ilmu menyampaikan suaranya berbisik: "saudara Hongpo, berhati-hatilah, Bila jejak kami ketahuan, mungkin suatu pertempuran sengit tak terelakkan lagi"

Dua orang gadis berbaju merah itu menghentikan langkahnya kurang lebih empat lima depa di hadapan mereka, Begitu berhenti nona yang ada di sebelah kiri segera menegur: "Apakah kalian bertiga diutus oleh nona Cui?"

"Benar, dan kalian berdua anak buah utusan yang mana?" Pek si hiang balas bertanya.

"Kami berasal dari ruang pelindung hukum, mendapat tugas khusus untuk menyambut kedatangan para tamu"

"sudah cukup banyak yang hadir di sini, kalian cepat ke sana memberi penyambutan"

Dua orang gadis berbaju merah itu mengiakan, tapi baru berjalan tiga langkah tiba-tiba mereka berpaling lagi sambil bertanya: "Boleh kami tahu tugas apa yang diberikan nona Cui kepada kalian bertiga?"

Diam-diam Lim Han kim gelisah, pikir-nya: " Celaka, kali ini rahasia penyamaran kami pasti akan terbongkar.,." ia berusaha mencari berpuluh alasan, namun semua alasan itu terasa kurang tepat untuk diutarakan.

Di saat yang kritis inilah terdengar Pek si hiang menyahut ketus: "ini menyangkut urusan rumah tangga, buat apa kalian banyak bertanya?"

"Jawaban yang amat tepat" puji Han Si-Kong dalam hati, "Dengan jawaban ini mereka semakin tak bisa meraba tujuan kami." sedangkan Lim Han kim diam-diam merasa kuatir, dia takut dua orang itu naik darah lantaran malu, Bila sempat terjadi bentrokan kekerasan, maka semua jerih payahnya selama ini bakal berantakan siapa tahu apa yang kemudian terjadi sama sekali di luar dugaan, dengan sikap amat hormat dua orang gadis berbaju merah itu buru-buru membungkukkan badannya sambil berseru:

"Maafkan kelancangan kami mengajukan pertanyaan tersebut, kami berharap urusan ini jangan disinggung bila bertemu nona Cui nanti" selesar berkata mereka berdiri dengan sikap amat menghormat sekali.

Pek Si hiang segera mengulapkan tangannya sambil berseru: "Sekarang kalian boleh pergi, saat ini kami merasa kurang leluasa untuk bertemu dengan orang."

"Terima kasih banyak atas pengampunan ini" seru dua orang gadis berbaju merah itu. Dengan membawa belasan lelaki kekar itu buru-buru mereka tinggalkan tempat tersebut.

"Mari kita pergi," kata Pek Si hiang kemudian sambil berjalan menuju ke arah kuburan Liat Hu Bong.

"Bagaimana dengan surat rahasiaku itu.,.?" seru Hongpo Lan dengan kening berkerut,

"ikutilah kami" Hongpo Lanjadi serba salah, terpaksa dia mengikuti dari belakang, ia merasa kurang baik untuk merampas kembali surat itu dengan kekerasan, maka untuk beberapa saat ia jadi bimbang dan tak tahu apa yang mesti dilakukan.

Dengan ilmu menyampaikan suaranya Lim IHan kim segera berseru: "Saudara Hongpo, ikuti saja diri kami"

Waktu itu di balik kuburan Liat Hu Bong, di bawah pepohonan yang rindang telah disiapkan puluhan buah meja beralas kain putih, Pek Si hiang berhenti sejenak sambil mengawasi meja-meja yang teratur rapi itu dengan wajah termangu.

Karena gadis itu berhenti, otomatis Lim Han kim dan IHan Si-Kong ikut berhenti pula, sebaliknya Hongpo Lan jadi serba salah, akhirnya tak tahan ia bertanya pelan: "Saudara Lim, apa yang harus kulakukan?"

Meskipun suara itu sangat lirih, tapi berhubung mereka berempat berdiri sangat dekat satu sama lainnya maka Lim Han kim bisa mendengar, Pek si hiang serta Han si kong pun dapat mendengar dengan jelas sekali.

Belum sempat Lim Han kim menjawab, Pek si hiang sudah berkata lebih dulu: "Kau ke sana dan duduklah di situ" Rupanya Hongpo Lan memang sengaja bertanya begitu agar Pek si hiang ikut mendengar pula perkataannya sambil menunggu reaksinya kini ia benar- benar mengikuti perintahnya dan segera dilakukan.

"Bagaimana dengan suratku? Apakah bisa kau kembalikan kepadaku?"

"selesai membaca surat itu, kau boleh serahkan kepada pemilik bunga bwee..." jawab Pek si hiang cepat, Hongpo Lan jadi sangat gelisah, tapi di luar ia tetap menjaga ketenangannya, ujarnya: "surat itu dibuat ayahku dan ditujukan kepada pemilik bunga bwee. Bila nona tidak mengembalikan kepadaku, bagaimana caraku mempertanggungjawabkan diri di hadapan ayahku nanti?"

"Aku toh cuma melihat sebentar, kenapa sih kau mesti gelisah?"

"Berulang kali ayahku berpesan kepadaku bahwa surat ini mempunyai hubungan yang erat dengan peristiwa kali ini. ia minta kepadaku agar menjaga surat ini baik-baik serta jangan sembarangan diserahkan kepada orang lain. "

Pada saat itulah dari arah Timur, dari belakang kuburan yang tinggi besar itu muncul sebaris gadis berbaju hijau. Dengan langkah pelan mereka berjalan menuju ke arah meja peramuan itu. Dengan nada gelisah Pek si hiang segera berseru: "Cepat masuk ke dalam dan mencari tempat duduk. kami harus segera pergi dari sini"

Hongpo Lan ragu-ragu sejenak, tapi akhirnya ia berjalan mendekati sebuah meja yang beralas kain putih dan duduk di situ, Ketika ia berpaling kembali, tampak Pek si hiang bertiga telah berjalan menuju ke belakang kuburan melaluijalan sebelah utara.

Tiba-tiba terdengar suara yang merdu berkumandang dari sisinya: "Boleh aku tahu siapa namamu?"

Dengan cepat Hongpo Lan berpaling, tampak seorang gadis berbaju hijau yang berwajah cantik dan berambut panjang telah berdiri di hadapannya dengan senyuman dikulum.

Hongpo Lan mengalihkan kembali pandangan matanya ke arah depan, Waktu itu rombongan gadis berbaju hijau itu telah memisahkan diri, masing-masing berjalan mendekati sebuah meja.

Melihat perbuatan mereka itu, Hongpo Lan segera menyadari apa yang terjadi, rupanya nona-nona itu adalah para dayang yang bertugas melayani kebutuhan para tamu.

Kuburan yang sepi menyeramkan dihiasi dengan nona- nona penyambut tamu yang rata-rata berwajah cantik, pemandangan semacam ini benar-benar amat bertentangan dan menyolok mata.

Waktu itu rumput kering yang ditumpuk Pek si hiang di seputar barisan bambu telah habis terbakar, asap yang mengepul pun kian lama kian bertambah tipis sebelum akhirnya memudar setelah memperhatikan pemandangan di sekelilingnya dengan seksama, Hongpo Lan baru menjawab: "Aku adalah Hongpo Lan"

"Pagi amat kedatanganmu Hongpo taihiap. sampai air teh pun belum sempat kami persiapkan" seru gadis berbaju hijau itu sambil tertawa.

"Tak berani merepotkan nona."

"Hongpo taihiap tak perlu sungkan-sungkan terhadap budak. bila ada sesuatu kebutuhan atau permintaan, silahkan saja disampaikan"

sementara itu terdengar suara roda kereta yang menggelinding tiba, tak lama kemudian terlihat dua buah kereta hitam meluncur datang dengan kecepatan tinggi, Ke-mudian tirai di pintu kereta itu terbuka, muncullah tiga empat orang lelaki kekar berpakaian ringkas, Dari dalam kereta mereka turunkan kain terpal berwarna hitam dan dengan cepatnya mendirikan sebuah tenda di situ. Gerak gerik beberapa orang itu cepat dan sangat terlatih, tak sampai sepenanakan nasi mereka telah mendirikan empat lima buah tenda.

selama ini Hongpo Lan hanya menguatirkan terus surat rahasia milik ayahnya, dia pun menguatirkan keselamatan Lim Han Kim. sekarang ia mulai menyesal kenapa ia tidak membuka kain kerudung muka Lim Han kim tadi serta membuktikan benarkah orang itu adalah Lim Han kim.

Tapi pikiran tersebut kembali terputus dengan munculnya belasan buah kereta kuda. Kereta-kereta itu muncul dari empat arah delapan penjuru. Tak selang berapa saat kemudian di sekeliling tempat itu sudah didirikan puluhan buah tenda, antara tenda yang satu dengan tenda yang lain dihubungkan dengan seutas tali, sementara puluhan buah meja perjamuan yang sudah tersedia kini terkurung di tengah tenda-tenda itu, yang tersisa

hanya bagian depan dan belakang sebagai pintu lewat,

Tanpa terasa Hongpo Lan berseru me-muji, pikirnya: "Anak buah pemilik bunga bwee benar-benar terdiri dari manusia pi-lihan, tapi apa maksudnya mendirikan ber- puluh-puluh tenda di sekeliling tempat ini? Apa mungkin dia akan menggunakan puluhan buah tendanya itu untuk menghalangi kepergian para jago?" Mendadak terdengar nona berbaju hijau yang berada di sisinya berseru sambil tertawa merdu: "Air teh telah dihidangkan, Hongpo taihiap. silahkan mencicipi secawan air teh dulu"

setelah ditanah pekuburan yang sepi itu dibangun puluhan buah tenda, suasana di tempat itu berubah jadi amat ramai, mengusir jauh-jauh suasana seram dan mengerikan yang semula mencekam tempat tersebut.

Gadis berbaju hijau yang berdiri di sisinya tadi kini sudah muncul dari balik tenda sambil membawa nampan berisi teko air teh, selain itu juga terlihat sebuah cawan yang telah dipenuhi air teh.

Mula-mula nona berbaju hijau itu meletakkan dulu poci air teh itu ke meja, kemudian sambil menyodorkan cawan yang sudah berisi penuh air teh itu katanya: "Hongpo taihiap. silahkan minum"

"Boleh aku tahu siapa nama nona?" tanya Hongpo Lan sambil menerima cawan itu

"Aaah, budak hanya seorang pelayan rendahan, apa gunanya membicarakan soal nama?"

"Entah dia pelayan rendahan atau orang kenamaan, setiap manusia pasti punya nama atau panggilan, mana mungkin gadis secantik nona tidak mempunyai nama?" "Bila Hongpo taihiap bersikeras ingin tahu, baiklah, Budak bernama Giok yan"

"oooh... rupanya nona Giok yan, sudah berapa lama nona mengikuti pemilik bunga bwee?"

Paras muka Giok yan agak berubah, tapi segera jawabnya: "Budak tak lebih hanya seorang dayang yang menurut perintah orang, budak belum pernah bertemu dengan pemilik bunga bwee"

pelan-pelan Hongpo Lan meletakkan kembali cawannya ke meja, kemudian tanyanya lagi sambil tertawan "Tahukah nona siapa yang menyelenggarakan perjamuan pada hari ini?"

"Budak hanya bertugas melayani kebutuhan tamu. Bila Hongpo taihiap membutuhkan sesuatu katakan saja langsung, Me-ngenai masalah yang lain, budak benar- benar tidak tahu, jadi Hongpo taihiap pun tak perlu membuang banyak waktu dan pikiran untuk bertanya kepada budak."

Hongpo Lan menyapu sekejap seputar arena, diam- diam ia mencoba menghitung jumlah nona berbaju hijau itu, ternyata semuanya berjumlah tiga puluh enam orang, Maka kembali ia berkata sambil tertawa: "Kalau dilihat dari sinar mata nona yang tajam bersinar, jelas kau adalah seorang pendekar wanita berilmu tinggi, jika dugaanku tak salah, kalian tiga puluh enam orang bersaudara hampir rata-rata merupakan jago pilihan."

Gadis berbaju hijau itu mengerutkan dahinya, rasa tegang mulai menyelimuti wajahnya tapi hanya sebentar saja telah pulih kembali menjadi amat tenang, ia tertawa cekikikan lalu serunya: "Hongpo taihiap. kau memang pandai bergurau, jangan menilai terlalu tinggi kemampuan budak."

Kembali terdengar suara langkah manusia berjalan mendekat, belasan orang lelaki bersenjata lengkap dengan mengiringi seorang kakek berjalan mendekat, Kakek itu memakai mantel berwarna putih dengan jubah berwarna biru langit, wajahnya gagah dan kelihatan penuh wibawa,

Hongpo Lan segera merasa seperti pernah kenal dengan orang ini, tapi untuk sesaat dia pun tak bisa mengingat kembali siapa gerangan kakek tersebut....

Tanpa terasa tengah hari sudah hampir menjelang tiba, para jago yang diundang untuk menghadiri pertemuan puncak pun beruntun telah berdatangan memenuhi seluruh tempat.

Dengan tingkah laku yang halus dan luwes kawanan nona berbaju hijau itu menyambut kedatangan para tamunya, setiap meja diisi delapan orang dan semuanya berjalan sangat beraturan, Tak lama kemudian puluhan meja telah dipenuhi manusia, suasana pun mulai ramai, gelak tertawa suara pembicaraan bergema di sana sini, kompleks tanah pekuburan yang semula sepi pun kini berubah jadi ramai sekali.

seperti kupu-kupu yang terbang di antara bebungaan, kawanan gadis berbaju hijau itu tiada hentinya keluar masuk dari tenda yang tersedia, mengambil poci menghidangkan air teh, suasana amat sibuk.

secara diam-diam Hongpo Lan mencoba memperhatikan gerak gerik para jago itu.

Ia saksikan rata-rata para jago yang hadir segera meletakkan kembali cawan teh yang diterimanya itu ke meja begitu menerima dari nona-nona cantik itu, ternyata tak seorang pun mencoba untuk minum. jelas para jago itu sudah membuat persiapan yang matang sebelum hadir di sana.

Belum lagi pertemuan puncak dibuka, adu siasat sudah dimulai. Hal ini menambah hawa pembunuhan yang menyelimuti tempat itu bertambah tebal.

"Hongpo taihiap." terdengar Giok yan berkata manja. "Masa kau hanya duduk sendirian? Bagaimana kalau budak carikan beberapa teman untuk duduk semeja denganmu?" Hongpo Lan tersenyum, "soal ini nona tak perlu repot-repot, kalau hanya seorang diri mana aku berani menghadiri perjamuan besar ini"

sengaja dia mengucapkan kata-kata itu dengan suara keras, dengan cepat ulahnya ini memancing perhatian para jago yang duduk di sekelilingnya, berpuluh-puluh pasang mata serentak dialihkan ke tubuhnya.

sambil tertawa dingin Giok yan berseru: "Hongpo taihiap, bencana selalu datangnya dari mulut, Daripada banyak bicara, lebih baik kurangi bicaramu sehingga tak usah mendatangkan bencana besar bagimu"

"Dari dulu orang sering bilang, perjamuan yang diadakan secara paksa tak mungkin suatu perjamuan yang menyenangkan coba kau lihat, siapa yang bukan jago kenamaan dan berpengalaman banyak di antara para hadirin yang ada di sini sekarang, Tapi coba nona lihat cawan teh yang ada di meja, adakah di antaranya yang telah diminum?"

Paras muka Giok yan berubah jadi hijau membesi karena mendongkolnya, tapi ia berusaha keras mengendalikan kobaran hawa amarah di dalam dadanya, kembali ujarnya: "Hongpo taihiap. kalau kau begitu menaruh curiga kepada kami, boleh aku tahu karena urusan apa pula kau bisa hadir di sini?" "Tahukan nona akan arti perkataan yang berbunyi: "siapa yang datang pasti membawa maksud tertentu?"

Agaknya dia memang berniat memancing hawa amarah Giok yan sehingga setiap patah kata yang diucapkan selalu memancing kobaran emosinya.

Meskipun usia Giok yan masih muda, ternyata ia memiliki daya tahan yang luar biasa, pancingan emosi itu sama sekali tidak dilayaninya, malah sambil tertawa hambar nona itu berseru: "Jadi Hongpo taihiap menganggap air teh ini mengandung racun? Baiklah, budak akan membuktikan dengan meneguk habis isi cawan ini."

Tampaknya beberapa patah kata ini memang sengaja diperdengarkan untuk semua yang hadir, karena itu suaranya amat keras.

Betul juga. perhatian para jago yang hadir di tempat itu serentak dialihkan pada-nya. Melihat itu, Giok yan pelan-pelan mengambil cawan teh itu dari meja dan meneguk habis isinya.

"Nona, sikapmu menganggap kematian sebagai pulang ke rumah betul-betul mengagumkan hatiku"

setelah meletakkan kembali cawan kosong itu ke atas meja Giok yan berseru: "Hongpo taihiap. budak hanya seorang budak rendahan. Bila kau berniat mempermainkanku, apakah tidak takut bakal ditertawakan para jago dari seluruh kolong langit?"

"Betul- betul seorang budak berlidah tajam" pikir Hongpo-Lan dalam hati kecilnya, "Tampaknya anak buah pemilik bunga bwee rata-rata adalah manusia luar biasa "

"Braaaak.,."

Mendadak terdengar suara gempuran keras bergema memecahkan keheningan, lalu disusul terlihat cawan- cawan teh beterbangan ke angkasa dan menumpahkan air teh ke mana-mana.

Dengan kening berkerut Hongpo Lan ber-paling, ia saksikan seorang lelaki berewok telah melompat bangun dan berteriak dengan keras: "Huuuh, seorang lelaki berani mempermainkan kaum wanita, terhitung jagoan macam apa itu.,.?"

Melihat seruannya ada tanggapan, dengan alis mata berkenyit Giok yan segera berbisik: "Nah, Hongpo taihiap. kau telah mengundang bencana gara-gara banyak bicara, sekarang kau pasti sudah mengerti bukan.,.?"

Hongpo Lan tidak menanggapi ucapan gadis itu lagi, pikirnya dalam hati: "Manusia dari mana itu, berangasan amat?" suara bentakan lelaki kekar itu amat keras dan nyaring, membuat perhatian para jago bersama-sama dialihkan ke arahnya,

Agaknya lelaki berewok itu merasa amat bangga setelah menyaksikan perhatian para jago dialihkan kepadanya, sambil tertawa terbahak-bahak dia tuding Hongpo Lan seraya umpatnya: "Hei bocah busuk sudah dengar belum aku sedang memaki kau"

Hawa amarah Hongpo Lan segera me-muncak. ia melompat bangun siap mengumbar emosinya tapi segera duduk kembali, berpaling ke arah lain dan berlagak tidak mendengar.

Ternyata di saat Hongpo Lan melompat bangun itulah satu ingatan tiba-tiba melintas dalam benaknya, Dia curiga pemilik bunga bwee sengaja mengundang para jago dari seluruh kolong langit untuk berkumpul di tempat terpencil ini, kemudian mengutus gadis-gadis cantik yang berilmu untuk melayani para tamunya tak lain bertujuan untuk mengadu domba para jago agar mereka saling membunuh sendiri, seandainya sampai terjadi peristiwa begini, yang untung sudah pasti pemilik bunga bwee, sebab tanpa turun mangan dia akan meraih kemenangan yang besar.

Untuk meyakinkan bahwa dugaan tersebut benar Hongpo Lan mencoba memperhatikan reaksi para gadis penyambut tamu itu. Benar juga, rata-rata mereka hanya berpeluk tangan sambil menonton keramaian. Kenyataan ini semakin menguatkan dugaannya bahwa pikirannya itu memang betul. ia tahu jika dirinya emosi dan melayani lelaki berangasan itu hingga saling bertarung sendiri, hal ini sama artinya dia masuk perangkap pemilik bunga bwee

Berpikir demikian ia segera menekan gejolak emosinya dan tidak melayani tantangan orang itu lagi.

Melihat Hongpo Lan yang sudah berdiri duduk kembali, lelaki berewok itu tertawa tergelak. ejeknya: "Ha ha ha... kenapa duduk lagi? Kau tak berani melayani tantanganku bukan? Ha ha ha... kalau beraninya hanya mempermainkan kaum gadis, terhitung jagoan macam apa kamu ini?"

Hongpo Lan mengalihkan pandangannya ke tempat kejauhan sana sambil menghembuskan napas panjang, Dengan meminjam hembusan napas itu, ia membuang keluar semua rasa mendongkol dan gusar yang membara di dalam dadanya.

Tak disangka lelaki berewok itu ternyata tak tahu diri ketika melihat Hongpo Lan membiarkan dirinya dimaki tanpa membalas, dikiranya pemuda itu memang benar- benar takut kepadanya Dengan cepat ia sambar secawan air teh lalu dilemparkan ke tubuh anak muda tersebut. Hongpo Lan segera menghimpun tenaga dalamnya, tanpa mengubah posisi duduknya bersama bangku yang diduduki ia melejit ke udara dan bergeser sejauh tiga depa dari posisi semula, percikan air ten yang tertumpas itu kontan saja meluncur ke tubuh Giok yan.

Terdengar Giok yan menjerit kaget, tubuhnya miring ke samping dan mundur dengan sempoyongan untuk menghindari percikan air teh itu, sedang di luar dia berlagak seperti orang yang tak bisa berdiri tegak hingga nyaris jatuh terjerembab

Melihat gadis itu berhasil menghindari percikan air tersebut, diam-diam Hongpo Lan tertawa dingin, pikirnya: "Pandai benar perempuan ini berpura-pura, ternyata apa yang kuduga memang benar "

Meskipun lelaki berewok itu agak bodoh namun ia cukup mengerti tingkatan lawannya.

Dari kemampuan Hongpo Lan yang bisa menghindar berikut bangkunya ia tahu bahwa musuhnya benar-benar memiliki ilmu silat amat hebat, Baru saja dia hendak menggunakan kesempatan itu untuk mengundurkan diri, mendadak terdengar seseorang memaki dengan suara keras:

"Huuuh, kau si tua bangka manusia macam apa? sudah tahu orang lain tidak melayani masih berlagak terus macam cucu kura-kura, aku si tua sungguh sebal melihat manusia macam begini.,."

orang itu berlogat szuchuan yang sangat kentara sehingga ungkapan makian-nya kedengaran lucu sekali, kontan para jago lainnya tertawa terpingkal karena kegelian.

Dengan sifat yang berangasan mana mungkin lelaki berewok itu bisa menahan diri? sambil menggebrak meja segera bentaknya: "siapa kau? Berani amat mencampuri urusanku Kalau punya nyali, ayo tampil ke depan"

"Kalau aku, mau apa kau?" seorang lelaki gemuk berusia setengah umur yang menyandang ruyung lemas pada pinggangnya muncul dengan langkah lebar.

Lelaki berewok itu memandang lelaki, gendut itu sekejap. kemudian jengeknya dingin: "Hmmm... kukira siapa, rupanya empat ruyung dari pak juan"

"Betul Aku memang Tio su ya" tukas lelaki gendut itu cepat.

Berubah paras muka lelaki berewok itu, tegurnya: "Tio losu, berulang kali kau nyinggung perasaanku Tampaknya kau sudah bosan hidup?"

Tio su ya tertawa terbahak-bahak: "Ha ha ha... aku Tio su ya tidak biasa melihat kejumawaanmu itu, kalau memang bernyali ayoh tampil ke depan" sebetulnya lelaki berewok itu sudah berniat mundur teratur setelah mengetahui musuhnya cukup tangguh, tapi setelah di-ejek berulang kali oleh Tio su ya, meledak juga hawa amarahnya, sambil membentak keras dia menubruk ke muka sambil melayangkan tinjunya.

Dengan cekatan Tio su ya berkelit ke samping menghindari serangan tersebut, tangan kanannya denganjurus "mengebut debu bicara santai" balas menghantam dada lawan.

Lelaki berewok itu bukan cuma sifatnya yang keras dan berangasan, ternyata ilmu silat yang dipelajari pun merupakan aliran keras, Ketika dilihatnya serangan Tio su ya meluncur tiba, dengan pertarungan keras melawan keras dia sambut datangnya serangan itu "Blaaammm., . "

Ketika dua gulung pukulan itu saling beradu, terjadilah suara ledakan yang amat keras, Lelaki berewok itu berkaok-kaok gusar, sepasang kepalannya secara beruntun melepaskan tujuh delapan buah pukulan kilat. Begitu hebatnya serangan berantai ini membuat Tio su ya terdesak hebat dan mundur sejauh empat langkah dari posisi semula.

Diam-diam Hongpo Lan mencuri lihat mimik muka Giok yan. Dilihatnya nona itu sedang menyaksikan jalannya pertarungan dengan wajah menghina. Agaknya ia sama sekali tidak menghargai jalannya pertarungan itu.

Dalam waktu yang amat singkat inilah situasi dalam arena pertarungan telah terjadi perubahan lagi. Kini Tio su ya telah mengembangkan serangan balasan, pukulan dan sodokan jari digunakan bersama melepaskan serangkaian serangan yang amat gencar.

Kendatipun angin pukulan yang dilepaskan lelaki berewok itu menderu- deru, namun situasi telah dikuasai Tio su ya sepenuh-nya, gejala kalah tampak sudah di depan mata.

Dari sekian banyak jago yang hadir dalam pertemuan puncak hari ini, status dan asal usul mereka kebanyakan berbeda dan dari tingkatan yang berbeda pula, tapi sebagian besar merupakan pentolan-pentolan yang menguasai suatu daerah tertentu. Ada di antaranya yang merupakan pentolan perampok. tapi ada juga jago-iago dari golongan lurus, para ketua partai besar serta jago- jago kelana.

Dari sekian banyak orang, sifat mereka pun berbeda- beda, ada yang tinggi hati tapi ada pula yang rendah hati. Dengan kondisi semacam ini, tidak heran jika terjadi bentrokan- bentrokan kekerasan di dalam pertemuan tersebut. "Duuuukk..." Kembali dua orang itu saling beradu pukulan dengan keras melawan keras, tapi posisi Tio su ya kelihatan jauh lebih menguntungkan. Ketika bentrokan berlangsung, tubuh lelaki berewok itu segera tergetar mundur sejauh lima enam depa dari posisi semula,

Mendadak terdengar suara dengusan dingin, enam orang lelaki yang duduk semeja dengan lelaki berewok itu serentak bangkit berdiri, Agaknya mereka siap turun tangan bersama.

"Bagus Sekali" teriak nyaring kembali bergema "Rupanya kalian cucu kura-kura ingin main keroyokan"

Tiga orang lelaki berbaju sutera serentak bangkit berdiri pula dari tempat duduk masing-masing. Ketiga orang itu bukan saja memakai baju yang sama, bahkan senjata yang digunakan pun tak berbeda, pada pinggang masing-masing tergulung sebuah ruyung lemas.

Meskipun Hongpo Lan jarang sekali berkelana dalam dunia persilatan, namun dari ayahnya ia pernah mendengar nama besar empat ruyung dari Juan pak ini, sebaliknya meski dia tak tahu siapakah lelaki berewok itu, tapi dari rombongan mereka yang terdiri dari tujuh orang serta mampu menghadiri pertemuan puncak ini, bisa diduga bahwa mereka pun bukan manusia sembarangan Anak muda ini dapat membayangkan andaikata pertarungan massal ini sampai terjadi, situasi tentu akan bertambah kalut, Tanpa sadar dia melirik lagi wajah Giok yan. Kali ini ia melihat sekulum senyuman telah tersungging di bibir gadis itu, tampaknya ia mulai gembira karena usaha mengadu dombanya mendatangkan hasil.

Tanpa berpikir panjang lagi Hongpo Lan segera melompat bangun dan menerjang masuk ke dalam arena pertarungan, dengan jurus " memotong awan memenggal bukit" dia sambut tenaga pukulan kedua orang itu, kemudian serunya keras-keras: " Harap kalian berdua berhenti sejenak. dengarkan dulu beberapa patah perkataanku"

Ketika tenaga pukulan Tio su ya dan lelaki berewok itu disambut oleh Hongpo Lan, mereka berdua segera merasakan hatinya bergetar keras. Kedua orang itu segera sadar bahwa mereka telah menjumpai musuh tangguh, bila pertarungan tidak dihentikan maka mereka tentu akan menderita kerugian besar. Karena itu tanpa banyak bicara mereka melompat mundur ke belakang.

Bagi lelaki berewok itu, peristiwa tersebut tidak mendatangkan kesan apa-apa, berbeda dengan Tio su ya, dengan penuh kegusaran ia melepaskan ruyung lemasnya lalu mengumpat dengan penuh amarah: "Anak kura-kura yang tidak tahu diri?" senjatanya segera disentak hingga lurus bagaikan tombak, dengan jurus "Naga hitam keluar gua" ia sodok dada pemuda itu.

Dengan cekatan Hongpo Lan memutar badannya menghindarkan diri dari serangan itu, kembali serunya: "saudara, jangan menyerang dulu Ada beberapa patah kata ingin kusampaikan dulu, selesai mendengar perkataanku nanti, belum terlambat bila ingin bertarung lagi"

"Tadi aku bermaksud membantumu, sekarang kau malah memusuhi aku..."

"Aku merasa berterima kasih sekali atas bantuan saudara Tio, tapi situasi yang dihadapi kita hari ini sangat luar biasa, saudara itu belum tahu kejadian yang sebenarnya, meski telah memaki diriku, namun dalam hal ini kita tak bisa salahkan dia "

"Bagus sekali" teriak Tio su ya sambil berkaok-kaok gusar. " Kalau ia memakimu dianggap betul, maka aku membantumu malah kau anggap salah?"

"sebenarnya saudara Tio dan saudara yang ini telah diadu domba orang agar saling membunuh, Perlu diketahui apa yang kalian lakukan sekarang justru yang paling diharapkan nona itu"

"Sebenarnya kami telah terkena perangkap apa? cepat kaujelaskan kepada kami" "Tentunya kalian semua diundang oleh pemilik bunga bwee untuk menghadiri pertemuan puncak ini bukan...?"

"Tentu saja Kalau pemilik bunga bwee tidak mengirim surat undangan untuk mengundang kami hadir di pertemuan ini, siapa sih yang kesudian datang ke tempat yang terpencil dan sepi ini"

"Nah, itulah dia Aku percaya kalian semua adalah para jago yang sudah lama berkelana dalam dunia persilatan, pengetahuan serta pengalaman yang kalian miliki jauh di atas kemampuanku Sekarang coba kalian perhatikan nona-nona yang bertugas menerima tamu, bukankah mereka semua rata-rata berwajah cantik dan bertubuh menawan? Tapi coba perhatikan lebih seksama, yang manakah di antara mereka yang tidak memiliki tenaga dalam sempurna? Kini, nona-nona cantik itu sedang mengawasi kita dengan penuh harapan, Mereka berharap di antara kita bisa segera berlangsung pertarungan sengit yang diakhiri dengan saling membunuh"

Dengan sinar matanya yang tajam Tio Su ya menyapu sekejap sekeliling tempat itu, tiba-tiba ia memberi hormat seraya berseru:

"Aku Tio Su ya, merasa berterima kasih sekali atas petunjuk anda, boleh kutahu siapa namamu?"

"Aku Hongpo Lan" "Apa yang saudara Hongpo katakan memang sangat tepat. Kalau begitu pertarungan ini tak periu dilangsungkan lagi."

setelah menyimpan kembali ruyungnya ia kembali ke tempat duduknya semula.

Lelaki berewok itu memandang Hongpo Lan sekejap. kemudian sambil memberi hormat katanya: "Aku Lo Tay piau ucapkan banyak terima kasih kepada saudara Hongpo."

Hongpo Lan segera balas memberi hormat, "saudara Lo terlalu serius, aku tak berani menerimanya . "

"Terima kasih benar atas keteranganmu itu, sekarang aku sudah mengerti keadaan yang sebenarnya, Bila aku telah bicara kasar hingga menyinggung perasaan saudara Hongpo tadi, harap kau sudi memaafkan" selesai berkata dengan langkah lebar dia balik pula ke tempat duduknya semula.

Hongpo Lan tersenyum, sembari berjalan kembali ke tempat duduknya ia melirik Giok yan sekejap sambil jengeknya: "Tampaknya usaha nona kali ini sia-sia belaka " Giok yan tertawa hambar.

"sifat serakah, tamak dan sok gengsi adalah sifat dasar tiap manusia, sifat macam ini tak nanti bisa dihilangkan Apa yang terjadi sekarang tak lebih hanya suatu permulaan sebelum tibanya badai biasanya akan diawali dengan angin kencang, kau jangan keburu gembira dulu."

Dengan kening berkerut Hongpo Lan duduk kembali, sedang dalam hati ia berpikir: "Bagaimana pun hebatnya ilmu silat yang dimiliki pemilik bunga bwee, sulit rasanya bagi dia untuk memusuhi seluruh jago dari kolong langit ini berarti dia mempunyai rencana lain, Apa yang diucapkan Giok yan barusan perlu kuterima sebagai suatu peringatan yang berharga "

Sementara ia masih termenung, tiba-tiba terdengar seseorang menegur dengan suara nyaring: "Maaf saudara, apakah meja ini sudah diisi orang?"

Ketika Hongpo Lan mengangkat kepalanya, tampak seorang pemuda tampan berbaju biru yang membawa kipas telah berdiri di sampingnya sambil memandang dirinya dengan senyuman dikulum.

orang itu mempunyai sinar mata yang tajam dan wajah yang segar, dalam sekilas pandangan saja dapat diketahui bahwa dia adalah seorang jagoan berilmu tinggi, Diam-diam Hongpo Lan memuji di dalam hati: "Entah siapa orang ini? Kegagahan dan keperkasaannya tidak berada di bawah saudara Lim "

Cepat-cepat ia bangkit berdiri seraya sa-hutnya: "Di meja ini baru ada aku seorang, silahkan duduk" Pemuda itu tersenyum, setelah duduk ia baru menyapa lagi: "Apakah saudara Hongpo datang seorang diri?"

Hongpo Lan tertegun, kembali pikirnya: "Darimana ia bisa mengetahui nama- ku?"

Tampaknya pemuda itu memahami kecurigaan Hongpo Lan, sambil tersenyum kembali ujarnya: "Aku sudah datang cukup lama sehingga sempat kudengar nama saudara Hongpo ketika kau memperkenalkan diri tadi, aku betul-betul kagum dengan kemampuanmu untuk menahan terjadinya pertikaian ini."

Hongpo Lan berpaling melirik Giok yan sekejap. kemudian katanya: "Aku tak percaya pemilik bunga bwee benar-benar hendak mengandalkan ilmu silatnya untuk bertarung melawan para jago dari seluruh kolong langit. Dia pasti menggunakan siasat untuk menjebak kita, antara lain dengan mengadu domba para jago hingga mereka saling membunuh..."

setelah berhenti sebentar, tambahnya: "Maafkan ketidaksopananku, boleh aku tahu nama anda?"

"Aku Li Bun yang" Pemuda itu tertawa. Hongpo Lan segera bangkit berdiri sambil menjura, serunya: "Maaf, maaf... rupanya ahli waris generasi ketiga dari keluarga persilatan bukit Hong san. sudah lama kukagumi nama besarmu, sungguh beruntung kita dapat bertemu hari ini."

Teriakannya ini segera mengejutkan para jago lain yang ada di sekitar sana, serentak mereka bangkit berdiri dan memberi hormat kepada Li Bun yang.

Perlu diketahui nama besar keluarga persilatan bukit Hong san sudah termashur selama tiga generasi, bukan saja pergaulannya amat luas, teman dan orang yang dikenal pun amat banyak jumlahnya.

Bagi para jago persilatan kendatipun belum tentu mereka pernah bersua dengan Li Bun yang, paling tidak mereka pasti pernah mendengar nama besar keluarga persilatan bukit Hong san, Karena itulah dari ratusan orang jago silat yang hadir di tempat itu sekarang hampir separuhnya telah berdiri untuk bertegur sapa dengan pemuda ini.

Tampak Giok yan mengernyitkan alis matanya, sambil membawa sebuah cawan air teh ia berjalan menghampiri pemuda itu lalu tegurnya: "Li kongcu, rupanya nama besarmu amat termashur?"

" Nona jangan mentertawakan-..." "Menyimpan pusaka mendatangkan bencana,

menyandang nama besar menerbitkan kesulitan. Bila seseorang mempunyai nama terlalu terkenal, aku pikir hal ini bukan sesuatu yang terlalu baik."

"Terima kasih banyak atas petunjuk nona," Li Bun yang tertawa hambar.

setelah meletakkan cawan di meja, kembali Giok yan berkata: "Bila kau tidak takut air teh ini sudah dicampuri racun, silahkan meneguk habis isinya."
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar