Pedang Keadilan I Bab 17 : Dewi Seratus Racun

 
Bab 17. Dewi Seratus Racun

Mendengar perkataan itu, Lim Han- kim segera berpikir: "Biarpun dedaunan pohon siong ini sangat rimbun, namun luasnya cuma satu kaki. Tidak susah bagi mereka untuk menemukan jejak kita. Dari pada di- temukan, lebih baik tampilkan diri saja seCara gagah. " 

Baru saja dia hendak melompat ke luar dari tempat persembunyiannya, mendadak dari kejauhan sana terdengar suara orang membentak: "Ada di sini. "

Dua orang tosu kecil berpedang yang ada di bawah pohon segera menyahut dan meluncur ke asal suara tadi. Memandang dua sosok bayangan itu menjauh, Han Si kong menghembuskan napas panjang sambil bergumam: "Berbahaya... sungguh berbahaya nyaris tempat

persembunyian klta ketahuan. "

Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, segera ujarnya lagi: "sungguh aneh, mana mungkin ada jago tangguh bersembunyi dalam selat sempit ini?"

Lim Han-kim menyingkap dedaunan yang menutupi tubuhnya dan enjot ke depan, tampak olehnya sesosok bayangan manusia dengan kecepatan bagaikan sambaran petir sedang berlarian di selat tersebut, sementara dua sosok bayangan manusia mengejar dari belakang.

Tapi sayang jalan di selat itu sempit, dan lagi hanya terdiri dari satu jalanan saja. Bagaimana pun cepatnya orang itu berlari, akhirnya pasti akan terhadang juga oleh para pengejar.

Mungkin orang itu pun sadar kalau ia tak mungkin melarikan diri lagi. setelah sampai di tempat yang agak lebar dan datar, ia segera berhenti dan siap menghadapi musuh.

Dalam waktu singkat para pengejar telah tiba, Dua bilah pedang dengan membawa kilatan cahaya tajam langsung menusuk ke muka, saat itu malam semakin gelap hingga suasana amat redup, walaupun Lim Han- kim dan Han si-kong memiliki ketajaman mata yang luar biasa, susah bagi mereka untuk mengikuti jalannya pertempuran itu dengan seksama.

Tampak tiga sosok bayangan manusia saling mengejar dan saling bergebrak. Cahaya pedang berkilauan membelah udara.Bila dilihat situasi pertarungan, tampaknya pertempuran itu berlangsung amat sengit.

sambil menghela napas Han si-kong berkata: "saudara cilik, tampaknya ilmu silat yang dimiliki orang itu sangat tangguh, Hanya anehnya, dalam pertarungan sengit yang mempertaruhkan nyawa seperti ini, kenapa ia masih enggan menggunakan senjata?"

Lim Han-kim sendiri pun merasa agak heran, Biasanya kaum persilatan yang melakukan perjalanan dalam dunia kangouw, kebanyakan menggembol senjata tajam untuk persiapan, tapi kali ini ternyata sangat berbeda.

Mendadak dari balik rumah gubuk yang dibangun persis di tengah jalan setapak itu berkumandang suara suitan panjang yang amat nyaring, menyusul kemudian terlihat sebuah lentera merah kembali dikerek naik.

Di tengah kegelapan malam yang mencekam, lentera merah itu kelihatan luar biasa menyoloknya, juga penuh diliputi kemisteriusan dan keanehan-

Dua orang tosu kecil yang menyusul ke arena pertarungan itu pada awainya tidak bermaksud turun tangan, namun setelah mendengar suitan panjang dan melihat di-kereknya lentera merah, tiba-tiba saja sambil memutar pedang mereka menyerbu ke dalam arena.

Han Si-kong segera mendengus dingin, "Hmmmm, sungguh memalukan, Tak nyana anak buah Thian-hok totiang hanya kawanan manusia yang mencari kemenangan dengan mengandalkan jumlah banyak." ia sudah menaruh kesan jelek terhadap Thian-hok sangjin, ditambah lagi setelah menyaksikan pelbagai peristiwa yang penuh diliputi rahasia, menyebabkan ia berpendapat bahwa Thian-hok Sangjin tak lebih hanya seorang manusia munafik yang saleh di luar namun keji di hati kecilnya.

oleh sebab itulah ia menaruh kesan yang buruk pula terhadap segenap orang yang ada dipondok Lian-im-lu itu, Ketika melihat mereka mengandalkan jumlah banyak untuk merebut kemenangan, malahan empat bilah pedang mengerubuti seseorang yang tidak bersenjata, timbullah perasaan tidak senang di hati kecilnya.

Di tengah keheningan malam, keempat bilah pedang itu menciptakan lapisan kabut pedang yang menggidikkan hati. Mereka kepung musuhnya yang bertangan kosong itu rapat-rapat.

Berpuluh gebrakan sudah lewat, namun keadaan masih tetap berimbang, menang kalah sukar ditentukan.

pada saat inilah, orang yang berada di dalam rumah gubuk itu telah menaikkan lentera merah yang ketiga.

Lim Han-kim sangat keheranan melihat ketiga lentera merah yang dinaikkan itu, ia tak tahu apa maksud dan tujuan setiap lentera merah yang dikerek naik itu Ketika berpaling, ia jumpai Han si-kong sedang pusatkan semua perhatiannya untuk menyaksikan pertarungan kelima orang itu, sementara mulutnya mengumpat tiada habisnya, Melihat itu Lim Han-kim merasa kurang leluasa untuk mengusik perhatian-nya. Tapi situasi terus berubah, satu peristiwa disusul peristiwa berikut, Ketika lentera merah ketiga telah dinaikkan, suara pekikkan panjang sekali lagi berkumandang, disusul kemudian sederet manusia muncul dari balik rumah gubuk itu.

Lim Han-kim buru-buru mengerahkan ketajaman matanya untuk memandang. Lamat- lamat ia saksikan sebuah tandu berbentuk aneh yang digotong empat orang telah muncul dari balik kegelapan, di atas tandu itu agaknya duduk sesosok manusia.

Dari sudut lain kembali muncul beberapa sosok bayangan hitam yang meluncur datang dengan keCepatan luar biasa, perubahan yang terjadi sangat mendadak ini membuat anak muda ini tak dapat berpikir lebih jauh. Kehadiran masing-masing pihak sungguh teramat cepat, dalam waktu singkat mereka telah tiba di sisi arena pertempuran.

orang yang tiba paling duluan adalah tosu berjubah kuning, dia tak lain adalah Thian-hok sangjin, Begitu sampai di sisi arena dan melihat situasi pertarungan, ia segera menghardik nyaring: "Tahan"

Ketiga orang tosu kecil dan gadis berbaju hijau itu segera mengiakan dan menghentikan serangan, masing- masing mundur sejauh lima depa dari posisi semula.

Dalam saat itu tandu berbentuk aneh itu sudah berjalan makin dekat hingga keadaannya nampak lebih jelas, ketika Lim Han-kim mengamati lebih nyata, hatinya segera bergetar keras.

Ternyata tandu yang tampak berbentuk aneh dari kejauhan itu adalah sebuah pembaringan lemas berbentuk persegi panjang, sedang keempat orang yang menggotong tak lebih hanya gadis-gadis berperawakan kecil mungil, Di atas pembaringan lemas itu duduk seorang perempuan berjubah merah, angin malam yang berhembus lewat mengibaskan ujung bajunya.

Pada saat itu Thian-hok sangjin telah berada dalam jarak tujuh delapan depa dari para pendatang, di belakang tosu itu kelihatan si kakek berambut putih sedang yang seorang lagi adalah si lelaki setengah umur berbaju hitam yang berwajah dingin.

orang itu berdiri di samping si kakek berambut putih dengan pedang terhunus, ia tak lain adalah manusia dingin yang menghalangi Lim Han-kim berdua naik bukit baru-baru ini.

Tampak Thian-hok sangjin memberi hormat kepada perempuan yang ada di tandu tersebut, kemudian sambil berpaling ke tempat persembunyian Lim Han-kim serta Han si-kong serunya lantang: "Kalau toh kamu berdua ingin menonton keramaian ini, kenapa tidak tampilkan diri" suara teriakan itu tidak terlalu keras namun nyaring dan jelas sekali, setiap patah kata bagaikan palu yang menggodam telinga Lim Han-kim serta Han si-kong.

Melihat hal ini Lim Han-kim jadi keheranan, segera bisiknya: "Aneh benar, masa Thian-hok sangjin dapat menemukan tempat persembunyian kita hanya dalam sekilas pandangan?"

"Mustahil," Han si-kong menggeleng, "Tapi ia dapat menduga bahwa kita pasti bersembunyi di atas pohon cemara ini, di sinilah pentingnya pengetahuan dan pengalaman dunia persilatan. Ayoh, kita turun saja, toh tempat persembunyian kita sudah ketahuan, lebih baik kita muncul secara terang-terangan."

"Ehmm, akupun punya maksud Begitu."

Tanpa membuang waktu lagi mereka melompat turun dari atas pohon cemara dan menuju ke arena dengan langkah lebar.

Han si-kong menyusul ketat di belakang Lim Han-kim.

Dengan kecepatan gerak tubuh mereka, hanya dalam sekejap mata kedua orang itu sudah tiba di sisi Thian- hok sangjin-

Kakek berambut putih itu berpaling memandang mereka berdua sekejap. ia seperti hendak mengucapkan sesuatu namun niat tersebut kemudian diurungkan sementara itu awan hitam yang menyelimuti angkasa telah tersebar oleh hembusan angin kencang, dari balik awan tersirat selapis cahaya rembulan yang remang- remang.

Cahaya rembulan menyinari perempuan berbaju merah yang duduk di tandu, menciptakan seberkas lukisan yang sangat indah. Di balik kain merah yang terhembus angin tampak gadis itu, hanya mengenakan kutang di dadanya serta sebuah gaun pendek sepanjang lutut, lengannya yang putih mulus serta kakinya yang telanjang kelihatan menyolok sekali di balik warna merah pakaiannya.

ia mempunyai rambut panjang sebahu, alis mata bagaikan semut beriring, hidung yang mancung dan bibir yang merah merekah, waktu itu dia duduk tak bergerak dengan mata terpejam

Setelah mendeham beberapa kali Thian-hok Sangjin baru berkata: "Bila pintu tidak menyambut kedatangan dewi dari kejauhan, harap dewi suka memaafkan."

Mendadak perempuan berbaju merah itu membuka matanya, sorot matanya tajam mencorong ke luar menatap wajah Thian-hok Sangjin lekat-lekat, kemudian sambil tertawa dingin jengeknya: "He he he he... untung arwah suhu melindungi sehingga totiang masih hidup segar bugar di dunia ini." Thian-hok Sangjin mendongakkan kepalanya tertawa terbahak-bahak. "Ha ha ha ha... bila aku mati muda, bukankah sia-sia saja nona menunggu saat selama lima belas tahun ini. "

Mendadak perempuan berbaju merah itu bertepuk tangan nyaring, keempat dayang penggotong tandu itu segera menurunkan tandunya ke atas tanah. Dari balik kutang-nya perempuan berbaju merah itu mengeluarkan sepucuk surat, lalu sambil dilemparkan ke depan, katanya:

"Sebelum menghembuskan napasnya yang penghabisan, suhu tinggalkan surat ini. Lebih baik kau baca dulu isi surat tersebut sebelum kita bertempur habis-habisan."

Thian-hok sangjin menerima surat rahasia itu. sampulnya dibuka dan dibaca isinya di bawah sinar rembulan, Tiba-tiba paras mukanya berubah hebat. setelah menghela napas panjang, katanya: "Aaaai...

gara-gara salah melangkah mengakibatkan terjadinya peristiwa ini. Aku sungguh menyesal sekali, aku bersedia menggunakan sisa kehidupanku ini untuk membayar kesalahan itu. "

Tiba-tiba kakek berambut putih itu merampas surat rahasia tersebut sambil bertanya: "Apa sih isi surat itu?" Reaksi Thian-hok sangjin ternyata lebih cepat, ia menarik tangan kanannya ke belakang lalu buru-buru menyimpan surat tersebut ke dalam sakunya. setelah itu sahutnya sambil tertawa getir: "Aaaai... Aku sudah mendekati liang kubur, mati hidup bukan menjadi masalah besar lagi bagiku, apalagi kepergianku kali ini belum tentu harus mati. "

sesudah berhenti sejenak. sambungnya lebih jauh: "Selama hidup aku tak suka mencari pangkat maupun nama. Tiada persoalan di dunia ini yang perlu kurisaukan, satu-satunya masalah yang membuat hatiku tak lega adalah keempat bocah pencari obat yang sudah banyak tahun mengikutiku. Aku harap saudara Pek bersedia merawat mereka,anggap saja sebagai balas budi hubungan persahabatan kita selama ini."

sepasang mata kakek berambut putih itu melotot besar, tiba-tiba ia maju dua langkah sambil menghadang di depan Thian-hok sanjin, Lalu kepada perempuan berbaju merah itu ujarnya dingin: "Thian-hok lotiang sudah lama hidup mengasingkan diri, dia sudah tak mau berkelahi lagi dengan orang lain, Beda dengan aku seorang awam, tidak sulit bila nona ingin mengajak pergi saudara Thian-hok, tapi kau mesti kalahkan pedang mustika Pek Khi-hong dulu"

Mendadak Han si-kong merasa dadanya seperti dihantam dengan bogem mentah, sekujur tubuhnya bergetar keras, tak kuasa lagi ia menjerit tertahan: "Haaah...? Pek Khi-hong...? Pek Khi-hong...?"

"Locianpwee, kau kenal dia?" Dengan keheranan Lim Han-kim berpaling sambil memandang Han si-kong sekejap.

"Bukan hanya aku seorang yang kenal dengan tokoh sangat ternama ini, hampir semua jago kenamaan dalam dunia persilatan pernah mendengar nama besar itu, namun yang bisa bertemu dengannya boleh dibilang sedikit, sedikitnya ,"

sementara itu si perempuan berbaju merah itu telah berkata dengan suara dingin: "Kau berani maju menghadang, aku percaya ilmu silatmu tentu luar biasa hebat-nya"

Tiba-tiba Thian-hok sangjin menghadang jalan maju Pek Khi-hong, ujarnya dengan serius: "saudara Pek, bila kau masih ingat dengan hubungan persahabatan kita, harap kau jangan mencampuri urusanku"

Pek Khi-hong agak tertegun, tapi ia mundur juga ke samping, Kepada perempuan berbaju merah itu Thian- hok sangjin segera memberi tanda, serunya: "Mari kita berangkat." Perempuan berbaju merah itu tertawa. "Semula kuduga pasti akan berlangsung suatu pertempuran sengit, sungguh tak disangka begini gampang "

"Aaaai. " Thian-hok Sangjin menghela napas

panjang, "Aku tak ingin bertarung melawan nona." Kembali perempuan berbaju merah itu tertawa.

"Kau harus mengerti, nama besar Dewi Seratus Racun bukan nama kosong, Bila kau tak puas untuk menyerah dengan Begitu saja, tak ada salahnya jika kita coba-coba adu kepandaian"

Thian-hok Sangjin segera mengerutkan dahinya, di balik keseriusan wajahnya terlintas hawa amarah yang meledak, namun hanya sekejap saja telah pulih kembali dalam ketenangan, pelan-pelan ujarnya: "Aku siap menerima semua perintah nona."

"Aku hendak mengenakan seperangkat alat hukuman ke tubuhmu."

"Aku siap menerima."

Tiba-tiba perempuan berbaju merah itu bersuit rendah, Dari atas kursi malas berlapis kulit binatang itu tiba-tiba melesat lewat sekilas cahaya berwarna kuning yang langsung menerkam ke tubuh Thian-hok Sangjin. Dengan kening berkerut Lim Han-kim berpikir. "Senjata rahasia macam apa itu? Masa dapat merantai orang secara otomatis?"

Tampak cahaya berwarna keemas-emasan itu mengelilingi tubuh Thian-hok Sangjin beberapa kali lalu berhenti dengan sendirinya. Ketika semua orang memperhatikan dengan lebih seksama, maka terjadilah kegaduhan, ternyata cahaya keemas-emasan yang meluncur tadi tak lain adalah seekor ular yang aneh sekali bentuknya. Besarnya seibu jari, sedang lidah bercabang duanya berwarna merah menyala.

Saat ini tubuh ular tersebut telah melingkari tubuh Thian-hok Sanjin dan berhenti pada lehernya, sementara kepalanya dengan membawa suara desisan ngeri persis bergerak di hadapan wajah imam tersebut.

Terdengar perempuan berbaju merah itu tertawa terkekeh-kekeh sambil berkata:

"Ular rantai emasku ini termasuk satu ular paling beracun di kolong langit. Bukan saja bisanya sangat mematikan, lagi pula badannya sangat kuat dan tidak takut ketajaman senjata, jangan coba-coba memenggal tubuhnya dengan mengandalkan senjata " Waktu itu

perasaan semua orang sudah diliputi perasaan ngeri dan seram.

siapa pun tidak menyangka seekor ular ternyata mampu diperintah oleh perempuan berbaju merah itu serta menerkam korbannya sesuai dengan perintah, Mereka tak habis mengerti sebenarnya dengan Cara apakah perempuan itu bisa memberi perintah kepada ujarnya sehingga mau menuruti semua kata dan perintahnya.

Dalam saat itu awan tebal telah buyar, sinar rembulan memancarkan sinar dengan terangnya. si Dewi seratus raCun yang berbaju merah ternyata berwajah Cantik jelita dengan kulit badan yang putih bersih.

siapa pun tak akan menyangka kalau perempuan seCantik ini ternyata adalah seorang penjinak ular, Dengan sepasang biji matanya yang bening perempuan itu memandang sekejap wajah para jago di sekitar arena, lalu katanya lagi: "Nah, saudara-saudara sekalian, siapa di antara kalian tidak puas, boleh saja untuk coba-coba turun tangan. "

Mendadak ucapannya terputus sedang sinar matanya berhenti di wajah Lim Han-kim. Anak muda itu tertawa dingin, pelan-pelan ia melengos kearah lain.

Perempuan berbaju merah itu kelihatan menggerakkan bibirnya seperti hendak mengucapkan sesuatu tapi kemudian diurungkan. setelah termenung sejenak. dengan suara dalam ia baru berkata lagi: "Bila di antara kalian ingin menggunakan serangan bokongan untuk melancarkan serangan, jangan salahkan jika ular rantai emasku berpaling dan memagut Thian-hok sangjin, Ketahuilah pagutan beracunnya bisa mematikan korbannya dalam waktu singkat "

Bicara sampai di situ ia segera melompat naik ke tandunya dan memberi perintah: "Ayo kita berangkat"

Empat orang dayang berwajah cantik itu segera menggotong tandu tersebut dan berlalu dari situ, Di bawah sinar rembulan, terlihatlah di sekeliling tandu itu mulai bermunculan banyak sekali ular-ular berbentuk aneh. sambil menjulurkan lidahnya ular-ular itu bergerak kian ke mari dengan amat menjijikkan.

Menyaksikan semua ini Lim Han-kim merasa sangat terkesiap. segera ia berseru kepada Han si-kong: "Aneh betul, tak tersangka di bawah tempat duduknya berlapis kulit binatang bisa- bermunculan Begitu banyak ular beracun. "

"Tak sedikit jumlah orang pandai dalam dunia persilatan, termasuk juga pelbagai kejadian yang aneh- aneh. Aku rasa kejadian semacam ini tak perlu kau herankan lagi."

Tampak si Dewi seratus Racun dengan tenang dan santainya duduk dikelilingi beratus jenis ular beracun, Kehadiran binatang melata tersebut seakan-akan bukan gangguan baginya. Thian-hok sangjin mengikuti di belakang tandu itu dengan wajah murung, Ular rantai emas yang melilit di tubuhnya takjauh berbeda bagaikan seutas rantai emas yang merantai sekujur badannya.

Mendadak Pek Khi-hong mendongakkan kepalanya sambil menghembuskan napas panja rambut putihnya kelihatan bergetar keras, tanpa bicara sepatah katapun ia mengejar dari belakang.

sebetulnya Han si-kong sudah menaruh kesan yang sangat jelek terhadap Thian-hok sangjin, tapi setelah menyaksikan peristiwa ini timbul juga perasaan simpati dan kasihan di hati kecilnya, kepada Lim Han-kim segera bisiknya lirih: "saudara cilik, mari kita kejar untuk melihat kejadian selanjutnya.,,."

semua orang yang hadirdi arena tanpa sadar menggerakkan langkah masing-masing mengejar di belakang Pek Khi-hong dan menyusul rombongan Dewi seratus Racun.

sepanjang jalan Lim Han-kim merasa pelbagai pertanyaan melintas di dalam benaknya, Dia tak habis mengerti siapa gerangan orang yang dapat memaksa Thian-hok sangjin menyerah dengan Begitu saja membiarkan badannya dililit ular beracun dan mengikuti si Dewi seratus Racun untuk menerima hukuman berat. Tiba-tiba satu ingatan melintas di dalam benaknya, tak kuasa lagi ia bergumam sendiri: "Aaaah betul, kunci dari persoalan ini tentu terletak pada surat rahasia yang diterimanya itu."

"Apa katamu? surat rahasia?" tanya Han si-kong.

"Betul, Thian-hok sangjin bisa menyerah dengan begitusaja, hal ini pasti ada kanannya dengan isi surat rahasia itu"

"Ehmmm, betul juga perkataanmu itu." setelah berpikir sejenak Han si-kong manggut-manggut. "Asal kita bisa mendapatkan surat rahasia yang disimpan dalam saku Thian-hok sangjin, tidak sulit bagi kita untuk memahami rahasia di balik semua peristiwa ini "

sementara pembicaraan berlangsung, mereka sudah mendekati rumah gubuk di tengah jalan itu, Tampak seorang lelaki setengah umur berbaju biru yang memelihara jenggot kambing berdiri di depan gubuk itu dengan wajah serius. Mukanya berkerut penuh gejolak emosi dan hawa amarah, diawasinya wajah Dewi seratus Racun tanpa berkedip.

sebaliknya Dewi seratus Racun sendiri duduk dengan mata terpejam, sama sekali tak memandang kearah orang itu sekejap pun, sementara itu keempat orang dayang-nya menggotong tandu itu lewat dari sisinya tanpa banyak bicara pula, Ketika lewat hampir saja ular- ular beracun itu menyerempet tubuh lelaki berbaju biru itu.

Ternyata manusia berbaju biru itu memiliki ketenangan yang luar biasa. ia sama sekali tak berusaha menghindari, memandang pun tidak ular-ular yang hampir menyentuh wajahnya itu. sinar matanya tertuju seratus persen pada wajah Thian-hok sangjin yang berjalan mengikuti di belakang tandu itu.

Bibirnya kelihatan bergetar, akan tetapi tak kedengaran suara apa pun, cuma dua baris air matanya saja yang tampak berderai dengan derasnya.

Thian-hok sangjin berhenti sebentar sambil menengok orang berbaju biru itu, lalu katanya sambil tersenyum: "Rumah gubug ini sudah membelenggu sepasang kakimu hampir puluhan tahun lamanya. Kepergianku kali ini entah sampai kapan baru kembali lagi, kalian pun boleh pergi meninggalkan tempat ini."

" orang baik selalu dilindungi Thian, Kepergianku kali ini tentu akan selamat tanpa kekurangan sesuatu apa pun Jui Lip bersedia jadi budak selama hidup dan siap menanti kepulangan majikan di rumah gubug ini." Thian- hok sangjin tertawa pelan.

"Bodoh, tiada perjamuan di dunia ini yang tak akan bubar. Di dunia pun tak akan ditemukan obat mustika yang membuat orang panjang umur, Apa lagi kepergianku kali ini belum tentu mati, meski mungkin aku tak akan balik ke mari lagi, aku rasa kalian tak perlu menunggu kepulanganku lagi."

Tiba-tiba Jui Lip menjatuhkan diri berlutut Dengan air mata bercucuran ujarnya pedih: "selama hayat masih dikandung badan, aku Jui Lip tak akan duduk berpangku tangan "

sambil tertawa Thian-hok sangjin gelengkan kepalanya berulang kali.

"Kau keliru, Kepergianku kali ini bersumber pada kerelaanku sendiri, bagaimana mungkin kau malah mendendam orang lain? Kau pun tak usah punya ingatan untuk menolong aku sehingga menimbulkan pertikaian dunia persilatan yang tak berguna. Aaai. Usiaku sudah

mendekati masa senja, sekalipun harus mati juga tak perlu disesali. "

Mendadak terdengar Dewi seratus racun yang duduk di atas tandu itu berseru dengan nada ding in: "Ayo, cepat berangkat."

Pek Khi-hong dengan mata yang melotot merah membentak pula: "Hmmm, kau anggap ular rantai emas itu merupakan ancaman yang berbahaya? Bagaimana kalau mencoba ketajaman pedangku?" Diiringi suara bentakan nyaring, cahaya pelangi berwarna kehijau-hijauan membabat ke muka dengan kecepatan luar biasa. Gerakan tubuhnya sangat cepat bagaikan sambaran kilat, sekilas menyelinap tampak selapis cahaya berkilauan mengurung kepala ular rantai emas tersebut.

Tiba-tiba tampak Thian-hok sangjin miring kan tubuhnya dengan cepat menyelinap ke muka, lalu sebuah tendangan dilontarkan menghantam perut Pek Khi-hong.

Melihat datangnya tendangan ini, buru-buru Pek Khi- hong menarik kembali tubuhnya yang sedang menerjang maju, setelah mundur lima langkah, dengan pedang disilangkan di depan dada serunya emosi: "To-heng, kau benar-benar rela pergi bersama siluman perempuan itu?"

seperti menjawab tapi juga bukan Thian-hok sangjin berkata: "Dua manusia aneh dari Thian-lam memiliki ilmu silat yang sangat hebat, Saudara Pek harus menghadapinya dengan berhati-hati. Paling baik kalau bisa kau jelaskan persoalan yang sebenarnya sehingga pertikaian berdarah dapat dihindari. "

setelah berhenti sejenak, kembali ia melanjutkan "Putri kesayanganmu cantik lagi cerdik, sayang mengidap penyakit aneh yang parah, semoga Thian maha pengasih dan memberi jalan bagi saudara Pek untuk mendapatkan obat mustika secepatnya sehingga kesehatan putrimu segera sembuh kembali. " Ia mengangkat kepalanya sambil menghela napas panjang, kemudian sambungnya lebih jauh: "saat ini kekacauan sudah mulai melanda dunia persilatan Badai besar segera akan menyelimuti dunia, Meskipun aku tidak pergi kali ini, rasanya sulit juga bagiku untuk menentramkan badai itu. Kulihat putrimu yang paling cocok menjadi juru mudi dalam menentramkan gelombang ini. "

Dari kejauhan tiba-tiba kedengaran seseorang berseru: "Empek. tunggu sebentar, keponakan khusus datang untuk mengantar kepergianmu"

Ketika berpaling tampak sebuah tandu kecil berwarna hijau yang digotong dua orang dayang sedang berlari mendekat, Dalam waktu singkat mereka sudah sampai di depan beberapa orang itu

Tirai tandu segera tersingkap dan muncullah seorang gadis berbaju putih yang amat lemah, Di bawah cahaya rembulan tampak gadis itu berjalan dengan tubuh yang sangat lemah. Warna kulitnya seputih warna bajunya, gadis itu tampak Begitu lemah sehingga amat mengibakan hati.

Buru-buru Thian-hok sangjin berseru: "Angin gunung sangat kencang, keponakan, buat apa kau mesti menyiksa dirimu sendiri?" "Empek seorang yang bijaksana dan berhati mulia." kata gadis berbaju putih itu sambil bersandar di bahu seorang dayang-nya. " Kebesaran jiwamu mengibakan hati siapa pun- Bila keponakan masih bisa hidup tiga tahun lagi, aku pasti akan turut menyambut kepulangan empek. "

sambil tertawa sedih Thian-hok sangjin menggeleng: "Aaaai. tampaknya tiada harapan lagi bagiku untuk

bisa terkubur dipondok Lian-im-lu."

"Empek tak usah kuatir, Kau tak usah merisaukan masa depanmu, siapa sih yang tak kenal dengan dirimu?"

Thian-hok Sangjin merasakan semangatnya berkobar kembali, ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. "Manusia hidup seabad pun bagaikan impian, yang penting hati kita sebersih cahaya rembulan. Keponakanku, kau harus baik-baik menjaga diri, aku harus berangkat sekarang"

Selesai berkata, dengan langkah lebar ia mengejar rombongan dewi seratus racun"

Memandang bayangan punggung Thian-hok sangjin yang semakin menjauh, gejolak emosi yang menyelimuti wajah Pek Khi-hong makin menggelora, tiba-tiba ia bersuit nyaring dan melakukan pengejaran. "Ayah... tunggu sebentar " jerit gadis berbaju putih

itu cepat, Dengan tubuhnya yang Begitu lemah, untuk bicara saja sudah membutuhkan banyak tenaga apa lagi mesti menjerit keras sekarang, seluruh kekuatan tubuhnya boleh dibilang habis digunakan, belum habis ucapan itu ia sudah terbatuk-batuk.

Cepat-cepat Pek Khi-hong menghentikan langkahnya seraya berseru: "Nak, beristirahatlah di atas tandu, Udara malam sangat dingin, kau tak bakal tahan-.."

"Ayah, kau penuhilah keinginan empek" bisik gadis berbaju putih itu sambil memegangi dadanya.

"Nak. tahukah kau empek Thian-hokmu akan pergi ke mana?"

"Aku tahu, dia hendak pergi ke istana panca racun di tebing Toan-cong-tay. "

"Tahukah kau istana panca racun adalah tempat macam apa?"

"Kota neraka yang dipenuhi oleh pelbagai binatang beracun."

Pek Khi-hong menghela napas panjang.

"Nak. kau belum pernah melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, bagaimana kau bisa mengetahui persoalan yang amat rahasia ini?" "Sewaktu bermain catur dengan empek Thian-hok. aku berhasil memenangkan rahasianya itu..." Tiba-tiba alis matanya berkerut tubuhnya roboh terjengkang ke belakang...

Dayang kecil berbaju hijau yang berdiri di sampingnya buru-buru membopong gadis berbaju putih itu dan dibaringkan ke dalam tandu, setelah itu tandu digotong dan buru-buru balik kejalanan semula.

Kembali Pek Khi-hong menghela napas panjang, tanpa banyak bicara lagi ia menyusul di belakang tandu itu.

sepeninggal Pek Khi-hong sekalian, Lim Han-kim baru berpaling kearah Han si-kong sambil bertanya: "Locianpwee, kau tahu di mana letak istana panca racun di tebing Toan-cong-tay itu?"

Han si-kong berpikir seb entar, lalu jawabnya: "Rasanya pernah kudengar dari penuturan orang lain, tapi sekarang aku lupa. Aaaai. pokoknya kejadian

malam ini benar-benar membuat aku bingung dan pikun."

"Locianpwee, lebih baik kita tak usah mencampuri urusan orang lain, ayo berangkat"

"Yaaa, mari kita berangkat" Han si-kong mengangguk sambil menghela napas panjang, ia pun putar badan meninggalkan tempat tersebut, Di tengah hembusan angin malam yang dingin, kini tinggal si orang berbaju biru dan lelaki berbaju hitam saja masih berdiri bersanding sambil memandang termangu kearah mana Thian-hok sangjin pergi.

Angin kencang mengibarkan ujung baju mereka, namun kedua orang itu tetap berdiri seperti patung, Tidak terdengar helaan napas, tidak pula kelihatan cucuran air mata, namun kepedihan yang luar biasa membekas nyata di antara raut wajahnya yang kaku.

Beberapa kali Han si-kong menoleh memandangi wajah kedua orang itu, lama-lama timbul juga perasaan iba di hati kecilnya, gumamnya sambil menghela napas: "Aaaai. tidak kusangka mereka berdua adalah manusia

yang berperasaan dalam"

Mendadak terdengar helaan napas rendah bergema memecahkan keheningan, disusul kemudian isak tangis yang memedihkan hati.

sewaktu Lim Han-kim berpaling, ia jumpai seorang lelaki berpakaian ringkas sedang berjalan mendekat sambil tiada hentinya menangis, orang ini tak lain adalah lelaki yang bertarung melawan beberapa orang tosu kecil tadi. Terdengar isak tangisnya makin lama makin keras, seolah-olah dia hendak melampiaskan ke luar seluruh kemurungan dan kekesalan hatinya. Han si-kong dengan sifatnya yang suka mencampuri urusan orang menjadi tak tahan setelah menyaksikan kejadian ini, ia segera berteriak keras- keras:

"Hey, sobat sebagai seorang lelaki sejati kita tak boleh sembarangan menangis, persoalan apa sih yang membuat kau merasa Begitu sedih?"

Lelaki berpakaian ringkas itu tidak menggubris, seakan-akan sama sekali tidak mendengar teguran itu ia tetap melanjutkan langkahnya, Han si-kong segera melejit ke udara dan melayang ke hadapan lelaki itu, sambil menghadang jalan perginya kembali ia menegur: "Hey sobat, rupanya kau congek?"

Lelaki berpakaian ringkas itu segera membesut air matanya, lalu sambil mendongak serunya ketus: "Eeeei tua bangka, siapa kau?"

ia berpaling dengan logat szuchuan yang sangat kentara, nadanya pun keras dan nyaring,

sambil tersenyum Han si-kong menyahut "Melihat tangisan anda Begitu memedihkan hati, aku bermaksud menghibur hatimu."

sebenarnya lelaki itu sudah berhenti menangis, namun setelah mendengar ucapan Han si-kong itu tiba-tiba saja ia menangis lagi. Han si-kong segera mengerutkan dahinya kencang-kencang . "sobat, bila kau menjumpai persoalan yang memedihkan hatimu, utarakan saja kepada kami, siapa tahu kami dapat membantumu untuk meringankan rasa pedih itu. "

"sebagai seorang lelaki sejati, aku tak pernah pikirkan masalah mati hidupku, tapi teringat akan Thian-hok sangjin, hatiku benar-benar amat pedih "

sementara itu Lim Han-kim hanya merisaukan masalah obat mustika seribu tahun serta keselamatan ciu Huang, Kalau bisa dia ingin secepatnya kembali ke kuil awan hijau untuk melihat kejadian yang sesungguhnya, Melihat Han si-kong kembali akan mencampuri urusan orang lain, ia merasa sangat tak pUas.

Tapi setelah mendengar lelaki itu mengUngkap bahwa kesedihannya bertautan dengan masalah Thian-hok sangjin, timbul juga rasa ingin tahUnya, Tak tahan lagi ia bertanya: "Kenapa kau bersedih hati untuk Thian-hok sangjin?"

Lelaki berpakaian ringkas itu menghela napas panjang, "Demi kesejahteraan dan keselamatan umat persilatan pada umumnya, ia rela mengantar diri ke istana panca racun,coba kau bayangkan, bukankah tindakannya ini sangat mengharukan? Tapi. berapa banyak umat

persilatan di dunia ini yang mengetahui latar belakang peristiwa ini? Siapa yang tahu bahwa pengorbanan Thian-hok Sangjin ini sesungguhnya merupakan tindakan untuk menyelamatkan dunia persilatan dari bencana?"

"ooooh. kalau Begitu, kau tentu mengetahui latar

belakangnya?"

"Tentu saja aku tahu"

"Bersediakah saudara untuk menjelaskan latar belakang itu, sehingga mungkin kami pun bisa membantu anda untuk menanggung sebagian kepedihan tersebut."

Lelaki berpakaian ringkas itu memperhatikan Lim Han- kim sekejap, mendadak ia membentak nyaring "Tidak bisa Sekarang aku tak punya waktu untuk berbinCang dengan kalian- Ayo cepat minggir"

Tangan kanannya segera diayunkan ke depan membetot tubuh Lim Han-kim ke samping. Lim Han-kim menarik perutnya ke belakang, tidak tampak ia menekuk lututnya, tahu-tahu saja badannya sudah bergeser mundur sejauh tiga depa.

Han Si-kong segera maju dua langkah menghadang di depan lelaki itu, tegurnya sambil tertawa dingin: "Saudara, tanpa sebab kau menyerang orang lain, Kau tidak merasa perbuatanmu itu kelewat batas?"

Mula-mula lelaki berpakaian ringkas itu tertegun, menyusul kemudian teriakannya pula dengan marah: "Kalau aku mau menyerang, mau apa kamu?" sebuah pukulan dahsyat kembali dilontarkan

Han Si-kong memutar tangan kanannya membabat lengan musuh, sementara mulutnya mengumpat: "Takabur benar orang ini"

Lelaki berpakaian ringkas itu tidak banyak bicara lagi, pukulannya dilontarkan beruntun Jurus-jurus ancamannya membawa desingan angin tajam yang memekik telinga, benar- benar hebat ilmu silat orang ini.

Dalam sekejap mata dua orang itu sudah bertarung tiga-empat belas gebrakan lebih, Mendadak Han Si-kong melepaskan satu pukulan lalu menyingkir kesamping, se- runya: "llmu pukulan saudara kuat dan dahsyat,jarang kujumpai dalam dunia persilatan Boleh aku tahu apakah kau adalah satu di antara tiga manusia gagah Juan tiong- sam-gi yang disebut orang si pukulan baja Ku Hui?"

Lelaki berpakaian ringkas itu tampak tertegun,, "siapa kau? Dari mana bisa kenali aku?" serunya keheranan-

"Ha ha ha ha.... aku Han si-kong "

"selamat bertemu, selamat bertemu Rupanya si monyet tua " buru-buru si pukulan baja Ku Hui

menjura.

orang ini rada polos dan jujur Begitu berseru ia barusadar kalau sebutannya rada kurang ajar, mukanya jadi merah dan buru-buru kepalanya tertunduk malu. Han si-kong kembali tertawa tergelak.

"Ha ha ha ha... dalam dunia persilatan, bukan hanya saudara seorang yang menyebutku si monyet tua. Kau tak usah persoalkan dalam hati, apalagi antara aku dengan kedua saudara angkatmu masih terhitung sobat- sobat lama. Ha ha ha ha terus terang, di antara tiga

jago gagah juan tiong-sam-gi, tinggal saudaraku seorang yang belum pernah kujumpai. Beruntung sekali aku dapat bertemu denganmu malam ini."

"Akupun sering mendengar kedua saudaraku membicarakan tentang saudara Han. setelah berjumpa hari ini, baru kuketahui ternyata kau memang gagah dan berjiwa terbuka."

"Terima kasih. Terima kasih. saudara Ku, mari kuperkenalkan seorang jago muda dari dunia persilatan, Biar masih muda usia namun ilmu silatnya tidak berada di bawah kepandaian kita." sambil berkata ia menuding kearah Lim Han-kim.

"ooooh, diakah orangnya?" sela si pukulan baja Ku Hui.

sambil tertawa hambar Lim Han-kim segera memberi hormat: "Aku Lim Han-kim hanya bocah kemarin sore. Harap saudara Ku bersedia memberi petunjuk." Pukulan baja Ku Hui memperhatikan seluruh badan Lim Han-kim dan atas sampai ke bawah kaki, lalu sambil menyiapkan tangannya ia berkata: "Tidak berani Bila saudara Han yang perkenalkan, aku percaya saudara Lim pasti memiliki ilmu silat yang sangat tinggi." 

Lim Han-kim tersenyum, dia segera mengalihkan pandangannya kekejauhan, memandang rembulan yang bersinar terang, ia segan banyak debat dengan orang lain.

Di antara tiga orang gagah Juan-tlong sam-gi, si pukulan baja Ku Hui menduduki urutan paling akhir namun wataknyapun paling jelek, la merasa sangat tak puas telah mendengar Han si-koag memuji seorang pemuda lemah yang tak ternama di hadapannya, apalagi sesudah menyaksikan sikap Lim Han-kim yang hambar dan acuh tak acuh, rasa mendongkol dan gusarnya semakin menjadi-jadi. sambil tertawa dingin ia segera berseru:

"Bila aku dapat mempoleh kesempatan untuk mencoba beberapa jurus pukulan saudara Lim, hatiku tentu akan merasa puas."

Lim Han-kim memandang orang itu sekejap lalu menggeleng, "Tak perlu dijajal. Aku percaya kepandaianku masih belum menandingi kehebatan anda." Han si-kong tahu, ilmu silat yang dimiliki Lim Han-kim sangat hebat dan luar biasa. Dia sadar orang berangasan macam Ku Hui sudah pasti bukan tandingannya, tapi setelah melihat sikap lelaki itu yang terus menerus memojokkan lawan, mendongkol juga si orang tua ini.

Dengan suara keras ia segera berkata: "Tiga orang gagah dari Juan-tiong masing-masing memiliki ilmu silat yang sangat tangguh, si Lotoa termasyhur karena permainan golok sakti delapan penjurunya, si leji termashur karena pukulan pasir merahnya, sedang saudara Ku ini terkenal karena sepasang kepalan bajanya."

Belum habis ucapan itu, Ku Hui telah memotong sambil melirik Lim Han-kim sekejap: "Bila saudara Lim bersedia melayani pertarunganku, aku pun bersedia melayaninya dengan ilmu telapak, bukan ilmu kepalan"

Han si-kong memandang Lim Han-kim tajam-tajam, lalu katanya dengan suara dalam: "Umat persilatan memandang nama sebagai hal yang amat penting, oleh sebab itu banyak sekali jago persilatan yang rela mempertaruhkan jiwanya untuk mencari nama besar.

Juan-tiong-sam-gi terhitung jagoan ternama dalam dunia persilatan dewasa ini. Bila saudara Lim bersedia menghadapi saudara Ku ini bermain bbeerapa jurus, maka namamu segera akan ternama di wilayah sepanjang Juan-tiong." Maksud perkataan itu jelas sekali, ia memberi kepada Lim Han-kim agar tidak usah mengalah lagi terhadap manusia berangasan itu.

Pelan-pelan Lim Han-kim mengalihkan sinar matanya ke wajah Ku Hui, setelah memandangnya berapa saat, ia berkata: "Berulang kali saudara Ku mendesak aku untuk melayani permainan anda. Bila aku menampik terus, kau tentu akan menganggap aku kurang sopan, Baiklah, aku bersedia melayani permintaanmu itu, cuma sebelum pertarungan dilangsungkan lebih baik kita sedikit bertaruh agar permainan ini lebih semarak dan menarik"

Dengan mengandalkan sepasang kepalan bajanya Ku Hui sudah mengalahkan banyak sekali jago tangguh, selama puluhan tahun terakhir boleh dibilang ia jarang menemui musuh tandingan Mendengar tantangan itu segera katanya: "Aku lebih tua berapa tahun dari usiamu, lebih baik saudara Lim saja yang mengambil keputusan entah taruhan apa yang kau kehendaki?"

"Bila aku sampai kalah di tangan saudara Ku, aku rela memotong tanganku dan selama hidup tak akan bertarung lagi melawan orang lain^..."

Ku Hui tidak menyangka kalau Lim Han-kim bakal menggunakan sepasang tangannya sebagai bahan taruhan- langsung saja ia tertegun "Kau tidak merasa taruhan itu kelewat berat?" serunya, Biarpun orang ini sedikit emosi dan berangasan namun bukan terhitung manusia berhati bengis dan keji, dia hanya merasa sikap Lim Han-kim kelewat angkuh dan takabur sehingga dia ingin menghajar pemuda itu dan bergaya di hadapan Han Si-kong. Lim Han-kim tertawa hambar, terusnya:

"sebaliknya bila saudara Ku yang kurang beruntung sehingga kalah di tanganku, aku harap saudara Ku bersedia membeberkan latar belakang kepergian Thian hok Sangji istana panca racun entah bagaimana menurut pendapatmu?"

Waktu itu si kepalan baja Ku Hui yakln kemenangan pasti berada di pihaknya, maka ujarnya sambil tertawa: "Saudara Lim, kau tidak merasa dirugikan dengan taruhan macam ini?"

"Kalau anda mengabulkan mari kita segera mencoba" "Lebih baik saudara Lim menyerang dulu"

Lim Han-kim tidak mengalah lagi. Tangan kanannya segera dilepaskan ke muka melancarkan satu pukulan.

Si kepalan baja Ku Hui tidak berkelit maupun menghindar, dia ayunkan pula telapak tangannya menyambut serangan lawan dengan keras lawan keras.

Lim Han- kim segera menekuk pergelangan tangan kanannya ke bawah. Gerak serangannya tiba-tiba berubah, dari pukulan kini berubah jadi cengkeraman Sambil memotong dari sisi lengan musuh dia cengkeram urat nadi pada pergelangan tangan Ku Hui.

Perubahan jurus dilakukan begitu cepatnya membuat Ku Hui sangat terperanjat Buru-buru tangan kirinya melepaskan satu babatan kilat, bersamaan waktunya pergelangan tangan kanannya ditekuk ke bawah untuk menghindar, Dengan susah payah akhirnya ia berhasil iuga meloloskan diri dari ancaman maut tersebut.

Lim Han-kim tersenyum Tanpa menarik balik pergelangan tangan kanannya yang sudah terlanjur menyodok ke muka, ia melepaskan satu sentilan maut menghajar urat nadi di pergelangan tangan kiri Ku Hui.

satu gerakan belum habis digunakan, tiga jurus ancaman telah dilepaskan perubahan dan ancaman itu betul- betul luar biasa, Dengan perasaan terkesiap Ku Hui melompat mundur sejauh tiga depa untuk meloloskan diri dari ancaman tersebut.

sadarlah dia, pemuda ini betul- betul musuh tangguh yang belum pernah ia jumpai sepanjang hidupnya, ia tak berani gegabah lagi, sambil memutar lengan kanannya, dengan jurus "Menggeser Bukit Membalik samudra" ia lepaskan satu babatan maut ke depan ia tersohor sebagai kepalan baja, otomatis kesempurnaan ilmu kepalannya luar biasa. Apalagi serangan itu dilepaskan dalam keadaan marah, kehebatannya makin menggila, Belum sampai ujung kepalannya mengenai sasaran, desingan angin pukulan yang sangat kuat telah menumbuk tiba.

Diam-diam Lim Han-kim memuji kehebatan lawannya, pikirnya: "Nama besar si kepalan baja ternyata bukan nama kosong belaka, Cukup dilihat dari serangannya ini bisa diketahui tenaga pukulannya betul- betul sangat hebat "

Cepat-cepat dia mengegos ke samping untuk menghindarkan diri dari gempuran dahsyat itu. Melihat Lim Han-kim tak berani menyambut serangannya dengan kekerasan lagi, si kepalan baja Ku Hui salah menduga lawannya telah dibuat pecah nyali oleh kehebatan pukulannya, maka secara beruntUn ia lepaskan serangkaian serangan berantai Pukulan yang satu lebih hebat dari pukulan sebelumnya.

dalam waktu singkat seluruh udara diselimuti desingan angin pukulan yang menderu-deru dan bayangan pukulan yang ber- lapis- lapis, Dengan mengandaikan ilmu gerakan tubuhnya yang enteng dan lincah Lim Han- kim berkelit terus dari serangan-serangan musuh, di samping itu dia andaikan ilmu memotong urat untuk membendung gerak serangan lawan.

Tujuh gebrakan kemudian si kepalan baja Ku Hui sudah dibuat kalang kabut oleh serangan Lim Han-kim. otomatis ilmu kepalannya yang maha dahsyatpun tak mampu dikembangkan lebih jauh, ia merasa setiap kali serangannya hendak dilontarkan ujung jari musuh selalu sudah mengancam datang lebih dulu, memaksa dia untuk mau tak mau merubah gerak serangannya.

Kembali berapa gebrakan berlalu dengan susah payah, kinipermainan kepalannya betul-betul sudah terbendung mati oleh ancaman Lim Han-kim sehingga praktis ia tak sanggup melepaskan ancaman maupun serangan balasan lagi.

dalam keadaan seperti ini, seandainya Lim Han-kim berniat mencelakai jiwanya, mungkin sedari tadi ia sudah terluka oleh ilmu pemotong urat anak muda tersebut.

Bila berhadapan dengan orang lain, setelah terperosok dalam situasi begini, semestinya ia segera hentikan serangan dan mengaku kalah, Namun Kui-Hui yang ingin menang tak mau menyerah dengan begitu saja, sekalipun permainan kepalannya praktis terkunci mati oleh ancaman Lim Han-kim. ia segan mengaku kalah.

Dengan susah payah ia bertarung terus habis-habisan.

sepasang alis mata Lim Han-kim mulai berkerut, pikirnya: "Goblok amat orang ini, tampaknya kalau tidak diberi sedikit pelajaran, mungkin dia tak akan menyudahi pertarungan ini secara baik-baik. "

Berpikir begitu, permainannya segera berubah, sambil memutar tangan kanannya sebuah sentilan maut dilepaskan. Untung saja Lim Han-kim tidak berniat mencelakai jiwanya, sehingga dalam sentilan tersebut ia tidak menggunakan tenaga sepenuhnya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar