Pedang Keadilan I Bab 02 : Keluarga persilatan Dari Hong-san

 
Bab 02. Keluarga persilatan Dari Hong-san

Dalam sekali pandang Yu siau-liong sudah mengenali orang ini sebagai salah satu pelajar yang ditemuinya di loteng Tia-chan-thay tadi, Dengan sinar matanya yang tajam bagaikan pisau pemuda berbaju biru itu menyapu sekejap seluruh ruangan, kemudian tegurnya dingin: "Siapa yang sedang tidur dalam peti mati?" Yu siau-liong agak tertegun, tapi segera jawabnya:

"Kurang ajar benar bicaramu itu Kau anggap peti mati dipakai untuk tiduran?"

"Oooh... kalau begitu orang yang berada dalam peti mati itu adalah orang mati?" "Tentu saja orang mati, kalau masih hidup buat apa berbaring dalam peti mati?"

"Kalau memang sudah mati, mengapa peti mati itu tidak ditutup?"

"Aku tak senang melihat kau mencampuri urusanku." teriak Yu siau-liong marah. "Lebih baik cepat-cepat pergi dari sini."

"Waaah.,, berangasan amat watak saudara kecil ini," kata si pemuda berbaju biru sambil tersenyum, Perlahan- lahan ia berjalan mendekati peti mati.

"Hey, mau apa kau?" teriak Yu siau-liong sambil mementangkan tangan kanannya menghalangi perjalanan orang itu.

" Kematian maupun perkawinan merupakan kejadian besar bagi tiap manusia, belum pernah ada yang menolak." kata pemuda itu tertawa, ia berkelit ke samping, lalu dengan lincahnya sudah tergelak dan melanjutkan terjangannya ke muka.

Yu siau-liong bertambah geram, dengan gerakan cepat dia cengkeram bahu pemuda itu. seakan-akan kepalanya bermata, tanpa berpaling barang sekejap pun pemuda berbaju biru itu miringkan bahunya ke samping, lalu dalam sekali lompatan sudah melayang turun ke sisi peti mati. Begitu cengkeramannya gagal dan melihat lawan sudah melayang turun di samping peti mati, Yu siau-liong amat terperanjat cepat-cepat dia melompat ke muka menerkam musuhnya.

Gerak gerik pemuda berbaju biru itu kelihatan sangat lamban, padahal cepatnya bukan kepalang, sekali menggeser langkah-nya, tahu-tahu ia sudah menyingkir ke sisi lain dan melongok ke dalam peti mati itu.

"Waah, ternyata betul-betul sudah mati" serunya kemudian.

"Tentu saja sudah mati, buat apa aku membohongimu?"

Pemuda berbaju biru itu mengawasi Yu siau-liong sekejap. lalu ujarnya lagi: " Kalau memang sudah mati, lebih baik tutup saja peti mati itu. Kalau tidak orang tentu akan curiga dan menyangka saudaramu itu masih hidup."

Biar sepintar apa pun usia Yu siau-liong masih amat muda, untuk berapa saat ia tak dapat mengerti apa makna di balik ucapan pemuda berbaju biru itu, diam- diam pikir-nya: "Benar juga perkataan ini Jika peti mati itu tidak kututup, orang lain tentu akan menaruh curiga " Ketika angkat kepalanya kembali, ia jumpai pemuda berbaju biru itu sedang melangkah keluar dari ruangan sambil menggoyangkan kipasnya, ia seperti bergumam tampak juga seperti bersenandung, hanya tak kedengaran apa yang sedang diucapkan.

Memandang hingga bayangan orang itu lenyap dari pandangan Yu siau-liong tetap merasa kuatir, dia ke luar dan memeriksa sekejap tempat itu, setelah yakin pemuda itu pergi, ia baru balik ke samping peti dan bertanya: "Toako, perlukah kututup peti mati ini?" 

Perlahan-lahan Lim Han-Kim membuka matanya, jawabnya: "Aku lupa berpesan kepadamu tadi, seharusnya kau tutup peti mati ini sejak tadi"

Kemudian setelah berhenti sebentar, lanjutnya: "Ilmu silat yang dimiliki orang itu bagus sekali, mungkin saja ia satu komplotan dengan gadis pencuri obat mustika itu. Adik Liong, Kau mesti berhati-hati-."

Yu siau-liong termenung dan berpikir sebentar, tiba- tiba katanya sambil menghela napas: "Ya... benar, dua kali aku gagal mencengkeram bahunya. jelas sudah kalau ilmu silat yang dimilikinya amat tangguh dan jauh di atas kemampuanku."

"setelah kau tutup peti mati ini, lebih baik jangan dibuka-buka lagi, semisalnya ada orang ke mari, kau pun tak perlu menunjukkan sikap tegang atau panik, daripada menimbulkan kecurigaan orang lain."

Yu siau-liong tahu bahwa tenaga dalam yang dimiliki saudaranya jauh lebih sempurna ketimbang kepandaiannya, maka ia tutup peti mati itu sambil ujarnya: "Apa yang mesti kulakukan andaikata ada persoalan penting yang perlu kusampaikan?"

"Asal kau perkeras nada pembicaraan- mu, aku pasti ikut mendengar"

"Seandainya komplotan pencuri obat itu yang ke mari?"

"Lebih baik kau berlagak tidak kenal mereka Jaga saja pintu keluar, sedang soal lain serahkan penyelesaiannya kepadaku. Aaaai.... Celakalah jika mereka tak datang..."

setelah menutup rapat peti mati itu, Yu siau-liong duduk bersila di sampingnya sambil meng atur pernapasan setelah pengalamannya menghadapi pemuda berbaju biru tadi. Kini sikapnya jauh lebih berhati-hati, pedangnya segera dipersiapkan di sampingnya.

Matahari semakin tenggelam di langit Barat, Kegelapan malam pun mulai menyelimuti jagad raya. pemandangan dalam ruangan mulai bertambah suram dan takjelas, Tiba-tiba kedengaran suara langkah kaki manusia bergema mendekat. Cepat-cepat Yu siau-liong menyambar pedangnya bersiap sedia.

Ternyata yang muncul adalah pemilik pesanggrahan Bunga Tho. Dia disertai seorang nyonya berusia empat puluh tahunan. Di belakang kedua orang itu menyusul seorang gadis berusia tujuh delapan belas tahunan yang mengenakan baju berwarna hijau. seorang pelayan dengan membawa lilin berwarna putih, berjalan paling depan membuka jalan.

"Aaah... merepotkan kakek saja" kata Yu siau-liong sambil cepat-cepat menyingkir ke samping.

"Aaah, mana boleh. " pemilik pesanggrahan itu

menjura, "Terlepas apa yang menyebabkan kematian kakakmu, yang jelas aku turut berduka cita atas kematian saudaramu di pesanggrahan Bunga Tho kami, Semoga salam hormat kami sekeluarga dapat meringankan penderitaan anda."

Yu Siau-liong mencoba memperhatikan nona berbaju hijau itu. Ternyata ia mempunyai paras yang cantik, kulit tubuhnya putih bersih, kepalanya tertunduk agak malu- malu menambah daya pesonanya. Setelah memberi hormat kepada peti mati, pemilik pesanggrahan itu berbisik kepada anak buahnya: "Sulut lilin putih dan persembahkan krans bunga" Pelayan itu mengiakan, ia letakkan bunga di meja, menyulut lilin putih, kemudian setelah menjura dalam- dalam ke hadapan peti mati, baru ia mengundurkan diri keluar dari ruangan.

Yu Siau-liong hanya mengawasi semua gerak gerik orang dari samping, Terlihat olehnya Pemilik pesanggrahan dan istrinya memberi hormat dalam- dalam, tapi si nona berbaju hijau tidak turut memberi hormat, dia hanya berdiri diam di belakang kedua orang tuanya.

Selesai memberi hormat, pemilik pesanggrahan baru berpaling ke arah Yu Siau-liong sambil ujarnya: "Apabila ketua kalian sudah datang, tolong saudara cilik bersedia menjelaskan kejadian yang sebenarnya dan tolong bantu aku untuk memberi keterangan."

"Soal ini kakek tak usah kuatir"

"Apakah tuan cilik masih ada permintaan lain? Biar kuperintahkan orang untuk segera menyiapkan"

"Terima kasih banyak atas perhatian kakek. aku tak berani mengganggu lagi. "

" Kalau begitu aku mohon diri" Bersama istri dan putrinya ia memohon diri dari situ. Tiba-tiba Yu siau-liong teringat sesuatu, teriaknya: " Kakek. tunggu sebentar." ia segera menyusul ke luar ruangan dengan langkah lebar.

"Tuan Yu masih ada pesan lagi?" tanya si kakek sambil berpaling.

"Jejak ketua kami sukar di lacak. Ia seperti naga sakti di tengah awan, siapa tahu malam ini dia bisa muncul secara tiba-tiba di sini, jadi semisalnya malam nanti terdengar suara gaduh, harap kakek jangan gugup atau bingung " Lalu setelah berhenti sebentar, terusnya:

"Paling baik kalau di sekitar lima kaki dari ruang jenasah ini, bebas dari keluyuran orang luar."

"Baik Akan kuperintahkan mereka untuk menutup pesanggrahan Tho-hoa-kit lebih awal"

Memandang hingga bayangan punggung beberapa orang itu lenyap di balik hutan sana, Yu siau-liong baru balik ke dalam ruangan, melihat lilin putih yang menyala serta uang kertas yang dibakar, tanpa terasa ia tertawa geli sendiri

Rembulan dan bintang sudah mulai menampakkan dirinya, langit yang semula gelap pun mulai bercahaya, Di bawah sorotan sinar lilin di depan meja sembahyang, pemandangan seluas empat lima kaki dari pintu gerbang dapat terlihat dengan jelasnya. suara kentongan dibunyikan bertalu-talu, menandakan pukul dua tengah malam sudah menjelang tiba.

Yu Siau-liong mulai menggeliat mengendorkan otot- otot badannya, lalu menyandarkan diri di samping peti mati dan memejamkan matanya, Bagaimanapun juga sifat kekanak-kanakan bocah ini belum hilang, apalagi dia pun tahu kalau kakaknya cuma berlagak mati, dengan sendirinya tidak terpancar sinar kesedihan apapun di wajah-nya. setelah duduk berlama-lama, rasanya mengantuk pun mulai menyerang datang.

Entah berapa waktu sudah lewat, tiba-tiba ia dikejutkan suara gemerincingan lirih yang bergema di samping tubuhnya. Ketika membuka mata, ia jumpai seorang gadis cantik telah berdiri di depan meja sembahyang dengan wajah serius.

Yu siau-liong segera merasakan semangatnya bangkit kembali, rasa kantuknya hilang seketika, diam-diam ia meraba pedang yang tergeletak di sisi tubuhnya, Mendadak terlihat bayangan manusia berkelebat lewat, sesosok manusia tinggi besar telah menyusup masuk ke dalam ruangan itu.

Ketika diamati, ternyata adalah seorang lelaki berusia tiga puluh tahunan yang membawa golok di punggungnya, Ketika melihat Yu siau-liong terjaga dari tidurnya, lelaki itu segera berbisik: "Nona, bocah itu sudah terjaga" Tampaknya gadis berbaju hijau itu sama sekali tak memandang sebelah mata pun terhadap Yu siau-liong, tanpa berpaling jawabnya: "Ehmmm, aku sudah tahu."

Ia merangkap tangannya di depan dada untuk memberi hormat, lalu sambil membakar uang kertas gumamnya lirih: "Lim siang kong, apabila arwahmu di alam baka masih mengetahui kehadiranku, harap kau sudi memaafkan perbuatanku yang telah mencuri obat mustika itu. "

Tak terlukiskan rasa girang Yu Siau-liong mendengar perkataan itu, segera pikirnya: "oooh, rupanya perbuatan dia" sambil menyambar pedangnya ia segera melompat bangun. "Braaak.,."

Diiringi suara benturan yang amat keras, mendadak penutup peti mati itu mencelat ke atas menyusul kemudian Lim Han- kim melompat keluar dari peti mati.

Meskipun gerakan mereka berdua amat cepat, namun gerakan nona berbaju hijau itu jauh lebih cepat lagi, Begitu sadar kalau, terjebak, cepat-cepat dia melompat mundur dari sana. Baru saja Yu siau-liong melompat bangun dan Lim Han- kim melompat keluar dari peti matinya, gadis berbaju hijau itu sudah sampai di muka pintu.

Dalam kegelapan malam yang mencekam, ditambah lagi dengan pepohonan bunga Tho yang begitu lebat, andaikata gadis tersebut sampai dapat kabur ke luar ruangan, jelas untuk menangkapnya bukan suatu pekerjaan mudah. Dalam cemasnya Lim Han- kim membentak: "Berhenti"

Dengan sekali totokan ke atas tanah, bagaikan burung manyar menyambar ikan di laut ia sudah melesat ke luar ruangan dengan kecepatan luar biasa. Gerakan tubuh si nona berbaju hijau itu tak kalah cepat-nya, sekali melejit dia pun sudah berada di luar ruangan, "saudara Lim tak usah kuatir," Kedengaran seseorang berseru sambil tertawa ringan, "Dia tak akan bisa lolos dari sini"

seg ulung angin pukulan yang amat keras segera menyambar tiba. serangan itu datangnya sangat mendadak dan sama sekali di luar dugaan. Baru saja gadis berbaju hijau itu hendak kabur ke dalam hutan, tahu-tahu serangan dahsyat itu sudah menerkam ke dadanya. Dalam posisi begini, mau tak mau terpaksa dia mesti sambut datangnya pukulan itu dengan kekerasan.

"Plaaaak..." Menyusul bentrokan sepasang telapak tangan, terdengar bunyi nyaring bergema memecahkan keheningan Tubuh si nona berbaju hijau itu segera terpental ke belakang dan meluncur turun ke tanah.

Terhadang oleh pukulan itulah, Lim Han- kim dan Yu siau-liong tahu-tahu sudah menyusul ke luar ruangan dan mengepung gadis tersebut sementara itu lelaki berbaju hitam itu sudah mencabut goloknya dan siap melancarkan serangan.

Dengan pandangan dingin nona berbaju hijau itu memandang sekejap sekeliling arena, lalu ujarnya kepada Lim Han- kim: "Hmmm sebagai seorang lelaki sejati, apakah kau tak malu dengan berlagak mampus?"

Lim Han- kim berkerut kening, dia seperti ingin mengucapkan sesuatu namun akhirnya diurungkan. sebagai pemuda yang tak suka bicara, kalau dapat tak menjawab dia memang memilih lebih baik membungkam.

Lain halnya dengan Yu siau-liong, sejak tadi ia sudah tak mampu menahan amarahnya, dengan garang teriak- nya: "Bagus sekali sudah mencuri barang milik kami, sekarang kau masih memaki kakakku, Hmmm Kau sendirilah perempuan tak tahu malu"

Nona berbaju hijau itu sama sekali tak menggubris makian Yu siau-liong, ia lolos pedangnya sambil diputar membentuk sekilas cahaya tajam, kemudian katanya lagi kepada Lim Han- kim: " Kalau dilihat kau sudah mempersiapkan jagoan di sekeliling hutan, nampaknya kau telah memperhitungkan bahwa aku pasti akan datang ke mari."

"Nona Gwat" Tiba-tiba lelaki bergolok itu menukas, "Seandainya kau menuruti permintaanku tak mungkin kita terjebak oleh perangkap mereka." Dengan tatapan tajam Lim Han- kim tiada hentinya mengamati wajah si nona berbaju hijau dan lelaki bergolok itu, tampaknya ia berusaha mengenali apakah mereka berdualah orang yang telah mencuri obat mustikanya, setelah itu ia berkata: "Di sini hanya ada kami berdua..."

" omong kosong" teriak gadis berbaju hijau itu marah, " Kalau cuma kalian berdua lantas siapa yang telah melancarkan serangan bokongan ke arahku tadi?"

Lim Han- kim tertegun seketika, ia tak mampu menjawab sepotong kata pun. Tiba-tiba terdengar seseorang tertawa ringan lalu menyela: " Harap nona jangan marah, yang melancarkan serangan terhadapmu tadi hanya orang luar yang ingin nonton keramaian." Menyusul ucapan tadi, seorang pemuda ganteng berkipas perlahan-lahan muncul dari balik kegelapan, lalu dengan santainya berjalan mendekati arena pertarungan.

Lim Han- kim coba mengamati wajah orang itu, namun dia tak kenal siapakah orang tersebut sementara itu si nona telah mendengus: "Hmmm Kalau memang ingin nonton keramaian, mengapa kau mesti mencampuri urusan orang lain?"

Yu siau-liong segera mengenali pemuda itu sebagai salah satu pelajar dari loteng Tia-chan-thay yang telah dijumpainya siang tadi. sambil menggoyang-goyangkan kipasnya, pemuda berbaju biru itu menjawab: "Tepat sekali perkataanmu itu, satu hobbi yang paling kugemari adalah mencampuri urusan orang lain"

"Hmm, mungkin kau anggap umurmu kelewat panjang?"

Tiba-tiba Lim Han- kim menukas: "Maaf saudara, urusan ini timbul dari masalahku pribadi, aku tak ingin orang lain ikut menjadi repot"

"ooooh, rupanya kaupun pandai bicara." ejek si nona berbaju hijau itu sambil berpaling, " Kukira kau bisu"

Lim Han- kim menjulurkan tangan ke hadapannya, lalu katanya: "Mari, kembalikan kepadaku Aku tak ingin bertarung dengan siapa pun."

"Apanya?" ejek si nona sambil tertawa dingini

"Pil jinsom seribu tahun Ketahuilah obat itu teramat penting bagiku..- cepat kembalikan".

"Maaf, pil jinsom itu pun teramat penting bagiku, kalau tak penting, buat apa aku mesti mencurinya darimu?"

"Tapi obat itu akan kupakai untuk menyelamatkan jiwa seorang tua yang amat kuhormati"

"sama saja, aku pun akan memakai obat tersebut untuk menyelamatkan jiwa nona kami" "Nona" kata Lim Han- kim agak tertegun, "Meskipun kau membutuhkan obat itu, tapi... benda itu kan milikku"

"sekarang sudah berada di tanganku, berarti obat mustika itu sudah menjadi milikku" jelas sudah ia ngotot hendak mempertahankan barang curiannya.

Dengan alis berkerut dan penuh amarah Lim Han- kim menghardik: "Nona, sebetulnya hendak kau kembalikan tidak obat itu?"

"Kalau tidak, mau apa kau?"

Dengan gerakan sangat cepat Lim Han- kim mendesak maju ke muka, telapak tangan kanannya dipersiapkan melancarkan serangan, Gadis berbaju hijau itu segera menyarungkan kembali pedangnya, lalu sambil menyilangkan tangan kirinya di depan dada, ia berkata:

"Aku tak ingin menggunakan senjata untuk melawan kau yang bertangan kosong, Aku tak ingin meraih kemenangan dengan mengandalkan senjata, mari, kalau ingin bertarung dengan tangan kosong, akan kulayani. "

Dalam beberapa saat paras muka Lim Han-kim berubah beberapa kali, tapi akhirnya dia menghela napas panjang: "Aku tak terbiasa bertempur melawan kaum wanita, Nona Asal kau bersedia mengembalikan pil mustika itu, aku pun tak akan menuntut perbuatan mencurimu itu" "Huuuh, besar amat bicaramu" teriak gadis berbaju hijau itu gusar, Dengan mata melotot menahan marah, dia ayunkan tangannya melepaskan sebuah pukulan ke tubuh lawan. Dengan gesit Lim Han-kim mengepos ke samping, namun ia tetap tidak membalas.

Gagal dengan serangan pertamanya, gadis berbaju hijau itu bertambaii gusar, secara beruntun sepasang tangannya melancarkan bacokan dan babatan berulang kali Dalam waktu singkat ia telah melepaskan tujuh buah pukulan dahsyat.

Lim Han-kim sama sekali tidak membalas, tubuhnya ber-gontai di antara bayangan pukulan yang menyelimuti tubuhnya. Begitu ringan ia bergerak. sekalipun tidak bergeser lebih jauh dari satu depa ternyata ketujuh buah pukulan gadis itu dapat dihindarinya semua.

Habis sudah kesabaran Yu siau-liong ketika melihat kakaknya belum juga mau membalas, tak tahan ia berteriak: "Toako, jika kau tak cepat-cepat membekuknya, kalau sampai berhasil kabur susah bagi kita untuk merampas kembali obat mustika itu."

Terkesiap Lim Han-kim mendengar teguran itu, tiba- tiba saja sebuah sodokan keras dilepaskan ke muka. serangan balasan ini betul-betul cepat dan dahsyat bukan kepalang, gadis berbaju hijau itu merasakan pergelangan tangan kanannya menjadi kaku, tahu-tahu seluruh kekuatan tubuhnya telah punah. Pemuda berbaju biru yang menonton di tepi arena itu menghela napas panjang goyangan kipasnya juga berhenti secara mendadak jelas perasaan hatinya turut bergetar oleh pukulan dahsyat yang dilancarkan Lim Han-kim barusan.

Dalam pada itu Lim Han-kim sudah melompat mundur sambil berbisik: "Adik Liong, cepat geledah sakunya"

Bentakan menggeledek menggema membelah keheningan malam, sambil mengayunkan goloknya tahu- tahu lelaki berbaju hitam itu sudah menerjang ke muka melancarkan bacokan. "Traaang..."

Dengan jurus "Awan Gelap Menelan Rembulan" Yu siau-liong menyapukan pedangnya menangkis serangan tersebut, lalu dengan sebuah tendangan kilat dia paksa musuhnya mundur, jangan dilihat umurnya masih muda, ternyata gerak serangannya betul-betul cepat dan ganas.

Berbarengan dengan tendangan kilat itu, pedangnya memakai jurus "Membelah Bunga Membelai Pohon Liu" menyapu ke dada musuh, terasa selapis bunga pedang membias di udara, serangan yang begitu cepat datangnya itu memaksa lelaki berbaju hitam itu menyurut mundur sejauh lima depa dengan perasaan kaget. Dengan cepat Lim Han-kim melangkah ke depan, lalu hardiknya: "Adik jangan melukai orang, yang penting jin som berusia seribu tahun itu."

Yu siau-liong tertawa terkekeh, sekali membalikkan badan ia menyusup ke sisi tubuh gadis berbaju hijau itu, lalu serunya: "Di mana kau simpan pil mustika itu?"

sekalipun urat nadi si nona berbaju hijau itu sudah terluka oleh totokan jari tangan Lim Han-kim, namun sikapnya yang angkuh sama sekali tidak mengendor "Hemm, pil mustika?" jengeknya dingin, "Mungkin sudah berada ratusan li dari sini.,,."

"Sebenarnya kau simpan di mana? Cepat katakan" bentak Yu siau-liong semakin gusar,

Dengan sorot mata yang dingin seperti es, gadis berbaju hijau itu mengawasi Yu siau-liong sekejap. mulutnya tetap membungkam .

"Bagus" teriak Yu siau-liong, "Rupanya kau memang lagi mencari penyakit buat dirimu sendiri..." Dia sarungkan kembali pedangnya. lalu dengan tangan kiri mencengkeram pergelangan tangan kanan si nona, tangan kanannya mulai mencengkeram ruas-ruas tulang gadis tersebut, ujar-nya: "Jadi kau ingin merasakan bagaimana kalau ruas-ruas tulang sikutmu terlepas...?" Dalampada itu, lelaki berbaju hitam tadi sudah menerjang kembali ke depan sambil mengayunkan goloknya, sekali lompat Lim Han-kim menghadang jalan pergi lelaki itu, kembali bentaknya lirih: "Adik Liong, jangan bertindak sembarangan, cepat geledah saku-nya, asal pil mustika itu sudah ditemukan, kita segera tinggalkan tempat ini. "

Tiba-tiba lengan kirinya menerobos maju ke depan, lalu sambil membalik badan melepaskan satu pukulan.

Terdengar lelaki berbaju hitam itu menjerit kesakitan, tahu-tahu goloknya sudah teriepas dari genggaman, Secepat kilat Lim Han-kim memutar ke belakang tubuhnya, lalu sekali sodok ia totok jalan darah Cian- keng-hiat di bahu lelaki itu.

Melepaskan serangan, menjatuhkan golok lawan lalu melepaskan totokan jalan darah, boleh dibi-lang beberapa gerakan itu dilakukan begitu cepat hampir bersamaaan waktunya.

Yu Siau-liong tak berani membuang waktu lagi, meski masih muda, ia sadar akan situasi yang amat serius.

Tanpa banyak bicara ia mulai menggeledah isi saku gadis berbaju hijau itu. Dengan wajah tegang Lim Han-kim mengikuti semua gerakan Yu Siau-liong, ia bernarap pil mustika miliknya dapat segera ditemukan. Pada saat itu pemuda ganteng berbaju biru itu hanya menonton semua kejartian tanpa berbicara apa-apa. Si nona berbaju hijau yang keras hati, tiba-tiba saja menundukkan kepalanya rendah-rendah sambil pejamkan mata, ia biarkan Yu Siau-liong menggeledah seluruh isi sakunya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ketika selesai menggeledah isi saku gadis itu dan ternyata pil mustika yang dicari belum ditemukan juga, Yu Siau-liong jadi naik pitam, teriaknya penuh amarah: "Kau sembunyikan di mana pil mustika itu?"

Periahan-lahan gadis berbaju hijau itu membuka matanya kembali, sinar amarah memancar dari balik matanya, ia tatap wajah Lim Hah-kim tajam-tajam lalu katanya: "Sedari tadi aku toh sudah terangkan bahwa pil mustika itu sudah kusuruh orang mengirimnya pulang, lebih baik kalian tak usah membuang tenaga lagi. Hmm, kami sadar bahwa ilmu silat yang kami miliki masih belum memadai, mau bunuh mau cincang silahkan "

"Dunia persilatan memang amat licik dan berbahaya." tukas lelaki berbaju hitam itu, "Nona Gwat, coba kau menuruti nasehatku, mungkin saat ini kita sudah berada ratusan li dari sini Aaaai. Apa mau dibilang kau berhati

lemah, sudah mencuri barang orang, masih menyesali kematiannya dan ngotot hendak menyambangi jenazah- nya, Coba lihat sekarang, apa akibatnya bagi kami berdua "

"Hmmm siapa suruh kau ikut ke mari, pengecut yang takut mampus" bentak gadis itu marah. sementara itu Lim Han-kim sudah bertanya kepada saudaranya: "Adik Liong, sudah kau periksa dengan teliti?"

"Yaaa, sudah kuperiksa semua"

"Kalau begitu bebaskan totokan jalan darahnya dan biarkan mereka pergi dari sini"

"Apa?" teriak Yu siau-liong tertegun. "Lepaskan dia, biarkan ia pergi dari sini"

Kali ini Yu siau-liong dapat mendengar semua kata- kata tersebut dengan jelas, sekali pun hatinya diliputi kebingungan, namun ia tak berani membangkang perintah kakaknya. Maka setelah menepuk bebas tototokjalan darah di tubuh gadis tersebut, ia segera menyingkir ke samping.

Dengan langkah lebar Lim Han-kim menghampiri lelaki berbaju hitam itu, di-pungutnya golok yang tergeletak di tanah itu lalu disarungkan kembali ke punggung pemiliknya, kemudian sambil membebaskan totokan jalan darahnya ia berkata: "Silahkan kalian berdua pergi dari sini, maaf kalau aku tak bisa menghantar "

Tidak menunggu jawaban lagi, ia membalikkan badan dan melangkah masuk ke dalam ruangan, Dengan termangu- mangu gadis berbaju hijau dan lelaki berbaju hitam itu mengawasi bayangan punggung Lim Han-kim, mereka tak tahu mesti terkejut atau gembira menghadapi kenyataan ini.

Dari kejauhan terlihat baju putih yang dikenakan Lim Han-kim bergetar keras, rupanya ia sedang merasakan guncangan hati yang luar biasa. Tak lama kemudian, bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.

Lelaki berbaju hitam itu segera menghadiri gadis berbaju hijau itu, bisiknya kemudian: "Nona Gwat, kita harus pergi dari sini" Gadis berbaju hijau itu manggut- manggut, ia membalikkan badannya lalu melangkah pergi dari situ dengan lamban, sebentar kemudian bayangan tubuhnya juga lenyap di balik pepohonan.

"Kongcu" seru lelaki berbaju hitam itu kemudian sambil menjura ke arah ruangan, "Budi kebaikanmu hari ini tak akan kamu lupakan, suatu ketika nanti, kebaikan ini pasti akan kami balas."

Yu siau-liong menghela napas panjang.

"Lebih baik kau cepat-cepat meninggaikan tempat ini, jangan sampai membuat gusar hatiku. Hmmm Kalau sampai aku tak dapat mengendalikan diri, jangan salahkan kalau kau sampai kubunuh"

Lelaki berbaju hitam itu sadar bahwa apa yang diucapkan bocah tersebut kemungkinan bisa benar-benar terjadi, maka tanpa membuang waktu lagi ia membalik badan dan pergi dari situ. Memandang hingga bayangan tubuh kedua orang itu lenyap daripandangan, Yu siau- liong baru kembali ke ruangannya.

"saudara cilik, tunggu sebentar" Tiba-tiba terdengar seseorang menegur dengan suara rendah.

Yu siau-liong berhenti sambil berpaling, sambil tersenyum dan menggoyangkan kipasnya, pemuda ganteng itu melangkah ke muka dan manggut-manggut. "Ada apa kau memanggilku?" tegur bocah itu sambil berkerut kening.

Lantaran pikirannya sedang gundah, otomatis nada suaranya juga tak sedap didengar Pemuda ganteng itu tersenyum.

"Eeei, saudara cilik Usiamu masih muda, buat apa emosimu meledak-ledak macam begitu...?"

"Mengapa? Ketahuilah, hatiku sedang gundah, paling baik jangan mengganggu ketenanganku. "

Agaknya pemuda ganteng itu memang sengaja hendak mencari gara-gara, sambil berjalan mendekat, kembali ujarnya sambil tersenyum: "Tolong sampaikan kepada kakakmu, katakan Li Bun-yang dari Hong-san ingin berjumpa dengannya."

"Bagaimana sih kamu ini? Bukankah kau telah tahu bahwa kakakku sedang murung dan kesal karena kehilangan pil mustika, mau apa kau mengganggunya sekarang?" Li Bun-yang tertawa tergelak

"sejak terjun ke dalam dunia persilatan, banyak sudah jago tangguh yang pernah kujumpai, tapi tak seorangpun tokoh-tokoh silat kenamaan itu berani bertindak kurang ajar kepadaku. "

"Harap saudara Li jangan marah." Tiba-tiba terdengar Lim Han-kim berseru dengan nada murung, "Adik seperguruanku ini memang sudah terbiasa latah, Bila ia sudah bersikap kurang sopan, harap memandang di atas wajahku. Maafkanlah kali ini."

"saudara Lim." kata Li Bun-yang tertawa, " Aku rasa bendera duka citamu sudah waktunya diturunkan sebab kalau dibiarkan terus bisa memancing rasa ingin tahu jago-jago persilatan yang kebetulan sedang lewat di tempat ini"

"Terima kasih banyak atas petunjuk saudara Li. "

sahut Lim Han-kim. setelah memandang Yu siau-liong sekejap. ia meneruskan bicaranya, "Adik Liong, cepat turunkan bendera duka cita itu Kita harus segera meneruskan perjalanan."

Yu Siau-liong mengiakan dan segera melaksanakan perintah kakak seperguruannya itu.

"saudara Lim " kembali Li Bun-yang menyapa. "Apakah saudara Li masih ada persoalan lain?"

Li Bun-yang maju menghampirinya, setengah berbisik katanya: "sebetulnya aku punya sebuah masalah yang ingin mohon bantuan dari saudara Lim, aaai sesungguhnya sudah hampir sebulan aku berdiam di loteng Tiachan-thay gara-gara urusan ini..."

"Maaf saudara Li." tampik Lim Han-kim sambil menggeleng, "Aku sendiri pun sedang menghadapi masalah penting dan harus segera pulang ke kota Kim- leng "

"Yaa sudahlah." kata Li Bun-yang dengan wajah berubah, "Kalau toh saudara Lim enggan membantu, aku pun tak ingin mengganggumu lebih lama lagi." ia segera membalikkan badan dan berlalu dari situ.

"Tunggu sebentar saudara Li" Lim Han-kim menghela napas.

"Apa yang ingin saudara Lim sampaikan?"

Sambil menghampiri pemuda itu, Lim Han-kim berkata: "Sering kudengar ibuku membicarakan tentang keluarga persilatan dari Hong-san yang katanya merupakan keluarga pendekar nomor wahid di kolong langit"

"Terima kasih, terima kasih." "Keluarga persilatan dari Hong-san amat tersohor di kolong langit, entah bantuan macam apa yang saudara butuhkan?" Li Bun-yang berpikir sebentar, lalu bisik-nya:

"Sekilas pandangan pesanggrahan bunga thotak lebih hanya sebuah rumah penginapan dan rumah makan, Tahukah kau bahwa di balik kesemuanya itu tersembunyi suatu rencana besar yang amat keji, jahat dan mengerikan yang diatur justru dari dalam hutan bunga tho ini."

"Aaah, masa iya?" Lim Han-kim berkerut kening. "Saudara Lim baru kali ini berkunjung ke mari, tentu

saja kau belum tahu tentang rahasia pesanggrahan Tho- hoa-kit ini. sepintas lalu gadis-gadis yang tersedia di loteng Gi-hong-kek dan Hui-jui-lo memang rata-rata cantik, lemah lembut dan pandai menari, tapi... tahukah kau bahwa gadis lemah lembut itu justru memiliki ilmu silat yang amat tinggi? Tak sedikitjago-jago tangguh persilatan yang terbuai di balik lemah gemulainya tubuh gadis-gadis itu kemudian musnah tanpa sempat mengeluarkan suara apa pun. "

Berkilat sepasang mata Lim Han-kim setelah mendengar uraian itu, jelas ia sudah tertarik oleh kasus tersebut, Dengan senang hati Li Bun-yang memeriksa sekejap sekeliling tempat itu, kemudian melanjutkan. "Di dalam loteng Tia-chai-thay tersedia beribu- ribu jilid buku yang boleh dibaca siapa pun, tapi siapa yang akan menduga bahwa mereka justru menggunakan umpan kitab-kitab itu untuk memancing kedatangan jago-jago silat dan kemudian menjebaknya ke dalam perangkap mereka."

"saudara Li, atas dasar apa kau menuduh demikian? Menurut pendapatku, meski pemilik pesanggrahan itu agak licik dan susah diraba isi hatinya, agaknya ia tidak termasuk anggota dunia persilatan" Li Bun-yang tersenyum.

"Kedatangan saudara Lim tepat waktunya. Hari ini adalah saat pertemuan yang mereka selenggarakan setiap tiga bulan satu kali, Boleh dibilang semua pimpinan yang punya kedudukan akan berdatangan ke mari, Menurut hasil penyelidikanku pertemuan yang diselenggarakan sekali setiap tiga bulan ini mempunyai arti penting bagi mereka. sampai sekarang, walaupun aku telah mengerahkan banyak pikiran dan tenaga pun belum berhasil mendapat tahu siapakah pemimpin di balik organisasi rahasia itu, itulah sebabnya saat kedatangan saudara Lim, keadaan di sini sangat tenang "

"saudara Li, menurut penuturanmu tadi, di balik pesanggrahan Bunga Tho ini sedang disusun suatu rencana keji yang akan mempengaruhi dunia persilatan Boleh aku tahu, apa yang kau maksudkan?"

"Panjang sekali untuk dibicarakan, aku rasa tempat ini bukan tempat yang cocok untuk bercakap. Begini saja, apabila saudara Lim berminat, mari kita pergi berpesiar sambil menggunakan kesempatan ini untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya."

Lim Han-kim termenung sebentar, akhirnya dia mengangguk "Baiklah, akan kuturuti kemauanmu"

sementara itu Yu siau-liong telah selesai menurunkan bendera duka cita dan sedang melangkah masuk ke dalam ruangan.

"Adik Liong." Lim Han-kim segera berbisik, "Cepat kau tuntun ke luar kuda-kuda kita "

Tapi sebelum perkataan itu selesai, tiba-tiba terdengar ada suara langkah kaki manusia yang berjalan mendekat Ketika menengok ke luar, ia saksikan dua orang pelayan dengan membawa lampu lentera berjalan di muka mengiringi pemilik pesanggrahan yang menyusulnya di belakangnya dengan langkah tergesa-gesa.

"Toako" bisik Yu siau-liong, "Pemilik pesanggrahan datang lagi, cepat kau berbaring ke dalam peti mati"

"Aku rasa kemunculanku sudah diketahui mereka," "Tidak apa-apa." bisik Li Bun-yang. "Tadi aku sudah mewakili saudara Lim untuk memeriksa keadaan di sekeliling sini, semua jago-jago yang mereka siapkan di situ sudah kuhabisi semua, memang ada baiknya jika untuk sementara waktu saudara Lim bersembunyi lagi dalam peti mati, mari kita lihat permainan apa lagi yang hendak mereka perlihatkan"

Lim Han-kim mengangguk tanda setuju, kepada adiknya ia berpesan: "Adik Liong, jangan lupa minta balik kuda-kuda tunggangan kita, sebab kita akan melanjutkan perjalanan malam ini juga."

Selesai berkata, ia totokkan kakinya ke tanah dan seperti sambaran petir tubuhnya sudah meluncur ke depan, langsung menyusup masuk ke dalam peti mati, Baru saja ia selesai menyembunyikan badan, dengan langkah terburu-buru pemilik pesanggrahan itu sudah muncul di dalam ruangan.

Li Bun-yang segera menyembunyikan diri di belakang pintu, sementara Yu siau-liong maju dengan langkah lebar menghadang di depan pintu, Dengan pedang melintang di depan dada dan mata mencorong sinar tajam, Yu siau-liong menegur: "Di tengah malam buta begini, ada urusan apa kalian datang ke mari?"

Dengan cepat dua orang pelayan itu menyebar ke kedua belah sisi, sementara pemilik pesanggrahan maju dengan langkah lebar, setelah mengamati bocah itu sekejap ujarnya: "Di depan orang berpengalaman lebih baik jangan main tipu muslihat. Aku tak pingin terjungkal dalam selokan, Harap saudaramu segera tampil di depan, aku ingin mengajukan beberapa buah pertanyaan kepadanya."

Bagaimana pun Yu siau-liong masih muda dan tidak mengenal kelicikan dunia persilatan Termakan gertak sambal kakek itu, tanpa sadar ia melirik sekejap ke arah peti mati, lalu jawabnya seraya menggeleng: "Tidak bisa, kalau kau ada urusan lebih baik sampaikan saja kepadaku"

Li Bun-yang yang bersembunyi di belakang pintu kontan saja mengerutkan dahi-nya, pikirnya: " Goblok amat bocah ini, bukankah ia sama saja sudah mengaku?"

Kedengaran pemilik pesanggrahan itu mendehem berulang kali, kemudian tanya-nya: "saudara cilik, kau masih muda, aku takut kau tak dapat mengambil keputusan."

"Hey, bagaimana sih kamu ini, mana ada orang yang sudah mati sanggup berbicara lagi?"

Pemilik pesanggrahan itu tertawa dingin "saudara cilik, lebih baik minum arak kehormatan dari pada arak hukuman jika kau enggan menyingkir, jangan salahkan kalau aku si orang tua akan bertindak kasar kepadamu." "Mengapa?" teriak Yu siau-liong sambil mendelik. "Kaupingin berkelahi? Bagus, itu malah kebetulan sekali bagiku"

Agaknya pemilik pesanggrahan itu tak menyangka bahwa dalam usia semuda itu ternyata Yu siau-liong amat kasar dan susah dilayani, untuk sesaat dia malah termangu dibuatnya, "Ehmm... jarang sekali ada bocah kecil yang begitu keras kepala dan tak tahu diri macam kau. "

"Tak usah banyak bicara lagi dengan-nya " Tiba-tiba

terdengar suara seorang gadis menukas. Menyusul suara itu, dari balik pepohonan muncullah seorang gadis berambut panjang yang memakai baju serba hijau.

Ketika Yu siau-liong amati gadis itu, ia segera mengenalinya sebagai gadis yang datang melayat mengikuti pemilik pesanggrahan tadi, sementara itu gadis berbaju hijau itu sudah melangkah datang dengan lemah gemulai.

Baru saja Yu siau-liong hendak menghardik tiba-tiba ia dengar Li Bun-yang berbisik dengan suara lembut: "saudara cilik, sementara waktu tahan dulu emosimu, lebih baik kita ikuti saja kemauan mereka, Kalau dugaanku tak salah? kedatangan mereka tentu ada maksud-maksud tertentu, dan lagi kau pun tak usah banyak melayani pembicaraan mereka, daripada rahasiamu terbongkar" Melihat Yu siau-liong sama sekali tidak menggubris perkataannya, bahkan lagaknya seolah-olah tidak mendengar sama sekali, tak tahan lagi meluaplah amarah gadis berbaju hijau itu. Tanpa membuang waktu ia melejit ke depan, langsung menerjang masuk ke dalam ruangan.

Pedang Yu-Siau liong yang semula melintang di depan dada, secepat kilat menyambar miring ke samping.

Terasa cahaya tajam berkilauan membentuk seberkas bianglala berwarna perak, sebuah babatan maut menyapu kedepan menghadang jalan masuk gadis berbaju hijau itu. Si nona yang sedang menerkam ke muka serentak menghentikan gerak badannya lalu mundur dua langkah, sambil tertawa dingin jengeknya:

"Tak heran kau latah dan sombong, nampaknya ilmu silat yang kau miliki cukup tangguh".

Baru saja Yu Siau-liong hendak meradang, tiba-tiba ia teringat dengan nasehat Li Bun-yang, maka sambil menahan hawa amarah, jawabnya seraya tertawa tergelak: "Ha, ha, ha, ha Tak mudah kalau pingin

nerobos masuk ke dalam, begini saja, coba kau jelaskan apa maksud kedatangan kalian. Asal masuk di akal, tentu kuijinkan kalian masuk ke mari."

Diam-diam Li Bun-yang tertawa geli, pikirnya: "Tak kusangka bocah ini susah dihadapi. " Dalam pada itu gadis berbaju hijau tersebut sudah bertanya lagi sesudah berpikir sebentar: "Apakah kalian datang dari Hua-san?"

Yu Siau-liong tertegun, tapi segera jawabnya: "Betul, darimana kau bisa tahu?"

Nona berbaju hijau itu tersenyum. "Apakah kakakmu yang pura-pura mati bernama Lim Han kim..."

"Betul juga, mengapa?"

"Kalau begitu tak salah lagi" kata si nona sambil manggut-manggut.

"Apanya yang tak salah?"

"Tak ada salahnya kuterangkan, bukankah kakakmu yang berlagak mati membawa sebotol jinsom berusia seribu tahun? Kami sudah periksa semua bekalan dan pelana kudamu, tapi obat itu belum juga ditemukan. Aku pikir pasti ada di sakunya, bukan begitu?"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar