Patung Emas Kaki Tunggal Jilid 24

 
Jilid 24

SEMUA ORANG JUGA MERASA KUATIR dan gugup, karena sebelah lempitan kertas minyak itu ada melelehkan cairan darah kental, apa yang terisi didalam buntalan itu dapatlah dibayangkan sendiri.

Dengan tangannya yang gemetar pelan pelan Koan San Gwat membuka lempitan kertas minyak itu, seketika ia terbelalak, itulah batok kepala Kik Cu seng yang berlepotan darah. Disebelah samping terdapat pula senjata batok besi itu yang ikut berlepotan darah pula. Didalam batok itu berisi secarik kain yang bertuliskan dengan tinta darah.

Itulah surat pendek yang ditulis menggunakan darah Kik Cu seng sebagai tinta sedang kain itu adalah sobekan dari pakaian Kik Cu seng, pula nada tulisan didalam surat itu, jelas adalah hasil karya Cia Ling im. “Dua lawan satu, kecerdikanku memang tidak seunggul Ui ho, namun sejak kini dua pihak sama putus hubungan, marilah sekarang mengandal kepintaran dan kecerdikan kita masing masing untuk mengukur sampai dimana keunggulan aktifiteit kami. Markas besar Thian mo kau sekokoh benteng mas, kalau kalian ingin main coba coba secara tidak berarti tiga hari kemudian kami akan datang kesuatu tempat, tanyakan kepada Koan San Gwat apakah dia berani datang berhadapan langsung dengan aku? ”

Kata kata bagian depan ini penuh nada menantang disebelah bawah masih terdapat barisan huruf huruf yang lebih kecil barbunyi. “Perjalanan kali ini aku hanya datang bersama Lau hu kaucu, kalau Koan San Gwat berani dan punya maksud menepati undangan ku ini mungkin ditengah jalan kalian menghadapi berbagai rintangan dan bahaya!”

Lekas Go hay ci hang numbuntal kepala dan batok itu terus menggali tanah disitu juga ia pendam kedalam liang kubur yang sederhana itu. Tak tertahan air mata bercucuran, dengan mengheningkan cipta mulutnya berkemik memanjatkan doa.

It ouw dan Li Sek hong pun tak tertahan mencucurkan air mata. Dengan muka kecut berkatalah Koan San Gwat. “Dari kejadian ini dapatlah disimpulkan bahwa Cia Ling im, sejak lama sudah mengetahui asal usulnya, kalau tidak meski ia berhasil membongkar keanehan yang ganjil dari pasir terbang dari dalam batok itu, belum tentu ia menurunkan tangan keji.”

Gwat hoa Hujinpun amat berkuatir, katanya. “Kedua orang macam itu betul betul amat menatakan, Anak Gwat! Kau. ”

Dengan gagah dan teguh pendirian Koan San gwat angkat kepala, katanya. “Maksud ibu mengenai perjanjiannya ini, sudah tentu aku harus menepati undangnnya!”

Tak tahan bertanya Li Sek hong. “Apakah Cia Ling im menyebutkan alamat pertemuan didalam suratnya? ”

“Mungkin aku bisa meraba, memang sengaja ia hendak menguji kecerdasanku, maka aku tidak boleh unjuk kelemahan, paling tidak harus kubuktikan, bahwa kecerdasan hakikatnya tidak disebelah bawahnya.” “Dimaakah tempatnya? Perlukah kami berangkat bersama? ” Tanya Li Sek hong pula.

“Tidak usah! Dia hanya menjanjikan aku membawa seorang teman, kukira lebih baik menuruti pesannya saja, kalau tidak tindakan apapun bisa dilakukan sesuai dengan ancamannya!

Ibu. ”

Semula Gwat hoa Hujin menyangka Koan San Gwat hendak mengajak dirinya, karena mereka adalah ibu beranak, hendak menghadapi Lau Yu hu pula, lain orangpun merasa Gwat hoa Hujin seoranglah yang pantas mengiringi kaberangkatannya, tak nyana Koan San gwat malah berkata. “Ibu! Kuharap kau sudi pinjamkan Ui tiap kiam kepadaku!”

“Anak Gwat! Apakah kau mengajak aku? ”

“Tidak!” Kali ini aku hanya mengandal pedangmu saja, mengenai siapa yang hendak kuajak, sekarang tidak perlu kuumumkan dan akupun tidak ingin orang lain tahu. Pihak Thian mo kau tidak akan bertindak apa apa lagi terhadap kita, boleh kalian istirahat saja besok pagi pagi silahkan kau bawa seluruh orang pulang ke Khong ham kiong, bangunlah kembali tempat itu jadikan tempat pangkalan kita, disamping itu untuk mengenang jasa jasa ayahku pula.”

Setelah beragu sebentar, akhirnya gwat hoa Hujin menanggalkan pedangnya dan diberikan kepada putranya.

Setelah menyambuti berkata pula Koan San Gwat setelah menghela napas. “Ibu! ada sebuah hal yang harus kujelaskan dulu kepada kau, kalau sekali ini aku kebentur dengan Lau Yu hu sekali bukan karena dendam sakit karena hubungan kami pribadi dia bergaul dan sekongkol dengan manusia macam Cia Ling im itu, tidak akan mungkin lagi bisa kembali kedalam haribaanmu, menjadi puteramu yang tersayang…”

“Koan kongcu,” tanya Li Sek hong menyela.“Kapan kau akan berangkat? ” “Nanti tengah malam, aku akan memberi janjiku kepada teman yang akan kuajak secara diam diam meninggalkan kalian! Maka aku minta diri lebih dulu kepada kalian, tiba saatnya tidak perlu membuat gaduh!”

Tak tahan It ouw bertanya “Koan kong cu! Sebenarnya siapakah yang kau pilih, kami akan patuh keputusanmu, tidak akan mengalangi keberangkatanmu.”

Koan San Gwat tersenyum, ujarnya. “Dalam hal ini aku sudah menunjuk satu orang, tapi tidak perlu kukatakan, kukira orang itu juga maklum, aku percaya di waktu aku berangkat dia pasti sudah menunggu kedatanganku di tengah jalan!”

Melihat kata katanya penuh arti dan serba rahasia, semua orang jadi risi bertanya lebih jauh. Cuaca sudah mendekati magrib, tabir malam segera menjelang, mereka tahu tidak perlu terlalu gugup, cukup asal nanti malam sedikit menaruh perhatian teka teki ini pasti dapat mereka bongkar. Maka Tay Su berempat segera dipanggil untuk kumpul bersama, semua orang sama berkumpul didalam hutan mengeluarkan bekal rangsum mengenyangkan perut tak lama kemudian mereka mencari tempat untuk istirahat.

Tadi siang mereka sama mengalami pertempuran sengit yang habiskan banyak tenaga maka mereka merasa amat letih, namun semua orang menaruh perhatian akan keberangkatan Koan San Gwat nanti, maka tiada seorangpun yang memejamkan mata.

Hanya Koan San Gwat seorang yang bersikap amat tenang, duduk membelakangi sebatang pohon dan tidur mendengkur kelelap dalam impiannya. Semua orang sudah menunggu nunggu tanpa melihat reaksi apa apa.

Saking lelah tak tertahan lagi akhirnya gwat hoa Hujin memejamkan mata, di waktu ia tersentak bangun oleh dinginnya air embum ditengah malam, Koan San gwat dengan unta saktinya ternyata sudah menghilang. Dalam hutan tinggal dirinya bersama kelima dayangnya orang seorang yang lain tidak kelihatan mata hidungnya, karuan ia melengak heran, tanyanya kepada Jip Hoat yang berada di sampingnya. “Dimana Koan kongcu? ”

Jip hoat tertawa, tuturnya. “Kongcu berangkat paling akhir, mereka sama mengharap adalah orang yang dipenujui oleh Koan kongcu, maka beramai ramai menuju ke tempat menurut rekaan hati masing masing untuk menunggunya. Entahlah siapa nanti yang tepat meraba ketempat yang benar benar dituju!”

“Kau tahu ke mana tujuan Koan kongcu? ” Tanya gwat hoa Hujin.

Jip hoat tertawa tawa sambil menggigit bibir. Gwat hoa Hujin mendesakanya lagi.”Tempat apakah itu? ”

“Hujin sendiri dan Li siancu pernah ke tempat itu!” sahut Jip Hoat tersenyum.

Hampir saja Gwat hoa Hujin berjingkrak bangun, teriakanya. “Jian coa kok? Mana mungkin terjadi? ”

“Bukan saja mungkin, malah tidak akan salah lagi. Setelah Hujin pulang dari Jian coa kok bersama Li siancu semua orang merdengar dengan jelas cerita Hujin dan Li siancu bukan mustahil pula Ban li bu in dan Lt lun bing Gwat membocorkan hal ini kepada Cia Ling im, setelah tahu didalam dunia ini terdapat seorang aneh macam itu masakah tidak segera memeras otakanya…”

“Memeras otakpun tidak berguna, ilmu silat Coa sin maha tinggi Cia Ling im dan Lau Yu hu kuasa apa terhadap dirinya? ”

Jip hoat menggeleng, katanya “Mereka kesana bukan untuk mencari permusuhan dengan Coa sin, mereka tidak akan takut menghadapi segala penentang!” “Bicaramu semakin aneh,” kata Gwat hoa Hujin menggeleng “Coa sin mana mungkin Coa sin bisa diperalat oleh mereka? ”

Kata Jip hoat, “Cia Ling im adalab seorang gembong iblis yang amat lihay, kalau toh dia mau bertindak dan punya suatu tujuan, tentu sebelumnya sudah diperhitungkan masak masak dan punya pegangan yang amat kuat.”

Gwat hoa Hujin jadi gugup ujarnya “Ya, hal ini tidak boleh dipandang enteng, agakanya kita harus segera menyusulnya kesana seorang diri anak Gwat mana bisa menghadapi begitu banyak persolan, jikalau sampai terjadi sesuatu. ”

Tiba tiba dari berbagai arah berkelebat bayangan orang, mereka adalah Li Sek hong, It ouw dan Go hay ci hang, Hwesio tua segera berkata dengan tertawa. “Hujin tidak usah kuatir, Koan kongcu tidak akan bisa dikalahkan oleh iblis itu.”

Gwat hoa Hujin berpaling bingung, katanya.”Kalian sama pulang, lalu dengan siapa anak Gwat berangkat? ”

“Silahkan Hujin periksa sendiri kurang siapa diantara kita? ” sahut Li Sek hong.

Gwat hoa Hujin celingukan sebentar, dilihatnya Coa Ki Kang Pan tidak hadir, serta merta berkerut alisnya.”Nona Kang. ”

Li Sek hong manggut sambil tersenyum ujarnya. “Pikirannya kami beramai seperti juga jalan pikiran Jip hoat, maka tanpa berjanji sebelumnya beramai ramai menuju jalan pikiran kesana yang sama, tapi setelah kami melihat nona Kang juga menempuh jalan yang sama, secara suka rela kami tahu diri terus mengundurkan diri tanpa memperlihatkan jejak kami, setelah kami melihat dia mengejar bersama Koan kongcu menunggang unta sakti baru kami pulang bersama.”

Gwat hoa Hujin mengerut kening dan berkata lesu. “Apa gunanya dia ikut pergi? Dia hanyalah seorang gadis yang tidak tahu urusan. ” “Kalau menuju Jian coa kok tiada seorangpun yang paling cocok kecuali nona Kang, ilmu silatnya cukup tinggi bakal bantuan, dan lagi terhadap Coa sin ia banyak membawa pengaruh yang bermanfaat, aku percaya orang yang dipenujui oleh Koan kongcu pasti dia adanya.”

Gwat hoa Hujin tenggelam dalam renungannya. Sebaliknya Go hay ci hang berkata. “Perjalanan Koan kongcu kali ini tidak akan menghadapi kesulitan apa apa, kalian tidak perlu kuatir, marilah kita bekerja menurut pesan Koan kongcu, bangun kembali Khong ham kiong Hujin lebih megah, disana kita nantikan kabar baikanya. Kaki tangan Thian mo kau tersebar luas, untuk berhadapan dan melawan kekuatan mereka, Lolap harus segera mengumpulkan kembali para kawan sehaluan yang tersebar diberbagai tempat. Kitapun perlu menggabung sesuatu kekuatan besar untuk bertanding dan menentukan jantan atau betina dengan Thian mo kau…”

Belum jauh Koan San Gwat mencongklang unta saktinya, tiba tiba dirasakan sesuatu bergerak disebelah belakangnya, seolah olah selembar daun pohon daun melayang jatuh dibelakangnya dengan enteng. Panca indranya amat tajam, sesaat ia berpaling kebelakang kebetulan ia berpapasan dengan wajah Kang Pan yang ayu jelita sedang tersenyum. “Nona Kang, ternyata betul kau yang datang!”

“Jadi kau memang sedang menunggu aku? ”

“Ya, waktu kulajukan unra saktiku, kulihat beberapa bayangan orang sudah berjalan disebelah depan, aku tahu mereka sedang meraba raba keinginanku dan bergejolak sanubarinya!”

“Apa yang kau kuatirkan? ” tanya Kang Pan.

“Aku kuatir mereka ikut datang, dan aku pun jadi sulit menampik.” “Apa yang dapat kau pikirkan, orang lain pun bisa memikirkan, tapi setelah mereka sama melihat diriku, beramai ramai mereka mundur teratur.”

Berlega hati Koan San gwat, namun ia masih kurang percaya.

Melihat mimik wajah orang, Kang Pan tertawa geli katanya cekikikan : “Apa sih yang belum dapat kau mengerti. Bicara soal ilmu silat, mereka lebih asor, yang paling mereka kuatirkan hanyalah otakku yang tumpul dan berpikir amat sederhana, tidakkah setimpal menjadi pembantu yang setia, akhirnya setelah melihat akupun dapat meraba jalan pikiranmu, terbukti bahwa aku tidak lebih asor dari mereka, apa pula yang mesti mereka kuatirkan? ”

“Aneh benar, kenapa mereka sama berpikiran bahwa Cia Ling im mengajak aku bertemu di Jian coa kok? Bicara terus terang, aku sendiripun semula ragu ragu!”

“Kecuali Coa sin, siapa pula yang dapat melemaskan hati Cia Ling im, kalau rekaanmu tidak melest, bahwasanya tidak perlu kau pedulikan mereka, kecuali Coa sin terhadap siapapun mereka tidak menaruh rasa takur dan gentar!”

“Tepat sekali! Begitu pula jalan pikiranku Kecuali Coa sin siapapun yang mereka cari dan temukan tidak perlu ditakuti.”

Kata Kang Pan dengan sungguh “Kau pun jangan terlalu puas diri, jikalau dugaan mu tidak meleset, urusan jadi sulit diselesaikan, bila Coa sin kena mereka bujuk, siapapun dari pihak kalian jangan harap bisa lolos dari keganasannya,”

“Ada tiga macam cara untuk menundukkan manusia, pertama dengan ancaman kedua ditipu lalu di rekan, dan ketiga meluluhkan hati orang dengan budi pekerti, ketiga cara ini tidak berguna bagi Coa Sin, ilmu silat Coa sin jauh lebih tinggi dari mereka, gengsi dan nama tidak akan menggerakkan hatinya, apalagi dengan budi pekerti seglaa, jangan dibicarakan lagi….” “Tapi jangan kau lupa Coa sin bukan manusia normal, namun dia punya satu cacad seperti manusia umumnya, diapun punya cita cita dan harapan seperti orang lain, demikian pula kesenangan dan keinginan hatinya...”

“Hobby apa yang paling disenangi Coa sin? ” “Kenapa kau tanyakan kepadaku? ”

“Sudah sekian lamanya bergaul dengan Coa sin tentu tahu tethadap segala tingkah laku dan kesenangannya,”

“Sebenarnya sulit kukatakan, Coa sin tidak punya hobby apa apa, dia benci laki laki, suka perempuan, namun hanya terbatas pada suka belaka, karena dia terkekang oleh keadaan jasmaninya, tidak mungkin bisa bergaul lebih intim dengan perempuan, maka sampai sekarang belum bisa kumengerti, mereka dua laki laki pergi menemuinya, dengan kata apa dapat mengetuk hati Coa sin? ”

Koan San gwatpun tidak habis mengerti maka dia tidak perlu tergesa gesa menempuh perjalanan, sepanjang jalan ini hatinya selalu memikirkan persoalan ini dan mencari pemecahannya, disamping itu juga menganalisa situasi yang bakal dihadapinya nanti.

Dari Ngo tai san ke Jian coa kok paling lambat dua hari perjalanan, namun Cia Ling im menjanjikan tiga hari, berarti satu hari lebih lama, sudah tentu menggunakan waktu peluang itu untuk membujuk Coa sin, namun dalam satu hari itu apa saja yang mereka lakukan?

Dalam tulisan suratnya Cia Ling im agakanya punya pegangan kuat, seolah olah seratus persen dia pasti dapat berhadapan dengan dirinya didalam Jian coa kok, mengandal apa?

Melihat orang selalu bermuram durja bujuk Kang Pan tertawa “Sudahlah jangan murung saja, mungkin tempat perjanjian yang mereka temukan bukan didalam jian coa kok.” “Memang kuharap bukan disana, tapi naluriku bicara bahwa tempat yang dia tentukan pasti disana sebab kalau mereka manemukan tempat lain, atau mencari orang lain, berarti orang yang belum pernah kukenal dan kuketahui, tidak bisa tidak Cia Ling im harus menyebutkan nama tempat itu, kecuali dia punya tujuan lain, hakikatnya tidak membuat perjanjian dengan diriku, jadi diapun tidak perlu berbuat atau bertingkah sedemikian rupa.”

“Ya, anggap saja benar di jian coa kok kan tidak perlu kau menjadi gugup dan gelisah begitu rupa, bukan mustahil begitu tiba disana mereka lantas terbunuh oleh Coa sin.”

“Kalau benar terjadi seperti itu, sungguh merupakan keberuntungan umat manusia!”

“Seandainya mereka capat memikirkan sesuatu cara lain untuk membujuk Coa sin, oh Ling koh berada disana pula, budak kecil ita tentu akan dapat merintangi Coa sin kena ditipu dan dibujuk oleh mereka”

Pikir punya pikir, Koan San gwat berpendapat situasi tidak sedemikian parah seperti keadaannya semula, kata kata Kang Pan terakhir ini banyak menghibur sanubarinya yang bergejolak.

Berkatalah Kang Pan. “Marilah kira lekas jalan mendahului tiba di Jian coa kok, mengandal tenaga lari unta saktimu, kita harus tiba di sana lebih dulu dari mereka sehingga mereka tidak berkesempatan bertemu muka dengan Coa sin…”

“Betul!” teriak Koan San Gwat girang. “Usulmu ini memang tepat, kita harus menjaga segala kemungkinan sebelum hal itu sendiri terjadi, maka tidak perlu kita kuatir akan segala sesuatu yang bakal terjadi, begitulah segera ia bedal unta saktinya supaya lari kencang, ingin rasanya hari itu juga ia tiba di tempat tujuan.

Lewat lohor mereka tiba disuatu kota kecil kebetulan memang perut sudah kelaparan, segera mereka mencari sebuah rumah makan. Perdagangan mereka agakanya cukup makmur, meski hari sudah lewat lohor, namun tamu didalam rumah makan ini masih cukup banyak dan ramai, setelah hidangan tersedia didepan meja, mereka mulai gegares dengan lahapnya, terutama Kang Pan makan dengan bernapsu sekali maklumlah sebesar itu jarang ia menikmati hidangan lezat yang berharga cukup mahal.

Tengah mereka makan minum tiba tiba berjalan masuk seorang laki laki pertengahan umur mengenakan jubah panjang dandanan seorang tabib keliling, langsung menghampir ke meja makan mereka serta berkata sambil menjura hormat. “Apakah kalian yang memiliki unta diluar itu? ”

“Saudara ini ada petunjuk apa? ” Pertanyaan San Gwat hati hati.

“Aku membekal ilmu membawa berkelana didunia Kangouw, khusus mengobati binatang sakit? ”

“Binatang tunggangan kami itu amat sehat dan segar bugar…”

“Unta itu memang cukup gagah dan hebat, jarang terdapat seekor tunggangan sehebat itu. kuharap kalian jangan terlalu kikir untuk mengeluarkan beberapa tail uang untuk ongkos pengobatannya, kalau tidak menyesal pun sudah kasep, ketahuilah bintang kalian sudah terserang semacam penyakit jahat...”

Kontan Koan San Gwat menyanggah dan tidak percaya. “Tidak mungkin bisa terjadi hal demikian bahwasanya memang sulit di percaya, karena unta tunggangannya itu cukup cerdik dan bisa dengar perkataan manusia, tidak mungkin begitu gampang terserang penyakit, seumpama benar sakit diapun bisa mencari daun daun obat obatan untuk mengobati diri serdiri. Namun laki laki itu berkata pula dengan tertawa. “Kalau tuan tidak percaya silahkan keluar untuk memeriksanya, penyakit tunggangan tuan sudah cukup parah, paling lama dua tiga hari lagi bakal kumat dan celakalah jiwanya!”

“Mana mungkin terjadi,” seru Koan San Gwat gugup. “Selamanya dia tidak pernah kena sakit.”

“Betapapun kuat dan sehat tunggangan mu ini, dia toh binatang yang tidak dapat bicara, apalagi biasanya unta hidup dipadang pasir, mana bisa tahan lama hidup didalam iklim yang berbeda, bibit penyakitnya sudah lama bersemi dalam badannya, cuma belum kumat dan soal waktu saja. ”

Karena ucapan orang masuk diakal, Koan San Gwat jadi sangsi, katanya. “Siansing, apakah penyakitnya masih keburu diobati? ”

“Memang jiwanya belum ditakdirkan mampus, hari ini kebetulan kebentur ditanganku, tapi kalau mau ditolong harus cepat turun tangan, kalau terlambat celakalah jiwa nya ”

demikian kata laki laki itu sembari tertawa tersipu sipu Koan San Gwat bersoja serta katanya. “Harap Siancing suka mencapaikan diri memberi pertolongan padanya, berapa honor yang harus saya bayar silahkan katakan saja kami akan bayar menurut tarifmu. ”

Laki laki itu bergelak, ujarnya. “Saudara sudah berjanji, akupun tidak perlu banyak bicara lagi, marilah segera dimulai, cuma ditempat ini kurang mencocoki. ”

“Menurut Siancing dimana lebih sesuai? ”

“Di luar kota sana ada sebuah aliran sungai, dipinggir sungai terdapat sebidang hutan rindang cukup luas dan nyaman, marilah kita bawa kesana saja.”

Koan San Gwat manggut manggut, lekas ia tuntun unta sakti mengikuti dibelakang orang, Kang Pan mengintil dibelakangnya. Kira kira setengah li diluar kota, sudah jauh meninggalkan keramaian kota, tibalah meraka ditempat yang diunjuk, memang dimana terdapat sebuah alilan sungai kecil yang bening airnya, disebelah sampingnya terdapat sebidang hutan palawija.

Segera laki laki itu menyuruh Koan San gwat menurunkan barang perbekalan dari punggung unta lalu disuruh unta itu berbaring miring sementara ia membuka peti obat yang dibawanya. Dari dalam peti obatnya, dia mengeluarkan sebotol obat cair, setelah diseduh dengan air kali terus diminumkan pada si Unta lalu ia mengeluakan sebuah gayung, sisa dari obat cair itu dituang didalam gayung lalu diisi air penuh setelah diaduk rata, ia memetik daun pohon, dengan daun pohon ini ia menyiram basah seluruh badan unta sakti.

Dengan mendelong Koan San gwat meneliti setiap gerak gerikanya, setelah orang bekerja hampir selesai, ia maju mendekat membuka kelepak unta sakti, dilihatnya matanya yang buram tadi kini sudah mulai bersinar pula, demikian pula napasnya rada wajar dan semangat kelihatan pulih pelan pelan.

Namun laki laki itu menarik napas panjang dan ujarnya. “Cukup sudah! Dia harus istirahat supaya tenaganya pulih kembali.”

“Berapa lama dia harus istirahat? ” tanya Koan San gwat. “Menutur keadaan biasa istirahat kurang lebih dua tiga hari,

namun kulihat kalian seperti hendak melakukan perjalanan

jauh cukup sehari saja kukira tenaganya sudah segar bugar.”

“Harap Siansing, apakah penyakitnya kelak bisa kumat lagi?


“Sebelum berkecimpung dalam pengobatan puluhan tahun,

sekali turun tangan penyakit pasti lenyap selama lamanya!” demikian dengus laki laki itu rada kurang senang. “Banyak terima kasih akan bantuan Siansing, entah berapa banyak aku harus bayar!”

“Kalau binatang biasa, paling paling hanya kutatik tiga atau lima tail, namun unta tua ini merupakan binatang sakti yang tiada keduanya, aku jadi sulit menetapkan berapa tarif nya, terserah berapa saja tuan hendak bayar!”

Koan San Gwat berpikir sebentar, lalu katanya. “Seribu tail emas, Siansing tidak merasa terlalu sedikit bukan.”

“Kenapa begitu banyak? ” seru Kang Pan melengak.

Laki laki itupun diluar dugaan, katanya “Aku tidak berani mengharap bayaran yang begitu tinggi, tapi tuan sendiri yang hendak bayar begitu banyak terpaksa kuterima dengan senang hati, siapa nyana hari ini aku bakal ketiban rejeki. ”

Segera Koan San Gwat mengambil Tok kak kim sin senjata tunggalnya, langsung ia angsurkan kehadapan orang, tiba tiba air mukanya berubah ketus dan kereng, jengekanya dingin. “Membawa yang receh menyulitkan sekali, seluruh uang masku kujadikan seluruh patung mas ini silakan Siagsing memotongnya sendiri sesuka hatimu.”

“Lho, ini ” laki laki itu tertegun. “Aku tidak membawa alat

potong, tidak membawa timbangan pula, mana bisa memotongnya secara tepat, harap tuan bayar dengan yang lain nya saja, kurang sedikitpun tidak menjadi soal.”

“Tidak bisa! Lebih baik bayarlah banyak dari pada kurang, patung masku ini seluruh nya berat seribu dua puluh kati, jadi bernilai enam belas ribu tiga ratus dua puluh tail bukan kira kira potong sebagian, terlalu banyak juga tidak menjadi soal.”

“Agakanya tuan memang sengaja tidak mau bayar, kenapa main pura pura mempersulit orang saja? ah, sebel anggap saja aku yang sial.” habis berkata terus putar badan hendak tinggal pergi. Koan San Gwat nalah tertawa dingin, paung mas diangkat terus mengepruk kebatok kepala orang, lekas laki laki itu berkelit kesamping. Tapi peti obatnya yang menjadi korban pecah berantakan, obat obatan didalamnya tercecer ditanah berumput, sudah tentu pucat air mukanya, tetiaknya gusar. “Aku sudah bersusah payah, sepeserpun tidak kau bayar, apa pula kehendakmu? ” 

“Tinggalkan jiwamu sebagai penebus perbuatan mencelakai tungganganku,”

Mendengar kata katanya ini, seketika berubah air muka laki laki itu, putar tubuh terus lari sipat kuping. Gerak Kang Pan jauh lebih cepat, sekali melesat tahu tahu ia sudah menghadang didepan orang, agakanya laki laki itu sudah kalap, tanpa ayal lagi segera ia angkat telapak tangan terus menggempur kedepan dada, tanpa mengerahkan pandangan matanya kepada lawan dipepannya, sebat sekali tangan Kang Pan menyelonong maju menggenjot tenggorokkan laki laki itu serangan ini enteng dan cepat luar biasa.

Koan San Gwat tahu ilmu silat Kang Pan luar biasa, cepat ia berteriak. “Nona Kang ampuni jiwanya!”

Sebetulnya jati Kang Pan sudah menyentuh tenggorokkan orang, serta mendengar teriakkannya gesit sekali telapak tangannya melayang miring dan “plak”, dari menceng keram ia ganti sebuah tamparan keras kepipi laki laki itu.

Tenaga dalam ini tidak terlalu keras, orang itupun hanya gentayangan mundur empat lima tindak, maka pukulan telapak tangannya yang mengarah dada Kang Pan dengan sendiri mengenai tempat kosong.

Lawan balas menyerang setelah dirinya memukul lebih dulu, ditengah jalan cengkeraman diganti sebuah tamparan lagi namun toh masih jauh lebih cepat dari serangan sendiri, ilmu silat macam ini sungguh amat mengejutkan hatinya. Yang dia kuatirkan semula hanyalah Koan San Gwat seorang sungguh diluar dugaannya bahwa gadis ayu ini justru lebih sulit dilayani, bahwa kejut dan ketakutan muka menjadi pucat pasi penuh ditaburi bintik bintik keringat, kakipun gemetar.

Koan San Gwat maju mendekat sambil menenteng senjatanya, katanya. “Kawan! Aku tahu kau pasti kaki tangan Thian mo kau yang diutus oleh Cia Ling im, siapakah namamu? ”

Terlongong setengah harian, baru laki laki itu kuasa menjawab dengan suara lirih “Ma Pek poh!”

Mendengar nama orang tak tahan Koan San Gwat tertawa geli, olokanya. “Tampang tuan memang sesuai dengan namamu, kerjamu suka mencelakai binatang tunggangan orang, tak heran unta saktiku kebentur ditanganmu menjadi lesu dan patah semangat.”

“Koan San Gwat!” seru Ma Pek poh gusar, “Jangan kau mentang mentang, aku cukup sungkan terhadap binatangmu, kalau tidak segera kuberikan pertolongan, tanggung jiwamu tidak akan bertahan sampai besok pagi.”

Koan San Gwat mangut manggut, katanya. “Memang benar! untaku sudah mencapai kecerdikan luar bias dan sakti, namun masih jaga kau bokong berarti kau cukup mampu juga, tapi diwaktu kau menaruh racun dan memunahkan racun, gerak gerikmu menunjuk banyak lubang kelemahan, sebenar nya apa tujuanmu? ”

Ma Pek poh tertawa dingin, jengekanya. “Kaucu memberi batas tiga hari kepada kau sepagi ini kau hendak meluruk kesana, sudah tentu aku dan berusaha merintangi perjalananmu ini. ”

Tergerak hati Koan San Gwat, katanya mendadak. “Kebetulan malah kalau begitu, aku jadi berkesempatan mengadu kecerdikan dengan Cia Ling im. Nona Kang ringkus keparat ini, berikan sedikit penderitaan, supaya para kamrat kamratnya disebelah depan melihat dan tahu, coba beranikah mereka berlawanan dengan kita!” Kang Tan manggut manggut, dengan langkah gemulai ia minta ampun, karuan berubah pula air muka Ma pek poh, sebelum orang bergerak, ia mendahului menyerang dengan tutukan jarinya menyodok kebawah ketiak orang.

Kang Pan berdiri diam sambil tertawa manis, sebalikanya Ma Pek poh menyerang dengan kalap dan hendak mengadu jiwa, tenaga tutukan diujung jarinya segera dilipat gandakan namun baru saja jarinya menyentuh baju Kang Pan, kontan ia berjingkrak mundur dengan hati mencelos.

Ternyata dibawah ketiak Kang Pan mengempit sebuah kantong yang menyimpan ular putihnya yang dinamakan Giok tai itu, ular dalam kantong begitu melihat jari tangan orang diangsurkan kemulutnya segera menongolkan kepalanya terus menggigit dengan telak sekali.

Ular itupun seekor binatang aneh yang amat cerdik juga, mendengar perkataan Koan San Gwat agakanya iapun cukup paham, maka dikala dia menggigit jari orang, kadar racun yang ditumpahkan dari giginya cukup hanya membuat orang jatuh pingsan dan tidak terlalu parah.

Dalam pada itu Ma Pek poh sudah berguling guling ditanah, kecuali kepala dan makanya, seluruh tubuhnya mulai melepuh membesar seperti bola, rasanya panas gatal dan sakit menusuk tulang.

“Membawa contoh hidup seperti keadaanmu ini, kukira cukup membuat kamrat kamratnya kuncup nyalinya untuk bertindak secara gegabah. Kawan tua! Marilah berangkat

jangan menghabiskan waktu melulu, agakanya kau harus dibebani seorang lagi…”

Unta sakti yang sejak tadi berbaring tiba tiba berjingkrak bangun, sikapnya gagah penuh semangat dan segar bugar, sedikitpun tidak kelihatan sakit, sebalikanya keadaan Ma Pek poh sangat menderita, mulutnya mendesis tak mampu bersuara. Tanpa banyak bicara Koan San Gwat menjinjing tengkuknya terus mengikatnya disebelah pantat tunggangannya sebelum berangkat ia beresi dulu barang barang yang ketinggalan ditanah, terus mengundang Kang Pan serta melanjutkan perjalanan.

Sudah tentu sepanjang perjalanan ini mereka menimbulkan perhatian orang orang dijalan ini mereka menimbulkan perhatian orang dijalan, maklum yang laki laki gagah kereng yang perempuan cantik rupawan me nunggang seekor unta besar yang gagah berani dan yang lebih kontras adalah keadaan Ma Pek poh yang amat sengsara dengan terikat kencang tidak mampu bergerak lagi.

Entah karena jeri melihat wibawa Koan San Gwat yang besar atau melihat keadaan Ma Pek poh yang menderita, sepanjang jalan ini mereka tidak mendapat gangguan dan rintangan, meski dibebani tiga orang, sedikitpun unta sakti tidak merasa payah dan tenaga kaki nya sudah bisa berlari kencang seperti mengejar angin. Hari kedua meeka sudah tiba di lereng sebuah gunung, tempat mana agak nya tidak jauh dari pondok desa yang mereka inapi beberapa waktu yang lalu.

Itu berarti bahwa jarak Jian coa kok tidak jauh lagi. Saking senang Kang Pan menepuk nepuk leher unta sakti, katanya. “Koan toako! Hampir tiba ketempat tujuan, kukira keparat ini tiada gunanya lagi, lebih baak di tinggalkan saja disini, supaya Lo pek (unta sakti) rada enteng bebannya.”

Pergaulan dua hari yang cukup pendek membuat hubungan Kang Pan dengan Koan San Gwat semakin dekat dan intim, bukan saja dia membahasakan Koan San Gwat sebagai Koan toako, terhadap unta sakti iapun memanggil lebih mesra dengan sebutan Lo pek.

Terpaksa Koan San Gwat melompat turun dan melepas ikatan Ma Pek poh terus melemparkannya dipinggir jalan, karuan ia menjerit kesakitan. Agakanya Kang Pan tidak tega, lekas ia ikut melompat turun, dari dalam bajunya ia keluarkan sebuah botol kecil dimana ia menuang sebutir pil merah terus dijejalkan ke mulut Ma Pek poh Katanya. “Menurut perbuatanmu, memang setimpal dihukum mati cuma aku tidak tega melihat kau mampus dipinggir jalan, makanlah obatku dan istirahatlah sebentar, sejam lagi kau akan bebas bergerak selanjutnya kuharap kau bisa berkelakuan jujur dan baik, jangan mencari gara gara kepada kami,”

Kasiat pil obat ini ternyata amat mujarab, badan Ma Pek poh yang melepuh besar segera mengempes semangatnya jauh lebih baik, tapi dia masih bermuka getir dan merengek. “Koan tayhiap Kang siocia terima kasih akan pengampunan kami berdua, tapi lebih baik kalian bunuh aku saja, kau kalian melepas aku pulang saja, Kaucu tidak akan mengampuni diriku. ”

Berdiri alis Koan San Gwat katanya. “Satu jam lagi kau bisa bebas seperti sedia kala, masakah tidak mampu melindungi keselamatan sendiri? Cia Ling im sendiri tidak akan punya waktu untuk mengurus dirimu. ”

“Mesks Kaucu dalam waktu dekat tidak akan menemukan aku, kelak sama saja aku tidak akan bisa lepas dari genggamannya, kalau aku sampai terjatuh ketangan Kaucu siksaan yang kuterima sungguh tidak berani kubayangkan…”

Kang Pan menjadi heran, katanya. “Cia Ling im menugaskan kau membokong kami, kau sudah bekerja cukup baik, cuma kemampuanmu saja yang tidak becus, masakah karena hal itu Cia Ling im akan menjatuhkan hukuman kepada kau?”

“Kang siocia kau tidak tahu aturan aturan disiplin didalam Thian mo kau, setelah kami menerima suatu tugas, jikalau bisa sukses pahalanya sudah tentu juga besar, sebalikanya kalau gagal, hukumannya pasti amat berat, aku mendapat perintah untuk merintangi perjalananan kalian, akhirnya tidak terlaksana sesuai perintahnya, tidak bekerja menurut aturan tertentu pula...”

“Aturan tertentu apa?” tanya Koan San Gwat. “Terhadap anggota bawahannyayang menerima tugas

Kaucu ada memberikan sebutir pil beracun, bilamana kita gagal menunaikan tugas yang diperintahkan, untuk bunuh diri menggunakan pil racun itu, hanya diperbolehkan bunuh diri daripada ditawan. ”

Koan San Gwat tertawa dingin, jengeknya. “Disaat kau tahu kau tidak berhasil, kenapa tidak segera bunuh diri saja? ”

Ma Pek poh menunduk kepala, ujarnya. “Begitu tergigit ular seluruh badanku lantas melepuh dan kesakitan luar biasa, hakekatnya tidak bisa gerak secara bebas, Tayhiap mengingat diriku diatas unta lagi, sehingga pil obat ku itu terguncang jatuh didalam perjalanan.”

“Cara mencari kematian ada banyak macam, masakah harus menggunakan obat racun saja, jikalaa kau memang bertekad gugur demi tugas, dengan cara apapun dapat kau lakukan, kenapa harus….”

“Ucapan Tayhiap memang benar, namun hidup manusia di dalam dunia fana ini ada kalanya sesuatu persoalan tidak bisa diterapkan dengan keadaan tertentu atau dengan nalar saja diwaktu aku kena ditahan, memang aku tidak takut mati, soalnya aku tidak mampu bergerak, kini aku sudah bebas, justru aku tidak ingin mau lagi. Celakanya untuk hidup teruspun susah….”

“Lalu apa kehendakmu? ” tanya Koan San Gwat mengerut kening.

“Untuk bunuh diri aku sudah tidak punya keberanian, hati sudah jeri pula menghadapi hukuman berat tiada punya kemampuan melawan Kaucu lagi, maka harap Tayhiap suka berbelas kisihan silahkan bunuh aku saja.” “Tidak mungkin! Aku sudah membebaskan kau berati tidak ingin membunuh kau !”

Tergerak hati Ma Pek poh, katanya tersipu sipu “Kalau begiru harap Tayhiap suka bawa aku serta, hanya menghamba pada Tayhiap baru jiwaku tidak terjatuh ketangan orang orang Thian mo kau kalau tidak, begitu kalian tinggal pergi, segera detang beberapa orang uuruk membereskan diriku...”

“Bohong!” sentak Koan San Gwat. ”Kenapa aku tidak melihat jejak mereka? ”

“Disepanjang jalan ini, entah berapa banyak kaki tangan Thian mo kau yang tersebar luas mengawasi segala gerak gerik kita, karena Tayhiap meringkus diriku baru mereka tidak berani bertindak terhadap Tayhiap ”

“Jadi dengan meringkus kau sepanjang jalan ini berarti tindakanku tepat, terhindar berbagai rintangan dan halangan, meski sebenarnya aku tidak takut terhadap segala gangguan itu!”

“Terhadap gangguan itu sendiri sudah tentu Tayhiap tidak takut, tapi paling tidak bisa menghambat perjalanan Tayhiap satu hari lebih lama. Perjalanan secepat ini hanya memakan satu setengah hari, itu berati aku sudah membantu mempercepat setengah hari diantaranya.”

“Jadi maksudmu kami harus mengucap terima kasih kepadamu malah !” olok Koan San Gwat tertawa.

“Meski aku tidak takluk kepada Tayhiap orang orang Thian mo kau tak akan mau percaya keadaan memaksa aku harus menyerah dan terima diperbudak saja kepada Tayhiap!”

“Aku tidak perduli kau menyerah atau takluk, melihat keadaanmu, memang patut aku melindungi keselamatanmu, cuma kini aku tiada tempo. ” “Kalau begitu harap Tayhiap suka bawa aku serta, meski harus digantung di pantat unta juga bolehlah, hal itu akan lebih baik daripada aku kau tinggalkan disini….”

“Tidak ! Tujuan yang akan kucapai cukup sulit, membawa kau menambah beban belaka dan lagi disana aku harus berhadapan langsung dengan Cia Ling im, disana belum tentu kau bisa selamat ...”

Gelisah dan gugup membuat Ma Pek poh mencak mencak dan hampir saja ia melelehkan air mata rengeknya. “Kalau begitu Tayhiap kusilahkan menyempurnakan hidupku saja, lebih baik daripada jatuh ketangan orang orang Thian mo kau,”

Koan San Gwat berpikir sebentar, lalu berpaling pada Kang Pan, katanya. “Nona Kang! Apakah didalam satu jam ini dia bisa pulih seluruhnya ?”

“Tidak akan salah! Kalau Siau giok kena menggigit urat nadinya, jiwanya pasti sudah mampus, akupun tidak akan bisa menolongnya. Soalnya Siau giok mendengar pesan mu, hendak menawannya sebagai sandera, maka kadar racunnya hanya meresap kedasar kulitnya saja, setelah menelan obat pemunahku, satu jam lagi dia akan pulih seluruhnya seperti sedia kala.”

“Baiklah orang she Ma!” ujar Koan San gwat. “Aku percaya akan keteranganmu, aku akui secara tidak sengaja kau telah membantu sedikit mengatasi kesulitanku, maka kutunggu kau satu jam disini, setelah kau sehat kembali baru kutinggal pergi, kelak kau beruntung atau celaka terserah pada nasibmu sendiri. !”

“Jelas aku tidak akan selamat di bawah ancaman kekuatan Thian mo kau, kecuali ikut kau Koan Tayhiap, tiada tempat berteduh yang aman bagiku. Bahwa aku bsa menjadi begundal mereka tidak lebih hanyalah karena aku mengenal sendikit ilmu pengobatan terhadap hewan, maka aku diperbudak oleh Ki Houw untuk mencarikan unta serta melatih unta terbang hitamnya itu. ”

Tergerak hati Koan San Gwat, tanyanya. “Jadi unta terbang itu hasil dari pilihan dan didikanmu?”

“Ya, untuk menandingi dan menghadapi unta sakti kepunyaan Tayhiap ini, sejak lama aku sudah diperintahkan mencari seekor unta yang setanding untuk menghadapi unta sakti mu ini. Meski aku menemukan seekor itu, betapapun belum setanding menghadapi tunggangan Tayhiap yang sakti ini, karena kekalahan itu, Ki Houw sendiri sudah merasa sakit hati terhadapku, kini terjadi pula suatu peristiwa ini….”

Koan San Gwat berpikir sebentar, lalu katanya. “Kalau kau punya pengetahuan macam itu, ingin aku menguji kau, dapatkah kau mengatakan asal usul dari unta saktiku ini?

Berapa umurnya tahun ini? Punya kemampuan khusus apa saja. ”

Agakanya Pek poh sudah lupa akan rasa sakit badannya, bangkitlah semangatnya katanya. “Unta sakti Tayhiap ini kelahiran dari Se ek, merupakan keturunan campuran dari naga dan unta liar, sejak jaman kuno turun temurun hanya ketinggalan seekor milik Tayhiap ini, dasar cerdik dan sakti langkah nya enteng secepat angin lalu, satu hari dapat menempuh seribu li pulang pergi, jalan digunung seperti jalan datar menerjang gelombang laksana berlaju dilautan tenang, apalagi dibawah asuhan dan bimbingan Tokko Bing gurumu, bukan saja pandai dan menjadi cerdik mengenal huruf dan bisa membaca, tidak sedikit pula ajaran silat yang berhasil dipahami, cuma sayang dia merupakan unta jantan, tidak bisa lagi melahirkan anak menyambung keturunan, sayang sekali kalau selanjutnya harus putus keturunan.

Sejenak Koan San Gwat terlongong, katanya. “Apa yang kau uraikan memang benar apakah benar dia tidak akan bisa melanjutkan keturunan? ” “Unta biasa tidak setimpal menjadi jodohnya, hanya unta hitam milik Ki Houw itu sedapat mungkin bisa dipakai, tapi telah binasa oleh kekejaman Ki Hou!”

“Apakah kau tak bisa mencari yang lain? ”

“Unta hitam itu sebenarnya merupakan binatang pilihan yang cukup pandai juga, cuma belum bisa menandingi kesaktiannya, kemungkinan aku masih bisa menemukan seekor yang lain yang cukup lumayan, cuma waktu sudah tidak memberikan kesempatan padaku.”

“Asal kau dapat menemukan seekor jodoh, aku bersumpah akan melindungi keselamatanmu, sekali kali tidak akan kubiarkan orang orang Thian mo kau melukai seujung rambutmu…”

Berjingkrak girang Ma Pek poh mendengar janji Koan San Gwat, serunya. “Tayhiap sudah mengucapkan janjimu, aku pasti akan bekerja sekuat tenaga, bicara terus terang aku pun merasa sayang bila unta sakti ini sampai putus turunan. ”

Koan San Gwat menuntun unta sakti kemari, dia turunkan semua perbekelannya serta Tok kak kim sin, senjatanya lalu diletakkan disamping Ma Pek poh dengan laku yang amat prihatin. Dari dalam bajunya dia mengeluarkan sebentuk Bing tho ling, tanda kebesaran dari Bing tho ling cu serta sejilid buku tipis yang ia letakkan pula bersama senjatanya, katanya dengan serius. “Ma siansing, sebelum ini memang aku berlaku kurang hormat kepada kau, kuharap kau tidak menjadi berkecil hati dan suka memaafkan kesalahanku itu, sekarang segala sesuatunya kuserahkan semua kepadamu. ”

Dalam pada itu keadaan Ma Pek poh sudah berangsur angsur baik, bergegas ia melom pat bangun dari tanah serta serunya. “Koan tayhiap! Apa apaan maksudmu ini? ”

Dengan kereng dan penuh wibawa Koan San Gwat menjelaskan. “Karena unta sakti ini bakal putus turunan maka guruku pernah beritahu kepadaku bahwa aku bakal menjadi generasi terakhir dari kejayaan Bing tho ling cu, tapi aku percaya, secara diam diam kubersiap siap, buku ini merupakan catatan hasil ciptaan Suhu didalam mendalami ilmu silat tingkat tinggi, Tok kak kim sin adalah senjata tunggal dari kebesaran Bing tho ling cu, sekarang semua kuserahkan kepada kau untuk menyimpan dan menjaga baik baik. ”

Lekas Ma Pek poh menggoyangkan tangan. Tapi Koan San Gwat tidak memberi kesempatan orang buka suara, katanya lebih lanjut. “Cia Ling im menjanjikan aku bertamu di Jian coa kok, mati hidupku sulit diramalkan, seumpama tidak beruntung aku menemui ajalku disana, kuharap Siansing menunggang unta sakti meninggalkan tempat ini. Sepihak kan harus berdaya untuk melanjutkan keturunan unta sakti ini, dilain pihak harap carilah seorang tunas muda yang benar benar punya bakat dan berhati luhur serta bajik untuk mewarisi jabatan Bing tho ling cu, pelajaran silat dalam buku itu, boleh silahkan Siansing juga membaca serta mempelajarinya tapi dasar pelajaran silatmu sudah cukup kokoh, tidak akan banyak membawa manfaat bagi kau, bagi calon penerus dari Bing tho ling Cu harus mengutamakan seorang yang berbakat tinggi dengan tanpa pernah mempelajari dasar ilmu silat cabang lain…”

Ma Pek poh amat haru dan terketuk, sanubarinya, ujarnya. “Begitu besar kapercayaan Tayhiap terhadap diriku? ”

Koan Sangwat tetawa lantang, katanya “Terhadap unta sakti Siansing cukup kenal segalanya, sudah tentu kaupun amat sayang memandangnya sebagai milikmu pribadi, aku percaya Siansing tidak akan bikin aku kecewa, segalanya kuserahkan kepada kau untuk mengurusnya ”

Ma Pek poh berpikir sebentar lalu berkata. “Aku akan bekerja sekuat tenaga sesuai dengan pesan Tayhiap, yang aku kuatirkan sulit terhindar dan kejaran orang orang Thian mo kau, aku tahu jago jago dalam kumpulan mereka cukup banyak.” “Siansing tidak usah kuatir, asal aku tetap berada disini, Cia Ling im tentu tumplek perhatiannya pada diriku, orang lain tidak perlu dibuat takut, kalau Siansing tidak suka bentrok langsung, mengandal kekuatan lari unta sakti tentu dapat meninggalkan mereka jauh di belakang, tapi jangan sekali kali Siansing meningalkan punggung unta sakti, aku berani pastikan Siansing pasti akan selamat dan terlindung,”

Ma Pek poh tidak banyak bicara lagi, kedua mata dipejamkan, seolah oleh sedang merenungkan sesuatu, seperti pula sedang mengerahkan hawa murni untuk selekasnya memulihkan tenaganya.

Sebalikanya si unta agaknya juga tahu bahwa segera mereka akan berpisah, mungkin untuk selamanya, lekas ia menemui Koan San Gwat, mulutnya berbunyi aneh, maeanya memancarkan rasa iba dan berat berpisah, tak tertahan lagi air matanya meleleh keluar. Tenggorokan Koan San gwatpun terasa tersumbat air mata sudah berlinang di kelopak matanya sambil mengelus ngelus bulunya yang halus berkatalah ia “Sahabat tua! Kau sudah mendengar kata kataku, dapatkah kau memahami perasanku?”

Unta sakti manggut manggut, air mata meleleh semakin deras, “Sahabat tua, jangan kau bersedih, aku hanya mempersiapkan diri untuk menjaga segala kemungkinan, mungkin selekasnya kita sudah bertemu lagi, apakah kau rela dalam pertempuran kali ini aku mampus di medan laga? Aku adalah Bing tho ling cu dan kau adalah penyanggah dan tulang punggung dari Bing tho ling, sekali kali , pantang mengucurkan air mata !”

Lekas unta sakti menggeleng kepala mengeringkan air mata.

“Nah kan begitu, pergilah kesarang tinggalmu istirahat baik baik disana mungkin dalam waktu singkat Ma siansing sudah berhasil mencarikan teman hidupmu, setelah kalian melahirkan unta kecil, aku akan minum arak bagianmu !” Unta sakti menggeleng tanda tidak setuju dengan ucapan Koan San Gwat. Koan San Gwat mejadi heran, tanyanya. “Kenapa? Kau tidak ingin punya keturunan? ”

Unta sakti menggeleng lagi lalu dengan kaki depannya diatas tanah mencoret coret dua huruf, lapat lapat huruf itu seperti berbunyi ‘Menunggu kau’

Koan San Gwat bergelak tertawa, serunya.”Untuk apa kau menunggu aku? Kan tidak bisa aku bantu kau melahirkan unta kecil!”

Unta sakti menunduk dan melengking keras tanda hatinya marah, lekas Koan San Gwat membujukanya. “Sahabat tua, jangan marah, aku hanya guyon guyon saja. Sebalik nya kau jangan main main, bila kau punya keturunan Bing tho ling cu baru bisa hidup disanubari masyarakat dengan abadi ”

Unta sakti menggeleng kepala pula, dengan kaki depannya ia menulis beberapa huruf yang berbunyi. ‘Melahirkan anak ’

“Menunggu kau melahirkan anak. ” Koan San Gwat

membaca lebih lanjut, “Apakah maksudnya?” sekilas berpikir akhirnya ia tahu kemana juntrungan kata kata ini, ujarnya sambil tertawa lebar. “Bagus sekali! Kau melahirkan unta kecil, aku melahirkan seorang putra, biarlah mereka yang mewarisi Bing tho ling, baik! Sahabat tua, aku pasti tidak akan menyia nyiakan harapanmu, asal aku tidak menemui ajal, aku tidak akan membiarkan Bing tho ling cu terjatuh ketangan orang lain, lega tidak hatimu .”

Unta sakti mendongak dan melengking suara panjang, dengan kaki depannya ia menulis satu huruf pula. ‘Lekas !’

Koan San Gwat menahan geli, katanya. “Soal jodoh dan punya anak tidak bisa dibuat cepat pertama tama kita harus sama sama mencari jodoh…” Demikian asyik Koan San Gwat melayani untanya bicara serta hubungan mereka yang begitu intim membuat Kang Pan sarat haru tak tertahan ia mengalirkan air mata.

Tiba tiba unta sakti menggerakkan leher nya mendorong Koan San Gwat, lalu mengedip ngedipkan mata memberi tanda, lekas Koan San gwat mendapat tahu, cepat ia bertanya. “Nona Kang! kenapakah kau? ”

Lekas Kang Pan menghapus air mata dengan rikuh, jawabnya. “Tidak apa apa, keakraban kalian membuat hatiku terharu. ”

Mendadak unta sakti menggigit ujang baju Koan San Gwat, lalu di tanah ia menulis satu huruf lagi. ‘Dia!’ dengan kakinya ini dia menutul dua kali lalu menutul ke huruf ‘cepat’ itu dua kali pula.

Koan San Gwat tahu maksudnya, dengan tertawa ia tepuk kepalanya serta serunya “Hus, jangan main main!” lekas ia menghapus huruf itu dengan telapak kakinya, kuatir terlihat oleh Kang Pan.

Akan tetapi Kang Pan keburu melihat semula merah jengah selebar mukanya, kejap lain dengan sikap mesra dan aleman segera ia maju menghampiri memeluk leher unta sakti, katanya “Terima kasih Lo pek! Aku… apakah aku setimpal? ”

Unta sakti manggut manggu t lalu memicingkan mata pula kearah Koan San gwat, keruan Koan San Gwat menjadi rikuh dan kikuk, terutama menghadapi pandangan mata Kang Pan hampir saja dia tidak berani beradu pandang.

Tapi Kang Pan tidak melepaskan kesempatan ini, tanyanya dengan suara lirih. “Koan toako! Kenapa kau tidak bicara? ”

Koan San Gwat menjublek ditempatnya sanubarinya sedang bergejolak, ia rasakan gentingnya persoalan ini. Karena penolakannya secara tegas akan lamaran Liu Ih yu membuat orang menyeleweng menempuh jalan sesat sejak saat itu diam diam ia sudah dapat memahami dan menyelami betapa berbahaya dan menakutkan jiwa seorang perempuan yang kena diperalat oleh cinta asmara yang membabi buta.

Terutama mengahadapi Kang Pan dia adalah gadis remaja yang baru mekar dan belum mengenal kehidupan yang sesungguhnya, perasaannya jelas amat lemah dan masih liar lagi, sulit dia dapat membedakan antara cinta dan benci yang amat kuat mendasari jiwanya.

Sedikit meleset dan kurang hati hati ia menghadapi persoalan ini, Liu Ih yu kedua akan terjadi pula gara garanya, lebih celaka pula karena Kang Pan belum sematang Liu Ih yu, maka akibatnya akan jauh menakutkan.

Kalau sekarang juga ia melulusi permohonan orang, bagaimana pula kelak ia harus menghadapi Thio Ceng Ceng? Pikir punya pikir sekian lamanya baru dia memperoleh jawaban. Jawaban yang lucu yang menggelikan, ia arahkan persoalan ini kepada pertanyaan soal cocok atau tidak. Maka dengan tersenyum ia berkata. “Nona Kang! Mengandal parasmu yang cantik serta ilmu silatmu yang tinggi, tidak sembarang kau memperoleh jodoh, maka pertanyaanmu itu seharusnya, diajukan orang lain, kukira jarang orang yang cocok untuk menjadi pasanganmu!”

Agakanya Kang Pan puas akan jawaban Koan San Gwat pada permulaan, maka secara spontan ia memberikan jawaban akan ucapan terakhir Koan San Gwat. “Koan toako! Kau adalah laki laki pertama yang pernah kulihat, kau pula laki laki yang paling kuhormati dan kukagumi, aku kuatir kau tidak sudi mempersunting diriku, jangan kau singgung soal lain kecuali kau, selama hidupku tidak akan kupikirkan laki laki kedua!”

Koan San Gwat menjublek ditempatnya, tak tahu apa pula yang harus ia lakukan, sebalikanya unta sakti angkat kedua kaki depannya dan berjingkrak kegirangan. Untunglah pada saat itu juga Ma Pek poh tersadar dari samadinya, terhitung dialah yang mengubah suasana kaku dan kikuk ini, agakanya dia tidak tahu menahu akan kejadian yang baru berlangsung.

Dengan hati hati ia membungkuk tubuh menjemput Bing tho ling cu terus disimpan kedalam baju, lalu diangkatnya pula Tok kak kim sin, setelah ditimang timang berat lalu dipanggul di atas pundak, katanya. “Hanya senjata Tayhiap yang berat ini, dapatlah dibayangkan kenapa Bing tho ling cu kuasa malang melintang dan menggetarkan Kangouw soal nama dan gengsi sekali kali bukan diperoleh secara untung untungan.

Maka terhadap calon pengganti atau ahli waris dari Bing tho ling cu sekali kali Cayhe tidak akan berani ambil keputusan sendiri, lebih baik kutunggu Tayhiap kembali saja. ”

Tanpa menunggu Koan San Gwat men jawab, Kang Pan sudah menukas. “Persoalan itu tidak perlu kau banyak pikiran, kalau hari ini aku dan Koan toako terhindari dari bencana, dalam dua tiga tahun kami akan mengantar anak kami. ”

Koan San Gwat melongo dan tidak tahu apa harus diperbuat, mukanya merah malu namun dengan suara mantap dan penuh keyakinan Kang Pan menambahkan. “Aku hanya mematuhi maksud Lo pek, dia benar benar seekor binatang sakti yang mempunyai kepribadian manusia, cerdik dan bisa menulis lagi, tadi dengan tulisannya dia mengharap keturunan Koan toako kelak bakal menjadi ahli waris dari Bing tho ling cu. Lopek ! Benarkah begitu maksudmu ?”

Unta saku manggut manggut Kang Pan tertawa ujarnya. “Lihat malah diapun dapat menjadi comblang, katanya supaya aku menikah sama Koan toako, Koan toakopun sudah setuju !”

Ma pek poh manggut manggut, sambil mengiakan katanya. “Kalian menjadi pasangan sungguh merupakan karunia Tuhan

....” Kata Kang Pan dengan tertawa riang “Sedapat mungkin kita akan selekasnya melahirkan anak dan kukirim ketempatmu untuk belajar silat, kelak biar menjadi penerus yang lebih gagah dan perwira sebagai tokoh besar yang lebih tenar!”

Ma Pek poh bergelak tawa, serunya “Keturunan naga melahirkan naga pula. anak kalian kelak pasti menjadi seorang besar yang tiada bandingan diseluruh jagat ”

Melihat sikap Kang Pan yang begitu serius dan sungguh sungguh, semakin berkerut pula alis Koan San gwat, terpaksa ia mendesak. “Ma siansing, sudahlah lekas kau berangkat.”

-oo0dw0oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar