Patung Emas Kaki Tunggal Jilid 10

 
Jilid 10

Rasul ungu menghela napas, apa boleh buat ia berpaling sambil angkat pundak, katanya “Losu ! silahkan kau mengambil keputusan sendiri!” Pucat muka laki laki pertengahan umur ratapnya:”Toako, hanya karena urusan sekecil ini, tega kau memaksa adikmu mati?”

Rasul ungu menghela napas, katanya: “Kakakmu yang bodoh ini sudah tiada tenaga membelamu lagi, kau yang mencari penyakit sendiri…..”

“Kenapa kau tidak tanya Mo kun,” teriak laki bertenghan umur: “Mungkin dia…”

“Tiada guna,” tukas Rasul ungu, “Belum lama Mo kun menjabat kedudukan ini, saat nya dia menegakan kewibawaan, mana boleh karena kesalahanmu ia melanggar undang undang dan merubah haluan, kalau kejadian diketahui olehnya, dosamu lebih berat, lebih baik kau mencari putusan yang lebih ringan saja !”

Laki laki pertengahan umur membanting kaki, teriaknya “Tidak jadi soal aku mati, tapi putusan hak ini mengutamakan keadilan. Kedua tua bangka ini meluruk kemari sambil membawa orang luar, bukankah dia melanggar hukum yang lebih besar, aku akan menunggu setelah melihat mereka dihukum baru aku mati dengan meram.”

Rasul ungu berpaling kearah It lun dan Ban li, pandangannya mengunjuk tanda tanya.

Kata Ban li tersenyum “Rasul sedang menunggu apa?” “Menunggu penjelasan kalian!”

“Rasul! kau pernah menghadiri dua kali pertemuan besar, kenapa soal aturan kau semakin bingung, meski ada persoalan perlu kami lapor kepadamu?”

Berubah air muka Rasul ungu, katanya berpaling “Losu! Kau sudah dengar nama dan kedudukan, kakakmu tidak membelamu lagi…. cuma kau tidak usah kuatir, mengingat hubungan kita selama beberapa tahun ini, aku pasti memperjuangkan keadilan ini.” Laki laki pertengahan umur bungkam tak bersuara, setelah Rasul ungu mendesaknya, tiba tiba ia jejak kedua kakinya badan nya melejit jauh kedepan sana berusaha melarikan diri. Sekali lompat tiga empat tombak tubuhnya melesat lewat atas kepala Koan San gwat dan lari bagai burung yang ketakutan daya terbangnya amat pesat sekali, tapi begitu kedua kakinya hinggap ditanah mendadak langkahnya terhuyung huyung kedepan terus roboh terkapar dan tidak bernyawa lagi.

Waktu Rasul ungu memburu kesana dilihatnya tujuh lobang indranya sama mengeluarkan darah segar, punggungnya tertancap tiga duri hitam, seketika berubah air mukanya sesaat ia berdiri terlongong.

Sebuah suara berseru dingin dari dalam pintu : “Siau It ping! Bagus benar didikan mu terhadap para saudaramu!”

Koan San gwat kenal suara Ki Houw, baru saja ia hendak bersuara, dilihatnya Ban li memberi pelirikan mencegah ia bersuara.

Siau It pang adalah nama dari Rasul ungu itu, dengan tergopoh gopoh ia balik dan berdiri tegak di pinggir pintu, sedunya lirih: “Hamba menunggu putusan Mo kun!”

Terdengar tawa dingin dari dalam pintu, katanya : “Sekarang aku tidak ada waktu buat cerewet dengan kalian, selanjutnya kau harus memberi gemblengan dan ujian berat terhadap sisa temanmu itu, kalau masih ada keparat yang takut mati, kaulah yang harus bertanggungjawab seluruhnya! Bawa para tamu!”

Rasul ungu mengiakan, teman temannya yang lain mengunjuk rasa takut yang berlebihan.

Hati Koan San gwat teegerak lagi, dari percakapan yang singkat ini, selapis ia lebih paham tentang berbagai persoalan Liong hwa hwe tapi timbul pula pertanyaan pertanyaan lain yang lebih penting lagi. Terutama pemuda yang bernama Ki houw itu, agaknya memegang satu kekuasaan besar sehingga bawahannya yang terkenal kejam dan bengis bengis itu tunduk dan takut kepadanya.

Demikian juga Lok heng kun, Lok siang kun dan Liu ju yang patuh pula akan perintahnya, sebetulnya apakah yang terjadi?

Kalau Liong hwa hwe merupakan organisasi jahat yang memupuk banyak dosa. Maka gurunya yang berbudi , serta Hwe thian ya ce Peng kiok jin dan kedua kakek tua ini It lun dan Ban li mereka bukan orang jahat, tapi kenyataan pun terdaftar sebagai anggota.

Kalau merupakan perserikatan dari kaum cendikia dan pendekar, sepak terjang Ki houw yang serba menyeleweng ini jelas adalah seorang durjana yang harus ditumpas, mana bisa dia menempati kedudukan yang begitu penting…..

Dalam pada itu Rasul ungu sudah membalik serta berkata sambil menjura : “Mo kun mempersilah kan para tamu masuk kedalam!”

Baru saja Ban li angkat langkah, tiba tiba Koan San gwat membentak : ”Nanti dulu! suruh Ki Houw keluar menyambut.”

Berubah air muka Rasul ungu, serunya mendelik: “Siapa kau? Berani kau kurang ajar…”

“Kau tanya kepada Ki Houw, dia tahu siapa aku.” Kata Koan San gwat sambil merogoh Bing tho ling, sekali ayun, “Tang” sekeping lencana kebesarannya itu melesak kedalam daun pintu besar di dalam sana, lalu dengan suara yang lebih lantang ia berseru ke arah dalam. “Ki Houw aku tidak perduli apa kedudukanmu disini, hari ini aku kemari sebagai Bing tho ling cu untuk menyelesaikan perjanjianmu di Tay san koan tempo hari kau ingkar janji sudah sepantasnya kau keluar mohon maaf kepadaku!” Suasana dalam pintu sunyi senyap Koan San gwat makin gusar, teriaknya : “Unta terbang! Kau hendak pamer apa sebagai Bang tho ling cu yang besar dan agung memangnya aku harus menghadap kedalam .”

Rasul Ungu menunjuk rasa gusar, baru saja ia mengulur tangan hendak mengeluarkan Bing tho ling dari dalam pintu mendadak terdengar perintah Ki Houw: “Jangan disentuh!” perintahkan mengatur barisan kebesaran, Pun coh hendak keluar.

Seketika Rasul ungu mengunuk rasa heran dan tidak mengerti, sekilas ia pandang Koan San gwat, agaknya ia kurang paham akan asal usul pemuda yang garang ini tapi ia tidak berani ayal, lekas ia mengeluarkan dua papan baru jadi “plak, plak, plak!” beruntun ia membunyikan enam kali tiada ketukan.

Koan San gwat dan Lok Siau hong sudah pernah dengar apa apa yang dinamakan Hun Pan liuk con yaitu pertanda kedatangan Thian ki mo kun.

Sementara sip tau su hun semua berdiri dengan meluraskan kedua tangan. Hanya Koan San gwat yang masih tertawa, dengusnya “Pertunjukan tengik dan bermuka muka belaka!” Rasul ungu melirik kearahnya, tapi tidak berani bersuara.

Dari dalam pintu kembali muncull barisan bocah bocah kecil tadi, karena kurang satu, pembagian laki perempuan ganjil dan kurang rajin kelihatannya.

Tapi keadaan dalam pintu masih hening lelap, Ki Hau tidak kunjung keluar.

Setelah menunggu sebentar Koan San gwat menjadi hilang sabar, teriaknya: “Unta terbang! Kau masih hendak pamer kekuatan apa lagi?” “Koan San gwat!” terdengar Ki Hou menyahut dingin “Bersabarlah, tempat ini jangan kau banding Sip yang san ceng, segala gerak gerik disini harus mementingkan jabatan dan aturan!”

“Adanya barisan tetek bengek ini menunjuk jabatanmu sudah cukup besar, masih main ulur waktu apa lagi?”

Ki Houw tidak hiraukan dia lagi, tiba tiba ia berteriak lebih keras: “Siau It ping, kihitung dari satu sampai sepuluh, bila kau belum bisa menyelesaikan tugasmu, terpaksa kepalamu lah yang harus menebus dosamu!”

Rasul ungu mengunjuk rasa bingung dan gelisah kepalanya celingukan kian kemari, tidak tahu dimana letak kesalahan, sementara hitungan dari dalam sudah dimulai, setiap hitungan laksana pentung besi mengetuk ulu hatinya. Dikala hitungan sampai angka enam keringat dingin sudah membasah kuyup seluruh badannya, para Yu hun yang lainnyapun ikut menjadi tegang dan menanti perkembangan selanjutnya.

Dari dalam pintu terdengarlah hitungan angka “Sembilan” tiba tiba tergerak hati Rasul ungu, sebat sekali ia melesat terbang kesaping seorang bocah perempuan, telapak tangannya mengeprak kebatok kepalanya. Disaat jazat perempuan itu terkapar roboh, kebetulan terdengar hitungan angka “Sepuluh” dari dalam pintu.

Koan San gwat dan Lok Siau hong beramai melongo, dari dalam pintu kelihatan bayangan Ki Houw sedang melangkah keluar, ia mengenakan pakaian kebesaran sutra bersulam indah, sikapnya jauh berlainan dengan tingkah laku waktu berada di Si yang san ceng tempo hari.

Tiba di tengah barisan itu tersenyum sembari kerkata: “Untung kau bertindak cekatan kalau tidak mayat ditanah ini mungkin kau sendiri adanya!” sambil bicara tangannya menuding mayat perempuan cilik yang hancur batok kepalanya, sikapnya wajar seperti tidak terjadi apa apa. Koan San gwat tidak kuasa mengendalikan amarah lagi, teriaknya keras : “Ki Houw! Kau … bukan manusia….”

“Saudara terlalu mengumbar napsu, kejadian ini tidak bisa salahkan aku, aku sudah merendahkan permintaanku….”

Saking marah Koan San gwat tidak kunjung mengeluarkan suara, telunjuknya masih menuding orang, sementara bibirnya bergerak gerak.

Ki Houw acuh tak acuh, ujarnya: “Sesuai jabatanku sekarang, seharusnya perlu delapan pasang barisan anak kecil, tapi satu sudah terbunuh sehingga Propesi seharusnya lengkap menjadi ganjil aku menurunkan perintah membunuh satu diantaranya supaya klob, hal ini sudah merendahkan derajat, jadi kalau diusut kalian yang harus berranggung jawab.”

It lun bin gwat garuk garuk lalu bersuara: “Soalnya terpaksa Lohu membunuh salah seorang barisan Mo kun, karena dia melancarkan Thian mo ci (jari iblis langit) terhadap Nona Lok….”

“Memang setimpal kematiannya itu, tapi apa Bing gwat tidak terlalu mencampuri tetek bengek ini.” sindir Ki Houw.

It Iun batuk batuk lagi, lalu katanya:” Mati hidup nona Lok secara langsung menyangkut kepentingan Lohu, tindakan Lohu tadipun demi urusan besar dibelakang hari sebab sampai sekarang Lohu belum memperoleh ahli waris, jikalau sampai ajal, mungkin jabatan di Sian Pang menjadi kosong.”

“Cara bagaimana Bing gwat yang bisa mengikat hubungan mati hidup dengan nona cilik ini?”

“Kau jangan ngaco belo!” semprot Lok Siau hong gusar, “Dalam suatu pertandingan dia kukalahkan maka harus patuh dan mendengar perintahku!” Ki Houw bersuara heran, “Ada kejadian begitu? Mungkin usia Bing gwat yang sudah terlalu lanjut, lwekangnya sudah susut, tidak seperti dulu….”

Kata Bing gwat sambil menahan gelora harunya “Kekalahan Lohu tiada hubungan dengan lwekang semua ini sudah ditakdirkan oleh Thian! Mo kun tidak usah membakar amarahku, dalam Liong hwa hwe kelak, Lohu akan beri kesempatan mohon petunjuk pada Mo kun, tapi sekarang Lohu tidak akan terjebak dalam tipu daya Mo kun!”

“Memang Bing gwt yang tidak malu sebagaai lombok tua yang pedas, maksud baik ku menjadi sia sia belaka, dalam Liong hwa hwe yang akan datang semestinya Pui cun akan mencalonkan dua sahabat baikku!”

It tun melengos tidak meladeninya lagi. Terpaksa Ki Houw berpaling kepada Koan San gwat serta berkata : “Sungguh aku harus minta maaf karena tidak hadir dalam perjanjian di Tay San Koan, tapi istriku sudah mewakili aku, sedikit banyak sudah menberi pertanggungan jawabku, ilmu sakti saudara memang tiada bandingan, sungguh harus dipuji hari ini saudara meluruk kemari, entah ada petunjuk apa?”

“AKU TUNTUT pertanggungan jawabmu tentang lencana Unta terbangmu.”

“Bukankah aku suduh patuh akan permintaan mu, sebelun kami menentukan menang dan kalah aku tidak akan menggunakan Lencana Unta terbangku.”

“Bagaimana pula perhitungan Puluhan jiwa murid Cong lam pay?”

“Itu adalah urusan istriku dengan pihak Ciong lam pay tiada sangkut pautnya dengan aku dan kau !”

“Siapa bilang tiada sangkut pautnya. Aku sudah menerima permintaan pihak Ciong lam pay untuk menuntut balas bagi anak murid mereka.” “Saudara memang suka campur urusan orang lain. Kalau begitu kau harus membuat perhitungan dengan istriku, sekarang istriku sedang menunaikan tugasnya tidak bisa melayani kau, apakah saudara sudi menunggu beberapa hari?”

Koan san gwat melengak, sikap Ki Houw tenang dan dingin “Tidak lama, dalam waktu yang pendek tentu kami akan memberi keputusan kepada saudara, dan lagi persoalan lencana kami beduapun perlu dibereskan sekalian.”

Koan San gwat menerawang bagaimana ia lantas menghadapi keadaan selanjutnya. Terdengar Ki Houw sudah mengajukan pertanyaannya lebih dulu : “Dari jauh saudara meluruk kemari, bukankah kau hendak mencari jawabanku ?”

“Benar,” sahut Koan San gwat manggut. “Apa itu Siau se thian, Liong hwa hwe dan Hing sin peng segala, bisakah kau member penjelasan selengkapnya kepadaku ?”

“Sudah tentu boleh! Tapikau harus member tugas umumku lebih dulu !”

“Tugas apa?”

Kata Ki Houw sambil menuding tangannya. “Orang orang yang tiada sangkut pautnya dengan urusan ini harus disapu bersih. Saudara sendiri yang membereskan atau aku yang mewakili kau!” orang yang di tunjuk adalah Lu Bu wi dan Lau Sam thay, biji matanya memacarkan napsu membunuh. Karuan kaget Koan San gwat bukan main, cepat mundur beberapa langkah menghadang didepan mereka.

Rasul ungu pimpin delapan saudaranya meluruk maju mengurung mereka. “Sret!” Siau It ping mengeluarkan sebatang kipas sempit dari lengan bajunya, sambil merangkap tangan ia member hormat kepada Koan San gwat katanya : “Harap tuan menyingkir saja !”

Koan San gwat mendengus, dari punggung unta ia turunkan patung mas nya, sambil melintangkan di depan dada ia berkata : “Mereka adalah sahabatku, kalau saudara hendak menghadapi mereka, terlebih dahulu harus menghadapi aku…”

Dari samping Ki Houw tidak memperlihatkan reaksi apa apa, beberapa kali Rasul ungu berpaling kearahnya, namun ia tetap diam saja terpaksa ia ambil keputusan sendiri ” “Kalau tuan berkata begitu, terpaksa aku yang rendah mohon maaf terlebih dulu !”

Koan San gwat acungkan paturg masnya sambil tertawa, katanya “Silahkan orang she Koan berani meluruk kemari memang sudah bertekad untuk mati, cuma aku tidak nyana apa yang dinamakan Hwi tho ling cu kira nya seorang pengecut yang suka menyembunyikan diri dan penakut …”

Berubah air muka Ki Houw, tapi ia tidak bersuara. Rasul ungu tiba tiba menggerakkan kipas merangsak maju, kipasnya mengetuk dada Koan San gwat, lekas Koan San gwat dorong patung emasnya kedepan “Trang” kipas tersampok balik.

Tersentak Rasul ungu dibuatnya, teriaknya. “Sungguh hebat kekuatan saudara.”

Belum lenyap suranya kipasnya bekembang dan mendadak tertutup pula, sekonyol konyong menutuk, tiba tiba memapas, tahu tahu memotong mendadak menusuk pula, kipasnya mempertunjukan tipu permainan empat macam senjata tajam yang berlainan, yaitu pedang golok, potlot dan gantolan, banyak perubahan dan sulit diraba seluk beluknya.

Dengan patung naasnya yang berat Koan San gwat menghadapi serbuan lawan dengar tenang dan mantap, patung emas berkaki satu yang berat dapat diputar dan di mainkan seperti sebatang dahan pohon ringan, tiga puluh jurus sudah berselang, keadaaa masih seru dan belum ada salah satu pihak yang menunjuk kelemahan.

Agaknya Rasul ungu menjadi tidak sabar tiba tiba ia berpaling dan memberi aba aba “Kalian jangan nganggur saja” Dari barisan temannya segera melompat keluar dua perempuan pertengahan umur, seorang bersenjata tongkat gaman, seorang yang lain adalah sebilah pedang. Kedua dua nya melompat ketengah gelanggang siap mengeroyok.

“Goblok” tiba tiba Rasul ungu berteriak gusar. “Siapa suruh kalian bantu aku!”

Semula kedua perempuan itu melongo, tapi sekilas berpikir mereka lantas paham, orang yang menggunakan tongkat lantas menerjang ke sana mengemplang batok kepala Lau Sam thay dengan tongkatnya, daya serangannya sungguh hebat, sementara seorang yang lain menusuk kearah Lu Bu wi.

Sejak tadi Lau Sam thay sudah siap tempur, merasakan situasi amar serius, maka begitu tongkat lawan mengemplang tiba kontan ia membarengi dengan bacokan goloknya.

Terdengar suara gamerentang dari gelang tembaga diatas goloknya itu. “Trang!” sejalur kekuatan yang maha dahsyat menerjang dirinya, meski goloknya tembaga tidak kutung, tapi tidak kuasa memeganginya lagi, gaman nya terbang dari cekatannya.

Dipihak lain, keadaan Lu Bu wi justri lebih mending, meski ia bertangan kosong jelek jelek seorang Ciangbunjin suatu aliran pedang pengalaman tempurnya cukup luas, dari gaya permainan pedang lawan, ia dapat mengukur bahwa ilmu pedang Perempuan pertengahan umur ini belum mencapai taraf yang sempurna. Maka dia tidak menghindar dari daya serangan lawan, lekas ia doyongkan atas tubuhnya kebelakang menghindari pedang lawan, berbareng tangannya berputar balik, dengan kedua jari tangannya menutuk sendiri tulang penyerangnya itu.

Perempuan itu tidak kira bila permainan lawan begitu lincah, cepat ia merubah tusukkan menjadi tabasan maksudnya hendak memapas jari musuh, akan tetapi gerakan Lu Bu wi lebih cepat setindak, Kedua jarinya menyelonong lebih cepat, telah menjuwil urat nadinya. Perempuan itu merasa seluruh badan kesemutan, pedang yang dipegangnya mencelat dan berpindah ketangan Lu Bu wi.

Dua yu hun ( sukma gentayangan ) yang menyergap satu menang dan yang lain roboh sudah ada hubungan erat dengan kedua lawan mereka, tapi bagaimana juga situasi banyak mempengaruhi keadaan. Kalau perempuan, bertongkat mau melukai musuh, tapi niatnya tidak terlaksana Lu Bu wi mampu melukai lawan tapi tidak dilaksanakan.

Berubah air mula Ki Houw, bentaknya beringas: “Gentong nasi semua!”

Beberpa patah kata itu menbuat anak buahnya mengkerut, Rasul ungu lantas terus menempur Koan San gwat segera berhenti mundur kebelakang tak bergerak lagi Ki Houw tertawa dingin, jengeknya: “Siau it ping! Dengan kepandaian cakar ayam kalian, entah bagaimana Sip tay yu hun bisa terpilih dalam kedudukan sekarang.”

Membuka muka rasul ungu, sahutnya tersekat, “Lapor Mo kun! kami bersepuluh tamat dari satu perguruan, masing masing mempelajari ilmu tunggal, Tok kak se rada kuat… delapan yang lain ….”

“Kau masih mending, yang boleh dikata gentong nasi melulu!” dengus Ki Houw.

Rasul ungu bersikap takut takut sahut nya: “Suhu almarhum meninggal terlalu pagi sembilan sute dan sumoay terpaksa aku yang menghajar mereka, hamba sendiri yang tidak becus mendidik mereka.”

“Aku tidak peduli urusanmu, maka aku jadi curiga bagaimana dulu kalian bisa terpilih dan bercokol dalam kedudukan sekarang!” “Kami Suheng sumoay meyakinkan barisan yang harus dilancarkan bersama pada waktu itu kami lulus ujian yang dilakukan oleh para Hwe cu, karena itulah secara beruntung..”

“O, jadi begita duduk perkaranya. Coba sekarang kalian pertontonkan kepadaku.”

Rasul ungu serba sulit, sahutnya : “Tok kak se dihukum mati oleh Mo kun, sepuluh kurang satu, barisan ini jadi goncang dan tidak bisa dikembangkan dengan sempurna!”

Ki Houw diam sebentar lalu berkata Sambil manggut manggut: “Ya batalkan sudah, biar kucari orang menempel kekuranganmu itu.”

Baru sekarang perasaan Sip tay yu hun tadi longgar dan lega pula.

Sekarang Ki Houw bicara dengan Koan San gwat, “agaknya kau menyaksikan bahwa aku tidak berani menempar kau..”

“Berani atau tidak, hatimu sendiri dapat menjawab!”

Wajah Ki Houw berselubung hawa kelabu desinya sinis : “Hari ini aku tidak akan menantang berkelahi! Tapi bukan karena takut pada kau, sebab apa aku tidak bisa menjelaskan, tapi boleh silahkan kau tanya mereka berdua.” dengan telunjuk ia tuding Ban li dan It lun.

It lun segera memberi kesaksian: “Benar Mo kun punya kesulitan sehingga ia tidak leluasa.bertading ini.”

“Mungkin kalian tahu trik kelemahan ku ini, maka berani menerobos kemari membawa orang luar menbuat keributan lagi.”

Cepat It lun menjelaskan, “Mo kun jangan sembarangn menuduh, bukan Lohu berdua yang membawa orang luar kemari, sebaliknya kami diseret orang kemari!”

“Membual belaka! keculi kalian siapa dapat menemukan tempat ini!” damprat Ki Houw. “Aku!” sahut Koan San gwat lantang, “Akulah yang menemukan tempat ini, dan aku yang membawa mereka kesini!”

Ki Houw tidak percaya, terpaksa Koan San gwat menjelaskan, katanya menunjuk untanya : “Mau percaya tdak terserah! Aku dibawa kemari olehnya, dia dibawa Khong Ling ling. Ketahuilah untaku ini mempunyai kemampuan yang luar biasa, yaitu pandai menguntit jejak orang, meski kau berada jauh ribuan li, bila pernah mencium bau badan orang itu. Pasti dapat ditemukan jejak orang itu….”

Ki Houw tersenyum ejek:” Memangnya dia dapat membedakan alat alat rahasia dan seluk beluknya, sehingga mampu melewati hutan gelap dan tiba disini dengan selamat?”

Untuk pertanyaan ini Koan San gwat tertegun dan sedang berpikir apakah perlu menjelaskan, Ban li sudah mewakili dia, serunya “Bukan begitu kejadian sesuguhnya Go hay ci heng menggunakan Kong ting hoa sin, menuntun kami melewati hutan pekat itu.”

“Hwesio keparat itu, begitu besar nyali nya!” maki Ki houw mengeretak gigi.

“Kalau Mo kun penasaran silahkan mencari perhitungan padanya!” demikian sindir Ban li.

“Cepat atau lambat pasti akan datang hari yang kunanti ini “ desis Ki houw.

Karena Hwesio tua itu pernah membantu dirinya secara diam diam, dalam hati ia berterima kasih, masa ia segan menjelaskan kepada Ki Houw kini setelah mendengar Ban li menjelaskan dengan nada mengadu domba Koan San gwat jadi merasa jijik dan memandang rendah martabat siorang tua ini, rasa simpatiknya semua tersapu bersih, maka dengan amarah meluap ia berteriak: “Ki Houw! Urusan Liong hwa hwe, sebenarnya kau mau menjalankan tidak?” “Sudah tentu ingin kujelaskan! Soalnya apakah kau suka mendengarkan?”

“Dari tempat ribuan li aku meluruk kemari, tujuanku hendak membongkar teka teki ini kenapa tidak suka dengar?”

Sambil menuding Lu Bu wi dan Lau Sam thay, Ki Houw berseru: “Kalau begitu kau harus melenyapkan mereka lebih dulu!”

“Tidak mungkin!”

“Kalau begitu aku tidak bisa menjelaskan!” ujar Ki Houw angkat pundak. “Menurut aturan orang luar yang mengetahui seluk beluk ini harus dibunuh!”

“Pembual! Aku bukan orang Liong hwa hwe, kenapa kau sudi memberitahukan aku?”

“Kau lain! kau ahli waris Tokko Bing, cepat atau lambat kau pasti tercantum didalam Pang…”

“Kau salah!” tukas Koan San gwat. “Aku tidak akan menjadi anggota namakupun tidak akan tecantum disana. Kalau aku perihatin akan seluk beluk hal ini adalah karena guruku. Meski aku tidak tahu menahu tentang Liong hwa hwe, tapi sepak terjang yang misterius dan aturan aturan yang kejam dapat di pastikan, bahwa Liong hwa hwe adalah kumpulan setan….”

Ki Houw tertawa tebar, ujarnya : “Lebih baik jangan kau berpandangan cupat, masuk atau tidak kedalam daftar bukan kau yang putuskan. Banyak anggota Liong hwa hwe yang tidak ingin tercantum namanya namun mereka tidak berani menolak, malah yang namanya tercoretpun akan berusaha memulihkan nama baiknya, umpamanya mereka berdua…”

Koan San gwat bertanya, “Benarkah begitu?”

“Benar.” It lun menyahut lirih : “Lohu memang tidak rela, namun terpaksa harus jadi anggota. Setelah nama kami tercoret kami masih giat berlatih dan memperdalam ilmu, tujuan untuk kembali memperoleh kedudukkan diatas Pang,”

“Kenapa begitu?” tanya Koan San gwat heran.

Mulut It lun sudah terbuka sekian saat akhirnya ia menyahut perlahan : “Lohu ingin menjawab pertanyaan ini tapi Lohu tidak tahu kenapa?”

Kata Koan San gwat kurang percaya : “Mana ada aturan demikian didunia ini…..”

“Kalau kau terjun didalam, kau akan paham sendiri !”

Koan San gwat hendak mengajukan pertanyaan lagi, Ki Houw sudah menyela dengan tidak sabar, “Sebetulnya bagaimana keputusanmu?”

Maka Koan San gwat ambil putusan tegas, sahut : “Aku ingin mendengar seluk beluknya, kedua arang ini akulah yang bertanggung jawab! Mereka pasti tidak akan membocorkan rahasia….”

“Warga Liong Hwa hwe hanya boleh bertanggung jawab kepada dirinya sendiri.”

Tapi dengan congkak Koan San gwat berkata “Segala urusan pasti ada asal mula nya menurut angapanku aturan aturan tengik itu perlu diganti saja.”

“Bagus” puji Ki Houw. “Tekadmu patut dipuji, agaknya aku harus memberi kelonggaran kepada kau, mari silakan, kita bicara didalam saja.”

Rasul ungu tiba tiba berkata: “Mo kun kedudukan dan batas batas aturan tidak memberi peluang untuk kau memutuskan hal ini.”

Mendelik mata Ki Houw dampratnya: “Sian it ping! Apakah kau sedang bicara dengan aku ?” Rasul ungu gemetar dan tergagap tak mampu menjawab cepat Ki Houw angkat tangan menyilahkan tamunya, sinar matanya memancarkan hawa membunuh. Koan San gwat hanya tersenyum saja katanya: “Jangan main licik, anggapmu aku tidak tahu maksud hatimu?”

“Syukur bila kau paham! silahkan” lalu ia mendahului melangkah masuk kedalam pintu, kedua baris bocah bocah kecil itu menguntit dibelakangnya, terakhir tinggal si Rasul ungu itu yang masih menunggu diambang pintu.

Lu bi wi berkata: “Ling cu! Losiu kuatir didalam diatur tipu daya untuk menjebak kita!”

“Memang! tapi maju lebih selamat dan pada mundur!” sahut Koan San gwat.

“Apa maksud ucapan Ling cu?” bertanya Lu Bu wi tidak mengerti.

Kata Koan San gwat: “Aku menyesal membawa kalian berdua masuk kedalam pertikaian ini, tapi urusan sudah terlanjur, meski sekarang masih ada kesempatan mundur, tapi mereka pasti tidak tinggal diam, mereka di pihak gelap kita menjadi empuk belaka, ada istilah lebih baik nekad menerjang masuk, mari kita lihat apa sih yang terdapat didalam sana?”

“Kalau begitu terserah perintah Ling cu,” kata Lu bu wi.

Lau Sam thay menimbrung: “Jiwaku ditolong oleh Ling cu, selanjutnya apa yang Ling cu ingin lakukan bolehlah….”

Dengan langkah lebar Koan San gwat mendahului masuk kedalam pintu, unta sakti juga mau ikut, segera Koan San gwat menepuk lehernya seraya berkata : “Sahabat tua, kau tunggu saja disini, jikalau aku tidak bisa ke luar, kau tahu bagaimana kau harus berbuat bukan?”

Unta sakti manggut manggut. Maka rombongan mereka lantas lenyap dibalik pintu. Di dalam ruang pendopo yang amat luas, banyak orang sedang duduk berkeliling, mereka duduk berhadapan satu sama lain .

Lok Saiu hong duduk disamping Koan San gwat, sebelahnya Lu Bu wi dan Lau Sam thay, dibelakang mereka duduk pula Ban li bu in dan It lun bing gwat, mereka duduk setengah bundar.

Dihadapan mereka Ki Houw, hanya Rasul ungu yang berdiri tegak di dampingnya, setelah hening sejenak, Ki Houw mulai buka suara, katanya : “Apa saja yang ingin kau ketahui?”

Koan San gwat berpikir sebentar lalu bertanya “Dimanakah Siau se thian berada?”

Di puncak Sin li hong di gunung Bu san dalam kabut mega nan putih!”

“Apakah guruku juga ada di sana?”

“Sudah tentu! Dia sudah satu Hwe cu periode yang lalu.” “Untuk apa dia berada disana?”

“Menikmati hidup bahagia.”

“Apa gerangan yang terjadi dengan Liong hwa hwe?” “Sebuah serikat atau organisasi yang sangat rahasia dan

menakjupkan, anggotanya segala golongan dari tokoh tokoh silat aneh berbagai tempat, hanya beberapa gelintir orang punyu nama, di Kangouw, umpamanya gurumu adalah salah satu diataranya…”

“Masih ada siapa lagi ?”

“Hal itu tidak bisa kujelaskan!”

“Apa pula yang terjadi dengan Hong sin pang ?”

“Liong hwa hwe ada seratus delapan anggota, terbagi Sian ( dewa ), Mo ( iblis ) dan Kui (setan ) san pang (tiga tingkat). Sian pang ada tiga puluh enam, Mo pang ada tujuh puluh dua, kedua pang jni dinamakan Hong sin pang. Masih ada lagi wakil pang. Ia yang disebut Kui pang, para petugas macam Sip cay yu hun dan lain lain itu termasuk anggota Kui pang…..”

Apa yang didengarnya persis dan hampir sama dengan dugaan Koan San gwat semula, maka ia bertanya lebih mendalam: “Bagaimana membedakan Mo pang dan Kui pang

?”

“Menurut kepandaian silat mereka, yang berkepandaian tinggi masuk daftar Siang pan, kalau sedang masuk Mo pang, kalau lebih jelek lagi Kui pang, tapi dalam hal ini ada batas yang cukup keras. Liong hwa hwe membuka rapat anggota setiap dua puluh tahun sekali, pada waktunya tentu terjadi banyak perubahan, misalnya ada anggota Sian pang yang melorot, ada pula anggota Mo pang yang naik pangkat…”

“Kau sendiri ditingkat mana?”

“Aku disebut Thian ki mo kun, sudah tentu berkedudukan di Mo pang, malah aku menjadi pemimpin dari kawanan iblis ini, bagi seluruh warga Mo pang, aku punya hak kuasa yang tak dapat dilawan mereka.”

“Ibuku, bibi dan pamanku adakah juga termasuk tingkat Mo pang?” tiba tiba Lok Siau hong menyeletuk.

“Benar, maka mereka pun harus perintahku.” “Kalau Ouw hay it siu bagaimana?”

“Dia termasuk tokoh dalam Sian pang!”

Lok Siau hong mendengus, jengeknya menjebi bibir : “Manusia keparat yang tidak becus itu juga bercokol di Sian pang?”

Ki Houw tertawa besar, ujarnya : “Benar, maka tadi kukatakan Mo belum tentu lebih rendah dari Sian. Kehidupan kaum iblis semestinya jauh lebih menyenangkan dari alam kedewaan, kalian sudah melihat dua bait syair diatas pintu gerbang itu bukan, itu lebih membuktikan bahwa ucapanku bukan bualan belaka.”

Koan San gwat merenung lalu tanyanya pula : “Kecuali punya hak kuasa di Mo pang, dapatkah kau mengurus orang lain?”

“Dalam hal ini perlu kujelaskan, kecuali kedudukan mereka dalam Mo pang akupun menjadi Si hoat ciang sing ( pelaksana hukum) dalam Hong sin pang, maka semua tokoh tokoh dalam Sian dan Mo aku dapat bertindak terhadap mereka, cuma terhadap tokoh tokoh dalam Sian pang sedikit banyak aku berlaku rada sungkan …”

“Apakah guruku iuga dapat kau kekang dengan jabatanmu itu?”

Sedikit berubah air muka Ki houw, sahutnya tersekat “Tidak! Kedudukannya sebagai Hwe cu, tingkat ini sejajar dengan aku, siapapun tiada hak mengurusi orang lain!”

Mendadak it lun bing gwat menyeletuk bicara: “Tapi Hwe cu punya hak membatasi segala gerak gerikmu bila perlu kaupun harus mendengar perintah Hwe cu.”

Ki Houw kelihatan marah serunya: “Liong hwa hwe yang akan datang, aku punya banyak kesempatan untuk merebut kedudukan Hwe cu itu, tatkala itu aku tidak akan dicemooh dan dirintang oleh mereka.”

Tiba tiba Koan San gwat meninggikan suaranya bertanya : “Siapakan pendiri Liong hwa hwe ini?”

Berubah air muka Ki Houw, It lun dan lain lain, malah Ban li lebih emosi teriaknya bengis : “Bocah keparat! Kau dilarang tanya hal itu!”

Koan San gwat jadi heran, katanya : “Apakah benar tidak boleh tanya hal itu?” “Benar.” Ki Houw dengan muka kelam. “Ini larangan yang paling keras, sekarang kau sudah belum masuk anggota, maka kau tidak terhukum, kau sudah melanggar larangan paling besar!”

“Kulau begita ganti pertanyaan lain, Kuasa yang paling tinggi dalam Hong sin pang?”

Sejenak ragu ragu akhirnya Ki Houw menjawab : “Su tay hwe cu. Mereka tidak punya kuasa kupersilakan renungkan arti dari pada kedua hurup “Thian ki” itu.”

Koan San gwat mengejek dengan seringai dingin, katanya : “Jadi hak kuasamulah yang tertinggi di Siau se thian !”

Benat! “sahut Ki Houw takabur, “Kecuali Thian gwat Thian (langit diluar langit)  …”

Koan San gwat melanjutkan : “Apa yang dinamakan Thian gwat thian?”

Berubah pula air muka Ki Houw, seolah olah sudah melanggar suatu kesalahan paling besar, kedua matanya jelalatan celingukan kian kemari, demikian juga It lun dan Ban li sama berubah pucat dan gemetar, mereka pasang kuping mendengar apa apa dengan cermat.

Sesaat kemudian ditengah angkasa sayup sayup berkumandang irama musik yang mengalun tinggi merusak pendengaran.

Tersipu sipu Ki Houw melorot turun berlutut demikian juga Rasul ungu seluruh tubuhnya ikut mendekam dilantai, kepalapun tidak berani bergerak.

Irama musik itu semakin jelas dan dekat, hidung semua orang sudah mengendus wangi semerbak. Koan San gwat dan lain lain hanya tercengang, ditempatnya.

It lun bing gwat dan Ban Ii bu berdiri tegak meluruskan tangan, badannya gemetar keras seperti kedinginan. Selang sejenak pula, tampak bayangan berkelebat diambang pintu, masuklah sepasang dayang kecil yang menggelung rambutnya dikedua pinggir kepalanya wajah mereka ayu rupawan, setiap orang menentang lampion berkaca yang memancarkan cahaya terang benderang.

Dibelakang dua dayang kecil yang seraya pula, masing masing menyanggul sebuah anglo berbentuk binatang, dari hidung ini mengepul keluar asap wangi warna hijau. Dan yang terakhir masuk pula seorang dara cantik rupawan mengenakan pakaian yang molek dan cemerlang, langkahnya enteng dan lembut tak bersuara, gayanya lemah gemulai mempesonakan.

Pakaian yang dikenakan dara ini terbuat dari bila burung merak yang halus dan warna warni sangat menyolok dan indah. Sehingga tindak tanduknya bak umpama dewi kahyangan sedang berlenggang turun memperlihatkan keagungannya.

Begitu berada ditengah pendopo melihat Koan San gwat duduk tegak, dara itu mengerut alis, dengan suara yang menyedot sukma ia bertanya : “Siapakah dia ini?”

Sambil berlutut Ki Houw menjawab : “Dia ahli waris Tokko Bing!”

“Ahli waris Tokko Bing?” tanya gadis itu menegas, “Siapakah TokkoBing?”

Kejadian diluar dugaan dan menegangkan urat syiraf, ia tahu akan kedudukan gadis itu tentu sangat tinggi, maka segera ia mendahului menjawab, “O, kiranya Ui ho….” ujar si gadis, “Hebat benar dia memilih akhli waris.”

Ucapan yang terakhir ditujukan kepada Koan San gwat, sementara kedua matanya pelirak pelirik dari atas kebawah mengawasi Koan San gwat, saking risi Koan San gwat balas bertanya, “Siapa kau?” Gadis itu tertawa nyaring, katanya. “Pertanyaan ini kurang hormat!”

“Usiaku tidak terpaut banyak dengan kau selamanya belum kenal lagi, tidak perlu aku sungkan dan rikuh terhadap kau.”

Gadis itu tersenyum lebar, ujarnya, “Bukankah kau hendak bertanya Thian gwat thian, Aku inilah…”

Jawabannya ini sudah diduga oleh Koan San gwat, munculnya gadis ini di luar dugaannya Liong Hwa hwe, Hong sin pang, Siau se Thian dan nama nama lain sudah cukup membuat kepalanya pusing, untunglah hari ini ia memperoleh jawaban seluruhnya, namun diluar dugaan muncul lagi seorang Thian gwat thian, inilah sikap dan kelakuan Ki Houw dan lain lain menunjuk bahwa kedudukan gadis ini sangat tinggi atau istimewa. Sementara itu gadis itu sudah berpaling kearah Ki Houw katanya sambil tertawa manis “Mo kun mengundang kami, entah ada petunjuk apa?”

Ki Houw berlutut kaku dilantai, suaranya gemetar: Hamba ceroboh, usil lagi sehingga membuat kaget tuan putri…”

Gadis itu bersuara dalam tengorokan lalu katanya. “Jadi hanya karena usil maka Mo kun mengundang kemari?”

Pucat pasi muka Ki Houw, ratapnya dengan ketakutan, “Berat ucapan Sian cu bukan begitu maksud hamba.”

Tiba tiba sigadis muka, katanya bersungut : “Aku tidak peduli apa maksudmu! Untung kau sebagai pelaksana hukum, hukuman apa harus dijatuhkan terhadap orang orang yang suka melanggar aturan dan disiplin kau paling apal! Silahkan kau putuskan sendiri!”

Biasanya sikap Ki Houw terhadap orang lain galak dan takabur, namun dihada pan gadis ini, ternyata bertekuk lutut tak berani bergeming, mukanya pun pucat pias seperti mayat, serunya gemetar : “Hamba akan mengutungi sabelah tangan saja, bagaimana menurut Sian cu?” Gadis itu tersenyum, ujarnya : “Bukankah putusan sudah kuserahkan kepada kau kenapa harus tanya lagi kepadaku!”

Ki Houw kertak gigi, jari tangannya dirangkap terus mengetuk kesiku tangan yang lain, tempat yang diarah adalah urat pencacad tepat disaat ujung jarinya hampir mengenai sasarannya, gadis itu mendadak membentak : “Tahan!”

Ki Houw merasa lega seperti memperoleh pengampunan, dengan haru ia pandang sekilas kearah segadis.

Gadis iti. tertawa cekikikan katanya: “Pertemuan besar sudah menjelang kalau sekarang lenganmu cacad tentu membawa pengaruh besar terhadap para kerabat di Mo pang kalian, mungkin mereka mengatakan hukuman ini kurang adil.”

“Terima kasih sian cu” seru Ki Houw girang.

Tapi gadis ku menarik muka, katanya kereng “Jangan sangka bahwa aku ampuni kau, undang undang harus dilaksanakan secara ke keras dan tidak mengenal belas kasihan baru semua orang akan menaruh hormat dan patuh. Maka hukuman putusan lengan boleh dilaksanakan setelah pertemuan besar itu berlangsung!”

“Hamba menerima hukuman dengan setulus hati, mempunyai tangan kalau tidak dimanfaatkan adalah merupakan suatu siksaan. Lalu bagaimana kau akan mengembalikan dirimu…. bagaimana pula aku tahu bahwa sebelum pertemuan besar itu kau benar benar tidak melanggar laranganku?”

Seketika Ki Houw mengunjuk rasa bingung dan serba sulit, tanyanya: “Bagaimana menurut maksud Sian cu?”

“Begini saja!” ujar gadis itu setelah berpikir sebentar, untuk sementara kau serahkan saja padaku, nanti setelah waktunya tiba akan kuserahkan kembali kepada kau.” Sikap Ki Houw seperti sangat menderita, namun ia tidak berani membangkang, terpaks ia mengiakan, Koan San gwat keheranan dan tak habis mengerti, hanya karena menyebut Thian gwat thian tiga huruf Ki Houw harus memperoleh ancaman berat. Peraturan itu memang cukup kejam, apalagi lengan merupakan salah satu anggota badan yang penting, gadis itu berkata hendak menyimpanya sementara waktu, akan dikembalikan pula setelah waktunya tiba, ini betul betul merupakan suatu kejadian yang aneh dan jarang terlihat maka dengan mendelong ia mengawasi, bagaimana cara orang akan bekerja.

Terdengar sigadis tertawa nyaring lalu bertanya: “Kau suduh siap belum?”

Lekas Ki Houw menekuk lengan kirinya, gadis itu memberi tanda dengan kedipan mata salah seorang dayang membawa lampion maju kedepan Ki Houw melolos seutas benang warna merah amat kecil, lalu mengikat lengan Ki Houw dengan benang merah itu.

Baru sekarang Koan San gwat paham duduk persoalannya hatinnya: “Kiranya disimpan demikian, gadis ini berjiwa sempit, daripada dihukum siksa demikian lebih baik dikuntungi saja lengannya kan beres.”

Soalnya benang merah itu sangat kecil getas, dan sedikit bergerak pasti putus, diikat kencang dan ditali pati lagi, tak mungkin dibuka… benang sekecil itu tentu tidak kuasa membelenggu sebuah lengan, maka dia paham betapa besar tenaga belenggu dari seutas benang sekecil itu serta artinya. ..”

Setelah memberi hukuman kepada Ki Houw, gadis itu mendekat kedepan It lun dan Ban li, katanya tertawa “Kusampaikan selamat kepada kalian, hari baik kailan sudah hampir tlba !” “Sampai pada waktunya, mohon bantuan Siang cu yang berharga !” demikian sabda Ban li sambil menjura.

“Kau terlalu sungkan, aku tidak berguna yang penting kalian sendirilah yang harus berusaha, tapi akan kuberi kelonggaran kepada kalian, sehingga nama kalian dapat dicantumkan lagi diatas daftar dan menghadapi i rintangan yang tidak berarti.”

“Terima kasih Sian cu!” seru It lun bin gwat dengan haru.

Sambil tertawa halus gadis itu maju ke depan Koan San gwat, kedua biji matanya yang bening laksana jamrud dengan tajam mengawasi Koan San gwat rada lama kemudian baru mulutnya mendesis perlahan “Em, baik sekali! Sikapnya gagah dan perkasa, melebihi Ui ho, tak heran dia selalu memuji terhadap ahli warisnya, kalau tidak, sejak dulu, seharusnya aku sudah menjenguk kau !”

Meski Koan San gwat tahu bahwa gadis ini berkedudukan luar biasa sikapnya yang agung dan tindak tanduknya yang tegas, kata katanya seolah olah menjadikan dirinya sebagai angkatan muda belaka, sudah tentu hati nya kurang senang, maka dengan muka keteng ia bertanya lagi : “Hai, siapa namamu?”

Gadis itu rada melengak agaknya selama hidupnya belum pernah ia menghadapi, sikaP karang ajar seperti ini, It lun bing gwat segera berkata : “Bocah, jangan kau berkata kasar terhadap Sian cu…”

Gadis itu mengulapkan tangan, katanya tersenyum manis : “Tidak jadi soal. Dia belum terhitung orang dalam, tak perlu dikekang oleh aturan aturan dan lagi aku suka ada seseorang bicara sama derajat dengan aku…. aku bernama Liu Ih yu!”

Dengan sikap wajar dan tenang Koan San gwat berkata : “Aku harus panggil Sio cia atau Hujin?” Merah wajah Lio Ih yu, sahutnya : “Soal ini tidak perlu kujawab !”

Kata Koan San gwat tawar : “Hanya sekedar menyusuaikan panggilan saja, kenapa tidak usah? Kalau langsung memanggil nama rasanya rada rikuh, kalau aku harus memanggil Sian cu seperti orang lain, aku tidak sudi.”

“Hm, baru pertama kali ini kudengar orang mengeritik aku.” “Ya, dikata agung kau belum setaraf, dikata dewi kau

belum setimpal”

‘“Dari penilaian apa kau bilang aku tidak setimpal?” tanya Liu Ih yu.

Koan San gwat menunjuk keempat dayang itu, katanya : “Keluarga dewa mengutamakan kebesihan dan kesucian yang tinggi, mana ada tontonan seperti itu.”

“Orang menjadi dewa belum tentu seperti Li Ti koay menjadi pengemis, bukan kah dewi Koan im sendiripun membawa pembantu yang dinamakan Sian jay dan Liong li. Menurut hematku aturanku ini tidak keterlaluan !”

Koan San gwat jadi sebal diajak debat secara langsung ia bertanya “Bisakah kau menjelaskan apa yang terjadi dengan Thiaa gwat thian?”

“Suatu badan yang lebih tinggi dari Hong sin pang! termasuk kami suheng moay tujuh orang!”

“Apa pula hubungan Thian gwat thian dengan Liong hwa hwe?”

“Kami bertujuh yang mendirikan Liong hwa hwe, calon Hong sin pang kami pula yang memilih….”

Koan San gwat manggut manggut ujarnya “Aku paham sekarang. Liong hwa hwe berpusat di Siau se thia, dan kalian menamakan diri sebagai Thian gwat thian, diatas Hong sin pang, jadi kalian dewa diantara dewa,” “Uraianmu hanya benar separo,” tukas Liu Ih yu. “Diantara Thian gwat thian hanya adalah tiga orang dewa diantara dewa, tiga yang lain adalah iblis diantara iblis, dan satu lagi setan diantara setan, maka Hong sin pang pun terbagi atas “Dewa”, “Iblis”, “Setan” tiga tingkat.”

Tak tertahan Koan San gwat bertanya pula “Bagaimana azasi tujuan kalian mendirikan Liong hwa hwe ini?”

Liu Ih yu tersenyum manis katanya: “Pertanyaan ini aku tidak mampu menjawabnya.”

Koan San gwat kecewa, ujarnya “Lalu siapa yang bisa menjawab?”

Liu Ih yu berpikir sebentar lalu menjawab. “Persoalan di Sian pang harus tanya kepada dewa diantara dewa, persoalan di Mo pang tanya kepada iblis diantara iblis….”

Cepat Koan San gwat bertanya pula “Kau termasuk bagian yang mana?”

“Orang memanggil aku Sain cu, menurut pendapatmu aku termasuk bagian yang mana?”

“Kalau begitu baiklah aku bertanya soal yang ada sangkut paut dengan Sian Pang saja bolehkan ?”

“Tidak boleh!” Lin Ih yu geleng kepala. “Dewa diantara dewa ada tiga orang, aku hanya nomor dua kalau hanya urusan sepele sih aku boleh menjawab, kalau urusan yang lebih penting lagi, terpaksa harus bertanya kepada Suciku!”

“Dimana ia berada?”

“Tentunya di Siau se thian, api kau tidak mungkin bisa bertemu dengan dia kecuali disaat Liong hwa hwe dibuka dia akan tnrun dan hadir serta berhadapan dengan semua hadirin.”

“Kapan pertemuan besar itu diadakan??” “Tanggal sembilan belas bulas sembilan”. “Apakah kau akan datang?”

“Ya, aku akan datang, karena aku ingin bertemu dengan guruku.”

“Baiklah, kami bertemu pula pada waktu itu. Meski kau bukan orang dalam, ambil lah tanda pengenalku ini segala rintangan tiada menjadi persoalan bagi kau, sekarang harus kembali,” lalu dari ikat pinggangnya ia melepas sebentuk mainan kalung terbuat dari batu jade terus diangsurkan, tanpa sungkan Koan San gwat menerimanya, sekali berkelebat badan Lin Ih yu tiba tiba lenyap dari depan matanya. Demikian juga kempat dayang kecil itupun ikut lenyap.

Sekian lama Koan San gwat duduk terbengong seperti orang linglung, sementara itu Ki Houw merangkak bangun dari lantai, karena lengannya terikat benang maka gerak geriknya sangat lamban dan hati hati sekali, seolah olah takut kalau benang itu putus. Dengan mendelik ia mengawsai mainan kalung kalung ditangan Koan San gwat, matanya memancatkan dendam sakit hati yang berlimpah limpah.

Terdengar Ban li bersuara, dengan rasa iri “Bocah, sungguh besar rejekimu, kau berkesempatan jumpa dengan Sian cu, malah Liong hwa giok pwe miliknya itu diberikan kepada kau ”

“Apa gunanya Giokpwe ini?” tanya Koan San gwat tidak mengerti.

Bang li menjelaskan. “Giokpwe taau merupakan simbul kebesaran tertinggi, hak kekuasaannya teramat besar, seluruh tokoh Hong sin pang harus patuh dan tunduk akan perintahmu, sampai gurumu sendiripun tidak terkecuali!”

Koan San gwat, kurang percaya : “Hanya sebuah Goik gu ini masa mengandung kebesaran sedemikian besarnya?” “Melihat Giok hu atau simbul kebesaran itu berarti berhadapan langsung dengan Sian cu!”

Koan San gwat terlngong sebentar, lalu menghitung waktu, katanya “Hari ini tanggal Sembilan, sisa waktu tinggal sepuluh hari, dapatkah kita menyusul tiba pada saatnya ?”

“Waktu masih cukup lama asal kita melakukan perjalanan lewat darat dan tak sudah sepuluh hari kita sudah tiba di Bu san,” demikian Ban li menjelaskan pula “Waktu memang masih cukup panjang tapi jangan ayal ayalan, kalau kau tiada urusan lain sekarang juga kita harus berangsur, toh pertanyaan yang ingin kau ketahui sudah cukup kau ketahui, pertanyaan yang lain ku kira tiada orang yang bisa menjawab lagi…” demikian It lun ikut menimbrung.

Koan San gwat merenung sebentar lalu berkata kepada Ki Houw “Apakah kau juga hadir dalam Liong hwa hwe nanti?”

Ki Houw menjengek gusar : “Kau sudah tahu masih tanya segala, sebagai pertolan Mo pang, mustahil bila aku tidak hadi.”

“Baik sekali! Tiba saatnya kuperintahkan kau bawa Khong Ling ling, pertikaiannya dengan pihak Ciong lam pay harus kuselesaikan!”

Ki Houw bermuka masam, sahutnya dingin : “Berdasar apa aku harus dengar perintah mu!”

Koan San gwat anggap Giok hu pemberian Liu Ih yu, Ki Houw bungkam dan tak tunduk tidak berani bersuara lagi, kata Koan San gwat tertawa : “Disamping soal itu, kau harus bertanggung jawab pula pada dua urusan lain!”

Ki Houw kertak gigt, desisnya : “Sekarang kau bisa main kuasa, coba katakan!”

Koan San gwat dengan sikap sungguh sungguh : “Pertama, sebelum tiba saatnya pertemuan besar itu, Giok hu ditanganmu itu tidak berlaku lagi, tatkala itu……” “Tatkala itu aku akan mencarimu, untuk membuat perhitungan, “ tukas Koan San gwat “Kau harus siap membereskan persoalan kita!”

“Lalu bawa orang orangnya keluar dari pendopo besar ini langsung keluar dari Thian ki piat hu, alat rahasia dan segala aral rintang yang terdapat dì hutan pekatpun sudah ditarik semua, maka dengan gampang mereka bisa melintas lewat dan sampai diluar dengan selamat.”

“Untung Giok hu itu melindungi kita kalau tidak jalan kembali ini entah harus menghadapi bahaya apa saja…” begitulah ujar Bin li sambil menghela napas lagi.

Mendadak tergerak hati Koan San gwat, tanyanya: “Masih ada sebuah pertanyaan, apa boleh kuajukan?”

“Kau membawa Giok hu itu, kan kuasa memerintah kami melakukan apapun yang kau inginkan!” sahut Ban li tertawa.

“Main perintah aku tidak berani. Aku hanya teringat suatu kejadian aneh, tadi Ki Houw ketelanjuran mengatakan Thian gwat thian, tak lama kemudian Lan Ih yu lantas muncul bagaimana dia tahu secepat itu?”

Ban li menjawab hidmat: “Ini, Lohu tidak tahu, tapi ketiga huruf itu tidak boleh sembarangan diucapkan, hanya di Liong hwa hwe saja boleh bicara secara bebas, kalau sebaliknya hukumannya adalah mati, dalam Hong sin pang, lapis mengendalikan lapis, jadi yang bawah selalu digencet dari atas, gerak gerik harus hati hati, maka rahasia ini bisa dikendalikan sampai lama …”

Koan San gwat mengeleng kepala katanya: “Maksudku dengan cara bagaimana Liu Ih yu bisa kebetulan datang !”

Berubah air muka Ban li, sahutnya “Hal ini Lohu benar benar tidak tahu, seluruh anggota Liong hwa hwe selamanya tidak berani menyinggung ketiga huruf itu, karena hukumannya berat. Para Sian cu seolah olah setiap waktu selalu mengontrol dan mengawasi segala gerak gerak kita….”

Koan Sangwat uring uringan, katanya:

“Mereka hanya bertujuh mana mungkin dapat mengendalikan ratusan orang ….”

Ban li gemetar dan berubah pucat, sahut nya: Maaf Lohu tidak berani banyak bicara kau dilindungi oleh Giok hu itu, sebaliknya Lohu masih ingin hidup beberapa tahun lagi.”

Terpaksa Koan San gwat tidak banyak tanya lagi, setelah mereka tahu meninggalkan sarang iblis itu, lalu ia berkata kepada Lu Bu wi: “Khong Ling ling tiada disini segala rencana yang kita atur itupun tiada gunanya lagi harap Ciangbunjin mengumpulkan seluruh anak murid kalian, mau membuat rencana lain,” lalu ia tarik Lu Bu wi kesamping diajak bicara, kelihatannya Lu Bu wi mengalami kesulitan.

Maka Koan San gwat berkata : “Ciangbunjin, tidak usah kuatir, aku sudah berpesan kepada Ki Houw, mereka pasti tidak akan berani bertindak terhadap kalian.”

Lu Bu Wi mangut mangut terus membalikkan tubuh tinggal pergi, Lau Sam thay ikut bersamanya.

Lok Siau hong yang suka usil ini bertanya : “Koan toako apa yang tsdi kau rundingkan dengan mereka?”

Koan san gwat tertawa tawa ujarnya “Hal ini tidak boleh bocorkan, Liong hwa hwe selalu bertindak misterius, maka aku pun perlu berlaku ketat dan main sembunyi untuk menghadapi mereka bila sampai waktunya pasti kita bisa memperoleh perlindungan!”

Lok Siau hong jadi mangkel sambil membanting kaki ia berlari berjalan didepan seorang diri.

Tanggal sembilan belas bulan Sembilan, Tabir misteri di puncak Sin li hong akan segera tersingkap, disaat pertemuan besar yang serba misterius itu Koan San gwat menunggu unta saktinya di sampingnya Lok Siau hong bercokol dipunggung kuda, mereka berjalan pelan pelan dibawah petunjuk It lun dan Ban li yang jalan di muka jalan pegunungan sunyi senyap, lewat jalan yang berliku liku tidak rata itu hanya terdengar derap kaki kuda tunggangan Lok Siau hong membelah kesunyian dialam pegunungan.

Sepanjang jalan ini, banyak orang aneh yang bertindak tanduk aneh mereka jumpai ia tahu betapa penting dan gentingnya peretemuan besar itu, maka Lu Bu wi dan Lau San thay ia tugaskan dalam urusan lain, karena ikut akan merupakan beban saja, malah sebelumnya ia sudah mengatur rencana yang cukup baik, bila perlu rencana ini dapat membawa banyak bantuan bagi mereka.

-oo0dw0oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar