Mustika Gaib Bab 15

 
Bab 15

SINAR KUNING EMAS SANG surya memancar di ufuk timur. Di dalam goa, pagi itu Kang Hoo duduk bersila menghadap sang guru yang duduk bersila di atas pembaringannya. Di tangan Kong-sun But Ok telah memegang seruling peraknya. Batang seruling digosok- gosokannya dengan jari-jari tangannya, kemudian ditiup- tiupnya beberapa kali. Setelah itu, baru ia berkata pada sang murid.

“Pagi ini, kau mulai melatih tahap kedua dalam menciptakan kekuatan Karakhter pada dirimu. Nah berdirilah!”

Mendengar perinlah sang guru, Kang, Hoo cepat- cepat berdiri. “Maju dua langkah!” seru Kong sun But Ok. Kang Hoo mengikuti perintah itu. Ia maju dua langkah mendekati sang guru, hingga tepat benar berada di depan gurunya.

“Keraskan otot perutmu. ” kata lagi sang guru. Kang Hoo melakukan apa yang diperintah, ia mengeraskan otot perutnya dengan mengembungkan perut itu ke depan. “Tahan begitu!” Kata Kong-sun But Ok, “Tapi kau jangan tahan napas, aturlah jalan napasmu sebaik mungkin!”

Si murid mengangguk. “Hmmmm. Awas aku akan mulai melatih perutmu ini. ” seru Haji Kong-sun But Ok.

Setelah berkata begitu, Kong-sun But Ok menggunakan seruling peraknya, memukul-mukul perut Kang Hoo yang bundar mengembung tanpa baju itu. Suara pukulan saling pada perut Kang Hoo terdengar bedebak bedebuk memenuhi ruangan goa. Semula Kang Hoo dapat menahan rasa sakit pukulan batang suling pada perutnya, tapi tambah lama rasa sakit itu kian menyiksa dirinya, keringat dingin menetes di kening. But Ok menyaksikan kalau sang murid sudah tak tahan menerima pukulan batang suling. Ia lalu menghentikan gerakan pukulannya Lalu katanya, “Cukup!”

Begitu sang guru menghentikan gerakan pukulan pada perut Kang Hoo ia bernapas lega, tapi ia masih merasakan bagaimana panasnya pukulan suling itu.

“Nah, setiap pagi. Kau mesti menerima latihan itu. Dan selanjutnya kau harus melakukan latihan itu sendiri, pada setiap kali sebelum kau mengambil air wudhu (air sembahyang) gunakan punggung tapak tanganmu untuk memukul perutmu. Sekarang kau siaplah untuk melakukan latihan tahap ketiga, itulah melatih kekuatan matamu!”

Kang Hoo mendengarkan keterangan sang guru, belum lagi ia sempat bertanya, sang guru sudah berkata lagi, “Latihan mata! Pergilah kau ke pintu lubang goa, pandanglah sinar matahari pagi yang baru mencorot keluar. Buka lebar-lebar matamu. Kau mesti dapat mengalahkan pengaruh sinar matahari itu. Ayo jalan. ”

“Latihan gila?” pikir Kang Hoo membalik badan. Ia berjalan keluar goa. Hatinya terus menggerutu. “Mataku bisa rusak memandang sinar matahari. Apa ia ini memang benar-benar ahli ilmu tenaga dalam ataukah seorang yang kebanyakan belajar agama hingga otaknya jadi rusak?”

Tapi semua itu hanya dikata dalam hati ia tidak berani mencetuskan keluar. Apa boleh buat. Belakangan ini hidupnya selalu mendapat gangguan. Jalan ke sana menemukan bahaya, lari kemari mendapat celaka. Dan kini ia mesti mengalami siksaan dari latihan gila ilmu Karakhter.

********0dwkz0lynx0mukhdan0******** Begitu ia tiba di pintu goa, Kang Hoo terus duduk di pinggir tebing, kakinya terjuntai ke bawah, sedang sepasang matanya melotot memandang sinar matahari yang baru saja mencorot keluar. Dalam pandangan mata Kang Hoo, matahari pagi itu tampak memerah, ia dapat menyaksikan bagaimana bundaran matahari pagi itu perlahan-lahan menggelusur naik dari balik bumi kian lama sinar merah itu berubah putih memerak, membentur kedua biji matanya. Terasa kedua biji matanya mulai kabur, dan dari kelopak mata tadi mengalir air mata mengucur ke kedua pipinya. Kang Hoo terus berusaha bertahan, agar sepasang matanya bisa terus memandang matahari itu. Tapi begitu matanya sudah banyak mengucurkan air mata, ia tak tahan lagi, cepat memejamkan kedua matanya. Guna melenyapkan rasa tidak enak akibat mengucurkan air mata tadi, dan pantulan matahari yang menyerang kedua biji matanya.

“Anak tolol!” seru sang guru dari dalam goa. “Kau memejamkan mata. Huh sinar matahari begitu saja kau tak bisa lawan. Nah kau jalan kemari. ”

Mendengar suara gurunya, Kang Hoo heran, bagaimana guru ini mengetahui kalau ia sudah memeramkan sepasang matanya, bukankah sang guru berada di belakang dirinya, juga goa bagian belakang itu, dipisahkan sebuah dinding batu, dari dalam sana sang guru tentunya tak dapat melihat apa yang terjadi di uar, tapi bagaimana haji itu bisa berkata tepat. Maka begitu ia mendengar suaranya, ia tak berani berlaku ayal, segera ia bangun berdiri membalik badan memasuki goa. Tapi matanya masih tetap dipejamkan.

Berjalan tiga langkah, barulah Kang Hoo membuka sepasang matanya, begitu sang mata melotot melek, ia kaget tidak kepalang karena pandangannya menjadi gelap, di sana ia tidak dapat melihat apapun. Semuanya gelap gulita. “Hmmm. Ayo jalan. Buka matamu lebar- lebar! Jalan! Jangan sampai timbul jengkelku! Huh akan kukorek biji mata tak berguna itu!”

Meskipun matanya belum bisa melihat akibat memandang sinar matahari tadi, Kang Hoo terus melangkah maju, berulang kali ia hampir jatuh membentur tembok goa. Akhirnya sambil merayap dengan tangannya, ia memasuki kamar sang guru. “Berhenti!” perintah sang guru.

“Guru. Ini bagaimana?” teriak Kang Hoo “Mataku gelap. Tak bisa melihat? Apa aku buta?”

“Anak tolol!” bentak sang guru. “Kau tenangkan pikiranmu. Tak lama matamu itu kembali normal!”

Mendengar perkataan gurunya itu hati Kang Hoo sedikit lega, ia berdiri, memusatkan pikirannya, agar sang mata kembali bisa melihat sebagaimana biasa. Berulang kali ia memejamkan sepasang matanya, dan akhirnya ia kembali bisa melihat sinar keremangan di dalam goa itu, yang kian lama kian jelas juga.

“Hmmm. Apa penglihatan matamu sudah normal kembali?” tanya sang guru. Kang Hoo mengangguk.

Kong-sun But Ok masih duduk bersila, ia memperhatikan wajah Kang Hoo, lalu menggeleng- geleng kepala katanya,“Latihan matamu cukup untuk hari ini, besok kau mesti tahan sampai waktu Dhuhur (tengah hari) dan bilamana kau sudah sanggup melawan sinar matahari dari pagi sampai waktu itu, matamu boleh dikata sudah memenuhi syarat untuk mendapat latihan tahap berikutnya. Karena waktu itu sinar matamu sudah sanggup mengalahkan silaunya serangan sinar matahari. Dan kau akan menampak matahari itu hanya merupakan bulatan seperti rembulan dimalam hari!”

Kang Hod masih berdiri di depan gurunya, ia mendengarkan kata demi kata ucapan sang guru. Sementara itu Kong-sun But Ok sudah berkata lagi. “Kau rebahlah di lantai. Aku akan membuka jalan darah di tubuhmu!”

Mendapat perintah itu, Kang Hoo segera menggeletak rebah di atas lantai di bawah pembaringan gurunya. Sinar matahari menyorot masuk ke dalam goa menerangi keadaan kedua manusia tua dan muda. Si tua sedang menggembleng si muda. Si muda menerima gemblengan itu, tanpa ia sendiri mengerti apa maunya si tua bangka. Begitu melihat sang murid telah rebah di bawah pembaringan, Kong-sun But Ok lompat turun dari atas pembaringan. Ia langsung lompat ke atas sepasang kaki sang murid yang membujur, kakinya menginjak kedua tulang kering kaki Kang Hoo.

Sambil rebah, Kang Hoo memperhatikan tingkah laku sang guru yang mulai menginjak kedua kakinya. Ia heran, latihan macam apa lagi yang akan dikerjakan oleh gurunya ini dengan berbuat demikian? Jalan darah apa yang mesti dibuka?Kong-sun But Ok yang telah berada di atas sepasang kaki Kang Hoo, mulai bergerak berjalan naik ke atas paha, lalu naik lagi ke perut dada sampai pada tulang pundaknya. Kang Hoo meringis menahan bobot berat sang guru yang menginjak-injak dirinya lebih- lebih dari kedua tapak kaki sang guru terasa getaran- getaran yang seperti menusuk-nusuk lubang pori-pori pada kulitnya membuat hati si pemuda tambah gelisah. Sementara itu sang guru masih terus jalan mundar- mandir menginjak badannya. Dan mendadak saja sang guru berkata, “Atur jalan napasmu. Pusatkan seluruh pikiran kepada satu tujuan!”

Mendengar perintah itu, Kang Hoo mengerti, sang guru menyuruhnya memusatkan pikiran. Maka otaknya segera dikosongkan dari segala macam ingatan. Semua ingatannya ditujukan pada Tuhan yang Esa, dadanya mulai turun naik mengatur pernapasan. Kong-sun But Ok menyaksikan sang murid telah melakukan mengatur jalan napasnya mempercepat gerak menginjak-injak badan sang murid, tambah lama kian cepat dan tambah aneh ia mulai bergerak melompat-lompat di atas sekujur badan Kang Hoo.

Kang Hoo telah memusatkan pikirannya Pada Tuhan Yang Maha Esa dan mengatur pernapasannya, seakan ia tidak merasakah bagaimana dirinya diinjak-injak sambil berlompatan oleh sang guru. Tapi keadaan itu tidak berlangsung lama, karena meskipun bagaimana kuatnya pikiran seorang muda seperti ia, tidak sanggup menahan rasa sakit yang ditimbulkan dari gerak lompat- lompatannya sang guru, lebih-lebih getaran-getaran yang keluar dari sepasang tapak kaki gurunya seperti menekan, menusuk dan menyedot itu seakan melumerkan daging dan tulang tubuhnya. Cepat ia membuka matanya, mulutnya mengeluarkan suara keluhan. Sang guru yang mendengar kalau si murid sudah tak sanggup, menahan injakan lompatan itu ia lalu lompat ke atas pembaringan dan kembali duduk bersila.

“Bangun!” katanya kemudian. Dengan lemah Kang Hoo bangkit berdiri, ia masih merasakan bagaimana sakitnya seluruh tulang yang diinjak lompat-lompatan oleh sang guru. Lebih-lebih keadaan perutnya, perut itu terasa mulas, hampir saja ia tak kuat berdiri. “Hmmm. Itulah cara membuka jalan darah buntu menurut ajaran Bagdad. Beda dengan cara yang biasa dilakukan oleh jago-jago tua rimba persilatan dari negeri kita. Tapi faedahnya sama. Dengan cara menginjak-injak tubuhmu, maka saluran tenaga murni dapat mengalir ke dalam jalan darahmu melalui tapak kakiku. Selanjutnya kau masih harus melakukan latihan itu. Terlentang dan tengkurap. Nah sekarang kau makanlah. Hari hampir waktunya dhuhur!
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar