Bab 1. Menghadang Piaw-kok, Merampas Hantaran
Matahari belum lagi tinggi diatas kepala, terlihat seorang pemuda cakap berumur 23 tahun yang sedang berjalan santai sambil berlatih silat. Pemuda itu adalah Bu Dian Long yang berasal dari sebuah dusun yang bernama Bu-kee-cung (perkampungan keluarga Bu). Dian Long pergi menuju sebuah kali disebelah utara dusun tempat tinggalnya untuk berlatih ilmu silat seperti biasanya.
Ketika semakin dekat ke tempat tujuan, Dian Long mendengar suara tawa cekikikan banyak perempuan dari arah kali. Memang kadang kala gadis-gadis dari kampung sebelah suka sekali mandi sambil mencuci pakaian secara berkelompok di kali tersebut. Semakin jelas suara tawa canda itu, semakin lebar Dian Long tersenyum. Walaupun Dian Long bukanlah sebangsa pemogoran pengganggu wanita alias jai-hoa-cat, dia hanyalah seorang pengagum kecantikan kaum hawa. Menikmati suara tawa canda anak gadis yang sedang mencuci sambil bermain air merupakan suatu kesenangan baginya. Maka tanpa membuang waktu, Dian Long pun mengembangkan ginkangnya melesat menuju ke kali itu.
Sesampai di dekat kali Dian Long melihat dari jauh ada beberapa nona sedang berada didalam kali. Gadis - gadis itu kira-kira 7 orang jumlahnya. Sepertinya mereka itu bagaikan 7 orang bidadari yang turun dari kahyangan,wajah cantik dengan kulit yang putih mulus nampak bercahaya terkena sinar matahari pagi yang sedang bersinar hangat. Mereka sedang bersenda gurau sambil tertawa cekikikan. Entah apa yang sedang mereka bicarakan.
Dian Long berusaha mendekat untuk mencoba mendengarkan isi pembicaraan mereka. Dia mengerahkan ginkangnya untuk naik ke atas pohon yang paling dekat dengan sungai itu tanpa mengeluarkan suara, lalu bersembunyi di balik dedaunan yang sangat rindang itu.
Dari balik rimbunan daun Dian Long melihat biarpun gadis-gadis itu bersenda gurau, tetapi mereka tidak nampak seperti gadis dusun yang biasanya dia lihat sebelumnya. Matanya yang tajam tidak hanya menikmati pemandangan indah gadis-gadis cantik yang hanya memakai kain yang dilibatkan di tubuh, namun juga menangkap bayangan pedang dibawah tumpukan baju-baju yang sedang dicuci.
Rasa dingin menyelusup badan Dian Long karena dia tahu dengan adanya pedang tersembunyi itu pasti ada sesuatu hal menarik yang akan terjadi. Tertarik situasi aneh dan menggairahkan Dian Long bertekad untuk bertahan lebih lama lagi. Niatnya berlatih ilmu silat sudah terbang entah kemana.
Tidak jauh dari sisi kali tiba-tiba terdengar seperti ada rombongan kereta yang akan lewat, dari jauh pun debu sudah terlihat mengepul. Suatu firasat muncul dalam hati Dian Long, keberadaan gadis-gadis yang menyembunyikan pedang itu pasti berhubungan dengan rombongan yang sedang lewat itu.
Rombongan itu sepertinya adalah rombongan Piauw-kok yang sedang terburu-buru melintasi daerah itu. Kereta kuda itu di pacu secepat mungkin. Wajah para piauwsu itu terlihat sangat tegang sekali. Mereka terus mengawasi keadaan di sekitarnya. Sepertinya barang yang mereka bawa adalah barang yang sangat berharga atau berhubungan dengan orang besar. Sekelebat tampak di dalam kereta itu, seperti terdapat bungkusan kotak yang memanjang. Disampingnya tampak 2 orang yang sedang berjaga - jadi berada di samping bungkusan itu. Sementara itu di luar kereta, nampak beberapa orang yang tempaknya sangat terlatih melindungi kereta itu.
Tak lama kemudian rombongan Piauw-kok tersebut melintasi tepi sungai tempat ketujuh gadis cantik yang sedang mencuci pakaian tersebut. Kereta kuda dipacu tanpa mengurangi kecepatannya, di tengah ketegangannya rombongan Piauw-kok tersebut jadi tidak berselera menikmati pemandangan gadis-gadis cantik didalam kali yang menggiurkan dan membuat mata Dian Long jelalatan. Kereta kuda tetap dipacu dengan kencangnya.
Tiba-tiba sekilat cahaya putih berkelebat bercampur dengan butiran air yang dingin dan kemudian tampak cairan merah bertaburan bagai gerimis di siang hari lalu kemudian diikuti dengan jeritan pilu seorang piauwsu yang berada paling depan disertai dengan jatuhnya potongan kepala piauwsu tersebut.
Kejadian tersebut sangat cepat, tapi mata Dian Long yang tajam mampu melihat dengan jelas gadis tercantik dari rombongan tersebut telah mengeluarkan sebilah pedang yang lentur dari balik kainnya dan dengan gerakan yang cepat dan indah menyerang pimpinan para piauwsu tersebut, tapi sang piauwsu kawakan berhasil menghindar dan seorang anak buahnya menjadi sasaran serangan si gadis cantik. Serangan pedang tersebut benar-benar cepat dan indah apalagi dilakukan oleh seorang gadis cantik yang hanya menggunakan baju tipis yang memperlihatkan keindahan lekuk-lekuk tubuhnya.
"Jit-tok-hoa (tujuh bunga berbisa)!" seru si pimpinan para piauwsu tersebut dengan terkejut. Di dunia kangouw nama Jit-tok-hoa sudah sangat terkenal sebagai sekelompok tujuh gadis cantik yang berkepandaian tinggi dan kejam. Ketujuh gadis ini hasil didikan Tee-it Thian-mo (Iblis Langit Nomor Satu) yang juga merupakan ketua perkumpulan rahasia pembunuh bayaran Hiat-Ouw (Danau Berdarah). Sebenarnya apa yang dikawal para piauwsu tersebut sehingga mengundang minat Jit-tok-hoa.
Ketika para piawsu sedang berusaha menyatukan potongan Kepala si piawsu apes dengan badan nya, mendadak terdengar teriakan panik Dian Long yang sedang keasyikan ngumpet diatas pohon. Tubuhnya dirubung tawon yang agaknya bersarang diatas pohon yang dihinggapi oleh Dian Long. Suara Dian Long dan gerakannya mengibas-ngibaskan tangan untuk mengusir tawon- tawon tersebut menarik perhatian seorang anggota Jit-tok-hoa.
Si Gadis tercantik Jit-tok-hoa yang merupakan hasil didikan pertama Tee-it Thian-mo (Iblis Langit Nomor Satu) langsung melesat ke bawah pohon tempat Dian Long bersembunyi sambil mengerahkan khikang dan bertanya kepada Dian Long dengan suara halus bagai sutera tetapi tajam bagaikan sembilu, Siapa yang bersembunyi diatas pohon?
Bu Dian Long yang sedang sibuk menghalau tawon itu mana sempat menjawab pertanyaan gadis cantik itu. Gadis itu bertambah marah dan membentak," Hei, apakah kau tuli? " Dian Long lalu menolehkan kepalanya ke gadis itu.
Tapi dia tidak bisa menjawab dan hanya ternganga melihat kecantikan wajah gadis itu dan tubuhnya yang menggiurkan, terutama karena saat ini gadis itu hanya memakai pakaian dalam ringkas yang otomatis memperlihatkan semua lekuk tubuhnya yang indah. Gadis yang bernama Cui Beng Kiam Hoa itu wajahnya memerah dan menjadi bertambah marah dan gemas.
Tanpa sengaja seekor tawon secara kebetulan masuk mulutnya yang menganga saking kesengsem dengan aduhai-nya tubuh setengah telanjang itu. Karena kaget, Dian Long menutup mulutnya dan tertelan tawon itu olehnya. Hey akuuhuk.uhuk.., kata Bu Dian long sambil terbatuk batuk.
Sebetulnya tawon yang tertelan Bu Dian Long bukanlah tawon biasa, melainkan sejenis tawon langka yang jarang terlihat manusia. Tawon khas ini diketahui orang kangouw dipelihara oleh tokoh tua dunia persilatan yang sudah lama tak terdengar lagi kabarnya Ban Su To Niocu (Nona berpengetahuan selaksa). Entah bagaimana tawon ini bisa berada bersama kawanan tawon biasa itu.
Tawon yang bernama tawon asmara ini bila tersengat, otomatis memberikan efek asmara luar biasa bagi orang yang tersengat. Tak perduli lelaki atau perempuan, hormon yang terdapat didalam tubuh langsung dipicu seketika. Tesengat saja, hormon testosteron Dian Long langsung bergejolak, apalagi tertelan oalehnya.
Ketika Dian Long ingin memberi penjelasan lebih lanjut, tiba-tiba dia merasakan da hawa panas dari dalam perutnya yang menjalar dengan cepat ke seluruh tubuhnya. Nafsu birahinya timbul seketika dan dengan cepat merambat naik ke otaknya.
Kebayang penderitaan Bu Dian Long kepergok sang bidadari, menelan tawon, dan birahinya naik mendadak bersamaan munculnya. Tergagap sambil menahan derita, Bu Dian Long keluar dari tempat persembunyiannya.
Sementara keenam gadis lain bergerak secepat kilat menyerang dan menghabisi rombongan piaukok. Piawsu-piawsu itu bukanlah tandingan gadis-gadis cantik itu dan dalam sekejap saja sudah terbantai.
Bu Dian Long sendiri saat itu tidak dapat berbuat apa-apa. Dia sendiri sedang mengerahkan tenaga dalamnya untuk menahan gejolak birahi yang timbul karena tawon asmara. Gadis cantik yang memarahi Dian Long tidak dapat lagi menahan marahnya, melihat Dian Long memandanginya seakan-akan dia sedang bertelanjang bulat, dan langsung menerjang dengan pedang di tangan.
Muka Dian Long tambah memerah, tak dapat lagi dia bertahan. Dengan ganasnya dia menerjang Cui Beng Kiam Hoa yang pada saat bersamaan bagaikan kilat menyabet pedang lenturnya.
Cahaya pedang bertaburan bagai kelopak bunga menerjang ganas ke arah Dian Long. Dalam pengaruh birahi Dian Long berkelit dan menyusup di balik cahaya pedang dan memeluk pinggang ramping si nona cantik tersebut. Sebenar kepandaian Cui Beng Kiam Hoa tidak rendah, terbukti namanya yang cukup terkenal di dunia kangouw, tapi ia terlalu memandang enteng kepada Dian Long yang tampak kebodoh-bodohan, apalagi Dian Long menyeruduk bagai banteng kesurupan. Mau berkelit juga tak mungkin lagi Cui Beng Kiam Hoa menusukkan pedangnya ke punggung Dian Long yang sedang memeluk pinggangnya, tapi tiba-tiba tangannya kesemutan dan ia kehilangan tenaga, rupanya Dian Long telah menotok jalan darahnya sehingga seketika ia menjadi lemas tak bertenaga.
Sambil tertawa beringas Dian Long memanggul Cui Beng Kiam Hoa dan secepat kilat berlari ke arah timur menggunakan ginkang Thian-gwa Liu-seng (Bintang Dari Luar Angkasa), ginkang andalan keluarga Bu dari Bu-kee-cung (Perkampungan Keluarga Bu).
Tawa keras Dian Long memancing reaksi dari keenam saudari Cui Beng Kiam Hoa. Mereka meninggalkan mayat-mayat piauwsu korbannya setelah mengambil isi di dalam kotak kayu kawalan dan dengan cepat memburu ke arah Dian Long. Sembari mengejar mereka juga menimpukan semacam am-gi (senjata gelap) yang membuat repot Dian Long. Walaupun ginkangnya hebat, tetapi dengan membopong seorang gadis dan harus berkelit kesana-kesini ginkang Dian Long tidak bisa lagi terkembang sempurna. Dian Long menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan tubuhnya. Dian Long memang pemuda yang doyan pelesiran, tapi jelas sama sekali bukan sebangsa pemetik bunga yang suka main paksa merusak anak gadis orang. Maka dengan berat hati, Dian Long tinggalkan itu gadis di pinggir jalan dan kemudian melesat secepat kilat meninggalkan para pengejarnya.
Entah dari mana datangnya tenaga luar biasa yang membuat Dian Long melesat cepat bagaikan setan, Dian Long kembali ke Bu-kee-cung dan langsung mengurung diri dikamar, berusaha mengendalikan nafsu birahinya yang semakin menjadi-jadi. Akan tetapi, tawon asmara peliharaan Ban Su To Niocu memang tidak bernama kosong, semakin berusaha ditekan, efeknya malah menjadi semakin berlipat. Ketika sudah mencapai tingkat yang tidak dapat ditahan lagi, tiba-tiba masuklah A Hu, jongos lelaki kecil keluarga Bu ke kamar Bu Dian Long. "Eh, kongcu sudah pulang?"
A Hu!!! teriak Bu Dian Long,Cepat kau undang Sinshe (Tabib) Sie Pe Giok kesini.
Dengan agak kaget, karena peluh di dahi Bu Dian Long menetes segede gede biji jagung, pergilah A Hu keluar rumah dengan tergesah-gesa, sampai pintu dapurpun lupa di tutup.
Akhir nya tibalah A Hu bersama dengan Sinshe Sie Pe Giok, Sinshe Piawai itu langsung memeriksa Nadi Bu Dian Long. Sambil mesem berkatalah si Sinshe Piawai kepada Bu Dian Long,Sebenar nya kau tidak perlu pertolonganku, berbahagialah kau bisa naik birahi tanpa harus beli Viagra yang mahal.
Bu Dian Long yang baju nya sudah basah kuyup keringatan, saking menahan birahi yang berkobar kobar keracunan tawon peliharaan Ban Su To Niocu, memohon dengan amat sangat kepada Sinshe Sie Pe Giok untuk di berikan obat pemunahnya.
Baiklah, kata Sinshe Piawai itu, ini resep Yo-bi-su, harus diambil dari Gan Bin To Siansing, bisa kau temukan dia di bagian dinas pertabiban kerajaan Beng cabang kota Hangciu. Kau harus cepat minum obat ini, jika tidak 3 bulan lagi nyawamu akan melayang. Diberikannya surat pengantar kepada A Hu yang segera melesat pergi keluar kampung.
Dengan terengah-engah sampailah A Hu di gedung dinas pertabiban kerajaan Beng di kota Hangciu. Langsung menghadap Gan Bin To Siansing memohon obat penawar sambil menyerahkan resep dan surat pengantar dari Sinshe Sie Pe Giok. Gan Bin To Siansing adalah seorang pedagang asing merangkap tabib yang jujur dan rendah hati, tanpa ayal diberikan lah pada A Hu obat penawar yang berupa Air Seduhan Yo-bi-su.
Yo-bi-su adalah surat kulit kambing, yang air seduhan nya adalah obat manjur untuk penawar racun tawon Ban Su To Niocu. Hal itu disebabkan karena kulit kambing yang digunakan untuk membuat Yo-bi-su adalah sejenis kambing bandot langka yang hanya ada di tanah Palembang, satu kerajaan dekat negH0ri Man-Ze-Bo-Yi di seberang Laut Tionggoan selatan.
Gan Bi To Siansing berkata, Aku kenal dengan Ban Su To Niocu yang memelihara tawon asmara. Dulu dia juga sempat meminta obat Yo-bi-su untuk dicampurkan dengan madu tawon asmara.
Minum obat Yo-bi-su saja mungkin kurang efektif kalau melihat cara Ban Su To Niocu meminum obat. Lebih baik dicampur dengan madu tawon asmara. Madu itu selain dimiliki oleh Ban Su To Niocu, juga ada pada Temuyun siucay yang pernah menerima madu tawon asmara dari Ban Su To Niocu. Pergilah engkau ke tempat Temuyun siucay, akan kuberikan surat pengantar.
Setelah mendapatkan obat Yo-bi-su dan surat pengantar dari Gan Bi To Siansing, A Hu langsung lari lagi menuju arah utara kota tempat tinggal Temuyun siucay.
ooOoo Spin Off (Latar belakang tokoh) Latar belakang tokoh - Binarto Siansing atau Gan Bi To Siansing (fiksi)
Tidak ada yang tahu nama asli dari Binarto Siansing. Orang-orang di kompleks istana hanya mengenal cerita tentang Binarto Siansing dari mulut para perwira muslim anak buah laksamana Cheng Ho yang bergaul cukup akrab dengan Binarto Siansing selama perjalanan dari tanah jawa kembali ke tioanggoan.
Selama perjalanan para perwira muslim ini berulang kali menanyakan nama Binarto Siansing, tetapi beliau selalu menolak memberikan namanya sambil berkata, Apalah arti sebuah nama. Akhirnya para perwira muslim ini tidak enak untuk mendesak terus, walaupun masih bingung bagaimana memanggil Binarto Siansing. Mereka sementara memanggil beliau si Anu.....
Setelah cukup lama melakukan perjalanan di atas kapal dan perlahan mereka mulai akrab, akhirnya sedikit demi sedikit Binarto Siansing mau menceritakan sedikit riwayat hidupnya. Ternyata Binarto Siansing masih keturunan orang asing dari tanah seberang yang penduduknya menyebut dirinya sebagai keturunan dewi matahari. Ayah Binarto Siansing adalah seorang pendekar terkenal dari negeri matahari tebit yang berkelana sampai ke tanah jawa. Ayah Binarto Siansing barnama Naruto dikenal dengan julukannya Konoha no Kyuubi Kitsune alias Rase ekor sembilan dari Konoha.
Sejak itu para perwira muslim memanggilnya dengan nama Bin Naruto atau Ibnu Naruto (anak dari Naruto) sehingga beliau dikenal dengan nama Bin Naruto Siansing.
Sewaktu tiba di tanah tionggoan, penduduk setempat ikut-ikutan memanggil beliau dengan nama Bin Naruto Siansing. Hanya saja karena pelafalan dengan lidah mereka agak sulit sehingga ucapannya tidak tepat lagi dan berubah menjadi Bin Narto Siansing. Seiring berjalannya waktu lama kelamaan panggilan tersebut berubah menjadi Binarto Siansing
Setelah diterima kaisar Yong Le, kaisar memberikannya nama baru Gan Bi To yang dipakai sampai sekarang, sehingga dia dipanggil Gan Bi To Siansing.
JIT GOAT SIANG POKIAM