Imam Tanpa Bayangan II Jilid 16

 
Jilid 16

"Kau . . kau . . .  mengapa kаu gigit telingaku ?" tanya

Реk In Hoei tertegun sambil meraba telinganya yang sakit.

Bulu mata Wie Chin Siang yang tebal berkedip, bibirnya yang merekah membuka sedang napasnya berhembus perlahan, sambil membuka matanya dia pandang wajah Реk In Hoei termangu-mangu. Dari balik biji matanya yang hitam seolab-olah terdapat kobaran api yang sedang membakar hatinya, meminjam cahaya mutiara yang tajam menyorot masuk kelubuk hati sianak muda ltu.

“Kau . . . . . kau . . . . . mengapa kau gigit diriku ??" kembali terdengar Реk In Hoei berseru sambil pegang telinganya.

Wie Chin Siaog tidak menjawab, bibirnya bergetar terus menggumam seorang diri :

“In Hoei . . . . In Hoei        "

Suaranya serak lagi rendah dan berat dibalik kerendahan tadi mengandung tenaga rangsangan yang membetot hati.

Mendengar seruan itu sekujur badan Реk In Hoei mengembang, darah panas mengalir semakin deras, tenggorokannya terasa kering, bibirnya merekah, sambil menggigit bibirnya ia balas berseru dengan suara bergetar :

“Chin Siang . . . . kau . . sedang memanggil aku     "

Wie Chin Siang menggeliat hebat, seraya menjulurkan tangannya yang putih keataa bisiknya lembut

“In Hoei, . . kau . . . kau . . . kemari lah, aku . . aku minta kau datanglah kemari "

Panggilan itu bagaikan seruan malaikat реnсаbut nyawa membuat sukmanya serasa melayang tinggalkan raganya, tanpa sadar dia maju dua langkah kemuka, matanya dengan tajam tanpa berkedip melototi pakaian dalam sang gadis yang merah serta tubuh dibalik celana dalamnya yang menonjol keluar .

Gerakan tangan Wie Chin Siang yang balus makin lama semakin kencang, napasnyapun ikut tersengkal-sengkal....... „In Hoei . . In Hoei Реk In Hoei       '

Seruan yang berkumandang tiada hentinya ini bagaikan besi sembrani yang menghisap tubuhnya bergerak makin dekat dengan pembaringan, bajunya hampir saja kena di renggut tangan Wie Chin Siang yang telah berada didepan mata itu.

Namun pada detik yang terakbir pikirannya yang kacau sedikit menjadi jernih, tiba tiba dia mundur kembali setengah langkah kebelakang.

Satu ingatan berkelebat dalam benaknya hingga tanpa terasa ia berseru tertahn :

„Aaaah! ара yang sedang kulakukan ??? kenapa pula dengan nona Wie ?? jangan2 didalam rumput racun penghancur hati itu

( Halaman 7-12 Hilang )

Ketika itu Реk In Hoei sedang membenamkan wajahnya diatas dada Wie Chin Siang, bibimya sedang mengisap puting gadis itu dengan penuh bernapsu, namun setelah mendengar panggilan itu gerak geriknya yang sadis dan kasar itupun reda merandek sejenak.

Dari luar ruangan terdengar suara pintu dibuka orang, disusul suara Hoa Pek Touw yang rendah berat berkumandang datang.

”In Eng, kenapa kau tidak mau menpercayai perkataan ayahmu ??".

Pek In Hoei melengak, dengan wajah bimbang dia angkat kepala. “In Eng" dua patah kata seakan akan geledek yang menyambar disiang hari bolong mendengung tiada hentinya dalam benak pemuda itu. “In Eng??.... . . In Eng??? - • " gumamnya dengan suara lirih, sepasang alisnya berkerut kencang “Kenapa tak dapat mengingat-ingat siapakah sebenarnya In Eng itu??".

Bau harum seorang gadis perawan mengalir keluar mangikuti cucuran keringat ditubuh Wie Chin Siang, seketika membuat Pek In Hoei tercekam kembali dalam angkara birahi, sekali lagi la benamkan kepalanya didada gadis itu dan menghisap puting susunya.

”Braaaaak . . . . ! " pintu besar diluar ruangan didorong orang, diikuti suara langkah kaki yang santar menggema memecahkan kesunyian.

„In Eng ! " suara Hoa Pek Touw berkumandang lagi dengan berat.

„Telah kukatakan berulang kali, di dalam ruangan ini tak ada orang yang sedang kau cari!"

Suaranya rendah dan berat namun nyaring dan jelas didengar, seakan akan menggema disisi telinga pemuda itu, sekujur badan Pek in Hoei bergetar keras. dengan cepat kesadarannya jernih kembali.

Sekilas memandang tubuh Wie Chin Siang yang telanjang bulat, merah padam selembar pipinya. buru buru dia melengos dan memandang kearah lain.

“Gie hu!"   jeritan   lengking   bergema   di   luar pintu.

„Dengan mata kepala sendiri kusaksikan orang itu membawa muridku datang kedalam perkampungan ini, kenapa setelah berada disini mendadak bisa lenyap tak berbekas ???"

“Tiada seorang manusiapun akan berhasil menyusup masuk kedalam perkampungan ini tanpa diketahui penjaga. mana mungkin orang itu bisa sampai disini ? coba katakanlah siapakah manusia yang telah menculik muridmu ïtu ? "

“Eeeii ...... sungguh aneh ! " dengan perasaan kaget dan tercengang Pek In Hoei membatin. “Mengapa jeritan lengking perempuan itu terasa sangat kukenal ? suara Itu mirip sekali dengan suara Kim In Eng loocianpwee "

Sementara itu Kim In Eng yang ada di ruang tengah telah berseru kembali dengan suara keras :

„Orang itu muda sekali usianya, kalau didengar dari pengakuannya mungkin dialah sijagoan pedang berdarah dingin Pek In Hoei yang pada beberapa saat belakangan ini amat tersobor didalam dunia persilatan!"

Mendergar perkataan itu Реk ln Hoei terperanjat kembali dia berpikir ;

„Kapan sih aku telah menculik muridnya dan kubawa masuk kedalam perkampungan ini ??"

Belum lenyap ingatan tersebut dari dalam benaknya, Wie Chin Slang yang menggeletak disisi tubuhnya telah mendesis lirih, sераsang ular merangkul tengkuknya kencang.

Sekujur badannya bergetar keras, pikirnya :

„Aaaach, kenapa aku melupakan sesuatu hal ?? bukankah Wie Chin Siang adalah anak murid dari Kim Loceianpwee ?? aduuh .... kenapa aku bisa melakukan perbuatan serendah ini ??"

Tatkala disaksikannya Wie Chin Siang berbaring disisi tubuhnya dalam kcadaan telanjang bulat, saking cemas dan gelisah nya keringat dingin sampai mengucur keluar tiada hentinya membasahi seluruh tubuh pemuda itu, buru buru dia lepaskan rangkulan gadis itu dan loncat turun dari atas pembaringan.

Belum sampai sepasang kakinya mencapai permukaan tanah, terdengar Hoa Реk Touw telah meraung gusar sambil berteriak :

„Omong kosong, kemarin malam Реk In Hoei telah menyusup masuk kedalam perkampungan kami dan sekarang dia sudah mati terkurung didalam lorong Koen Liong To, mana mungkin bajingan muda itu bisa keluar dari perkampungan untuk menculik muridmu ??"

Pek In Hoei enjotkan badannya, bagaikan sebelai daun kering dia melayang kesisi pintu kemudian dengan pandangan terkejut bercampur bergidik diintipnya keadaan luar lewat celah2 diatas pintu.

Tampakiah ditengah ruangan besar Hoa Реk Touw berdiri disisi sebuah meja besar yang terbuat dari kayu cendana, sementara dihadapannya berdirilah seorang perempuan yang memakai baju serba hitam dengan kepala memakai kain kerudung hitam .

Dibawab sorotan cahaya mutiara yang samar samar tampak air muka perempuan itu pucat pias bagaikan mayat, kalau di tinjau dari lekukan mata serta potongan tubuhnya, orang itu bukan lain adalah Kim In Eng yang pernah dijumpainya sewaktu ada digunung Ging Shia tempo dulu.

Setelah berpisah dua tahun lamanya ternyata raut wajah Kim In Eng sama sekali tidak berubah.

Diatas raut wajahnya yang bersih dan cantik, kini tergores kepedihan serta kemurungan yang jauh lebih banyak daripada dahnlu. “Tetapi dengan mata kepalaku sendiri aku lihat dia memasuki perkampungan ini ..” " terdengar perempuan itu berseru dengan napas ter-putus2.

Hoa Реk Touw jadi naik pitam.

„Selama lima puluh tahun belakangan belum pernah aku naik darah terhadap orang Iain walau satu kalipun, tapi In Eng "

Dia terbatuk-batuk sejenak .

„Kau harus tahu bahwa sepanjang hidupku semua tenaga serta pikiranku telah kubuang untuk menyelidiki ilmu pertabiban serta ilmu barisan, terhadap setiap persoalan yang kuhadapi pasti kuketahui dahulu sebab- sebabnya setelah itu baru kucari pengertiannya dalam masalah tersebut, dan kini kaupun tak usah menyembunyikan sesuatu rahasia dihadapanku, sebenarnya apa maksudmu mengirim muridmu memasuki lorong Koen Liong To ini? apakah kau hendak memusuhi diriku ??"

„Нoa Реk Touw benar-benar seorang yang sangat lihay" batin Реk In Ноеi dengan hati terperanjat..„Ternyata dia bisa menebak dengan jitu bahwasanya Wie Chin Siang telah diutus untuk memasuki lorong rahasia didasar telaga ini, cuma entah ара maksudnya Kim cianpwe dengan mengutus muridnya untuk mencari Cian Hoan Lang Koen??"

Dalam pada itu sekujur badan Kim In Eng telah gemetar dengan kerasnya, dia coba membantah :

“Gie-hu, putrimu sama sekati tiada maksud untuk memusuhi dirimu "

“Hmmmm ! terus terang kuberitahukan kepadamu . ’Cian Hoan Lang Koen’ silelaki tampan berwajah seribu Coa Kie Giok telah mati didalam lorong Koen Liong To tersebut" dengus Hoa Pek Touw. ”Kau jangan mimpi bisa

...... "

Baru saja dia berbicara sampai disitu mendadak terdengar Wie Chin Siang yang berbaring diatas ranjang merintih lirih, seketika itu juga pembicarannya terputus laksana kilat kakek she Hoa itu menoleh kearah ruangan tersebut.

(Oo-dwkz-oO

11

MENJUMPAI kakek tua itu telah berpaling sambil memandang ke arahmya dengan sinar mata tajam, Реk in Hoei sadar bahwa keadaan sangat tidak menguntungkan dirinya, buru-buru dia melayang balik kesisi pembaringan, jarinya laksana kilat berkelebat menotok jalan darah bisu ditubuh dara аyu itu .

Diikuti badannya berputar kencang bagaikan pusaran angin, lengan kirinya bergerak cepat, tiga biji mutiara yang berada diatas kelambu telah berhasil di sambarnya sekali gencet hancurlah mutiara mutiara itu.

”Реk in Hoei ayoh keluar dari sana !" terdenger Hoa Pek Tauw yang ada diluar pintu telah meraung gusar.

Dengan tangan kanannya Pek In Hoei menekan diatas kelambu sekali putar badan dia melayang keatas pembaringan, sinar matanya berputar dengan cepat mutiara penolak air tersebut dimasukkan kambali kedalam sakunya.

Dengan disimpannya mutiara itu suasana dalam ruanganpun jadi gelap gulita, menggunakan selembar selimut dia lantas bungkus tubuh Wie Chin Siang yang telanjang, “Pek In Hoei !" suara Ноa Реk Touw kembali barkumandang diluar ruangan. “Kau tak akan berhasil melarikan diri dari sini, ayoh keluar ".

Реk In Hoei tarik napas dalam dalam ilmu aasti surya kencana dihimpun kedalam telapak, sepasang mata menatap pintu kayu tajam tajam, la bersiap sedia bilamana Hoa Pek Touw buka pintu menerjang masuk kedalam maka dia akan sambut ke datangannya dengan sebuah pukulan mematikan,

”Chin Siang, ayoh kaupun keluar dari situ!" Kim ln Eng ikut berteriak keras.

“Sucouw tak akan melukai dirimu !".

“Mungkin Kim locianpwe masih belum mengetahui kalau akupun berada disini” Pikir Реk In Heoi. ”Dia mengira Wie Chin Siang masih menyaru sebagai diriku bersembunyi disana, rupanya kalau aku menerjang keluar hingga dia sampai tahu akan keadaan dari Wie Chin Siang, sekali pun aku terjun kedalam sungai Hoang Koo untuk mandi sepuluhkalipun tak nanti bisa membebaskan diri dari kecurigaannya!".

Sekarang dia baru menyasal mengapa tak sanggup menahan kobaran napsu birahi dalam tubuhnya sehingga mengakibatkan terjadinya peristiwa yang tak diinginkan ini, sementara dikala mengatur pernapasannya barusan secara lapat lapat dia merasa kan pula racun yang mengeram dalam tubuhnya dengan mengikuti peredaran hawa murni perlahan lahan berhasil dipaksa ke luar dari badannya .

Dalam hati segera pikirnya.

“Sungguh tak kusangka rumput racun penghancur hati adalah sejenis racun yang membangkitkan napsu birahi, aaai .... hampir saja aku terjerumus kedalam lembah kenistaan".

Saking kagetnya keringat dingin kembali mengucur keluar membasahi seluruh badan.diam diam ia bersyukur karena bagaimana pun juga ia berhasil sadar dari pengaruh napsu birahi.

“Untung Kim In Eng cianpwee muncul diruang tengah tepat pada waktunya" pikir pemuda itu sembari menyeka keringat .

“Kalau tidak perawan seorang gadis bakal kulalap tanpa sadar, seandainya sampai terjadi begitu bagaimana mungkin aku bisa hidup jadi orang lagi dikemudían hari ? . . lagi pula dendam berdarah sedalam lautan belum berhasil kutuntut balas, tanggung jawab untuk membangun kembali perguruan belum kulaksanakan seandainya sampai salah langkah sehingga mempengaruhi langkah langkahku selanjutnya akan kutaruh kemana wajahku ini ? ".

Teringat akan dendam ayahnya yang belum dibalas hatinya jadi tercekat, pikirnya lebih jauh :

“Jenazah ayahku telah ketinggalan digunung Ciang Shia tempo dulu, entah Kim cianpwee telah mengebumikannya atau bèlum ? ini hari aku harus menanyakan dimanakah letak makam ayahku. kalau tidak aku bakal dikutuk orang sebagai anak yang put Hauw"

Mendadak. ..... Braaak ! pintu kayu ditendang orang hingga berbunyi nyaring.

Dengan cepat ia langkahkan kaki kirinya maju kedepan, telapak kanan diayun kemuka, dengan jurus “Yang Kong Phu Cau" atau cahaya matahari memancar terang dari Tay Yang Sam Sih ia siap malancarkan pukulan maut. Pada detik yang terakhir sebelum serangan mautnya dilepaskan, matanya yang tajam berhasil menangkep wajah Kim In Eng yang berdiri didepan pintu.

Buru buru pemuda kita tarik napas dalam dalam, pergelangannya diputar melindungi dada, mentah mentah ia tarik kembali serangannya yang hampir dilepaskan itu.

Suasana dalam ruangan gelap gulita, lama sekali Kim In Eng berdiri didepan pintu.rupanya ia tidak menjumpai diri Pek ln Hoei yang berdiri dihadapannya .

Setelah lama ditunggu belum kadengaran juga suara sahutan, perempaan itu segera berteriak :

“Chin Siang, cepat keluar !".

”Cianpwee, aku yang berada disini ! " jawab Pek In Hoei seraya tarik napas dalam dalam,

Kim In Eng terkejut, rupanya dia tidak menyangka kalau didalam ruangan masih terdapat seorang pria, dengan rasa tercengang segera tanyanya :

“Siapa kau ? ".

”Aku. Pek in Hoei         ! "

“Pek In Hoei, kau ? ......... " karena goncangan batin yang keras, kain kerudung diatas wajah perempuan itu berkibar tiada hentinya.

“Cianpwee, baik baikkah selama kita berpisah ? " “Ooob bocah. sungguh payah kucari dirimu "

Tampak bayangan manusia berkelebat,dengan gusar Hoa Pek Touw telah membentak :

“Jangan masuk kedalam kamarku !". Ujung bajunya segera dikebas kemuka, diiringi satu hembusan angin puyuh yang maha dahsyat tubuh Kim In Eng terdorong enam depa dari tempat semula, menggunakan kesempatan itu badannya meluncur kemuka menerobos masuk kedalam kamar.

“Keparat cilik !" teriaknya penuh kegusaran.

“Kau berani menerobos masuk kedalam kamar Bong Jien kesayanganku ? akan kuhancur lumatkan dirimu jadi perkedell ".

Pek ln Hoei mendengus dingin, tanpa mengucapkan sepatah katapun lengannya digetarkan kedepan, dalam satu ayunan telepak kanannya yang dahsyat, hawa panas yang menyengat badan segera menggulung kemuka.

Sepasang pundak Hoa Pek Touw bergerak, badannya maju dua langkah kedepan tangan kirinya diayun kemuka sementara tangan kanan menekan kedalam, didalam gerakan yang berlawanan itu angin pusaran yang hebat menyambut datangnya ancaman itu .

“Buuuuum . . . . ! " ledakan dahayat menggoncangkan seluruh permukaan.

Pek In Hoei membentak keras, mendadak telapak kanannya melancarkan kembali satu pukulan.

Setelah jurus “Yang Kong Phu Cau" digunakan sepenuhnya, segulung hawa panas yang maha dahsvat menggulung keluar dari dalam ruangan menahan datangnya terjangan dari Hoa Pek Touw.

Tetapi mengikuti tenaga perputaran yang menggulung datang itu jantungnya terasa bergetar pula sehingga darah segar dalam dadanya bergolak kencang, badannya tak tahan mundur satu langkah kebelakang. Meskipun ilmu sakti “Thay Yang San Sie" adalah kapandaian yang maha sakti, namun sayang pertama, ia tak sanggup mengerahkan segenap tenaga murni yang ada didalam tubuhnya untuk melancarkan serangan tersebut dan kedua, baru saja la dimabuk napsu birahi sehingga banyak tenaga serta semangatnya yang hilang. maka ilmu tadi masih belum sanggup menandingi ilmu “Poh Giok Cioe" dari Hoa Pek Touw.

Masih untung dia mengenakan kutang mustika pelindung badan, kalau tidak mungkin isi perutnya telah terluka termakan hantaman dahayat itu.

Dia tarik napas dalam dalam, dengan cepat hawa murninya disalurkan mengelilingi seluruh tubuhnya satu kali. kemudian dengan hati bergidik pikirnya :

“Sungguh tak kunyana kecuali pandai didalam ilmu pertabiban. ilmu jebakan, ilmu barisan serta ilmu mengatur alat rahasia, kepandaian silat yang dimiliki Hoa Pek Touw pun luar biasa lihaynya, kalau dibandingkan dengan si Rasul Pembenci langit Ku Loei boleh dikata jauh lebih lihay beberapa kali lipat Ehmmm ..... mula mula aku masih mengira “Tay Yang Sin Kang" ilmu sakti Surya Kencana dari negeri Tayli ini tiada tandingan dikolong langit, tak tahunya masih juga tak mempan untuk mengalahkan manusia aneh dari perguruan Liuw mah Boen ini "

Dalam pada itu Hoa Pek Touw sendiri pun terperanjat atas keliheyan lawannya,segera ia membentak :

“Keparat cilik, aku tidak mengira kalau kau telah berhasil melatih kepandaian panas yang begini hebatnya . . .

. ''.

Ia merandek sejenak. “Manusia berbahaya semacam kau tak boleh dibiarkan hidup lebih lama lagi dikolong langit !". Sambil berseru badannya bekelebat kemuka, bagaikan sesosok bayangan setan dia mendekati lawannya, jari dan telapak bekerja sama dengan hebatnya,dalam sekejap mata ia telah mengirim tiga buah serangan berantai.

Sungguh dahsyat serangan dari kakek tua ini, laksana gulungan ombak ditengah amukan badai, dengan hebatnya menyerang dan menerjang pada pemuda itu.

Pek ln Hoei tak berani bertindak gegabah, buru buru kakinya bergeser kesamping.. dalam keadaan gugup dan cemas secara beruntun dia lancarkan tujuh buah serangan berantai, satelah bersusah payah beberapa saat lamanya ancaman maut dari pihak lawanpun berhasil juga diatasi.

Dalam melancarkan tujuh buah serangan berantai itu,dia telah memasukkan kepandaian lihay dari partai Sauw lim, Hoa san, Bu tong serta Tiam cong, diantara berkelebatannya sepasang telapak, kepala, jari, kaki serta sikut bekerja keras menyodok kesana menghantam kemari.

Meski demikian badannya kena didesak mundur juga sejauh setengah langkah.

Air mukanya seketika berubah hebat pikirnya :

„Aku tak boleh memberì kesempatan kepadanya sehingga bangsat tua ini berhasil mendahului diriku, kalau tidak dalam dua satu jurus mendatang badanku bakal babak belur kena gebukannya "

Begitu ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya, dengan cepat kakinya bergerak. dia melangkah maju tiga tindak kemuka kemudian telapaknya diayun melancarkan sebuah serangan dengan jurus “Liat Yang Hian Tian" atau Terik sang surya menyengat badan.

“Gie-hu !" saat itulah Kim ln Eng teriak keras dan menubruk masuk kedalam. “Keluar ! " bentak Hoa Реk Touw.

Badannya miring kesamping. laksana kilat kaki kanannya Melancarkan sebuah tendangan, Sementara itu Kim In Eng sedang menerjang masuk kedalam. dia tidak menyangka kalau Hoa Pek Touw dapat melancarkan tendangan kilat pada saat itu. seketika badannya merandek, cepat kakinya melangkah kesamping dengan suatu gerakan yang manis dia menghindarkan diri dari datangnya tendangan tersebut.

Tanpa berpaling Hoa Pek Touw menekuk ujung kaki kanannya kemudian dari suatu sudut yang aneh dan tak disangka mengirim satu tendangan lagi.

Tendangannya ini sama sekali tidak ditarik kembali sebaliknya malah bergeser tiga coen lagi kedepan,Dalam keadaan seperti ini tak mungkin bagi Kim In Eng untuk menghindarkan diri lagi, kakinya jadi kaku dan seluruh badannya terpental hingga mencelat keluar dari pintu.

“Aduuuuh. . . . !" dia berseru tertahan, kebetulan sekali tangan kananya membentur diatas pintu kayu . . . . . .

Bruuuk ! terkena tenaga sambaran itu, pintu tadi segera menutup keras.

Susana dalam ruangan seketika berubah jadi gelap gulita, saking gelapnya sampai lima jaripun sukar dilihat.

Tatkala Pek In Hoei melancarkan serangannya tadi mandadak pandangannya jadi gelap diam diam ia merasa keadaan tidak menguntungkan, segera tenaga murni yang dimilikinya dihimpun semua. badannya bergerak dengan cepat ia bergeser lima langkah kesisi pintu.

Terasalah desiran angin tajam menyambar ditengah kegelapan, begaikan sambaran kilat angin serangan tadi menembusi ruangan menghantem diatas dinding. Buuuum . . . ! pasir dan debu beterbangan memenuhi angkasa.suara dengungan yang amat keras hingga menusuk pendengeran menggema disemua penjuru ......

“Pek ln Hoei, kau hendak lari kemana?" bentak Hoa Pek Touw sambil tertawa dingin.

Seakan akan dia dapat mengetahui bahwasannÿa Pek In Hoei telah bergeser dari tempatnya semula, bersamaan dengan selesainya ucapan itu badannya segera menubruk kembali kearah mana sianak muda itu berada sekarang.

Walaupum berdiri ditempat kegelapan namun sejak semula Pek In Hoei sudah mampersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan yang tidak di inginkan, merasakan datangnya serangan dahsyatnya dari Hoa Pek Touw ia jadi sangat terperanjat.

Angin pukulan bagaikan sebuah jala besar mengurung seluruh tubuhnya,bukan saja tenaga tekanan menyesakkan dada bahkan sama sekali tidak memberi peluang barang sedikitpun baginya untuk menghindar, empat penjuru seolah olah dikelilingi oleh pisau tajam yang membabat kearahnya bagaikan badannya hendak dibabat mentah mentah ......

Dengan hati bergidik pemuda kita balas mengirim satu serangan. menggunakan kesempatan dikala berdesingnya angin tajam diapun balas melancarkan tujuh buah serangan berantai.

„Bluumm ......... Bluumm ! "

Bluumm ......... ! " ditengah bentrokan nyaring kedua belah pihak telah saling bertukar tiga buah pukulan ditengah angkasa.

Napas Pak ln Hoei mulai tersengkal kakinya terhuyung mundur dua langkah ke belakang. “Hemm! cobalah lagi tujuh buah seranganku ini !" Jengek Hoa Pek Touw dengan suara yang menyeramkam.

Dengan sempoyongan Pek In Hoei mundur kebelakang, ia bermaksud menyingkir kesebelah kanàn tetapi setelah mundur beberapa langkah dia baru merasakan bahwa dirinya telah tiba disisi dinding, tiada jalan lagi baginya untuk mengundurkan diri .

Dengan parasaan kaget bercampur terperanjat, pikirnya. “Untuk menghadapi tujuh buah serangan nya itu aku

harus berusaha menjebolkan dinding tembok ini lebih dahulu kemudian baru bisa dilawan, kalau tidak isi perutku pasti akan terluka parah ......

Waktu berlalu dengan cepatnya, dalam keadaan seperti iní tíada kesempatan baginya untuk berpikir panjang, pedang mustika penghancur sang suryanya segera dicabut keluar dari dalam sarung.

Tampak cahaya pedang berkelebat lewat sebelum pedang itu sempat lolos dari sarungnya, sebuah serangan maut dari Hoa Pek Touw telah menghantam dengan telak nya diatas dada pemuda itu.

Datangnya serangan tersebut sama sekali tidak membawa suara atau getaran menanti telapak lawan menempel diatas dadanya ia baru merasai .

Menanti ia sadar akan bahaya yang mengancam jiwanya tenaga pukulan Hoa Pek Touw telah disalurkan keluar, dengan telak dadanya kena dihantam keras keras.

Dengan menaban rasa sakit yang bukan kepalang sianak muda itu meraung keras, darah seger muncrat keluar dari mulutnya.telapak kanan dirapatkan dan segera bales mengirim satu babatan. Babatan ini dilancarkan didalam keadaan kacau dan cemas, sama sekali tidak termasuk jurus serangan dari aliran manapun apalagi di lancarkan dalam jarak yang sangat dekat dan ditengah kegelapan ---- Bruuuk ! dengan telak babatan itu bersarang pula di atas bahu kakek tua itu,

Dalam pada itu Hoa Pek Touw sedang miringkan kepalanya untuk menghindarkan diri dari cipraan darah segar yang ditumpahkan dari mulut Pek In Hoei, dia tidak mènyangka kalau pemuda itu masih sempat melepaskan serangan balasan dikala isi perutnya telah terluka, apalagi jarak diantara mereka terlalu dekat, serangan tadi tak sempat dihindari lagi.

Ia mendengus berat, badannya mundur selangkah kebelakang dimana kakinya berlalu ubin yang kena diinjak segera hancur dan merekah.

Sekilas cahaya pedang mendadak berkelebat diangkasa, meminjam kesempatan yang sangat baik itulah Pek In Hoei mencabut keluar pedang mustika Si Jiet Kiamnya .

Tampak pedang itu digetarkan keras, cahaya tajam segera berkilatan memenuhi angkasa mengikuti bergeser langkah kaki, cahaya pedang mendadak sirap dan tahu2 sudah dilintangkan didepan dada .

Hoa Pek Touw tidak mengira tenaga lwekang yang dimiliki Pek In Hoei sedemikian sempuma meskipua usianya masih sangat muda, kendati dadanya sudah kena dihantam namun sama sekali tidak roboh terjungkal keatas tanah

Dalam hati kakek tua ini merasa bergidik, sambil tarik napas menahan rasa sakit diatas bahunya ia tatap wajah sianak muda itu tajam tajam . Tetkala dijumpainya Pak In Hoai berdiri serius dihadapannya sambil menyilangkan pedang mustikamya didepan dada, segera ia mendengus dingin.

“Hmmm ! isi perutmu sudah terluka parah, kalau tidak cepat cepat kau obati luka dalammu itu dalam satu jam mendatang jiwa mu bakel melayang. Heeeh ... heeeh ....

heeeh . . . . apa kau anggap aku tak dapat melihat bahwa gayamu memegang pedang saat ini hanya gertak sambal belaka ? aku lihat lebih baik buang saja senjatamu itu ! "

Pek In Hoei sendiri diam diam merasa terperanjat, ia kagum atas ketajaman mata pihak lawannya yang telah berhasil mengetahui akan kekosongan gaya pedangnya itu.

Hatinya jadi bergidik, sambil menahan Pergelangannya yang gemeter keras pikirnya didalam hati ;

“Saat ini paling banter aku cuma sanggup menghadapi tiga jurus serangannya belaka, setelah itu urat nadiku bakal pecah dan jiwaku bakal melayang, apa yang harus kulakukan sekarang ? menerjang keluar dari ruangan ini ? jelas tak mungkin !".

Hoa Pek Touw bukanlah manusia sembarangan, sebagai orang Yang berhati licik sekilas memandang cahaya tajam diujung senjata lawan, dia segera mengetahui kalau pemuda itu sedang bertahan sebisa bisanya, maka dengan suara dingin kembali jengeknya ;

“Dalam kendaan seperti ini loohu hanya cukup menggunakan tiga jurus serangan saja sudah sanggup untuk membinasakan dirimu ! .

Mendadak         Pintu depan didorong orang diikuti Kim

In Eng menerjang masuk kedalam ruangan. “In Hoei" serunya dengan hati cemas, “Kau tidak terluka bukan ?.   "

“Aku tidak apa apa !"

“In Eng, ayoh cepat enyah dari sini !? " hardik Hoa Pek Touw,

“Gie-hu (ayah angkat) ! ampunilah jiwanya dan lepaskanlah dia pergi dari sini!"

Hoa Pek Touw tertawa seram.

“Aku peras keringat puter otak dan banting tulang selama lima puluh tahun sebenarnya apa tujuannya ? kalau ini hari kulepaskan keparat cilik ini maka dikemudian hari jagoan Bu-lim manakah yang sanggup menaklukkan dirinya

...... "

Mandadak ia menoleh dan menghardik : “Pek In Hoei, jangan bergerak !"

Perlahan lahan Pak in Hoei tarik kembali kakinya yang sudah melangkah kedepan, sahutnya lirih :

“Hoa Pek Touw .... janganlah kau terlalu memakan diriku !". ia merandek sejenak kemudian tambahnya ketus.

“Kau harus tahu binatangpun mempunyai semangat untuk bertempur hingga titik darah penghabisan, kau anggap aku sudi takluk dan menyerah dengan begini saja,

??? "

“Hmmm ! rupanya Cian Hoan Lang Koen telah membeberkan semua rencana besarku kepadamu, heeeh .....

heeeeh .... heeeh .... kalau memang demikian adanya, kau semakin tak boleh kulepaskan lolos dari perkampungan Tay Bie San cung ini. Keparat cilik ! ini hari kau harus mati disini !". Keadaan dari Pek In Hoei saat ini benar2 amat kritis, setiap saat kemungkinan besar jiwanya bisa melayang ditangan jago tua itu, mendadak sinar matanya beralih keatas lukisan yang tergantung diatas pembaringan satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya.

Meskipun dia punya tujuan kesitu namun pemuda kita cukup cendik, sinar matanya justru malahan ditujukan kepintu luar.

Melihat sianak muda itu memperhatikan kearah pintu, Hoa Pek Touw mangira día akan meloloskan diri dengan menggunakan kesempatan itu, sambil mendengus dingin badannya segera bergeser empat langkah kesamping dan berdiri tepat didepan pintu .

Setelah itu sambil memandang kearah Pek In Hoei ejeknya :

“Akan kulihat bagaimana caramu menirukan binatang yang akan bertahan hingga titik darah penghabisan, akan kulihat apakah kau sanggup memaksa aku hingga mundur selangkah kebelakang ".

“Setan tua kau tertipu !" seru Pak In Hoei, badannya dengan cepat bergerak, bukan pintu depan yang dituju sebaliknya malah meloncat naik keatas pembaringan.

Menyaksikan perbuatan sianak muda Itu,air muka Hoa Pek Touw berubah hebat, diam diam ia berseru tertahan lalu dengan penuh kegusaran makinya:

“Keparat cilik2, licin benar akal bulus mu !"

Dengan jurus “Pouw Giok Sheng Than" atau Berpeluk tangan Menenggelamkan sampan telapaknya segera menyamber kemuka meaghantam Pek In Hoei yaog ada diatas pembaringan. “Tahan !" bentak Pek ln Hoei sambil membetulkan posisinya.

Hoa Pek Touw melengak, dilihatnya si anak muda itu telah tudingkan senjatanya diatas lukisan gadis di atas dinding itu, air mukanya segera berubah, dengan menahan perasaan batin yang tersiksa bentaknya penuh kegusaran ;

“Pak la Hoei, kalan kau berani merusak lukisanku itu maka semua manusia she Pek yang ada dikolong langit akan kubunuh hingga habis !”

Sambil berdiri tegak Pek ln Hoei menatap Hoa Pek Touw yang sedang marah marah, terhadap makiannya dia tidak menggubris dan tetap berlagak pilon.

“Apakah kau masih membutuhkan lukisan ini ?" tanyanya.

“Sekalipun aku tidak membutuhkan lagi lukisan itu. jiwamu tetap akan kucabut !"

“Sungguh ? kau benar benar tidak membutuhkan lukisan ini lagi ? "

Saking gusar dan mendongkolnya sepasang mata Hoa Pek Touw berubah jadi merah berapi api, dengan gemas dan penuh kebencian teriaknya :

“Kalau kau berani menggores lukisan itu seketika itu jaga Kim In Eng akan kubinasakan lebih dahulu !"

Dengan pandangan bergidik Kim ln Eng menatap wajah Hoa Pek Touw, bagaimana pun juga dia tidak mengira kalau ayah angkatnya begitu kejam dan berhati keji, hatinya jadi dingin dan bulu kuduk pada bangun berdiri ....

“Hmm ! kalau memang kau sudah tidak ingini lukisan ini lagi, baiklah akan kuhancurkan lumatkan jadi berkeping keping ",ancam Pek In Hoei sambil mendengus dingin. Hoa Pek Touw merasa sangat mendongkol, selama hidup dia cuma tahu menjebak orang lain siapa sangka ini hari harus jatuh kecudang ditangan orang bahkan orang itu adalah seorang pemuda yang masih muda belia.

Saking khekinya hampir saja dia muntah darah, dalam hati iapun merasa tetcengang dan tidak habis mengerti, darimana pemuda itu bisa tahu kalau lukisan tersebut adalah benda yang paling disayanginya melebihi jiwa sendiri.

Berpuluh puluh macam akal berkelebat memenuhi benaknya, tetapi sayang tak satupun bisa digunakan untuk memaksa Pek In Hoei menggeserkan pedangnya dari atas lukisan itu.

Akhirnya dia menyerah dan berkata :

“Baiklah ! untuk kali ini akan kulepaskan dirimu pergi dari sini dan aku berjanji tak akan membinanakan dirimu pada hari ini ! " .

Pek ln Hoei mendengus dingin

“Masa dikolong langit benar benar terdapat persoalan yang begini gampang bisa diselesaikan ??? keluarkan dulu obat pemunah dari rumput racun penghancur hati !".

“Bangsat ! jangan terlalu besarkan pentang mulut anjingmu, kalau sampai melampaùi batas permintaan itu, aku bisa korbankan lukisan itu detik ini juga: Hmm.....

kalau sampai aku berbuat nekad hati hati selembar jiwa bangsatmu, tak nanti ku ampuni !".

“Sekalipun aku ajukan penawaram setinggi langit, bukankah kaupun punya kesempatan untuk menawar ? " jengek sianak muda she Pek itu sambil tertawa hambar. “Asal kan kedua belah pihak sudah setuju, maka dagangan Itupun boleh dikatakan telah jadi". “Heeeeh...heeeeeh. heech.. sekarang kau jangan keburu merasa bangga dulu, suatu saat aku berhasil menangkap dirimu Hmm ! saat itulah kau tak akan bisa tertawa lagi

!".

“Itu sih urusan belakangan, buat apa sekarang kita membicarakannya lebih dahulu ? "

Senyuman yang menghiasi bibirnya mendadak membeku, rasa sakit yang luar biasa segera tertera jelas diates wajahnya, kembali pemuda itu muntahkan darah segar.

Melihat kesempatan baik yang sukar ditemukan telah tiba Hoa Pek Touw tak mau sia siakan dengan begitu saja, pundaknya segersabergerak siap loncat kedepan merampas pedangnya atau bila mungkin sekalian membinasakan pemuda itu.

“Tahan " bentak Pek In Hoei dengan alis berkerut kencang.

“Criiiit . . " segulung angin desiran tajam meluncur keluar.

Tubuh Hoa Pek Touw yang, sedang menubruk tiba seketike tertahan dicengah udara, terpaksa in harus melayang turun keatas permukaan tanah.

Walaupun begitu kakek tua ini tak mau begitu saja melepaskan mangsanya dari tangannya segera diayun mengirim satu serangan balasan.

Bruuunk ....... ! angin pukulan itu dengan telak menghantam diatas pergelangan tangan Pek In Hoei yang mencekal pedang.

Sianak muda itu membentak nyaring,sambil ayun tangan kirinya ia mengancam : “Apakah kau hendak menyaksikan dengan mata kepala sendiri kuhancurkan lukisan ini ?"

Tangan kanan bergetar kencang. diantara berkelebatnya cahaya pedang ia perlihatkan sikap hendak manggurat lukisan gadis cantik itu.

Hoa Pek Touw jadi lemas, ancaman tersebut tepat mengenai hati kecilnya, sambil menunjukkan sikap yang sangat menderita bisiknya lirih :

“Kalau kau memang jantan, sekarang juga goreslah lukisanku itu !, ,

Mula mula Pek In Hoei melengak namun segera dia tertawa dingin.

“Apa susahnya berbuat demikian ?"

Sinar matanya berkelebat menyapu sekejap wajah Hoa Pek Touw, kemudian tambahnya :

“Ooooh, betapa indah serta bagusnya lukisan yang luar biasa serta susah dicari keduanya dikolong langit dewasa ini, terutama sekali senyuman manis dari gadis dalam lukisan itu serta pandangan mesrah penuh cinta kasih yang dia perlihatkan, benarkah kau sudah tidak membutuhkannya dan rela kuhancurkan lukisan yang demikian luar biasanya ini ..... aaaah ..... aku merasa radaan sayang "

“Tutup mulut anjingmu !" teriak Hoe Pek Touw. titik air mata mulai membasahi kelopak matanya “Baiklah, ini adalah pil penolak racun, ambillah pergi ! .

Dari sakunya kakek tua itu ambil keluar dua butir pil yang terbungkus dalam lilin dan dilemparkan keatas pembaringan, setelah itu dengan sedih ia tundukkan kepalanya rendah rendah, Walaupun Pek In Hoei telah menggunakan titik kelemahan dari Hoa Pek Touw untuk memaksa dia menyèrahkan pil pemunàh racun itu, namun dalam hati kecilnya dia merasa sangat kagum atas kesetiaan serta kesungguhan cintanya yang telah berlungsung puluhan tahun lamanya tanpa berubah sedikitpun itu,

Pikirnya didalam hati ;

“Sekalipun dia adalah seorang manusia durjana yang paling kejam, paling telengas dan paling licik dikolong langit, namun kesetiaannya serta kesunguhan cintanya terhadap kekasih yang pernah dicintainya puluhan tahun berselang sukar dicari keduanya Aaaaii entah dapatkah

aku meniru kesunguhan cintanya terbadap kekasihku kemudian hari ? "

Tanpa menunjukkan pandangan mengejek atau pandang rendah lawannya, la segera berkata serius :

“Aku telah menderita luka dalam yang amat parah, aku berharap kaupun bisa menghadiahkan pula sebutir pil “Tiang Coen Wan" yang baru saja kau buat itu kepadaku, dengan demikian dalam perjumpaan kita yang akan datang aku tidak sampai kau tundukkan dengan begitu mudah"

Dengan penuh rasa mendongkol Ноa Реk Touw melotot sekejap kearah pemuda itu, rasa gusar dan gemasnya tanpa terasa ikut tersalur keluar lewat pandangan tadi.

Menyaksikan betapa benci dan gusarnya kakek itu memandang dirinya, diam-diam Реk In Hoei sendiripun merasa bergidik sehingga bulu kuduknya pada bangun berdiri.

(Oo-dwkz-oO)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar