Imam Tanpa Bayangan II Jilid 15

 
Jilid 15

SERENTETAN angin serangan yang tajam laksana titiran air hujan meluncur  kedepan langsung menyodok jalan darah Thian Toh Hiat diatas tenggorokan kakek berkerudung hitam itu.

Sentilan jari yang diiringi dengan babatan seruling baja ini bukan lain adalah jurus "Ngo Hoed Ci Pay" atau Buddha sakti maha pengasih, suatu jurus serangan yang maha sakti.

Tampaklah beribu-ribu buah jalur bayangan seruling segera mengepung dan membabat batok kepala lawan.

Gerakan perputaran tubuh Hoa Pek Touw yang gencar laksana ganjsingan itu mendadak berhenti kemudian badannya roboh kearah belakang, kembali dia berhasil meloloskan diri dari dua buah ancaman lawan yang tajam dan maha ampuh tadi.

Dia meraung rendah, seluruh badannya bagaikan sebatang anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur keangkasa, berada ditengah udara badannya kembali berputar, sepasang lengannya diputar keda!am dan melayang turun keatas permukaan dalam sikap yang lurus.

Kendati kakinya pincang tetapi beberapa jurus serangan itu dapat dilakukan dengan sempurna, badannya bagaikan seekor naga sakti menari dan menerobos kesana kemari - antara kurungan beribu-ribu buah bayangan seruling.

Tatkala menyaksikan dua buah jurus serangannya mengenai sasaran yang kosong, It boen Pit Giok segera tarik kembali serulingnya untuk melindungi badan, setelah itu badannya loncat mundur tiga langkah kebelakang takut musuhnya dengan menggunakan kesempatan yang sangat baik itu melancarkan bokongan lagi kepadanya.

Namun Hoa Pek Touw tidak berbuat demikian, dia tetap berdiri serius ditempat semula sambil melingkarkan lengannya. Air muka gadis cantik dari luar lautan berubah hebat, diam-diam pikirnya dengan hati terperanjat :

"Mana mungkin?... darimana dia bisa menguasai pula ilmu sakti Pouw Giok Cioe?"

"Heeeh.... heeeeh..... heeeh.   apakah kau ingin menjajal

pula bagaimana lihaynya tujuh jurus Pouw Giok Chiet Sin ku ini?" terdengar kakek itu menjengek sambil tertawa seram.

"Sebetulnya siapakah kau? kenapa kaupun bisa menguasai ilmu Pouw Giok Chiet Sih dari Ko Supek ku?"

Hoa Pek Touw cuma mendengus dingin tanpa menjawab, mendadak sepasang lengannya diputar, tangan kiri mengayunkan satu pukulan keluar sementara telapak kanan menekan kedalam, satu berputar yang lain membalik dalam sekejap mata munculkan satu tenaga pukulan yang maha dahsyat menggulung kearah depan.

It-boen Pit Giok tarik napas dalam2, seruling baja ditangan kanannya digetar sejajar dengan dada, dengan menciptakan beribu-ribu bayangan seruling yang menggabung jadi satu lapisan cahaya, dia berusaha melindungi dada sendiri.

"Bruuuuk!" tubuh It-boen Pit Giok mundur dengan sempoyongan, angin pukulan yang maha dahsyat laksana gulungan ombak ditengah samudra itu dengan telak mengenai senjata seruling bajanya hingga seketika ia mundur dua langkah kebelakang.

Hoa Pek Touw mendengus dingin, sepasang telapaknya berpisah kedua belah samping, laksana kilat mencengkeram senjata seruling itu.

Belum sempat It boen Pit Giok berdiri tegak, kesepuluh jari lawan telah tiba didepan mata, seketika itu juga tak sempat lagi baginya untuk menghindarkan diri, senjata seruling baja dalam genggamannya kena dicengkeram oleh lawan.

Dalam keadaan gelisah bercampur gusar gadis ayu ini jadi nekad, mendadak ia lancarkan satu tendangan kilat dengan kaki kanannya.

Hoa Pek Touw membuang tubuh bagian atasnya kebelakang, kaki kanan maju menyilang satu langkah kedepan, setelah menghindarkan diri dari datangnya tendangan tersebut sikut kanan bekerja cepat, dalam satu gerakan yang manis tahu-tahu dia sudah berhasil merampas seruling tersebut dari tangan lawan.

Langkah kaki It-boen Pit Giok jadi mengambang, kena dibetot oleh tenaga musuh yang lebih besar daripadanya tanpa dikuasai lagi dia ikut maju dua langkah kedepan.

"Lepas tangan!" bentak Hoa Pek Touw ketus.

Sikut kanannya disodokan kebelakang diikuti dengkulnya ikui bekerja, mengiringi satu desiran dahsyat dihajarnya lengan kiri It boen pit Giok keras keras

Kreeetak..! sungguh jitu datangnya sodokan sikut tersebut, belum sempat gadis dari luar lautaun ini melancarkan serangan balasan, tahu tahu persendian tulang tangan kirinya telah patah.

Rasa sakit yang tak terhingga segera menyerang kedalam ulu hatinya membuat sekujur badan gadis ini gemetar keras, keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh jubahnya, buru buru ia lepas tangan dan loncat mundur kebelakang.

Hoa Pek Touw mendengus dingin. "Hmm ! Loohu sanggup menciptakan seruling ini, maka kini akupun sanggup pula untuk memusnahkan senjata terkutuk ini dari mula bumi"

Sepasang telapaknya diremas, perlahan-lahan menpgencet dan merapatkan bagaikan mesin pres.

Diantara menonjolnya otot o!ot tangan yang berwarna hijau, seluruh badan senjata seruling itu bagaikan dibuang kedalam tungku yang berapi dahsyat segera berubah jadi merah padam, asap hijau membumbung ketengah udara dan perlahan lahan besi tadi meleleh dan membengkok.

Dalam waktu singkat seruling baja berlubang sembilan tadi telah ditekuknya hingga jadi satu lingkaran gelang, diikuti tangan kanannya diayun kemuka kakek tua she Hoa ini menyodorkan senjata yang sudah berubah bentuknva itu kepada diri It boen Pit Giok, ujarnya:

"Bawalah lingkaran baja ini pulang ke istana Hoei Coei kiong mu dipulau Bong Lay To, aetelah melihat benda ini Hoo Bong Jien akan segera mengetahui siapakah diriku"

It boen Pit Giok menerima seruling bajanya yang kini telah bernbah jadi gelang lingkaran itu, teringat akan musnahnya senjata mustika kesayangannya ini tanpa sadar air mata jatuh berlinang membasahi wajahnya yang ayu.

Dengan termangu mangu dia pandang wajah Hoa Pek Touw tanpa berkedip, beberapa saat kemudian dia baru berkata:

"Seandainya kau manguasai ilmu Pouw Giok Chiet Sah maka ilmu Poh Giok Kang pun pasti telah kau kuasai. Kalau tidak maka kau tak akan bisa menandingi supekku dan pada saat itu suhuku pun tak usah turun tangan sendiri untuk membereskan kau" Mendengar ucapan itu Hoa Pek Touw mendongak dan tertawa terbahak bahak.

"Haah... haaah... haaah    apa hebatnya Ko Ek? Hmm !

ilmu Poh Giok Kang. "

Tiba tiba tangannya diluruskan kemuka, sambil menggenggam kepalanya kencang kencang dia ayunkan satu pukulan ketengah udara.

Terdengar suar ledakan yang amat dahsyat dan memekikkan telinga berkumandang memecahkan kesunyian, sebuah pohon besar yang berada kurang lebih empat tombak dihadapannya tahu tahu tumbang dan roboh keatas tanah.

Pasir dan debu segera beterbangan memenuhi angkasa, suara patahnya ranting dan dahan mengiringi gemerisiknya dedaunan yang mencium tanah.

Ilmu pukulan yang maha dahsyat ini bukan saja mengejutkan It boen Pit Giok sidara ayu dari luar Lautan ini, bahkan Ku Loei yang bersembunyi dibelakang pohonpun dibikin terkesiap sehingga untuk beberapa saat lamanya dia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun, matanya terbelalak lebar dan mulutnya melongo.

Mimpipun tidak menyangka kalau Hoa Pek Touw yang selamanya tak pernah membicarakan soal ilmu silat dan seharian penuh selalu menyelidiki soal pertabiban. ilmu barisan, ilmu alat rahasia serta ilmu jebakan itu sebetulnya bukan lain adalah seorang jagoan Bulim yang maha sakti dan maha lihay.

Terdengar Ke Hong yang bertiarap dibelakang tubuhnya berseru dengan nada kaget bercampur ngeri.

"Suhu, bukankah ilmu yang barusan merupakan ilmu Khie kang tingkat tinggi dari aliran Hian Boen? sungguh tak nyana tenaga lwekangnya sedemikian dahsyat dan hebatnya..."

"Akupun tak pernah menyangka kalau Hoa Loo jie sebetulnya berasal dari luar lautan dan berasal dari satu perguruan dengan "Poh Giok cu" Ko Ek sang Loo jie dari tiga dewa bahkan semakin tak mengira kalau dia masih mempunyai ikatan dendam dengan Thiat Tie Sin Nie!" seru Ku Loei pula dengan suara lirih.

Belum habis dia berkata, tampaklah batang pohon besar yang tumbang keatas tanah dan tersisa satu batang dahan sepanjang tiga depa itu tatkala terhembus angin, ternyata bagaikan bubuk tepung saja segera tersebar kemana mana dan dalam sekejap mata lenyap tak berbekas.

Air mukanya berubah semakin hebat, dengan hati terkesiap dia melototi dahan pohon yang lenyap bagaikan bubuk tepung itu, meski ia sendiri adalah seorang jagoan lihay dari perguruan Seng Sut Hay namun sepanjang hidupnya belum pernah ia jumpai kepandaian sedahsyat ini.

Tampaklah It Boen Pit Giok tertawa sedih.

"Aku tak pernah mengira kalau kau berasal dari perguruan Hian It Boen di luar lautan dan merupakan saudara seprguruan dari Ko supek, Hmm demikianpun boleh juga, dengan begitu akupun bisa memberikan pertanggungan jawab dihadapan guruku nanti.”

Ia merandek sejenak, kemudian sambil menahan rasa sakit tambahnya lagi:

"Dalam tiga bulan mendatang, tiga dewa dari luar lautan pasti akan muncul kembali didaratan Tionggoan. aku harap kau masih tetap menanti kedatangan kami disini"

"Selama tiga puluh tahun terakhir belum pernah loohu merasa gembira dan puas seperti hari ini. Nah pergilah dari sini, sebelum aku berubah ingatan untuk membinasakan dirimu, lebih haik kau sedikit mengerti gelagat"

It boen Pit Giok tidak banyak bicara lagi, sambil memegangi lengan kirinya yang terasa amat sakit dia putar badan dan berjalan menuju keluar hutan,

Mendadak..

Satu bentakan nyaring berkumandang datang, Ku Loei dengan langkah lebar munculkan diri dari balik pepohonan.

"Tunggu sebentar!" serunya. "Kau anggap aku bisa memberikan peluang baik bagimu untuk meninggakan tempat ini?"

"Ku Loei!" sela Hoa Pek Touw sambil menegur. "Apa yang kau katakan?"

Kena ditegur Ku Loei terperanjat dan segera berpaling, tampaklah Hoa Pek Touw dengan sepasang mata yang merah .membara bagaikan binatang membara bagaikan binatang liar sedang mengawati wajahnya dengan buas dan menyeramkan.

Dia jadi ngeri, pikirnya :

"Selama lima puluh tahun belakangan belum pernah kujumpai dirinya menunjukkan sikap gusar, kenapa pada hari ini dia bisa berubah dari keadaan biasanya Aach! rupanya kalau aku tetap membangkang maksud hatinya, dia pasti akan menyusahkan diriku! lebih baik aku sedikit tahu diri..."

Ingatan tersebut dengan cepatnya berkelebat didalam benaknya, dia segera tertawa jengah dan berseru.

"Baiklah akan kuturuti maksud hati dari Hoa Loo jie.

Nah! pergilah dari sini!" "Ku Loei, apakah kau masih mempunyai pesan lain?" jcngek It boen Pit Giok dingin.

"Cepat enyah dari sini!" Sekilas rasa sakit hati, pedih dan sedih terlintas diatas wajah It boen Pit Giok yang cantik, dia angkat tangannya untuk menyeka air mata yang membasahi wajahnya, lalu sambil gertak gigi serunya. "Didalam tiga bulan aku pasti akan menghancur leburkan perkampungan Tay Bie San cung jadi rata dengan tanah,"

"Hmm... Hum... akan kunantikan kedatangan kalian" sahut Hoa Pek Touw dingin.

Ia merandek sejenak, kemudian sambil tertawa seram katanya lagi.

"Hoo Bong jien... Hoo Bong Jien... akan kulihat kau bisa hidup sampai kapan lagi?"

Diiringi tertawanya yang serem, dengan tubuh sempoyongan dia berjalan menuju kearah tanah rerumputan disebelah selatan.

It Boen Pit Giok bungkam dalam seribu bahasa, diapun putar badan dan masuk kedalam hutan.

Melihat gadis itu hendak berlalu, Ku Loei sgera mengerling memberi tenda kepada Ke Hong, setelah itu diapun ikut berlalu mengintil dibelakang Hoa Pek Touw. Ke Hong tidak segera bertindak,ditunggunya lebih dahulu sehingga bayangan tubuh Ku Loei serta Hoa Pek Touw lenyap dibalik pepohonan, setelah itu dia baru enjotkan badannya berkelebat mengejar kearah mana perginya It boen Pit Giok tadi.

Baru saja badannya membumbung tinggi ketengah udara terdengar Hoa pek Touw telah membentak dengan nada menyeramkan. "Ke Hong, kau pingin modar?".

Air muka Ke Hong berubah hebat, buru2 dia melayang turun keatas permukaan dan tidak berani mengejar lagi.

"Kau cepat kembali ketelaga Lok Gwat Ouw, mungkin Chin Tiong telah siuman dari pingsannya!".

Kemudian terdengar gelak tertawa Hoa pek Touw yang menyeramkan bergema keluar dari balik pohon, diiringi suara senandung yang nyaring dan lantang mendengungkan diangkasa tiada hentinya.

"Dilautan Timur ada gugusan pulau, Bong Lay namanya

Ditengah gugusan pulau dewa Bong Lay. terdapat satu gunung.

Puncak gunung tinggi menjulang keangkasa. istana dewa berdiri disana,

Kumala sebagai tiangnya, jamrud sebagai atapnya, emas sebagai penglarinya

dan kumala putih sebagai ubinnya. Dalam istana hidup seorang gadis cantik, Bong jien namanya

Bening matanya manis senyumnya cantik melebihi seluruh negeri

Aku sayang aku kagum kepadanya, kuingat kurindukan siang dan malam Kian lama suara senandung itu kian menjauh hingga akhirnya hanya alunan euara yang lirih saja masih mengalun ditengah udara terbawa hembusan angin.

Cahaya sang surya yang berwarna keemas2an menembusi awan diangkasa menyoroti seluruh permukaan telaga Lok Gwat Ouw yang tenang, riak kecil menggulung kian kemari mengiringi hembusan angin yang sepoi sepoi basah

Lorong Koen Liong To didasar telaga tetap gelap gulita dan lembab, tiada sinar terang yang memancar keluar lagi dari bilik dinding batu yeng berdiri kokoh di situ.

Air telaga perlahan lahan mengalir masuk lewat celah dinding yang retak, air membanjiri lorong dan memenuhi lorong rahasia disekelilingnya.

Pek In Hoei yang menggeletak diatas tanah mulai basah tergenang air, lengan kirinya masih merangkul tubuh Wie Chin Siang erat erat sementara pedang penghancur Sang surya berada ditangan kanannya,

Sebiji mutiara yang memancarksn cahaya hijau menerangi seluruh lorong. Benda itu berada didalam genggaman pemuda tadi bukan lain adalah mutiara penolak air.

Entah berapa saat lamanya telah lewat, mendadak tubuhnya bergetar keras diikuti dia menghembuskan napas panjang.

"Aaaach !" dia rasakan seluruh tubuhnya panas seperti dibakar sementara punggungnya dingin membekukan darah, panas dan dingin yang bersamaan ini membuat badannya seperti disiksa. sangat tidak enak dirasakan. Baru saja badannya meronta, dia temukan sesosok tubuh manusia menindihi badannya membuat separuh tubuhnya bagian kanan jadi linu dan kaku.

Dibawah sorot cahaya mutiara yang suram, Pek in Hoei melihat jelas bahwa saja orang itu bukan lain adalah Wie Chin Siang. bulu matanya yang panjang, hidungnya yang mancung, bibirnya yang kecil serta rambatnya yang hitam menambah kecantikan wajah gadis itu,

Perlahan lahan dia menghembuskan napas panjang, bau harum semerbak tersiar keluar dari tubuh dara itu menyerang lubang hidungnya, lama sekali akhirnya ia gigit bibir dan berpikir :

"Bagaimanapun juga aku tak boleh tidur terus ditempat ini sambil memeluk tubuhnya. kalau dia sampai mendusin dan melihat keadaan ini tentu hatinya akan jadi malu. dan akupun jadi merasa tidak enak hati terhadap dirinya.....

Sementara dia masih melamun tidak keruan, mendadak terdengar suara senandung yang tinggi melengking berkumandang datang dari luar lorong rahasia itu,

Meskisun tidak begitu jeias senandung tadi mengalun datang, namun ia dapat merasakan betapa dalamnya kasih sayang serta perasaan cinta yang terkandung dibalik senandung tersebut.

Sepasang alisnya berkerut, diam diam pikirnya: "Sangguh   aneh...   kenapa   didalam   satu   baik   syair

senandung   tersebut   bisa   mengandung   begitu   banyak

perasaan? bukan saja mengandung perasaan sedih, gembira, penderitaan dan siksaan batin bahkan secara lapat lapat terkandung pula ejekan terhadap diri sendiri.

Rasa ingin tahu membuat sianak tanda itu pusatkan segenap perhatiannya untuk mendengarkan irama nyanyian yang kian lama kian bertambah dekat itu, setelah suara itu semakin dekat maka tiap bait syair itupun dapat didengarnya dengan sangat nyata.

Akhirnya dia pejamkan, mata dan menghapalkan bait nyanyian tersebut,

Dilaut Timur ada Gugusan Pulau, Bong Lay namanya

Ditengah gugusan pulau Bong Lay, terdapat satu gunung

Puncak gua yang tinggi menjulang keangkasa, istana dewa berdiri disana

Kumala sebagai tiang, jamrud sebagai atap, emas sebagai penglari dan kumala putih sebagai ubin

Dalam istana hidup seorang gadis cantik, Bong Jien namanya

Bening matanya manis senyumnya, cantik melebihi seluruh negeri

Aku sayang, aku kagum kepadanya, kuingat, kurindukan siang dan malam Namun semuanya tinggal kenangan, Ooh betapa pedih dan sedih hatiku"

"Aaaah, kiranya sebuah lagu cinta...." gumam pemuda she Pek itu. Untung aku tak pernah merindukan seorang gadis hingga menyerupai orang itu,

Suatu ingatan mendadak berkelebat diatas benaknya, ia berpikir lebih jauh: "Kalau ditinjau dari bait syair nyanyian rupanya dia sedang membayangkan pulau dewa Bong lay dilautan Timur, bukankah It Been Pit Giok pun berasal dari situ luar lautan? lalu siapakah gadis yang bernama Bong Jien itu? tapi aku rasa dara itu tentu cantik jelita bagaikan bidadari, kalau tidak tak nanti orang itu demikian kagum dan cinta kepadanya...

Ia buka matanya menatap wajah Wie Chin Siang kemudian pejamkan matanya kembali membayangkan wajah It boen Pit Giok, namun untuk sesaat sukar baginya untuk membedakan mana yang lebih cantik diantara kedua orang gadis itu. Kembali dia berpikir:

"Entah bagaimanakah kalau kedua orang gadis ini dibandingkan dengan gadis yang hidup distana Hoei Coei Kiong itu? siapa yang lebih cantik diantara mereka,"

Baru saja ingatan itu berkelebat didalam benaknya, segera terdengarlah suara langkah kaki manusia yang berat berkumandang dari dalam lorong rahasia itu.

Langkah kaki tersebut yang sebelah terdengar berat sedang yang lain ringan, seakan akan seorang pincang sedang berjalan perlaban lahan.

"Tidak salah, jelas orsng itu pincang kaki sebelahnya" pikir Pek In Hoei dengan hati terkesiap. "Jangan jangan Hoa pek Tonw sirase tea yeng licik dan lihay itu telah datang"

Cepat cepat dia genggam mutiara penolak air semakin semakin kencang, dia berusaha agar cahaya mutiara itu Jangan sampai memancar keluar namun usahanya percuma sebab cahaya hijau itu masih sempat menerobo5 keluar dari celah celah jari tangannya dan menerangi seluruh ruangan. Dalam keadaaan gugup dan gelisah pemuda kita tak sempat untuk berpikir panjang segera dia susupkan mutiara mutiara tadi kedalam tubuh Wie Chin Siang.

Baru saja tangannya disusupkan kedalam tubub gadis itu, terdengar Wie Chin Siang merintih lirih, putar badan dan menyandarkan kepadanya diatas dadanya yang bidang.

Pek In Hoei jadi gugup, tanpa sengaja tangannya yang berada di dalam baju gadie itu menekan diatas sebuah gumpalan daging yang empuk dan mengkal, rasa hangat dan halus segera menyerang batinnya lewat permukaan telapak tangan.

Pikirannya jadi kacau dan jantung berdebar semakin keras, hampir hampir saja dia peluk tubub Wie Chin Siang semakin kencang,

Namun, bagaimanapun juga Pek In Hoei bukanlah seorang pemuda yang rendah martabatnya sekalipun dia merasakan birahi yang melonjak lonjak namun imannya masih cukup teguh untuk mempertanhankan kesadarannya, dia angkat kepala dan tarik napas dalam dalam, ingatan menuju kebirahi dihilangkan dan segenap perhatiannya dipusatkan untus mencari akal bagaimana caranya melepaskan diri dari pencarian Hoa Pek Touw.

"Aach, bukankah ditempat ini terdapat banyak sekali pintu pintu lorong akupun aku tidak mengerti apa kegunaan dari pada pintu yang demikian banyak jumlahnya itu namun asalkan aku menerobos kedalam salah satu diantara pintu pintu itu maka untuk menemukan jejakku dia harus membuang waktu yang sangat banyak. Bukankah ketika yang sangat baik ini dapat kugunakan untuk meloloskan diri dari sisi?"

Setelah ingatan tersebut laksana kilat berkelebat dalam benaknya, tanpa berpikir panjang lagi dia putar badan memasuki kembali pedang Si Jiet Kiamnya kedalam sarung kemudian memeluk tubuh Wie Chin Siang dan berlalu dari situ.

Suara langkah kaki yang berat dan datang itu secara tiba tiba berhenti bergerak diikuti terdengar suara pintu yang dibuka orang:

Diintipnya kearah lorong rahasia itu, secara lapat lapat tampaklah bayangan tubuh Hoa Pek Touw yang tinggi besar sedang bergerak dibawah sorot cahaya lampu.

Dengan cepat ia barkelebat kesamping sambil bersandar diatas dinding tangan kanannya meraba pintu disekitar sana lama sekali akhirnya tombol pintu teraba juga olehnya, menggunakan ketempatan dikala Hoa Pek Touw menutup pintunya hingga mengeluarkan senjata karas, dia menerobos kedalam pintu tadi dan menyelinap masuk.

Sekilas cahaya yang lembut mengikuti gerakan tubuhnya yang menyelinap kedalam ruangan berkelebat didepan matanya.

Ia menghembuskan napas panjang setelah debaran jantung agak berkurang matanya mulai memeriksa keadaan di sekeliling tempat itu.

Terlihatlah dimana ia berada saat ini merupakan sebuah ruang besar, didalam ruangan itu terdapat beberapa buah meja yang terbuat dari kayu cendana, tetapi sangat aneh ternyata disitu tidak nampak sebuah kursipun.

Tepat ditengah ruangan tergantung sebuah tempat lilin yang sangat besar, ditengah tempat lilin tadi terletak tiga buah mutiara yang memancarkan cahaya menerangi permadani merah diatas lantai, cahaya yang suram tadi menambah cantik serta semaraknya tempat itu. Kembali sinar mata pek in Hoei berputar dari permadani merah ia mulai gerakan pandangannya menatap sebuah pintu kecil yang setengah terbuka disebelah kiri ruangan itu.

Pikirnya didalam hati:

"Entah didalam tanah ada penghuni atau tidak? seandainya disitu ada orang hingga kini Wie Chin Siang belum sadar sedang aku sendiripun harus berusaha keras menahan daya kerja racun yang membakar tubuhku, tak nanti aku bisa bertahan terlalu lama".

Beberapa saat dia sangsi, tetapi akhirnya Pek In Hoei mengambil kepuutusan untuk masuk kedalam ruangan itu.

Dalam pada itu suara laugkah kaki dari Hoa Pek Touw telah tiba didepan pintu, rupanya sebentar lagi dia akan masuk kesitu.

Keadaan yang semakin mendesak dirinya itu membuat Pek In Hoei tak dapat berpikir lebih jauh, bagaikan hembusan angin dia peluk tabuh Wie Chin Siang kemudian menerobos masuk kedalam ruangan tadi.

"Aaaaah... " mendadak pemuda itu menjerit kaget, sepasang matanya terbelalak lebar dan menatap diatas dinding dalam ruangan itu tak berkedip.

Sorot matanya yang terpancar keluar dari balik matanya menunjukkan kekaguman rasa tegang dan kaget yang tak terhingga sepasang kakinya seolah olah terpantek diatas tanah. badannya sedikinpun tidak berkutik.

Lama sekali.... dia baru dapat menghembuskan napas panjang dan pujinya.

"Oooh sungguh cantik wajahnya..."

Sambil membopong Wie Chin Siang selangkah demi selangkah dia berjalan mendekati lukisan yang tergantung diatas dinding tembok itu, kurang lebih delapan langkah kemudian ia baru berhenti dsn kembali memuji :

"Sungguh cantik wajah oreng itu! sungguh cantik lukisan tersebut. "

Rupanya ruangan tersebut adalah kamar tidur seorang gadis, tepat diatas ruangan itu kecuali sebuah toilet, sebuah pembaringan besar serta beberapa buah kursi. seluruh dinding dipenuhi dengan gantungan lukisan,

Tetapi diantara lukisan lukisan tersebut hanya sebuah lukisan yang tergantung di atas pembaringan itu saja yang terbesar, maka dari itu setiap orang yang masuk ke dalam ruangan segera akan melihat lebih dahulu lukisan gadis cantik itu.

"Aaai benar benar sangat indah" kembali Pek In Hoei bergumam seorang diri "Entah siapakah yang melukis lukisan ini",

Dia melangkah dua tindak lebih kedepan, terlihatlah disebelah kiri lukisan tersebut tsrtera sebuah cap nama sipelukis, cuma warna merah cap tadi sudah hampir luntur, sekalipun begitu tulisan yang tertera masih kelihatan nyata sekali.

"Aaaah. Hoa pek Touw yang melukis lukisan ini?" dengan segera ia membatin. "Sungguh lihay orang itu, kepandaian apapun berhasil dia kuasai"

Dalam sekejap mata otaknya telah dipenuhi dengan pelbagai pikiran:

"Manusia yang berbakat seni den memiliki banyak macam ilma, macam dia itu sebenarnya merupakan seorang yang sangat cerdik, entah apa sebabnya telah bersekongkol dengan sepasang iblis dari samudra Seng Sut Hay untuk menaklukkan dunia persilatan" Ia mendongak memandang kembali lukisan gadis cantik diatas dinding, lalu pikirnya lebih jauh:

"Rupanya lukisan gadis ini bukan lain adalah gambar dari gadis bernama Bong Jien yang dipuja dan dicintainya itu. tidak aneh kalau dia bisa begitu kegila gilaan serta merindukannya siang dan malam. kecantikan wajah dara ini memang luar biasa sekali."

Ia geleng2 kepala dan menghela napas panjang.

"Asaai entah apa sebabnya dia telah melepaskan diri dari cinta kasih sang gadis yang begitu mendalam, sebaliknya malah melakukan perbuatan perbuatan sadis dan terkutuk terhadap umat Bulim”

Sepasang alisnya berkerut, pikirnya lebih jauh:

"Atau mungkin gadis itu telah terbunuh oleh jago Bulim dari daratan Tioaggoan maka sekarang Hoa Pek Touw akan membalaskan dendam berdarah itu dan disebabkan peristiwa inilah muncul keinginannya untuk mempersatukan seluruh dunia kangouw dibawah kekuasaannya?"

Pelbagai ingatan tersebut dengan cepatnya memenuhi banek sianak muda itu. sementara dia masih berusaha mencari sebab sebab yang mengakibatkan Hoa Pek Touw hendak menguasai seluruh Bulim dengan andalkan kecerdikannya, mendadak terdengar pintu besar didorong orang.

Diikuti terdengar suara langkah yeng sempoyongan bergerak menuju keruang tidur tersebut, langkahnya berat dan kedengarannya seolah olah hendak menerjang masuk kedalam.

Pek In Hoei terperanjat, ia mendusin dari lamunannya, dengan cepat sinar matanya bergerak memeriksa keadaan disekitar ruangan itu untuk coba mencari tempat yang dapat digunakan untuk menyembunyikan diri.

Suara teriakan keras Hoa Pek Touw yang berada diluar ruangan kedengaran semakin nyata, dan apa yang diteriakan pun hanya beberapa patah kata yang sama

"Bong Jien.... Ooooh, Bong Jien..."

Pek in Hoei makin terkesiap, ia sadar bahwa sejenak lagi kekek she Hoa itu pasti akan tiba didalam ruangan itu. maka akhirnya tanpa berpikir panjang lagi menerobos masuk kebawah pembaringan.

"Braaaak...!" pintu kayu terbentang lebar kena dorongan yang keras, Hoa Pek Touw dengan langkah sempoyongan menerjang masuk kedalam ruangan.

Dia lari terus hingga tiba ditepi pembaringan. disana badannya kembali sempoyongan dan akhirnya jatuh berlutut keatas tanah, serunya berulang kali

"Bong Jien.... Oooh Bong Jien ku sayang...!"

Suaranya rendah dan mendatar penuh diliputi rasa cinta yang meluap-luap, seakan akan kekasihnya berdiri dihadapannya dan ia sedang memeluk gadis pujaan hatinya itu.

"Bong Jien... Oooh... Bong Jienku sayang!" serunya dengan suara gemetar. lni hari aku telah berjumpa dengan anak murid perempuan rendah itu, meskipun selama puluhan tahun ini aku telah bersumpah untuk tidak berjumpa kembali dengan parempuan rendah itu dan aku tak akan menggunakan ilmu silatku lagi, tetapi... tetapi... akhirnya aku tak dapat menahan diri..."

ia terbatuk batuk, setelah merandek sejenak terusnya : "Aku telah melukai dirinya, aku suruh dia kembali kelaut Timur den beritahu kepada Ho Bong Jien siperempuan rendah itu. Bahwa didalam tiga bulan mendatang mereka pasti akan tinggalkan luar lautan untuk datang kedaratan Tionggoan. Bong jien sukmamu berada tidak jauh dari sini, sampai waktunya kau dapat menyaksikan sendiri bagaimana kubalaskan dendam sakit hatimu itu..."

Beberapa patah perkataannya ini segera membuat Pek In Hoei yang bersembunyi dibawah kolong pembaringan jadi bingung setengah mati, dengan rasa tercengang dia tidak habis mengerti pikirnya:

"Kalau didengar dari teriakannya Bong Jien, Bong Jien terus terusan aku masih mengira dia rindu dan sayang terhadap kekasihnya, sekarang.... kembali dia sebut sebut Hoo Bong jien dari lautan Timur... Huuu...! sebenarnya dia mau mengangkangi dunia persilatan dan memperbudak jago jago kangouw adalah disebabkan dia mencintai Bong jien ataukah benci terhadap gadis yang bernama Bon Jien?

Pertanyaan itu merupakan satu tanda tanya yang sangat besar baginya, dan untuk sesaat dia tak sanggup memecahkan teka teki ini.

Suara gumaman Hoa Pek touw yang samar dan rendah lapat lapat masih kedengaran berkumandang disisi telinganya, namun apa yang sedang diucapkan sianak muda ini tak dapat memahaminya.

Pek In Hoei yang berada dikolong pembaringan hanya dapat saksikan sepasang lutut Hoa Pek Touw yang berlutut diatas tanah. dan sama sekali tak dapat menyaksikan perubahan air mukanya, oleh sebab itu diapun tidak tahu apa yang sedang dia lakukan pada saat ini.

Nsmun hal yang paling menyiksa batin Pek In Hoei adalah tubuh Wie Chin Siang yang masih dipeluknya dengan kencang itu, bau harum semerbak tubuh seorang gadis perawan tiada hentinya menusuk lubang hidung pemuda ini ditambah lagi dengan tubuhnya yang panas dan bersandar rapat ditubuhnya, dadanya yang empuk dan menempel didada sendiri membuat darah panas dalam tubuhnya bergolak hebat, denyutan nadinya bermbah lebih cepat dan lapat lapat napsu birahi mulai bangkit.

Sianak muda ini sadar akan saat ini dia tak kuasa menahan diri maka satu peristiwa yang hebat pssti akan berlangsung, maka dari itu dia berusaha untuk membuang jauh pikiran yang menunjukkan bahwa tubuh Wie Chin Siang yang halus, empuk dan merangsang itu berada didalam pelukannya.

Tetapi tubuhnya yang panas tetap menggetarkan hatinya. bahkan napasnyapun terasa kian lama kian bertambah panas.

Ia basahi bibirnya yang kering dengan lidah, terasa kobaran api dalam tubuhnya semakin membara, keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya membasahi pipinya dan jatuh ketanah...

Dengan hati gelisah pikirnya:

"Rumput racun penghancur hati itu entah termasuk dalam jenis apa? walaupun hawa racun yang kuhisap tidak banyak ditambah pula dengan pengerahan hawa murni untuk mencegah perluasan racun itu kedalam tubuh, tetapi rasanya tubuhku seakan akan dibakar hangus Sebaliknya dia berada sangat dekat dengan tempat kejadian, hawa racun yang dihisapnya tentu jauh lebih banyak daripada diriku, kobaran hawa panas dalam tubuhnya pasti sukar ditahan, kalau tidak cepat kuperiksa keadaannya sehingga racun itu menyusup kcdalam jantung... waah bisa jadi jiwanya tak akan tertolong lagi..." Saking cemasnya, hampir saja ia cabut pedangnya untuk menerjang keluar..

Mendadak....terdengar Hoa Pek Touw menangis tersedu sedu, bagaikan orang edan teriaknya dengan suara setengah menjerit :

"Kalau aku tidak membinasakan tiga orang setan tua dari lautan timur, dan seandainya aku tidak membunuh serta menginjak injak semua orang kangouw yang pandai bersilat dibawah kakiku, aku bersumpah tidak mau jadi orang"

Teriakan itu menggidikkan hati Pek in Hoei, terasa bulu kuduknya pada bangun berdiri, sekujur badannya gemetar keras, segera pikirnya:

"Latah benar orang ini dan benar besar ambisinya, belum pernah didalam dunia persilatan terdapat manusia sesombong dan sepongah dia. seandainya dia adalah seorang manusia biasa masih mendingan, tetapi kecerdikannya melebihi orang lain, kepandaian silatnya luar biasa... Aaaaai tampaknya pembunuhan besar besaren tak akan terhindar dari dunia persilatan."

Dua rentetan cahsya mata yang sangat tajam memancar keluar dari balik matanya, bekas merah darah diantara, jidatnya kelihatan semakin nyata, mengikuti golakkan hatinya yang berkobar kobar hampir saja dia merangkak keluar dari tempat pensembunyiannya untuk membinasakan Hoa Pek Touw sikakek tua itu.

Tetapi ketika itulah bagaikan seguluag hembuean angin puyuh, Hoe Pek Touw telah menerjang keluar dari pintu ruangan, diiringi dengan suara raungannya yang keras dia berlalu dari pintu.

Dalam sekejap mata suara raungan itu telah menjauh dan akhirnya tak kedengaran lagi. yang tertinggal hanyalah kesunyian serta kesepian yang mencekam seluruh ruangan, membuat keadaan disitu seolah olah kosong dan hampa....

Satelah dia yakin bahwa Hoa Pek Touw tak bakal balik lagi Pek In Hoei menghembuskan napas panjang, sambil mengendorksu hatinya yang tegang perlahan lahan dia merangkak keluar dari tempat persembunyiannya.

Saat inilah dia baru merasakan betapa bahayanya keadaan yang mencekam dirinya barusan, karena pada detik itulah ia telah teringat kembali akan perkataan dari Cian Hoan Lang Koen silelaki tampan berwajah seribu yang berkata:

"Hoa Pek Touw adalah manusia yang paling licik, paling berbahaya dan paling kejam dikolong langit dewasa ini, kecerdasannya, kelihayannya mengatasi lawan serta kehebatannya menggunakan racun tiada tandingannya didalam jaged. "

Sambil membaringkan tubuh Wie Chin Siang diatas pembaringan, pikirnya lebih lanjut:

"Apa yang dilakukannya tadi siapa tahu kalau cuma sandiwara belaka? terhadap manusia yang berakal licik dan sukar diraba perasaan hatinya macam dia harus dihadapi pula dengan kecerdasan serta sikap yang waspada dan hati hati. Kini setelah dia berlalu dari sini, aku rasa tak nanti dia balik lagi kemari"

Ia besut keringat yang membasahi tubuhnya, tundukkan kepala memandang Wie Chin Siang yang sedang tidur dengan nyenyak terasalah betapa cantik wajah gadis itu pipinya yang merah, hidungnya yang mancung serta bibirnya yang mungil membuat jantung terasa berdebar keras. Tenaga tekanan atau golakan hatinya tadi, saat ini seakan akan bendungan yang ambrol sukar dipertahankan lagi, golakan hawa panas dalam dadanya bagaikan gulungan ombak segera mempengaruhi seluruh pikiran.

Suatu keinginan untuk menubruk keatas pembaringan, menindih tubuh gadis itu dan melampiaskan napsu birahinya meluap dalam benaknya, tetapi ia masih coba mempertahankan diri. digigitnya ujung bibir keras keras sehingga terasa amat sakit sekali ingin dia berhasil menekan golakkan nafsu birahi tersebut

Hingga darah segar menetes keluar dari mulut luka diatas bibirnya ia baru sadar kembali, pandangan matanya segera coba dialihkan ketempat, lain dan sebiasanya menghindari bentrokan dengan tubuh gadis yang padat berisi dan menawan hati itu.

Menahan napsu birahi adalah suatu perbuatan yang amat sulit dilaksanakan, dan juga merupakan suatu pekerjaan yang amat menyiksa batin, suatu penderitaan yang benar benar luar biasa.

"Akhirnya eku berhasil juga menguasai golakkan nafsu dalam tubuhku..." gumam peronda itu sambil tertawa getir,

"Tapi dengan demikian aku tak sanggup melakukan pemeriksaan ditubuhnya umuk mencari tahu dibagian manakah dari tubuhnya yang keracunan. "

Sementara dia merasa serba salah, mendadak terdengar Wie Chin Siang berseru

"Air     aku minta air".

Pek In Hoei jadi sangat girang, cepat cepat dia berpaling sambil bertanya:

"Nona Wie, apa yang kau minta?" "Air... aku minta air...”

"Air" Pek Ia Hoei celingukan kesana kemari dan akhirnya tertawa getir. "Disini mana ada air?".

Rupanya Wie Chin Siang merasa sangat tersiksa sepasang tangannya mengurut urut dada sendiri, bibirnya yang terus bergerak tiada hentinya.

Pek In Hoei mengerti pastilah seluruh tubuh gadis itu terasa panas bagaikan dibakar karena daya kerja dari racun rumput penghancur hati yang mengeram ditubuhnya karena kekeringan maka dia ingin minum air, tetapi... darimana ia bisa dapatkan air?

Sementara dia merasa serba salah, mendadak sepasang tangan Wie Chin Siang yang sedang mengurut dadanya itu mencengkeram pakaian yang dikenakan dan kemudian ditariknya hingga robek.

"Breeet...” baju luarnya terkoyak koyak sehingga tampaklah pakaian dalamnya yang berwarna merah.

Pek In Hoei terperanjat, terlihatlah olehnya dibalik pakaian dalamnya yang berwarna merah nampak kulit tubuhnya yang putih bersih bagaikan salju.. getaran tubuhnya yang menawan membuat pikiran orang terasa melayang entah kemana.

Perasaan hatinya kembali bergolak. buru buru dia melengos kesamping, namun satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya, bila ia selain berbuat demikian maka gadis itu pasti akan msti keracunan, oleh sebab itu dengan berat hati dia berpaling kembali.

Sambil gigit bibirnya kencang kencang, tangan kanannya segera ditempelkan keatas pusar gadis itu, maksudnya ia hendak mengucurkan hawa lweekangnya untuk memaksa keluar racun yang mengeram didalam tubuhnya. Tetapi baru saja telapaknya menempel dibawah pusar gadis itu, mendadak sekujai badan Wie Chin Siang gemetar keras, sepasang lengannya bagaikan dua ekor ular dengan cepat merangkul tubuhnya, segulung bau harum ysng memabukkan memancar keluar dari mulutnya dan menusuk lubang hidung pemuda kita.

Rangsagan ini betul betul luar biasa, goncangan hati sianak muda itu sukar dipertahankan lagi, sepasang lengannya segera balas memeluk tubuh gadis itu diikutinya tubuhnya pun menubruk keatas pembaringan dan menindihi tubuh gadis she Wie itu. Terutama sekali bibirnya yang panas segera saling menempel dengan bibir gadis tadi, diciumnya tubuh dara itu. dihisapnya. digigit dan ditempelkannya dengen penuh bernapsu.

Suatu perasaan aneh muncul didalam tubuhnya, ia rasakan bibir Wie Cbin Siang begitu lunak, empuk dan merangsang hingga membuat Pek in Hoei seolah olah sedang menghirup isi cawan arak yang lezat dan menawan hatinya....

Makin lama lengannya yeng memeluk tubuh gadis itu semakin kencang, seakan akan dia hendak peras seluruh isi madu ditubuh dara itu dan dihisapnya hingga habis....

"Ehmmm...." Wie Chin Siang perdengarkan rintihannya yang lirih dan rendah tubuhnya yang halus dan lunak bagaikan seekor ular menggeliat kesana kemari dalam pelukannya, sang badan ikut bergerak kesana kemari menggesekkan setiap pori tubuhnya diatas tubuh pemuda itu..,

Pak In Hoei menghembuskan napas panjang, ia kendorkan lengannya yang memeluk tabuh dara ayu itu, bibirnya pun meninggalkan bibir lawan yang lembut, dari alam impian dia telah balik lagi kealam kenyataan. Matanya dipantang kembali memandang bulu matanya yang halus, hidungnya yang mancung serta bibirnya yang merekah bagaikan bunga mawar, jantungnya terasa berdebar keras.

Kobaran hawa panas dalam tubuhnya membakar isi perutnya semakin hebat, ia hembuskan napas panjang, terasa olehnya api dalam badannya seakan akan hendak melumerkan seluruh tubuhnya.

"Kalau mau melumer, biarkanlah kami melumer bersama!" gumamnya seorang diri.

Rupanya pemuda ini sudah tak dapat menguasai diri lagi, dia angkat wajah gadis itu kemudian dicium bibirnya seakan akan lebah yang sedang menghisap madu diatas bunga mawar...

Rangsangan yang bangun membuat sekujur badan Wie Chin Siang gemetar keras, ia merintih rintih kegirangan sepasang lengannya memeluk leher Pek in Hoei kencang kemudian perlahan lahan bergeser meraba punggungnya...

Gerakan yang seperti sengaja dan seperti pula tidak disengaja ini memancing golakkan napsu birahi yang semakin hebat dari Pek in Hoei. darah panas bergolak makin kencang dan ia rasakan tububnya seakan akan semakin menggelembung besar...

Napasnya makin berat, sepasang tangannya dengan kasar mencengkeram rambutnya...

"Ehmm..." Wie Chin Siang goyangkan kepalanya memperdengarkan rintihan sakit, lengannya ditekuk dan coba mendorong tubuh sang pemuda yang menindih tubuhnya itu Tetapi Pek In hoei sedang berada dalam kekuasaan birahi, dia sama sekali tidak merasakan akan dorongan tersebut

Kembali Wie Chin Siang gerakkan kepalannya. melepaskan bibirnya dari hisapan lawan.

Bibir Pek in Hoei yang panas berkobar tergeser dari bibirnya keatas pipi, diapun menciumi leher dan tengkuk gadis itu.

Wie Chin Siang merintih semakin menjadi, tiba2 ia buka mulutnya dan menggigit telinga pemuda itu...

"Aduuh..." Pek In Hoei menjerit kesakitan. cepat ia lepaskan pelukannya dan meloncat bangun.

Birahinya seketika berkurang beberapa bagian, dengan pandangan bingung diawasinya wajah gadis itu, dalam hati dia tak mengerti apa yang telah terjadi.

Senyuman manis menghiasi bibir Wie Chin Siang yang basah, wajahnya bersemu merah dadu, sambil pejamkan matanya gadis Itu berseru tiada hentinya :

"In Hoei... Oooh, in Hoei..."

Ooo-dw-ooO
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar