Imam Tanpa Bayangan I Jilid 47

 
Jilid 47

"SEDIKIT PUN tidak salah, kami anggota Komplotan Tangan Hitam sudah lama menantikan kehadiranmu!"

Gan In mengerutkan dahinya, lalu sambil ia berkata :

"Keparat cilik she Sun, ada apa engkau menantikan kedatangan aku Gan lo toa di sini??"

"Heehhmm... heehhmm... heehhm..." Sun Gok Kun tertawa dingin, "aku hendak menunggu engkau untuk memenggal batok kepala anjingmu, agar bisa diserahkan kepada ketua kami, dalam pertarungan di kota Lok-yang berpuluh-puluh orang anggota kami terluka oleh ledakan peluru Pek-lek-tanmu, hutang berdarah ini harus dituntut balas dan engkaupun harus memberi keadilan kepada kami..." "Hmmm! Kau mesti tahu batok kepala dari aku orang she-Gan tidak tampang dipetik orang, hey orang she Sun, pergilah mencari berita dulu dari teman-temanmu, manusia manakah dari Perkumpulan

Bunga Merah bisa dianiaya dengan seenaknya..."

Sun Gok Kun melirik sekejap ke arah Jago Pedang Berdarah Dingin kemudian tegurnya :

"Siapakah orang ini??"

Ia tertawa seram, setelah berhenti sebentar lanjutnya :

"Belum pernah kulihat manusia semacam ini dalam Perkumpulan Bunga Merah..."

"Haaaah... haaaah... haaaah... meskipun saudara ini bukan anggota dari Perkumpulan Bunga Merah, akan tetapi dia adalah sahabat karib yang berdiri pada garis serta pandangan yang sama dengan kami, aku dengar pengetahuanmu luas sekali... apa salahnya kalau engkau tebak sendiri siapakah sahabatku ini?"

"Hehhmm... heehhmm... heehhmm... setiap sahabat dari Perkumpulan Bunga Merah harus dibunuh mati!"

"Kau maksudkan aku pun harus mati?" seru Pek In Hoei sambil melangkah maju setindak ke depan.

Sun Gok Kun agak tertegun, kemudian jawabnya : "Mungkin begitu..."

Jago Pedang Berdarah Dingin tertawa dingin, di atas raut wajahnya yang tampan terlintas napsu membunuh yang tebal, ia tarik napas panjang-panjang lalu menatap wajah Sun Gok Kun dengan sinar mata tajam, serunya :

"Hmmm! Kau hendak bertempur melawan aku hanya mengandalkan kekuatan dari kalian beberapa orang saja?"

Sun Gok Kun tercekat hatinya, ia merasakan suatu firasat yang kurang menguntungkan buru-buru katanya :

"Siapa engkau? Aku rasa engkau pasti bukan seorang manusia yang tak bernama bukan?? Antara kami Komplotan Tangan Hitam dengan dirimu toh tak pernah terikat oleh dendam atau pun sakit hati, buat apa kau mencampurkan diri dalam persoalan ini? Ketahuilah campur tanganmu kemungkinan besar akan menghambat masa depanmu dalam dunia persilatan..."

"Hmmm! Jika engkau sudah tahu siapakah sahabatku ini, maka kau tak akan berani mengucapkan kata-kata yang sombong dan gede seperti itu!" ujar Gan In dingin.

Sun Gok Kun menjengek sinis.

"Belum pernah Komplotan Tangan Hitam merasa jeri terhadap orang lain, manusia she Gan! Engkau tak usah menggunakan kata- kata yang gede untuk menggertakkami, setelah engkau melihat tindakan yang akan kami lakukan terhadap dirimu, maka engkau baru akan tahu sampai di manakah kelihayan dari anggota Komplotan Tangan Hitam kami..." "Hmmm! Sahabatku ini she-Pek, orang kangouw pada menyebut Jago Pedang Berdarah Dingin kepadanya, hey orang she Sun kalau ingin mengunjukkan keganasanmu sekarang boleh engkau perlihatkan..."

Sekujur badan Sun Gok Kun gemetar keras setelah mendengar perkataan itu, setiap patah kata dari lawannya seakan-akan anak panah yang menembusi ulu hatinya, ia tak menyangka kalau Jago Pedang Berdarah Dingin yang tersohor karena kelihayannya serta ketelengasannya itu adalah sahabat dari Perkumpulan Bunga Merah, andaikata pihak lawan bisa memperoleh bantuan dari seorang jago lihay itu, bukankah itu berarti bahwa pihak Komplotan Tangan Hitam akan menemui seorang musuh tangguh lagi...

Dengan hati bergidik gumamnya :

"Jago Pedang Berdarah Dingin... Jago Pedang Berdarah Dingin..."

"Hmmm! Apakah engkau merasa tidak terlalu lambat baru mengetahui kalau dia adalah Jago Pedang Berdarah Dingin?" ejek Gan In sinis.

Sun Gok Kun tidak melayani sindiran orang, sambil memberi hormat kepada Pek In Hoei katanya :

"Antara Komplotan Tangan Hitam dengan saudara boleh dibilang bagaikan air sumur tidak saling mengganggu air sungai, aku harap Pek heng suka berpeluk tangan dan tidak mencampurkan diri dalam persoalan ini, kalau engkau suka mengundurkan diri sekarang juga... heeehhh... heeehhh... tentu saja aku merasa amat berterima kasih..."

"Boleh saja kalau engkau tidak inginkan aku mencampuri urusan ini," jawab Pek In Hoei dengan nada dingin, "apakah engkau dapat menyanggupi satu permintaanku?"

"apakah permintaanmu itu?" tanya Sun Gok Kun tertegun. "Bubarkan Komplotan Tangan Hitam, dan hiduplah sebagai

manusia yang baru!" Sun Gok Kun tertawa dingin, ia merasa permintaan yang diajukan Jago Pedang Berdarah Dingin terlalu bersifat kekanak-kanakan, bahkan menggelikan sekali.

"Maaf... seribu kali mohon maaf," katanya, "permintaan yang kau ajukan sulit untuk kami sanggupi sebab kedudukanku di dalam Komplotan Tangan Hitam tidak lebih hanya seorang ketua regu, di atas kami masih atas yang memberi perintah, oleh sebab itu maafkanlah aku jika permintaanmu itu tak dapat kuterima..."

"Hmmmm! Lalu siapakah pemimpin dari Komplotan Tangan Hitam???" bentak Pek In Hoei sambil mendengus.

Sun Gok Kun kembali gelengkan kepalanya. "Pertanyaanmu itu juga tak dapat kujawab!" sahutnya.

"Criiinng...!" di tengah dentingan nyaring sekilas cahaya tajam yang menyilaukan mata terpancar keluar dari tangan Gan In, sambil mencekal pedang yang terhunus ia melotot ke arah Sun Gok Kun sambil bentaknya gusar :

"Bajingan she Sun, kalau engkau tak mau menjawab maka aku akan memaksa dirimu dengan kekerasan!"

"Kalau ingin berkelahi sih gampang sekali," seru Sun Gok Kun sambil ulapkan tangannya, "lagi pula tugas yang kubawa kali ini adalah untuk memetik batok kepala anjingmu, karena itulah kami sengaja pasang jerat untuk memancing engkau berada di sini, tak mungkin bisa turun lagi dengan selamat. Gan In! Lebih baik kita selesaikan persoalan ini di ujung senjata..."

Di kala dia ulapkan tangannya, enam orang pria dengan membentuk lingkaran busur telah bergerak maju ke depan, bayangan pedang berkilauan dan sama-sama mengurung tubuh orang she Gan itu.

Melihat dirinya dikepung oleh enam orang jago lihay dari

Komplotan Tangan Hitam, Gan In segera tertawa dingin, jengeknya : "Sahabat, aku orang she Gan tak akan membuat kalian jadi

kecewa..." Pedangnya berputar di angkasa menciptakan sekilas bayangan pedang yang tajam, walaupun Gan In berada di tengah kepungan enam orang jago lihay akan tetapi ia sama sekali tidak kelihatan jeri, dengan suara keras orang itu membentak, pedangnya menekan ke bawah dan didorong lima cun ke depan, dalam waktu singkat ia sudah mengirim satu serangan kilat ke arah musuh-musuhnya.

Jurus serangan yang dia pergunakan aneh sekali, dalam satu gerakan yang sama ternyata ke-enam orang itu sama-sama sudah terserang olehnya pada bagian tubuh yang berbeda.

Namun ke-enam orang jago lihay dari Komplotan Tangan Hitam bukanlah manusia sembarangan, tubuh mereka segera bergerak menghindarkan diri dari ancaman pedang Gan In yang tajam, diikuti bentakan keras bergema di udara dan enam bilah pedang dengan menciptakan diri jadi sekilas cahaya langsung mengurung tubuh Gan In.

Wakil ketua dari Perkumpulan Bunga Merah ini jadi tertegun, dia tak mengira kalau anggota Komplotan Tangan Hitam yang dijumpainya pada saat ini merupakan jago-jago yang berkepandaian tinggi, hatinya tercekat dan segera bentaknya dengan gusar :

"Sun Gok Kun sungguh luar biasa para pembantu yang kau bawa pada hari ini!"

Sun Gok Kun tertawa bangga, jawabnya :

"Semua anggota Komplotan Tangan Hitam adalah jago-jago kangouw yang punya pengalaman luas. Gan In! Jika hari ini engkau dapat meloloskan diri dari tempat ini, maka aku Sun Gok Kun tak akan memakai she Sun lagi..."

Gan In jadi teramat gusar, secara beruntun dia lancarkan enam buah bacokan ke depan, makinya dengan gusar :

"Engkau si anak kura-kura cucu monyet... she apa yang hendak kau gunakan aku tak ambil peduli, aku hanya ingat bahwa engkau dan ayahmu pernah menggunakan satu bini yang sama, bukankah begitu??" "Kentut busuk nenekmu...! Sun Gok Kun berkaok-kaok marah.

Hampir saja ia muntah darah saking mendongkolnya, dia ulapkan tangannya dan dua orang pria segera melangkah maju dengan tindakan lebar, sambil putar pedang mereka terjun pula ke dalam gelanggang hingga posisinya saat ini menjadi delapan lawan satu.

Jago Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei tidak ingin rekannya dikerubuti, dengan suara dingin ia segera berseru :

"Kalian andalkan jumlah banyak mengerubuti satu orang, apakah hendak menggunakan sistem roda berputar ??"

Sun Gok Kun jadi tertegun, sahutnya :

"Selamanya Komplotan Tangan Hitam tak pernah memperhitungkan jumlah orang dalam bertempur..."

Pek In Hoei tertawa dingin.

"Hmmm... selamanya aku orang she Pek pun tak pernah takut membunuh orang dalam jumlah yang banyak..."

Bersamaan dengan selesainya perkataan itu sekilas bayangan pedang berkelebat dari tangannya, sambil berputar senjata ia lancarkan sebuah bacokan ke arah salah seorang di antara enam jago lihay yang sedang mengerubuti Gan In itu.

"Aduuuh...!" darah segar muncrat ke tengah udara mengikuti berkelebatnya cahaya pedang, jeritan ngeri yang rendah dan serak seakan-akan dipancarkan oleh seekor makhluk aneh yang terluka parah, dengan darah berceceran orang itu terkapar ke atas tanah.

Setelah kehilangan seorang musuh tangguh yang mengerubut dirinya, Gan In merasa tekanan yang mengepung dirinya makin ringan, semangat dari jago ini seketika bangkit kembali, sembari tertawa terbahak-bahak serunya :

"Luar bias, Pek heng! Ayoh seorang lagi..."

Pada saat perkataan dari Gan In baru saja lenyap dari pendengaran, tubuh Jago Pedang Berdarah Dingin sudah menerjang ke udara dan menubruk ke dalam gelanggang sambil lancarkan tiga buah tusukan berantai. Darah segar menyembur ke angkasa dan berhamburan di atas tanah, kembali ada tiga orang anggota Komplotan Tangan Hitam roboh terkapar di atas tanah.

Dalam kejutnya tahu-tahu Gan In sudah kehilangan empat orang musuh tangguh, hal ini membuat semangatnya segera bangkit, dengan tubuh berlepotan darah ia meneter dua orang musuh lainnya.

Bagaikan sukma gentayangan Pek In Hoei melayang kembali ke atas tanah, ujarnya :

"Sun Gok Kun, terus terang kuberitahukan kepadamu... orang banyak dalam pandanganku sama sekali tak ada gunanya, kalau engkau cerdik maka buanglah senjatamu dan menyerah kepada Perkumpulan Bunga Merah..."

Sun Gok Kun berdiri menjublak di tempat semula dengan tubuh kaku, sambil memandang anak buahnya yang terkapar di atas tanah dalam genangan darah, rasa ngeri terlintas di atas wajahnya, jelas ia sedang merasa ketakutan karena menjumpai musuh yang tangguh...

Dengan tubuh gemetar dan bulu kuduk pada bangun berdiri, pikirnya :

"Sungguh cepat gerakan pedang orang ini, seingatku orang inilah merupakan jago yang paling cepat dalam menggunakan pedangnya... dalam satu gerakan empat orang telah dibunuh secara konyol... nama besar manusia berdarah dingin ini benar-benar bukan nama kosong belaka..."

Dengan wajah diliputi hawa napsu membunuh teriaknya :

"Pek In Hoei, kau berani membunuh anak buah Komplotan Tangan Hitam kami itu berarti bahwa engkau adalah musuh besar kami... mulai detik ini semua jago pedang dari Komplotan Tangan Hitam akan memburu dirimu siang mau pun malam... agar engkau merasa tidak tenteram... makan tak enak hidup pun tak tenang... agar setiap hari hidupmu kau lewatkan dalam kesengsaraan..." "Cuuuh....! Kalau cuma andalkan beberapa orang barang rongsokan macam kalian lebih baik tak usahlah mencari kematian bagi diri sendiri..." seru Pek In Hoei sambil tertawa dingin.

Sun Gok Kun jadi semakin gusar, hardiknya :

"Seandainya engkau tahu sampai di manakah kehebatan Komplotan Tangan Hitam, maka engkau tak akan berani mengucapkan kata-kata segede itu."

"Aduuuh!" baru saja perkataannya selesai diucapkan, dari tengah gelanggang kembali berkumandang satu jeritan ngeri yang menyayatkan hati, seorang pria kekar dengan sempoyongan dan tubuh bermandi darah mundur sempoyongan dari kalangan pertempuran, kemudian roboh terjengkang ke atas tanah dan menemui ajalnya seketika itu juga, usus mengalir keluar dari perutnya dan kematian orang itu benar-benar mengenaskan sekali.

Setelah berhasil melenyapkan seorang musuh, Gan In putar pedangnya menerjang ke arah pria terakhir yang masih hidup.

Lelaki itu jadi ketakutan setengah mati, sambil terkencing- kencing dia buang senjatanya ke atas tanah lalu kabur ke arah hutan yang sedang terbakar itu.

Gan In tertawa terbahak-bahak, ia segera meloncat maju ke depan dan siap melakukan pengejaran.

"Saudara Gan, sudah lebih dari cukup modal yang kau peroleh... biarkanlah di kabur," cegah Pek In Hoei sambil tertawa ringan.

"Membunuh beberapa orang lagi berarti keuntungan bagi kita, Pek heng! Engkau benar-benar hebat sekali... dalam sekali gebrakan empat orang sudah kau lenyapkan, jika dibandingkan dengan dirimu... aku masih terpaut jauh sekali, andaikata bukan engkau yang menemani aku... Hmm... Hmm... ini hari selembar nyawa aku orang she Gan telah musnah di tempat ini..."

Sun Gok Kun merasa keder dan ngenes sekali, baru pertama kali bertempur enam orang jago lihaynya sudah musnah tak berbekas, hal ini membuat ia jadi gusar sekali, dengan mata melotot teriaknya : "Bangsat kalian benar-benar berhati kejam!" Gan In mendengus dingin, katanya :

"Kalau kami dibandingkan perbuatan-perbuatan Komplotan Tangan Hitam, maka keadaannya bagaikan langit dan bumi. Enam belas lembar jiwa di dalam perkampungan Nyo kee cung, sembilan nyawa di lembah Hek-see-kok... Hmm... Hmmm Sun Gok Kun! Hutangmu sudah bertumpuk-tumpuk dan tak terhitung jumlahnya, kalau dibandingkan dengan jumlah yang begitu sedikit sebenarnya masih belum terhitung seberapa..."

Karena marahnya sepasang mata Sun Gok Kun berapi-api, serunya dengan benci :

"Karena peristiwa ini Perkumpulan Bunga Merah bakal musnah dari permukaan bumi, di dalam tiga jam kemudian saudara-saudara kami dari Komplotan Tangan Hitam akan menagih hutan ini beberapa kali lipat. Gan In! Engkau harus ingat terus hutang berdarah pada hari ini..."

"Kami akan ingat selalu," jawab Gan In sinis, "kalau engkau merasa punya kepandaian boleh dikeluarkan semua..."

"Gan-heng," ujar Pek In Hoei sambil mencekal pedang mestikanya, "kita harus mencari akal untuk menyelesaikan orang- orang ini..."

"Kejar saja mereka turun gunung," kata Gan In sambil ayun pedangnya, "di bawah sana ada orang-orangku yang sudah siap menantikan kehadiran mereka, ini hari paling sedikit kita harus memberi peringatan kepada orang-orang dari Komplotan Tangan Hitam agar tahu bahwa masih ada sekelompok kekuatan yang masih mampu untuk menundukkan mereka..."

Air muka Sun Gok Kun berubah jadi pucat pias bagaikan mayat, buru-buru serunya :

"Bangsat... kita akan bertemu lagi di lembah Hek-Lan-Tian!"

Rupanya ia sadar bahwa pertarungan yang terjadi pada saat ini tidak menguntungkan pihaknya, sekali pun bertempur lebih jauh akhirnya yang rugi tetap pihaknya, maka orang itu lantas ambil keputusan untuk membawa anak buahnya kabur turun gunung.

Dengan cepat Pek In Hoei mengejar dari belakang, serunya : "Saudara Gan, cepat beritahu kepada saudara-saudara yang

berada di bawah gunung agar menghadang mereka, jangan biarkan seorang pun di antara orang-orang itu berhasil meloloskan diri..."

Gan In segera bersuit nyaring, dari bawah berkumandang pula suitan sautan... yang mana berarti bahwa orang-orang di bawah bukit telah mengetahui maksud wakil ketuanya.

Begitulah Gan In dan Pek In Hoei segera mengejar dari belakang sambil ayunkan pedangnya terus menerus hal itu membuat anggota Komplotan Tangan Hitam jadi ketakutan dan segera kabur secepatnya.

Sementara itu para anggota Perkumpulan Bunga Merah yang menanti di bawah bukit jadi gelisah dan tidak tenang, setelah ditunggunya selama hampir satu jam baik Gan In maupun Jago Pedang Berdarah Dingin tidak memberikan kabar beritanya, terutama sekali Hee Pek-li, sambil berjalan bolak balik dengan pikiran kusut gumamnya :

"Mungkinkah sudah terjadi peristiwa di sana??" Pertapa Nelayan dari Lam-beng gelengkan kepalanya.

"Aaah! Tidak mungkin, Ji tongkee kami cerdik dan cekatan lagi pula pengalamannya luas sekali, tak mungkin ia bisa terjebak oleh perangkap orang-orang dari Komplotan Tangan Hitam, lagi pula Jago Pedang Berdarah Dingin adalah seorang jago lihay dalam dunia persilatan, dengan kerja sama ke-dua orang itu meskipun jumlah musuh lebih banyak pun tak akan bisa mengapa-apakan mereka..."

"Yang paling menguatirkan hatiku adalah adanya perangkap di sana," ujar Hee Pek-li dengan alis berkerut, "meskipun kepandaian silat yang mereka miliki sangat lihay tak urung kadangkala agak teledor juga, asal mereka bertindak gegabah dan terjermus ke dalam perangkap musuh... maka... Hmmm... pamor Perkumpulan Bunga Merah kita niscaya akan merosot..."

Pertapa Nelayan dari Lam-beng adalah seorang jago yang berpengalaman dan punya pandangan yang luas, mendengar perkataan itu dia segera menggeleng.

"Mari kita tunggu sebentar lagi, kalau belum juga ada kabar beritanya maka kita utus dua orang saudara untuk menengok ke atas..."

Dia angkat kepala ke atas, tiba-tiba ditemuinya kebetulan asap tebal dari atas bukit dengan hati yang lega segera ujarnya :

"Ooooh...! Gan Ji-tongkee telah menggunakan peluru Pek-lek- tan-nya, mungkin di atas bukit sudah terjadi pertarungan..."

"Bagaimana kalau kita kirim beberapa orang saudara untuk naik ke atas memberi bantuan..." kata Hee Pek-li gelisah.

Kembali Pertapa Nelayan dari Lam-beng menggeleng. "Meskipun bukit ini tidak terlalu tinggi, akan tetapi untuk pulang

balik paling sedikit membutuhkan waktu selama dua jam, sekali pun kau berhasil mencapai tempat kejadian mungkin pertarungan sudah berakhir... legakanlah hatimu, kalau ada urusan wakil ketua pasti akan memberi kabar kepada kita, lebih baik kita atur diri secara baik-baik, siapa tahu kalau ada anggota Komplotan Tangan Hitam yang melakukan serbuan secara tiba-tiba..."

Mendengar ucapan itu, pria kekar yang berdarah panas itu tak bisa berbuat lain kecuali berdiri tegak di tempat semula, pada waktu itulah dari atas bukit terdengar suitan nyaring, mendengar suitan itu semua anggota Perkumpulan Bunga Merah merasakan semangatnya bangkit kembali.

"Siapkan jaring!" seru Pertapa Nelayan dari Lam-beng dengan suara nyaring, "wakil ketua Gan memerintahkan kita untuk menangkap orang... cepat bersiap-siap!"

Di hari-hari biasa semua kekuatan ini dari Perkumpulan Bunga Merah sudah memperoleh didikan yang ketat, begitu menghadapi masalah besar tak seorang pun di antara mereka yang kelihatan gugup atau kacau, setelah perintah diturunkan maka semua orang segera siapkan jaring dan menyebarkannya di balik semak yang lebar, dengan tenang mereka menanti musuh-musuhnya masuk jaring.

"Semua orang sembunyikan diri!" perintah Pertapa Nelayan dari Lam-beng sambil ulapkan tangannya.

Baru saja jago-jago lihay itu menyembunyikan diri, dari atas bukit berkumandanglah suara bentakan nyaring, terlihatlah puluhan sosok bayangan hitam sedang melarikan diri terbirit-birit turun ke bawah gunung.

Di belakang mereka mengikuti Jago Pedang Berdarah Dingin serta Gan In, dengan senjata terhunus mereka mengejar dari belakang, siapa saja di antara anggota Komplotan Tangan Hitam terlambat sedikit larinya, sebuah tusukan menghantar mereka pulang ke rumah neneknya.

Dengan tenang Pertapa Nelayan dari Lam-beng menunggu hingga para anggota Komplotan Tangan Hitam menginjak ke dalam jaring, kemudian bentaknya keras-keras"

"Jerar jaring..."

Para jago dari Perkumpulan Bunga Merah berlompatan keluar, tiba-tiba jaring raksasa itu merapat dan para anggota Komplotan Tangan Hitam yang tidak menyangka kalau mereka masuk perangkap tak sempat meloloskan diri lagi, mereka semua tertawan dalam jaring itu.

Melihat jebakannya berhasil, Gan In tertawa terbahak-bahak serunya :

"Hay nelayan tua, berapa ekor yang luput terjaring..." "Jangan kuatir, tak seekor pun yang lolos..."

Para anggota Komplotan Tangan Hitam yang sedang melarikan diri mimpi pun tidak mengira kalau pihak Perkumpulan Bunga Merah telah mempersiapkan diri menanti, mereka sadar bahwa dirinya terjebak, untuk menyelamatkan diri sudah tak sempat lagi terpaksa dengan mulut membungkam mereka pasrahkan diri untuk dibekuk.

Gan In menyapu sekejap ke arah musuh yang berhasil ditangkap itu kemudian tanyanya :

"Eeeei...! Di manakah Sun Gok Kun si keparat cilik itu?" "Keparat tersebut licik dan banyak akalnya sebelum tiba di kaki

bukit ia sudah membelok ke jalan lain dan melarikan diri," jawab Pek In Hoei sambil gelengkan kepalanya.

Dalam pergerakan pihak Perkumpulan Bunga Merah kali ini boleh dibilang telah berhasil merebut kemenangan besar ketika jumlah tawanan yang berhasil ditangkap dihitung ternyata jumlahnya ada sembilan orang.

Tentu saja para anggota Perkumpulan Bunga Merah jadi bergirang hati, sebab selama berlangsungnya pertarungan baru ini hari mereka berhasil membekuk tawanan dalam jumlah yang banyak, hanya Pertapa Nelayan dari Lam-beng seorang tetap bermuram durja sambil gelengkan kepala dengan wajah sedih.

"Eeeei... nelayan tua, mengapa kau tidak senang hati?" tegur Hee Pek-li dengan hati tercengang.

Pertapa Nelayan dari Lam-beng gelengkan kepalanya berulang

kali.

"Kemenangan yang berhasil kita rebut pada saat ini hanyalah

suatu kemenangan kecil di tengah pertarungan yang kecil pula, kita tak boleh merasa terlalu puas dan bangga diri. Ketahuilah para anggota Komplotan Tangan Hitam adalah manusia lihay yang bisa menerobos setiap lubang kecil yang ada, mungkin saja di kala kita sedang gembira karena kemenangan ini, mereka lakukan penyergapan secara tiba-tiba... pada saat itu kita akan jadi gugup dan gelagapan, dan korban yang berjatuhan di pihak Perkumpulan Bunga Merah pasti akan besar sekali..."

"Dugaan nelayan tua tepat sekali, kita harus berhati-hati... " sambung Gan In dengan wajah serius. Hee Pek-li yang kebetulan berada di sisi mereka segera memandang sekejap ke arah anggota komplotan itu, kemudian tanyanya :

"Wakil ketua she Gan, bagaimana kita bereskan manusia- manusia itu?"

Gan In tercengang, untuk beberapa saat lamanya ia tak tahu bagaimana mesti membereskan para tawanannya, dalam Perkumpulan Bunga Merah orang ini tersohor sebagai orang yang cerdik, tetapi ketika itu ia jadi serba salah juga dibuatnya.

Satu ingatan berkelebat dalam benaknya dan ia pun berpikir : "Apa yang harus kulakukan terhadap tawanan-tawanan itu,

haruskah ku bunuh mereka..."

Meskipun ia benci terhadap kejahatan dan orang-orang yang berhati kejam, akan tetapi Gan In merasa tak tega untuk menjatuhi hukuman yang setimpal terhadap mereka, kalau suruh ia lepaskan orang itu sudah tentu dia tak sudi, karena kesulitan akhirnya ia bertanya :

"Bagaimana pendapat dari nelayan tua?" Pertapa Nelayan dari Lam-beng tersenyum.

"Semua anggota Komplotan Tangan Hitam merupakan manusia- manusia kejam yang berhati ular kalau kita bunuh mereka semua rasanya tak tega, menurut pendapatku lebih baik kita musnahkan saja ilmu silat yang mereka miliki, daripada di kemudian hari mereka lakukan perbuatan-perbuatan jahat lagi yang mengganggu ketenteraman masyarakat..."

"Usulmu memang amat bagus," kata Gan In sambil mengangguk, "baiklah, kita jatuhi hukuman tersebut kepada mereka semua, di manakah pos kita selanjutnya???"

"Hek-Lan-Tian! Tempat itu merupakan markas besar Komplotan Tangan Hitam, mungkin saja di tempat itu kita bakal melangsungkan satu pertarungan yang seru, sampai waktunya kita harus berhati- hati..." "Kalau begitu kita segera berangkat ke Hek-Lan-Tian!" kata Gan In kemudian sambil ulapkan tangannya.

Para jago dari Perkumpulan Bunga Merah benar-benar mempunyai pendidikan yang keras, setelah perintah diturunkan maka berangkatlah rombongan itu secara teratur.

Gan In menjura kepada Pek In Hoei dan tanyanya :

"Pek-heng, apakah engkau bersedia untuk ikut kami menuju Hek- Lan-Tian..."

"Komplotan Tangan Hitam adalah bibit bencana bagi umat manusia," ujar Pek In Hoei sambil tertawa, "apabila aku bisa gunakan kesempatan ini untuk melenyapkan bencana dari permukaan bumi, hal itu merupakan suatu pekerjaan yang sangat baik. Gan-heng! Ayoh kita berangkat..."

"Kesetia-kawanan Pek-heng terhadap kami benar-benar luar biasa, aku mewakili seluruh sahabat dari anggota perkumpulan kami ucapkan banyak terima kasih atas kesediaan Pek heng, di kemudian hari bila engkau butuhkan tenaga bantuan dari Perkumpulan Bunga Merah asal Pek-heng katakan maka kita semua pasti akan bersedia menyumbang tenaga..."

Buru-buru Pek In Hoei gelengkan kepalanya berulang kali. "Tolong menolong sudah merupakan suatu kejadian yang lumrah

dalam dunia persilatan harap saudara Gan tak usah pikirkan di dalam hati, cuma aku merasa agak heran apa sebabnya Komplotan Tangan Hitam selalu memusuhi perkumpulan kalian? Permusuhan apakah yang terikat di antara ke-dua perkumpulan ini..."

"Aaaaai...!" dengan sedih Gan In menghela napas panjang, "tujuan dari perkumpulan kami adalah melakukan perjuangan yang bermanfaat serta menguntungkan pihak dunia persilatan, tidak lama setelah perkumpulan kami berdiri, Komplotan Tangan Hitam pun munculkan diri, mereka berulang kali mengutus orang untuk mengundang perkumpulan kami menggabungkan diri dengan pihak mereka, tentu saja kami tak sudi berkomplot dengan manusia-manusia semacam itu, maka sejak itulah anggota Komplotan Tangan Hitam melakukan pembunuhan-pembunuhan sadis terhadap anggota kami, dalam persoalan apa pun mereka selalu memusuhi kami..."

"Ooooh...! Apakah kalian gagal untuk menyelidiki siapakah pemimpin dari Komplotan Tangan Hitam?"

"Kalau dibicarakan sungguh memalukan sekali, di hari-hari biasa anggota mereka berdandan seperti orang biasa, membuat kami sama sekali tak tahu apakah mereka anggota Komplotan Tangan Hitam atau bukan, kadangkala di waktu mereka berdiri di sisimu nampak seperti orang jujur, tetapi dalam suatu serangan yang mendadak justru orang itulah yang menghabisi jiwa kita, mengenai pemimpin mereka... aaai! lebih misterius lagi orang itu bagaikan naga yang nampak ekor tak nampak kepalanya!"

Bicara sampai di sini dia menghela napas panjang dan membungkam dengan wajah kesal.

Sepanjang perjalanan menuju Hek-Lan-Tian, anggota Komplotan Tangan Hitam tak nampak munculkan diri lagi, ketika mereka hampir memasuki wilayah musuh, Gan In segera menginstruksikan para anggotanya untuk bertindak lebih berhati-hati sebab dalam keadaan begitu pihak lawan setiap saat mungkin munculkan diri.

Suatu ketika Hee Pek-li munculkan diri dan bertanya : "Wakil ketua Gan, kita akan bermalam di mana??" "Pasang tenda di depan Hek-Lan-Tian!"

"Apakah kita tidak masuk kota..." tanya Hee Pek-li tertegun. Dengan alis berkerut Gan In menggeleng.

"Sebagian besar orang yang ada di Hek-Lan-Tian merupakan anggota Komplotan Tangan Hitam yang menyaru, kalau kita masuk ke sana maka kemungkinan besar akan mendapat serangan atau sergapan dari mereka, untuk menghindari jatuhnya korban yang tak berguna, lebih baik kita berkemah di luar kota saja..." Tiga jam km kota Hek-Lan-Tian sudah berada di depan mata, kota ini tersohor karena nama sebuah kedai yang bernama Hek lan- jian, sebagian besar penduduknya berdagang dan suasana di dalam kota ramai sekali.

Gan In segera memerintahkan anak buahnya mendirikan kemah di luar kota tersebut, para anggota Perkumpulan Bunga Merah yang sudah biasa hidup dalam pengembaraan segera mengerjakan tugasnya masing-masing dengan lancar. Sementara mereka sedang sibuk bekerja, tiba-tiba dari dalam kota Hek-Lan-Tian muncul serombongan manusia, di antaranya terdapat para pekerja kasar yang memikul bahan makanan dan minuman, dua orang berdandan majikan memimpin mereka di paling depan.

Salah seorang di antaranya berdandan kakek bermuka putih berjenggot lebat, ia mengaku sebagai salah seorang hartawan dari kota Hek-Lan-Tian yang sengaja datang untuk menjumpai Gan In.

Dengan cepat wakil ketua dari Perkumpulan Bunga Merah ini munculkan diri, ujarnya :

"Lo sianseng, ada urusan apa engkau mencari diriku??" Hartawan itu tertawa terbahak-bahak.

"Haaaah... haaaah... haaaah... nama besar dari komandan Gan sudah tersohor sampai di man-man, sudah lama aku mengaguminya, terutama sekali perjuangan Perkumpulan Bunga Merah yang memberantas Komplotan Tangan Hitam membuat semua pedang di kota Hek-Lan-Tian merasa amat gembira, aku diajukan sebagai wakil di antara mereka untuk menyampaikan sedikit hadiah untuk kalian semua..."

"Memberantas kejahatan dari muka bumi adalah kewajiban dari kita semua, harap Lo sianseng jangan sungkan-sungkan," sahut Gan In sambil tertawa hambar, "perkumpulan kami tidak ingin mengganggu ketenangan kota kalian, maka kami tidak bersedia masuk kota..."  "Kalau begitu kuucapkan banyak terima kasih dahulu..." hartawan itu ulapkan tangannya dan para pekerja kasar pun menurunkan barang bawaannya.

"Lo sianseng, harap engkau bawa pulang barang-barang itu, pihak kami..."

"Aaaah, cuma sedikit barang bawaan sebagai tanda hormat kami, jika Gan Ji tong-kee tak mau menerima, bagaimana aku bisa mempertanggung-jawabkan diri..."

Habis berkata ia segera memberi hormat dan buru-buru berlalu dari tempat itu.

Gan In jadi gelengkan kepalanya karena kehabisan akal. "Lo sianseng, terima kasih atas pemberianmu..." serunya.

Dengan sorot mata tajam ia melirik sekejap ke arah barang- barang hadiah itu, sebagai seorang jago yang berpengalaman dari kemunculan sang hartawan yang mendadak kemudian berlalu dengan tergesa-gesa timbullah kecurigaan dalam hatinya.

Kepada Hee Pek-li segera perintah :

"Cobalah barang-barang itu, apakah beracun atau tidak??"

Hoa Pek Tuo ambil keluar sebatang jarum perak dan memeriksa semua barang bawaan itu namun sama sekali tidak menunjukkan gejala racunnya, hal ini membuat jago tersebut gelengkan kepalanya dengan wajah tercengang bercampur bingung.

"Malam ini perketat penjagaan di sekitar sini," ujar Gan In dengan wajah serius, "lebih baik barang-barang itu disingkirkan saja, ketahuilah permainan setan pihak Komplotan Tangan Hitam paling banyak, setiap saat kita harus selalu waspada..."

Hee Pek-li berlalu untuk menjalankan perintah, Gan In sendiri sudah melakukan perondaan setiap kemah ia memberi pesan khusus kepada para penjaga malam...

Suasana sunyi dan hening... udara cerah dan angin malam berhembus sepoi-sepoi, ketika kentongan ke-tiga sudah lewat, sebagian besar anggota Perkumpulan Bunga Merah sudah tertidur sementara beberapa orang penjaga malam pun mulai merasakan matanya amat berat...

Pada saat itulah dari balik semak belukar muncul beberapa sosok bayangan hitam, setelah memadamkan lampu di sekitar situ mereka cabut pedang dan menyerbu ke dalam kemah.

Sungguh cepat gerakan tubuh orang-orang itu, di tengah kegelapan malam jeritan ngeri berkumandang memecahkan kesunyian, disusul suara bentakan gusar dari Pek In Hoei memecahkan ketenangan :

"Gan heng, ada sergapan..."

Dengan lincah tubuhnya menerjang ke muka, pedang mestika penghancur sang surya berkilauan memancarkan cahaya tajam, ketika para penyergap menyaksikan bahwa di antara anggota Perkumpulan Bunga Merah ada yang tidak mabok oleh obat pemabok, mereka nampak tertegun kemudian sambil membentak segera menerjang ke arah Pek In Hoei.

Cahaya pedang berkilauan, semburan darah membasahi seluruh permukaan... dengan perkasa Pek In Hoei membinasakan dua orang musuh yang sedang menerjang ke muka itu... kelihayannya ini kontan mengejutkan musuh yang lain hingga mereka mundur kembali ke belakang.

Pada saat itulah Gan In sudah menerjang datang, bentaknya dengan penuh kegusaran :

"Jangan lepaskan seorang pun di antara mereka..."

Dalam perkiraan Komplotan Tangan Hitam, usaha mereka kali pasti akan berhasil dan para anggota Perkumpulan Bunga Merah bisa dibunuh sampai ludes, siapa tahu di tengah jalan muncul tokoh sakti yang segera membabat rekan-rekannya, hal ini membuat mereka jadi ketakutan dan segera melarikan diri terbirit-birit.

Pertapa Nelayan dari Lam-beng dengan bersenjatakan pancingan secara beruntun membinasakan empat orang musuh, sedang Pek In Hoei serta Gan In membinasakan enam orang, kerugian yang diderita pihak Komplotan Tangan Hitam kali ini besar sekali, namun pada pihak Perkumpulan Bunga Merah sendiri kerugian yang diderita boleh dibilang cukup parah juga..."

Menyaksikan kesemuanya itu Gan In menghela napas panjang, ujarnya :

"Kita sudah terkena tipu muslihat dari hartawan keparat itu..." "Aku akan pergi menghitung jumlah anggota kita yang selamat,"

kata Pertapa Nelayan dari Lam-beng sambil menggigit bibir, "Ji tong- kee, engkau tak usah bersedih hati..."

Memandang bayangan punggung Pertapa Nelayan dari Lam- beng yang berlalu Gan In merasa matanya mengembang air mata, ia tak ingin merasakan kekalahan yang mengenaskan itu dan tak ingin menyaksikan wajah-wajah para korban yang mati dalam keadaan mengenaskan itu...

"Undang kemari Hee Pek-li..." teriaknya kemudian dengan suara mendongkol.

Akhirnya Hee Pek-li disadarkan oleh Pertapa Nelayan dari Lam- beng dengan guyuran sebaskom air dingin, dengan wajah ketakutan ia lari menghadap, mukanya pucat dan badannya gemetar.

"Ji tongkee..." serunya.

"Hmmm! Mengapa para anggota kita bisa jatuh tak sadarkan diri?? Ayoh jawab..." bentak Gan In dengan suara keras.

"Ketika kulihat barang-barang yang diberikan hartawan itu tak mengandung racun dan merasa sayang kalau dibuang, maka aku telah bagikan kepada mereka..." Hee Pek-li dengan suara gemetar, "sungguh tak nyana makanan itu mengandung obat pemabuk yang tak berwujud..."

"Hmmm! Tahukah kamu berapa banyak anggota kita yang jadi korban akibat keteledoranmu itu?"

"Delapan orang meninggal dan enam orang terluka," ujar Pertapa Nelayan dari Lam-beng, "sebagian besar dibunuh pada saat tak sadarkan diri, Ji tongkee... harap engkau suka memberi petunjuk dalam mengurusi layon mereka..."

"Aturlah sendiri..."

Pertapa Nelayan dari Lam-beng menghela napas panjang. "Aaaaai...! Inilah pelajaran berdarah bagi kita semua, kita harus

balaskan dendam untuk para anggota kita yang mati, Ji tongkee harap engkau suka mengutus seorang anggota untuk menemui ketua kita, bagaimana juga kita harus melangsungkan suatu pertempuran terbuka melawan Komplotan Tangan Hitam..."

"Benar! Terpaksa kita harus undang kehadiran dari ketua..." jawab Gan In dengan sedih, setelah melotot sekejap ke arah Hee Pek- li dengan pandangan gemas, serunya lagi dengan gusar :

"Hmmm! Semuanya ini adalah gara-gara keteledoranmu... coba lihat begitu banyak anggota kita yang mati... menurut peraturan perkumpulan atas dosamu itu kau bisa dijatuhi hukuman mati..."

Peraturan Perkumpulan Bunga Merah ketat sekali, peduli siapa pun yang melanggar kesalahan maka dia akan dijatuhi hukuman sesuai dengan peraturan, Hee Pek-li sebagai kepala regu tentu saja mengetahui jelas tentang peraturan itu, dengan badan gemetar buru- buru sahutnya :

"Tecu bersedia menjalankan hukuman sesuai dengan peraturan, tapi tecu harap agar pelaksanaan hukuman bisa diundur lebih dahulu, aku hendak balaskan dendam lebih dahulu untuk para saudara yang telah meninggal kemudian baru melaksanakan hukuman..."

Saking sedihnya ia mengucurkan air mata, lanjutnya kembali : "Hamba bukanlah seorang pengecut yang takut mati, tetapi

hamba merasa penasaran kalau tidak membunuh bangsat-bangsat itu dengan tangan sendiri, aku ingin balaskan dendam bagi saudara- saudara kita lebih dahulu, agar sukmaku di alam baka nanti bisa peroleh ketenangan, dengan begitu hamba tak usah malu menjumpai saudara kita yang berada di sana, rasa sedih dalam hatiku pun akan jauh berkurang..." "Ji tongkee, aku ada satu permintaan..." tiba-tiba Pertapa Nelayan dari Lam-beng berkata.

"Nelayan tua, kau ada urusan apa???"

Haruslah diketahui meskipun di hari-hari biasa para jago perkasa ini sering kali bergurau dan tak pernah membedakan tentang tingkatan usia, akan tetapi setelah terjadinya suatu persoalan mereka semua bersikap serius sekali.

Dalam Perkumpulan Bunga Merah kedudukan Pertapa Nelayan dari Lam-beng jauh di bawah kedudukan Gan In, maka dari itu dalam melakukan sesuatu apa pun ia tak berani berlaku gegabah dan semuanya menurut aturan.

Terdengar nelayan tua itu menghela napas panjang dan berkata : "Sekarang adalah saat bagi kita membutuhkan orang lebih banyak, satu orang berarti tenaga kekuatan kita bertambah besar, menurut pendapatku hukuman bagi Hee Pek-li tidak pantas kalau

dilaksanakan pada saat ini..."

"Lalu menurut pendapatmu???"

"Menurut pendapatku lebih baik untuk sementara waktu kita pertahankan jiwa Hee Pek-li, jika Komplotan Tangan Hitam telah kita musnahkan barulah saat itu hukuman dilaksanakan, bila selama ini Hee Pek-li banyak melakukan pahala maka sudah sepantasnya kalau kita memberi kesempatan hidup baginya..."

"Baik!" ujar Gan In kemudian setelah berpikir sebentar, "untuk sementara waktu kukabulkan permintaan itu, tetapi engkau harus ingat bahwa selama penundaan pelaksanaan hukuman ini kau si nelayan tualah yang bertanggung jawab atas segala-galanya,kalau sampai terjadi keonaran maka engkau pun akan kujatuhi hukuman!"

"Aku bersedia memikul tanggung jawab..."

Dengan penuh kesedihan berlalulah Hee Pek-li dari situ, mereka sibuk mempersiapkan penguburan bagi rekan-rekannya hingga tanpa terasa fajar telah menyingsing... Di tengah munculnya cahaya sang surya yang menerangi seluruh jagad, para anggota Perkumpulan Bunga Merah dengan wajah murung memandang delapan buah gundukan tanah baru di hadapan mereka, di situlah ke delapan orang rekan mereka bersemayam.

Selesai melakukan upacara penguburan Gan In mengutus seorang anggota untuk menyelidiki gerak gerik Komplotan Tangan Hitam lalu mengutus pula seorang anggota untuk menghubungi ketua mereka, sesudah itu dengan wajah uring-uringan mereka kembali ke dalam kemahnya masing-masing.

Siangnya setelah bersantap, baru saja Gan In hendak mengajak Pek In Hoei untuk menyelami keadaan lawan di kota Hek-Lan-Tian, tiba-tiba dari depan muncul tiga ekor kuda, dengan cepatnya ke-tiga ekor kuda itu meluncur datang.

Dalam waktu singkat di hadapannya telah berdiri tiga orang pria kekar, sambil angsurkan sebuah kartu merah yang besar katanya :

"Nah, terimalah surat tantangan bertempur dari kami!" Setelah berhenti sebentar, lanjutnya kembali :

"Kami mendapat perintah dari pemimpin kami untuk mengundang para saudara dari Perkumpulan Bunga Merah untuk berjumpa di bukit Siau-In-San kurang lebih sepuluh lie dari sini..."

Kemudian ia melirik sekejap ke arah Pek In Hoei dan menambahkan :

"Mungkin engkaulah yang disebut Jago Pedang Berdarah Dingin Pek toa enghiong???"

"Sedikit pun tidak salah," jawab Pek In Hoei sambil mendengus, "ada urusan apa..."

"Hemmmm... aku Mao Bong sudah lama mengagumi nama besar Pek toa enghiong..."

Diam-diam Pek In Hoei dan Gan In merasa terkejut mendengar nama itu, mereka tak menyangka kalau Lak Ci Kiam atau Pedang Enam Jari Mao Bong yang tersohor di wilayah Kam-siok merupakan utusan dari Komplotan Tangan Hitam, jika ditinjau dari perbuatannya yang jahat serta namanya yang tersohor kejadian ini benar-benar ada di luar dugaan.

Bagian 45

"OOOOH! Kiranya Mao toa-enghiong," seru Pek In Hoei, "Mao-heng hidup makmur di wilayah Kam-siok sebagai raja, mau apa engkau datang kemari sebagai utusan orang? Apakah sudah ganti pekerjaan sebagai penyamun..."

Mao Bong tertawa dingin.

"Aku sendirilah yang mengajukan diri secara suka rela untuk menghantar surat tantangan tersebut, tujuanku bukan lain adalah untuk menyaksikan manusia macam apakah Jago Pedang Berdarah Dingin yang amat tersohor namanya di wilayah selatan itu, Hehmm... heeehhmmm... orangnya sih lumayan, cuma sayang terlalu lembut..." Rupanya ia merasa curiga atas ketenaran nama Pek In Hoei yang dianggapnya masih terlalu muda itu, sedikit banyak hatinya merasa agak kecewa juga setelah bertemu dengan orangnya sesudah jauh- jauh dari wilayah Kam-siok datang kemari dengan tujuan bertemu

dengan jago muda itu.

"Hmmm! Meskipun usia Pek sau-hiap masih muda namun ilmu silatnya tidak muda lagi," seru Gan In dengan suara dingin, "janganlah menganggap setelah engkau menempati kursi pertama di wilayah Kam-siok lantas dalam pandanganmu tiada orang pintar lagi, ketahuilah jago lihay yang ada dalam Bu-lim banyak sekali, dan engkau Mao Bong masih belum terhitung seberapa..."

"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... " Mao Bong tertawa seram, "perkataanmu enak benar kalau dinikmati, aku orang she Mao memang belum pernah menjumpai keadaan seperti ini saudara Gan, kedatanganku kemari bukanlah untuk menengok dirimu, karena itu lebih baik tutup saja mulut anjingmu itu..."

"Ooooh! Jadi kalau begitu Mao-heng sangat memandang tinggi diriku!..." seru Pek In Hoei sambil tertawa hambar. "Hmmm! Memandang tinggi apa? Sungguh mengecewakan sekali..."

Pek In Hoei tertawa dingin.

"Engkau sendiri pun tak terhitung seberapa hebat, aku rasa tidak lebih engkau cuma seorang jago bayaran..."

"Apa kau bilang???" teriak Mao Bong sambil melototkan matanya bulat-bulat, "engkau anggap aku orang she Mao cuma seorang jago bayaran? Hmmm... Pek In Hoei, kau jangan terlalu pandang rendah diriku, selama berada di wilayah Kam-siok asal aku Mao Bong berteriak maka semua orang akan memanggil diriku sebagai Mao toako, kau ini cuma manusia apa?? Bocah cilik yang masih ingusan dan paling banter baru belajar ilmu pedang beberapa hari, berani betul engkau tak pandang sebelah mata kepadaku... hmm... hmmm... engkau terlalu halus sahabat..."

"Haaaah... haaaah... haaaah...... kiranya begitu, maaf... maaf... " seru Gan In secara tiba-tiba.

"Apa maksudmu?" tanya Mao Bong dengan wajah tertegun. "Haaaah... haaaah... haaaah... kalau engkau berteriak maka orang

akan sebut dirimu sebagai Mao toako, tahukah engkau jiwa Pek toako kami ini yang berteriak, apa sebutan orang kepadanya..."

"Orang sebut dia sebagai apa??" "Ooooh... bapakku..."

Mao Bong tidak menyangka kalau Gan In sedang memperolok- olok dirinya, apalagi ketika diingat betapa keras gelak tertawa orang itu, saking mendongkolnya dia segera membentak keras, cambangnya pada berdiri semua bagaikan landak, teriaknya dengan amat gusar :

"Beranikah engkau berduel melawan aku orang she Mao..." "Selama berlangsung konfrontasi antara dua negara, selamanya

utusan ke-dua belah pihak tak berani diganggu, aku tak sudi bertarung melawan dirimu pada saat ini, jika Mao-heng punya kegembiraan maka silahkan mencoba waktunya berada di gunung Siau-in-san nanti, lebih baik sekarang simpanlah tenagamu dan pamerkan saja kemampuan di bukit Siau-in-san nanti..."

"Hmmm! Aku sudah tahu kalau engkau tak berani..."

"Huuuh...! Engkau toh cuma seorang jago bayaran.. ketahuilah aku adalah seorang wakil ketua dari Perkumpulan Bunga Merah, aku tak sudi ribut-ribut dengan jago bayaran macam dirimu itu... Mao- heng sekarang kamu boleh berlalu dari sini..."

"Hmmm! Manusia yang ada di sini tidak lebih hanya serombongan gentong nasi..." teriak Mao Bong dengan gemas.

"Apa yang kau katakan??" tegur Pek In Hoei sambil melangkah maju ke depan.

Mao Bong melirik sekejap ke arah Pek In Hoei dengan pandangan dingin, lalu teriaknya :

"Aku bilang manusia yang berkumpul di sini tidak lebih cuma serombongan gentong nasi!"

Plaaak! Ploook!

Dengan suatu gerakan yang amat cepat Jago Pedang Berdarah Dingin ayunkan telapaknya memerseni dua gablokan keras ke atas wajah Mao Bong, begitu keras gablokan tersebut membuat tubuh sang jago dari wilayah Kam-siok ini mundur beberapa langkah ke belakang dengan sempoyongan.

Pek In Hoei tertawa dingin, serunya :

"Anggaplah gablokan tersebut sebagai suatu peringatan bagi kamu si keparat yang bermulut anjing, lain kali kalau berani bicara sembarangan lagi... Hmmmm jangan salahkan kalau mulutmu akan kurobek sampai telinganya..."

Meminjam kesempatan baik itu Gan In pun mengejek tertawa terbahak-bahak.

"Haaaah... haaaah... haaaah... sahabat Mao, andaikata engkau mencari diriku maka akibatnya tak akan separah itu, siapa suruh kamu cari gara-gara dengan Pek-heng, Heeeeh... heeeeh... heeeeh... dia sih tak suka bicara seperti diriku ini..." "Kamu berani memukul aku??" bentak Mao Bong dengan penuh kebencian... "Hmmm... Hmmm... rupanya kamu memang benar-benar sudah bosan di kolong langit..."

Selama berada di wilayah Kam-siok ia menduduki kursi pertama, selama hidup hingga kini boleh dibilang belum pernah mengalami peristiwa memalukan seperti ini, kontan hawa amarah berkobar hingga seluruh ototnya pada menonjol keluar, matanya berapi-api dan air mukanya berubah jadi merah padam...

"Apa salahku?" jawab Pek In Hoei dengan nada menghina, "aku toh cuma menggablok gentong nasi yang sesungguhnya..."

"Bajingan... aku hendak cabut jiwa anjingmu..." jerit Mao Bong dengan kalap.

Criiing...! Sekilas cahaya pedang bergetar dari tangannya, setelah menggetar sebentar kemudian berputar membentuk gerakan lingkaran busur di udara, laksana kilat ia bacok tubuh pemuda itu.

"Hmmm! Bagus sekali," jengek Pek In Hoei dengan hawa napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, "aku hendak memberi suatu tanda mata di atas tubuhmu, agar semua anggota Komplotan Tangan Hitam tahu bahwa Mao Bong dalam pandanganku tidak lebih cuma seorang badut cilik, seorang kerbau tua yang pandainya cuma mengibul..."

Tubuhnya meloncat maju ke depan dan menerobos lewat di bawah sambaran pedang lawan, gerakan tubuh yang begitu hebat benar-benar mengerikan hati orang yang melihat, sekalipun meluncur lewat di bawah senjata musuh namun tubuhnya sama sekali tidak terluka.

Criiing...! Pek In Hoei meloloskan pedang penghancur sang surya-nya dari dalam sarung, bayangan senjata meluncur ke muka dan memaksa Mao Bong tak mampu membuka matanya kembali.

"Itukah pedang mestika penghancur sang surya??" bisiknya dengan suara gemetar. "Sedikit pun tidak salah, engkau dapat mencicipi bagaimana rasanya pedang mestika dari partai Thiam cong ini, boleh dikata perjalananmu kali ini sama sekali tidak sia-sia belaka..."

Sambil berkata pedang mestika penghancur sang surya-nya menggetarkan tiga titik cahaya tajam di udara, di tengah getaran yang enteng ke-tiga titik cahaya tersebut dengan mengandung desiran angin tajam segera menggulung ke muka.

Air muka Mao Bong berubah hebat, pikirnya :

"Ooooh... rupanya ilmu pedang yang dia miliki luar biasa juga..." Dia sendiri pun merupakan seorang ahli pedang maka barang siapa pun memainkan satu jurus serangan dengan cepat dia akan mengetahui sampai di manakah taraf tenaga dalam yang dimiliki lawannya. Karena itulah meskipun Pek In Hoei cuma mengayunkan pedangnya akan tetapi Mao Bong sudah menyadari bahwa hari ini dia

telah menjumpai musuh tangguh.

Ia tak berani melawan serangan musuh dengan kekerasan, pedangnya secara beruntun melancarkan tiga bacokan ke tengah udara, tubuhnya bergerak maju dan membentak keras, pedangnya dari bacokan berubah jadi suatu tusukan mengancam pinggang si anak muda itu.

Pek In Hoei tertawa ewa katanya :

"Hmmm! Perhitungan sie poa mu ternyata lumayan juga..."

Sang badan maju ke muka dan berada di bawah serangan musuh yang sangat aneh itu, bukannya mundur tiba-tiba dia maju ke depan, laksana kilat pedangnya dilancarkan ke muka menyongsong datangnya serangan lawan...

Triiing...! Sepasang pedang saling membentur satu sama lainnya menimbulkan suara dentingan yang sangat nyaring, tiba-tiba Jago Pedang Berdarah Dingin menarik kembali pedangnya di saat ia putar badan sang pedang kembali diayun ke muka.

"Aduuuh..." Mao Bong menjerit kesakitan, sambil mencekal lengannya ia mundur ke belakang, saking sakitnya keringat dingin sebesar kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya, memandang darah segar yang mengucur keluar dari lengannya ia menggertak kencang-kencang, teriaknya dengan penuh kebencian :

"Sungguh kejam engkau..."

"Hmmm! Anggaplah tusukan pedangku itu sebagai pelajaran bagimu," kata Pek In Hoei dengan suara dingin, "lain kali kalau ingin bicara berhati-hati sedikit..."

"Kentut busuk!" bentak Mao Bong dengan gusar, "belum tentu aku kalah dengan dirimu orang she Pek, kalau engkau punya keberanian ayoh kita bertemu lagi di atas bukit siau-in-san, aku Mao Bong pasti akan menuntut balas atas sakit hati ini..."

Buru-buru dia mengajak dua orang pria lainnya untuk loncat naik ke atas kuda, kemudian mendeprak kudanya dan kabur secepat- cepatnya dari tempat itu diiringi gelak tertawa dari para anggota Perkumpulan Bunga Merah...

******

Di bawah kaki gunung Siau-in-san para anggota Perkumpulan Bunga Merah mendirikan kemahnya, selama akan berlangsungnya pertemuan itu para anggota dari Komplotan Tangan Hitam tak seorang pun yang munculkan diri, hal ini membuat pikiran Gan In jadi amat kalut, ia menitahkan seluruh anggotanya untuk tidak naik gunung secara sembarangan kemudian berpesan pula bila terjadi pertemuan yang tak terduga dengan pihak lawan maka janganlah melakukan pertarungan.

Dengan wajah yang tegang Pertapa Nelayan dari Lam-beng berkata :

"Mungkinkah ketua kita bisa ikut hadir di dalam pertemuan ini masih merupakan suatu pertanyaan besar, kali ini rupanya kehadiran para Komplotan Tangan Hitam disertai dengan persiapan yang cukup sempurna, sebaliknya jumlah kekuatan yang kita miliki terlalu minim sekali, berhasilkah kita rebut kemenangan masih merupakan suatu pertanyaan yang tak bisa dijawab."

"Nelayan tua, kau tak usah terlalu bersedih hati," jawab Gan In dengan wajah serius, "mereka berani menantang kita untuk bertemu di tempat ini tentunya disebabkan mereka sudah menduga kalau ketua kita pasti tak bisa hadir sedang mereka hendak menggunakan siasat ikan besar menelan ikan kecil untuk menyikat kita semua. Sampai waktunya asal kita berjuang dengan segala kemampuan yang kita miliki, aku percaya pihak Komplotan Tangan Hitam pun tak akan mendapat keuntungan apa-apa..."

Pada saat itulah Jago Pedang Berdarah Dingin kebetulan sedang berjalan mendekat, setelah memandang sekejap sekeliling bukit itu tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya, kepada Gan In dia segera berkata :

"Saudara Gan, aku ada satu persoalan yang hendak dirundingkan dengan dirimu..."

"Katakanlah saudara Pek," jawab Gan In sambil tertawa, "kita toh orang-orang sendiri, ada persoalan utarakanlah agar bisa kita rundingkan secara baik-baik."

Pek In Hoei berpikir sebentar, lalu berkata :

"Bentuk dari bukit Siau-in-san ini tegak lurus dan curam sekali batu karang berserakan di mana-mana, asal Komplotan Tangan Hitam berjaga di sekitar tempat itu lalu menyerang kita dengan batu serta senjata rahasia niscaya kita tak mampu untuk menerjang ke atas. Menurut pendapat siau-te, apa salahnya kalau kita berdua memutar ke bukit sebelah belakang sana kemudian menyerbu ke atas hingga bikin mereka jadi kalang kabut dan gelagapan sendiri, setelah pertahanan serta jebakan-jebakan yang mereka siapkan berhasil kita singkirkan, menggunakan kesempatan yang sangat baik itu bukankah saudara- saudara kita dan Perkumpulan Bunga Merah bisa menyerbu ke atas..." "Betul!" teriak Gan In sambil bertepuk tangan, "akal ini memang

bagus sekali..." Dia serta Pek In Hoei secara diam-diam segera melakukan persiapan, setelah meninggalkan pesan kepada Pertapa Nelayan dari Lam-beng ke-dua orang itu segera memutar ke gunung sebelah belakang.

Para Komplotan Tangan Hitam yang berjaga-jaga di bukit sebelah depan dan menghimpun kekuatannya di situ tentu saja tak pernah menyangka kalau pihak lawan bisa menyergap dari arah belakang.

Sepanjang perjalanan Pek In Hoei serta Gan In bergerak dengan sangat berhati-hati, ternyata tiada seorang manusia pun yang menghalangi jalan pergi mereka, ketika mencapai lambung bukit dijumpainya para jago dari Komplotan Tangan Hitam ada yang melakukan perondaan di situ.

Tiga orang anggota Komplotan Tangan Hitam duduk berjejer di belakang sebuah batu besar, waktu itu mereka sedang merokok sehingga asap tembakau membocorkan jejak orang-orang itu.

Pek In Hoei segera memberi tanda kepada Gan In, dua orang jago lihay itu dengan gerakan tubuh bagaikan dua gulung asap meluncur ke tengah udara, setelah berputar satu lingkaran busur tiba-tiba mereka melayang turun di sisi ke-tiga orang musuhnya itu. 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar