Jilid 01
HARI BARU SAJA menjelang sore, ketika disebelah barat kota Kee-bin terjadi suatu kegaduhan. Tampak udara terbakar oleh warna marong dan lelatu (bunga api) yang berhamburan menjulang tinggi, diselang-selingi suara-suara teriakan yang sayup-sayup ber- kumandang:
―Api! Api! Tolong! Tolong ! Apiiiiii !!‖
Nyatalah bahwa ditempat itu telah terjadi kebakaran hebat, sebuah rumah besar sedang dimakan api yang bergulung-gulung mengerikan. Dan dari arah tempat terjadinya kebakaran itu, terlihat dua orang laki-laki yang berlari-larian seraya tidak henti-hentinya mulutnya berteriak: ―Api! Api! Tolong ! Tolong ! Apiiiiii !!‖ Ganjil sekali kejadian ini. Dua orang laki-laki itu hanya berteriak-teriak minta tolong, meneriakan kebakaran akan tetapi mereka sendiri bukannya memberikan pertolongan, tetapi sebaliknya berlarian berebut cepat-cepat untuk meninggalkan tempat terjadinya bencana itu.
Justru saat itu, dari kejauhan tampak seorang laki-laki piauw-su yang agaknya agaknya baru kembali dari mengantar piauw, bergegas memburu kearah tempat terjadinya kebakaran, hingga ia berpapasan dengan kedua orang yang sedang berlarian kabur itu.
Piauw-su itu adalah Lie Kie Pok penduduk kota Siu-ciu. Demi mendengar teriakan kedua orang yang berlarian itu, maka ia cepat- cepat menanyakan rumah siapa yang terbakar.
―Rumah Sun Liok Hok? Cepat-cepatlah, tolonglah mereka bertiga saudara yang masih terkepung api diatas loteng!‖ Demikianlah kedua orang itu memberikan keterangan.
Mendengar keterangan demikian, Lie Kie Pok menjadi sangat terkejut. Terkejut sekali karena Sun Liok Hok adalah sahabat karibnya. Disamping itu, iapun sangat mendongkol terhadap sikap kedua laki-laki yang berlarian pergi itu. Maka ia berseru memanggil:
―Hai sobat! Mengapa kalian tidak membantu memadamkan api?‖
―Jangan salah paham saudara, api berkobar terlalu besar, aku hendak memanggil kawan-kawan untuk memadamkannya!‖. Begitulah seorang diantara kedua orang itu menjawab dengan nada gugup.
―Harap Thio toako menanti saja disana !‖ sahut yang seorang
lagi. Sejenak Lie Kie Pok keheranan. Mengapa orang itu memanggil Thio toako? Akan tetapi sebentar kemudian terpikir olehnya, bahwa mungkin orang-orang itu telah salah lihat, karena hari memang sudah mulai gelap lagi pula, sekaliannya berada dalam keadaan serba terburu-buru.
Lie Kie Pok tak sempat untuk banyak berpikir lagi. Tanpa bersangsi ia menjawab? ―Baik!‖ sambil kemudian berlari cepat- cepat menuju kearah tempat kebakaran dimana kemudian ia melihat api sedang berkobar semakin hebat.
Disekitar rumah itu, memang tampak banyak orang yang berdiri berkelompok-kelompok. Tetapi anehnya, mereka ini tampak seperti sedang menonton bencana itu belaka, dan tidak berbuat sesuatu walaupun diatas loteng terlihat dua orang perempuan sedang berteriak-teriak panik minta tolong dari kepungan api yang bergulung-gulung.
―Hayo tolonglah mereka! Kasihan . .tolonglah mereka ! Aduh ! jilatan api sudah makin dekat.‖ Begitulah orang-orang yang berkelompok itu berseru-seru, akau tetapi tidak seorangpun diantara mereka tampak berusaha memberikan pertolongan.
Kelakuan mereka ini semua membikin Lie Kie Pok tambah mendongkol belaka. Orang diatas loteng sudah hampir mati tertembus api tetapi mereka ini banya membuka mulut, berteriak dan berkasihan belaka.
Sekuat-kuatnya Lie Kie Pok mendesak maju diantara kelompok
―penonton‖ itu. Kemudian tanpa banyak bicara, ia segera menggunakan ilmu Peng-pok jie siau atau Garuda terbang menembus kedua lapis langit, melayang keatas lankan loteng tersebut.
Sebagian besar dari lankan itu sudah habis terbakar. Dari tempat itu, Lie Kie Pok berloncatan melintasi jilatan lidah api memburu kearah dua perempuan yang sudah hampir mati ketakutan itu. Begitulah, maka kedua perempuan itu menjadi sangat bergirang hati demi melihat pertolongan yang akan diberikan orang terhadap dirinya.
Lie Kie Pok tak usah memikirkan tentang larangan adat istiadat tentang dua orang laki-laki dan perempuan yang bersentuhan sebelum kawin, tanpa pikir lagi ia segera menyambar tubuh kedua perempuan itu, kemudian memanggulnya, untuk dibawanya melompat menuruni loteng dengan menggunakan gerak ―Oh-tiap cie hoa‖.
Setelah Lie Kie Pok berbasil menyelamatkan kedua perempuan itu, barulah orang-orang yang berkelompok dibawah itu, berbondong-bondong mendatangi untuk menyadarkan kedua perempuan itu yang menjadi pingsan karena kegirangan.
―Diatas masih ada beberapa orang lagi yang harus ditolong! Harap tuan-tuan sudi menolong kedua perempuan ini‖ Kata Lie Kie Pok seraya memutar tubuh untuk kembali lompat melayang keatas loteng. Teringat olehnya, bahwa Sun Liok Hok sahabatnya tentu masih berada disana.
Akan tetapi, hingga beberapa lama Lie Kie Pok mencari, hasilnya sia-sia saja, ia tidak menemukan seorangpun diloteng maupun disekitar tempat itu, sedangkan nyala api kian membesar membakar apa saja yang lantas ditelannya dengan gulungan lidah api yang berkobar. Tangga loteng sudah hampir habis, sementara api terus menggulung kepertengahan rumah.
―Celaka sekali‖, keluhnya. ―Ternyata takdir telah mengharuskan Liok Hok terbinasa ditembus api‖
Dalam penasarannya itu, Lie Kie Pok menerjang pintu loteng yang sudah seluruhnya dimakan api. Tapi di dalam kamar, tidak seorangpun ia menemukan orang, kecuali mayat seorang bujang perempuan yang telah mati hangus.
Jenggot, kumis dan pakaiannya telah ada yang hangus terbakar. Sedangkan orang yang dicari sudah tak ada lagi, dilain pihak api sudah melanda habis seluruh rumah itu, maka Lie Kie Pok buru- buru menerobos api berlompat turun kebawah.
Waktu itu, ketika Lie Kie Pok baru saja mendaratkan kakinya ketanah, tampaklah dua orang lelaki tua yang datang menghampiri, sambil mengucapkan terima kasih atas pertolongan yang telah diberikan. Lie Kie Pok mengetahui bahwa dua orang lelaki itu memang famili dari kedua perempuan ibu dan anak itu. Lie Kie Pok menjawab hormat.
―Untuk hal itu, kedua Lohu tak perlu memikirkannya lagi. Sudah selayaknya kita saling menolong sesamanya. Cuma yang harus disayangkan adalah Liok hiantit yang harus menerima kematian dengan cara yang demikian menyedihkan. Yah. dia meninggal tanpa dapat diketahui dimana jasadnya…..‖
―Hei, bagaimana? Apakah tuan Lie tidak mengetahui kalau Liok Hok telah pergi ke Hoo lam sejak akhir-akhir ini?‖ Tanya salah seorang diantara kedua lelaki tua itu, dengan sikap keheranan.
―Tidak. Apakah yang terjadi sebenarnya!‖ Lie Kie Pok menjawab sambil menggelengkan kepala.
Kedua orang tua itu yang bernama Kiu Seng Houw dan Kiu Bun lantas menjelaskan kepada Kie Pok tentang duduknya perkara. Bahwa sejak beberapa hari yang lampau, hingga sekarang Sun Liok Hok belum kembali dari perjalanannya ke Hoo-lam, dengan demikian maka jiwanya sebenarnya tidak kurang suatu apa. Sebaliknya, engko piauw-nya yang justeru baru datang dari San-see telah menggantikan Lio Hok, binasa ditelan api. Mendengar keterangan yang demikian, lega juga hati Lie Kie Pok. Sedikitnya hatinya agak terhibur. Oleh karena itu selang beberapa lama ia berkata: ―Syukurlah kalau begitu. Tetapi, harap disampaikan juga rasa duka citaku kepada mereka yang menderita bencana ini‖
Kemudian setelah api dapat dipadamkan dan orang-orang yang mengalami cidera telah diangkut ke rumah sanak familinya untuk diobati, barulah Lie Kie Pok minta diri kepada semua orang untuk meneruskan perjalanan pulang ke rumahnya.
Untuk mengenal lebih jauh siapa adanya piauwsu Lie Kie Pok ini maka marilah kita meninjau kota Siu-ciu dimana pendekar she Lie ini tinggal.
Benar, memang Lie Kie Pok adalah seorang piawsu yang tinggal dikota Siu-ciu. Ia berasal dari Hok-kian, maka tidaklah mengherankan apabila ia mengerti ilmu silat Siauw-lim secara mendalam sekali. Namanya sudah termashur ibarat dapat menggetarkan dunia kang-ouw, terutama dikalangan piauwsu. Oleh karena ini ia berhasil mengangkat namanya berkat ilmu goloknya yang tinggi, maka ia digelari orang sebagai Song-to, atau si Golok Besar. Karena memang senjatanya golok, juga besar dan dahsyat.
Pada usia mencapai dua puluh tiga tahun. Lie Kie Pok pernah jatuh cinta pada seorang puteri hartawan yang bernama Song Bun Nio. Karena puteri itupun ternyata juga menyukainya, maka keduanya lantas mengikat diri, memasuki jenjang perkawinan.
Dari buah perkawinan mereka ini, dua tahun kemudian mereka dianugerahi seorang putera yang kemudian diberi nama Lie Sin Hong. Sepuluh tahun kemudian sejak kelahiran puterinya itu, mereka kemudian pindah ke Siu-ciu, dari Hok-kian kota asal kelahiran mereka. Di Si-ciu, Song-to Lie Kie Pok melanjutkan usahanya sebagai piauw-su atau pengantar barang kiriman. Hingga usianya mencapai
Empat puluh tahun, belum pernah ia mengalami kegagalan dalam pekerjaannya ini. Sedangkan Sin Hong, puteranya telah tumbuh menjadi seorang anak yang tampan, jujur cerdas, dan sebagai seorang anak yang sangat berbakti kepada kedua orang tua.
Kesemuanya ini membuat sang ayah dan ibu sangat menyayangi putera tunggalnya ini. Disamping pekerjaannya memimpin piauw-kiok itu. Lie Kie Pok mendidik putera kesayangannya dengan ilmu silat sejak anak itu berusia enam tahun. Hingga pada usia lima belas tahun maka Lie Sin Hong telah mewarisi tujuh bagian dari kepandaian ayahnya. Sedangkan Song-to Lie Kie Pk sendiri berkat pengalamannya yang makin bertambah dalam pekerjaannya, maka namanya kian hari kian termasbur, baik dikalangan kang-ouw ataupun dikalangan piauw-su. Oleh karena itu, disamping banyak orang yang mengagumi sepak terjangnya, disegani dan dihormati kawan, tidak sedikit pula orang yang mendendam kepadanya.
Pada suatu sore, ketika Lie Kie Pok sedang dalam perjalanan pulang sehabis mengantar piauw di Utara, setibanya di kota Kee bin ia melihat disebelah barat kota, asap kebakaran yang bergulung tinggi.
Lie Kie Pok terkejut, ia ingat bahwa arah tempatnya kebakaran itu mengingatkan dia pada rumah seorang sahabatnya yaitu Sun Liok Hok. Itulah sebabnya maka piauw-su itu lantas memburu datang, hingga akhirnya berpapasan dengan kedua prang laki-laki yang sedang berlarian menjauh dimana mereka menduga Lie Kie Pok sebagai seorang yang dipanggil Thio toako.
Sesampainya di rumah, sesudah berganti pakaian Lie Kie Pok lantas mengobati luka-lukanya bekas terbakar itu dengan bubuk keluaran Siauw-lim. Lalu ia menuturkan kejadian yang baru saja dialami itu kepada anak isterinya, sehingga membuat ibu dan anak menjadi sangat kagum akan kerelaan suaminya menolong jiwa orang dan bersedih akan kemalangan yang telah menimpa keluaga Sun itu.
Hari-haripun berjalan pesat tanpa terasa tiga puluh hari berlalu sudah sejak peristiwa itu.
Ketika itu di daerah pegunungan Pat Kong San banyak terdapat serigala yang acap kali mengganggu pada orang-orang yang kebetulan lewat disitu. Maka untuk kebaikan orang banyak Song-to Lie Kie Pok lalu pergi ke gunung tersebut, membasmi habis seluruh kawanan binatang buas itu hingga selanjutnya orang yang melalui gunung itu tidak lagi mendapat gangguan-gangguan lagi.
Kemudian atas permintaan yang sangat dari berbagai perkumpulan anak muda yang mengagumi kelihaian Lie Kie Pok, dan karena tidak ada alasan untuk menolaknya, disamping Kie Pok Piauwkiok, Lie Kie Pok membuka Kie Pok Bu-koan.
Hingga selanjutnya apabila warta itu tersebut luas, maka berdatanganlah pemuda-pemuda dari dalam kota Siu-ciu maupun dari lain-lain kota memasuki Kie Pok Bu-koan untuk kemudian dibawah pimpinan Song-to Lie Kie Pok mereka mempelajari ilmu silat Siauw-lim. Hingga belum berselang beberapa bulan Kie Pok Bu-koan telah menjadi semakin terkenal dari Siu-ciu sampai ke delapan propinsi sekitarnya.
Harus diketahui bahwa nama Kie Pok Bu-koan menjadi terkenal oleh karena disamping dia memang sangat lihai, juga dia adalah orang yang manis budi pekertinya. Dalam memberikan pelajarannya ia tidak memandang bulan, dan tidak membeda- bedakan baik orang yang belajar padanya itu asli penduduk Siu-ciu atau bukan. Malah dalam memberikan pelajarannya itu sangat teliti. Seluruh kepandaiannya diberikan kepada siapa saja yang sangat mengikuti, kecuali ………. hanya ada kecualinya, dan inilah cacad satu-satunya.
Diantara kepanduan yang dimilikinya itu ia masih memiliki kepandaian simpanan, dan kepandaian inilah kiranya yang telah membuat namanya menjadi sangat terkenal sebagai jagoan yang tak pernah terkalahkan…….
Ilmu simpanan tersebut memang sangat hebat. Pernah dengan ilmu simpanan ini Song-to Lie Kie Pok pada waktu dua puluh tahun yang lalu telah berhasil membinasakan tiga orang loocianpwe dari Ceng Hong Pai.
Dalam memiliki ilmu simpanan itu, Song-to Lie Kie Pok pernah bersumpah didepan gurunya, bahwa kecuali kepada puteranya yang boleh cuma diwariskan lima belas jurus (jadi tidak seluruhnya) ia tidak akan menurunkan ilmu tersebut kepada siapapun.
Sebenarnya ilmu simpanan itu sederhana saja gerakannya, terdiri dari delapan belas jurus dan aslinya bernama Cap Peh Lo Hoan Ong. Akan tetapi sebab dalam hidupnya Lie Kie Pok selalu mempergunakan sebuah golok besar, maka nama itu kemudian dirubahnya menjadi Cap Peh Lo Hoan To, atau berarti delapan belas jurus ilmu golok.
Demikianlah, walaupun kepada muridnya yang paling disayang sekalipun, tanpa kecuali ilmu simpanan tersebut tidak diberikan. Demikianlah sungguh harus disayangkan, hingga di Siu-ciu selain Lie Kie Pok sendiri dan puteranya Lie Sin Hong yang hanya mengerti lima belas jurus belaka, tak ada lagi orang ketiga yang memahami jurus Cap Peh Lo Hoan To, hingga mereka cuma dapat mendengar saja, tidak melihat, bahwa menurut kabar angin Lie Kie Pok memiliki sejenis ilmu golok yang sangat hebat yang disebut sebagai Cap Peh Lo Hoan To.
Itulah kiranya, karena hal-hal tersebut diatas, dibelakang hari Lie Kie Pok akan mengalami peristiwa yang akan menggemparkan seluruh dunia rimba persilatan.
Pada suatu hari karena ia harus pergi ke daerah barat untuk mengirimkan barang-barang piauw, maka iapun segera bersiap- siap. Namun karena entah suatu sebab penyakit apa, ia tidak dapat berjalan, sehingga terpaksa tugas itu ia wakilkan kepada puteranya untuk melaksanakannya, sedang ia sendiri lantas memanggil tabib untuk berobat.
Dua hari kemudian, karena Lie Kie Pok belum sembuh benar dari penyakitnya, maka ia mengutus Beng Su Hoo seorang murid yang paling disayang dan dipercaya untuk menyelesaikan suatu urusan yang sangat penting.
Beng Su Hoo dalam perjalanannya pulang menyelesaikan tugasnya, singgah disebuah rumah makan kenalannya, untuk mengisi perut. Hampir semua orang telah mengenal adanya Beng Su Hoo sebagai murid Song-to Lie Kie Pok yang namanya sangat tenar dan disegani itu. Oleh karena itu, pemilik rumah makan ketika melihat kedatangan Beng Su Hoo segera menyambutnya dengan penuh hormat.
―Sudah lama tidak berjumpa, apakah selama ini Beng ya baik- baik saja?‖ tanya pemilik rumah makan itu dengan roman muka ramah. Yang kemudian disahuti oleh Beng Su Hoo dengan penuh hormat pula.
Justru pada saat itulah seorang pemuda lain yang juga sedang bersantap disitu, memperhatikan Beng Su Hoo dengan penuh selidik. Ketika pemilik rumah makan itu menghampiri padanya, ia bertanya tentang siapakah pemuda yang sangat dihormati itu. Pemilik rumah makan itu lantas menerangkan, bahwa pemuda yarg baru muncul itu adalah seorang murid Song-to Lie Kie Pok yang bernama Beng Su Hoo.
Mendengar keterangan demikian, maka pemuda yang bertanya itu tampak kegirangan.
―Ah, sungguh kebetulan sekali!‖ katanya ―Sudah lama memang aku sedang mencari jalan untuk dapat berguru kepada Lie kauw-su. Sungguh kebetulan, kalau sekarang aku dapat bertemu dengan salah seorang muridnya. Dengan demikian aku dapat mengharapkan pertolongannya untuk menghadap Lie Kauwsu !‖ Begitulah dia berbisik-bisik seorang diri.
―Apakah tuan sudi memperkenalkan diriku dengan Beng toako?‖ bertanya pemuda itu kepada pemilik restoran itu.
Sementara itu, Beng Su Hoo yang sejak tadi mendengar pembicaraan kedua orang itu lantas menghampiri tempat duduk pemuda itu.
Dengan hormat iapun lalu menanyakan maksud dan tujuan, serta pemuda itu.
Melihat sikap Beng Su Hoo yang maris budi itu, maka sipemuda cepat-cepat mengangkat kedua tangannya menghormat, seraya berkata :
―Siauw-te berasal dari Hoo lam, nama saya Bun Kauw she Lian. Sudah lama siauw-te mengagumi gurumu, dan sudah lama siauwte bermaksud untuk berguru kepadanya, akan tetapi sampai sekarang, maksud siauwte ini belum kesampaian. Kebetulan sekali hari ini, kita disini dapat bertemu, dan apabila toako tidak berkeberatan maka aku mobon pertolongan toako untuk mengantar aku menghadap Lie Kauwsu, dan sudi pula menjadi orang perantara agar aku dapat diterima menjadi muridnya. Untuk kebaikan toako nanti, sebelumnya aku mengucapkan banyak-banya terima kasih!‖
Beng Su Hoo yang memang sedang bermaksud hendak pulang ke Siu-ciu dengan segera meluluskan permintaan pemuda yang mengaku bernama Lian Bun Kauw dari Hoo-lam itu.
Begitulah, setelah mereka selesai bersantap, keduanya lantas berpamitan kepada pemilik rumah makan untuk kemudian masing- masing mencemplak kudanya menuju kota Siu-ciu.
Setibanya dikota tujuan, Su Hoo segera membawa Bun Kauw menghadap gurunya dan menerangkan maksud kedatangan pemuda Hoo-lam itu.
Song-to Lie Kie Pok yang ketika itu sudah sembuh dari penyakitnya itu, setelah mendengar penuturan muridnya lantas tertawa bergelak-gelak, seraya berkata kepada pemuda Hoo-lam itu:
―Lohu disini sebenarnya cuma mempunyai nama kosong belaka, maka keliru sekali kalau Lian-heng mengira aku memiliki kepandaian yang demikian tinggi seperti yang Lian-heng duga. Karena itu aku kuatirkan kalau nanti dibelakang hari Lian-heng akan menyesal apabila berguru pada Lohu sekarang, maka menurut pendapatku adalah lebih baik kalau saudara mencari guru yang lain saja yang benar-benar memiliki ilmu kepandaian tinggi‖
Demikianlah Song-to Lie Kie Pok bersikap merendahkan diri, akan tetapi juga secara halus menolak permintaan pemuda yang bernama Lian Bun Kauw itu.
Tetapi, karena pemuda dari Hoo-lam itu meminta dengan sangat terutama sekali Su Hoo membantu permohonan pemuda itu, akhirnya Lie Kie Pok kehabisan akal untuk menolak, dan kemudian meluluskan juga. Pemuda itu setelah mendengar permohonannya diluluskan, lalu iapun menghaturkan terima kasih. Kemudian ia lekas-lekas pergi membeli lilin dan hio untuk melakukan sembahyang pada langit dan buni, bersumpah bahwa ia telah mengangkat guru kepada Lie Kie Pok.
Setelah itu, barulah ia pergi mendapatkan lain-lain pemuda yang sekarang telah menjadi suhengnya. Demikianlah, sejak saat itu, Lian Bun Kauw telah menjadi salah seorang murid diantara kurang lebih tiga puluh pemuda murid Kie Pok Bu-koan, untuk belajar ilmu dibawah pimpinan Lie Kie Pok.
Haripun berjalan cepat tanpa terasa. Sebulan sudah Lian Bun Kauw belajar dalam perguruan Kie Pok Bu-koan
Ternyata Lian Bun Kauw yang walaupun telah bernsia dua puluh sembilan tahun, ia sangat rajin dan memiliki kecerdasan otak yang luar biasa. Lebih- lebih karena sebelum memasuki Kie Pok Bu-koan dia telah mengerti sedikit-sedikit ilmu silat, maka dengan segera walaupun dia merupakan seorang ―anak baru‖ dapatlah berhasil mengalahkan suheng-suhengya yang terlebih dahulu belajar. Disampig itu, ia sangat menaruh perhatian terhadap Lie Kie Pok gurunya.
Kecuali itu, karena sikapnya yang ramah tamah dan rendah hati maka Lian Bun Kauw sangat disukai oleh suheng-suhengnya. Namun demikian sikap Lie Kie Pok terhadap Lian Bin Kauw sangat dingin dan tak acuh sehingga murid-muridnya yang lain jadi tak habis pikir.
Sering Beng Su Hoo menanyakan sikap gurunya yang demikian, akan tetapi ia selalu mendapat jawaban senyuman yang meragukan dari gurunya, tanpa keterangan lain lagi.
Dilain pihak Lian Bun Kauw yang mendapat perlakuan demikian, bukannya gusar ataupun sakit hati sebaliknya bahkan ia semakin tambah rajin, dan semakin menunjukkan hormatnya kepada guru. Bahkan, apabila suatu saat ia keluar rumah, selalu ia kembali keperguruan dengan membawakan arak wangi ataupun makanan yang lezat untuk dihaturkan kepada gurunya. Anehnya, Lie Kie Pok yarg mendapatkan penghormatan demikian rupa, tidak berubah sikapnya, tetap saja acuh tak acuh dan dingin bagai es.
Sementara itu, hubungan antara Beng Su Hoo dan Lian Bun Kauw semakin rapat. Mereka menjadi sahabat yang sangat karib, didalam latihan-latihanpun mereka saling memberikan nasihat- nasihat apabila satu pihak masih melakukan kekurangan didalam melatih ilmu-ilmu silat yang diajarkan oleh guru mereka.
Pada suatu hari, sedang mereka mempelajari ilmu yang baru saja diajarkan, Lian Bun Kauw bertanya kepada Beng Su Hoo :
―Sudah lama kudengar, kabarnya suhu memiliki ilmu simpanan yang disebut Cap Peh Lo Hoan To, cuma aku sangsikan entah kabar itu benar tidak. Apakah toa-hia juga mengetahuinya?‖
Mendengar pertanyaan demikian, memangnya Beng Su Hoo juga mengetahui segera menjawab : ‖Yah memang aku juga pernah mendengarnya.‖
―Kalau begitu, bersediakah toa-hia menanyakan kepada suhu?. kata-katanya Cap Peh Lo Hoan To dijalankan? Aku sendiri tak berani menanya karena tampaknya suhu selalu mencurigai diriku‖ kata Lian Bun Kauw pula, sambil melirik.
Mendengar permohonan itu, tanpa banyak bertanya melit-melit Beng Su Hoo menyanggupi. Ketika Beng Su Hoo hendak lantas bangkit berdiri dari duduknya, maka Lian Bun Kauw cepat-cepat mencegahnya.
―Sabar toa-hia, tak perlu tergesa-gesa. Sesungguhnya suhu tampaknya sangat mencurigai diriku maka kalau kau menyangka secara begini serentak, tentu suhu akan mengetahui bahwa soal ini berasal dari aku. Akibatnya, bukannya dia mau menjelaskan kepadamu, akan tetapi akan gagallah segala-galanya!‖
Sambil berkata demikian Lian Bun Kauw berbisik-bisik. ―Maka sebaiknya menurut pendapatku, yang pertama kali harus kita lakukan ialah bersama-sama mengumpulkan uang sekedar pembeli arak dan sayuran yang baik, yang nanti kita sediakan pada hari ulang tahun suhu. Dan nanti, apabila suhu sudah dalam keadaan mabuk, kita pura-pura meminta kesediaannya untuk memainkan ilmu yang hebat itu. Kukira cara itulah satu-satunya cara yang paling baik. Cuma toa-hia entah suka melakukannya atau tidak‖.
―Tentu saja akan kulakukan‖, sahut Beng Su Hoo tak dipikir panjang lagi, ―Apalagi hal ini ada gunanya bagi kita bersama‖.
Setelah semupakat, maka mereka berdua lalu pergi menemui saudara-saudara seperguruan mereka untuk merceritakan rencana mereka itu. Ternyata kawan-kawan merekapun tidak berkeberatan sebab kebanyakan dari merekapun ingin sekali melihat ilmu golok yang kabarnya luar biasa itu. Mereka sama sekali tidak menduga bahwa dibalik itu sebenarnya Lian Bun Kauw mempunyai suatu maksud tertentu.
Demikianlah, dalam tempo setengah hari mereka telah berhasil mengumpulkan sejumlah uang yang dimaksud. Sore itu juga mereka lantas pergi membeli barang-barang yang diperlukan.
Cepat sekali dua haripun telah berlalu. Hari itu rumah keluarga Lie telah ramai dengan para murid Kie Pok Bu-koan yang saat itu sedang memeriahkan ulang tahun guru mereka. Peringatan ulang
tahun itu dirayakan secara sederhana saja, tidak menyebar surat undangan kepada handai taulan Lie Kie Pok. Diruangan tengah, Song-to Lie Kie Pok tampak sangat gembira melihat murid-muridnya yang begitu menaruh perhatian besar atas dirinya. Sama sekali ia tidak pernah menduga bahwa dirinya kini sedang hendak diperdayai oleh murid yang justru dicurigai olehnya. Dia minum sepuas-puasnya.
Setelah pesta makan minum berjalan beberapa lama, tibalah saat yang ditunggu-tunggu oleh para murid Kie Pok Bu koan. Sedang Lie Kie Pok berada dalam keadaan setengah sinting karena terlampau banyak menenggak air kata-kata. Lian Bun Kauw yang menduga saatnya telah tiba, segera mengedip Beng Su Hoo, untuk mulai menjalan kan tipu muslihatnya.
Dengan segera Su Hoo maju menghampiri gurunya, sambil berlutut lantas berkata : ―Suhu sebenarnya kami semua takkan berani mengajukan permintaan ini, kalau tidak pada hari lahir Suhu sebagai sekarang ini ...‖ tanpa terasa jantung Su Hoo berdebaran keras.
―... Tetapi karena sebagaimana teecu telah katakan tadi ... hari ini adalah hari baik bulan baik, maka kami mohon agar Suhu tidak berkeberatan untuk mempertunjukkan…… mempertunjuk ...‖
―Mempertunjukkan apa?‖ Kie Pok. Membentak tingkahnya benar-benar menunjukkan bahwa ia dalam keadaan sudah sinting.
―……….aa..aa tidak berkeberatan untuk pertunjukkan sualu ilmu ... ilmu yang selama ini Suhu belum turunkan kepada Teecu, seperti Cap….. Cap…..‖
―Ha… ha… ha…. sudah kuduga…. Aku sudah menebaknya!‖ begitulah akibat hebatnya pengarah alkohol pada dirinya, maka Lie Kie Pok telah menjadi lupa daratan, tak ingat lagi ia, bahwa sebagai seorang guru kenamaan sebenarnya ia berkewajiban untuk melarang murid-muridnya dari pengaruh minuman keras. ―Bukankah yang kau maksudkan Cep Peh Lo Hoan To?‖ Lie Kie Pok menegaskan.
Melihat tingkah laku sang guru yang benar-benar sudah lupa daratan dan dari gerakannya tampak ia sudah mulai hendak bersilat, maka para murid menjadi sangat kegirangan, terutama pemuda yang bernama Lian Bun Kauw itu, benar-benar ia mencurahkan seluruh perhatiannya mengawasi.
―Memanglah benar kalau orang mengatakan bahwa pada jaman ini, Cap Peh Lo Hoan To telah lenyap dari muka bumi. Karena meskipun ilmu ini aku pahami sekarang, bila dibanding dengan apa yang pertama kali disiarkan oleh Tat Mo Siansu sendiri, boleh dikatakan ilmu silat Lo Hoan Kun yang sekarang, masih kalah jauh baik mengenai kelihaian ataupun keindahannya‖, demikianlah Song-to Lie Kie Pok memulai dengan pembicaraannya.
―Kalau begitu ternyata anggapan-anggapan orang vang mengatakan bahwa Lo Hoan Kun yang sekarang hanya tinggal kulitnya saja, tidak benar?‖ Lun Bun Kauw yang melihat tipunya telah berbasil ikut menyeletuk. ―Cuma kami semua belum pernah melihat bagaimana sebenarnya jalan-jalan pukulan yang demikian termashur itu. Maka bila suhu tidak berkeberatan sudilah suhu memperlihatkan kepada kami para murid sekalian‖
Memangnya Song-to Lie Kie Pok sudah mabuk seratus persen, maka tanpa pikir panjang lagi berkata sambil tertawa : ―Oh, jadi kalian ingin mengetahainya? Baiklah untuk menambah pengertian kalian akan kuperlibatkan kepada kalian kedelapan belas jurus ilmu itu. Cuma, cuma …..‖
―Cuma apa suhu?‖ tanya sekalian murid itu dengan hati berdebar.
―Cuma sayang puteraku tidak ada bersama kalian hingga ia tidak dapat menyaksikan ketiga jurus yang terakhir yang belum pernah kuterangkan kepadanya‖ Song-to Lie Kie Pok celingukan mencari-cari ―Hai, Sin Hong! Sin Hong!‖.
Begitulah ia memanggil-manggil puteranya. Ia tidak ingat sama sekali bahwa puteranya tengah mewakili dirinya mengantar piauw ke daerah barat sejak dua bulan yang lalu ……….
―Murid-muridku ! apakah puteraku belum kembali?‖ tanyanya berteriak.
―Belum suhu, puteramu belum kembali‖ sahut murid-murid itu hampir serempak.
―Tapi suhu, bukankah yang tiga jurus itu boleh diterangkan saja nanti setelah dia pulang?‖ Bun Kauw menyeletuk dengan tidak sabar.
―Ya, baik. Baik perhatikanlah !‖
Setelah berkata demikian, maka Song-to Lie Kie Pok segera menanggalkan baju luarnya, lalu tanpa menyadari bahaya yang akan mengancam dirinya dibelakang hari nanti, lantas menggerakkan tangannya bersilat menuruti jurus-jurus Cap Peh Lo Hoan To.
Berar-benar Cap Peh Lo Hoan To bukanlah nama kosong belaka. Gerakan-gerakannya sederhana, tidak sulit untuk dipahamkan. Akan tetapi dibalik itu, dibalik gerakan-gerakan yang sederhana itu, tersembunyi suatu tenaga yang luar biasa serta banyak pecahannya. Dan yang meyakinkan ilmu itu harus memiliki kegesitan yang sangat tinggi. Demikianlah, di tengah ruangan itu dalam keadaan lupa daratan Song-to Lie Kie Pok telah memperhatikan Cap Peh Lo Hoan To yang menurut sumpahnya tidak sembarangan dipertunjukkan.
Sekalian murid-muridnya menjadi semakin kagum dan memuji- muji akan kehebatan gurunya, hingga Lie Kie Pok tengah menjalankannya, setelah mendengar dirinya dipuji-puji dan dikagumi oleh para murid, segera iapun meneruskan gerakan- gerakan ilmu itu dari awal sampai akhir tapa ada satu juruspun yang dilewatkannya.
Sedang murid-murid Kie Pok Bu-koan tenggelam dalam kekaguman, adalah cuma Lian Bun Kauw sipemuda Hoo-lam yang memiliki kecerdasan otak luar biasa, duduk diam sambil mencurahkan seluruh perhatiannya pada kedelapan belas jurus Cap Peh Lo Hoan To yang saat itu dijalankan dengan tangan kosong.
Diam-diam pemuda Hoo-lam itu mengucap syukur dalam hati ia berkata : ―Ayah, kau harus menghaturkan rasa syukurmu kepada Tuhan yang Maha Adil yang telah memberikan jalan kepada puteramu ini hingga dapat memahami benar-benar seluruh jurus Cap Peh Lo Hoan To yang sangat kau takuti itu.‖
Sementara itu, setelah selesai menjalankan seluruh jurus-jurus ilmu silat simpanannya itu, Lie Kie Pok segera kembali ketempat duduknya dengan paras muka tak berubah, dan napasnyapun tidak tersengal-sengal.
Pada saat itu juga Lian Bun Kauw mengambil tiga cawan arak yang segera dihaturkannya kepada
Sementara itu, setelah selesai menjalankan seluruh jurus-jurus ilmu silat simpanannya itu, Lie Kie Pok segera kembali gurunya, dan kemudian diteguknya habis.
Sampai hari lewat jauh malam barulah makan minum itu berakhir.
Hari berikutnya, mendadak Lian Bun Kauw telah menghilang dari perguruan. Hingga dua hari ia ditunggu-tunggu, tidak juga tampak kembali, makin Song-to Lie Kie Pok jadi sangat terkejut. Ia sadar bahwa kini ia telah tertipu oleh murid yang selama ini telah dicurigainya itu. Lie Kie Pok marah-marah, dengan muka merah padam ia menggebrak meja sambil berseru : ―Aku sudah kena tipu! Aku tertipu!!‖ Akan tetapi sadarpun sudah tak ada gunanya lagi. Lian Bun Kauw, pemuda yang sejak semula kedatangannya telah dicurigai, kini telah pergi. Pergi setelah ia berhasil mencuri lihat Cap Peh Lo Hoan To secara lengkap delapan belas jurus.
Lie Kie Pok berusaha mengingat-ingat untuk mengenali siapa adanya pemuda yang mengaku berasal dari Hoo-lam itu, akan tetapi tentu saja ia tidak berhasil mengenalinya. Sungguh tak terkira, betapa guru itu akan terkejut, andaikata ia dapat mengetahui bahwa sebenarnya Lian Bun Kauw anak salah seorang dari ketiga locianpwe yang dua puluh tahun yang lalu pernah dihancur binasakaa olehnya.
Setelah buntu ingatannya, maka sambil berteriak-teriak Lie Kie Pok menyuruh orang untuk memanggil Beng Su Hoo. Sesaat kemudian murid kesayangannya itu telah datang menghadap.
―Hmm ! Bagus benar perbuatanmu ya?‖ Song-to Lie Kie Pok mendamprat menumpahkan kemarahannya kepada murid yang disayanginya. ―Sebenarnya mengapa kau bawa-bawa bajingan itu?‖
―Setelah ia berani meloloh aku sampai mabuk, ia berani juga mencuri kedelapan belas jurus ilmu simpananku ! Sekarang dengan enak saja kau biarkan dia minggat dari sini !‖
―Bagaimana mencurinya, suhu?‖ tanya Su Hoo yang menjadi takut bercampur keheraran mendengar kata-kata gurunya itu.
―Dasar goblok ! Sungguh tak punya otak! Apakah kau tidak tahu bahwa bajingnn itu mempunyai kecerdasan otak seratus kali lipat dari pada kau?‖ Beng Su Hoo terperanjat. Sekarang barulah ia sadar bahwa kawan yang telah dianggapnya sebagai saudara itu kiranya telah menipunya!
―Dulupun ia itu sebenarnya sudah hendak menolak permohonannya! Tapi apa mau dikata kau malah membantu dia membujuk diriku untuk menerima dia. Sekarang setelah terjadi hal seperti ini, apakah kau hendak berdiam diri Saja?‖ bentak Lie Kie Pok yang belum hilang marahnya.
Beng Su Hoo demi melihat gurunya yang telah menjadi demikian gusar terhadap dirinya, buru-buru ia berlutut sambil berkata gemetaran.
―Sebenarnya sungguh teecu tak pernah menduga, mimpipun tidak, bahwa pemuda itu bukan manusia baik-baik. Sebab selama lama dia berdiam dalam perguruan ini, selama itu dia tidak pernah melakukan sesuatu yang patut dicurigai. Akan tetapi kenyataan dia telah membuat suhu sangat menyesal, dan semuanya ini akibat kecerebohan teecu masukkan racun kedalam tempat ini. Oleh karena itu, teecu bersedia menanggung segala akibatnya, teecu akan mencari dia hingga ketemu, dan bila perlu untuk menebus dosa teecu, teecu rela mengorbankan jiwa teecu‖
Mendengar jawaban muridnya yang demikian, lagi pula memang Bcng Su Hoo juga tidak bisa terlalu disalahkan, maka kemarahan Lie Kie Pok agak surut. Dengan menghela napas ia berkata penuh penyesalan:
―Sejak semula aku telah menduga bahwa bajingan itu bukan manusia baik-baik. Tetapi untuk membuktikan kata-kata dalam hatiku sengaja aku telah menerima dia menjadi murid. Siapa sangka, ternyata dugaanku tidak meleset sama sekali ‖
Sehabis berkata, Le Kie Pok menghela napas pula, seraya berusaha untuk mengingat-ingat siapa gerangan pemuda bajingan itu. Akau tetapi walau bagaimanapun ia memeras otak, tetap ia tidak dapat memecahkan teka-teki ingatannya itu. Dia tetap tidak dapat
mengenali anak siapakah pemuda yang mengaku bernama Lian Bun Kauw itu.
―Yah.... apa hendak dikata .....‖, Lie Kie Pok melanjutkan penyesalannya. ―Semuanya telah terjadi, rupanya takdir yang telah membuat diriku tanpa sadar telah melanggar sumpahku - Ahhhh . . huh . . huhu . . uhhh . . " begitulah penyesalan yang terlalu besar telah membuaat pendekar perkasa itu menjatuhkan diri berlutut sambil menangis tersedu-sedu.
Sedang Beng Su Hoo dai menjublak, hanya dapat mengawasi belaka, tanpa dapat berbuat suatu apa.
―Suhu ‖, dengan masih berlutut, Song to Lie Kie Pok berkata berteriak-teriak, ―Karena teccu telah melanggar sumpah, maka teecu bersedia untuk menjalani hukuman apapun yang hendak dijatuhkan kepada teecu. ‖
Ketika melihat keeadaan gurunya yang demikian, maka tanpa terasa Beng Su Hoo menjadi sangat bersedih, dan akhirnya ikut- ikutan menangis menggerung-gerung, Hingga membuat ruang belajar silat itu menjadi ramai dengan suara tangisan dua orang itu, guru dan murid. Hal itu membuat seluruh penghuni perguruan itu menjadi bingung, dan sibuk baik pegawai maupun murid Kie Pok Bu-koan berusaha menghibur kedua orang yang menangis itu. Kejadian ini semuanya lelah menyadarkan mereka semua akan kebusukan Lian Bun Kauw, orang yang selama ini mereka anngap baik-baik.
Sebenarnya siapa pemuda she Lian yang mengaku berasal dari Hoo-lam itu? Sebagai kita telah mengetahui, bahwa pada dua puluh tahun yang lalu Song-to Lie Kie Pok pernah melakukan pertempuran dengan tiga orang cianpwe yang rata-rata sudah berusia lima puluh tahunan. Bertiga mereka itu sebenarnya adalah tiga ketua utama partai Ceng Hong Pai. Mereka ini sebenarnya memiliki kepandaian tunggal yang istimewa.
Akibat hasutan seorang murid mereka, ketiga cianpwe itu kena dibakar, kemudian mereka bertiga turun gunung untuk mengukur tenaga dengan Song-to Lie Kio Pok.
Ketika itu Song-to Lie Kie Pok baru saja empat bulan keluar dari pintu perguruan di Siong-san. Usianyapun sedarg segar-segar baru meningkat dua puluh tahun lebih. Dalam usia demikian ia adalah murid turunan langsung dari Beng Beng Hoat-su ketua Siauw Lim Pai yang ilmu kepandaian dan kesaktiannya tak ada tandingan.
Demikianlah, hanya dengan mempergunakan delapan jurus dari Cap Peh Lo Hoan To, Lie Kie Pok telah berhasil menghancur binasakan ketiga cianpwe itu.
Kejadian ini sudah terlalu lama berlalu. Lie Kie Pok telah melupakannya, dia ia tidak menyadari bahwa salah seorang dari ketiga cianpwe yang bernama Ong Go Lo-couw mempunyai seorang putera yang saat itu berusia delapan tahun. Dan anak itu adalah yang sekarang kita kenal sebagai Lin Bun Kauw, yang sebenarnya bernama Ong Kauw Lian.
Ong Kauw Lian walaupun saat itu baru berusia tahun, akan tetapi memiliki kecerdasan otak yang hampir menyamai orang dewasa. Demikianlah tahun itu juga ia meninggalkan kampung halamannya, mencari pembunuh ayahnya itu,
Dua tahun kemudian, tengah dalam perjala nannya ke Ouw-pak ia telah bertemu dengan sutee dari ayahnya, yaitu Kim Bian Ho Lie An Hwie Cian. Si Rase bermuka Emas. An Hwie Cian ini menyadari bahwa kepandaiannya berada setingkat dibawah suhengya, lagi pula ia tahu bahwa kebinasaan ketiga suhengnya itu adalah akibat kecerobohan mereka sendiri, maka ia tidak berdaya untuk membalaskan Sakit hati subeng-suhengnya itu. Itulah sebabnya, ketika dalam perjalanannya ke daerah Ouw-pak ia menemukan putera suhengnya, segera ia mengajaknya kembali ke Ceng Hong San.
Kepada Ong Kauw Lian Si Rase Bermuka Emas An Hwie Cian menurunkan seluruh ilmu kepandaiannya. Sehingga pada usia tahun, Ong Kauw Lian telah dapat mewarisi seluruh ilmu kepandaian yang diturunkan kepadanya, baik ginkang, lweekang maupun gwakang,
Demikianlah, Kim Bian Ho Lie An Hwie Cian lantas menjelaskan bahwa yang telah membunuh ayah Ong Kauw Lian adalah murid kepala dari Beng Beng Hoat-su yang bernama Lio Kie Pok. Juga dijelaskan pula bahwa kematian ketiga suheng-suhengnya adalah karena ilmu silat Cap Peh Lo Hoan To dari Song-to Lie Kie Pok yang sangat lihay itu. Maka apabila Ong Kauw Lian bermaksud membalaskan sakit hati ayahnya, ia harus menguasai dulu Cap Peh Lo Hoan To barulah akan dapat mengalahkan Song-to Lie Kie Pok yang sekarang berdiam dl Siu-ciu.
Begitulah kisah selanjutnya secara kebetulan Oog Kauw Lian telah bertemu dengan murid Lie Kie Pok yang ternama Beng Su Hoo, hingga untuk selanjutnya ia diterima murid di Kie Pok Bu- koan, yang kemudian berakhir dengan pesta ulang tahun Lie Kie Pok itu.
Setelah berhasil ―mencuri‖ delapan belas jurus Cap Peh Lo Hoan To, tanpa sejuruspun yang luput dari ingatannya, maka pada keesokan harinya Ong Kauw Lian secara diam-diam telah menghilang dari Kie Pok Bu-koan. Dengan segera pemuda ini lantas pergi langsung mendaki gunung Ceng Hong San, untuk segera meyakini Cap Peh Lo Hoan To.
Setibanya di Ceng Hong San, didapatkannya keadaan gunung sangat sunyi, sebab beberapa hari yang lalu Kim Bin Ho LieAn Hwie Cian pergi turun gunung untuk mencari obat-obatan bersama puterinya. Pekerjaan ini memang sering di lakukannya, hampir setiap setengah tahun sekali.
Demikianlah, seorang diri Ong Kauw Lian sejak hari itu lantas melatih diri dengan Cap Peh Lo Hoan To dengan sekeras hati. Ia mempunyai kecerdasan yang benar-benar luar biasa, serta mempunyai otak yang benar-benar terbuka. Maka dengan tekad yang menyala-nyala untuk dapat membalaskan dendam ayahnya, dua bulan kemudian Ong Kauw Lian telah berhasil merubah Cap Peh Lo Hoan To menjadi Sha Cap Lak To. Kemudian pada bulan berikutnya, dengan ditambahi dengan jurus-jurus paling lihay dari Ceng Hong Pai, ia telah merubah Sha Cap Lak To atau Sha Cap Lak Lo Hoan To menjadi suatu bentuk ilmu pedang yang dinamakan Ceng Hong Kiam Hoat yang terdiri dari seratus delapan jurus. Dan....... sungguh dahsyat, Ceng Hong Kiam Hoat ini, seratus kali lipat lebih lihay dari pada ilmu golok Cap Peh Lo Hoan To.
Pada suatu hari, setelah lama empat bulan ia meyakinkan diri di Ceng Hong San, dan setelah puas mematangkan diri dengan lima pedang Ceng Hong Kiam Hoat, maka diputuskannyalah untuk mewujudkan cita-citanya mencari musuh besarnya tanpa menunggu kembalinya sang paman.
Dengan mempergunakan ginkanguya yang sangat tinggi, dalam waktu dua hari dua malam Ong Kauw Lian telah berhasil tiba di Siu-ciu, kota dimana musuh besarnya atau bekas ―gurunya" itu tinggal. Tengah dalam perjalanannya menuju Kie Pok Bu-koan, tiba- tiba dari arah belakang ia merasakan adanya beberapa benda yang memancarkan hawa dingin menyerang dari tiga jurusan, atas, tengah dan bawah. Berbareng itu terdengar suara bentakan yang masih dikenal benar oleh Ong Kauw Lian.
Dengan segera Ong Kauw Lian menyadari bahwa ketiga benda yang menyerang itu adalah sejenis hui-piauw atau piauw terbang.
Dengan sangat cepatnya Ong Kauw Lian memutar tubuhnya dengan menggunakan jurus Poan Liong Jiauw Po atau naga bertindak, dari partainya. Iapun mengulur lehernya untuk menangkap senjata rahasia yang mengarah perut dengan giginya, sedang kedua tangannya bergerak menyambar kedua piauw yang lain, Dengan demikian ia telah mempertunjukkan kepandaiannya yang hebat, hingga membuat sekalian orang yang menyaksikan menjadi sangat kagum..
Orang yang membokong tadi tidak lain Beng Su Hoo adanya, yang menjadi sangat terkejut melihat kegesitan orang yang pernah menjadi suteenya itu. Sebelum ia tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya, maka tampak berkelebat sesosok bayangan yang tiba- tiba saja telah tiba dihadapannya sambil tertawa-tawa, yaitu Ong Kauw Lian atau yang dikenal oleh Beng Su Hoo sebagai Lian Bun Kauw.
Sambil tertawa-tawa haha hihi, entah mengejek enteh gembira atau entah menghina, Ong Kauw Lian berkata : ―Beng toa-hia mengapa kau begitu kejam? Lupakah pada persaudaraan kita? seharusnya kau bangga memiliki saudara yang berilmu kepandaian tinggi, tinggi sekali.....hahaha ‖
Rupanya sengaja Lian Bun Kauw mengerahkan tenaga lweekangnya sehingga suara tawanya terdengar sangat nyaring menyakitkan telinga, sehingga orang-orang disekitarnya menjadi gempar, sedangkan Beng Su Hoo sendiri menjadi benar-benar terpaku diam.
Belum habis gema suara tawanya, Ong Kauw Lian telah menotok jalan darah tai-twie-hiat Beng Su Hoo pada bagian lambung. Ong Kauw Lian menotok sedemikian rupa sehingga orang yang ditotoknya tak dapat berbuat apa-apa, tetapi masih dapat berjalan sebagai biasa, seperti orang yang tak kurang suatu apa.
Setelah itu, Ong Kauw Lian membentak, mengeluarkan suara memerintah : ―Lekas kau pulang. Sampaikan kepada gurumu bahwa aku putera Ong Go Lo-couw nanti malam akan mengadakan kunjungan!‖. Sehabis berkata demikian ia segera berkelebat pergi, menghilang diantara wuwungan-wuwungan rumah.
Sementara itu, Beng Su Hoo yang berada seorang diri dalam keadaan tertotok, seakan ada yang menyuruh, segera menggerakkan kedua kakinya untuk berjalan, menuju Kie Pok Bu-koan.
Semua anggota Kie Pok Bu-koan menjadi terheran-heran melihat tingkah laku Beng Su Hoo yang seperti orang linglung, memasuki perguruan dengan langkah linglung,
―Hai, Su Hoo suheng, mengapa kau?‖ seorang suteenya bertanya, akan tetapi tidak mendapat jawaban.
Seseorang yang mengira bahwa Beng Su Hoo telah kemasukan hantu, cepat-cepat masuk kedalam untuk melapor kepada Song-to Lie Kie Pok, yang ketika itu sedang berada dikamar semedhinya.
Mendengar laporan itu, Song-to Lie Kie Pok setengah percaya setengah tidak. Lekas-lekas ia keluar untuk membuktikan sendiri apa yang sebenarnya terjadi.
Kekagetan guru itu menjadi lebih tak terkira demi melihat dengan mata kepala sendiri, murid kesayangannya, Beng Su Hoo, wajahnya tampak pucat seperti kapas sedang gerakan jalannyapun tidak wajar. Setelah ditelitinya sebentar, mata Song-to Lie Kie Pok melihat pada bagian lambung muridnya tampak sebuah bekas totokan. Akan tetapi ia tidak dapat menduga, orang sakti dari manakah yang telah dapat melakukan totokan pada tai-twie-hiat sehingga mengakibatkah keadaan demikian rupa, sebab biasanya orang yang ditotok pada bagian lambungnya seperti itu, tidak berakibat begitu aneh.
Tanpa terasa, hatinya tergetar Song-to Lie Kie Pok` menduga bahwa ia telah kedatangan seseorang angkatan lama yang berkepandaian sangat tinggi. Sungguh bermimpipun tak mungkin ia dapat mengira bahwa yang telah melakukan perbuatan itu adalah seorang pemuda yang empat bulan yang lalu masih menjadi salah seorang muridnya, yang justru sekarang sedang dicari-carinya.
Keadaan Beng Su Hoo kian bertambah payah. Song-to Lie Kie Pok segera memerintahkan beberapa orang muridnya untuk membawa Beng Su Hoo kedalam kamarnya, untuk kemudian dibaringkan diatas pembaringan batu.
Cepat-cepat dibukanya baju si murid yang sudah tak sadarkan diri lagi. Dilihatnya jelas sekarang setelah beberapa saat memeriksa dengan teliti bahwa disebelah kanan dari urat tai-twie-hiat muridnya, terdapat sebuah totokan yang sangat kecil sekali, sebesar tajamnya jarum. Keheranannya semakin bertambah-tambah.
Song-to Lie Kie Pok berusaha untuk mengingat-ngingat, siapakah kiranya orang yang memiliki ilmu totokan demikian. Dihubung-hubungkannya totokan itu dengan totokan yang pernah disaksikannya pada dua puluh tahun yang lalu. Akirnya soal ini terpecahkan juga, ia merasa pasti bahwa totokan itu adalah ilmu totokan kaum Ceng Hong Pai, cuma yang terlihat olehnya sekarang jauh lebih hebat daripada yang dulu. Setelah kepastiatnya itu, maka Song-to Lie Kie Pok meminta sebatang jarum kepada salah seorang muridnya. Setelah itu, iapun bekerja cepat, menusuk-nusukan jarum itu disekeliling bekas totokan berpuluh-puluh kali. Dalam sekejap saja, kain putih pelapis pembaringan telah menjadi merah oleh darah yang menetes-netes keluar dari kulit lambung simurid.
Usaha ini ada juga sedikit faedahnya. Beberapa saat kemudian Beng Su Hoo tampak mulai bergerak-gerak. Sambil meronta perlahan, ia tampak berusaha dengan susah payah untuk dapat berkata-kata. Lie Kie Pok berusaha untuk mencegahnya, akan tetapi si murid telah mendahuluinya :
―Suhu ..... berjaga-jagalah ..... nanti mal ‖ sampai disini Beng
Su Hoo bethenti berbisik, karena ternyata kemudian seluruh tubuhnya menjadi kaku, dan jiwanya telah melayang, tewas akibat totokan seseorang yang pernah menjadi saudara, kawan yang pernah ditolongnya setengah tahun yang lalu.
Melihat kematian murid kesayangannya yang begitu mengenaskan, maka tanpa terasa, menitiklah air mata Song-to Lie Kie Pok. Teringatlah olehnya betapa hubungan kasih sayang antara dirinya dengan murid ini yang boeh dikata sudah sebagai anak kandung sendiri.
Sepanjang hari, Lie Kie Pok mengucurkah air mata kemudian menyesali kematian muridnya itu, hingga haripun telah menjelang sore.
Selelah seorang muridnya datang memberitahukan bahwa hari sudah datang malam, dan waktu makan sudah tiba, barulah Song- to Lie Kie Pok meninggalkan jenazah muridnya dengan hati berat, kemudian dengan ditemani isterinya ia bersantap malam.
Selesai bersantap malam, kembali Song-to Lie Kie Pok memasuki kamar semedhinya untuk menentramkan pikirannya yang baru saja tergoncang Beberapa saaat semedhi maka haripun menjadi malam.
Keadaan perguruan itu sunyi senyap, kecuali suara jengkerik yang mengerik dipekarangan terdengar nyaring bersahutan.
Namun orang yang dinantikan seperti yang dikatakan oleh Su Hoo sesaat sebelum ajalnya, belum juga muncul. Hati Song-to Lie Kie Pot agak tergetar juga, sebab ia menyadari bila seseorang hendak mengadakan kunjungan pada malam hari maka dapatlah dipastikan bahwa orang itu sedikitnya tentu tergolong dari tingkatan tinggi yang tentu berkepandaian sangat lihai pula.
Kembali telah dilalui waktu satu jam, hari sudah menjelang pagi kira-kira pukul tiga sekarang. Saat itu Lie Kie Pok merasa pasti bahwa saat inilah orang itu akan muncul. Ia pun lalu bersiap-sedia. Golok besarnya yang tajam berkilat-kilat disiapkan disebelah kanan duduknya. Namun keadaan disekelilingnya masih juga sunyi saja, tiada terdengar suara apapun yang mencurigakan hingga kembali beberapa saat berlalu dengan ketegangan belaka.
Ketika itu. justru ia sedang memusatkan pikirannya, memasang telinga dan membuka matanya ... tiba-tiba tanpa diketahui dari mana asalnya, tahu-tahu dihadapannya telah berdiri seseorang yang sebelumnya benar-benar tak pernah diduganya.
Orang itu bergerak secepat angin, dengan sepasang mata agak juling dan muka merah padam karena api kemarahan, ternyata bukan lain adalah ―Lian Bun Kauw‖ seorang bekas muridnya sendiri yang telah menghilang beberapa bulan yang lalu itu,
Selama beberapa bulan ini Song-to Lie Kie Pok telah mengembara kelima propinsi untuk mencari bekas murid yang telah memperdayakannya itu, akan tetapi hasilnya sia-sia belaka. Kini tiba-tiba pemuda itu telah muncul dengan begitu mendadak seakan dapat mudah begitu saja muncul seperti setan, maka diam- diam Song-to Lie Kie Pok merasa terkejut.
Namun Song-to Lie Kie Pok adalah seorang jago yang telah duapuluhan tahun malang melintang didunia kangouw, yang boleh dibilang telah kenyang dengan pengalaman menghadapi pertempuran besar ataupun kecil dimana-mana, maka sesaat kemudian ia dapat menguasai dirinya dengan baik.
―Bukan kau yang bernama Lian Bun Kauw, bekas muridku yang menghilang enam bulan yang lalu setelah mencuri kepandaianku?‖ Lie Kie Pok menegur demikian, akan tetapi hatinya tak habis pikir. Mungkinkah dengan mencuri lihat delapan belas Jurus Gap Peh Lo Hoan To saja, pemuda bekas mudidnya itu akan dapat begini lihay? Hmm... Apakah kau orangnya, yang dikatakan oleh muridku, akan- mengunjungi malam ini?‖
Pemuda itu Cuma mendengus bengis. Song-to Lie Kie Pok teringat sesuatu yaitu bekas totokan pada lambung Beng Su Hoo. Maka hatinya berdebar, lalu tanyanya pula :
―Apakah kau anak murid Ceng Hong Pai?‖
―Tidak salah! Aku adalah putera dari salah seorang ketiga cianpwe yang telah kau bunuh pada duapuluh tahun yang lalu. Bersiaplah kau untuk kuantarkan menghadap Giam Lo Ong !‖ sahut pemuda itu dengan suara gemetaran menahan marah.
Mendengar jawaban itu, serentak timbul bermacam-macam perasaan yang mengaduk didalam dadanya. Kaget, heran dan gusar bermunculan silih berganti. Akhirnya perasaan gusarlah yang muncul membangkitkan hawa amarah. Dengan cepat ia telah menyambar goloknya, sambil kemudian dengan mengeluarkan bentakan keras iapun lalu membacok dengan satu gerakan dari Cap Pek Lo Hoan To jurus kesembilan, yang disebut Sat Liong Hok Houw atau ilmu membacok naga menaklukan harimau.
Akan tetapi dengan sangat mudahnya Lian Bun Kauw telah dapat berkelit untuk kemudian menjejakkan kakinya melompat sejauh empat tombak lebih. Melibat kelihaian sibekas murid ini, Song-to Lie Kie Pok bukannya menjadi kagum, sebaliknya bahkan makin gusar.
―Hmmh! Bagus sekali perbuatanmu !‖ bentaknya. ―Setelah kau berani mencuri delapan belas jurus Cap Peh La Hoan To dariku, sekarang kau hendak mencobai! Murid tidak tidak punya liangsim! Murid keparat !‖
―Mengapa tanpa sebab kau membunuhi suhengmu secara begitu keji?‖ begitulah Lie Kie Pok melanjutkan caciannya.
Bekas murid itu hanya tersenyum bengis, sehingga membuat Lie Kie Pok bertambah kalap belaka. Sehingga goloknya terayun pula, membacok dengan cepat sambil membentak-bentak.
―Ketahuilah olehmu, hai murid keparat ! walaupun kau telah menjadi manusia dengan seribu kepala dua ribu tangan, aku Song- to Lie Kie Pok takkan menjadi takut !‖
Namun untuk serangan yang kedua kali inipun dengan mudahnya sibekas murid itu dapat menelitinya dengan mudah. Bahkan ia masih sempat memperdengarkan suara tertawa penuh ejekan.
Ketika tampak mulutnya berkemai-kemik, maka selanjutnya Lian Bun Kauw telah mencabut pedaognya. Lalu terdengar kata- katanya yang gemetaran :
―Lie Kie Pok! Memang aku telah mencuri kepandaian tunggalmu! Dan dengan kepandaian tunggalmu ini aku hendak membunuhmu untuk membalaskan sakit hati ayahku... !‖ ―Diam!‖ bentak Lie Kie Pok dengan suara menggeledek. Bukan main gusarnya mendengar bekas murid itu telah berani memanggil dengan sebutan namanya saja. ―Mari, kita coba-coba ! Golokku akan membunuh setiap murid murtad !‖
―Ha ha ha kau hendak membunuhku?" Bekas murid itu tertawa mengejek. ―Dapatkah kau membunuhku? Hahaha ...ayah, dapatkah manusia she Lie ini membunuhku. " Demikianlah Liati Bun Kauw
atau Ong KauW Lian berkata-kata seorang diri, sambil kemudian berlutut kepalanya menengadah keatas seakan-akan pemuda itu sedang bersembahyang. Terdengar ia menyebut-nyebit Ong Go Lo- couw berulang-ulang, sehingga membuat Song-to Lie Kie Pok bertambah terkejut. Timbul pertanyaan dalam hatinya, benarkah pemuda yang pernah menjadi muridnya itu adalah anak Ong Go Lo- couw?.
Sementara itu, pemuda itu masih kedengaran berkata-kata seorang diri: ―Maka sekararg, tenteramkanlah dirimu ayah, ijinkanlah sekarang anakmu melaksanakan tugasmu ‖
Song to Lie Kie Pok telah mendapat kepastian bahwa pemuda itu benar adalah putera Ong Go Lo-couw, orang tua yang pernah dibunuhnya, maka iapun bersiaga, goloknya dilintangkan didepan dada. Dengan sikap Tui Cung Bong Goat, jago golok besar ini siap menanti serangan, bahkan bila perlu menyerang lebih dahulu.
Setelah menanti beberapa saat, tampak pemuda itu mulai berrgerak bangkit dan menghampiri. Song-to Lie Kie Pok tanpa membuang waktu lagi segera mcnerjang dan kemudian menyabetkan goloknya.
Song-to Lie Kie Pok terkenal dengan ilmu goloknya yang termashyur yaitu Cap Peh Lo Hoan To yang dahsyat itu. Kali ini ia menyerang dengan satu jurus yang mematikan, menghajar dada si pemuda sebelah kiri pada jalan darah kie bun hoat. Sekonyong-konyong, Ong Kauw Lian putera Ong Go Lo-couw itu sebaliknya dari menangkis
Bahkan tampak ia bergerak secara aneh dan sangat cepay, tahu- tahu ia telah menggigit punggung golok lawan dengan giginya, sambil membarengi menggerakkan tangannya menjotos.
Song-to Lie Kie Pok terperanjat ia bermaksud meloncat menghindar akan tetapi mendadak ia merasakan pergelangan tangannya sangat nyeri, ia tahu, bahwa pemuda itu telah menggunakan jutus kedua Cap Peh Lo Hoan To namun yang membuatnya tak habis mengerti mengapa jurus itu sangat berlainan dan aneh sekali. Sama sekali Song-to Lie Kie Pok tidak mengetahui bahwa Cap Peh Lo Hoan To telah dirubah menjadi ilmu pedang Ceng Hong Kiam Hoat dan Ceng Hong Kun Hoat.
Puluhan tahun Lie Kie Pok berkelana di kalangan kang-ouw sebagal seorang piauw-su, akan tetapi belum pernah ia melihat orang memilik ilmu silat yang demikian lihai dan aneh.
Sementara itu, sebenarnya waktu goloknya digigit lawan, pergelangan tangan Lie Kie Pok telah ditotok, hingga kesamutan dan sangat nyeri.
Tanpa membuang ketika lagi. Ong Kauw Lian lantas menggerakkan tangan kanannya untuk menghajar batok kepala jago golok itu sambi tertawa keras.
Song-to Lie Kie Pok menggeram keras seperti harimau terluka, sambil mengempos semangatnya mengirim pukulan dahsyat kearah dada lawan. Dalam gusarnya itu ia telah melancarkan pukulan yang mematikan yaitu jurus keenam belas dari Cap Peh Lo Hoan To yang disebut Hang Liong Hok Houw atau pukulan membinasakan naga barimau. Saat itu, si pemuda yang lelah berhasil mengubah ilmu pedang Ceng Hoog Kun Hoa terdengar mengeluarkan teriakan aneh, dan tubuhnya meloncat mundur dengan cepat, untuk kemudian dengan menotolkan kedua kakinya ke tanah ia sudah melompat kembali kedepan berhadapan lagi dengan Soig-to Lie Kie Pok.
―Aku lidak percaya bahwa kau sanggup menahan tiga jurus Ceng Hong Kun Hoatku !‖ Si pemuda berseru.
Pukulan Hang Liong Hok Houw dari Song-to Lie Kie Pok yang baru saja dilancarkan ini mempunyai tenaga pukulan kurang lebih sembilan ratusan kati. Dan seumur hidupnya, pukulan tersebut boleh dikatakan belum pernah meleset. Bahkan dengan pukulan itulah Ong Go locouw maupun kedua saudaranya mengalami kebinasaan.
Namun hebatnya, pemuda ini begitu mudah dapat memunahkan pukulan itu sehingga kecuali membuat Song-to Lie Kie Pok terkejut, juga berbareng kuatir. Dalam hati ia semakin penasaran mungkin dalam waktu yang begitu singkat si pemuda telah dapat mengubah Cap Peh Lo Hoan To?
Cepat bagaikan sambaran kilat. Ong Kauw Lian memenuhi ucapannya tadi. Segera kedua tangannva menyambar, mengancam batok kepala lawan. Selagi Lie Kie Pok hendak berkelit, tiba-tiba kepalanya telah tercekal keras oleh kedua telapak tangan Ong Kauw Lian, untuk kemudian tanpa berdaya apa-apa ketika sipemuda menggentaknya jago golok itu telah terbaring jatuh……dengan kepala yang telah terpisah dari badannya.
Setelah berhasil membunuh musuh besar yang dua puluh tahun dicari-carinya itu, maka sambil memperdengarkan suara tawa yang menyeramkan Ong Kauw Lian berkelebat sambil menenteng kepala musuh besarnya itu, untuk kemudian bayangan tubuhnya menghilang dalam gelap. Sementara itu, para anggota Kie Pok Bu-koan yang mendengar suara ribut-ribut dalam kamar guru mereka, segera terkumpul dan menyerbu kearah kamar pemimpin itu. Akan tetapi kedatangan mereka terlambat. Justeru mereka baru memasuki kamar sang guru, maka mereka melihat sesosok bayangan yang berkelebat pergi sambil memperdengarkan suara tawa yang menyeramkan sekali, yang mereka agaknya mengenal baik suara itu. Merela menjadi sangat terkejut ketika melibat ke lantai kamar, tertampaklah sebatang tubuh tergeletak tanpa kepala. Maka segera meledaklah suara ratap tangis yang memilukan demi mereka mendapat kenyataaa bahwa yang telah terbinasa itu adalah guru mereka sendiri ...
Tubuh Lie Kie Pok lantas dibaringkan berendeng dengan jenazah Su Hoo diatas pembaringan batu. Demikianlah akhir hidup seorang jago golok yang termashur itu, seakan kena dimakan sumpah! Mati akibat ilmu yang dirahasiakan dengan kepala dan badan terpisah akibat pembalasan dendam.
Song Bun Nio isteri Lie Kie Pok demi mendengar kematian suaminya yang demikian mengenaskan, menjadi sangat berduka, dan berkali-kali ia jatuh pingsan.
****
Bencana ini semua terjadi di Siu-ciu, sehingga walaupun Kie Pok Bu-koan gempar dengan ratap tangis dan banjir air mata, akan tetapi takkan dapat didengar oleh Lie Sin Hong putera tungal pendekar golok itu, yang kini sedang dalam perjalanannya menunaikan tugas mengantarkan piauw ke daerah barat, ke suatu kota yang terletak diperbatasan antara Birma dan Tiongkok. Kita mengetahui bahwa pada kira-kira enam bulan yang lalu putera tunggal Song-to Lie Kie Pok ini mengantarkan piauw itu dikarenakan ayahnya saat itu sedang terganggu kesehatannya.
Ketika itu di daerah perbatasan Tiongkok dan Birma sedang hebat-hebatnya dilanda oleh api peperangan yang ditimbulkan oleh adanya pemberontakan disana. Hingga walaupun Kie Pok Bu-koan atau nama Kie Pok Piauwkok namanya sedang sangat mashurnya, akan tetapi tak luput Lie Sin Hong mengalami banyak gangguan, hingga bagaikan sebuah angkatan perang yang harus menundukkan banyak benteng-benteng musuh, pemuda ini telah berkali-kali melakukan pertempuran besar yang selalu dimenangkan olehnya dengan gilang gemilang. Dan tugas mengantarkan piauw itu dapat juga diselesaikan dengan baik dalam waktu empat bulan.
Perjalanan yang memakan waktu dan tenaga itu, akhirnya membuat sipemuda dapat pulang kembali kekota kediamannya dalam waktu enam bulan.
Ketika ia memasuki kota Siu-ciu, ia menjadi bingung telah hampir setiap orang tampil mendatangi dirinya, bahkan ada pula bebetapa orang yang mengenakan pakaian berkabung.
Pemuda ini menjadi sangat heran dan terkejut, ketik tiba-tiba beberapa orang tiba-tiba saja menubruk kearah dirinya sambil menangis terisak-isak, tanpa ada seorangpun yang berkata-kata.
Timbullah firasat buruk dihatinya. Mata setelah ia berhasil melepaskan dirinya dari rangkulan orang-orang itu, cepat-cepat ia berlari menuju pulang dengan hati cemas dan waswas.
―Mungkinkah ayah telah meninggal dunia akibat penyakitnya itu? Atau barangkali ayah yang memiliki kepandaian tiada duanya dikolong langit ini telah dikalahkan orang, dan mengalami kebinasaan?‖ Demikianlah sepanjang perjalanannya pulang ini, sipemuda dikejar-kejar oleh pertanyaan-pertanyaan, hingga ia tiba pada pintu pekarangan rumahnya dan mempercepat larinya memasuki rumahnya.
Segera ia dapat melihat diataa meja sembahyang, ayahnya yang sangat dicintainya itu tampak tergeletak tanpa kepala. Seketika dunia bagaikan berputar, dan pandangan matanya jadi gelap. Dalam kagetnya disaat itu juga Lie Sin Hong roboh pingsan.
Ketika tersadar dari pingsannya, maka Lie Sin Hong melihat dirinya dikelilingi oleh berpuluh-puluh orang yang berpakaian serba putih sedang menangis tersedu-sedu.
Dengan segera pemuda itu menangis menggerung-gerung, meratap sepus-puasnya, hingga akhirnya ia teringat pada ibunya yang belum ditemuinya. Segera ia berlari-lari ke kamar ibunya. Setelah sampai segera ditolaknya pintu kamar sambil berseru :
―Ibu!‖
Sunyi sepi, tiada terdengar jawaban.
―Ibu., aku pulang !‖ Sekali lagi si pemuda berseru-seru memanggil, akan tetapi seperti juga tadi, tiada terdengar jawaban.
―Ibuuu… Ibuuu…. Ibuuu….!‖ demikianlah akhirnya Lie Sin Hong berseru-seru dengan kalap.
―Siangkong, beliau telah menyusul ke alam baka…..‖ tiba-tiba terdengar suara Keng-ma pembantu kepercayaan ibunya berkata sambil menangis sesenggukan.
Bagaikan berkali-kali disambar guntur, seketika pemuda itu jatuh pingsan lagi. Sungguh patut dikasihani, jauh-jauh dari tanah barat ia pulang dengan selamat tiba dikampung kediamannya. Perasaan rindu kepada kedua orang turnya sangatlah besar. Sudah terbayang didalam ingatannya, betapa ia akan bercerita dengan gembira dihadapan kedua orang tua yang sangat dicintainya itu tentang pengalaman-pengalaman selama perjalanannya ke daerah barat. Namun, siapa sangka ternyata kepulangannya ini mendapatkan sambutan yang begini menyedihkan, disambut oleh bencana hebat yang tentu saja akan menghancurkan seluruh kegembiraannya.
Memang benar, isteri Song-to Lie Kie Pok atau ibu Sin Hong telah meninggal dunia, agaknya akibat goncangan hatinya oleh kedukaan membuat wanita itu tak sanggup untuk hidup lebih lama lagi.
Dan kini, untuk yang keempat kalinya, warga Kie Pok Bu-koan kembali berada dalam kerepotan. Kali ini mereka sibuk berusaha untuk menyadarkan putera tunggal almarhum kedua majikannya. Mereka sangat cemas kalau-kalau nanti kongcu mereka mengalami nasib seperti ibunya. Maka segera dipanggilnya seorang sinshe dari Siu-ciu. Setelah sinshe itu memeriksa, barulah mereka merasa lega. ketika mendengar keterangan bahwa keadaan sang kongcu tidaklah berbahaya.
****